PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN ...

22
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010 87 PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN LIMBUNGAN KABUPATEN LOMBOK TIMUR Rina Sabrina, Antariksa, Gunawan Prayitno Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145, Indonesia email: [email protected] ABSTRAK Karakter dari suatu suku dapat dilihat dari tradisi dan budaya yang terbentuk dalam suatu permukiman dan masih menjaga local wisdom mereka, hal ini dapat terlihat dari permukiman tradisional Suku Sasak di Dusun Limbungan Kabupaten Lombok Timur, yang menjaga rumah adat mereka dari segala perubahan. Tujuan dari studi adalah mengidentifikasi karakteristik non fisik sosial budaya masyarakat Dusun Limbungan, dan mengidentifikasi karakteristik fisik pola tata ruang permukiman yang terbentuk, menganalisis pola tata ruang permukiman tradisional yang terbentuk akibat pengaruh fisik dan non fisiknya, dan kearifan lokalnya, serta menentukan arahan pelestarian bagi permukiman tradisional Limbungan. Metode yang digunakan adalah deskriptif-evaluatif. Hasil studi menunjukkan bahwa konsep keruangan makro yang terbentuk dari tatanan fisik lingkungan hunian memperlihatkan adanya pembagian ruang permukiman berdasarkan guna lahan, yaitu tempat hunian di bagian tengah, dan lahan pertanian di bagian luar area permukiman. Dari hasil struktur ruang permukiman tradisional Suku Sasak Limbungan terbentuk berdasarkan konsep filosofi, yaitu konsep arah sinar matahari, konsep terhadap gunung rinjani, konsep pembangunan rumah dan elemennya secara berderet dan tanah berundak-undak, dan konsep bentuk rumah yang seragam terdiri dari rumah yang berjajar (suteran). Penempatan elemen rumah (bale) berupa panteq memiliki posisi saling berhadapan dengan bale. Pola pengembangan tata ruang masyarakat Sasak di Dusun Limbungan berorientasi pada nilai kosmologi berdasarkan sistem kepercayaan dan tradisi-tradisi masyarakat yang berbasis budaya sehingga menghasilkan ruang-ruang khusus. Kata kunci: Pola tata ruang, Permukiman tradisioal Sasak Limbungan, Sosial budaya, Pelestarian ABSTRACT The characteristics of an ethnic group are able to be seen from the tradition and the culture that are formed in a settlement and still guard local their domestic tourists, this can be seen from the traditional settlement of the Sasak Ethnic Group in the Village Limbungan the Lombok Regency East, that is on duty at their traditional house from all the changes. The aim of the research is identify non physical the culture social characteristics of the Limbungan Village community, and identify the physical characteristics of the pattern of the layout of the settlement that is formed, as well as analyses the pattern of the layout of the traditional settlement that is formed resulting from the influence of the culture social system his community's, and his local wisdom, as well as determine the conservation directive for the traditional Limbungan settlement. The method used in this study is descriptive-evaluative. All data was collected through field observation, questionaire and in- depth interview. The study showed that the spatial concept formed by physical characters of the settlement, indicates a division of land us; housing area is located in the middle of settlement, and farming area is located outside of the housing area. From outcome of study the structure traditional settlement space of the Sasak Limbungan Ethnic Group is formed be based on the concept of philosophy, the concept of the direction of the sun rays, the concept against the mountain rinjani, the concept of the development of the house and his element in a lined-up manner and the land berundak-undak, and the concept of the form of the house that the uniform consists of the lined-up house (suteran). The allocation of the element of the house (bale) take the form of panteq have the position face each other with bale. The pattern of the development of the layout of the Sasak community in the Limbungan Village is oriented in the value of cosmology am based on the belief system and the community's based traditions the culture so as to produce special spaces. Keyword: The housing pattern of the layout, The traditional Sasak Limbungan settlement, Social the culture, Conservation

Transcript of PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN ...

Page 1: PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN ...

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010 87

PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN

LIMBUNGAN KABUPATEN LOMBOK TIMUR

Rina Sabrina, Antariksa, Gunawan Prayitno

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Jl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145, Indonesia

email: [email protected]

ABSTRAK

Karakter dari suatu suku dapat dilihat dari tradisi dan budaya yang terbentuk dalam suatu permukiman

dan masih menjaga local wisdom mereka, hal ini dapat terlihat dari permukiman tradisional Suku Sasak di

Dusun Limbungan Kabupaten Lombok Timur, yang menjaga rumah adat mereka dari segala perubahan. Tujuan

dari studi adalah mengidentifikasi karakteristik non fisik sosial budaya masyarakat Dusun Limbungan, dan

mengidentifikasi karakteristik fisik pola tata ruang permukiman yang terbentuk, menganalisis pola tata ruang

permukiman tradisional yang terbentuk akibat pengaruh fisik dan non fisiknya, dan kearifan lokalnya, serta

menentukan arahan pelestarian bagi permukiman tradisional Limbungan. Metode yang digunakan adalah

deskriptif-evaluatif. Hasil studi menunjukkan bahwa konsep keruangan makro yang terbentuk dari tatanan fisik

lingkungan hunian memperlihatkan adanya pembagian ruang permukiman berdasarkan guna lahan, yaitu

tempat hunian di bagian tengah, dan lahan pertanian di bagian luar area permukiman. Dari hasil struktur

ruang permukiman tradisional Suku Sasak Limbungan terbentuk berdasarkan konsep filosofi, yaitu konsep arah

sinar matahari, konsep terhadap gunung rinjani, konsep pembangunan rumah dan elemennya secara berderet

dan tanah berundak-undak, dan konsep bentuk rumah yang seragam terdiri dari rumah yang berjajar (suteran).

Penempatan elemen rumah (bale) berupa panteq memiliki posisi saling berhadapan dengan bale. Pola

pengembangan tata ruang masyarakat Sasak di Dusun Limbungan berorientasi pada nilai kosmologi

berdasarkan sistem kepercayaan dan tradisi-tradisi masyarakat yang berbasis budaya sehingga menghasilkan

ruang-ruang khusus.

