Proposal Penelitian Pengaruh Geometri Peledakan Terhadap Fragmentasi Hasil Peledakan
Peledakan pada Tambang
-
Upload
muh-takbir-halim-cfc -
Category
Documents
-
view
187 -
download
14
description
Transcript of Peledakan pada Tambang
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebelum melakukan penggalian atau pengambilan bahan material dalam
aktivitas penambangan, biasanya terlebih dahulu dilakukan kegiatan peledakan
terhadap lapisan penutup (overburden). Hal ini bertujuan untuk mempermudah
pekerjaan dan alat yang dipakai nantinya tidak kesulitan dalam beroperasi. Teknik
peledakan yang dipakai tergantung pada pada tujuan peledakan dan pekerjaan
atau proses lanjutan setelah peledakan. Agar pekerjaan berhasil dengan baik
sesuai dengan rencana maka perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :
a. Karekteristik atau sifat batuan yang diledakan, termasuk data
geoteknik
b. Sifat – sifat bahan peledak
c. Teknik/ metode peledakan yang diterapkan
Dalam kegiatan peledakan perlu diperhatikan teknik dan metode yang dipakai
dalam melakukan peledakan seperti bahan peledak yang digunakan, densitas,
sensifitas, perlengkapan peledakan, dan lain-lain. Hal ini bertujuan untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dan hasil ledakan yang bagus
B. Tujuan Penulisan
Pengetahuan kegiatan peledakan yang masih sangat minim diketahui oleh para
pekerja tambang dan pentingnya pengetahuan tentang bagaimana prosedur dan
tata cara yang tepat dalam melakukan desain peledakan, sehingga diharapkan
dengan adanya tulisan ini, maka akan semakin menambah pengetahuan tentang
kegiatan peledakan.
1
Dengan demikian hal-hal yang perlu diketahui dari kegiatan peledakan dapat
diserap dan diterapkan secara nyata di lapangan
C. Pembatasan Masalah
Dalam penulisan ini masalah yang dibahas hanya pada pengenalan dan cara
mendesain suatu peledakan dilapangan.
D. Metode Penulisan
Metode penulisan dalam penyusunan makalah ini berasal dari studi pustaka
dari beberapa literature, buku karya ilmiah dan diktat yang dapat dijadikan acuan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. BAHAN PELEDAK
Bahan peledak yang dimaksudkan adalah bahan peledak kimia yang
didefinisikan sebagai suatu bahan kimia senyawa tunggal atau campuran
berbentuk padat, cair, atau campurannya yang apabila diberi aksi panas,
benturan, gesekan atau ledakan awal akan mengalami suatu reaksi kimia
eksotermis sangat cepat dan hasil reaksinya sebagian atau seluruhnya
berbentuk gas disertai panas dan tekanan sangat tinggi yang secara kimia lebih
stabil.
Bahan peledak diklasifikasikan berdasarkan sumber energinya menjadi
bahan peledak mekanik, kimia, dan nuklir (J. J. Manon, 1978). Karena
pemakaian bahan peledak kimia lebih luas dibandingkan dengan sumber
energi lainnya, maka pengklasifikasian bahan peledak kimia lebih intensif
diperkenankan. Pertimbangan pemakaiannya antara lain, harga relatif murah,
penanganan teknis lebih mudah, lebih banyak variasi waktu tunda (delay time)
dan dibandingkan dengan nuklir bahayanya lebih rendah.
Klasifikasi bahan peledak menurut Mike Smith (1988) yaitu :
1. Bahan peledak kuat contohnya TNT, Dinamite, Gelatine
2. Agen Peledakan contohnya ANFO, Slurries, Emulsi, Hybrid ANFO,
Slurry mixtures
3. Bahan peledak khusus contohnya Seismik, Trimming, Permisible,
shaped Charges, Binary, LOX, Liquid.
