PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing...

47
PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN PENYEMBUH MENGENAI GANGGUAN JIWA SERTA PENGOBATAN ALTERNATIF OLEH RUTH LENA SEPTARIA RAHINA PUTRI 802014169 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2019

Transcript of PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing...

Page 1: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA

DAN PENYEMBUH MENGENAI GANGGUAN JIWA

SERTA PENGOBATAN ALTERNATIF

OLEH

RUTH LENA SEPTARIA RAHINA PUTRI

802014169

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian dari

Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2019

Page 2: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

ii

Page 3: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak
Page 4: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak
Page 5: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak
Page 6: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak
Page 7: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA

DAN PENYEMBUH MENGENAI GANGGUAN JIWA

SERTA PENGOBATAN ALTERNATIF

Ruth Lena S. R. Putri

Aloysius L. S. Soesilo

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2019

Page 8: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

i

ABSTRAK

Pada kasus masalah kejiwaan, pusat pengobatan alternatif, tradisional ataupun

keagamaan yang dilakukan sebagai pengganti dari pengobatan nonkonvensional,

layanan kesehatan jiwa tidaklah tersedia (Human Right Watch, 2016). Penelitian

ini hendak mengidentifikasikan pemahaman baik pengasuh dan penderita serta

penyembuh mengenai gangguan jiwa dan mendeskripsikan dasar keputusan

mereka untuk mencapai kesembuhan penderita. Metode kualitatif digunakan

dalam penelitian ini di mana observasi dan wawancara dilakukan serta data

dianalisis sesuai prosedur analisis data sistematis Moustakas. Partisipan yang

terlibat yaitu dua penyembuh berbasis keagamaan yang pernah menangani

penderita gangguan jiwa dan dua keluarga penderita, yakni pengasuh serta

penderita yang menderita gangguan jiwa selama 10-12 tahun dan menempuh

pengobatan alternatif sebagai upaya penyembuhan. Temuan menunjukkan bahwa

keluarga penderita maupun penyembuh masih mengaitkan gangguan jiwa dengan

gangguan supernatural sebagai sebab utama di samping sebab lainnya.

Berdasarkan pemahaman keluarga penderita, keputusan serta peralihan

pengobatan alternatif menuju pengobatan medis dilatarbelakangi oleh budaya,

pengalaman, tingkat pendidikan, SES, keterlibatan orang sekitar serta evaluasi

terhadap pengobatan. Selanjutnya pemahaman akan gangguan jiwa bergerak dari

gangguan supernatural menuju suatu yang transenden, mengakui sebagai cobaan

dari Tuhan. Penderita juga meyakini adanya gangguan sistem saraf hanya saja

informasi mengenai gangguan tidak diberikan secara tepat sehingga mereka tetap

bersandar pada persepsi masing-masing. Dari sisi penyembuh alternatif, beberapa

metode penanganan yang tidak jauh berbeda dengan keyakinan dan praktik

keagamaan mereka yang didasarkan pada “ketulusan” dan “keikhlasan”. Beberapa

metode digunakan untuk menyembuhkan penderita dan praktik keagamaan

menjadi faktor proteksi agar terhindar dari gangguan supernatural.

Kata kunci: Pengobatan alternatif, persepsi, skizofrenia

Page 9: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

ii

ABSTRACT

In psychological problem’s cases, alternative medicine center, traditional

medication, or religious treatment that are done as substitution of non-

conventional medication, mental health service are not provided (Human Right

Watch, 2016). This research’s purposes are to find out the understanding

(thought) of mental illness from the patients, their caregiver, and the alternative

healers, and also to know their reason and principles behind their decision in

getting over the mental illness. Qualitative method has been used in this research

by doing observation and interview and the data has been analyzed with

Moustakas’s systematic analysis. The participants who involved were two

religious alternative healers who had treated patients with mental illness, two

patients and their caregivers whose patients have been suffering from mental

illness for 10-12 years and have been taking alternative medicines to get over the

mental illness. The result presented that both patient’s family and healer still

connecting mental illness and supernatural interference as its cause besides the

other causes. Based on the patient’s family understanding, the decision and the

shift from alternative to medical treatment are caused by culture, experiences,

level of education, social economic status (SES), the role of people around patient

and treatment’s evaluation. Furthermore, their understanding of mental illness

has changed from supernatural interference to God’s Temptation. They also

believe that there is neuron disorder, but the information was not given properly

so they still rely on their own perception. On healer’s side, they provide some

method that are inseparable from their religious beliefs and practices which the

basic elements are “ketulusan” and “keikhlasan”. Some methods are used to heal

the patient and religious practices are used as the protective factors to avoid

supernatural interference.

Key words: Alternative medicine, perception, schizophrenia

Page 10: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

1

PENDAHULUAN

Gangguan jiwa didefinisikan sebagai sindrom gangguan signifikan secara

klinis pada kognitif, regulasi emosi, atau perilaku individu yang merefleksikan

disfungsi pada proses psikologis, biologis, atau proses perkembangan yang

mendasari fungsi mental (DSM-5, 2013). Tahun 2018, tercatat tujuh dari 1000

penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa yang meningkat dari tahun 2013

(Riskesdas, 2013; Riskesdas, 2018). Jumlah penderitanya semakin besar, namun

informasi mengenai kesehatan mental dan gangguan jiwa masih minim serta

layanan kesehatan yang sulit untuk diakses di mana hampir 90% orang tidak bisa

mengakses layanan kesehatan jiwa (Kementerian Kesehatan dalam Human Right

Watch, 2016). Salah satu dampaknya yaitu pada pengetahuan masyarakat

mengenai gangguan jiwa yang tak jarang gejalanya dikaitkan dengan hal yang

irasional dan supernatural seperti kerasukan setan, diguna-guna, kutukan

(Sarwono & Subandi, 2013), karena perbuatan amoral yang pernah dilakukan

ataupun kurang iman (HRW, 2016) sehingga penderita mendapatkan stigma dari

keluarganya maupun masyarakat. Stigma sendiri adalah kumpulan dari sikap,

keyakinan, pikiran, dan perilaku negatif yang berpengaruh pada individu atau

masyarakat umum untuk takut, menolak, menghindar, berprasangka, dan

membedakan seseorang (Pamungkas, Linawati, & Sutarjo, 2016). Pandangan

keliru ini akhirnya mengarahkan keluarga untuk mengurung penderita di dalam

atau luar rumah bahkan memasung karena dianggap berbahaya dan mengancam

keselamatan dirinya sendiri ataupun orang lain, ada juga yang membawa penderita

ke dukun atau kiai atau pendeta sebagai upaya pengobatan secara alternatif dan

upaya pencarian bantuan medis seringkali menjadi pilihan terakhir yang ditempuh

(HRW, 2016). Sementara kondisi penderita dapat semakin buruk jika rentang

waktu antara pertama kali gejala muncul sampai dengan penanganan medis yang

diperoleh semakin lama, yang disebut duration of untreated psychosis atau DUP

(Sarwono & Subandi, 2013).

Pengobatan alternatif merupakan setiap bentuk praktik pengobatan yang

berada di luar bidang dan praktik pengobatan kedokteran modern yang mencakup

Page 11: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

2

secara luas falsafah penyembuhan, pendekatan serta berbagai jenis dan teknik

terapi (Hadibroto & Alam, 2006). Namun juga mengacu pada obat-obatan atau

teknik penyembuhan yang belum teruji atau masih dalam tahap uji coba oleh para

ahli kedokteran modern. Pemerintah Indonesia sejak tahun 2003 telah

mengeluarkan peraturan terkait praktik terapi tradisional yang dibuat oleh Menkes

RI No. 1076/ Menkes / SK / VII / 2003 (Menkes, 2003). Menkes dalam peraturan

tersebut mengklasifikasikan pengobat tradisional menjadi empat jenis yaitu

pengobat tradisional keterampilan (pijat urut, patah tulang, sunat, dukun bayi,

refleksi, akupresure, akupuntur, chiropraksi, dan metode lainnya yang sejenis),

pengobat tradisional ramuan (jamu, gurah, tabib, shinshe, homoepathy,

aromaterapi, dan metode lainnya yang sejenis), pengobat tradisional pendekatan

agama (dengan pendekatan agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, atau Buddha),

dan pengobat tradisional supernatural (tenaga dalam (prana), paranormal, reiky

master, qigong, dukun kebatinan, dan metode lainnya yang sejenis), serta tercatat

30,4% RT (rumah tangga) telah memanfaatkannya (Riskesdas, 2013). Pada kasus

masalah kejiwaan, pusat pengobatan alternatif, pengobatan tradisional atau

pengobatan keagamaan yang dilakukan sebagai pengganti dari pengobatan

nonkonvensional, layanan kesehatan jiwa tidaklah tersedia (HRW, 2016).

Penelitian yang dilakukan Yatiningsih (2016) menunjukkan bahwa salah satu

keluarga partisipan menganggap penyakit penderita disebabkan karena

penyalahgunaan ilmu yang diberikan oleh ayahnya sehingga ia seolah-olah

menjadi “nakal”. Dengan demikian, penyakit akan sembuh dengan

menghilangkan hal mistik sehingga pengobatan alternatif ditempuh dari satu

tempat ke tempat lain. Ritual pada pengobatan yang pertama, penderita diminta

untuk membawa air dari tujuh mata air yang berbeda dan kemudian air tadi

didoakan dan diminum, sedangkan sisanya digunakan sebagai campuran untuk

mandi penderita. Kedua, keluarga meminta bantuan orang pintar supaya ilmu

kekebalan penderita dihilangkan, dan ketiga, penderita diruqyahkan. Berbagai

pengobatan alternatif yang ditempuh tidak memberikan kesembuhan dan akhirnya

keluarga membawa ke puskesmas untuk mendapatkan penanganan medis dari

psikiater. Penelitian yang dilakukan oleh Subu (2015) melaporkan bahwa

beberapa penderita dipaksa untuk memakan makanan yang tidak wajar seperti

Page 12: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

3

telur mentah, cabai, dan daun-daunan. Selain itu, dukun melakukan pijat keras

pada seluruh tubuh penderita dengan tujuan melepaskan setan dari tubuh

penderita.

Beragam hal melatarbelakangi keputusan keluarga dalam membawa

penderita menuju pengobatan alternatif sebagai sarana penyembuhan dan banyak

pula metode pengobatan alternatif yang ditawarkan dalam masyarakat. Penelitian

ini hendak mengetahui apa pemahaman penderita gangguan jiwa dan keluarga

mengenai gangguan jiwa yang dialami oleh penderita di kota Salatiga; apa yang

menjadi dasar dalam pengambilan keputusan penderita dan keluarga untuk

menempuh pengobatan alternatif sebagai upaya penyembuhan penderita; dan apa

pemahaman penyembuh pengobatan alternatif yaitu penyembuh berbasis

keagamaan, mengenai gangguan jiwa serta apa yang menjadi dasar penyembuh

dalam memberikan penanganan tertentu sebagai upaya penyembuhan penderita.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pemahaman penderita dan

keluarga serta penyembuh mengenai gangguan jiwa. Penelitian ini juga hendak

mendeskripsikan dasar keputusan penderita dan keluarga untuk menempuh

pengobatan alternatif serta mendeskripsikan dasar penyembuh dalam memberikan

metode penanganan sebagai upaya penyembuhan gangguan penderita.

METODE PENELITIAN

Partisipan

Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 6 orang yaitu dua keluarga

penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua

penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak saling terkait.

Keluarga pertama terdiri dari partisipan keluarga atau pengasuh yang akan disebut

PK1 (ibu, 70 tahun) dan partisipan penderita yang disebut PP1 (laki-laki, 38

tahun). Keluarga kedua yakni pengasuh atau PK2 (ayah, 67 tahun) dan penderita

atau PP2 (laki-laki, 38 tahun). Dari dua keluarga penderita yang mau

diwawancarai hanya PP2. PP1 dan PP2 sudah lebih dari 10 tahun menderita

Page 13: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

4

gangguan jiwa di mana PP1 sudah menempuh empat tempat pengobatan alternatif

dan sekali dirawat di RSJ sedangkan PP2 menempuh tiga tempat pengobatan

alternatif dan dua kali dirawat di RSJ. Selain itu, terdapat dua penyembuh

alternatif berbasis agama Islam yang akan disebut PA1 (laki-laki, 50 tahun) dan

PA2 (laki-laki, 35 tahun).