Kata kunci: Pola tata ruang, Permukiman tradisioal Sasak Limbungan, Sosial budaya, Pelestarian

ABSTRACT

The characteristics of an ethnic group are able to be seen from the tradition and the culture that are

formed in a settlement and still guard local their domestic tourists, this can be seen from the traditional

settlement of the Sasak Ethnic Group in the Village Limbungan the Lombok Regency East, that is on duty at their

traditional house from all the changes. The aim of the research is identify non physical the culture social

characteristics of the Limbungan Village community, and identify the physical characteristics of the pattern of

the layout of the settlement that is formed, as well as analyses the pattern of the layout of the traditional

settlement that is formed resulting from the influence of the culture social system his community's, and his local

wisdom, as well as determine the conservation directive for the traditional Limbungan settlement. The method

used in this study is descriptive-evaluative. All data was collected through field observation, questionaire and in-

depth interview. The study showed that the spatial concept formed by physical characters of the settlement,

indicates a division of land us; housing area is located in the middle of settlement, and farming area is located

outside of the housing area. From outcome of study the structure traditional settlement space of the Sasak

Limbungan Ethnic Group is formed be based on the concept of philosophy, the concept of the direction of the

sun rays, the concept against the mountain rinjani, the concept of the development of the house and his element

in a lined-up manner and the land berundak-undak, and the concept of the form of the house that the uniform

consists of the lined-up house (suteran). The allocation of the element of the house (bale) take the form of panteq

have the position face each other with bale. The pattern of the development of the layout of the Sasak community

in the Limbungan Village is oriented in the value of cosmology am based on the belief system and the

community's based traditions the culture so as to produce special spaces.

Keyword: The housing pattern of the layout, The traditional Sasak Limbungan settlement, Social the culture,

Conservation

Page 2: PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN ...

PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN LIMBUNGAN KABUPATEN

LOMBOK TIMUR

88 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010

PENDAHULUAN

Sejak lama disadari bahwa budaya

memiliki peran yang sangat penting dalam

membentuk struktur ruang permukiman.

Penggambaran struktur ruang permukiman juga

dapat dilihat dari sisi budaya lain seperti pada

pelaksanaan ritual dan acara keagamaan. Acara

ini bersifat rutin akan tetapi ruang yang

digunakan tidak semata untuk ritual saja,

sehingga strukturnya juga nampak temporal.

Masyarakat Sasak di Pulau Lombok juga sangat

terkait dengan budaya dalam menata ruang

permukimannya, ataupun pada ritual daur hidup

dan berbagai acara keagamaan (Sasongko,

2005:5).

Dusun Limbungan yang terletak di

kawasan kaki Gunung Rinjani ini memiliki

kawasan rumah adat menempati dua gugus,

yaitu Limbungan Timur sebanyak 68 unit rumah

dan Limbungan Barat sebanyak 71 unit rumah.

Kedua hunian itu dibatasi tanaman hidup dan

pagar bambu yang dianyam kasar, yang mereka

sebut kampu. Rumah-rumah mereka berdinding

bambu yang dianyam, berlantai tanah campuran

tahi kerbau, beratap alang-alang, dengan rangka

konstruksi campuran kayu dan bambu.

Dusun ini sudah ditetapkan sebagai desa

budaya oleh pemerintah Lombok Timur, sebagai

salah satu perkampungan tradisional dengan

rumah-rumah adat dengan keunikan sosial

budaya yang masih kental.

Pola tata ruang permukiman tradisional

serta gaya arsitektur tradisional yang terdapat di

Dusun Limbungan merupakan salah satu bentuk

pusaka budaya yang kaya akan nilai sejarah,

filosofi, seni, dan budaya masyarakat setempat.

Oleh karena itu sebagai salah satu desa adat

yang memiliki pola tata ruang permukiman unik

yang sarat akan nilai budaya, Dusun Limbungan

perlu mendapatkan perhatian khusus yang

dimaksudkan untuk tetap memperhatikan

eksistensi dan kesinambungan prinsip-prinsip ke

dalam tradisi yang baku, yaitu berupa pola tata

ruang permukiman tradisional yang telah

terwujud dalam ruang tradisional Dusun

Limbungan.

Dengan menetapkan desa tradisional

sebagai cagar budaya maka kepunahan suatu

monumen hidup sisa budaya lama dapat

dihindari (Soeroto, 2003:48). Oleh karena itu

upaya pelestarian sebagai salah satu cara untuk

mengantisipasi perubahan dan perkembangan

yang terjadi sangat diperlukan. Pola tata ruang

permukiman tradisional serta gaya arsitektur

tradisional yang terdapat di Dusun Limbungan

merupakan salah satu bentuk pusaka budaya

yang kaya akan nilai sejarah, filosofi, seni, dan

budaya masyarakat setempat.

Menurut Tanudirjo (2003), pelestarian

justru harus dilihat sebagai suatu upaya untuk

mengaktualkan kembali warisan budaya dalam

konteks sistem yang ada sekarang. Pelestarian

juga harus dapat mengakomodasikan

kemungkinan perubahan karena pelestarian

harus dianggap sebagai upaya untuk

memberikan makna baru bagi warisan budaya

itu sendiri Widayati (2002).

Pengambilan tema tentang pelestarian

permukiman tradisional Dusun Limbungan,

dilatarbelakangi oleh potensi budaya dan adat

istiadat serta permukiman tradisionalnya yang

masih tetap terjaga, yang dapat dikembangkan

secara lebih jauh. Selain itu, juga

dilatarbelakangi oleh beberapa permasalahan

diantaranya: Terdapat beberapa bangunan

tradisional tampak kurang terawat dan hilangnya

beberapa elemen bangunan disebabkan

pemeliharaan bangunan yang sangat tergantung

pada tingkat ekonomi masing-masing

pemiliknya, adanya kecenderungan masyarakat

ingin mengalami perubahan dalam bentuk dan

konstruksi bangunan rumah, terlihat dari

berkembangnya ruang-ruang baru (rumah semi

permanen) di sekitar batas pekarangan

permukiman tradisional Dusun Limbungan yang

dikhawatirkan akan merusak konsep tata ruang

permukiman tradisional, belum adanya

kebijakan khusus yang mengatur tentang bentuk

pelestarian kawasan Desa budaya di Dusun

Limbungan.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam studi ini

adalah metode deskriptif evaluatif, melalui

observasi, kuisioner, dan wawancara.

