Pemanfaatan Karet Siklo Dalam Rol Karet Gilingan Padi

94
PEMANFAATAN KARET SIKLO DALAM ROL KARET GILINGAN PADI (RICE HULLER RUBBER) Oleh MIA HANDAYANI F34102012 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Transcript of Pemanfaatan Karet Siklo Dalam Rol Karet Gilingan Padi

PEMANFAATAN KARET SIKLO DALAM

ROL KARET GILINGAN PADI (RICE HULLER RUBBER)

Oleh

MIA HANDAYANI

F34102012

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Kupersembahkan sebuah karya kecil ini untuk kedua orang tuaku atas kasih sayang, pengorbanan dan perjuangannya yang tak terhingga...semoga ALLAh SWT senantiasa melimpahkan rahmat, kasih dan karunia kepadanya. Tak lupa juga kupersembahkan kepada saudara kandungku Abang Adi dan Adik Mila, keluarga besarku serta Abang Rama...terima kasih atas dukungan, nasehat dan doanya.

Mia Handayani F34102012. Pemanfaatan Karet Siklo dalam Rol Karet Gilingan Padi (Rice Huller Rubber). Di bawah bimbingan Tatit K. Bunasor dan Ary Achyar Alfa. 2007

RINGKASAN

Dalam penggunaan umum, karet alam memiliki kelebihan untuk dijadikan barang jadi karet karena memiliki daya pantul, elastisitas, dan daya lengket yang baik. Namun, karet alam juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya tidak tahan terhadap panas, oksidasi, ozon. Siklikasi karet merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki kelemahan karet dan produknya disebut karet siklo. Karet siklo adalah turunan dari karet alam yang telah berubah menjadi bahan termoplastik yang keras tapi rapuh, yang dihasilkan dari pemanasan karet alam dengan adanya katalis asam. Bahan baku pembuatan karet siklo dapat dilakukan dengan menggunakan lateks DPNR (deproteinized natural rubber), yaitu lateks kebun berprotein rendah.

Dalam industri barang jadi karet, karet siklo digunakan sebagai bahan perekat dan bahan penguat. Namun, selama ini industri karet lebih tertarik menggunakan high styrene resins (HSR) sebagai bahan penguat untuk meningkatkan sifat fisik produk karet, diantaranya dalam rol karet gilingan padi. Sama dengan industri sol sepatu, matras dan lainnya, industri rol karet gilingan padi juga menggunakan karet sintetis styrene butadiena rubber (SBR) sebagai bahan baku dan HSR sebagai bahan penguat untuk meningkatkan kekerasan dan kekakuan rol karet.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk adalah untuk membuat karet siklo dari lateks DPNR, membandingkan karet alam (natural rubber, NR) dengan karet sintetis sebagai bahan baku rol karet gilingan padi, dan membandingkan pengaruh komposisi karet siklo dan HSR terhadap sifat fisika rol karet gilingan padi serta menentukan komposisi karet siklo yang terbaik dalam pembuatan rol karet gilingan padi dari karet alam (NR) berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI). Penelitian ini terdiri terdiri atas dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan dilakukan karakteristik lateks DPNR dan pembuatan karet siklo. Sedangkan pada penelitian utama dilakukan pembuatan vulkanisat rol karet gilingan padi untuk diuji sifat-sifat fisikanya. Pembuatan vulkanisat rol karet gilingan padi dibagi menjadi dua kelompok formula berdasarkan jenis bahan baku, yaitu formula A berbahan baku NR dan formula B berbahan baku SBR. Masing-masing formula diberi penambahan karet siklo, dengan komposisi yang berbeda, yaitu 10, 20, 30, 40 dan 50. Selain itu, dibuat juga formula K berbahan baku NR dan SBR dengan menggunakan HSR 50 sebagai pembanding pada formula yang menggunakan karet siklo. Pengolahan data pada penelitian ini mengunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan satu faktor perlakuan dan dua ulangan. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik lateks DPNR telah memenuhi persyaratan dengan nilai kadar karet kering (KKK) 58,7 %, kadar jumlah padatan (KJP) 60,2%, kadar nitrogen 0,05% dan viskostas Mooney 77,7. Pada analisis karet siklo memperlihatkan nilai kelarutan sebesar 10,93 % dan uji spektroskopi yang menunjukkan keberhasilan proses siklikasi dengan ditandai munculnya

puncak pada gelombang 2928 cm-1, 1458 cm-1, dan 881 cm-1 serta menghilangnya puncak 836 cm-1. Penambahan komposisi karet siklo yang berbeda mempengaruhi sifat fisika rol karet gilingan padi. Formula yang menggunakan karet siklo menghasilkan nilai rata-rata kekerasan 84,0 – 87,5 shore A pada formula A dan 84,5 – 88,0 shore A pada formula B, tegangan putus 4,45 – 11,7 N/mm2 pada fomula A dan 6,00 – 8,15 N/mm2 pada formula B, modulus 100 persen 3,35 – 4,05 N/mm2 pada formula A dan 3,10 – 4,95 N/mm2 pada formula B, perpanjangan putus 190 – 425 % pada formula A dan 190 – 270 % pada formula B, berat jenis 1,202 – 1,251 gr/cm3 pada formula A dan 1,230 – 1,273 gr/cm3 pada formula B, dan ketahanan kikis 217,4 – 258,1 mm3 pada formula A dan 171,8 – 205,4 mm3 pada formula B.

Hasil analisis keragaman sifat fisika rol karet gilingan padi menunjukkan bahwa komposisi karet siklo berpengaruh nyata terhadap kekerasan dan berat jenis. Sebaliknya, faktor komposisi karet siklo berpengaruh tidak nyata terhadap tegangan putus, modulus 100 persen, perpanjangan putus, dan ketahanan kikis. Begitu juga pada faktor blok (jenis bahan baku) berpengaruh tidak nyata, kecuali pada kekerasan, berat jenis dan ketahanan kikis. Pemanfaatan karet siklo sebagian sudah dapat menggantikan HSR dalam pembuatan rol karet gilingan padi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai tegangan putus, modulus 100 persen, perpanjangan putus dan ketahanan kikis yang relatif sama, yaitu pada formula komposisi karet siklo 10 yang berbahan baku NR dan SBR (A1 dan B2). Sedangkan nilai kekerasan dan berat jenis yang mendekati dengan formula pembanding adalah formula komposisi karet siklo 50 (A5 dan B5). Untuk pengaruh jenis bahan baku menunjukkan bahwa SBR memiliki nilai kekerasan, berat jenis dan modulus 100% lebih tinggi dibandingkan dengan NR. Sebaliknya bahan baku NR memiliki nilai tegangan putus, ketahanan kikis dan perpanjangan putus cenderung lebih tinggi dibandingkan SBR. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang telah ditetapkan maka formula rol karet berbahan baku NR yang menggunakan karet siklo tidak semua persyaratan terpenuhi. Tetapi formula rol karet berbahan baku NR yang mendekati dengan ketentuan SNI adalah formula komposisi siklo 10 (A1). Formula A1 menghasilkan sifat fisika dengan nilai rata-rata untuk kekerasan 84 shore A, tegangan putus 11,7 N/mm2, modulus 100% 3,35 N/mm2, perpanjangan putus 425 %, berat jenis 1,251 gr/cm3 dan ketahanan kikis 217,4 mg3.

Mia Handayani F34102012. Utilization of Siklo Rubber in Rice Huller Rubber. Supervised by Tatit K. Bunasor and Ary Achyar Alfa. 2007

SUMMARY In general usage, natural rubber has an advantage to be a final product, because it has bouncing force, elasticity, and well stickiness. Nevertheless, natural rubber also has a weakness; some of them are cannot withstand high heat, oxidation, and ozonizes. Rubber cyclisation is one of the attempts to improve rubber disadvantages, and the product is called cyclo-rubber. Cyclo-rubber is derivative from natural rubber that had change into resin or hard thermoplastic material but brittle, which is resulted form the heating of natural rubber with catalyst acid. Cyclo-rubber base product can be produce by using DPNR (deproteinized natural rubber) which is a low protein latex plantation. In rubber finished product industry, cyclo-rubbber is used as adhesive and sturdy material. However, currently rubber industries are more interested in using high styrene resin (HSR) as a strengthening material to increase rubber product physics; for example rice huller rubber. Similar to the shoe industries, mattress, and several others; rice huller rubber industries also used synthetic styrene butadiene rubber (SBR) as based material and HSR as a material to increase rubber sturdy and stiffness. The purpose of this research is to make cyclo-rubber from DPNR, compare it to natural rubber (NR) with synthetic rubber as based material for rice huller rubber, and compare the effect of cylo-rubber composition and HSR to the physics of rice huller rubber through determining the best cyclo-rubber composition in making rice huller rubber form natural rubber based on National Standard of Indonesia (SNI). This study consists of two steps, which are introduction study and main study. Introduction study carries out DPNR latex characteristics and the making process of cyclo-rubber. While the main study carries out the making of rice huller rubber vulcanization to test its physics characteristics. The making of rice huller rubber vulcanization divides into two formula groups depends on the raw material, i.e. A formula which raw material from natural rubber (NR) and B formula which raw material from synthetic rubber (styrene butadiene rubber, SBR). Each formula is given different adding cyclo-rubber composition treatment, i.e. 10, 20, 30, 40, and 50. Beside that, also make K formula from raw material of NR and SBR using HSR 50 as comparator on A and B formula which use cyclo-rubber. Analyzing data on this study is uses random group plan (RGP) with one treatment factor and two repetitions. The results study shown DPNR latex characteristic has completed the requirement. The test result, i.e. the value of dry rubber content (DRC) 58.7%, total solid content (TSC) 60.2%, nitrogen content 0.05% and Mooney viscosities 77.7. In cyclo-rubber analysis shown the dissolved value 10.93% and spectochrosphy test shown successful in cyclical process sign with the appear of peak on wave 2928 cm-1, 1458 cm-1, and 881 cm-1 and the peak disappear on 836 cm-1. The different using of cyclo-rubber composition gives different results on physics characteristics of rice huller rubber. Every formula which use cyclo-

rubber produce average hardness 84.0 – 87.5 shore A on A formula and 84.5 – 88.0 shore A on B formula, tensile strength 4.45 - 11.7 N/mm2 on A formula and 3.10 - 4.95 N/mm2 on B formula, modulus of 100% 3,35 – 4,05 N/mm2 on A formula and 3.10 - 4.95 N/mm2 on B formula, elongation at break 190 – 425 % on A formula and 190 – 270 % on B formula, specific gravity 1.202 -1.251 gr/cm3 on A formula and 1.230 -1.273 gr/cm3 on B formula, and abration resistance 217.4 – 258.1 mm3 on A formula and 171.8 – 205.4 mm3 on B formula. The result of physics characteristic diversity of rice huller rubber shown that cyclo-rubber composition factor has real affects on hardness and specific gravity. On the contrary, cyclo-rubber composition factor has no real affects on tensile strength, modulus of 100%, elongation at break, and abration resistance. And also with block factor (type of material) that doesn’t had clear effect, except in hardness, specific gravity, and abration resistance. The using of cyclo-rubber has been partly replacing HSR on making rice huller rubber. This also shown with the value of tensile strength, 100 percent modulus, elongation at break and abration resitance which relative same, that is on 10 cyclo-rubber composition formula use raw NR and SBR (A1 and B1). While the value of hardness and specific gravity that is close to the comparer formula are cyclo-rubber composition 50 (A5 and B5). The effect types of based material shows that SBR has higher value hardness, specific gravity and modulus of 100% more than NR. On the other side, NR based material had higher tensile strength, elongation at break, and abration resistance than SBR. Based on National Standard of Indonesia that been regulated, then rubber huller NR based formula used cyclo-rubber is not fulfilled. But rubber huller based NR formula that near the SNI is the formula with the cyclo composition 10 (A1). A1 formula rice huller rubber produces physics characteristics with average value for hardness 84.2 shore A, tensile strength 11.7 N/mm2, modulus of 100% 3.35 N/mm2, elongation at break 425 %, specific gravity 1.251 gr/cm3 and abration resistance 217.4 mg3.

PEMANFAATAN KARET SIKLO DALAM

ROL KARET GILINGAN PADI (RICE HULLER RUBBER)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

MIA HANDAYANI

F34102012

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PEMANFAATAN KARET SIKLO DALAM

ROL KARET GILINGAN PADI (RICE HULLER RUBBER)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MIA HANDAYANI

F34102012

Dilahirkan pada Tanggal 27 Mei 1983

di Medan

Tanggal Kelulusan : 02 Januari 2008

Menyetujui,

Bogor, 25 Januari 2008

Dr. Hj. Tatit K. Bunasor, MSc Dr. Ir. H. Ary Achyar A., MSi

Pembimbing I Pembimbing II

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 27 Mei 1983.

Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari Bapak

Adnan Noer dan Ibu Sayfrida.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah

Indonesia Kuala Lumpur (SIK) Malaysia di jenjang SD

pada tahun 1996, di SLTP pada tahun 1999, dan SMU pada

tahun 2002.

Pada tahun 2002, penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri Institut

Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di

Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama

kuliah di IPB, penulis pernah bergabung dalam kepengurusan Forum Bina Islam

Fateta (FBI-F) di divisi Fund-Rising pada tahun 2003-2004 dan pernah

memperoleh beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) untuk periode 2006-

2007.

Penulis melaksanakan praktek lapang di PTPN. IV, Medan pada tahun 2005

dengan judul “Mempelajari Teknologi Proses Produksi Oleokimia dan

Pengawasan Mutu di Pabrik Minyak Nabati Belawan, PT. Perkebunan

Nusantara IV (Persero)”. Untuk menyelesaikan tugas akhir ini, penulis

melakukan penelitian di Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor sebagai

bahan skripsi penulis yang berjudul ”Pemanfaatan Karet Siklo dalam Rol

Karet Gilingan Padi (Rice Huller Rubber)”.

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul

”Pemanfaatan Karet Siklo dalam Rol Karet Gilingan Padi (Rice Huller

Rubber)” adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen Pembimbing

Akademik, kecuali yang jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, Januari 2008

Yang membuat pernyataan,

Mia Handayani F34102012

i

KATA PENGANTAR

Assalammu‘alaikum wr. wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

”Pemanfaatan Karet Siklo dalam Rol Karet Gilingan Padi (Rice Huller

Rubber)”. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian penulis di Balai

PenelitianTeknologi Karet (BPTK) Bogor. Penulisan skripsi ini sebagai salah satu

syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi

Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari bahwa semua ini tidak

terlepas dari dukungan, bantuan dan bimbingan semua pihak. Untuk itu, pada

kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Dr. Hj. Tatit K. Bunasor, MSc. selaku dosen pembimbing akademik atas

bimbingan dan arahannya kepada penulis selama penulisan skripsi ini dan

penyelesaian studi di Departemen Teknologi Industri Pertanian, IPB.

2. Dr. Ir. H. Ary Achyar, MSi. selaku pembimbing II atas bimbingan dan arahan

yang diberikan kepada penulis selama melaksanakan penelitian dan penulisan

skripsi.

3. Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA selaku dosen penguji yang telah bersedia menguji

dan memberi arahan serta masukan pada penulis.

4. Orang tua penulis Bapak Adnan Noer dan Ibu Syafrida atas dorongan, nasehat

dan doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini.

5. Pak Henry, Pak Arief, Mbak Woro, Mbak Desi, Mbak Tri, Syarief, Rizal,

Repal, Pak Ridwan, Pak Aos, Pak Wawan, Pak Sofhyan, Pak Iis, Pak Yayan,

Pak Muchtar, Pak Edi serta karyawan dan staf BPTK yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu atas bantuan kepada penulis selama melaksanakan

penelitian.

6. Fariz, Harti, Bingar, Diah, Elly, Diah, Tantri, Nining dan Makki atas

kebersamaan dan bantuannya selama penulis mengerjakan penelitian.

7. Staf Departemen TIN dan staf fakultas atas kerjasama serta bantuannya untuk

kelancaran urusan administrasi dan akademik.

ii

8. Ari, Iffa, Rini, Novi dan rekan-rekan TIN’39 yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu atas dukungan, persahabatan dan kebersamaannya.

Semoga keberhasilan mengiringi langkah rekan-rekan.

9. Eka-TPG’40, Ika-Agro’41, teman-teman kos Arofah dan Maharlika atas

bantuannya pada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk

menyempurnakan tulisan ini. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat

memberikan informasi bermanfaat bagi yang memerlukannya

Wassalamm ‘alaikum wr. wb.

