Pelatihan Pembuatan Media Pembelajaran Menggunakan Video ...
PELATIHAN PEMBUATAN SIBOJO DAN SIBOLE PADA …
Transcript of PELATIHAN PEMBUATAN SIBOJO DAN SIBOLE PADA …
PELATIHAN PEMBUATAN SIBOJO DAN SIBOLE PADA MASYARAKAT
DESA BOJA, KEC. TERSONO, KAB. BATANG GUNA MENUMBUHKAN
KEWIRAUSAHAAN MASYARAKAT SETEMPAT
Fitri Nurjanah1*
, Fitriyani Mutiara Cadra2,
Nur Fauziati3, Muchamad Aulia Arifin
4, Cepi Kurniawan
5
1Program Studi Pendidikan Tata Boga, Universitas Negeri Semarang
2Program Studi Pendidikan IPA Terpadu, Universitas Negeri Semarang
3Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa, Universitas Negeri Semarang
4Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan, Universitas Negeri Semarang
5Dosen Jurusan Kimia, Universitas Negeri Semarang
*Email : [email protected]
Abstract
The avability of gnetum and catfish in Boja village was quite abundant. However, apart from
being processed into vegetables, chips, and side dish, the yields of both potentials was not optimal
enough to give income for the community because of the lack of entrepreneur ideas to do products
innovation. From that problem, need to manufacturing training "Si bojo" and "Si bole" to the
community in Boja village, Tersono district, Batang, to foster entrepreneurship. The purpose of
this activity was to foster entrepreneurial interest in the local community with (Si abon, gnetum
skins) and (Si bole, catfish nugget balls). This activity has been carried out on October 18th 2019
located in the Boja village hall by involving 15 people of the target community. The method used
was interactive counseling and assistance or consultation with pre-activity, implementation, and
target motivation stages. The result of the implementation of this activity was the improvement of
gnetum and catfish processing skills.
Keywords : Gnetum gnemon, Catfish, Abon, Ball nugget
Abstrak
Ketersediaan melinjo dan lele di Desa Boja cukup melimpah. Namun selain diolah menjadi sayur
masak, emping, dan lauk goreng, hasil panen kedua potensi tersebut belum cukup optimal
memberikan pendapatan bagi warga desa karena kurangnya ide pengusaha untuk melakukan
inovasi produk. Dari permasalahan tersebut, perlu adanya Pelatihan Pembuatan Si Bojo dan Si
Bole pada Masyarakat Desa Boja, Kecamatan Tersono, Kabupaten Batang Guna Menumbuhkan
Kewirausahaan Masyarakat Setempat. Tujuan kegiatan ini adalah menumbuhkan minat
kewirausahaan masyarakat Desa Boja dengan produk berupa Si Bojo (Si abon kulit melinjo) dan
Si Bole (Si bola-bola nugget lele). Kegiatan ini dilaksanakan tanggal 18 Oktober 2019 bertempat
di Aula Balai Desa Boja dengan melibatkan 15 orang masyarakat sasaran. Metode yang digunakan
adalah penyuluhan interaktif dan pendampingan/konsultasi dengan tahapan pra kegiatan,
pelaksanaan, dan motivasi sasaran. Hasil dari pelaksanaan kegiatan ini adalah meningkatnya
keterampilan pengolahan melinjo dan lele.
Kata kunci : Melinjo, Ikan lele, Abon ,Bola – bola nuget
A. PENDAHULUAN
Desa Boja merupakan salah satu
desa di kecamatan Tersono,
Kabupaten Batang yang berbatasan
langsung dengan Desa Pujut di sisi
utara, Desa Wanar di sisi selatan, dan
disisi timur berbatasan dengan Desa
Plosowangi, sedangkan sebelah barat
berbabasan dengan Desa Rejosari
Timur. Desa Boja terbagi atas dua
padukuhan yaitu padukuhan atas
(Dusun Dambyak, Dusun Mranggen,
dan Dusun Ngampel) dan padukuhan
bawah (Dusun Boja).
Desa Boja memiliki letak
geografis yang unik, karena memiliki
letak geografis yang bervariasi dari
kontur dataran rendah pada sisi barat
dan utara berkontur dataran tinggi
pada sisi selatan dan timur. Pada
dataran rendah didominasi oleh area
persawahan dan pada dataran tinggi
didominasi oleh perkebunan.
Sehingga masyarakatnya banyak
bekerja sebagai petani dan buruh
harian lepas. Selain kegiatan
pertanian, terdapat pula kegiatan
perternakan.
Jika dilihat dari gapura arah
masuk desa Boja dipenuhi oleh
persawahan di kanan dan kiri jalan.
Persawahan dipenuhi dengan tanaman
padi diselingi tanaman talas, kacang
panjang, cabai, dan terong.
Sedangkan jalan menuju padukuhan
atas didominasi oleh perkebunan dan
peternakan. Perkebunan didominasi
oleh tanaman melinjo, jagung,
jengkol, durian, kopi, cengkih,
mentimun, nangka dan sengon.
Sementara peternakan didominasi
oleh peternakan ayam petelur, ayam
pedaging, dan ikan lele.
Berikut adalah distribusi
penduduk desa Boja menurut mata
pencaharian pokok tahun 2016
Jenis Laki-
Perempuan
Pekerjaan laki
Petani 111 90
orang orang
Buruh tani 151 110
orang orang
Buruh migran 7 29
orang orang
Pengrajin 0 151
orang orang
Peternak 14 0
orang orang
Montir 3 0
orang orang
Pedagang 9 12
keliling orang orang
Purnawirawan/ 4 1
Pensiunan orang orang
Jumlah total 692
Penduduk orang
Tabel 1.1 Tabel mata pencaharian
pokok penduduk Desa Boja tahun
2016
Banyak warga yang menanam
melinjo di kebunnya dikarenakan
situasi dan kondisi lahan serta
cuacanya sangat cocok untuk
tanaman melinjo. Selain itu pasaran
produk melinjo (emping) sangat
mudah, sehingga medorong petani
menanam pohon melinjo.
Hasil panen melinjo biasanya
dijual ke pasar Tersono dan Limpung.
Sebelumnya melinjo diolah menjadi
emping dan kulitnya digunakan
sebagai campuran sayur ketika
memasak untuk dikonsumsi sendiri
atau dibuang. Kulit melinjo belum
dimanfaatkan secara optimal oleh
warga setempat. Padahal kulit melinjo
juga memiliki potensi apabila dapat
diolah menghasilkan suatu produk
pangan.
Hasil panen lele biasanya
dijual langsung dari peternak ke
pengepul tanpa diolah terlebih
dahulu.
Masih rendahnya kegiatan
perekonomian di dusun Boja dapat
terlihat dari tabel 1.1 yangmana
sebagain besar penduduknya
merupakan buruh petani bukan
pelaku usaha ataupun wiraswasta.
Berdasarkan dari
permasalahan dan potensi yang telah
dianalisis, tim KKN kerjasama desa
Boja membuat produk inovasi berupa
si abon kulit melinjo (SIBOJO) dan si
bola-bola lele (SIBOLE).
Serangkaian sosialisasi dan pelatihan
dengan target sasaran ibu PKK, kader
desa, juga masyarakat sekitar.
Tujuan dari kegiatan ini
adalah untuk memberikan berbagai
macam keterampilan pengolahan kulit
melinjo dan lele yang sehat, bernilai
gizi tinggi dan memiliki nilai jual
tambah. Pada sosialisasi dan pelatihan
ini kulit melinjo diolah menjadi abon
dengan cita rasa manis dan gurih.
Sedangkan lele diubah menjadi bola-
bola lele yang sehat dan inovatif. Dari
kegiatan ini diharapkan adanya
peningkatan keterampilan dan
pengetahuan yang dimiliki oleh
peserta mengenai pengolahan kulit
melinjo dan ikan lele dan dapat
meningkatkan tumbuhnya jiwa
kewirausahaan bagi masyarakat Desa
Boja.
B. METODE PELAKSANAAN
Adapun metode pelaksanaan
program kerja sebagai berikut.
Tempat dan Waktu
Kegiatan pengabdian
masyarakat berupa sosialisasi dan
pelatihan abon kulit melinjo dan bola-
bola lele di Aula Balai Desa Boja,
Hari Jumat tanggal 18 Oktober 2019.
Latar Belakang Peserta
Sasaran dari kegiatan ini adalah Ibu
PKK, Ibu Kader, dan masyarakat
umum biasa yang ada di desa Boja.
Terdapat 13 peserta dalam kegiatan
ini.
Metode Pelaksanaan Kegiatan
Peningkatan pengetahuan dan keterampilan
masyarakat sasaran dilakukan dengan
menggunakan metode penyuluhan interaktif
dan demonstrasi pengolahan produk kulit
melinjo dan ikan lele atau pendampingan/
konsultasi. Adapun tahapan yang dilalui
dalam melaksanakan kegiatan ini adalah
sebagai berikut.
a. Pra Kegiatan
Terdapat tiga kegiatan yang dilakukan
pada tahap ini, yaitu 1) Uji coba pembuatan
si abon kulit melinjo dan si bola-bola lele, 2)
Konsultasi waktu dan tempat pelaksanaan
sosialisasi dengan Ibu ketua PKK, 3)
Penetapan target sasaran yang akan
diundang, persiapan materi tertulis mengenai
resep produk, serta peralatan yang diperlukan
selama kegiatan berlangsung.
b. Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan dibagi dalam 2
sesi, yaitu 1) Pelaksanaan kegiatan dilakukan
dengan penjelasan dan praktik pembuatan si
abon kulit melinjo dan si bola-bola lele, dan
2) Konsultasi/pendampingan berupa demo
masak yang dilakukan di balai desa Boja
pada hari Jumat, tanggal 18 Oktober 2019.
c. Evaluasi pengetahuan dan motivasi
sasaran
Evaluasi dilakukan dengan sesi tanya
jawab, pemberian angket dan wawancara
oleh sebagian peserta mengenai produk
inovasi yang ditawarkan oleh mahasiswa
KKN terkait dengan cita rasa, daya inovasi
produk, dan ketertarikan masyarakat dalam
mengembangkan produk tersebut.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Populasi Tanaman Melinjo dan Ikan Lele
yang Melimpah di Desa Boja
Melinjo merupakan salah satu
komoditas pertanian Indonesia yang
memiliki potensi. Sayangnya, berdasarkan
statistik pertanian 2018 data produksi
sayuran di Indonesia pertumbuhan tanaman
melinjo dari tahun 2016 sampai 2017
mengalami penurunan sebesar -1,27%.
Berdasarkan data statistik BPS Kabupaten
Batang komoditas melinjo merupakan jenis
sayuran dengan produksi terbesar ketiga
sebesar 42.234 kuintal pada tahun 2015.
Biji melinjo yang telah tua dapat
diolah menjadi emping, sementara kulit
melinjo memiliki potensi yang besar namun
masih belum banyak dimanfaatkan secara
optimal senyawa flavonoid, vitamin C, dan
beta karoten sebagai antioksidan terdapat
pada kulit melinjo. (Wahyuni., et al 2017).
Antioksidan sendiri merupakan suatu
senyawa yang menghambat reaksi oksidasi,
bekerja mengikat radikal bebas. Antioksidan
memiliki peran sebagai pertahanan terhadap
radikal bebas (Aditya dan Ariyanti, 2016).
Gaya permintaan ikan konsumsi terus
meningkat menurut Food Agriculture
Organizaton (FAO) mencatat pertumbuhan
kebutuhan ikan dunia melebihi pertumbuhan
populasi penduduk dunia. Maka dari itu, hal
ini menjadi pendorong peningkatan produksi
lele nasional. (Slamet, 2018)
Berdasarkan data kementrian kelautan
dan perikanan 2018 pertumbuhan rata-rata
produksi ikan lele naik dari 841,75 ribu ton
menjadi 1,81 juta ton (114,82%).
Ikan lele mengandung protein, asam
amino esensial dan beberapa asam lemak
esensial omega 3,6 dan 9 yang
bermanfaat bagi anak-anak maupun orang
dewasa secara fisiologis, selan itu ikan lele
yang reltif murah serta memiliki jumlah
produksi yang cukup tinggi (Widjaja et al.,
2019). Kandungan nilai gizi ikan lele 100
gram disajikan Tabel 1.2
Komposisi kimia Nilai gizi
Air 76,0 g
Protein 17,0 g
Lemak 4,5 g
Karbohidrat 0 g
Kalsium 20 mg
Fosfor 200 mg
Besi 1,0 mg
Vitamin A 150
Vitamin B1 0,05
Sumber : Direktorat Bina Gizi Masyarakat
dan Puslitbang Depkes RI, 1991
Diversifikasi Produk Olahan Abon Kulit
Melinjo dan Bola-Bola Lele
Si Abon Kulit Melinjo (SIBOJO)
Abon seperti yang ditemukan biasanya
terbuat dari serat daging hewan yang
diolah bersama bumbu rempah hingga
menghasilkan warna cokelat terang
maupun kehitam-hitaman. Abon yang
menjadi inovasi tim KKN adalah
berbahan dasar kulit melinjo, khususnya
kulit melinjo berwarna merah.
Cara pembuatan abon kulit melinjo
Bahan yang diperlukan:
1 kg ayam, rebus, tumbuk dengan
cobek hingga serat halus
1/2 kg kulit melinjo, rebus, iris tipis
200 ml santan kental
4 helai daun jeruk
4 helai daun salam
1 serai geprek
Garam secukupnya
Gula pasir secukupnya
Bumbu halus:
10 butir bawang merah
7 butir bawang putih
4 butir kemiri sangrai
4 ruas jari kunyit
1 sdm merica
1 sdm ketumbar
5 buatlah cabai keriting
Cara pembuatan :
1. Tumis bumbu halus dan rempah
hingga harum.
