PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh...

121
i PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI OLEH JAKSA DALAM PERKARA PIDANA (Studi kasus di Kejaksaan Negeri Semarang) SKRIPSI untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu Hukum Pada Universitas Negeri Semerang. Oleh : LAISIANA IRVIANTI 8150408033 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2013

Transcript of PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh...

Page 1: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

i

PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI OLEH

JAKSA DALAM PERKARA PIDANA

(Studi kasus di Kejaksaan Negeri Semarang)

SKRIPSI

untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu Hukum

Pada Universitas Negeri Semerang.

Oleh :

LAISIANA IRVIANTI

8150408033

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2013

Page 2: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

ii

Page 3: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

iii

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul “PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI OLEH

JAKSA DALAM PERKARA PIDANA (Studi pada kasus di Kejaksaan Negeri Semarang)”

yang ditulis oleh Laisiana Irvianti, NIM 8150408033 telah dipertahankan di hadapan sidang

Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Hukum Universitas Negeri Semarang pada tanggal 11 Maret

2013

Panitia:

Ketua Sekretaris

Drs. Sartono Sahlan, M.H Drs. Suhadi, S,H.,M.Si

NIP.195808251982031003 NIP. 196711161993091001

Penguji Utama

Indung Wijayanto,S.H.,M.H

NIP. 198207132008121002

Dosen Pembimbing I

Dr.Indah Sri Utari, S.H, M.Hum.

NIP. 196401132003122001

Dosen Pembimbing II

Cahya Wulandari,S.H., M.Hum.

NIP. 198402242008122001

Ketua

Drs. Sartono Sahlan, M.H

NIP.195808251982031003

Sekretaris

Drs. Suhadi, S,H.,M.Si

NIP. 196711161993091001

Page 4: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

iv

Page 5: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Moto:

Kegagalan bukan akhir dari segalanya tetapi awal kita untuk menuju

keberhasilan selama kita berusaha untuk memperbaiki kegagalan itu.

Persembahan:

Skripsi ini saya persembahkan kepada :

kepada ALLAH SWT

kepada kedua orang tua saya, H.Muhammad Zuhri dan

Hj. Sri Rejeki.

kepada adik-adikku, Rizqi Amalia Sari, H.Muhammad

Tarech Aziz (Alm), Muhammad Naufal Pahlevi.

kepada Nenek dan kakek, H. Hasan Bisri(Alm), Hj. Siti

Khotijah(Alm), Watin (Alm), Mimbariyah(Alm).

Almamater UNNES 2008

Untuk Keluarga besar.

Kepada teman-teman semuanya.

Page 6: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

vi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt, atas segala rahmat dan karunianya

yang memberikan kesehatan dan hikmat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan

dengan baik.

Skripsi yang berjudul “Pelaksanaan pengembalian barang bukti oleh jaksa dalam perkara

pidana di wilayah hukum pengadilan semarang”, disusun untuk memperoleh gelar Sarjana

hukum, Fakultas hukum Universitas Negeri Semarang.

Proses penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan

dorongan berbagai pihak. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis mengucapkan banyak

terima kasih kepada:

1 ALLAH SWT, bersyukur atas semua limpahan rahmat hidayah kepada penulis atas

kelimpahan nikmat yang di berikan.

2 Prof. Dr. H Sudijono Sastroatmodjo M.Si. Selaku Rektor Universitas Negeri Semarang, yang

telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh studi pada Program Studi

Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang.

3 Drs. Sartono Sahlan, M.H. Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang,

4 Selaku penguji utama yang telah banyak memberikan dukungan dan arahan kepada penulis

untuk menyelesaikan skripsi ini.

5 Dr.Indah Sri Utari, S.H, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I yang bersedia meluangkan

banyak waktu di tengah kesibukannya untuk memberikan saran, masukan dan bimbingan

kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Page 7: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

vii

6 Cahya Wulandari, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu

untuk memberikan saran, inspirasi, dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

7 Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan

banyak ilmunya kepada penulis sehingga penulis mendapatkan pengetahuaan yang berguna

dan bermanfaat untuk penulis.

8 Ucapan terimakasih kepada Bapak Hardi selaku Jaksa bagian barang bukti di Kejaksaan

Negeri Semarang.

9 Ucapan terimakasih kepada Ibu Kartika selaku Jaksa bagian barang bukti di Kejaksaan

Negeri Semarang.

10 Ucapan terimaksih kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi

Manusia R.I di Semarang.

11 Ucapan terimakasih kepada Kepala RUPBASAN (Rumah Penyimpanan Barang Sitaan

Negara)

12 Teristimewa saya sampaikan terima kasih kepada papa dan mama yang telah banyak

memberi kasih sayang, dukungan baik moril maupun materil, nasehat, dan doa sehingga

perkuliahan dan penyusunan skripsi ini dapat terlaksana dengan baik.

13 Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada adik-adik saya (sari, aziz, naufal) yang telah

memberi semangat, dorongan dan motivasi kepada penulis.

14 Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Zamasyari (Eko Prasetyo) yang telah

memberi semangat, dorongan dan motivasi kepada penulis.

15 Keluarga besar penulis yang selalu member doa dan semangat untuk menyelesaikan skripsi

ini.

Page 8: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

viii

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat memenuhi persyaratan di dalam

menyelesaikan pendidikan sarjana dan bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa Universitas

Negeri Semarang khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Page 9: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

ix

ABSTRAK

Laisiana Irvianti, 2013. PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI OLEH

JAKSA DALAM PERKARA PIDANA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI

SEMARANG (Studi kasus di Kejaksaan Negeri Semarang). Program Studi Ilmu Hukum,

Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I, Dr.Indah Sri Utari, S.H, M.Hum.

Pembimbing II: Cahya Wulandari, S.H, M.Hum.

Kata Kunci: barang bukti; perkara pidana; jaksa.

Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan

putusan hakim. Selain itu jaksa sebagai penuntut umum pada setiap kejaksaan juga pempunyai

tugas melaksanakan penetapan hakim pidana. Bagian paling terpenting dari tiap-tiap pidana

adalah persoalan mengenai pembuktian.

Penelitian ini mengkaji dan menjawab permasalahan mengenai bagaimana pelaksanaan

pengembalian barang bukti setelah adanya putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap khususnya terhadap barang bukti? Serta kendala dalam pelaksanaan pengembalian

barang bukti yang disita setelah adanya putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum

tetap?.

Dalam penulisan skripi ini, penulis memilih metode pendekatan yuridis sosiologis dengan

pengumpulan data sebagai berikut: studi kepustakaan, studi dokumen, dan wawancara.

Hasil penelitian pelaksanaan pengembalian barang bukti oleh jaksa dalam perkara pidana

di wilayah hukum pengadilan negeri semarang adalah Perkara yang sudah mendapatkan putusan

inkracht setelah itu hakim membuat surat petikan putusan, petikan putusan keluar 1 (satu)

minggu setelah putusan inkracht. Petikan putusan tersebut lalu diberikan kepada jaksa agar jaksa

bisa langsung membuat berita acara pelaksanaan penetapa hakim (BA–6) dan membuat berita

acara pengambilan barang bukti (BA–20). Setelah itu (BA-6) dan (BA–20) diberikan kepada

orang yang sudah disebutkan atau dijelaskan dalam isi petikan putusan yang ditetapkan oleh

hakim. Karena (BA–6) dan (BA–20) untuk mengambil barang bukti yang di sebutkan dalam isi

petikan putusan di Kejaksaan atau di RUPBASAN.

Simpulan pelaksanaan pengembalian barang bukti oleh jaksa dalam perkara pidana di wilayah

Pengadilan Negeri Semarang adalah Perkara yang sudah mendapatkan putusan inkracht, jaksa harus

segera mengembalikan barang bukti kepada orang yang disebutkan dalan isi petikan putusan.

Sesuai dengan undang-undang yang mengatur pelaksanaan pengembalian barang bukti. Kendala

dalam pelaksanaan pengembalian barang bukti oleh jaksa dalam perkara pidana adalah tidak

adanya undang-undang atau peraturan yang mengatur tentang jangka waktu pengambilan barang

bukti oleh orang yang berhak menerima barang bukti. Saran yang ditawarkan oleh peneliti dalam

pelaksanaan pengembalian barang bukti oleh jaksa dalam perkara pidana di adalah Penambahan

dan pembaharuan sarana prasarana untuk meminimalisir terjadinya penumpukan barang bukti di

RUPBASAN.

Page 10: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................................ ii

PENGESAHAN .......................................................................................................... iii

PERNYATAAN.......................................................................................................... iv

MOTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................................... v

KATA PENGANTAR ................................................................................................ vi

ABSTRAK .................................................................................................................. ix

DAFTAR ISI............................................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xiii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang ........................................................................................................ 1

1.2 Identifikasi masalah ............................................................................................... 4

1.3 Pembatasan masalah .............................................................................................. 4

1.4 Rumusan masalah .................................................................................................. 5

1.5 Tujuan penelitian ................................................................................................... 5

1.6 Manfaat penelitian ................................................................................................. 5

Page 11: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

xi

1.7 Sistematika penulisan skripsi ................................................................................. 6

1.7.1 Bagian awal skripsi .......................................................................................... 6

1.7.2 Bagian pokok skripsi........................................................................................ 6

1.7.3 Bagian akhir skripsi ......................................................................................... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian terdahulu ............................................................................................... 9

2.2 Barang bukti dalam proses peradilan pidana ......................................................... 9

2.2.1 pengertian dan fungsi barang bukti dalam proses peradilan pidana ................ 9

2.2.2 Hubungan barang bukti dengan alat bukti ....................................................... 11

2.2.3 Macam-macam putusan yang berkenaan dengan barang bukti ....................... 15

2.3 Pihak yang bertanggungjawab atas barang bukti dalam upaya hukum biasa dan

luar Biasa ............................................................................................................... 19

2.4 Tata cara pelaksanaan putusan pengadilan ............................................................ 22

2.4.1 Terhadap terdakwa yang dikenakan pidana ..................................................... 22

2.4.2 Terhadap barang bukti ..................................................................................... 24

Page 12: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

xii

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Metode pendekatan ................................................................................................ 32

3.2 Spesefikasi penelitian............................................................................................. 32

3.3 Lokasi penelitian .................................................................................................... 32

3.4 Sumber data penelitian ........................................................................................... 33

3.4.1 Data primer sebagai data utama ....................................................................... 33

3.4.2 Data sekunder sebagai data pendukung ........................................................... 34

3.5 Metode pengumpulan data ..................................................................................... 36

3.5.1 Studi kepustakaan ............................................................................................ 36

3.5.2 Dokumentasi .................................................................................................... 37

3.5.3 Wawancara ....................................................................................................... 37

3.6 Metode analisis data ............................................................................................... 38

3.7 Keabsahan data ...................................................................................................... 41

BAB 4 ISI DAN PEMBAHASAN

4.1 Pelaksanaan pengembalian barang bukti oleh jaksa dalam perkara pidana ........... 48

4.2 Kendala dalam pelaksanaan pengembalian barang bukti yang disita setelah adanya

putusan hakim yang memperoleh kekuatan hukum tetap ...................................... 57

Page 13: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

xiii

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 75

5.2 Saran ...................................................................................................................... 76

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 78

LAMPIRAN

Page 14: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peraturan Menteri Kehakiman Nomor: M.05-UM.01.06 Tahun 1983

Lampiran 2. Peraturan Pemerintah Nomor: 27 Tahun 1983

Lampiran 3. Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.04-PR.07.03

Tahun 1985

Lampiran 4. Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.04-PR.07.01

Tahun 1983

Lampiran 5. Surat berita acara pelaksanaan penetapan hakim (BA- 6)

Lampiran 6. Surat berita acara pengembalian barang bukti

Lampiran 7. Surat PENETAPAN

Lampiran 8. Surat petikan putusan

Lampiran 9. Surat pengantar penitipan barang

Lampiran 10. Surat pengembalian barang bukti

Lampiran 11. Instrumen Penelitian

Lampiran 12. Formulir Usulan Topik Skripsi

Lampiran 13. Formulir usulan Pembimbing

Lampiran 14. Surat Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing

Page 15: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

xv

Lampiran 15. Kartu Bimbingan Skripsi

Lampiran 16. Surat izin untuk penelitian di Kejaksaan Negeri Semarang

Lampiran 17. Surat izin untuk penelitian di RUPBASAN Semarang

Lampiran 18. Surat izin sudah melakukan penelitian di Kejaksaan Negeri Semarang

Lampiran 19. Surat berita penelitian/penilaian Basan Baran

Lampiran 20. Surat berita acara serah terima Basan/Baran

Lampiran 21. Surat lampiran berita acara penelitian/penilaian Basan Baran

Lampiran 22. Berita acara penyerahan/pengembalian Basan Baran kepada yang berhak

Page 16: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan

hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu

didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat keterangan

pengganti kutipan putusan hakim. Selain itu jaksa sebagai penuntut umum pada setiap

kejaksaan juga pempunyai tugas melaksanakan penetapan hakim pidana. Tugas

melaksanakan eksekusi putusan hakim sebagai tahap terakhir perkara pidana

dimaksudkan menjalankan pekerjaan melaksanakan putusan hakim dalam arti terbatas

hanya untuk tugas eksekusi saja oleh Jaksa. Putusan hakim dapat ditetapkan dari berbagai

jenis pidana yang terdapat didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dan

selanjutnya pelaksanaan putusan berbagai jenis pidana tersebut diatur lebih lanjut dalam

peraturan perundang-undangan mengenai pelaksanaan pidana.

Bagian paling terpenting dari tiap-tiap pidana adalah persoalan mengenai

pembuktian, karena dari jawaban soal inilah tergantung apakah tertuduh akan dinyatakan

bersalah atau dibebaskan. Untuk kepentingan pembuktian tersebut maka kehadiran

benda-benda yang tersangkut dalam tindak pidana, sangat diperlukan. Benda- benda

dimaksud lazim dikenal dengan istilah barang bukti. Yang dimaksud barang bukti atau

corpus delicti adalah barang bukti kejahatan, meskipun barang bukti itu mempunyai

peranan yang sangat penting dalam proses pidana, namun apabila kita simak dan

perhatikan satu per satu peraturan perundang-undangan bernafaskan pidana (undang-

undang pokok, undang-undang, maupun peraturan pelaksanaannya) tidak ada satu

Page 17: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

2

pasalpun yang memberikan definisi atau pengertian mengenai barang bukti. Akan tetapi

apabila dikaitkan pasal demi pasal yang ada hubungannya yang ada masalah barang bukti

maka secara implisit (tersirat) akan dapat dipahami apa sebenarnya barang bukti itu.

Mengenai pengembalian barang bukti juga diatur dalam Pasal 46 KUHAP. Hal ini

mengandung arti bahwa barang bukti selain dapat dikembalikan dalam hal perkara

tersebut dihentikan penyidikan atau penuntutannya, akan tetapi dapat juga dikembalikan

kepada yang berhak sebelum perkara itu mempunyai kekuatan hukum tetap, baik perkara

itu masih ditingkat penyidikan, penuntutan maupun setelah diperiksa disidang

pengadilandasar pengembalian barang tersebut adalah karena diperlukan untuk mencari

nafkah atau sebagai sumber kehidupan. Hanya bedanya Pasal 194 ayat (3) KUHAP

dengan tegas menyebutkan bahwa pengembalian barang bukti tersebut, antara lain barang

tersebut dapat dihadapkan di pengadilan dalam keadaan utuh.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan Republik Indonesia. Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang

oleh Undang-Undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain

berdasarkan Undang-Undang. Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh

Undang-Undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.

Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke pengadilan

negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Hukum Acara

Pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.

Apabila terhadap barang bukti tersebut dijatuhkan putusan dimusnahkan atau

dijual lelang untuk negara, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 39 KUHP hanya terbatas

Page 18: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

3

pada barang-barang yang telah disita saja. Apabila terhadap barang bukti tersebut

dijatuhkan putusan dikembalikan kepada orang yang paling berhak, maka Jaksa selaku

pelaksana putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap harus segara

mengembalikannya.

Namun kenyataannya didalam praktek proses pengembalian barang bukti tersebut

menemui hambatan atau kendala, sehingga pelaksanaan pengembalian barang bukti tidak

bisa segera dilaksanakan (memakan waktu yang lama). Bedasarkan uraian diatas maka

penulis memilih judul "PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI OLEH

JAKSA DALAM PERKARA PIDANA " (Studi di Kejaksaan Negeri Semarang).

1.2. Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang diatas maka dapat diidentifikasikan masalah yang

ditemukan yaitu:

1. Pelaksanaan pengembalian barang bukti setelah adanya putusan hakim yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap khususnya terhadap barang bukti

2. Kendala bagi Jaksa dalam pelaksanaan pengembalian barang bukti

3. Prosedur yang perlukan dalam pengambilan barang bukti

4. Tenggang waktu yang diperlukan dalam penyimpanan barang bukti di RUPBASAN

5. Cara mengatasi barang bukti yang mudah rusak, rapuh, atau sulit dalam

pemeliharaannya

6. Orang-orang yang berhak menerima barang bukti

1.3 Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya permasalahan dalam proses penegakan hukum pidana maka dalam

penelitian ini dilakukan pembatasan masalah yaitu:

Page 19: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

4

1. Pelaksanaan pengembalian barang bukti oleh jaksa dalam perkara pidana yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap khususnya terhadap barang bukti

2. kendala dalam pelaksanaan pengembalian barang bukti yang disita setelah adanya

putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, ada dua masalah yang diteliti dalam

penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana pelaksanaan pengembalian barang bukti setelah adanya putusan hakim

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap khususnya terhadap barang bukti ?

2. Apa yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pengembalian barang bukti yang disita

setelah adanya putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap ?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, tujuan penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan putusan hakim yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap khususnya terhadap barang bukti.

2. Untuk mengetahui kendala dalam pelaksanaan pengembalian barang bukti yang disita

setelah adanya putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat yaitu :

Page 20: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

5

1.6.1 Manfaat teoritis:

a. Menambah pengetahuan bagi masyarakat umumnya dan bagi mahasiswa fakultas

hukum atau kalangan akademisi fakultas hukum khususnya terhadap proses

pengembalian barang bukti.

b. Dapat dijadikan acuan atau referensi untuk penelitian berikutnya.