4. Pengganti bahan peledak contohnya Compressed air/gas, Expansion
agents, mechanical methods, waterjets, jet piercing
3
Sifat-sifat fisik bahan peledak adalah suatu kenampakan nyata dari sifat bahan
peledak ketika menghadapi perubahan kondisi lingkungan sekitarnya, yaitu
antara lain :
1. Densitas yaitu angka yang menyatakan perbandingan berat per volume
2. Sensitifitas adalah sifat yang menunjukan kemudahan inisiasi bahan
peledak atau ukuran minimal booster yang diperlukan
3. Ketahanan terhadap air (water resistence)
4. Kestabilan kimia (chemical stability)
5. Karekteristik gas ( fumes characteristic)
B. PERLENGKAPAN PELEDAKAN
Perlengkapan peledakan adalah bahan–bahan yang membantu
peledakan yang habis dipakai yaitu :
1. Detonator
2. Sumbu peledakan
Detonator adalah alat pemicu awal yang menimbulkan inisiasi dalam bentuk
letupan (ledakan kecil) sebagai bentuk aksi yang memberikan efek kejut
terhadap bahan peledak peka detonator atau primer. Terdapat dua jenis
muatan bahan peledak dalam detonator yang masing-masing fungsinya
berbeda, yaitu:
1. Isian utama (primary charge) berupa bahan peledak kuat yang peka
(sensitive), fungsinya untuk menerima efek panas dengan sangat cepat dan
meledak sehingga menimbulkan gelombang kejut.
2. Isian dasar (base charge) disebut juga isian sekunder adalah bahan
peledak kuat dengan VoD tinggi, fungsinya adalah menerima gelombang
kejut dan meledak dengan kekuatan besarnya tergantung pada berat isian
dasar tersebut.
4
Kekuatan ledak (strength) detonator ditentukan oleh jumlah isian dasarnya.
Jenis-jenis detonator :
1. Detonator biasa (plain detonator)
2. Detonator listrik (electric detonator)
3. Detonator nonel (nonel detonator)
4. Detonator elektronik (electronic detonator)
Yang dimaksud dengan sumbu peledakan disini adalah sumbu api dan
sumbu ledak. Sumbu api adalah sumbu yang disambung ke detonator biasa
pada peledakan dengan menggunakan detonator biasa. Dapat dikatakan bahwa
sumbu api merupakan pasangan detonator biasa, karena detonator biasa tidak
dapat digunakan tanpa sumbu. Fungsi sumbu api adalah untuk merambatkan
api dengan kecepatan tetap pada detonator biasa. Sedangkan sumbu ledak
adalah sumbu yng pada bagian intinya terdapat bahan peledak PETN. Fungsi
sumbu ledak adalah untuk merangkai suatu sistem peledakan tanpa
menggunakan detonator didalam lubang ledak. Sumbu ledak mempunyai sifat
tidak sensitive terhadap gesekan, benturan, arus liar, dan listrik statis.
C. PERALATAN PELEDAKAN
Peralatan peledakan adalah perangkat pembantu peledakan yang
nantinya dapat dipakai berulang kali. Peralatan peledakan dapat dikelompokan
menjadi :
1. Peralatan yang langsung berhubungan dengan teknik
peledakan
2. Peralatan pendukung peledakan
Peralatan yang berhubungan langsung dengan peledakan adalah ;
. Alat Pemicu ledak
Pada peledakan listrik ( Blasting Machine)
Pada peledakan nonel (shot gun / short fire)
Alat Bantu ledak listrik
5
Blasting Ohmmeter (BOM)
Pengukur kebocoran arus listrik
Multimeter peledakan
Pengukur kekuatan blasting machine
Pelacak kilat (lightning detector)
Alat Bantu peledakan lain
Kabel listrik utama (lead wire) atau sumbu nonel utama (lead in line)
Cramper (penjepit sambungan sumbu api dengan detonator biasa )
Meteran (50 ml) dan tongkat bambu ( ± 7 m) diberi skala
Alat pencampur dan pengisi
Peralatan pendukung peledakan antara lain :
a. Alat pendukung utama, berhubungan dengan aspek keselamatan dan
keamanan kerja, serta lingkungan, misalnya alat mengangkut dan alat
pengaman
b. Alat pendukung tambahan terfokus pada penelitian peledakan yang tidak
selalu dipakai pada peledakan rutin, misalnya alat pengukur kecepatan
detonasi, pengukur getaran dan pengukur kebisingan.
