PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN...

93
PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN DALAM SATU USUS DAN KAFIR MAKAN DALAM TUJUH USUS Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh Yeni Yulianti NIM. 1113034000199 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2018 M

Transcript of PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN...

Page 1: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG

MUKMIN MAKAN DALAM SATU USUS DAN KAFIR

MAKAN DALAM TUJUH USUS

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh

Yeni Yulianti

NIM. 1113034000199

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H/2018 M

Page 2: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG

MUKMIN MAKAN DALAM SATU USUS DAN KAFIR

MAKAN DALAM TUJUH USUS

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh

Yeni Yulianti

NIM: 1113034000199

Pembimbing:

Dr. M. Isa H.A Salam, MA

NIP. 19531231 198603 1 001

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H/2018 M

Page 3: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator
Page 4: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

i

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanski yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 5: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

ii

ABSTRAK

Yeni Yulianti, “Pemaknaan Majazi Terhadap Hadis Orang Mukmin Makan

dalam Satu Usus dan Kafir Makan dalam Tujuh Usus”, Skripsi Program Studi

Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2017.

Latar belakang skripsi ini adalah karena dalam memahami majaz sering

terjadi perdebatan antara pemaknaan secara tekstual dan kontekstual. Pemaknaan

haqiqi bagi kaum tekstual adalah lebih tepat dibanding pemaknaan majazi,

sedangkan bagi kaum kontekstualis adalah sebuah keharusan di suatu saat untuk

memaknai hadis secara majazi dan lafal yang dipandang sebagai majaz itu perlu

takwil.

Permasalahan yang ingin ditemukan jawabannya melalui penelitian ini

adalah bagaimana pemahaman majazi terhadap hadis Nabi khususnya hadis orang

mukmin makan dalam satu usus dan kafir makan dalam tujuh usus. Untuk

mencapai tujuan tersebut penulis menggunakan metode Yûsuf Qardâwî dalam

memahami majaz hadis dan metode yang digunakan tersebut adalah metode

takwil yakni metode untuk megalihkan makna kata, dari makna hakiki ke makna

majazi atau membedakan antara hakikat dan majaz (al-tafriq baina al-haqiqah wa

al-majaz).

Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian pustaka. Sumber data

dalam penelitian ini adalah hadis tentang orang mukmin makan dalam satu usus

dan kafir makan dalam tujuh usus yang terdapat dalam Ṣâhîh al-Bukhâri dan

Ṣâhîh Muslim. Pembahasan mengenai matan hadis ini berdasarkan pada kitab-

kitab syarah hadis terutama kitab syarah hadis Ṣâhîh al-Bukhâri, yaitu Fathu al-

Bâri yang disusun oleh Ibn Hajar al-‘Asqalāni dan kitab syarah Ṣâhîh Muslim

yang disusun oleh Imam al-Nawâwi.

Dari penelitian ini, maka diperoleh kesimpulan bahwa hadis tersebut sulit

untuk dipahami secara harfiahnya karena dalam kenyataan yang lazim, perbedaan

anatomi tubuh manusia tidak disebabkan oleh iman. Kesulitan ini akan hilang bila

hadis tersebut diartikan dengan makna majazi yaitu kezuhudannya orang mukmin

yang disebutkan dalam satu usus dan keserakahannya orang kafir yang

disebutkan dalam tujuh usus dimaksudkan untuk menunjukkan sifat atau karakter

rakus dan berlebihan dalam urusan duniawi. Selanjutnya sebagai bentuk tamsil

dan penyerupaan, jika dilihat dari ilmu balaghah hadis tersebut terdapat isti’arah

tamsiliyyah.

Page 6: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, atas segala rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Salawat dan salam semoga tetap tercurahkan pada

baginda Nabi Muhammad Saw. skripsi ini dengan judul “Pemaknaan Majazi Pada

Hadis Orang Mukmin Makan dalam Satu Usus dan Kafir Makan dalam Tujuh

Usus”. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk

memperoleh gelar Sarjana Agama jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir pada

fakultas Ushuluddin.

Selama proses studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta hingga penulisan

skripsi ini, banyak kesulitan yang dialami penulis dalam penyusunan skripsi ini

dan penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak akan berjalan

dengan lancer tanpa keterlibatan dari beberapa pihak yang memberikan

kontribusi, baik itu berupa bantuan, motivasi, pikiran, material, moral dan

spiritual. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin.

3. Ibu Lilik Ummi Kaltsum, MA selaku Ketua dan Dra. Banun Binaningrum,

M.Pd, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir serta

Bapak M. Najib Tsauri, S.Th.I dan Ibu Hani Hilyati Ubaidah, S.Th.I yang

turut membantu dalam pengelolaan Program Studi.

4. Bapak Dr. M. Isa H.A Salam, MA selaku Dosen Pembimbing Skrispsi

penulis yang telah bersedia meluangkan waktu dan kesabarannya dalam

memberikan bimbingan dan arahan-arahan dalam menyelesaikan skripsi

ini.

5. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

khususnya Dosen Fakultas Ushuluddin yakni Dosen Pembimbing

Page 7: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

iv

akademik Drs. Masykur Hakim, MA Ph.D dan Bapak Rifqi Muhammad

Fatkhi, MA yang telah berbagi ilmu.

6. Kedua Orang tua Bapak H. Apud Syaripudin dan Ibu Iah serta keluarga,

Suami saya Abdillah Somad SE serta kedua Orang tuanya (mertua saya)

yang selalu mendoakan dan memberikan motivasi yang sangat besar baik

dari materi maupun jiwa.

7. Sahabat sekaligus saudara Nia Yuniarti, Sahabat ASPI-KAHFI Oktavia

Damayanti S.Ag, Faridah, Salma Turrahmi, Dian Pratiwi yang tak pernah

bosan mendengarkan curahan hati dan berbagi pengalaman.

8. Sahabat Kopal yaitu Siti, Nurul, Hana, Husni yang telah hidup bersama

dalam satu atap selama dua tahun.

9. Teman-teman Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir angkatan 2013 yang tak pernah

bosan memberikan bimbingan dan sarannya, khususnya Gisda, Nelfi,

Dewi, Aini, Nurhasanah, Puput, Maya, Nun.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini

masih banyak kurangnya dalam wawasan keilmuan, baik itu dari

kurangnya referensi dan rujukan lain yang belum terbaca menjadikan

skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Namun penulis berharap skripsi ini

dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan pihak-pihak lain. Oleh

karena itu saran dan kritik sangat diperlukan sebagai bahan perbaikan

penulisan selanjutnya.

Ciputat, 13 Desember 2017

Penulis

(Yeni Yulianti)

Page 8: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................... i

ABSTRAK .................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR .................................................................................. iii

DAFTAR ISI ................................................................................................. v

PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................. vii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Rumusan Masalah ...................... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 10

D. Tinjauan Pustaka ....................................................................... 11

E. Metodologi Penelitian ............................................................... 15

F. Sistematika Penulisan ............................................................... 18

BAB II MAJAZ DAN METODE TAKWIL ............................................ 19

A. Pengertian Hakikat dan Majaz .................................................. 19

B. Pembagian Majaz ...................................................................... 21

C. Metode Takwil .......................................................................... 41

BAB III PEMAKNAAN MAJAZ PADA HADIS ORANG MUKMIN

MAKAN DALAM SATU USUS DAN KAFIR MAKAN

DALAM TUJUH USUS ................................................................. 46

A. Metodologi Pemahaman Hadis Tentang Orang Mukmin

Makan Dalam Satu Usus dan Kafir Makan Dalam

Tujuh Usus ................................................................................ 46

Page 9: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

vi

1. Redaksi Hadis ...................................................................... 46

2. Takhrij Hadis ........................................................................ 47

3. Penjelasan (Syarah) Hadis.................................................... 54

B. Analisis ..................................................................................... 62

BAB IV PENUTUP ....................................................................................... 75

A. Kesimpulan ............................................................................... 75

B. Saran-saran ................................................................................ 76

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 77

Page 10: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

vii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab yang padanannya dalam aksara latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا

b be ب

t te ث

ts te dan es ث

j je ج

H h dengan garis bawah ح

kh ka dan ha خ

d de د

dz de dan zet ذ

r er ر

z zet ز

s es س

sy es dan ye ش

s es dengan garis di bawah ص

d de dengan garis di bawah ض

T te dengan garis di bawah ط

ẕ zet dengan garis di bawah ظ

Page 11: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

viii

koma terbalik di atas hadap kanan ´ ع

gh ge dan ha غ

f ef ف

q ki ق

k ka ك

l el ل

m em م

n en ن

w we و

h ha ه

apostrof ´ ء

y ye ي

Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri

dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai

berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

´ a fatḫah

´

i kasrah

u ḏammah

Page 12: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

ix

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah

sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ai a dan i ي

au a dan u و

Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa

Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

â a dengan topi di atas ىا

î i dengan topi di atas ىي

û u dengan topi di atas ى و

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan

huruf, yaitu ال dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf

syamsiyyah maupun qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân

bukan ad-dîwân.

Syaddah (Tasydȋd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda ( )dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf,

yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan

tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu

terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh haruf-huruf syamsiyyah.

Page 13: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

x

Misalnya, kata ة ر و ر ,tidak ditulis aḏ-ḏarûrah melainkan al-ḏarûrah الض

demikian seterusnya.

Ta Marbȗṯah

Jika ta marbûṯah terdapat pada kata yang berarti sendiri, maka huruf

tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “h”. begitu juga jika ta marbûtah

tersebut diikuti oleh kata sifat (na‘t). namun jika huruf ta marbûtah diikuti

oleh kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf

“t”

Contoh:

No Kata Arab Alih Aksara

ṯarȋqah طريقت 1

سالمي تالجامعت اال 2 al-Jâmi´ah al-islâmiyyah

wahdat al-wujûd وحدة الوجود 3

Huruf Kapital

Huruf kapital yang digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku

delam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Jika nama didahulukan oleh kata

sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri

tersebut, bukan huruf awal atau kata sangangnya. Contoh : Abû Hamid al-

Ghazâlȋ bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlȋ, al-Kindi bukan Al-Kindi.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

berasal dari dunia nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan

Page 14: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

xi

meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis

Abdussamad al-Palimbani, tidak ´Abd al-Samad al-Palimbâni.

Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja (fi´l), kata benda (ism), maupun huruf

(harf) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara

atas kalimat-kalimat dalam Bahasa Arab, dengan berpedoman pada

ketentuan-ketentuan di atas:

Kata Arab Alih Aksara

ت اد ه ة األ س Dzahaba al-ustâdzu ذ

ر tsabata al-ajru ث ب ج األج

ريت ص ت الع ك ر al-harakah al-´asriyyah الح

Page 15: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemahaman terhadap hadis Nabi Saw dengan pendekatan kontekstual

perlu mendapatkan perhatian, tentu dengan acuan yang dapat dijadikan

sebagai standarisasi dalam memahami hadis. Realitanya adalah bahwa hadis

Nabi Saw lebih banyak dipahami secara tekstual, bahkan belakangan gejala

ini muncul di kalangan generasi muda Islam, tidak saja di Indonesia, tetapi

juga di banyak negeri Islam lainnya.1

Rasulullah Saw memiliki cara-cara tersendiri dalam

menginformasikan hadis, adakalanya Rasulullah Saw menyampaikan dengan

bahasa yang tegas atau dikenal makna hakiki dan tidak jarang pula

menyampaikan dengan bahasa yang tidak menunjukkan makna yang

sebenarnya secara langsung, dengan bahasa yang penuh dengan kiasan dan

inilah yang disebut majâz.

Ungkapan dalam bentuk majâz (kiasan, metafor) banyak sekali

digunakan dalam bahasa Arab. Dalam ilmu-ilmu balaghah (retorika)

dinyatakan bahwa ungkapan dalam bentuk majâz, lebih berkesan dari pada

ungkapan dalam bentuk yang biasa. Sedangkan Rasulullah Saw yang mulia

adalah seorang berbahasa Arab yang paling menguasai balaghah. Ucapan-

ucapannya adalah bagian dari wahyu. Maka tidak mengherankan apabila

1 Maizudin, Pemahaman Kontekstual atas Hadits Nabi (Kajian Islam: Jurnal ilmu-ilmu

Keislaman), (Padang: Tim pengembangan Jurnal Ilmiah IAIN Imam Bonjol Padang, 2001), hal.

115.

Page 16: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

2

dalam hadis-hadisnya beliau banyak menggunakan majâz, yang mengungkap

maksud beliau dengan cara sangat mengesankan.2

Dalam disiplin ilmu al-Qur‟an, pengalihan arti itu disebut ta‟wil, atau

oleh ulama-ulama sesudah abad ke 3 Hijriah, diartikan sebagai “mengalihkan

arti suatu kata atau kalimat dari makna asalnya yang hakiki ke makna lain

berdasarkan indikator-indikator atau argumentasi-argumentasi yang

menyertainya”. Salah satu cabang disiplin ilmu bahasa Arab yaitu ilmu al-

bayan menggunakan istilah majâz.3

Kaitannya dengan adanya majâz dalam hadis, para ulama‟ (ulama

muhaddis) telah menyusun berbagai macam cara dan atau ilmu bagaimana

seharusnya hadis-hadis yang memakai kiasan tersebut dipahami. Namun tidak

semua ulama sepakat atas pembagian makna hakiki dan makna majâzi.4

Kelompok yang tidak menerima makna majâzi adalah ulama Salaf

(tekstual-tradisional)5 yaitu Abu Ishaq al-Isyfîrayinî mengatakan bahwa:

“Tidak ada majâz dalam al-Qur‟an dan yang selamanya”. Dan majâz

merupakan suatu kebohongan, karena menyampaikan sesuatu yang bersifat

tidak sebenarnya.6

2Yûsuf al-Qaraḏâwî, Bagaimana Memahami Hadits Nabi SAW, Pen: Muhammad Al-Baqir,

(Bandung: Karisma, 1995), hal. 167. 3Etey Qomariah, “Dualisme Hakikat-Majaz dan Masalah Ta‟wil”, Artikel diakses pada 14

Agustus dari http://eteyqomariah.blogspot.co.id/2013/12/dualisme-hakikat-majaz-dan-masalah-

tawil.html 4Muhammad Yusuf, Telaah Majas Pada Hadits-hadits Kitab Shahih Al-Bukhari, Tesis

Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2005, h. 30. 5Ngumdaturrosidatuszahrok, Pemaknaan Majas Pada Hadits Nabi, Skripsi UIN Syarif

Hidayatullah, Jakarta, 2016, h. 1. 6Muhammad Adib, Metode Taqwil al-Qur‟an Ibn Qutaybah, Tesis Pasca Sarjana UIN

Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2009, h. 76.

Page 17: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

3

Pendapat tersebut juga sama dengan kalangan muta‟akhîrin Ibn

Taimiyyah (w. 726 H), Ibn al-Qayyim (w. 751 H), dan Muhammad al-Amīn

al-Syinqiti (w. 1393 M), serta kelompok Salafî-Wahabî yang dipelopori

Muhammad Ibn Abd al-Wahab mengartikan hadis mutasyâbihât secara

tekstul dan menolak majâz.7 Dapat dikatakan bahwa mereka menerima dan

mengartikan ayat-ayat dan hadis-hadis mutasyâbihât menurut lafaẕnya yang

lahir, sambil meyakini bahwa Allah Maha Suci dan terhindar dari serupa

dengan makhluk.

Konsekuensi dari sikap kelompok ini membuat lafal teks (al-Qur‟an

maupun hadis) tanpa makna yang pasti, sehingga membuka ruang penafsiran

yang bebas dari orang awam dan orang-orang yang menginginkan liberalisasi

pemikiran teologis.8

Sedangkan kelompok yang menerima pemaknaan majâz adalah ulama

khalaf (kontekstual-rasional), semisal Al-Suyûthî (w. 911 H/1505 M) berkata,

“Metafora adalah unsur keindahan bahasa dan jika ia ditolak keberadaannya

dalam al-Qur‟an (dan tentunya juga dalam hadis), maka tentunya sebagian

unsur keindahan pun tidak akan ada padanya”.9 Untuk hadis yang tidak dapat

dipahami secara tekstual, maka bisa dilakukan takwil terhadapnya, tentu

dengan suatu alasan yang kuat.10

Dalam praktik penerapan teori majâz pada hadis, sebagian tasyaddud

(ketat) dalam menggunakan teori tersebut, dan sebagian yang lain tasahhul

7Muhammad Adib, Metode Taqwil al-Qur‟an Ibn Qutaybah, h. 76.

8Muhammad Adib, Metode Taqwil al-Qur‟an Ibn Qutaybah, h. 15.

9Fauz Noor, Berpikir seperti Nabi, (Yogyakarta: Pustaka Sastra LKiS, 2009), Hal. 309.

10Ahmad Saiful Islam, Makna Majas Kata Yammas Hadits Nomor 486 dalam Mu‟jam Al-

Kabir Ii Al-Tabrani , Skripsi UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2012, h. 2.

Page 18: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

4

(longgar) dengan ketentuan-ketentuan tertentu. Ulama yang tasahhul seperti

kelompok mu‟tazillah, melakukan takwil terhadap ayat-ayat mutasyâbihât

berdasarkan kerangka dasar mereka untuk mendukung posisi teologis

mereka. Ulama Sunni menganggap bahwa takwil mu‟tazilah mengorbankan

makna teks demi kepentingan-kepentingan teologis dan pengalihan lafad dari

makna yang bersifat konotatif kepada makna yang bersifat denotative

dilakukan secara sewenang-wenang.11

Berbeda dengan kelompok yang tasyaddud, seperti Yûsuf al-Qaraḏâwî

sangat berhati-hati dalam pemberian makna majâzi pada suatu lafaẕ, jika

sebuah kata bisa dimaknai apa adanya, maka tidak perlu digunakan

pemaknaan majâzi.12

Penakwilan boleh dilakukan dengan syarat bahwa

penakwilan harus diperankan oleh orang-orang yang benar-benar mengetahui

al-Qur‟an, bahasa Arab, dan adanya petunjuk (qarinah) atau dalil yang

menghendaki untuk tidak menggunakan makna asalnya.13

Perbedaan ulama Salaf (tekstual-tradisional) dan ulama khalaf

(kontekstual-rasionalis) dalam mengaplikasikan makna majâzi dalam

memaknai hadis, bisa kemungkinan dilatarbelakangi oleh akibat atau

implikasi majâz pada makna sebuah hadis, tidak hanya berbeda dalam

maksud sebuah hadis, bahkan tidak jarang melemahkan hadis sahih lantaran

lafaẕ matannya.14

11

Ngumdaturrosidatuszahrok, Pemaknaan Majas Pada Hadits Nabi, Skripsi UIN Syarif

Hidayatullah, Jakarta, 2016, h. 3. 12

Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadits Nabi (Yogyakarta, Teras, 2008) h. 175. 13

Abdul Hamid Ritonga, Hadis-hadis Antropomorfisme: Analisis terhadap Takwil Ibn

Hajar al-„Asqalani dalam Fath Al-Barii, MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman, Vol. XXXVII No.