1.6.2 Manfaat praktis:

a. Dapat mengetahui mekanisme untuk memperoleh informasi mengenai pelaksanaan

proses pengembalian barang bukti.

b. Dapat mengetahui mekanisme dalam proses pelaksanaan pengembalian barang bukti.

1.7 Sistematika Penulisan Skripsi

Untuk memberikan kemudahan dalam memahami skripsi serta memberikan

gambaran yang menyeluruh secara garis besar, sistematika skripsi dibagi menjadi tiga

bagian. Adapun sistematikanya adalah :

1.7.1 Bagian Awal Skripsi

Bagian awal skripsi terdiri atas sampul, lembar judul, persetujuan pembimbing,

lembar pengesahan, lembar pernyataan, lembar motto dan persembahan, prakata, lembar

abstrak, daftar isi, daftar lampiran.

1.7.2 Bagian Pokok Skripsi

Bagian pokok skripsi terdiri atas bab pendahuluan, teori yang digunakan untuk

landasan penelitian, metode penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, dan penutup.

Bab 1 Pendahuluan

Pada bab ini penulis menguraikan latar belakang, perumusan masalah,

pembatasan masalah, tujuan, manfaat, penegasan istilah dan sistematika penulisan.

Page 21: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

6

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai teori-teori yang diharapkan mampu

menjembatani atau mempermudah dalam memperoleh hasil penelitian, dijelaskan

mengenai macam-macam pidana, pengertian bentuk dan isi putusan hakim yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap, dan fungsi barang bukti.

Bab 3 Metode Penelitian

Metodologi Penelitian, berisi tentang metode pendekatan, spesifikasi penelitian,

lokasi penelitian, sumber data penelitian, metode pengumpulan data dan metode analisis

data, dan keabsahan data.

Bab 4 Hasil Penelitian

Berisi tentang hasil Penelitian dan pembahasan. Bab ini menguraikan tentang

hasil penelitian dan pembahasan yang menghubungkan fakta atau data yang diperoleh

dari hasil penelitian pustaka dan penelitian lapangan (empiris). Bab ini menguraikan

mengenai pelaksanaan putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

khususnya terhadap barang bukti dan kendala dalam pelaksanaan pengembalian barang

bukti yang disita setelah adanya putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum

tetap.

Bab 5 Penutup

Pada bagian ini merupakan bab terakhir yang berisi simpulan dan saran dari

pembahasan yang diuraikan.

Page 22: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

7

1.7.3 Bagian Akhir Skripsi

Bagian akhir dari skripsi ini terdiri dari daftar pustaka dan lampiran. Isi daftar

pustaka merupakan keterangan sumber literatur yang digunakan dalam penyusunan

skripsi. Lampiran dipakai untuk mendapatkan data dan keterangan yang melengkapi

uraian skripsi.

Page 23: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian skripsi terdahulu yang berjudul “Benda Sitaan Negara Sebagai

barang Bukti Dalam Perkara Pidana di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Rembang”

yang di buat oleh Dedy Prabowo dari Universitas Negeri Semarang dalam skripsinya

membedah mengenai Benda Sitaan Negara Sebagai barang Bukti Dalam Perkara Pidana.

Di dalam skripsi tersebut berisi mengenai pengelolaan benda sitaan, Tanggung jawab

benda sitaan, arti penting benda sitaan. Dari hasil skripsi di atas menunjukan bahwa

skripsi yang dibuat oleh penulis tidaklah sama. Karena penulis menfokuskan tentang

pelaksanaan dan kendalanya dalam pengembalian barang bukti oleh Jaksa Penuntut

Umum dalam perkara pidana.

2.2 Barang Bukti dalam Proses Peradilan Pidana

2.2.1 Pengertian dan Fungsi Barang Bukti dalam Proses Peradilan Pidana

Menurut istilah barang bukti dalam perkara pidana yaitu barang mengenai mana

delik dilakukan (obyek delik) dan barang dengan mana delik dilakukan yaitu alat yang

diapakai untuk melakukan delik. Termasuk juga barang bukti ialah hasil dari delik,

misalnya uang negara yang dipakai (korupsi) untuk membeli rumah pribadi maka rumah

pribadi itu merupakan barang bukti atau hasil delik. (Hamzah,1986:100).

Disamping itu ada pula barang yang bukan termasuk obyek, alat atau hasil delik,

tetapi dapat pula dijadikan barang bukti sepanjang barang tersebut mempunyai hubungan

Page 24: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

9

langsung dengan tindak pidana misalnya pakaian yang dipakai oleh korban saat ia

dianiaya atau dibunuh.

Pada Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 jo Undang-Undang

Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, menyebutkan bahwa tiadak

seorang pun dapat dijatuhi pidana kecuali apabila kerena alat pembuktian yang sah

menurut Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, hakim

mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dapat dianggap bertanggung jawab, telah

bersalah atas perbuatan yang dituduhkan atas dirinya.

Ketentuan tersebut diatas ditegaskan lagi dalam Pasal 183 KUHAP yang

menyatakan hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali seseorang

kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh

keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah

melakukannya. Dalam penjelasan Pasal 183 KUHAP disebutkan bahwa ketentuan ini

adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi

seseorang. Adanya ketentuan sebagaimana tersebut dalam Pasal 183 KUHAP

menujukkan bahwa Negara kita menganut sistem atau teori pembuktian secara negatif,

dimana hakim hanya dapat menjatuhkan hukuman apabila sedikit-dikitnya dua alat bukti

yang telah ditentukan dalam kesalahan terdakwa terhadap peristiwa pidana yang

dituduhkan kepadanya. Walaupun alat-alat bukti lengkap, akan tetapi jika Hakim tidak

yakin tentang kesalahan terdakwa maka harus diputus bebas.

Untuk mendukung dan menguatkan alat bukti yang sah sebagaimana tercantum

dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP dan untuk memperoleh keyakinan hakim atas

kesalahan yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum kepada terdakwa, maka disinilah

Page 25: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

10

letak pentingnya barang bukti tersebut. Meskipun barang bukti mempunyai peranan

penting dalam perkara pidana bukan berarti bahwa kehadiran barang bukti itu mutlak

harus ada dalam perkara pidana, sebab adapula tindak pidana tanpa adanya barang bukti

misalnya penghinaan secara lisan (Pasal 310 ayat (1) KUHP). Dalam hal demikian hakim

melakukan pemeriksaan tanpa barang bukti.

2.2.2 Hubungan Barang Bukti dengan Alat Bukti

Sebagaimana telah disebut bahwa alat bukti yang sah sebagaimana disebutkan

dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP adalah Keterangan saksi, Keterangan ahli, Surat,

Petunjuk dan Keterangan terdakwa. Hal ini berarti bahwa di luar dari ketentuan tersebut

tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah.

Bila memperhatikan ketentuan-ketentuan tersebut diatas, tidak tampak adanya

hubungan antara barang bukti dengan alat bukti. Pasal 183 KUHAP mengatur bahwa

untuk menentukan pidana kepada terdakwa, harus:

a. Kesalahanya terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah;

b. Dan atas dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, hakim memperoleh

keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang

bersalah melakukanya.

Pasal 181 KUHAP mengatur mengenai pemeriksaan barang bukti di

persidangan, yaitu sebagai berikut:

a. Hakim ketua sidang memperlihatkan kepada terdakwa segala barang

bukti dan menanyakan kepadanya apakah ia mengenal benda itu

dengan memperhatikan ketentuan sebagai mana yang dimaksud dalam

Pasal 45 KUHAP.

b. Jika perlu benda itu diperlihatkan juga oleh hakim ketua sidang

kepada saksi

c. Apabila dianggap perlu untuk pembuktian, hakim ketua sidang

membacakan atau memperlihatkan surat atau berita acara kepada

terdakwa atau saksi dan selanjutnya minta keterangan seperlunya

tentang hal itu.(Afiah 1988:19)

Page 26: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

11

Berdasarkan ketentuan tersebut diatas tampak bahwa dalam proses pidana,

kehadiran barang bukti itu sangat penting bagi hakim untuk mencari dan menetukan

kebenaran materiil atas perkara yang sedang ia tangani/ periksa. Barang bukti dan alat

bukti mempunyai hubungan yang erat dan merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat

dipisahkan.

Perbedaan alat bukti yang sah menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana dengan barang bukti. Alat bukti yang sah menurut Pasal 184 KUHAP, yaitu:

a. Keterangan saksi

b. Keterangan ahli

c. Surat

d. Petunjuk

e. Keterangan terdakwa

Hanya alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang yang dapat dipergunakan untuk

alat pembuktian.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memang tidak

menyebutkan secara jelas tentang apa yang dimaksud dengan barang bukti. Namun dalam

pasal 39 ayat (1) KUHAP disebutkan apa-apa yang disita. Untuk kepentingan pembuktian

tersebut maka kehadiran benda-benda yang tersangkut dalam suatu tindak pidana, sangat

diperlukan. Benda-benda dimaksud dengan istilah “barang bukti”.Barang bukti atau

corpus delicti adalah barang bukti kejahatan, meskipun barang bukti itu mempunyai

peranan yang sangat penting dalam proses pidana.

Selain itu didalam Hetterzine in landcsh regerment(HIR) juga terdapat perihal

barang bukti. Dalam Pasal 42 HIR disebutkan bahwa para pegawai, pejabat ataupun

Page 27: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

12

orang-orang berwenang diharuskan mencari kejahatan dan pelanggaran kemudian

selanjutnya mencari dan merampas barang-barang yang dipakai untuk melakukan suatu

kejahatan serta barang-barang yang didapatkan dari sebuah kejahatan. Penjelasan Pasal

42 HIR menyebutkan barang-barang yang perlu di-beslag diantaranya:

a. Barang yang menjadi sarana tindak pidana (corpora delicti)

b. Barang-barang yang terjadi sebagai hasil dari tindak pidana (corpora delicti)

c. Barang-barang yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana (instrumenta

delicti)

d. Barang-barang yang pada umumnya dapat dipergunakan untuk membuatkan atau

meringankan kesalahan terdakwa (corpora delicti)

Penjelasan Pasal 133 ayat (2) KUHAP menyebutkan :

“Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran Kehakiman disebut keterangan ahli,

sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman

disebut keterangn”. Memperhatikan Pasal 133 KUHAP beserta penjelasannya maka dapat

disimpulkan bahwa: Keterangan mengenai barang bukti (tubuh manusia yang masih

hidup atau pun mati) yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman, adalah menjadi alat

bukti yang sah sebagai keterangan ahli sebagai mana dimaksud dalam Pasal 184

KUHAP.

Terkait dengan Pasal 120, Pasal 184 serta Pasal 186 KUHAP, terlihat bahwa hasil

pemeriksaan oleh ahlinya disebut Expertise adalah hasil pemeriksaan sesuatu yang

dilakukan oleh seseorang ahli (expert) yang disampaikan kepada hakim untuk menjadi

bahan pertimbangan pemutusan suatu perkara (Yan Pramadya Puspa, 235;2008).

Misalnya hasil pemeriksaan terhadap bagian-bagian tertentu dari tubuh manusia (darah,

Page 28: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

13

air mani, rambut, dsb) atau hasil pemeriksaan benda-benda tertentu (serbuk, senjata api,

uang palsu, dsb) apabila diberikan secara lisan disidang pengadilan, maka akan menjadi

keterangan ahli sebagaimana tersebut dalam Pasal 184 KUHAP. Sedangkan keterangan

yang diberikan oleh seorang ahli (bukan ahli kedokteran kehakiman) jika diberikan

secara tertulis, maka akan menjadi surat keterangan dari seorang ahli (Pasal 184 ayat (1)

c jo Pasal 187 c KUHAP).

Dengan demikian barang bukti itu sangat penting arti dan perananya dalam

mendukung upaya bukti dalam persidangan, sekaligus memperkuat dakwaan Jaksa

Penuntut Umum terhadap Tindak Pidana yang dilakukan oleh terdakwa, serta dapat

membentuk dan menguatkan keyakinan hakim atas kesalahan terdakwa. Itulah sebabnya

Jaksa Penuntut Umum semaksimal mungkin harus mengupayakan/ menghadapkan

barang bukti selengkap-lengkapnya disidang pengadilan.

2.2.3 Macam-macam Putusan yang Berkenaan dengan Barang Bukti

Selain mencantumkan tindakan yang dijatuhkan terhadap terdakwa dan ongkos

perkara putusan hakim harus memuat pula tentang status benda sitaan yang dijadikan

barang bukti dalam perkara tersebut, kecuali dalam perkara tersebut tidak ada barang

buktinya. Mengenai macam-macam putusan yang berkenaan dengan barang bukti dapat

kita ketahui dari Pasal 46 ayat (2) KUHAP dan Pasal 194 ayat (1) KUHAP.

Pasal 46 ayat (2) KUHAP adalah sebagai berikut: Apabila perkara

sudah diputus maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan

kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut,

kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara,

untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat

dipergunakan lagi atau jika benda dirusakkan sampai tidak dapat

dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagai

barang bukti dalam perkara lain. .(Afiah 1988:198)

Page 29: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

14

Pasal 194 ayat (1) KUHAP menentukan bahwa : Dalam hal

putusan pemidanaan, atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum

pengadilan menetapkan supaya barang bukti yang disita diserahkan

kepada pihak yang paling berhak menerima kembali yang namanya

tercantum dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut ketentuan

Undang-Undang barang bukti itu harus dirampas untuk kepentingan

negara atau dimusnahkan atau dirusak sehingga tidak dapat dipergunakan

lagi.(Afiah 1988:198)

Berdasarkan ketentuan tersebut diatas dapat diketahui bahwa putusan hakim yang

berkenaan dengan barang bukti adalah sebagai berikut:

1. Dikembalikan kepada pihak yang paling berhak.

Pada hakekatnya, apabila perkara sudah diputus maka benda yang disita untuk

dijadikan barang bukti dalam persidangan dikembalikan kepada orang atau mereka

yang berhak sebagai mana dimaksud dalam putusan hakim. Undang-undang tidak

menyebutkan siapa yang dimaksud dengan yang berhak tersebut. Dengan demikian

kepada siapa barang bukti tersebut dikembalikan diserahkan kepada hakim yang

bersangkutan setelah mendengar keterangan para saksi dan terdakwa, baik mengenai

perkaranya maupun yang menyangkut barang bukti dalam pemeriksaan sidang di

pengadilan (Afiah,1988: 199 ).

Afiah (1988:200-203) yang disebut orang yang berhak menerima barang

bukti anatara lain :

a. Orang atau mereka dari siapa barang tersebut disita, yaitu orang atau

mereka yang memegang atau menguasai barang itu pada waktu

penyidik melakukan penyitaan dimana barang itu pada waktu

penyidik melakukan penyitaan dimana dalam pemeriksaan di

persidangan memang dialah yang berhak atas barang tersebut.

b. Pemilik yang sebenarnya, sewaktu disita benda yang dijadikan

barang bukti tidak dalam kekuasaanorang tersebut. Namun, dalam

pemeriksaan ternyata benda tersebut adalah miliknya yang dalam

perkara itu bertindak sebagai saksi korban. Hal ini sering terjadi

dalam perkara kejahatan terhadap harta benda.

Page 30: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

15

c. Ahli waris, dalam hal yang berhak atas barang bukti tersebut sudah

meninggal dunia sebelum putusan dijatuhkan, maka berkenaan

dengan barang bukti tersebut putusan hakim menetapkan bahwa

barang bukti dikembalikan kepada ahli waris atau keluarganya.

d. Pemegang hak terakhir, barang bukti dapat pula dikembalikan

kepada pemegang hak terakhir atas benda tersebut asalkan dapat

dibuktikan bahwa ia secara sah benar-benar mempunyai hak atas

benda tersebut.

2. Dirampas untuk kepentingan negara atau dimusnahkan atau dirusak.

Putusan hakim yang berbunyi bahwa barang bukti dirampas untuk

kepentingan negara biasanya ditemui dalam perkara tindak pidana ekonomi,

penyelundupan senjata api, bahan peledak, narkotika. Barang tesebut dijual lelang

kemudian hasil lelang menjadi milik negara. Akan tetapi ada pula barang rampasan

negara yang tidak dapat dijual lelang yaitu barang yang bersifat terlarang atau

dilarang untuk diedarkan, karena benda tersebut tidak boleh dimiliki oleh umum.

Menurut Pasal 45 ayat (4) KUHAP dan penjelasannya, “benda tersebut harus

diserahkan kepada departemen yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan yang

berlaku”. Misalnya bahan peledak amunisi atau senjata api diserahkan kepada

Departemen Pertahanan dan Keamanan.

Barang yang dapat dirampas untuk dimusnahkan atau dirusak sehingga tidak

dapat dipergunakan lagi biasanya benda tersebut merupakan alat untuk melakukan

kejahatan misalnya golok untuk menganiaya korban atau linggis yang dipakai untuk

membongkar rumah orang lain.

3. Barang bukti masih diperlukan dalam perkara lain

Afiah (1998:207) Ada tiga kemungkinan yang bisa menimbulkan putusan

seperti tersebut diatas :

Page 31: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

16

a. Ada dua delik dimana pelakunya hanya satu orang, perkara pertama

sudah diputus oleh hakim sedangkan barang buktinya masih

diperlukan untuk pembuktian perkara yang kedua.

b. Ada suatu delik pelakunya lebih dari seorang, para terdakwa

diperiksa secara terpisah atau perkaranya displitsing. Terdakwa

pertama sudah diputus sedangkan barang buktinya masih diperlukan

untuk pembuktian terdakwa yang lain.

c. Perkara koneksitas, dalam hal ini satu delik dilakukan lebih dari satu

orang (sipil dan ABRI). Terdakwa Sipil sudah diputus oleh

pengadilan, sedangkan barang buktinya masih diperlukan untuk

perkara yang terdakwanya ABRI.

2.3 Pihak yang Bertanggungjawab Atas Barang Bukti dalam Upaya Hukum Biasa Dan

Luar Biasa.

Afiah (1998:208), dalam bukunya Barang Bukti Dalam Proses Pidana menjelaskan

bahwa KUHAP membagi upaya hukum menjadi 2 bagian yaitu:

1. Upaya hukum biasa terdiri dari:

a. Banding;

b. Kasasi.

2. Upaya hukum luar biasa terdiri dari:

a. Kasasi demi kepentingan hukum;

b. Peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum

tetap.