BAB III
6
PEMBAHASAN
A. TEKNIK PELEDAKAN
Terdapat perbedaan antara teknik peledakan pada sistem penambangan
terbuka dengan sistem penambangan bawah tanah, perbedaan itu disebabkan
oleh beberapa faktor seperti luas area, volume hasil ledakan, suplai udara
segar, dan keselamatan kerja.
A. Pola pengeboran
TABEL 1.
PENYEBAB YANG MEMBEDAKAN POLA PENGEBORAN DI TAMBANG TERBUKA DAN BAWAH TANAH
Factor Tambang bawah tanah Tambang terbuka
Luas area Terbatas, sesuai dimensi bukaan luasnya dipengaruhi oleh kestabilan bukaan tersebut
Lebih luas karena terdapat di permukaan bumi dan dapat memilih area yang cocok
Volume hasil peledakan
Terbatas karena dibatasi luas permukaan bukaan, diameter mata bor dan kedalaman pengeboran
Lebih besar bisa mencapai ratusan ribu meter kubik per peledakan, sehingga dapat direncanakan target yang besar
Suplai udara segar
Tergantung pada system ventilasi yang baik
Tidak bermasalah karena dilakukan pada udara terbuka
Keselamatan kerja
Kritis, diakibatkan oleh ruang yang terbatas, guguran batu dari atap , tempat penyelamatan diri terbatas
Relative lebih aman karena seluruh pekerjaan dilakukan pada area terbuka
a. Pola pengeboran pada tambang terbuka
7
Terdapat tiga pola pengeboran yang ada pada tambang terbuka, yaitu :
1. Pola bujur sangkar (square pattern), yaitu jarak burden dan spasi
sama
2. Pola persegi panjang (rectangular system), yaitu jarak spasi dalam
satu baris lebih besar dibanding burden
3. Pola zig-zag (staggered pattern), yaitu antara lubang bor dibuat
zigzag yang berasal dari pola bujur sangkar maupun persegi
panjang
b. Pola pengeboran pada bukaan bawah tanah
Pada pengeboran bukaan bawah tanah umumnya hanya terdapat satu
bidang bebas, yaitu pemuka kerja atau face. Untuk itu, perlu dibuat
tambahan bidang bebas yang disebut cut. Secara umum terdapat empat tipe
cut yaitu :
1. Center cut disebut juga pyramid atau diamond cut, empat atau enam
lubang dengan diameter yang sama dibor kearah satu titik sehingga
membentuk pyramid.
2. Wedge cut atau V- cut, angled cut atau cut berbentuk baji, setiap pasang
dari empat atau enam lubang dengan diameter yang sama dibor kearah
satu titik, tetapi lubang bor antar pasangan sejajar, sehingga terbentuk
baji. Cara ini lebih mudah dari pyramid cut tetapi kurang efektif untuk
batuan yang keras.
3. Drag cut atau pola kipas, bentuknya mirip dengan baji perbedaannya
terletak pada posisi bajinya tidak ditengah-tengah bukaan, tetapi terletak
pada bagian lantai atau dinding bukaan. Cara membuat dengan cara
lubang bor dibuat miring untuk membentuk rongga di lantai atau di
dinding. Cara ini efektif pada batuan berlapis dan tidak keras dan pula
berperan sebagai controlled blasting.
8
4. Burn cut disebut juga cylinder cut, pola ini sangat cocok untuk batu
yang keras dan regas seperti batu pasir (sandstone) atau batuan beku dan
tidak cocok untuk struktur berlapis.
