PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

47
i PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI EKOSISTEM LAUT OLEH GEDE SURYA INDRAWAN PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA 2019

Transcript of PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

Page 1: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

i

PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI

EKOSISTEM LAUT

OLEH

GEDE SURYA INDRAWAN

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2019

Page 2: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya

tulis yang berjudul “Pemanfaatan Kerang (Bivalvia) dan Peranannya di Ekosistem

Perairan Laut”. Untuk itu penulis sampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak

yang telah memberikan bantuannya.

Tidak ada yang dapat penulis berikan kepada mereka selain iringan doa yang

tulus dan ikhlas semoga amal baik mereka diterima dan mendapat balasan yang lebih

baik dari Tuhan Yang Maha Esa. Tidak lupa saran dan kritik yang konstruktif sangat

penulis harapkan dari pembaca demi kesempurnaan laporan karya ilmiah ini.

Akhirnya penulis berharap semoga karya tulis ini bermanfaat bagi penulis pada

khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Page 3: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

iii

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL ......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... v

I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

II. KERANG (BIVALVIA) ........................................................................... 2

2.1 Ciri-ciri Umum Kerang ...................................................................... 2

2.2 Habitat Kerang .................................................................................. 6

III. PEMANFAATAN KERANG .................................................................. 8

3.1 Jenis-jenis Kerang Bernilai Ekonomis ............................................... 8

3.1.1 Kerang hijau (Perna viridis) .................................................... 8

3.1.2 Kerang darah (Anadara granosa) ............................................. 11

3.1.3 Kerang simping (Amusium pleuronectes) ................................ 14

3.1.4 Kerang mutiara (Pintanca sp.) .................................................. 16

3.1.5 Kerang kima (Hippopus dan Tridacna)..................................... 21

3.2 Pemanfaatan Sumberdaya Kerang secara Berkelanjutan ................... 25

IV. PERANAN KERANG .............................................................................. 27

4.1 Kerang sebagai Biondikator Lingkungan .......................................... 27

4.2 Parameter Lingkungan yang mempengaruhi Kerang ........................ 31

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 37

Page 4: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

iv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Perbandingan dari tiga jenis Pinctada penghasil mutiara yang

terpenting ............................................................................................ 17

Tabel 2. Status perlindungan kima ................................................................... 24

Page 5: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Morfologi kerang ........................................................................... 2

Gambar 2. Penambang melintang tubuh, cangkang, mantel kerang ................ 3

Gambar 3. Anatomi kerang ............................................................................. 4

Gambar 4. Siklus pembuahan kerang............................................................... 5

Gambar 5. Kerang hijau (Perna viridis) .......................................................... 8

Gambar 6. Pemanfaatan kerang hijau oleh masyarakat ................................... 9

Gambar 7. Pembudidayaan kerang ................................................................. 10

Gambar 8. Kerang darah (Anadara granosa) .................................................. 12

Gambar 9. Pemanfaatan cangkang kerang darah sebagai pasta gigi ............... 13

Gambar 10. Kerang Simping (Amusium pleuronectes).................................... 15

Gambar 11. Kerajinan dari kerang simping .................................................... 16

Gambar 12. Macam-macam kerang mutiara ................................................... 18

Gambar 13. Pearls and shells .......................................................................... 19

Gambar 14. Morfologi dan Anatomi Kima ..................................................... 22

Gambar 15. Jenis-jenis kima ........................................................................... 23

Page 6: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

1

I. PENDAHULUAN

Salah satu sumberdaya laut yang dimanfaatkan oleh masyarakat dan bernilai

ekonomis adalah kerang-kerangan. Kerang-kerangan termasuk kelas Bivalvia dari

filum Moluska (Dharma, 1992). Kelas Bivalvia yang umumnya berbentuk simetri

lateral, cangkang terdiri dari dua katup dan kedua katup cangkang dihubungkan oleh

suatu engsel pada bagian dorsal (ligament) (Gosling, 2004). Kelompok hewan kerang

mempunyai cara makan dengan menyaring (filter feeding) bahan organik yang

tersuspensi di perairan (Bachok et al., 2006). Kerang mempunyai sebaran yang luas

sehingga dapat ditemukan di berbagai ekosistem perairan (estuaria, terumbu karang,

padang lamun, dan mangrove). Hewan kerang termasuk kelompok hewan infauna yang

dominan ditemukan di dasar perairan atau di dalam sedimen (Hutabarat dan Evans,

1985; Gosling, 2004).

Masyarakat pesisir memanfaatkan kerang sebagai sumber makanan, obat

tradisional dan bahan hiasan dekorasi (Soeharmoko, 2010). Kerang dapat

dikembangkan sebagai sumber daya perikanan yang bernilai gizi tinggi untuk

memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, baik dikonsumsi secara langsung dalam

kondisi segar maupun dalam bentuk olahan. Kerang di beberapa negara merupakan

sumber makanan bergizi dengan harga yang murah dan kandungan protein yang tinggi.

Beberapa jenis kerang yang sering dikonsumsi oleh masyarakat antara lain kerang

darah (Anadara granosa), kerang bulu (Anadara antiquata), kerang simping (Amusium

pleuronectes, Placuna placenta), kerang totok (Polymesoda erosa) dan kerang hijau

(Perna viridis).

Selain kerang memiliki nilai ekonomis, secara ekologis kerang juga

mempunyai peranan penting di perairan. Kerang dapat menjadi salah satu hewan

indikator terhadap kualitas perairan (Putri et al., 2012). Kerang dapat hidup di

lingkungan yang bersih maupun tercemar. Bila hidup di lingkungan perairan yang

tercemar maka ia akan memiliki sistem pertahanan tubuh yang spesifik termasuk

melawan zat-zat yang bersifat racun dan karsinogenik. Oleh sebab itu artikel berikut

akan membahas tentang pemanfaatan kerang dan peranannya di ekosistem perairan.

Page 7: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

2

II. KERANG (BIVALVIA)

2.1. Ciri-ciri Umum Kerang

Kerang merupakan kelompok hewan bertubuh lunak dan tidak mempunyai

tulang belakang (Barnes, 1994). Kerang memiliki dua buah cangkang simetris dengan

variasi ukuran maupun bentuknya dan memiliki umbo pada bagian dorsal, mempunyai

kaki otot berbentuk seperti kapak berfungsi untuk menambatkan diri atau menggali dan

insang tipis berlapis-lapis yang terletak pada mantel cangkang (Campbell et al., 2003

(Gambar 1 dan 3). Hewan ini banyak ditemukan pada perairan laut, mempunyai

mobilitas yang lambat, termasuk hewan menetap, tidak memiliki kepala yang jelas,

bereproduksi dengan fertilisasi eksternal dan memiliki kelamin terpisah tetapi beberapa

diantaranya hermaprodit (Gosling, 2004).

Gambar 1. Morfologi kerang

Cangkang kerang disatukan oleh satu engsel yang bersifat elastis disebut

ligamen dan mempunyai dua otot yaitu aduktor dan reduktor, yang berfungsi untuk

membuka dan menutup kedua belahan cangkang (Barnes, 1994). Menurut

Prawirohartono (2003) cangkang kerang terdiri dari 3 lapisan (Gambar 2), antara lain:

1) Periostrakum adalah lapisan terluar, tipis, gelap dan tersusun atas zat tanduk yang

berfungsi untuk melindungi organ tubuh;

2) Prismatik adalah lapisan tengah yang tebal, tersusun atas kristal-kristal CaCO3

berbentuk prisma;

Page 8: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

3

3) Nakreas adalah lapisan terdalam disebut juga lapisan mutiara, tersusun atas kristal

CaCO3 yang halus dan berbeda dengan kristal-kristal pada lapisan prismatik.

Lapisan tipis tersebut membuat cangkang menebal saat hewan bertambah tua.

Gambar 2. A. Penampang melintang tubuh B. Penampang melintang cangkang dan

mantel

Mantel dalam cangkang kerang dilekatkan oleh sederetan otot yang

meninggalkan bekas melengkung yang disebut garis mantel. Fungsi dari permukaan

luar mantel adalah mensekresi zat organik cangkang dan menimbun kristal-kristal

kalsit atau kapur. Perbedaan yang khas dari masing-masing permukaan cangkang,

lekukan dan tonjolan yang tersusun sedemikian rupa dapat menjadi petunjuk

identifikasi morfologi kerang sampai ke tingkat jenis (Barnes, 1994).

Kelompok hewan kerang mempunyai cara makan dengan menyaring (filter

feeding) bahan organik yang tersuspensi di perairan dengan menggunakan sifons yang

ada pada insangnya. Fungsi lain pada insang kerang dapat sebagai organ untuk

pertukaran gas atau alat pernafasan. Kerang dapat menyeleksi partikel makanan yang

akan difiltrasi dan dimakan, hal ini dikarenakan masing-masing sifons kerang memiliki

sensor dan perilaku berbeda terhadap partikel makanan (Bachok et al., 2006).

Page 9: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

4

Gambar 3. Anatomi kerang

Beberapa jenis kerang yang hidup di tipe habitat berbeda akan memiliki

adaptasi alat gerak berbeda. Alat gerak kerang yang sesil atau menempel pada substrat

akan mempunyai benang byssus yang berfungsi untuk menempel dengan sangat erat

pada substrat. Sedangkan kerang yang hidup di substrat dasar perairan, organ kaki akan

lebih berkembang dan tidak memiliki byssus. Kakinya berbentuk seperti kapak yang

lebar untuk membenakan diri dan bergerak. Adaptasi alat gerak hewan kerang

mengalami perkembangan yang tergantung pada kedalaman hidup di bawah substrat

(Campbell et al., 2003).

Kerang memiliki peredaran darah terbuka yaitu darah dari jantung ke sinus

organ, ginjal, insang dan kembali ke jantung. Darah kerang biasanya tidak berwarna,

kecuali kerang darah (Anadara sp.) dari famili Arcidae karena spesies ini memiliki

darah yang mengandung hemoglobin (Gosling, 2004).

Pembuahan kerang umumnya eksternal yang di pengaruhi oleh beberapa faktor

seperti suhu air, salinitas, pasang surut dan zat yang dihasilkan oleh gamet lawan

jenisnya. Pembuahan eksternal menghasilkan larva trochopore, kemudian menjadi

veliger yang berenang bebas sebagai meroplankton. Veliger mempunyai dua keping

Page 10: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

5

cangkang, masa hidup larva veliger sebagai plankton bervariasi dari beberapa hari

hingga beberapa bulan sebelum menempel atau menetap di substrat (Barnes, 1994)

(Gambar 4).