2. Masukkan ayam dan santan hingga
santan mengering.
3. Masukkan kulit mlinjo, tumis hingga
setengah kering.
4. Goreng dengan minyak banyak yang
telah di panaskan hingga setengah
kering.
5. Angkat, press hingga semua minyak
keluar.
6. Sangrai hingga benar- benar kering,
angkat, dinginkan, siap di kemas.
Abon kulit melinjo cocok untuk
dikonsumsi oleh berbagai kalangan
masyarakat baik anak-anak hingga
dewasa yang dapat dikonsumsi sebagai
camilan maupun lauk. Produk abon kulit
melinjo ini tahan lama hingga 2 minggu
dalam kemasan.
Kulit merah melinjo sendiri
mengandung beta karoten yangmana
karoten dapat disimpan dalam hati dan
diubah menjadi vitamin A sesuai
kebutuhan (Sholekah, 2017). Antioksidan
yang terdapat pada kulit melinjo sendiri
yaitu terdiri dari gamma tokoferol dan
beta tokoferol (Devina, 2011). Tokoferol
merupakan antioksidan yang larut dalam
lemak.
Si Bola-Bola Lele (SIBOLE)
Si bola-bola lele merupakan nugget
yang divariasikan dalam bentuk bola-bola
kecil. Bola-bola lele terbuat dari bahan-
bahan pilihan yang higenis dan
menyehatkan.
Cara membuat bola-bola lele
Bahan-bahan yang diperlukan:
250 gram daging lele dihaluskan,
5 lembar roti tawar tanpa kulit,
dihancurkan
50 gram keju parut
50 gram wortel parut
2 helai daun bawang/ seledri
10 gram susu bubuk
10 gram tepung tapioka
1 butir telur
1 sdt lada bubuk
1 sdt bawang putih bubuk
Garam secukupnya
Tepung Panir
Pencelup (Kocok Lepas):
1 butir telur
10 gram terigu
Langkah membuat bola-bola lele:
1. Campur semua bahan kecuali bahan
pencelup dan tepung panir, aduk rata.
2. Kukus adonan hingga matang,
3. Angkat adonan kemudian ditiriskan.
4. Bentuk bola-bola, celupkan pada
bahan pencelup, dan baluran pada
tepung panir.
5. Simpan dalam freezer, goreng bila
ingin disajikan.
Pengolaan daging lele yang diolah
menjadi SIBOLE dapat menambah nilai
gizi makanan berbahan dasar daging lele.
SIBOLE memiliki kandungan gizi yang
dapat dilihat dari komposisi bahan-bahan
pembuatannya. Kandungan gizi
komposisi Si Bole disajikan dalam tabel
1.3
Komposisi Kimia Wortel Nilai gizi
Energi 4.2 kkal
Protein 1,2 g
Lemak 0,3 g
Karbohidrat 9,3 g
Kalsium 39 mg
Phospor 37 mg
Vit A 12000 IU
Vit B 0,06 mg
Vit C 6 mg
Komposisi Kimia Roti Tawar Nilai
gizi
Energi 248 kkal
Protein 8 g
Lemak 1,2 g
Karbohidrat 50 g
Kalsium 10 mg
Phospor 95 mg
Besi 2 mg
Vit A 12000 IU
Komposisi Kimia Keju Nilai gizi
Energi 326 kkal
Protein 22,8 g
Lemak 20,3 g
Karbohidrat 13,1 g
Kalsium 777 mg
Phospor 338 mg
Besi 2 mg
Vit A 750 IU
Vit B 0.01 mg
Vit C 1 mg
Sumber : Tabel DKBM (Daftar Komposisi
Bahan Makanan) Indonesia Tahun 2005.
Penyuluhan Interaktif dan Demonstrasi
Pembuatan SIBOJO dan SIBOLE
Penyuluhan Interaktif
Tujuan diadakannya kegiatan
penyuluhan adalah untuk meningkatkan
pengetahuan masyarakat sasaran tentang
kulit melinjo dan ikan lele meliputi potensi
keunggulan dari segi ekonomi maupun
kesehatan. Materi yang diberikan terkait
dengan karakteristik kulit melinjo,
kandungan gizi kulit melinjo dan ikan lele,
sisi inovatif dari diversifikasi produk yang
akan diberikan, serta ketahanan produk.
Gambar 1. Penyuluhan Interaktif SIBOJO
dan SIBOLE
Kegiatan penyuluhan ini diikuti dengan
aktif oleh seluruh peserta dari awal hingga
akhir. Hal ini ditunjukkan oleh tidak adanya
peserta yang meninggalkan tempat selama
penyuluhan berlangsung. Peserta juga
mengajukan sejumlah pertanyaan terkait
dengan materi yang dijawab dengan tuntas
oleh narasumber, sehingga penyuluhan
berjalan dengan interaktif.
Demonstrasi
Demonstrasi pembuatan produk SIBOJO
dan SIBOLE dilakukan oleh mahasiswa
KKN UNNES. Sebelum demonstrasi
dilakukan, salah satu mahasiswa KKN
sebagai narasumber menjelaskan beberapa
hal mengenai bahan dan tahapan
pembuatan produk kepada peserta. Setelah
itu dilakukan praktik membuat si abon
kulit melinjo dan si bola-bola lele.
Gambar 2. Demonstrasi pembuatan
SIBOJO
Gambar 3. Demonstrasi pembuatan
SIBOLE
Peserta ikut mencoba selama proses
produksi produk berlangsung. Hasil produk
olahan yang sudah jadi dibagikan kepada
seluruh peserta untuk dicicipi dan dinilai.
Tingkat penerimaan masyarakat sasaran
terhadap SIBOLE dan SIBOJO
Pada kegiatan pelatihan ini, produk
SIBOLE dan SIBOJO telah dibuat
bersama diberikan kepada sasaran.
Kemudian dilakukan pemberian angket
mengenai pengetahuan tambahan
diverifikasi produk kulit melinjo dan lele
serta potensi kewirausahaan dari produk
SIBOJO dan SIBOLE.
D. PENUTUP
Simpulan
Pelatihan Pembuatan Si Bojo dan Si
Bole timbul karena adanya potensi SDA
melinjo dan lele yang melimpah, namun
belum dimanfaatkan secara optimal.
Kegiatan ini dilaksanakan melalui
penyuluhan interaktif yang bertujuan
meningkatkan pengetahuan sasaran
tentang melinjo dan lele dan demonstrasi
untuk meningkatkan keterampilan
sasaran dalam mengolah kedua produk
tersebut. Harapannya dengan adanya
pelatihan ini, maka dapat membantu
memberikan alternatif pendapatan kepada
masyarkat Desa Boja.
Saran
Adapun kegiatan ini memiliki
kelemahan, yaitu kurangnya antusiasme
masyarakat dalam menghadiri pelatihan
sehingga luaran dari kegiatan ini belum
sepenuhnya optimal. Saran kedepannya
agar lebih mengemas secara sedemikian
rupa agar banyak masyarakat yang hadir
pada saat pelatihan berlangsung.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih kami sampaikan
kepada (1) UNNES selaku pihak kampus
yang telah mengadakan kegiatan
pengabdian KKN Lokasi tahap 2B di
Desa Boja, (2) Koordinator KKN beserta
jajarannya, dan (3) segenap masyarakat
Desa Boja yang telah mendukung
seluruh rangkaian kegiatan Kuliah Kerja
Nyata (KKN) Lokasi Tahap 2B.
E. DAFTAR PUSTAKA
Aditya, M. and Ariyanti, P.R., 2016.
Manfaat Gambir (Uncaria
gambir Roxb) sebagai
Antioksidan. Jurnal Majority,
5(3), pp.129-133.
BPS KAB.BATANG. 2015. Luas
Panen Produksi dan Rata-rata
Produksi Tanaman Sayuran
Menurut Jenisnya pada laman
https://batangkab.bps.go.id/dy
namictable/2017/02/19/89/luas
-panen-produksi-dan-rata-rata-
produksi-tanaman-sayuran-
menurut-jenisnya-2015.htm di
akses tanggal 7 November
2019
Devina, N., 2011. Optimasi proses
ekstraksi kulit melinjo merah
(gnetum gnemon l.) Dan
pengaruh ph dan cahaya
terhadap aktivitas
antioksidan= Optimization
extraction process red skin
melinjo (gnetum gnemon l.)
And effect ph and light against
antioxidant activity (Doctoral
dissertation, Universitas Pelita
Harapan).
Kementrian Kelautan dan
Perikanan. 2018. Refleksi 2018 dan
Outlook 2019, pp. 11-12
Sholekah, F.F., 2017. Perbedaan
Ketinggian Tempat Terhadap
Kandungan Flavonoid Dan
Beta Karoten Buah Karika
(Carica Pubescens) Daerah
Dieng Wonosobo.
In Prosiding Seminar
Nasional Pendidikan Biologi
Dan Biologi Jurusan
Pendidikan Biologi, Fakultas
MIPA, Universitas Negeri
Yogyakarta (pp. 75-82).
Slamet. 2018. Tangkap Peluang
Ekspor KKP Dorong ke Arah
Industri Budidaya Lele
Berkelanjutan pada laman
https://kkp.go.id/djpb/artikel/6
475-tangkap-peluang-ekspor-
kkp-dorong-ke-arah-industri-
budidaya-lele-berkelanjutan di
akses tanggal 7 November
2019
Wahyuni, S., Rais, M. and Fadilah,
R., 2018. Fortifikasi Tepung
Kulit Melinjo sebagai
Pewarna Alami pada
Pembuatan Kerupuk
Singkong. Jurnal Pendidikan
Teknologi Pertanian, 3(2),
pp.212-222.
Widjaja, W.P., 2019.
KARAKTERISTIK
MINUMAN JELI IKAN
LELE (Clarias sp.) YANG
DIPENGARUHI OLEH
PEMANIS DAN
KARAGENAN. Pasundan
Food Technology
Journal, 6(1), pp.73-82.
PERAN PEMUDA DALAM UPAYA MEWUJUDKAN KEARIFAN
LOKAL MELALUI KESENIAN REBANA PADA MASYARAKAT
DESA BOJA, KEC. TERSONO, KAB. BATANG
Eva Restiatin1*
, Muslim Khasbullah2, Rika Ayu Lestari
3, Cepi Kurniawan
4
1Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang, Universitas Negeri Semarang
2Program Studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga, Universitas Negeri Semarang
3Program Studi Pendidikan Kimia, Universitas Negeri Semarang
4Dosen Jurusan Kimia, Universitas Negeri Semarang
*Email : [email protected]
Abstract
The era of globalization provides a very large influence on the perspective, culture, and
mindset of the youth. As a result young people tend to choose new cultures that are of
practical value compared to preserving existing local wisdom. One factor that has eroded
local wisdom is the lack of the role of youth who have an interest in learning and
inheriting their own culture. From these problems, it is necessary to optimize the
utilization of human resources in Boja Village through socialization efforts and
tambourine arts training. This activity was carried out on 10 October 2019 at Madin
Mranggen, Boja Village, involving 10 target peoples. The method used is socialization,
interactive discussion accompanied by pre-activity stages, implementation, evaluation of
knowledge and target motivation. The result of the implementation of this activity is an
increase in the skills and knowledge possessed by young people regarding the importance
of preserving local wisdom, namely tambourine art
Keywords : Globalization, Local Wisdom, Youth, Preserving, Tambourine Art
Abstrak
Era globalisasi memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap cara pandang, budaya,
dan pola pikir pada kalangan pemuda. Akibatnya pemuda cenderung memilih kebudayaan
baru yang di nilai praktis dibandingkan dengan melestarikan kearifan lokal yang telah ada.
Salah satu faktor yang menyebabkan terkikisnya kearifan lokal yaitu kurangnya peran
pemuda yang memiliki minat untuk belajar dan mewarisi kebudayaannya sendiri. Dari
permasalahan tersebut, perlu adanya optimalisasi pemanfaatan SDM di Desa Boja melalui
upaya sosialisasi serta pelatihan kesenian rebana. Kegiatan ini dilaksanakan tanggal 10
Oktober 2019 bertempat di Madin Mranggen Desa Boja dengan melibatkan 10 orang
sasaran. Metode yang digunakan adalah sosialisasi, diskusi interaktif disertai tahapan pra
kegiatan, pelaksanaan, evaluasi pengetahuan dan motivasi sasaran. Hasil dari pelaksanaan
kegiatan ini adalah adanya peningkatan keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh
para pemuda mengenai pentingnya melestarikan kearifan lokal yaitu kesenian rebana.
Kata kunci : Globalisasi, Kearifan lokal, Pemuda, Melestarikan, Kesenian rebana
A. PENDAHULUAN
Desa Boja merupakan salah satu
desa yang berada di wilayah Kecamatan
Tersono Kabupaten Batang yang
memiliki jarak 4,5 km dari kecamatan
dengan jarak tempuh sekitar 10 menit.
Desa Boja berbatasan langsung dengan
Desa Tersono di sebelah utara, Desa
Wanar di sebelah selatan, dan di sebelah
barat berbatasan dengan Desa Rejosari
Timur, sedangkan sebelah timur
berbatasan dengan Desa Pujut.
Desa Boja terdiri dari empat dusun
yakni dusun Boja, Mranggen, Dambyak,
dan Ngampel dengan luas keseluruhan
190 Ha, serta jumlah penduduk laki – laki
sebesar 770 orang dan penduduk
perempuan sebesar 807. Adapun total
keseluruhan penduduk Desa Boja adalah
1777 orang.