Secara umum pola peledakan menunjukan urutan atau sekuensial ledakan dari
sejumlah lubang ledak Adanya urutan peledakan berarti terdapat jeda waktu
ledakan yang disebut dengan waktu tunda (delay time). Beberapa keuntungan
yang diperoleh dengan menerapkan waktu tunda pada sistem peledakan yaitu :
1. Mengurangi getaran
2. Mengurangi overbreak dan batu terbang (fly rock)
3. Mengurangi gegeran akibat airblast dan suara (noise)
4. Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan
5. Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil ledakan
B. DESAIN PELEDAKAN
Kondisi-kondisi tertentu pada operasi akan mempengaruhi secara
detail daripada desain peledakan. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam
mendesain suatu peledakan antara lain :
1. Diameter lubang ledak
2. Tinggi jenjang
3. Fragmentasi
4. Burden dan spacing
5. Struktur batuan
6. Kestabilan jenjang
7. Dampak terhadap lingkungan
8. Tipe bahan peledak yang akan digunakan
9
1. Diameter lubang bor
Pemilihan diameter lubang ledak dipengaruhi oleh besarnya laju
produksi yang direncanakan. Makin besar diameter lubang maka akan
diperoleh laju produksi yang besar pula, dengan persyaratan alat bor dan
kondisi batuan sama. Faktor yang membatasi diameter lubang ledak adalah :
Ukuran fragmentai hasil ledakan
Isian bahan peledak utama harus dikurangi atau lebih kecil dari
perhitungan teknis karena pertimbangan vibrasi bumi atau
ekonomi
Keperluan penggalian batuan secara selektif
Pada kondisi batuan yang solid, ukuran fragmentasi batuan cenderung
meningkat apabila perbandingan kedalaman lubang ledak dan diameter
kurang dari 60 inci. Oleh karena itu upayakan hasil perbandingan tersebut
melebihi 60 atau L/d ≥ 60 inci atau d = 5 – 10 K
Dimana : d = Diameter lubang bor (mm)
K = tinggi jenjang (m)
Dengan diameter lubang bor yang kecil, konsekuensinya burden juga kecil,
akan memberikan hasil fregmentasi yang bagus dengan getaran (groun
vibration) rendah. Hal ini perlu diperhatikan, terlebih lagi apabila ledakan
dilakukan dekat dengan perumahan penduduk
2. Ketinggian jenjang dan kedalaman lubang bor
Tinggi jenjang berhubungan erat dengan parameter geometri
peledakan lainnya dan ditentukan terlebih dahulu atau terkadang ditentukan
kemudian setelah parameter serta aspek lainnya di ketahui. Tinggi jenjang
maksimum biasanya dipengaruhi oleh kemampuan alat bor dan ukuran
mangkok (bucket) serta tinggi jangkauan alat muat. Umumnya dipakai pada
quarry atau tambang terbuka dengan diameter lubang besar biasanya dipakai
antara 10 – 15 m . Pertimbangan lain yang harus diperhatikan adalah
10
kestabilan jenjang jangan sampai runtuh, baik karena daya dukungnya
lemah atau akibat getaran peledakan. Secara praktis hubungan diameter
lubang bor dengan ketinggian jenjang dapat diformulasikan sebagai berikut :
K = 0,1 – 0,5 D
Dimana : K = Tinggi jenjang (m)
D = Diameter lubang (mm)
GAMBAR 1HUBUNGAN DIAMETER LUBANG BOR DENGAN KETINGGIAN
JENJANG
3. Fragmentasi
Fragmentasi adalah istilah umum untuk menunjukan ukuran setiap
bongkah dari batuan hasil peledakan. Ukuran fragmentasi tergantung pada
proses selanjutnya. Beberapa ketentuan umum tentang hubungan
fragmentasi dengan lubang ledak :
a) Ukuran lubang ledak yang besar akan menghasilkan bongkahan
fragmentasi, maka dikurangi dengan menggunakan bahan peledak
yang lebih kuat
b) Penambahan bahan peledak akan menambah lemparan
11
c) Batuan dengan intensitas tinggi dan jumlah bahan peledak sedikit
dikombinasikan dengan jarak spasi pendek akan menghasilkan
fragmentasi kecil
C. Geometri Peledakan
a. Burden (B)
Burden adalah dimensi yang terpenting dalam menentukan
keberhasilan suatu pekerjaan peledakan. Untuk menentukan besarnya
burden perlu diketahui harga dari burden ratio. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam menentukan burden adalah :
Burden harus merupakan jarak dari muatan (charges) tegak lurus
terhadap “free face” terdekat, dan arah dimana pemindahan akan
terjadi
Besarnya burden tergantung dari karekteristik batuan, karekteristik
bahan peledak, dan lain sebagainya.