Gambar 4. Siklus pembuahan kerang

Rekrutmen adalah penambahan anggota baru ke dalam suatu kelompok. Dalam

suatu perikanan, rekruitmen ini dapat diartikan sebagai penambahan suplai baru (yang

sudah dapat dieksploitasi) ke dalam stok lama yang sudah ada dan sedang dieksploitasi.

Suplai baru ini ialah hasil reproduksi yang telah tersedia pada tahapan tertentu dari daur

hidupnya dan telah mencapai ukuran tertentu sehingga dapat tertangkap dengan alat

penangkapan yang digunakan dalam perikanan. Rekuit ini berasal dari sejumlah stok

reproduktif yang dewasa, sehingga ada hubungan stok dewasa dengan stok rekruitnya

(Setyono, 2006).

Selanjutnya Setyono (2006) menyatakan, hubungan yang umum antara stok

dewasa dengan rekruitnya yaitu antara jumlah pemijah (spawner). Rekruit, dihadapkan

pada tiga faktor yang berasal dari konsep pertumbuhan populasi satu spesies

diantaranya bila tidak ada pemijahan tidak ada rekrutmen, semua populasi mempunyai

kapasitas untuk tumbuh, kecuali yang akan punah dan populasi itu jumlahnya terbatas,

karena faktor alam yang dapat menambah kecepatan mortalitas, demikian pula populasi

Page 11: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

6

itu tumbuh. Apabila jumlah stok ikan dewasa sedikit, mungkin produksi rekuit rendah.

Rekrutmen dapatterjadi apabila jumlah stok dewasa banyak mungkin produksi rekuit

rendah pula.

Siklus hidup bivalvia pada tahap pertama mengalami fertilisasi yaitu telur

menetas menjadi larva trochophore dan secara bertahap akan berubah menjadi larva

veliger yang di sebut sebagai tahap straigh thinge. Menurut Setyobudiandi (2004)

Selama beberapa minggu larva bersifat planktonik hingga saatnya menetap dan

bentuknya berubah seperti individu dewasa. Sebagian kecil dari jumlah telur yang

dipijahkan dapat terfertilisasi dan berkembang menjadi larva. Selama fase planktonik

larva sangat rentan terhadap predator.

Pada saat larva memasuki tahap akhir (post larva), larva memerlukan subtrat

untuk menunjang proses penempelan (settlement). Sebagian biota umumnya, seluruh

proses dalam daur hidup kerang memerlukan habitat dengan kondisi tertentu agar dapat

menunjang pertumbuhan, pematangan gonad, ganetogenesis dan metamorfosis pre-

larva menjadi trochophore. Daya tahan hidup setelah menempel (post settling survival)

akan optimal jika kondisi lingkungan hidupnya terpenuhi, sehingga kerang dapat

tumbuh berkembang menjadi individu dewasa (Sitorus, 2008).

2.2. Habitat Kerang

Kerang mempunyai sebaran yang luas sehingga dapat ditemukan di berbagai

ekosistem kawasan perairan yaitu estuaria, pantai berpasir, pantai berbatu, terumbu

karang, padang lamun, danau, sungai dan mangrove. Beragamnya tipe habitat dari

jenis-jenis kerang merupakan upaya mempertahankan kelangsungan hidup agar dapat

tumbuh dan berkembang biak sehingga akan terjadi interaksi dengan lingkungannya

untuk memilih kondisi lingkungan yang terbaik. Kelimpahan biota laut yang rendah

pada suatu kawasan menjadikan salah satu indikasi tidak sesuainya bagi biota tersebut.

Selain itu, faktor ketersediaan makanan (fitoplankton, zooplankton, zat organik

tersuspensi) dalam kawasan perairan menjadi faktor penting untuk keberlangsungan

hidup serta pertumbuhan biota laut misalnya kerang-kerangan (Dame, 1996).

Page 12: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

7

Hewan kerang termasuk kelompok makrozoobentos infauna yang dominan

ditemukan di dasar perairan atau di dalam sedimen (Hutabarat dan Evans, 1985). Pada

umumnya kerang menetap di dasar perairan dengan cara membenamkan diri di dalam

lumpur, pasir dan patahan terumbu karang yang sudah mati. Beberapa jenis kerang juga

mempunyai cara hidup dengan menempel pada substrat keras yaitu pada bebatuan dan

ada yang dapat berenang aktif di dasar perairan dengan cara mengepakkan

cangkangnya (Campbell et al., 2003; Gosling, 2004).

Kerang lebih menyukai habitat dengan tipe sedimen berlumpur dan berpasir

(Nybakken, 1988). Tekstur sedimen dalam perairan berbeda-beda dan mempunyai

ukuran bervariasi dari yang besar sampai halus. Perbedaan sedimen ini mempengaruhi

ketersediaan oksigen dan makanan di dalam kawasan perairan. Tipe sedimen dapat

mempengaruhi penyebaran, morfologi fungsional dan tingkah laku organisme.

Sedimen yang memiliki butiran lebih kecil seperti lumpur mampu menyimpan nutrien

lebih besar dibandingkan pasir dan gravel (Nybakken, 1988). Adanya faktor lain yaitu

arus mempunyai dampak terhadap tipe sedimen yang ditempati oleh hewan kerang.

Bila arus yang lemah akan membuat sedimen dominan lumpur, tanah organik dan pasir

halus, sedangkan arus yang kuat tipe sedimennya dominan berbatu dan koarsa.

Karakteristik sedimen yang berbeda di setiap lokasi akan mempengaruhi sebaran

organisme bentik di dalamnya dan akan terjadi pengelompokan hewan bentik yang

berbeda (Riniatsih dan Kushartono, 2009; Sitorus 2008).

Di daerah intertidal kehidupan bivalvia dipengaruhi oleh pasang surut. Adanya

pasang surut menyebabkan daerah ini kering dan faunanya terkena udara terbuka secara

periodik. Bersentuhan dengan udara terbuka dalam waktu lama merupakan hal yang

penting, karena fauna ini berada pada kisaran suhu terbesar akan memperkecil

kesempatan memperoleh makanan dan akan mengalami kekeringan yang dapat

memperbesar kemungkinan terjadinya kematian. Oleh karena itu perlu melakukan

adaptasi untuk bertahan hidup dan harus menunggu pasang naik untuk memperoleh

makanan. Bivalvia dapat mati bila kehabisan air yang disebabkan oleh meningkatnya

suhu. Gerakan ombak berpengaruh pula terhadap komunitasnya dan harus beradaptasi

Page 13: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

8

dengan kekuatan ombak. Perubahan salinitas turut juga mempengaruhinya, ketika

daerah ini kering oleh pasang surut kemudian digenangi air atau aliran air hujan

salinitasnya akan menurun. Kodisi ini dapat melewati batas toleransinya dan akan

mengakibatkan kematian (Nybakken, 1988).

III. PEMANFAATAN KERANG

3.1 Jenis-Jenis Kerang yang Bernilai Ekonomis

3.1.1. Kerang hijau (Perna viridis)

Kerang Hijau (Perna viridis) dikenal sebagai green mussels adalah binatang

lunak (moluska) yang hidup di laut, bercangkang dua dan berwarna hijau (Gambar 5).

Kerang hijau merupakan organisme yang termasuk kelas Pelecypoda, kelas ini selalu

mempunyai cangkang katup sepasang maka disebut sebagai Bivalvia. Hewan ini

disebut juga pelecys yang artinya kapak kecil dan podos yang artinya kaki. Pelecypoda

berarti hewan berkaki pipih seperti mata kapak. Hewan kelas ini pun berinsang

berlapis-lapis sering disebut Lamelli branchiata (Fitriah, 2018).

Gambar 5. Kerang hijau (Perna viridis)

Kerang hijau juga memiliki nama-nama lokal antara lain kijing (Jakarta), Ijoan

(Cirebon). Kerang hijau memiliki morfologi dengan Panjang tubuh antara 6,5 – 8,5 cm

dan diameter sekitar 1,5 cm. Ciri khas kerang hijau terletak pada warna cangkangnya

Page 14: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

9

yang menimbulkan gradasi warna gelap ke gradasi warna cerah kehijauan. Kerang ini

tidak memiliki kepala (termasuk otak), organ yang terdapat dalam kerang adalah ginjal,

jantung, mulut, dan anus.

Kerang hijau (Perna viridis) merupakan salah satu komoditi perikanan yang

telah lama dibudidayakan sebagai salah satu usaha sampingan masyarakat pesisir

(Gambar 6). Teknik budidayanya mudah dikerjakan, tidak memerlukan modal yang

besar dan dapat dipanen setelah berumur 6 – 7 bulan. Hasil panen kerang hijau per

hektar per tahun dapat mencapai 200 – 300 ton kerang utuh atau sekitar 60 – 100 ton

daging kerang. Tersebar luas di perairan Indonesia dan ditemukan melimpah pada

perairan pesisir, daerah mangrove dan muara sungai. Di Indonesia jenis ini ditemukan

melimpah pada bulan Maret hingga Juli pada areal pasang surut dan subtidal, hidup

bergerombol dan menempel kuat dengan menggunakan benang byssusnya pada

benda-benda keras seperti kayu, bambu, batu ataupun substrat yang keras

(Cappenberg, 2008).

Gambar 6. Pemanfaatan kerang hijau oleh masyarakat

Kerang hijau merupakan salah satu biota laut yang mampu bertahan hidup dan

berkembang biak pada tekanan ekologis yang tinggi tanpa mengalami gangguan yang

berarti. Dengan sifat dan kemampuan adaptasi tersebut, maka kerang hijau telah

banyak digunakan dalam usaha budidaya (Gambar 7). perikanan. Dengan hanya

Page 15: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

10

menggunakan/menancapkan bambu/kayu ke dalam perairan yang terdapat banyak

bibit kerang hijau, maka kerang tersebut dengan mudah menepel dan berkembang

tanpa harus memberi makan (Cappenberg, 2008).

Gambar 7. Pembudidayaan kerang

Kerang hijau merupakan salah satu jenis kerang yang digemari masyarakat,

memiliki nilai ekonomis dan kandungan zat gizi yang baik untuk dikonsumsi. Dari

sekian banyak potensi kerang yang dihasilkan di Indonesia, kebanyakan masyarakat

hanya memanfaatkan daging kerangnya saja sedangkan cangkang kerang belum

dimanfaatkan secara optimal. Hal ini menimbulkan permasalahan berupa cangkang

kerang yang menumpuk di daerah pesisir pantai.

Selama ini limbah padat kerang berupa cangkang hanya dimanfaatkan sebagai

hiasan dinding, hasil kerajinan, atau bahkan sebagai campuran pakan ternak namun

belum dimanfaatkan secara maksimal di bidang kesehatan padahal potensinya sebagai

sumber kalsium tinggi dapat dijadikan sebagai terobosan baru dalam menangani

masalah terkait tulang termasuk osteoporosis. Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa cangkang kerang hijau mengandung senyawa kalsium yang berpotensi sebagai

suplemen tulang alamiah pencegah osteoporosis.