Dengan adanya permintaan pemeriksaan perkara ke pengadilan yang lebih tinggi,

sesuai dengan kewenangan masing-masing yang telah ditentukan oleh Undang-undang,

maka tanggungjawab yuridis atas segala sesuatu yang berkenaan dengan perkara tersebut

akan beralih. Yaitu, dari Pengadilan Negeri kepada Pengadilan Tinggi, atau Mahkamah

Agung yang memeriksa perkara tersebut.

Page 32: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

17

Demikian pula halnya dengan barang bukti, berdasarkan Pasal 44 ayat (1) dan

ayat (2) jo Pasal 30 ayat (2) dan ayat (3) PP Nomor 27 Tahun 1983 tanggung jawab

yuridis ada pada pejabat yang memeriksa perkara tersebut. Jadi dalam tingkat

pemeriksaan banding tangungjawab yuridis atas benda sitaan ada pada Hakim Pengadilan

Tinggi. Sedangkan tanggung jawab yuridis atas barang bukti apabila perkara tersebut

dalam tingkat kasasi ada pada hakim Mahkamah Agung yang memeriksa perkara

tersebut.

Demikian halnya dengan pemeriksaan kasasi demi kepentingan hukum dan

peninjauan kembali putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tangung

jawab yuridis atas benda sitaan tersebut ada pada hakim Mahkamah Agung yang

memeriksa perkaranya, sedangkan tanggung jawab administrasi dan fisik atas benda

tersebut terletak pada Kepala RUPBASAN ( Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara).

Surat Keputusan Jaksa Agung RI yang berlaku di Indonesia adalah Surat Keputusan

Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: KEP-132/J.A/l 1/1994 tanggal 7 November

1994 tentang Perubahan Keputusan Jaksa Agung R.I Nomor: KEP.120/J.A/12/1992

tanggal 31 Desember 1992 tentang Adminstrasi Perkara Tindak Pidana.

Menurut Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia bahwa yang dimaksud dengan

administrasi perkara tindak Pidana adalah:

Bagian dari administrasi umum Kejaksaan yang meliputi segala kegiatan

administrasi yang mengelola perkara tindak pidana umum dan perkara

tindak pidana khusus mengenai: perkara, tahan, benda sitaan, barang

bukti, barang rampasan, barang temuan dan hasil dirias, baik secara

teknis yuridis merupakan bagian tak terpisahkan dari berkas perkara

maupun hanya merupakan pencatatan proses penanganan berbentuk

surat-surat, register dan laporan sesuai dengan bentuk dan kode yang

ditentukan.

Page 33: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

18

Proses pemeriksaan barang bukti pada kejaksaan dilakukan sebagai berikut: Jaksa

Penuntut Umum mencocokkan barang-barang tersebut dengan yang tercantum dalam

daftar barang bukti sebagaimana terlampir dalam berkas perkara dengan disaksikan oleh

Penyidik dan tersangka.

Menurut Instruksi Jaksa Agung Rl. Nomor: 1NS-006/J.A/7/1986 Tentang

Petunjuk Pelaksanaan Administrasi Teknik Yustisial Perkara Pidana Umum, penelitian

mengenai barang bukti tersebut meliputi:

a. Jenis / macamnya

b. Jumlah. Kesatuannya

c. Mutu/kadarnya

Penelitian dilakukan dengan bantuan tenaga ahli atau laboratorium. Seperti yang

diperlukan untuk mengetahui tentang mutu/kadar logam mulia, narkotika, obat-obatan

dan barang bukti lain yang bersifat khusus. Pelaksanaan penelitian tersangka dan barang

bukti tersebut masing- masing dibuatkan Berita Acara dengan menggunakan formulir

BA-18 dan ditandatangani oleh Penuntut umum dan Penyidik yang menyaksikan acara

itu. Barang sitaan yang dibuka dilakukan pembungkusan dan penyegelan kembali, semua

benda sitaan yang diserahkan kepada Penuntut Umum diberi Label Barang Bukti

Kejaksaan (B-10), yang mencantumkan keterangan sebagai berikut:

a. Nomor register barang bukti

b. Nomor register perkara

c. Nama tersangka

d. Tanggal berita acara penelitian tersebut.

Page 34: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

19

2.4 Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan.

Hal-hal yang dieksekusi oleh jaksa adalah yang menyangkut terpidana, barang

bukti dan putusan ganti kerugian. Maka yang akan diuraikan hanya mengenai

pelaksanaan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang

berkenaan dengan barang bukti.

2.4.1 Terhadap Terdakwa yang Dikenakan Pidana.

Hal-hal yang dieksekusi oleh jaksa adalah yang menyangkut terpidana barang

bukti dan putusan ganti kerugian. Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap terhadap terpidana tentunya tergantung pada amar putusannya,

masing- masing sebagai berikut:

a. Pidana mati: pelaksanaannya tidak dilakukan dimuka umum dan menurut ketentuan

Undang-Undang (Pasal 271 KUHAP) Pidana penjara/kurungan: pelaksanaan

pidananya itu dijalankan berturut-turut dimulai dengan pidana yang dijatuhkan

terlebih dahulu. Jadi dilaksanakan secara berkesinambungan diantara pidana yang

satu dengan yang lain (Pasal 272 KUHAP)

b. Pidana denda: kepada terpidana diberikan jangka waktu satu bulan untuk membayar

denda tersebut kecuali dalam putusan acara pemeriksaan cepat yang harus seketika

dilunasi (Pasal 273 ayat (1) KUHAP) jika ada alasan kuat, jangka waktu tersebut

dapat diperpanjang paling lama satu bulan (Pasal 273 ayat (2) KUHAP)

c. Pidana bersyarat: pelaksanaanya dilakukan dengan pengawasan serta pengamatan

yang sungguh-sungguh dan menurut ketentuan Undang-Undang (Pasal 276 KHUAP)

Setelah melaksanakan putusan pengadilan tersebut Jaksa membuat dan

menandatangani berita acara pelaksanaan putusan pengadilan dan menurut Pasal 278

Page 35: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

20

KUHAP tembusanya dikirimkan kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan dan terpidana,

serta Pengadilan Negeri yang bersangkutan, dan selanjutnya panitera mencatatnya dalam

register pengawasan dan pengamatan.

Berdasarkan Pasal 277 jo Pasal 280 KUHAP hakim pengawas dan pengamat pada

Pengadilan Negeri yang bersangkutan melakukan pengawasan dan pengamatan terhadap

pelaksanaan putusan Pengadilan yang menjatuhkan pidana perampasan kemerdekaan

guna memperoleh kepastian bahwa putusan Pengadilan dilaksanakan sebagaimana

mestinya.

2.4.2 Terhadap Barang Bukti

Mengenai pengembalian barang bukti juga diatur dalam Pasal 46 KUHAP. Hal ini

mengandung arti bahwa barang bukti selain dapat dikembalikan dalam hal perkara

tersebut dihentikan penyidikan atau penuntutannya, akan tetapi dapat juga dikembalikan

kepada yang berhak sebelum perkara itu mempunyai kekuatan hukum tetap, baik perkara

tersebut masih ditingkat penyidikan, penuntutan maupun setelah diperiksa disidang

pengadilan. Dasar pengembalian benda tersebut adalah karena diperlukan untuk mencari

nafkah atau sumber kehidupan. Hanya bedanya Pasal 194 ayat (3) KUHAP dengan tegas

menyebutkan bahwa pengembalian barang bukti tersebut, antara lain barang tersebut

dapat dihadapkan ke pengadilan dalam keadaan utuh.

Penyerahan barang bukti berdasarkan Pasal 194 ayat (2) KUHAP, khususnya

terhadap barang bukti yang dapat diangkut atau dibawa kepersidangan. Penyerahan

barang bukti tersebut tanpa melalui jaksa karena pengertiannya, penyerahan barang bukti

itu merupakan tindakan hakim. Dengan kata lain karena bertanggung jawab secara

yuridis atas benda sitaan/ barang bukti tersebut, adalah hakim dengan demikian hakim

Page 36: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

21

berwenang menyerahkan barang bukti tersebut kepada dari siapa benda tersebut disita

atau kepada orang yang berhak.

Penyerahan barang bukti tersebut harus dengan berita acara, sebagai bukti otentik

bahwa barang bukti sudah diserahkan, apabila benda tersebut berada atau disimpan di

RUPBASAN. Dalam hal ini, kita berpedoman pada Pasal 10 Peraturan Menteri

Kehakiman Nomor : M.05.UM.01.06 Tahun 1983 tanggal 16 Desember 1983, bahwa

pengeluaran benda tersebut harus berdasarkan putusan pengadilan. Dalam pengeluaran

benda sitaan/ barang bukti tersebut, petugas RUPBASAN harus:

a. Meneliti putusan pengadilan yang bersangkutan.

b. Membuat berita acara yang tembusannya harus disampaikan kepada instansi yang

menyita.

c. Mencatat dan mencoret benda sitaan negara tersebut dari daftar yang tersedia.

Sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap:

Berdasarkan Pasal 194 ayat (3) KUHAP, perintah penyerahan barang bukti dilakukan

tanpa disertai dengan syarat apapun. Jaksa penuntut umum yang ditunjuk berdasarkan

surat perintah Kepala Kejaksaan Negeri yang bersangkutan segera melaksanakan

pengembalian barang bukti.

Apabila RUPBASAN belum terbentuk, dalam hal ini maka jaksa yang

bersangkutan melaksanakan pengembalian benda tersebut dengan membuat berita

acaranya, serta ditandatangani oleh Jaksa Penuntut Umum yang bersangkutan, yang

menerima barang bukti dan para saksi yang menyaksikan acara pelaksanaan

pengembalian barang bukti.

Page 37: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

22

Selanjutnya Jaksa Penuntut Umum yang bersangkutan melaporkan pelaksanaan

tugasnya kepada Kepala Kejaksaan Negeri dengan melampirkan berita acaranya biasanya

dalam acara atau perkara singkat, setelah sidang ditutup Jaksa Penuntut Umum langsung

mengembalikan bukti tersebut kepada orang yang berhak yang namanya tercantum dalam

putusan pengadilan tersebut, jika ia hadir dalam persidangan itu, pengembalian barang

bukti tersebut dilakukan dengan berita acara. Selanjutnya dalam Pasal 39 KUHP yang

berbunyi sebagai berikut:

(1) Barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau sengaja dipergunakan

untuk melakukan kejahatan dapat dirampas.

(2) Dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang tidak dilakukan dengan sengaja, atau

karena pelanggaran, dapat juga dirampas seperti diatas, tetapi hanya dalam hal-hal

yang ditentukan dalam undang-undang.

(3) Perampasan dapat juga dilakukan terhadap orang yang bersalah yang oleh hakim

diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanya atas barang-barang yang telah disita.

Apabila kita melihat ketentuan Pasal 191 KUHAP maka yaitu:

(1) Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di siding,

kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak

terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.

(2) Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang di dakwakan

kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu

tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan

(3) Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2),

terdakwa yang ada dalam status tahanan diperintahkan untuk

dibebaskan seketika itu juga kecuali karena ada alasan lain yang sah,

terdakwa perlu ditahan.

Dan bunyi Pasal 193 KUHAP yaitu:

(1) Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan

tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan

menjatuhkan pidana.

(2) a.Pengadilan dalam menjatuhkan putusan, jika terdakwa tidak ditahan,

dalat memerintahkan supaya terdakwa tersebut ditahan, apabila

Page 38: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

23

dipenuhi ketentuan pasal 21 KUHAP dan terdapat alas an cukup

untuk itu.

b.Dalam hal terdakwa ditahan, pengadilan dalam menjatuhkan

putusannya, dapat menetapkan terdakwa tetap ada dalam tahanan

atau membebaskannya, apabila terdapat alas an cukup untuk itu.

Bahwa putusan bebas apabila ditinjau dari segi yuridis ialah putusan yang

dinilai oleh majelis Hakim yang bersangkutan:

a. Tidak memenuhi asas pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif. Dari

hasil pembuktian yang diperoleh di persidangan, tidak cukup membuktikan

kesalahan terdakwa dan sekaligus pula kesalahan terdakwa yang tidak cukup

terbukti tadi tidak diyakini oleh hakim.

b. Tidak memenuhi asas batas minimum pembuktian. Kesalahan yang didakwakan

kepada terdakwa hanya didukung oleh satu alat bukti saja. Sedangkan menurut

ketentuan Pasal 183 KUHAP, agar cukup membuktikan kesalahan seorang

terdakwa harus dibuktikan dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.

Dalam hal putusan yang mengandung pembebasan terdakwa, maka terdakwa

yang berada dalam status tahanan diperintahkan untuk dibebaskan seketika itu juga,

kecuali ada alasan lain yang sah misalnya terdakwa masih tersangkut perkara lain.

a. Putusan yang mengandung pelepasan terdakwa dari segala tuntutan hukum.

Pasal 191 ayat (2) KUHAP menyatakan : "Jika pengadilan berpendapat bahwa

perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak

merupakan suatu tindak pidana maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan

hukum".

Terdakwa dilepas dari segala tuntutan hukum dapat disebabkan:

Page 39: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

24

1. Apa yang didakwakan kepada terdakwa cukup terbukti secara sah, baik dinilai

dari segi pembuktian menurut Undang-undang maupun dari segi pembuktian

menurut Undang-undang maupun dari segi batas minimum pembuktian yang

diatur dalam Pasal 183 KUHAP. Akan tetapi perbuatan yang terbukti tadi tidak

merupakan tindak pidana, tegasnya perbuatan yang didakwakan dan telah terbukti

tadi tidak diatur dan tidak termasuk ruang lingkup hukum pidana tetapi mungkin

masuk dalam ruang lingkup hukum perdata, hukum asuransi, hukum adat, atau

hukum dagang.

2. Adanya keadaan-keadaan istimewa yang menyebabkan terdakwa tidak dapat

dihukum. Misalnya:

a. Terdakwa sakit atau cacat jiwanya (Pasal 44 KUHP)

b. Keadaan memaksa / Overmacht (Pasal 48 KUHP)

c. Pembelaan terpaksa / Noodweer (Pasal 49 KUHP)

d. Melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang (Pasal

50 KUHP)

e. Melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan

oleh penguasa yang berwenang (Pasal 51 KUHP).

Terhadap putusan bebas dan putusan yang melepaskan terdakwa dari segala tuntutan

hukum menurut Pasal 67 KUHAP tidak dapat dimintakan banding.

Mengenai apa yang dimaksud dengan putusan hakim yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap tidak dijelaskan lebih lanjut oleh Undang-Undang. Dalam

Instruksi Jaksa Agung RI nomer: INS-006/J.A/7/1986, disebutkan bahwa putusan

memperoleh kekuatan hukum tetap yaitu jika setelah putusan pengadilan diucapkan

Page 40: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

25

/diberitahukan secara sah menurut hukum, terdakwa dan Penuntut Umum menerima

putusan atau tenggang waktu berpikir dilampaui dan tidak digunakan upaya hukum.

Didalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Ketentuan -

Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman Pasal 33 ayat (4), mengatur juga tentang

pelaksanaan putusan hakim yang didasarkan pada keadilan dan perikemanusiaan. Hal

ini mengandung arti, bahwa dalam pelaksanaan tersebut tidak boleh merugikan

terpidana yang harus menjalani pidanannya baik yang berupa kerugian materiil

maupun moril.

Kerugian materiil dimaksud antara lain pemakaian barang-barang milik

terpidana yang dipergunakan sebagai barang bukti yang kemudian tidak dikembalikan

sedangkan kerugian moril antara lain berupa penyiksaan atau penganiayaan terhadap

diri terpidana selama ia menjalani pidananya.

Berkaitan dengan pelaksanaan putusan hakim bahwa: Pelaksanaan

putusan hakim tersebut panitera mengirimkan salinan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap kepada Kejaksaan Negeri,

kemudian Kepala kejaksaan Negeri menunjuk satu atau beberapa

orang Jaksa untuk melaksanakan eksekusi, biasanya pelaksanaan

cukup didiposisikan kepada kepala Seksi (sesuai pembidangannya)

kemudian kepala seksi meneliti amar putusan yang akan

dilaksanakan, setelah itu menyiapkan surat perintah pelaksanaan

putusan hakim dilengkapi dengan laporan putusan hakim dan

putusannya ditentukan rentutnya dan bukti pelaksanaan putusan hakim

berkenaan dengan pidana, barang bukti dan biaya perkara

(Marpaung,1992:493).

Page 41: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

26

BAB 3

METODE PENELITIAN

Penelitian adalah “Usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran

suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah” (Soetrisno

Hadi,1993:4). Sedangkan “metodologi” berasal dari kata metode yang berarti “jalan ke”.

Metodologi penelitian dapat diartikan, “sebagai suatu cara atau jalan yang harus digunakan untuk

tujuan menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan”

(Soekanto,1986: 5).

Metode pada hakikatnya merupakan prosedur dalam memecahkan suatu masalah dan untuk

mendapatkan pengetahuan secara ilmiah, kerja seorang ilmuwan akan berbeda dengan kerja

seorang awam. Seorang ilmuwan selalu menempatkan logika serta menghindarkan diri dari

pertimbangan subyektif. Sebaliknya bagi awam, kerja memecahkan masalah lebih dilandasi oleh

campuran pandangan perorangan ataupun dengan apa yang dianggap sebagai masuk akal oleh

banyak orang (Sunggono, 2006:43).

Metode disini diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses

penelitian. Sedangkan penelitian itu sendiri diartikan sebagai sebagai upaya dalam bidang Ilmu

Pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar,

hati-hati dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran (Mardalis,2004:24).

Metode penelitian digunakan penulis dengan maksud untuk memperoleh data yang lengkap

dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Adapun metode penelitian yang akan penulis

gunakan adalah Metode Kualitatif dengan pendekatan Yuridis sosiologis. Metode ini didasarkan

pada hal-hal sebagai berikut:

Page 42: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

27

3.1 Metode pendekatan

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang menggunakan metode deskriptif

dengan pendekatan yuridis sosiologis.Yuridis sosiologis merupakan ”suatu pendekatan

selain menggunakan asas dan prinsip hukum dalam meninjau, melihat dan menganalisa

masalah yang terjadi” (Soekanto,1997:10).