b. Spasing
Spasing adalah jarak antara lubang-lubang bor yang dirangkai dalam
satu baris (row) dan diukur sejajar terhadap “pit wall”. Biasanya spasing
tergantung pada burden, kedalaman lubang bor, letak primer, waktu tunda
dan arah struktur bidang batuan. Untuk material (batuan) yang homogen
B = S, sedangkan untuk struktur batuan yang kompleks, misalnya orientasi
joint sejajar dengan jenjang maka burden dapat dirapatkan dan spasi dapat
dijarangkan. Bila orientasi joint tegak lurus jenjang maka burden dapat
dijarangkan dan spasi agak dirapatkan. Sedangkan untuk struktur batuan
dengan orientasi kesegala arah /rock fracture.
12
GAMBAR 2ORIENTASI STRUKTUR BATUAN PADA JENJANG
c. Stemming (T)
Stemming disebut juga collar, harga stemming ini sangat menentukan
stress balance dalam lubang bor, fungsi lain adalah untuk mengurung gas
yang timbul. Untuk mendapatkan stress balance maka harga stemming
sama dengan burden. Pada batuan kompak, jika perbandingan antara
stemming dan burden kurang dari satu maka akan terjadi cratering atau
back break, terutama pada collar proming. Biasanya harga standar tang
dipakai adalah 0,70 dan ini sudah cukup untuk mengontrol air blast dan
stress balance.
d. Sub drilling (SD)
Adalah bagian dari kolom lubang ledak yang terletak dibagian dasar
jenjang yang dimaksud untuk menghindari terjadinya toe pada lantai
jenjang setelah peledakan
e. Tinggi jenjang (H)
13
f. Kedalaman lubang bor tidak boleh lebih kecil daripada burden. Hal ini
untuk menghindari terjadi atau cratering. H = L – SD
Dimana : L = kedalaman lubang ledak
SD = sub drilling
RANCANGAN MENURUT KONYA
Burden dihitung berdasarkan diameter lubang ledak, jenis batuan dan jenis
bahan peledak yang diekspresikan dengan densitasnya Rumusnya adalah :
B =
Dimana : B = burden (ft), de = diameter bahan peledak (inci), ρe = berat jenis
bahan peledak dan ρr = berat jenis batuan
Spasi ditentukan berdasarkan sistem tunda yang direncanakan dan
kemungkinannya adalah :
Serentak tiap baris lubang ledak (instantaneous single-row blastholes)
H < 4B → , H > 4B → S = 2B
Berurutan dalam tiap baris lubang ledak (sequenced single row
blastholes)
H < 4B → , H > 4B → S = 1,4B
Stemming (T) : batuan massif T = B sedangkan batuan berlapis T =
0,7 B
Subdrilling (SD) = 0,3 B
Penentuan diameter lubang dan tinggi jenjang mempertimbangkan dua
aspek, yaitu 1) efek ukuran lubang ledak terhadap fragmentasi, air
blast, flyrock, dan getaran tanah dan 2) biaya pengeboran. Tinggi
jenjang (H) dan burden (B) sangat erat hubungannya dengan
keberhasilan peledakan dan ratio H/B ( yang dinamakan stiftness ratio)
14
yang bervariasi memberikan respon berbeda terhadap fragmentasi,
airblast, flyrock, dan getaran tanah yang hasilnya seperti terlihat dalam
table. Sementara diameter lubang ledak ditentukan secara sederhana
dengan menerapkan “aturan lima (rule of five)’ , yaitu ketinggian
jenjang (dalam feet) “lima” kali diameter lubang ledaknya (dalam
inci)
GAMBAR 3TINGGI JENJANG MINIMUM BERDASARKAN “ATURAN LIMA
RULE OF FIVE“
TABEL 2.