Page 16: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

11

Pemanfaatan cangkang kerang hijau diharapkan dapat mengurangi sampah

cangkang kerang yang menjadi sumber permasalahan bagi lingkungan. Melalui teknik

pengolahan yang benar cangkang kerang hijau dapat dibuat tepung dan diolah menjadi

beraneka produk olahan makanan tinggi calsium. Kandungan cangkang kerang hijau

sebagian besar tersusun atas kalsium karbonat, kalsium fosfat, Ca(HCO3)2, Ca3S,

dan kalsium aktif yang terbuat dari sumber kulit kerang dan jenis-jenis kalsium yang

termasuk kalsium non-organik yang tersusun dari lapisan calcite dan aragonite

(Karnowska, 2004).

Daging dan tepung dari cangkang kerang hijau juga dapat dimanfaatkan untuk

pengolahan beberapa makanan seperti mpek-mpek, baso, nughet,cookies dan es krim.

Dengan adanya pemanfaatan cangkang kerang yang dibuat menjadi tepung kalsium

dan diaplikasikan sebagai bahan tambahan dalam produk makanan, diharapkan dapat

meningkatkan nilai tambah yang berguna bagi masyarakat, khususnya bagi penderita

defisiensi kalsium dan penderita gangguan tulang (osteoporosis) (Fitriah et al., 2018).

3.1.2. Kerang darah (Anadara granosa)

Kerang darah mempunyai cangkang yang tebal, berbentuk seperti ellips dan

terdapat 20-21 garis vertikal pada permukaan yang di mulai pada bagian ventral sampai

dengan bagian dorsal (Gambar 8). Terdapat duri-duri yang pedek, berwarna putih

seperti kecoklatan pada lapisan periostrakum. Warga Anadarinae mempunyai organ

siphon yang tidak berkembang dengan sempurna, aliran air masuk (Inhalent) dan

keluar (exhalent) terjadi melalui organ yang berada di bagian butiran (pesterior margin)

dari cangkangnya. Tipe habitat yang berupa lumpur akan dengan mudah diserap oleh

kerang darah, sehingga kerang memperoleh pakan yang terkandung di lumpur dalam

bentuk detritus.

Disebut kerang darah karena kelompok kerang ini memiliki pigmen darah

merah/haemoglobin yang disebut bloody cockles, sehingga kerang ini dapat hidup

pada kondisi kadar oksigen yang relatif rendah, bahkan setelah dipanen masih bisa

hidup walaupun tanpa air.

Page 17: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

12

Gambar 8. Kerang darah (Anadara granosa)

Kerang darah (Anadara granosa) merupakan salah satu jenis kerang yang

berpotensi dan bernilai ekonomis untuk dikembangkan sebagai sumber protein dan

mineral untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Kerang darah

banyak ditemukan pada substrat yang berlumpur di muara sungai dengan tofografi

pantai yang landai sampai kedalaman 20 m. Kerang darah bersifat infauna yaitu hidup

dengan cara membenamkan diri di bawah permukaan lumpur di perairan dangkal

(PKSPL, 2004; Nurjanah et al., 2005).

Kerang darah merupakan bahan makanan sumber protein kadar tinggi dengan

kandungan gizi kerang darah kering terdiri atas (8,74%) abu, (76%) protein, dan

(9,75%) lemak (Nurjanah et al.,2004). yang berasal dari laut dengan kandungan asam

amino esensial yang lengkap dan seimbang, juga mengandung beberapa jenis mineral

dan vitamin. Kerang darah bermanfaat sebagai antioksidan dalam sistem pertahanan

tubuh terhadap reaksi oksidasi radikal bebas. Kerang darah diduga memiliki komponen

mineral tertentu yang berguna sebagai antioksidan, diantaranya adalah tembaga (Cu),

zat besi (Fe), Seng (Zn) dan Selenium (Se). Cu dan Zn merupakan mineral penting

pada berbagai sistem enzim dan hormon. Fe berperan penting untuk tubuh manusia.

Apabila kekurangan Fe, maka akan menyebabkan anemia, sedangkan selenium

meupakan mineral yang cukup esensial,sebagai enzim yang paling penting antioksidan.

Page 18: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

13

Kerang darah juga mengandung Ca yang berguna sebagai mineral untuk pembentukan

tulang dan gigi terutama pada masa pertumbuhan dan ibu hamil (Nurjanah et al., 2005).

Menurut Awang et al (2005), limbah cangkang kerang mengandung kalsium

karbonat yang tinggi yakni sebesar 98% yang berpotensi untuk dimanfaatkan. Oleh

karena itu dari kalsium karbonat yang terkandung pada cangkang kerang maka

dilakukan isolasi kalsium oksida (CaO) dan kemudian senyawa ini dapat diolah lebih

lanjut menjadi hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2) yang merupakan komponen

anorganik utama pada tulang dan gigi sehingga bahan ini merupakan salah satu bahan

aktif yang dapat ditambahkan pada produk pasta gigi untuk perlindungan terhadap

demineralisasi gigi (Kehoe, 2008) (Gambar 9).

Gambar 9. Pemanfaatan cangkang kerang darah sebagai pasta gigi

Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad (2017) mengenai pengaruh

penambahan bubuk cangkang kerang terhadap mutu dan karakteristik pada gigi yang

dihasilkan serta mencari formulasi penambahan bubuk cangkang kerang yang terbaik.

Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa konsentrasi bubuk cangkang kerang

terbaik pada uji organoleptik adalah aroma A (50%) dengan nilai 4, warna B (25%)

nilai 4.11, kekentalan A (50%) nilai 3.83, busa B (25%) dengan nilai 3.7 dan rasa A

Page 19: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

14

(50%), B (25%) sama-sama bernilai 3.5. Jumlah mikroba terbaik yaitu B (25%)

dengan jumlah 5,4x105 koloni, dan kadar karbohidrat pada sampel A (50%) dengan

nilai 0,009 dan sampel B (25%) dengan nilai 0,007. Nilai pH kedua pasta gigi adalah

A (50%) dengan nilai 8.37 dan B (25%) dengan nilai 8.69. Nilai tersebut berada dalam

kisaran nilai pH yang terdapat pada SNI 12-3524-1995, yaitu 4.5 – 10.5 sebagai syarat

mutu pasta gigi sehingga pasta gigi eksperimen yang dihasilkan relatif aman

digunakan.

Selain digunakan sebagai salah satu bahan aktif yang dapat ditambahkan

pada pasta gigi, limbah cangkang kerang darah juga dapat dimanfaatkan sebgai katalis

dalam pembuatan metil ester dari minyak jelantah. Cangkang kerang darah

mengandung kalsium karbonat (CaCO3), pembakaran cangkang kerang selain

menghasilkan abu akan mengubah kandungan yang terdapat di abu cangkang yang

mengandung CaO sebesar 69,02%. Abu kerang yang mengandung CaO direaksikan

dengan metanol (CH3OH) akan membentuk kalsium metoksida (Ca(OCH3)2) yang

dapat mempercepat reaksi transesterifikasi minyak nabati pada pembuatan metil ester

(Tobing, 2009).

3.1.3 Kerang simping (Amusium pleuronectes)

Amusium pleuronectes atau kerang simping adalah salah satu biota yang

dijumpai di perairan laut terlindung seperti di pantai utara Jawa Tengah (Brebes,

Pekalongan, Pemalang, Kendal) dan pantai utara Jawa Timur (Suprijanto et al., 2007).

Di perairan tropis dan subtropis beberapa spesies dari genus Amusium ditangkap

sebagai tangkapan komersial. Jenis kerang ini memiliki distribusi yang sangat luas,

tersebar dari Laut India, Laut Cina Selatan, Indo-Cina, Jepang, Philipina, Papua New

Guinea, Indonesia dan Australia (Poutiers, 1988 dalam Carpenter and Niem, 2002).

Shumway dan Parsons (2006), menyatakan bahwa terdapat lebih dari 400 spesies di

dalam family Pectinidae, yang umumnya disebut dengan scallops. Scallops tersebar

diseluruh perairan di dunia mulai dari perairan subtropis sampai perairan tropis.

Amusium pleuronectes termasuk kedalam superfamili Pectinoidea, dimana

Page 20: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

15

masyarakat setempat sering menyebut dengan kerang simping atau kerang merah

putih. Habitat kerang ini dapat dijumpai pada berbagai substrat dari pasir sampai

lumpur berpasir pada kedalaman 5-50 m (Widowati et al., 2008).

Gambar 10. Kerang Simping (Amusium pleuronectes)

Kerang simping memiliki bentuk tubuh sedikit bundar, pipih dan cangkangnya

cenderung transparan (Gambar 10). Bentuknya yang unik membuat cangkangnya

sering dijadikan bahan kerajinan tangan dan asesoris wanita. Ukuran cangkang juvenil

kerang simping berdiameter sekitar 40 mm, ukuran dewasa dapat mencapai 150 mm

(Dharmaraj et al., 2004). Seperti pada umumnya Moluska, kerang simping bersifat

filter feeder sehingga dapat dijadikan indikator suatu keadaan lingkungan karena

kemampuan adaptasinya yang tergolong tinggi.

Di antara berbagai macam jenis kerang yang terdapat di Indonesia, kerang

simping memiliki potensi besar yang dapat dimanfaatkan mulai dari isi daging sampai

cangkangnya. Kerang simping saat ini menjadi salah satu sumber daya perikanan

yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Berdasarkan data statistik perikanan

tangkap di Indonesia tahun 2000-2010, produksi kerang simping di Indonesia

mengalami peningkatan sebesar 19,79% (DJPT, 2011). Peningkatan tersebut juga

berdampak pada kenaikan jumlah limbah cangkang kerang.

Page 21: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

16

Di Indonesia, limbah cangkang kerang simping telah dimanfaatkan sebagai

bahan kerajinan untuk hiasan dinding atau sebagai elemen estetika bangunan

(Armando, 2013) (Gambar 11). Sementara itu, di negara lain seperti Thailand, limbah

cangkang kerang simping telah dimanfaatkan untuk industri pakan ternak (Tongchan

et al., 2009). Alternatif untuk menangani limbah cangkang kerang ini salah satunya

adalah dengan mengubah limbah cangkang kerang menjadi produk lain yang

bermanfaat, atau yang dikenal dengan waste to product.

Gambar 11. Kerajinan dari kerang simping

Beberapa penelitian telah dilakukan dengan memanfaatkan cangkang kerang

simping. Salah satunya adalah yang dilakukan oleh Tri et al (2011) yaitu dengan

memanfaatkan kerang simping sebagai sumber kalsium pada produk ekstrudat.

