PELATIHAN PEMBUATAN TEPUNG PISANG GOROHO (Musa …
Transcript of PELATIHAN PEMBUATAN TEPUNG PISANG GOROHO (Musa …
ISSN:2598-0815
eISSN:2598-6085
P a g e 1 | 70
EDUPRENERUR || Vol. I, No.3 Agustus 2018
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Bidang Kewirausahaan
PELATIHAN PEMBUATAN TEPUNG PISANG GOROHO (Musa acuminata, SP)
DAN CARA PEMBUATAN KUE BISCUIT DARI TEPUNG PISANG GOROHO
Anatje Lihiang1), Meity Sasinggala2)
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Manado
ABSTRAK
Pisang goroho (Musa acuminate, SP) adalah salah satu tanaman endemic yang ada di Sulawesi
Utara khususnya di Minahasa. Umumnya pisang goroho dikonsumsi dengan cara digoreng atau
direbus. Sekarang ini pisang goroho dapat diolah menjadi tepung dan dibuat berbagai macam kue
basah maupun kue kering misalnya cake, bronis, biscuit dan lain-lain. Menurut Sondakh (1990)
tepung pisang goroho mengandung nilai gizi pati 80.89%, Protein 2.89%, lemak 0.67% dan serat
kasar 2%. Dari data tersebut terbukti potensi pengolahan pisang goroho menjadi tepung memberi
peluang pengembangan yang lebih bervariasi yang secara tidak langsung ikut membantu percepatan
pencapaian program ketahanan pangan Nasional. Target luaran yang diharapkan dari kegiatan
PKM ini adalah semua mitra PKK dapat menjadi pengusaha kue biscuit berbahan pokok tepung
pisang goroho dengan menggunakan kotak kemasan yang sudah disepakati bersama serta semua
mitra PKK dapat mengolah keuangan/managemen dan pembuatan cash flow usaha.
Kata kunci: Tepung pisang goroho (Musa acuminate, SP), PKK, biscuit
1. PENDAHULUAN
A. Analisis Situasi
Sulawesi Utara sebagai pintu
gerbang Indonesia Bagian Timur memiliki
beraneka ragam tanaman endemic, salah
satu tanaman yang tidak ditemui di daerah
lain adalah tanaman pisang goroho (Musa
acuminate, sp). Pisang goroho merupakan
jenis pisang spesifik local di daerah
Sulawesi Utara khususnya di daerah
Minahasa. Tingkat konsumsi pisang goroho
di daerah Sulawesi Utara saat ini meningkat
cukup tinggi karena informasi dari mulut
kemulut tentang manfaat pisang ini,
umumnya pisang goroho dikonsumsi dengan
cara digoreng dan direbus.
Di Manado, jenis olahan ini sekarang
mulai disajikan dalam menu di hotel-hotel
berbintang, selain itu juga menjadi menu
faforit di beberapa bisnis makanan mulai
dari pedagang gerobak sampai pada restoran
di lokasi perbelanjaan. Dahulu, sebelum
pisang goroho diperdagangkan secara
komersil, pisang goroho hanya dapat
ditemukan pada waktu-waktu tertentu saja,
seperti pada saat masyarakat melakukan
seremonial panen padi serta acara-acara lain
yang sifatnya selamatan, arisan dan
syukuran.
Pengolahan pisang goroho menjadi
tepung memberi peluang pengembangan
yang lebih bervariasi, yang secara tidak
langsung ikut membantu percepatan
pencapaian program ketahanan pangan
Nasional. Ketahanan pangan yang dilakukan
untuk memaksimalkan produksi dan
konsumsi bahan pangan local sumber
karbohidrat non beras dan non terigu yang
menjadi prioritas pemerintah terutama
dalam bidang diversifikasi. Usaha
diversifikasi konsumsi pangan saat ini tidak
sekedar untuk menyediakan pangan yang
beragam dan bergizi, tetapi sudah mulai
berkembang sampai pada pertimbangan
manfaat bagi kesehatan.
Berdasarkan penelitian yang pernah
dilakukan oleh Sondakh (1990), tepung
pisang goroho mengandung nilai gizi Pati
80,89%, Protein 2,89%, lemak 0,6%, total
gula 1,83%, air 11,99%, dan serat kasar ±
ISSN:2598-0815
eISSN:2598-6085
P a g e 2 | 70
EDUPRENERUR || Vol. I, No.3 Agustus 2018
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Bidang Kewirausahaan
2%. Dari data tersebut terbukti bahwa
potensi pengembangan pisang goroho
sebagai makanan alternative bersumber
karbohidrat sangat besar peluangnya karena
kandungan pati cukup tinggi yaitu 80,89%,
dan gula 1,83% sehingga aman dikonsumsi
oleh orang yang menderita penyakit gula
(Diabetes militus). Sayangnya, masyarakat
di Sulawesi Utara belum mengetahui cara
pembuatan tepung dari bahan pisang goroho.
Sementara tepung pisang goroho dapat
digunakan untuk berbagai macam produk
olahan, seperti kue basa dan kue kering
misalnya cake, biscuit, bronis.
Mitra dalam PKM ini adalah
pengusaha kecil pembuatan dan penjual kue
basa dan kue kering yang terdaftar sebagai
anggota pada kelompok PKK lingkungan 2
dan lingkungan 3 Desa Rasi. Pembuatan dan
penjualan kue berkembang sejak tahun 1998
menjadi sebuah usaha yang banyak diikuti
oleh kaum perempuan di Desa Rasi
Kabupaten Minahasa Tenggara. Usaha
penjualan kue dapat memberikan kontribusi
pendapatan bagi rumahtangga pelakunya
dan pemanfaatan waktu luang perempuan
untuk melakukan usaha ini. Dengan
demikian perempuan memiliki pendapatan
yang dapat membantu ekonomi
rumahtangga/keluarga.