Bogor, Januari 2008

Penulis

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vii

I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG ....................................................................... 1

B. TUJUAN PENELITIAN .................................................................... 3

C. RUANG LINGKUP ........................................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 4

A. KARET ALAM .................................................................................. 4

B. KARET SINTETIS ............................................................................ 7

C. HIGH STYRENE RESINS .................................................................. 8

D. KARET SIKLO .................................................................................. 9

E. KOMPON KARET ............................................................................ 12

F. MASTIKASI DAN PENCAMPURAN ............................................. 15

G. VULKANISASI ................................................................................. 17

H. ROL KARET GILINGAN PADI....................................................... 20

III. METODOLOGI ....................................................................................... 22

A. BAHAN DAN ALAT ........................................................................ 22

B. METODE PENELITIAN ................................................................... 22

1. PENELITIAN PENDAHULUAN ............................................... 22

2. PENELITIAN UTAMA ............................................................... 25

C. RANCANGAN PERCOBAAN ......................................................... 28

D. WAKTU DAN TEMPAT .................................................................. 29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 30

A. PENELITIAN PENDAHULUAN ..................................................... 30

1. Karakteristik Lateks DPNR.......................................................... 30

2. Pembuatan Karet Siklo ................................................................. 33

iv

B. PENELITIAN UTAMA ..................................................................... 36

1. Proses Pengomponan ................................................................... 36

2. Proses Vulkanisasi ....................................................................... 38

3. Sifat Fisika Rol Karet Gilingan Padi ............................................ 39

a. Kekerasan ................................................................................. 39

b. Tegangan Putus ........................................................................ 42

c. Modulus 100% ......................................................................... 44

d. Perpanjangan Putus .................................................................. 46

e. Berat Jenis ................................................................................ 48

f. Ketahanan Kikis ........................................................................ 50

V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 53

A. KESIMPULAN .................................................................................. 53

B. SARAN .............................................................................................. 54

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 55

LAMPIRAN ................................................................................................... 58

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Perkembangan luas areal perkebunan dan produksi karet Indonesia tahun 2003-2006 ............................................................ 1

Tabel 2. Komposisi lateks alam segar .......................................................... 5

Tabel 3. Komposisi bahan penyusun karet alam kering ............................. 6

Tabel 4. Spesifikasi karet siklo menurut Goonetilleke et al., (1993) .......... 11

Tabel 5. Sistem vulkanisasi belerang ........................................................... 18

Tabel 6. Spesifikasi mesin pengupas gabah jenis rol karet ......................... 20

Tabel 7. Spesifikasi persyaratan mutu rol karet gilingan padi ..................... 21

Tabel 8. Susunan formula rol karet gilingan padi ........................................ 26

Tabel 9. Urutan dan waktu pencampuran bahan formula rol karet .............. 26

Tabel 10. Urutan dan waktu pencampuran formula rol karet pembanding .... 27

Tabel 11. Hasil analisis lateks kebun dan lateks DPNR ................................ 31

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur molekul 1,4 cis poliisoprena ........................................ 5

Gambar 2. Struktur kimia karet SBR ........................................................... 8

Gambar 3. Perubahan struktur molekul karet alam menjadi karet siklo ...... 10

Gambar 4. Pengaruh vulkanisasi terhadap sifat vulkanisat .......................... 18

Gambar 5. Rol karet dan sketsa mesin pengupas ......................................... 20

Gambar 6. Diagram alir proses pembuatan lateks DPNR ............................ 23

Gambar 7. Diagram alir proses pembuatan karet siklo ................................ 25

Gambar 8. Diagram alir proses pembuatan rol karet gilingan padi ............. 28

Gambar 9. Karet siklo .................................................................................. 35

Gambar 10. Grafik nilai rata-rata kekerasan semua formula rol karet ........... 40

Gambar 11. Grafik nilai rata-rata tegangan putus semua formula rol karet ... 43

Gambar 12. Grafik nilai rata-rata modulus 100 % semua formula rol karet .. 45

Gambar 13. Grafik nilai rata-rata perpanjangan putus semua formula rol karet ............................................................................................ 47

Gambar 14. Grafik nilai rata-rata berat jenis semua formula rol karet .......... 49

Gambar 15. Grafik nilai rata-rata ketahanan kikis semua formula rol karet .. 51

Gambar 16. Contoh hasil rheometer .............................................................. 62

Gambar 17. Potongan uji berbentuk dayung (dumbbel) ................................ 64

Gambar 18. Contoh hasil uji rheometer rol karet gilingan padi ..................... 70

Gambar 19a. Pemisahan lateks dari serumnya pada sentrifugasi .................. 77

Gambar 19b. Contoh hasil pengomponan sebelum divulkanisasi ................. 77

Gambar 20a. Contoh cetakan vulkanisat yang akan diuji .............................. 78

Gambar 20b. Mesin pengupas gabah jenis rol karet ...................................... 78

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Posedur pengujian karet alam ................................................ 59

Lampiran 2. Posedur pengujian karakteristik karet siklo ........................... 61

Lampiran 3. Prosedur pengujian karakteristik vulkanisasi kompon ........... 62

Lampiran 4. Prosedur pengujian sifat fisika rol karet................................. 64

Lampiran 5. Hasil karakteristik karet siklo ................................................ 68

Lampiran 6. Karakteristik vulkanisasi kompon rol karet gilingan padi ........................................................................... 69

Lampiran 7. Contoh hasil uji rheometer rol karet gilingan padi................. 70

Lampiran 8. Sifat-sifat fisika rol karet gilingan padi .................................. 71

Lampiran 9. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan (Selang kepercayaan 95 persen, α = 0,05) ............................ 73

Lampiran 10a. Pemisahan lateks pekat dari serumnya pada sentrifugasi ...... 77

Lampiran 10b. Contoh hasil pengomponan sebelum divulkanisasi .............. 77

Lampiran 11a. Contoh cetakan vulkanisat yang akan diuji ............................ 78

Lampiran 11b. Mesin pengupas gabah jenis rol karet.................................... 78

1

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Karet alam merupakan salah satu komoditi perkebunan penting

Indonesia, baik sebagai sumber pendapatan, kesempatan kerja dan

devisa maupun pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di

sekitar wilayah perkebunan karet. Karet alam dapat diolah dalam

berbagai bentuk di pasaran, seperti lateks pekat dan karet padat (karet

sheet, creep, karet spesifikasi teknis). Karet banyak dimanfaatkan di

bidang otomobil, kesehatan, pendidikan, industri dan rumah tangga.

Sepanjang tahun perkembangan karet alam dunia terus mengalami

peningkatan. Menurut IRSG, konsumsi karet dunia mengalami

peningkatan dari 8,8 juta ton pada tahun 2005 menjadi 9,06 juta ton pada

tahun 2006. Sedangkan produksi karet dunia mencapai 9,67 juta ton

pada tahun 2006 dari 8,8 juta ton pada tahun 2005. Pasokan karet dunia

berasal dari Asia, Afrika dan Amerika Latin (www.rubberstudy.com).

Indonesia merupakan salah satu produsen karet dunia dan

menempati urutan ke-2 setelah Thailand yang berada di posisi pertama.

Sekitar 90 persen produksi karet alam Indonesia diekspor ke manca

negara dan hanya sebagian kecil yang dikonsumsi dalam negeri.

Perkembangan luas areal perkebunan dan produksi karet Indonesia tahun

2003-2006 dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Perkembangan luas areal perkebunan dan produksi karet

Indonesia tahun 2003-2006 2003 2004 2005 2006 Luas areal perkebunan (juta Ha) 3,29 3,26 3,27 3,30 Produksi (juta ton) 1,79 2,06 2,27 2,36

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan

Karet alam dikenal sebagai bahan yang fleksibel, liat, anti air dan

dapat menahan/tembus udara. Namun karet memiliki beberapa

kelemahan, diantaranya tidak tahan terhadap cuaca, panas, ozon dan

minyak. Karena itu diperlukan upaya untuk memperbaiki kelemahan

2

tersebut dengan cara memodifikasi karet, yaitu secara (1) fisika melalui

proses blending dan (2) kimia dengan perubahan struktur molekulnya.

Karet siklo (cyclied rubber) adalah produk modifikasi kimia karet yang

telah tersiklikasi karena penambahan katalis asam sehingga dimasukkan

ke dalam tipe modifikasi I, yaitu tanpa masuknya senyawa lain ke

molekul karet (Alfa, 2000).

Karet siklo memiliki sifat-sifat yang dapat menarik perhatian

industri hilir karet karena bersifat termoplastik yang keras tapi rapuh,

ringan dan kaku. Karet siklo dapat dimanfaatkan sebagai bahan penguat

dan pengkaku pada barang jadi karet, diantaranya dalam pembuatan rol

karet gilingan padi (rice huller rubber). Rol karet adalah rol yang

dilapisi vulkanisat karet. Rol karet terdiri atas bagian dalam rol yang

terbuat dari baja, besi tuang, kuningan atau perunggu. Sedangkan

bagian luarnya merupakan lapisan vulkanisat karet. Rol karet pada

mesin gilingan padi digunakan untuk menghancurkan gabah-gabah padi.

Dewasa ini, kebanyakan industri hilir karet seperti pembuatan rol

karet menggunakan karet sintetis styrena butadiena rubber (SBR) dan

nytrile butadiene rubber (NBR) sebagai bahan bakunya. Selain itu, sama

seperti industri sol sepatu, matras dan lainnya, industri rol karet gilingan

padi juga menggunakan high styrene resins (HSR) sebagai bahan

pencampur (penguat) untuk meningkatkan sifat kekakuan dan kekerasan

produk karet. HSR merupakan bahan sintetis impor dari turunan minyak

bumi yang harganya cukup mahal. Karena itu dengan pemanfaatan karet

siklo sebagai bahan alternatif diharapkan dapat menggantikan

ketergantungan barang impor tersebut.

Pada penelitian ini digunakan karet alam (natural rubber, NR)

sebagai bahan baku rol karet gilingan padi dan karet siklo yang

ditambahkan sebagai bahan peningkat kekerasan dan kekakuan rol karet.

Karet siklo yang dibuat berasal dari lateks kebun yang telah diberi

penambahan enzim papain yang berguna untuk mengurangi kadar

protein dan telah dipekatkan. Lateks yang diperoleh dikenal sebagai

lateks DPNR (deproteinized natural rubber). Penggunaan NR sebagai

3

bahan baku rol karet gilingan padi dibandingkan dengan SBR,

sedangkan penggunaan karet siklo dibandingkan dengan HSR yang

selama ini banyak digunakan oleh industri sebagai bahan penguat dalam

pembuatan produk jadi karet tertentu, diantaranya dalam pembuatan rol

karet gilingan padi.

B. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk membuat karet siklo dari lateks

deproteinized natural rubber (DPNR), membandingkan karet alam

(natural rubber, NR) sebagai bahan baku rol karet gilingan padi dengan

karet sintetis (styrena butadiena rubber, SBR), dan membandingkan

pengaruh karet siklo dengan high styrene resins (HSR) terhadap sifat

vulkanisat rol karet gilingan padi. Selain itu juga menentukan komposisi

karet siklo yang terbaik untuk pembuatan rol karet gilingan padi dari

karet alam berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI).

C. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup penelitian ini meliputi sintesis dan karakteristik

lateks deproteinized natural rubber (DPNR) sebagai bahan baku dalam

pembuatan karet siklo, proses pembuatan dan karakteristik karet siklo

serta menentukan karakteristik vulkanisasi dan sifat fisika rol karet

gilingan padi. Sifat – sifat fisika ini meliputi kekerasan, tegangan putus,

modulus 100 %, perpanjangan putus, berat jenis, dan ketahanan kikis.

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. KARET ALAM

Tanaman karet adalah tanaman industri yang berasal dari Brazil

dan mulai dibudidayakan tahun 1607. Tanaman karet hidup subur di

daerah-daerah tropis dengan suhu rata-rata 25-300C dan dapat tumbuh

baik pada ketinggian 1 – 600 meter dari permukaan laut dengan curah

hujan cukup tinggi antara 2000 – 2500 milimeter setahun (Nazarudin

dan F.B. Paimin, 1999).

Karet alam merupakan hasil penggumpalan getah atau lateks

kebun yang disadap dari pohon karet Hevea brasiliensis. Menurut Nobel

(1963) di dalam Goutara et.al. (1985), lateks segar hasil sadapan

berwarna putih susu sampai kuning tergantung dari klon tanaman karet.

Goutara et.al. (1985) menambahkan juga bahwa berat jenis lateks 0,945,

serum 1,02 dan karet 0,91 gr/cm3. Dengan adanya perbedaan berat jenis

tersebut maka menyebabkan timbulnya cream pada permukaan lateks.

Menurut Webster dan Baulkwill (1989), disamping air dan

hidrokarbon karet, lateks mengandung sedikit senyawa lainnya yang

terdispersi atau terlarut dalam serum atau bergabung dengan globula

karet. Senyawa tersebut adalah protein dan lemak. Senyawa ini

menyelubungi lapisan permukaan dan sebagai pelindung partikel karet

yang berpengaruh terhadap kemantapan lateks. Barney (1973) di dalam

Rahayu (1999) menjelaskan juga bahwa sifat lateks mudah menggumpal

yang disebabkan oleh penurunan muatan listrik (partikel protein). Secara

umum penurunan listrik koloid lateks terjadi karena penurunan pH

lateks, penambahan elektrolit, penambahan zat giat permukaan, dan

pengaruh enzim

Lateks hasil sadapan terdiri dari suspensi partikel karet dalam

cairan serum. Fraksi serum sebagian besar berupa air dan bahan

lainnya dalam jumlah kecil yaitu karbohidrat, asam amino, protein,

5

anion anorganik dan ion logam. Komposisi lateks alam segar dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi lateks alam segar Komponen Persentase (%) Karet 35,62 Ekstrak aseton (lemak, lilin, resin) 1,65 Protein 2,03 Karbohidrat 0,34 Abu 0,70 Air 59,62

Sumber : Webster dan Baulkwill (1989)

Karet alam adalah senyawaan hidrokarbon yang merupakan

makromolekul poliisoprena (C5H8)n dan bergabung secara ikatan kepala

ke ekor. Rantai poliisoprena tersebut membentuk konfigurasi cis dengan

susunan ruang yang teratur, sehingga rumus kimianya adalah 1,4 cis

poliisoprena. Karet yang mempunyai susunan ruang tersebut akan

memiliki sifat elastis. Sifat elastis tersebut berhubungan dengan

viskositas atau plastisitas (Morton, 1987). Bentuk struktur molekul 1,4

cis poliisoprena karet diperlihatkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur molekul 1,4 cis poliisoprena (Morton, 1987)

Karet alam tidak seluruhnya terdiri dari senyawa hidrokarbon karet

tetapi juga mengandung sejumlah kecil senyawa non karet seperti

protein, karbohidrat, lemak, glikolipid, fosfolipid dan bahan-bahan

anorganik lain yang terperangkap dalam jaringan partikel karet. Bahan-

bahan non karet tersebut ikut terperangkap ketika lateks kebun

digumpalkan dan kadarnya dalam karet akan mempengaruhi sifat barang

jadi karetnya. Komposisi bahan-bahan yang terdapat dalam karet

alam disajikan pada Tabel 3

n

CH3

CH2 CH2 CH2 CH2 C=C

CH3 H H C=C

6

Tabel 3. Komposisi bahan penyusun karet alam kering Komponen Persentase (%) Hidrokarbon karet 93,7 Protein 2,2 Karbohidrat 0,4 Lemak 2,4 Glikolipid dan fosfolipid 1,0 Bahan-bahan anorganik 0,2 Lain-lain 0,1

Sumber : Morton (1987)

Di pasaran sekitar 99 % karet alam disajikan dalam bentuk karet

padat dan sisanya dalam bentuk lateks pekat. Dari bermacam jenis mutu,

karet padat dibedakan menjadi dua jenis menurut bahan bakunya, yaitu

karet padat yang dibuat dari lateks kebun seperti karet sheet, karet crepe

dan karet spesifikasi teknis, sedangkan yang kedua adalah karet padat

yang dibuat dari lum seperti brown crepe (Santoso, 2003).

Karet alam digolongkan ke dalam elastomer untuk penggunaan

umum karena dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai jenis dan

tipe barang jadi karet. Penggunaannya sebagai bahan baku barang jadi

karet sangat disukai dikarenakan keunggulan sifat-sifatnya seperti daya

pantul, elastisitas, daya lengket, dan daya cengkeram yang baik serta

mudah untuk digiling. Selain itu karet alam juga memiliki beberapa sifat

mekanik yang baik antara lain memiliki tegangan putus, ketahanan

sobek, dan kikis yang baik sehingga karet alam merupakan elastomer

pilihan. Namun, karet alam juga memiliki beberapa kekurangan yaitu

sifat-sifatnya yang tidak konsisten dan warnanya bervariasi dari kuning

hingga coklat gelap, serta tidak tahan terhadap panas, oksidasi, ozon,

dan pelarut hidrokarbon, sehingga tidak dapat digunakan sebagai bahan

baku barang jadi karet khususnya yang tahan minyak, panas dan

oksidasi. Kekurangan tersebut disebabkan antara lain karena karet alam

mengandung sejumlah bahan non karet dan memiliki sejumlah ikatan

rangkap dalam struktur molekulnya. Sifat ketidakjenuhannya

menyebabkan karet alam mudah dioksidasi atau diadisi oleh senyawa

lain dan reaksi dipacu oleh panas dan ozon (Arizal, 1989).

7

Umumnya alat-alat yang dibuat dari karet alam sangat berguna

bagi kehidupan sehari-hari maupun dalam usaha industri seperti mesin-

mesin penggerak. Barang yang dapat dibuat dari karet alam antara lain

aneka ban kendaraan (dari sepeda, motor, mobil, traktor hingga pesawat

terbang), sepatu karet, sabuk penggerak mesin besar dan mesin kecil,

pipa karet, kabel, isolator dan bahan-bahan pembungkus logam seperti

rol karet (Nazaruddin dan Paimin, 1999).

B. KARET SINTETIS

Karet sintetis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan

baku minyak bumi dan dikembangkan sejak Perang Dunia II.

Berdasarkan tujuan pemanfaatannya ada dua macam karet sintetis yang

dikenal yaitu karet sintetis yang digunakan secara umum serta karet

sintetis yang digunakan untuk keperluan khusus. Karet sintetis untuk

kegunaan umum merupakan jenis karet sintetis yang dapat

menggantikan karet alam. Sedangkan karet sintetis untuk kegunaan

khusus merupakan karet sintetis yang memiliki sifat khusus yang tidak

dimiliki karet sintetis kegunaan umum.

Sifat yang sekaligus kelebihan karet sintetis adalah tahan terhadap

minyak, oksidasi, panas atau suhu tinggi serta kedap terhadap gas. Jenis

karet sintetis diantaranya styrena butadiena rubber (SBR), butadiena

rubber (BR) dan isoprena rubber (IR), isobutene isoprene rubber (IIR),

nytrile butadiene rubber (NBR), cloroprene rubber (CR) dan ethylene

propylene rubber (Nazaruddin dan Paimin,1999).

Jenis SBR merupakan karet sintetis yang paling banyak diproduksi

dan digunakan. SBR merupakan kopolimer dari stiren dan butadien

dengan reaksi kopolimerisasi radikal pada suhu tinggi 500C atau suhu

rendah 50C, serta secara anionik dengan katalis butil litium. Umumnya,

karet SBR mengandung stiren 23,5 % dan butadien 76,5 % dan memiliki

sifat-sifat diantaranya berat jenis 0,39 – 0,97 gr/cm3, daya rekat yang

rendah, vulkanisasi lebih lambat dibanding karet alam dan sifat

vulkanisat relatif sama dengan karet alam (kekuatan tarik, abrasi dan

8

fleksibel) (Brydson, 1981). Struktur kimia SBR diperlihatkan pada

Gambar 2 di bawah ini.

(CH2 C=CH CH2)m (CH2 CH)n

Gambar 2. Struktur kimia karet SBR (Santoso, 2003)

C. HIGH STYRENE RESINS

Menurut D’Ianni (1954), industri karet lebih tertarik pada produk

karet turunan terutama produk resin karena bersamaan dengan

dikembangkannya produksi monomer karet sintetis seperti butadiena,

stiren dan akrilonitril. Resin yang meliputi low butadiena dan high

styrene resins dikembangkan selama perang dunia dan terus mengalami

perluasan pasar.

High styrene resins merupakan kopolimer stiren dan butadiena

yang terdiri lebih dari 50 persen stiren (normalnya mengandung SBR

kira-kira 25 persen) atau polistiren (100 persen stiren). High styrene

resins dapat dicampur dengan karet alam serta SBR yang dapat

memberikan kekerasan, kekuatan, kekuatan sobek yang baik dan

ketahanan pemakaian untuk produk alas kaki. Resin sintetik ini juga

memberikan fleksibilitas, ketahanan retak lentur yang baik serta bobot

jenis yang rendah (Naunton, 1961).

Sifat high styrene resins tergantung pada jumlah ataupun rasio

stiren dengan butadiena. Sebuah polimer yang mengandung jumlah yang

sama antara dua monomer menunjukkan karet yang baik pada suhu

ruang meskipun karakteristik tertentu pada waktu pemasakan seperti

daya kenyal, kecepatan panas (heat build up) dan fleksibilitas pada

temperatur rendah lebih rendah dibandingkan dengan polimer karet yang

sebenarnya. Pada proporsi stirena yang ditambah dan butadiena

dikurangi, polimer menjadi keras, perpanjangan putus menjadi rendah,

9

serta kekerasan meningkat, hal ini mendekati sifat polistiren. Kopolimer

yang mengandung butadiena lebih kecil (10 persen sampai 15 persen)

memiliki sifat fisik polistiren tetapi sedikit yang larut, dan agak rapuh

serta kelunakannya menjadi rendah (D’Ianni 1954).