Teknik pengumpulan dan analisis data

Metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis digunakan

untuk memahami sudut pandang penderita dan keluarga yang mengasuh mengenai

pengalaman gangguan jiwa dan perjalanan pengobatan khususnya pengobatan

alternatif. Dengan pendekatan ini, dapat membantu dalam memahami dari sisi

penyembuh mengenai gangguan jiwa serta dasar penanganannya. Pengumpulan

data menggunakan metode observasi dan wawancara mendalam (in-depth

interview) yang mana proses wawancara direkam secara audio menggunakan

handphone. Wawancara dilakukan dengan seizin partisipan dari bulan Maret-

Desember 2018 untuk kelima partisipan dengan waktu wawancara berkisar 50-80

menit dan 1-3 kali wawancara tiap partisipannya. Catatan observasi selalu

dilakukan baik saat proses wawancara maupun saat kunjungan rumah.

Data yang diperoleh disusun menjadi transkrip dan dianalisis sesuai

prosedur analisis data sistematis Moustakas (1994, dalam Creswell, 2015) yaitu

mengidentifikasi pernyataan penting, merumuskan makna dan deskripsi

menyeluruh mengenai esensi dari fenomena sesuai konteks penelitian.

HASIL

Proses pemaknaan psikologis pada transkrip wawancara tiap partisipan

memberikan bingkai cerita yang dibentuk dalam beberapa kategori. Dari kategori

akan memunculkan tema-tema sentral yang digunakan dalam penyusunan narasi

baik dari sisi keluarga penderita gangguan jiwa maupun penyembuh.

Deskripsi Partisipan Keluarga Penderita

PP1 merupakan anak nomor dua dari dua bersaudara yang menderita

gangguan jiwa sejak tahun 2007. Ia diasuh oleh ibunya yang akan disebut PK1,

Page 14: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

5

yang menjanda sejak Maret 2019 lalu. PP1 memiliki kakak perempuan yang

sudah menikah dan ia tinggal berdua dengan PK1 di sebuah rumah yang berlantai

tanah di dusun Krompakan. Kegiatan PP1 adalah berkunjung ke rumah paman

dekat rumah, berkunjung ke salon pria milik temannya dan terkadang ia

menemani anak-anak kecil bermain di sekitar rumahnya. Selain itu, PP1 ikut

berpartisipasi dalam beberapa acara kampung seperti acara memperingati

Kemerdekaan RI.

PK1 bekerja sebagai buruh tani dengan upah Rp30.000,00/hari dan karena

sudah tidak terlalu kuat, terkadang PP1 membantunya membawa padi.

Penghasilan tadi digunakan untuk mencukupi kebutuhan makan, listrik, PDAM

dan rokok PP1 yang dapat menghabiskan ±Rp5000,00/hari. Bantuan pemerintah

diterima dalam bentuk perbaikan rumah, raskin serta pelayanan kesehatan bagi

PP1. Kegiatan lain yang diikuti PK1 adalah pengajian ibu-ibu dan menonton TV

di rumah tetangga.

PP2 merupakan anak pertama yang menderita gangguan jiwa yang diasuh

ayahnya yang disebut PK2. Ia menderita gangguan jiwa sejak usia 27 tahun yaitu

11 tahun lalu. Ia memiliki tiga adik, yang pertama perempuan dan yang lain laki-

laki. PP2 tinggal bersama kedua orangtua dan dua adiknya karena adik

perempuannya sudah menikah. Semua adik PP2 sudah bekerja dan beberapa

waktu yang lalu pun ia sempat berjualan celana training ke tetangga sekitar,

namun karena ia merasa cepat lelah, ia memutuskan untuk tinggal di rumah.

Ketika rawat jalan ke RS DKT, ia mengutarakan keluhannya dan telah diberi

vitamin B complex, namun masih merasa lelah seperti mau jatuh kalau jalan

terlalu lama. Adapun medikasi yang dijalani selama ini merupakan salah satu

bantuan pemerintah yang diterima PP2.

PK2 dan PP2 merupakan perokok aktif yang menghabiskan rokok seilai

Rp10.000,00/hari, PP2 sendiri dapat menghabiskan 30 batang sehari dan

dampaknya terlihat pada beberapa gigi bagian atas yang berwarna hitam dan kuku

jari telunjuk kirinya yang menguning. PK2 adalah buruh bangunan namun sejak

Page 15: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

6

anaknya menderita gangguan jiwa, ia hanya menerima pesanan jendela dan pintu

karena dengan begitu ia dapat menjaga anaknya di rumah. Kesehariannya PK2

merawat anak sapi dan terkadang PP2 membantunya mencarikan rumput di

belakang rumah terutama ketika PK2 tidak enak badan. Sedangkan istri PK2

setiap pagi pergi mengaji lalu siangnya membantu membuat kue di dekat

rumahnya. Dalam beribadah, PP2 selalu melaksanakan sholat lima waktu,

sementara PP1 sudah cukup lama tidak sholat dan mengatakan bahwa dirinya

adalah kafir. Namun, pada ritual kedukaan di kampungnya seperti kenduren

(kenduri), PP1 hadir menggantikan bapaknya.

Deskripsi Partisipan Penyembuh

PA1 merupakan mantan preman yang menerapkan ilmu Kejawen secara

menyimpang. Kesombongan dan rasa kewalahan terutama disadari saat membantu

kliennya menghadapi beberapa dukun menjadi salah satu alasan yang

mendorongnya untuk belajar agama kembali serta melakukan praktik pengobatan.

Agama ia pelajari dengan bimbingan guru gaib atau supernatural. Segala apa yang

diajarkan guru tersebut diterima dan diilhamkan melalui hati yang dicocokkan

dengan Al-Quran dan Al-Hadits. Dalam praktik kehidupannya, ia berorientasi

hanya pada Tuhan dan nilai-nilai ilmu Kejawen masih dipegang yang dianggap

tidak melenceng dari agama. Sejak tahun 2000, ia membantu orang dalam belajar

agama dan mengobati penyakit fisik serta jiwa di pondoknya yang terletak di

kecamatan Banyubiru. Pengobatan yang dilakukan berbasis agama Islam dan juga

pengobatan supernatural.

PA2 adalah seorang santri yang mengawali pengobatan berbasis

keagamaan karena memiliki saudara dan tetangga yang mengalami gangguan

jiwa. Keprihatinan pada kondisi penderita yang tidak tertangani dengan tepat

selama bertahun-tahun karena tinggal di desa dengan SES/ status ekonomi sosial

rendah dan akses kesehatan yang sulit dijangkau mendorongnya untuk belajar di

pondok pesantren sehingga dapat melakukan penyembuhan alternatif berbasis

agama pada tahun 2000. Tidak berhenti dengan belajar kepada para ustadz di

pondok pesantren, ia juga mencari referensi lain serta mengikuti beberapa

Page 16: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

7

perkuliahan yang berhubungan dengan psikologi serta beberapa sarasehan. Ia

menjadi salah satu pengurus yayasan pendidikan, melatih kader-kader dalam

bidang kesehatan sembari menjalankan pengobatan terapi ruqyah di rumahnya

yang terletak di Tingkir. Selain terapi ruqyah, PA2 juga melakukan pengobatan

akupuntur, accupressure, totok wajah, totok kepala, bekam, SEFT (Spiritual

Emotional Freedom Techinique), dan layanan konsultasi.

Perspektif Keluarga dan Penderita

Relasi penderita dengan anggota keluarga

Sejak kecil, PP1 jarang berinteraksi dengan orangtuanya dan bicara kalau

ia memiliki kebutuhan baik kepada bapak maupun PK1. Setelah lulus SD, PP1

memutuskan untuk bekerja dan selama itu PK1 mengatakan bahwa anaknya tidak

pernah mengeluh ataupun memilih-milih pekerjaan, baik sebagai buruh ternak,

buruh bangunan maupun buruh tani. PP1 memiliki kakak perempuan yang lebih

tua 4 tahun, kakaknya bekerja dari pagi sampai malam sehingga komunikasi di

antara mereka jarang terjalin. Interaksi di rumah pun jarang terjalin. “Iya, iya,

kalo ditanyai, sampe sekarang ya, ndak ditanyai ya ndak pernah ngomong sama

makne. Mbegogog ya cuma, kalo di rumah orang bertiga ya mbegogog ya udah,

mbegogog, hahaha (tertawa). Kalo mau tidur ya terus tidur (PK1W1, 14)”.

PP2 merupakan anak pertama dari empat bersaudara yang selisih umurnya

7, 13, dan 16 secara berurutan, adik pertamanya adalah perempuan dan lainnya

laki-laki. Oleh karena ia memiliki 3 adik, setelah lulus SMP ia tidak melanjutkan

pendidikannya dan bekerja untuk membantu keluarganya. “Iya, konveksi…. wong

dengan saudara, anak saya itu, adik-adiknya itu baik semua, kasihan dia itu. Kalo

bisa kerja ya, itu, pasti, tiap bayaran itu pasti ngasih uang (PK2W1, hlm.7)”.

Hubungan PP2 dengan adik perempuannya dekat. "Sebab itu, dengan adiknya

yang putri itu kan kasih sayangnya bener-bener. Iya, adiknya persis. Wong saya

kira dulu itu cuma dia sama adiknya itu tok (PP2W1, hlm.11)". PK2 sendiri

terutama di rumah, sering menawarkan PP2 untuk makan agar anaknya merasa

diperhatikan.

Page 17: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

8

Pemahaman awal keluarga dan peran orang sekitar mengenai kondisi

gangguan yang dialami penderita

Saat usianya beranjak 23 tahun, PP1 sering melamun, duduk diam di sudut

ruangan sambil merokok dan enggan bersosialisasi yang membuat PK1 merasa

khawatir serta curiga kalau anaknya menggunakan kekuatan yang tidak benar

karena tidak tahu apa yang terjadi pada anaknya. Beberapa tetangga mengatakan

bahwa suatu malam, anaknya melempar batu pada seorang perempuan yang juga

tetangganya dan kemudian perempuan serta saudara laki-lakinya datang memarahi

PP1 di depan masjid dekat rumahnya. Namun, karena tidak mendengar dan tidak

melihatnya langsung, PK1 kurang percaya. Pada waktu lainnya, PP1 pergi sampai

larut malam dan tidak pamit, yang memicu kekhawatiran dan rasa tidak berdaya

pada PK1. Dengan rasa syukur PK1 berterima kasih pada seorang polisi yang

mengantar anaknya pulang. Ketidaktahuan ini disebabkan karena PK1 bekerja dan

tidak bisa memantau anaknya.

Sekitar usia 25 tahun, PP2 bekerja di Jakarta, di suatu konveksi tempat

saudaranya juga bekerja selama kurang lebih satu tahun. Oleh karena tidak cocok

dengan tempat kerja pertama, ia pindah tempat kerja pada kedatangannya yang

kedua. Setelah lama bekerja, ia pulang ke Salatiga dan keluarga masih tidak

menemukan perubahan pada diri PP2. Ketika ada tetangga yang meninggal, PP2

melayat, beberapa temannya mendapati perubahan dalam PP2 berinteraksi namun

keluarga tidak mengetahui. Sampai tetangga memberitahukan kepada PK2.

“….dipandang… pembicaraannya itu ndak biasanya. … Jadi... kok

sikapnya kan, boleh, kok berubah. Kata-katanya selalu keras.….Kasarnya

itu bukan menyakiti, bukan ndak apa-apa, tapi suaranya itu keras terus.

