Pelatihan Dan Pengembangan Tenaga Kerja
-
Upload
hanifah-alicenine-sidkuran -
Category
Documents
-
view
36 -
download
3
Transcript of Pelatihan Dan Pengembangan Tenaga Kerja
PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN TENAGA KERJA
A. Pengantar
Ketika pelamar sudah
melewati tahapan seleksi dan
penempatan, barulah pelamar
tersebut disebut sebagai tenaga
kerja. Meskipun dalam kegiatan
seleksi dan penempatan tenaga
sudah dilakukan penyelarasan
antara tipe dan kemampuan calon
tenaga kerja dengan jabatan yang akan ia tempati, bukan berarti pelamar yang
diterima sudah bisa langsung dapat bekerja sesuai dengan harapan perusahaan.
Masih ada satu kegiatan lagi yang dibutuhkan agar tenaga kerja yang ada bisa
bekerja sesuai dengan harapan dan tujuan perusahaan, yakni pelatihan dan
pengembangan tenaga kerja.
Pelatihan dan pengembangan tenaga kerja dapat berlangsung baik di
dalam (on the job training) maupun di luar perusahaan (off the job training).
Pada on the job training bisa dilakukan ketika dan dalam suasana kerja
perusahaan. Sedangkan off the job training dilaksanakan di luar pekerjaannya
yang diselenggarakan oleh pemerintah (BLK, Depnaker) maupun lembaga
pelatihan swasta.
Pelatihan menurut Sikula (1976 dalam Munandar, 2008) adalah: proses
pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan
terorganisir, sehingga tenaga kerja nonmanajerial mempelajari pengetahuan dan
keterampilan teknis untuk tujuan tertentu.
Sedangkan pengembangan adalah proses pendidikan jangka panjang yang
mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir, sehingga tenaga kerja
manajerial mempelajari pengetahuan dan teoritis untuk tujuan umum. Contoh:
1
Pelatihan operator mesin packing, bubut, pelatihan QC, finishing mebel, dll.
Lokakarya sistem penggajian, lokakarya manajemen produksi, pendidikan
magister manajemen, dsb.
Tujuan pelatihan dan pengembangan secara umum dirumuskan sebagai
berikut:
a. Meningkatkan produktivitas
b. Meningkatkan mutu
c. Meningkatkan ketepatan dalam perencanaan sumber daya manusia
d. Meningkatkan semangat kerja
e. Menarik dan menahan tenaga kerja yang baik
f. Menjaga kesehatan dan keselamatan kerja
g. Menghindari keusangan (Obsolescene)
h. Menunjang pertumbuhan pribadi (personal growth)
Manfaat pelatihan dan pengembangan
Pelatihan mempunyai andil besar dalam menentukan efektifitas dan efisiensi
organisasi. Beberapa manfaat nyata yang ditangguk dari program pelatihan dan
pengembangan (Simamora:2006:278) adalah:
a. Meningkatkan kuantitas dan kualitas produktivitas.
b. Mengurangi waktu belajar yang diperlukan karyawan untuk mencapai standar
kinerja yang dapat diterima.
c. Membentuk sikap, loyalitas, dan kerjasama yang lebih menguntungkan.
d. Memenuhi kebutuhan perencanaan semberdaya manusia
e. Mengurangi frekuensi dan biaya kecelakaan kerja.
f. Membantu karyawan dalam peningkatan dan pengembangan pribadi mereka.
i. Manfaat di atas membantu baik individu maupun organisasi. Program
pelatihan yang efektif adalah bantuan yang berharga dalam perencanaan karir
dan sering dianggap sebagai penyembuh penyakit organisasional. Apabila
produktivitas tenaga kerja menurun banyak manejer berfikir bahwa solusinya
adalah pelatihan. Program pelatihan tidak mengobati semua masalah
2
organisasional, meskipun tentu saja program itu berpotensi untuk
memperbaiki situasi tertentu sekiranya program dijalankan secara benar.