2 (Juli Desember 2013), h. 24. 14

Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi, hal. 175

Page 19: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

5

Pendapat al-Nawâwi yang dikutip oleh Ngumdaturrosidatuszahrok

bahwa, ada sejumlah hadis yang jika dipahami secara hakiki tidak bisa

dipahami dengan baik. Salah satunya seperti hadis terputusnya salat karena

anjing, keledai, dan wanita dan memandang hadis ini problematis dan tidak

seharusnya dibaca tekstual.15

ia menyebutkan bahwasannya perempuan tidak

termasuk faktor yang memutuskan salat seorang laki-laki. Hadis dari „Urwah

ibn Zubair menunjukan bolehnya seseorang salat ketika ada perempuan lewat

di depannnya. Pasca interpretasi „Âisyah. Tiga imam madzhab yaitu al-

Syâfi‟î, al-Malik dan Abu Hanîfah berpendapat bahwa hadis tersebut harus

dibaca dengan takwil.16

Menurut al-Nawâwi makna kata „memutus salat‟

dalam hadiss bukanlah membatalkan salat, akan tetapi hanya bermakna

mengurangi kekhusyukan salat.17

Dari contoh pemahaman hadis tersebut, sangat jelas bahwa

penggunanaan pemaknaan majâzi sangat berpengaruh terhadap pemahaman

hadis. Pemaknaan majâzi dapat menjadi solusi bagi permasalahan hadis yang

didalamnya terdapat kejanggalan-kejanggalan.

Salah satu hadis yang bermasalah adalah orang mukmin makan dalam

satu usus dan orang kafir makan dalam tujuh usus. Redaksi ini merupakan

hadis dalam kitab Sâẖîẖ al-Bukhâri dan Sâẖîẖ Muslim. Makna hadis ini bukan

makna hakiki, bukan maksud hadis bahwa orang kafir ususnya lebih banyak

tujuh kali lipat dari orang mukmin. Dalam ilmu kedokteran manapun tidak

ada yang membicarakan perbedaan usus antara orang kafir dengan orang

15

Ngumdaturrosidatuszahrok, Pemaknaan Majas Pada Hadits Nabi, h. 39. 16

Al-Nawāwi, Syarah Shāhih Muslim (Kairo: al-Matba‟ah al-Misriyyah li al-Azhar, 1929) 17

Ngumdaturrosidatuszahrok, Pemaknaan Majas Pada Hadits Nabi, h. 43.

Page 20: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

6

mukmin. Karena tidak mungkin perbedaan anatomi tubuh manusia

disebabkan oleh iman seseorang.

Struktur tubuh manusia, dari manapun asal-usul dan apapun

agamanya, menurut ilmu anatomi tubuh, memiliki kesamaan komponen

anggota tubuh, baik struktur luar maupun struktur dalam. Ia memiliki kepala,

tangan, kaki, rambut, jantung, paru-paru, limpa dan termasuk usus. Akan

tetapi, dalam hadits Nabi Saw ditemukan informasi bahwa “orang kafir

makan dalam tujuh usus”.18

Maka dari itu hadis tidak bisa selalu dipahami

secara hakiki. Sedangkan menurut Siti Imritiyah dalam skripsinya bahwa

hadis tersebut bermaksud sedikit makan adalah termasuk akhlak baik

seseorang, sedangkan banyak makan adalah sebaliknya.

Beberapa pendapat para ulama mengenai hadis “orang mukmin makan

dalam satu usus sedangkan kafir makan dalam tujuh usus”. diantaranya:

Ibn Hajar al-Asqalâni menjelaskan, bukanlah maksudnya adalah

makna hakiki berupa usus bukan juga pengkhususan makan. Maksudnya

adalah sedikit keinginan terhadap dunia dan tidak memperbanyaknya. Makna

hadis ialah perintah agar juhud pada dunia dan tidak terlalu cenderung kepada

dunia, perintah agar tidak terlalu banyak makan dan serakah.

Imam al-Nawâwi rahimahullah berkata, “Para ulama menjelaskan

bahwa maksud hadis ini adalah agar mempersedikit (kecenderungan) kepada

dunia dan motivasi agar juhud dan qana‟ah. Kemudian beliau berkata lagi,

18

Ahmad Ghozi, “Hadis-hadis yang Bermakna Majazi”, artikel diakses pada 1 Mei 2017

dari http://googleweblight.com?lite_url=http://ahmadghozi.blogspot.com/2009/05/hadits-majazi

Page 21: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

7

“Padahal sedikit makan merupakan kemuliaan akhlak seseorang dan banyak

makan adalah lawannya19

Dan memang perut yang terlalu penuh adalah sumber kerusakan.

Sebagaimana dalam hadis, “Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang

lebih buruk dari perut. Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa

suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (melebihinya),

hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk

minuman, dan sepertiga lagi untuk bernafas”.20

Demikian pula, M. Syuhudi Ismail mengungkapkan bahwa Perbedaan

usus dalam matan hadis “orang mukmin makan dalam satu usus sedangkan

kafir makan dalam tujuh usus” menunjukkan perbedaan sikap atau

pandangan terhadap nikmat Allah SWT, termasuk tatkala makan. Orang yang

beriman memandang makan merupakan salah satu dari upaya untuk

melangsungkan kehidupan sebaliknya orang kafir menganggap makan dan

segala yang berbentuk materi merupakan tujuan dari hidupnya. Karenanya

orang yang beriman mestinya tidak banyak menuntut dalam kemewahan dan

kelezatan makan karena yang banyak menuntut kemewahan dan kelezatan

pada umumnya adalah orang kafir.21

Begitupun Al-Syarif Ridâ dan beliau

berpendapat bahwa perkataan tersebut merupakan majâz. 22

19

Raehanul Bahraen, “Adab, Aqidah, Fiqh, Manhaj”, Artikel diakses pada 17 Januari 2018

dari http://muslimafiyah.com/mukmin-makan-dengan-satu-usus-kafir-dengan-tujuh-usus-.html. 20

Ibn Hajar al-„Asqalânî, Fath al-Bârî: Syarah Sâẖîẖ al-Bukhârî, Penerjemah. Abdul Aziz

Abdullah Ibn Baz (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), jilid 26, h.660. 21

M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual, Telaah Ma‟ani al-Hadîs

tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal (Jakarta: Bulan Bintang, 2009), hal.21. 22

Al-Syarîf Ridâ, Al-Majasât al-Nabawiyyah (Lebabon: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, 2007),

hal. 215.

Page 22: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

8

Pemaknaan majâzi dalam pemaknaan hadis sangat penting dan

menarik untuk dikaji lebih khusus. Oleh karena itu, dalam skripsi ini akan

disajikan hadis yang berpeluang untuk dimaknai secara majâzi. Yaitu Hadis

riwayat al-Bukhâri dengan nomor hadis 5393.

د عن نافع ق ث نا شعبة عن واقد بن مم مد حد ث نا عبد الص ار حد د بن بش ث نا مم ا حد ال ل حت ي ؤتى بسكني يأ ابن عمر ل يأ ثرياا ف قا ل ل معه فأ معه فأدخلت رجلا يأ

ل ف المؤمن يأ عت النب صلى الله عليه وسلم ي قو معاى يا نافع ل تدخل هذا علي سعة أمعاء ل ف سب واحد والكافر يأ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar Telah

menceritakan kepada kami Abdush Shamad Telah menceritakan kepada kami

Syu'bah dari Waqid bin Muhammad dari Nafi' ia berkata; Biasanya Ibnu

Umar tidak makan hingga memberikan kepadanya seorang miskin lalu

makan bersamanya. Maka aku pun memasukkan seorang laki-laki untuk

makan bersamanya, lalu laki-laki itu makan banyak, maka ia pun berkata,

"Wahai Nafi', jangan kamu masukkan orang ini. sesungguhnya aku telah

mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Seorang

mukmin itu makan dengan satu usus, sedangkan orang kafir makan dengan

tujuh usus.23

Maka penulis tertarik untuk membahas skripsi yang berjudul

“Pemaknaan majâz pada hadis orang mukmin makan dalam satu usus dan

kafir makan dalam tujuh usus” hadis tersebut layak untuk disusun dan

diteliti untuk memberi penjelasan hadis yang mengandung lafaẕ majâzi, agar

terhindar dari maksud keliru. Skripsi ini ingin meneguhkan cara seperti

skripsinya Ngumdatudzahrok bahwa tidak semua hadis harus di pahami

23

Muhammad bin Ismâil al-Bukhâri, Sâẖîẖ al-Bukhârî, Jilid III, h.293.

Page 23: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

9

secara hakiki. Menolak penggunaan takwil itu akan sulit dipahami.

Perbedaannya ialah dalam skripsi Ngumdatudzahrok tidak dicantumkan

metode takwil dan tidak dijelaskan langkah-langkah metode Yûsuf al-

Qaraḏâwî serta tanda-tanda hadis yang harus dimaknai majâzi. Kemudian

beliau meneliti hadis yang bertemakan akidah, ibadah, dan muamalah

sedangkan penulis hanya pada hadis yang bertema makanan.

B. Identifikasi, Batasan, dan Rumusan Masalah

a. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis menemukan beberapa

akar permasalahan yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini, yaitu:

1. Adanya kelompok yang menolak dan menerima takwil.

2. Hadis orang mukmin makan dalam satu usus dan kafir makan dalam

tujuh usus merupakan hadis yang perlu diteliti karna hadis tersebut

mengandung lafaẕ majâzi.

3. Hadis orang mukmin makan dalam satu usus dan kafir makan dalam

tujuh usus menunjukkan perbedaan sikap, termasuk tatkala makan

atau adab makan.

4. Hadis tersebut adalah perintah agar zuhud pada dunia.

b. Batasan Masalah

Dari beberapa masalah yang teridentifikasi di atas, maka

pembahasan hadis orang mukmin makan dalam satu usus dan kafir

makan dalam tujuh usus pada penelitian ini akan dibatasi pada

pemahaman majâzi. penulis tertarik untuk meneliti metode takwil Yûsuf

Page 24: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

10

al-Qaraḏâwî. Karena metode yang digunakan Yûsuf al-Qaraḏâwî dalam

mâjaz al-hadîs adalah metode takwil. Pada penelitian ini hadis yang

akan digunakan adalah hadis Ṣaḥīh yang terdapat dalam kitab Saẖîẖ al-

Bukhāri bab al-Mu'min ya'kulu fî mi'ân wâẖidin (orang mukmin makan

pada satu wadah) dan kitab Saẖîẖ Muslim. Mengingat karena kedua kitab

ini merupakan hadis yang memenuhi syarat kesahihan hadis.24

Untuk itu

penulis merasa hadis tersebut perlu diteliti secara cermat. Sedangkan

metode takwil yang penulis gunakan adalah metode Yûsuf al-Qaraḏâwî

yakni (membedakan antara hakikat dan majâz dalam memahami hadis).

c. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah di atas maka

penulis merumuskan masalah yaitu: “Bagaimana Pemahaman Majâzi

terhadap Hadis Orang Mukmin Makan dalam Satu Usus dan Kafir

Makan dalam Tujuh Usus?”

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ditawarkan, maka tujuan skripsi

ini adalah untuk mengetahui pemahaman majâzi pada hadis Nabi Saw

khususnya hadis orang mukmin makan dalam satu usus dan kafir makan

dalam tujuh usus dengan pendekatan takwil.

Manfaat penelitian ini secara teoritas, mampu memberikan kontribusi

dan memperluas khazanah intelektual kepada umat Islam dan menjadi salah

24

M. Syuhudi Ismail, Kesahihan Sanad Hadis: Telaah Kritis dan Tinjauan Kritis dengan

Pendekatan Ilmu Sejarah, Jakarta: Bulan Bintang, 2014, h. 12.

Page 25: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

11

satu bahan rujukan tentang kasus pemaknaan majâzi pada hadis orang

mukmin makan dalam satu usus dan kafir makan dalam tujuh usus.

Adapun secara praktis, penelitian ini diharapkan menjadi media

informasi bagi pemerhati kajian hadis sekaligus dapat memberikan kontribusi

terhadap program Studi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir dalam bentuk pemahaman

yang lebih luas dan mendalam dengan kaitannya hadis yang dikira berpotensi

untuk dimaknai secara majâz agar terhindar dari pemahaman yang keliru.

Diharapkan kajian ini akan mendorong kajian-kajian pada bidang serupa yang

memang masih sangat dibutuhkan.

D. Tinjauan Pustaka

Penulis telah menemukan beberapa tulisan yang relevan dengan judul

pemaknaan majâz pada hadis orang mukmin makan dalam satu usus dan kafir

makan dalam tujuh usus, berikut pemaparannya:

1. Pemaknaan majas pada hadis Nabi, yang ditulis oleh

Ngumdaturrosidatuszahrok, pada tahun 2016 di Universitas Islam Negeri

Jakarta. Namun demikian, masalah utama dalam skripsinya adalah bahwa

beberapa lafad pada hadis tidak bisa dimaknai secara hakikatnya, jika hal

ini dipaksakan akan berpengaruh pada informasikan yang disampaikan

hadis tersebut, dalam skripsinya disajikan empat kasus hadits yang

berpeluang untuk dimaknai secara majâz, yaitu tentang; terputusnya salat

karena anjing, keledai, dan wanita, surga di bawah naungan pedang,

wanita seperti kaca, dan Allah tertawa. Hadis tersebut menggunakan

pendekatan takwil Yûsuf al-Qardâwî. Kemudian skripsi tersebut menolak

Page 26: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

12

pendapat yang tidak menerima pemaknaan majasi seperti, Ibn Taimiyah,

Ibn Qayyim, dan kelompok Salafi-Wahabi. Serta mendukung pendapat

Ibn Qutaybah dan Yûsuf al-Qaraḏâwî.

2. Muhammad Adib25

dalam tulisannya menjelaskan beberapa informasi

yang menunjukan bahwa: konsep dan metode takwil Ibn Qutaybah

berkaitan dengan erat dengat persoalan ayat-ayat mustasyâbihât.

Sehingga selain diimani juga harus dilakukan upaya takwil demi benarlah

tujuan al-Qur‟an sebagai al-Huda (petunjuk) dan al-Syifa (obat) karna

praktik takwil telah dilakukan semenjak abad ke-3 H, dan Adib

menjelaskan bahwasannya takwil yang dilakukan Ibn Qutaybah adalah

takwil yang sahih, karena jika takwil yang dimaksudkan oleh ulama salaf

saleh adalah yang bermakna al-marja‟ wa al-nasir al-kasyfu wa al-tafsir,

maka takwil Ibn Qutaybah adalah takwil yang dimaksud oleh ulama salaf

saleh.

3. Kemudian Mu‟min Rauf26

menelaah metode takwil Tafsir al-Maraghī

yang disusun oleh Ahmad Mustafâ al-Maraghî merupakan tafsir dengan

corak adabi al-ijtima‟î yang menggunakan upaya takwil. Al-Maraghī,

salah seorang musfassir kontemporer berupaya menyajikan tafsiran yang

rasional, namun tetap dalam kehati-hatian dalam menafsirkan ayat-ayat

mutasyâbihât. Mu‟min Rauf telah membuktikan sikap kehati-hatian al-

Maraghî dengan melihat ketika al-Maraghî menafsirkan ayat tentang

25

Muhammad Adib, Metode Taqwil al-Qur‟an Ibn Qutaybah, Tesis Pasca Sarjana UIN

Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2009. 26

Mu‟min Rauf, Pendekatan Takwil Al-Maraghi Terhadap Ayat-Ayat Mutasyabihat, tesis

Sekolah pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2007.

Page 27: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

13

ketauhidan dan eskatologi tampak sangat berhati-hati agar tidak terjebak

pada penafsiran yang liberal. Menurut Mu‟min Rauf Tafsir al-Maraghī

lebih bisa diterima karena dianggap lebih lurus dibandingkan dengan

karya tafsir yang disusun oleh Muhammad Abduh.

4. Ada pula Norhidayat27

mengatakan masalah utama yang menjadi fokus

penelitiannya adalah bagaimana metode ta‟wil al-Ghâzalî untuk ayat-ayat

mutasyâbihât dan metode ta‟wilnya untuk menyingkap makna-makna

esoteris al-Qur‟an. Menurut al- Ghâzalî metode penta‟wilan ayat-ayat

mutasyābihāt dapat dilakukan secara terstruktur dalam kerangka lima

stratifikasin wujud, yaitu: Pertama, wujud dzati (esensial), kedua, wujud

hissi (sensual), ketiga, wujud khayali (khayal imajinasi), keempat, wujud

„aqli (rasional), dan kelima, wujud syabahi (metaforis). Model metode

ta‟wil al-Qur‟an yang diajukan al-Ghāzalī, baik untuk memahami ayat-

ayat mutasyâbihât maupun untuk menyingkap makna-makna esoteris,

memungkinkan lahirnya sikap yang menghargai adanya pluralitas

pemahaman. Selanjutnya, dengan metode ta‟wil yang ditawarkan al-

Ghâzalî, maka kegiatan eksplorasi makna-makna yang terkandung dalam

kitab suci al-Qur‟an menjadi suatu aktivitas yang tidak pernah akan

berakhir. Tulisan yang telah penulis dapatkan sebagai referensi kajian

takwil dalam interpretasi makna, dan masih terfokus terhadap ayat-ayat

al-Qur‟an.

27

Norhidayat, Metode Ta‟wil Al-Qur‟an Menurut Al-Ghazali, Tesis Sekolah pascasarjana

UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2006.

Page 28: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

14

5. Tulisan dari Muhammad Yusuf yang membahas tentang kebalighahan

Nabi dari aspek kebahasan dalam perspektif sastra Arab, dengan

mengkaji majâz dalam hadits nabi dibatasi pada hadis-hadis yang

diriwayatkan oleh Bukhāri. Didapatkan dari 1875 hadis, sebanyak 103

hadis yang mengandung majâz dengan perincian majâz mursal sekitar 40

hadis dan majâz isti‟arah sekitar 63 hadis, yang jadi prosentasekan

sebanyak sepuluh persen dari jumlah keseluruhan hadis yang ada dalam

kitab Ṣāḥīh al-Bukhāri. Terakhir Yusuf mengatakan bahwa majâz yang

terkandung dalam hadis telah disampaikan oleh seorang yang lisannya

merupakan paling fasihnya lisan manusia Arab. 28

Dikarenakan jumlah hadis yang diteliti terbilang banyak, maka dari

segi penguraian majâz pada hadis-hadis tersebut terlalu singkat, hanya

menjelaskan dengan syarah hadis dan menyebutkan kategori majâz, tanpa

merinci majâznya. Penulis kira masalah ini perlu diteliti lagi.

Urgensi-Urgensi ilmu majâz al-hadis yaitu: untuk memperluas dan

memperkuat makna, mengalihkan makna yang tidak dapat diungkapkan

dengan ungkapan haqiqi dan memperjelas makna.29

Kasus yang akan diteliti layak disusun untuk meneliti dan memberi

penjelasan hadis yang mengandung lafadz majâz, agar terhindar dari maksud

keliru. Skripsi ini ingin meneguhkan cara seperti skripsinya

Ngumdatudzahrok bahwa tidak semua hadis harus di pahami secara hakiki.

Menolak penggunaan takwil itu akan sulit dipahami pada suatu hadis tertentu

28

Muhammad Yusuf, Telaah Majas Pada Hadits-hadits Kitab Shahih Al-Bukhari, Tesis

Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2005. 29

http://ilmu majazil hadis /2013/10/ alqurangresik.htm.

Page 29: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

15

yakni yang penulis teliti ialah hadis orang mukmin makan dalam satu usus

dan kafir makan dalam tujuh usus.

E. Metodologi Penelitian

1. Sumber Data

Sumber data primer dalam hal ini penulis menggunakan hadis

yang diduga mengandung makna majâzi pada kitab Sâhîẖ al-Bukhāri bab

al-ath‟imah (makanan-makanan) dan Imam Muslim mencatatnya dalam

kitab al-Asyribah (minum-minuman) serta merujuk pada kitab-kitab yang

termasuk dalam kutub al-sittah yang memuat hadis-hadis tersebut dengan

syarahnya.