Penelitian lain juga menunjukkan bahwa daging kerang simping diduga memiliki

kandungan antioksidan yang tinggi. Aktivitas antioksidan (IC50) tertinggi pada

ekstrak kasar daging kerang simping yang diekstraksi dengan metanol sebesar

1.648,45 ppm (Pipih et al., 2013)

3.1.4 Kerang mutiara (Pintanca sp.)

Kerang mutiara merupakan salah satu biota laut yang hampir semua bagian

dari tubuhnya mempunyai nilai jual, baik mutiara, cangkang, daging dan organisme

Page 22: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

17

kerang itu sendiri (benih maupun induk). Jenis-jenis kerang mutiara yang ada di

Indonesia adalah Pinctada maxima, Pinctada margaritifera, Pinctada chimnitzii,

Pinctada fucata dan Pteria penguin. Beberapa daerah Pinctada fucata dikenal juga

sebagai Pinctada martensii. Dari kelima spesies tersebut yang dikenal sebagai

penghasil mutiara terpenting yaitu Pinctada maxima, Pinctada margaritifera dan

Pteria penguin (Taufiq et al., 2007 (Tabel 1) (Gambar 12). Untuk membedakan jenis

tiram mutiara tersebut, perlu dilakukan pengamatan morfologi, seperti warna

cangkang dan cangkang bagian dalam (Nacre), ukuran serta bentuk.

Tabel 1. Perbandingan dari tiga jenis Pinctada penghasil mutiara yang terpenting

Page 23: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

18

Gambar 12. Macam-macam kerang mutiara

Kerang mutiara merupakan salah satu komoditas perikanan yang

menghasilkan butiran mutiara yang cukup penting sebagai penghasil devisa. Jenis

kerang mutiara yang sangat potensial untuk dikembangkan adalah Pintada maxima,

sebab produk mutiara yang dihasilkannya bernilai ekonomis tinggi dan merupakan

salah satu komoditas ekspor di bidang perikanan. Indonesia merupakan negara

beriklim tropis, sehingga pertumbuhan dan proses pelapisan mutiara dapat terjadi

sepanjang tahun. Kerang yang dapat digunakan untuk memproduksi mutiara adalah

kerang yang berukuran panjang cangkang 18 - 20 cm.

Perairan Indonesia sendiri memiliki potensi kerang mutiara (Pinctada

maxima) yang begitu besar di wilayah Indonesia bagian timur seperti Irian Jaya,

Page 24: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

19

Sulawesi dan gugusan Laut Arafuru. Di beberapa daerah tersebut, usaha penyelaman

kerang mutiara merupakan mata pencaharian bagi penduduk setempat. Begitu juga

untuk perairan Aceh memiliki potensi untuk mengembangkan budidaya kerang

mutiara. Keelokan warna mutiara yang dihasilkan oleh kerang jenis ini menyebabkan

permintaan pasar domestik maupun manca negara akan mutiara yang berasal dari P.

maxima terus mengalami peningkatan. Permintaan pasar yang meningkat

mengakibatkan semakin banyaknya individu kerang P. maxima yang dibutuhkan

untuk menghasilkan mutiara (Gambar 13).

Gambar 13. Pearls and shells. (A) Nacreous pearls. (B) Shell of the silver-lip pearl

oyster, Pinctada maxima (p: prismatic layer; n: nacreous layer).

Berdasarkan morfologi cangkang, tiram mutiara Pinctada maxima yang dikenal

sebagai penghasil south sea pearl diketahui ada empat tipe warna nacre yaitu putih

(silver), emas (gold), abu-abu (grey) dan kuning (yellow) (Lind et al., 2009). Indonesia

termasuk negara penghasil mutiara putih terbesar di dunia, menempati posisi ketiga

setelah Australia dan Myanmar (Poernomo, 2008). Saat ini, dikembangkan program

pemuliaan pada kegiatan budidaya yang diutamakan pada target khusus yaitu satu atau

dua sifat yang memungkinkan untuk meningkatkan produktivitas dan memiliki nilai

jual tinggi (Elliot, 2000). Salah satu sifat yang menarik untuk dijadikan target dalam

Page 25: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

20

program pemuliaan tiram mutiara adalah warna mutiara yang dihasilkan. Warna

mutiara yang akan dihasilkan ditentukan oleh keragaman warna nacre tiram mutiara.

Nacre adalah cangkang bagian dalam yang merupakan lapisan induk mutiara yang

berkilau dengan warna putih keperakan. Wada (2000) menyatakan bahwa keragaman

nacre pada tiram sangat penting dalam industri tiram mutiara, karena dengan

keberagaman nacre tiram akan menghasilkan warna mutiara yang beragam yang

diminati oleh pasar.

Tiram mutiara dengan nacre warna putih dan kuning paling banyak

dibudidayakan, karena menghasilkan kualitas mutiara yang baik dengan ukuran yang

relatif besar (Rose et al., 1990; Supii et al., 2009). Tiram dengan nacre putih

menghasilkan mutiara warna putih, sementara tiram dengan nacre kuning

menghasilkan mutiara warna kuning keemasan, akan tetapi mutiara warna putih

memiliki harga jual yang lebih tinggi dibandingkan warna keemasan. Dalam proses

insersi nukleus untuk memperoleh mutiara dengan warna putih diperlukan mantel

sebagai saibo dari individu tiram dengan nacre putih, dan apapun tipe warna nacre tiram

mutiara, apabila diimplant dengan saibo dari individu yang memiliki nacre putih akan

tetap menghasilkan mutiara warna putih. Sementara individu tiram dengan nacre putih

sangat jarang diperoleh dari alam, sehingga pemijahan induk tiram tersebut perlu

dilakukan untuk membantu melestarikan dan membudidayakannya.

Secara umum komposisi dari cangkang kerang terdiri dari Ca, Mg, Na, P, dan

mineral lain berupa Fe, Cu, Ni, B, Zn, serta Si. Kandungan kalsium karbonat pada

cangkang kerang ini merupakan sumber kalsium yang dapat dimanfaatkan sebagai

Hidroksiapatit (Khairil, 2012) Hidroksiapatit (HAp) merupakan senyawa yang

mengandung ion kalsium (Ca2+) yang mengubah ion logam beracun dan menyerap

unsur kimia organik dalam tubuh (Dahlan, 2013). Senyawa ini banyak dimanfaatkan

sebagai tempat tumbuh kembangnya jaringan apabila ada jaringan yang rusak. Setiap

tahun, kebutuhan senyawa ini semakin meningkat terutama dalam bidang kedokteran

seperti tulang, gigi, kosmetik, dan kultur jaringan.

Page 26: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

21

Sintesis HAp dapat dilakukan dengan beberapa metode: a) Metode basah

(presipitasi), menggunakan reaksi cairan. b) Metode kering, menggunakan reaksi

padat. c) Metode hidrotermal, menggunakan reaksi hidrotermal. d) Metode alkoksida,

menggunakan reaksi hidrolisa e) Metode fluks, menggunakan reaksi peleburan garam.

Metode lain yang biasa digunakan yaitu sol gel. Metode ini dapat menghasilkan serbuk

HAp dengan ukuran butir yang relative homogen dan derajat kristalinitas tinggi

(Gergely et al., 2009). Berbagai metode sintesis dengan beberapa jenis cangkang

kerang telah banyak dilakukan. Sintesis HAp dari cangkang kerang kepah

menggunakan metode presipitasi (kimia basah-). Cangkang kerang darah direaksikan

dengan diamonium hydrogen fosfat menghasilkan HAp 71% dengan waktu

pengadukan 90 menit (Ningsih et al, 2014). Cangkang kerang ranga disintesis dengan

metode presipitasi pada suhu 80° dan sintering suhu 900° menghasilkan HAp (Balgies

et al., 2011). Metode hidrotermal digunakan untuk mensitesis HAp dari cangkang

kerang lokan. Kandungan kalsium karbonat pada kulit kerang merupakan sumber

kalsium yang dapat digunakan sebagai bahan sintesis hidroksiapatit (Khairil, 2012).

3.1.5 Kerang Kima (Hippopus dan Tridacna)

Kima termasuk kelas Bivalvia dalam Famili Cardiidae dan Sub famili

Tridacninae, terdiri dari dua genus yaitu Hippopus dan Tridacna, dan terbagi dalam 10

spesies. Genus Hippopus terbagi menjadi dua spesies, yaitu H. hippopus dan H.

porcellanus. Sedangkan untuk genus Tridacna terbagi menjadi 8 spesies, antara lain T.

gigas, T. maxima, T. crocea, T. squamosa, T. derasa, T. rosewatari, T. tevoroa, dan T.

costata. (Gambar 15) (Zakaria, 2009).

Kima mempunyai organ utama yang terdiri cangkang, mantel, penyedot

(siphon), kelenjar byssus, dan benang byssal (Gambar 14) (Kumajayati, 2015). Berikut

di bawah ini adalah penjelasan masing-masing organ utama dari kima:

1. Cangkang: kima memiliki dua cangkang simetris bilateral

2. Mantel: perbedaan paling menonjol antara kerang biasa dengan kima adalah

adanya zooxanthellae pada mantelnya. Mantel tersebut meningkatkan luas permukaan

Page 27: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

22

untuk menerima paparan cahaya. Mantel merupakan perpanjangan dari penyedot

(siphon) inhalant and exhalant, dan juga disebut sebagai jaringan siphonal. Mantel

berisi mayoritas zooxanthellae yang nantinya akan memberikan warna pada kima.

3. Penyedot (siphon)

Penyedot inhalant: penyedot inhalant berbentuk bukaan yang memanjang.

Terkadang helai-helai tentakel mengelilingi bukaan ini. Penyedot exhalant: penyedot

exhalant berbentuk kerueut sedikit naik, yang dapat dilihat sepanjang mantel dari

penyedot inhalant. Air keluar dari rongga tubuh melalui penyedot exhalant setelah

disaring melalui insang.

4. Kelenjar byssus: berfungsi sebagai pembentuk kaki.

Kelenjar byssus menghasilkan filamen yang disebut dengan benang byssal yang

memanjang melalui bukaan kedua kanip, dan kemudian untuk menempel pada substrat.

5. Benang byssal: kima yang lebib besar, T. gigas, T. derasa, T. tevoroa, dan

Hippopus spp., akan melepaskan kelenjar ketika tumbuh. Sebagai gantinya, biota

tersebut akan menempel pada substrat dengan menggunakan benang byssal. Biota ini

akan bergantung pada ukuran dan berat untuk menahannya tetap di tempat.