Keadaan masyarakat Desa Boja
dapat dilihat dari segi sosial, ekonomi
dan pendidikan. Dilihat dari aspek sosial
kehidupan masyarakat Desa Boja sama
dengan masyarakat di pedesaan lainnya,
dimana kehidupan masyarakat sehari –
harinya erat dengan rasa kekeluargaan
serta hidup bergotong royong. Hal ini
dapat dibuktikan dengan adanya kegiatan
yang dapat menjalin kekeluargaan
masyarakat khususnya antar dusun.
Misalnya kegiatan pembangunan
mushola di dusun Boja, maka masyarakat
di dusun lain tetap membantu dalam
melaksanakan kegiatan tersebut. Hal
ini menunjukan bahwa masyarakat di
Desa Boja menjalin hubungan
kekerabatan yang erat antar penduduk.
Dilihat dari aspek ekonomi
masyarakat Desa Boja sebagian besar
bekerja sebagai petani, akan tetapi ada
juga masyarakat yang bekerja di luar
pekerjaan tersebut misalnya sebagai
peternak ayam petelur, peternak lele.
Dengan adanya keberagaman mata
pencahariannya, maka keadaan ekonomi
masyarakat Desa Boja cukup terpenuhi.
Dilihat dari aspek pendidikan,
masyarakat Desa Boja dapat dikatakan
kesadaran akan pendidikan masih rendah.
Hal ini dapat dilihat dari banyaknya anak
yang putus sekolah. Kebanyakan dari
mereka menempuh pendidikan paling
tinggi yakni SMP.
Dilihat dari aspek keagamaan,
masyarakat Desa Boja sangat kental
dengan islami, hal itu didukung oleh
keseluruhan penduduknya yang beragama
islam. Setiap ada kegiatan yang
bernuansa islami masyarakat selalu
antusias untuk mengikutinya mulai dari
kalangan anak – anak, remaja hingga
orang tua. Misalnya terdapat kegiatan
pengajian, selapanan, sholawatan,
yasinan dan kegiatan lain yang tidak
pernah terlewatkan oleh masyarakat Desa
Boja.
Berdasarkan data jumlah penduduk
di Desa Boja, dapat dikatakan bahwa
jumlah penduduk yang paling banyak
adalah kalangan pemuda. Pemuda di
Desa Boja sangat antusias dalam bidang
keagamaan. Hal ini didukung pula adanya
organisasi terkait yaitu IPNU dan IPPNU.
Para pemuda ini tergabung dalam
organisasi IPNU (Ikatan Pelajar Nadhatul
Ulama) dan IPPNU (Ikatan Pelajar Putri
Nadhatul Ulama). Organisasi ini sebagai
wadah penyaluran bakat dan minat dalam
berbagai bidang kesenian, salah satunya
yaitu berupa kesenian rebana. Kesenian
rebana yang berada di Desa Boja ini
memiliki daya tarik tersendiri, sehingga
kesenian ini digemari oleh berbagai
kalangan khususnya para pemuda Boja.
Meskipun adanya persaingan kesenian di
zaman modern sekarang ini, grup rebana
tersebut tetap mempertahankan
eksistensinya. Adapun nama Grup
Rebananya adalah “ Robitul Fata “ . Grup
rebana tersebut merupakan satu – satunya
grup rebana yang ada di Desa Boja.
Gambaran rebana seperti diatas, perlu di
dikaji lebih dalam lagi terkait peran
pemuda dalam jangka panjang dalam
mewujudkan kearifan lokal melalui
kesenian rebana ini.
Arus globalisasi saat ini telah
menimbulkan pengaruh terhadap
perkembangan budaya bangsa Indonesia.
Dengan adanya arus globalisasi yang
semakin pesat menjadi ancaman
tersendiri bagi eksistensi budaya lokal.
Kita sebagai generasi penerus tidak boleh
melupakan akar budaya yang telah ada
karena budaya-budaya itu mengandung
nilai-nilai yang sangat luhur yang perlu
tetap dilestarikan. Itulah kearifan budaya
lokal yang perlu terus digali disamping
tetap menikmati kebudayaan yang
modern.
Berdasarkan uraian tersebut dapat
diketahui bahwa peran pemuda di Desa
Boja belum sepenuhnya optimal dalam
mewujudkan kesenian rebana. Oleh
karena itu tim KKN UNNES bekerja
sama dengan pemuda setempat serta
organisasi IPNU, IPPNU untuk lebih
mengoptimalkan dan meningkatkan
eksistensi kesenian rebana di Desa Boja.
Kemudian dalam kegiatan ini terdapat
serangkaian kegiatan pembekalan materi
atau sosialisasi serta pelatihan dengan
target sasaran para pemuda Desa Boja
serta masyarakat sekitar.
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk
mengoptimalkan peran pemuda dengan
potensi kesenian rebana, melestarikan
budaya lokal sebagai sarana wujud cinta
kita terhadap sholawat. Dari kegiatan ini
diharapkan adanya peningkatan
keterampilan dan pengetahuan yang
dimiliki oleh para pemuda mengenai
pentingnya melestarikan kearifan lokal
yaitu kesenian rebana.
B. METODE PELAKSANAAN
Adapun metode pelaksanaan program
kerja sebagai berikut.
Tempat dan Waktu
Kegiatan pengabdian masyarakat berupa
pembekalan materi dan pelatihan
kesenian rebana yang dilaksanakan di
madin Dukuh Mranggen Hari Kamis
tanggal 10 Oktober 2019.
Latar Belakang Anggota Grup Rebana
Sasaran dari kegiatan ini adalah pemuda
Desa Boja, serta masyarakat sekitar.
Adapun anggota grup yang tergabung
dalam kegiatan ini berjumlah 10 orang.
Metode Pelaksanaan Kegiatan
Peningkatan keterampilan dan
pengetahuan dalam kegiatan ini
dilakukan dengan menggunakan metode
diskusi interaktif, pelatihan, serta
pembinaan terhadap grup rebana. Adapun
tahapan yang dilalui dalam melaksanakan
kegiatan ini adalah sebagai berikut.
a. Pra Kegiatan
Pada kegiatan ini dilakukan
observasi terlebih dahulu pada grup
rebana. Sebelum kita melakukan
observasi kita telah menyiapkan beberapa
instrumen. Adapun instrumennya
mengenai latar belakang berdirinya grup
rebana, struktur organisasi, manajamen,
serta kepengurusan. Pada tahap ini
dilakukan konsultasi mengenai waktu dan
tempat pelaksanaan pembekalan materi,
persiapan materi serta pelatihan terhadap
kepala atau pimpinan grup rebana.
b. Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan dibagi dalam 2
sesi, yaitu 1) Pembekalan materi
mengenai bentuk penyajian kesenian
rebana, manajemen beserta pelestarian
kearifan lokal melalui kesenian rebana. 2)
pelatihan rutinan grup rebana yang
dilakukan di Madin Mranggen Desa
Boja, mulai hari Kamis 10 Okober 2019.
c. Evaluasi pengetahuan dan motivasi
sasaran
Evaluasi dilakukan dengan sesi tanya
jawab dan wawancara oleh anggota grup
rebana mengenai materi yang diberikan
serta untuk mengetahui respon pemuda
dari adanya pelatihan rebana.
Selain itu untuk menambah motivasi
target sasaran dalam mengoptimalkan
kesenian rebana tim KKN memiliki
beberapa cara, yaitu 1) Publish (promosi)
2) Pelatihan rutinan. Dari kedua cara
tersebut, diharapkan para pemuda dan
masyarakat sekitar di Desa Boja semakin
termotivasi untuk melestarikan budaya
lokal yaitu rebana.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kesenian rebana di Indonesia
Indonesia merupakan negara
kepulauan yang penuh dengan kekayaan
serta keberagaman suku, adat istiadat,
dan ciri khas masing-masing daerah.
Setiap daerah memiliki keunikan serta
keunggulan potensi dan budaya yang
perlu dikembangkan dengan baik. Potensi
yang dimiliki setiap daerah sangat
beragam dan bervariasi. Dengan adanya
keberagaman potensi yang dimiliki, maka
suatu daerah tersebut perlu mendapat
perhatian khusus dari berbagai kalangan
khususnya instansi pemerintah daerah,
sehingga para instansi serta masyarakat
akan paham tentang potensi daerah dan
budayanya masing – masing.
Kesenian merupakan salah satu isi
dari ke – budayaan. Kesenian adalah
produk manusia artinya seni lahir dari
proses kemanusiaan dimana eksistensi
seni itu cerminan dari nilai estetis dari
olah cipta, rasa dan karsa manusia dalam
ruang dan waktu (Rohidi, 2000) .
Indonesia memiliki berbagai kesenian
salah satunya yaitu kesenian tradisional.
Kesenian tradisional yang ada di
Indonesia merupakan hasil dari pengaruh
budaya islam seperti Gambus, Tanjidor,
Khasidah, Rebana dan lain – lain.
Kesenian rebana di Desa Boja merupakan
satu – satunya kesenian tradisional yang
masih digemari masyarakat sekitar. Oleh
karena itu kita sebagai anak muda sudah
seharusnya menjadi penerus untuk
melestarikan kesenian tersebut agar tidak
luntur dari ancaman globalisasi.
Menurut Bahasa Arab rebana
berasal dari kata asholawat yang
merupakan bentuk jamak dari kata
asholat yang berarti do’a atau
sembahyang. Sholawat adalah satu
ungkapan yang berisi pujian – pujian
terhadap Nabi Muhammad SAW.
Kesenian rebana telah menjadi tradisi
bagi masyarakat di Desa Boja khususnya
di kecamatan Tersono. Di beberapa
daerah kesenian rebana dikenal dengan
istilah kesenian hadroh. Tetapi di
kabupaten Batang disebut dengan
kesenian rebana. Dalam pertunjukan
kesenian rebana terdapat beberapa alat
musik yang dimainkan diantaranya:
genjring, tumbuk, bedug, kentrung dan
keprak. Alat musik tersebut dapat
mengeluarkan enam macam bunyi suara,
yaitu: suara tinggi bergema, suara tinggi
tidak bergema, suara sedang bergema,
suara sedang tidak bergema, suara rendah
bergema, dan suara rendah tidak
bergema. Kesenian rebana bukan semata
– mata hanya sebatas hiburan saja bagi
masyarakat Desa Boja tetapi hal yang
menjadi kepuasan tersendiri adalah
lantunan syair dalam sholawat tersebut (
Wahyu et al., 2015).
Peran pemuda dalam mewujudkan
kearifan lokal
Perkembangan zaman yang
semakin pesat menjadikan tantangan
demi tantangan yang harus dihadapi
pemuda Indonesia. Posisi pemuda
Indonesia yang terlahir dari kebudayaan
yang kental dengan kearifan lokal kini
menjadi suatu masalah tersendiri di
tengah arus globalisasi. Oleh karena itu
diperlukan peran pemuda untuk
mewujudkan serta mengoptimalkan
kearifan lokal yang mulai pudar. Kearifan
lokal mengandung nilai-nilai luhur yang
perlu dilestarikan (Bintari, 2016)
Pemuda adalah generasi yang
berada ditahap mencari jati diri. Disini
peran pemuda sangat diperlukan, karena
pemuda merupakan generasi yang
menjadi pelopor untuk menjadi
penghubung antara masyarakat
tradisional dan masyarakat global.
Pemuda dalam masyarakat menjadi peran
utama dalam meneruskan kembali nilai –
nilai budaya yang ada. Betapa
pentingnya peran pemuda dalam
meneruskan kembali segala sesuatu yang
ada dalam masyarakat. Selain itu pula
pemuda memiliki arti manusia yang
berada ditengah – tengah generasi tua
dan generasi yang ada dibawahnya.
Sehingga pemuda harus bisa menjadi
penyeimbang diantara keduanya. Dengan
adanya warisan budaya lokal kita patut
berbangga karena kita sebagai penerus
diberikan kesempatan untuk mempelajari
kearifan lokal dalam mengatasi
permasalahan atau kekurangan yang
dihadapi di masa lalu. Tetapi pada
kenyataanya kearifan lokal seringkali
diabaikan dan dianggap tidak ada
hubungannya dengan masa sekarang.
Hasilnya yang ada banyak warisan
budaya dari leluhur kita yang terabaikan.
Langkah strategis pemuda dalam
mewujudkan kearifan lokal dapat
dilakukan melalui pelestarian nilai - nilai
budaya yang ada dimasing – masing
daerah. Kearifan mempunyai arti
kebijaksanaan, pengetahuan atau
kecakapan untuk mengetahui, mengenal,
menyetujui, membedakan, mencari tahu,
menyelidiki, dan mengakui yang benar
atau salah (Admaja dalam Mawadawani,
2018).
Pada dasarnya ketika kita
melewati fase remaja riskan sekali
dengan permasalahan. Adapun
permasalahan yang sering terjadi yaitu
menurunnya jiwa idealisme, patriotisme,
belum seimbangnya jumlah generasi
muda dengan fasilitas pendidikan yang
tersedia, banyaknya perkawinan dibawah
umur, generasi muda yang menderita tuna
fisik, mental dan sosial, dan serta
pergaulan yang salah (Suryadi, 2014).
Generasi muda diharapkan memiliki
kesadaran tentang kekayaan budaya yang
ada di daerahnya masing – masing dan
diharapkan memiliki rasa moralitas, etika
dengan solidaritas tinggi, gotong royong,
memperkuat empati kemanusiaan,
kerukunan toleransi dalam keberagaman,
menjunjung tinggi keberadaan dan
keberlanjutan alam tempat tinggal mereka
(Syarif et all, 2016)
Banyak cara dapat dilakukan
dalam melestarikan budaya lokal, namun
yang terpenting adalah menumbuhkan
kesadaran serta rasa memiliki akan
budaya tersebut sehingga dengan rasa
memiliki serta mencintai budaya sendiri,
orang akan termotivasi untuk
mempelajarinya sehingga budaya akan
tetap ada karena pewaris kebudayaannya
akan tetap terus ada. Ada berbagai upaya
yang dapat dilakukan untuk melestarikan
budaya lokal diantaranya: 1)
Menumbuhkan kesadaran akan
pentingnya budaya sebagai jati diri
bangsa. 2) Ikut berpartisipasi dalam
pelestarian dan pelaksanaannya. 3)
Sosialisasi kepada orang lain sehingga
dia dia termotivasi untuk menjaga,
melestarikan, atau mempertahankannya.