Berdasarkan informasi dari Dinas
Koperasi dan UKM jumlah perempuan
pedagang dan pengusaha kue di lokasi ini
berkisar 6 kios/usaha yang digeluti oleh
perempuan pedesaan (Dinas Koperasi dan
Pengusaha Kecil Menengah, Kabupaten
Minahasa Tenggara, 2013). Kondisi tersebut
memperlihatkan bahwa usaha sektor
informal ini mampu mengangkat citra
makanan yang berasal dari tepung pisang
goroh atau tanaman lokal dan mampu
membuka peluang usaha khususnya bagi
perempuan pedesaan. Pengembangan usaha
ini dapat meningkatkan potensi
perekonomian pedesaan dan memberikan
kontribusi bagi peningkatan pendapatan
rumahtangga perempuan dan peningkatan
pendapatan daerah.
Faktor lain yang menunjang
berkembangnya usaha ini yaitu letak/posisi
Desa Rasi Kecamatan Ratahan, merupakan
wilayah perlintasan antar kabupaten di
Propinsi Sulawesi Utara, maupun antar
propinsi. Tepung pisang goroho dan kue
biskuit yang berbahan dasar pisang goroho
ini menjadi salah satu jenis oleh-oleh/buah
tangan bagi masyarakat yang melintasi
wilayah tersebut. Oleh karena itu, perlu
mendapat perhatian karena dapat menjadi
ciri khas atau ikon bagi Kabupaten Minahasa
Tenggara khususnya dan mampu
mengangkat citra makanan lokal/tradisional
di Sulawesi Utara pada umumnya.
Usaha pembuatan tepung pisang
goroho dan penjualan kue biskuit
kebanyakan diusahakan oleh kaum
perempuan dikategorikan sebagai usaha
sektor informal karena memiliki ciri-ciri
antara lain :
1. Seluruh aktivitasnya bersandar pada
sumber daya lokal. Bahan-bahan
(tepung pisang goroho) dan sarana
(cetakan, tungku dan kayu bakar) dalam
pembuatan kue biskuit tersedia di sekitar
lokasi penjualan.
2. Ukuran (skala) usaha umumnya kecil dan
aktivitasnya merupakan usaha keluarga.
3. Menggunakan teknologi yang sederhana,
bahkan teknologinya masih tradisional
dan bersifat padat karya.
4. Modal yang digunakan untuk berusaha
dan perputaran usaha relatif kecil.
5. Tenaga kerja yang bekerja umumnya
adalah berasal dari anggota PKK.
6. Aktivitas mereka dalam sektor ini
belum/tidak menggunakan bantuan atau
fasilitas yang disediakan oleh pemerintah.
7. Sebagian besar produksi dan jasa mereka
dinikmati oleh masyarakat
berpenghasilan rendah serta sebagian
kecil masyarakat golongan menengah.
ISSN:2598-0815
eISSN:2598-6085
P a g e 3 | 70
EDUPRENERUR || Vol. I, No.3 Agustus 2018
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Bidang Kewirausahaan
Kebanyakan pengusaha kue biskuit
yang ada di lokasi ini dapat dikategorikan
sebagai usaha berskala ‘kecil’. Modal awal
membuka usaha kue biskuit rata-rata 1 juta
rupiah untuk bangunan kios dan sarananya.
Untuk usaha kecil penjualan kue biskuit
biasanya menghabiskan adonan rata-rata 1
kg tepung pisang goroho, dan gula merah 1
buah, hasil yang diperoleh yaitu 150 biji (15
kotak). Di dalam satu kotak berisi 10 biji.
Harga penjualan per kotak yaitu 10.000
rupiah. Jadi, apabila semua kotak terjual
habis, maka pedagang akan memperoleh
harga omzet sebesar Rp. 150.000. Biaya
yang diperlukan dalam pembuatan kue
biskuit sebanyak 150 biji itu sebesar Rp.
75.000, sehingga keuntungan yang diperoleh
sekitar 50% (Hasil wawancara dengan calon
Mitra, 2015).
Upaya untuk meningkatkan omzet
pengusaha berskala kecil sulit dilakukan.
Hal itu terjadi oleh karena adanya kendala
utama yaitu: banyaknya jumlah pengusaha
kue biscuit berbahan dasar tepung terigu
yang ada di sekitar lokasi ini yaitu 6
usaha/kios yang bersaing menawarkan
produk yang sama. Rasa kue biskuit yang
dibuat pengusaha sama yaitu rasa original
pada semua kios. Tidak ada variasi rasa
yang berbeda.
Upaya lain yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan omzet penjualan suatu
produk yaitu dengan memperbaiki kualitas
dari bahan kue biskuit tersebut dengan
menggantikan tepung terigu diganti dengan
tepung pisang gorogo, yang bergizi dan kaya
akan zat yang mengandung antioksidan dan
juga memperbaiki kotak/dos kemasan suatu
produk. Kotak kemasan suatu produk bukan
hanya berfungsi untuk menjaga kebersihan
dan bentuk suatu produk, melainkan juga
dapat berfungsi sebagai ajang promosi bagi
produk tersebut. Oleh karena itu, kotak
kemasan suatu produk harus menarik,
berkualitas baik dan informatif.