D. KARET SIKLO

Karet siklo merupakan turunan dari karet alam yang telah berubah

menjadi resin atau bahan termoplastik yang keras tapi rapuh, yang

dihasilkan dari pemanasan karet alam dengan adanya katalis asam

(Goonetilleke et al., 1993). Dalam hal ini, karet siklo adalah hasil

modifikasi secara kimia yang digolongkan ke dalam modifikasi tipe I

karena struktur molekulnya mengalami perubahan dari keadaan rantai

lurus menjadi rantai siklis tanpa masuknya senyawa baru (Alfa, 2000).

Karet siklo yang dihasilkan dapat berupa material keras yang rapuh

seperti gutta perca, balata keras, atau berupa serbuk amorpous berwarna

keputihan. Bentuk yang terakhir ini merupakan bentuk final reaksi

sempurna dari karet siklo. Variasi sifat produk karet siklo disebabkan

oleh derajat siklikasi produk dan bukan karena pilihan metodenya,

walaupun reaksi samping seperti oksidasi atau pengikatan silang dapat

mempengaruhi sifat dari karet siklo yang dihasilkan (Alfa, 2000).

Karet siklo dibuat melalui reaksi siklikasi. Siklikasi dapat

didefinisikan sebagai perubahan bentuk struktur rantai molekul dari

keadaan rantai lurus menjadi rantai berupa cincin. Siklikasi yang ideal

akan menghasilkan struktur cincin karet siklo yang tidak lagi memiliki

ikatan rangkap dalam struktur molekulnya karena adanya pemanasan

dan penambahan katalis asam (Alfa, 2000).

Menurut Veersen (1951) di dalam Rahayu (1999), mekanisme

reaksi siklikasi karet alam berhubungan dengan protonisasi ikatan

rangkap secara acak. Pada tahap pertama akan terbentuk ion karbonium

dikarenakan adanya donor proton yaitu asam sulfat atau katalis yang

bersifat asam lainnya. Pada tahap kedua, ion karbonium yang tidak stabil

tersebut akan tersiklikasi membentuk struktur monosiklik atau polisiklik.

10

Pada karet siklo dengan struktur monosiklik masih tersisa ikatan

rangkap sebanyak 50 persen dari jumlah awal ikatan rangkap dalam

karet alam, sedangkan pada struktur polisiklik masih tersisa sekitar 25

persen ikatan rangkap. Perubahan struktur karet pada saat reaksi

siklikasi dapat dilihat pada Gambar 3.

Menurut Coomarasamy (1981), reaksi siklikasi dapat dibuat dari

karet dalam bentuk padat, campuran atau dalam bentuk lateks. Metode

siklikasi pada lateks dikembangkan dengan pertimbangan mahalnya

biaya pelarut yang diperlukan pada metode siklikasi larutan karet. Selain

itu metode siklikasi pada lateks sesuai untuk diterapkan pada negara-

negara penghasil lateks alam dan biaya olahnya relatif kecil (Alfa,

2000).

Alfa (2002) menjelaskan bahwa proses siklikasi lateks karet alam

berlangsung sebagai akibat dari pemanasan campuran lateks pekat yang

CH3 H

CH2 CH2

C C

CH3 H

CH2 CH2

C C

CH2

CH2

C

CH3

CH2

CH2

CH2

+

C

CH2

CH2

H3C

CH2

CH2

C

CH2

CH3

CH2

C

CH2

CH2

CH2

C

CH2

CH2

CH2

H3C C

CH2

CH2

CH2

CH3

CH3 CH2

C

CH2 CH3

CH2

CH2

CH2

C

CH

H3C CH

CH2

CH2

CH

H3C

C

CH

CH2

CH2

C

H3C C

CH2

C

CH CH3 CH2

CH CH3

C CH2 CH2

+

+

+

+

+

Gambar 3. Perubahan struktur molekul karet alam menjadi karet siklo (Veersen, 1951)

Poliisoprena

siklikasi

katalis panas

11

telah distabilkan oleh surfaktan dengan katalis asam sulfat teknis,

sehingga struktur molekul karet alam yang semula lurus berubah

menjadi struktur siklis. Pemanasan dilakukan dengan cara memanaskan

reaktor pada bejana air mendidih atau bersuhu 100°C. Berlangsungnya

reaksi siklikasi ditandai dengan berubahnya warna lateks dari semula

putih menjadi ungu.

Sifat produk dari karet siklo sangat tergantung kepada teknologi

siklikasi dan katalis asam yang digunakan. Karet siklo yang baik adalah

mudah larut dalam pelarut karet. Selain itu, karet siklo memiliki

beberapa sifat diantaranya ringan, kaku, tahan terhadap gaya gesek,

mempunyai daya rekat yang baik terhadap logam, kayu, karet, kulit dan

tekstil, mempunyai sifat adhesi yang baik, bersifat non polar dan

merupakan polimer non kristalin yang rantai-rantai molekulnya telah

dikeraskan oleh formasi cincin (Goonetilleke et al., 1993).

Karet siklo yang memenuhi standar mutu merupakan karet siklo

yang baik sehingga dapat digunakan sesuai dengan kebutuhannya. Hasil

penelitian Goonetilleke et al., (1993) dapat dijadikan standar produk

karet siklo dan spesifikasinya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Spesifikasi karet siklo menurut Goonetilleke et al., (1993) Komponen Standar Bobot Molekul 15400-79000 Warna dan Bentuk Produk putih, serbuk halus, Kelarutan larut dalam pelarut karet Bilangan Iod (g I2/100 g polimer) 185-267

Kegunaan dari karet siklo yaitu sebagai resin penguat untuk karet

dan sebagai binder pada industri cat. Karet siklo juga dapat digunakan

sebagai bahan pengisi sekaligus penguat pada barang jadi karet seperti

dalam pembuatan sol sepatu dengan tingkat kekerasan tertentu

(Coomarasamy, 1981)

12

E. KOMPON KARET

Kompon karet merupakan campuran karet mentah dengan bahan

kimia karet. Pembuatan kompon karet adalah ilmu dan seni untuk

menyeleksi dan mencampur jenis karet mentah dan jenis bahan kimia

karet sehingga diperoleh kompon karet yang setelah dimasak dapat

dihasilkan barang jadi karet dengan sifat-sifat fisik yang dibutuhkan

(Abednego, 1990).

Bahan kimia karet dapat digolongkan atas fungsinya, yaitu bahan

kimia pokok, bahan kimia tambahan dan bahan penunjang. Bahan kimia

pokok adalah bahan kimia yang harus ada dalam setiap kompon karet

diantaranya karet mentah, bahan pemvulkanisasi, pencepat, penggiat,

pengisi dan pelunak. Bahan kimia tambahan adalah bahan yang hanya

ditambahkan pada pengolahan barang jadi karet tertentu atau

ditambahkan untuk meningkatkan efisiensi pengolahan kompon karet.

Bahan penunjang berfungsi sebagai penunjang atau penguat yang

memberikan kekuatan pada bagian suatu barang jadi karet (Alfa, 2003).

Bahan-bahan kimia karet yang digunakan untuk membuat kompon karet

dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Bahan Pemvulkanisasi

Bahan pemvulkanisasi merupakan bahan kimia karet yang

diperlukan untuk proses vulkanisasi. Selama proses vulkanisasi,

rantai-rantai molekul karet yang semula terlepas dan bergerak bebas

menjadi terikat oleh bahan pemvulkanisasi, membentuk jaringan tiga

dimensi. Dengan demikian kompon yang semula lembek dan plastis,

menjadi barang karet yang kuat dan elastis. Bahan pemvulkanisasi

yang paling banyak digunakan adalah belerang. Bahan

pemvulkanisasi lainnya adalah peroksida organik, damar fenolik dan

bahan pemvulkanisasi uretan (Abednego, 1990).

13

2. Bahan Pencepat

Bahan pencepat adalah bahan kimia yang ditambahkan dalam

jumlah sedikit untuk mempercepat reaksi vulkanisasi kompon oleh

belerang. Dalam sistem vulkanisasi belerang, bahan pencepat

membantu meningkatkan laju vulkanisasi kompon yang biasanya

berlangsung lambat jika hanya mengandung belerang. Pencepat yang

digunakan dapat berupa satu atau kombinasi dari dua atau lebih jenis

pencepat.

Berdasarkan fungsinya pencepat dikelompokkan ke dalam

pencepat primer dan pencepat sekunder. Pencepat primer berfungsi

memberikan pravulkanisasi yang lambat diantaranya golongan

thiazol dan sulfenamida, contohnya CBS (cyclohexyl benzthiazy

sulphenamide). Pencepat sekunder berfungsi memberikan

pravulkanisasi yang singkat contohnya golongan guanidin, thiuram,

dithiokarbamat dan dithiofosfat. Pencepat sekunder biasanya

ditambahkan dalam jumlah lebih sedikit daripada pencepat primer

yang bertujuan untuk lebih meningkatkan kecepatan matang kompon

karet (Alfa, 2003).

3. Bahan Penggiat

Bahan penggiat adakalanya disebut bahan pengaktif yang

berguna untuk menggiatkan kerja dari bahan pencepat. Pada

umumnya bahan pencepat organik tidak akan berfungsi secara

efisien tanpa bahan penggiat. Bahan penggiat yang umum dipakai

adalah kombinasi dari ZnO dan asam stearat (Abednego, 1990 ).

4. Bahan Pengisi

Dalam kompon karet, bahan pengisi ditambahkan dalam

jumlah besar. Bahan pengisi dibagi atas dua golongan yaitu

golongan bahan pengisi tidak aktif dan bahan pengisi aktif. Bahan

pengisi aktif akan meningkatkan kekerasan, ketahanan sobek,

ketahanan kikis dan tegangan putus pada barang karetnya. Bahan

14

pengisi aktif diantaranya carbon black, silika, alumunium silikat,

dan magnesium silikat. Sedangkan bahan pengisi tidak aktif

diantaranya kaolin, kalsium karbonat, magnesium karbonat, dan

barium sulfat. Dalam kompon karet sering digunakan campuran

bahan pengisi aktif dan bahan pengisi tidak aktif dengan

memperhatikan harga, kemudahan waktu pengolahan dan sifat-sifat

barang karet yang dikehendaki (Abednego,1990)

5. Bahan Pelunak

Bahan pelunak adalah bahan kimia yang ditambahkan ke

dalam karet mentah selama proses pembuatan kompon karet dengan

tujuan melunakkan karet dan memudahkan pencampuran bahan-

bahan kimia karet. Pada umumnya bahan pelunak tergolong senyawa

organik yang dikenal dengan nama peptiser, plasticizer dan softener.

Bahan pelunak cair dapat menurunkan kekerasan karet sebanyak

setengah dari jumlah yang ditambahkan (Alfa, 2003).

6. Bahan Antidegradan

Antidegradan adalah bahan kimia yang berfungsi sebagai anti

ozon yaitu melindungi karet dari kerusakan akibat serangan ozon,

dan juga berfungsi sebagai antioksidan yaitu melindungi karet dari

kerusakan akibat oksidasi (Alfa, 2003). Menurut Abednego (1990),

antioksidan golongan amina dan turunannya merupakan antioksidan

yang dapat melindungi karet dengan baik, tetapi untuk barang karet

yang berwarna cerah, antioksidan ini akan membuat barang karetnya

berwarna lebih gelap dan terlihat bercak-bercak coklat. Sebaliknya

antioksidan golongan fenol dan turunannya mempunyai daya

penangkal yang lebih rendah, tetapi tidak menjadikan barang

karetnya berwarna gelap.

15

7. Bahan Bantu Olah

Bahan bantu olah adalah bahan kimia karet yang ditambahkan

pada kompon untuk meningkatkan efektifitas pengolahan kompon

tersebut, tanpa atau hanya sedikit mempengaruhi sifat fisika dan

karakteristik vulkanisasi barang jadinya. Dalam tahap pencampuran

berfungsi meningkatkan keseragaman blending karet, meningkatkan

dispersi bahan pengisi dan bahan kimia karet lainnya. Contoh bahan

bantu olah adalah dispergator FL, lilin hidrokarbon, dan polietilen,

bahan bantu olah asam lemak. Pemilihan bahan bantu olah harus

mempertimbangkan efektifitas pengolahan, biaya dan

kompatibilitasnya dengan karet (Alfa, 2003).

G. MASTIKASI DAN PENCAMPURAN

Mastikasi merupakan suatu proses perlakuan pendahuluan

terhadap karet yang bertujuan untuk melunakkan karet sehingga mudah

bercampur dengan bahan-bahan kimia. Pelunakan ini diakibatkan oleh

pemutusan rantai molekul polimer sehingga diperoleh berat molekul

yang lebih rendah (Amir, 1990).

Secara umum mekanisme proses mastikasi mencakup dua aspek

yaitu aspek mekanis bila proses penggilingan karet berada dalam

temperatur rendah dan aspek kimia apabila berada dalam temperatur

tinggi. Efisiensi mastikasi yang tinggi terjadi pada suhu rendah (± 60°C)

dan pada suhu tinggi (± 140°C), sedangkan pada suhu ± 100°C efisiensi

mastikasi rendah. Mastikasi suhu rendah dapat terjadi secara mekanis

oleh gerakan kedua rol penggiling melalui gaya geser antara gilingan

dengan karet, yang akan memutuskan ikatan karbon-karbon dari rantai

utama polimer karet. Pada suhu tinggi, molekul karet menjadi lunak dan

menyebabkan gaya geser lebih rendah sehingga tidak mampu

memutuskan rantai molekul karet, tetapi pada kondisi demikian reaksi

oksidasi yang mengakibatkan putusnya rantai molekul karet dapat terjadi

(Bhuana, 1993).

16

Pada mastikasi dengan suhu yang lebih rendah maka viskositas

karet akan lebih tinggi sehingga tenaga untuk mastikasi menjadi lebih

tinggi pula. Selain suhu yang mempengaruhi tenaga untuk mastikasi,

tenaga dari mesin mastikasinya juga mempengaruhi proses pemutusan

rantai molekul karet. (Bhuana, 1993).

Pencampuran adalah suatu tahapan utama dalam pembuatan

kompon yang bertujuan untuk memasukkan bahan-bahan kimia ke

dalam karet secara merata (homogen). Pencampuran tersebut dapat

dilakukan dalam mesin pencampur terbuka (open mill mixer) atau

pencampur tertutup (internal mixer) (Amir, 1990)

Menurut Bhuana (1993), pada proses pencampuran bahan kimia

kompon karet termasuk bahan pengisi terdapat beberapa tahapan yaitu :

1. Penurunan viskositas karet

Penurunan viskositas karet dilakukan pada tahap mastikasi

dimana rantai polimer karet mengalami pemutusan.

2. Inkorporasi

Tahap ini disebut pula sebagai wetting stage, yaitu karet yang

telah mengalami penurunan viskositas dan siap untuk menerima

bahan pengisi dan bahan serbuk lainnya. Bahan-bahan yang

dimasukkan ke dalam karet akan diselimuti oleh lapisan-lapisan

karet yang sudah bersifat plastis.

3. Distribusi/dispersi

Tenaga mekanis gilingan atau rotor yang dihasilkan dari

gesekan antara dua rol (gilingan terbuka) atau antar rol serta rotor

dan dinding ruang pencampur (gilingan tertutup) mampu

memutuskan (memecah) aglomerate bahan pengisi menjadi struktur

yang lebih kecil. Struktur yang lebih kecil tersebut selanjutnya harus

terdistribusi secara merata ke dalam matrik karet.

4. Plastisasi

Karet yang telah bercampur dengan bahan kimia termasuk

bahan pengisi akan mengalami plastisasi lebih lanjut sehingga akan

lebih memudahkan proses lebih lanjut.

17

Selama proses pencampuran, suhu yang timbul pada kompon

akibat tenaga mekanis akan tinggi sehingga mencapai pada suhu

vulkanisasi. Oleh sebab itu, selain harus mengamati suhu pada gilingan

rotor, urutan pencampuran terutama bahan pemvulkanisasi dan pencepat

harus diperhatikan supaya resiko timbulnya vulkanisasi dini (scorch)

dapat dihindarkan.

H. VULKANISASI

Vulkanisasi merupakan suatu proses pembentukan jaringan tiga

dimensi pada struktur molekul karet sehingga karet berubah dari

termoplastik menjadi stabil terhadap panas dengan perbaikan pada sifat-

sifat elastisitasnya (Suparto dan Santoso, 2003). Menurut Long (1985),

vulkanisasi akan menurunkan plastisitas, kelekatan dan kepekaan karet

terhadap panas dan dingin, serta dapat meningkatkan elastisitas,

kekuatan dan kemantapannya. Berbagai perubahan dan peningkatan sifat

karet tersebut disebabkan vulkanisasi merubah struktur kimia karet

sehingga sifat karet berubah dari semula plastis menjadi kuat dan elastis.

Melalui vulkanisasi kompon karet, molekul karet yang semula

lurus atau berupa struktur dua dimensi berubah menjadi struktur tiga

dimensi karena terbentuknya ikatan silang oleh bahan pemvulkanisasi.

Tanpa adanya ikatan silang ini sifat fisika kompon karet tidak akan

mengalami perubahan (Nagdi, 1993 di dalam Alfa 2002).

Menurut Suparto dan Santoso (2003), sistem vulkanisasi yang

digunakan akan menentukan jenis ikatan silang yang terbentuk sehingga

akan mempengaruhi sifat fisik barang jadi karetnya. Dalam praktek,

sistem vulkanisasi karet alam dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu

sistem konvensional, sistem efisien (EV) dan sistem semi efisien (semi

EV). Penggolongan sistem vulkanisasi dapat dilihat pada Tabel 5.

18

Tabel 5. Sistem vulkanisasi belerang Sistem Vulkanisasi Belerang (bsk) Pencepat (bsk) Konvensional 2,0 – 3,5 1,0 – 0,4 EV 0,3 – 0,8 6,0 – 2,5 Semi EV 1,0 – 1,7 2,5 – 1,0

Sumber : Suparto dan Santoso (2003)

Pada sistem vulkanisasi konvensional akan menghasilkan ikatan

silang jenis polisulfida yang fleksibel, sehingga ketahanan letih (fatique)

dan ketahanan retak lenturnya baik serta kekuatan tarik (tensile strength)

yang tinggi. Tetapi ketahanan usang pada suhu tinggi (heat ageing)

sangat rendah karena ikatan polisulfida tidak mantap pada suhu tinggi.

Pada sistem vulkanisasi EV karena jumlah belerangnya lebih kecil

daripada jumlah bahan pencepat maka setiap ikatan silang mengandung

sedikit mungkin jumlah atom belerang. Hampir 80 persen ikatan silang

yang terbentuk yaitu jenis monosulfida yang mempunyai sifat tahan

suhu tinggi namun ketahanan letih dan retak lenturnya rendah. Ikatan

monosulfida tahan panas tetapi tidak fleksibel dan sekali ikatan tersebut

putus tidak ada yang menggantikannya.