Gambar 14. Morfologi dan anatomi Kima

Page 28: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

23

Kima merupakan sumberdaya perikanan yang bernilai ekonomis tinggi,

dagingnya dapat dikonsumsi dn cangngnya dapat digunakan sebagai hiasan.

Permintaan terhadap kima (Tridacnidae) sebagai sumber protein hewani sampai saat

ini terus meningkat, sehingga populasinya di alam menurun drastis hampir di seluruh

dunia akibat pengambilan tanpa batas, termasuk juga di Indonesia (Ambriyanto, 2002).

Selain itu, Kima yang memiliki warna yang bagus, cemerlang, memiliki nilai jual yang

cukup tinggi untuk hiasan akuarium laut, pada ukuran 5-7 cm, berumur sekitar 1-2

tahun dalam kondisi kima hidup. Bahkan Lesmana dan Wahyudi (2016) mengatakan

bahwa nilai jual kima hidup berada pada kisaran US$ 4 hingga US$ 15 juta. \Bagi

negara-negara maju, akuarium laut menjadi kebangaan pada berbagai sektor sehingga

terbuka peluang besar pasar kima hidup. Negara tersebut adalah Amerika Serikat,

Jepang dan Uni Eropa, mengimpor kima hidup beserta karang dan ikan hiasnya. Kima

yang diambil dari habitatnya dimanfaatkan dalam bentuk dijual secara illegal.

Gambar 15. Jenis-jenis Kima

Page 29: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

24

Secara total, status keberadaan kima untuk semua jenis, dikategorikan menjadi

hewan langka yang dilindungi undang-undang, yaitu Undang-Undang No.5 Tahun

1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta Peraturan

Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang pengawetan tumbuhan dan satwa. Konvensi

perdagangan dunia untuk jenis tanaman dan hewan liar yang terancam punah (CITES)

memasukkan golongan binatang ini dalam daftar binatang yang dilindungi sejak tahun

1983. Pada saat ini, 7 jenis kima masuk dalam Red List (terancam punah) dari

International Union for Conservation and Natural Resources (IUCN) (Tabel 2).

Tabel 2. Status perlindungan kima

Page 30: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

25

Berbagai cara pengelolaan kima telah dilakukan, baik lokal, nasional ataupun

global. Beberapa usaha lokal diantaranya adalah pelaksanaan sosialisasi dan

penyuluhan di tingkat lokal tentang pentingnya mengelola kima agar populasinya di

alam dapat diselamatkan. Upaya perlindungan habitat dan pengawasan dilakukan

melalui kegiatan konservasi, baik secara nasional maupun daerah, sebagai salah satu

cara untuk menekan pemanfaatan yang dilakukan di area yang telah ditetapkan sebagai

kawasan konservasi. Selain konservasi, dilakukan juga upaya pemulihan stok

(restocking). Upaya pengelolaan kima juga dilakukan secara global melalui konvensi

perdagangan global bagi jenis tumbuhan dan binatang liar yang terancam punah

(CITES) dengan memasukkan kima dalam daftar hewan yang dilindungi sejak tahun

1983. Di tingkat lokal, sudah sejak lama dilakukan upaya pemanfaatan kima

berkelanjutan yang dikenal sebagai kearifan tradisional berbasis Sasi. Tradisi Sasi ini

melekat sebagai upaya lokal bersama untuk menekan pemanfaatan kima secara

besarbesaran. Tradisi Sasi memperkenalkan bagaimana pola pengaturan waktu panen

dengan metode closed-open season.

3.2 Pemanfaatan Sumberdaya Kerang secara Berkelanjutan

Masyarakat pesisir telah lama menggunakan kerang sebagai bahan obat

tradisional misalnya untuk obat penurun panas dan obat sakit kuning. Berdasarkan

pengalaman masyarakat dapat juga meningkatkan libido dan rata-rata menopause

wanita yang sering mengkonsumsi kerang masa menopausenya sangat lambat.

Beberapa jenis kerang yang dapat dimanfaatkan antara lain sebagai obat peningkatan

libido (Semele crenulata, Semele cordiformis, Isognonom isognonom, Ostrea sp.), obat

panas (Meretrix meretrix, Pitar manillae, Hiatula sinensis, Septifer bilocularis), obat

penambah darah (Barbatia decussate, Musculus cuneatus) dan obat penyakit kuning

(Lioconcha polita, Pintada maxima) (Sjafaraenan dan Umar, 2009).

Produksi sumberdaya kerang-kerangan di Indonesia terutama untuk ekspor ke

negara-negara lainnya mengalami peningkatan dari tahun 2002-2013, data dari

perikanan jumlah yang diekspor mencapai 22.487 – 100.444 ton/tahun (BPS, 2015).

Page 31: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

26

Negara China merupakan pengekspor kerang terbesar di dunia dengan rekor produksi

mencapai 13,6 juta ton/tahun sehingga menguasi 70 % penjualan perikanan di pasar

internasional. Selain itu, negara Asia lainnya yaitu Jepang, Korea Selatan dan Thailand

memberikan kontribusi yang besar pula terutama di pasar Asia. Negara-negara lainnya

yang budidaya penghasil kerang antara lain Amerika Serikat, Kanada, Chili, Perancis,

Italia dan Spanyol. Produk kerang-kerangan dalam pasar global dapat diperdagangkan

dalam keadaan segar, beku dan dalam bentuk kering (Gosling, 2004).

Peningkatan permintaan akan berbagai macam kebutuhan diikuti pula oleh

peningkatnya jumlah penduduk. Peningkatan tersebut akan mempengaruhi

peningkatan pemanfaatan sumberdaya alam yang merupakan bahan baku dari

kebutuhan manusia. Pemanfaatan sumberdaya alam tanpa meperhatikan dampak

lingkungan dan cadangan dari sumberdaya alam serta aspek berkelanjutannya dapat

mengakibatkan terjadinya eksploitasi sumberdaya alam. Selain itu, upaya untuk

memenuhi kebutuhan hidup manusia menyebabkan perubahan atas unsur atau

komponen lingkungan hidup beserta sumberdaya alamnya (Yulianto, 2012).

Kegiatan manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam menciptakan

hubungan antara sistem ekologi (ekosistem) dengan sistem sosial (masyarakat),

hubungan ini dikenal dengan sebutan sistem sosial-ekologi. Sistem sosial-ekologi

merupakan sebuah sistem ekologi yang berkaitan erat dan terpengaruh dengan satu atau

lebih sistem sosial (Anderies et al., 2004). Pengaruh sistem tersebut, dapat menjadikan

sumberdaya alam mempunyai sifatnya milik bersama. Hal ini memberi kesempatan

semua orang dapat masuk untuk memanfaatkannya dan mengakibatkan terjadi tragedi

kebersamaan karena sifat manusia ingin mendapatkan manfaat sebesar-besarnya.

Keadaan tersebut dapat mengakibatkan adanya konflik yang menyebabkan

sumberdaya alam menjadi rusak dan tidak dapat dimanfaatkan lagi (Priyanto, 2010).

Ketersediaan sumberdaya alam sangat dibutuhkan untuk kehidupan generasi

mendatang. Untuk memenuhi kebutuhan manusia yang secara berkelanjutan

diperlukan upaya pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan

mempunyai pengertian yang beragam. Undang-undang no 32 Tahun 2009 tentang

Page 32: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

27

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, definisi dari pembangunan

berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan

hidup, sosial dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan

lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup

generasi masa kini dan generasi masa depan. Menurut Sugandhy dan Hakim (2007)

pembangunan berkelanjutan adalah perubahan positif sosial ekonomi yang tidak

mengabaikan sistem ekologi dan sosial di mana masyarakat bergantung kepadanya.

Suhartini (2009) menyebutkan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah usaha untuk

memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan

datang untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Pembangunan berkelanjutan mempunyai tiga pilar penting yaitu perlunya

koordinasi dan integrasi sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan sumberdaya

manusia (Sugandhy dan Hakim, 2007). Beberapa hal yang dibahas dalam

pembangunan berkelanjutan antara lain yang berkaitan dengan upaya peningkatan

mutu kehidupan manusia dengan cara melindungi dan memberlanjutkannya, upaya

memenuhi kebutuhan manusia yang ditopang dengan kemampuan daya dukung

ekosistem, meningkatkan sumberdaya manusia dan alam yang akan dibutuhkan pada

masa mendatang dan mempertemukan kebutuhan-kebutuhan manusia secara antar

generasi (Suhartini, 2009).

IV. PERANAN KERANG

4.1. Kerang sebagai Bionindikator Lingkungan

Bioindikator lingkungan dapat didefinisikan sebagai organisme penanda yang

kehadiranya atau perilakunya di alam berkorelasi dengan kondisi atau perubahan

komponen lingkungan. Pencemaran merupakan dampak negatif atau pengaruh yang

membahayakan terhadap kehidupan organisme dan kekayaan ekosistem serta

kesehatan manusia (Wiley, 1990). Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang

telah berubah dari bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk. Pergeseran bentuk

tatanan dari kondisi asal pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat

Page 33: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

28

masukan dari bahan-bahan pencemar atau polutan. Bahan polutan tersebut pada

umumnya mempunyai sifat racun atau toksik yang berbahaya bagi organisme.

Toksisitas atau daya racun dari polutan itulah yang kemudian menjadi pemicu

terjadinya pencemaran (Palar, 1994).

Dalam undang-undang lingkungan hidup dijelaskan bahwa suatu tatanan

lingkungan hidup dikatakan tercemar apabila dalam tatanan lingkungan hidup itu

masuk atau dimasukkan suatu benda lain yang kemudian memberikan pengaruh buruk

terhadap bagian-bagian yang menyusun tatanan lingkungan hidup itu sendiri, sehingga

tidak dapat lagi hidup sesuai dengan aslinya (Kristanto, 2002). Pada tingkat lanjutnya

bahkan dapat menghapuskan satu atau lebih dari mata rantai dalam tatanan tersebut.

Sedangkan suatu pencemar atau polutan adalah setiap benda, zat, ataupun organisme

hidup yang masuk dalam suatu tatanan alami dan kemudian mendatangkan perubahan-

perubahan yang bersifat negatif terhadap tatanan yang dimasukinya (Palar, 1994).

Bila ditinjau dari asalnya, maka bahan pencemar yang masuk ke ekosistem laut

dapat dibagi menjadi dua yaitu:

1. Berasal dari laut itu sendiri, misalnya pembuangan sampah air ballas dari

kapal, lumpur, buangan dari kegiatan pertambangan di laut.