Pengusaha kue biskuit baik yang
berskala kecil maupun besar di Desa Rasi
masih mengemas produk kue biskuit dalam
kotak yang banyak diperjual belikan di
pasaran. Kotak kemasan yang digunakan
kurang berkualitas (tipis) sehingga
memungkinkan terjadi kerusakan dalam
perjalanan. Selain itu tidak ada informasi
nama usaha, nama produk dan informasi
lainnya pada kotak kemasan. Padahal kotak
kemasan yang berkualitas dan informatif
dapat menjadi promosi untuk
memperkenalkan usaha dan dapat
meningkatkan omzet penjualan.
Permasalahan tersebut tampaknya
belum terpikirkan oleh pengusaha kue
biskuit yang ada di desa ini. Hal ini terjadi
karena kurangnya pengetahuan pengusaha
kue biskuit mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan pengolahan kue yang berbahan dasar
tepung pisang goroho, pada hal pisang
goroho di desa Rasid sangat banyak serta
kurangnya pengetahuan pengusaha kue
biskuit mengenai pengelolaan/manajemen
usaha yang baik dan benar, termasuk
pengelolaan keuangan. Melalui program
training/pelatihan bagi mitra usaha kue
biskuit, mereka akan menjadi pengusaha
yang memiliki skills yang lebih baik, mampu
menciptakan produk baru/modifikasi rasa,
bentuk, warna dan meningkatkan omzet
penjualan produk.
Dengan adanya mitra dalam jumlah
yang cukup banyak di lingkungan desa
Rasid, diharapkan mitra dapat
mengembangkan usahanya serta dapat
mengembangkan ketrampilan yang telah
mereka peroleh kepada lingkungannya,
sehingga lingkungan usaha di wilayah
tersebut nantinya menjadi berkembang.
Dengan adanya perkembangan usaha ini
diharapkan nantinya bisa menumbuh
kembangkan perekonomian di wilayah Desa
Rasid khususnya dan Kabupaten Minahasa
Tenggara pada umumnya.
Profil Kelompok PKK Desa Rasi
ISSN:2598-0815
eISSN:2598-6085
P a g e 4 | 70
EDUPRENERUR || Vol. I, No.3 Agustus 2018
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Bidang Kewirausahaan
Di Desa Rasid Ratahan terdapat
kelompok ibu-ibu PKK yang terdiri dari 11
kelompok PKK. Dua dari kelompok PKK
tersebut adalah mitra dalam program
kegiatan Hibah PKM yang berlokasi di Desa
Rasi. Pemilihan kedua kelompok PKK
berdasarkan usaha kue yang dikelolah
anggotanya yaitu pada umumnya berusaha
kue jajanan yang berbahan dasar dari tepung
terigu..
Kelompok PKK yang pertama
adalah kelompok PKK lingkungan 2 yang
beranggotakan sebanyak 20 orang, yang di
ketuai oleh ibu Henny. Kelompok kue mitra
yang kedua adalah kelompok PKK
lingkungan 3 dan beranggotakan 18 orang
yang diketuai oleh ibu Lee.
Tingkat pendidikan merupakan
factor yang berperan penting, karena
pendidikan mempengaruhi cara berfikir
seseorang. Pendidikan dalam hal ini berupa
pendidikan formal yang telah dijalani
seseorang. Semakin tinggi pendidikan
seseorang, maka semakin besar kemampuan
mereka dalam menerima inovasi baru
dibanding mereka yang berpendidikan
rendah. Tingkat pendidikan diduga ikut juga
berpengaruh terhadap tingkat partisipasi
seseorang dalam cara berfikir dan
pengambilan keputusan.
Tingkat pendidikan merupakan salah
satu indicator kesejahteraan, karena
pendidikan berfungsi untuk meningkatkan
taraf hidup dan kesejahteraan (Anonim,
1995). Pendidikan anggota kelompok PKK
kedua mitra tidak ada yang mencapai
sarjana, namun tidak ada pula yang tidak
bersekolah. Tingkat pendidikan paling
banyak pada tingkat SMA yaitu 11 orang
dan berikutnya pada tingkat SMP 9 orang
dan SD 8 orang.
B. Permasalahan Kelompok
Biskuit adalah sejenis makanan yang
terbuat dari tepung terigu dengan
penambahan bahan makanan lain, dengan
proses pemanasan dan pencetakan. Sebagian
besar biscuit yang ada di pasaran
menggunakan bahan baku tepung terigu.
Tepung terigu, tepung yang mempunyai
kandungan protein yang rendah
(Aninomous, 2012). Penggunaan tepung non
terigu untuk pembuatan biscuit saat ini
kurang di kembangkan. Pada hal tepung non
terigu misalnya tepung pisang goroho yang
banyak terdapat di daerah ini sangat baik
untuk dijadikan bahan dasar kue biscuit
karena tidak mengandung glutein.
Mitra dalam PKM ini adalah
pengusaha pembuat dan penjual kue biskuit.
Pembuatan dan penjualan kue biskuit
berkembang sejak tahun 1998 menjadi
sebuah usaha yang banyak diikuti oleh kaum
perempuan di Desa Rasi, Kabupaten
Minahasa Tenggara. Usaha penjualan kue
biskuit dapat memberikan kontribusi
pendapatan bagi rumahtangga pelakunya
dan pemanfaatan waktu luang perempuan
untuk melakukan usaha ini. Dengan
demikian perempuan memiliki pendapatan
yang dapat membantu ekonomi
rumahtangga/keluarga.
Di antara 12 kabupaten yang ada di
Propinsi Sulawesi Utara, usaha pembuatan
dan penjualan kue biscuit yang berbahan
dasar tepung pisang goroho hanya
ditemukan di Kabupaten Minahasa
Tenggara, khususnya di Desa Rasid.