Pengambilan sampel dihitung dengan rumus

Slovin, menggunakan teknik pengambilan

proporsional untuk mendapatkan sampel yang

merata di seluruh wilayah studi. Kriteria

pemilihan sampel, yaitu:

1. Bangunan harus masih memiliki ciri khas

tradisional permukiman suku Sasak, berusia

lebih dari 50 tahun;

2. Karakter bangunan menunjukkan adanya

penerapan pola tata ruang berdasarkan

konsep Islam dan kepercayaan animisme

serta dinamisme; dan

3. Masih terdapat budaya dan tradisi lokal yang

sering dilakukan dalam kawasan

permukiman.

Dari 139 unit bangunan tradisional

diambil sampel seluruh bangunan, yaitu

Limbungan Timur sebanyak 68 unit rumah dan

Page 3: PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN ...

Rina Sabrina, Antariksa, Gunawan Prayitno

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010

89

Limbungan Barat sebanyak 71 unit rumah asli.

Sampel masyarakat didapatkan dari perhitungan

rumus Slovin sebanyak 82 sampel.

1. Tahap pertama: mengidentifikasi

karakteristik sosial budaya masyarakat

Dusun Limbungan.

a. Tinjauan sejarah dan perkembangan

Dusun Limbungan dan budaya

bermukim masyarakat Suku Sasak

Limbungan yang meliputi sejarah

munculnya dusun dan permukiman

tradisional.

b. Analisis sosial budaya

(Koentjaraningrat, 1982)

1) Sistem kelembagaan;

2) Sistem

kemasyarakatan/kekerabatan;

3) Kehidupan ekonomi; dan

4) Kehidupan budaya dan religi

Hasil interpretasi sejarah dan pengaruhnya

terhadap karakteristik sosial budaya

masyarakat Dusun Limbungan, dijadikan

dasar untuk mendukung kajian untuk

analisis karakteristik pola tata ruang

permukiman tradisional.

2. Tahap kedua: mengidentifikasi pola tata

ruang permukiman Dusun Limbungan dan

menganalisis kesesuaiannya dengan konsep

pola tata ruang tradisional Suku Sasak.

a. Analisis tata guna lahan dilakukan untuk

melihat elemen apa saja yang

membentuk ruang permukiman,

pengaruhnya terhadap pemanfaatan

guna lahan, dan peletakan elemen

berdasarkan konsep yang dikenal dalam

pola tata ruang tradisional Suku Sasak.

Selanjutnya, untuk melihat keterkaitan

antar elemen-elemen pembentuk

kawasan pedesaan, dilakukan analisis

dengan teknik super impose guna lahan.

Kajian elemen pembentuk kawasan

pedesaan meliputi:

1) Perairan;

2) Hutan;

3) Permukiman;

4) Pertanian;

5) Infrastruktur; dan

6) Tanah kosong.

b. Analisis ruang budaya dilakukan untuk

mengidentifikasi keberadaan hirarki

ruang dan sifat penggunaan ruang yang

ada di Dusun Limbungan. Pendekatan

yang dilakukan adalah secara

eksploratif, dengan melihat fungsi dan

kepentingan ruang permukiman dari

hasil analisis kehidupan budaya dan

religi dan kegiatan masyarakat sehari-

hari.

c. Analisis pola tata ruang tempat tinggal.

Pada tahap ini, analisis dilakukan

dengan mengidentifikasi tiga variabel,

yaitu di antaranya:

1) Fisik bangunan dan pekarangan;

2) Struktur tata ruang tempat tinggal;

dan

3) Pola tata bangunan.

3. Tahap ketiga: menentukan arahan

pelestarian secara fisik dan non fisik

berdasarkan analisis pola permukiman

sebelumnya dengan kondisi bangunan

eksisisting yang ada.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Sosial Budaya

1. Sistem Kelembagaan

Memiliki dua sistem pemerintahan, yaitu

pemerintahan formal dan pemerintahan

tradisional, atas beberapa kanoman

(pemerintahan kecil), yaitu pimpinan para

Kliang atau kepala dusun

Gambar 1. Sistem Pemerintahan Tradisional

Dengan toak memiliki peran menetapkan

peraturan adat Dusun Limbungan,menjadi

pemimpin penyelenggara upacara adat.

a. Hukum Adat

Peraturan adat yang mengatur

permukiman adat di Limbungan:

Page 4: PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN ...

PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN LIMBUNGAN KABUPATEN

LOMBOK TIMUR

90 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010

a. Jika ingin membangun rumah permanen,

maka pembangunan dilakukan diluar

batas/area lingkungan permukiman adat.

b. Tidak boleh mengubah dan merusak

permukiman adat, baik letak,bahan alami

bangunan, harus sesuai dengan aturan adat.

c. Tidak boleh membangun kamar mandi/ WC

di lingkungan permukiman adat.

d. Segala upacara Adat harus sesuai dengan

izin pemangku adat.

e. Satu tahun sekali harus mengunjungi makam

leluhur.

2. Sistem kekerabatan

Dalam kawasan limbungan, merupakan

satu kerabat atau masih mempunyai hubungan

darah, pernikahan sebagian besar dilakukan

dengan kerabat sendiri, walau tidak tertutup

kemungkinan mengambil calon istri/suami dari

luar kawasan limbungan yang bukan kerabat.

Masyarakat Dusun Limbungan juga

mengenal prinsip patrelinear yakni mengikuti

garis keturunan ayah dan jika terjadi perkawinan

maka anak hasil perkawinan tersebut akan

mengikuti gelar kebangsawanan ayahnya.

Gambar 2. Sistem Kekerabatan di Dusun Limbungan

Hasil kuisoner didapatkan bahwa

penduduk yang tinggal sejak lahir sebanyak

63,41%, pendatang (ikut istri/suami) sebanyak

25,61%, faktor lokasi kerja 4.88%.

3. Kehidupan Ekonomi

Lapisan sosial di Dusun Limbungan terdiri

dari:

a. Lapisan Bangsawan (Golongan Menak)

b. Lapisan Tokoh adat

c. Lapisan Ulama

d. Lapisan Masyarakat Biasa

Sebagian besar warga Dusun Limbungan

bermata pencaharian sebagai petani sebesar

(67%), pedagang sebesar (14%),dan PNS hanya

1 orang sebesar (0,19%), sebagian besar bekerja

di bidang pertanian karena faktor lahan

pertanian yang mendukung, dan pendidikan

yang rendah.