Sistem vulkanisasi semi EV disusun untuk memperbaiki

kelemahan kedua sistem vulkanisasi di atas. Sistem semi EV

menghasilkan ketahanan retak lentur dan letih serta ketahanan usang

yang baik. Selain itu, sistem ini memiliki ketahanan reversi yang tinggi

pada karet alam dan memberikan pampatan tetap yang rendah, sehingga

cocok untuk pembuatan barang karet berukuran besar dan tebal yang

menghendaki sifat kelenturan yang baik (Suparto dan Santoso,2003).

Karakter vulkanisasi untuk setiap jenis kompon karet berbeda satu

sama lain. Oleh karena itu, setiap jenis kompon karet terlebih dahulu

harus ditentukan suhu dan waktu vulkanisasi yang optimum dengan

menggunakan alat rheometer. Penentuan suhu dan waktu vulkanisasi

yang optimum perlu dilakukan agar dihasilkan vulkanisat yang

sempurna matang (optimum cured).

Biasanya suhu vulkanisasi berkisar antara 140°C sampai 160°C

dengan waktu vulkanisasi yang agak lama, karena karet adalah

19

Sifat Vulkanisat

Kerapatan Ikatan Silang

Keliatan Ketahanan Sobek Umur Keletihan

Modulus Dinamis

Modulus Statis

Kekerasan

Kekuatan Tarik Histerisis

Permanen Set Koefisien Friksi

pengantar panas yang buruk. Bila waktu vulkanisasinya kurang daripada

waktu vulkanisasi optimum maka barang karetnya tersebut kurang

matang (under cured), dan sebaliknya jika waktu vulkanisasi terlalu

lama, barang karetnya akan terlampau matang (over cured). Barang jadi

karet yang kurang matang atau terlampau matang memiliki sifat fisika

yang kurang baik, sehingga harus dihindari.

Gambar 4. Pengaruh vulkanisasi terhadap sifat vulkanisat (Coran, 1978)

Pada Gambar 4 terlihat bahwa dengan meningkatnya derajat

vulkanisasi, modulus statis berubah nyata dibandingkan modulus

dinamis. Modulus dinamis menyatakan gabungan efek viskositas dan

elastis, sedangkan modulus statis hanya komponen elastis. Dengan

demikian proses vulkanisasi menyebabkan suatu bentuk dari sifat viskos

atau plastis menjadi elastis. Ketahanan sobek, umur keletihan dan

kelenturan berhubungan dengan energi pemutusan. Sifat-sifat ini akan

naik hingga mencapai kerapatan ikatan silang tertentu (optimum)

kemudian akan turun kembali. Selain oleh ikatan silang, sifat-sifat yang

diperlihatkan pada gambar juga dipengaruhi oleh jenis ikatan silang,

jenis polimer (karet), jenis dan jumlah bahan pengisi (Coran, 1978).

20

I. ROL KARET GILINGAN PADI

Rol karet gilingan padi (rice huller rubber) merupakan salah satu

komponen penting mesin pengupas gabah yang berfungsi sebagai alat

pemecah/pengupas gabah. Rol karet adalah rol yang dilapisi vulkanisat

karet. Rol karet terdiri atas bagian dalam rol yang terbuat dari baja, besi

tuang, kuningan atau perunggu. Sedangkan bagian luarnya merupakan

lapisan vulkanisat karet. Rol karet pada gilingan padi digunakan untuk

menghancurkan gabah-gabah padi (Nazarudin dan Paimin, 1999).

Menurut SNI (1989), mesin pengupas gabah padi jenis rol karet

diklasifikaskan berdasarkan ukuran lebar rol karetnya, seperti yang

disajikan pada Tabel 6. Sedangkan diantara bentuk rol karet dan sketsa

mesin pengupas jenis rol karet dapat dilihat pada Gambar 5.

Tabel 6. Spesifikasi mesin pengupas gabah jenis rol karet

No. Tipe Lebar rol (mm)

Konsumsi Tenaga (maks. jam/kg gabah)

Kapasitas (min. kg/jam)

1. Kecil 60 0,01 550 2. Sedang 102 0,0075 880 3. Besar 152 0,0066 1200

Sumber : SNI 02-0424-1989

a

b

Sumber : a). www. luavang2.trustpass.alibaba.com, b). SNI (1989)

Gambar 5. Rol karet dan sketsa mesin pengupas gabah

21

Sebagaimana produk-produk karet lain, rol karet gilingan padi juga

memiliki persyaratan yang harus dipenuhi agar kualitasnya terjaga. Dari

segi penampakan, permukaan rol karet harus seragam, tidak terdapat

bercak belerang, dan tidak bergelembung. Selain itu, diperlukan

beberapa pengujian khusus untuk menguji produk karet ini. Pengujian

sifat fisika rol karet meliputi kekerasan, ketahanan terhadap abrasi,

tegangan putus dan perpanjangan putus. Standar Nasional Indonesia

(SNI) menetapkan spesifikasi persyaratan mutu rol karet gilingan padi,

seperti yang tertera pada Tabel 7.

Tabel 7. Spesifikasi persyaratan mutu rol karet gilingan padi

No Uraian Satuan Persyaratan I. Fisika 1. Tebal mm 10 ± 2 2. Tegangan putus N/mm2 min. 11,8 3. Perpanjangan putus % - min. 130 4. Kekerasan 4.1 Sebelum pemanasan shore A 90 ± 5 4.2 Setelah pemanasan shore A maks. penurunan 10

5. Ketahanan kikis Grasseli mm3/kgm maks. 0,7

II. Organoleptis

Keadaan dan atau kenampakan rol karet

permukaan seragam, tidak terdapat bercak belerang, tidak retak, gores, lubang, lepuh, gelembung dan bebas dari benda-benda asing

Sumber : SNI 06-1843-1990

22

III. METODOLOGI

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lateks kebun,

asam sulfat teknis 95 persen, surfaktan emulgen 30 persen, enzim papain, dan

amoniak sebagai bahan pembuatan karet siklo. Sedangkan bahan-bahan

penyusun kompon rol karet gilingan padi adalah natural rubber (NR) dan

styrena butadiena rubber (SBR), karet siklo, high styrene resins (HSR),

belerang, silika, asam stearat, dibutilftalat (DBP), seng oksida (ZnO),

polietilen glikol (PEG), CBS (cyclohexylbenzthiazysulphenamide), TMQ

(2,2,4-trimetil-1,2-dihidroquinolin), titanium oksida (TiO2) dan struktol A-60

NS. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis adalah aceton/asam format,

aquades, NaOH, asam borat, indikator nitrogen, katalis selenium, H2SO4, dan

pelarut toluen.

Alat-alat yang digunakan adalah ember, saringan, penggilingan krep,

oven, sentrifuse, saringan 325 mesh, gunting, neraca analitik, timbangan,

desikator, erlenmeyer, cawan alumunium, gelas piala, gelas ukur, kertas

saring, labu mikrojedhal, buret, pipet, termometer, alat destilasi,

spektrofotometer, open roll mill, press molding, disk rheometer toyosaiki,

shore A durometer, tensiometer, dan DIN abrader.

B. METODE PENELITIAN

1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk memperoleh karet siklo yang

digunakan sebagai bahan penguat pada rol karet gilingan padi. Bahan baku

karet siklo berasal dari lateks DPNR (deproteinized natural rubber).

Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu :

Tahap 1. Pembuatan lateks DPNR

Lateks DPNR diperoleh melalui proses deproteinasi, yaitu proses

penghilangan atau penurunan protein pada karet. Tahap ini diawali dengan

23

lateks kebun disaring terlebih dahulu untuk memisahkan kotoran-kotoran

yang terdapat dalam lateks, lalu dilakukan pengujian kadar karet kering

(KKK), kadar jumlah padatan (KJP), kadar nitrogen, dan viskositas

Mooney. Kemudian lateks tersebut ditambah surfaktan emulgen sebanyak

2 bsk (berat perseratus bagian karet) untuk menstabilkan lateks agar tidak

menggumpal. Selanjutnya lateks diencerkan hingga KKK lateks 10 %.

Kemudian lateks ditambahkan enzim papain sebanyak 0,06 bsk. Tujuan

dari penambahan enzim ini adalah untuk menghidrolisis protein dalam

lateks sehingga dihasilkan lateks berkadar protein rendah.

Berikutnya, lateks diinkubasi selama ± 24 jam pada suhu ruang agar

enzim dapat bekerja secara optimal. Kemudian lateks dipekatkan dengan

alat sentrifuse yang berguna untuk memisahkan lateks dari serum

sehingga mencapai KKK ± 60 %. Lateks yang dihasilkan ini dikenal

dengan lateks DPNR (deproteinized natural rubber), lalu dilakukan

analisis KKK, KJP, kadar nitrogen dan viskositas Mooney. Diagram alir

proses pembuatan lateks DPNR dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Diagram alir proses pembuatan lateks DPNR (Alfa, 2002)

Lateks kebun

Lateks DPNR

Pengenceran

Inkubasi 24 jam

Pemekatan

KKK, KJP, kadar nitrogen, viskositas Mooney

Emulgen 2 bsk

Enzim papain 0,06 bsk

Air

Serum

KKK, KJP, kadar nitrogen, viskositas Mooney

24

Tahap 2. Pembuatan karet siklo

Pada penelitian ini, pembuatan karet siklo menggunakan bahan baku

lateks DPNR. Pembuatan karet siklo menggunakan metode Alfa (2002)

dengan urutan sebagai berikut: lateks DPNR yang telah diketahui KKK-

nya ditambahkan emulgen 2 bsk untuk mencegah penggumpalan saat

kontak langsung dengan asam sulfat teknis. Setelah itu lateks DPNR

diberi senyawa asam sulfat teknis untuk proses siklikasi lateks.

Penambahan asam sulfat pada lateks DPNR berdasarkan perbandingan

berat antara lateks DPNR dengan asam sulfat yaitu 1:1,4 (w/w). Kemudian

campuran lateks DPNR dan asam sulfat dipanaskan pada suhu 1000C

selama 2 jam sambil diaduk pelan agar terjadi pemutusan rantai lateks dari

berantai panjang menjadi rantai berstruktur cincin yang ditandai dengan

perubahan warna dari putih menjadi ungu.

Lateks yang telah tersiklikasi, kemudian dicuci dengan air panas

untuk mencuci asam sulfat yang ada dalam campuran. Campuran yang

dihasilkan berupa dispersi yang membentuk butiran-butiran berwarna

putih. Proses selanjutnya adalah penetralan dengan amoniak untuk

menghilangkan kelebihan asam sulfat sampai diperoleh pH netral.

Kemudian dispersi tersebut dicuci kembali dengan air panas untuk

menghilangkan sisa-sisa asam sulfat dan garam, lalu dikeringkan di oven

pada suhu 70 – 800C sehingga dihasilkan serbuk karet siklo berwarna

putih, lalu diuji kelarutan dan spektroskopi infra merah. Diagram alir

proses pembuatan karet siklo dapat dilihat pada Gambar 7.

25

Gambar 7. Diagram alir proses pembuatan karet siklo (Alfa, 2002)

2. Penelitian Utama

Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat fisika rol karet

gilingan padi yang menggunakan karet siklo sebagai bahan penguat. Ada

beberapa tahap yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu:

Tahap 1. Pembuatan kompon rol karet gilingan padi

Bahan-bahan penyusun kompon ditimbang terlebih dahulu

berdasarkan susunan formula rol karet gilingan padi. Formula rol karet

gilingan padi dikelompokkan menjadi dua jenis berdasarkan bahan baku,

yaitu formula A berbahan baku karet alam (NR) dan formula B berbahan

baku karet sintetis (SBR). Masing-masing bahan baku disusun menjadi

lima formula yang dibedakan berdasarkan variasi komposisi karet siklo

Lateks DPNR

Pemanasan T=2 jam, t=1000C

Pencucian

Netralisasi pH netral

Pencucian

PengeringanT =700C

Karet siklo Bentuk dan warna, kelarutan serta spektroskopi

Emulgen 2 bsk Asam sulfat

Air panas

Amoniak

Air panas

26

yang ditambahkan, yaitu 10, 20, 30, 40, dan 50. Selain itu, dibuat juga

formula K sebagai formula pembanding yang menggunakan HSR pada NR

dan SBR. Susunan formula rol karet dinyatakan dalam bsk (berat per

seratus bagian karet), artinya semua bahan kimia karet yang digunakan

berdasarkan seratus bagian karet. Susunan formula rol karet disajikan pada

Tabel 8.

Tabel 8. Susunan formula rol karet gilingan padi

Bahan-bahan penyusun kompon

Formula (bsk)

1 2 3 4 5 Rol karet

pembanding K

Bahan baku (karet) 100 100 100 100 100 100 Siklo 10 20 30 40 50 - HSR - - - - - 50 Silika 60 60 60 60 60 60 Polietilene glikol 6 6 6 6 6 6 ZnO 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 Asam stearat 1 1 1 1 1 1 DBP 3 3 3 3 3 3 Belerang 5 5 5 5 5 5 CBS 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 TMQ 1 1 1 1 1 1 Struktol A-60NS 1 1 1 1 1 1 TiO2 4 4 4 4 4 4

Sumber : Bayer India limited for rubber industry

Bahan-bahan penyusun kompon yang telah ditimbang, selanjutnya

dikomponisasi di open roll mill dengan suhu penggilingan antara 60 –

700C. Sebelum bahan-bahan dicampur, bahan baku rol karet dimastikasi

terlebih dahulu agar karet menjadi lunak sehingga memudahkan

pencampuran bahan-bahan kimia lainnya. Urutan dan waktu pencampuran

bahan-bahan penyusun kompon pada formula rol karet gilingan padi

seperti yang tertera pada Tabel 9.

Tabel 9. Urutan dan waktu pencampuran bahan formula rol karet

Formula A1, A2, A3, A4, A5 Formula B1, B2, B3, B4, B5 Waktu (menit)

Karet alam (NR) Karet sintetis (SBR) 2 Siklo dan struktol A-60 NS Siklo dan struktol A-60 NS 5 Silika, PEG, DBP dan TiO2 Silika, PEG, DBP dan TiO2 4-5 ZnO, asam stearat, dan TMQ ZnO, asam stearat, dan TMQ 2 CBS dan belerang CBS dan belerang 2

27

Sedangkan urutan dan waktu pencampuran untuk rol karet pembanding

dapat dilihat pada Tabel 10. Kompon rol karet yang dihasilkan dibiarkan

sekurang-kurangnya selama 16 jam.

Tabel 10. Urutan dan waktu pencampuran formula rol karet pembanding

Formula K-A Formula K-B Waktu (menit)

Karet alam (NR) Karet sintetis (SBR) 2 HSR dan struktol A-60 NS HSR dan struktol A-60 NS 5 Silika, PEG, DBP dan TiO2 Silika, PEG, DBP dan TiO2 4-5 ZnO, asam stearat, dan TMQ ZnO, asam stearat, dan TMQ 2 CBS dan belerang CBS dan belerang 2

Tahap 2. Karakteristik vulkanisasi dan pengujian sifat fisika rol karet

gilingan padi

Kompon rol karet sebelum divulkanisasi ditentukan terlebih dahulu

waktu vulkanisasi optimum (t90) di rheometer pada suhu 1650C. Selain itu,

penentuan karakter vulkanisasi meliputi juga modulus torsi maksimum

(MHR), modulus torsi optimum (M90), modulus torsi minimum (ML),

waktu vulkanisasi optimum, waktu pravulkanisasi (ts2) dan indeks laju

vulkanisasi.

Setelah diketahui waktu vulkanisasi optimumnya, kompon rol karet

divulkanisasi dan selanjutnya diuji sifat fisika vulkanisat rol karet.

Pengujian sifat-sifat fisika rol karet gilingan padi meliputi uji kekerasan,

tegangan putus, modulus 100 persen, perpanjangan putus, berat jenis, dan

ketahanan kikis. Diagram alir proses pembuatan rol karet gilingan padi

disajikan pada Gambar 8.

28

Gambar 8. Diagram alir proses pembuatan rol karet gilingan padi

C. RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

rancangan acak kelompok/blok (karet alam dan karet sintetis) dengan satu

faktor perlakuan dan dua ulangan. Faktor perlakuan yang dimaksud adalah

variasi formula berdasarkan perbedaan komposisi karet siklo yang terdiri dari

lima taraf yaitu 10, 20, 30, 40, dan 50. Model matematis rancangan percobaan

satu faktor dengan rancangan acak kelompok lengkap menurut Mattjik dan

Sumertajaya (2002) adalah :

Yij = μ + τi + βj + εij ;

i = 1, 2, 3, 4, 5

j = 1,2

Karet

Vulkanisat rol karet

Mastikasi

Pencampuran

Vulkanisasi

Kompon rol karet

ZnO, TMQ, dan as.stearat

silika, PEG, TiO2 dan DBP

karet siklo dan struktol A-60 NS

CBS dan belerang

Uji sifat-sifat fisika

Karakter vulkanisasi

29

Dengan :

Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

μ = Rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan ke-i

βj = Pengaruh kelompok ke-j

εij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

D. WAKTU DAN TEMPAT

Penelitian dilakukan dari tahun 2006 sampai dengan 2007 di

Laboratorium Fisika, Laboratorium Kimia dan Pabrik Percobaan Balai

Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor.

30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

1. Karakteristik Lateks DPNR

Lateks DPNR dibuat melalui proses deproteinasi, yaitu proses

penurunan kandungan protein lateks. Deproteinasi lateks dapat dilakukan

dengan berbagai cara, yaitu dengan hidrolisis kimiawi menggunakan basa

(saponifikasi) dan hidrolisis enzimatis dengan menggunakan enzim (Yapa

dan Yapa, 1981 di dalam Alfa, 1999). Deproteinasi dengan enzim

merupakan cara yang efisien karena dapat dihasilkan peptida-peptida yang

kurang kompleks dan mudah dipecah serta melindungi produk dari

kerusakan dan perubahan yang bersifat non hidrolitik (Johnson dan

Peterson, 1974 di dalam Alfa, 1999).

Pada penelitian ini, pembuatan lateks DPNR dilakukan dengan cara

hidrolisis enzimatis menggunakan metode hasil penelitian Alfa (2002),

yaitu dengan menggunakan enzim proteolitik dan pengenceran sampai

kadar karet kering (KKK) 10 % pada lateks kebun. Enzim proteolitik yang

digunakan adalah enzim papain sebesar 0,06 bsk (berat per seratus bagian

karet).

Sebelum ditambahkan enzim papain, lateks kebun yang telah

disaring dan diketahui KKK-nya ditambahkan zat penstabil terlebih

dahulu. Hal ini dilakukan agar kemantapan lateks tetap stabil selama

penyimpanan. Kemantapan lateks terjadi karena bagian hidrofibik (benci

air) dari surfaktan akan terserap pada permukaan partikel karet, sedangkan

bagian hidrofilik (suka air) mengarah pada cairan membentuk lapisan yang

akan melindungi partikel karet sehingga lateks tetap stabil. Zat penstabil

yang digunakan pada penelitian ini adalah surfaktan emulgen sebesar 2

bsk.