Menurut Sendjaja 1994 Ada dua cara
yang dapat dilakukan masyarakat
khususnya sebagai generasi muda dalam
mendukung kelestarian budaya dan ikut
menjaga budaya lokal yaitu : 1) Culture
Experience merupakan pelestarian
budaya yang dilakukan dengan cara
terjun langsung kedalam sebuah
pengalaman kultural. contohnya, jika
kebudayaan tersebut berbentuk tarian,
maka masyarakat dianjurkan untuk
belajar dan berlatih dalam menguasai
tarian tersebut, dan dapat dipentaskan
setiap tahun dalam acara-acara tertentu
atau diadakannya festival-festival.
Dengan demikian kebudayaan lokal
selalu dapat dijaga kelestariannya. 2)
Culture Knowledge merupakan
pelestarian budaya yang dilakukan
dengan cara membuat suatu pusat
informasi mengenai kebudayaan yang
dapat difungsionalisasi ke dalam banyak
bentuk. Tujuannya adalah untuk edukasi
ataupun untuk kepentingan
pengembangan kebudayaan itu sendiri
dan potensi kepariwisataan daerah.
Dengan demikian para generasi muda
dapat memperkaya pengetahuannya
tentang kebudayaanya sendiri.
Berdasarkan gambaran di atas,
maka sangat penting melestarikan
kesenian rebana bagi pemuda di Desa
Boja. Dengan adanya kegiatan ini
diharapkan pemuda di Desa Boja
semangat untuk melestarikan budaya.
Upaya-upaya dalam melestarikan
kearifan lokal harus dilakukan secara
terus menerus, terarah dan terpadu guna
mewujudkan tujuan tertentu yang
mencerminkan adanya kearifan lokal.
Pelestarian budaya adalah upaya untuk
mempertahankan nilai-nilai seni budaya,
nilai tradisional dengan mengembangkan
perwujudan yang bersifat dinamis, luwes
dan selektif, serta menyesuaikan dengan
situasi dan kondisi yang selalu berubah
dan berkembang (Ranjabar dalam
Hirdigadis, 2019).
Pembekalan materi serta pelatihan
kesenian rebana
Pembekalan materi
Tujuan diadakannya kegiatan
pembekalan materi adalah untuk
meningkatkan pengetahuan anggota grup
rebana tentang bentuk penyajian kesenian
rebana yang dibedakan menjadi dua yaitu
musikalisasi, dan struktur penyajian.
Dalam kegiatan ini dikemukakan tentang
awal terbentuknya grup seni rebana
Robitul Fata, pengelolaan, struktur
organisasi dan publikasi. Awal terbentuk
grup rebana ini yaitu pada bulan maret
tahun 2017. Grup rebana ini diketuai oleh
Khairul umam dengan jumlah pemain
atau anggota grup rebana sebanyak 10
orang yaitu :1) Khairul umam, 2) Yuli
arianto sebagai vocal, 3) Sholehan, 4)
Riyono, 5) Siswanto, 6) Budi prasetya
sebagai terbang, 7) Kusrinto sebagai Bas,
8) Ari afsono sebagai Tam, 9) Rizal
hidayat sebagai darbuka, 10) Dull sebagai
Bass der. Grup rebana ini biasanya tampil
dalam acara pernikahan, selapanan,
akhirussanah, dan pengajian umum.
Gambar 1. Pembekalan materi kesenian
rebana
Pelaksanaan kegiatan ini pada dasarnya
adalah untuk mengimbangi budaya asing
yang masuk dan bertentangan dengan
budaya Indonesia. Oleh karena itu,
pemuda harus aktif untuk mengikuti
kegiatan yang berkaitan dengan nilai –
nilai budaya. Upaya masyarakat dalam
mengikuti kesenian rebana yaitu untuk
meningkatkan apresiasi pemuda dengan
membangun rasa kebersamaan melalui
kegiatan yang menarik serta
mengaplikasikannya dalam kegiatan
sehari-hari. Sehingga dalam
kenyataannya mereka mampu menjaga
dan mempertahankan tradisi yang berlaku
dalam masyarakat. Kegiatan ini juga tak
lepas dari dukungan oleh pemerintah.
Pemerintah harus mengimplementasikan
kebijakan-kebijakan yang mengarah pada
upaya pelestarian kebudayaan nasional.
Salah satu contoh kebijakan pemerintah
yaitu publikasi grup rebana ini di acara
nasional. Semua itu dilakukan sebagai
upaya pengenalan kebudayaan lokal
kepada generasi muda, bahwa budaya
yang ditampilkan itu adalah warisan dari
leluhurnya. Kegiatan ini diikuti dengan
aktif oleh seluruh peserta dari awal
hingga akhir. Hal ini ditunjukkan oleh
tidak adanya peserta yang meninggalkan
tempat selama kegiatan berlangsung.
Peserta juga mengajukan sejumlah
pertanyaan terkait dengan materi yang
diberikan sehingga pembekalan materi
dapat berjalan dua arah, hal ini
menandakan bahwa kegiatan berjalan
dengan interaktif.
Pelatihan
Tujuan diadakannya kegiatan
pelatihan ini adalah untuk mengasah
keterampilan anggota grup rebana agar
benar – benar menjadi grup yang
professional. Pelatihan ini diikuti oleh
pemuda serta masyarakat Desa Boja.
Pelatihan pertama kali dilakukan pada
hari Kamis 10 Oktober 2019 di Madin
Mranggen Desa Boja.
Gambar 2. Pelatihan kesenian rebana
Pelatihan dilakukan seminggu
sekali pada malam hari kamis setelah
shalat maghrib. Pelatihan ini diketuai
oleh Muslim khasbullah selaku anggota
mahasiswa KKN UNNES yang memiliki
bakat dalam bidang rebana. Proses
pelatihannya berlangsung dalam suasana
santai, kekeluargaan. Hal ini berarti
antara anggota grup rebana beserta
pelatih saling terbuka mengemukakan
idenya.
D. PENUTUP
Simpulan
Pembekalan materi serta pelatihan
dilakukan karena semakin menipisnya
kesenian tradisional rebana yang berada
di Desa Boja. Kegiatan ini dilaksanakan
melalui penyuluhan atau diskusi interaktif
yang bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan anggota grup rebana tentang
bentuk penyajian kesenian rebana yaitu
musikalisasi, struktur penyajian,
manajemen beserta pelestarian kearifan
lokal melalui kesenian rebana.
Pelatihan bertujuan untuk mengasah
keterampilan anggota grup rebana agar
benar – benar menjadi grup yang
professional, mengoptimalkan peran
pemuda dengan potensi kesenian rebana,
melestarikan budaya lokal sebagai sarana
wujud cinta kita terhadap sholawat. Dari
kegiatan ini diharapkan adanya
peningkatan keterampilan dan
pengetahuan yang dimiliki oleh para
pemuda mengenai pentingnya
melestarikan kearifan lokal yaitu
kesenian rebana.
Saran
Adapun kegiatan ini memiliki
kelemahan, yaitu kurangnya antusiasme
dari pemuda serta masyarakat dalam
menghadiri pembekalan materi serta
pelatihan sehingga luaran dari kegiatan
ini belum sepenuhnya optimal. Kemudian
saran untuk instansi pemerintah lebih
melestarikan lagi budaya lokal sehingga
dapat diminati oleh masyarakat yang
berada Kecamatan Tersono Desa Boja,
serta menjadikan kesenian rebana sebagai
budaya lokal wajib yang mendorong
anak-anak dan masyarakat lebih giat
dalam hal belajar tentang agama.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih disampaikan
kepada, (1) UNNES selaku pihak kampus
yang telah mengadakan kegiatan
pengabdian KKN kerjasama di Desa Boja
(2) Koordinator KKN beserta jajarannya
(3) Organisasi IPNU dan IPPNU serta
segenap masyarakat Desa Boja yang telah
mendukung seluruh rangkaian kegiatan
Kuliah Kerja Nyata(KKN).
DAFTAR PUSTAKA
Bintari, N.P., dan Cecep Darmawan.
2016. Peran Pemuda Sebagai
Penerus Tradisi Sambatan
Dalam Rangka Pembentukan
Karakter Gotong Royong. Jurnal
Pendiidkan Ilmu Sosial. Vol 25
(1) : 57 – 58.
Mawardawani dan Lusiana. 2018. Peran
Mahasiswa Dalam Upaya
Membentuk Generasi Muda
Berkarakter Melalui Pendekatan
Humanis Berbasis Kearifan
Lokal Suku Dayak Di Desa
Telaga II. Jurnal PEKAN. Vol
3(1): 5 – 6.
Nahak, Hildigaris M., I. 2019. Upaya
Melestarikan Budaya Indonesia
Di Era Globalisasi. Jurnal
Sosiologi Nusantara. Vol 5 (1) :
8 – 9
Rohidi, T.R. 2000. “ Kesenian Dalam
Pendekatan Kebudayaan ”.
Bandung : STISI Press.
Sendjaja, S. Djuarsa. 1994. Teori
Komunikasi. Jakarta :
Universitas Terbuka.
Suryadi, K. dkk. 2014. Idrus Affandi
Pendidik Pemimpin Mendidik
Pemimpin Memimpin Pendidik.
Bandung. Universitas
Pendidikan Indonesia.
Syarif. Erman et all. 2016. Conservation
Values of Local Wisdom
Traditional Ceremony Rambu
Solo Toraja’s Tribe South
Sulawesi as Efforts the
Establishment of Character
Education. EFL Journal. Vol. 1
(1) : 22
Wahyu, Harpani .,M. Rita, P.T.S. 2015.
Penerapan Nilai Keagamaan
Melalui Seni Hadrah Maullatan
Alhabsyi Di Kelurahan
Pelambuan
Kecamatan Banjarmasin Barat.
Jurnal pendidikan
Kewarganegaraan. Vol. 5 (9) :
683 – 684.
PENYULUHAN STUNTING MELALUI KELAS IBU HAMIL
DALAM UPAYA MEWUJUDKAN POLA HIDUP SEHAT PADA
MASYARAKAT DESA BOJA, KEC. TERSONO, KAB. BATANG
Bayu Ariadi*1
, Karlina Febriyanti2, Nisa Nugraheni
3, Cepi Kurniawan
4
1Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Negeri Semarang
2Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Negeri Semarang
3Program Studi Pendidikan Luar Sekolah, Universitas Negeri Semarang
4Dosen Jurusan Kimia, Universitas Negeri Semarang
*Email : [email protected]
Abstract
The level of awareness of the Boja village community is very important to improve
healthy lifestyles. Stunting is a pattern of development and counseling developed by the
government to optimize stunting prevention by making the stunting extension program a
national priority program. From this problem, the government through the village
midwife jointly optimizes pregnant women through the class of pregnant women. The
purpose of this activity is to minimize and increase public awareness of a noble healthy
life from the most important thing, pregnant women. This activity was carried out on
October 16, 2019 at the house of the Boja Village Midwife involving 8 pregnant women.
The method used is an interactive counseling and demonstration method by doing
pregnancy exercises for pregnant women and counseling / consultation during
pregnancy on maternal and obstetric / infant health.. The results of the implementation
of this activity were increased knowledge of pregnant women and the community and
awareness of the lifestyle of the Boja villagers.
Keywords: Stunting, Class of pregnant women, Boja village community.
Abstrak
Tingkat kesadaran masyarakat desa Boja sangatlah penting untuk meningkatkan pola
hidup sehat. Kegiatan stunting merupakan pola pembinanaan dan penyuluhan yang
dikembangkan pemerintah untuk mengoptimalkan pencegahan stunting dengan cara
menjadikan program penyuluhan stunting sebagai program prioritas nasional. Dari
permasalah tersebut, pemerintah melalui Bidan desa bersama – sama melakukan
optimalisasi terhadap ibu hamil melalui kelas ibu hamil. Tujuan kegiatan ini adalah
meminimalisir serta meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap hidup sehat yang di
mulia dari hal yang paling utama yaitu ibu hamil. Kegiatan ini dilaksanakan tanggal 16
Oktober 2019 bertempat di rumah Bidan Desa Boja dengan melibatkan 8 orang ibu
hamil. Metode yang digunakan adalah metode penyuluhan interaktif dan demonstrasi
dengan melakukan senam ibu hamil serta pendampingan/konsultasi masa kehamilan
pada kesehatan ibu dan kandungan/bayi. Hasil dari pelaksanaan kegiatan ini adalah
meningkatnya pengetahuan terhadapa ibu hamil dan masyarakat dan kesadaran pola
hidup sehta masyarakat desa Boja.
Kata kunci : Stunting, Kelas ibu hamil, Masyarakat desa Boja.
A. PENDAHULUAN
Stunting merupakan masalah
kesehatan yang banyak ditemukan di
negara berkembang, termasuk
Indonesia. Menurut United Nations
Children’s Fund (UNICEF), pada
tahun 2016 terdapat 22,9 persen, atau
hampir satu dari empat anak berusia
di bawah lima tahun (balita)
mengalami stunting. Lebih dari
setengah balita yang mengalami
stunting tersebut tinggal di Benua
Asia dan lebih
dari sepertiga tinggal di Benua Afrika.