4. Kehidupan Religi dan Budaya

Kepercayaan terhadap roh-roh nenek

moyang, biasanya terdapat pada bukit-bukit

tinggi tersebutlah roh nenek moyang

bersemayam. Oleh sebab itu, mereka

menyembah dan memuja roh-roh agar tidak

terjadi bencana alam, mengakibatkan sebagian

masyarakat Sasak di limbungan

mengekeramatkan benda, dan makam keramat.

Dalam kehidupan beragama, masyarakat Sasak

limbungan merupakan masyarakat Islam

tradisional yang fanatik.

Tatanan adat istiadat dan ikatan sosial

kekerabatan yang berlaku di Dusun Limbungan

masih begitu kuat upacara-upacara tersebut yaitu

upacara kelahiran, upacara perkawinan, upacara

kematian, sistem pembagian warisan, dan

upacara panen padi.

Page 5: PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN ...

Rina Sabrina, Antariksa, Gunawan Prayitno

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010

91

a. Tahap kegiatan upacara

1) Upacara kelahiran

Tahap kegiatan berupa: Bretes ,Tukaq

Ariq Kakaq, Polang duri, Ngurisang, Nyunatang.

Gambar 3. Upacara Kelahiran

Bretes

Melahirkan

Tukaq Ari Kakaq

Ngurisan

Keterenagan:

1 = Rumah inti

2 = Halaman rumah

3 = Masjid

Gambar 4. Pemakaian Ruang Mikro Upacara

Kelahiran

2) Upacara perkawinan

Tahap kegiatan berupa: Midang,

Memaling, Sejati, Selabar, Bait Wali, Bait Janji,

Sorong Serah Aji Krama,Nyongkolan.

Page 6: PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN ...

PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN LIMBUNGAN KABUPATEN

LOMBOK TIMUR

92 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010

Gambar 5. Upacara Perkawinan

3) Upacara kematian

Tahap kegiatan, yaitu: pemberian aiq daun

bidara, belangar, betukaq, memandikan, dan

mengkafankan, mensholatkan jenazah,upacara

penguburan, dan upacara setelah penguburan.

Gambar 6. Upacara Kematian

4) Upacara bertani

Gambar 7. Upacara Bertani

5) Upacara keagamaan

Acara kegiatan berupa: Nuzulul Qur’an,

Maulid Nabi SAW, lebaran Idul Fitri, dan

Lebaran Topat.

Gambar 8. Upacara Keagamaan

Page 7: PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN ...

Rina Sabrina, Antariksa, Gunawan Prayitno

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010

93

b. Pemakaian ruang makro

1) Upacara Kelahiran

LEGENDA

Jalan Utama

Jalan

Lingkungan

Rumah

Tradisional

Rumah Panitia

tempat Khitanan

Rumah Anak yang

disunat

Jalur Bejaran

50m 100 250

Masjid/Musholla

Rumah Ketua

Adat

Kali

7. J

alur

bejara

n

Hutan Limbungan

Putra Amaq Min

Putra Amaq Kar

Putra Amaq Amir

Putra Amaq Nasiadi

Makam leluhur

Batu Maliq

Kali

Kali

Jalur proses pemandian

Jalur B

ekay

u dan J

alur

ke makam

lelu

hur

4

1

3

2

47

5

2

6

6

Masjid

Masjid

Gambar 9. Pemakaian Ruang Makro Upacara Sunatan

2) Upacara perkawinan

Gambar 10. Pemakaian Ruang Makro Upacara Perkawinan

LEGENDA

Jalan Utama

Jalan

Lingkungan

Rumah

Tradisional

Rumah Ketua

Adat Laki-laki

Rumah Laki-laki

Rumah Perempuan

Jalur Nyongkol

Masjid/Musholla

Rumah Ketua

Adat Perempuan

Rumah Kyai

Jalu

r upac

ara

perkaw

inan

1

1

2

3

4

5

6

Page 8: PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN ...

PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN LIMBUNGAN KABUPATEN

LOMBOK TIMUR

94 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010

3) Upacara kematian

Sawah

LEGENDA

Jalan Utama

Jalan Lingkungan

Persil Rumah

Tradisional

MAKAM

Masjid/Musholla

Rumah Duka

Rumah KyaiJalur ke Makam

Makam Umum

Jalu

r m

elay

at k

e ru

mah

duka

Jalu

r p

emak

am

an

Jalur pemakaman

1

2

4

5

5

6

50 100 m250

Gambar 12. Pemakaian Ruang Makro Upacara Kematian

4) Upacara bertani

Gambar 13. Pemakaian Ruang Makro Upacara Bertani

- Acara Mundak

- Menggala

- Penanaman padi

- Panen

Sawah

Rumah permanen

Ruang yang

terbentuk karena

kegiatan Upacara

Bertani

Rumah Tradisional

Jalan

Lingkungan

Jalan Utama

LEGENDA

Makam Batu Maliq

Jalur u

pacara B

ertani

Jalu

r up

aca

ra B

ertan

i

Jalur k

e mak

am lelu

hur

Sawah

Jalur Upacara Bertani

Page 9: PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN ...

Rina Sabrina, Antariksa, Gunawan Prayitno

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010

95

5) Upacara keagamaan

Gambar 1 Pemakaian Ruang Makro Upacara Keagamaan

4. Guna Lahan

a. Elemen pembentuk kawasan pedesaan

1) Perairan

Dusun Limbungan dilewati oleh sungai

bernama Kokok Limbungan dengan lebar 15

meter, perairan (sungai) sangat penting dalam

pemilihan tempat bermukim. Selain itu

penduduk yang sebagian besar bekerja di sawah

sehingga sangat tergantung pada lokasi sungai

untuk aliran irigasi sawah selain sungai,

penduduk juga memanfaatkan sumber mata air

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan

mengairi sawah mereka

Sekitar tahun 1997, pemerintah kabupaten

Lombok Timur membangun proyek irigasi

melalui pemasangan pipa-pipa distribusi dari

sumber mata air ke rumah-rumah penduduk

sehingga penduduk tidak perlu lagi mengambil

air ke atas bukit.