Menurut Yapa dan Lionel (1980) di dalam Rahayu (2001), adanya

protein di dalam lateks dapat mengganggu atau menghambat rekasi

siklikasi. Enzim papain akan menghidrolisis protein yang terdapat dalam

31

lateks. Sedangkan protein yang menyelubungi partikel karet di dalam

lateks sulit dihidrolisis oleh enzim papain. Kesulitan ini disebabkan

protein tersebut berada dalam jaringan partikel karet yang saling terbelit

dan kompleks. Karena itu lateks perlu diencerkan sampai KKK 10 %

sehingga protein larut dalam air dan akan terbuang bersama dengan serum

pada saat lateks dipekatkan.

Pemekatan lateks dengan alat pemusingan (sentrifugasi) selain untuk

memisahkan lateks dari serum lateks, juga berguna untuk menurunkan

kandungan protein dalam lateks. Prinsip kerja sentrifuse berdasarkan

perbedaan berat jenis antara partikel karet dan serum. Serum memiliki

berat jenis lebih besar daripada partikel karet sehingga partikel karet

cenderung untuk naik ke permukaan, sedangkan serum merupakan lapisan

di bawahnya. Jadi apabila lateks mengalami pemutaran/pemusingan, maka

terjadi pemisahan antara lateks dengan serum karena adanya gaya

sentripetal dan gaya sentrifugal yang mengarah keluar.

Setelah dihasilkan lateks pekat yang berkadar protein rendah atau

disebut dengan lateks DPNR (deproteinized natural rubber), lateks

tersebut dianalisis kadar karet kering (KKK), kadar jumlah padatan (KJP),

kadar nitrogen dan viskositas Mooney. Hasil analisis lateks kebun dan

lateks DPNR disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil analisis lateks kebun dan lateks DPNR

Parameter Lateks kebun Lateks DPNR KKK, % 34,00 58,70 KJP, % 35,03 60,20 Kadar nitrogen, % 0,65 0,05 Viskositas Mooney 83,00 77,70

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa pada lateks DPNR, nilai KKK-nya

lebih tinggi dibandingkan dengan lateks kebun, yang berarti kandungan

karet pada lateks DPNR lebih banyak karena serum lateks terbuang pada

saat pemekatan. Penentuan KKK berguna untuk menambahkan bahan-

bahan kimia yang lain, karena penambahan bahan-bahan kimia

berdasarkan berat kering karet. Menurut Subramaniam (1987), lateks yang

32

baru disadap mempunyai kadar karet kering berkisar antara 30 – 40 %.

Sedangkan menurut Handoko (2002) di dalam Ulpah (2005), lateks hasil

pemekatan KKK ± 60 % dan tetap merupakan koloid yang stabil.

Pengukuran kadar jumlah padatan (KJP) bertujuan untuk mengetahui

jumlah padatan yang terdapat dalam lateks, baik berupa partikel karet

maupun bahan non karet. Hasil KJP memperlihatkan nilai yang lebih besar

dibandingkan dengan KKK. Selisih nilai KKK dan KJP maksimum adalah

2 persen. Hal ini berarti jumlah padatan bukan karet yang terdapat dalam

karet cukup banyak. Padatan non karet tersebut dapat berupa anion

anorganik, ion logam dan bahan padatan lainnya yang terkandung dalam

lateks.

Hasil analisis kadar nitrogen memperlihatkan penurunan pada lateks

DPNR. Hal ini disebabkan oleh enzim papain yang menghidrolisis ikatan

peptida protein menjadi asam amino sederhana serta adanya proses

pemekatan sehingga saat dipekatkan serum beserta asam-asam amino

tersebut akan terbuang.

Batas maksimal kadar nitrogen DPNR adalah 0,15 % seperti yang

diajukan oleh Whelan dan Lee (1979) di dalam Alfa (2002). Sedangkan

menurut Stern (1954) di dalam Chusna (2002), kandungan protein dalam

lateks maksimal sekitar 2 %. Meskipun sangat kecil tetapi pengaruhnya

sangat besar terhadap kestabilan lateks karena protein dapat menganggu

proses siklikasi.

Parameter viskositas Mooney menunjukkan panjangnya rantai

molekul karet atau bobot molekul karet serta derajat pengikatan silangnya

(Solichin, 1995). Gejala pengerasan atau naiknya viskositas karet selama

penyimpanan disebabkan terbentuknya ikatan silang antar molekul karet.

Ikatan silang ini terjadi karena adanya reaksi kondensasi gugus aldehida

yang terdapat pada molekul karet, yang mana reaksinya dikatalisis oleh

protein dan asam amino.

Dari hasil analisis viskositas Mooney lateks mengalami penurunan

setelah kadar proteinnya dikurangi. Hal ini berarti selama penyimpanan

(pemeraman) dan penurunan kadar protein mampu meningkatkan

33

kemantapan viskositas lateks DPNR. Berkurangnya jumlah protein dalam

lateks DPNR akan mengurangi reaksi aldehid-aldehid sehingga nilai

viskositasnya menurun.

2. Pembuatan karet siklo

Telah disebutkan di atas bahan baku karet siklo pada penelitian ini

adalah lateks DPNR. Metode siklikasi yang digunakan adalah pemanasan

1000C dengan katalis asam. Sebelum ditambahkan asam sulfat, lateks

DPNR ditambahkan emulgen 2 bsk. Emulgen berguna untuk mencegah

penggumpalan lateks ketika kontak dengan asam sulfat. Penambahan asam

menyebabkan pH lateks menurun, yang berarti terjadi penambahan muatan

positip pada lateks sehingga antar partikel karet terjadi kekuatan saling

tolak-menolak atau lateks masih dalam keadaan cair (Goutara, et. al.,

1985).

Asam sulfat banyak digunakan karena harganya murah dan mudah

diperoleh. Selain itu asam sulfat efektif untuk reaksi siklikasi lateks

dengan konsentrasi asam terdapat dalam serum sekurang-kurangnya

sekitar 70 persen (b/b) (Naunton, 1961). Coomarasamy et al. (1981)

menambahkan bahwa kecepatan siklikasi dipengaruhi oleh suhu dan

konsentrasi asam sulfat serta lamanya reaksi. Konsentrasi asam sulfat

kurang dari 60 persen (b/b) praktis tidak terjadi reaksi siklikasi meskipun

reaksi dilakukan pada suhu 1000C.

Pada penelitian ini, konsentrasi asam sulfat yang digunakan pada

lateks adalah konsentrasi 70 % sehingga lateks yang semula berwarna

putih menjadi ungu. Perubahan warna ungu merupakan indikasi awal dari

keberhasilan reaksi siklikasi yang terjadi karena adanya donor proton

(kation) dari asam sulfat yang digunakan untuk melepaskan ikatan rangkap

atom C pada partikel karet.

Menurut Naunton (1961), reaksi siklikasi sangat eksotermis

khususnya pada awal reaksi sehingga pendinginan diperlukan untuk

mencegah kondisi tersebut. Karena itu, pada saat asam sulfat dicampurkan

34

ke dalam lateks, benjana berisi lateks diletakkan pada wadah berisi air

dingin agar tidak terjadi pengarangan akibat pelepasan energi yang besar.

Reaksi siklikasi masih berlanjut pada tahap pemanasan. Campuran

lateks dan asam sulfat dipanaskan pada suhu ± 1000C selama 2 jam yang

membentuk dispersi siklo dalam serum. Pemanasan bertujuan agar

karbokation yang terbentuk akibat penambahan asam sulfat dapat bereaksi

dengan ikatan rangkap pada poliisoprena lainnya yang membentuk

monosiklik atau polisiklik.Ini berarti pemanasan berfungsi untuk

mempercepat proses pengikatan karbokation oleh atom C-H pada

monomer lain. Suhu pemanasan harus tetap dijaga agar tidak terjadi

pengerasan atau pengarangan akibat suhu yang terlampau tinggi yang

dapat menggagalkan reaksi siklikasi.

Dispersi karet siklo yang telah terbentuk selanjutnya dibagi menjadi

dua bagian untuk memudahkan pencucian dengan air panas. Air panas

yang diperlukan adalah lima kali jumlah volume lateks DPNR. Pencucian

dilakukan sebanyak 4 kali yang bertujuan untuk menghilangkan surfaktan

dan menurunkan kadar keasaman pada karet siklo yang terbentuk. Pada

saat pencucian, campuran dispersi siklo dan serum memperlihatkan warna

hijau yang menunjukkan kandungan surfaktan dan asam sulfat yang tinggi

di dalam campuran. Seiring dengan beberapa kali pencucian, warnanya

mulai memudar karena kandungan surfaktan dan asam sulfat ikut terbuang

bersama-sama dengan serum.

Proses berikutnya adalah penetralan dengan menambahkan amoniak

Penambahan amoniak untuk menghilangkan sisa-sisa asam sulfat dalam

dispersi karet siklo sampai diperoleh pH netral. Amoniak yang bersifat

basa ini akan bereaksi dengan asam sulfat dan membentuk ammonium

sulfat (garam mineral). Setelah itu, dilanjutkan pencucian kembali dengan

air panas untuk melepaskan serum yang masih tersisa dan garam-garam.

Dispersi karet siklo yang dihasilkan berupa serbuk-serbuk berwarna

putih yang masih basah sehingga perlu dilakukan penyaringan untuk

memisahkan serum dan siklo. Filtrat karet siklo kemudian dikeringan di

dalam oven pada suhu 70 – 800C. Suhu yang terlampau tinggi dapat

35

menyebabkan karet siklo hangus dan berwarna kecoklatan. Hasil

pengeringan berupa serbuk-serbuk karet siklo yang ringan, keras rapuh,

dan berwarna putih kecoklatan, seperti yang terlihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Karet siklo

Pengujian terhadap karet siklo, selain bentuk dan warna diantaranya

adalah kelarutan dalam toluen dan spektroskopi inframerah. Hasil analisis

kelarutan menunjukkan bahwa karet siklo yang dihasilkan memiliki

tingkat kelarutan sebesar 10,93 %. Tingkat kelarutan pada penelitian ini

sangat rendah dibandingkan dengan penelitian Chusna (2002). Dari

penelitian Chusna diketahui bahwa jika karet siklo dibuat dari lateks yang

telah diturunkan bobot molekulnya maka karet siklo dapat larut sempurna

dalam toluen selama 5 hari.

Karet siklo yang baik adalah yang larut dalam pelarut karet. Karet

siklo yang sukar larut disebabkan karena bobot molekul pada karet siklo

masih tinggi. Selain itu, reaksi siklikasi yang terjadi tidak terkontrol

sehingga rantai siklik yang terbentuk acak, akibatnya ikatan silang yang

terbentuk sukar melepaskan ikatannya sehingga karet siklo yang terlarut

sedikit sekali atau bahkan tidak larut sama sekali. Hasil analisis kelarutan

karet siklo dapat dilihat pada Lampuran 5a.

Analisis spektroskopi diperlukan untuk menentukan gugus

fungsional senyawa organik yang menyusun suatu molekul. Makin rumit

struktur suatu molekul maka akan semakin banyak bentuk vibrasi yang

36

mungkin terjadi sehingga semakin banyak pita-pita absorbsi yang

dihasilkan spektrum infra merah (Hendayana, et al., 1994 di dalam

Chusna, 2002).

Pada penelitian ini, analisis spektroskopi dilakukan dengan

mengoleskan serbuk siklo pada plat KBr, tidak dalam bentuk larutan siklo.

Hasil penelitian menunjukkan adanya 3 ciri khas dari karet siklo, yaitu

munculnya puncak pada 2928 cm-1, 1458 cm-1, dan 881 cm-1 serta

menghilangnya puncak 836 cm-1. Hal tersebut sesuai dengan hasil

penelitian Goonetilleke et. al. (1993) bahwa spektra infra merah pada karet

siklo akan menunjukkan adanya puncak serapan yang kuat pada wilayah

gelombang 2700 – 3000 cm-1 dan 1450 cm-1. Selain itu juga akan muncul

puncak baru pada 880 cm-1 dan puncak 836 cm-1 akan menghilang. Hasil

analisis spektroskopi karet siklo dan sebagai pembandingnya, yaitu karet

alam juga disajikan pada Lampiran 5b.

Puncak 2928 cm-1 dan 2866 cm-1 menunjukkan adanya ikatan CH3

dan CH2 yang juga ada pada karet alam, namun pada puncak 2866 cm-1

tidak setajam pada karet alam, yang berarti telah terjadi penurunan jumlah

ikatan CH2 pada karet siklo. Sedangkan pada puncak 1458 cm-1

merupakan ikatan C=C yang berdampingan dengan puncak 1376 cm-1

masih ada pada karet siklo, meskipun tidak setajam pada karet alam.

Untuk puncak 881 cm-1 menunjukkan adanya ikatan siklik, yang

merupakan ciri khas karet siklo. Dengan demikian hasil spektroskopi

menunjukkan kinerja siklikasi sudah berlangsung baik.

B. PENELITIAN UTAMA

1. Proses Pengomponan

Kompon karet merupakan campuran karet mentah dengan bahan

kimia karet. Pada penelitian ini dibuat dua jenis kelompok kompon rol

karet berdasarkan bahan bakunya, yaitu karet alam (natural rubber) dan

karet sintetis (styrena butadiena rubber). Sedangkan bahan-bahan kimia

pokok terdiri atas bahan penguat dan pengkaku (karet siklo dan high

37

styrene resins, HSR), bahan pemvulkanisasi (belerang), bahan penggiat

(seng oksida, ZnO dan asam stearat), bahan pencepat

(cyclohexylbenzthiazysulphenamide, CBS), bahan pengisi (silika), bahan

pelunak (dibutilftalat, DBP), dan bahan antidegran (2,2,4-trimetil-1,2-

dihidroquinolin, TMQ). Untuk bahan bantu olah kompon meliputi bahan

pewarna (titanium oksida, TiO2), bahan penghomogen (struktol A-60 NS)

serta polietilen glikol (PEG) sebagai bahan bantu pendispersi silika pada

kompon.

Pencampuran dilakukan pada open roll mill dengan suhu

penggilingan antara 60 – 70°C. Pencampuran diawali dengan mastikasi

karet untuk memudahkan proses pencampuran bahan-bahan kimia lainnya.

Pada saat mastikasi, karet mengalami penurunan viskositas yang ditandai

dengan karet menjadi lunak yang disebabkan oleh pemutusan rantai

molekul polimer karet sehingga berat molekul karet menjadi rendah.

Mastikasi pada penelitian ini termasuk ke dalam tipe mastikasi bersuhu

rendah yang terjadi karena karet diputus secara mekanis oleh gerakan

kedua rol penggiling melalui tenaga geseran (shearing force).

Karet yang telah dimastikasi, selanjutnya dilakukan penambahan-

penambahan bahan-bahan kimia sesuai dengan urutan dan waktu proses

pencampuran agar kompon yang dihasilkan homogen. Bahan yang

pertama kali dimasukkan setelah mastikasi karet dan siklo beserta struktol

adalah bahan pelunak. Bahan pelunak berguna untuk memperlunak karet

sehingga mempermudah masuknya bahan-bahan kimia lainnya serta dapat

mempersingkat waktu pengomponan.

Bahan berikutnya adalah penambahan bahan pengisi yang disertai

dengan bahan pendispersi. Bahan pengisi berguna untuk memperbesar

volume kompon sehingga menekan biaya pengolahan serta memperkuat

sifat fisik. Sedangkan bahan pendispersi berguna untuk meningkatkan

dispersi silika agar merata dan homogen. Bahan pewarna berguna untuk

memberikan warna yang cerah pada kompon rol karet gilingan padi.

Selanjutnya penambahan bahan penggiat dan bahan antidegran.

Bahan penggiat berguna untuk mengaktifkan bahan pencepat, sedangkan

38

bahan antidegran ditambahkan agar karet lebih tahan terhadap

pengusangan karena vulkanisasi dilakukan pada suhu tinggi.

Pencampuran tahap akhir adalah bahan pencepat dan bahan

pemvulkanisasi. Bahan pencepat berguna untuk mempercepat proses

terjadinya vulkanisasi yang berlangsung lama jika hanya menggunakan

belerang. Penambahan bahan pemvulkanisasi ini menyebabkan terjadinya

ikatan silang antara sulfur dan molekul karet sehingga pada awalnya

kompon bersifat plastis berubah elastis setelah divulkanisasi. Kompon-

kompon rol karet yang dihasilkan relatif memiliki penampakan yang sama,

yaitu berwarna putih dan bersifat plastis.

2. Proses vulkanisasi

Istilah vulkanisasi awalnya terbatas pada reaksi kimia antara karet

dan sulfur yang menghasilkan berbagai pengaruh, seperti (a) berkurangnya

plastisitas, (b) meningkatnya kuat tarik dan ketahanan kikis, dan (c)

berkurangnya kelarutan dalam pelarut organik (Craig, 1969 di dalam

Mahendra, 1999). Suparto dan Santoso (2003) menjelaskan bahwa

vulkanisasi merupakan proses pembentukan jaringan tiga dimensi pada

struktur molekul karet karena terjadi ikatan silang rantai hidrokarbon karet

dengan atom-atom sulfur.

Kompon rol karet sebelum divulkanisasi terlebih dahulu di rheo

untuk mengetahui waktu vulkanisasi optimum kompon agar tidak

terlampau matang yang dapat merusak ikatan silang yang terbentuk

sehingga dapat mempengaruhi sifat fisika vulkanisat rol karet. Hasil

pengujian karakteristik vulkanisasi disajikan pada Lampiran 6 dan contoh

hasil uji reometer yang berupa kurva juga dapat dilihat pada Lampiran 7.

Penelitian ini menggunakan sistem vulkanisasi konvensional.

Terbentuknya ikatan silang yang lebih banyak diduga oleh terbentuknya

ikatan monosulfida dan disulfida pada rantai akibat adanya belerang,

bahan pencepat dan bahan penggiat. Menurut Suparto dan Santoso (2003),

pada awal reaksi vulkanisasi terjadi pemutusan lingkaran molekul belerang

(S8) yang kemudian membentuk kompleks pengaktifan belerang dengan

39

melibatkan bahan bahan pencepat dan ZnO. Ikatan silang yang terbentuk

merupakan ikatan polisulfida yang mengandung banyak atom belerang.

Selama pemanasan ikatan polisulfida akan putus membentuk ikatan silang

yang lebih pendek.

Hasil penelitian menunjukkan waktu vulkanisasi optimum pada

vulkanisat rol karet berlangsung semakin lama seiring dengan

bertambahnya komposisi karet siklo. Lebih lamanya waktu vulkanisasi

optimum pada vulkanisat berbahan baku karet sintetis daripada karet alam

karena proses pembentukan ikatan silang pada karet sintetis berlangsung

lebih lama. Hal ini berbanding terbalik dengan nilai modulus torsi

optimum yang semakin kecil dengan semakin meningkatnya komposisi

karet siklo. Parameter modulus torsi optimum menunjukkan kerapatan

ikatan silang yang terbentuk pada vulkanisat. Menurut Brydson (1978),

vulkanisasi karet sintetis (jenis karet SBR) lebih lambat dibandingkan

karet alam. Untuk mendapatkan derajat vulkanisasi yang sama diperlukan

bahan pencepat 50 % lebih banyak dan sedikit belerang.