2. Berasal dari kegiatan-kegiatan di daratan. Bahan pencemar dapat masuk ke

ekosistem laut melalui udara atau terbawa oleh air (sungai, sistem drainase)

Semakin meningkatnya perkembangan sektor industri dan transportasi baik

industri minyak dan gas bumi, pertanian, industri kimia, industri logam dasar, industri

jasa dan jenis aktivitas manusia lainnya, maka semakin meningkat pula tingkat

pencemaran pada perairan, udara, dan tanah akibat berbagai kegiatan tersebut. Pada

saat ini, pencemaran terhadap lingkungan berlangsung di manamana dengan laju yang

sangat cepat. Sekarang ini beban pencemaran dalam lingkungan sudah semakin berat

dengan masuknya limbah industri dari berbagai bahan kimia termasuk logam berat.

Kerang merupakan salah satu biota laut yang dapat sebagai monitoring

pencemaran logam berat pada lingkungan perairan. Dalam memonitor pencemaran

logam, analisis biota air sangat penting (Gosling, 2004). Spesies monitor kimiawi

Page 34: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

29

biasanya digunakan untuk makhluk yang membioakumulasi zat beracun yang berada

dalam jumlah runutan dalam lingkungan. Analisis kimia spesies ini kemudian

mencirikan adanya zat beracun dalam lingkungan secara efektif daripada analisis

langsung suatu sampel lingkungan.

Indikator biologis merupakan petunjuk ada tidaknya kenaikan keadaan

lingkungan dari garis dasar, melalui analisis logam atau kandungan senyawa kimia

tertentu yang terdapat dalam hewan atau tanaman. Indikator biologis dapat ditentukan

pada hewan atau tanaman yang terletak pada daur pencemaran lingkungan sebelum

sampai kepada manusia (Putri et al., 2012). Mokogouw (2008) telah membahas secara

seksama penggunaan spesies monitor kimiawi, menyatakan bahwa mollusca

(Gastropoda, Bivalvia) dan Makroalgae merupakan indikator yang paling tepat dan

efesien untuk pencemaran logam berat, ia melaporkan bahwa sifat dasar suatu spesies

monitor adalah sebagai berikut:

1. Makhluk hidup harus mengakumulasi pencemaran tanpa terbunuh pada kadar

yang dihadapi dalam lingkungan.

2. Makhluk hidup harus yang senang menggali lubang agar supaya mewakili

daerah studinya.

3. Makhluk hidup harus banyak jumlahnya dalam seluruh daerah tersebut.

4. Makhluk hidup harus cukup panjang waktu hidupnya untuk memungkinkan

pengambilan sampel lebih dari satu tahun bila dikehendaki.

5. Makhluk hidup harus cukup besar, memberikan jaringan yang cukup dianalisis.

6. Makhluk hidup harus mudah disampel dan cukup kuat untuk selamat dalam

laboratorium, yang memungkinkan pembersihan sebelum dianalisis bila

dikehendaki, dan studi laboratorium terhadap pengambilan (up-take).

7. Makhluk hidup harus toleran terhadap air payau.

8. Suatu korelasi yang sederhana harus ada antara pencemaran yang ada dalam

mahkluk hidup dan rata-rata kepekatan pencemaran dalam air sekelilingnya.

Page 35: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

30

9. Seluruh mahkluk hidup dari spesies tertentu yang digunakan dalam survey harus

memiliki korelasi yang sama antara kandungan pencemarannya dengan rata-rata.

Kepekatan pencemar dalam air sekelilingnya pada seluruh lokasi yang dipelajari.

Penggunaan kerang sebagai biomonitoring karena jenis kerang tersebut hidup

menetap (sessil), organisme penyaring makan (filter feeder) dan mempunyai sifat

mengakumulasi bahan-bahan pencemar seperti pestisida, hidrokarbon, logam berat dan

lain-lain kedalam jaringan tubuh. Selain itu kerang yang hidup di daerah intertidal juga

merupakan organisme yang eurihaline (organisme yang mampu hidup pada kisaran

lebar salinitas), teradaptasi serta mempunyai toleransi yang besar terhadap berbagai

variasi dan perubahan parameter atau sifat lingkungan.

Logam berat dapat masuk kedalam tubuh kerang melalui saluran pernapasan

dan pencernaan. Absorbsi logam melalui saluran pernapasan biasanya lebih cukup

besar dan absorbsi melalui saluran pencernaan hanya beberapa persen saja, tetapi

jumlah logam yang masuk melalui saluran pencernaan biasanya cukup besar, meskipun

persentasi absorbsinya relatif kecil (Darmono, 2001).

Kerang yang bersifat stasioner dapat di pakai sebagai bioindikator lingkungan.

Kondisi perairan tercemar dapat diteliti melalui pengukuran berbagai jenis kontaminan

yang terakumulasi dalam organisme laut misalnya kerang. Kawasan perairan yang

tercemar logam berat dalam jangka panjang akan mengakibatkan akumulasi pada

insang kerang yang berfungsi menyaring partikel organik dan pada hepatopankreas

yang bertugas dalam detoksifikasi tubuh (Beldi et al., 2006).

Menurut kriteria yang digunakan Fitriyah (2007) bahwa pemilihan hewan

kerang dapat dijadikan sebagai indikator biologis antara lain karena mobilitas dari

hewan kerang yang terbatas sehingga kerang relatif menetap di suatu kawasan secara

terus menerus, mudah diidentifikasi karena ukuran tubuhnya relatif besar, mempunyai

distribusi yang luas, termasuk hewan yang menetap didalam sedimen dan dapat

mengakumulasi logam berat, serta perubahan lingkungan yang tidak sesuai dengan

habitat hewan kerang akan mempengaruhi keanekaragaman jenis dan sebarannya.

Page 36: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

31

Perubahan lingkungan perairan yang tercemar akan mempengaruhi

kelangsungan hidup hewan kerang karena hewan ini mempunyai mobilitas yang

terbatas dan mudah terpengaruhi oleh adanya bahan pencemar, baik bahan pencemar

fisik (suhu, pH, tekstur sedimen salinitas, dan kandungan bahan organik di sedimen),

serta kimia (pH, O2, CO2) (Indriana et al., 2011). Menurut Riniatsih dan Widianingsih

(2007) dengan mempelajari komposisi jenis pada suatu perairan dapat menggambarkan

kondisi perairannya telah tercemar atau belum tercemar.

Keanekaragaman organisme perairan terutama kerang dapat menunjukkan

kondisi perairan. Bila kualitas air dalam suatu perairan rendah atau tidak baik akan

menyebabkan penurunan akan keanekaragaman jenis, sebaliknya perairan dengan

kualitas air yang masih baik dapat mendukung keanekaragaman jenis yang menempati

lingkungan tersebut. Di kawasan perairan yang belum tercemar akan menunjukkan

jumlah individu yang seimbang dari hampir jumlah jenis yang ada, sebaliknya bila

perairan tercemar penyebaran jumlah individu tidak merata dan cenderung ada jenis

yang mendominansi (Iswanti et al., 2012).

4.2 Parameter Lingkungan yang mempengaruhi Kerang

Parameter lingkungan perairan seperti parameter fisika kimia pada umumnya

mempengaruhi keberadaan, distribusi, dan merupakan penunjang kehidupan kerang

pada suatu lingkungan perairan. Beberapa parameter tersebut diantaranya adalah

sebagai berikut:

1. Suhu

Suhu merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses

kehidupan dan penyebaran organisme. Proses kehidupan yang vital, yang secara umum

disebut metabolisme, hanya berfungsi di dalam kisaran suhu yang relatif sempit.

Karena sebagian besar organisme laut juga bersifat poikilometrik dan suhu air laut

bervariasi menurut garis lintang, maka penyebaran organisme laut sangat mengikuti

perbedaan suhu lautan secara geografik (Nybakken, 1988).

Page 37: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

32

Peningkatan suhu mengakibatkan penurunan kelarutan gas dalam air, seperti

gas O2, CO2, N2, CH4, dan sebagainya (Effendi, 2003). Selain itu peningkatan suhu

juga menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme

akuatik, dan selanjutnya menyebabkan pengingkatan konsumsi oksigen. Peningkatan

suhu juga disertai dengan penurunan kelarutan kadar oksigen terlarut sehingga

keberadaan oksigen seringkali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi

organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi. Suhu

permukaan air laut cenderung homogen. Hal ini dikarenakan adanya proses

pencampuran massa air yang diakibatkan oleh adanya angin, arus, dan pasang-surut

(Nontji, 2006). Kerang-kerangan dapat tumbuh dengan baik di area yang memiliki

suhu 24,5-30ºC (Dharmaraj et al., 2004).

2. Salinitas

Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapat di perairan. Salinitas

menggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua karbonat dikonversi

menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh klorida, dan semua bahan

organik telah dioksidasi. Salinitas dinyatakan dalam satuan g/kg atau promil (‰)

(Effendi, 2003). Menurut Nybakken (1988), salinitas memiliki peranan penting dalam

kehidupan organisme, misalnya dalam distribusi biota akuatik dan salinitas merupakan

salah satu besaran yang berperan dalam lingkungan ekologi laut. Salinitas pada

kedalaman 100 meter pertama, dapat dikatakan konstan walaupun terdapat sedikit

perbedaan, tetapi tidak mempengaruhi ekologi secara nyata. Salinitas yang baik bagi

perkembangan simping adalah 18-38 ‰ (Dharmaraj et al., 2004).

3. Kecerahan

Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara

visual dengan menggunakan secchi disk. Keadaan cuaca, kekeruhan air, dan waktu

pengamatan sangat berpengaruh terhadap hasil pengukuran. Pengukuran sebaiknya

dilakukan pada saat cuaca cerah (Effendi, 2003). Kecerahan pada perairan turbulen

ini lebih kecil dibandingkan daerah laut terbuka. Kumpulan partikel-partikel sisa baik

dari daratan, dari potongan-potongan klep dan rumput laut, ditambah kepadatan

Page 38: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

33

plankton yang tinggi akibat melimpahnya nutrien menyebabkan terhambatnya

penetrasi cahaya matahari sampai beberapa meter (Nybakken, 1988). Nilai kecerahan

≥ 3 m merupakan baku mutu air laut yang diperbolehkan untuk biota laut (Kep.Men

LH no 51 tahun 2004).

4. Ph

Ph sangat penting sebagai parameter kualitas air karena mengontrol tipe dan laju

kecepatan reaksi beberapa bahan air. selain itu ikan dan makhluk-makhluk akuatik

lainnya hidup pada selang Ph antar 7-8.5. besar ph berkisar 0 (sangat asam) sampai

dengan 14 (sangat basa). nilai ph kurang dari 7 menunjukkan lingkungan asam, nilai

diatas 7menunjukkan lingkungan basa, dan ph =7 disebut sebagai netral. penambahan

kadar organik ke dalam perairan akan menurunkan nilai air ph yang disebabkan

penguraian bahan organik yang menghasilkan CO2 (Sastrawijaya, 1991).

