PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

167
PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT METHODIST KOTA MEDAN TAHUN 2019 SKRIPSI Oleh PUTRI ASINA YOHANA NIM. 151000523 PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2020 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Transcript of PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

Page 1: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI

RAWAT INAP RUMAH SAKIT METHODIST KOTA

MEDAN TAHUN 2019

SKRIPSI

Oleh

PUTRI ASINA YOHANA

NIM. 151000523

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 2: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI

RAWAT INAP RUMAH SAKIT METHODIST KOTA

MEDAN TAHUN 2019

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

PUTRI ASINA YOHANA

NIM. 151000523

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 3: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

i UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 4: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

ii

Telah diuji dan dipertahankan

Pada tanggal : 3 September 2019

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : dr. Fauzi, S.K.M.

Anggota : 1. Roymond H. Simamora, S.Kep., Ners., M.Kep.

2. Puteri Citra Cinta Asyura Nasution, S.K.M., M.P.H.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 5: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

iii

Pernyataan Keaslian Skripsi

Saya menyatakan dengan ini bahwa skripsi saya yang berjudul

“Pelaksanaan Keselamatan Pasien di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit

Methodist Kota Medan Tahun 2019” beserta seluruh isinya adalah benar karya

saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-

cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat

keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam

daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang

dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap

etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian

karya saya ini.

Medan, September 2019

Putri Asina Yohana

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 6: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

iv

Abstrak

Rumah sakit merupakan tempat perawatan kesehatan yang memiliki pelayanan

kesehatan yang sangat kompleks. Kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 menyebutkan bahwa setiap fasilitas

pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan keselamatan pasien. Rumah sakit

wajib melakukan akreditasi dan keselamatan pasien adalah salah satu indikatornya.

Namun berdasarkan data dari Tim Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien dan Tim

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi pada tahun 2018 pelaksanaan sasaran

keselamatan pasien di Rumah Sakit Methodist Kota Medan masih ada yang belum

mencapai standar yang ditetapkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

pelaksanaan keselamatan pasien setelah dilakukan akreditasi. Jenis penelitian

adalah kualitatif dengan desain fenomonologi. Penentuan informan menggunakan

purposive sampling, yaitu sebanyak 11 orang. Data diperoleh melalui wawancara

mendalam, observasi dan telaah dokumen. Proses analisa data dilakukan dengan

metode Colaizzi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan jumlah

perawat sudah cukup, kemampuan perawat dalam melakukan keselamatan pasien

sudah cukup baik, sarana dan prasarana masih ada yang belum tersedia.

Pemenuhan regulasi sudah lengkap, sosialisai dan pelatihan belum dilakukan

secara berkala dan berkesinambungan. Hambatan dalam pelaksanaan keselamatan

pasien adalah tenaga kesehatan masih kurang taat, kurang kesadaran dan kurang

motivasi. Pelaksanaan komunikasi masih ada yang belum sesuai metode SBAR

dan TBaK, belum disiplin melakukan penandaan lokasi operasi, masih ada

petugas kesehatan cuci tangan belum sesuai 6 langkah dan five moment.

Pencapaian sasaran keselamatan pasien belum maksimal karena pelaksanaannya

masih ada yang belum sesuai dengan standar. Saran bagi rumah sakit untuk

melakukan penyediaan sarana prasarana dan meningkatkan komitmen pimpinan

beserta semua petugas. Bagi Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit untuk

memberikan sosialisasi secara rutin dan memberikan penghargaan atau sanksi bagi

petugas kesehatan dalam melakukan patient safety.

Kata kunci: Sasaran keselamatan pasien, rumah sakit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 7: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

v

Abstract

The hospital is a place of health care that has complex health services. Indonesia

Minister of Health policy regulations number 11 on 2017 states that each health

service facility must maintain patient safety. Hospitals must carry out

accreditation and patient safety is one of the indicators. However, based on data

from the Tim Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien and Tim Pencegahan dan

Pengendalian Infeksi in 2018 the implementation of patient safety targets at the

Medan City Methodist Hospital still has not reached the set standards. The

purpose of this research was to determine the implementation of patient safety

after accreditation has done. This type of research is qualitative with a

phenomenological design. Determination of informants using purposive sampling,

namely as many as 11 people. Data obtained through interviews, observations,

and document review. The process of analyzing data is done by the Colaizzi

method. The results showed that the availability of nurses was sufficient, the

ability of nurses in patient safety was quite good, facilities and infrastructure were

still not available. Compliance with regulations is complete, socialization and

training have not been conducted regularly and on a continuous basis. The

obstacle in patient safety is that health workers are still lacking in obedience and

less of motivation. The implementation of communication is not in accordance

with the SBAR and TBaK methods, not yet disciplined in marking locations, there

are still health workers washing their hands not appropriate according to six steps

and five moments. Achievement of patient safety goals is not optimal because there

are still implementation that is not as it should be. Advice for hospitals to provide

infrastructure, and increase the commitment of the leadership and all officers. For

the Hospital Patient Safety Team to provide regular outreach and provide awards

or sanctions for health workers in conducting patient safety.