Adapun sumber sekunder yang dapat mendukung dan

memperkuat data primer dalam kajian ini, penulis merujuk pada kitab-

kitab Syarah hadis, diantaranya: Syarah Sâhîẖ al-Bukhāri oleh Ibn Hajar

al-Asqalâni, Fathul Bâri, al-Nawāwī, Syarah Ṣaḥīh Muslim, dan buku

hadis terkhusus pada bab pemaknaan majazi, semisal Kayfa Nata‟amal

Ma‟a Al-Sunnah Al-Nabawiyyah, dan Majâzât al-Nabawiyyah serta

artikel-artikel dalam jurnal maupun keterangan dari internet yang bisa

dipertanggungjawabkan kebenaran datanya yang berkaitan dengan pokok

permasalahan dalam penelitian ini, dan dianggap penting untuk dikutif

dan dijadikan informasi tambahan.

Page 30: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

16

2. Metode Pengumpulan Data

Pembahasan dalam skripsi ini menggunakan metode takhrijul

Hadis,30

yaitu metode untuk mengetahui ada berapa banyak hadis orang

mukmin makan dalam satu usus dan kafir makan dalam tujuh usus yang

ada dalam kutub al-sittah, penulis juga melakukan penelitian kepustakaan

(library research), yaitu mengumpulkan berbagai literatur yang relevan

dengan pokok masalah dan kajian pemahaman majazi pada hadis orang

mukmin makan dalam satu usus dan kafir makan dalam tujuh usus. Serta

informasi-informasi lain terkait metode takwil Yûsuf al-Qaraḍâwî dan

kajian tentang pemaknaan majazi sebagai penguat pemahaman.

Teknis pembahasan dalam penelitian ini adalah deskripsi

analisis, yaitu suatu pendekatan masalah dengan menguraikannya

terlebih dahulu sebagai gambaran awal dan setelah itu dianalisis untuk

kemudian ditarik sebuah kesimpulan.

3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh seputar penjelasan terkait contoh kasus

yang akan dibedah, dianalisa menggunakan metode yang ditawarkan

Yûsuf al-Qaraḏâwî, yakni al-tafriq baina al-haqiqah wa al-majaz

(membedakan antara yang hakiki dan majazi), dan hasil penelitian akan

dideskripsikan.

Penulis tidak menemukan langkah sistematis dalam buku Kayfa

Nata‟amal Ma‟a Al-Sunnah Al-Nabawiyyah yang dilakukan oleh Yûsuf

30

M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, hal. 43.

Page 31: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

17

al-Qaraḏâwî. Akan tetapi, penulis melihat contoh hadis yang

diselesaikankan oleh beliau bahwa pada prakteknya jika hadis itu

terdapat qarinah yang mengharuskannya untuk dimaknai secara majâz

dan keluar dari makna hakikinya. Dengan kata lain pengertian keluar dari

makna hakiki pada makna majâz itu apabila terdapat suatu tanda yang

menghalangi penyampaian makna hakiki berdasarkan alasan dalil naqli

atau rasional. Kemudian, penulis mengutip dari temuan M. Syafi‟ tentang

metode takwil Yûsuf al-Qaraḏâwî bahwasannya beliau menyelesaikan

metode takwil ialah mengaitkan dengan al-Qur‟an, hadis setema,

pendapat ulama dan pendekatan bahasa.

Skripsi ini menggunakan metode Yûsuf al-Qaraḏâwî di

bandingakan dengan metode takwil yang lainnya, seperti Ibn Qutaybah,

karena Yûsuf al-Qaraḏâwî lebih mengkonsentrasikan pemikiran pada

hadis-hadis yang terkesan bertentangan. Yûsuf al-Qaraḏâwî dalam

bukunya Bagaimana Memahami Hadis Nabi Saw31

, beliau menawarkan

kajian kritik matan hadis yang dapat memberikan cakrawala dan

wawasan dalam hubungannya dengan ilmu hadis.

4. Metode Penulisan

Adapun teknik penulisan skripsi ini mengacu pada buku

“Pedoman akademik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta tahun 2013/2014.

31

Yûsuf al-Qaraḏâwî, Bagaimana Memahami Hadis Nabi Saw, terj. Muhammad al-Baqir

(Bandung: Kharisma, 1993)

Page 32: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

18

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan, maka penulis menggunakan

sistematika pembahasan sebagai berikut:

BAB PERTAMA, berisi pendahuluan yang memuat latar belakang

terbentuknya masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB KEDUA, penulis akan menjelaskan tentang majaz dan metode takwil.

Berisi tentang definisi-definisi dari beberapa istilah yang ada dalam

pembahasan dan penelitian ini sebagai landasan teori pada penelitian. Yaitu:

pengertian majaz, hakikat dan pembagian majaz serta metode takwil secara

umum dan metode takwil Yûsuf al-Qaraḏâwî yakni (membedakan antara

yang hakikat dan majaz).

BAB KETIGA, memaparkan tentang inti persoalan yang di angkat dalam

skripsi ini yaitu mengenai analisis yang dilakukan untuk mengetahui

pemaknaan majazi pada hadis tentang orang mukmin makan dalam satu usus

dan kafir makan dalam tujuh usus. Langkah pertama adalah menampilkan

redaksi hadis, kemudian takhrij hadis dan syarah hadis, Setelah dipahami

secara utuh selanjutnya menganalisis berdasarkan metode takwil Yûsuf al-

Qaraḏâwî.

BAB KEEMPAT, yaitu kesimpulan hasil pembahasan berdasarkan bab-bab

sebelumnya.

Page 33: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

19

BAB II

MAJAZ DAN METODE TAKWIL

Para ahli bahasa sepakat bahwa setiap kata memiliki makna, yakni

pengertian yang terkandung dalam kata tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut,

paling tidak ada dua jenis makna yang sering menyertai penggunaan sebuah kata

dalam bahasa, yaitu: pertama, ma‟na haqiqi (denotatif) yakni makna asal yang

dimiliki oleh kata tersebut, sebagaimana yang terdapat dalam kamus, sehingga

disebut juga dengan ma‟na mu‟jamy (makna leksikal). Sedangkan yang kedua

makna majâzy (konotatif) yakni makna baru yang muncul dari penggunaan sebuah

bahasa, atau seringkali disebut ma‟na far‟i (makna tambahan) karena tidak

menunjukkan lagi makna asalnya.1 Dalam bab ini penulis hanya akan

menguraikan pengertian majaz serta pembagiannya. Namun, terlebih dahulu harus

diketahui dari makna hakikat dan majaz, karena memahaminya adalah pondasi

awal sebelum melakukan penelitian majaz. Oleh karena itu sebelum masuk ke

pembahasan penulis akan menguraikan pengertian hakikat majaz secara

kebahasaan, yaitu sebagai berikut:

A. Pengertian Hakikat dan Majaz

Hakiki dalam pengertian bahasa, berasal dari bahasa Arab yang

artinya nyata, kenyataan, atau asli. Hakiki dari kata haqqa yang berarti tetap.

Sebagai makna subjek (fâ‟il) memiliki arti yang tetap, atau sebagai objek

(maf‟ûl) yang berarti ditetapkan.2

1Ahmad Izzan, Uslubi: Kaidah-Kaidah Dasar Ilmu Balaghah (Bandung: Tafakur, 2012), h.

68. 2Haris Zubaidillah, “Hakiki dan Majazi”, Artikel diakses pada 15 Juni 2017 dari

blogspot.co.id/2015/10/makalah-hakiki-dan-majazi-tasybih.html

Page 34: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

20

Ibn Jinnî (w. 392) mendefinisikan hakikat adalah „Suatu yang telah

tetap dalam penggunaannya, sedangkan majaz adalah kebalikan dari itu,

yaitu yang tidak tetap dalam penggunaannya berdasar asal pembentukannya

dalam bahasa.‟3

Contoh makna hakikat;4

“Matahari itu terbit dari timur.”

Kata “matahari” pada contoh di atas menunjukkan makna asal yang

sebenarnya dimiliki oleh kata tersebut, yaitu benda langit yang memiliki

cahaya yang muncul di siang hari. Inilah yang disebut makna hakikat.

Sedangkan contoh makna majâz bisa kita perhatikan dalam

ungkapan berikut ini;5

“Matahari itu berpidato di depan masyarakat”

Kata “matahari tidak digunakan dalam makna asal,

tetapi digunakan pada makna baru, yaitu makna yang tinggi derajatnya dan

berwibawa serta bercahaya seperti matahari. Inilah yang disebut makna

majâz.

Perkataan majâz )اندبص( berasal dari fi‟il mâdî خبص yang berarti

melewati. Para ulama menamakan suatu lafaz yang dipindahkan dari

kehendak makna asalnya dengan perkataan majâz, karena mereka

melewatkan lafaz tersebut dari makna aslinya. 6

3Ngumdaturrosidatuszahrok, Pemaknaan Majas Pada Hadits Nabi, h. 17.

4Ahmad Izzan, Uslubi: Kaidah-Kaidah Dasar Ilmu Balaghah, h. 69.

5Ahmad Izzan, Uslubi: Kaidah-Kaidah Dasar Ilmu Balaghah, h. 69.

6Muhammad Yusuf, Telaah Majas Pada Hadits-hadits Kitab Shahih Al-Bukhari, Tesis

Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2005, h. 74.

Page 35: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

21

Pengertian majâz itu sendiri menurut al-Sakkaki, majâz adalah

kalimat yang digunakan bukan pada tempat semestinya, karena digunakan

untuk yang lainnya, dan kalimat tersebut tidak dapat disandarkan kepada

makna aslinya, karena terdapat sebuah petunjuk (qarinah) yang menghalangi

untuk makna asli tersebut.7

Demikian pengertian majâz menurut para ulama dan dapat ditarik

kesimpulan bahwa, majâz adalah penggunaan kata yang tidak digunakan

dalam makna asalnya tetapi digunakan pada makna baru. Maka inilah yang

akan menjadi pembahasan pada penelitian skripsi ini.

B. Pembagian Majaz

Menurut Fadl Hasan, majâz pada garis besarnya ada dua jenis, yaitu

majaz „aqli dan majaz lughawi. Majâz „aqli adalah penyandaran suatu kata

fi‟il (kata kerja) kepada fa‟il yang tidak sebenarnya, sedangkan majâz lughawi

adalah majaz yang „alaqah-nya ditinjau dari aspek bahasa.8

1. Majaz ‘Aqli

ن نؼهقخ يغ قشيخ يب في يؼب ان غيش يب إعبد انفؼم أ دبص انؼقم ان إسادح ؼخ ي

عبد انحقيقي ال9

“Majaz „aqlī adalah penyandaran fi‟il atau kata yang

menyerupainya yaitu seperti masdar, isim fail, yang biasa beramal

seperti fi‟ilnya pada tempat peyandaran yang tidak sebenarnya karena

adanya hubungan dan disertai petunjuk yang menghalangi sebagai

penyandaran yang hakiki.”

7Al-Sakkâkî, Miftâh al- „Ulûm (Beirut: Dar al-Kutub al-Alamiyah, t, th), h. 359.

8Ngumdaturrosidatuszahrok, Pemaknaan Majas Pada Hadits Nabi, 2016, h. 19.

9Muhammad Yusuf, Telaah Majas Pada Hadis-hadis Kitab Shahih Al-Bukhari, 2005, h.

76.

Page 36: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

22

Dari definisi tersebut dapat kita pahami bahwa adanya perbedaan

antara penyandaran yang hakiki dan penyandaran yang majâzi. Penyandaran

yang hakiki sebagaimana dikatakan oleh Bakri Syaikh Amin yaitu

penyandaran fi‟il atau yang menyerupainya kepada fa‟ilnya yang asli sesuai

dengan kenyataannya (zâhirnya). Adapun penyandaran majâzi yaitu

penyandaran fi‟il atau yang menyerupainya seperti masdar dan isim fa‟il

yang biasa beramal seperti amal fi‟ilnya, disandarkan kepada makna yang

tidak sebenarnya.10

Majaz Aqli atau disebut juga Isnad majâzi adalah menyandarkan

perbuatan (aktivitas) atau yang semakna kepada sesuatu yang bukan aslinya

karena adannya „alaqah serta qarinah (susunan kalimat) yang mencegah

terjadinya penyandaran makna ke lafadz tersebut. Dinamakan aqli, karena

majaz jenis ini bisa diketahui penunjukan maknanya dengan menggunakan

akal.11

Contoh:

هالح انص ن ػهي رنك ق ي انفب انغالو ي يبس ثالقغ : اني خشح رذع انذ

Sabda Nabi Saw: “Sumpah palsu itu meninggalkan kerusakan dan

kehancuran”.12

Teks hadis tersebut merupakan majâz, karena pada hakikatnya

sumpah palsu tidak akan memberi efek apapun. Ketika seseorang berani

10

Muhammad Yusuf, Telaah Majas Pada Hadits-hadits Kitab Shahih Al-Bukhari, 2005, h.

77. 11

Tatung Mustari, “Majaz Aqli dalam Ilmu Balaghah,” artikel diakses pada 21 Juni 2017

dari http://hahuwa.blogspot.co.id/2017/04/majaz-aqli.html 12

Abû Bakr al-Bayhaqî, al-Sunan al-Kubrā: kitab al-îman, bab mâ jâ‟a fi al-yamîn al-

ghamûs (Beirut: Dār al-kutub al-„Ᾱlamiyah, 1424 H), juz 10, h. 63.

Page 37: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

23

sumpah palsu atas nama Allah, sementara ia menganggap sumpah tersebut

sebagai hal yang sepele, terpedaya atau tertipu dengan hukuman dan

mengabaikan hukumannya, maka Allah yang akan membinasakannya,

menghancurkan rumahnya dan merendahkannya dengan pakaian.13

Majaz pada teks tersebut adalah penyandaran kerusakan pada

sumpah palsu, karena secara hakikat yang menjadikan demikian adalah Allah,

maka dari itu majaz ini adalah dalam penyandarannya tidak sesuai dengan

hakikatnya. Oleh karena itu dinamakan penyandaraan majâzi.

a. Bentuk Majaz „Aqlī

Menurut Drs. H. Ahmad Izzan, M.Ag bahwasannya majaz „āqli

adalah majaz yang menghubungkan sebuah fi‟il (kata kerja) atau yang

semakna dengannya, dengan kata yang sejatinya tidak pantas untuk

dijadikan fa‟il-nya (pelaku). Seperti menghubungkan fi‟il dengan waktu,

tempat, penyebab atau masdar dari kejadian tersebut.14

Berikut contoh-contohnya:

1. Menghubungkan fi‟il dengan waktu kejadiannya.

Jika ingin mengungkapkan kesibukan seorang pekerja di siang hari,

maka bisa menggunakan dua cara, yaitu pertama menggunakan isnad

haqiqi dan kedua menggunakan isnad majâz „aqli. Seperti:15

(1)إشزغم انؼبيم بسا

“Buruh itu sibuk di siang hari”

13

Ngumdaturrosidatuszahrok, Pemaknaan Majas Pada Hadits Nabi, 2016, h. 20. 14

Ahmad Izzan, Uslubi: Kaidah-Kaidah Dasar Ilmu Balaghah, h. 68. 15

Ahmad Izzan, Uslubi: Kaidah-Kaidah Dasar Ilmu Balaghah, h. 81.

Page 38: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

24

إشزغم بس انؼبيم (2)

“Siang harinya buruh itu sibuk”

Dari contoh di atas hakikatnya yang sibuk bukanlah siang hari,

tetapi buruh yang menggunakan siang hari sebagai waktu. Majaz ini

digunakan untuk menegaskan pentingnya peranan dan manfaat kata

kiasan (majaz). Begitu penting peranan buruh dalam memanfaatkan

waktunya di siang harinya.

Adapun contoh dalam hadisnya:

يبطي صفذد انش اة انبس غهقذ اث اة اندخ أث إرا خبء سيضب

Ketika tiba bulan Ramadan, pintu-pintu surga dibuka dan pintu-pintu

neraka ditutup serta setan-setan dibelenggu.16

Ali Mustafa Yaqub menuturkan bahwa hadis ini dapat dimaknai

secara hakiki maupun majazi. Al-Qadhi Iyadh rahimahullah berkata:

“Hadis ini dapat dipahami secara tekstual dengan makna yang

sebenarnya, bahwa dibukanya pintu-pintu Surga dan ditutupnya pintu-

pintu Neraka serta dibelenggunya setan-setan merupakan tanda masuknya

bulan Ramadhan dan bukti pengagungan terhadap kemuliaannya.”

Apabila ungkapan tersebut dimaknai secara majazi maka dapat dipahami

sebagai isyarat atas banyaknya pahala dan ampunan, sedangkan upaya

setan-setan untuk menggoda dan menyakiti terbatas, sehingga mereka

seperti dibelenggu. Mereka dibelenggu untuk menggoda manusia yang

16

Ali Musthafa Yakub, Cara Benar Memahami Hadis, h. 16.

Page 39: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

25

satu namun tidak dibelenggu untuk manusia yang lain. Jadi mereka

dibelenggu dari menggoda manusia.17

2. Menghubungkan fi‟il dengan tempat kejadiannya.

Jika hendak melukiskan kemacetan mobil di jalan, maka dapat

mengungkapkannya dengan dua cara, yaitu pertama isnad haqiqi dan

kedua isnad majâz „aqli, seperti:18

ذ اسع إصدح يبساد ثبانش انغ (1)

“Mobil-mobil itu macet di jalan”

يبساد اسع ثبنغ ذ انش إصدح (2)

“Jalan-jalan itu macet karena mobil”

Menurut Prof. Dr. D. Hidayat ialah hakikatnya yang macet

bukanlah jalan raya, tetapi mobil-mobil yang menggunakan jalan sebagai

„tempat‟ lewat mobil. Adapun secara majazi ini digunakan untuk

menegaskan pentingnya peranan dan manfaat kata kiasan, permasalahan

pertama dan utama yang perlu diatasi bukan mobil, melainkan kondisi-

kondisi yang terkait dengan jalan, tempat lewat mobil.19

Adapun contoh dalam hadis:

الح انغالو: زا خجم انص ن ػهي رنك ق ي حج ب يحج

Sabda Nabi Saw: Gunung (Uhud) ini adalah gunung yang mencintai kita

dan kitapun mencintainya.20

17

Alī Musthafa Yakub, Cara Benar Memahami Hadis, h. 17. 18

Ahmad Izzan, Uslubi: Kaidah-Kaidah Dasar Ilmu Balaghah, h. 82. 19

Hidayat, Al-Balaghah lil-Jami‟ wasy-Syawahid min Katamil-Badi‟ (Jakarta: Pt Karya

Toha Putra, 2002), h. 134 20

Al-Bukhari, Sahîh al-Bukhârî, kitab al-at‟imât, bab al-hays.., juz 17, h. 44

Page 40: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

26

Nabi mengucapkan hadis ini ketika beliau bepergian saat perang

Khaybar. Sabda ini mengandung majaz, karena pada hakikatnya sebuah

gunung tidaklah patut untuk dicintai maupun untuk mencintai. Karena

cinta manusia untuk selainnya merupakan sebuah kiasan untuk

menghendaki sebuah manfaat darinya, atau sebuah penghormatan.21

Jadi

yang dimaksud dalam teks hadis di atas adalah, penduduk gunung Uhud

mencintai kita, dan kitapun mencintai mereka. Penduduk gunung Uhud

tersebut adalah kaum Ansar kota Madinah dari suku Aus dan Khazraj.22

3. Menghubungkan fi‟il dengan penyebab kejadiannya

Jika suatu waktu, kita rindu dengan seorang kekasih sehingga

memaksa untuk mengunjunginya, maka dapat melukiskannya

dengan ungkapan yang berbentuk isnad haqyqi atau isnad majazy

„aqly, seperti:23

ق (1) صسد إنيب ثبنش

“Aku berkunjung kepadanya karena rindu”

ق إنيب (2)صاسش

“Kerinduanku berkunjung kepadanya”

Contoh di atas hakikatnya ialah tidak mungkin kerinduan itu

berkunjung kepada siapapun, melainkan siapa yang rindu kemudian

berkunjung kepada yang dirindukannya sebagai „penyebab kejadiannya‟

dikarenakan rindu, maka majaz ini disebut majâz „aqli alaqah

sababiyyah.