3.2 Spesifikasi penelitian

Spesifikasi dalam penelitian ini adalah deskriptif, yaitu “melukiskan atau

menggambarkan gejala atau peristiwa hukum dengan tepat dan jelas”

(Soemitro,1983:11). Deskriptif digunakan untuk memberikan data seteliti mungkin

tentang keadaan atau gejala-gejala lainnya. Dengan demikian deskriptif mempunyai

tujuan untuk melukiskan atau memberikan gambaran tentang dasar-dasar penegak hukum

dalam melaksanakan pengembalian barang bukti oleh jaksa dalam kasus pidana.

3.3 Lokasi Penelitian

Untuk menunjang informasi tentang “Pelaksanaan pengembalian barang bukti

oleh jaksa dalam perkara pidana”, maka penulis memilih melakukan penelitian langsung

ke Kejaksaan Negeri Semarang, dan RUPBASAN Semarang.

3.4 Sumber data Penelitian

”Sumber data penelitian adalah sumber dari mana data dapat diperoleh”

(Meloeng,2000:114). Sumber data merupakan masalah yang perlu diperhatikan dalam

setiap penelitian ilmiah, agar diperoleh data yang lengkap, benar, dan dapat

dipertanggungjawabkan. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Page 43: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

28

3.4.1 Data Primer sebagai data utama

Penelitian hukum untuk keperluan hukum diperlukan keberadaan bahan hukum non

hukum dapat membantu berupa: ”wawancara untuk mengumpulkan bahan-bahan non

hukum, maka digunakan teknik alat dan teknik pengumpulan data tertentu”

(Marzuki,2006:16). ”Penelitian disamping perlu menggunakan metode yang tepat juga

perlu memiliki teknik dan alat pengumpul data yang relevan agar memungkinkan

diperoleh data yang objektif” (Rachman,1997:77). “Sumber data primer diperoleh dari

hasil penelitian dilapangan secara langsung dengan pihak -pihak yang mengetahui persis

masalah yang akan dibahas” (Arikunto,2002:107).

Jadi data primer diperoleh dari data di lapangan atau dari penelitian di masyarakat,

disamping informan dan responden, juga berupa data-data hasil penelitian yang diperoleh

dari lapangan, yaitu data-data hasil penelitian dari Kejaksaan Negeri Semarang, serta

tokoh akademisi yang terkait dengan permasalahan penelitian ini. Pendekatan sosiologis

berarti “penelitian ini akan mengidentifikasi hukum dan efektifitas hukum”

(Soekanto,1986: 51). Artinya penelitian ini adalah kajian untuk melihat realitas sosial

atau kenyataan yang hidup dalam masyarakat dari sudut pandang hukum, di mana hukum

mengatur ketentuan mengenai apa yang seharusnya dan tidak seharusnya dilakukan.

Sedangkan pendekatan secara yuridis berarti “penelitian ini mencakup penelitian

terhadap azas-aza shukum, sistematika hukum, taraf sinkronisasi hukum, sejarah hukum,

dan perbandingan hukum” (Soekanto,1986: 51).

3.4.2 Data Sekunder sebagai data pendukung

Sumber data sekunder yaitu “sumber yang tidak langsung memberikan data kepada

pengumpul data” ( Sugiyono, 2007:225). MenurutArikunto (2002:107) bahwa “untuk

Page 44: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

29

memperoleh sumber data sekunder penulis menggunakan teknik dokumentasi.

Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber tertulis yang berupa

buku, sumber arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi”.

”Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan

merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks,

kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum,dan komentar-komentar hukum atas

pengadilan” (Marzuki, 2006:95).Data sekunder adalah ”data dari penelitian kepustakaan

dimana dalam data sekunder terdiri dari 3 (tiga) bahan hukum, yaitu bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, yaitu sebagai berikut:”

(Marzuki, 2006:95).

a. Bahan Hukum Primer, adalah bahan hukum yang sifatnya mengikat. Berupa

peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ada kaitannya dengan permasalahan

yang dibahas, yaitu meliputi:

1. Undang-Undang Nomor 01 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana.

2. Undang-Undang Nomor 08 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana.

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman.

4. Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: KEP-558/A/J.A/12/2003.

Tentang Perubahan Atas Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia, Nomor:

KEP-225/A/J.A/2003 tentang Perubahan Atas Keputusan Jaksa Agung Republik

Page 45: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

30

Indonesia, Nomor: KEP-115/A/J.A/10/1999 Tentang Susunan Organisasi dan

Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia.

5. Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomer: KEP-132/J.A/111994

tentang Perubahan Keputusan Jaksa "Agung R.I Nomor: KEP-120/J.A/12/1992

tanggal 31 Desember 1992 tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana.

6. Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: KEP-033/JA/3/1993. tentang

Eksaminasi Perkara.

b. Bahan hukum sekunder, adalah bahan hukum yang sifatnya menjelaskan bahan

hukum primer, dimana bahan hukum sekunder berupa buku literatur, hasil karya

sarjana meliputi skripsi, tesis dan desertasi serta literatur lain seperti website-website

tentang pelaksanaan pengembalian barang bukti oleh jaksa dalam perkara pidana.

c. Bahan hukum tersier, adalah bahan hukum sebagai pelengkap kedua bahan hukum

sebelumnya, yaitu berupa:

1. Kamus Hukum;

2. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

3.5 Metode pengumpulan data

Untuk memperoleh data penelitian, akan dilakukan dengan menggunakan beberapa

teknik sebagai berikut :

3.5.1 Studi Kepustakaan

Penelitian pustaka (library research), melalui penelitian ini penulis berusaha

mempelajari buku-buku, majalah, surat kabar, serta beberapa peraturan perundang-

undangan yang ada hubungannya dengan materi skripsi, selanjutnya mengutip dan

Page 46: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

31

menerjemahkan bagian-bagian tertentu yang mempunyai kaitan dengan materi skripsi

(Rachman, 1997:77).

Studi kepustakaan adalah penelaahan bahan-bahan kepustakaan, dengan cara

membaca dan mencatat literatur-literatur terkait. Studi kepustakaan digunakan untuk

memperoleh data sekunder yaitu dengan membaca dan mencermati aturan-aturan hukum,

dan buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan, serta mempelajari literatur-literatur

lainnya yang kemudian berdasarkan studi pustaka tersebut selanjutnya dapat diperoleh

aturan-aturan hukum yang sesuai dalam mengatur permasalahan yang sedang di teliti.

(Rachman,1997:77)

Untuk keperluan analisis kualitatif, peneliti akan mengambil beberapa contoh

pelaksanaan pengambilan barang bukti oleh jaksa dalam perkara pidana dan kemudian

dianalisis dengan data sekunder yang telah di peroleh dari studi kepustakaan serta buku-

buku yang berkaitan dengan objek penelitian. Sehingga dari analisis tersebut dapat

diperoleh kesimpulan atas permasalahan yang sedang diteliti.

3.5.2 Dokumentasi

Dokumentasi yaitu metode yang digunakan untuk mencari data mengenai hal–hal

atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat,

legger, agenda dan lain sebagainya (Arikunto,1998: 236).

Dokumentasi dilakukan dengan cara mencatat dokumen atau arsip-arsip yang

berkaitan dan dibutuhkan pada penelitian ini serta bertujuan untuk mencocokan dan

melengkapi data primer, dalam hal ini adalah yang berkaitan dengan pelaksanaan

pengembalian barang bukti oleh jaksa dalam perkara pidana.

Page 47: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

32

3.5.3 Wawancara

“Wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui proses tanya jawab lisan

yang berlangsung satu arah, artinya pertanyaan datang dari pihak yang mewawancarai

dan jawaban diberikan oleh yang diwawancara” (Fathoni, 2006 : 105).

Wawancara ini diadakan secara langsung kepada pihak-pihak yang terkait dan

berwenang memberikan informasi yakni jaksa yang khususnya di Kejaksaan Negeri

Semarang dalam penentuan pelaksanaan pengembalian barang bukti, serta para petugas

RUPBASAN yang berkompeten untuk menyampaikan informasi yang diperlukan

kepada peneliti.

3.6 Metode Analisis Data

Dalam melakukan penelitian hukum dilakukan langkah-langkah seperti:

mengidentifikasi masalah fakta-fakta hukum dan hal-hal yang tidak relevan terhadap isu

hukum yang hendak dipecahkan; menyimpulkan bahan-bahan hukum yang mempunyai

relevansi dengan bahan-bahan non hukum, melakukan telaah atas isu hukum yang di

kumpulkan: menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi yang menjawab isu hukum

dan memberi perskripsi berdasarkan argumentasi yang dibangun dalam kesimpulan

(Marzuki, 2006:171).

Setelah data terkumpul dari hasil pengamatan data, maka diadakan suatu analisis

data untuk mengolah data yang ada. Analisa data adalah proses mengorganisasikan dan

mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat di

temukan tema dan di temukan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data

(Moleong, 2002:103).

Page 48: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

33

Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam

pola,kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat

dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong, 2000:103).

Menurut Milles dan Huberman dalam Rachman (1999:120). Tahapan analisis data

adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan data

Peneliti mencatat semua data secara objektif dan apa adanya sesuai dengan hasil

observasi dan wawancara di lapangan.

2. Reduksi Data

Yaitu memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian. Dimana reduksi

data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,

mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi. Data-data yang telah

direduksi memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan dan

mempermudah peneliti untuk mencarinya sewaktu - waktu diperlukan.

3. Penyajian Data

Penyajian data berupa sekumpulan informasi yang telah tersusun yang member

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

4. Penarikan Kesimpulan atauVerifikasi

Sejak semula peneliti berusaha mencari makna dari data yang di peroleh. Untuk itu,

peneliti berusaha mencari pula, model, tema, hubungan, persamaan, hal-hal yang

sering muncul, hipotesis dan sebagainya. Verifikasi dapat dilakukan dengan singkat

yaitu dengan cara mengumpulkan data baru. Dalam pengambilan keputusan,

Page 49: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

34

didasarkan pada reduksi data dan penyajian data yang merupakan jawaban atas

masalah yang diangkat dalam penelitian.

Tahap ananalisis data kualitatif diatas dapat dilihat dalam gambar dibawah ini: Bagan 5

(lima) : Analisis Data Kualitatif

Sumber: Milles dan Huberman dalam Rachman (1999:120)

Keempat komponen tersebut saling mempengaruhi dan terkait. Pertama-tama

peneliti melakukan penelitian dilapangan dengan menggunakan wawancara atau

observasi yang disebut tahap pengumpulan data. Karena data yang di kumpulkan banyak

maka diadakan reduksi data, setelah direduksi kemudian diadakan sajian data, selain itu

pengumpulan data juga di gunakan untuk penyajian data, selain itu pengumpulan data

juga di gunakan untuk penyajian data. Apabila ketiga tahapan tersebut selesai dilakukan,

maka diambil kesimpulan.

Pengumpulan

Data

Penyajian Data

Reduksi Data

Penarikan

kesimpulan/

verifikasi

Page 50: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

35

3.7 Keabsahan Data

“Pemeriksaan keabsahan data ini diterapkan dalam rangka membuktikan kebenaran

temuan hasil penelitian dengan kenyataan dilapangan.” (Moleong,2000:75), untuk

memeriksa keabsahan data pada penelitian kualitatif antara lain digunakan taraf

kepercayaan data (credibility). Teknik yang digunakan untuk melacak credibility dalam

penelitian ini adalah teknik tringulasi (triangulation).

“Triangulasi adalah teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang

lain diluar data ini”(Moleong,2000:178). Proses pemeriksaan data dalam penelitian ini

dilakukan dengan mengecek dan membandingkan data hasil wawancara dengan data hasil

observasi dan data pelengkap lainnya.

Triangulasi yang digunakan antara lain sebagai berikut :

1. Triangulasi dengan sumber yaitu membandingkan dan mengecek baik kepercayaan

suatu informasi yang diperoleh melalui alat dan waktu yang berbeda dalam metode

kualitatif.

2. Memanfaatkan pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat

kepercayaan data dari pemanfaatan pengamat akan membantu mengurangi bias dalam

pengumpulan data.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber. Menurut

Patton dalam bukunya (Moleong,2000:178). Triangulasi dengan sumber dapat ditempuh

dengan jalan sebagai berikut:

1. Membandingkan data hasilpengamatandenganhasilwawancara.

2. Membandingkan dengan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang

dikatakan secara pribadi.

Page 51: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

36

3. Membandingkan apa yang dikatakan oleh seseorang sewaktu diteliti dengan

sepanjang waktu.

4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan

pandangan orang, seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan, orang berada,

pejabat pemerintah.

5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

Bagan triangulasi pada pengujian validitas data dapat digambarkan sebagai berikut:

Bagan 4 (empat) : Triangulasi Data

(Sumber: Moleong, 2000:178)

Berdasarkan pendapat Moleong diatas, maka penulis melakukan perbandingan data

yang telah diperoleh. Yaitu data-data sekunder hasil kajian pustaka akan dibandingkan

dengan data-data primer yang diperoleh di fakta-fakta yang ditemui lapangan. Sehingga

kebenaran dari data yang diperoleh dapat dipercaya dan meyakinkan.

Peneliti melakukan validasi sendiri dengan memperhatikan hal-hal, diantaranya:

a. Pemahaman peneliti terhadap metode penelitian kualitatif;

b. Kesiapan peneliti untuk memasuki obyek penelitian secara akademik maupun

logistik.

Teknik yang berbeda

Waktu yang berbeda

Data Sama Data valid

Sumber yang berbeda

Page 52: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

37

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Kejaksaan Negeri Semarang dan RUPBASAN (Rumah

Penyimpanan Benda Sitaan Negara)

Kejaksaan R.I. adalah lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara,

khususnya di bidang penuntutan. Sebagai badan yang berwenang dalam penegakan

hukum dan keadilan, Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh dan

bertanggung jawab kepada Presiden. Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan

Kejaksaan Negeri merupakan kekuasaan negara khususnya dibidang penuntutan,

dimana semuanya merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan.

Mengacu pada Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 yang menggantikan UU No. 5

Tahun 1991 tentang Kejaksaan R.I., Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak

hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum,

perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan

Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Di dalam UU Kejaksaan yang baru ini, Kejaksaan RI sebagai lembaga negara

yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus melaksanakan fungsi,

tugas, dan wewenangnya secara merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah

dan pengaruh kekuasaan lainnya (Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun

2004). Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa

Agung yang membawahi enam Jaksa Agung Muda serta 31 Kepala Kejaksaan Tinggi

pada tiap provinsi. UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia juga

Page 53: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

38

mengisyaratkan bahwa lembaga Kejaksaan berada pada posisi sentral dengan peran

strategis dalam pemantapan ketahanan bangsa. Karena Kejaksaan berada di poros dan

menjadi filter antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan di persidangan serta

juga sebagai pelaksana penetapan dan keputusan pengadilan. Sehingga, Lembaga

Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara (Dominus Litis), karena hanya institusi

Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke Pengadilan

atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana.

Kejaksaan juga merupakan satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana

(executive ambtenaar). Selain berperan dalam perkara pidana, Kejaksaan juga memiliki

peran lain dalam Hukum Perdata dan Tata Usaha Negara, yaitu dapat mewakili

Pemerintah dalam Perkara Perdata dan Tata Usaha Negara sebagai Jaksa Pengacara

Negara. Jaksa sebagai pelaksana kewenangan tersebut diberi wewenang sebagai

Penuntut Umum serta melaksanakan putusan pengadilan, dan wewenang lain

berdasarkan Undang-Undang.

Kejaksaan negeri adalah lembaga kejaksaan yang berkedudukan di

ibukota kabupaten/ kota dan daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan kabupaten/

kota. Kejaksaan Agung, kejaksaan tinggi (berkedudukan di ibukota provinsi dan daerah

hukumnya meliputi wilayah provinsi), dan kejaksaan negeri merupakan kekuasaan

negara khususnya di bidang penuntutan, di mana semuanya merupakan satu kesatuan

yang utuh yang tidak dapat dipisahkan. Kejaksaan negeri dipimpin oleh kepala

kejaksaan negeri, yang mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan di

daerah hukumnya. Kejaksaan negeri dibentuk dengan keputusan presiden atas

usul Jaksa Agung. Dalam hal tertentu di daerah hukum kejaksaan negeri dapat dibentuk

Page 54: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

39

cabang kejaksaan negeri, yang dibentuk dengan keputusan Jaksa Agung. Gedung

Kejaksaan Negeri Semarang terletak di Jl. Abdul Rahman Saleh No. 5-9 Semarang,

Jawa Tengah.

Dalam penanganan terdakwa, setelah berkas dari pihak penyidik (P-21)

dinyatakan lengkap oleh jaksa, masih ada tahap berikutnya dan tahapan itu terdiri dari:

1. Berkas yang telah dinyatakan P-21 oleh jaksa.

2. Bawa Barang Bukti.

3. Dihadirkan tersangka tetapi setelah pemeriksaan, tersangka dititipkan ke Rutan.

Setelah selesai, barulah jaksa membuat surat dakwaan dan segera dilimpahkan ke

Pengadilan Negeri. Waktu pada saat dilimpahkan ke PN itu waktunya sekitar 2 minggu.

Pengadilan Negeri menerima surat dakwaan yang diserahkan ke Panitera dan membuat

jadwal untuk membuat hari sidang. Setelah penetapan hari sidang dari Pengadilan

Negeri disampaikan kepada Jaksa, dan Jaksa menyampaikan kepada terdakwa.

Setelah melakukan penyitaan atas benda yang bersangkutan dalam tindak

pidana,maka benda tersebut harus diamankan oleh penyidik dengan menempatkannya

dalam suatu tempat yang khusus yaitu menyimpan benda-benda sitaan Negara. Pasal 44

ayat (1) KUHAP menyebutkan bahwa benda sitaan disimpan dalam rumah penyitaan

benda sitaan Negara. Dengan berlakunya KUHAP, timbul suatu lembaga baru yang

dikena nama RUPBASAN ( Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara), yaitu tempat

penyimpanan benda yang disita oleh Negara untuk keperluan proses peradilan ( pasal 1

butir 3 PP No. 27 tahun 1983).