5. Total Suspended Solid (TSS)

Padatan tersuspensi total adalah bahan bahan yang tersuspensi (diameter > 1

μm. TSS terdiri dari lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, yang terutama

disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air. Bahan-

bahan tersuspensi dalam perairan alami tidak bersifat toksik, namun jika berlebihan

akan menghambat penetrasi cahaya matahari ke kolom perairan dan akhirnya akan

berpengaruh terhadap proses fotosintesis perairan (Effendi, 2003).

6. Oksigen terlarut (DO)

Oksigen terlarut adalah konsentrasi oksigen yang larut dalam air. Oksigen

sangat essensial untuk respirasi dan merupakan salah satu komponen utama bagi

metabolisme ikan dan organisme lain yang berasal dari proses fotosintesis fitoplankton

dan tanaman air serta difusi udara. Menurut Odum (1993) kandungan oksigen terlarut

sangat penting bagi makrozoobenthos, terutama dalam proses respirasi dan

dekomposisi bahan organik. Menurunnya kandungan oksigen akan menyebabkan

kematian spesies-spesies yang sensitif terhadap penurunan oksigen dan digantikan

spesies yang lebih adaptif. Kerang simping dapat tumbuh dengan baik pada kadar

oksigen terlarut antara 2.5-5 mg/l.

Page 39: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

34

7. Chemical Oxygen Demand (COD)

COD mengambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk

mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara

biologis maupun yang sukar didegradasi secara biologis menjadi CO2 dan H2O. Pada

prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat

(Cr2O7) yang diperlukan untuk mengoksidasi air sampel. Nilai COD pada perairan

yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l, sedangkan pada perairan yang

tercemar dapat lebih dari 200 mg/l dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000

mg/l (Effendi, 2003).

8. Nitrat-nitrogen

Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien

utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Senyawa ini dihasilkan dari proses

oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Kadar nitrat-nitrogen pada perairan

alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/l. Kadar nitrat lebih dari 5 mg/l

menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas

manusia dan tinja hewan. Kadar nitrat yang lebih dari 0,2 mg/l dapat mengakibatkan

terjadinya pengayaan perairan, yang selanjutnya dapat menstimulir pertumbuhan algae

(blooming).

Nitrat tidak bersifat toksik terhadap organisme akuatik (Effendi, 2003).

Nitrogen anorganik dalam laut yang dimanfaatkan oleh tumbuhan berupa nitrat, nitrit

dan ammonia. Beberapa senyawa organik yang mengandung nitrogen dapat langsung

dimanfaatkan oleh fitoplankton. Namun pada umumnya senyawa organik tersebut

pada umumnya cepat terurai menjadi ammonia. Dari ketiga senyawa organik tersebut,

nitrat cenderung memiliki kadar yang paling tinggi. Nitrat merupakan nutrien utama

bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi

sempurna senyawa nitrogen di perairan (Effendi, 2003).

9. Ortofosfat

Salah satu bentuk fosfat yang terdapat di perairan adalah ortofosfat (PO4P).

Ortofosfat adalah bentuk fosfor yang paling sederhana di perairan. Ortofosfat

Page 40: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

35

merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan langsung oleh tumbuhan akuatik.

Keberadaan fosfor secara berlebihan yang disertai keberadaan nitrogen dapat

menstimulir ledakan pertumbuhan algae di perairan. Dalam perairan alami kadar

ortofosfat tidak boleh lebih dari 0,1 mg/l (Effendi, 2003).

10. Plankton

Fitoplankton adalah tumbuhan yang melayang dilaut dan memiliki ukuran

mikroskopik. Fitoplankton pada umumnya berupa individu bersel tunggal, namun ada

beberapa yang juga yang membentuk rantai. Fitoplankton mengandung klorofil yang

membuatnya memiliki kemampuan berfotosintesis, yaitu menyadap energi matahari

untuk mengubah bahan anorganik menjadi bahan organik. Bahan organik inilah yang

menjadi makanan fitoplankton serta sebagai sumber energi yang menghidupkan

seluruh fungsi ekosistem di laut. Kelimpahan fitoplankton tidak hanya merupakan

respon terhadap cahaya matahari dan suhu tetapi tak kalah pentingnya adalah hara nitrat

(Nontji, 2006).

Zooplankton terdiri dari bermacam larva yang bersifat planktonik dan bentuk

dewasa yang mewakili hampir seluruh filum hewan (Nybakken, 1988). Sesuai dengan

daur hidupnya zooplankton terdiri dari dua kelompok yaitu meroplankton dan

holoplankton. Meroplankton ialah zooplankton yang menghabiskan sebagian daur

hidupnya berupa plankton, khususnya pada tingkat larva. Sedangkan holoplankton

merupakan zooplankton yang seluruh daur hidupnya bersifat planktonik seperti

Copepoda, Rotaria, dan Chaetognatha.

11. Substrat

Pergerakan ombak dapat menentukan tipe partikel yang terkandung.

Pergerakan ombak yang kuat memindahkan partikel halus sebagai suspensi dan

menyisakan pasir. Jadi sedimen lumpur yang baik hanya dapat terbentuk pada dasar

yang pergerakan ombaknya rendah atau letaknya lebih dalam sehingga tidak terlalu

terpengaruh oleh ombak (Nybakken, 1992). Kerang banyak ditemukan di perairan

yang bersubstrat pasir maupun berlumpur.

Page 41: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

36

12. Arus

Arus mempunyai pengaruh positif maupun negatif terhadap biota perairan. arus

dapat mengakibatkan jaringan-jaringan jasad hidup yang tumbuh di daerah itu dan

partikel-partikel dalam suspesi dapat menghasilkan pengikisan. Di perairan dengan

dasar lumpur, arus dapat ,emhaduk endapan lumpur sehingga mengakibatkan

kekeruhan air dan mematikan biota laut. arus yang mengakibatan kekeuruhan

meningkat dapat menyebabkan pengurangan penetrasi sinar matahari dan mengurangi

aktivitas fotosintesa (Nybakken, 1988).

Page 42: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

37

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, I. 2017. Pemanfaatan Limbah Cangkang Kerang Darah (Anadara Granosa)

Sebagai Bahan Abrasif Dalam Pasta Gigi. Jurnal Galung Tropika, 6 (1) April:

49 – 59.

Ambariyanto. 2002. Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan populasi alam kima di

Indonesia. Prosiding Konas III Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan,

Denpasar, Bali. 21-24 Mei 2002.

Anderies, J. M., M. E. Janssen. and E. Ostrom. 2004. A Framework To Analyze The

Robustness Of Social-Ecological System From An Institutional Perspective.

Journal Ecology and Society. 9 (1):1-9.

Armando, A. W. 2013. Pemanfaatan Limbah Kulit Kerang Simping menjadi Elemen

Estetika Bangunan. Artikel Ilmiah. Universitas Brawijaya. Malang.

Awang-Hazmi A.B.Z, Zuki M. M, Nurdin A,. Jalila, and Norimah Y. 2005. Mineral

Composition of the Cokle (Anadara granosa) Shells of West Coast of Peninsular

Malaysia and It’s Potential as Biomaterial for Use in Bone Repair. J. Anm. Vet.

Adv., 6 (5): 591-594.

Bachok, Z., P. L. M. Linge. and M. Tsuchiya. 2006. Food Sources of Coexisting

Suspension Feeding Bivalves as Indicated by Fatty Acid Biomarkers, Subjected

to the Bivalves Abundance on a Tidal Flat. Journal of Sustainability Science and

Management. 1: 92-111.

Balgies, S. U. D. and Dahlan, K. 2011. Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit

Menggunakan Analisis X-Ray Diffraction. In Prosiding Seminar Nasional

Hamburan Neutron dan Sinar-X ke (Vol. 8). Serpong.

Barnes, R. D. And E. E. Ruppet. 1994. Invertebrata Zoology. Sixth Edition. Unites

States of Amerika.

Beldi, H., F. Gimbert, S. Maas., R. Scheifl. and N. Soltani. 2006. Seasonal Variations

of Cd, Cu, Pb and Zn in the Edible Mollusc Donax Trunculus (Mollusca,

Bivalvia) from the gulf of Annaba, Algeria. Africa Journal Agric. 1 (4): 85-90.

BPS, 2015. Ekspor Kepiting Dan Kerang-kerangan. Available:

http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1020. Openend: 10 Oktober 2015.

Campbell, N. A., J. B. Reece. and L. G. Mitchell. 2003. Biologi Edisi Kelima Jilid II.

PT Gelora Aksara Pratama. Jakarta.

Cappenberg, H. A. W., A. Aznam. dan I. Aswandy. 2006. Komunitas Moluska Di

Perairan Teluk Gilimanuk, Bali Barat. Jurnal Oseanologi dan Limnologi. 40: 53-

64.

Page 43: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

38

Carpenter, K.E. and Volker H. Niem. 2002. The Living Marine Resources Of The

Western Central Atlantic Vol. 1. Food And Agriculture Organization Of The

United Nations, Roma. Pp 25-92.

Dahlan, K. 2013. Potensi Kerang Ranga Sebagai Sumber Kalsium Dalam Sintesis

Biomaterial Subtitusi Tulang. Prosiding Semirata FMIPA, Universitas Lampung

Dame, R.F. 1996. Ecology Marine Bivalves An Ecosystem Approach. CRC Press. New

York.

Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran, Hubungannya dengan

Toksikologi Senyawa Logam. UI Press. Jakarta.

Dharma, B. 1992. Siput dan Kerang Indonesia Indonesian Shell. Jakarta. PT. Sarana

Graha.

Dharmaraj, S. K. S and C. P . Suja. 2004. Larva Rearing and Spat Production of

Windowpane Shell Placuna placenta. Aquacultur Asia. Vol 9 : 20 – 24

DJPT. 2011. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia 2010. Direktorat Jendral Perikanan

Tangkap.Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Effendie. 2003. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama: Bogor.

Elliot, N.G. 2000. Genetic improvement programs in Abalone: what is the future.

Aquaculture Research, 31: 51-59.

Fitriah, E., Maryuningsih, Y., Roviati, E., 2018. Pemanfaatan Daging dan Cangkang

Kerang Hijau (Perna Viridis) Sebagai Bahan Olahan Pangan Tinggi Kalsium.

The 7th University Research Colloqium 2018 STIKES PKU Muhammadiyah

Surakarta.

Fitriyah, K. R. 2007. Studi Pencemaran Logam Berat Kadmium (Cd), Merkuri (Hg)

dan Timbal (Pb) Pada Air Laut, Sedimen dan Kerang Bulu (Anadara aniquata) di

PerairanPantai Lekok Pasuruan (skripsi). Malang: Universitas Islam.