Kenceng. Lha itu. Jadi, “Eh, kae kok ngomonge kok selalu kenceng terus,

keras terus ki, perasaane kok karo mbek wong liya barang ora nduwe

isin.” Kan gitu. Itu waktu pertama. Ya itu, ng nganu, ketauannya waktu

dia mau terjadi penyakit itu…. Tetangga-tetangga taunya kan pas ada

orang meninggal, itu….” (PK2W1, hlm.4)

Selain itu, PP2 sempat bekerja sebagai buruh bangunan di daerah dekat

rumahnya dan berkenalan dengan perempuan berinisial F2. Saat itu, ia merasa

takut karena akan dikejar dan dipukuli. Ia juga memiliki ketakutan pada orang lain

serta tidak percaya terhadap orang lain kecuali keluarganya di rumah karena ia

Page 18: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

9

yakin ketika ia memiliki kekasih, hubungannya akan diganggu. Perasaan takut ini

mendorong PP2 meminta maaf kepada semua orang yang ditemuinya bahkan

sampai mendatangi rumah-rumah untuk meminta maaf. “Iya dari kerja di Mburu

itu, iya itu, setelah itu tu, sepertinya itu, apa, seperti ketakutan gitu lho. Takut

sama orang gitu lho. Gitu. Mau dikeroyok gitu. Terus saya minta maaf sama

orang-orang itu. Gitu kan, saya minta maaf sama orang-orang (PP2W1, hlm.9)”.

Keluarga PP2 tidak mengetahui penyebab gangguannya, walaupun demikian, PK2

sebelumnya sempat mengira bahwa gagalnya hubungan PP2 menjadi penyebab

gangguannya. Ketidaktahuan kedua keluarga juga dilatarbelakangi karena tidak

adanya riwayat gangguan jiwa pada keluarga.

Keterlibatan keluarga besar serta orang sekitar dalam pengobatan alternatif

yang dijalani untuk memperoleh kesembuhan penderita

Keluarga 1

Saudara ipar PP1 merasa kasihan dan hendak menolong PP1 sehingga PP1

dibawa ke Cebongan untuk menempuh pengobatan alternatif. Awalnya PP1

menolak sehingga salah satu tetangganya pun membantu membujuk PP1. PP1

diminta seorang pengobat tradisional supernatural atau dukun di sana untuk

menginap selama menjalani tritmen pengobatan, tetapi ia tidak mau sehingga

mereka pulang setelah PP1 diberi mantra. Beberapa waktu setelahnya, tak jarang

PP1 pergi pagi dan pulang menjelang magrib, ketika ditanya hanya menjawab

dolan. PK1 membujuknya agar tinggal di rumah namun ia tidak mau yang

menyebabkan PK1 menjadi khawatir dan terbebani karena berpikiran yang tidak-

tidak. Oleh karena itu, PK1 bersama menantunya meminta bantuan seorang kiai

(pengobat tradisional supernatural) di suatu desa yang informasinya diperoleh dari

teman menantunya. PK1 diminta untuk melakukan slametan sega kluban atau nasi

gudangan di mana nasi yang ditanak dengan menggunakan panci nantinya akan

diambil sendiri oleh para tamu. Setelah melaksanakan ritual tersebut, PK1 merasa

PP1 nampak agak tenang dan pikirannya sudah tidak melantur lagi.

PK1 mendapati anaknya kembali duduk diam dan melamun seperti orang

bingung yang membuatnya khawatir. Salah satu tetangganya memberitahukan dan

Page 19: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

10

menolong untuk membawa PP1 menuju pengobat tradisional supernatural di

daerah Ambarawa sebanyak dua kali, namun PK1 tidak ikut serta. PP1 diberi air

oleh penyembuh dan diminta untuk meminumnya. Selain itu, PK1 diminta untuk

mengambil air dari sumur di sembarang masjid serta melaksanakan tukon pasar.

Tukon pasar sendiri merupakan suatu ritual dengan membeli aneka macam

jajanan dengan jumlah sembarang yang dibagikan kepada anak-anak kecil sekitar

rumahnya. Sedangkan air akan diminum PP1 tanpa takaran tertentu dan tak harus

dimasak terlebih dahulu. Setiap air habis, PK1 diminta untuk mengambil kembali

di sumur masjid dan dilakukan selama berbulan-bulan. Terdapat perbedaan sedikit

yang nampak pada PP1 yang diyakini oleh PK1 dari kondisi sebelumnya.

“Iya air itu, tapi diminta untuk ambil di sumur, pokoknya di masjid,

mbak… nanti diminum sama dia itu. Beberapa botol aqua itu, pokoknya

kalo habis saya ambilkan lagi, saya ambilkan lagi… itu ya disuruh

nyarati, diminta untuk membelikan tukon pasar, diminta dibagikan ke

anak-anak kecil itu. Iya, pulang dari Ambarawa langsung itu, saya belikan

tukon pasar, saya bagikan anak-anak kecil itu.” (PK1W2, hlm.4)

Selang beberapa waktu, PP1 kembali duduk dan melamun di sudut-sudut

rumah, hal ini mendorong PK1 untuk kembali mengusahakan kesembuhan

anaknya dengan pergi ke tiyang sepuh atau dukun (pengobat tradisional

supernatural) di dekat rumahnya. Penyembuh mendoakan dari sana untuk mageri

(memberikan perlindungan terutama pada rumahnya) rumah PK1 sehingga PP1

tidak bertingkah seperti yang ia lihat. PP1 sudah tidak duduk di sudut rumah lagi

sehingga diyakini bahwa perubahan tersebut merupakan dampak yang diperoleh

setelah meminta bantuan dari tiyang sepuh yang terjadi secara perlahan.

“Rumahnya saya minta mageri, gitu. Orang Pulutan itu (volume suara pelan).

Saya minta mageri. Iya. Sudah ndak sering, melamun gitu, mbak. Iya (diucapkan

dengan panjang), sedikit-sedikit to, mbak. Ndak langsungan. Sedikit-sedikit

(volume suara pelan) (PK1W2, hlm.7)”. Setelah beberapa saat, PP1 pergi

meninggalkan rumah selama dua bulan tanpa pamit. PK1 meminta bantuan orang

pintar atau seorang pengobat tradisional supernatural agar anaknya dapat kembali

lagi ke rumah dan akhirnya PP1 pulang. Sesampainya di rumah, ia langsung

mencari PK1 dan bersujud meminta maaf kepadanya. Sejak setelah itu, PP1 sudah

tidak pergi lagi dari rumah namun duduk diam dan jika ditanya ataupun diajak

Page 20: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

11

bicara sering tidak menjawab. Ketika diminta untuk membantu persiapan

pernikahan sepupu samping rumahnya pun ia tidak menjawab dan enggan bangkit

dari posisinya.

Sepanjang menempuh beberapa pengobatan alternatif, PK1 merasa rikuh

karena kondisi anaknya dan ia merasa tidak nyaman di mana ia mengalami

kesulitan untuk menyampaikan keluhan kepada penyembuh. “…. Ngomong.

Minta anune itu, perasaannya sini itu kayak ndak sampe gitu lho, mbak. Yang

ngomong itu kayaknya ndak sampe gitu i lho, mbak. Ndak isa anu, yang mau

minta gitu itu lho, mbak. Yang minta itu lho. (PK1W2, hlm.13)”. Hal ini di

latarbelakangi juga oleh pemikiran PK1 mengenai kiai di mana ia menganggap

kiai sebagai orang besar. Namun demikian, ia tetap bertekad demi kesembuhan

anaknya dengan mencari beberapa pengobatan alternatif yang hasilnya diyakini

nampak perlahan pada PP1.

Keluarga 2

Saat masih kecil, PK2 sering bermain dengan anak seorang muazin yang

tinggal di desanya, banyak yang mendatangi muazin untuk mendapatkan

kesembuhan, keselamatan dan sebagainya, “Se-ti-ap (diucapkan patah-patah) ada

penderita datang. Itu kalo ditambani dia itu pasti sembuh. Entah penyakit apa

(PK2W1, hlm.11)”. Selain itu, dulu nenek PK2 juga pernah mengalami

pengalaman diganggu oleh makhluk supernatural di mana ia "perot" sampai

dengan meninggalnya. Pengalaman mistis inilah yang mendorong PK2

menempuh pengobatan alternatif untuk kesembuhan anaknya.

Pengobatan alternatif pertama ditempuh ke salah satu kiai (pengobat

tradisional supernatural) di Demak yang ia ketahui dari keponakannya. Saat itu ia

diminta membawa kembang setaman yakni kembang kanthil, mawar, kenanga

yang akan didoakan oleh kiai. Di dalam rumah kiai, kiai tersebut memanggil

penunggu daerah tersebut yang tidak disukai PP2. PP2 merasa ingin ikut tinggal

atau hidup bersama adiknya yang perempuan walaupun ia sudah bersuami.

Setelah pulang yaitu malam hari, PP2 diminta untuk mandi dengan kembang

Page 21: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

12

setaman tadi. Namun demikian, PP2 merasa tidak mengikuti anjuran yang

berbeda dengan informasi yang disampaikan oleh PK2 yang mana PP2 langsung

mandi. Sehari setelahnya, diadakan slametan di rumahnya, di mana terdapat

makanan berjejeran dan beberapa orang berkumpul. Selanjutnya, berdasar

informasi dari keponakannya, PK2 membawa PP2 berobat ke dukun (pengobat

tradisional supernatural) di Ampel. Sebelum dibawa kesana, PP2 merasa bahwa

akan terjadi kiamat karena ia melihat satu kaki Dajjal di dalam rumahnya yang

diyakini akan menginjak dirinya. PP2 juga merasa memiliki lima agama dan dapat

menjadi salah satu pemimpin agama di satu waktu, walaupun ia hanya ingin

memiliki satu agama saja. Selain itu, ia juga berkeinginan untuk mengetahui

jodohnya dan nampak dua perempuan yang berinisial F. Di Ampel, PP2

mengatakan bahwa dukunnya masih muda dan menggunakan laptop, namun di

sana ia tidak disuruh apa-apa. Sementara PK2 mengatakan bahwa dukun

menempelkan sebuah gunting di leher PP2 sambil membacakan mantra. Ketika

berada di sana, PP2 merasa melihat perempuan yang ia kenal, F1 yang merupakan

istri dari sepupunya, yang tinggal di dekat rumahnya dan ingin ikut dengannya.

Makam keramat Kiai Lanjar (pengobatan tradisional supernatural) di

Nggaras selanjutnya ditempuh dengan syarat membawa kembang setaman dan

rokok seikhlasnya. Malam itu, mereka bertemu juru kunci makam dan PP2 sempat

merasa takut kalau kerasukan namun hal tersebut tidak terjadi. Mereka diarahkan

untuk berdoa sesuai kepercayaan yang dianut kepada Kiai Lanjar dengan

menyebut namanya. PK2 meyakini bahwa kiai tersebut menguasai segala umat.

Selain berdoa mendoakan kiai tersebut dan meminta kesembuhan untuk PP2,

mereka juga membacakan surat Yasin dan tahlilan. Kiai Lanjar akan memberikan

petunjuk lewat mimpi namun tidak diterima sampai saat ini. Menurut PK2,

terkabulnya permohonan dari penderita dalam praktik pengobatan alternatif

terutama ketika ia meminta kepada seseorang yang telah meninggal yang

dihormati dan dikeramatkan memiliki kemampuan yang memiliki batas waktu

tertentu dan juga ada campur tangan Tuhan dalam penyembuhannya baik ketika

diberikan kesembuhan ataupun ketika belum dikabulkan.

“Boleh dikatakan, segala yang orang minta, entah untuk penyakit, untuk

apa itu, terus terkabul, boleh dikatakan. Waktu sementara, beberapa

Page 22: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

13

tahun. Ya boleh dikatakan sekarang pengobatan alternatif lah. Itu kalo

memang dia itu baru dikabulkan, sama Tuhan, itu segala ucapan saja lah,

pasti, terkabul. Tapi kalo memang Tuhan sudah, ini batas waktunya, kamu

itu hanya dua tahun. Sebab itu, ya sudah, diam saja. Itu kebanyakan

kayak gitu.” (PK2W1, hlm.10)

Selama menempuh pengobatan alternatif, wajah PP2 nampak menakutkan

dan hendak mengamuk. Kendati sudah bermacam-macam pengobatan alternatif

yang ditempuh, namun belum nampak kesembuhan dan PP2 merasa semakin

parah “Makin lama, makin menjadi ok. Iya, makin lama makin menjadi (PP2W1,

hlm.22)”. Dengan kondisi semacam itu, PP2 tidak menceritakan pada keluarganya

karena ia memiliki pemikiran bahwa ia akan membebani mereka.