21

Ngumdaturrosidatuszahrok, Pemaknaan Majas Pada Hadis Nabi, h. 22. 22

Ngumdaturrosidatuszahrok, Pemaknaan Majas Pada Hadts Nabi, h. 22. 23

Ahmad Izzan, Uslubi: Kaidah-Kaidah Dasar Ilmu Balaghah, h.82.

Page 41: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

27

Adapun contoh pada hadis:

انغالو : "إكى نزدج هالح انص ن ػهي رنك ق ي رده ه رجخ

Sabda Nabi Saw.: “Sesungguhnya kamu semua adalah orang yang

pengecut, bakhil dan bodoh”.24

Dalam teks hadis tersebut, manusia membuat orang tuanya menjadi

pengecut, bakhil dan bodoh. Perilaku ini disandarkan kepada anak karena

mereka menyerupai perilaku orang tua. Anak menjatuhkan orang tua

kepada sifat bakhil dalam harta demi masa depannya, orangtua menjadi

bodoh karena sibuk mengurus anak hingga lalai menuntut ilmu, orang tua

menjadi pengecut hingga takut terbunuh (dalam jihad) khawatir anaknya

nanti terlantar, dan membuat sedih orangtua karena berbagai masalah

yang timbul berasal dari anak. Ini merupakan majaz „aqli dengan bentuk

penyandaran fiil pada sebab, yakni al-abna‟ (anak). Anak tidak

dinisbatkan pada sikap pengecut melainkan dinisbatkan sebab

orangtuanya.25

Dapat diambil kesimpulan dari penjelasan teks hadits tersebut

bahwa hakikatnya tidak semua orang tua adalah orang yang pengecut,

bakhil dan bodoh, melainkan anaklah sebagai sebab karena telah

menjatuhkan orangtua dari hartanya demi masa depan anak tersebut

sehingga orang tua menjadi bakhil. Maka majaz ini disebut majâz „aqli

alaqah sababiyyah.

24

Abû „Abdullâh Ahmad ibn Hanbal, Musnad Ahmad ibn Hanbal, kitab al-mulhaq al-

mustadrak min al-ansâr baqiyyah khâmis ‟asyar al-ansār bab hadīts Khaulah binti Hâkim

(Muassasah al-Risâlah, 1421 H), juz 5, h. 293. 25

Ngumdaturrosidatuszahrok, Pemaknaan Majas Pada Hadis Nabi, h. 21.

Page 42: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

28

2. Majaz Lughawî

Menurut Ahmad Izzan, majâz lughawi adalah sebuah kata yang

digunakan bukan pada makna asal yang disepakati dan yang melekat

padanya, tetapi digunakan pada makna lain, karena ada hubungan

(„alaqah) di antara kedua makna tersebut, serta ada indikator atau sebab

(qarinah) yang menghalangi penggunaan kata tersebut dari makna

asalnya.26

Berdasarkan „alaqah atau hubungan antara ma‟na ashly (haqiqi)

dan ma‟na far‟i (majâz) dibagi menjadi dua, yaitu majaz isti‟arah dan

majaz mursal.27

Berikut penjelasannya;

1. Majâz isti‟arah

Isti‟arah secara bahasa artinya „meminjam‟, maksudnya

meminjam suatu kata untuk mengungkapkan suatu makna.28

Adapun menurut Ahmad Izzan, majâz isti‟arah adalah majaz

yang „alaqah (hubungan) antara makna ashli dengan makna far‟i

bersifat keserupaan (musyabbahah).29

Jadi, isti‟arah adalah penggunaan kata-kata bukan dalam

pengertian sebenarnya, melainkan dalam arti kiasan. Dalam

pembahasan majaz ini perlu diketahui istilah musta‟âr (adalah lafad

yang mengandung isti‟ārah), musta‟ār-minhu (adalah makna asal)

dan musta‟ār-lahu (adalah makna lain dari makna asal), atau dalam

26

Ahmad Izzan, Uslubi: Kaidah-Kaidah Dasar Ilmu Balaghah, h. 70. 27

Ahmad Izzan, Uslubi: Kaidah-Kaidah Dasar Ilmu Balaghah, h. 72. 28

Hidayat, Al-Balaghah lil-Jami‟ wasy-Syawahid min Katamil-Badi‟ (Jakarta: Pt Karya

Toha Putra, 2002), h. 119 29

Ahmad Izzan, Uslubi: Kaidah-Kaidah Dasar Ilmu Balaghah, h.72.

Page 43: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

29

istilah lainnya musta‟ār-minhu (adalah musyabah bih) dan musta‟âr-

lahu (adalah musyabah). Untuk memudahkan pemahaman pada bab

ini, penulis akan menggunakan istilah musta‟âr-minhu dan musta‟ār-

lahu.

Hubungan antara makna kiasan dan makna sebenarnya

(hakiki) adalah hubungan persamaan (musyabahah), sebagaimana

akan kita lihat dalam tiga macam isti‟arah:30

a. Isti‟ârah Tasrîhiyyah

Isti‟ârah Tasrīhiyyah adalah isti‟arah yang dapat

dikategorikan kedalam gaya bahasa „metafora‟ dalam bahasa

Indonesia. Di sini (musyabbah bih) yang ditampilkan menjadi

isti‟arah, dan tampil sebagai kata kiasan, yaitu kata yang tidak

dimaksudkan dalam arti sebenarnya, terwujud dari sebuah konteks

yang berfungsi sebagai qorinah.31

Contoh ayat yang mengandung Isti‟ārah Tasrīhiyyah:

غزقيى شاط ان ذب انص ا

”Tunjukilah kami jalan yang lurus” (Al-Fatiha: 6)

Maksud „jalan lurus‟ adalah agama yang hak (Islam).

Dalam contoh di atas, telah terjadi penyerupaan “agama

Islam” (musta‟âr-lahu) dengan “jalan” (musta‟âr-minhu), karena di

antara keduanya terdapat titik kesamaan yaitu aspek menghasilkan

30

Hidayat, Al-Balaghah lil-Jami‟ wasy-Syawahid min Katamil-Badi‟, h. 119. 31

Hidayat, Al-Balaghah lil-Jami‟ wasy-Syawahid min Katamil, h. 120.

Page 44: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

30

tujuan. Namun yang dimunculkan secara tegas dalam kalimat

hanyalah musta‟ār-minhu-nya saja, yaitu kata “jalan” sementara

musta‟âr-lahu-nya, yaitu “agama Islam” disembunyikan.32

Sayyid Quthb menafsirkan ayat tersebut bahwa yang

dimaksud dengan jalan lurus ialah tentang karakteristik yaitu, “jalan

orang-orang yang telah Engkau anugerahi nikmat kepada mereka,

bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalan

orang-orang yang sesat.” Ia adalah jalan orang-orang telah

mendapatkan pembagian nikmat-Nya, bukan jalan orang–orang yang

dimurkai-Nya karena mereka mengetahui kebenaran tetapi kemudian

meyimpang darinya, atau orang-orang yang sesat dari kebenaran

sehingga mereka tidak mendapatkan petunjuk sama sekali

kepadanya. Sesusungguhnya jalan itu adalah jalan orang-orang yang

berbahagia, orang-orang yang mendapatkan petunjuk dan orang-

orang yang telah sampai ke tujuan. 33

Contoh lainnya yakni firman Allah berikut ini:

صشاط انؼض ى إن سث س ثإر بد إن ان انظه ضنب إنيك نزخشج انبط ي يذ كزبة أ يض انح

“(Ini adalah) Kitab yang kami turunkan kepadamu supaya kamu

mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang

benderang.” (QS. Ibrahim [14]:1).

Pada ayat tersebut, ada dua kata yang digunakan dalam makna

majazynya, yaitu kata “al-dlulumat”(kegelapan) dalam pengertian al-

32

Ahmad Izzan, Uslubi: Kaidah-Kaidah Dasar Ilmu Balaghah, h.75. 33

Sayyid Quthb, Tafsir Fi-Zhilalil Qur‟an: Di Bawah Naungan al-Qur‟an, Penerjemah

Aunur Rafiq Shaleh Tamhid, (Jakarta: Robbani Press), jilid, 1, h. 42

Page 45: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

31

dhalal (kesesatan), dan kata “al-nur” (cahaya) dalam pengertian al-huda

(petunjuk). Dan jika kita perhatikan hubungan antara makna ashly dari al-

dlulumat, yaitu kegelapan, dengan makna majazynya yaitu al-dlalal

(kesesatan), terdapat „alaqah musta‟âr-lahu (keserupaan) dalam aspek

tidak adanya petunjuk dan penerangan. Demikian juga antara makna ashly

lafadz al-nur, yaitu cahaya dengan majazynya yaitu al-huda (petunjuk)

terdapat kesamaan dalam aspek adanya penerangan dan bimbingan. Oleh

karena itu, majaz tersebut termasuk majaz isti‟arah.34

Adapun contoh dalam hadis:

يب أظ ث ؼذ قزبدح، ػ ثب شؼجخ، قبل: ع ذس، حذ ثب غ بس، حذ ثش ذ ث ثب يح نك سضي هللا حذ

عهى، قبل: انجي صه هللا ػهي ، ػ انبط عيك ػ ػيجزي صبس كششي فبقجها األ يقه ، ثش

ى، يحغ ى ي يغيئ صاػ ردب .

Artinya: Muhammad ibn Basysyār menceritakan kepada kami, Ghundar

menceritakan kepada kami, Syu‟bah menceritakan kepada kami, ia

berkata: saya mendengar Qatadāh, dari Anas ibn Mālik, dari Nabi

bersabda: “Sesungguhnya kaum Ansār adalah perut dan khazanahku dan

manusia akan semakin banyak dan mereka akan semakin sedikit.

Terimalah dari mereka yang berbuat kebaikan dan maafkan dari mereka

yang berbuat buruk/salah.” (HR. al-Bukhārī).

Dalam hadits tersebut terdapat Isti‟ârah Tasrîhiyyah, karena

adanya penyerupaan „al-tsiqah‟ (orang-orang kepercayaan) merupakan

musta‟âr-lahu dengan lafadz „al-„aybah‟ yaitu tas atau koper yang

34

Ahmad Izzan, Uslubi: Kaidah-Kaidah Dasar Ilmu Balaghah, h. 73.

Page 46: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

32

merupakan musta‟âr-minhu. Dan juga kata „perut‟ yang diartikan dengan

rahmat atas mereka, karena selalu menemani Nabi. Adapun qarināh-nya

adalah haliyyah, yaitu keadaan yang menunjukkan bahwa Nabi

menghendaki makna yang lain, dengan menyandarkan lafad al-„aibah

(tas) dan lafad al-karisyī (perut) kepada lafad Ansar.35

Karisyî wa „aibati (perut dan khazanahku), maksudnya adalah

orang dekat dan khusus bagi Nabi. Al-Qazzaz berkata, “Nabi membuat

permisalan dengan karisyī bagi Nabi. Al-Qazzaz berkata, “Nabi membuat

permisalan dengan karisyī (yang berarti keluarga, perut) karena ia adalah

tempat makan hewan dan tempat tumbuhnya,” dikatakan, li fulân karisyun

mantsurah, artinya si fulan memiliki tanggungan atau keluarga yang

banyak. Adapun „aibah (khazanah) adalah suatu yang digunakan

seseorang untuk menjaga harta berharga miliknya. Maksudnya, kaum

Ansar adalah tempat rahasia dan orang-orang kepercayaan beliau. Ibn

Durayd berkata, „ini termasuk perkataan Nabi yang singkat dan belum

pernah ada yang mengucapkan sebelumnya.‟36

b. Isti‟ârah Makniyyah

Isti‟ârah Makniyyah adalah isti‟ârah yang dapat disamakan

dengan gaya bahasa „personifikasi‟, yaitu jenis kiasan yang

meletakkan sifat-sifat insani kepada benda yang tidak bernyawa dan

ide yang abstrak, misalnya: Matahari mencubit pipinya, bunga-

35

Ngumdaturrosidatuszahrok, Pemaknaan Majas Pada Hadits Nabi, h. 24 36

Ibn Hajar al-„Asqalânî, Fath al-Bārī: Penjelasan Kitab Sahīh al-Bukhārī, terj. Abdul Aziz

Abdullah ibn Baz (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), jilid 19, h. 40.

Page 47: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

33

bunga tersenyum riang; pengalaman mengajak kita tahan

menderita.37

Adapun menurut Hidayat, Isti‟ârah Makniyyah adalah majaz

yang musyabbah bih-nya disembunyikan, namun keberadaannya

ditunjukkan secara implisit oleh kezaliman atau kebiasaannya.

Sementara yang disebutkan secara tegas dalam kalimat adalah

musta‟âr-lahu-nya.38

Contoh:

ػ أثي عفيب ظهخ ث يع قبل أخجشب ح ثب ػجيذ هللا ث حذ خبنذ ػ ش ػكشيخ ث ػ اث

ظ شبدح أ عالو ػه خ عهى ثي ال ب قبل قبل سعل هللا صه هللا ػهي ال إن سضي هللا ػ

ص كبح انحح إيزبء انض الح إقبو انص ذا سعل هللا يح أ إال هللا و سيضب

Artinya: „Ubaidillâh ibn Mûsâ telah menceritakan kepada kami,

ia berkatam Hanzalah ibn Abî Sufyân telah mengabarkan kepada kami,

dari „Ikrimah ibn Khālid, dari Ibn „Umar ia berkata, bahwa Nabi

bersabda: “Islam dibangun di atas lima perkara, yaitu: bersaksi bahwa

tiada Tuhan selain Allah, Nabi Muhammad adalah utusan Allah,

mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji, dan berpuasa di bulan

Ramadhan.” (HR. al-Bukhārī)

Dalam hadits tersebut terdapat isti‟ârah , karena Nabi

menyerupakan agama Islam dengan sebuah bangunan, yang harus

dibangun dengan pondasi yang kuat. Kemudian disebutkan musta‟âr-lahu

(Islam) dan tidak disebutkan musta‟âr minhu-nya (bangunan) dengan

jalan isti‟ârah makniyyah. Adapun qarînah-nya adalah penyandaran lafad

37

Hidayat, Al-Balaghah lil-Jami‟ wasy-Syawahid min Katamil-Badi‟ (Jakarta: Pt Karya

Toha Putra, 2002), h. 123 38

Ahmad Izzan, Uslubi: Kaidah-Kaidah Dasar Ilmu Balaghah, h. 75.

Page 48: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

34

„buniya‟ kepada lafad „Islam‟. Ditambah dengan kalimat setelahnya yaitu

syahadat, salat, puasa dan haji.39

Ibn Hajar menjelaskan bahwa yang dimaksud ibn Mas‟ud adalah

keyakinan merupakan dasar dari iman, jika keyakinan itu telah tertanam

dalam hati, seperti yang dikatakan Sufyân al-Tsaurî, “Seandainya

keyakinan benar-benar bersemayam dalam hati, maka ia akan terbang ke

surga dan menjauhi api neraka.”40

Dengan demikian, hadis ini ingin

menegaskan bahwa iman tidak cukup dengan keyakinan saja, tetapi

dengan melaksanakan rukun iman yang lainnya.

c. Isti‟ârah Tamsîliyyah41

Prof. Dr. D. Hidayat mengatakan jika isti‟ârah tasrîhiyyah

tampil dalam bentuk kata-kata, maka isti‟arah tamsiliyyah tampil

dalam bentuk kalimat. Dan bila isti‟ârah tamtsiliyyah sudah

digunakan orang secara meluas di masyarakat jadilah (يثم) atau

peribahasa.

Contoh isti‟ârah tamtsiliyyah:

يب يذا عل ػهيكى ش انش يك عطب نزكا شذاء ػه انبط خ كزنك خؼهبكى أي خؼهب

كب إ قهت ػه ػقجي ي عل ي يزجغ انش ذ ػهيب إال نؼهى ي ذ نكجيشح إال انقجهخ انزي ك

ثبنبط نشءف س هللا بكى إ نيضيغ إي هللا يب كب ذ هللا حيى ػه انزي

Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat

yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan

agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami

tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar

39

Ngumdaturrosidatuszahrok, Pemaknaan Majas Pada Hadits Nabi, h. 25. 40

Ibn Hajar al-„Asqalânî, Fath al-Bārī: Penjelasan Kitab Sahīh al-Bukhārī, terj. Abdul Aziz

Abdullah ibn Baz (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), jilid 1, h. 81 41

Hidayat, Al-Balaghah lil-Jami‟ wasy-Syawahid min Katamil-Badi‟, h. 125.

Page 49: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

35

Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang

berbalik kebelakang. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat,

kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah

tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi

Maha Penyayang kepada manusia.. (Al-Baqarah:143)

Pada contoh di atas kalimat majâzinya adalah (قهت ػه ػقيجي ي (ي

siapa yang berbalik kebelakang ialah diserupakan dengan „orang murtad‟,

kembali lagi kepada musyrik setelah masuk Islam.

Selain isti‟ârah tamtsiliyyah yang berwujud nyata, terdapat

isti‟ârah macam ini yang bersifat imajinatif, maka disebut isti‟ârah

tamtsiliyyah takhyiliyyah seperti pada ayat berikut.

ب ي أشفق هب يح أ اندجبل فأثي األسض اد ب هب إب ػشضب األيبخ ػه انغ ح

ظهيب خال كب إ غب ال

Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat (tugas-tugas

keagamaan) kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya

enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan

mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. (al-Ahzab: 72)

Para ulama yang mengakui keberadaan isti‟ârah model ini dalam

Al-Qur‟an, mengatakan bahwa apa yang dikemukakan dalam ayat itu

adalah sebagai kiasan, bukan kenyataan sebenarnya. Di sini ingin

dinyatakan bahwa mengemban amanat (tugas-tugas keagamaan) sebagai

musta‟âr-minhunya dan musta‟âr-lahunya ialah yang dibebankan kepada

manusia itu merupakan tugas yang amat berat. Begitu beratnya, hingga

andaikata ditawarkan kepada makhluk Tuhan lain yang raksasa sekalipun,

Page 50: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

36

seperti langit, bumi dan gunung-gunung, pasti mereka enggan

menerimanya. Mereka khawatir tidak akan mampu untuk melaksanakan

tugas berat tersebut dengan baik.

3. Majaz Mursal

Menurut Hidayat, majâz mursal ialah majaz yang memakai

„hubungan bukan persamaan‟.42

Senada dengan Ahmad Izzan, bahwa

majaz mursal adalah majâz lughawy yang „alaqah (hubungan) antara

makna ashly dengan makna far‟y-nya tidak berbentuk keserupaan (ghair

musyabbahah). Macamnya antara lain, „alaqah mahaliyyah, halliyah,

juz‟iyah, kulliyah, sababiyah, musabbabiyah, i‟tibar ma kana, dan I‟tibar

ma yakunu. 43

1. Mahaliyyah

Yaitu majâz mursal yang menggunakan “tempat” sebagai

bahasa ungkapan, padahal makna yang dimaksud adalah “sesuatu

yang menempatinya”.

Contoh:

ضل ششق انهص ان

“Pencuri itu telah mencuri rumah”

Kata “rumah” ( ضل pada contoh di atas, tidak digunakan ,(ان

dalam makna ashly-nya sebagai sebuah “tempat” tetapi digunakan

dalam makna majazy-nya yaitu “isi rumah” sebagai “sesuatu yang

menempatinya”. Majaz seperti ini disebut majâz mursal dengan

42

Hidayat, Al-Balaghah lil-Jami‟ Wasy-Syawahid Min Katamil-Badi‟, h. 129 43

Ahmad Izzan, Uslubi: Kaidah-Kaidah Dasar Ilmu Balaghah, h. 77.