POTENSI YANG TERJADI AKIBAT VARIASI STIFFNES RATIO
StifnessRatio
Fragmentasi Ledakanudara
Batuterbang
Getarantanah
Komentar
1 buruk besar banyak besar Banyak muncul back break di bagian toe.Jangan di lakukan dan rancang ulang
2 sedang sedang sedang sedang Bila memungkinkan rancang ulang
3 baik kecil sedikit kecil Control dan fragmentasi baik
4 memuaskan sangat keci;
sangat sedikit
sangat kecil
Tidak akan menambah keuntungan bila stiffnes ratio diatas 4
RANCANGAN MENURUT ICI – EXPLOSIVE
15
Salah satu cara merancang geometri peledakan adalah dengan “coba-
coba” atau trial and error atau rule of thumb yang akan diberikan adalah dari
ICI Explosive. Tinggi jenjang (H) dan diameter lubang ledak (d) merupakan
pertimbangan pertama yang disarankan. Jadi cara ini menitikberatkan pada
alat yang tersedia atau yang akan dimiliki, kondisi batuan setempat, peraturan
tentang batas maksimum ketinggian jenjang yang diijinkan pemerintah, serta
produksi yang diinginkan. Selanjutnya untuk menghitung parameter lainnya
adalah sebagai berikut :
1. Tinggi jenjang (H), secara empiris H = 60d – 140d, bandingkan
dengan L/d ≤ 60
2. Burden (B) antar baris : B = 25d - 45d
3. Spasi antar lubang ledak sepanjang baris (S); S= 1B – 1,5B
4. Subgrade (J); J = 8d – 12d
5. Stemming (T); T = 20d - 30d
6. Powder factor (PF)
PF =
Powder Faktor menunjukan jumlah bahan peledak (kg) yang dipakai untuk
memperoleh satu satuan volume atau berat fragmentasi peledakan, jadi
satuannya biasa kg/m3 atau kg/ton. Pemanfaatan PF cenderung berdasarkan
pertimbangan ekonomis suatu proses peledakan
Perhitungan Volume yang akan diledakan
Prinsip volume yang kan diledakan adalah perkalian antara burden (B), spasi
(S) dan tinggi jenjang yang hasilnya berupa balok dan bukan volume yang
telah terberai oleh proses peledakan. Volume tersebut disebut volume padat
(solid atau insitu atau bank), sedangkan volume yang telah lepas disebut
volume lepas (losse). Konversi dari volume padat ke volume lepas
menggunakan factor berai atau sweel factor yaitu :
16
SF = Vs/Vl x 100%, apabila Vs = B x S x H
Maka Vl =
GAMBAR 4
TIPE SEKUEN INISIASI (ICI EXPLOSIVE)
BAB IV
KESIMPULAN
17
Dari uraian bab-bab terdahulu maka diambil kesimpulan :
1. Peledakan adalah suatu pekerjaan untuk membongkar dan melepas
material (struktur batuan) dalam bentuk fragmentasi atau hanya
meretakkannya saja
2. Bahan peledak dibagi menjadi 3 yaitu bahan peledak mekanik, bahan peledak
kimia,dan bahan peledak nuklir
3. Bahan peledak yang biasa digunakan adalah bahan peledak kimia yaitu suatu
bahan kimia senyawa tunggal atau campuran berbentuk padat, cair, atau
campurannya yang apabila diberi aksi panas, benturan, gesekan atau ledakan
awal akan mengalami suatu reaksi kimia eksotermis sangat cepat dan hasil
reaksinya sebagian atau seluruhnya berbentuk gas disertai panas dan tekanan
sangat tinggi yang secara kimia lebih
4. Faktor yang perlu diperhatikan sebelum melakukan peledakan adalah
diameter lubang ledak, fragmentasi, burden, spasing, struktur batuan,
kestabilan jenjang, dampak terhadap lingkungan.
5. Volume peledakan didapat dengan mengalikan burden (B) x spasi (S) x tinggi
jenjang (H).
DAFTAR PUSTAKA
18
1. Anon, 1989, Handbook of blasting Tables, ICI Explosiv, Australia Operations Pty Ltd, Sydne, 36 pp.
2. Bennet, N. B. S dan Rumondang , B.S. 1995, Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Seri Manajemen No. 112, PT. Pustaka Binaman Pressindo, 181 pp
3. Gutafsson, R, 1973, Swedish Blasting Technique, SPI, Gothenburg, Sweden, pp. 57 – 294.
19