Peralihan dari pengobatan alternatif ke pengobatan medis

Keluarga 1

Hingga suatu hari, tetangga-tetangga PK1 menawarkan supaya PP1

menempuh pengobatan di RSJ Semarang dan mengajukan bantuan untuk

membawanya. Namun karena merasa tidak tega, PK1 memutuskan untuk tinggal

sementara di rumah anak perempuannya di Mranggen dan mengizinkan anaknya

dibawa serta ke Semarang sehari setelahnya yang didampingi oleh suaminya.

Namun begitu, PK1 tidak mengetahui mengapa anaknya harus dibawa untuk

medikasi ke RSJ. Selama PP1 menjalani rawat inap 15 hari, PK1 datang saat

menjemput anaknya. Menurut PK1 anaknya nampak sumringah, cerah dan

pikirannya sudah “normal” yang nampak ketika diajak berbicara dan sudah mau

berkumpul atau bersosialisasi dengan tetangga serta mau membantu kegiatan

kampung seperti ketika ada lelayu dan pernikahan.

”Ya selisihnya banyak to, mbak… (PK1W1, hlm.17) ”. “Bedanya tu

setelah dari Semarang itu lho, mbak. Iya cayane ki abang, mripate ki pun,

bening. Sudah ndak diubeng-ubeng, pokoknya gitu. Wajahnya itu merah

terus nganu itu sumringah gitu. Cayane itu mukanya, mbak. Abang, ceria

gitu itu. iya, seperti waras gitu lho, mbak. Udah waras.” (PK1W1,

hlm.30)

Selain itu, PP1 sudah nampak tenang yaitu mau tinggal dan tidak pergi-

pergi lagi dari rumah. Untuk rawat jalan, PK1 meminta bantuan tetangganya

Page 23: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

14

dengan memberi uang untuk mengantar PP1 ke Semarang sampai sekitar lima kali

sebelum akhirnya dirujuk ke puskesmas sehingga PK1 dapat mengambil sendiri

obatnya. Anjuran dokter dan petugas kesehatan di sana adalah agar obat yang

dikonsumsi oleh PP1 tidak boleh terlambat dan PK1 meyakini obat tersebut

merupakan obat penenang sehingga ia akan tenang dan tidak pergi-pergi dari

rumah. Obat yang dikonsumsi adalah Chlorpromazine HCl 100 mg, Haloperidol 5

mg dan satu obat lagi yang hanya dibungkus dengan plastik klip yang nampaknya

adalah vitamin. “….Anak itu sudah minum obat, saya udah tenang gitu lho, mbak.

Udah bisa tenang. Kan obatnya obat penenang apa to, mbak, itu kan’an?! Bisa

tenang. Bisa tenang ndak pergi-pergi gitu lho, mbak (volume suara pelan dari

awal) (PK1W1, hlm.28)”. Kurang lebih enam kali berjalan, PP1 selalu ikut

menjalani rawat jalan dengan ikut ke puskesmas, namun setelah itu ia enggan dan

tidak mau lagi datang kesana. Akan tetapi, obat yang diterima selalu disediakan

oleh PK1 dengan secangkir teh manis dan selalu dipastikan untuk diminum PP1

sesuai anjuran dokter yaitu dua kali sehari, pada pagi dan sore hari. Sempat sekali

PP1 enggan minum obat yang membuat PK1 menjadi terbebani dan tidak tenang

yang akhirnya membawa PK1 untuk meminta pil barokah kepada seorang kiai

untuk memintakan air yang sudah didoakan. Setelah PP1 meminumnya, sisanya

digunakan untuk membasuh muka, akhirnya ia tidur seharian dan ketika bangun,

ia mau mengonsumsi obat kembali yang juga melegakan PK1. PK1 pun bertekad

untuk membujuk anaknya dengan halus ketika ia tidak mau meminum obatnya

lagi serta meminta bantuan kiai karena terdapat beberapa kiai di sekitar rumahnya

yang ia ketahui. Hal ini dilakukan karena PK1 yakin obat tersebut dapat

memberikan ketenangan bagi PP1 dan ini berhubungan dengan kekambuhan yang

akan dialami PP1 yaitu ketika ia pergi dari rumah.

Sepanjang pengobatan yang ditempuh, PK1 sempat mendatangi rumah

perempuan yang diceritakan dilempar batu oleh anaknya, yang merupakan

tetangganya. Ia kesana untuk memintakan maaf untuk anaknya dan ia enggan

untuk menanyakan mengenai kejadian pada malam tersebut ketika perempuan ini

memarahi anaknya. Kejadian yang didengar PK1 mengenai dua orang ini

membawa PK1 pada perasaan pasrah dan meyakini bahwa Tuhan Maha Adil.

Page 24: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

15

“….Semuanya Tuhan Allah yang membalas, sudah, Tuhan Allah yang memberi

kesembuhan, Tuhan Allah yang membalas, semoga... Ya. Yang membuat susahnya

orang ya semoga Tuhan Allah memberi apa, saya juga ndak tau. Membuat sakit

hatinya orang to, mbak, sama saja?! (PK1W1, hlm.23)”.

Keluarga 2

PP2 beberapakali mendatangi dan menunggu di depan rumah F1 yang

dekat dengan rumahnya karena ia yakin F1 mengajaknya pergi keluar, padahal ia

menyadari jika F1 tidak pernah berkata demikian. Saat mendatangi rumah F1, ia

menempel pada orang di sana seperti mencari perlindungan yang memicu

kecemburuan PP2. Ia bertanya pada F1 apakah ia menyukainya atau tidak dan

dijawab tidak. PP2 melihat F1 pergi dibonceng suaminya dan ia ikuti, namun

akhirnya ia mengubah arah menuju dukun di Kesanga dan meminta bantuan

supaya tidak memiliki rasa suka terhadap F1 dan alhasil ia merasa takut ketika

berada dekat F1 alih-alih tidak suka. PK2 menganggap PP2 telah mengganggu

rumah tangga orang lain. Di waktu yang lain, PP2 naik dengan melompat atau

salto ke atas atap mobil pamannya sambil menari-nari dan hampir telanjang. Saat

itu PP2 tidak sadar dan ia sendiri juga tidak ingat yang diyakini kondisi PP2 sudah

parah sehingga malam itu juga PK2 meminta bantuan keponakannya, suami F1

untuk membantu mengantar mereka ke RSJ Magelang.

“Terjadi, mobil diloncati, seperti salto, lalu. …Sudah mau telanjang.

Habis itu kan, waktu itu kan terus saya bawa ke Magelang. Itu. Sebab

dalam suasana, kondisi saya ndak tahan lho, lihat anak gitu (PK2W1,

hlm.5)”.

“Parah (diucapkan dengan panjang) ya, penyakitnya itu

parah....mengganggu keluarga. … Mengganggu keluarga. Dia itu

melompat di atas mobil. Salto. Tapi setiap hari, setiap waktu. Itu dia pasti

minta maaf. (diucapkan dengan volume pelan).” (PP2W1, hlm.18)

Ia dirawat selama 35 hari sebelum akhirnya dijemput oleh keluarga.

Selama dirawat, menurut PK2, PP2 sempat diserang oleh makhluk supernatural

dan kiai Lanjar membantu PP2 supaya terhindar dari gangguan tersebut. Dua

tahun kemudian, PP2 dirawat kembali di RSJ selama 6 hari karena memukul

sepupunya yang meninggalkan memar di bagian bawah mata. Saat itu, PK2 merasa

Page 25: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

16

kecewa dengan respons keponakannya karena ia tidak melihat keadaan PP2 di

mana PK2 yakin kalau anaknya tidak sadar ketika melakukannya. Pada hari

keenam, PP2 kabur dari rumah sakit karena merasa tidak kerasan dan kemudian

diantar sopir truk yang melewati PP2.

Vitamin B complex dan Clozapine 100 mg merupakan obat yang

dikonsumsi oleh PP2 dengan setengah tablet tiap minum yakni pagi dan sore hari.

PP2 menjalani rawat jalan di RSUD dan selalu mengambil obatnya sendiri karena

tidak mau ditemani keluarganya.

Pemahaman akan kondisi penderita saat ini

Bertahun-tahun menjalani rawat jalan di puskesmas, PK1 meyakini bahwa

anaknya mengalami gangguan jiwa karena owah pikirane (pikirannya geser)

setelah dimarahi oleh dua orang pada suatu malam beberapa tahun silam. Oleh

karena PP1 terus memikirkan hal tersebut dan tidak menceritakan pada orang lain

atau dipendam sendiri, hal inilah yang membuatnya stres. Kondisi PP1 diyakini

PK1 tidak bisa sembuh betul karena seperti luka yang sudah berbekas walaupun

begitu ada ketenangan ketika PP1 mau tinggal di rumah. PK1 merasa bersyukur

karena PP1 sudah lebih baik keadaannya, sudah tenang dan mau membantu serta

mau bersosialisasi. Akan tetapi, ada kekecewaan dari PK1 karena anaknya hanya

makan, main, tidur saja dan enggan untuk bekerja. Setelah menderita gangguan

jiwa, PP1 pernah bekerja di proyek pembangunan dan baru sehari sudah tidak mau

ikut lagi. PK1 enggan untuk menanyai anaknya karena khawatir dapat

membuatnya kambuh.

“Mmm... nanti kalo diajak ngomong, ndak, dahhh. Saya diamkan saja,

mbak, nanti ndak, nanti ndak pikirannya geser lagi gitu lho. Saya ndak

pernah ngomong-ngomong, aku cuma ngomong, “Obate lek diombe.” Ya

gitu. Setiap sudah saya siapkan obat, “Gaweke wedhang, mak.”

“Ya.”.”(PK1W1, hlm.21)

PK1 mengakui bahwa gangguan yang dialami oleh anaknya merupakan

cobaan dari Tuhan, “Udah, semoga cuma anak saya aja to, mbak. Semoga

diampuni oleh Allah, dikasih kesembuhan, bisa seperti kemaren-kemaren, dah,

Page 26: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

17

gitu aja…. (PK1W1, hlm.20)”. Hal ini serupa dengan PK2 yang meyakini bahwa

kondisi gangguan jiwa yang dialami anaknya selain karena gangguan saraf, juga

cobaan dari Tuhan sehingga ia mengaji bersama anaknya di daerah Blotongan

setiap malam Jumat. Gangguan saraf diyakini PK2 membutuhkan proses

pemulihan yang lama yang informasinya diperoleh dari tenaga kesehatan di

puskesmas. Begitu pula PP2 yang meyakini gangguannya karena gangguan saraf

seperti yang dikatakan oleh dukun yang juga tetangganya. Ia tidak memiliki

keinginan untuk mencari tahu mengenai gangguannya karena merasa takut.

“Tentang penyakitnya (volume suara pelan). Keliatannya ndak pengen tau. Ndak

pengen tau. Hehehe (tertawa). Takut gitu (PP2W1, hlm.27)”.

Namun demikian, pada kedua keluarga ini, kedua penderita masih rutin

menjalani medikasi dengan mengonsumsi obat. PK2 sendiri meyakini anaknya

berbeda dengan orang dengan gangguan jiwa pada umumnya yang ia amati

sehingga ia berusaha mencari tahu untuk mengupayakan kesembuhan anaknya

seperti saat ia meminta bantuan penulis mengenai informasi terapi ataupun

penanganan yang bisa ditempuh oleh anaknya kepada dosen penulis.

Perspektif Penyembuh Alternatif

Pemahamanan mengenai gangguan jiwa yang dikaitkan dengan makhluk

supernatural dan secara medis

PA1 dan PA2 meyakini penyebab dari gangguan jiwa karena adanya

makhluk supernatural atau non-medis dan gangguan pada sistem saraf atau medis.