Tugas RUPBASAN adalah Melakukan Penyimpanan Benda Sitaan dan Barang

Rampasan Negara. Fungsi RUPBASAN yaitu sebagai berikut:

Page 55: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

40

berita acara

pelaksanaan

penetapa

hakim (BA–6)

dan membuat

berita acara

pengambilan

barang bukti (

BA – 20 ) Orang yang dijelaskan

dalam isi petikan putusan

RUPBASAN

a) Melakukan pengadministrasian benda sitaan dan barang rampasan Negara;

b) Melakukan pemeliharaan dan mutasi benda sitaan dan barang rampasan Negara;

c) Melakukan pengamanan dan pengelolaan RUPBASAN

4.1 Pelaksanaan Pengembalian Barang Bukti Oleh Jaksa Dalam Perkara Pidana

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Kejaksaan Negeri Semarang, bahwa

pelaksanaan pengembalian barang bukti oleh jaksa dalam perkara pidana adalah sebagai

berikut:

HAKIM Surat Petikan Jaksa

Putusan inkracht

(putusan yang sudah

mendapatkan kekuatan

hukum tetap)

Bagan.1 .Mekanisme pengembalian barang bukti oleh jaksa dalam perkara pidana

Dari keterangan yang diberikan oleh Bapak Hardi selaku jaksa bagian barang

bukti yang menjelaskan tentang pelaksanaan pengembalian barang bukti oleh jaksa dalam

perkara pidana adalah seperti bagan mekanisme pengembalian barang bukti oleh jaksa

dalam perkara pidana tersebut dan penjelasan dari bagan mekanisme pengembalian barang

bukti oleh jaksa dalam perkara pidana adalah:

Page 56: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

41

“Perkara yang sudah mendapatkan putusan inkracht (putusan yang

sudah mendapatkan kekuatan hukum tetap) lalu hakim menbuat surat

petikan putusan, petikan putusan keluar 1 (satu) minggu setelah putusan

inkracht (putusan yang sudah mendapatkan kekuatan hukum tetap).

Petikan putusan tersebut lalu diberikan kepada jaksa agar jaksa langsung

membuat berita acara pelaksanaan penetapan hakim ( BA - 6 ) dan

membuat berita acara pengambilan barang bukti ( BA - 20 ). Setelah itu

berita acara pelaksanaan penetapan hakim ( BA - 6 ) dan membuat

berita acara pengambilan barang bukti ( BA - 20 ) diberikan kepada

orang yang sudah disebutkan atau dijelaskan dalam isi petikan putusan

yang ditetapkan oleh hakim. Karena berita acara pelaksanaan penetapa

hakim ( BA - 6 ) dan membuat berita acara pengambilan barang bukti (

BA - 20 ) untuk mengambil barang bukti yang di sebutkan dalam isi

petikan putusan di Kejaksaan atau di RUPBASAN (rumah penyimpanan

benda sitaan negara)".

(Wawancara dengan Hardi, SH sebagai jaksa bagian barang bukti, 26

November 2012, Pukul 13.00 wib).

Jadi yang diterangkan oleh Bapak Hardi selaku jaksa bagian barang bukti sudah

sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 46 ayat (2) KUHAP

yaitu apabila perkara sudah diputus maka benda yang dikenakan penyitaan

dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut,

kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk

dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika

benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain.

Mengenai pengembalian barang bukti yang diatur dalam Pasal 46

KUHAP yaitu menyatakan bahwa :

(1) Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau

kepada mereka dari siapa benda itu disita, atau kepada orang atau

kepada mereka yang paling berhak apabila:

a. Kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi;

b. Perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau

ternyata tidak merupakan tindak pidana;

c. Perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau

perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda

diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk

melakukan suatu tindak pidana.

Page 57: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

42

(2) Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan

penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang

disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim

benda itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau untuk

dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda

tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain.

Perbedaan alat bukti yang sah menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana dengan barang bukti. Alat bukti yang sah menurut Pasal 184 KUHAP, yaitu:

f. Keterangan saksi

g. Keterangan ahli

h. Surat

i. Petunjuk

j. Keterangan terdakwa

Hanya alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang yang dapat dipergunakan untuk

alat pembuktian.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memang tidak

menyebutkan secara jelas tentang apa yang dimaksud dengan barang bukti. Namun dalam

pasal 39 ayat (1) KUHAP disebutkan apa-apa yang disita. Untuk kepentingan pembuktian

tersebut maka kehadiran benda-benda yang tersangkut dalam suatu tindak pidana, sangat

diperlukan. Benda-benda dimaksud dengan istilah “barang bukti”.Barang bukti atau

corpus delicti adalah barang bukti kejahatan, meskipun barang bukti itu mempunyai

peranan yang sangat penting dalam proses pidana.

Selain itu didalam Hetterzine in landcsh regerment(HIR) juga terdapat perihal

barang bukti. Dalam Pasal 42 HIR disebutkan bahwa para pegawai, pejabat ataupun

orang-orang berwenang diharuskan mencari kejahatan dan pelanggaran kemudian

selanjutnya mencari dan merampas barang-barang yang dipakai untuk melakukan suatu

Page 58: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

43

kejahatan serta barang-barang yang didapatkan dari sebuah kejahatan. Penjelasan Pasal

42 HIR menyebutkan barang-barang yang perlu di-beslag diantaranya:

e. Barang yang menjadi sarana tindak pidana (corpora delicti)

f. Barang-barang yang terjadi sebagai hasil dari tindak pidana (corpora delicti)

g. Barang-barang yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana (instrumenta

delicti)

h. Barang-barang yang pada umumnya dapat dipergunakan untuk membuatkan atau

meringankan kesalahan terdakwa (corpora delicti).

Apabila benda tersebut adalah surat maka diperlukan untuk pemeriksaan surat,

sebagaimana yang diatur Pasal 47 KUHAP dan Pasal 48 KUHAP, yaitu sebagai berikut:

Pasal 47 KUHAP antara lain menyebutkan:

1) Penyidik berhak membuka, memeriksa dan menyita surat lain yang

dikirim melalui kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau

perusahaan komunikasi atau pengangkutan jika benda tersebut

dicurigai dengan alasan yang kuat mempunyai hubungan dengan

perkara pidana yang sedang diperiksa, dengan izin khusus yang

diberikan untuk itu dari ketua pengadilan negeri.

2) Untuk kepentingan tersebut. penyidik dapat meminta kepada kepala

kantor pos dan telekomunikasi, kepala jawatan atau perusahaan

komunikasi atau pengangkutan lain untuk menyerahkan kepadanya

surat yang dimaksud dan untuk itu harus diberikan surat tanda

penerimaan.

Pasal 48 KUHAP mengatur bahwa:

1) Apabila sesudah dibuka dan diperiksa, ternyata bahwa surat itu ada

hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa, surat tersebut

dilampirkan pada berkas perkara.

2) Apabila sesudah diperiksa ternyata surat itu tidak ada hubungannya

dengan perkara tersebut, surat itu ditutup rapi dan segera diserahkan

kembali kepada kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau

perusahaan komunikasi atau pengangkutan lain setelah dibubuhi cap

yang berbunyi "telah dibuka oleh penyidik" dengan dibubuhi

tanggal, tanda tangan beserta identitas penyidik.

3) Penyidik dan para pejabat pada semua tingkat pemeriksaan dalam

proses peradilan wajib merahasiakan dengan sungguh-sungguh atas

kekuatan sumpah jabatan isi surat yang dikembalikan itu.

Page 59: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

44

Hal ini mengandung arti bahwa barang bukti selain dapat dikembalikan dalam hal

perkara tersebut dihentikan penyidikan atau penuntutannya, akan tetapi dapat juga

dikembalikan kepada yang berhak sebelum perkara itu mempunyai kekuatan hukum

tetap, baik perkara tersebut masih di tingkat penyidikan, penuntutan maupun setelah di

persidang pengadilan. Dasar pengembalian benda tersebut adalah karena diperlukan

untuk mencari nafkah atau sebagai sumber kehidupan. Hanya bedanya Pasal 194 ayat

(3) KUHAP yaitu menyatakan bahwa :

(3) Perintah penyerahan barang bukti dilakukan tanpa disertai suatu syarat apapun

kecuali dalam hal putusan pengadilan belum mempunyai kekuatan hukum tetap.

Dalam pengembalian barang bukti sebelum mendapatkan putusan kekuatan

hukum tetap tidak menyebutkan syarat-syarat pengembalian benda sitaan yang dapat

dipinjam-pakaikan kepada orang atau mereka dari mana benda tersebut disita atau

kepada mereka yang paling berhak, namun dalam praktek pelaksanaan, pejabat yang

bertanggungjawab secara yuridis atas benda sitaan tersebut memberikan syarat-syarat

tertentu yang harus dipatuhi oleh si penerima barang bukti tersebut. Adapun syarat yang

harus dipenuhi oleh si pemohon atau orang yang berhak menerima barang bukti sesuai

isi petikan putusan adalah sebagai berikut :

a. Bersedia menghadapkan barang bukti itu apabila sewaktu-waktu diperlukan kembali

untuk kepentingan pembuktian.

b. Bersedia menjaga keutuhan barang bukti tersebut, artinya bahwa barang bukti

tersebut tidak akan dirubah atau rusak atau dipendah-tangankan kepada orang lain.

c. Bersedia barang bukti tersebut ditarik kembali dan bersedia dituntut menurut hukum

yang berlaku apabila tidak menepati janji sebagai mana tersebut.

Page 60: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

45

Pada umumnya benda sitaan yang dipinjam-pakaikan adalah benda yang

merupakan objek kejahatan, misalnya : mobil, sepeda motor, emas, TV, video, radio dan

lain-lain. Benda yang tidak dapat dipinjam-pakaikan antara lain :

a. Benda tersebut merupakan alat untuk melakukan kejahatan, misalnya : pisau,

linggis, dan alat-alat lainnya. Kecuali jika jelas bahwa benda tersebut adalah milik

suatu instansi, misalnya pistol yang dipakai untuk membunuh adalah milik

Departemen Hankam, maka pistol tersebut dapat dikembalikan pada instansi yang

bersangkutan.

b. Benda tersebut merupakan hasil perbuatan jahat terdakwa, misalnya uang palsu,

emas palsu dan lain-lain.

c. Benda terlarang, misalnya : ganja, heroin, obat-obatan dan lain-lain.

d. Benda yang kepemilikannya kurang jelas atau saling kait mengkait antar pelapor

dengan orang lain.

Dalam hal barang bukti masih diperlukan dalam perkara lain, maka putusan

pengadilan yang berkenaan dengan barang bukti tersebut menyatakan bahwa: barang

bukti masih dikuasai jaksa, karena masih diperlukan dalam perkara lain atau barang

bukti dikembalikan kepada Jaksa Penuntut Umum karena masih diperlukan dalam

perkara lain. Ada tiga kemungkinan yang bisa menimbulkan putusan seperti berikut:

d. Ada dua delik dimana pelakunya hanya satu orang, perkara pertama sudah diputus

oleh hakim sedangkan barang buktinya masih diperlukan untuk pembuktian perkara

yang kedua.

Page 61: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

46

e. Ada suatu delik pelakunya lebih dari seorang, para terdakwa diperiksa secara

terpisah atau perkaranya displitsing. Terdakwa pertama sudah diputus sedangkan

barang buktinya masih diperlukan untuk pembuktian terdakwa yang lain.

f. Perkara koneksitas, dalam hal ini satu delik dilakukan lebih dari satu orang (sipil dan

ABRI). Terdakwa Sipil sudah diputus oleh pengadilan, sedangkan barang buktinya

masih diperlukan untuk perkara yang terdakwanya ABRI.

Mengenai permintaan pengeluaran benda sitaan untuk kepentingan penyidikan

dan penuntutan tidak ditentukan jangka waktu kapan surat tersebut harus diajukan.

Sedangkan permintaan pengeluaran benda sitaan untuk keperluan sidang pengadilan,

menurut Pasal 9 ayat (1) Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor M.05-UM.01.06

Tahun 1983, surat tersebut harus sudah diterima oleh Kepala RUPBASAN selambat-

lambatnya 1 X 24 jam sebelum hari sidang. Ketentuan ini adalah untuk mencegah

adanya permintaan pengeluaran benda sitaan yang bersifat mendesak atau terburu-buru,

dan pada saat sidang dimulai barang bukti yang diperlukan sudah siap untuk dihadapkan

ke persidangan. Untuk mengeluarkan benda sitaan guna keperluan sidang pengadilan,

petugas RUPBASAN harus:

a. Meneliti surat permintaan pengeluaran benda sitaan negara

b. Membuat berita acara serah terima dan menyampaikannya kepada instansi yang

menyita

c. Mencatat lama peminjaman benda sitaan negara, dalam register yang tersedia

Benda sitaan negara hanya digunakan untuk keperluan barang bukti dalam

pemeriksaan pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang

pengadilan. Apabila digunakan untuk kepentingan lain tentunya tindakan tersebut tidak

Page 62: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

47

dibenarkan. Surat penyerahan benda sitaan tersebut dilampirkan pula dengan surat

perintah penyitaan, berita acara penyitaan dan atau berita acara penyisihan. Sedangkan

benda sitaan yang akan diserahkan kepada RUPBASAN (Rumah Penyimpanan Benda

Sitaan Negara), harus sudah diberi label, dilak, distempel, sehingga mudah untuk

mencocokkannya dengan surat penyerahannya, dan disamping itu tidak tertukar dengan

benda lain dan mudah ditemukan bila suatu saat diperlukan. Dijelaskan dalam Pasal 27

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan

Kitab Undang - Undang Hukum Acara Pidana yaitu:

(1) Di dalam RUPBASAN ditempatkan benda yang harus disimpan

untuk keperluan barang bukti dalam pemeriksaan dalam tingkat

penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan

termasuk barang yang dinyatakan dirampas berdasarkan putusan

hakim;

(2) Dalam hal benda sitaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak

mungkin dapat disimpan dalam RUPBASAN, maka cara

penyimpanan benda sitaan tersebut diserahkan kepada Kepala

RUPBASAN;

(3) Benda sitaan disimpan di tempat RUPBASAN untuk menjamin

keselamatan dan keamanannya;

Menurut beberapa keterangan yang diperoleh dari ibu Kartika selaku jaksa bagian

barang bukti, bahwa:

“Prosedur yang diperlukan dalam pengambilan barang bukti yaitu orang

yang sudah disebutkan dalam isi petikan putusan untuk mengambil

surat pengantar dan surat pengambilan barang bukti untuk ditunjukkan

kepada pihak RUPBASAN. Baru orang yang disebutkan dalam isi

petikan putusan bisa mengambil barang bukti tersebut ke RUPBASAN

(Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara)”.

Keterangan yang diberikan ibu Kartika selaku Jaksa Bagian Barang Bukti yaitu

sudah sesuai dengam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 28 ayat (2) yaitu Pengeluaran barang

rampasan untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

Page 63: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

48

hukum tetap, dilakukan atas permintaan jaksa secara tertulis. Menjelaskan mengenai

pengeluaran barang bukti dari RUPBASAN yang telah memperoleh kekuatan hukum

tetap, yang dilakukan atas permintaan jaksa secara tertulis. Syarat pengambilan barang

bukti dari RUPBASAN, jaksa harus membuat Surat Berita Acara Pengambilan Barang

Bukti (BA-20) dan Surat Pengantar Pengambilan Barang Bukti. Seperti yang dijelaskan

oleh ibu Kartika selaku Jaksa Bagian Barang Bukti.

4.2 Kendala dalam Pelaksanaan Pengembalian Barang Bukti yang Disita Setelah

Adanya Putusan Hakim yang Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap.

Menurut keterangan yang diberikan oleh Bapak Hardi selaku jaksa bagian barang

bukti mengenai kendala yang dihadapi oleh jaksa dalam pengembalian barang bukti

adalah:

“orang yang sudah disebutkan atau dijelaskan dalam isi petikan putusan

tidak mau mengambil barang bukti tersebut, dan orang yang sudah

disebutkan dalam isi petikan putusan lama dalam pengambilan barang

bukti tersebut. Jadi barang bukti yang tidak diambil atau pengambilanya

terlalu lama mengakibatkan RUPBASAN menjadi penuh.”

Seperti yang dijelaskan dalam Pasal 28 Keputusan Menteri Kehakiman Republik

Indonesia Nomor: M.04-PR.07.03 Tahun 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah

Tahanan Negara dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara yaitu RUPBASAN

mempunyai tugas melakukan penyimpanan benda sitaan negara dan barang rampasan

negara. Pasal 29 Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.04-

PR.07.03 Tahun 1985 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Tahanan Negara dan

Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara yaitu untuk menyelenggarakan tugas tersebut

pada Pasal 28, RUPBASAN mempunyai fungsi:

a. Melakukan pengadministrasian benda sitaan dan barang rampasan

negara.

Page 64: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

49

b. Melakukan pemeliharaan dan mutasi benda sitaan dan barang

rampasan negara

c. Melakukan pengamanan dan pengelolaan RUPBASAN.

d. Melakukan urusan surat menyurat dan kearsipan.

Menurut keterangan yang diberikan oleh Bapak Hardi selaku jaksa

bagian barang bukti mengenai langkah yang diambil jika ada kendala

dalam pengembalian barang bukti oleh jaksa dalam perkara pidana yaitu

“jaksa membuat surat panggilan kepada pihak yang sudah disebutkan

dalam isi petikan putusan untuk mengambil barang bukti yang

disebutkan dalam isi petikan putusan.”

Benda-benda sitaan yang akan disimpan di RUPBASAN(Rumah Penyimpanan

Benda Sitaan Negara) itu tidak dilengkapi dengan surat penyitaan dan atau tidak cocok

dengan jumlah atau jenis benda yang tercantum dalam berita acara penyitaan, maka

petugas RUPBASAN dilarang untuk menerima benda sitaan tersebut. Untuk lebih jelas

siapa yang menyerahkan dan menyimpan benda sitaan tersebut, maka selain pejabat

yang bertanggung jawab secara yuridis, tugas RUPBASAN yang menerima benda sitaan

pun harus menandatangani surat penyerahan benda sitaan tersebut. Dijelaskan dalam

Pasal 27 ayat (4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1983

tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yaitu Kepala

RUPBASAN tidak boleh menerima benda yang harus disimpan untuk keperluan barang

bukti dalam pemeriksaan, jika tidak disertai surat penyerahan yang sah, yang

dikeluarkan oleh pejabat yang bertanggung jawab secara juridis atas benda sitaan

tersebut.