Menurut Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan(TNP2K)
2017, prevalensi stunting di Indonesia
menempati peringkat kelima terbesar
di dunia. Keadaan pendek (stunting)
menurut Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang
standar antropometri penilaian status
gizi anak adalah suatu keadaan
dimana hasil pengukuran Panjang
Badan menurut Umur (PB/U) atau
Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
berada di antara -3 Standar Deviasi
(SD) sampai -2 SD. Sangat
pendek (severe stunting) adalah
keadaan dimana hasil pengukuran
PB/U atau TB/U di bawah -3 SD.
Data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan
prevalensi stunting dalam lingkup
nasional sebesar 37,2 persen, terdiri
dari prevalensi pendek sebesar 18,0
persen dan sangat pendek sebesar 19,2
persen. Hal ini menunjukkan terjadi
peningkatan prevalensi stunting
dibandingkan tahun 2010
(35,6 persen) dan tahun 2007 (36,8
persen).
Masalah kurang gizi dan stunting
merupakan dua masalah gizi yang
belum dapat diselesaikan. Terdapat
beberapa program pemerintah dalam
menyelesaikan masalah kurang gizi
dan stunting. Perbaikan gizi dan
penurunan angka prevalensi
stunting pada anak bawah dua tahun
(baduta) dari 32,9 persen pada tahun
2013 menjadi 28,0 persen pada tahun
2019 menjadi salah satu prioritas
pembangunan nasional seperti yang
tercantum pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019.
Penurunan prevalensi kejadian balita
pendek (stunting) juga merupakan
salah satu prioritas pembangunan
kesehatan pada periode 2015-2019.
Stunting pada anak merupakan
dampak dari defisiensi nutrien
selama seribu hari pertama kehidupan.
Hal ini menimbulkan gangguan
perkembangan fisik anak yang
irreversible, sehingga menyebabkan
penurunan kemampuan kognitif dan
motorik serta penurunan performa
kerja. Anak stunting memiliki rerata
skor Intelligence Quotient (IQ)
sebelas poin lebih rendah
dibandingkan rerata skor IQ pada
anak normal. Gangguan tumbuh
kembang pada anak akibat
kekurangan gizi bila tidak
mendapatkan intervensi sejak dini
akan berlanjut hingga dewasa.
Stunting pada balita perlu
mendapatkan perhatian khusus karena
dapat menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan fisik, perkembangan
mental, dan status kesehatan pada
anak. Studi-studi terkini menunjukkan
anak yang mengalami stunting
berkaitan dengan prestasi di sekolah
yang buruk, tingkat pendidikan yang
rendah, dan pendapatan yang rendah
saat dewasa. Anak yang mengalami
stunting memiliki kemungkinan lebih
besar tumbuh menjadi individu
dewasa yang tidak sehat dan miskin.
Stunting pada anak juga berhubungan
dengan peningkatan kerentanan anak
terhadap penyakit, baik penyakit
menular maupun Penyakit Tidak
Menular (PTM) serta peningkatan
risiko overweight dan obesitas.
Keadaan overweight dan obesitas
jangka panjang dapat meningkatkan
risiko penyakit degeneratif. Oleh
karena itu, kasus stunting pada anak
dapat dijadikan prediktor rendahnya
kualitas sumber daya manusia suatu
negara. Keadaan stunting yang
menyebabkan buruknya kemampuan
kognitif, rendahnya produktivitas,
serta meningkatnya risiko penyakit
mengakibatkan kerugian jangka
panjang bagi ekonomi Indonesia.
Prevalensi stunting di Kabupaten
Batang menunjukkan angkan 25%
pada Bulan Agustus 2018. Merujuk
dari data tersebut, Kabupaten Batang
masih memiliki angka stunting yang
cukup tinggi. Hal ini tentu menjadi
perhatian bagi pemerintah.
Dalam rangka mewujudkan
program nasional pemerintah,
Pemerintahan Kabupaten Batang terus
berupaya untuk menurunkan
Stunting, salah satunya dengan
bekerja sama bersama PMI dan kader
PKK untuk mensosialisasikan stunting
kepada masyarakat khususnya
masyarakat yang berada di desa-desa.
Desa Boja, yang berada di Kecamatan
Tersono, melakukan penyuluhan
stunting yang dilakukan oleh bidan
desa dibantu oleh kader-kader PKK,
pada saat pertemuan-pertemuan
dengan warga, bidan desa
memberikan penyuluhan tentang
kesehatan salah satunya materi
tentang stunting. Sosialisasi stunting
juga tidak hanya kepada para ibu,
tetapi juga kepada para ayah. Karena
untuk menjaga kesehatan bayi bukan
hanya seorang ibu yang berperan
melainkan kedua orang tua harus
selalu bekerjasama menjaga kesehatan
bayi.
Selain dengan melakukan
sosialisasi tentang stunting,
Pemerintah Desa Boja yang dibantu
bidan desa juga membuka kelas ibu
hamil yang dilakukan satu bulan
sekali. Kegiatan ini meliputi
pengecekan berkala kesehatan calon
bayi dan ibu hamil, selain itu juga
terdapat materi tambahan yang
diberikan bidan desa kepada para ibu
hamil untuk menambah
pengetahuannya tentang kesehatan.
Pada kelas ibu hamil juga dilakukan
kegiatan senam ibu hamil untuk ibu
hamil yang memasuki trimester II dan
trimester III, kegiatan senam ini
sangat dianjurkan untuk memudahkan
ibu hamil ketika melahirkan.
B. METODE PELAKSANAAN
Adapun metode pelaksanaan
program kerja sebagai berikut.
Tempat dan Waktu
Kegiatan pengabdian mahasiswa
berupa penyuluhan stunting serta
kegiatan senam ibu hamil yang
dilaksanakan di Rumah Bidan Desa
Boja, Hari Rabu 16 Oktober 2019.
Latar Belakang Peserta
Sasaran dari kegiatan ini adalah
Ibu Hamil Desa Boja. Terdapat 8
peserta dalam kegiatan ini.
Metode Pelaksanaan Kegiatan
Peningkatan pengetahuan dan
psikomotorik daya tahan tubuh
terhadap kesehatan ibu hamil
dilakukan dengan menggunakan
metode penyuluhan interaktif dan
demonstrasi senam ibu hamil serta
pendampingan/konsultasi masa
kehamilan serta kesehatan ibu dan
kandungan/bayi. Adapun tahapan
yang dilalui dalam melaksanakan
kegiatan ini adalah sebagai berikut.
a. Pra Kegiatan
Terdapat tiga kegiatan yang
dilakukan pada tahap ini, yaitu 1)
Pemeriksaan berkala bidan dengan
ibu hamil, 2) Konsultasi
mahasiswa KKN dengan Ibu
Bidan materi stunting, 3)
Konsultasi dan latihan senam Ibu
hamil trimester III.
b. Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan dibagi
dalam 2 sesi, yaitu 1) Penyuluhan
Stunting, dan 2) Demonstrari
senam ibu hamil trimester III.
Adapun kegiatan yang dilakukan
diluar kegiatan ini adalah
serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh Ibu Bidan, yaitu
pemeriksaan kesehatan ibu dan
kandungan/bayi yang dilakukan
dalam posyandu di 2 Padukuhan,
Padukuhan Boja dan Padukuhan
Mranggen yang bertujuan untuk
mengetahui perkembangan ibu
dan kandungan/bayi.
c. Evaluasi Pengetahuan dan
motivasi sasaran
Evaluasi dilakukan dengan
sesi tanya jawab dan questioner
yang di siapkan oleh tim KKN
untuk memperkuat penyuluhan,
serta pengarahan senam untuk ibu
hamil khususnya yang sudah
memasuki masa persalinan untuk
melatih dan menguasai teknik
pernapasan saat persalian, dengan
demikian proses relaksasi dapat
berlangsung lebih cepat dan
kebutuhan oksigen tubuh
terpenuhi dan yang tidak kalah
pentingnya dapat memperkuat
dan mempertahankan elastitas
otot – otot perut, ligamentum,
otot – otot dasar panggul, dan
otot- otot paha bagian dalam.
Dengan demikian proses
kontraksi dan relaksasi yang
berhubungan dengan persalinan
dapat dikuasai.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengertian
Stunting adalah kondisi gagal
tumbuh pada anak balita (bayi di
bawah lima tahun) akibat dari
kekurangan gizi kronis sehingga anak
terlalu pendek bentuk tubuhnya
untuk seusianya. Kekurangan gizi
terjadi sejak bayi dalam kandungan
dan pada masa awal setelah bayi
lahir. Akan tetapi, kondisi stunting
baru nampak setelah bayi berusia 2
tahun. Balita pendek (stunted) dan
sangat pendek (severely stunted)
adalah balita dengan panjang badan
(PB/U) atau tinggi badan (TB/U)
menurut umurnya dibandingkan
dengan standar baku WHO-MGRS
(Multicentre Growth Reference
Study) 2006. Sedangkan definisi
stunting menurut Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) adalah anak
balita dengan nilai z-scorenya kurang
dari -2SD/standar deviasi (stunted)
dan kurang dari – 3SD (severely
stunted) 1.
Di Indonesia, sekitar 37%
(hampir 9 Juta) anak balita
mengalami stunting (Riset Kesehatan
Dasar/Riskesdas 2013) dan di
seluruh dunia, Indonesia adalah
negara dengan prevalensi stunting
kelima terbesar.
Sumber : Danaei G, 2016
Gambar 1. Grafik data penyebab
terjadinya stunting
Balita/Baduta (Bayi dibawah
usia Dua tahun) yang mengalami
stunting akan memiliki tingkat
kecerdasan tidak maksimal,
menjadikan anak menjadi lebih
rentan terhadap penyakit dan di masa
depan dapat beresiko pada
menurunnya tingkat produktivitas.
Pada akhirnya secara luas
stunting akan dapat menghambat
pertumbuhan ekonomi,
meningkatkan kemiskinan dan
memperlebar ketimpangan.
Penyebab Stunting
Stunting disebabkan oleh faktor
multi dimensi dan tidak hanya
disebabkan oleh faktor gizi buruk
yang dialami oleh ibu hamil maupun
anak balita. Intervensi yang paling
menentukan untuk diharapkan dapat
mengurangi pervalensi stunting perlu
dilakukan dengan pengoptimalan
1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)
pada anak balita.
Berikut merupakan faktor-faktor
yang menjadi penyebab stunting
adalah sebagai berikut:
1. Pola pengasuhan
Praktek pola pengasuhan yang
baik dapat berkontribusi untuk
mencegah terjadinya stunting pada
balita. Kurangnya pengetahuan ibu
mengenai kesehatan dan gizi sebelum
dan masa kehamilan, serta setelah ibu
melahirkan harus selalu diperhatikan.
Pemberian Air Susu Ibu harus
diberikan secara eksklusif pada usia
0-24 bulan. Selain itu, Pemberian
Makanan Tambahan Pendamping Air
Susu Ibu (MP-ASI) perlu
diperkenalkan pada ibu hamil.
Pemberian MP-ASI diberikan/mulai
diperkenalkan ketika balita berusia
diatas 6 bulan. Selain berfungsi
0
10
20
30
40
50
Penyebab Terjadinya Stunting
di Negara Sedang Berkembang dan
Negara Asia Selatan dan Tenggara
Negara Berkembang
Asia selatan & tenggara
untuk mengenalkan jenis makanan
baru pada balita atau bayi, MP-ASI
juga dapat mencukupi kebutuhan
nutrisi tubuh bayi yang mungkin
dalam pemberian ASI belum
memenuhi atau mencukupi.
Banyak terjadi kasus pemberian
MP-ASI yang tidak tepat dengan
usia. Pemberian MP-ASI dibawah 6
bulan sangat tidak dianjurkan, karena
ketika bayi diberikan makanan
pendamping ASI ketika organnya
belum siap menerima makanan dapat
mengakibatkan berbagai penyakit
seperti diare, konstipasi, dan
meningkatnya kandungan gas dalam
tubuh.
Anak stunting penyebab
utamanya asupan gizi. Tak satupun
penelitian yang mengatakan
keturunan memegang faktor yang
lebih penting daripada gizi dalam hal
pertumbuhan fisik anak. Masyarakat,
umumnya menganggap pertumbuhan
fisik sepenuhnya dipengaruhi faktor
keturunan. Pemahaman keliru itu
kerap menghambat sosialisasi
pencegahan stunting yang semestinya
dilakukan dengan upaya mencukupi
kebutuhan gizi sejak anak dalam
kandungan hingga usia dua tahun.
2. Ketersediaan layanan
kesehatan
Ketersediaan layanan kesehatan
sangat diperlukan umtuk menunjang
kesehatan ibu dan anak. Dalam
layanan kesehatan diberikan
beberapa informasi mengenai
pembelajaran dini mengenai prenatal
yang berkualitas.
Pada layanan kesehatan dapat
diberikan informasi mengenai jadwal
imunisasi pada anak termasuk pada
layanan kesehatan berupa posyandu.
3. Kurangnya air bersih dan
sanitasi lingkungan.
Air bersih merupakan salah satu
kebutuhan mendasar manusia untuk
memenuhi standar kehidupan secara
sehat. Masyarakat yang tercukupi
kebutuhan air bersih akan terhindar
dari penyakit yang menyebar lewat
air dan memiliki hidup yang
berkualitas.
Selain gizi buruk, kondisi air
dan sanitasi yang buruk turut
menyebabkan tingginya angka
stunting terhadap anak di Indonesia.
Menurut Ignasius, dalam riset
Kementerian Kesehatan (Kemkes),
stunting bisa disebabkan gizi buruk
(40 persen) dan tidak adanya air
bersih dan sanitasi buruk (60 persen).