Kelemahan pelatihan dan pengembangan
Beberapa kelemahan pelatih dapat menyebabkan gagalnya sebuah program
peltihan.Suatu pemahaman terdahap masalah potensial ini harus dijelaskan selama
pelatihan pata trainer. (Simamora:2006:282). Kelemahan-kelemahan meliputi:
a. Pelatihan dan pengembangan dianggap sebagai obat untuk semua penyakit
organisasional.
b. Partisipan tidak cukup termotivasi untuk memusatkan perhatian dan
komitmen mereka.
c. Sebuah teknik dianggap dapat diterapkan disemua kelompok, dalam semua
situasi, dengan keberhasilan yang sama.
d. Kinerja partisipan tidak dievaluasi begitu kayawan telah kembali
kepekerjaannya.
e. Informasi biaya-manfaat untuk mengevaluasi program pelatihan tidak
dikumpulkan.
f. Ketidakadaan atau kurangnya dukungan manajemen.
g. Peran utama penyelia/atasan tidak diakui.
h. Pelatihan bakal tidak akan pernah cukup kuat untuk menghasilkan perbaikan
kinerja yang dapat diveifikasi.
i. Sedikit atau tidak ada persiapan untuk tindak lanjut.
B. Teknik-teknik pelatihan dan Pembelajaran
Program-program pelatihan dan pengembangan dirancang untuk
meningkatkan perestasi kerja, mengurangi absensi dan perputaran, serta
memperbaiki kepuasan kerja.
Ada dua kategor pokok program pelatihan dan pengembangan
manajemen.
The most popular training and development methods used by organization
can be classified as either on-the-job training. In the following pages, we will
briefly introsce the better know techniques of each category.
3
1. Metode praktis (on the job training)
2. Teknik-teknik presentasi informasi dan metode-metode simulasi (off the job
training)
Masing-masing kategori mempunyai sasaran pengajaran sikap konsep atau
pengetahuan dan/atau keterampilan utama yang berbeda. Dalam pemilihan teknik
tertentu untuk dugunakan pada program pelatihan dan pengembangan, ada
beberapa trade offs. Ini berarti tidak ada satu teknik yang selalu baik: metode
tergantung pada sejauh mana suatu teknik memenuhi faktor-faktor berikut:
a. Efektivitas biaya.
b. Isi program yang dikehendaki
c. Kelayakan fasilitas-fasilitas
d. Preferensi dan kemampuan peserta
e. Preferensi dan kemampuan instruktur atau pelatih
f. Prinsip-prinsip belajar
Teknik-teknik on the job merupakan metode latihan yang paling banyak
digunakan. Karyawan dilatih tentang pekerjaan baru dengan sepervise langsung
seorang pelatih yang berpengalaman (biasanya karyawan lain). Berbagai macam
teknik ini yang bisa digunakan dalam praktek adalah sebagai berikut:
1. Rotasi jabatan
2. Latihan instruksi pekerjaan
3. Magang (apprenticeships)
4. Coaching
5. Penugasan sementara
Teknik-teknik off the job, dengan pendekatan ini karyawan peserta latihan
menerima representasi tiruan (articial) suatu aspek organisasi dan diminta untuk
menanggapinya seperti dalam keadaan sebenarnya. Dan tujuan utama teknik
presentrasi (penyajian) informasi adalah untuk mengajarkan berbagai sikap,
konsep atau keterampilan kepada para peserta. Metode yang bisa digunakan
adalah:
1. Metode studi kasus
2. Kuliah
4
3. Studi sendiri
4. Program computer
5. Komperensi
6. Presentasi
Implementasi program pelatihan dan pengembangan berfungsi sebagai
proses transformasi. Pata tenaga kerja (karyawan) yang tidak terlatih diubah
menjadi karyawan-karyawan yang berkemampuan dan berkulitas dalam bekerja,
sehingga dapat diberikan tanggungjawab lebih besar.
C. Teori-Teori Pembelajaran
Pembelajaran merupakan dasar dari perilaku manusia, dimana
pembelajaran sendiri merupakan perubahan perilaku yang relatif tetap akibat
pengalaman, pemahaman, dan praktek (Chisnall, 1995; Salmoni, Schmudt,
Walter, 1984 dalam Munandar, 2008:90).
Dari berbagai model teoritikal dari proses pembelajaran ada dua aliran
besar, yakni connectionist dancognitive.
1. Teori Connectionist
Teori ini didasarkan pada asosiasi antara rangsang dan jawaban;
pembelajaran dalam teori ini dijelaskan sebagai jawaban atas satu rangsang
dengan mengesampingkan persepsi dan penyadaran(insight) sebagai salah satu hal
yang mempengaruhi proses pembelajaran. Termasuk dalam teori ini ialah:
o Teori clasical conditioning yang dipelopori oleh Pavlov dengan
eksperimennya terhadap anjing. UCS – UCR, UCS + CS = CR, CS = CR
“tingkah laku manusia adalah hasil/jawaban dari adanya respon yang
diberikan, dan respon bisa dibentuk dengan mengkondisikannya”.
o Teori pengukuhan kembali (reinforcement theory) Thorndike. Dalam teori
ini dikenal dengan hukum dari akibat (law of effect).