Keywords: Hospital, patient safety goals

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 8: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

vi

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas

berkat rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi yang bejudul “Pelaksanaan Keselamatan Pasien di Instalasi Rawat Inap

Rumah Sakit Methodist Kota Medan Tahun 2019”. Skripsi ini merupakan salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Selama penyusunan skripsi ini mulai dari awal hingga akhir penulis telah

mendapatkan banyak bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu

dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-

besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes. selaku Ketua Departemen Administrasi dan

Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

4. dr. Fauzi, S.K.M. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu,

memberikan bimbingan, saran, masukan dan arahan kepada penulis dalam

penyusunan skripsi ini.

5. Roymond H. Simamora, S.Kep., Ners, M.Kep. selaku dosen penguji I (satu)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 9: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

vii

dan Puteri Citra Cinta Asyura Nasution S.K.M., M.P.H. selaku dosen penguji

II (dua) yang telah memberikan masukan dan kritikan untuk kesempurnaan

skripsi ini.

6. Umi Salmah, S.K.M., M.Kes. selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah

membimbing penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Kesehatan

Masyarakat USU.

7. Seluruh Dosen dan Staf di FKM USU yang telah banyak membantu dan

memberikan bekal ilmu selama penulis mengikuti pendidikan.

8. dr. Hendra W. Djuang, MARS selaku Direktur Rumah Sakit Methodist Medan

yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian

dan memberikan informasi data untuk kelancaran skripsi ini.

9. Teristimewa untuk orang tua (Togar Manullang dan Merly Simamora) yang

telah memberikan doa, kasih sayang yang begitu besar, kesabaran dalam

mendidik dan memberi dukungan kepada penulis.

10. Terkhusus untuk saudara dan saudari (Christian Hizkia, Widya Raitina dan

Timothy Exaudi) yang selalu mendoakan dan memberi dukungan kepada

penulis.

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak

membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyajian

skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk

perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Kiranya Tuhan Yang Maha Esa selalu

memberikan rahmat dan kasih-Nya kepada semua pihak yang telah membantu dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 10: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

viii

mendukung penulis. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat

memberikan kontribusi yang positif terutama dalam kemajuan ilmu pengetahuan

dan bermanfaaat bagi pembaca.

Medan, September 2019

Putri Asina Yohana

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 11: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

ix

Daftar Isi

Halaman

Halaman Persetujuan i

Halaman Penetapan Tim Penguji ii

Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii

Abstrak iv

Abstract v

Kata Pengantar vi

Daftar Isi ix

Daftar Tabel xi

Daftar Gambar xii

Daftar Lampiran xiii

Daftar Istilah xiv

Riwayat Hidup xv

Pendahuluan 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 9

Tujuan Penelitian 9

Tujuan umum 9

Tujuan khusus 9

Manfaat Penelitian 10

Tinjauan Pustaka 12

Keselamatan Pasien (Patient Safety) 12

Definisi keselamatan pasien 12

Tujuan keselamatan pasien 13

Manfaat program keselamatan pasien 13

Standar keselamatan pasien 14

Sasaran keselamatan pasien 15

Sembilan solusi keselamatan pasien 20

Langkah-langkah keselamatan pasien 22

Insiden Keselamatan Pasien 24

Sistem Pelaporan Insiden 24

Alur pelaporan insiden secara internal 25

Alur pelaporan insiden secara eksternal 26

Rumah Sakit 26

Definisi rumah sakit 26

Tugas dan fungsi rumah sakit 26

Pengkategorisasian rumah sakit kelas C 27

Akreditasi Rumah Sakit 30

Pendekatan Secara Komprehensif dalam Mengkaji Keselamatan Pasien 31

Landasan Teori 35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 12: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

x

Kerangka Berpikir 37

Metode Penelitian 39

Jenis Penelitian 39

Lokasi dan Waktu Penelitian 39

Lokasi penelitian 39

Waktu penelitian 39

Subjek Penelitian 40

Definisi Konsep 40

Metode Pengumpulan Data 42

Instrumen penelitian 42

Metode Analisis Data 43

Hasil Penelitian dan Pembahasan 45

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 45

Karakteristik Informan 47

Pelaksanaan Keselamatan Pasien di Instalasi Rawat Inap 48

Rumah Sakit Methodist

Tema 1. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan keselamatan pasien 48