2) Hutan

Tahun 1980 Limbungan masih ditutupi

oleh lahan hutan. Kemudian pada tahun 1980-

an, pengalihan kepemilikan hutan adalah negara

(Perhutani Lombok Timur). Dengan lahan yang

masih dimanfaatkan oleh masyarakat dan untuk

kepentingan negara yaitu sebagian pengalihan

hutan menjadi sawah, hutan, dan kebun.

3) Pertanian

Penduduk Limbungan membuka lahan

hutan menjadi lahan pertanian dan bermukim

pada tahun 1919 yang berupa sawah, ladang

kebun. Sebagian besar penduduk bekerja di

lahan pertanian.

4) Permukiman

Tahun 1919 – 1960 fase awal, yaitu dari

lahan hutan menjadi bentuk repoq-repoq, yaitu

terbentuknya suatu pola permukiman yang

umumnya berada di tengah-tengah lahan

persawahan, tahun 1920 mulai terbangun

permukiman tradisional Sasak ini yang berbahan

baku ilalang, tanah liat, dan getah tumbuh-

tumbuhan yang pada saat ini disebut dengan

permukiman bale adat Sasak kemudian

bertambahnya rumah semi permanen maka

rumah-rumah tersebut berkembang menyeluruh

linear mengikuti jalan ke arah timur dengan area

central bale adat.

5) Infrastuktur

Pada awal perkembangannya tahun 1919,

jalan menuju permukiman di Dusun Limbungan

dan dusun sekitarnya merupakan jalan makadam

tanah yang berbatu-batu, dengan sarana yang

ada berupa masjid dan makam. Tahun 1961-

1990 permukiman masih berupa jalan tanah

makadam, namun sudah tidak berbatu-batu SD

Nomor 4 Perigi tahun 1980-an serta musholla.

Pada tahun 1994, pemerintah kabupaten

Lombok Timur mulai membangun jalan aspal

yang menghubungkan ibu kota kecamatan

Pringgabaya.

LEGENDA

Jalan Utama

Jalan

Lingkungan

Ruang yang

terbentuk karena

kegiatan

penduduk

mengikuti

peringatan Maulid

Nabi Muhammad

SAW

0

Masjid/Musholla

Rumah Kyai

Persil Rumah

Tradisional

Jalu

r per

ayaa

n Mau

lid N

abi

22

2

2

2

1

1

3

Page 10: PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN ...

PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN LIMBUNGAN KABUPATEN

LOMBOK TIMUR

96 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010

b. Peletakan elemen permukiman

Pembentukan elemen-elemen yang

membentuk ruang permukiman menggunakan

Bale, Panteq yang terdiri dari Lumbung dan

Berugaq serta istilah dalam permukiman

tradisional Dusun Limbungan terdapat rumah

yang berjajar yang disebut suteran, dan di antara

suteran terdapat lorong atau penggorong.

Kumpulan Suteran disebut gubug, kampu atau

dasan.

Gambar 2. Pola Elemen pada Permukiman Tradisional Limbungan

Gambar 3. Transek Dusun Limbungan Melintang Vertikal Arah Utara - Selatan

Keterangan:

A = Bale

B = Panteq (Lumbung dan Berugaq)

Page 11: PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN ...

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010 97

Gambar 4. Transek Dusun Limbungan Melintang Horizontal Arah Barat-Timur

Pembagian ruang di Dusun Limbungan

sesuai dengan tata peletakan elemen ruang

permukiman tradisional:

a) Kawasan permukiman terdiri dari rumah

permanen, rumah tradisional, fasilitas umum

berupa Masjid, Musholla. Perkembangan

rumah tradisional mengelompok di wilayah

ujung bagian barat dan timur, yang

dikelilingi pagar tanaman hidup. Di sebelah

dan dekat dengan permukiman tradisional

terdapat kandang sebagai lahan peternakan.

Sedangkan untuk rumah permanen umumnya

menyebar linear sepanjang jalan utama,

untuk Masjid serta Musholla terletak dekat

dengan permukiman tradisional yang

letaknya menyebar merata di bagian barat

dan timur. Dan untuk fasilitas umum yaitu

berupa SD yang terletak di ujung sebelum

memasuki kawasan permukiman tradisional;

b) Lahan pertanian yang yang dijadikan sebagai

lahan yaitu sawah dan kebun yang terletak di

luar area permukiman; dan

c) Di luar areal pertanian terdapat area hutan

luas yang masih terlindungi, dan di dalam

hutan ini membentuk ruang ritual, di dalam

hutan terdapat makam leluhur masyarakat

Limbungan yang tiap waktu tertentu

dikunjungi penduduk.

Gambar 5. Penggunaan Fungsi Ruang Di Dusun Limbungan

Limbungan Barat

Lim

bungan Tim

ur

Ruang Sacred

(Permukiman Adat)

Ruang Budaya

Ruang Makro

(permukiman,

lahan pertanian)

Page 12: PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN ...

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010 98

Gambar 6. Pergerakan Penduduk Dusun Limbungan Dalam Home Range

5. Struktur Ruang Berdasarkan Ritual

Pemakaian ruang pada upacara ritual

masing-masing upacara menggunakan ruang

permukiman adat secara mikro serta makam

leluhur secara makro.

6. Struktur Ruang Permukiman

a. Konsep filosofis

1) Konsep arah sinar matahari

Gambar 7. Pola Arah Hadap timur

Semua permukiman adat di Dusun

Limbungan menghadap ke arah timur(sinar

matahari) menunjukkan pembentukan karakter

masyarakat Sasak bahwa yang muda juga harus

melindungi yang tua, dan jika ada musuh

menyerang maka kaum yang mudalah yang

terlebih dahulu harus menyerang

b. Terhadap gunung rinjani

Masyarakat Suku Sasak Limbungan

meyakini Gunung Rinjani sebagai sumber

kekuatan supranatural di Lombok dan tempat

bermukimnya Dewi Anjani yang dihormati oleh

Suku Sasak. Semakin tinggi suatu tempat dan

semakin mendekati gunung rinjani maka sifat

kesakralannya semakin tinggi, Dalam struktur

pembangunan rumah, maka sang orang tua selalu

bertempat tinggal di tempat yang lebih tinggi jika

dibandingkan dengan tempat tinggal anak-

anaknya. Begitu pun juga untuk anak yang tertua,

maka peletakan posisi rumahnya berada pada

bagian yang paling tinggi jika dibandingkan

dengan adik-adiknya. Nilai filosofis yang

terkandung di dalamnya bahwa orang tua harus

menurunkan/memberikan panutan dengan sifat-

sifat leluhur pada anaknya.