“Suatu hal yang menguntungkan/memiliki efek baik akan lebih kuat dan akan
diulangi dalam situasi yang serupa”.
5
Teori Thorndike ini diperluas Hull dengan mengaitkannya pada faktor
motivasi. Ia kemukakan bahwa asosiasi dan pembelajaran trial and error yang
selektif terjadi karena mereka mampu memuaskan kebutuhan.
o Teori operant conditioning Skinner.
Pengembangan teori Skinner ini lebih dipengaruhi adanya 4 macam
reinforcement sehingga perilaku akan diperkuat dan terjadi lebih sering. Adapun
empat macam reinforcement tersebut antara lain:
a. Positive Reinforcement
Pemberian hadiah tertentu sesuai dengan bagaimana seseorang menunjukkan
perilaku yang diinginkan. Ex: penghargaan pada karyawan produktif
b. Negative Reinforcement/Avoidance Learning
Menghindari satu kondisi yang tidak menyenangkan pada saat perilaku
ditampilkan. Ex: Karyawan mencegah melaksanakan tugasnya sesuai dengan
yang ia anggap benar, karena takut dimarahi atasan atau dicaci rekan kerja.
c. Extinction (penghapusan)
Penarikan diri dari reinforcement positif sedemikian rupa sehingga perilaku
yang sebelumnya diperkuat semakin melemah dan hilang. Ex: Karyawan
yang tidak mengambil cuti selama setahun akan mendapat bonus dari
perusahaan (reinforcement positif), namun setelah beberapa kali ia tidak
mengambil cuti dan tidak mendapatkan penguat lama kelamaan ia lebih baik
mengambil cuti.
d. Punishment
Pemberian hukuman/akibat yang negatif pada saat perilaku yang tidak
diinginkan muncul dengan tujuan menurunkan frekuensi atau
menghilangkannya. Punishment ini menurut Miner (1992) sering gagal
karena hanya menekan perilaku sementara, menimbulkan perilaku emosional
pada pemberi hukuman, digeneralisasikan pada situasi yang serupa, dll.
Ada empat cara penjadwalan penggunaan penguat kembali yang dapat
digunakan dengan derajat keefektifan yang berbeda-beda, yaitu:
6
a) Variable ratio reinforcement: diberikan ketika mencapai jumlah tertentu
yang bervariasi. Ex: penghargaan bagi karyawan yang melebihi standard
jumlah tertentu yang bisa berubah patokannya sesuai ketentuan.
b) Fixed ratio reinforcement: diberikan ketika mencapai jumlah yang tetap. Ex:
sales motor pasti mendapat bonus setelah ia berhasil menggaet 25 pembeli.
c) Variable interval reinforcement: diberikan berdasarkan interval waktu yang
bervariasi. Ex: pemberian bonus bagi karyawan yang berprestasi dengan
waktu yang bervariasi.
d) Fixed interval reinforcement: berdasarkan waktu yang tetap. Ex: gaji ke-13
bagi PNS.
2. Teori Cognitive
Para ahli kognitif menolak bahwa perilaku hanya respon dari stimulus
yang diberikan. Mereka memandang bahwa pembelajaran sebagai proses dari
menstruktur pengetahuan yang telah ada pada seseorang. Penstrukturan kembali
dari persepsi menghasilkan penyadaran/insight. Orang dianggap sebagai pemecah
masalah yang aktif yang dipengaruhi oleh lingkungannya.
Dalam kesenjangan antara kedua teori pembelajaran ini, Tolman
mengajukan sebuah model dengan menyisipkan intervening variable (variabel
yang mempengaruhi) yang mengacu pada pengamatan dan
keyakina (beliefe). Suatu unsur dalam kognisi tersebut bertugas sebagai
pengorganisir dalam memilih jawaban dan rangsang-rangsang.
S-O-R || Stimulus – Organism – Response
C. Penyusunan Program Pelatihan/Pengembangan
Penyusunan program pelatihan/pengembangan terdiri atas
bermacam-macam tahap, yaitu:
Tahap 1 Identifikasi kebutuhan, studi pekerjaan.