3. Sifat Fisika Rol Karet Gilingan Padi a. Kekerasan (Hardness)

Kekerasan merupakan salah satu sifat fisika yang dapat dijadikan

indikator dalam penggunaan jenis dan banyaknya pengisi serta sistem

vulkanisasi yang digunakan. Penambahan bahan pengisi akan

meningkatkan kekerasan vulkanisat. Pada penelitian ini, kekerasan

tidak hanya ditentukan oleh bahan pengisi, tetapi juga bahan penguat,

yang ditambahkan pada kompon yaitu karet siklo. Karet siklo memiliki

sifat yang keras dan kaku sehingga dapat meningkatkan kekerasan

vulkanisat.

Data hasil penelitian menggunakan karet siklo menunjukkan nilai

rata-rata kekerasan pada formula A yang berbahan baku karet alam

(natural rubber, NR) berkisar antara 84,0 – 87,5 shore A, dengan rata-

rata tertinggi ada pada formula A5. Sedangkan pada formula B yang

berbahan baku karet sintetis (styrena butadiena rubber, SBR) nilai

40

rata-rata kekerasan diantara 84,5 – 88,0 shore A dengan rata-rata

tertinggi pada formula B5. Pada formula pembanding (formula K)

yang menggunakan high styrene resins (HSR) menghasilkan rata-rata

nilai kekerasan sebesar 87,5 shore A pada formula K-A dan 88,5 shore

A pada formula K-B. Semakin besar komposisi karet siklo yang

diberikan, maka semakin tinggi pula nilai rata-rata kekerasan

vulkanisat rol karet.

Berdasarkan ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI), nilai

kekerasan pada rol karet gilingan padi berkisar antara 90 ± 5 shore A

(sebelum dipanaskan). Pada penelitian ini, nilai rata-rata kekerasan

yang memenuhi ketentuan SNI adalah formula menggunakan

komposisi siklo 30, 40 dan 50 serta formula K, baik pada bahan baku

A maupun B. Pada komposisi siklo 20 yang memenuhi persyaratan

SNI hanya pada formula B2, sedangkan pada A2 tidak tercapai. Nilai

rata-rata kekerasan semua formula rol karet disajikan pada Gambar 10.

81,082,083,084,085,086,087,088,089,0

1 2 3 4 5 K

Formula

Kek

eras

an (S

hore

A)

A =NRB =SBR

Gambar 10. Grafik nilai rata-rata kekerasan semua formula rol karet

Keterengan : 1 : Formula dengan komposisi karet siklo 10 2 : Formula dengan komposisi karet siklo 20 3 : Formula dengan komposisi karet siklo 30 4 : Formula dengan komposisi karet siklo 40 5 : Formula dengan komposisi karet siklo 50 K : Formula pembanding dengan komposisi HSR 50

41

Hasil analisis keragaman memperlihatkan bahwa faktor variasi

komposisi siklo dan kelompok/blok (jenis bahan baku) berpengaruh

nyata terhadap kekerasan. Keadaan ini berarti perbedaan komposisi

karet siklo yang ditambahkan dan perbedaan jenis bahan baku yang

digunakan memberikan hasil signifikan karena setiap karet memiliki

karakteristik yang berbeda sehingga mempengaruhi kekerasan barang

jadi karet. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa komposisi

karet siklo 10 dengan komposisi karet siklo 20 tidak memberikan hasil

yang berbeda terhadap kekerasan, tetapi komposisi karet siklo 10

dengan komposisi karet siklo 30, 40, dan 50 memberikan hasil yang

berbeda terhadap nilai rata-rata kekerasan rol karet. Perlakuan

komposisi karet siklo 20 dengan 30 tidak memberikan hasil berbeda

terhadap kekerasan rol karet, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan

komposisi karet siklo 40 dan 50.

Penambahan karet siklo yang semakin banyak menyebabkan

vulkanisat rol karet menjadi semakin keras dan kaku, baik itu pada

formula berbahan baku NR maupun SBR. Untuk formula K yang

menggunakan HSR, nilai kekerasan lebih tinggi dibandingkan dengan

formula yang menggunakan karet siklo. Hal ini disebabkan HSR

mengandung stiren yang tinggi sehingga menghasilkan sifat kekerasan

yang tinggi.

Pada Gambar 10 juga memperlihatkan nilai kekerasan vulkanisat

rol karet gilingan yang menggunakan bahan baku SBR (formula B)

lebih tinggi daripada formula bahan baku NR (formula A). Tingginya

nilai rata-rata kekerasan pada formula B dapat dipahami karena SBR

mengandung stiren yang dapat memberikan kekerasan pada produk.

Selain karena adanya bahan penguat dan bahan pengisi,

kekerasan juga dipengaruhi oleh bahan pelunak yang ditambahkan.

Penambahan bahan pelunak akan mengurangi kekerasan produk.

Karena itu diperlukan kombinasi yang tepat antara bahan pengisi,

bahan penguat dan bahan pelunak.

42

b. Tegangan Putus

Tegangan putus (tensile strength) adalah tenaga yang dibutuhkan

untuk menarik vulkanisat sampai putus. Satuan tegangan putus

dinyatakan dalam N/mm2 luas penampang contoh uji sebelum

diregangkan.

Berdasarkan hasil penelitian, nilai rata-rata tegangan putus yang

menggunakan karet siklo pada formula A berkisar antara 4,45 N/mm2

sampai dengan 11,7 N/mm2, dengan nilai rata-rata terbesar pada

formula A1. Pada formula B nilai rata-rata tegangan putusnya terletak

pada 6,00 – 8,15 N/mm2, dengan nilai rata-rata tertinggi dimiliki oleh

formula B3. Untuk formula pembanding (K) nilai rata-rata tegangan

putus sebesar 16,9 N/mm2 pada K-A dan 6,65 N/mm2 pada K-B.

Dengan demikian dapat dilihat bahwa secara rata-rata nilai tegangan

putus cenderung mengalami penurunan seiring dengan semakin

besarnya komposisi karet siklo yang digunakan.

Nilai rata-rata tegangan putus formula rol karet yang diuji, hanya

formula K-A berbahan baku NR yang telah memenuhi syarat mutu

SNI, yaitu minimal 11,8 N/mm2.. Pada formula A1 nilai tegangan

putus kurang 0,1 poin dari syarat mutu SNI, yaitu sebesar 11,7 N/mm2,

namun dianggap memenuhi standar. Nilai rata-rata tegangan putus

semua formula rol karet ditampilkan pada Gambar 11.

Nilai rata-rata tegangan putus vulkanisat rol karet yang

menggunakan karet siklo dipengaruhi oleh karet siklo. Makin tinggi

penggunaan komposisi karet siklo maka cenderung semakin rendah

nilai rata-rata tegangan putusnya. Komposisi karet siklo yang

ditambahkan akan meningkatkan kekerasan vulkanisat rol karet, tetapi

pada sifat lain terutama tegangan putusnya akan mengalami penurunan

sebab karet siklo bersifat rapuh.

43

0,002,004,006,008,00

10,0012,0014,0016,0018,00

1 2 3 4 5 K

Formula

Tega

ngan

Put

us (N

/mm

2 )

A =NRB =SBR

Gambar 11. Grafik nilai rata-rata tegangan putus semua formula rol karet

Berdasarkan hasil analisis keragaman diketahui bahwa faktor

variasi komposisi siklo dan kelompok berpengaruh tidak nyata

terhadap nilai rata-rata tegangan putus pada taraf 0,05. Hal ini berarti

perbedaan komposisi karet siklo yang digunakan dan jenis bahan baku

untuk pembuatan rol karet tidak memberikan pengaruh nyata terhadap

nilai rata-rata tegangan putusnya, walaupun pada Gambar 11

memperlihatkan penurunan nilai rata-rata tegangan putusnya dengan

semakin banyaknya komposisi karet siklo yang diberikan. Berbeda

dengan nilai rata-rata kekerasan, variasi komposisi siklo memberikan

perbedaan yang nyata. Hal ini disebabkan sifat karet siklo yang keras,

sehingga jika ditambahkan memberi pengaruh langsung terhadap

kekerasan.

Nilai tegangan putus juga dipengaruhi oleh kerapatan ikatan

silang yang terbentuk saat divulkanisasi. Ikatan-ikatan yang terjalin

dengan rapat akan membutuhkan tenaga yang lebih besar untuk

Keterangan : 1 : Formula dengan komposisi karet siklo 10 2 : Formula dengan komposisi karet siklo 20 3 : Formula dengan komposisi karet siklo 30 4 : Formula dengan komposisi karet siklo 40 5 : Formula dengan komposisi karet siklo 50 K : Formula pembanding dengan komposisi HSR 50

44

memutuskan ikatan-ikatan tersebut sehingga nilai tegangan putusnya

tinggi. Ukuran kerapatan ikatan silang ditunjukkan dengan nilai

modulus torsi optimum. Hasil rata-rata modulus torsi optimum yang

disajikan pada Lampiran 6 memperlihatkan nilai yang cenderung

menurun seiring dengan menaiknya komposisi karet siklo sehingga

tenaga untuk menarik vulkanisat sampai putus kecil.

Pada Gambar 11 menunjukkan juga bahwa formula B yang

menggunakan karet siklo, nilai tegangan putusnya mengalami

kenaikan dengan bertambahnya komposisi siklo, tetapi pada saat

komposisi siklo 30 nilai tegangan putusnya semakin menurun seiring

dengan bertambahnya komposisi siklo. Menurut Alfa (2003), pada

jumlah optimum penambahan bahan pengisi dan penguat akan

meningkatkan kekerasan, modulus, ketahanan sobek dan tegangan

putus barang jadi karet.

Selain itu, formula berbahan baku NR nilai tegangan putus

cenderung lebih tinggi dibandingkan formula berbahan baku SBR

karena sifat karet alam yang pada dasarnya elastis sehingga apabila

ditarik sampai putus maka tenaga yang dibutuhkan semakin besar

Pada formula pembanding, formula K-A menghasilkan nilai rata-

rata tegangan putus yang paling tinggi dibandingkan dengan formula

rol karet lainnya. Hal ini diduga karena NR memiliki sifat elastis yang

baik dan jika dicampurkan dengan HSR memberikan nilai tegangan

putus yang tinggi. Nilai tegangan putus pada formula B yang

mengunakan karet siklo relatif sama dengan nilai tegangan putus pada

K-A.

c. Modulus 100 %

Modulus (tegangan tarik) merupakan tenaga yang dibutuhkan

untuk menarik vulkanisat sampai perpanjangan tertentu. Pada

penelitian ini diuji modulus 100% yang artinya tenaga yang

dibutuhkan untuk menarik vulkanisat sampai panjangnya satu kali lipat

panjang vulkanisat semula.

45

Hasil pengukuran tegangan tarik yang menggunakan karet siklo,

memperlihatkan kisaran nilai rata-rata antara 3,45 sampai dengan 4,05

N/mm2 pada formula A, dengan nilai tertinggi pada formula A5.

Sedangkan pada formula B berkisar antara 3,10 – 4,95 N/mm2 dengan

nilai tertinggi dicapai oleh formula B5. Semakin banyak komposisi

karet siklo yang digunakan, semakin besar pula nilai rata-rata tegangan

tariknya. Untuk formula pembanding yang menggunakan HSR, nilai

rata-rata tegangan tarik sebesar 3,65 N/mm2 pada K-A dan sebesar

3,60 N/mm2 pada K-B. Nilai rata-rata modulus 100 % untuk semua

formula rol karet disajikan pada Gambar 12.

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

1 2 3 4 5 K

Formula

Mod

ulus

100

% (N

/mm

2)

A =NR

B=SBR

Gambar 12. Grafik nilai rata-rata modulus 100 % semua formula rol karet

Berdasarkan hasil analisis keragaman nilai rata-rata modulus 100

% menunjukkan faktor variasi komposisi siklo dan kelompok

berpengaruh tidak nyata terhadap nilai rata-rata tegangan putus.

Namun pada hasil uji lanjut Duncan memperlihatkan adanya perlakuan

Keterangan : 1 : Formula dengan komposisi karet siklo 10 2 : Formula dengan komposisi karet siklo 20 3 : Formula dengan komposisi karet siklo 30 4 : Formula dengan komposisi karet siklo 40 5 : Formula dengan komposisi karet siklo 50 K : Formula pembanding dengan komposisi HSR 50

46

yang dikelompokkan, yaitu perlakuan komposisi karet siklo 10, 20, 30,

dan 40 yang tidak berbeda terhadap nilai rata-rata modulus 100 %,

tetapi perlakuan komposisi karet siklo 10 memberikan hasil yang

berbeda dengan perlakuan komposisi karet siklo 50. Meskipun

demikian, jika dilihat pada Gambar 12, setiap formula rol karet

memberikan hasil yang berbeda terhadap pengujian modulus 100 %.

Nilai tegangan tarik dipengaruhi oleh karet siklo yang

ditambahkan. Karet siklo memberikan sifat yang keras dan kuat pada

vulkanisat rol karet sehingga untuk meregangkan sampai perpanjangan

tertentu memerlukan tenaga yang cukup besar untuk menariknya.

Selain karena pengaruh sifat karet siklo, tegangan tarik juga ditentukan

oleh banyaknya ikatan silang yang terbentuk karena penambahan

sulfur, bahan pencepat dan penggiat.

Perbedaan tinggi rendahnya nilai rata-rata tegangan tarik pada rol

karet berbahan baku NR (formula A) dan SBR (formula B) disebabkan

karena NR mempunyai sifat elastis yang baik sehingga dapat ditarik

sampai perpanjangan tertentu. Namun untuk menariknya

membutuhkan tenaga yang relatif kecil. Karena itu nilai rata-rata

tegangan tarik yang berbahan baku NR cenderung lebih kecil daripada

rol karet berbahan baku SBR.

Penggunaan karet siklo sebagai bahan penguat pada formula rol

karet memberikan hasil nilai rata-rata tegangan putus yang tidak jauh

berbeda dengan formula yang menggunakan HSR. Dengan demikian

penggunaan karet siklo sudah mampu menggantikan HSR sebagai

bahan penguat dalam pembuatan rol karet gilingan padi.

d. Perpanjangan Putus

Perpanjangan putus merupakan kemampuan vulkanisat meregang

apabila vulkanisat ditarik sampai putus. Satuan yang digunakan adalah

persen yang menyatakan ketika vulkanisat putus mempunyai panjang

berapa persen dibanding panjang semula.

47

Nilai rata-rata perpanjangan putus yang menggunakan karet siklo

berkisar antara 190 s/d 425 %. Perpanjangan putus untuk rol karet ini

mengalami kecenderungan menurun dengan semakin besarnya

komposis karet siklo yang ditambahkan ke dalam formula.

Nilai rata-rata perpanjangan putus tertinggi untuk semua formula

rol karet dicapai formula pembanding yang berbahan baku karet alam,

yaitu formula K-A sebesar 490 %. Sedangkan formula yang

menggunakan karet siklo, nilai perpanjangan putus tertinggi dimiliki

oleh formula A2 dan formula B2 dengan masing-masing nilai 370 %

dan 265 %. Nilai rata-rata perpanjangan putus untuk semua formula rol

karet dapat dilihat pada Gambar 13. Perpanjangan putus untuk semua

formula yang diuji telah memenuhi syarat mutu SNI yang menetapkan

minimum 130 %.

Gambar 13. Grafik nilai rata-rata perpanjangan putus semua formula rol karet

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa variasi perlakuan

dan kelompok tidak berbeda nyata terhadap perpanjangan putus pada

Keterangan : 1 : Formula dengan komposisi karet siklo 10 2 : Formula dengan komposisi karet siklo 20 3 : Formula dengan komposisi karet siklo 30 4 : Formula dengan komposisi karet siklo 40 5 : Formula dengan komposisi karet siklo 50 K : Formula pembanding dengan komposisi HSR 50

48

taraf 0,05. Ini berarti perbedaan komposisi karet siklo yang

ditambahkan dan jenis bahan baku pada formula rol karet tidak

memberikan pengaruh nyata terhadap nilai rata-rata perpanjangan

putusnya. Meskipun demikian, pada Gambar 13 memperlihatkan

penurunan nilai rata-rata perpanjangan putusnya dengan semakin

banyaknya komposisi karet siklo yang diberikan.

Semakin menurunnya nilai rata-rata perpanjangan putus diduga

karena rapat ikatan silang menurun sehingga elasitas berkurang yang

disebabkan oleh semakin banyaknya bahan penguat (siklo) yang

ditambahkan. Sifat karet siklo yang rapuh dan keras akan memberi

pengaruh pada vulkanisat rol karet sehingga lebih mudah putus pada

perpanjangan yang pendek. Nilai perpanjangan putus memiliki

hubungan yang sebanding dengan nilai tegangan putus dimana

semakin menurun nilai tegangan putusnya maka akan semakin

menurun pula nilai perpanjangan putusnya.

Pada Gambar 13 memperlihatkan bahwa formula rol karet yang

berbahan baku NR memiliki nilai perpanjangan putus lebih besar

dibandingkan formula yang berbahan baku SBR. Hal ini disebabkan

NR bersifat lebih elastis dibandingkan SBR.

Hasil pengujian nilai perpanjangan putus pada formula yang

menggunakan HSR menunjukkan bahwa nilai perpanjangan putus

pada K-A lebih tinggi dibandingkan dengan formula K-B dan formula

lainnya yang menggunakan karet siklo. Secara garis besar formula

pembanding memiliki nilai perpanjangan putus lebih tinggi

dibandingkan formula yang menggunakan karet siklo. Hal ini diduga

karena sifat karet siklo yang rapuh sehingga lebih mudah putus pada

perpanjangan rendah.

e. Berat Jenis

Pengujian berat jenis diperlukan untuk mengawasi mutu dari

kompon karet dan perhitungan jumlah karet yang dibutuhkan untuk

volume tertentu. Nilai rata-rata berat jenis pada pembuatan rol karet

49

memperlihatkan adanya kecenderungan penurunan dengan semakin

besarnya komposisi karet siklo yang digunakan.

Nilai rata-rata berat jenis vulkanisat rol karet hasil penelitian

yang menggunakan karet siklo berkisar antara 1,202 sampai dengan

1,273 gr/cm3, dengan nilai tertinggi dimiliki formula B1 dan formula

A1. Sedangkan berat jenis pada formula yang menggunakan HSR

adalah 1,202 gr/cm3 pada K-A dan 1,212 gr/cm3 pada K-B.

SNI tidak menetapkan berat jenis sebagai syarat mutu rol karet.

Nilai rata-rata berat jenis semua formula rol karet disajikan pada

Gambar 14.