Menurut jaksa Hardi SH, sebagai jaksa bagian barang bukti

tenggang waktu yang diperlukan penyimpanan barang bukti di

RUPBASAN yaitu “berdasarkan putusan dari pengadilan semakin lama

perkara mendapatkan putusan inkracht ( putusan yang sudah

mendapatkan kekuatan hukum tetap) maka semakin lama juga tenggang

waktu yang diperlukan dalam penyimpanan barang bukti di

RUPBASAN. Dalam penyimpanan barang bukti disimpan di

RUPBASAN (rumah penyimpanan benda sitaan negara) yang sudah

Page 65: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

50

sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dalam Pasal

44 ayat (1) KUHAP yaitu Benda sitaan disimpan dalam rumah

penyimpanan benda sitaan negara.”

Berdasarkan putusan pengadilan serta surat perintah Kepala Kejaksaan Negeri,

jaksa yang bersangkutan mengajukan permintaan kepada RUPBASAN agar

mengeluarkan benda sitaan/ barang bukti yang dimaksud. Selanjutnya menurut Pasal 8

ayat (1) Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.05.UM.01.06 Tahun 1983, pihak

RUPBASAN melakukan hal- hal sebagai berikut:

a. Meneliti putusan pengadilan yang bersangkutan.

b. Membuat berita acara serah terima yang tembusannya harus dismpaikan kepada

instansi yang menyita.

c. Mencatat dan mencoret benda sitaan tersebut dari daftar yang tersedia.

Apabila RUPBASAN belum terbentuk, dalam hal ini maka jaksa yang

bersangkutan melaksanakan pengembalian benda tersebut dengan membuat berita

acaranya, serta ditandatangani oleh Jaksa Penuntut Umum yang bersangkutan, yang

menerima barang bukti dan para saksi yang menyaksikan acara pelaksanaan

pengembalian barang bukti.

Selanjutnya Jaksa Penuntut Umum yang bersangkutan melaporkan pelaksanaan

tugasnya kepada Kepala Kejaksaan Negeri dengan melampirkan berita acaranya

biasanya dalam acara atau perkara singkat, setelah sidang ditutup Jaksa Penuntut Umum

langsung mengembalikan bukti tersebut kepada orang yang berhak yang namanya

tercantum dalam putusan pengadilan tersebut, jika ia hadir dalam persidangan itu,

pengembalian barang bukti tersebut dilakukan dengan berita acara.

Tenggang waktu yang diperlukan oleh jaksa dalam penyimpanan barang

bukti yaitu “berdasarkan putusan pengadilan. Setelah adanya putusan

Page 66: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

51

inkracht ( keputusan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap) jaksa

langsung menjalankan tugas untuk mengembalikan barang bukti ke

orang yang sudah disebutkan atau dijelaskan dalam isi petikan putusan.

Jaksa akan diberikan petikan putusan lalu membuat berita acara

pelaksanaan penetapan hakim (BA - 6) dan membuat berita acara

pengambilan barang bukti (BA - 20).”

Menurut keterangan yang diperoleh dari bapak Hardi, SH, selaku jaksa bagian

barang bukti:

1. “Cara mengatasi barang bukti yang mudah rusak, rapuh atau sulit

pemeliharanya yaitu pihak kejaksaan dan pihak RUPBASAN tidak

melakukan pemeliharaan yang lebih. Pihak kejaksaan dan pihak

RUPBASAN cuma menjaga menyimpannya saja sampai

dikembalikan kepada pihak yang disebutkan dalam isi petikan

putusan, karena tidak ada biaya dan tenaga untuk perawatan barang

bukti yang mudah rusak, rapuh atau sulit pemeliharanya.”

Keterangan yang diberikan oleh bapak Hardi selaku jaksa bagian barang bukti

yang menerangkan tentang cara mengatasi barang bukti yang mudah rusak, rapuh

atau sulit pemeliharanya, sudah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum

Pidana Pasal 44 ayat (2) yaitu: penyimpanan benda sitaan dilaksanakan dengan

sebaik-baiknya dan tanggungjawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang

sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut

dilarang untuk dipergunakan oleh siapapun juga. Dan Pasal 45 ayat (1) KUHAP

yaitu : dalam hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau yang

membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan

pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap

atau jika biaya penyimpanan benda tersebut akan menjadi terlalu tinggi, sejauh

mungkin dengan persetujuan tersangka atau kuasanya dapat diambil tindakan

sebagai berikut:

Page 67: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

52

a. Apabila tersangka masih ada ditangan penyidik atau penuntut umum, benda

tersebut dapat dijual lelang atau dapat diamankan oleh penyidik atau penuntut

umum, dengan disaksikan oleh tersangka atau kuasanya.

b. Apabila perkara sudah ada ditangan pengadilan, maka benda tersebut dapat

diamankan atau dijual lelang oleh penuntut umum atas izin hakim yang

menyidangkan perkaranya dan disaksikan oleh terdakwa atau kuasanya.

2. “Orang yang berhak menerima barang bukti tersebut menolak

menerima barang bukti maka jaksa akan membuat surat panggilan

terhadap orang yang sudah disebutkan dalam isi petikan putusan

untuk mengambil barang bukti yang sudah disebutkan dalam isi

petikan putusan. Jangka waktu pengambilan barang bukti kurang

lebih 2 (dua) tahun kalau tetap tidak diambil barang bukti tersebut

maka jaksa akan membuat surat keterangan kalau barang bukti tidak

diambil akan dibuang atau dimusnahkan dan orang yang disebutkan

dalam isi petikan putusan harus menandatangani, sebagai bukti kalau

barang bukti itu akan dibuang atau dimusnahkan.”

Proses pemeriksaan barang bukti pada kejaksaan dilakukan sebagai berikut: Jaksa

Penuntut Umum mencocokan barang-barang tersebut dengan yang tercantum dalam

daftar barang bukti sebagaimana terlampir dalam berkas perkara dengan disaksikan oleh

penyidik dan tersangka. Menurut Instruksi Jaksa Agung RI. Nomor: INS-

006/J.A/7/1986 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Administrasi Teknik Yudisial Perkara

Pidana Umum, penelitian mengenai barang bukti tersebut meliputi:

a. Jenis/macamnya, contoh: jenis/macam dari barang bukti yang disita

oleh jaksa dari terdakwa atau pemiliknya, seperti: motor (mereknya),

rumah, mobil (mereknya), surat/dokumen, alat-alat yang

dipergunakan dalam melakukan tindak pidana.

b. Jumlah/kesatuannya, yaitu jumlah/banyaknya dari barang bukti yang

yang disita dari terdakwa atau pemilik barang bukti.

c. Mutu/kadarnya, yaitu mutu /kadar dari barang bukti tersebut seperti

ganja yang disita dari terdakwa sebanyak 3kg.

Keterangan yang diberikan oleh bapak Hardi selaku bagian barang bukti

mengenai penjelasan tentang jangka waktu pengambilan barang bukti tidak sesuai

Page 68: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

53

dengan Instruksi Jaksa Agung RI Nomor : INS 006/JA/7/86 Tanggal 15 Juli 1986,

apabila pemilik atau orang yang berhak atas barang bukti tidak datang walaupun telah

dipanggil secara sah menurut hukum, dalam waktu 6 (enam) bulan, baik melalui surat

panggilan dalam mass media, maka barang bukti tersebut dapat dijual lelang melalui

Kantor Lelang Negara (Instruksi presiden Nomor : 9 Tahun 1970 Tanggal 21 Mei

1970).

Menurut keterangan yang diberikan oleh Bapak Hardi selaku jaksa bagian barang

bukti menangani barang bukti yang berbentuk makhluk hidup dan jumlahnya tidak

sedikit adalah:

1. “Jaksa akan membuat surat berita acara penitipan kepada orang yang

disebutkan dalam isi petikan putusan karena jaksa tidak bisa untuk

memelihara hewan yang jumlahnya banyak, jadi jaksa membuat

surat berita acara penitipan barang kepada orang yang disebutkan

dalam isi petikan putusan. Karena takut kalau hewan tersebut sakit

atau meninggal.”

2. “Jaksa sebelum menitipkan barang bukti kepada orang yang

disebutkan dalam isi petikan putusan, jaksa mengambil foto dari

barang bukti tersebut terlebih dahulu. Untuk menggantikan barang

bukti yang berbentuk hewan yang jumlahnya tidak sedikit karena

tidak semua hewan tersebut bisa dihadapkan di persidangan.”

3. “Jaksa juga mengambil sempel seperti bulu dari hewan tersebut yang

menjadi barang bukti.”

Keterangan yang dijelaskan oleh bapak Hardi selaku jaksa bagian barang butkti

sudah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 42 ayat (1)

yaitu: penyidik berwenang memerintahkan kepada orang yang menguasai benda yang

dapat disita, menyerahkan benda tersebut kepadanya untuk kepentingan pemeriksaan

dan kepada yang menyerahkan benda itu harus diberikan surat tanda penerimaan.

Barang bukti itu sangat penting arti dan peranannya dalam mendukung upaya

bukti dalam persidangan, sekaligus memperkuat dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Page 69: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

54

terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa, serta dapat membentuk dan

menguatkan keyakinan hakim atas kesalahan terdakwa. Itulah sebabnya Jaksa Penuntut

Umum semaksimal mungkin harus mengupayakan atau menghadapkan barang bukti

selengkap-lengkapnya di sidang pengadilan.

Dalam Pasal 181 KUHAP mengatur mengenai pemeriksaan barang bukti

dipersidangan yaitu Hakim ketua sidang memperlihatkan kepada terdakwa segala

barang bukti dan menanyakan kepadanya apakah ia mengenal benda itu dengan

memperhatikan ketentuan sebagai mana yang dimaksud dalam Pasal 45 KUHAP yaitu:

(1) dalam hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau

yang membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan

sampai putusan pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan

memperoleh kekuatan hukum tetap atau jika biaya penyimpanan

benda tersebut akan menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin dengan

persetujuan tersangka atau kuasanya dapat diambil tindakan sebagai

berikut:

a. Apabila tersangka masih ada ditangan penyidik atau penuntut

umum, benda tersebut dapat dijual lelang atau dapat diamankan

oleh penyidik atau penuntut umum, dengan disaksikan oleh

tersangka atau kuasanya.

b. Apabila perkara sudah ada ditangan pengadilan, maka benda

tersebut dapat diamankan atau dijual lelang oleh penuntut umum

atas izin hakim yang menyidangkan perkaranya dan disaksikan

oleh terdakwa atau kuasanya.

(2) Hasil pelelangan benda yang bersangkutan yang berupa uang dipakai

sebagai barang bukti.

(3) Guna kepentingan pembuktian sedapat mungkin disisihkan

sebagaian kecil dari benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

(4) Benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan,

tidak termasuk ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),

dirampas untuk dipergunakan bagi kepentingan negara atau untuk

dimusnahkan.

Jika perlu benda itu diperlihatkan juga oleh hakim ketua sidang kepada saksi. Apabila

dianggap perlu untuk pembuktian, hakim ketua sidang membacakan atau

Page 70: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

55

memperlihatkan surat atau berita acara kepada terdakwa atau saksi dan selanjutnya

minta keterangan seperlunya tentang hal itu.

“Menurut keterangan yang diberikan oleh Bapak Hardi selaku jaksa

bagian barang bukti mengenai barang buktinya berbentuk makhluk

hidup yang jumlahnya banyak dan tidak bisa dihadapkan kedepan

sidang pengadilan, jadi jaksa hanya mengambil sampel seperti foto, bulu

dari makhluk hidup tersebut. Barang bukti yang berbentuk makhluk

hidup dan jumlahnya tidak sedikit tersebut dititipkan kepada orang yang

disebutkan dalam isi petikan putusan, dan jaksa langsung membuat surat

berita acara penititan barang bukti. Pihak kejaksaan tidak bisa

menyimpan barang bukti yg berbentuk makhluk hidup dan jumlahnya

tidak sedikit di RUPBASAN (Rumah Penyimpanan Benda Sitaan

Negara) karena takut terjadi jika ada yang mati atau sakit, jadi lebih baik

dititipkan kepada orang yang sudah terdapat dalam isi petikan putusan.”

Dari keterangan yang diterangkan oleh bapak Hardi selaku jaksa bagian barang

bukti sudah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 42 ayat

(1) yaitu: penyidik berwenang memerintahkan kepada orang yang menguasai benda

yang dapat disita, menyerahkan benda tersebut kepadanya untuk kepentingan

pemeriksaan dan kepada yang menyerahkan benda itu harus diberikan surat tanda

penerimaan. Dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 Tentang Pelaksanaan

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 27 ayat (4) yaitu Kepala

RUPBASAN tidak boleh menerima benda yang harus disimpan untuk keperluan barang

bukti dalam pemeriksaan, jika tidak disertai surat penyerahan yang sah, yang

dikeluarkan oleh pejabat yang bertanggung jawab secara yuridis atas benda sitaan

tersebut.

Setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, berdasarkan Pasal

194 ayat (3) KUHAP, perintah penyerahan barang bukti dilakukan tanpa disertai dengan

syarat apapun. Jaksa penuntut umum yang ditunjuk berdasarkan surat perintah Kepala

Kejaksaan Negeri yang bersangkutan segera melaksanakan pengembalian barang bukti.

Page 71: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

56

Berdasarkan putusan pengadilan serta surat perintah Kepala Kejaksaan Negeri,

jaksa yang bersangkutan mengajukan permintaan kepada RUPBASAN agar

mengeluarkan benda sitaan/ barang bukti yang dimaksud. Selanjutnya menurut Pasal 8

ayat (1) Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.05-UM.01.06 Tahun 1983, pihak

RUPBASAN melakukan hal- hal sebagai berikut:

a. Meneliti putusan pengadilan yang bersangkutan.

b. Membuat berita acara serah terima yang tembusannya harus disampaikan kepada

instansi yang menyita.

c. Mencatat dan mencoret benda sitaan tersebut dari daftar yang tersedia.

Apabila RUPBASAN (Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara) belum

terbentuk, dalam hal ini maka jaksa yang bersangkutan melaksanakan pengembalian

benda tersebut dengan membuat berita acaranya, serta ditandatangani oleh Jaksa

Penuntut Umum yang bersangkutan, yang menerima barang bukti dan para saksi yang

menyaksikan acara pelaksanaan pengembalian barang bukti. Selanjutnya Jaksa Penuntut

Umum yang bersangkutan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Kepala Kejaksaan

Negeri dengan melampirkan berita acaranya biasanya dalam acara atau perkara singkat,

setelah sidang ditutup Jaksa Penuntut Umum langsung mengembalikan bukti tersebut

kepada orang yang berhak yang namanya tercantum dalam putusn pengadilan tersebut,

jika orang yang berhak yang namanya tercantum dalam putusan pengadilan hadir dalam

persidangan itu maka pengembalian barang bukti tersebut dilakukan dengan berita

acara.

Page 72: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

57

Menurut beberapa keterangan yang diperoleh dari ibu Kartika selaku jaksa bagian

barang bukti:

“Pelaksanaan pemusnahan barang bukti yang dirampas untuk

dimusnahkan yaitu jaksa membuat surat berita acara pemusnahan harus

ada instansi yang terkait seperti polisi, dinas kesehatan, jaksa, wartawan

dan lain-lain. Dalam pelaksanaan pemusnahan barang bukti yang

dirampas untuk Negara, tidak ada kendala dalam pelaksanaan

pemusnahan barang bukti yang dirampas untuk Negara.”

Putusan hakim yang berbunyi bahwa barang bukti dirampas untuk kepentingan

negara biasanya ditemui dalam perkara tindak pidana ekonomi, penyelundupan senjata

api, bahan peledak, narkotika. Barang tersebut dijual lelang kemudian hasil lelang

menjadi milik negara. Akan tetapi ada pula barang rampasan negara yang tidak dapat

dijual lelang yaitu barang yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan, karena

benda tersebut tidak boleh dimiliki oleh umum.

Menurut Pasal 45 ayat (4) KUHAP dan penjelasannya, “benda tersebut harus

diserahkan kepada departemen yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan yang

berlaku”. Misalnya bahan peledak amunisi atau senjata api diserahkan kepada

Departemen Pertahanan dan Keamanan. Barang yang dapat dirampas untuk

dimusnahkan atau dirusak sehingga tidak dapat dipergunakan lagi biasanya benda

tersebut merupakan alat untuk melakukan kejahatan misalnya golok untuk menganiaya

korban atau linggis yang dipakai untuk membongkar rumah orang lain.

Penjelasan mengenai Pasal 45 ayat (4) KUHAP diatas sudah sesuai dengan isi

Pasal 45 ayat (4) KUHAP yaitu: benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk

diedarkan, tidak termasuk ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dirampas

untuk dipergunakan bagi kepentingan negara atau untuk dimusnahkan.

Page 73: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

58

Menurut beberapa keterangan yang diperoleh dari ibu Kartika selaku

jaksa bagian barang bukti mengenai jangka waktu yang diberikan untuk

barang bukti yang harus berdasarkan putusan hakim yang sifatnya

inkracht dimusnahkan yaitu “tidak bisa langsung dilaksanakan

pemusnahan setiap perkara, karena Kejaksaan Negeri Semarang

melaksanakan pemusnahan barang bukti dilaksanakan 2 - 4 (dua sampai

empat) kali dalam satu tahun. Orang yang berhak menerima barang

bukti adalah orang yang disebutkan dalam isi petikan putusan.”

Putusan hakim yang berkenaan dengan barang bukti adalah sebagai berikut:

Dikembalikan kepada pihak yang paling berhak. Pada hakekatnya, apabila perkara

sudah diputus maka benda yang disita untuk dijadikan barang bukti dalam persidangan

dikembalikan kepada orang atau mereka yang berhak sebagai mana dimaksud dalam

putusan hakim. Undang-undang tidak menyebutkan siapa yang dimaksud dengan yang

berhak tersebut. Dengan demikian kepada siapa barang bukti tersebut dikembalikan

diserahkan kepada hakim yang bersangkutan setelah mendengar keterangan para saksi

dan terdakwa, baik mengenai perkaranya maupun yang menyangkut barang bukti

dalam pemeriksaan sidang di pengadilan.