Berdasarkan informasi dari Dinas Koperasi
dan UKM jumlah perempuan pedagang dan
pengusaha kue biskuit di lokasi ini berkisar
6 kios/usaha yang digeluti oleh perempuan
pedesaan (Dinas Koperasi dan Pengusaha
Kecil Menengah, Kabupaten Minahasa
Tenggara, 2016). Kondisi tersebut
memperlihatkan bahwa usaha sektor
informal ini mampu mengangkat citra
makanan tradisional/lokal dan mampu
membuka peluang usaha khususnya bagi
perempuan pedesaan. Pengembangan usaha
ini dapat meningkatkan potensi
perekonomian pedesaan dan memberikan
kontribusi bagi peningkatan pendapatan
ISSN:2598-0815
eISSN:2598-6085
P a g e 5 | 70
EDUPRENERUR || Vol. I, No.3 Agustus 2018
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Bidang Kewirausahaan
rumahtangga perempuan dan peningkatan
pendapatan daerah.
Faktor lain yang menunjang
berkembangnya usaha ini yaitu letak/posisi
Desa Rasi Kecamatan Ratahan, merupakan
wilayah perlintasan antar kabupaten di
Propinsi Sulawesi Utara, maupun antar
propinsi. Biskuit ini menjadi salah satu jenis
oleh-oleh/buah tangan bagi masyarakat yang
melintasi wilayah tersebut. Oleh karena itu,
kue biskuit terbuat dari tepung pisang
goroho ini perlu mendapat perhatian karena
dapat menjadi ciri khas atau ikon bagi
Kabupaten Minahasa Tenggara khususnya
dan mampu mengangkat citra makanan
lokal/tradisional di Sulawesi Utara pada
umumnya.
Usaha pembuatan dan penjualan kue
biskuit kebanyakan diusahakan oleh kaum
perempuan dikategorikan sebagai usaha
sektor informal karena memiliki ciri-ciri
antara lain :
1. Seluruh aktivitasnya bersandar pada
sumber daya lokal. Bahan-bahan
(tepung pisang goroho, dan gula
merah/aren) dan sarana (cetakan, tungku
dan kayu bakar) dalam pembuatan kue
biskuit tersedia di sekitar lokasi
penjualan.
2. Ukuran (skala) usaha umumnya kecil dan
aktivitasnya merupakan usaha keluarga.
3. Menggunakan teknologi yang sederhana,
bahkan teknologinya masih tradisional
dan bersifat padat karya.
4. Modal yang digunakan untuk berusaha
dan perputaran usaha relatif kecil.
5. Tenaga kerja yang bekerja umumnya
adalah berasal dari anggota keluarga.
6. Aktivitas mereka dalam sektor ini
belum/tidak menggunakan bantuan atau
fasilitas yang disediakan oleh pemerintah.
7. Sebagian besar produksi dan jasa mereka
dinikmati oleh masyarakat
berpenghasilan rendah serta sebagian
kecil masyarakat golongan menengah.
Kebanyakan pengusaha kue biskuit
yang ada di lokasi ini dapat dikategorikan
sebagai usaha berskala ‘kecil’. Modal awal
membuka usaha kue biskuit rata-rata 1 juta
rupiah untuk bangunan kios dan sarananya.
Untuk usaha kecil penjualan kue biskuit
biasanya menghabiskan adonan rata-rata 1
kg tepung pisang goroho, gula merah 1 buah,
0,03 g baking powder, 0,2 g kayu manis,
0,10 g vanili, 1 g garam, 50 g mentega hasil
yang diperoleh yaitu 150 biji (15 kotak). Di
dalam satu kotak berisi 10 biji. Harga
penjualan per kotak yaitu 10.000 rupiah.
Jadi, apabila semua kotak terjual habis,
maka pedagang akan memperoleh harga
omzet sebesar Rp. 150.000. Biaya yang
diperlukan dalam pembuatan kue biskuit
sebanyak 150 biji itu sebesar Rp. 75.000,
sehingga keuntungan yang diperoleh sekitar
50% (Hasil wawancara dengan calon Mitra,
2014).
Upaya untuk meningkatkan omzet
pengusaha berskala kecil sulit dilakukan.
Hal itu terjadi oleh karena adanya kendala
utama yaitu: banyaknya jumlah pengusaha
kue biskuit yang ada di sekitar lokasi ini
yaitu 6 usaha/kios yang bersaing
menawarkan produk yang sama. Rasa kue
biskuit yang dibuat pengusaha sama yaitu
rasa original pada semua kios. Tidak ada
variasi rasa yang berbeda yang
menyebabkan konsumen tidak tertarik
membeli produk dalam jumlah yang lebih
banyak.
Namun diantara pengusaha kue
biskuit ’kecil’ tersebut, ada 2-3 pengusaha
yang memiliki usaha berskala lebih ’besar’
dibandingkan dengan pengusaha lainnya.
Pengusaha yang lebih besar ini beromzet
penjualan yang lebih tinggi dalam satu hari,
meskipun produk yang ditawarkan masih
satu rasa biskuit (rasa original). Rata-rata
jumlah bahan baku yang diolah sebesar 10
liter tepung, sehingga jumlah kue biskuit
yang dihasilkan mencapai 750 biji (75
ISSN:2598-0815
eISSN:2598-6085
P a g e 6 | 70
EDUPRENERUR || Vol. I, No.3 Agustus 2018
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Bidang Kewirausahaan
kotak). Dengan demikian laba bersih yang
dapat diperoleh juga lebih besar.
Upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan omzet penjualan suatu produk
yaitu dengan memperbaiki kotak/dos
kemasan suatu produk. Kotak kemasan
suatu produk bukan hanya berfungsi untuk
menjaga kebersihan dan bentuk suatu
produk, melainkan juga dapat berfungsi
sebagai ajang promosi bagi produk tersebut.
Oleh karena itu, kotak kemasan suatu produk
harus menarik, berkualitas baik dan
informatif.
Pengusaha kue biskuit baik yang
berskala kecil maupun besar di Desa Rasid
masih mengemas produk kue biskuit dalam
kotak yang banyak diperjual belikan di
pasaran. Kotak kemasan yang digunakan
kurang berkualitas (tipis) sehingga
memungkinkan terjadi kerusakan dalam
perjalanan. Selain itu tidak ada informasi
nama usaha, nama produk dan informasi
lainnya pada kotak kemasan. Padahal kotak
kemasan yang berkualitas dan informatif
dapat menjadi promosi untuk
memperkenalkan usaha dan dapat
meningkatkan omzet penjualan.
Permasalahan tersebut tampaknya
belum terpikirkan oleh pengusaha kue
biskuit yang ada di desa ini. Hal ini terjadi
karena kurangnya pengetahuan pengusaha
kue biskuit mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan pengelolaan/manajemen usaha yang
baik dan benar, termasuk pengelolaan
keuangan. Melalui program
training/pelatihan bagi mitra usaha kue
biskuit, mereka akan menjadi pengusaha
yang memiliki skills yang lebih baik, mampu
menciptakan produk baru/modifikasi rasa,
bentuk, warna dan meningkatkan omzet
penjualan produk.
Dengan adanya mitra dalam jumlah
yang cukup banyak di lingkungan desa
Rasid, diharapkan mitra dapat
mengembangkan usahanya serta dapat
mengembangkan ketrampilan yang telah
mereka peroleh kepada lingkungannya,
sehingga lingkungan usaha di wilayah
tersebut nantinya menjadi berkembang.
Dengan adanya perkembangan usaha ini
diharapkan nantinya bisa menumbuh
kembangkan perekonomian di wilayah Desa
Rasid khususnya dan Kabupaten Minahasa
Tenggara pada umumnya.
Dari analisis situasi mitra tersebut di
atas maka dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1. Produk yang dibuat dan ditawarkan
semua pengusaha kue biskuit di desa
Rasid hanya satu macam rasa saja yaitu
rasa original biskuit, tidak ada variasi
rasa, bentuk dan warna yang mampu
menarik konsumen untuk membeli lebih
banyak produk. Sehingga upaya untuk
meningkatkan omzet mengalami
hambatan.
2. Pengusaha kue biskuit menggunakan
kotak kemasan produk yang tidak
memiliki informasi (nama usaha,
pemilik atau lokasi) sama sekali dari
kotak kemasan tersebut. Jadi
pengemasan produk terkesan masih asal-
asalan atau seadanya yaitu dengan
menggunakan kotak kemasan yang
banyak dijual di pasaran. Konsumen
tidak dapat mengetahui nama, lokasi
atau bahkan telepon yang bisa dihubungi
untuk melakukan pemesanan produk.
3. Pengusaha kue biskuit yang berada di
desa Rasid sebagian besar menggunakan
tepung terigu, belum menggunakan
tepung yang berasal dari pisang goroho
dan memiliki tingkat pendidikan relatif
rendah. Mitra pada umumnya adalah ibu
rumah tangga yang belum memiliki
pengetahuan tentang cara pembuatan
tepung yang berasal dari tanaman pisang
goroho dan cara pengelolaan usaha yang
ISSN:2598-0815
eISSN:2598-6085
P a g e 7 | 70
EDUPRENERUR || Vol. I, No.3 Agustus 2018
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Bidang Kewirausahaan
mandiri dan cara pengelolan keuangan
(cash flow) dengan baik.
Menyikapi permasalahan tersebut di
atas, maka diperlukan suatu tindakan nyata
pemberdayaaan kelompok pengusaha kue
biskuit dalam pengelolaan usaha yang lebih
baik dengan orientasi pasar lebih luas, agar
pengusaha termotivasi dan bertindak
mandiri maupun secara berkelompok.
Tindakan nyata yang dapat dilakukan adalah
meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan kelompok pengusaha kue
biscuit cara membuat tepung yang berasal
dari pisang gorohyo melalui pengelolaan
usaha, menciptakan variasi produk dan
penanganan kotak kemasan produk. Upaya
tersebut diharapkan akan meningkatkan
omzet penjualan dan meningkatkan
keuntungan bersih yang pada gilirannya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
Desa Rasid dan sekitarnya.
C. Solusi Yang Ditawarkan
Tantangan bagi dunia usaha agar
kondusif bagi upaya-upaya pemberdayaan
dan pengembangan Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) mencakup aspek yang
luas, antara lain: 1) peningkatan kualitas
sumber daya manusia dalam hal kemampuan
manajemen, organisasi dan teknologi; 2)
kompetensi kewirausahaan; 3) akses yang
lebih meluas terhadap permodalan,
informasi teknologi dan pasar, serta faktor
masukan produksi lainnya; 4) iklim usaha
yang sehat yang mendukung tumbuhnya
inovasi dan kewirausahaan, praktek bisnis
berstrand internasional serta persaingan
yang sehat.