1,160

1,180

1,200

1,220

1,240

1,260

1,280

1 2 3 4 5 K

Formula

Bera

t Jen

is (g

r/cm

3 )

A =NRB=SBR

Gambar 14. Grafik nilai rata-rata berat jenis semua formula rol karet

Hasil uji keragaman berat jenis pada selang kepercayaan 95

persen, faktor komposisi karet siklo yang ditambahkan dan jenis bahan

baku berpengaruh nyata terhadap nilai rata-rata berat jenis rol karet. Ini

berarti jika diaplikasikan pada barang jadi karet, jenis bahan baku

mempengaruhi berat jenis vulkanisat karena berat jenis kedua bahan

Keterangan : 1 : Formula dengan komposisi karet siklo 10,0 2 : Formula dengan komposisi karet siklo 20,0 3 : Formula dengan komposisi karet siklo 30,0 4 : Formula dengan komposisi karet siklo 40,0 5 : Formula dengan komposisi karet siklo 50,0 K : Formula pembanding dengan komposisi HSR 50,0

50

baku (NR dan SBR) berbeda. Pada uji lanjut Duncan memperlihatkan

komposisi karet siklo 10 dan 20 tidak berbeda nyata, tetapi

memberikan hasil yang berbeda dengan komposisi 30, 40, dan 50.

Sedangkan komposisi karet siklo 30 memberikan hasil berbeda dengan

komposisi karet siklo 10, 20, 40, dan 50.

Telah disebutkan di atas, terjadi kecenderungan penurunan

dengan bertambahnya komposisi karet siklo yang digunakan. Hal ini

diduga karena sifat karet siklo yang ringan sehingga jika diaplikasikan

pada barang jadi karet akan menghasilkan bobot jenis yang lebih kecil.

Semakin kecil berat jenis rol karet maka semakin ringan rol karet

tersebut.

Pada Gambar 14 memperlihatkan juga bahwa formula rol karet

berbahan baku NR lebih rendah berat jenisnya daripada formula

berbahan baku SBR. Hal ini disebabkan berat jenis SBR lebih tinggi

dibandingkan dengan NR. Pada formula pembanding (formula K)

berat jenisnya tidak berbeda jauh dengan formula yang menggunakan

karet siklo komposisi 50.

f. Ketahanan Kikis

Ketahanan kikis adalah kemampuan karet untuk bertahan apabila

digesek dengan benda lain. Banyaknya volume yang terkikis

menunjukkan nilai ketahanan kikisnya. Semakin sedikit volume yang

terkikis maka semakin baik ketahanan kikisnya.

Dari hasil penelitian, nilai rata-rata ketahanan kikis

memperlihatkan adanya peningkatan seiring dengan semakin besarnya

komposisi karet siklo yang ditambahkan dalam pembuatan rol karet

gilingan padi. Nilai rata-rata ketahanan kikis berkisar antara 171,8 –

258,1 mm3, dengan nilai terkecil dimiliki formula B1 yang berbahan

baku SBR, sedangkan nilai terkecil yang berbahan baku NR adalah

A1. Untuk formula pembanding nilai rata-rata ketahanan kikis sebesar

198,0 mm3 pada formula berbahan baku NR dan 151,3 mm3 pada

51

formula berbahan baku SBR. Nilai rata-rata ketahanan kikis untuk

semua formula disajikan pada Gambar 15.

Lebih tingginya nilai rata-rata ketahanan kikis pada formula rol

karet yang menggunakan karet siklo dibandingkan dengan formula rol

karet pembanding diduga karena karet siklo bersifat rapuh dan ringan

sehingga berpengaruh terhadap sifat fisik, terutama terhadap nilai

ketahanan kikisnya. Karena sifatnya yang rapuh tersebut maka

semakin besar komposisi karet siklo yang diberikan maka semakin

banyak pula volume vulkanisat rol karet yang terkikis sehingga nilai

rata-rata ketahanan kikisnya pun semakin besar.

0,0

50,0

100,0

150,0

200,0

250,0

300,0

1 2 3 4 5 K

Formula

Ket

ahan

an K

ikis

(mm

3)

A =NRB=SBR

Gambar 15. Grafik nilai rata-rata ketahanan kikis semua formula rol karet

Hasil uji keragaman memperlihatkan bahwa faktor variasi

perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap nilai ketahanan kikis.

Sebaliknya, pada kelompok memperlihatkan hasil yang berbeda nyata

terhadap ketahanan kikisnya. Hal ini disebabkan sifat karet alam yang

Keterangan : 1 : Formula dengan komposisi karet siklo 10,0 2 : Formula dengan komposisi karet siklo 20,0 3 : Formula dengan komposisi karet siklo 30,0 4 : Formula dengan komposisi karet siklo 40,0 5 : Formula dengan komposisi karet siklo 50,0 K : Formula pembanding dengan komposisi HSR 50,0

52

elastis sehingga lebih mudah terkikis. Dari hasil uji lanjut Duncan

menunjukkan bahwa perlakuan komposisi karet siklo 10 dengan 20,

30, dan 40 tidak memberikan hasil yang berbeda, tetapi pada perlakuan

50 memberikan hasil yang berbeda terhadap nilai ketahanan kikisnya.

Pada komposisi karet siklo 50 tidak memberikan hasil berbeda dengan

komposisi siklo 30 dan 40 tetapi memberikan hasil berbeda dengan

komposisi siko 10 dan 20.

Pada Gambar 15 memperlihatkan juga bahwa nilai ketahanan

kikis rol karet berbahan baku NR lebih tinggi dibandingkan dengan rol

karet berbahan baku SBR. Ini berarti volume yang terkikis cukup

tinggi pada rol karet berbahan baku NR yang disebabkan oleh

pencampuran antara siklo dengan NR yang lebih baik dibandingkan

dengan SBR.

Nilai ketahanan kikis dipengaruhi juga bahan pengisi dan

penguat yang dapat meningkatkan kekerasan, modulus 100 persen.

Sebaliknya penambahan bahan pelunak menurunkan kekerasan dan

ketahananan kikis vulkanisat barang jadi karet. Pada formula rol karet

yang menggunakan karet siklo, volume yang terkikis relatif tinggi

diduga karena karet siklo sebagai bahan pengisi penguat bersama-sama

dengan silika meningkatkan kekerasan sehingga volume yang terkikis

menjadi lebih banyak.

53

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Karet siklo merupakan turunan dari karet alam yang telah berubah

menjadi resin atau bahan termoplastik yang keras tapi rapuh, yang dihasilkan

dari pemanasan karet alam dengan katalis asam. Karena sifatnya yang ringan,

rapuh dan murah, industri-industri hilir karet menggunakan karet siklo sebagai

bahan perekat, bahan pengisi sekaligus bahan penguat pada barang jadi karet.

Pemanfaatan karet siklo sebagai bahan penguat dengan komposisi yang

berbeda dalam pembuatan rol karet gilingan padi menghasilkan sifat-sifat

fisika yang berbeda pula. Sifat fisika seperti kekerasan, modulus 100 %, dan

ketahanan kikis cenderung meningkat seiring dengan banyaknya komposisi

karet siklo yang digunakan. Sebaliknya, tegangan putus, perpanjangan putus

dan berat jenis mengalami penurunan dengan sedikitnya komposisi karet siklo

yang digunakan.

Dari hasil penelitian, pemanfaatan karet siklo sebagian sudah dapat

menggantikan high styrene resins (HSR) sebagai bahan penguat dalam

pembuatan rol karet gilingan padi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai tegangan

putus, modulus 100 persen, perpanjangan putus serta ketahanan kikis yang

relatif sama antara formula pembanding dengan formula komposisi karet siklo

10 berbahan baku karet alam (natural rubber, NR) dan karet sintetis (styrene

butadiene rubber, SBR), yaitu pada formula A1 dan B1. Sedangkan nilai

kekerasan dan berat jenis yang mendekati dengan formula pembanding adalah

formula komposisi karet siklo 50 berbahan baku NR dan SBR (A5 dan B5).

Berdasarkan pengaruh jenis bahan baku menunjukkan bahwa SBR memiliki

nilai kekerasan, berat jenis dan modulus 100% lebih tinggi dibandingkan

dengan NR. Sebaliknya bahan baku NR memiliki nilai tegangan putus,

ketahanan kikis dan perpanjangan putus cenderung lebih tinggi dibandingkan

SBR

Berdasarkan pada Standar Nasional Indonesia (SNI) yang telah

ditetapkan maka pada formula rol karet berbahan baku NR yang menggunakan

54

karet siklo tidak semua persyaratan terpenuhi. Tetapi formula rol karet

berbahan baku NR yang mendekati dengan ketentuan SNI adalah formula

komposisi siklo 10 (A1). Formula A1 menghasilkan sifat fisika dengan nilai

rata-rata untuk kekerasan 84 shore A, tegangan putus 11,7 N/mm2, modulus

100% 3,35 N/mm2, perpanjangan putus 425 %, berat jenis 1,251 gr/cm3 dan

ketahanan kikis 217,4 mg3.

B. SARAN

1. Perlu dilakukan pengkajian terhadap aspek ekonomi dan lingkungan dalam

pembuatan rol karet gilingan padi jika menggunakan karet alam atau karet

sintetis sebagai bahan baku.

2. Perlu dilakukan uji coba pembuatan rol karet gilingan padi melalui

perubahan formulasi, diantaranya dengan meningkatkan penggunaan silika

digabung dengan siklo sebagai coupling-agent.

55

DAFTAR PUSTAKA Abednego, J. G. 1990. Pembuatan Kompon Karet. Di dalam Kursus Teknologi

Barang Jadi Karet. Pusat Penelitian Teknologi, Bogor. Alfa, A. A. 1999. Modifikasi Karet Alam menjadi Karet Siklo Berwarna Cerah

dengan Viskositas Larutan Rendah Dibuat dari Lateks Alam. Laporan Penelitian, Balai Penelitian Teknologi Karet, Bogor

. 2000. Karet Siklo Resin Sintetis dari Karet Alam. Laporan Intern.

Balai Penelitian Teknologi Karet, Bogor. . 2002. Pengembangan Pengolahan Karet Siklo dan Masterbat Siklo

dari Lateks Karet Alam. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Teknologi Karet, Bogor.

. 2002. Produksi Karet Berprotein Rendah dari Lateks Karet Alam

dengan Menggunakan Papain. Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

. 2003. Bahan Kimia untuk Kompon. Di dalam Kursus Teknologi

Barang Jadi Karet Padat. Balai Penelitian Teknologi Karet, Bogor. Arizal, R. 1989. Bahan Elastomer untuk Industri Barang Jadi Karet (Karet Alam

dan Karet Sintetik). Latihan Teknologi Barang Jadi Karet. Balai Penelitian Teknologi Karet, Bogor.

Amir, E. J. 1990. Teori Mastikasi Karet. Di dalam Kursus Teknologi Barang Jadi

Karet. Balai Penelitian Teknologi Karet, Bogor. ASTM. 1997. Standard Specification for Rubber Concentrated, Ammonia

Preserved, Creamed and Centrifuged Natural Latex. ASTM D1076-97. Brydson, J. A., 1981. Styrena Butadiena Rubber. Applied Science Publisher,

London. Bhuana, K. S. 1993. Proses Mastikasi dan Pencampuran Kompon. Di dalam

Kursus Teknologi Barang Jadi Karet. Balai Penelitian Teknologi Karet, Bogor.

BPS. 2005. Statistika Indonesia. Badan Pusat Statitiska, Jakarta. Coran, A. Y. 1978. Vulcanization. Di dalam F. R. Eirich. Science and

Technology of Rubber. Academic Press Inc, New York.

56

Coomarasamy, A., P. P. Perera dan M. Nadarajah. 1981. Preparation and Uses of Cyclised Rubber Obtained from Papain Coagulated Natural Rubber. Rubber Research Institute, Sri Lanka, 58 : 46 – 57.

Chusna, S. F. 2002. Kajian Pembuatan Karet Siklo Berbobot Molekul Rendah.

Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. D’Ianni, J. D. 1954. Synthetic Rubber Resins. Di dalam G. S. Whitby, C. C. Davis

and R. F. Dunbrook. Synthetic Rubber. John Wiley and Sons, Inc., New York.

Goutara, B., Djatmiko dan W. Tjiptadi. 1985. Dasar Pengolahan Karet I.

Agroindustri Press, Bogor. Goonetilleke, P., S.M.C.E. Silva, L.P. Whitarana dan I. Denawaka. 1993.

Preparation and Characterisation of Soluble Cyclised Rubber from Natural Rubber Latex. Proceedings International Rubber Technology Conference, 429-438.

ISO Standards Handbook 22. 1984. Rubber ; Mixes and Vulcanized Rubber. Vol.

2. International Organization for Standardization, Switzerland. ISO Standards Handbook 22. 1988. Rubber ; Mixes and Vulcanized Rubber.

International Organization for Standardization, Switzerland. ISO Standards Handbook. 1994. Rubber ; Mixes and Vulcanized Rubber.

International Organization for Standardization, Switzerland. Long, H. 1985. Basic Compounding and Processing of Rubber. Rubber

Division, American Chemical Society Inc. The University of Akron, Ohio, USA.

Morton, M. 1987. Rubber Technology 3rd edition. Van Nostrand Reinhold, New

York. Mahendra, R. 1999. Pengaruh Tahap Pencampuran Carbon Black terhadap Sifat

Fisik Karet. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Mattjik, A. S dan M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi

SAS dan Minitab. IPB Press, Bogor. Naunton, W. J. S. 1961. The Applied Science of Rubber. Edward Arnold

Publishers Ltd. London. Nobel, 1962. Latex in Industry. Rubber Age, NewYork.

57

Nazaruddin dan F. B. Paimin. 1999. Karet : Strategi Pemasaran Tahun 2000 ; Budidaya dan Pengolahan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rahayu, Y. S. 2001. Studi Proses Pengolahan Karet Siklo dari Lateks Alam

Berprotein Rendah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Subramaniam, 1987. Natural Rubber. In Morton, M.. Rubber Technology. Van

Nostrand Reinhold, New York. SNI 02-0424-1989. Mesin Pengupas Gabah Jenis Rol Karet. Standar Nasional

Indonesia. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. SNI 06-1843-1990. Rol Karet Gilingan Padi. Standar Nasional Indonesia. Badan

Standardisasi Nasional, Jakarta. Solichin. 1995. Tinjauan Tentang Viskositas Mooney Karet Alam Dalam

Hubungannya dengan Pengolahan Karet Viskositas Mantap Jenis SIR 3 CV. Warta Pusat Penelitian Karet. 14 (3) : 174 – 185.

Suparto, D dan A. M. Santoso. 2003. Kimia dan Teknologi Vulkanisasi. Di dalam

Kursus Teknologi Barang Jadi Karet Padat. Balai Penelitian Teknologi Karet, Bogor.

Santoso, A. 2003. Pedoman Pemilihan dan Sifat-Sifat Elastomer. Di dalam Kursus

Teknologi Barang Jadi Karet Padat. Balai Penelitian Teknologi Karet, Bogor.

Ulpah, A. 2005. Pengaruh Bahan Pemantap Hidroksilamin Netral Sulfat (HNS)

terhadap Proses Siklikasi dari Lateks Berprotein Rendah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Webster, C. C dan W. J. Baulkwill. 1989. Rubber. John Wiley and Sons, Inc, New York.

www.rubberstudy.com

www.dirjen-deptan.co.id

www. luavang2.trustpass.alibaba.com

59

Lampiran 1. Prosedur pengujian karet alam

1. Metode Analisis Kadar Karet Kering (Metode BPTK)

Sebanyak 5-10 gram contoh lateks ditimbang ke dalam cawan

aluminium (Wl), kemudian ditambah aseton dan diaduk sampai terbentuk

gumpalan sempurna yang ditandai dengan terbentuknya serum yang jernih.

Gumpalan yang terbentuk digiling hingga membentuk krep dengan ketebalan

0,6 – 1 mm. Selanjutnya krep dikeringkan dalam oven pada suhu sekitar 70-

900C selama 1 – 2 jam (sampai kering). Krep yang telah kering sempurna

disimpan dalam desikator, kemudian ditimbang (Wk). Kadar karet kering

(KKK) dihitung dengan rumus berikut :

%100xWlWkKKK =

Keterangan : Wk = bobot karet kering (gram)

Wl = bobot contoh lateks (gram)

2. Penetapan Kadar Jumlah Padatan (ASTM D 1076-97)

Sejumlah lateks dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditimbang

dengan ketelitian 1 mg (W1). Lateks sebanyak 2,5± 0,5 gram dituangkan dari

erlenmeyer ke dalam cawan aluminium yang telah diketahui bobotnya (W2),

kemudian digoyang agar penyebaran lateks merata. Selanjutnya erlenmeyer

berisi sisa lateks ditimbang kembali (W3). Kemudian air aquades sebanyak 1

ml ditambahkan ke dalam cawan aluminium, lalu dikeringkan dalam oven

pada suhu 1000C hingga terbentuk film. Cawan berisi film kering ditimbang

hingga bobot tetap (W4). Kadar jumlah padatan (KJP) dihitung berdasarkan

rumus berikut :

%1003124 x

WWWWKJP

−−

=

60

3. Penetapan Kadar Nitrogen (SNI 06-1903-1990) Contoh uji ditimbang sebanyak 0,1 gram (A) kemudian dimasukkan ke

dalam labu mikrokjedahl, setelah itu ditambahkan ± 0,65 gram katalis

selenium dan 2,5 ml H2SO4. Contoh didesktruksi sekitar dua jam atau sampai

timbul warna hijau. Setelah itu didinginkan dan diencerkan dengan 10 ml

aquades. Larutan dipindahkan ke dalam alat destilasi dan dibilas dua atau tiga

kali dengan 3 ml air suling. Lalu tambahkan 5 ml NaOH 76%.

Alirkan uap air melewati alat destilasi dan tampung destilat ke dalam

erlenmeyer berisi 10 ml asam borat 2% dan 2 tetes indikator nitrogen. Destilat

dititrasi dengan larutan H2SO4 0,01 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan

perubahan warna dari hijau menjadi oranye muda (Vc). Lakukan hal serupa

terhadap blanko (Vb). Kadar nitrogen dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Kadar nitrogen (%) %100)(

1401,0)( xmgA

xxVbVc −=

4. Penetapan Viskostas Mooney (SNI 06-1903-2000)

Contoh ditimbang sebanyak ± 25 gram lalu diletakkan diatas rotor

kemudian ruangnya ditutup. Sebelumnya alat dipanaskan hingga 1000C. Rotor

dijalankan setelah alat dipanaskan selama satu menit. Tenaga untuk memutar

rotor dibaca pada skala setelah empat menit, sehingga persamaannya menjadi :

ML = (1’ + 4’)1000C

Keterangan : M = Angka viskositas Mooney karet mentah

L = Ukuran rotor yang digunakan

1 = Waktu pemanasan pendahuluan yang dinyatakan dalam

menit (1’)

4 = waktu pengujian yang dinyatakan dalam menit (4’)

61

Lampiran 2. Prosedur pengujian karakteristik karet siklo

1. Tingkat Kelarutan

Contoh ditimbang sebanyak ± 0,1 gram kemudian ditambahkan pelarut

toluen sebanyak 10 ml. Selanjutnya disimpan sampai 5 hari. Setelah 5 hari

sampel disaring dengan kertas saring yang telah diketahui beratnya (A).