Menurut PA1 tingkat keparahan gangguan supernatural dibedakan dari tertinggi

hingga terendah berdasarkan sumber gangguannya yaitu raja ifrit, ifrit, iblis, jin,

dan bangsa lelembut lainnya. Kemungkinan gangguan dari bangsa iblis lebih besar

dibanding dengan bangsa jin karena iblis “berkeliaran” di sekitar manusia

sedangkan jin berada di tempat tertentu. Gangguan bangsa iblis menyebabkan

gangguan jiwa total dan bangsa jin menyebabkan gangguan jiwa separo-separo

yang perbedaannya terletak pada kendali diri penderita. Sementara gangguan saraf

dapat dibuktikan dengan scanning yang menunjukkan kerusakan pada saraf-saraf

penderita dan ia tidak mendukung penggunaan obat karena akan berdampak pada

Page 27: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

18

munculnya penyakit baru setelah makhluk supernatural keluar. Adapula,

kecerobohan, keterbatasan manusia, gangguan dari orang sekitar serta keimanan

yang kurang juga menjadi penyebab lainnya. Usia rata-rata seseorang mengalami

gangguan jiwa adalah usia balig yaitu sekitar belasan tahun yang dikaitkan dengan

dosa yang sudah ditanggung individu yang memiliki perangai, kebiasaan buruk

yang belum diperbaiki, pengalaman terbatas dalam menyelesaikan masalah, dan

keimanan yang kurang.

“Nah, makanya, jadi, apa, ....kok kebanyakan orang yang sakit jiwa itu

bukan, apa, disebabkan adanya faktor X.... karena memang .... iblis itu ya.

Jadi iblis itu kan memang suka, jadi, seakan di situ memberikan tawaran-

tawaran, lewat bisikan-bisikan, itu agar apa...., katanya kan gitu, agar

masalahnya selesai, jadi dibisiki begini, begini, begini, begini, begini kan

gitu……...Tidak ada tempat untuk bercerita, kan gitu…..” (PA1W3, hlm.3)

Gangguan supernatural menurut PA2 bersumber dari bangsa jin, setan dan

dukun. Seseorang dapat menjadi tidak memiliki kendali dan nampak tidak

memiliki akal serta melakukan hal yang bertentangan dengan aturan manusia, tak

jarang mereka juga dapat melukai dirinya sendiri. Dukun diyakini dapat memberi

kematian, gangguan jiwa dan penyakit sesuai permintaan kliennya. Saraf juga

merupakan penyebab lainnya yang disadari PA2 sebagai keterbatasan terapi

ruqyah karena penderita membutuhkan terapi obat, asupan gizi yang memadai,

dan terapi yang dapat memberikan dampak kejut. Selain itu, satu atau dua

gangguan dari jasmani, rohani dan akal manusia menurut PA2 juga berperan

menjadi penyebab lainnya.

Diagnosis yang dilakukan oleh penyembuh pada penderita

Aura yang dirasakan atau “rasa” digunakan PA1 dalam menentukan

gangguan pada penderita. Rasa panas api yang tinggi dikaitkan dengan gangguan

bangsa jin dan mereka tidak dapat memasuki atau berada di luar tubuh seseorang

serta tidak dapat menguasai pikiran sehingga pasien masih memiliki separuh

kendali dirinya. Sedangkan gangguan iblis dapat mengendalikan pikiran seseorang

yang dimasukinya, dan terkadang diikuti perasaan tak nyaman, terkadang pula

Page 28: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

19

tidak disertai dengan perasaan apapun. Iblis dapat masuk dengan berbagai cara,

terkadang PA1 merasa terganggu pernapasannya sehingga terasa sesak, gangguan

pada titik-titik napsu seperti ketidaknyamanan yang dirasakan sekitar dada.

“Rasa” yang ditangkap ini bukanlah insting yang kepastian akan kebenaran masih

50:50 melainkan diperoleh dengan melakukan ibadah juga ajaran-ajaran Islam

dengan tulus sehingga berdampak pada hati yang bersih dan menghasilkan

kepekaan yang akhirnya membuat PA1 lebih mawas diri juga dapat membantu

PA1 untuk “merasakan” keberadaan hal supernatural di sekitarnya.

Gejala yang dinampakkan penderita gangguan jiwa total seperti mudah

marah dan mudah tersinggung sehingga mengamuk, berteriak-teriak, tertawa-tawa

sendiri, sifatnya sombong, serta nampak melamun. Ketika melamun, diyakini

penderita sedang dibawa ke alam iblis sehingga mereka tertawa atau tersenyum

sendiri. Sedangkan gangguan jin dapat menyebabkan penderita mengamuk yang

disebabkan rasa sakit karena jin biasanya meminta gendhong sehingga bagian

tubuh tertentu terasa berat.

PA2 mendiagnosis penderitanya dengan menanyai keluarga dan penderita

mengenai kewajiban seorang Muslim seperti ibadah yang dilakukan penderita dan

hal yang berkaitan dengan lima rukun Islam sehingga ia dapat menentukan apakah

gangguan tersebut berasal dari gangguan supernatural dan psikologis atau medis.

Perilaku yang nampak pada seseorang dengan gangguan supernatural antara lain

berlari, nampak gelisah, tidak tenang saat masuk rumah PA2, dan matanya akan

melotot saat bersalaman dengan penyembuh. “…Dihalusi kan, itu sudah, matanya

sudah, itu merah, sudah mau ngamuk saja kan. Baru itu sudah, Insyaallah ini

memang baru diganggu. Saya gitu, langsung menyimpulkan… (PA2W1,

hlm.13)”. Ketika medis atau psikologis sebagai sumber gangguan, maka diyakini

terdapat setidaknya satu unsur dari tiga unsur pada individu yang bermasalah,

unsur rohani yang tidak sehat atau bermasalah mengakibatkan seseorang merasa

tidak tenang, penasaran, galau berlebihan dan akan mencari sesuatu yang

membuat hati menjadi tenang. Berbeda ketika jasmani yang mengalami gangguan,

yang nampak misalnya ketika seseorang hanya bisa berbaring dan tidak berbuat

Page 29: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

20

apa-apa, yang cenderung tidak puas terhadap diri sendiri. Satu unsur lainnya

adalah akal di mana seseorang akan cenderung melakukan aktivitas dengan tidak

benar seperti melakukan ibadah sholat dengan tidak benar.

Penanganan yang berfokus pada penyembuhan penderita yang dikaitkan

dengan hal supernatural

Tenaga dalam, zikir, mandi malam dan atau mandi tobat, serta media air

digunakan PA1 untuk mengeluarkan supernatural. Dalam penyembuhan, bacaan

yang digunakan bersumber pada petunjuk yang diterima dan tidak bergantung

pada doa-doa tertentu. Petunjuk tersebut diperoleh PA1 dengan melakukan ibadah

dan ajaran-ajaran agama dengan ketulusan dan keikhlasan. Dua hal tadi juga

menjadi faktor utama dalam setiap penanganannya. Dalam praktiknya, PA1

banyak menangani rawat jalan, namun rawat inap diberikan sejauh keluarga

mendampingi penderita. PA1 meyakini ada hubungan antara hilangnya makhluk

supernatural yang diikuti dengan perasaan nyaman atau “plong” dengan

kesembuhan penderita dan disebut sembuh total.

Penanganan pertama untuk mengusir gangguan supernatural dari diri

penderita dilakukan dengan tenaga dalam. Penanganan yang dilakukan sekali

biasanya karena penderita hanya ketempel atau tingkat gangguan supernatural-nya

rendah, sedangkan kekuatan dan tingkatan supernatural yang tinggi dapat

dilakukan berulang kali bahkan sampai menahun. Terkadang makhluk

supernatural keluar dari diri penderita setelah ditarik dengan tenaga dalam, namun

kadang kekuatan tersebut dapat semakin besar karena makhluk supernatural

dengan tingkat tinggi baru mengeluarkan kekuatannya setelah tingkatan yang

rendah “kalah”. Oleh karenanya, ada dua kemungkinan dalam proses ini. Metode

lainnya adalah berzikir yang dilakukan dengan mengingat dan menyebut nama

Tuhan serta mengikuti petunjuk yang PA1 terima. Ketika penderita masih belum

stabil, ia diminta untuk membaca doa dan berzikir yang maksudnya untuk melatih

konsentrasi. PA1 tidak berpatokan pada doa-doa tertentu karena diyakini doa

berkesan memerintah Tuhan yang dapat memperburuk keadaan penderita dan juga

menyekutukan Tuhan yang akan mendatangkan makhluk supernatural dan bukan

Page 30: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

21

kekuatan kesembuhan dari Tuhan. “...Karena tidak perlu kita meminta secara

khusus. Pada waktu kita berzikir dengan ketulusan itu pun akan berpengaruh

pada faktor X... Karena itu sudah menjadi hukum alam. Bila kebenaran itu

datang, maka batilan itu akan hancur… (PA1W2, hlm.29)”. Petunjuk yang terima

selalu diilhamkan melalui hati yang datang secara spontan, juga dapat muncul

sebagai suatu fakta kejadian tertentu yang disertai perasaan nyaman, lega dan

tenang. Oleh karena itulah, setiap penanganan yang diberikan PA1 beranekaragam

dan tidak semua metode digunakan pada satu penderita serta antarpenderita dapat

berbeda satu dengan yang lain.

Mandi malam dilakukan selama 1-2 jam setelah pukul 24.00 untuk

penderita yang masih belum stabil yang kendali dan kesadaran diri masih rendah

sehingga diharapkan dapat mengeluarkan makhluk supernatural. Selain itu,

penderita yang masih parah akan dilakukan setiap malam dan kedinginan

merupakan tanda kalau ia mulai sembuh. Aliran air deras yang dipancurkan di atas

kepala diyakini dapat menghidupkan kembali saraf-saraf terutama bagi penderita

yang terbukti mengalami kerusakan pada sarafnya di mana terdapat iblis yang

takut terhadap air sehingga dapat menghilangkan makhluk supernatural. Mandi

tobat dilakukan hampir sama dengan mandi malam, bedanya penderita sudah

stabil, sadar, dan tak ada patokan durasinya. Penderita diminta beristighfar serta

memohon ampunan atas kesalahan yang dilakukan sehingga diharapkan penderita

bersih baik raga dan batinnya. Selain secara medis diyakini baik untuk tubuh,

mandi setelah jam 24.00, mandi tobat pada jam ini dipandang memiliki

kesungguhan karena niat yang lebih.

Bagi penderita rawat jalan, dilakukan melalui media air dengan mengadu

kepada Tuhan sehingga diperoleh petunjuk seperti membaca 2 (dua) kalimat

syahadat yang ditiupkan pada air putih tersebut. Penderita diminta untuk

mengonsumsinya di pagi dan sore hari, dan tidak ada takaran yang ditetapkan

serta tidak ada yang perlu dilakukan penderita sebelum meminumnya. Air ini

lebih baik diminum dua kali dalam sehari, namun jika tidak bisa dua kali, maka

lebih baik satu kali dan diminum pada sore. Konsumsi di pagi hari dapat

Page 31: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

22

memberikan pencerahan serta membawa kesadaran pada penderita dan sore hari

untuk mencegah masuknya makhluk supernatural karena menjelang magrib, iblis

sering keluar berkeliaran.

Metode PA2 untuk mengeluarkan makhluk supernatural antara lain dengan

ruqyah, media air serta pengobatan herbal dengan media daun Bidara atau minyak

Sidr dan kurma Ajwa. Bacaan terapi ruqyah mengacu pada doa dan bacaaan

tertentu dalam Al-Quran. Penanganan yang dilakukan hanya sebatas rawat jalan

yang dilakukan di suatu ruangan di rumahnya. Dalam menentukan kesembuhan, ia

mengacu pada laporan penderita, selagi penderita merasa tidak nyaman, maka ia

dapat terapi kembali.

Terapi ruqyah syariyah digunakan oleh PA2 dalam menangani

penderitanya yang merupakan jampi-jampi yang dianjurkan oleh agama dan

niatnya hanya diarahkan kepada Allah. Dalam pelaksanaannya, pertama-tama

dilakukan wudhu, setelah itu makhluk supernatural dalam diri penderita diberikan

peringatan lewat bacaan-bacaan ruqyah saat orang tersebut tidak sadar sama

sekali. Makhluk supernatural diperingatkan mengenai azab Allah yang pedih

sehingga diminta untuk segera bertobat. Kendati peringatan tak selalu

memberikan jera, PA2 biasanya berdakwah dan memperingatkan kembali

mengenai azab bangsa mereka, yakni bangsa kafir akan terkena azab api neraka.