Untuk memberdayakan usaha kue
biskuit yang ada di Desa Rasid perlu
pemberlakuan skala prioritas aspek utama
yang akan dilakukan dalam program
pengabdian (PKM) ini. Berdasarkan analisis
situasi dan permasalahan dalam usaha
pengelolaan kue biskuit tersebut, maka
program yang disepakati bersama mitra, ada
3 (tiga) aspek utama yaitu (1) Cara membuat
tepung dengan bahan pisang goroh (2)
modifikasi produk dan pembuatan/design
kulit kotak kemasan dan (3) manajemen
pengelolaan usaha dan keuangan. tiga aspek
yang akan dilaksanakan ini dilakukan secara
berkelompok dan waktu realisasi program
sesuai jadwal yang direncanakan. Program
kegiatan yang akan dilaksanakan berupa
pelatihan/materi teoritis dan praktek di salah
satu tempat usaha kue biskuit di Desa Rasid
yang sudah disepakati untuk pelaksanaan
seluruh kegiatan.
Metode yang digunakan dalam
pelatihan adalah metode pelatihan
partisipatif, yaitu melibatkan sebanyak
mungkin peran serta mitra dalam kegiatan
ceramah, diskusi, dan praktek rancangan dan
cipta karya. Program yang sudah disepakati
dengan mitra pengusaha kue biskuit di Desa
Rasid Kecamatan Minahasa Tenggara
dilakukan dengan metode sebagai berikut:
1. Training/pelatihan cara membuat tepung
pisang goroho dan
modifikasi/diversifikasi rasa produk.
2. Perancangan (Design) tampilan kulit dan
pembuatan kotak kemasan produk.
3. Training/pelatihan Pengelolaan Usaha.
4. Training/pelatihan manajemen keuangan
bagi peserta.
Pelaksanaan kegiatan dan evaluasi
adalah sebagai berikut:
1. Pelaksanaan Kegiatan:
a). Persiapan: kegiatan yang
dilakukan mencakup.
1. Koordinasi dengan stakeholder
terkait, seperti: instansi atau
pemerintah Desa Rasid.
2. Menentukan satu orang sebagai
koordinator lapangan untuk
memudahkan komunikasi selama
kegiatan berlangsung.
3. Mensosialisasikan mitra yang akan
mengikuti kegiatan yaitu berdasakan
besarnya skala usaha, 1- 2 orang dari
ISSN:2598-0815
eISSN:2598-6085
P a g e 8 | 70
EDUPRENERUR || Vol. I, No.3 Agustus 2018
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Bidang Kewirausahaan
pengusaha kue biskuit skala ’besar’
dan 5-8 orang dari pengusaha kue
biskuit skala ’kecil’.
4. Persiapan dan penyusunan
bahan/modul/materi pelatihan.
b). Pemberian pelatihan:
1. Pendampingan/pelatihan teknik
pembuatan tepung pisang goroho dan
produk kue biskuit dengan
modifikasi rasa (selain rasa original),
yang dikerjakan bersama oleh mitra
dan tim pelaksana . Tim pelaksana
PKM bertindak sebagai pengarah
dalam menciptakan rasa baru yang
dibuat bersama dengan mitra.
Selanjutnya, produk dengan rasa
baru ini diputuskan bersama untuk
dijadikan produk baru untuk
dipasarkan dalam usaha kue biskuit
ini. Pelatihan teknik pembuatan
produk kue biskuit rasa ‘baru’ ini
dilakukan beberapa kali sampai
diperoleh 2-3 rasa baru yang
disepakati oleh mitra dan tim
pelaksana kegiatan PKM.
2. Pendampingan perencanaan
rancangan/design kulit kotak
kemasan produk yang ditawarkan
oleh Tim Pelaksana PKM kepada
mitra untuk dipertimbangkan. Bila
rancangan kulit kotak kemasan sudah
disetujui, maka kotak kemasan akan
dibuat untuk selanjutnya digunakan
dalam pengemasan produk.
3. Pelatihan manajemen/pengelolaan
usaha, teknik produksi, strategi-
strategi pemasaran dalam bentuk
pelatihan teori praktis.
4. Pendampingan/pelatihan
manajemen/pengelolaan keuangan
dalam bentuk pelatihan teori prakis
dan praktek pembuatan Cash flow
usaha.
2. Evaluasi kegiatan: Setelah melaksanakan kegiatan
training/pelatihan dari seluruh rangkaian
program kegiatan, peserta akan
dievaluasi:
1. Pada akhir program pelatihan,
peserta secara individu diwajibkan
membuat tepung dari pisang goroho,
produk hasil pelatihan berupa
modifikasi rasa biskuit yang sudah
disepakati.
2. Pada akhir program peserta wajib
menunjukkan hasil praktek
penyusunan laporan keuangan
bulanan.
3. Mitra yang dianggap berhasil dalam
menyerap dan mentrasfer ilmu dan
keterampilan yang telah diberikan
melalui program kegiatan IbM ini
diberikan penghargaan (reward)
berupa alat pemanas (Oven) yang
digunakan sebagai wadah membakar
produk yang telah dibuat.
3. Kegiatan yang telah dilakukan
Berdasarkan uraian tersebut, maka
kegiatan program yang telah dilakukan
diuraikan pada Tabel 1.
ISSN:2598-0815
eISSN:2598-6085
P a g e 9 | 70
EDUPRENERUR || Vol. I, No.3 Agustus 2018
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Bidang Kewirausahaan
Tabel 1. Kegiatan
No Kegiatan Peserta Pelaksana
1 Pelatihan dan demonstrasi
tentang cara pembuatan tepung
dari bahan pisang goroho
Kelompok PKK
Lingkungan 2 dan 3
Tim Pengabdian dan Lurah
(Desa Rasid) Ratahan
2 Memberikan pelatihan dan
demonstrasi tentang cara
pembuatan kue biscuit dari
pisang goroho.