Putusan Hakim yang berkenaan dengan barang bukti yang harus dikembalikan

kepada pihak yang paling berhak, sudah sesuai dengan Pasal 46 KUHAP yaitu:

(1) Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau

kepada mereka dari siapa benda itu disita, atau kepada orang atau

kepada mereka yang paling berhak apabila:

a. Kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi;

b. Perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau

ternyata tidak merupakan tindak pidana;

c. Perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau

perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu

diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk

melakukan suatu tindak pidana.

(2) Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan

penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang

disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim

benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan

untuk melakukan suatu tindak pidana.

Page 74: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

59

Orang yang berhak menerima barang bukti antara lain :

e. Orang atau mereka dari siapa barang tersebut disita, yaitu orang atau mereka yang

memegang atau menguasai barang itu pada waktu penyidik melakukan penyitaan

dimana barang itu pada waktu penyidik melakukan penyitaan dimana dalam

pemeriksaan di persidangan memang dialah yang berhak atas barang tersebut.

f. Pemilik yang sebenarnya, sewaktu disita benda yang dijadikan barang bukti tidak

dalam kekuasaan orang tersebut. Namun, dalam pemeriksaan ternyata benda tersebut

adalah miliknya yang dalam perkara itu bertindak sebagai saksi korban. Hal ini sering

terjadi dalam perkara kejahatan terhadap harta benda.

g. Ahli waris, dalam hal yang berhak atas barang bukti tersebut sudah meninggal dunia

sebelum putusan dijatuhkan, maka berkenaan dengan barang bukti tersebut putusan

hakim menetapkan bahwa barang bukti dikembalikan kepada ahli waris atau

keluarganya.

h. Pemegang hak terakhir, barang bukti dapat pula dikembalikan kepada pemegang hak

terakhir atas benda tersebut asalkan dapat dibuktikan bahwa ia secara sah benar-benar

mempunyai hak atas benda tersebut.

Menurut beberapa keterangan yang diperoleh dari ibu Kartika selaku jaksa bagian

barang bukti mengenai pelaksanaan penyerahan barang bukti ke RUPBASAN dan

pengambilan barang bukti oleh jaksa dari RUPBASAN yaitu syarat - syaratnya adalah :

1. “Syarat penyerahan barang bukti oleh jaksa ke RUPBASAN :

a. Harus ada surat perintah kepala kejaksaan.

b. Berita acara penyitaan dari polisi (dikeluarkan oleh penyidik).

c. Surat ijin sita (dikeluarkan oleh pengadilan).

d. Berita acara penitipan (BA - 17) (dikeluarkan oleh kejaksaan).”

2. “Syarat pengambilan barang bukti dari RUPBASAN adalah:

a. Berita acara pengambilan barang bukti (BA - 20).

Page 75: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

60

b. Surat pengantar pengambilan barang bukti.”

Menurut penjelasan dari bapak Hardi selaku jaksa bagian barang bukti yang telah

menjelaskan tentang struktur format dari surat-surat yang diperlukan dalam pelaksanaan

pengembalian barang bukti oleh jaksa, sebagai berikut:

a. Format Surat Berita Acara Pelaksanaan Penetapan Hakim (BA-6)

yaitu :

1. Kepala surat.

2. Hari, tanggal, bulan, tahun.

3. Identitas dari Jaksa Penuntut Umum yaitu nama Jaksa Penuntut

Umum, pangkat / NIP, jabatan.

4. Nomor Surat Perintah Kepala Kejaksaan Negeri Semarang.

5. Tanggal Penetapan Hakim dan Nomor Penetapan Hakim.

6. Identitas terdakwa yaitu nama, alamat.

7. Jumlah dan jenis barang bukti.

8. Penutup Surat Berita Acara Pelaksanaan Penetapan Hakim.

9. Tanda tangan orang yang menerima barang bukti di sebelah kiri

bawah.

10. Tanda tangan Jaksa Penuntut Umum disebelah kanan bawah.

b. Format Surat Berita Acara Pengembalian Barang Bukti (BA-20)

yaitu :

1. Kepala surat.

2. Hari, tanggal, tahun, dan tempat kejaksaan yang mengeluarkan

surat Berita Acara Pengambilan Barang Bukti.

3. Identitas Jaksa Penuntut Umum yaitu nama, pangkat / NIP,

jabatan.

4. Isi Surat Berita Acara Pengembalian Barang Bukti yaitu

berdasarkan: nomor surat perintah Kepala Kejaksaan Negeri

Semarang, nama Terpidana, Pasal yang dikenakan untuk

terdakwa, dan pernyataan bahwa barang bukti tersebut tidak

diperlukan lagi untuk kepentingan penuntutan / perkaranya

dihentikan penuntutannya / dikesampingkan untuk kepentingan

umum / untuk dilaksanakan putusan PN / PT serta nomor surat

putusan pengadilan.

5. Barang bukti apa saja yang telah dikembalikan kepada orang

yang berhak menerimanya / pemiliknya.

6. Identitas orang yang berhak menerima barang bukti atau

pemiliknya yaitu nama, pekerjaan, alamat.

7. Penutut surat Berita Acara Pengembalian Barang Bukti.

8. Tanda tangan yang orang mengambil atau orang yang berhak

menerima barang bukti tersebut di sebelah kiri surat Berita Acara

Pengembalian Barang Bukti.

Page 76: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

61

9. Tanda tangan saksi-saksi sebelah kiri di bawah tanda tangan

orang yang mengambil barang bukti.

10. Tanda tangan yang mengembalikan barang bukti yaitu Jaksa

Penuntut Umum.

c. Format Surat Penetapan yaitu :

1. Kepala surat yaitu nomor surat penetapan.

2. Majelis hakim pada pengadilan negeri yang membacakan surat

Penetapan Ketua Pengadilan ketua pengadilan Negeri Semarang

dan surat Pelimpahan perkara dari Kejaksaan Negeri Semrang

yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum.

3. Isi penetapan.

4. Tanda tangan panitera di sebelah kiri bawah dari surat

Penetapan.

5. Catatan yaitu nama Hakim Ketua Majelis, nama Panitera

Pengganti, nama Jaksa Penuntut Umum yang terletak di kiri

bawah tanda tangan dari tanda tangan panitera.

6. Tanggal penetapan di kanan bawah surat penetapan.

7. Tanda tangn hakim ketua majelis di bawah tanggal penetapan

kanan bawah surat Penetapan.

d. Format Petikan Putusan yaitu :

1. Nomor surat petikan putusan.

2. Identitas terdakwa yaitu nama lengkap, tempat lahir, umur /

tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama,

pekerjaan, pendidikan.

3. Tanggal terdakwa berada dalam tahanan.

4. Isi dari mengadili yaitu menyatakan terdakwa terbukti secara sah

dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, dan

menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa, memerintahkan

agar barang bukti dikembalikan kepada pemiliknya yang berhak,

membebankan kepada para terdakwa untuk membayar biaya

perkara masing-masing 1.000 ( seribu rupiah).

5. Penutup Petikan Putusan.

6. Tanda tangan hakim-hakim anggota di kiri bawah penutup

petikan putusan.

7. Tanda tangan hakim ketua majelis di kanan bawah penutup

petikan putusan.

8. Tanda tangan panitera pengganti di tengah bawah tanda tangan

hakim-hakim anggota dan hakim ketua majelis.

9. Catatan dari surat petikan putusan di bawah tanda tangan

panitera pengganti.

10. Tanda tangan patenitera di kiri bawah kiri.

11. Tanda tangan wakil panitera kanan bawah.

e. Format surat pengantar penitipan barang yaitu :

1. Kepala surat yaitu kop surat, tanggal surat, alamat surat.

2. Isi surat pengantar penitipan barang di RUPBASAN.

3. Tanda tangan Kepala Kejaksaan Negeri Semarang

Page 77: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

62

f. Format surat pengambilan barang bukti yaitu :

1. Kepala surat yaitu kop surat, nomor surat, sifat surat, lampiran,

perihal surat, tanggal surat, alamat surat.

2. Isi surat mengenai pengambilan barang bukti guna pelaksanaan

eksekusi.

3. Salam penutup surat.

4. Tanda tangan dan nama terang Kepala kejaksaan Negeri

Semarang di kanan bawah surat.

5. Tembusan surat di kiri bawah tanda tangan dan nama terang

Kepala kejaksaan Negeri Semarang.

Page 78: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

63

BAB 5

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab 4 dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Pelaksanaan pengembalian barang bukti oleh jaksa dalam perkara pidana adalah

sebagai berikut: Perkara yang sudah mendapatkan putusan inkracht (putusan yang

sudah mendapatkan kekuatan hukum tetap) lalu hakim membuat surat petikan putusan,

petikan putusan keluar 1 (satu) minggu setelah putusan inkracht. Petikan putusan

tersebut lalu diberikan kepada jaksa agar jaksa langsung membuat berita acara

pelaksanaan penetapa hakim ( BA – 6 ) dan membuat berita acara pengambilan barang

bukti ( BA – 20 ). Setelah itu berita acara pelaksanaan penetapa hakim ( BA – 6 ) dan

membuat berita acara pengambilan barang bukti ( BA – 20 ) diberikan kepada orang

yang sudah disebutkan atau dijelaskan dalam isi petikan putusan yang ditetapkan oleh

hakim. Karena berita acara pelaksanaan penetapa hakim ( BA – 6 ) dan membuat berita

acara pengambilan barang bukti ( BA – 20 ) untuk mengambil barang bukti yang di

sebutkan dalam isi petikan putusan di Kejaksaan atau di RUPBASAN.

2. Kendala dalam pengembalian barang bukti oleh jaksa adalah apabila orang yang sudah

disebutkan atau dijelaskan dalam isi petikan putusan tidak mau mengambil barang

bukti. Sehingga barang bukti yang tidak diambil atau pengambilanya terlalu lama

mengakibatkan RUPBASAN menjadi penuh. Karena tidak ada Peraturan atau undang-

undang yang mengatur tentang jangka waktu dalam pengambilan barang bukti, pihak

kejaksaan hanya memberi jangka waktu kepada orang yang sudah disebutkan dalam isi

Page 79: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

64

petikan putusan untuk mengambil barang bukti. Terkadang Orang yang berhak

menerima barang bukti tersebut menolak menerima barang bukti maka jaksa akan

membuat surat panggilan terhadap orang yang sudah disebutkan dalam isi petikan

putusan untuk mengambil barang bukti yang sudah disebutkan dalam isi petikan

putusan. Jangka waktu pengambilan barang bukti kurang lebih 2 (dua) tahun kalau

tetap tidak diambil barang bukti tersebut maka jaksa akan membuat surat keterangan

kalau barang bukti tidak diambil akan dibuang atau dimusnahkan dan orang yang

disebutkan dalam isi petikan putusan harus menandatangani, sebagai bukti kalau

barang bukti itu akan dibuang atau dimusnahkan.

5.2 Saran

Saran yang dapat penulis kemukakan berdasarkan hasil pembahasan ini adalah

sebagai berikut :

1. Penambahan dan pembaharuan sarana prasarana untuk meminimalisir terjadinya

penumpukan barang bukti di RUPBASAN. Meningkatkan kualitas dari para aparat

penegak hukum serta agar barang bukti tidak menumpuk di kejaksaan, yang seharusnya

barang bukti harus ditempatkan di RUPBASAN bukan di Kejaksaan.

2. Dibuatkan undang – undang yang mengatur mengenai jangka waktu dalam

pengambilan barang bukti.

Page 80: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

65

DAFTAR PUSTAKA

Dari Buku:

Afiah, Ratna nurul.1988. Barang Bukti Dalam Proses Pidana. Jakarta: Sinar Grafika

Hamzah, Andi. 1993.Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Arikha Media Cipta.

Marpaung, Leden. 1992. Proses Penangangan perkara Pidana, Bagian Kedua. Jakarta: Sinar

Grafika.

Moeljatno. 1990.Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).Bumi Aksara, Jakarta: Bumi

Perkasa.

Moeljatno. 1987.Azas-azas Hukum Pidana.Jakarta: Bina Aksara

Moleong, Lexy J. 1988. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

Muladi dan Barda Nawawi Arief. 2005, Teori-teori dan Kebijakan Pidana,

Alumni, Bandung.

Prakoso, Djoko. 1985. Eksistensi Jaksa di Tengah-tengah Masyarakat. Jakarta: Ghalia

Indonesia.

Pramadya Puspa, Yan. Kamus Hukum Edisi Lengkap bahasa Belanda Indonesia Inggris.

Semarang: Aneka Ilmu.

Pramadya Puspa, Yan. 1993. Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia , Jakarta: Akamedika

Presido.

.1990. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Ghalia

Indonesia.

. 1986. Kamus Hukum. Jakarta:Ghalia Indonesia.

Page 81: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

66

Soesilo, R. 1985. Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar -Komentarnya

Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Panitera.

Soemitro, Hanitijo, Ronny. 1994. Metodologi penelitian Hukum dan Jurimetr. Jakarta: Ghalia

Indonesia.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 2001, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan

Singkat), Jakarta: Rajawali Pers, hlm. 13-14.

Sudarto. 1990. Hukim Pidana I (cetakan ke II), Semarang: Yayasan Sudarto, Fakultas Hukum

UNDIP.

Yahya Harahap, M. 1986. Perubahan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jilid II . Jakarta :

Pustaka Kartini.

Dari Internet

www.Kejaksaan.go.id/uplimg/file/KEP 013.Kepja558-2003.doc.

Keputusan Kejaksaan Agung Republik Indonesia Nomor: KEP-558/A/J.A/12/2003

Tentang Perubahan Atas Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia, Nomor: KEP-

225/A/J.A/2003 Tentang Perubahan Atas Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia,

Nomor: KEP-115/A/J.A/10/1999 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan

Republik Indonesia.

www.Kejaksaan.go.id/uplimg/file/KEP-132-JA-11-1994

tgl 7 November 1994_2.pdf

Nomer : KEP-132/J.A/111994 tentang Perubahan Keputusan Jaksa "Agung R.I Nomor:

KEP-120/J.A/12/1992 tanggal 31 Desember 1992 tentang Administrasi Perkara Tindak

Pidana.

http://hukum.unsrat.ac.id/pp/pp_27_1983.htm

Page 82: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

67

http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&sqi=2&ved=0CDsQFj

AC&url=http%3A%2F%2Fwww.ditjenpas.go.id%2Fpdf%2Fkepmen%2FKepmenkeh19

85-OrtaRutanRupbasan.pdf&ei=gPcIUbDRDpHirAfzjYGYCg&usg=AFQjCNGmB-

3hjws27yDnOxTYLmRKve-HdA&bvm=bv.41642243,d.bmk

http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&ved=0CDkQFjAB&url=http%3A

%2F%2Fwww.kemenkumham.go.id%2Fattachments%2Farticle%2F147%2FM.01.PR.07

.04_TAHUN_2004.pdf&ei=YPgIUfizGIvirAeM0IGQDg&usg=AFQjCNGZ-

I_lAXhdZsz0ohJGlNftavHAhA&bvm=bv.41642243,d.bmk

Dari Undang-Undang:

Undang-Undang Nomor 01 tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 08 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Berita Acara Pelaksanaan Penetapan Hakim (BA-6)

Berita Acara Pengambilan barang bukti (BA-20)

Penetapan Pengadilan Negeri Semarang dengan Nomor: 739/Pen.Pid/2012/PN.Smg

Penetapan Pengadilan Negeri Semarang dengan Nomor: 41/ X/ Pen.Pid/ 2012 jo No.739/ Pid.B/

2012/ PN.Smg/ PN.Smg

Petikan Putusan Pengadilan Negeri Semarang dengan Nomor: 741/ Pid.B/ 2012/ PN.Smg.

Surat Pengantar untuk Kepala Rupbasan Semarang dari Kejaksaan Negeri Semarang dengan

Nomor: TAR-156/0.3.10/Epp.2/08/2012

Lampiran Penitipan Barang Bukti

Surat Pengambilan Barang Bukti Untuk Rupbasan dengan Nomor: B-3916/ O.3.10/ Epp.3/ 11/

2012.

Page 83: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

68

LAMPIRAN

Page 84: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

69

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 27 TAHUN 1983

TENTANG

PELAKSANAAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

Bahwa perlu diadakan peraturan pelaksanaan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

Mengingat:

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209).

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

Page 85: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

70

1. KUHAP adalah singkatan dari Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana sebagaimana tercantum dalam Pasal 285 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;

2. Rumah Tahanan Negara selanjutnya disebut RUTAN adalah tempat tersangka atau terdakwa ditahan selama proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang Pengadilan;

3. Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara selanjutnya disebut RUPBASAN adalah tempat benda yang disita oleh Negara untuk keperluan proses peradilan;

4. Benda sitaan adalah benda yang disita oleh Negara untuk keperluan proses peradilan;

5. Menteri adalah Menteri Kehakiman.

BAB II

SYARAT KEPANGKATAN DAN PENGANGKATAN PENYIDIK

Pasal 2

(1) Penyidik adalah:

a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi;

b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda Tingkat I (Golongan 11/b) atau yang disamakan dengan itu.

(2) Dalam hal di suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, maka Komandan Sektor Kepolisian yang berpangkat bintara di bawah Pembantu Letnan Dua Polisi, karena jabatannya adalah penyidik;

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

(4) Wewenang penunjukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat dilimpahkan kepada pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

(5) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b diangkat oleh Menteri atas usul dari Departemen yang membawahkan pegawai negeri tersebut. Menteri sebelum melaksanakan pengangkatan terlebih dulu mendengar pertimbangan Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia;

(6) Wewenang pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dapat dilimpahkan kepada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.

Page 86: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

71

Pasal 3

(1) Penyidik pembantu adalah:

a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi;

b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dalam lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda (Golongan 11/a) atau yang disamakan dengan itu.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia atas usul komandan atau pimpinan kesatuan masing-masing;

(3) Wewenang pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dilimpahkan kepada pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB III

PAKAIAN ATRIBUT DAN PERANGKAT KELENGKAPAN PERSIDANGAN

Pasal 4

(1) Selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan, hakim, penuntut umum, panitera dan penasihat hukum, menggunakan pakaian sebagaimana diatur dalam pasal ini;

(2) Pakaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi hakim, penuntut umum dan penasihat hukum adalah toga berwarna hitam, dengan lengan lebar, simare dan bef dengan atau tanpa peci hitam;

(3) Perbedaan toga bagi hakim, penuntut umum, dan penasihat hukum adalah dalam ukuran dan warna dari simare dan bef;

(4) Pakaian bagi panitera dalam persidangan adalah jas berwarna hitam, kemeja putih dan dasi hitam;

(5) Hal yang berhubungan dengan ukuran dan warna dari simare dan bef sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) serta kelengkapan pakaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diatur lebih lanjut oleh Menteri;

(6) Selain memakai pakaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hakim dan penuntut umum memakai atribut;

(7) Atribut sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 5

Ketentuan mengenai pakaian dan atribut dalam sidang bagi hakim agung dan panitera pada Mahkamah

Agung, diatur tersendiri oleh Mahkamah Agung.