Ketika mereka mau bertobat, maka Allah akan memberikan jaminan surga dan

akan mendapatkan hidayah atau bimbingan Allah. Kemungkinan makhluk

supernatural itu masih menantang pernah ditemui PA2 dan ia memberikan

“pukulan” tertentu dengan menyebut nama Allah selain juga dapat diberikan air

yang sudah didoakan. “…Nah, kalo yang masih betul-betul sulit, ya boleh,

pukulan tertentu. Pukulan di sana, menyebut nama Allah terus kemudian dengan

pukulan ringan tu, bagi mereka sudah dipukul sekeras-kerasnya…(PA2W1,

hlm.12)”. Selama terapi ruqyah berlangsung, penderita diminta untuk

mendengarkan penyembuh membacakan bacaan ruqyah secara berulang-ulang

untuk terus mengingatkan makhluk supernatural. Keluarga dilibatkan terutama

dalam membantu memegangi tubuh penderita ketika meronta yang merupakan

Page 32: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

23

respons makhluk supernatural selain berteriak dan mengkritik pelafalan

penyembuh ketika ia membacakan bacaan ruqyah kepada penderita tersebut. Oleh

karenanya, diperlukan keikhlasan pada diri penyembuh juga penderita yang

memasrahkan ikhtiarnya pada penyembuh karena diyakini dapat berdampak pada

proses penyembuhan. “…penderita itu betul-betul memasrahkan ikhtiarnya

kepada apa, terapisnya, sehingga te, terapisnya sebagai wasilah memohon doa

kepada Tuhan-nya untuk memohon kesembuhan (volume suara pelan)… (PA2W1,

hlm.6)”. Keikhlasan menjadi faktor utama dalam penyembuhan yang dilakukan

PA2. Upaya lain dalam kesembuhan penderitanya yaitu berserah kepada Tuhan

dengan mendoakan mereka saat melaksanakan sholat lima waktu.

Minyak Sidr atau daun Bidara dan Kurma Ajwa juga diminta untuk

dikonsumi sebanyak 7 (tujuh) buah yang dipercaya dapat menghindarkan

penderita dari gangguan supernatural karena bangsa mereka membenci dan

mereka tidak akan kuat sehingga metode ini diyakini sangat manjur. Penderita

yang mengalami gangguan karena perantara dukun dapat memuntahkan benda-

benda tidak lazim seperti paku, kawat, kawat berkarat setelah ia mengonsumsi

kurma Ajwa maupun minyak Sidr atau daun Bidara dan ketika dilakukan rontgen,

nampak benda-benda itu bersarang di tubuh penderita.

Penanganan untuk mencegah kekambuhan penderita dengan pendekatan

keagamaan

Pembinaan rohani diberikan PA1 untuk pencegahan kekambuhan

penderita yang dilakukan dengan ketulusan, keikhlasan sebagai faktor utama

sehingga kekuatan Allah datang untuk memberikan kesembuhan penderita yang

juga menjadi dasar utama untuk setiap penanganannya. Penderita rawat inap yang

sudah stabil, sadar atau sudah dapat menerima informasi, terutama yang beragama

Islam akan diajarkan 5 Rukun Islam. Penyembuh mengajarkan cara menyebut dua

kalimat syahadat dengan benar yaitu dengan tulus, memaknai juga mengakui ke-

Esa-an Tuhan, menyimpan dalam hati dan menghasilkan perasaan tentram,

nyaman dan nantinya memiliki kekuatan dalam menghadapi permasalahan.

Dengan metode ini diharapkan seseorang tidak akan menyekutukan Tuhan yang

Page 33: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

24

menjadi faktor proteksi agar tidak terlena goda dan rayu iblis serta menjadi dasar

untuk tahap selanjutnya, yaitu cara-cara beribadah yang benar. Penderita diajarkan

cara wudhu serta tata cara berdoa yang benar sehingga mengakui Tuhan sebagai

pegangan hidupnya dan ketika mendapatkan masalah maka penderita akan

langsung mengadu kepada Tuhan saja untuk memohon pertolongan. Selain itu,

penderita diajarkan berzikir dan memohon ampunan yang benar. Pada pembinaan

rohani ini, diperlukan “rasa membutuhkan” pada penderita yang akan diyakini

dapat memengaruhi proses. Penyembuhan pada penderita non-Muslim dilakukan

dengan metode yang sama dengan niat dan tujuan yang diarahkan kepada Tuhan

serta mengajarkan ketulusan dan keikhlasan.

“Nah, makanya kenapa, makanya pentingnya membangun keimanan

kepada Tuhan di situ. Jadi termasuk untuk menanggulangi agar tidak

mudah terkena gangguan. Lha faktor X itu kan cenderung akan mengajak

kita lari dari Tuhan. Itu faktor X. .... Rata-rata itu mengajak kita agar lari

dari? Tuhan. Kalo kita sudah lari dari Tuhan, otomatis mudah diperdaya.

Mudah dikelabuhi, makanya otomatis untuk penanggulangannya untuk

pembinaan keimanan kepada Tuhan, kepada Allah.” (PA1W1, hlm.11)

PA2 meminta penderita dan keluarganya melakukan ruqyah mandiri

dengan diberikan doa-doa yang nantinya akan dibimbing oleh keluarga di rumah.

Ketika penanganan ini dilakukan secara tidak langsung keluarga memberikan

perhatian pada anggota keluarganya yang mengalami gangguan dan menunjukkan

ikhtiar maksimal yang akan berdampak pada kestabilan atau menjaga kondisi

penderita sehingga tidak kambuh. Penyembuh mengharapkan adanya istiqomah

yakni istiqomah rajin dalam beribadah dan membaca doa serta mengontrol diri.

Pengajaran yang dilakukan PA1 dan PA2 dalam mengupayakan agar penderita

tidak kambuh karena menyadari, terutama penderita perempuan yang mengalami

menstruasi cenderung rentan terpapar gangguan supernatural karena mereka

dalam kondisi kotor dan diibaratkan pintu yang terbuka lebar untuk datangnya

gangguan supernatural. “….kalo perempuan, kalo lagi, sering, haid-nya misal

kan, haid, orang haid itu kan posisi baru, ibarat pintu terbuka lebar gitu. Dan

mudah sekali mereka keluar-masuk… (PA2W1, hlm.20)”.

Page 34: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

25

PEMBAHASAN

Perspektif Keluarga dan Penderita

Dalam pengambilan keputusan berobat, beberapa hal turut berperan seperti

ketidaktahuan keluarga pada kedua partisipan pengasuh mengenai deteksi awal

gangguan jiwa yang mengarahkan pada pemahaman dan tindakan yang kurang

tepat seperti membawa ke pengobatan alternatif atau terlambat mendapat tritmen

medis. Selain dari itu, sosial budaya, SES (Ismail, 2015), pengalaman masa lalu,

pengetahuan, tradisi (Asi, Saragih, & Ranimpi, 2018), usia, jenis kelamin, sikap,

sumber informasi dan ketersediaan serta keyakinan atau kepercayaan (Ervina &

Ayubi, 2018) mengambil andil pada persepsi sakit dan memengaruhi pemilihan

pengobatan alternatif pada masyarakat. Konsep penyakit menurut tradisi Jawa

mengarahkan pada pemahaman penyakit karena adanya guna-guna (Yitno, 1985

dalam Sudardi, 2012), melakukan perbuatan amoral serta kurang iman (HRW,

2016), juga kerasukan setan dan kutukan yang sering dikaitkan dengan gangguan

jiwa (Sarwono & Subandi, 2013). Masyarakat cenderung merespons masalah

kesehatan berdasarkan kebiasaan masyarakat yang sesuai dengan norma dan nilai

mereka (Singh, 2011). Banyak keluarga penderita yang mencari ahli agama, tokoh

masyarakat, serta dukun dalam menghadapi masalah psikologis (Subandi &

Utami, 1996). Pengalaman yang dimiliki oleh PK2 dan keyakinan karena pernah

melihat langsung gangguan supernatural pada neneknya yang perot bahkan

sampai meninggalnya dan muazin yang berhasil menyembuhkan penderitanya

berperan dalam pengambilan keputusan ditempuhnya pengobatan alternatif.

Selain itu, ketersediaan atau tersedianya pengobatan alternatif baik di dekat

maupun jauh dari tempat tinggal juga memberikan peran, di mana kedua keluarga

tetap menempuh pengobatan di daerah yang jauh dari rumah.

Ketika pertama kali mengetahui salah satu anggota keluarganya

mengalami gangguan jiwa macam respons keluarga dapat berupa bingung, susah

atau sedih, kasihan, malu, kaget, jengkel, merasa terpukul dan tidak tenang, yang

mana mereka tidak tahu bagaimana cara mengatasi situasi kritis yang dihadapi

(Subandi & Utami 1996). Namun demikian, kedua keluarga partisipan tidak pasif

dalam menghadapi situasi tersebut yang dapat disebabkan karena budaya Jawa

Page 35: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

26

dan agama Islam yang mereka anut di mana ada sebuah hadits yang menyebutkan

bahwa setiap “penyakit ada obatnya” yang mendorong manusia untuk berusaha

mendapatkan kesembuhannya (Utami, 2017). Selain itu, peran orang sekitar

seperti keluarga dan tetangga juga berpengaruh di mana seseorang dalam kondisi

dan situasi ini umumnya sangat suggestible sehingga berbagai saran yang

diberikan oleh sekitar akan dilakukan untuk memperoleh kesembuhan (Subandi &

Utami 1996).

Pengalaman langsung PK2 mengenai kesembuhan penderita setelah

mendapatkan bantuan penyembuh alternatif membentuk keyakinannya akan

manfaat atau dampak yang baik ketika ia berperilaku sehat yang mana

dipersepsikan dengan menempuh pengobatan alternatif, yang menurut teori yang

dikembangkan Hochbaum, health belief model (Hayden, 2014) disebut dengan

perceived benefits. Suatu keyakinan akan manfaat atau memberikan dampak yang

baik untuk menurunkan risiko penyakit jika ia mengubah perilakunya. Tidak

adanya riwayat dalam keluarga dan ketidaktahuan informasi mengenai gangguan

jiwa, tidak mengarahkan kedua keluarga pada pengobatan medis melainkan

pengobatan alternatif. Setiap ritual yang diminta oleh penyembuh alternatif

dilakukan oleh pengasuh dan penderita, hal ini karena pengasuh mempersepsikan

dampak positif (perceived benefits) yaitu kesembuhan ketika melakukan anjuran

atau ritual yang diminta dilakukan oleh penyembuh alternatif seperti membagikan

beberapa macam jajanan kepada anak-anak kecil di sekitar rumah keluarga 1, PK1

mengambil dan PP1 diminta untuk meminum air dari sumur masjid, meminum air

yang sudah didoakan penyembuh alternatif, melakukan syukuran dengan syarat

tertentu pada keluarga 1, mandi kembang setaman yang dilakukan oleh PP2, lalu

berdoa di makam keramat oleh keluarga 2.

Informasi yang diperoleh merupakan suatu cues to action bagi kedua

keluarga penderita untuk menempuh pengobatan, terutama pengobatan alternatif

supernatural, yang hampir semua informasi diperoleh dari pihak keluarga dan

tetangga, walaupun PK1 juga mengetahui dan menempuh pengobatan di

penyembuh alternatif yang berada di dekat rumahnya. Cues to action dapat berupa

Page 36: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

27

kejadian, orang, dan hal-hal yang mendorong seseorang untuk mengubah

perilakunya, yang terjadi pada kedua keluarga penderita, informasi bersumber dari

tetangga, begitu pula yang akhirnya mendorong PP1 memperoleh pengobatan

medis. Sedangkan pada PK2, ia mempersepsikan keparahan (perceived severity),

yaitu suatu keyakinan personal mengenai keseriusan atau keparahan dari suatu

penyakit dan PK2 mempersepsikan kerentanan (perceived susceptibility), persepsi

mengenai risiko yang akan diterima atau kerentanan mengenai suatu penyakit

yang mana merupakan bentuk persepsi yang paling memberikan dampak untuk

mengadopsi perilaku sehat. PK2 melihat kondisi penderita yang tidak

mendapatkan hasil setelah menempuh beberapa pengobatan alternatif dan perilaku

dipersepsikan semakin parah di mana penderita naik ke atas atap mobil dan

hampir telanjang. Selain itu, pengasuh juga mempersepsikan penyakit saraf yang

dapat dialami oleh penderita setelah beberapa pengobatan alternatif gagal

membuahkan hasil.