Gambar 8. Pola Bangunan Terhadap Gunung Rinjani

Page 13: PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN ...

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010 99

c. Konsep pembangunan Rumah dan elemennya

secara berderet dan tanah berundak-undak

Pembangunan rumah dengan konsep ini

mencerminkan penduduk yang terdiri dari satu

kelompok dan dapat dikatakan secara

keseluruhan merupakan satu warga besar yang

terdiri atas anak, cucu, kemenakan, merupakan

satu kesatuan dari keluarga majemuk.

Gambar 9. Pola Bangunan Secara Berderet

Konsep undak-undakan ini

diiterprestasikan pada baris horizontal maupun

vertikal. Dari baris horizontal semakin ke tengah

undak-undakannya semakin rendah, dan dari

baris vertikal semakin ke arah belakang maka

undak-undakannya semakin tinggi selain

memiliki fungsi dari segi keamanan agar

menghindari bencana alam jika suatu saat terjadi,

serta terhindar dari malapetaka yang dapat

menimpa Dusun Limbungan, juga menjaga agar

rumah generasi tua yang terletak di baris

belakang, akan tetap mendapatkan sinar matahari

yang cukup mengingat tempatnya yang lebih

tinggi dari baris didepannya.

Gambar 10. Konsep Undak-Undak Horizontal

Page 14: PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN ...

PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN LIMBUNGAN KABUPATEN

LOMBOK TIMUR

100 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010

Gambar 11. Konsep Undak-Undak Vertikal

7. Struktur Ruang Permukiman

Berdasarkan Aktivitas Kegiatan

a. Bale Adat (rumah adat), selain sebagai

tempat tinggal juga sebagai pusat aktivitas.

Bale adat merupakan inti dari Dusun

Limbungan, karena fungsinya dimanfaatkan

penduduk Limbungan selain sebagai tempat

tinggal juga sebagai kegiatan upacara adat,

dan ritual budaya

b. Masjid (langgar), sebagai sub pusat aktivitas.

Elemen tempat ibadah ini merupakan simbol

pemersatu penduduk Limbungan, karena

fungsinya dimanfaatkan oleh semua

penduduk Dusun Limbungan (multi fungsi).

c. Sawah/ladang, sebagai tempat/ ruang bekerja.

d. Makam leluhur, sebagai tempat ritual. Ruang

ini memiliki fungsi teritori tersier yang

dianggap penting, karena merupakan ruang

publik yang memiliki nilai sakral yang tinggi.

Pola Permukiman tradisional Suku Sasak

Dusun Limbungan.

Gambar 12. Pola Tatanan Ruang Permukiman Tradisional Limbungan

Page 15: PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN ...

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010 101

8. Pola tata ruang tempat tinggal

a. Bale Adat Sasak

Semua bale adat Sasak Limbungan

menghadap ke arah timur, dan setiap rumah

memiliki elemen berupa Lumbung yang juga

disebut panteq. Penempatan elemen rumah

berupa panteq memiliki posisi saling berhadapan

dengan bale, dan masing-masing bale memiliki

satu panteq.

Gambar 13. Konsep Arah Hadap Bale Sasak

Ciri khas Bale Sasak yang terdapat di

Dusun Limbungan dalam bentuk arsitektur:

a) Bale menghadap arah timur/terbitnya sinar

matahari, berfungsi sebagai faktor keamanan.

b) Rumah yang dibangun seragam baik dari

bentuk dan bahannya yang mencerminkan

kekompakan penduduknya, yang masih

memegang teguh adat dan budayanya serta

menjaga tradisi gotong royong penduduknya

dalam melakukan pelaksanaan setiap

upacara.

c) Dibangun diatas pondasi dan undak-undak

yaitu untuk menghindari banjir tahunan dan

menghangatkan ruangan pada waktu cuaca

dingin

d) Bale sasak mengandung konsep Islami yang

menerapkan konsep Habluminanas

(hubungan antar sesama manusia) yaitu

terdapatnya Bale sebagai bangunan utama

yaitu rumah tinggal yang berjejer dan

didepannya terdapat Panteq yang salah

satunya terdiri dari Berugaq memiliki fungsi

sebagai ruang publik (untuk menerima tamu,

untuk bersantai, tempat tidur anak laki-laki

(berugaq) yang menerapkan konsep

bertetangga, dan silaturahim.

b. Rumah permanen

Rumah permanen (Bale Batu) yang

terdapat di Dusun Limbungan mengalami

perkembangan setelah tahun 1990-an.

Page 16: PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN ...

PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN LIMBUNGAN KABUPATEN

LOMBOK TIMUR

102 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010

Gambar 14. Rumah Permanen

Tabel 1. Hasil Penemuan Konsep Di Limbungan

No. Konsep Hasil

Temuan Keterangan

1. Tahun

pembangunan

1920-

1940

Pembangunan awal

rumah tradisional

didirikan pada tahun

1920-an sebesar 31%,

pada tahun 1930-an

sebesar 41%, dan pada

tahun 1940-an sebesar

28%.

22. Orientasi

bangunan

Timur Semua bangunan

(100%) tradisional di

Limbungan menghadap

ke arah timur. Hal ini

terkait dengan faktor

kepercayaan dan

keamanan.

3. Bahan

Bangunan

Terbuat

dari

bahan

alami

Semua rumah

tradisional Limbungan

terbuat dari bahan alami

yaitu ilalang untuk

atap, serta dinding

terbuat dari bambu yang

dianyam rapat, lantai

rumah terbuat dari

campuran tanah liat,

bagian permukaan lantai

terbuat dari getah pohon

kayu banten dan bajur

(istilah lokal), dicampur

elemen hitam yang ada

dalam batu bateri, abu

jerami yang dibakar,

kemudian diolesi

dengan kotoran sapi.