Tema 2. Melakukan komunikasi yang efektif 64

Tema 3. Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang 74

benar, dan pembedahan pada pasien yang benar

Tema 4. Risiko infeksi akibat perawatan kesehatan 81

Tema 5. Pelaksanaan sasaran keselamatan pasien 88

Keterbatasan Penelitian 94

Kesimpulan dan Saran 95

Kesimpulan 95

Saran 96

Daftar Pustaka 98

Lampiran 103

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 13: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

xi

Daftar Tabel

No. Judul Halaman

1 Informan Penelitian 40

2 Data Sumber Daya Manusia di Rumah Sakit Methodist 47

3 Karakteristik Informan Penelitian 47

4 Hasil Observasi Sarana Prasarana Keselamatan Pasien 54

5 Hasil Observasi Dokumen Regulasi Keselamatan Pasien 57

6 Hasil Observasi Pelaksanaan Komunikasi Efektif 72

7 Hasil Observasi Pelaksanaan Verifikasi Pra-Operasi 78

8 Hasil Observasi Pelaksanaan Penandaan Lokasi Operasi 80

9 Hasil Observasi Pelaksanaan Cuci Tangan 85

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 14: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

xii

Daftar Gambar

No. Judul Halaman

1 The Swiss Cheese Odel menurut James Reason 36

2 Kerangka berpikir 37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 15: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

xiii

Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Pedoman Wawancara 103

2 Pedoman Observasi 105

3 Dokumentasi Sarana Prasarana Keselamatan Pasien 108

4 Dokumentasi Bukti Pelaksanaan Keselamatan Pasien 115

5 Dokumentasi Wawancara dengan Informan 117

6 Matriks Wawancara 120

7 Hasil Wawancara kepada Informan 137

8 Surat Penelitian ke Rumah Sakit Methodist 149

9 Surat Selesai Penelitian dari Rumah Sakit Methodist 150

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 16: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

xiv

Daftar Istilah

AIDS Acquired Immuno Defeciency Syndrome

Depkes Departemen Kesehatan

IOM Institute of Medicine

KARS Komisi Akreditasi Rumah Sakit

KKPRS Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit

KNC Kejadian Nyaris Cedera

KP Keselamatan Pasien

KPC Kejadian Potensi Cedera

KTC Kejadian Tidak Cedera

KTD Kejadian Tidak Diharapkan

LASA Look Alike Sound Alike

NORUM Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip

PMKP Panitia Mutu Keselamatan Pasien

PPI Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

RCA Root Cause Analysis

RS Rumah Sakit

SKP Standar Keselamatan Pasien

SNARS Standar Akreditasi Nasional Rumah Sakit

TKPRS Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit

WHO World Health Organization

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 17: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

xv

Riwayat Hidup

Penulis bernama Putri Asina Yohana berumur 21 tahun, dilahirkan di

Doloksanggul pada tanggal 4 Desember 1997. Penulis beragama Kristen Protestan,

anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Togar Simanullang dan

Ibu Merly Simamora.

Pendidikan formal dimulai di sekolah dasar di SD Swasta Santa Maria

Doloksanggul Tahun 2003-2009, sekolah menengah pertama di SMP Swasta

S.R.O. Matiti Tahun 2009-2012, dan sekolah menengah atas di SMA Negeri 2

Lintongnihuta Tahun 2012-2015, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di

Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

Medan, September 2019

Putri Asina Yohana

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 18: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

1

Pendahuluan

Latar Belakang

Salah satu fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit menyediakan

jasa pelayanan perawatan kesehatan yang sangat kompleks, efektif dan terdiri dari

berbagai disiplin ilmu. Keadaan pelayanan perawatan kesehatan yang kompleks

apabila tindakan tidak dilakukan sesuai dengan yang seharusnya dan sistem

pelayanan yang tidak baik akan menimbulkan kesalahan dan dapat mencederai

pasien. Pasien mencari fasilitas pelayanan kesehatan mengharapkan kesembuhan

dan mendapat perawatan kesehatan yang lebih aman dan bebas dari cedera.

Rumah sakit menyediakan perawatan kesehatan yang berkualitas dan

mengupayakan keamanan, keselamatan pasien, pengunjung dan petugas

(Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 4 Tahun 2018). World

Health Organization (2016) mengemukakan bahwa saat ini berfokus kepada

keselamatan pasien dan memprioritaskanya sebagai masalah kesehatan dengan

menerapkan keselamatan pasien agar pasien dan mereka yang merawatnya

memililki keyakinan bebas dari bahaya di dalam setiap sistem perawatan

kesehatan.

Program keselamatan pasien menjadi masalah global berawal dari

penelitian The Harvad Medical Practice Study I di Amerika Serikat (Cahyono,

2008). Riset yang dilakukan Brenan dkk tahun 1984 The Harvad Medical Practice

Study I di New York pada 30.121 catatan medis responden dari 51 rumah sakit

ditemukan angka Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) 3,7% pada pasien rawat inap

yang 27,6% diantaranya akibat kelalaian dan KTD yang dapat dicegah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 19: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

2

sebesar 58%. Riset yang dilakukan terkait insiden dalam praktik kedokteran yang

representatif baik hingga saat ini yaitu penelitian di Utah dan Colorado tahun

1992, dan di Australia tahun1992 termasuk The Harvad Medical Practice Study I

(Cahyono, 2008). Berdasarkan pada penelitian Utah and Colorado Study, Harvad

Medical Practice Study, dan Quality in Australian Health Care Study, penelitian

ini dilakukan pada 14.700-30.121 catatan medis, insiden KTD tertinggi terjadi di

New South Wales dan Australia Selatan, New York dan terendah di Utah dan

Colorado. Risiko terjadi insiden tidak diharapkan pada pasien di rawat inap

sebesar 2,9% sampai 16,6%, dan dampak yang diakibatkan KTD memiliki risiko

meninggal 4,9 sampai 13,6% dan mengalami cedera permanen risikonya 2,6

sampai 8,9%. Kejadian tidak diharapkan disebabkan faktor kelalaian berkisar

antara 27 sampai 32,6% dan 51 sampai 58% KTD dapat dicegah. Kenyataan dari

peristiwa yang terjadi inilah mendorong munculnya gerakan keselamatan pasien

(Brenan, 1991; Leape, 1991; Thomas, 2000; Wilson, 1995).