Dalam mencari bantuan, seseorang dapat berpindah dari profesional satu

ke profesional lain atau sebaliknya bagi pengguna bantuan non-profesional, dari

dukun satu ke dukun lainnya. Namun pada akhirnya orang beralih ke tenaga

profesional. Hal ini merupakan hasil evaluasi penderita terhadap pengobatan atau

bantuan yang telah diperoleh (Subandi & Utami, 1996) yang disebut John Janzen

(dalam Nyanto, 2015) dengan proses sosial. Hal ini juga nampak pada kedua

keluarga penderita yang melibatkan peran orang sekitar dalam proses pengobatan

yang ditempuh terutama pada keluarga penderita pertama pada hampir semua

pengobatan yang ditempuh dan keluarga dua karena hasil evaluasi dari

pengobatan alternatif yang tidak memberikan dampak yang akhirnya membawa

penderita untuk memperoleh pengobatan secara profesional atau medis yang

biasanya sudah dalam kondisi yang parah seperti yang disampaikan oleh PK2.

Kedua keluarga partisipan sudah menempuh dan mengusahakan

pengobatan selama lebih dari 10 tahun dan bentuk perilaku coping pada umumnya

akan berubah menjadi lebih emosional dan bersifat pasrah serta transendensi

dengan anggapan bahwa gangguan merupakan cobaan dari Tuhan dan meyakini

Page 37: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

28

bahwa gangguan tidak dapat disembuhkan secara total (Subandi & Utami, 1996).

Mereka cenderung menumbuhkan sikap narimo ing pandum yang sesuai dengan

nilai yang ada di Jawa yang mana bersyukur, sabar dan menerima sebagai unsur-

unsurnya (Prasetyo & Subandi, 2014). Pengasuh kedua keluarga bersyukur atas

kondisi penderita saat ini walaupun PK1 juga mengeluhkan penderita yang hanya

main, makan dan tidur saja, namun ia bersyukur akan kondisi PP1 terlepas dari

hal tadi. Keluarga lebih mencari makna positif dari pemasalahan dan fokus pada

pengembangan diri dan hal-hal yang bersifat religius, mereka lebih berusaha

menerima dengan ikhlas masalah yang muncul (Wanti, Widianti. & Fitria, 2016).

PK2 yang mengarahkan penderita untuk mengaji dan sholat rutin dan PK1 yang

juga rutin atau aktif mengikuti pengajian yang diadakan di kampungnya.

Dukungan keluarga memberikan dampak pada kemenurutan atau kerutinan

minum obat pada penderita sehingga dapat mencegah kekambuhan (Yatiningsih,

2016). Pada keluarga ini, mereka meyakini bahwa dengan penderita minum obat

kondisinya menjadi baik seperti tidak mudah marah, tidak pergi dari rumah dan

tidak diam melamun, dan ketika terlambat dapat menyebabkan kekambuhan

sehingga ia hanya memastikan obat tidak boleh terlambat yang serupa dengan

temuan Subandi dan Utami (1996) pada keluarga penderita skizofrenia mengenai

evaluasi mereka terhadap medikasi. Berdasarkan penjelasan Bandura (1989),

dengan learning by doing, apakah tindakan atau aksi bekerja atau tidak, seseorang

akhirnya menyusun suatu konsepsi dari pola-pola perilaku baru dan kapan itu

tepat untuk dilakukan. Namun demikian, edukasi pada kedua keluarga mengenai

gangguan yang dialami oleh penderita masih kurang yang mana mereka masih

tidak tahu nama serta gejala dari gangguan yang dapat mengarahkan masyarakat

tetap berdiri pada perspektifnya masing-masing (Putri, Wibhawa, & Gutama,

2015). Hal ini yang juga menjadi salah satu alasan mengapa PK1 meminta

bantuan pada kiai ketika anaknya tidak mau minum obatnya.

Walaupun kedua penderita rutin mengonsumsi obat, PP1 nampak

menghindar pada tenaga kesehatan seperti tidak mau mengikuti rawat jalan dan

pergi keluar ketika hendak dijemput oleh pihak puskesmas untuk mengikuti

Page 38: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

29

kegiatan puskesmas. Begitu juga PP2 yang walaupun rutin rawat jalan, namun ia

takut menghadapi kondisi atau mengetahui informasi mengenai gangguannya dan

cenderung tidak mau mencari informasi mengenai gangguannya. Minimnya

informasi bahkan ketidaktahuan keluarga juga penderita mengenai gangguan

penderita tentunya memberikan dampak pada perawatan dan rehabilitasi

penderita. Mengingat pada gangguan skizofrenia terdapat gejala, terutama

halusinasi di mana terdapat situasi atau pikiran tertentu yang menjadi pencetus

munculnya gejala tersebut dan bersifat intermittent (Suryani, 2013). Untuk itu

dengan mengetahui informasi mengenai gangguan dengan tepat terutama tanda

gejala, pengasuh atau keluarga dapat mengontrol kondisi penderita (Suryani,

Komariah, & Karlin, 2014).

Perspektif Penyembuh Alternatif

Keyakinan dan praktik penyembuhan merupakan bagian integral dalam

kehidupan masyarakat (Nyanto, 2015), dan apa yang dilakukan oleh penyembuh

saat menyembuhkan tak terpisah dari keyakinan dan praktik keagamaan mereka

(Mbiti, 1969 dalam Nyanto, 2015). Mardliyah (2016) menerangkan seorang sufi

atau penyembuh memberikan pelayanan kepada orang lain dengan rasa syukur

karena mendapatkan kesempatan melayani orang lain, sehingga ketulusan dan

keikhlasan menjadi dasar ataupun faktor utama kedua penyembuh dalam

pengobatannya. Sikap dan perilaku penyembuh yang ramah, perhatian, mau

mendengarkan keluhan serta rasa kekeluargaan menciptakan kenyamanan baik

secara fisik maupun psikologis yang mendorong individu untuk melakukan

pengobatan di tempat mereka (Pemana, 2012). Oleh karenanya, penyembuh

(medicine men) memainkan peran penting dalam penyembuhan di suatu

masyarakat (Feierman, 1990 dalam Nyanto, 2015).

Kedua penyembuh yakin bahwa gangguan supernatural merupakan

penyebab utama gangguan jiwa atau disebut dengan faktor personalistik (Foster &

Anderson dalam Sudardi, 2012) di mana gangguan disebabkan karena adanya

agen seperti dewa, lelembut, makhluk halus, dan manusia. Kebiasaan buruk yang

tidak diperbaiki menjadi lebih baik seperti mendekatkan diri pada Tuhan dan

Page 39: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

30

meningkatkan religiusitasnya sampai memasuki akil balig, diyakini PA1 menjadi

alasan mengapa individu mengalami gangguan jiwa. Masa dewasa yang sering

disebut masa transisi di mana peristiwa-peristiwa yang sebelumnya tidak

ditemukan akhirnya muncul dan dipandang tidak biasa yang membawa seseorang

menghadapi tuntutan yang lebih besar dan berpotensi mengalami ketidakstabilan

emosi (Jackson dalam Clarke, 2010). Keterlibatan spiritual pada tingkat kesadaran

yang tinggi menjadi filter terhadap ketidakstabilan ini (Utami, 2016). Oleh karena

itu, kedua penyembuh mendorong penderitanya untuk mendekatkan diri pada

Allah, melakukan pendekatan keagamaan, selain mengeluarkan makhluk

supernatural.

Upaya untuk mengeluarkan makhluk supernatural di antaranya dengan

tenaga dalam, zikir dan ruqyah. Dalam surat al-Ra’ad 13:28 (dalam Utami, 2017)

yang tertulis: “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka tenteram

dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati

menjadi tenteram”. Beberapa tahun terakhir, peneliti kesehatan meneliti efek

pembacaan Al-Quran pada menurunnya stres dan tritmen pada gangguan jiwa.

Para peneliti menemukan pengaruh penghafalan Al-Quran pada kesehatan jiwa

sebaik efek dari mendengar atau membacanya dengan keras (Mahjoob, dkk,

2016). Persepsi penderita terhadap pengobatan dengan zikir membawa seseorang

pada sikap optimistis dan positif terhadap penyakit. Jalur perubahan dalam zikir

mendorong syukur pada Allah sehingga membentuk sikap ikhlas, mampu

meningkatkan spiritual value, memengaruhi kualitas karakteristik internal

menjadi lebih baik dan optimis sehingga mampu beradaptasi terhadap stres

(Utami, 2017). Oleh karena itu, penyembuh juga meminta penderita untuk

melakukan doa-doa atau zikir di rumah. Utami (2016) menyebutkan peran

spiritual pada tingkat kesadaran yang tinggi sebagai filter terhadap ketidakstabilan

emosi di mana sistem tubuh yang seimbang memengaruhi keseimbangan hormon

dalam keadaan fisiologis (normal) dan melalui zikir telah mengubah persepsi

individu yang berdampak pada respons biologis berupa hormon kortisol. Hormon

ini dipengaruhi oleh stres yang diterima tubuh dan respons otak yang menjadi

peran kunci keseimbangan tubuh (Hokardi, 2013 dalam Utami, 2017). Hamsyah

Page 40: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

31

dan Subandi (2016) menyebutkan bahwa intensitas zikir secara signifikan

berhubungan dengan kesejahteraan secara subjektif. Peran penyembuh sebagai

pemberi motivasi, doa untuk "menenangkan" penderita dan dimaknai oleh

penderita sehingga dapat mengubah persepsinya yang negatif menjadi positif

(Utami, 2017). Kedua penyembuh juga menekankan peran kepercayaan penderita,

rasa “membutuhkan” dan penderita yang diminta menyerahkan ikhtiarnya pada

penyembuh, sehingga hal ini dapat membantu dalam proses penyembuhan yang

dilakukan.

Media air juga digunakan kedua penyembuh, di mana Dr. Masaru Emoto

di awal kariernya mencobakan pengobatan alternatif dan menggunakan mesin

yang disebut MRA (Magnetic Resonance Analyzer) untuk menghasilkan air hado

atau vibrasi halus pada tritmen penyakit. Cara tercepat untuk memunculkan

vibrasi, kesehatan dan kebahagiaan adalah dengan mengucapkan atau memberikan

perlakuan dengan pesan positif terhadap air yang akan menghambat atau

menggagalkan simptom-simptom penyakit. Pada semua eksperimennya, rasa cinta

dan rasa syukur menciptakan kristal-kristal yang lebih indah dan akurat dari yang

memiliki kekuatan terbesar dalam menghambat atau menangkal hal-hal negatif.

Kristal heksagonal akan terbentuk sempurna dan timbul pada air, yang telah

terpapar dengan kata-kata positif, doa, delicate music dan gambar-gambar yang

indah, dan tidak dipertanyakan lagi bahwa air menyimpan informasi dari

lingkungannya (AsiaSpa, 2013).

Dalam penelitannya mengenai kontribusi spiritual/religious (S/R) pada

kemampuan coping individu dengan skizofrenia residual, Shah, dkk (2011)

menunjukkan penderita yang memiliki pandangan secara spiritual menjadi faktor

penting yang positif dalam hidup mereka dan memiliki simptom-simptom negatif

yang rendah serta level tinggi pada penerapan strategi coping yang adaptif.

Spiritualitas membantu pemulihan dengan memberikan sumber untuk coping

terhadap simptom-simptom di mana penderita dengan helpful spirituality, arti-

penting agama yang lebih tinggi dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan

hasil yang lebih baik pada simptom-simptom negatif; arti-penting agama yang

Page 41: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

32

lebih tinggi dalam memaknai hidupnya berasosiasi dengan hasil yang lebih baik

pada kualitas hidup; dan arti-penting agama pada coping terhadap simptom-

simptom berhubungan dengan hasil evaluasi klinis dan status fungsional yang

lebih baik secara keseluruhan (Mohr, dkk, 2011). Banyak studi telah menunjukkan

dampak positif dari tritmen inklusif S/R pada orang dengan depresi, kecemasan,

PTSD, skizofrenia dan trauma sebaik untuk penderita yang menghadapi masalah

seperti kanker (Kennedy, Macnab, & Ross, 2015).