9. Struktur Tata Ruang Tempat Tinggal

a. Elemen-elemen pembentuk ruang dalam

permukiman tradisional Suku Sasak

Limbungan

1) Bale Sasak

Bale Sasak ini memiliki denah berbentuk

segi empat, yang terbagi menjadi dua ruang yaitu

ruang sengko (ruang bawah) yang berfungsi

sebagai ruang tamu (sesangkok), dan dalem bale

(ruang atas) yang terdiri dari kamar tidur, dan

dapur, antara ruang sengko dan dalam bale

dibatasi oleh undak-undak (anak tangga).

Gambar 15. Struktur ruang Bale

Fungsi elemen-elemen ruang rumah pada

bagian dalem bale (ruang atas) tersebut antara

lain:

a) Dalem bale (Ruang Tidur) berfungsi

untuk tempat tidur biasanya masyarakat

Limbungan digunakan untuk para wanita

baik istri maupun anak, dan ruang khusus

bila perempuan akan melahirkan atau

mayat seseorang disemayamkan sebelum

dikebumikan.

b) Pawon atau dapur bagi masyarakat

Limbungan difungsikan sebagai tempat

memasak

c) Sempare (ruang simpan barang), letak

sempare biasanya berada di atas dapur/

langit-langit rumah atau di sebelah kiri

tempat tidur.

Gambar 16. Ruang dalem Bale

Page 17: PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN ...

Rina Sabrina, Antariksa, Gunawan Prayitno

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010

103

d) Ruang Sengko (Ruang Bawah) yang

terdiri dari sesangkok (ruang tamu) yang

letaknya berada di depan pintu masuk

rumah utama sebagai tempat menerima

tamu dan tempat duduk-duduk.

2) Panteq

Terdiri dari Lumbung yang berfungsi

sebagai tempat menyimpan padi dan Berugaq

sebagai ruang sosial.

Gambar 17 Panteq di Limbungan

3) Kandang

Kandang komunal yang dijadikan satu dan

berada di luar ruang atau halaman besar

permukiman asli Sasak, terletak di bagian pinggir

permukiman. Hal ini karena kandang sapi

dianggap kotor sehingga harus berada di luar

areal permukiman.

Gambar 18. Kandang di Limbungan

4) Masjid

Permukiman tradisional di Limbungan juga

dicirikan dengan keberadaan Masjid di bagian

depan dan musholla di bagian belakang, hal ini

merupakan simbol bahwasanya penduduk

Limbungan merupakan penduduk beragama

Islam yang taat beribadah.

Page 18: PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN ...

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010 104

Gambar 19 Masjid di Limbungan

5) Jalan

Jalan di lingkungan permukiman bale asli

terdiri dari jalan besar dan jalan setapak. Jalan

besar yang merupakan sirkulasi lalu lintas utama

serta sebagai ruang dalam upacara seperti

pernikahan dan kematian. Dan jalan setapak,

yang berfungsi sebagai pembatas antara baris

rumah serta ruang sirkulasi untuk membawa hasil

pertanian dan jalan menuju kandang.

Gambar 20. Jalan Setapak Permukiman Tradisional Limbungan

6) Halaman

Berfungsi sebagai ruang sirkulasi lalu lintas

penduduk, halaman depan sebagai tempat

kegiatan budaya seperti acara pernikahan,

khitanan, kematian, dan lain-lain. Halaman

samping dan belakang berfungsi sebagai kebun

kecil yang ditanami tanaman berupa sayur-sayur,

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

penduduk.

Page 19: PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN ...

Rina Sabrina, Antariksa, Gunawan Prayitno

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010

105

Gambar 21. Leleah Permukiman Tradisional

7) Pagar

Pagar ini barasal dari bambu dan kayu

banten yang kuat. Pada ruang mikro setiap 2

(dua) sampai 5 (lima) rumah dibatasi dengan

pagar pada saat pagi hari pagar dibuka dan pada

malam hari pagar ditutup, hal ini terkait dengan

fungsi keamanan. Sedangkan pada ruang

makronya permukiman tradisional dikelilingi

oleh pagar yang terbuat dari kayu banten yang

kuat sebagai simbol keamanan dan pembatas.

Gambar 22. Pagar Permukiman Tradisional

8) Bong

Gambar 23. Bong di Permukiman Tradisional

10. Struktur Tata Ruang Berdasarkan Sistem

Kekerabatan

Gambar 24. Pola Skema Kekerabatan Tipologi I

Gambar 25. Pola Skema Kekerabatan Tipologi II

11. Kedudukan Elemen Bangunan

Berdasarkan Konsep Ketinggian Dan

Kepercayaan

Pembangunan bale dan panteq saling

berhadapan seperti konsep cermin, satu bale

memiliki satu panteq. Hal ini menunjukkan

bahwa panteq memiliki nilai sakral yang

memiliki simbol ekonomi. Untuk pembangunan

bale yang dibangun secara berderet berdasarkan

sistem kekerabatan. Bale dan panteq dibangun

berdasarkan kriteria tinggi rendah berdasarkan

Page 20: PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN ...

PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN LIMBUNGAN KABUPATEN

LOMBOK TIMUR

106 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010

senioritas dalam tingkatan usia. Orang yang lebih

tua membangun rumahnya pada tempat tertinggi

dan yang lebih muda berada di tempat yang lebih

rendah.

Gambar 26. Konsep Pola Kedudukan Elemen Bangunan

Distribusi ruang antara secret dan profane,

yang ditunjukkan oleh pentingnya nilai lumbung

yang dapat disetarakan dengan kehidupan, juga

berugaq selain untuk menyambut tamu,

pertemuan antar warga juga acara ritual

digunakan di berugaq.

Gambar 27 Ekisting Kedudukan Antar Elemen Bangunan Suku Sasak di Dusun Limbungan

12. Pola Tatanan Bangunan

Pola pengembangan tata ruang masyarakat

Sasak di Dusun Limbungan berorientasi pada

nilai cosmo/ kosmologi berdasarkan sistem

kepercayaan dan tradisi-tradisi masyarakat yang

berbasis budaya, sebagian masyarakat

Limbungan

Kepercayaan penduduk terhadap kekuatan

gaib/ supranatural ini menghasilkan ruang-ruang

khusus yang dikeramatkan penduduk yaitu

Makam-makam leluhur penduduk Limbungan

yang terdiri dari makam tingkatan rendah sampai

tinggi yaitu makam rujuq, batu maliq, pepadang,

gunung bentar, dan samak borok.