Laporan masalah kesehatan yang dibuat Institute of Medicine (IOM) tahun

1999 membuat estimasi bahwa kematian pada pasien rawat inap mencapai jumlah

tertinggi yaitu 44.000 sampai 98.000 orang akibat kesalahan medis, dibandingkan

dengan kecelakaan jalan raya sebanyak 43,458 orang, akibat kanker payudara

sebanyak 42.297 orang dan penyakit AIDS sebanyak 16.516 orang yang terjadi

setiap tahunnya di rumah sakit Amerika Serikat (Institute of Medicine, 2000). Riset

yang dilakukan Hogan dkk. (2015) di rumah sakit Inggris tahun 2009, 2012 dan

2013 proporsi kematian yang dapat dicegah adalah 3,6% pada 100 kematian di

rumah sakit. Riset yang dilakukan Makary dan Daniel (2016) tingkat kematian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 20: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

3

rata-rata akibat kesalahan medis sebesar 251.454 dalam setahun dan

memperkirakan kesalahan medis adalah penyebab terbesar ketiga kematian di

Amerika Serikat sehingga membutuhkan perhatian yang lebih besar. Penelitian

yang dilakukan Robb, Loe, Maharaj, Hamblin, dan Seddon (2017) di New Zealand

menemukan 28% pasien mengalami satu atau lebih bahaya terkait obat dan akibat

lama hari perawatan dan bahaya (65%) terjadi selama rawat inap.

Menurut National Patient Safety Foundation (2015) setelah 15 tahun

terakhir munculnya laporan To Err is Human yang dibuat oleh Institute of

Medicine, keselamatan pasien saat ini sudah mengarah pada peningkatan dari

tahun sebelumnya. Pendapat ini dikemukakan oleh para ahli dengan adanya

perawatan kesehatan masa kini lebih aman daripada masa lalu. Dibuktikannya

dengan terdapat berbagai kemajuan positif seperti pembuatan standar, peningkatan

keamanan obat, dan upaya untuk meningkatkan budaya keselamatan pasien.

Namun, keselamatan pasien masih awal dalam evolusinya perlu dilakukan

reformasi sistem perawatan kesehatan. Meningkatkan keselamatan pasien adalah

masalah kesehatan masyarakat yang kompleks dan serius karena memiliki

tantangan yang berkelanjutan sehingga membutuhkan pekerjaan dari berbagai

disiplin ilmu untuk dipecahkan, ditangani dengan respon lebih luas dan harus tetap

menjadi prioritas utama.

World Health Organization (2018) mengemukakan bahwa angka insiden

keselamatan pasien sanggat tinggi dibandingkan denggan angka kecelakaan pada

pesawat. Perbandingan yang dapat dilihat kemungkinan 1 dari 1 juta orang terluka

saat bepergian dengan pesawat dan 1 dari 300 pasien cedera selama mendapatkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 21: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

4

perawatan kesehatan. Fakta yang terjadi terkait perawatan kesehatan antara lain di

Negara berpenghasilan tinggi dirugikan saat menerima perawatan kesehatan

sebanyak 1 dari 10 pasien dan 50% kerugian dapat dicegah. Setiap tahun sekitar

3,2 juta pasien terinfeksi dari perawatan kesehatan di seluruh Uni Eropa dan

37.000 di antaranya meninggal.

Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) berinisiatif

membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit dan diterbitkannya panduan

nasional keselamatan pasien rumah sakit menjadi awal munculnya keselamatan

pasien (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Sistem pelaporan

terkait keselamatan pasien belum berjalan dengan baik sehingga data insiden

keselamatan pasien belum dapat ditentukan dengan tepat, namun diperkirakan

kasusnya melebihi kasus internasional dan ditemukan adanya peningkatan laporan

aduan malapraktik (Depkes RI, 2006). Berdasarkan penelitian Utarini (2011) dari

4.500 rekam medis yang dilakukan di 15 rumah sakit ruangan rawat inap

ditemukan angka KTD yang mempunyai variasi, yakni 4,1% sampai 91,6% akibat

kesalahan obat dan 8,0% sampai 98,2% akibat kesalahan diagnosis.

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit Indonesia tahun 2011

menemukan insiden KNC 18,35% dan KTD sebanyak 14,41% akibat proses klinik

9,26%, pasien jatuh 5,15% dan medikasi 9,26% (Wardhani, 2017). Data 5 tahun

terakhir total jumlah pengaduan terhadap ketidakpuasan kinerja profesi kedokteran

kepada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDI) pada tahun

2015-2017 total pengaduan sebanyak 154 aduan (Anggraeni, 2017).