Page 87: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

72

Pasal 6

Ketentuan mengenai pakaian dalam sidang pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 tidak

berlaku bagi pemeriksaan peradilan anak.

BAB IV

GANTI KERUGIAN

Pasal 7

(1) Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP hanya dapat diajukan dalam tenggang waktu 3 (tiga) bulan sejak putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap;

(2) Dalam hal tuntutan ganti kerugian tersebut diajukan terhadap perkara yang dihentikan pada tingkat penyidikan atau tingkat penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b KUHAP, maka jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung dari saat pemberitahuan penetapan praperadilan.

Pasal 8

(1) Ganti kerugian dapat diberikan atas dasar pertimbangan hakim;

(2) Dalam hal hakim mengabulkan atau menolak tuntutan ganti kerugian, maka alasan pemberian atau penolakan tuntutan ganti kerugian dicantumkan dalam penetapan.

Pasal 9

(1) Ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b dan Pasal 95 KUHAP adalah berupa imbalan serendah-rendahnya berjumlah Rp 5.000,- (lima ribu rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah);

(2) Apabila penangkapan, penahanan dan tindakan lain sebagaimana dimaksud Pasal 95 KUHAP mengakibatkan yang bersangkutan sakit atau cacat sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan atau mati, besarnya ganti kerugian berjumlah setinggi-tingginya Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah).

Page 88: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

73

Pasal 10

(1) Petikan penetapan mengenai ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada pemohon dalam waktu 3 (tiga) hari setelah penetapan diucapkan;

(2) Salinan penetapan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan kepada penuntut umum, penyidik dan Direktorat Jenderal Anggaran dalam hal ini Kantor Perbendaharaan Negara setempat.

Pasal 11

(1) Pembayaran ganti kerugian dilakukan oleh Menteri Keuangan berdasarkan penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10;

(2) Tata cara pembayaran ganti kerugian diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.

BAB V

REHABILITASI

Pasal 12

Permintaan rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (3) KUHAP diajukan oleh tersangka,

keluarga atau kuasanya kepada pengadilan yang berwenang, selambat-lambatnya dalam waktu 14

(empat belas) hari setelah putusan mengenai sah tidaknya penangkapan atau penahanan diberitahukan

kepada pemohon.

Pasal 13

(1) Petikan penetapan praperadilan mengenai rehabilitasi disampaikan oleh panitera kepada pemohon;

(2) Salinan penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan kepada penyidik dan penuntut umum yang menangani perkara tersebut;

(3) Salinan penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan pula kepada instansi tempat bekerja yang bersangkutan dan kepada Ketua Rukun Warga di tempat tinggal yang bersangkutan.

Pasal 14

(1) Amar putusan dari pengadilan mengenai rehabilitasi berbunyi sebagai berikut:

"Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya".

Page 89: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

74

(2) Amar penetapan dari praperadilan mengenai rehabilitasi berbunyi sebagai berikut:

"Memulihkan hak pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya".

Pasal 15

Isi putusan atau penetapan rehabilitasi diumumkan oleh penitera dengan menempatkannya pada papan

pengumuman pengadilan.

BAB VI

PRAPERADILAN PADA KONEKSITAS

Pasal 16

Praperadilan dalam tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan

peradilan umum dan lingkungan peradilan militer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 KUHAP

didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi masing-masing peradilan.

BAB VII

PENYIDIKAN TERHADAP TINDAK PIDANA TERTENTU

Pasal 17

Penyidikan menurut ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada Undang-undang

tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 284 ayat (2) KUHAP dilaksanakan oleh penyidik, jaksa, dan

pejabat penyidik yang berwenang lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Page 90: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

75

BAB VIII

RUMAH TAHANAN NEGARA

Pasal 18

(1) Di tiap Ibukota Kabupaten atau Kotamadya dibentuk RUTAN oleh Menteri;

(2) Apabila dipandang perlu Menteri dapat membentuk atau menunjuk RUTAN di luar tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang merupakan cabang dari RUTAN;

(3) Kepala Cabang RUTAN diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.

Pasal 19

(1) Di dalam RUTAN ditempatkan tahanan yang masih dalam proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung;

(2) Tempat tahanan dipisahkan berdasarkan jenis kelamin, umur, dan tingkat pemeriksaan;

(3) Untuk keperluan administrasi tahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)dibuat daftar tahanan sesuai dengan tingkat pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan penggolongan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2);

(4) Kepala RUTAN tidak boleh menerima tahanan dalam RUTAN, jika tidak disertai surat penahanan yang sah dikeluarkan pejabat yang bertanggung jawab secara juridis atas tahanan itu, sesuai dengan tingkat pemeriksaan;

(5) Kepala RUTAN tiap bulan membuat daftar mengenai tahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan disampaikan kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pemasyarakatan dengan tembusan kepada pejabat yang bertanggung jawab secara juridis atas tahanan itu, sesuai dengan tingkat pemeriksaan dan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman yang bersangkutan;

(6) Kepala RUTAN memberitahukan kepada pejabat yang bertanggung jawab secara juridis atas tahanan itu, sesuai dengan tingkat pemeriksaan mengenai tahanan yang hampir habis masa penahanan atau perpanjangan penahanannya;

(7) Kepala RUTAN demi hukum mengeluarkan tahanan yang telah habis masa penahanan atau perpanjangan penahanannya;

(8) Dalam hal tertentu tahanan dapat diberi izin meninggalkan RUTAN untuk sementara dan untuk keperluan ini harus ada izin dari pejabat yang bertanggung jawab secara juridis atas tahanan itu;

(9) Pada RUTAN ditugaskan dokter yang ditunjuk oleh Menteri, guna memelihara dan merawat kesehatan tahanan;

(10) Tahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) selama berada di luar RUTAN dikawal dan dijaga oleh petugas Kepolisian.

Page 91: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

76

Pasal 20

(1) Izin kunjungan bagi penasihat hukum, keluarga dan lain-lainnya diberikan oleh pejabat yang bertanggung jawab secara juridis atas tahanan itu, sesuai dengan tingkat pemeriksaan;

(2) Pengaturan mengenai hari, waktu kunjungan, dan persyaratan lainnya, ditetapkan oleh Kepala RUTAN;

(3) Dalam hal pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah hakim pengadilan tinggi dan hakim agung, wewenang pemberian izin kunjungan dilimpahkan kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya terdapat RUTAN tempat tersangka atau terdakwa ditahan.

Pasal 21

(1) RUTAN dikelola oleh Departemen Kehakiman;

(2) Tanggung jawab juridis atas tahanan ada pada pejabat yang menahan sesuai dengan tingkat pemeriksaan;

(3) Tanggung jawab secara fisik atas tahanan ada pada Kepala RUTAN;

(4) Tanggung jawab atas perawatan kesehatan tahanan ada pada dokter yang ditunjuk oleh Menteri.

Pasal 22

(1) RUTAN dipimpin oleh Kepala RUTAN yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri;

(2) Dalam melakukan tugasnya Kepala RUTAN dibantu oleh Wakil Kepala.

Pasal 23

(1) Kepala RUTAN mengatur tata tertib RUTAN berdasarkan pedoman yang ditentukan oleh Menteri;

(2) Kepala RUTAN tiap tahun membuat laporan kepada Menteri mengenai tahanan yang di bawah pengawasannya;

(3) Tembusan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung dan Ketua Mahkamah Agung.

Pasal 24

Struktur organisasi, tugas dan wewenang RUTAN diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 25

Page 92: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

77

(1) Pejabat dan pegawai RUTAN dalam melakukan tugasnya memakai pakaian dinas seragam;

(2) Bentuk dan warna pakaian dinas seragam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) serta perlengkapannya diatur lebih lanjut oleh Menteri;

(3) Pejabat atau pegawai tertentu RUTAN dalam melakukan tugasnya dapat dipersenjatai dengan senjata api laras panjang atau senjata api genggam atas izin Menteri atau pejabat yang ditunjuknya.

BAB IX

RUMAH PENYIMPANAN BENDA SITAAN NEGARA

Pasal 26

(1) Di tiap Ibukota Kabupaten/Kotamadya dibentuk RUPBASAN oleh Menteri;

(2) Apabila dipandang perlu Menteri dapat membentuk RUPBASAN di luar tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang merupakan cabang RUPBASAN;

(3) Kepala Cabang RUPBASAN diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.

Pasal 27

(4) Di dalam RUPBASAN ditempatkan benda yang harus disimpan untuk keperluan barang bukti dalam pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan termasuk barang yang dinyatakan dirampas berdasarkan putusan hakim;

(5) Dalam. hal benda sitaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak mungkin dapat disimpan dalam RUPBASAN, maka cara penyimpanan benda sitaan tersebut diserahkan kepada Kepala RUPBASAN;

(6) Benda sitaan disimpan di tempat RUPBASAN untuk menjamin keselamatan dan keamanannya;

(7) Kepala RUPBASAN tidak boleh menerima benda yang harus disimpan untuk keperluan barang bukti dalam pemeriksaan, jika tidak disertai surat penyerahan yang sah, yang dikeluarkan oleh pejabat yang bertanggung jawab secara juridis atas benda sitaan tersebut.

Pasal 28

(1) Penggunaan benda sitaan bagi keperluan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan, harus ada surat permintaan dari pejabat yang bertanggung jawab secara juridis atas benda sitaan tersebut;

(2) Pengeluaran barang rampasan untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dilakukan atas permintaan jaksa secara tertulis;

(3) kepala RUPBASAN menyaksikan pemusnahan barang rampasan yang dilakukan oleh jaksa.

Page 93: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

78

Pasal 29

Kepala RUPBASAN setiap triwulan membuat laporan tentang benda sitaan yang disampaikan kepada

Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pemasyarakatan dengan tembusan kepada pejabat yang

bertanggung jawab secara juridis atas benda sitaan tersebut sesuai dengan tingkat pemeriksaan dan

kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman yang bersangkutan.

Pasal 30

(1) RUPBASAN dikelola oleh Departemen Kehakiman;

(2) Tanggung jawab secara juridis atas benda sitaan tersebut, ada pada pejabat sesuai dengan tingkat pemeriksaan;

(3) Tanggung jawab secara fisik atas benda sitaan tersebut ada pada Kepala RUPBASAN.

Pasal 31

(1) RUPBASAN dipimpin oleh Kepala RUPBASAN yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri;

(2) Dalam melakukan tugasnya Kepala RUPBASAN dibantu oleh Wakil Kepala

Pasal 32

(1) Di samping tanggung jawab secara fisik atas benda sitaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) Kepala RUPBASAN bertanggung jawab atas administrasi benda sitaan;

(2) Kepala RUPBASAN tiap tahun membuat laporan kepada Menteri mengenai benda sitaan;

(3) Tembusan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung dan Ketua Mahkamah Agung.

Pasal 33

Struktur organisasi, tugas dan wewenang RUPBASAN diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Page 94: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

79

Pasal 34

(1) Pejabat dan pegawai RUPBASAN dalam melakukan tugasnya memakai pakaian dinas seragam;

(2) Bentuk dan warna pakaian dinas seragam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) serta perlengkapannya diatur lebih lanjut oleh Menteri;

(3) Pejabat atau pegawai tertentu RUPBASAN dalam melakukan tugasnya dapat dipersenjatai dengan senjata api laras panjang atau senjata api genggam atas izin Menteri atau pejabat yang ditunjuknya.

BAB X

JAMINAN PENANGGUHAN PENAHANAN

Pasal 35

(1) Uang jaminan penangguhan penahanan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan, disimpan di kepaniteraan pengadilan negeri;

(2) Apabila tersangka atau terdakwa melarikan diri dan setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan tidak diketemukan, uang jaminan tersebut menjadi milik negara dan disetor ke Kas Negara.

Pasal 36

(1) Dalam hal jaminan itu adalah orang, dan tersangka atau terdakwa melarikan diri maka setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan tidak diketemukan, penjamin diwajibkan membayar uang yang jumlahnya telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan;

(2) Uang yang dimaksud dalam ayat (1) harus disetor ke Kas Negara melalui panitera pengadilan negeri;

(3) Apabila penjamin tidak dapat membayar sejumlah uang yang dimaksud ayat (1) jurusita menyita barang miliknya untuk dijual lelang dan hasilnya disetor ke Kas Negara melalui panitera pengadilan negeri.

BAB XI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 37

(1) Sebelum penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan penyidik pembantu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diangkat berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, penyidik dan penyidik

Page 95: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

80

pembantu yang ada tetap menjalankan tugas dan wewenangnya berdasarkan pengangkatan sebelumnya;

(2) Dua tahun setelah berlakunya Peraturan Pemerintah ini, pengangkatan dan kepangkatan penyidik dan penyidik pembantu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 38

(1) Sebelum terbentuknya RUTAN berdasar Peraturan Pemerintah ini Menteri menetapkan lembaga pemasyarakatan tertentu sebagai RUTAN;

(2) Menteri dapat menetapkan tempat tahanan yang terdapat dalam jajaran Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan dan tempat lainnya sebagai cabang RUTAN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2);

(3) Kepala cabang RUTAN sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) memberi laporan bulanan tentang tahanan kepada Kepala RUTAN yang daerah hukumnya meliputi cabang RUTAN tersebut.

Pasal 39

(1) Sebelum terbentuknya RUPBASAN berdasar Peraturan Pemerintah ini, penyimpanan benda sitaan tersebut dapat dilakukan di kantor Kepolisian Negara Republik Indonesia, di kantor Kejaksaan Negeri, di kantor Pengadilan Negeri dan tempat-tempat lain sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP;

(2) Pengelolaan dan biaya penyimpanan benda sitaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dan dibebankan pada masing-masing instansi yang bersangkutan;

(3) Pejabat yang bertanggung jawab atas penyimpanan benda sitaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib melaporkan setiap 6 (enam) bulan kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pemasyarakatan.

BAB XII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 40

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini

dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Page 96: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

81

Ditetapkan Di Jakarta,

Pada Tanggal 1 Agustus 1983

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

SOEHARTO

Diundangkan Di Jakarta,

Pada Tanggal 1 Agustus 1983

MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

SUDHARMONO, SH

Page 97: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

82

Page 98: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

83

Page 99: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

84

Page 100: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

85

Page 101: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

86

Page 102: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

87

Page 103: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

88

Page 104: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

89

Page 105: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

90

Page 106: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

91

Page 107: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

92

Page 108: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

93

Page 109: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

94

Page 110: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

95

Page 111: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

96

Page 112: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

97

Instrumen Penelitian

PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI OLEH JAKSA DALAM

PERKARA PIDANA

(Studi kasus pada Kejaksaan Negeri Semarang)

Daftar pertanyaan :

1. Bagaimana pelaksanaan pengembalian barang bukti oleh jaksa dalam perkara pidana?

2. Langkah apa yang diambil jika ada kendala dalam pengembalian barang bukti oleh jaksa

dalam perkara pidana?

3. Berapa tenggang waktu dalam penyimpanan barang bukti di RUPBASAN?

4. Berapa tenggang waktu yang diperlukan oleh jaksa dalam penyimpanan barang bukti?

5. Bagaimana cara mengatasi barang bukti yang mudah rusak,rapuh atau pemeliharaannya

sulit?

6. Bagaimana jika orang yang berhak menerima barang bukti tersebut menolak

menerimanya?

7. Apa yang dilakukan oleh jaksa apabila orang yang berhak menerima barang bukti tidak

mau menerimanya?

8. Terus berapa jangka waktu yang diberikan dalam penyimpanan barang bukti tersebut?

9. Bagaimana jika barang bukti tidak bisa dihadapkan di depan pengadilan sedangkan

hakim membutuhkan barang bukti tersebut? Bagaimana cara mengatasinya?

10. Bagaimana mengatasi jika barang bukti tersebut berbentuk makhluk hidup dan jumlahnya

tidak sedikit?

11. Prosedur apa saja yang diperlukan dalam pengembalian barang bukti oleh jaksa dalam

perkara pidana ?

12. Surat-surat apa saja yang diperlukan dalam pengembalian barang bukti?

13. pasal 46 (2) KUHAP,menyatakan bahwa:

Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan

kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut,kecuali jika

menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk Negara, untuk dimusnahkan atau untuk

Page 113: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

98

dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih

diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain.

Bagaimana pelaksanaan dalam pemusnahan barang bukti yang dirampas untuk Negara

yang diatur dalam pasal 46 (2) KUHAP?

14. Apa yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pemusnahan barang bukti yang dirampas

untuk negara?

15. Berapa jangka waktu yang diberikan untuk barang bukti yang harus berdasarkan putusan

hakim yang sifatnya inkracht dimusnahkan ?

16. Bagaimana pelaksanaan pengembalian barang bukti jika putusan hakim berupa putusan

bebas?

17. Bagaimana pelaksanaan pengembalian barang bukti jika putusan hakim berupa putusan

lepas?

18. Apa saja putusan yang dijatuhkan oleh hakim yang berkenaan dengan barang bukti?

19. Siapa yang berhak menerima barang bukti?

20. Bagaimana proses pemeriksaan barang bukti oleh jaksa?

21. Bilamana barang bukti dikembalikan sebelum perkara belum mendapat putusan

mempunyai kekuatan hukum tetap?

22. Bagai mana pelaksanaan penyerahan barang bukti oleh jaksa kepada RUPBASAN?

23. Bagaimana pelaksanaan pengambilan barang bukti oleh jaksa dari RUPBASAN?

Page 114: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

99

Page 115: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

100

Page 116: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

101

Page 117: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

102

Page 118: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

103

Page 119: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

104

Page 120: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

105

Page 121: PELAKSANAAN PENGEMBALIAN BARANG BUKTI …lib.unnes.ac.id/18420/1/8150408033.pdf · telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan atas kutipan putusan

106