Adapun fungsi masing-masing makam

sesuai tingkatannya, sebagai berikut:

Page 21: PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN ...

Rina Sabrina, Antariksa, Gunawan Prayitno

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010

107

1) Makam rujuq yang berfungsi sebagai tempat

pertapaan, pencarian benda pusaka, dan

mendalami ilmu-ilmu mistik;

2) Makan batu maliq dan pepadang berfungsi

sebagai tempat masyarakat memohon do’a

setiap melakukan upacara budaya seperti

pernikahan, kelahiran, tolak bala, minta hujan,

dan keagamaan seperti hari besar Idul Fitri,

dan Idul adha; dan

3) Makam gunung dan samak borok berfungsi

sebagai permohonan untuk menyembuhkan

penyakit.

Gambar 28. Tingkatan Makam leluhur Dusun Limbungan

13. Arahan Pelestarian

a. Arahan pelestarian fisik Dalam menentukan arahan pelestarian

fisik, yaitu menggunakan langkah yaitu:

1) Preservasi berupa: pemelihaaraan secara

berkala, mengganti bahan bangunan yang

sudah rusak/ lapuk, mempertahankan arah

hadap, bahan dan konstruksi bangunan, serta

aturan adat pembangunan rumah. Menjaga

elemen permukiman tradisional dari

kerusakan seperti elemen panteq, jalan di

dalam permukiman adat, pagar dan bong

serta perawatan makam leluhur secara

berkala; 2) Konservasi (rehabilitasi) berupa

Pengembalian kondisi bangunan yang telah

rusak atau menurun berupa atap,lantai,

dinding, sehingga dapat berfungsi kembali

seperti sedia kala; dan

3) Konservasi (rekonstruksi) berupa upaya

mengembalikan kondisi dan membangun

kembali bangunan dan elemen panteq yang

telah hilang semirip mungkin dengan

penampilan seperti aslinya.

b. Arahan pelestarian Non fisik 1) Pelestarian dari sisi Ekonomi berupa: Insentif

pajak dan subsidi;

2) Sisi Sosial berupa: pemberian penghargaan

dari pemerintah, publikasi yang luas,

dilakukan upaya penyuluhan terkait

pentingnya pelestarian pola permukiman

Dusun Limbungan; dan

3) Sisi Hukum berupa Legal designation

(perlindungan yang sah), zoning (penentuan

wilayah), ownership (kepemilikan).

KESIMPULAN

Pola permukiman Dusun Limbungan

dipengaruhi oleh faktor berikut:

1. Faktor kepercayaan penduduk terhadap

faktor keamanan dan rumah penduduk dalam

memperoleh cahaya matahari karena bagunan

rumah yang tidak memiliki jendela, hal ini

yang memandang arah timur sebagai arah

yang diutamakan sebagai sumber kekuatan

selain itu juga didukung sebagai alat

pertahanan untuk mengetahui saat mereka

saat diserang oleh musuh.

2. Faktor hukum adat yang menuntut penduduk

Limbungan untuk menjaga rumah asli

mereka baik dari bahan rumah yang terbuat

dari bahan alam, orientasi massa bangunan,

serta pola rumah asli Suku Sasak tersebut.

Adanya kepatuhan penduduk terhadap

hukum adat dan kearifan lokal (genius local)

penduduk merupakan faktor paling penting

terhadap pelestarian keutuhan rumah asli ini.

3. Membentuk pola grid yang mengelompok

menjadi satu kesatuan, rumah-rumah dan

elemennya disusun berjejer rapi seperti tusuk

sate, pola ini mencerminkan sistem

kekerabatan.

4. Pola rumah tradisional di Dusun Limbungan

membentuk ruang-ruang yang communal

space, yaitu di antara jejeran bale yang

berhadapan ini merupakan daerah comunal

Page 22: PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN ...

PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN LIMBUNGAN KABUPATEN

LOMBOK TIMUR

108 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 1, Nomor 2, Juli 2010

space bagi penduduk dusun, yaitu

terdapatnya lumbung dan berugaq sebagai

tempat bersosialisasi penduduk dusun. Selain

itu dapat dilihat perletakkan bale yang

berhadapan dan sejajar dengan panteq yang

terdiri dari Lumbung dan berugaq yang telah

menerapkan konsep Islam yaitu konsep

tawazun dan fungsional. Konsep tawazun

(keseimbangan) dapat dilihat posisi berugaq

sebagai bangunan publik dan merupakan

communal space saling berhadapan dengan

bale (bangunan privat). Konsep fungsional

tercermin dalam posisi lumbung yang

mewakili satu bale selain berfungsi sebagai

ruang bersama sekaligus digunakan untuk

mengawasi dan memberi kemudahan

melayanai bangunan bale.

SARAN

Studi lanjutan dapat membahas aspek

spasial pada permukiman tradisional Sasak

Limbungan, aspek ekonomi masyarakat maupun

aspek sosial budaya dalam permukiman

tradisional Sasak Limbungan yang tidak lepas

dari tuntutan perkembangan zaman, dan

melanjutkan Permukiman tradisional Limbungan

sebagai daya tarik wisata budaya Suku Sasak

yang masih asli.

Pemerintah harus ikut campur tangan dalam

arahan pelestarian permukiman dengan cara

memberi bantuan dana, promosi, dan

memberikan penyuluhan kepada warga mengenai

pentingnya pelestarian pada rumah tradisional

Limbungan, karena jika pemerintah tidak

memberikan bantuan dan dukungan

dikhawatirkan masyarakat akan lebih tertarik

untuk tinggal di rumah permanen.

DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat. 1982. Sejarah Teori

Antropologi I. Jakarta: UI Press.

Oswald, F. & Baccini, P. 2003. Netzstadt

Einführung in das Stadtentwerfen. Berlin:

Birkhäuser-Verlag für architektur.

Tanudirjo,A. 2003.’Warisan Budaya Untuk

Semua Arah Kebijakan Pengelolaan

Warisan Budaya Indonesia di Masa

Mendatang. Makalah Kongres Kebudayaan

V. Bukit Tinggi, 2002.

Widayati, N. 2002. Permukiman Pengusaha

Batik Di Laweyan Surakarta. Jakarta:

Program Pascasarjana Fakultas Sastra

Universitas Indonesia.