Page 51: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

37

„alaqah mahalliyah, karena menggunakan tempat sebagai bahasa

pengungkapan padahal yang dimaksud adalah yang menempatinya.

Inilah yang disebut majâz yang hubungannya adalah mahaliyyah.

2. Halliyah

Yaitu majâz mursal yang muncul karena menggunakan

“sesuatu yang menempati” sebagai bahasa ungkapan, padahal makna

yang dimaksud adalah “tempatnya”.

Contoh:

األثشاس نفي ؼيى إ

“Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar

berada dalam syurga yang penuh kenikmatan.” (QS. Al-Infiṯar

[82]:13)

Firman Allah di atas menggunakan kata “na‟im” (kenikmatan)

dalam makna majazy-nya yaitu jannah (surga). Kenikmatan adalah

sesuatu yang berada di surga, dan surga adalah tempat bagi

kenikmatan tersebut. Dengan demikian, maksud dari firman Allah di

atas itu adalah: “orang yang baik itu akan berada di surga yang

menjadi tempat bagi segala kenikmatan”. Majaz seperti ini disebut

majâz mursal dengan „alaqah halliyah.

3. Juz‟iyah

Yaitu majâz mursal yang menggunakan bahasa ungkapan

“sebagian”, padahal makna yang dimaksud adalah “keseluruhan”.

Contoh:

Page 52: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

38

كؼي ٱسكؼا يغ ٱنش ح ك ءارا ٱنض ح ه ا ٱنص أقي

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku‟lah beserta

orang-orang yang ruku‟.” (QS. Al-Baqarah [2]:43)

Firman Allah di atas mengandung arti perintah untuk

melaksanakan shalat, akan tetapi diugkapkan dalam bentuk majaz

mursal, yakni dengan menyebutkan kata “rukuk” sebagai “bagian”

dari rangkaian shalat”. Padahal, yang dimaksud adalah “seluruh”

rangkain shalat mulai dari takbir hingga salam. Hal ini termasuk

majaz mursal dengan „alaqah juz‟iyyah.

4. Kulliyah

Yaitu majâz mursal yang menggunakan bahasa ungkapan

“keseluruhan”, sedangkan makna yang dimaksud hanya

“sebagiannya” saja.

Contoh:

قجم انزؼهيى قشأ االعزبد انقشا

“Pak guru membaca al-Qur‟an sebelum mengajar”

Contoh di atas mengandung majaz mursal yaitu pada kata “al-

Qur‟an”. Kata al-“Qur‟an” sebagai sebuah keseluruhan mencakup

semua surat dan ayat yang ada di dalamnya. Namun, pada ungkapan

di atas tidak digunakan dalam makna kulliyah-nya (keseluruhan),

tetapi hanya digunakan pada makna juz‟iyyah-nya (sebagian), yaitu

sebagian dari ayat-ayat al-Qur‟an. Dengan demikian, majaz mursal

Page 53: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

39

ini muncul berdasarkan „alaqah kulliyah karena yang dimaksud “al-

Qur‟an” pada contoh tersebut adalah sebagian dari al-Qur‟an.

5. Sababiyyah

Yaitu majâz mursal yang menggunakan “sesuatu yang menjadi

penyebab” sebagai bahasa ungkapan, padahal makna yang dimaksud

adalah “akibat” atau musabbab-nya.

Contoh:

غدذ ث االييش ان

“Presiden membangun masjid”

Contoh sederhana tersebut mengandung majaz mursal karena

mengungkapkan sesuatu melalui “penyebab kejadian” yaitu

presiden, padahal makna yang dimaksud adalah “al-„ummal” (para

pekerja bangunan) yakni orang yang disuruh oleh presiden. Dalam

hal ini, presiden adalah „sebab‟ dan para pekerja bangunan adalah

musabbab. Inilah yang disebut majaz yang hubungannya adalah

sahabiyyah.

6. Musabbabiyyah

Yaitu majâz mursal yang menggunakan “akibat dari sebuah

penyebab” sebagai bahasa ungkapan, padahal makna yang dimaksud

adalah penyebabnya.

Contoh:

ضل نكى ي بء سصقبي انغ

“Dia menurunkan rizqi bagimu dari langit”

Page 54: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

40

Pada contoh ini, kata “rizq” digunakan pada majazy-nya yaitu

“ghaits” (air hujan) yang mengakibatkan kesuburan dan rizki yang

banyak. Rizq adalah musabbab dan air hujan adalah penyebab. Inilah

yang dimaksud dengan „alaqah musabbabiyah.

7. I‟tibar ma kana

Yaitu majâz mursal yang muncul karena mengungkapkan

“sesuatu yang terjadi di masa lalu” padahal makna yang

dimaksudkan adalah “sesuatu yang terjadi kemudian atau yang akan

datang”.

Contoh:

يهجظ ان بط انقط

“Orang-orang mengenakan kapas”

Dalam contoh ini, kata yang digunakan adalah makna majazy-

nya yakni kata “al-qutha” (kapas), sementara yang dimaksud adalah

“al-libas” (pakaian) yang dulunya berasal dari kapas. Dan kapas

lebih dahulu ada dibandingkan dengan pakaian. Inilah yang

dimaksud dengan i‟tibar ma kana.

8. I‟tibar ma yakunu

Yaitu majâz mursal yang muncul karena mengungkapkan

“sesuatu yang terjadi di kemudian hari” padahal makna yang

dimaksudkan adalah sesuatu yang terjadi sebelumnya.

Contoh:

قذ بسا عأ

Page 55: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

41

“Aku akan menyalakan api”

Pada contoh ini, kata yang mengandung makna majazy adalah

kata “al-nār” (api), sedangkan yang dimaksud adalah “al-hathab”

(kayu). Dalam hal ini, api menjadi sesuatu yang muncul dan terjadi

kemudian setelah kayu bakar itu dinyalakan terlebih dahulu. Dan,

inilah yang disebut dengan i‟tibar ma yakunu.44

C. Metode Takwil

Lafadz al-Qur‟an terkadang diungkapkan secara tersirat (implisit) dan

tidak tersurat (eksplisit), atau diisyaratkan terutama dalam ayat-ayat

mutasyabihat, sehingga maknanya tersembunyi di bawah permukaan lafadz.

Makna tersebut dapat ditemukan dengan menggunakan metode takwil, sebuah

metode untuk menemukan makna batin (esoteris) dalam pengungkapan teks.

Jadi, takwil dapat berarti pendalaman makna dari tafsir.45

Pemahaman tekstual dan kontekstual dalam pembahasan Ali Mustafa

Yaqub, MA salah satunya ialah takwil dalam hadis. Pengertian takwil secara

etimologi dan terminologinya sebagai berikut.

Al-Ta‟wil merupakan bentuk masdar dari awwala-yu‟awwilu-ta‟wil,

yaitu pola kalimat dari tsulatsi (tiga huruf asal) aala-yu‟ulu-aul. Menurut

pakar bahasa, al-aul adalah ar-ruju‟ (kembali). Takwil berarti memahami teks

dengan pemahaman yang lemah (marjuh). Maka secara bahasa (etimologi),

takwil adalah al-tarji‟ (pengembalian).46

44

Ahmad Izzan, Uslubi: Kaidah-Kaidah Dasar Ilmu Balaghah, h. 81. 45

Rudrud Barabai, “Pengertian Takwil”, artikel diakses pada 2 Desember

2017Karyacombariyang.blogspot.co.id/2015/11/pengertian-takwil.html 46

Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2014, hal.

26.

Page 56: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

42

Sedangkan dalam terminologi Islam, Ibnu Manzhur menyebutkan dua

pengertian takwil secara istilah dalam Lisan Al-Arab yang dikutif

Abdurrahman Mardafi pertama, takwil adalah sinonim (muradhif) dari tafsir.

Kedua takwil adalah memindahkan makna zhahir dari tempat aslinya kepada

makna lain karena ada dalil.47

Jadi, pengertian takwil adalah menjelaskan salah satu makna dari

makna asalnya ke makna lain dengan ketentuan dalil yaitu al-Qur‟an atau

hadis Nabi Saw.

Pada prinsipnya ulama sepakat mengatakan adanya penggunaan

takwil. Perbedaan terletak pada kadar penggunaan dan penerimaannya.

1. Dari segi diterima atau tidaknya suatu takwil ada dua bentuk takwil,

yaitu:

a. Takwil maqbul, yaitu yang telah memenuhi persyaratan. Takwil

dalam bentuk ini diterima keberadaannya oleh ulama Ushul.

b. Segi dekat atau jauhnya pengalihan makna lafazh yang ditakwil

dari makna zhahirnya, takwil dibagi kepada dua bentuk:

1. Takwil qarib, yaitu takwil yang tidak jauh beranjak dari arti

zhahirnya, sehingga dengan petunjuk yang sederhana dapa

dipahami maksudnya.

2. Takwil ba‟id, yaitu pengalihan dari makna lahir suatu lafazh

yang sebegitu jauhnya, sehingga tidak dapat diketahui dengan

dalil yang sederhana.

47

Pengertian Tafsir dan Takwil, diakses pada 2 Desember 2017

dariKitaabati.blogspot.co.id/2012/10/pengertian-tafsir-dan-takwil-htm

Page 57: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

43

Pendapat ulama seputar takwil sebagaimana dibahas dalam bidang

ilmu al-Qur‟an seputar ayat yang muhkam (teks yang pemahamannya pasti)

dan mutasyabih (pengertiannya tidak kongkrit), juga dalam bidang akidah,

serta dalam bidang ilmu hadis, sebab hadis juga ada yang muhkam dan

mutasyabih.

Dalam penggunaan takwil ada ulama yang menerima dan ada yang

menolak, bahkan ada pula yang moderat. Kalangan ulama yang menolak

adalah ulama salaf. Mereka mengatakan: “kami menyerahkan sepenuhnya

makna ayat-ayat mutasyabihat kepada Allah Swt.”

Mengomentari firman Allah Swt.

Mereka berkata: Kami menyucikan Allah Swt dari sifat duduk dan

berada di ruang dan tempat. Kemudian kami serahkan maksud firman tersebut

kepada Allah Swt.”

Sedangkan yang menerima takwil adalah dari kalangan ulama khalaf

atau al-mu‟awwilah (ahli takwil). Mereka menyatakan: “Kami menakwil

makna ayat-ayat mutasyabihat ini dengan bantuan ayat-ayat yang lain dan

asalib al-bayan (metode penjelasan).

Selanjutnya Ali Mustafa Yaqub mengatakan bahwa Imam Suyuthi

menyebutkan madzhab ketiga selain dua madzhab di atas; salaf dan khalaf.

Ini adalah kalangan yang moderat. Ibn Daqiq al-Id telah bersikap moderat

dengan berkata: “apabila takwil tersebut mendekati koridor bahasa Arab,

maka tidak ditolak. Namun, apabila jauh, maka kami menangguhkannya

(tawaqquf) dan mempercayai makna teks yang dimaksud apa adanya disertai

Page 58: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

44

sikap tanzih (menyucikan Allah dari sifat-sifat makhluk-Nya) makna dari

lafadz-lafadz (mutasyabihat) ini secara zhahir (ekplisit) dapat dipahami dalam

percakapan bangsa Arab.48

Dalam kaitannya metode pemahaman yang digunakan oleh Yûsuf al-

Qardâwî dalam memahami hadis terhadap majaz al-hadis adalah metode

takwil yaitu metode untuk mengalihkan makna kata, dari makna hakiki ke

makna majazi atau membedakan antara yang haqiqi dan makna yang majaz

(al-tafriq baina al-haqiqah wa al-majaz).

Jika pada suatu hadis terdapat karinah yang mengharuskannya untuk

dimaknai secara majazi maka hadis tersebut hendaknya dipahami secara

majaz dan keluar dari makna hakiki pada makna majazi itu apabila terdapat

suatu tanda yang menghalangi penyampaian makna hakiki berdasarkan alasan

dalil naqli atau rasional.

Berikut beberapa penjelasan mengenai tanda-tanda itu:

1. Dalam keadaan tertentu, makna majaz merupakan cara yang ditentukan,

jika tidak ditafsirkan secara majaz pasti akan menyimpang dari makna

yang dimaksud dan terjerumus pada kesalahan yang fatal.

2. Makna majâz sebagai solusi bagi hadis yang dilihat sulit untuk dipahami

secara harfiahnya dan kesulitan ini akan hilang bila hadis tersebut

diartikan dengan makna majazi.

48

Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2014, hal.

36.

Page 59: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

45

3. Makna majâz sebagai bentuk tamsil dan penyerupaan (menggambarkan

sesuatu yang abstrak dengan suatu yang konkrit) sebagai isyarat dari

tingkat keharusan dari suatu anjuran maupun larangan.

Penakwilan atas hadis serta nash-nash secara umum dengan

menyimpangkannya dari arti zahir adalah termasuk tindakan yang riskan.49

Terdapat alasan yang kuat yang mengharuskan terhadap majâz al-hadis yakni

dengan syarat sesuai dengan kesimpulan akal sehat, sesuai dengan syariat

Islam, sesuai dengan keilmuan yang pasti, dan sesuai dengan fakta yang tidak

diragukan lagi.

Langkah-langkah yang menjadi sumber pentakwilan Yûsuf al-

Qaraḏâwî yakni pertama mengaitkan pentakwilan dengan al-Qur‟an. Kedua

mengaitkan dengan hadis setema, ketiga mengaitkan dengan pendapat ulama,

dan keempat mengaitkan dengan pendekatan logika bahasa.

49

Yûsuf al-Qardâwî, Bagaimana Memahami Hadis Nabi SAW, Penerjemah Muhammad

Al-Baqir, (Bandung: Karisma, 1995), hal. 184.

Page 60: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

46

BAB III

PEMAKNAAN MAJAZI TERHADAP HADIS ORANG MUKMIN

MAKAN DALAM SATU USUS DAN KAFIR MAKAN

DALAM TUJUH USUS

Dalam konteks ini perlu dipahami kajian bahasa mengenai istilah

ungkapan kiasan atau majaz yang sudah dipaparkan oleh penulis pada bab

sebelumnya. Bahwa ungkapan dalam ungkapan bentuk majaz seringkali lebih

berkesan daripada ungkapan dalam bentuk hakiki. Bangsa Arab dikenal sebagai

bangsa yang mahir dalam bidang retorika bahasa. Nabi Saw. adalah orang Arab

yang menguasai balghah, bahkan beliau dianugrahi Allah kemampuan untuk

mengungkapkan perkataan yang singkat namun padat makna. Dari sini bisa

dipahami bila sabda-sabda beliau banyak menggunakan majaz untuk

mengungkapkan maksud dengan cara yang sangat mengesankan. Maka pada bab

ini penulis akan menguraikan metodologi pemahaman dengan metode takwil

Yûsuf al-Qardâwî pada salah satu hadis Nabi yang mengandung majaz, yaitu

sebegai berikut:

A. Metodologi Pemahaman Hadis Tentang Orang Mukmin Makan Dalam

Satu Usus dan Kafir Makan Dalam Tujuh Usus

1. Redaksi Hadis

الذ ت ثا شعثح، ع ذ، دذ ثا عثذ انص اس، دذ تش ذ ت ثا يذ دذ

أكم سك ش ال أكم در ؤذ ت ع ات ا فع لال : كا ذ، ع يذ

شا فمال : ا فع! ال ذذخم زا يع، فأدخهد سجال اكم يع، فأكم كث

Page 61: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

47

ادذ أكم ف يع ؤي صه هللا عه سهى مل: ان عد انث س عه

انكأفش اكم ف سثعح أيعاء. 1

Muhammad bin Basysyār memberitahu kami, „Abdussomad

memberitahu kami, Syu‟bah memberitahu kami, dari Wākidi bin

Muhammad, dari Nafi‟, ia berkata, “Ibnu Umar tidak akan makan

hingga memberikan kepadanya seoraang miskin yang akan makan

bersamanya. Kemudian aku mendatangkan kepadanya seorang lelaki

untuk makan bersamanya, lalu lelaki itu pun makan banyak sekali.

Kemudian ia berkata, “Hai Nafi‟! jangan kau datangkan laki-laki ini

kepadaku, aku mendengar Nabi SAW bersabda, “Seorang mukmin itu

makan dalam satu usus (maksudnya, mengisi satu usus), sedangkan

orang kafir makan dalam tujuh usus.”

2. Takhrij Hadis

Dalam memahami hadis secara benar, hal yang harus dilakukan

ialah mengumpulkan semua hadis yang berkaitan dengan tema tertentu.

Dalam mengumpulkan hadis-hadis tersebut penulis melakukan takhrij

hadis. Penulis melakukan takhrij dengan menggunakan kitab Mu‟jam al-

Mufahras Li Alfâz al-Hadis al-Nabawi.2 Kemudian penulis melakukan

takhrij dengan menggunakan kitab al-Mausû‟at al-Athrâf.3 Penulis

menemukan banyak hadis yang membahas tentang orang mukmin makan

dalam satu usus dan kafir makan dalam tujuh usus. Tetapi yang akan

1Abû Abdillâh Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari (Qohirah: Darul Hadis,

2010), jilid 3, h. 715. 2A.W Wensinc, Mu‟jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadis al-Nabawi, (Madinah Leiden: Brill,

1936), jilid 1, h. 71.

3Abu Muhammad Said Bin Bayûni Dzaglûli, Mausū‟at al-Athraf al-Hadis al-Syarif al-

Nabawî, (bairut), Jilid 8, h. 651.

Page 62: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

48

penulis cantumkan hanya yang terdapat dalam Sahih Bukhari dan Sahih

Muslim, sebagai berikut:

Hadis Sahih Bukhari

الذ ت ثا شعثح، ع ذ، دذ ثا عثذ انص اس، دذ تش ذ ت ثا يذ دذ

ذ، أكم يذ سك ش ال أكم در ؤذ ت ع ات ا فع لال : كا ع

شا فمال : ا فع! ال ذذخم زا يع، فأدخهد سجال اكم يع، فأ كم كث

ادذ أكم ف يع ؤي صه هللا عه سهى مل: ان عد انث س عه

انكأفش اكم ف سثعح أيعاء. 4

Muhammad bin Basysyār memberitahu kami, „Abdussomad

memberitahu kami, Syu‟bah memberitahu kami, dari Wākidi bin

Muhammad, dari Nafi‟, ia berkata, “Ibnu Umar tidak akan makan

hingga memberikan kepadanya seoraang miskin yang akan makan

bersamanya. Kemudian aku mendatangkan kepadanya seorang lelaki

untuk makan bersamanya, lalu lelaki itu pun makan banyak sekali.

Kemudian ia berkata, “Hai Nafi‟! jangan kau datangkan laki-laki ini

kepadaku, aku mendengar Nabi SAW bersabda, “Seorang mukmin itu

makan dalam satu usus (maksudnya, mengisi satu usus), sedangkan

orang kafir makan dalam tujuh usus.”

ات افع، ع ذ هللا، ع عث سالو، أخثشا عثذج، ع ذ ت ثا يذ دذ

ش ا -ع -سض هللا ع سهى: إ صه هللا عه ل هللا عه : لال سس

أكم ف انك انؤي إ ادذ، افك، فال أدس أ –ش ف ايع ان ا لال أ

ذ هللا ف سثعح أيعاء اكم –عث5

Muhammad bin Salām memeberitahu kami, „Abdatu memberitahu

kami, dari „Ubaidillah, dari Nafi‟, dari Ibnu Umar ra. ia berakata, bahwa

4Abû Abdillâh Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari , h. 715.

5Abû Abdillâh Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari,h. 716.