Gergely, G., Wéber, F., Lukács, I., Tóth, A. L., Horváth, Z. E., Mihály, J., & Balázsi,

C. 2009. Preparation and characterization of hydroxyapatite from eggshell.

Ceramics International, 36 (2), 803-806.

Gosling, E. 2004. Bivalve Mollusc Biology, Ecology and Culture. Fishing News Books

An imprint of Blackwell Science.

Hutabarat, S. dan S. M. Evans. 1985. Pengantar Oseanografi. Universitas Indonesia.

Jakarta.

Indriana, L. F., S. Anggoro. dan I. Widowati. 2011. Studi Kandungan Logam Berat

Pada Beberapa Jenis Kekerangan Dari Perairan Pantai Di Kabupaten Flores

Timur. Jurnal Perikanan. 8 (1): 44-50.

Page 44: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

39

Iswanti, S., S. Ngabekt. dan N. K. T. Martuti. 2012. Distribusi dan Keanekaragaman

Jenis Makrozoobentos di Sungai Damar Desa Weleri Kabupaten Kendal. Unnes

Journal of Life Science. 1 (2): 86-93.

Karnkowska EJ. 2004. Some aspects of nitrogen, carbon and calcium accumulation in

mollusks from the Zegrzynski reservoir ecosystem. Polish Journal of

Environmental Studies 14 (2):173-177

Kehoe, S. 2008. Optimisation of Hydroxyapatite (HAp) for Orthopaedic Application

via the Chemical Precipitation Technique, Thesis, School of Mechanical and

Manufacturing Engineering, Dublin City University.

Kristanto. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta: AndiYogyakarta.

Kumajayanti, B. 2015. Kima Biota Eksotik Perairan Indo-Pasifik. Osea na, Volume

XL, Nomor4, Tabun 2015: 11-21

Lesmana, D. dan Y. Wahyudin. 2016. Pemanfaatan Kima secara Berkelanjutan. Jurnal

Mina Sains ISSN: 2407-9030 Volume 2 Nomor 1: 1-16.

Lind, C.E., Evans, B.S., Knauer, J., Taylor, J.J.U., and Jerry, D.R. 2009. Decreased

genetic diversity and a reduced effective population size in cultured silver-lipped

paerl oysters (Pinctada maxima). Aquaculture, 286: 1219.

Mokoagouw, D. 2008. Indeks Keanekaragaman Biota Perairan Sebagai Indikator

Biologis Pencemaran Logam Berat di Perairan Pantai Bitung, Sulawesi Utara.

Jurnal Ekoton. 8 (2): 31-40.

Ningsih, R. P., Wahyuni, N., and Destiarti, L. 2014. Sintesis Hidroksiapatit dari

Cangkang Kerang Kepah (Polymesoda Erosa) dengan Variasi Waktu

Pengadukan. Jurnal Kimia Khatulistiwa, 3(1), 22-26.

Nontji, A. 2007. Laut nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Nurjanah. Zulhansyah. dan Kustiyariyah. 2005. Kandungan Mineral dan Proksimat

Kerang Darah (Anadara granosa (L.)) yang Diambil dari Kabupaten

Boalemo, Gorontalo dalam Buletin Teknologi Hasil Perikanan. Vol. 8

Nybakken, J. W. 1988. Ekologi Laut Suatu Pendekatan Ekolgi. PT. Gramedia. Jakarta.

Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Penerjemahan: Samingan, T dan B.

Srigandono. Gajahmada University Press. Yogyakarta. 697 p.

Palar, H. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta. Jakarta.

Pertanian Bogor.

Pipih, S., Yanuarizki O., dan Nurjanah. 2013. Aktivitas Antioksidan dan Komponen

Bioaktif Kerang Simping (Amusium pleuronectes). Jurnal Pengolahan Hasil

Perikanan Indonesia. Vol 16, No 3. Hal 242-248.

Page 45: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

40

PKSPL. 2004. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Perikanan (Kerang darah) di

Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo. Kerjasama BAPPEDA dan PKSPL.

Laporan Penelitian

Poernomo, S.H. 2008. Mengangkat mutiara yang terbenam. Majalah Samudra, Edisi

10. http://majalahsamudra.at.ua/news/200812-10-4 diakses tanggal 19 Maret

2012.

Prawirohartono, S. 2003. Sains Biologi 1. PT. Bumi Aksara. Jakarta

Priyanto, D. A. 2010. “Analisis Pengembangan Desa-desa Pantai Bagi Pengelolaan

Konflik Penangkapan Ale-ale (Meretrix spp.) di Perairan Ketapang Kalimantan

Barat” (tesis). Semarang: Universitas Diponegoro.

Putri, R A.,T. Haryono. dan S. Kuntjoro. 2012. Keanekaragaman Bivalvia dan

Peranannya Sebagai Bioindikator Logam Berat Kromium (Cr) di Perairan

Kenjeran, Kecamatan Bulak Kota Surabaya. Jurnal Lentera Biologi. 1 (2): 87-

91.

Riniatsih, I. dan E. W. Kushartono. 2008. Substrat Dasar dan Parameter Oseanoghrafi

Sebagai Penentu Keberadaan Gastropoda dan Bivalvia di Pantai Sluke

Kabupaten Rembang. Jurnal Ilmu Kelautan, 14(1):50-59.

Riniatsih, I. dan Widianingsih. 2007. Kelimpahan Dan Pola Sebaran Kerang-Kerangan

(Bivalve) di Ekosistem Padang Lamun, Perairan Jepara. Jurnal Kelautan. 12 (1):

53-58.

Rose, R.A., Dybdahl, R.E., & Harders, S. 1990. Reproduktive cycle of the western

Australian Silver Lip pearl oyster Pinctada maxima (Jameson) (Mollusca;

Pteriidae). J. Shellfish Res., 9: 261-272.

Sanusi H. S. 2006. “Kimia Laut (Proses Kimia dan Interaksinya dengan Lingkungan)

” (tesis). Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Sastrawijaya, A. Tresna. 1991. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta.

Setyobudiandi. 2004. Sumberdaya Hayati Moluska Kerang Mytilidae. Laboratorium

Manajemen Sumberdaya Perikanan. Program Studi Manajemen Sumberdaya

Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institusi Pertanian Bogor.

Bogor. 88 hal.

Setyono, D. E. D. 2006. Karakteristik Biologi dan Produk Kekerangan Laut. Jurnal

Oseana. 31 (1) :1–7.

Shumway, S.E and G.J. Parsons. 2006. Scallop: Biology, Ecology and Aquaculture

Second Edition. Elsevier. Pp 1439.

Sitorus, D. B. 2008. “Keanekaragaman Dan Distribusi Bivalvia Serta Kaitannya

Dengan Faktor Fisik-Kimia Di Perairan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang”

(tesis). Medan: Universitas Sumatera Utara.

Page 46: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

41

Sjafaraenan. dan M. R. Umar. 2009. Kajian Keragaman Genetik Jenis-jenis Kerang

Yang Digunakan Sebagai Obat Tradisional Masyarakat Kabupaten Musa

Sulawesi Tenggara. Prosiding Seminar Pemberdayaan Sains MIPA Dalam

Pengelolaan Sumber Daya Alam. 1 : 1-12.

Soeharmoko. 2010. Inventaris Jenis Kekerangan Yang Di Konsumsi Masyarakat Di

Kepulauan Riau. Jurnal Dinamika Maritim. 2 (1): 45-52.

Sugandhy, A. dan H. Hakim. 2007. Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan

Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara.

Suhartini. 2009. Peran Konservasi Keanekaragaman Hayati Dalam Menunjang

Pembangunan Berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional Penelitian,

Pendidikan dan Penerapan MIPA. Yogyakarta.

Supii, A.I dan I.W. Arthana. Studi Kualitas Perairan Pada Kegiatan Budidaya Tiram

Mutiara (Pinctada Maxima) Di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali.

Ecotrophic 4 (1) : 1 – 7. ISSN: 1907-5626

Suprijanto, J dan I. Widowati. 2007. Karakteristik Biometrika Kerang Simping

Amusium pleuronectes dari Beberapa Daerah di Pantai Utara Jawa Tengah.

Dalam: Prosiding Seminar Nasional Moluska Dalam Penelitian, Konservasi dan

Ekonomi di Semarang 17 Juli 2007. Pp. 207-214

Taufiq, N , Retno H, Justin C dan Jussac MM. 2007. Pertumbuhan Tiram Mutiara

(Pinctada maxima) pada Kepadatan Berbeda. Ilmu Kelautan UNDIP. Maret

2007. Vol. 12 (1) : 31 – 38 ISSN 0853 – 7291.

Tobing. E.R Mangisi, CaO dan MgO Sebagai Katalisator Terhadap Reaksi

Transesterifikasi Minyak Jarak (Ricinus Communis) Menjadi Metil Ester Asam

Lemak, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Sumatera Utara, 2009.

Tongchan, P., Prutipanlai, S., Niyomwas, S., and Thongraung, C. 2009. Effect of

Calcium Compound Obtained from fish by-product on Calcium Metabolism in

Rats. Journal Food Agriculture-Industry. Vol. 2, No. 4. pp 669-676.

Tri, A.W., Ratnawati, Wibowo, B. A., Hutabarat, J. 2011. Pemanfaatan Cangkang

Kerang Simping (Amusium pleuronectes) Sebagai Sumber Kalsium Pada Produk

Ekstrudat. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. Vol XIV. No 2. Hal

134-142.

Wada, K.T. 2000. Genetic improvement of stocks of the pearl oyster. In: Fingerman,

M. & Nagabhusanam (eds). Recent Advance in Marine Biotechnology. Volume

IV, Aquaculture Part A, Seaweeds and Invertebrates. Science Publisher Inc.,

New Hampshire, USA, p. 75-85.

Page 47: PEMANFAATAN KERANG (BIVALVIA) DAN PERANANNYA DI …

42

Widowati, I., J. Suprijanto, I. Susilowati, T. W. Agustini and A. B. Raharjo. 2008.

Small Scale Fisheries of The Asian Moon Scallop Amusium pleuronectes in the

Brebes Coast, Central Java, Indonesia. ICES CM 2008/K:08. Pp 17. View

Wiley, W. A. 1990. Water Pollution Biology. Ellis Horwood Limited. New York.

Yulianto, A. R. 2012. ”Pemanfaatan Bulu Babi Secara Berkelanjutan Pada Kawasan

Padang Lamun” (tesis). Jakarta: Universitas Indonesia.

Zakaria, 2009. Kajian Bio-ekologi Kima (Tridacnidae) dan Teknologi Budidayanya di

perairan Sumatara Barat. Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Unggulan

Strategis Nasional. UNAND