Kelompok PKK
Lingkungan 2 dan 3
Tim Pengabdian
3 Menberikan pelatihan cara dan
waktu untuk peking kue biscuit
Kelompok PKK
Lingkungan 2 dan 3
Tim Pengabdian
4 Memberikan pelatihan
managen keuangan
Kelompok PKK
Lingkungan 2 dan 3
Tim Pengabdian
4. Kontribusi Partisipasi Mitra
Tahap Pertama: Memberikan pelatihan
dan demonstrasi tentang cara pembuatan
tepung dari pisang goroho
Partisipasi Kelompok PKK: Masing-
masing kelompok PKK memperhatikan dan
melakukan cara pembuatan tepung pisang
ngoroho
Tahap Kedua: Memberikan pelatihan dan
demonstrasi cara pembuatan biscuit dari
tepung pisang goroho
Partisipasi Kelompok PKK: Masing-
masing kelompok PKK mengolah adonan
kue dari tepung pisang goroho dan membuat
cetakan.
Tahap Ketiga: Memberikan pendamping
dan pelatihan tentang managemen keuangan.
Partisipasi Kelompok PKK: Masing-
masing kelompok PKK mempraktekkan
sesuai dengan metode yang telah diberikan
pada pelatihan.
Tahap Keempat: Melakukan monitoring
dan evaluasi pada seluruh kegiatan secara
bertahap. Kegiatan ini bertujuan untuk
mengetahui tingkat pemahaman dan
penerapan tentang materi yang telah
diberikan, serta permasalahan yang dihadapi
dalam pelaksanaan kegiatan tersebut.
Partisipasi Kelompok PKK: Masing-
masing kelompok PKK melaporkan kendala
dan masalah yang terjadi dan bersama-sama
dengan tim pelaksana program mencari
solusinya.
D. TARGET LUARAN:
Target luaran dari kegiatan PKM ini
adalah:
1. Semua mitra pengusaha kue biscuit (peserta
pelatihan/training) dapat membuat tepung
yang berasal dari pisang goroho dapat
membuat produk modifikasi rasa baru yang
telah dipraktekkan.
2. Semua mitra pengusaha kua biskuit (peserta
pelatihan/training) menggunakan kotak
kemasan produk yang sudah dirancang
bersama dalam pelatihan ini.
3. Sebagian besar mitra pengusaha kue biskuit
(60% peserta pelatihan/training) mampu
menerapkan manajemen keuangan dan
strategi-strategi yang sudah diperoleh dalam
pelatihan.
E. SOLUSI PERMASALAHAN
E. 1 Pelatihan, Demonstrasi dan Pelatihan
Cara Pembuatan Tepung Pisang Goroho
E. 1. 1 Landasan Teori
ISSN:2598-0815
eISSN:2598-6085
P a g e 10 | 70
EDUPRENERUR || Vol. I, No.3 Agustus 2018
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Bidang Kewirausahaan
Berdasarkan penelitian yang pernah
dilakukan oleh Sondakh (1990), tepung
pisang goroho mengandung nilai gizi Pati
80,89 %, Prtein 2, 89 %, Lemak 0,67 %, dan
serat kasar 2 %. Dari data tersebut terbukti
bahwa potensi pengembangan pisang
goroho sebagai alternatif makanan
bersumber karbohidrat karena mengandung
80,89 % pati, dan juga alternatif mengolah
pisang menjadi tepung merupakan salah satu
langkah untuk menghindari kerugian pasca
panen bagi para petani pisang. Buah pisang
memang merupakan salah satu jenis buah
yang busuk dalam beberapa waktu. Selain
itu, jumlah produksinya juga cukup
melimpah dengan demikian keberadaannya
jauh lebih tinggi ketimbang buah lain,
dengan mengolahkannya menjadi tepung
pisang tentu akan menambah nilai jual.
Sekarang ini tepung pisang
digunakan untuk berbagai produk olahan,
pengganti tepung terigu, formulasi pada kue
tradisional seperti kue basah atau kering
misalnya kue tradisional biskuit. Biskit
adalah sejenis makanan yang terbuat dari
tepung terigu dengan penambahan bahan
makan lain, dengan proses pemanasan dan
percetakan. Sebagian besar biskuit yang ada
dipasar menggunakan bahan baku tepung
terigu yang mempunyai kandungan protein
yang rendah (Aninomous, 2012).
Penggunaan tepung non terigu untuk
pembuatan kue tradisional dan biskuit saat
ini banyak dikembangkan, terutama untuk
jenis biskuit bebas glutein (gluten free
biscuit).
Berdasarkan kenyataan bahwa
pisang goroho sudah menjadi suatu
kebutuhan dari masyarakat, maka pada
pengabdian ini pengembangan pembuatan
kue tradisional dan biskuit yang diharapkan
bisa menjadi alternatif sebagai makanan
selingan yang memiliki nilai lebih dengan
menggunakan tepung pisang goroho sebagai
bahan makanan spesifik lokal di Sulawesi
Utara.
E. 1. 2 Proses Pembuatan Tepung Pisang
Goroho
Proses pembuatan tepung pisang
dilakukan dengan pengeringan, sebelum
dikeringkan pisang yang sudah dipotong
tipis-tipis menggunakan slicer direndam
dahulu dengan air panas. Tujuan dari proses
ini adalah untuk mengendalikan reaksi
pencoklatan bagi ensimatis maupun non
ensimatis. Pengeringan pisang
menggunakan cahaya matahari. Pengeringan
pisang dilakukan selama 3 hari hingga kadar
air < 10%. Hal ini didasarkan pada SNI 01-
3841-1995 tentang tepung pisang yang
menyatakan bahwa kadar air dalam tepung
pisang maksimal adalah 12 %. Setelah
proses pengeringan selesai, pisang
dihancurkan dengan blender dan diayak
dengan ayakan 80 mesh.