Page 63: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

49

Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya orang mukmin makan dalam

satu usus dan sesungguhnya orang kafir atau munafik aku tidak tahu

mana di antara keduanya yang dikatakan Ubaidillah-makan dalam tujuh

usus.”

عثذ هللا، ت ثا عه ك دذ أت ش، لال: كا ع ، ع ثا سفا دذ

سهى، سسل هللا صه هللا عه ش: إ ع سجال أكال، فمال: ن ات

سثعح أيعاء انكافش أكم ف <لال:> إ فمال: فاا أي تاهلل .سسن6

Ali bin Abdillāh memeberitahu kami, Supyān memberitahu kami,

dari Amr, dia berkata: Biasanya Abu Nahik seorang laki-laki yang

banyak makan, maka Ibnu Umar berkata kepadanya, “Sesungguhnya

Rasulullah SAW bersabda, „Orang kafir makan pada tujuh usus‟. “Dia

berkata, “Tapi aku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.”

أت األعشج، ع اد، ع أت انض ث يانك، ع م لال: دذ اع ثا إس دذ

شج -ش سهى: >أكم لال: لا -سض هللا ع ل هللا صه هللا عه ل سس

سثعح أيعاء< انكافش أكم ف ادذ، سهى ف يع ان7

Ismail memberitahu kami, ia berkata, Malik memberitahuku, dari

Abī Zinādi, dari A‟roji, dari Abu Hurairah RA dia berkata, Rasulullah

SAW bersabda, “Orang Muslim makan dalam satu usus dan orang kafir

makan dalam tujuh usus.”

ا ثا سه ثا شعثح دذ دشب، دذ أت داصو، ت ثاتد، ع ت عذ ، ع

سجال ك شج: أ أت ش ع شا فأسهى، فكا اكم أكال كث أكم أكال ا

6Abû Abdillâh Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari, h. 716.

7Abû Abdillâh Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari, h. 716.

Page 64: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

50

ال، فز له ان سهى، فمال: > إ صه هللا عه كش رنك نث أكم ف ؤي

انكفش أكم ف ادذ، سثعح أيعاء يع 8

Sulaiman bin Harbin memberitahu kami, Syu‟bah memberitahu

kami, dari „Adiyyi bin Tsabit, dari Abi Hazim, dari Abu Hurairah,

“Sesungguhnya seorang laki-laki biasa makan sangat banyak, lalu dia

masuk Islam. Setelah itu dia makan sedikit. Hal itu diceritakan kepada

Nabi SAW. Beliau bersabda, „Sesungguhnya orang mukmin makan

dalam satu usus dan kafir makan dalam tujuh usus‟.”

Setelah penulis teliti bahwa hadis tersebut dalam kitab sahih

Bukhari terdapat dalam lima tempat, masing-masing dengan nomor

5393, 5394, 5395, 5396, 5397 yang serupa makna maupun lafadznya

yaitu kitab makanan pada bab al-Mu‟minu ya‟kulu fî mi‟an wâhidin.

Hadis Sahih Muslim

ذ لانا أخثشا سع ذهللا ت عث ث ان ذ ت يذ دشب ش ت دذثا ص

صه ذ انث ش ع ع ات ذهللا أخثش افع ع عث ع انمطا

انؤي سهى لال انكافشاكم ف سثعح أيعاء يع هللا عه أكم ف

ادذ ش عثذهللا ذ ت ثا يذ دذ ات ثا ات تكش ت دذ ثا ات ح دذ

سافع ذ ت ث يذ دذ ذهللا ح ثا عث ش دذ ات ثا ات اسايح ثح دذ ش

ا ش ع اق لال اخثشا يع ص عثذانش ذ ع د عثذ ت ا ع ب كال

سه سهى ت صه هللا عه انث ش ع ع ات افع ع9

8Abû Abdillâh Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari, h. 717.

9Abu al-Husain Muslimal-Hajjâj al-Qushairi al-Naisaburi, Shahih Muslim, hal. 133

Page 65: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

51

Zuhair bin Harb, Muhammad bin Al-Mutsanna dan Ubaidullah bin

Sa‟id telah memberitahukan kepada kami, mereka berkata, Yahya telah

memberitahukan kepada kami -dia adalah Al-Qaththan-, dari

Ubaidullah, Nafi‟ telah mengabarkan kepadaku, dari Ibnu Umar, dari

Nabi Shallalahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda, “Orang kafir makan

dalam tujuh usus sedangkan orang mukmin makan dalam satu

usus.”Dan Muhammad bin Abdullah bin Numair telah memberitahukan

kepada kami, ayahku telah memberitahukan kepada kami. (H) Abu Bakar

bin Abu Syaibah telah memberitahukan kepada kami, Abu Usamah dan

Ibnu Numair telah memberitahukan kepada kami. Mereka berdua

berkata, Ubaidullah telah memberitahukan kepada kami. (H)

Muhammad bin Rafi‟ dan Abd bin Humaid telah memberitahukan

kepadaku, dari Abdurrazzaq, ia berkata, Ma‟mar telah mengabarkan

kepada kami, dari Ayyub, keduanya dari Nafi‟, dari Ibnu Umar, dari

Nabi Shallahu Alaihi wa Sallam, hadits yang serupa.

ثا شعثح ع جعفش دذ ذ ت ثا يذ دذ ه خالد انثا ثا ات تكش ت دذ

ذ ص ذت يذ الذ ش يسكا فجعم ضع ع ع افعا لال سأ ات س ا

زا ت شا لال فمال ال ذخه لال فجعم أكم اكال كث ذ ضع ت ذ

انكافش أكم ف سهى مل ا عد سسل هللا صه هللا عه فا س عه

.سثعح ايعاء 10

Dan Abu Bakar bin Khallad Al-Bahili telah memberitahukan

kepada kami, Muhammad bin Ja‟far telah memberitahukan kepada kami,

Syu‟bah telah memberitahukan kepada kami, dari Waqid bin Muhammad

bin Zaid, bahwasannya ia mendengar Nafi‟ berkata, “Ibnu Umar melihat

satu orang miskin, maka ia mulai meletakkan makanan dihadapannya

dan meletakkan makanan lain dihadapan orang itu. Ia berkata, “lalu

10

Abu al-Husain Muslimal-Hajjâj al-Qushairi al-Naisaburi, Shahih Muslim, hal. 133

Page 66: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

52

orang itu memakan banyak makanan.” Ia berkata, “Maka Ibnu Umar

berkata, “Janganlah sekali-kali orang ini dibawa ke hadapanku,

Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa

Sallam bersabda, “Sesungguhnya orang kafir makan dalam tujuh usus.”

ث ان ذ ت ث يذ اتدذ ع سفا ع د ثا عثذانش دذ ش ع ت انض

ع ات اكم ف جاتش ؤي سهى لال ان سسل هللا صه هللا عه ش ا

ادذ انكافش أكم ف سثعح ايعاء ثا يع ثا ات دذ ش دذ ثا ات دذ

نى سه سهى ت صه هللا عه انث جاتش ع ش ع ت ات انض ع سفا

ش ع زكش ات11

.

Muhammad bin Al-Mutsanna telah memberitahukan kepdaku,

Abdurrahman telah memberitahukan kepda kami, dari Sufyan, dari Abu

Az-Zubair, dari Jabir dan Ibnu Umar, bahwasannya Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Seorang mukmin makan dalam

satu usus sedangkan orang kafir makan dalam tujuh usus.”

Dan Ibnu Numair telah memberitahukan kepda kami, ayahku

telah memberitahukan kepda kami, Sufyan telah memberitahukan kepada

kami, dari Abu Az-Zubair, dari Jabir, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa

Sallam, hadits yang serupa. Dan tidak menyebutkan Ibnu Umar.

ع جذ ذ ع ثا تش ثا ات اسايح دذ انعالء دذ ذ ت ة يذ ثا ات كش دذ

ادذ أكم ف يع ؤي سهى لال ان صه هللا عه انث س ع ات ي

ض )ع ايعاء انكافش أكم ف سثعح ثا عثذانعض سعذ دذ ثح ت ثا لر دذ

صه هللا عه انث شج ع ات ش ع ات انعالء ع ذ( ع يذ ات

ى سم دذث سهى ت .12

11

Abu al-Husain Muslimal-Hajjâj al-Qushairi al-Naisaburi, Shahih Muslim, hal. 133 12

Abu al-Husain Muslimal-Hajjâj al-Qushairi al-Naisaburi, Shahih Muslim, hal. 133

Page 67: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

53

Abu Kuraib Muhammad bin Al-Alaa‟ telah memberitahukan kepda

kami, Abu Usamah telah memberitahukan kepda kami, Buraid telah

memberitahukan kepda kami, dari kakeknya, dari Abu Musa, dari Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda, “Seorang mukmin makan

dalam satu usus dan kafir makan dalam tujuh usus”.

Qutaibah bin Sa‟id telah memberitahukan kepda kami, Abdul Aziz yakni

Ibnu Muhammad telah memberitahukan kepada kami, dari Al-Ala‟, dari

ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,

seperti hadits riwayat mereka.

م ت س عس اخثشا يانك ع ثا اسذك ت سافع دذ ذ ت ث يذ دذ

ل هللا صه هللا عه سس شج ا ات ش ع ات سهى ات صانخ ع

سهى تشاج ض كافش فايشن سسل هللا صه هللا عه ف اف ض

فخهثد فششب دالتا ثى اخش فششت ثى اخش فششت در ششب دالب

اصثخ فاسهى فايشن ثى ا سهى تشاج سثع شا سسل هللا صه هللا عه

دالتا ثى فششب ا فمال سسل هللا صه هللا عه ايش تاخش فهى سرر

ادذ انكافش ششب ف سثعح ايعا ششب ف يع سهى انؤي ء.13

Dan Muhammad bin Rafi‟ telah memberitahukan kepdaku, Ishaq

bin Isa telah memberitahukan kepada kami, Malik telah mengabarkan

kepada kami, dari Suhail bin Abu Shalih, dari ayahnya, dari Abu

Hurairah bahwasannya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam

kedatangan tamu dan dia adalah orang kafir. Lalu Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan untuk memerah air susu

seekor kambing, lalu orang itu meminumnya. Kemudian diberikan

perahan susu yang lain, lalu orang itu meminumnya. Kemudian

diberikan perahan susu yang lain, lalu orang itu meminumnya hingga ia

13

Abu al-Husain Muslimal-Hajjâj al-Qushairi al-Naisaburi, Shahih Muslim, hal. 133

Page 68: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

54

meminum perahan susu dari tujuh ekor kambing. Kemudian di pagi

harinya ia masuk Islam, maka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam

memerintahkan untuk memerahkan air susu lalu ia meminumnya,

kemudian beliau memberitahukan untuk memerahkan air susu dari

kambing lain, ia tidak menghabiskannya, maka Rasulullah Shallallahu

Alaihi wa Sallam bersabda, “Seorang mukmin minum pada satu usus

sedangkan orang kafir minum pada tujuh usus.”

Setelah penulis teliti bahwa hadis tersebut dalam kitab Sâhîẖ

Muslim terdapat dalam lima tempat masing-masing dengan nomor 3839,

3840, 3841, 3842, 3843 yang serupa makna maupun lafadznya yaitu

kitab al-Asyrabah pada bab al-mu‟min ya‟kulu fî mi‟an wâhid wal kafir fi

sab‟ati am‟ain.

3. Penjelasan (Syarah) Hadis orang Mukmin Makan dalam Satu Usus dan

Kafir Makan dalam Tujuh Usus

Para ulama berbeda pendapat dalam mengartikan makna pada

hadis orang mukmin makan dalam satu usus dan kafir makan dalam tujuh

usus. Ibn Hajar ketika mensyarahkan hadis ini dalam dalam kitabnya

yaitu Fathul Bâri mengatakan bahwa Imam Bukhari menyebutkan hadis

pertama (Aku memasukkan seorang laki-laki makan bersamanya, lalu dia

makan banyak). Barangkali dia adalah Abu Nahik yang disebutkan pada

riwayat sesudahnya. Dalam riwayat muslim disebutkan (Maka Ibnu

Umar meletakkan makanan di hadapan orang itu dan meletakkan

makanannya di hadapannya, maka orang itu makan banyak). Lalu beliau

menyebutkan hadis (jangan memasukkan orang ini kepadaku), sehingga

Page 69: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

55

hadis tersebut dipahami bahwa Ibnu Umar menerapkan hadis itu sesuai

makna zhahirnya. Barangkali juga beliau tidak menyukai orang itu

masuk kepadanya, karena beliau melihat orang itu memiliki sifat seperti

sifat orang kafir.14

Selanjutnya Imam bukhari menyebutkan hadis kedua yaitu : (Dan

sesungguhnya orang kafir atau munafik, aku tidak tahu siapa di antara

keduanya yang dikatakan Ubaidillah). Imam Muslim bermaksud dalam

hadits tersebut ialah „orang kafir‟, tanpa keraguan beliau

menyebutkannya. Namun dalam riwayat Ath-Thabrani dari hadis

Samurah disebutkan dengan kata „munafik‟ sebagai pengganti „kafir‟.

Lalu ditemukan dalam kitab Al-Muwaththa dengan redaksi (Orang

mukmin makan dalam satu usus dan kafir makan dalam tujuh usus).15

Imam Bukhari meriwayatkan hadis ketiga yaitu (Abu Nahik

adalah seorang yang banyak makan). Dalam riwayat Al-Humaidi

disebutkan, (dikatakan kepada Ibnu Umar, Sesungguhnya Abu Nahik

adalah seorang laki-laki dari penduduk Makkah makan makanan yang

banyak). Lalu dia berkata: Aku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.

Atas dasar ini, para ulama sepakat untuk memahami hadis dengan selain

makna zhahirnya sebagaimana yang akan disebutkan.16

Kemudian Imam Bukhari mengutip hadis Abu Hurairah

“Sesungguhnya seseorang biasa makan makanan yang banyak, lalu

14

Ibnu Hajar al-Asqalâni, Fath al-Bâri Syarah Sahih Bukhari (Jakarta: Pustaka Azzam,

2008), jilid 26, h. 660. 15

Ibnu Hajar al-Asqalâni, Fath al-Bâri Syarah Sahih Bukhari, h. 661. 16

Ibnu Hajar al-Asqalâni, Fath al-Bâri Syarah Sahih Bukhari, h. 662.

Page 70: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

56

masuk Islam. Disebutkan dalam riwayat Muslim (Rasulullah pernah

didatangi seorang tamu yang masih kafir. Beliau SAW memerintahkan

didatangkan seekor kambing, lalu diperah. Dia pun minum air susunya.

Kemudian didatangkan kambing lain, kemudian didatangkan kambing

lain. Hingga ia minum air susu dari tujuh ekor kambing. Pagi harinya dia

masuk Islam, lalu diperintahkan didatangkan seekor kambing dan dia

minum air susunya. Kemudian didatangkan kambing lainnya namun dia

tidak mampu menghabiskan air susunya). Laki-laki yang dimaksud dia

datang bersama sekelompoknya pada saat maghrib. Dimalam pertamanya

mereka menghabiskan air susu yang diperah dari tujuh ekor kambing dan

makanan dalam periuk. Ketika malam hari yang kedua dan mereka sholat

maghrib, dilakukan apa yang dilakukan malam sebelumnya, lalu diperah

seekor kambing dan laki-laki itupun merasa puas dan kenyang. Ummu

Aiman berkata: Bukankah ini tamu kita (semalam)? Dia berkata,

Sesungguhnya pada malam ini dia makan dalam satu usus dan dia

mukmin, sementara sebelum itu dia makan dalam tujuh usus, orang kafir

makan dalam tujuh usus dan orang mukmin makan dalam satu usus. Pada

semua sanadnya terdapat Musa bin Ubaidah, seorang periwayat yang

lemah.17

Al-Ţhabarani meriwayatkan dengan sanad yang bagus dari

Abdullah bin Amr, dia berkata: Pernah tujuh orang laki-laki datang

kepada Nabi Saw, maka setiap seorang daripada sahabatnya mengambil

17

Ibnu Hajar al-Asqalâni, Fath al-Bâri Syarah Sahih Bukhari, h. 664.

Page 71: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

57

seorang laki-laki, dan Nabi Saw mengambil satu orang. Beliau bertanya

kepadanya, Siapa namamu ? Orang itu berkata, Abu Ghazwan. Dia

berkata: Maka diperah untuknya tujuh ekor kambing. Dia berkata,

“Maka diperah untuknya tujuh ekor kambing. Dia berkata, “Maka

diperah untuknya tujuh ekor kambing dan dia minum semua susunya.

Nabi Saw bersabda kepadanya, Maukah engkau wahai Abu Ghazwan

masuk Islam?” Dia berkata, “Baiklah.” Dia pun masuk Islam.

Rasulullah Saw mengusap dadanya. Ketika pagi hari diperah untuknya

seekor kambing dan dia tidak bisa menghabiskan air susunya. Beliau

Saw bertanya. “Ada apa dengan engkau wahai Abu Ghazwan?” Dia

berkata, “Demi yang megutusmu sebagai Nabi, sungguh aku sudah

kenyang.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya kemarin engkau memiliki

tujuh usus dan tidak ada bagimu hari ini kecuali satu usus”. 18

Kemudian terjadi perbedaan tentang makna hadis. Dikatakan

yang dimaksud bukan makna zhahirnya. Akan tetapi ia adalah

perumpamaan orang mukmin dalam dalam sikap zuhudnya terhadap

dunia dan ketamakan orang kafir terhadap dunia. Karena orang mukmin

sedikit mengambil kepentingan dunia, maka dia makan dalam satu usus.

Adapun orang kafir karena ambisi dan keinginan mendapatkan yang

banyak, maka dia makan dalam tujuh usus. maksudnya, bukan usus atau

makan dalam arti yang sebenarnya, tetapi yang dimaksud adalah sedikit

dan memperbanyak keduniaan. Seakan-akan Nabi mengumpamakan

18

Ibnu Hajar al-Asqalâni, Fath al-Bâri Syarah Sahih Bukhari, h. 665.

Page 72: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

58

perbuatan mengumpulkan dunia dengan „makan‟ dan sebab-sebabnya

dengan „usus‟.19

Menurut penulis dalam penjelasan tersebut terdapat sebuah majaz

aqli yaitu menghubungkan fi‟il dengan penyebab kejadian. Adapun

maksud Nabi Saw mengucapkan kalimat „makan” bermaksud perbuatan

mengumpulkan dunia dan kalimat „usus‟ sebagai penyebab kejadian.

Sebagian berkata, “Maknanya, orang mukmin makan yang halal

dan orang kafir makan yang haram, sementara dalam kenyataan yang

halal lebih sedikit daripada yang yang haram.” Demikian dinukil Ibnu

At-ti. Sementara Ath-Thahawi menukil pandangan yang sama dengan

pandangan sebelumnya dari Abu Ja‟far bin Abi Imran. Dia berkata,

“Sebagian orang memahami hadis ini dengan arti sikap tamak/rakus

terhadap dunia. Seperti dikatakan, „Fulan memakan dunia‟ yakni; sangat

berambisi dan tamak terhadapnya. Maka makna „orang mukmin makan

dalam satu‟ artinya bersikap zuhud dan mengambil sedikit. Lalu makna

„orang kafir makan dalam tujuh usus‟ artinya sangat berambisi dan ingin

banyak mengambilnya.20

Adapun penjelasan tersebut menurut penulis terdapat sebuah

majâz isti‟ârah yakni adanya hubungan antara makna ashli dengan

makna far‟y bersifat keserupaan. Bahwa, yang dimaksud satu usus adalah

makan sedikit dan yang dimaksud dengan tujuh usus ialah makan

banyak.

19

Ibnu Hajar al-Asqalâni, Fath al-Bâri Syarah Sahih Bukhari, h. 666. 20

Ibnu Hajar al-Asqalâni, Fath al-Bâri Syarah Sahih Bukhari, h. 667.