Institusi rumah sakit menggunakan berbagai cara meningkatkan mutu pela-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 22: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

5

yanan kesehatannya, upaya yang dilakukan salah satunya menerapkan keselamatan

pasien yang dilakukan secara jelas dan terarah (Sabarguna, 2009). Akreditasi

Rumah Sakit yang dilakukan saat ini sudah berfokus terhadap pelayanan kepada

pasien. Rumusan tentang 6 Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) yang mengacu dari

Joint Commission International (JCI), yang menjadi standar di Standar Nasional

Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1 dibentuk oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit

(KARS) beserta Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan merumuskan (Komisi

Akreditasi Rumah Sakit, 2017). Berdasarkan dari hasil studi penelitian yang

dilakukan proses akreditasi yang berpusat pada pasien menjamin peningkatan

kualitas, keamanan suatu organisasi kesehatan, dan peningkatan kepuasan pasien.

Pelaksanaan akreditasi dapat meningkatkan kepemimpinan, sistem peningkatan

kinerja dan budaya keselamatan pasien yang dapat mengendalikan terjadinya

infeksi dan mengurangi terjadinya kejadian tidak diharapkan (Kim, 2011;

Mousavi, dkk, 2016; Frush, dkk, 2018)

Hasil penelitian yang dilakukan Keles, Kandou, dan Tilaar (2015) di

RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano menyatakan bahwa pelaksanaan setiap sasaran

keselamatan pasien telah berpedoman kepada standar akreditasi rumah sakit versi

2012 sedangkan pelaksanaan pengurangan risiko infeksi dan pasien jatuh belum

berpedoman kepada standar akreditasi rumah sakit versi 2012. Penelitian yang

dilakukan Dewi, Arso, Septo, Fatmasari, dan Eka (2019) di Rumah Sakit Wava

Husada menyatakan bahwa pelaksanaan tepat lokasi, prosedur benar, operasi pada

pasien yang benar berpedoman kepada standar operasional, sedangkan

pelaksanaan identifaksi pasien, komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan

obat-obatan yang perlu diwaspadai, pengurangan risiko infeksi dan pengurangan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 23: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

6

risiko pasien jatuh tidak berpedoman kepada standar operasional pelayanan yang

dimiliki. Beberapa fasilitas infrastruktur yang tidak segera diperbaiki atau diganti

dan kurangnya kesadaran dan komitmen perawat untuk memberikan pelayanan

sesuai yang ditetapkan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Pasaribu (2018) di Rumah Sakit

Santa Elisabeth hasil penelitian menyatakan bahwa pelaksanaan program

keselamatan pasien di ruang rawat inap belum berjalan dengan maksimal. Dilihat

dari kurangnya kepatuhan dan kesadaran perawat dalam melakukan pengecekan

gelang pasien, perawat yang masih lupa memberikan stempel readback, masih

banyak petugas medis dan non-medis yang kurang patuh dalam menjaga

kebersihan tangan pada saat sebelum dan sesudah memberikan tindakan kepada

pasien, belum dijalankannya metode asesmen risiko terhadap pasien rawat inap,

perawat tidak rutin diberikan pengarahan atau sosialisasi, serta masih ada sarana

yang belum tersedia.

Indonesia belum membudayakan keselamatan pasien dilihat dari rendahnya

laporan insiden keselamatan pasien. Berdasarkan data Komite Keselamatan Pasien

Rumah Sakit (KKPRS, 2011) jumlah laporan insiden berdasarkan provinsi

triwulan I di Provinsi Banten memiliki persentasi jumlah laporan insiden tertinggi

yaitu 23 insiden (67%), diikuti DKI Jakarta 5 insiden (15%), Lampung 3 insiden

(9%), terdapat 2 insiden (6%) tidak ada data, dan yang terakhir Provinsi Jawa

Timur 1 insiden (3%). Berdasarkan uraian data tersebut Provinsi Sumatera Utara

belum ada melaporkan data laporan insiden yang terjadi termasuk Kota Medan.

Berdasarkan data KKPRS pada tahun 2011 jumlah laporan insiden berda-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 24: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

7

sarkan kepemilikan RS pada triwulan I laporan insiden paling tinggi terdapat di

rumah sakit swasta 28 insiden (82%), rumah sakit pemerintah daerah 6 insiden

(18%), sedangkan rumah sakit pemerintah pusat, dan rumah sakit TNI/Polri tidak

ada terjadi insiden. Jumlah laporan insiden berdasarkan jenis RS Triwulan 1

insiden tertinggi terdapat di RS Umum 27 insiden (79%), RS Khusus 4 insiden

(12%) dan tidak ada data ada 3 insiden (9%). Berdasarkan daftar akreditasi rumah

sakit yang dibuat oleh KARS, Rumah Sakit Umum Methodist adalah salah satu

dari 4 rumah sakit umum swasta yang memiliki status akreditasi lulus Utama di

Kota Medan.