E. 1.3 Cara Pembuatan Biskuit Dari
Pisang Goroho
Biskuit adalah produk jajanan renyah
yang dibuat dengan cara dipanggang, biskuit
juga dikenal dengan nama kue kering,
simpel untuk dibawa kemana saja. Untuk
menambah cita rasa biskuit, agar lebih enak
dan beragam bisa ditambahkan coklat, keju,
buah-buahan dan rempah-rempah lain yang
membuat rasanya menjadi beragam. Bahan
baku dalam proses pembuatan biskuit tetap
mamakai bahan baku tepung terigu tetapi
tepung terigu diganti dengan tepung pisang
goroho. Bahan-bahan yang diperlukan
adalah: 1) 100 g mentega, 2) 200 g tepung
pisang goroho, 3) 100 g susu bubuk, 4) 100
g gula aren, 5) 2 buah telur, 5) vanila
secukupnya, 6) ½ sendok makan soda kue.
Cara membuatnya. 1) lelehkan
mentega dengan gula aren, kemudian
campur dengan telur agar adonan lebih
berstektur, 2) masukkan semua bahan dan
aduk sampai adonan menjadi kulis, jika
adonan sudah tercampur dengan rata,
diamkan adonan dalam suhu ruangan agar
mengembang, 3) setelah beberapa jam
panaskan oven 400 derajat Farenheit dan
ISSN:2598-0815
eISSN:2598-6085
P a g e 11 | 70
EDUPRENERUR || Vol. I, No.3 Agustus 2018
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Bidang Kewirausahaan
letakkan adonan di atas oven dan
dipanggang sampai matang selama 30 menit.
F. PENUTUP DAN SARAN
F. 1 Penutup
Penerapan pengabdian kemitraan
masyarakat (PKM) melalui pelatihan
pembuatan tepung pisang goroho (Musa
acuminata, SP) dan cara pembuatan kue
biscuit dari tepung pisang goroho pada
kelompok PKK Desa Rasi Kecamatan
Ratahan Kabupaten Minahasa Tenggara
dapat dianggap berhasil dengan indikator
sebagai berikut:
Semua program kegiatan yang
direncanakan (Pelatihan pembuatan
tepung terigu dan cara pembuatan
biskuit) terlaksana dengan baik sesuai
rencana dan disertai dengan dukungan
dan partisipasi ibu-ibu PKK secara
penuh.
Pelatihan pembuatan tepung pisang
goroho dapat dilakukan di tempat
demonstrasi (Kantor Desa Rasi Ruang
PKK)
Semua tahap kegiatan dalam pelatihan
pembuatan tepung pisang goroho dan
cara pembuatan biskuit dilaksanakan
dengan baik sesuai anjuran yang
diberikan pada pelatihan.
Hasil tepung pisang goroho dan kue
biskuit diperoleh cukup baik, rasanya
yang enak dan disukai oleh ibu-ibu PKK
serta masyarakat yang ada di Sulawesi
Utara.
F. 2 Saran/Rekomendasi
Berdasarkan hasil analisis tim
merekomendasikan/menyarankan kepada
mitra atau Ibu-ibu PKK desa Rasi di
Kecamatan ratahan sebagai berikut:
Ibu-ibu PKK di desa Rasi perlu melakukan
sosialisasi secara kontinyu dan terus
menerus untuk merubah pola pikir ibu-ibu
mengenai pemanfaatan pisang goroho bukan
hanya untuk direbus atau digoreng tetapi
bagaimana kita memanfaatkan pisang
goroho lebih meningkatkan nilai jualnya.
Ibu-ibu PKK di desa Rasi perlu melakukan
sosialisasi secara kontinyu dan terus
menerus mengenai cara pembuatan tepung
pisang goroho agar dapat meningkatkan
ekonomi kelurga dan kesejahteraan
keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Adi Pidekso. 2003. Profil Upaya Perempuan
dalam Pemberdayaan Usaha Ekonomis-
Produktif Sektor Informal pada Konteks
Nilai Pemberdayaan Diri dalam Jurnal
Pendidikan Nilai. Kajian Teori, Praktik,
dan Pengajarannya. Tahun 9, Nomor 1,
November 2003, Universitas Negeri
Malang (UM) dalam
http://www.malang.ac.id/jurnal/lain/nil
ai/ 2003.htm.
Kartasasmita, G. 2001. Membangun
ekonomi rakyat untuk mewujudkan
Indonesia baru yang kita cita-citakan.
Disampaikan di depan Gerakan
Mahasiswa Pasundan, Bandung, 27
September 2001
Sethuraman, SV. 1985. Sektor Informal di
Negara Sedang Berkembang.
Yogyakarta: PT. Gramedia.
Supenti, Titin. 2007. Data dan Analisis.
Rendahnya Posisi Wanita di Pasar
Kerja.
dalam Warta Ketenagakerjaan. Pusat
Data dan Informasi Ketenagakerjaan.
dalam
http://www.nakertrans.go.id/majalah_b
uleti/
warta_naker/edisi_8/data_posisi_perem
puan.php
ISSN:2598-0815
eISSN:2598-6085
P a g e 12 | 70
EDUPRENERUR || Vol. I, No.3 Agustus 2018
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Bidang Kewirausahaan
LAMPIRAN