Tahap 2 Penetapan sasaran pelatihan/pengembangan
7
Tahap 3 Penetapan kriteria dengan alat-alat ukurnya
Tahap 4 Penetapan metode pelatihan/pengembangan
Tahap 5 Percobaan dan revisi
Tahap 6 Implementasi dan evaluasi
Tahap 1: Identifikasi kebutuhan pelatihan/studi pekerjaan
Agar program pelatihan menjadi prgram pelatihan yang efektif, betul-betul
melatih pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan oleh pekerjaan,
maka diperlukan analisis kebutuhan pelatihan. Dengan analisis ini akan diperoleh
data tentang pengetahuan, keterampilan dan sikap khusus yang masih perlu
diajarkan. Untuk bisa menganalisis kebutuhan diperlukan dua kegiatan utama,
yakni: studi pekerjaan (job requirements) dan mengadakan asesmen dari tenaga
kerja.
Tahap 2: Penetapan sasaran pelatihan/pengembangan
Sasaran pelatihan dapat dibagi ke dalam sasaran umum (tujuan pelatihan)
dan khusus.
Contoh tujuan pelatihan: “pada akhir pelatihan trainees diharapkan dapat
mengenal pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja (K3) dan dapat
mengaplikasikannya dalam situasi kerja sehari-hari”
Sasaran khusus dirinci ke dalam suatu uraian yang mempergunakan istilah-
istilah perilaku yang dapat diamati dan diukur. Sasaran khusus pelatihan sudah
lebih konkret dibanding sasaran umum namun masih lebih abstrak dibanding
dengan sasaran subjek pembahasan. Contoh: “Setelah
pelatihan trainees diharapkan dapat mengurangi penyakit akibat makanan di
perusahaan”
Tahap 3: Penetapan kriteria keberhasilan dengan alat ukurnya
Tahap 4: Penetapan metode-metode pelatihan
a. Kuliah
8
Kuliah adalah pembicaraan yang diorganisasi secara formal tentang hal-hal
khusus. Kuliah cenderung menekankan ingatan saja akan fakta-fakta dan gambar-
gambar. Keuntungan metode ini adalah biaya rendah dalam waktu yang relatif
singkat karena bisa dilakukan dengan banyak peserta dan dapat disajikan banyak
bahan pelatihan. Kelemahannya antara lain: para trainee lebih bersikap pasif
mendengarkan daripada aktif mencerna. Dalam kuliah juga terjadi komunikasi
searah sehingga tidak ada umpan balik dari trainee. Tidak dapat diketahui pula
sejauh mana trainee mengerti dan menyetujui akan bahan latihan yang diberikan.
b. Konperensi
Pertemuan formal dimana terjadi diskusi atau konsultasi mengenai sesuatu
hal yang penting yang juga menekankan: diskusi kelompok kecil, bahan yang
terorganisir, dan keterlibatan peserta secara aktif.
c. Studi Kasus (case study)
Pada metode ini trainee diminta untuk mengidentifikasi masalah dan
merekomendasi jawabannya. Metode dapat meningkatkan kemampuan analisis
peserta dan kecakapannya dalam memecahkan masalah.
d. Bermain peran (role playing)
Permainan peran asal mulanya dikembangkan oleh J.B. Moreno untuk
digunakan dalam psikoterapi. Moreno menyebut metode ini dengan psikodrama
yang ternyata diterapkan dalam dunia usaha pertama kali di toserba Macy di New
york tahu 1930-an.
Peran adalah suatu pola perilaku yang diharapkan. Peserta diberitahu
tentang suatu keadaan dan peran mereka yang harus mereka mainkan tanpa skrip.
Metode ini digunakan untuk memberi kesempatan kepada trainee untuk
mempelajari keterampilan hubungan antarmanusia melalui praktek dan untuk
mengembangkan pemahaman mengenai pengaruh kelakuan mereka sendiri pada
orang lain.
Letak kekuatan dari role play ini adalah bahwa permainan peran
memusatkan perhatiannya pada unsur manusianya dalam menghadapi masalah-
masalah organisasi.
9
e. Metode simulasi
Berusaha menciptakan satu situasi setepat mungkin yang merupakan tiruan
dari keadaan nyata. Contoh: simulasi tanggap darurat gempa, simulasi SIM, dll.
Tahap 5: Percobaan dan revisi
Tahap 6: Implementasi dan evaluasi
10