Berdasarkan data dari Laporan Triwulan dan Validasi Data PMKP Rumah

Sakit Umum Methodist Medan (Oktober-Desember 2018), Rumah Sakit Umum

Methodist Medan sudah menerapkan keselamatan pasien salah satunya sudah

melaksanakan sasaran keselamatan pasien dan ditemukan tiga dari 6 sasaran

keselamatan pasien berada dibawah standar (<100%) yang ditetapkan oleh rumah

sakit dan KARS. Rumah Sakit Umum Methodist ditemukan pernah terjadi insiden

yang terdata, terlihat dan terlaporkan yaitu ditemukan pasien yang tidak

dipasangkan gelang identitas karena perawat lupa dan kesalahan memberikan dosis

obat kepada pasien. Rumah Sakit Methodist merupakan rumah sakit kelas C dan

memiliki daya tampung 124 tempat tidur.

Berdasarkan survei pendahuluan dengan telaah dokumen di Rumah Sakit

Methodist Tim Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) adalah organisasi

yang terkait di dalam pelaksanaan keselamatan pasien di Rumah Sakit Methodist

dan bertanggung jawab langsung kepada direktur yang dibentuk pada tahun 2018.

Pencapaian Standar Keselamatan Pasien (SKP) berdasarkan indikatornya antara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 25: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

8

lain kepatuhan dokter dan kepatuhan perawat dalam melakukan identifikasi pasien

secara benar (100%), memverifikasi perintah pada kedatangan pertama ≤ 24 jam

(65,23 %), kepatuhan pelabelan obat high alert dan obat LASA (100%), kepatuhan

pelaksanaan lokasi yang benar, tepat prosedur, pemberian tanda operasi dan

pasien operasi yang benar (72,03), kepatuhan perawat rawat inap dalam

melakukan hand hygiene (69%) dan insiden pasien jatuh selama perawatan rawat

inap (0%).

Berdasarkan data dari Laporan Pelaksanaan Program PPI Rumah Sakit

Umum Methodist Medan Triwulan I Periode Januari sampai dengan Maret 2019

ketersediaan fasilitas kebersihan tangan masih ditemukan adanya tisu yang

kosong, sabun cair kosong, dan wastafel belum bebas dari peralatan yang tidak

tepat seperti sampah. Perawat, dokter, dan tenaga lainnya seperti petugas

kebersihan masih belum patuh untuk mencuci tangan dengan hand sanitizer

sebelum ataupun sesudah memberikan tindakan kepada pasien. Berdasarkan

laporan monitoring dan evaluasi bulan November-Desember tahun 2018 tentang

kepatuhan pengisian surgery safety checklist di kamar bedah sebagian perawat

belum tepat dalam melakukan pengisian. Ditemukan beberapa dokter bedah dan

dokter anestesi lupa menandatangani surgery safety checklist.

Pelaksanaan keselamatan pasien terkait monitoring dan evaluasi belum

maksimal dilakukan karena kurangnya komitmen dalam melakukannya dan belum

menjadikannya sebagai prioritas. Sistem pelaporan keselamatan pasien juga belum

berjalan maksimal karena belum ada tim khusus untuk mengerjakannya,

kurangnya sosialisasi sehingga mengakibatkan minimnya data pelaporan insiden,

namun sudah memiliki regulasi. Rumah Sakit Methodist juga telah mengupayakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 26: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

9

pelaksanaan keselamatan pasien dengan melakukan sosialisasi, pelatihan,

membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit dan adanya dokumen regulasi

terkait pelaksanaan keselamatan pasien.

Hasil dari pengamatan, wawancara, dan data yang diperoleh ditemukan

pernah terjadi insiden dan pelaksanaan sasaran keselamatan pasien di rumah sakit

(<100%) belum memenuhi standar yang ditetapkan. Rumah sakit diwajibkan

melakukan akreditasi dan pelaksanaan keselamatan pasien adalah salah satu

indikatornya. Namun dalam pelaksanaanya belum mencapai standar yang

ditetapkan sehingga mendorong peneliti untuk menganalisis tentang sejauh mana

“Pelaksanaan Keselamatan Pasien di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Methodist

Tahun 2019”.

Perumusan Masalah

Pelaksanaan sasaran keselamatan pasien belum mencapai standar yang

ditetapkan oleh rumah sakit. Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang

menjadi rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan

keselamatan pasien di instalasi rawat inap Rumah Sakit Methodist Kota Medan

Tahun 2019.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Tujuan umum dilakukan penelitian ini adalah untuk

mengetahui gambaran pelaksanan keselamatan pasien di instalasi rawat inap

Rumah Sakit Methodist Kota Medan Tahun 2019.