Penyembuh alternatif, tradisional ataupun komplementer sering

menggunakan kombinasi pada tritmennya dibandingkan hanya menggunakan satu

saja (Thirthali, dkk, 2016). Metode yang digunakan oleh penyembuh selain tiga

yang telah disebutkan sebelumnya adalah dengan mandi malam atau mandi taubat,

mengonsumsi kurma Ajwa dan minyak Sidr atau daun Bidara sebanyak 7 buah.

Kesembuhan menurut PA1 didasarkan pada apa yang dirasakan dan apa yang ia

observasi, sedangkan PA2 berdasarkan hasil evaluasi penderita yang masih

merasa tidak nyaman dan memiliki keluhan. Namun tidak dapat disangkal

gangguan jiwa disebabkan oleh berbagai hal, sehingga PA2 terutama,

menyerahkan pada tenaga medis ketika penyebab yang ia hadapi bukan dari

gangguan supernatural melainkan gangguan pada sistem saraf, penyembuh tidak

selalu berusaha menyembuhkan penyakit, mereka juga melihat bagaimana kondisi

dari penderita berikut kondisi dari penyakit yang dideritanya. Bilamana dirasa

masih bisa disembuhkan, maka penyembuh akan menyembuhkan penyakit

tersebut (Permana, 2012).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penyebab gangguan jiwa dipandang sebagai gangguan supernatural oleh

penyembuh maupun keluarga dan penderita. Pemahaman pada keluarga penderita

dilatarbelakangi oleh faktor budaya, pengalaman, pendidikan, SES, keterlibatan

orang sekitar yang akhirnya mendorong ditempuhnya pengobatan alternatif

sebagai upaya memperoleh kesembuhan penderita. Evaluasi terhadap pengobatan

alternatif dan peran orang sekitar turut memberi andil dalam peralihan pengobatan

Page 42: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

33

alternatif supernatural menuju pengobatan medis. Pemahaman awal mengenai

gangguan supernatural pun berubah menjadi suatu cobaan dari Tuhan di mana

mereka yang sakit >10 tahun bentuk coping-nya akan berubah menjadi lebih

emosional dan pasrah serta transendensi. Kedua pengasuh keluarga mengikuti

pengajian rutin dan PP2 juga rajin sholat lima waktu. Konsumsi obat atau

medikasi dilakukan secara rutin oleh penderita agar tidak kambuh tetapi informasi

mengenai gangguan penderita masih minim di mana mereka tidak mengetahui

diagnosis dan informasi terkait gangguan. Hal ini mengarahkan keluarga tetap

bersandar pada pengertian dan perspektif masing-masing.

Metode penanganan yang penyembuh gunakan tak jauh berbeda dengan

keyakinan dan praktik keagamaan dengan ketulusan dan keikhlasan menjadi

faktor utama serta dasar penanganannya. Penyembuh menggunakan beberapa

metode yang berbeda pada tiap penderita untuk mencapai kesembuhannya yaitu

tenaga dalam, zikir, mandi malam ataupun mandi tobat, pembinaan rohani, media

air, terapi ruqyah, ruqyah mandiri serta media daun Bidara dan kurma Ajwa yang

masing-masing dikonsumsi 7 buah. Praktik keagaaman diajarkan sebagai faktor

proteksi, salah satunya agar terhindar dari gangguan supernatural. Beberapa

penelitian yang sudah dilakukan membuktikan bahwa peran S/R pada gangguan

jiwa ataupun kesehatan mental. Pada penanganan yang diberikan, penderita

diharapkan memiliki persepsi positif terhadap gangguan atau kondisi mereka

sehingga memiliki strategi coping yang adaptif dan pada gilirannya berperan pada

kualitas hidup penderita.

Saran

Peran tenaga kesehatan dan masyarakat untuk sadar akan kesehatan jiwa beserta

gangguannya perlu digencarkan dengan pengedukasian, mengingat meningkatnya

pravelensi gangguan jiwa pada Riskesdas tahun 2018. Edukasi ini memberikan

pemahaman yang tepat pada masyarakat sehingga pada gilirannya akan

mengarahkan pada tindakan atau pilihan pengobatan yang tepat pula. Penelitian

mengenai peran pengobatan alternatif terutama yang berbasis keagamaan perlu

diteliti khususnya dengan setting budaya Indonesia, mengingat faktor S/R dalam

Page 43: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

34

beberapa penelitian terbukti berperan dan memberikan dampak positif pada

gangguan jiwa juga gangguan fisik. Selain itu, perlu mengaji peran pengobatan

alternatif terutama berbasis keagamaan untuk dapat dijadikan pengobatan

komplementer atau pendamping bagi pengobatan medis yang diperoleh penderita

pada umumnya untuk mengatasi gangguan atau penyakit secara holistik.

Page 44: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

35

DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of

mental disorders (5th ed.). Arlington, VA: American Psychiatric

Association.

Asi, F.A.E., Saragih, R.E., & Ranimpi, Y.Y. (2018). Persepsi dan status kesehatan

mental penderita diabetes mellitus tipe II suku Dayak. Kes Mas: Jurnal

Fakultas Kesehatan Masyarakat, 12, 96-104.

Bandura, A. (1989). Social cognitive theory. In R.Vasta (Ed), Annals of child

development. Vol. 6. Six theories of child development (pp. 1-60).

Greenwich, CT: JAI Press.

Clarke, I. (2010). Psychosis and spirituality: Consolidating the new paradigm (2nd

ed). UK: John Wiley & Sons Ltd.

Creswell, J.W. (2015). Penelitian kualitatif dan desain riset: Memilih di antara

lima pendekatan (Ed.3). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ervina, L.,& Ayubi, D. (2018). Peran kepercayaan terhadap penggunaan

pengobatan tradisional pada penderita hipertensi di kota Bengkulu.

Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan

Masyarakat, UI. Perilaku dan Promosi Kesehatan, 1, 1-9.

Hadibroto, I., & Alam, S. (2006). Seluk-beluk pengobatan alternatif dan

komplementer. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer.

Hamsyah, F. & Subandi. (2017). Zikir and happiness: A mental health study on an

Indonesian Muslim sufi group. Journal of Spirituality in Mental Health,

19, 80-94.

Hayden, J. (2014). Introduction to health behavior theory (2nd ed.). USA: Jones &

Bartlett Learning, LCC, an Ascend Learning Company.

Page 45: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

36

Human Right Watch. (2016). Hidup di neraka: Kekerasan terhadap penyandang

disabilitas di Indonesia. Amerika Serikat: Human Right Watch.

Ismail. (2015). Faktor yang mempengaruhi keputusan masyarakat memilih obat

tradisional di Gampong Lam Ujong. Idea Nursing Journal, 6, 7-14.

Kennedy, G.A., Macnab, F.A., & Ross, J.J. (2015). The effectiveness of

spiritual/religious interventions in psychotherapy and counseling: A

review of the recent literature. Melbourne: PACFA.

Mahjoob, M., Nejati, J., Hosseini, A., & Bakhshani, N.M. (2016). The effect of

Holy Quran voice on mental health. J Relig Health, 55, 38-42.

Mardliyah, D.A. (2016). Terapi psikospiritual dalam kajian sufistik. Jurnal

Khazanah: Jurnal Studi Islam dan Humaniora, 14, 234-244.

Menkes.(2003). Menteri kesehatan Republik Indonesia keputusan menteri

kesehatan Republik Indonesia nomor 1076/Menkes/SK/VII/2003 tentang

penyelenggaraan pengobatan tradisional menteri kesehatan Republik

Indonesia. Jakarta: Menteri Kesehatan.

Mohr, S., Perroud, N., Gillieron, C., Brandt, Pierre-Yves., Rieben, I., Borras, L.,

& Huguelet, P. (2011). Spirituality and religiousness as predictive factors

of outcome in schizophrenia and schizo-affective disorders. Psychiatry

Research, 186, 177-182.

Nyanto, S.S. (2015). Indigenous beliefs and healing in historical perspective:

Experiences from Buha and Unyamwezi, Western Tanzania. International

Journal of Humanities and Social Science, 5, 189-201.

Pamungkas, D.R, Linawati, O.M., & Sutarjo, P. (2016). Stigma terhadap orang

dengan gangguan jiwa (ODGJ) pada mahasiswa program studi ilmu

keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta. Media Ilmu

Kesehatan, 5, 128-132.

Page 46: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

37

Permana, M. (2012). Penggunaan pengobatan alternatif dalam proses

penyembuhan penyakit (Studi pengguna pengobatan alternatif di Bogor).

Tesis tidak dipublikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas

Indonesia, Depok.

Prasetyo, N.H., & Subandi, M.A. (2014). Program intervensi narimo ing pandum

untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis keluarga penderita

skizofrenia. Fakultas Psikologi, UGM, 1-21.

Putri, A.W., Wibhawa, B., & Gutama, A.S. (2015). Kesehatan mental masyarakat

Indonesia (Pengetahuan dan keterbukaan masyarakat terhadap gangguan

kesehatan mental). Prosiding KS: Riset&PKM, 2, 252-258.

Rippingale, D. (2013, Mei/Juni). The healing effect of water. AsiaSpa Magazine,

120-123.

Riskesdas. (2013). Riset kesehatan dasar. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes RI.

__________(2018). Hasil utama Riskesdas. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes

RI.

Sarwono, R.B. & Subandi. (2013). Mereka memanggilku “kenthir”. Jurnal

Psikologi, 40, 1-14.

Shah, R., Kulhara, P., Grover, S., Kumar, S., Malhotra, R., & Tyagi, S. (2011).

Relationship between spirituality/religiousness and copingin patients with

residual schizophrenia. Qual Lofe Res, 20, 1053-1060.

Singh, R. (2011). Psychological model of illness. Inggris: Cambridge Scholars

Publishing.

Subandi, & Utami, M.S. (1996). Pola perilaku mencari bantuan pada keluarga

penderita gangguan jiwa. Jurnal Psikologi, ISSN: 0215-8884, 1-10.

Page 47: PEMAHAMAN PENDERITA, KELUARGA PENDERITA DAN … · penderita gangguan jiwa dengan masing-masing pengasuhnya dan dua penyembuh alternatif namun antara penyembuh dan penderita tidak

38

Subu, M.A. (2015). Pemanfaatan terapi tradisional dan alternatif. Jurnal Stikes

Binawan, 3, 193-203.

Sudardi, B. (2012). Deskripsi antropologi medis: Manfaat binatang dalam tradisi

pengobatan Jawa. Jumantara, 2, 56-75.

Suryani. (2013). Pengalaman penderita skizofrenia tentang proses terjadinya

halusinasi. Fakultas Keperawatan, UNPAD, 1, 1-9.

Suryani, Komariah, M., & Karlin, W. (2014). Persepsi keluarga terhadap

skizofrenia. Fakultas Keperawatan, UNPAD, 2, 124-132.

Thirtahalli. J., Zhou, L., Kumar, K., Gao, J., Vaid, H., Liu, H., Hankey, A., Wang,

G., Gangadhar, B.N., Nie, J-B., & Nichter, M. (2016). Traditional,

complementary, and alternative medicine approaches to mental health cara

and psychological wellbeing in India and China. China-India Mental

Health Alliance. 1-13.

Utami, T.N. (2016). Analisis spiritual value, stres kerja pekerja muslim sektor

formal kota Medan. Jurnal Jumantik, 1, 1-24.

__________(2017). Identifikasi perilaku pencarian pengobatan transfer energi

zikir: Integrasi ilmu agama dan Islam. MIQOT, XLI, 496-515.

__________(2017). Tinjauan literatur mekanisme zikir terhadap kesehatan:

Respons imunitas. Jurnal Jumantik, 2, 100-110.

Wanti, Y., Widianti, E., & Fitria, N. (2016). Gambaran strategi koping keluarga

dalam merawat anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa berat.

Fakultas Keperawatan, UNPAD, 4, 89-97.

Yatiningsih, R.D. (2016). Pandangan dan peran keluarga dalam perawatan

anggota keluarga yang menderita skizofrenia di kelurahan Tegalrejo,

Salatiga. Skripsi tidak dipublikasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan, UKSW, Salatiga.