1000 Hari Pertama Kehidupan
(HPK) Kunci Penanggulangan
Stunting
Penanggulangan stunting
dilakukan melalui upaya pencegahan
dan penanganan. Pencegahan
dilakukan dengan memastikan
kesehatan yang baik dan cukup pada
masa 1000 Hari Pertama Kehidupan
pada bayi. Sedangkan upaya
penanganan dilakukan dengan upaya
dengan simulasi pengasuhan dan
pendidikan berkelanjutan.
Bayi membutuhkan gizi yang
cukup agar dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal, bukan
hanya ketika bayi dilahirkan tetapi
ketika bayi masih didalam
kandungan segala kebutuhan gizi
harus terpenuhi. Ketika bayi telah
dilahirkan, ia memerlukan Air Susu
Ibu (ASI) eksklusif selama 24 bulan.
Selain itu, pemberian Makanan
Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)
sangatlah dibutuhkan. Pemberian
MP-ASI diberikan setelah bayi
berusia 6 bulan, sangat tidak
dianjurkan untuk memberikan MP-
ASI sebelum usia 6 bulan karena
ketika bayi diberikan makanan
pendamping ASI ketika organnya
belum siap menerima makanan dapat
mengakibatkan berbagai penyakit
seperti diare, konstipasi, dan
meningkatnya kandungan gas dalam
tubuh. Tetapi bisa jadi ketika bayi
berusia 4 bulan sudah menunjukkan
tanda siap makan pada bayi yang
berdasar pada anjuran atau
rekomendasi dari dokter.
Stunting Tanggung Jawab Kita
Bersama
Saat ini, jumlah anak balita di
Indonesia sekitar 22,4 juta. Setiap
tahun, setidaknya ada 5,2 juta
perempuan di Indonesia yang hamil.
Dari mereka, rata – rata bayi yang
lahir setiap tahun berjumlah 4,9 juta
anak. Tiga dari 10 balita di Indonesia
mengalami stunting atau memiliki
tinggi badan lebih rendah dari
standar usianya. Tak hanya bertubuh
pendek, efek domino pada balita
yang mengalami stunting lebih
kompleks. Selain persoalan fisik dan
perkembangan kognitif, balita
stunting juga berpotensi menghadapi
persoalan lain di luar itu. Stunting
bukan berarti gizi buruk yang
ditandai dengan kondisi tubuh anak
yang begitu kurus. Yang sering kali
terjadi, anak yang mengalami
stunting tidak terlalu kentara secara
fisik. Anak atau balita stunting
umumnya terlihat normal dan sehat.
Namun jika ditelisik lebih jauh ada
aspek-aspek lain yang justru jadi
persoalan. Tidak hanya kognitif atau
fisik, anak yang mengalami stunting
cenderung memiliki sistem
metabolisme tubuh yang tidak
optimal. Misalnya kalau anak lain
bisa tumbuh ke atas, dia justru
tumbuh ke samping. Ini kemudian
yang berisiko terhadap penyakit tidak
menular di Indonesia seperti diabetes
atau obesitas. Tak hanya itu, suatu
saat, balita yang mengalami stunting
akan tumbuh menjadi manusia
dewasa dan bekerja. Sayangnya,
faktor stunting yang dialami sejak
kecil kerap kali menyulitkan mereka
untuk mendapatkan pekerjaan karena
keterbatasan kemampuan yang
dimiliki.
Pemerintah terus berupaya untuk
mengoptimalkan pencegahan
stunting dengan cara menjadikan
program penyuluhan stunting sebagai
program prioritas nasional. Program
prioritas nasional untuk
penanggulangan stunting diupayakan
melalui berbagai cara, sebagai
berikut:
1) Inisiasi Menyusui Dini
(IMD)
Menyusui Dini melalui
pemberian ASI jolong/colostrum dan
Menyusui Dini melalui pemberian
ASI jolong/colostrum dan
memastikan edukasi kepada ibu
untuk terus memberikan ASI
Eksklusif kepada anak balitanya.
Kegiatan terkait termasuk
memberikan pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan, Inisiasi
Menyusui Dini (IMD), promosi
menyusui ASI eksklusif (konseling
individu dan kelompok), imunisasi
dasar, pantau tumbuh kembang
secara rutin setiap bulan, dan
penanganan bayi sakit secara tepat.
memastikan edukasi kepada ibu
untuk terus memberikan ASI
Eksklusif kepada anak balitanya.
Kegiatan terkait termasuk
memberikan pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan, Inisiasi
Menyusui Dini (IMD), promosi ASI
eksklusif (konseling individu dan
kelompok), imunisasi dasar, pantau
tumbuh kembang secara rutin setiap
bulan, dan penanganan bayi sakit
secara tepat.
2) Kelas Ibu Hamil
Pada kelas ibu hamil terdapat
edukasi bagi ibu hamil. Kegiatan ini
berisi mengenai informasi,
penyuluhan, senam ibu hamil, dll.
Kegiatan yang paling penting adalah
penyuluhan dan senam ibu hamil.
Senam ibu hamil bertujuan untuk
mempersiapkan fisik dan mental
pada saat persalinan. Kegiatan senam
ini dilakukan melalui gerakan-
gerakan fisik guna meningkatkan
kesehatan pada ibu hamil.
3) PAMSIMAS
Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat (PUPR)
memberikan dukungan terhadap
program pencegahan stunting atau
gangguan pertumbuhan pada anak
balita melalui penyediaan sarana
prasarana air bersih dan sanitasi.
Program Penyediaan Air Minum dan
Sanitasi Berbasis Masyarakat
(Pamsimas) berkontribusi pada
pencegahan stunting melalui
intervensi sensitif atau pengaruh
tidak langsung, yakni dengan
penyediaan sarana air minum dan
sanitasi layak serta perubahan
perilaku hidup bersih dan sehat.
Pamsimas dilaksanakan dengan
menyediakan akses air minum aman
melalui uji kualitas air, penyediaan
sanitasi untuk stop buang air besar
sembarangan (BABS), dan
perubahan perilaku dengan
mengadopsi gaya hidup bersih sehat
seperti gerakan cuci tangan pakai
sabun.
4) Pengoptimalan Program
KB
Pengoptimalan program KB
oleh pemerintah telah diupayakan
guna mencegah stunting.
Selain dengan program Keluarga
Berencana (KB), pencegahan
stunting juga bisa dilakukan melalui
Bina Keluarga Balita (BKB). Jika
program KB sebagai upaya
pengaturan jarak kehamilan, BKB
lebih menyasar pada peningkatan
pengetahuan dan keterampilan
mengasuh anak.
Masyarakat Desa Boja dalam
melaksanakan pengoptimalan
pencegahan stunting masih belum
maksimal. Masyarakat masih belum
mengetahui bagaimana pencegahan
dan gejala-gejala stunting.
Masyarakat, umumnya menganggap
pertumbuhan fisik sepenuhnya
dipengaruhi faktor keturunan.
Pemahaman keliru itu kerap
menghambat sosialisasi pencegahan
stunting yang semestinya dilakukan
dengan upaya mencukupi kebutuhan
gizi sejak anak dalam kandungan
hingga usia dua tahun. Sosialisasi
terus dilakukan. Meski demikian,
diperlukan juga kemauan masyarakat
untuk dapat menerima hal tersebut,
diikuti dengan kesadaran akan
kewajiban menjaga kesehatan.
Berbagai hal yang dapat memicu
terjadinya stunting pada anak
harusnya tak dilalaikan. Masyarakat
Desa Boja sebagian kecil masih
belum memperhatikan mengenai
ketersediaan air bersih dan sanitasi.
Sebagian warganya masih
menggunakan air yang kurang layak
pakai, bahkan digunakan untuk
konsumsi air minum. Hal ini tentu
sangat beresiko bagi kesehatan
tubuh. Banyak juga yang melalaikan
mengenai sanitasi lingkungan.
Gambar 1. Penyuluhan materi
Stunting
Salah satu faktor penyebab
stunting adalah dikarenakan
masyarakat masih Buang Air Besar
Sembarangan atau BABS. Warga
masih menyalurkan saluran kotoran
ke kali. Dan masih banyak warga
yang menggunakan air kali untuk
mencuci baju, mencuci piring, dan
digunakan untuk mengairi lahan
pertanian. Tak sedikit juga, banyak
anak kecil yang senang bermain,
berenang dan memancing ikan di
kali. Beberapa hal tersebut dapat
memicu stunting pada anak.
Penanggulangan stunting bukan
hanya tanggung jawab pemerintah,
melainkan semua pihak di Desa Boja,
dan setiap keluarga Indonesia. Dalam
jangka panjang, stunting berdampak
buruk tidak hanya terhadap tumbuh
kembang anak tetapi juga terhadap
perkembangan emosi yang berakibat
pada kerugian ekonomi; baik skala
mikro semata dalam keluarga
maupun skala makro, dalam hal ini
anggaran belanja kesehatan nasional.
Karena itu upaya percepatan
perbaikan gizi membutuhkan
komitmen kuat dari berbagai pihak,
baik dari pemerintah pusat dan
pemerintah daerah, lembaga sosial
kemasyarakatan dan keagamaan,
akademisi, organisasi profesi, media
massa, dunia usaha/mitra
pembangunan, dan masyarakat secara
keseluruhan.
Gambar 2. Foto bersama penyuluhan
stunting melalui kelas ibu
hamil
Diharapkan kerjasama ini berhasil
mencapai satu tujuan utama yaitu
perbaikan generasi masa depan yang
sehat dan produktif dan memiliki
daya saing. Dimulai dari pemenuhan
gizi yang baik selama 1000 HPK
anak hingga menjaga lingkungan
agar tetap bersih dan sehat.
D. PENUTUP
Simpulan
Kegiatan penyuluhan stunting
memiliki peran yang sangat penting
dalam meningkatkan kesehatan dan
tumbuh kembang anak dan ibu saat
hamil, atau dalam masa 1000 hari
pertama kehidupan. Keadaan
lingkungan yang memiliki peran
tinggi perlunya ada pembenahan,
maka dari itu pemerintah terus
berupaya untuk mengoptimalkan
pencegahan stunting dengan cara
menjadikan program penyuluhan
stunting sebagai program prioritas
nasional. Kegiatan ini dilaksanakan
melalui interaktif dalam penyulusan
dan demonstrasi seperti senam ibu
hamil serta pendampingan /
konsultasi masa kehamilan serta
kesehatan ibu dan kandungan / bayi.
Harapannya dengan adanya
penyuluhan stunting dapat membantu
dan meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk hidup sehat.
Saran
Adapun berjalannya kegiatan ini
memiliki antusias dari ibu hamil
untuk kesehatan bayi serta kesehatan
ibu tersebut. Namun masih adanya
kelemahan, yaitu pembenahan
lingkungan yang membutuhkan
antusias dan kerjasama masyarakat
desa Boja.
Ucapan Terimakasih
Ucapan terimakasih disampaikan
kepada, (1) UNNES selaku pihak
kampus yang telah mewadahi
mahasiswa/i dalam kegiatan
pengabdian KKN yang bekerjasama
dengan desa Boja (2) Koordinator
dan DPL KKN serta jajarannya dan
(3) Segenap masyarakat desa Boja
yang telah membantu dan
mendukung seluruh kegiatan Kuliah
Kerja Nyata (KKN) 2019.
DAFTAR PUSTAKA
Setiawan, Budi. 2018. Faktor-faktor
Penyebab Stunting Pada Anak
Usia Dini diakses pada tanggal
4 November 2019 pukul 10.00
Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan.
2017. 100 Kabupaten/Kota
Prioritas Untuk Intervensi Anak
Kerdil (Stunting) diakses pada
tanggal 3 November 2019 pukul
19.00
Warta KESMAS. 2018. Cegah
Stunting Itu Penting diakses
pada tanggal 3 November 2019
pukul 20.00
PEMBERDAYAAN EKONOMI KREATIF MASYARAKAT DESA BOJA,
KEC. TERSONO, KAB. BATANG MELALUI PELATIHAN
PEMBUATAN TOPLES KORAN
Aditiya Indra Riawan1*
, Iip Lailatul Kiftiyah2, Iis Fepriyani
3, Rheggie Ovie Lezzaa
Effendy4, Cepi Kurniawan
5
1Program Studi Pendidikan Teknik Infomatika dan Komputer, Universitas Negeri Semarang
2Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Negeri Semarang 3Program Studi Pendidikan Ekonomi Koperasi, Universitas Negeri Semarang
4Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Semarang
5Dosen Jurusan Kimia, Universitas Negeri Semarang
*Email: [email protected]
Abstract
Handicraft is a work or activity that is usually done by people in the past until now to
fill spare time by making various shapes and uses of desired handicraft items. This is in
addition to meeting their own needs and can be sold as a side business or main business in
order to increase and provide income and even become a lucrative business opportunity.
With this in mind, it is why UNNES 2019 Phase IIB KKN students develop skills products in
the village of Boja through training in making jars using newspapers as the main ingredient.
The purpose of this activity is to describe efforts to improve the community's economy
through the business of making jars from newspaper materials in Boja Village, Tersono
District, Batang Regency and describe the supporting factors, commitment of training
participants in participating in these activities and factors inhibiting community efforts in the
Boja village through handicraft training activities for making jars from newspaper. The
training method used in this activity is to use interactive counseling methods and
demonstration training of making jars from newspapers in order to improve the knowledge
and skills of the community in Boja village itself. While the Target of this activity is the PKK
Village Boja. The results and discussion of this activity can be concluded as follows: efforts
in improving the community's economy through handicraft businesses by making jars from
newspapers can increase economic income. In addition, the community has developed in
terms of being creative and skilled in designing and creating local products by promoting
natural materials that are environmentally friendly and materials that are not used. In
addition, the inhibiting factors through handicraft training training activities to make jars
from newspaper materials, namely, among others: 1) constrained by the problem of limited
time, 2) hard to find used newspapers in Boja Village, 3) the space used for training is not
too broad / limited.