Tujuan Khusus. Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan keadaan sumber daya manusia di instalasi rawat inap Rumah

Sakit Methodist

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 27: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

10

2. Mendeskripsikan ketersediaan sarana prasarana di instalasi rawat inap Rumah

Sakit Methodist

3. Mendeskripsikan ketersediaan kebijakan dan prosedur di instalasi rawat inap

Rumah Sakit Methodist

4. Mendeskripsikan penerapan komunikasi efektif di instalasi rawat inap Rumah

Sakit Methodist

5. Mendeskripsikan penerapan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang

benar, dan pembedahan pada pasien yang benar di instalasi rawat inap Rumah

Sakit Methodist

6. Mendeskripsikan penerapan pengurangan risiko infeksi akibat perawatan

kesehatan di instalasi rawat inap Rumah Sakit Methodist

7. Mengetahui pencapaian sasaran keselamatan pasien di instalasi rawat inap

Rumah Sakit Methodist

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi Rumah Sakit. Menjadi bahan pertimbangan dan informasi bagi pihak ru-

mah sakit agar pelaksanaan keselamatan pasien rumah sakit khususnya ruang

rawat inap dilaksanakan sesuai standar untuk meningkatkan mutu pelayanan

kesehatan.

2. Lingkungan Akademik. Menjadi sumber informasi dan bahan rujukan oleh

peneliti selanjutnya dalam memperkaya studi mengenai penyelenggaraan

program keselamatan pasien di ruang rawat inap.

3. Bagi Peneliti. Menjadi media dalam mengaplikasikan teori dan ilmu yang

diterima selama mengikuti pendidikan di Program Sarjana Universitas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 28: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

11

Sumatera Utara serta mengembangkan wawasan, penalaran dan pengalaman

penelitian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 29: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

12

Tinjauan Pustaka

Keselamatan Pasien (Patient Safety)

Definisi keselamatan pasien. Acuan dalam melakukan perawatan

kesehatan dengan tidak mencederai dan menyebabkan kerugian kepada pasien

serta dijadikan standar meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit merupakan

definisi keselamatan pasien (Simamora, 2018). Keselamatan pasien adalah bebas

dari kelalaian akibat tidak mengerjakan kegiatan yang seharusnya atau

mengerjakan kegiatan yang tidak seharusnya dilakukan dan suatu bentuk

pertanggungjawaban rumah sakit kepada pasien dan masyarakat untuk

menciptakan kondisi yang aman (Wardhani, 2017).

World Health Organization patient safety mengemukakan keselamatan

pasien adalah kondisi aman dari insiden yang tidak dapat dicegah selama proses

perawatan kesehatan pasien (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015).

Keselamatan pasien merupakan penerapan penyelesaian untuk mengurangi

timbulnya risiko dan mencegah timbulnya cacat yang disebabkan oleh kelalaian

akibat tidak mengerjakan kegiatan yang seharusnya atau mengerjakan kegiatan

yang tidak seharusnya dikerjakan serta suatu metode yang melakukan perawatan

pasien bebas dari cedera, yang terdiri dari identifikasi dan pengelolan risiko,

asesemen risiko, analisis insiden dan pelaporan, mempelajarinya dan melakukan

langkah selanjutnya (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 11

Tahun 2017). Keselamatan pasien yaitu terhindar dari kejadian yang dapat dicegah

atau yang mungkin akan terjadi (cedera fisik/sosial/psikologis, penyakit, kematian,

cacat dll), dan keadaan pasien aman di dalam perawatan kesehatan yang diberikan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 30: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

13

rumah sakit (Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit, 2015)

Metode perawatan pasien bebas dari cedera yang terdiri dari pengelolan

keadaan pasien yang membahayakan dan identifikasi, asesemen risiko, analisis

insiden dan pelaporan, keterampilan mempelajari insiden dan melakukan langkah

selanjutnya serta penerapan penyelesaian untuk mengurangi terjadinya keadaan

yang merugikan pasien serta untuk mengurangi timbulnya risiko dan mencegah

timbulnya cacat yang disebabkan oleh kelalaian akibat tidak mengerjakan

kegiatan yang seharusnya atau mengerjakan kegiatan yang tidak seharusnya

dikerjakan merupakan definisi dari keselamatan pasien rumah sakit (Komite

Keselamatan Pasien Rumah Sakit, 2015).

Tujuan keselamatan pasien. Mengembangkan pertangggungjawaban

rumah sakit kepada pasien dan masyarakat, menciptakan kebiasaan melakukan

keselamatan pasien, terselanggaranya rencana penanggulangan untuk

menanggulangi terjadinya terjadinya insiden, dan mengurangi angka Kejadian Tak

Diharapkan merupakan tujuan penerapan sistem keselamatan pasien (Simamora,

2018).

Manfaat program keselamatan pasien. Rumah sakit menerapkan

program keselamatan pasien memberikan berbagai manfaat antara lain:

1. Industri yang menawarkan “Green Product” atau produk yang aman dalam

berbagai transaksi akan menjadi produk yang laris dan dicari masyarakat;

2. Perusahaan dan asuransi menetapkan rumah sakit yang menerapkan

keselamatan pasien sebagai penyedia kesehatan bagi karyawan atau mereka,

juga sama seperti halnya keinginan masyarakat dalam mencari rumah sakit

yang aman;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 31: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

14

3. Kewajiban rumah sakit memberikan perawatan kesehatan dengan aman yang

dinilai melalui proses akreditasi.