Page 73: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

59

Sebagian lagi berkata, “Maksudnya, motivasi bagi orang mukmin

agar makan sedikit setelah dia mengetahui bahwa makan banyak

merupakan sifat orang kafir, karena jiwa orang mukmin jauh dari pada

menyerupai sifat orang kafir. Adapun yang menunjukkan bahwa makan

banyak termasuk sifat orang kafir adalah firman Allah dalam surah

Muhammad [47]: ayat 12,

رع كفشا ر انز أكه عاو ا ذأكم األ ك

(Dan orang-orang kafir bersenang-senang di dunia dan makan

seperti makannya binatang).21

Al-Qadhi berkata, “Hadis ini berkenaan dengan orang itu sendiri,

dikatakan kepadanya sebagai permisalan.” Ada yang mengatakan bahwa

yang dimaksud adalah hendaknya rang mukmin bersikap hemat pada

makanannya. Ada lagi yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah

orang mukmin menyebut nama Allah Ta‟ala pada saat hendak makan

sehingga setan tidak serta makan dengannya, sedangkan orang kafir tidak

menyebut nama Allah dan setan ikut serta makan dengannya. Didalam

Shahih Muslim disebutkan bahwa setan dengan mudah memakan

makanan yang tidak disebutkan nama Allah Ta‟ala pada waktu makan.22

Menurut penulis yang dikatakan oleh al-Qadhi sebagai

„pemisalan‟ ini menunjukkan bahwa penjelasan tersebut terdapat sebuah

majâz mursal, yaitu bahasa kiasan yang memakai hubungan. Hubungan

21

Ibnu Hajar al-Asqalâni, Fath al-Bâri Syarah Sahih Bukhari, h. 667. 22

Al-nawâwi, Syarah Sâhîh Muslim, (Jakarta: Darus Sunah, 2013), Jilid 9, hal. 874.

Page 74: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

60

akibat untuk sebab, yang mana akibatnya orang mukmin dengan sebab

hemat pada makanannya atau yang dimaksud adalah orang mukmin

menyebut nama Allah Ta‟ala pada saat hendak makan sehingga setan

tidak serta makan dengannya dan begitupun sebaliknya.

Pakar kedokteran mengatakan, “Setiap manusia memiliki tujuh

macam usus, yaitu perut besar, tiga usus halus yang bersambung

dengannya, dan tiga usus besar.” Orang kafir yang karena kerakusannya

dan tidak mengucapkan nama Allah pada saat makan, maka tidak cukup

baginya kecuali harus memenuhi seluruh ususnya. Sedangkan orang

mukmin karena kesederhanaannya dan mengucapkan nama Allah pada

saat makan, maka makanan tersebut dapat mengenyangkannya dan cukup

hanya satu usus saja. Dimungkinkan yang demikian ini hanya pada

sebagian orang-orang mukmin dan sebagian orang-orang kafir. Ada yang

mengatakan, “yang dimaksud dengan tujuh usus adalah tujuh sifat, yaitu

semangat, rakus, panjang angan-angan, tamak, tabiat buruk, iri dengki,

dan gemuk. Ada yang berkata, “yang dimaksud orang mukmin disini

adalah orang yang sempurna imannya dan berpaling dari hawa nafsu dan

sudah puas dengan apa yang dapat memenuhi kebutuhannya.” Pendapat

terpilih adalah bahwa sebagian orang mikmin makan dalam satu ususnya,

sedangkan kebanyakan orang kafir makan dalam tujuh usus. Dan tidak

mesti setiap usus dari ketujuh usus tersebut sama seperti satu usus orang

mukmin. Wallahu A‟lam.23

23

Al-Nawâwi, Syarah Sâhîh Muslim, (Jakarta: Darus Sunah, 2013), Jilid 9, hal. 874.

Page 75: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

61

Selanjutnya menurut penulis dalam penjelasan tersebut terdapat

sebuah majâz isti‟ârah sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya

bahwa terdapat hubungan antara makna kiasan dengan makna sebenarnya

yakni yang dimaksud dengan tujuh usus adalah tujuh sifat.

Para ulama berkata, “Maksud hadis ini adalah mengurangi hal-hal

yang berkaitan dengan urusan dunia dan anjuran untuk bersikap Zuhud

(tidak mementingkan kehidupan dunia) dan Qana‟ah (merasa puas), dan

sedikit makan adalah termasuk akhlak baik seseorang sedangkan banyak

makan adalah sebaliknya. Adapun perkataan Ibnu Umar berkenaan

dengan orang miskin yang makan banyak dihadapannya, “Janganlah

sekali-kali orang ini ke hadapanku.” Adalah karena orang itu menyerupai

orang kafir. Dan barangsiapa yang menyerupai orang kafir maka makruh

hukum bergaul dengannya jika tidak ada keperluan atau kepentingan

yang mendesak. Sebab, porsi makanan yang ia makan memungkinkan

untuk dapat menutupi kebutuhan orang banyak. Adapun orang yang

disebutkan didalam kitab ini yang minum perahan susu dari tujuh

kambing, maka ada yang mengatakan ia adalah Tsumamah bin Utsal, ada

yang mengatakan, Jahjah Al-Ghifari. Dan ada juga yang mengatakan ia

adalah Nadhrah bin Abu Nadhrah Al-Ghifari. Wallahu A‟lam.24

24

Al-Nawâwi, Syarah Sâhîh Muslim, hal. 875.

Page 76: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

62

B. Analisis

Metodologi pemahaman hadis orang mukmin makan dalam satu usus

dan kafir makan dalam tujuh usus dengan menggunakan pendekatan atau

metode takwil Yûsuf al-Qaraḏâwî yakni (al-tafriq baina al-haqiqah wa al-

majaz) sebagaimana dijelaskan di bab sebelumnya bahwa langkah-langkah

pentakwilannya ialah mengaitkan dengan al-Qur‟an, hadis setema, pendapat

ulama dan pendekatan logika bahasa.

Dalam kitab Fath al-Bârī, disebutkan hadis dengan judul ‟Orang

Mukmin Makan dalam Satu Usus dan Kafir Makan dalam Tujuh Usus‟, hadis

ini menunjukan bahwa makna „orang kafir makan dalam tujuh usus‟ artinya

sangat berambisi dan ingin banyak mengambilnya. Adapun yang

menunjukkan makan banyak termasuk sifat orang kafir adalah firman Allah

dalam Surah Muhammad [47]: ayat 12,

ها ع آيا ذخم انز هللا انذاخ إ ذذرا انص جاخ ذجش ي

نى اناس يث عاو ا ذأكم األ ك أكه رع كفشا ر انز اس األ

Artinya:

Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang yang beriman dan

mengerjakan amal saleh ke dalam surga yang mengalir di bawahnya

sungai-sungai. Dan orang-orang yang kafir itu bersenang-senang (di

dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang-binatang. Dan

neraka adalah tempat tinggal mereka.

Menurut Quraish Shihab, ayat di atas menguraikan sekelumit dampak

perlindungan-Nya dengan menyatakan: Sesungguhnya Allah akan

memasukkan orang-orang yang beriman dan membuktikan kebenaran iman

Page 77: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

63

mereka dengan mengerjakan amal-amal yang shaleh, akan memasukkan

mereka ke dalam surga yang mengalir di bawah istana-nya sungai-sungai,

dan ini menghapus semua kekeruhan dan kesempitan hidup yang pernah

mereka rasakan di dunia. Sedang orang-orang yang kafir bersenang-senang

dengan kesenangan sementara dan sedikit lagi segera hilang di dunia ini.

Mereka mengikuti syahwat hawa nafsu tanpa kendali agama atau akal dan

mereka senantiasa makan yakni melakukan aneka aktivitas seperti binatang-

binatang makan kapan dan dimana pun, tanpa berpikir tentang akibat-

akibatnya dan nanti di hari kemudian neraka merupakan tempat tinggal bagi

mereka.25

Lanjut pendapatnya, ayat ini menguraikan perbedaan yang sangat

menonjol antara kaum beriman dan kaum kafir. Orang-orang yang beriman,

mereka beriman dan beramal shaleh, dan orang-orang kafir, pandangan dan

aktivitas mereka hanya tertuju kepada hal-hal yang bersifat material. Orang-

orang mukmin berbakti dan melakukan amal-amal saleh untuk kepentingan

diri, keluarga dan kemanusiaan, dengan ajaran mengasah dan mengasuh kalbu

dan menghiasinya dengan iman, serta memfungsikan dengan baik anggota

tubuh mereka melalui amal-amal yang bermanfaat, sedang orang-orang kafir

hanya memperhatikan sebagian dari potensi mereka, yakni sisi jasmani

khususnya pemenuhan syahwat perut dan kelamin.26

25

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan keserasian Al-Qur‟an, (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), Volume 13, hal. 130. 26

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan keserasian Al-Qur‟an, (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), Volume 13, hal. 130.

Page 78: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

64

Ath-Thabari mengomentari firman-Nya: Orang-orang yang kafir

bersenang-senang dan mereka makan seperti makannya binatang bahwa:

orang-orang yang menentang untuk mengesakan Allah serta mendustakan

rasul-Nya, bersenang-senang di dunia dengan rumah, perabotan mewah, dan

perhiasannya yang fana dan akan lenyap itu. Makan di dunia tanpa

memikirkan tempat kembali mereka, tidak merenungkan hujjah yang

diberikan Allah kepada makhluk-Nya yang mengantarkan mereka kepada

ilmu mengesakan Allah dan ilmu membenarkan rasul-Nya. Dari segi makan

yang mereka lakukan tanpa didasari ilmu akan hal itu, sama seperti binatang

ternak yang ditundukkan, tidak ada pikiran lain selain makan.27

Sedangkan dalam Tafsirnya Al Qurthubi, رع كفشا ر انز “Dan

orang-orang kafir bersenang-senang,” di dunia, seolah-olah mereka adalah

ternak, dimana tujuan mereka hanya untuk perut dan kemaluan mereka.

Mereka lalai akan hari esok mereka. Menurut satu pendapat, orang yang

beriman itu di dunia berbekal, orang munafik berhias, sedang orang kafir

bersenang-senang. نى اناس يث “Dan jahannam adalah tempat tinggal

mereka.” Yakni tempat dan kediaman mereka.28

Atas dasar identifikasi penulis terhadap hadis orang mukmin makan

dalam satu usus dan kafir makan dalam tuju usus yang diriwayatkan Imam

Bukhâri dan Imam Muslim setelah dikaitkan dengan ayat al-Qur‟an bahwa,

27

Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir al-Thabari, Jami‟ Al Bayan an Ta‟wil Ayi Qur‟an,

diterjemahkan oleh Abdul Shomad dengan judul Tafsir Ath-Thabari, (Jakarta: Pustaka Azzam,

2009), Jilid 23, hal. 469. 28

Imam al- Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, Penerjemah Akhmad Khotib (Jakarta: Pustaka

Azzam, 2009), juz 16, hal. 606.

Page 79: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

65

orang beriman itu dijanjikan oleh Allah bahwa kelak tempatnya ialah surga

dengan ketentuan membuktikan keimanannya dengan beramal shaleh.

Sedangkan bagi orang kafir ialah tempatnya dineraka yang mana mereka

selama hidupnya mengikuti syahwat hawa nafsu tanpa kendali agama yakni

melakukan kegiatan seperti binatang makan kapan dan dimanapun dan selalu

bersenang-senang tanpa memikirkan dampaknya. Sebagaimana dikatakan

oleh Yûsuf al-Qaraḏâwî bahwa adakalanya pemahaman berdasarkan majaz

itu merupakan suatu keharusan. Atau, jika tidak, orang akan tergelincir dalam

kekeliruan. Oleh sebab itu, hadis di atas haruslah dipahami sebagai majaz.

Meskipun langkah-langkah metode pemaknaan majazi Yûsuf al-Qaraḏâwî

belum tersusun secara sistematis, namun dapat dianalisis dari contoh hadis

yang beliau selesaikan dengan pemaknaan majazi. Yakni dalam memahami

suatu hadis yang terkesan majaz, ia mencari penjelasan dari al-Qur‟an dan

hadis.

Di antara etika makan yang diajarkan oleh Nabi adalah anjuran makan

bersama-sama pada satu piring. Sesungguhnya hal ini merupakan sebab turunnya

keberkahan pada makanan tersebut. Oleh karena itu, semakin banyak jumlah orang

yang makan maka keberkahan juga akan semakin bertambah.

Sedangkan menurut al-Nawawi, di dalam riwayat Jabir diterangkan,

“Makanan satu orang cukup untuk dua orang, makanan dua orang cukup untuk

empat orang dan makanan empat orang cukup untuk delapan orang.” Dalam bab ini

terdapat anjuran untuk saling membantu dalam hal makanan. Apabila makanan

Page 80: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

66

tersebut sedikit jumlahnya maka akan cukup bagi orang yang akan makan dan

terdapat keberkahan bagi semuanya. Wallahu A‟lam.29

Jadi, dari penjelasan hadis yang dipaparkan, hadis tentang orang

mukmin makan dalam satu usus dan kafir makan dalam tujuh usus

menghimbau kepada orang muslim bahwa adab-adab makan yang anjurkan

adalah makan tidak berlebihan. Makan dalam porsi terlalu besar merupakan

penyebab tubuh menjadi sakit dan merasa malas sehingga sangat berat untuk

melakukan berbagai amal ketaatan. Di samping itu hal tersebut akan

menyebabkan hati menjadi beku. Sebaliknya makan dalam porsi yang terlalu

sedikit, juga akan menyebabkan badan menjadi lemah dan loyo sehingga

tidak kuat melakukan berbagai amal taat. Jadi makanlah dengan secukupnya

dan tidak berlebihan.

Sedangkan menurut Syuhudi Ismail, secara tekstual hadis tersebut

menjelaskan bahwa ususnya orang yang beriman berbeda dengan ususnya

orang kafir. Padahal dalam kenyataan yang lazim, perbedaan anatomi tubuh

manusia tidak disebabkan oleh perbedaan iman. Dengan demikian,

pernyataan hadits itu merupakan ungkapan simbolik. Itu berarti harus

dipahami secara kontekstual.

Adapun menurut Al-Syarif al-Ridâ, perkataan tersebut merupakan

bentuk majaz, maksudnya bahwa seorang mukmin menjadikan makanan

sebagai upaya untuk melangsungkan kehidupan bukan tujuan untuk

memuaskan syahwat dan mencari kenikmatan, sehingga mereka makan

sekedar untuk bertahan hidup. Sedangkan orang-orang kafir menjadikan

29

al-Nawâwi, Syarah Sâhîh Muslim, hal. 868.

Page 81: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

67

makanan sebagai tujuan hidup dan untuk memenuhi keinginan nafsu yang

tiada puasnya sehingga mereka seperti makan dengan tujuh usus.30

Dalam skripsi Siti Imritiyah dengan judul kajian hadis-hadis makan

dan minum; perspektif ilmu kesehatan,31

bahwa Berdasarkan hadis “Orang

mukmin itu makan dengan satu usus, sedangkan kafir itu makan dengan tujuh

usus”, al-Qadhi berkata, “hadis ini berkenaan dengan orang itu sendiri,

dikatakan padanya sebagai pemisalan”. Ada yang mengatakan bahwa yang

dimaksud adalah hendaknya orang mukmin bersikap hemat pada

makanannya. Pakar kedokteran mengatakan, “Setiap manusia memiliki tujuh

macam usus, yaitu perut besar, tiga usus halus yang bersambung dengannya,

dan tiga usus besar.” Orang kafir yang karena kerakusannya dan tidak

mengucapkan nama Allah pada saat makan, maka tidak cukup baginya

kecuali harus memenuhi seluruh ususnya. Sedangkan orang mukmin karena

kesederhanaannya dan mengucapkan nama Allah pada saat makan, maka

makanan tersebut dapat mengenyangkan dan cukup hanya satu usus saja.

Dimungkinkan yang demikian ini hanya pada sebagian orang-orang Mukmin

dan sebagian orang-orang kafir. Ada yang mengatakan, yang dimaksud

dengan “Tujuh usus adalah tujuh sifat, yaitu semangat, rakus, panjang angan-

angan, tamak, tabiat buruk, iri dengki dan gemuk. Ada yang berkata “Yang

dimaksud dengan orang Mukmin disini adalah orang yang sempurna imannya

dan berpaling dari hawa nafsu dan sudah puas dengan apa yang dapat

30

al-Syarîf al-Ridâ, Al-Majâzât al-Nabawiyyah (Lebanon: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah,

2007), hal. 215. 31

Siti Imritiyah, Kajian Hadis-hadis Makan dan Minum; Perspektif Ilmu Kesehatan, h. 35.

Page 82: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

68

memenuhi kebutuhannya. Pendapat terpilih adalah bahwa sebagian orang

Mukmin makan dalam satu ususnya, sedangkan kebanyakan orang kafir

makan dalam tujuh usus. Dan tidak mesti setiap usus dari ketujuh usus

tersebut sama seperti satu usus orang Mukmin.

Perbedaan usus dalam matan hadis tersebut menunjukkan perbedaan

sikap atau pandangan dalam menghadapi nikmat Allah, termasuk tatkala

makan. Orang yang beriman memandang makan bukan sebagai tujuan hidup,

sedang orang kafir menempatkan makan sebagai bagian dari tujuan

hidupnya. Karenanya, orang yang beriman mestinya tidak banyak menuntut

dalam kelezatan makan. Yang banyak menuntut kelezatan makan pada

umumnya adalah orang kafir. Di samping itu dapat dipahami juga bahwa

orang yang beriman selalu bersyukur dalam menerima nikmat Allah,

termasuk tatkala makan, sedang orang kafir mengingkari nikmat Allah yang

dikaruniakan kepadanya.32

Berdasarkan paparan tersebut, jelas bahwa hadis orang mukmin

makan dalam satu usus dan kafir makan dalam tujuh usus itu adalah bentuk

majaz. Karena jika dipahami secara haqiqi dalam kenyataan yang lazim,

perbedaan anatomi tubuh manusia tidak disebabkan oleh perbedaan iman.

Ungkapan itu adalah untuk menegaskan seorang mukmin itu menjadikan

makan sebagai upaya untuk melangsungkan kehidupan bukan tujuan untuk

memuaskan syahwat dan mencari kenikmatan.

32

M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual, Telaah Ma‟ani al-Hadits

tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal, (Jakarta: Bulan Bintang, 2009), hal.

22.

Page 83: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

69

Penakwilan seperti ini, dengan memahami hadis sebagai suatu kiasan.

Tidaklah ditolak oleh agama. Yakni selama hal itu masih dalam batas yang

dapat diterima, tidak dipaksakan dan tanpa mengada-adakan, dan sepanjang

masih ada sesuatu yang mengharuskan kita beralih dari arti yang sebenarnya

kepada yang bersifat majâz. Dengan kata lain, selama adanya kendala

tertentu, baik berupa kesimpulan akal yang jelas, atau hukum syariat yang

sahih, atau pengetahuan yang pasti, atau kenyataan yang tak diragukan, yang

menolak pemahamannya secara biasa atau secara harfiah.33

Oleh karenanya, hadis yang di riwayatkan oleh Imam Bukhari dan

Imam Muslim yakni perbedaan orang mukmin dan orang kafir yang berbunyi:

الذ ت ثا شعثح، ع ذ، دذ ثا عثذ انص اس، دذ تش ذ ت ثا يذ دذ

أكم يذ سك ش ال أكم در ؤذ ت ع ات ا فع لال : كا ذ، ع

شا فمال : ا فع! ال ذذخم زا يع، فأدخهد سجال اكم يع، فأكم كث

صه هللا عه سهى مل عد انث س ادذ عه أكم ف يع ؤي : ان

انكأفش اكم ف سثعح أيعاء. 34

Muhammad bin Basysyār memberitahu kami, „Abdussomad

memberitahu kami, Syu‟bah memberitahu kami, dari Wâkidi bin

Muhammad, dari Nafi‟, ia berkata, “Ibnu Umar tidak akan makan

hingga memberikan kepadanya seoraang miskin yang akan makan

bersamanya. Kemudian aku mendatangkan kepadanya seorang lelaki

untuk makan bersamanya, lalu lelaki itu pun makan banyak sekali.