Keywords: Newspaper, Crafts, Jar
Abstrak
Kerajinan tangan merupakan pekerjaan atau kegitan yang biasa dilakukan oleh orang
orang pada jaman dulu sampai sekarang untuk mengisi waktu luang dengan membuat
berbagai bentuk dan kegunaan barang kerajinan yang diinginkan. Hal tersebut selain untuk
memenuhi kebutuhan sendiri sekaligus dapat dijual sebagai usaha sampingan atau usaha
utama guna menambah dan memberikan income bahkan menjadi peluang bisnis yang
menggiurkan. Dengan hal ini yang menjadi latar belakang mengapa mahasiswa KKN
UNNES 2019 Tahap IIB mengembangkan produk keterampilan di Desa Boja melalui
pelatihan pembuatan toples dengan menggunakan Koran sebagai bahan utamanya. Tujuan
dari kegiatan ini adalah untuk mendeskripsikan upaya peningkatan ekonomi masyarakat
melalui usaha kerajinan tangan pembuatan toples dari bahan Koran di Desa Boja, Kecamatan
Tersono, Kabupaten Batang dan mendeskripsikan factor pendukung, komitmen peserta
pelatihan dalam mengikuti kegiatan tersebut dan factor penghambat upaya masyarakat di
desa boja melaui kegiatan pelatihan kerajinan tangan pembuatan toples dari bahan koran.
Metode pelatihan yang digunakan dalam kegitan ini adalah dengan menggunakan metode
penyuluhan interaktif dan demonstrasi pelatihan pembuatan toples dari koran agar dapat
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat di desa boja sendiri. Sedangkan
Sasaran kegiatan ini adalah Ibu PKK Desa Boja. Hasil dan pembahasan kegiatan ini dapat
disimpulan sebagai berikut : upaya dalam peningkatan ekonomi masyarakat melaui usaha
kerajinan tangan dengan membuat toples dari Koran dapat menambah pendapatan ekonomi.
Selain itu juga masyarakat menjadi berkembang dalam segi kreatif dan terampil dalam
mendesain dan menciptakan produk local dengan mengedepankan bahan alami yang ramah
lingkungan dan bahan yang tidak terpakai. Selain itu Factor penghambat melalui kegiatan
pelatihan pelatihan kerajinan tangan pembuatan toples dari bahan Koran, yaitu antara lain : 1)
terkendala masalah keterbatasan waktu, 2) susah ditemukannya koran bekas di Desa Boja, 3)
ruangan yang digunakan untuk pelatihan tidak terlalu luas / terbatas.
Kata Kunci: Koran, Kerajinan Tangan, Toples
A. PENDAHULUAN
Tersono adalah kecamatan yang
berada di dalam daerah Kabupaten
Batang, Jawa Tengah, Indonesia.
Terdiri atas 20 desa, kecamatan ini
terletak di sebelah timur kabupaten
Batang dan berbatasan langsung
dengan kabupaten Kendal di
sebelah timur. Wilayah kecamatan
ini secara umum dapat dibagi
dalam dua bagian yaitu sebelah
utara yang berada di dataran
rendahnya, serta sebelah selatan
yang merupakan perbukitan,
terusan dari pegunungan Dieng di
selatan. Sama seperti kecamatan
Limpung, Tersono juga merupakan
daerah penghasil Emping.
Sedangkan Desa Boja sendiri
merupakan salah satu desa yang
terletak di Kecamatan Tersono
yang terdiri atas empat padukuhan,
satu padukuhan yaitu Dukuh Boja
terletak di daerah bawah perbukitan
atau berada di lembah dan tiga
padukuhan Dukuh Mranggen,
Dukuh Ngampel, dan Dukuh
Dambyak terletak di atas
perbukitan, 4 padukuhan ini
terpisah oleh lahan kebun yang
sangat luas. Dengan kondisi
geografis yang seperti itu
menjadikan wilayah Desa Boja
melimpah dengan air sehingga
perkampungan Desa Boja
didominasi dengan lahan
persawahan dan pekarangan di
sekitar rumah sehingga
masyarakatnya banyak bekerja
sebagai petani dan buruh harian
lepas. Sedangkan lahan pekarangan
dimanfaatkan untuk membangun
kandang ayam oleh warga setempat
bahkan warga luar Desa Boja.
Bisnis peternakan ini banyak
dilakukan oleh masyarakat desa,
para peternak memelihara ayam
pedaging dan ayam petelur,
sehingga tidak heran ketika menuju
Dukuh Mranggen dan Dukuh
Ngampel akan tercium bau tidak
sedap dari peternakan-peternakan
tersebut. Selain ternak unggas,
masyarakat Desa Boja juga
melakukan ternak ikan lele,
sehingga lele juga menjadi salah
satu komoditas hasil ekonomi dan
hasil bumi Desa Boja. Desa Boja
juga terkenal dengan hasil bumi
berupa biji melinjo dan jagungnya,
maka dari itu banyak makanan
khas Boja yang terbuat dari biji
melinjo, contohnya emping melinjo
atau produk olahan dari kulit
melinjo.
Desa Boja termasuk desa dengan
produktivitas tinggi, buktinya
masih banyak warga yang bekerja,
biasanya laki-laki bekerja sebagai
petani atau buruh harian lepas,
sedangkan perempuan hanya di
rumah melakukan kewajibannya
sebagai ibu rumah tangga, merawat
anak, mencuci baju, memasak, dll.
Hal ini yang menjadi latar belakang
mengapa mahasiswa KKN UNNES
2019 Tahap IIB mengembangkan
produk keterampilan di Desa Boja.
Mahasiswa KKN memilih koran
sebagai bahan dasar pembuatan
keterampilan, karena koran
termasuk salah satu sampah yang
dapat didaur ulang menjadi benda
yang layak jual. Hal ini bertujuan
memberikan hal baru untuk para
ibu rumah tangga agar memiliki
kesibukan yang dapat memberikan
income atau bahkan menjadi bisnis.
Menurut Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan penyusun KBBI,
kertas adalah bahan lembaran yang
di buat dari bubur rumput, jerami,
kayu, dan sebagainya. Kertas ialah
sebuah benda yang sangat tipis
yang terbuat dari serat-serta
alamiah biasanya batang pohon dan
lain-lain yang berevolusi seiring
pergantian sebuah peradaban dari
zaman. Maka dapat disimpulkan
bahwa sampah koran atau koran
tak terpakai termasuk jenis sampah
organik karena terbuat dari serat-
serat alami, bahkan jika membuat
keterampilan berbahan dasar koran
dapat mengurangi sampah dan
melakukan konservasi lingkungan.
Inovasi sangat diperlukan dalam
era milenial seperti sekarang ini,
dimana saja dapat ditemui benda
unik, entah melalui gawai, leafleat,
dll. Maka dari itu diperlukan
penemuan ide-ide baru untuk
mengembangkan produk menjadi
hal yang belum pernah ditemui.
Selain inovasi diperlukan juga
kreativitas untuk membuat ide
tersebut menjadi benda yang
berbeda dari sebelumnya, tentunya
yang belum diketahui oleh warga
sekitar. Selain dapat menambah
wawasan baru, kegiatan ini juga
dapat menambah keterampilan,
imajinasi, keberanian dalam
mengambil risiko, dan tentunya
menjadi sumber ekonomi bagi
warga Desa Boja.
Cara pembuatan keterampilan
tangan ini cukup membutuhkan
ketelitian dan ketekunan, mulai
dari memotong koran sesuai
ukuran, kemudian menggulung
koran, lalu membentuk gulungan
koran menjadi bentuk toples
sempurna dengan tutupnya, tanpa
lupa proses pengecatan. Bahan dan
alat yang digunakan dianataranya
koran, lem kayu, lem bakar,
gunting, cutter, dan pilok. Selain
membutuhkan ketelitian dan
ketekunan untuk hasil yang
sempurna proses finishing harus
dilakukan dengan kesabaran.
Kegiatan ini dilakukan tentunya
memiliki tujuan serta manfaat yang
baik untuk masyarakat sekiar,
tujuan dan manfaat dari kegiatan
ini adalah untuk memberikan
keterampilan tangan yang bernilai
jual tinggi. Pada kegiatan ini juga
kertas koran akan disulap menjadi
benda yang sangat spesial dengan
berbagai warna kesukaan. Setelah
adanya pelatihan ini diharapkan
terjadi peningkatan pengetahuan
dan keterampilan yang dimiliki
masyarakat Desa Boja, khususnya
ibu rumah tangga untuk
memnfaatkan waktu luang yang
dimilikinya untuk membuat suatu
barang yang memiliki nilai jual
sehingga mampu untuk
meningkatkan kondisi ekonomi
keluarga.
B. PELAKSANAAN DAN
METODE
Adapun metode pelaksanaan
program kerja sebagai berikut.
1. Lokasi
Rumah Ibu Niken pada acara
PKK RT 01 RW 01
2. Waktu
Hari Jumat, 25 Oktober 2019
pukul 14.00 WIB-Selesai
kegiatan pengabdian
masyarakat berupa sosialisasi
dan pelatihan pembuatan toples
koran keterampilan tangan
3. Latar Belakang Peserta
Sasaran kegiatan ini adalah Ibu
PKK, karena rata-rata
pesertanya adalah ibu rumah
tangga dan beberapa ibu yang
bekerja. Terdapat lebih dari 30
peserta dalam kegiatan ini.
4. Metode Pelaksanaan Kegiatan
Peningkatan pengetahuan dan
keterampilan masyarakat
dilakukan dengan
menggunakan metode
penyuluhan interaktif dan
demonstrasi pelatihan
pembuatan toples dari koran.
Adapun tahapan yang dilalui
dalam melaksanakan kegiatan
tersebut sebagai berikut.
1. Prakegiatan
Terdapat tiga kegiatan yang
dilakukan pada tahap ini,
yaitu 1) uji coba pembuatan
toples dari koran; 2)
penetapan target sasaran
yang akan diundang,
persiapan materi tertulis
mengenai berapa koran
yang akan digunakan untuk
membuat satu toples
sempurna serta alat yang
akan digunakan selama
kegiatan berlangsung; dan
3) konsultasi waktu dan
tempat pelaksanaan
sosialisasi dengan ketua
PKK.
2. Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan dibagi
dalam dua sesi, yaitu 1)
sosialisasi pengetahuan,
manfaat, serta nilai jual dan
2) demonstrasi pembuatan
toples dari koran. Adapun
sesi tambahan yang
merupakan bagian dari
serangkaian kegiatan
sosialisasi adalah konsultasi
atau pendampingan berupa
praktik membuat produk
yang dilakukan di RT 1 RW
1 Desa Boja bersama
mahasiswa KKN UNNES
yang bertujuan untuk
mematangkan produk
keterampilan yang telah
disosialisasikan
sebelumnya.
3. Evaluasi Pengetahuan dan
motivasi sasaran
Evaluasi dilakukan dengan
cara tanya jawab dan
wawancara oleh sebagian
peserta mengenai produk
yang dihasilkan dengan
inovasi dan kreasi oleh
mahasiswa KKN UNNES
2019. Selain itu mahasiswa
KKN UNNES juga
memberikan angket kepada
peserta pelatihan
pembuatan toples dari
koran untuk mengetahui
seberapa besar minat dan
antusiasme peserta dalam
mengikuti pelatiihan ini.
Untuk menambah motivasi
target sasaran, tim KKN
memiliki beberapa cara
untuk lebih meningkatkan
kualitas toples koran, yaitu
1) Melapisi toples koran
dengan lem, sehinnga toles
lebih kuat dan tahan
terhadap air, 2)
Memberikan warna-warna
yang elegan pada proses
finishing sehingga toples
akan terlihat lebih mewah,
3) Pada proses pengemasan
di bungkus menggunkan
plastik dan diberi pita, 4)
Membuat analisi Break
Event Point sehingga
produsen tidak akan rugi
ketika memasarkan toples
dari koran, 5) Mengenalkan
prodak toples ini kepada
orang-orang terdekat dan
mencoba memasarkannya
melalui media sosial.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Toples Koran
Kerajinan Tangan
Dalam proses pembuatan Toples
Koran terdapat dua kegiatan yaitu
proses koordinasi dan kegiatan
pelatihan, Adapun langkah-langkah
dari masing-masing kegiatan
pembuatan Toples Koran Kerajinan
Tangan adalah sebagai berikut :
1) Koordinasi
Langkah pertama yang
dilakukan untuk mengadakan
pelatihan kerajinan tangan
berbahan dasar koran bekas
adalah mengusulkan program
kerja kerajinan tangan kepada
perangkat desa yang
bersangkutan demi kelancaran
kegiatan tersebut.
Koordinasi langkah kedua
yang kami lakukan adalah
dengan melakukan koordinasi
dengan ketua PKK desa Boja
yaitu ibu Dian dimana ternyata
PKK di desa boja ada dua
tingkatan yakni PKK Desa dan
PKK RT. PKK Desa dihadiri
oleh perwakilan dari masing-
masing dukuh, sedangkan
PKK RT diikuti oleh warga RT
yang bersangkutan. Setelah
berkoordinasi disepakati
pelatihan Toples Koran
Kerajinan Tangan dari bahan
dasar koran di lakukan di PKK
RT 01 RW 1
2) Pelatihan
Pelatihan Toples Kpran
kerajinan tangan dilakukan di
hari jumat, 25 Oktober 2019
pukul 14.00 WIB dimana
biasanya PKK RT dilakukan
satu bulan sekali secara
bergiliran di rumah-rumah
anggota PKK RT. Hari itu
kegiatan PKK di lakukan di
rumah Ibu Niken, PKK RT
beranggota sekitar 30 orang
lebih yang tidak hanya di ikuti
ibu rumah tangga namun
banyak ibu-ibu pekerja yang
menyempatkan waktunya
untuk aktif pada kegiatan PKK
RT. Kegiatan dimulai dengan
pembukaan dan menyanyikan
lagu mars PKK dilajutkan
dengan pemberian materi
kesehatan tentang pencegahan
stunting oleh bu bidan
selanjutnya materi tentang
pembuatan toples koran yang
di awali dengan memberikan
penjelasan tentang
pengetahuan dari toples koran,
manfaat, serta nilai jual dari
toples koran.