Sampel yang telah tersaring di kertas saring dikeringkan dalam oven, lalu

ditimbang sampai bobot konstan (B). Sampel yang terlarut dihitung sebagai

berikut :

BST = bobot sampel – (B-A)

% Kelarutan %100xsampelBobot

BST=

dimana, BST = berat sampel terlarut

2. Analisa Spektroskopi Infra Merah

Sampel sebanyak ± 0,1 gram dilarutkan dalam 5 ml pelarut karet,

kemudian disimpan di tempat gelap. Sampel yang telah larut kemudian dikur

dengan cara membuat lapisan tipis sampel pada plat KBr. Lalu dianalisa

dengan alat FTIR. Hasil pengukuran dibandingkan dengan contoh karet

standar

62

Lampiran 3. Prosedur pengujian karakteristik vulkanisasi kompon (ISO 3417)

Metode pengujian ini dilakukan untuk menentukan karakteristik

vulkanisasi dari kompon karet. Selain itu, uji ini juga digunakan untuk

mengevaluasi formula kompon karet mentah dan untuk mengevaluasi bahan baku

yang digunakan dalam kompon karet.

Pengujian dimulai dengan menyiapkan kompon dengan diameter ± 30 mm

dan tebal 12,5 mm atau sebanding dengan 8 cm3. Pada bagian lain alat rheometer

dihidupkan dan diprogram seperti temperatur pengukuran pada temperatur 1650C.

Setelah itu kertas grafik dipasang pada recorder yang telah diatur settingnya,

selanjutnya sampel ditempatkan pada rotor, kemudian cover ditutup dan motor

dijalankan. Apabila pembuatan grafik telah selesai, dilakuan pembacaan terhadap

grafik yang meliputi modulus torsi maksimum, minimum dan optimum,

vulkanisasi optimum, waktu pravulkanisasi dan indeks laju vulkanisasi.

Gambar 16. Contoh hasil rheometer

63

M90 = ML + 0,9 (MHR – ML) ................................................ (1)

Indeks laju vulkanisasi = 100 / (t90-ts2) ............................... (2)

Keterangan :

ML = Modulus torsi minimum, Kg-cm

MHR = Modulus torsi maksimum, Kg-cm

M90 = Modulus torsi optimum, Kg-cm

t90 = Waktu vulkanisasi optimum (menit)

ts2 = Waktu pravulkanisasi (menit)

64

Lampiran 4. Prosedur pengujian sifat fisika rol karet

1. Kekerasan (ISO 7619)

Prinsip uji adalah pengukuran penetrasi jarum dengan beban tetap

terhadap vulkanisat karet pada kondisi tertentu. Contoh uji yang akan diukur

harus mempunyai tebal minimum 6 mm dengan permukaan rata dan cukup

luas.

Contoh uji yang akan diukur diletakkan pada tempat contoh uji yang ada

pada alat ukur (shore A durometer) sedemikian rupa, sehingga jarum penekan

berada pada posisi minimum 12 mm dari sisi contoh uji. Tuas yang terdapat

pada alat ukur dinaikkan sampai contoh uji menekan jarum penekan, sehingga

mengalami beban tekanan 9,81 Newton. Kemudian skala jarum penunjuk

dilihat. Pengukuran dilakukan minimum pada lima titik yang berbeda dan

jarak antara titik pengukuran minimum 6 mm. Nilai kekerasan ditentukan dari

nilai tengah kelima pengukuran.

2. Tegangan putus, Modulus 100 Persen dan Perpanjangan Putus (ISO 37)

Tegangan putus didefinisikan sebagai tenaga yang dibutuhkan untuk

menarik vulkanisat karet hingga putus. Contoh uji yang akan diuji harus

berbentuk dayung (dumbbel), seperti yang terlihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Potongan uji berbentuk dayung (dumbbel)

Ukuran dalam mm (tipe 2) :

Panjang (minimum) :

A = 75 Radius E = 8,0 ± 0,5 B = 12,5 ± 1,0 Radius F = 12,5 ± 1,0 C = 25 ± 1,0 Tebal = 2 ± 0,2 D = 4,0 ± 0,1

65

Contoh uji harus mempunyai ketebalan yang seragam (perbedaan tebal

maksimum dan minimum adalah 0,08 mm), tidak boleh cacat atau terdapat

gelembung yang dapat mempengaruhi hasil pengujian. Contoh uji yang akan

diuji terlebih dahulu harus diukur ketebalannya. Pengukuran ketebalan

bertujuan untuk menentukan luas penampang contoh uji. Perhitungan luas

penampang dari contoh uji adalah :

A = T x W

dimana, A = luas penampang contoh uji

B = tebal contoh uji

W = lebar contoh uji

Alat yang digunakan adalah tensiometer yang mempunyai kecepatan

tarik tetap 500 ± 50 mm/menit dan mampu menarik contoh minimum

sepanjang 750 persen. Pengujian dimulai dengan menjepit contoh uji diantara

dua penjepit, kemudian penarikan dilakukan, jarak antara dua tanda diikuti

dengan menggunakan penggaris khusus.

Modulus 100 persen diperoleh pada saat beban dapat menarik contoh uji

hingga panjanganya menjadi satu kali dari panjang semula. Untuk menghitung

nilai tegangan putus (tensile strength), penarikan dilanjutkan hingga contoh

uji putus. Setelah itu beban yang dibutuhkan untuk memutuskan contoh uji

dan jarak antara dua tanda dicatat. Nilai uji tegangan putus, modulus dan

perpanjangan putus diperoleh dari nilai tengah hasil pengujian pada tiga atau

lima contoh uji.

Nilai modulus 100 persen ditentukan dengan menggunakan rumus :

M = A

F %)100(

dimana, M = nilai modulus (N/mm2 atau kg/cm2 atau Mpa)

F = beban yang dicapai pada perpanjangan 100 persen (N atau kg)

A = luas penampang awal contoh uji (mm2 atau cm2)

66

Nilai tegangan putus ditentukan dengan menggunakan rumus :

TS = AF

dimana, TS = nilai tegangan putus (N/mm2 atau kg/cm2 atau Mpa)

F = beban yang dicapai pada saat contoh uji putus (N atau kg)

A = luas penampang awal contoh uji (mm2 atau cm2)

Nilai perpanjangan putus yang ditentukan dengan menggunakan rumus :

E = %100xLo

LoL −

dimana, E = perpanjangan putus, %

Lo = panjang antara dua tanda garis mula-mula, mm

L = panjang antara dua tanda pada saat contoh uji putus, mm.

3. Bobot Jenis (ISO 2781)

Prinsip penentuan bobot jenis adalah menimbang contoh uji di udara dan

menimbang kembali di dalam air. Berat contoh uji di dalam air akan lebih

kecil dibandingkan di udara karena contoh uji mendapat tekanan ke atas yang

besarnya sama dengan air yang dipindahkan. Karena bobot jenis air 1 gr/cm3,

maka berat air yang dipindahkan sama dengan volume contoh uji.

Berat contoh uji minimum 2,5 gram, permukaannya halus dan bebas

debu atau kotoran. Penentuan bobot jenis dimulai dengan menimbang contoh

uji di udara (a gram), kemudian menimbang pemegang di dalam air (b gram).

Selanjutnya contoh uji ditusuk dengan pemegang dan kemudian ditimbang di

dalam air (c gram). Sebelum ditimbang dalam air, contoh uji dicelupkan ke

dalam alkohol absolut untuk menghindari pembentukan gelembung pada

contoh uji. Bobot jenis dihitung berdasarkan rumus :

Bobot jenis (g/cm3) = )( bca

a−−

67

4. Ketahanan Kikis (ISO 4649)

Ketahanan kikis merupakan kemampuan karet terhadap gesekan dengan

benda lain. Pengujian ketahanan kikis karet dilakukan dengan menggesekkan

karet pada suatu bahan pengikis atau sebaliknya. Nilai ketahanan kikis adalah

volume karet yang dapat dikikis oleh pengikis.

Contoh uji yang akan diuji harus berbentuk silinder dan mempunyai

diameter 16 ± (0 / - 0,2 mm) serta tebal 6 mm. Pada pengujian ini diperlukan

tiga contoh uji. Contoh uji sebanyak tiga buah ditimbang, kemudian setiap

contoh uji dan karet standar diuji ketahanan kikisnya dengan tahap-tahap

sebagai berikut :

a. Contoh uji karet standar (S1) diuji, kemudian ditimbang

b. Contoh uji No.1 (A1) diuji, kemudian ditimbang

c. Contoh uji No.2 (B1) diuji, kemudian ditimbang

d. Contoh uji No.3 (C1) diuji, kemudian ditimbang

Tahap ini dilakukan sebanyak tiga kali untuk mendapatkan S2, A2, B2, C2,

S3, A3, B3, C3 dan S4. Dari hasil pengujian dihtung rata-rata berat contoh uji

yang akan terkikis.

Berat rata-rata karet standar yang terkikis adalah :

S = 4

4321 SSSS +++

Berat rata-rata contoh uji yang akan terkikis adalah :

m = 3

)3/)321(3/)321(3/)321( CCCBBBAAA +++=++++

Nilai ketahan kikis dihitung dengan rumus :

sxpSoxmV Δ

dimana, VΔ = volume terkikis, mm3

mΔ = berat rata-rata contoh uji yang terkikis, mg

So = faktor koreksi, 200 mg

P = bobot jenis contoh, mg / mm3

S = berat rata-rata karet standar yang terkikis, mg

68

Lampiran 5. Hasil karakteristik karet siklo

a. Tingkat kelarutan karet siklo

Ulangan % Kelarutan 1 11,26 2 10,59

Rata-rata 10,93 b. Hasil analisis spektroskopi

Karet alam

Karet siklo

69

Lampiran 6. Karakteristik vulkanisasi kompon rol karet gilingan padi

Modulus Torsi Vulkanisasi Waktu Indeks laju Formula Maksimum Minimum Optimum optimum pravulkanisasi vulkanisasi

(MHR),kg-cm (ML),kg-cm (M90),kg-cm (t90), menit (ts2), menit (satuan/menit) A1 142,00 21,00 129,90 5,45 1,30 24,10 A2 126,00 20,60 115,46 5,45 1,30 24,10 A3 120,40 25,60 110,92 6,23 1,45 20,92 A4 104,60 24,80 96,62 6,53 1,45 19,69 A5 102,80 26,60 95,18 7,00 1,53 18,28 B1 129,20 32,60 119,45 13,00 2,53 9,55 B2 124,80 31,20 115,44 15,15 2,53 7,92 B3 121,60 34,60 112,90 16,08 2,38 7,30 B4 106,00 37,20 99,12 16,15 3,08 7,65 B5 108,00 38,40 101,04 17,15 3,15 7,14

K-A 87,20 13,40 79,82 6,45 2,00 22,47 K-B 102,00 22,00 94,00 17,23 4,30 7,73

Keterangan : A1 s/d A5 = formula berbahan baku NR (natural rubber) dan komposisi siklo 10 s/d komposisi siklo 50 B1 s/d B5 = formula berbahan baku styrene butadiene rubber (SBR) dan komposisi siklo 10 s/d komposisi siklo 50 K-A = formula pembanding; berbahan baku NR dan high styrene resins (HSR) K-B = formula pembanding berbahan baku SBR dan HSR

70

Lampiran 7. Contoh hasil uji rheometer rol karet gilingan padi

Gambar 18. Contoh hasil uji rheometer rol karet gilingan padi

71

Lampiran 8. Sifat-sifat fisika rol karet gilingan padi

Spesifikasi persyaratan mutu rol karet gilingan padi No. Uraian Persyaratan 1 Tegangan putus, N/mm2 min. 11,8 2 Perpanjangan putus, % min. 130 3 Kekerasan (sebelum pemanasan), shore A 90 ± 5

Sumber : SNI 06-1843-1990 Formula Ulangan Kekerasan Tegangan Perpanjangan

Putus Putus (Shore A) (N/mm2) ( %)

A1 1 84 11,9 420 2 84 11,5 430

A2 1 86 8,6 360 2 83 8,3 380

A3 1 88 6,0 260 2 83 5,9 270

A4 1 87 4,8 200 2 86 4,8 200

A5 1 88 4,5 180 2 87 4,4 200

B1 1 85 6,9 210 2 84 5,6 280

B2 1 85 6,8 290 2 87 7,7 250

B3 1 86 8,8 270 2 89 7,5 220

B4 1 87 7,0 210 2 89 5,5 250

B5 1 87 5,3 210 2 89 6,7 170

K-A 1 89 16,9 480 2 86 15,7 500

K-B 1 89 5,7 310 2 88 7,6 200

72

Lampiran 8. Lanjutan Formula Ulangan Modulus Berat Ketahanan

100 Persen Jenis Kikis (N/mm2) (gr/cm3) (mm3)

A1 1 3,3 1,251 219,9 2 3,4 1,251 214,8

A2 1 3,6 1,229 242,1 2 3,5 1,231 238,0

A3 1 3,6 1,231 258,8 2 4,0 1,229 249,1

A4 1 3,6 1,209 255,7 2 4,0 1,212 250,2

A5 1 4,0 1,202 256,9 2 4,1 1,201 259,2

B1 1 2,9 1,273 176,9 2 3,3 1,272 166,4

B2 1 3,5 1,263 188,1 2 3,5 1,262 156,9

B3 1 4,4 1,248 174,9 2 4,4 1,250 183,2

B4 1 4,5 1,237 178,4 2 4,6 1,237 185,2

B5 1 5,0 1,230 204,6 2 4,9 1,230 206,1

K-A 1 3,6 1,200 195,3 2 3,7 1,204 200,6

K-B 1 3,5 1,220 147,2 2 3,7 1,219 155,3

Keterangan : A1 s/d A5 = NR dan komposisi siklo 10 s/d komposisi siklo 50 B1 s/d B5 = SBR dan komposisi siklo 10 s/d komposisi siklo 50 K-A = formula pembanding; NR dan HSR K-B = formula pembanding; SBR dan HSR

73

Lampiran 9. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan (Selang kepercayaan 95 persen; α = 0,05) A. Hasil analisis keragaman kekerasan rol karet gilingan padi

Keterangan : Variasi perlakuan dan blok berbeda nyata terhadap kekerasan

A.1. Hasil uji lanjut Duncan terhadap kekerasan rol karet gilingan padi

Duncan Perlakuan N 1 2 3

10 2 84,250 20 2 85,250 85,250 30 2 86,500 86,500 40 2 87,250 50 2 87,750

B. Hasil analisis keragaman tegangan putus rol karet gilingan padi

Keterangan : Variasi perlakuan dan blok tidak berbeda nyata terhadap

tegangan putus

B.1. Hasil uji lanjut Duncan terhadap tegangan putus rol karet gilingan padi

Duncan Perlakuan N 1

10 2 8,9750 20 2 7,8500 30 2 7,0500 40 2 5,5250 50 2 5,2250

Sumber Keragaman

Jumlah kuadrat

(JK)

Derajat kuadrat

(dk)

Kuadrat tengah (KT) Fhitung Sig.

Perlakuan 16,600 4 4,150 18,444 0,008Blok 3,600 1 3,600 16,000 0,016Kekeliruan 0,900 4 0,225 Total terkoreksi 21,100 9

Sumber Keragaman

Jumlah kuadrat

(JK)

Derajat kuadrat

(dk)

Kuadrat tengah (KT) Fhitung Sig.

Perlakuan 19,847 4 4,962 0,991 0,503Blok 0,210 1 0,210 0,042 0,848Kekeliruan 20,034 4 5,008 Total terkoreksi 40,091 9

74

C. Hasil analisis keragaman modulus 100 % rol karet gilingan padi

Keterangan : Variasi perlakuan dan blok tidak berbeda nyata terhadap

tegangan tarik (modulus 100 %) C.1. Hasil uji lanjut Duncan terhadap tegangan tarik rol karet gilingan padi

Duncan Perlakuan N 1 2

10 2 3,2250 20 2 3,5250 3,5250 30 2 4,1000 4,1000 40 2 4,1750 4,1750 50 2 4,5000

D. Hasil analisis keragaman perpanjangan putus rol karet gilingan padi

Keterangan : Variasi perlakuan dan blok tidak berbeda nyata terhadap perpanjangan putus

Sumber Keragaman

Jumlah kuadrat

(JK)

Derajat kuadrat

(dk)

Kuadrat tengah (KT) Fhitung Sig.

Perlakuan 2,144 4 0,536 4,134 0,099Blok 0,380 1 0,380 2,933 0,162Kekeliruan 0,519 4 0,130 Total terkoreksi 3,042 9

Sumber Keragaman

Jumlah kuadrat

(JK)

Derajat kuadrat

(dk)

Kuadrat tengah (KT) Fhitung Sig.

Perlakuan 32260,000 4 8065,000 2,216 0,230Blok 7290,000 1 7290,000 2,003 0,230Kekeliruan 14560,000 4 3640,000 Total terkoreksi 54110,000 9

75

D.1. Hasil uji lanjut Duncan terhadap perpanjangan putus rol karet gilingan padi

Duncan Perlakuan N 1

10 2 335,00 20 2 320,00 30 2 255,00 40 2 215,00 50 2 190,00

E. Hasil analisis keragaman berat jenis rol karet gilingan padi

Keterangan : Variasi perlakuan dan blok berbeda nyata terhadap berat jenis

rol karet gilingan padi

E.1. Hasil uji lanjut Duncan terhadap berat jenis rol karet gilingan padi

Duncan Perlakuan N 1 2 3

10 2 1,26200 20 2 1,24650 30 2 1,23950 40 2 1,2235050 2 1,21600

Sumber Keragaman

Jumlah kuadrat

(JK)

Derajat kuadrat

(dk)

Kuadrat tengah (KT) Fhitung Sig.

Perlakuan 0,003 4 0,001 45,236 0,001Blok 0,002 1 0,002 112,061 0,000Kekeliruan 0,000 4 0,000 Total terkoreksi 0,004 9

76

F. Hasil analisis keragaman ketahanan kikis rol karet gilingan padi

Keterangan : Variasi perlakuan tidak berbeda nyata, sedangkan blok berbeda

nyata terhadap ketahanan kikis rol karet gilingan padi

F.1. Hasil uji lanjut Duncan terhadap ketahanan kikis rol karet gilingan padi

Kelompok Duncan Perlakuan N 1 2

10 2 194,5500 20 2 206,3000 30 2 216,5250 216,525040 2 217,4000 217,400050 2 231,7500

Sumber Keragaman

Jumlah kuadrat

(JK)

Derajat kuadrat

(dk)

Kuadrat tengah (KT) Fhitung Sig.

Perlakuan 1536,351 4 384,088 4,839 0,078Blok 9743,762 1 9743,762 122,764 0,000Kekeliruan 317,479 4 79,370 Total terkoreksi 11597,592 9

77

Lampiran 10a. Pemisahan lateks dari serumnya pada sentrifugasi

Gambar 19a. Pemisahan lateks dari serumnya pada sentrifugasi Lampiran 10a. Contoh hasil pengomponan sebelum divulkanisasi

Gambar 19b. Contoh hasil pengomponan sebelum divulkanisasi

78

Lampiran 11b. Contoh cetakan vulkanisat rol karet yang akan diuji

Gambar 20a. contoh cetakan vulkanisat rol karet yang akan diuji

Lampiran 11b. Mesin pengupas gabah jenis rol karet

Gambar 20b. Mesin pengupas gabah jenis rol karet