Kemudian ia berkata, “Hai Nafi‟! jangan kau datangkan laki-laki ini

33

Yûsuf al-Qaraḏâwî, Bagaimana Memahami Hadis Nabi Saw, terj. Muhammad al-Baqir

(Bandung: Kharisma, 1993), hal. 173. 34

Abû Abdillâh Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari, h. 715.

Page 84: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

70

kepadaku, aku mendengar Nabi SAW bersabda, “Seorang mukmin itu

makan dalam satu usus (maksudnya, mengisi satu usus), sedangkan

orang kafir makan dalam tujuh usus.”

Di dalam satu dialek tentang kata mi‟an yang di sebutkan di kitab Al

Muhkam diberi „sukun‟ pada huruf „ain‟ dan sesudahnya huruf „ya‟, bentuk

jamaknya adalah am‟aa, maksudnya adalah usus.

Abu Hatim as-Sijistani berkata, “Kata al mi‟ah adalah mudzakar (jenis

laki-laki), dan aku tidak mendengar orang yang aku percayai

menyebutkannya dalam bentuk mu‟annats (jenis perempuan), seperti

mengatakan „mi‟ah waahidah‟, akan tetapi telah disebutkan oleh mereka yang

tidak aku percayai seperti itu.”

Imam muslim meriwayatkan dari jalur Yahya Al Qaththan, dari

Ubaidillah bin Umar, dengan lafazh “orang kafir” tanpa keraguan. Hanya saja

dalam riwayat Ath-Thabarani dari hadis Samurah disebutkan dengan kata

„munafik‟ sebagai pengganti „kafir‟.

Menurut Muhammad Yusuf, dalam hadits tersebut terdapat sebuah

isti‟arah tamsiliyyah, qarinahnya adalah hâliyah. Adapun maksud Nabi Saw

mengucapkan kalimat satu usus tersebut ditunjukkan kepada kepada orang

yang memakan makan dengan tidak mengikuti hawa nafsu, tidak berlebihan

akan tetapi secukupnya, makan dengan niat agar badan menjadi sehat

sehingga dapat beribadah dan bekerja dengan baik. Sebaliknya Nabi juga

mengucapkan tujuh usus, bermaksud mencela orang yang makan untuk

Page 85: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

71

memenuhi hawa nafsunya, berlebih-lebihan, kelezatannya saja tidak mencari

keberkahan dari makanan tersebut.35

Berdasarkan paparan sebelumnya pada bab dua, bahwa isti‟ârah

tamsiliyyah tampil dalam bentuk kalimat dan bila isti‟ârah tamtsiliyyah sudah

digunakan orang secara meluas di masyarakat jadilah peribahasa. Sedangkan

qarinahnya adalah hâliyah “sesuatu yang menempati” yang dimaksud adalah

“tempatnya”. Maka pada hadis Orang mukmin makan dalam satu usus

diserupakan dengan orang yang zuhud dan orang kafir makan dalam tujuh

usus diserupakan dengan orang yang serakah atau cinta dunia.

Selanjutnya menurut M. Fatih dalam jurnalnya menguraikan hadis di

atas sebagai berikut:36

Ungkapan yang disabdakan Nabi itu merupakan gaya bahasa kiasan

atau metafora (majazi) untuk menjelaskan perbedaan karakter dan orientasi

hidup antara orang mukmin dan orang kafir. Karakter orang mukmin adalah

sedikit makan sebab orientasi hidupnya adalah makan untuk hidup,

sedangkan karakter orang kafir adalah banyak makan sebab orientasi

hidupnya adalah hidup untuk makan. Dengan demikian, sabda Nabi “mukmin

makan dengan satu usus” merupakan ungkapan majaz yang dimaksudkan

untuk menjelaskan bahwa orang mukmin itu makannya sedikit, dan sabda

beliau “orang kafir makan dengan tujuh usus” pun adalah ungkapan majazi

untuk menjelaskan bahwa orang kafir itu makannya banyak.

35

Muhammad Yusuf, Telaah Majas Pada Hadits-hadits Kitab Shahih Al-Bukhari, Tesis

Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2005, h.240. 36

M. Fatih, Pemahaman Hadis “Makan dengan Tiga Jari” dan “Perbedaan Usus orang

Mukmin dan Orang Kafir Ketka Makan” (Kajian Ma‟anil Hadis), Jurnal Of Islamic Religious

Instruction V, 1 No, 1 (Februari 2017): h. 131.

Page 86: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

72

Pada sisi lain, angka tujuh adalah frase “tujuh usus” dalam hadis

tersebut tidak menunjuk pada angka antara enam dan delapan, tetapi sekedar

untuk menunjukkan makna banyak (li al-kashrah), bukan untuk membatasi (li

al-tahdid) pada bilangan tertentu. Dalam kultur orang Arab, angka tujuh atau

tujuh puluh memang sering digunakan untuk menyebut jumlah banyak. Al-

Qur‟an yang diturunkan dalam bahasa Arab (bi lisani qauhimi) juga

mengakomodir kultur tersebut. Ini misalnya terlihat pada ayat-ayat berikut

ini:

ذسرغفش نى ال ذسرغفش نى إ اسرغفش نى أ نى سثع غفش هللا ج فه يش

و انفاسم ذ انم ال هللا سسن ى كفشا تاهلل رنك تأ

Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu

mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendati pun kamu

memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-

kali tidak akan memberi ampun kepada mereka. Yang demikian itu

adalah karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan Allah

tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. (QS. At-Taubah: 80)37

ا ف أ ن سثعح أتذش يا األسض تعذ ي ذ انثذش شجشج ألالو ي

عضض دكى هللا إ اخ هللا فذخ كه

Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut

(menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah

(kering) nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat

Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS.

Luqman: 27)38

37

Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur‟an dan Terjemahnya (Jakarta: PT.

Sygma Examedia Arkanleema, 2009), h. 200. 38

Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur‟an dan Terjemahnya (Jakarta: PT.

Sygma Examedia Arkanleema, 2009), h. 413.

Page 87: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

73

ثرد سثع ساتم ف كم ثم دثح أ ك انى ف سثم هللا أي فم يثم انز

هللا ثهح يائح دثح اسع عهى ضاعف س هللا شاء ن

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang

menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir

benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji.

Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan

Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-

Baqarah: 261)39

Ayat-ayat di atas menggunakan angka tujuh atau tujuh puluh secara

majazi untuk menunjukkan makna banyak. Ini disebabkan oleh al-Qur‟an

yang berbahasa Arab itu mengakomodir beberapa kultur atau tradisi

kebahasaan yang biasa digunakan orang Arab sehingga mereka mudah

memahaminya. Pola ini tampaknya juga digunakan oleh Nabi Saw. dalam

mensabdakan hadis-hadisnya. Berdasarkan hal ini, maka kita memahami frase

“tujuh usus” dalam hadis di atas bukan dalam pengertian matematis “tujuh

usus” melainkan banyak usus yang secara majazi dimaksudkan untuk

menunjukkan sifat atau karakter rakus, tamak, dan berlebihan dalam urusan

makan (duniawi).

Menurut penjelasan yang telah dipaparkan berdasarkan metode takwil

Yûsuf al-Qaraḏâwî bahwa hadis itu dimaknai majâzi jika terdapat qarinah

yang mengharuskannya. Dipahami secara majâz dan keluar dari makna hakiki

pada makna majâzi itu terdapat suatu tanda yang menghalangi penyampaian

makna hakiki berdasarkan dalil naqli dan rasional. Tanda-tanda yang penulis

39

Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur‟an dan Terjemahnya (Jakarta: PT.

Sygma Examedia Arkanleema, 2009), h. 44.

Page 88: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

74

temukan dari pemahaman yang sudah dipaparkan diatas ialah pertama bahwa

hadis orang mukmin makan dalam satu usus dan kafir makan dalam tujuh

usus itu sulit dipahami secara harfiah yaitu dalam kenyataan yang lazim,

perbedaan anatomi tubuh manusia tidak disebabkan oleh perbedaan iman.

Dan kesulitan ini hilang bila hadis tersebut diartikan dengan makna majâzi

yaitu kezuhuhudannya orang mukmin yang disebutkan dalam satu usus dan

keserakahannya orang kafir yang disebutkan dalam tujuh usus dimaksudkan

untuk menunjukkan sifat atau karakter rakus dan berlebihan dalam urusan

(makan) duniawi.

Selanjutnya tanda yang kedua ialah sebagai bentuk tamsil dan

penyerupaan (menggambarkan sesuatu yang abstrak dengan suatu yang

konkrit). Yaitu pada hadis tersebut terdapat isti‟arah tamsiliyyah tampil

dalam bentuk kalimat dan bila isti‟arah tamtsiliyyah sudah digunakan orang

secara meluas di masyarakat jadilah peribahasa. Sedangkan qarinahnya

adalah hâliyah “sesuatu yang menempati” yang dimaksud adalah

“tempatnya”. Maka pada hadis Orang mukmin makan dalam satu usus

diserupakan dengan orang yang zuhud dan orang kafir makan dalam tujuh

usus diserupakan dengan orang yang serakah atau cinta dunia.

Page 89: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

75

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan

sebagai berikut:

Majaz merupakan makna baru atau bukan lagi makna asal dan di

dalamnya mengandung makna yang mengesankan, sehingga untuk

memahami sebuah ungkapan yang mengandung majaz perlu diteliti agar tidak

keliru dalam memahaminya.

Terjadinya pemaknaan majazi pada hadis yaitu ketika matan hadis

terlihat tidak masuk akal. Sehingga untuk menyelesaikannya dengan

memalingkan kata asal atau haqiqi ke makna majazi maka disebut dengan

istilah takwil dan suatu lafal atau teks yang dipandang sebagai majaz itu perlu

takwil.

Berdasarkan metode takwil Yûsuf al-Qaraḏâwî bahwa hadis itu

dimaknai majazi jika terdapat qarinah yang mengharuskannya. Dipahami

secara majaz dan keluar dari makna hakiki, bila pada makna majazi itu

terdapat suatu tanda yang menghalangi penyampaian makna hakiki

berdasarkan dalil naqli dan rasional.

Tanda-tanda yang penulis temukan dari pemahaman yang sudah

dipaparkan di atas ialah pertama bahwa hadis orang mukmin makan dalam

satu usus dan kafir makan dalam tujuh usus itu sulit dipahami secara harfiah

Page 90: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

76

yaitu dalam kenyataan yang lazim, perbedaan anatomi tubuh manusia tidak

disebabkan oleh perbedaan iman. Dan kesulitan ini hilang bila hadis tersebut

diartikan dengan makna majazi yaitu kezuhuhudannya orang mukmin yang

disebutkan dalam satu usus dan keserakahannya orang kafir yang disebutkan

dalam tujuh usus dimaksudkan untuk menunjukkan sifat atau karakter rakus

dan berlebihan dalam urusan (makan) duniawi. Selanjutnya tanda yang kedua

ialah sebagai bentuk tamsil dan penyerupaan (menggambarkan sesuatu yang

abstrak dengan suatu yang konkrit). Yaitu pada hadis tersebut terdapat

isti’arah tamsiliyyah tampil dalam bentuk kalimat dan bila isti’arah

tamtsiliyyah sudah digunakan orang secara meluas di masyarakat jadilah

peribahasa. Sedangkan qarinahnya adalah hâliyah “sesuatu yang menempati”

yang dimaksud adalah “tempatnya”. Maka pada hadis Orang mukmin makan

dalam satu usus diserupakan dengan orang yang zuhud dan orang kafir makan

dalam tujuh usus diserupakan dengan orang yang serakah atau cinta dunia.

B. Saran

Dalam skripsi ini penulis hanya memfokuskan pada satu hadis

tertentu saja yang mengandung majaz. Maka dari itu penulis berharap ada

yang menyempurnakan penelitian ini dengan metode takwil selain Yûsuf al-

Qaraḏâwî atau dapat dilihat dari ilmu pengetahuan seperti ilmu sains sehingga

nanti dapat membedakan dari pemahaman masing-masing tokoh tertentu

dengan berbagai metodenya.

Page 91: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

77

DAFTAR PUSTAKA

Adib, Muhammad. Metode Taqwil al-Qur’an Ibn Qutaybah, Tesis Pasca Sarjana

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.

Agama RI, Departeman. al-Qur’an dan Terjemahnya Jakarta: PT. Sygma

Examedia Arkanleema, 2009.

Al-„Asqalânî, Ibn Hajar. Fath al-Bârî: Penjelasan Kitab Sahīh al-Bukhârî, terj.

Abdul Aziz Abdullah ibn Baz. Jakarta: Pustaka Azzam, 2007. jilid 26.

Al-Bayhaqî, Abû Bakr. al-Sunan al-Kubrâ: kitab al-īman, bab mâ jâ’a fi al-

yamîn al-ghamûs. Beirut: Dār al-kutub al-„Âlamiyah, 1424 H. juz 10.

Al-Bukhari, Abû Abdillâh Muhammad bin Ismail. Shahih Bukhari Qohirah:

Darul Hadis, 2010.

Al-Naisaburi, Abu al-Husain Muslimal-Hajjâj al-Qushairi, Shahih Muslim,

Riyad: Dâr al-Salâm, 1998.

Al-Nawâwi, Syarah Sahîh Muslim. Kairo: al-Matba‟ah al-Misriyyah li al-Azhar,

1929.

Al-Qardâwî, Yûsuf. Bagaimana Memahami Hadis Nabi SAW, Penerjemah

Muhammad Al-Baqir. Bandung: Karisma, 1995.

Al-Riḏâ, Al-Syarîf. Al-Majâzāt al-Nabawiyyah. Lebanon: Dar Al-Kotob Al-

Ilmiyah, 2007.

Al-Sakkâkî, Miftâh al- ‘Ulûm . Beirut: Dar al-Kutub al-Alamiyah, t, th.

Al-Thabari, Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir. Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi

Qur’an, diterjemahkan oleh Abdul Shomad dengan judul Tafsir Ath-

Thabari, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.

Barabai, Rudrud. “Pengertian Takwil”. Artikel diakses pada 2 Desember 2017

dari Karyacombariyang.blogspot.co.id/2015/11/pengertian-takwil.html

Dzaglūli, Abu Muhammad Said Bin Bayûni. Mausû’at al-Athraf al-Hadits al-

Syarif al-Nabawî, (bairut).

Fatih, M. Pemahaman Hadis “Makan dengan Tiga Jari” dan “Perbedaan Usus

orang Mukmin dan Orang Kafir Ketika Makan” (Kajian Ma‟anil Hadis),

Jurnal Of Islamic Religious Instruction V, 1 No, 1 (Februari 2017): h.

131.

Ghozi , Ahmad. “Hadis-hadis yang Bermakna Majazi”. Artikel diakses pada 1

Mei 2017 dari

http://googleweblight.com?lite_url=http://ahmadghozi.blogspot.com/200

9/05/hadits-majazi

Hidayat. Al-Balaghah lil-Jami’ wasy-Syawahid min Katamil-Badi’. (Jakarta: Pt

Karya Toha Putra, 2002.

http://ilmu majazil hadis /2013/10/ alqurangresik.htm.

Page 92: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

78

Ibn Hanbal, Abû „Abdullâh Ahmad. Musnad Ahmad ibn Hanbal, kitab al-mulhaq

al-mustadrak min al-ansâr baqiyyah khâmis ’asyar al-ansâr bab hadīts

Khaulah binti Hākim. Muassasah al-Risâlah, 1421 H, juz 5.

Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, Penerjemah Akhmad Khotib Jakarta:

Pustaka Azzam, 2009.

Imritiyah, Siti. “Kajian Hadis-hadis Makan dan Minum; Perspektif Ilmu

Kesehatan”. Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.

Islam, Ahmad Saiful. Makna Majas Kata Yammas Hadits Nomor 486 dalam

Mu’jam Al-Kabir Ii Al-Tabrani. Skripsi UIN Sunan Ampel, Surabaya.

Ismail, M. Syuhudi. Kesahihan Sanad Hadis: Telaah Kritis dan Tinjauan Kritis

dengan Pendekatan Ilmu Sejarah, Jakarta: Bulan Bintang, 2014.

Ismail, M. Syuhudi. Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual, Telaah Ma’ani

al-Hadits tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal,

Jakarta: Bulan Bintang, 2009.

Izzan, Ahmad. Uslubi: Kaidah-Kaidah Dasar Ilmu Balaghah. Bandung:

Tafakur, 2012.

Maizudin. Pemahaman Kontekstual atas Hadis Nabi (Kajian Islam: Jurnal ilmu-

ilmu Keislaman). Padang: Tim pengembangan Jurnal Ilmiah IAIN Imam

Bonjol Padang, (2001).

Mustari, Tatung. “Majaz Aqli dalam Ilmu Balaghah”. Artikel diakses pada 21

Juni 2017 dari http://hahuwa.blogspot.co.id/2017/04/majaz-aqli.html.

Ngumdaturrosidatuszahrok. Pemaknaan Majas Pada Hadits Nabi. Skripsi UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.

Noor, Fauz. Berpikir seperti Nabi. Yogyakarta: Pustaka Sastra LKiS, 2009.

Norhidayat, Metode Ta’wil Al-Qur’an Menurut Al-Ghazali. Tesis Sekolah

pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2006.

Pengertian Tafsir dan takwil. Artikel diakses pada 2 Desember 2017.

Kitaabati.blogspot.co.id/2012/10/pengertian-tafsir-dan-takwil-htm

Qomariah, Etey. “Dualisme Hakikat-Majaz dan Masalah Ta‟wil”. Artikel diakses

pada 14 Agustus dari

http://eteyqomariah.blogspot.co.id/2013/12/dualisme-hakikat-majaz-dan-

masalah-tawil.html

Quthb, Sayyid. Tafsir Fi-Zhilalil Qur’an: Di Bawah Naungan al-Qur’an, Pen:

Aunur Rafiq Shaleh Tamhid. Jakarta: Robbani Press, jilid, 1.

Rauf, Mu‟min. Pendekatan Takwil Al-Maraghi Terhadap Ayat-Ayat

Mutasyabihat, tesis Sekolah pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2007.

Ritonga, Abdul Hamid. Hadis-hadis Antropomorfisme: Analisis terhadap Takwil

Ibn Hajar al-‘Asqalani dalam Fath Al-Barii, MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu

Keislaman, Vol. XXXVII No. 2 (Juli Desember 2013).

Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan keserasian Al-Qur’an,

Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Page 93: PEMAKNAAN MAJAZI PADA HADIS ORANG MUKMIN MAKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38303/1/SKRIPSI... · sesuai dengan ketentuan ... berdasarkan indikator-indikator

79

Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadits Nabi. Yogyakarta, Teras.

Wensink, A.J. Mu’jam al-Mufahras li Alfâdz al-Hadis al-Nabawi, Leiden: E.J.

Brill, 1936.

Yakub, Ali Musthafa. Cara Benar Memahami Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus,

2014.

Yusuf , Muhammad. Telaah Majas Pada Hadis-hadis Kitab Shahih Al-Bukhari.

Tesis Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005.

Zubaidillah, Haris. “Hakiki dan Majazi”. Artikel diakses pada 15 Juni 2017 dari

blogspot.co.id/2015/10/makalah-hakiki-dan-majazi-tasybih.html