Pada kegiatan ini di bagi
menjadi 5 kelompok dimana
Mahasiswa KKN berperan
sebagai trainer/ pembimbing
saat pembuatan toples koran
kerajinan tangan. Sebelum
memasuki praktik pembuatan
toples koran di siapkan terlebih
dahulu alat dan bahan untuk
pembuatan toples sesuai
dengan kebutuhan masing-
masing kelompok. Kemudian
pembimbing dari masing-
masing kelompok
memeberikan arahan dan
praktik setelah di contohkan
ibu–ibu mulai belajar
mempraktikan pembuatan
toples koran dengan panduan
pembimbing masing-masing
kelompok. Disini ibu – ibu pkk
membuat tempat toples dan
penutup toples dengan
menyatukan gulungan kertas
yang direkatkan dengan lem.
Alat dan Bahan
Alat
- tembakan lem
- Gunting
- Cutter
- lidi
- tempat lem
Bahan
- Lem tembak
- Koran bekas
- Lem fox
- Pilok dan vernis warna emas
Selanjutnya adalah memasuki
kegiatan inti yaitu pelatihan toples
koran kerajinan tangan, adapun
langkah- langkah pembuatan
kerajinan tangan adalah :
1) Sebelumnya gunting terlebih
dahulu koran yang besar dari
dua bagian menjadi satu
kemudian Lipat Koran menjadi
beberapa bagian dengan
disesuaikan ukurannya
2) Setelah koran dilipat, koran
digunting dengan rapi.
3) Lalu koran yang telah
digunting tersebut dilinting
menjadi lintingan agak rapat
menggunakan tangan atau jika
susah dapat menggunakan lidi
terlebih dahulu untuk
memudahkan proses
pelintingan. Lintingan tidak
terlalu kecil atau besar cukup
sedang dengan tujuan agar
mempermudah saat pembuatan
pola penggulungan.
Gambar 1. Proses pelintingan koran
4) Koran di gulung di bagi ada
yang menjadi gulungan besar
itu pada bagian dasar dan tutup
toples sedangkan gulungan
kecil pada bagian samping
toples. Pembuatan gulungan
kertas membutuhkan gulungan
kertas ukuran 1 =6 gulungan
kertas ukuran 1,5 = 8 gulungan
kertas ukuran 8 =0,5 dan
gulungan kertas ukuran 12 = 1
gulungan untuk bagian alas,
dan gulungan ukuran 16 untuk
bagian tutup.
Gambar 2. Proses penggulungan koran
5) Setelah lintingan koran jadi,
maka langkah selanjutnya
adalah mengoleskan lem fox
pada seluruh lintingan koran
secara merata. Fungsi dari
mengoleskan lem fox adalah
agar produk yang kita buat
menjadi kuat, juga agar
menutupi celah antar lintingan
yang kurang rapat.
6) Koran atau produk yang telah
dioleskan lem fox harus
dijemur hingga mengering
dibawah sinar matahari. Lama
pengeringan sekitar 10 – 15
menit tergantung dari besar
produk koran itu sendiri.
7) Setelah setengah jadi mulai di
bentuk gulungan besar untuk
di buat dasar toples dan tutup
toples dengan menggunakan
lem tembak yang di lelehkan.
Disini setiap gulungan kertas
harus menempel dengan tepat
agar tidak lepas satu sama lain.
Selain itu butuh ketelitian
dalam proses penempelan biar
pola toples dapat terbentuk
sempurna.
8) Proses pengecatan tidak
menggunakan kuas tapi
menggunakan sistem sempot.
Karena bila di kuas justru
akan membuat kerta koran
menjadi basah dan lembab dan
tidak membuat warna menjadi
rata. Dengan menggunakan
sistem semprot ini
dimaksudkan agar cat yang
dihasilkan lebih mengkilat dan
lebih merata. Awal mula di
semprot menggunakan pilok
terlebih dahulu dibawah sinar
matahari kurang lebih sekitar
10 menit tunggu beberapa saat
baru di tambah semprot vernis.
Tujuan pemilihan warna emas
juga agar toples terlihat mewah
meskipun hanya berbahan
dasar koran. Namun jika tidak
ada warna emas bisa di ganti
warna lain sesuai keinginan.
9) Setelah proses pengecatan,
produk koran kembali dijemur
dibawah sinar matahari hingga
mengering secara merata.
Lama pengeringan sekitar 1 - 2
jam tergantung dari besar
produk yang dihasilkan.
Gambar 3. Proses finishing pewarnaan
Produk Koran yang di Hasilkan
Adapun hasil dari kegiatan
pelatihan kerajinan tangan koran
yang telah dibuat oleh para ibu
rumah tangga yaitu : toples permen
Perhitungan Harga per-Unit
Untuk menambah semangat dari
ibu-ibu PKK mahasiswa KKN
UNNES membantu untuk
melakukan perhitungan yang bisa
digunakan sebagai patokan untuk
dijadikan sebagai modal awal
memulai usaha toples koran
kerajinan tangan:
Harga Jual = Modal (Biaya
Produksi) + Laba
Modal (Biaya Produksi untuk 10 Toples Koran):
Alat dan Bahan Kuantitas Harga Total Harga
Gunting 2 buah 5.000 10.000
Tembakan Lem 1 buah 25.000 25.000
Cutter 2 buah 3.000 6.000
Lem tembak 5 buah 2.000 10.000
Koran Bekas 5 kg 10.000 50.000
Lem Fox 1 bungkus 13.000 13.000
Pilok 4 kaleng 25.000 100.000
Vernis 2 kaleng 25.000 50.000
Plastik kemasan 1 bungkus 10.000 10.000
Total Modal 274.000
Laba: 20% Modal
20% x 274.000 = 54.800
Harga Jual = Modal (Biaya Produksi) + Laba
= 274.000 + 54.800
= 328.800
Harga Jual per-Unit = 328.0000/10
= 32.800
Untuk modal awal pasti
memerlukan dana yang lebih
banyak karena digunakan untuk
membeli peralatan atau mesin yang
bisa digunakan dalam waktu yang
lama. Untuk harga jual toples koran
per-unit adalah 32.800 atau bisa
dibulatkan menjadi 33.000.
Komitmen Peserta Pelatihan
Peserta pelatihan yang terdiri dari
ibu rumah tangga Desa Boja RT 01
dan RW 1 sangat antusias dan
sangat bersemangat dalam
mengikuti pelatihan dari awal
hingga akhir. Begitu pula pada saat
penugasan dimana para ibu rumah
tangga dituntut untuk membuat
kerajinan tangan koran sendiri, para
ibu rumah tangga sangat
bersemangat dan tidak segan untuk
bertanya seputar kerajinan tangan
dari koran. Bahkan ada ibu–ibu
yang langsung membawa produk
toples karyanya untuk di tiru dan di
gunakan di rumah. Toples yang di
gunakan bisa di gunakan untuk
sebagai wadah makanan ringan
atau permen saat menghidangkan
pada tamu di rumah. Respon dan
antusias peserta pelatihan dapat
kita lihat dari data sebagai berikut:
Tingkat Kepuasan:
Responden puas x 100%
Total Responden
18 x 100% = 67%
27
Melalui perhitungan tersebut dapat
dilihat ada sekitar 67% atau 18 ibu-
ibu yang mengikuti pelatihan
merasa puas dan ingin mencobanya
di rumah sebagai peluang usaha.
Faktor Penghambat
Faktor penghambat dalam kegiatan
pelatihan toples koran kerajinan
tangan ini antara lain: 1) terkendala
masalah keterbatasan waktu.
Jumlah tatap muka sebanyak satu
kali dirasakan kurang efektif dalam
kegiatan pelatihan ini. Dapat
dikatakan antusiasme para ibu
rumah tangga merasa waktu
pelatihan masih terlalu singkat
karena harus berakhir di saat para
ibu rumah tangga telah memahami
materi kerajinan tangan. Walaupun
sebagaian besar para ibu rumah
tangga sudah dapat membuat
produk kerajinan tangan yang
sudah cukup baik dan bagus, 2)
susah ditemukannya koran bekas di
Desa Boja sehingga ibu-ibu bisa
mengganti bahan dasar utamanya
menggunakan kertas yang tidak
terpakai, 3) ruangan yang
digunakan tidak terlalu luas
sehingga sedikit berdesak-desakan
dan jarak antar kelompok sangat
minim sehingga sulit untuk
mengontrol progres perkembangan
dari masing-masing kelompok.
D. PENUTUP
Simpulan
Desa Boja merupakan salah satu
desa yang ada di kecamatan
tersono yang memiliki
produktivitas tinggi, buktinya
masih banyak warga yang bekerja,
biasanya laki-laki bekerja sebagai
petani atau buruh harian lepas,
sedangkan perempuan hanya di
rumah melakukan kewajibannya
sebagai ibu rumah tangga, merawat
anak, mencuci baju, memasak, dll.
Hal ini yang menjadi latar belakang
mengapa mahasiswa KKN UNNES
2019 Tahap IIB mengembangkan
produk keterampilan di Desa Boja.
Mahasiswa KKN memilih koran
sebagai bahan dasar pembuatan
keterampilan, karena koran
termasuk salah satu sampah yang
dapat didaur ulang menjadi benda
yang layak jual. Hal ini bertujuan
memberikan hal baru untuk para
ibu rumah tangga agar memiliki
kesibukan yang dapat memberikan
income atau bahkan menjadi bisnis.
Kegiatan pelatihan diberikan oleh
mahasiswa KKN melalui forum
PKK RT 01 RW 01 yang dilakukan
rutin setiap bulan, pelatihan yang
diajarkan adalah pembuatan toples
yang berbahan dasar kertas koran
bekas, alat dan bahan yang
digunakan dalam kegiatan
pelatihan cukup mudah didapatkan
sehingga memungkinkan untuk
dilakukan oleh ibu-ibu dirumah
ketika miliki waktu luang yang
lebih. Langkah-langkah dalam
pembuatan toples dari koran bekas
ini ada 9 langkah, yang dimulai
dengan mempersiapkan alat dan
bahan sampai dengan finishing
pewarnaan. Toples dari koran
bekas bisa dijual seharga 32.800
harga yang tidak terlalu mahal
untuk sebuah kerajinan tangan
yang membutuhkan ketekunan dan
kesabaran yang tinggi.
Saran
1) Kegiatan PKK RT 01 RW 01
harus aktif kembali, karena
diketahui sebelum adanya
mahasiswa KKN PKK RT 01 RW
01 mengalami vacum selama kuran
lebih 3 bulan, 2) kegiatan PKK
harusnya dilakukan di aula
balaidesa karena tempatnya lebih
luas dan jika digunakan untuk
pelatihan-pelatihan akan lebih
nyaman, selain itu juga tidak akan
merepotkan atau mengotori rumah
dari warga, 3) kegiatan pelatihan-
pelatihan harus lebih sering
dilakukan untuk menumbuhkan
kreatifitas ibu-ibu PKK, 4) waktu
pelaksanaan PKK bisa di tamabah
atau bisa dilakukan di hari minggu
saat ibu-ibu memiliki banyak
waktu luang, 4) untuk mahasiswa
KKN walaupun sudah penarikan
tetap memantau perkembangan
pembuatan toples koran.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih disampaikan
kepada 1) UNNES selaku pihak
kampus yang telah mengadakan
kegiatan pengabdian KKN selama
45 hari, 2) Desa Boja selaku mitra
desa yang telah menerima dan
membimbing mahasiswa KKN
selama melakukan pengabdian, 3)
PKK RT 01 RW 01 yang telah
mendukung kegiatan pelatihan
pembuatan toples koran kerajinan
tangan,
DAFTAR PUSTAKA
Humaira, M.A. “Kerajinan Tangan
Berbahan Dasar Koran Sebagai
Alat Peningkat Ekonomi.” Jurnal
Qardhul Hasan Volume 5 Nomor
1, April 2019. Media Pengabdian
Kepada Masyarakat.
Astuti, Sri. 2012. Pemanfaatan Limbah
Kertas koran Sebagai Utama
Pembuatan Tas dan Sandal di
Dluwang Art Sindu Adi Sleman
Yogyakarta. Skripsi. Tidak
Diterbitkan. Fakultas Bahasa dan
Seni. Universitas Negeri
Yogyakarta: Yogyakarta.
Ervianti, Eri Yusnita, dkk. “Teknologi
Daur Ulang Kertas Koran
Menjadi Kerajinan Tangan
Bernilai Jual Tinggi dan Analisa
Kelayakannya.” Jurnal Buana
Sains Vol 16 No.2: 129-136,
2016.
batangkab.go.id, “Statistik Kabupaten
Batang”
<https://batangkab.go.id/?p=18&i
d=98> [diakses pada 5 November
2019]
batangkab.go.id, “Wilayah Kecamatan
Tersono”
<https://batangkab.go.id/?p=2&id
=9> [diakses 5 November 2019]
pojokbisnis.com, “Strategi Penentuan
Harga”
<https://www.pojokbisnis.com/pe
masaran/strategi-penetapan-
harga-cara-menentukan-harga-
jual-bag-2> [diakses 8 November
2019]