Standar keselamatan pasien. Rumah sakit wajib menerapkan standar

keselamatan pasien dan pemberian nilai menggunakan Instrumen Akreditasi

Rumah Sakit (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015). Uraian tujuh

standar keselamatan pasien menurut Priyoto dan Widyastuti (2014) adalah sebagai

berikut:

1. Hak Pasien

Kewenangan pasien dan keluarganya memperoleh penjelasan terkait

rancangan dan hasil perawatan terkait peluang timbulnya insiden merupakan hak

pasien.

2. Mendidik pasien dan keluarga

Ilmu yang dibutuhkan oleh pasien dan keluarga saat perawatan kesehatan

ataupun ilmu yang diperlukan sesudah pasien pulang ke rumah atau pergi ke

pelayanan kesehatan lain merupakan pendidikan pada pasien dan keluarga dengan

standar membimbing pasien dan keluarganya terkait tanggung jawab dan

kewajiban pasien selama perawatan pasien yang diberikan rumah sakit.

3. Kontinuitas pelayanan dan keselamatan pasien

Kontinuitas pelayanan yang dilakukan kepada pasien dan yang

memerlukan bantuan diberikan secara berkelanjutan atau bersifat terus menerus

dengan standar mempertahankan pengorganisasian diantara unit dan tenaga

pelayanan dan kontinuitas pelayanan.

4. Menggunakan sistem peningkatan kemampuan untuk melaksanakan evaluasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 32: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

15

dan rencana meningkatkan keselamatan pasien

Meningkatkan kinerja dan keselamatan pasien oleh rumah sakit

menggunakan metode CARL (Capabilty, Accesibility, Readness, Leverage), Feed

Back/Timbal Balik, dan Follow Up/Tindak Lanjut melalui standar membuat sistem

baru atau membenahi proses, mengawasi dan menilai kinerja dengan

mengumpulkan data, analisis insiden secara mendalam, dan melaksanakan

transformasi untuk mengembangkan keselamatan pasien beserta kinerjanya.

4. Peran pemimpin di dalam mengembangkan keselamatan pasien

Pemimpin menggerakkan dan mempertahankan pelaksanaan keselamatan

pasien secara terpadu dengan melaksanakan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan

Pasien di Rumah Sakit.

5. Mendidik pekerja terkait keselamatan pasien

Mempunyai prosedur pendidikan, penyesuaian dan pelatihan untuk setiap

jabatan terkait keselamatan pasien merupakan standar mendidik pekerja.

6. Komunikasi adalah kunci pada pekerja demi tercapainya keselamatan pasien

Standar pelaksanaan komunikasi adalah rumah sakit memprogramkan dan

membuat prosedur administrasi informasi keselamatan pasien demi melengkapi

keperluan informasi eksternal dan internal.

Sasaran keselamatan pasien. Sasaran keselamatan pasien di rumah sakit

dilakukan untuk menggerakkan pemeriksaan dengan jelas pada komponen yang

bermasalah terkait perawatan kesehatan dan menerangkan bukti serta

penyelesaiannya (Simamora, 2018). World Health Organization membentuk

sasaran keselamatan pasien sebagai pedoman lembaga akreditasi untuk menilai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 33: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

16

kinerja keselamatan pasien dan dibuat sebagai indikator sistem pelayanan

kesehatan yang lebih aman di rumah sakit (Wardhani, 2017).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 11 Tahun 2017

mengerakkan pembaruan spesifik merupakan tujuan pelaksanaan SKP. Menurut

Permenkes No. 11 tahun 2017 tentang keselamatan pasien uraian enam sasaran

meliputi:

Identifikasi pasien dengan benar. Mengidentifikasi pasien menjadi

individu yang memperoleh pengobatan atau pelayanan dan menyesuaikannya

merupakan tujuan sasaran ini. Regulasi dan proses didesain untuk memperbarui

prosedur identifikasi, terkhusus prosedur untuk identifikasi pasien saat

memberikan darah, obat, mengambil spesimen dan darah bagi pengamatan klinis

atau meganjurkan berobat atau perbuatan lainnya. Prosedur dan regulasi

mendeskripsikan pemakaian dua tanda berbeda di tempat yang berbeda, meliputi

pelayanan rawat jalan atau ambulatory, kamar operasi atau unit gawat darurat

termasuk identifikasi pasien koma.

Tindakan yang dilaksanakan antara lain pasien diidentifikasi tidak

memakai nomor ruangan atau tempat dan dengan pemakaian dua identitas.

Identifikasi pasien sebelum memberikan darah,dan obat. Identifikasi sebelum

menerima spesimen lain dan darah untuk pengamatan klinis. Identifikasi sebelum

memberikan tindakan dan obat.

Meningkatkan komunikasi yang efektif. Meminimalisir kesalahan dan

meningkatkan keselamatan pasien dilakukan dengan komunikasi yang akurat,

efekti, tepat waktu, jelas, lengkap dan dapat dimengerti penerima. Fasilitas

pelayanan kesehatan meningkatkan prosedur atau regulasi untuk perintah lisan dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 34: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

17

lewat telepon dituulis komprehensif hasil pemeriksaan atau instruksi yang

diterima. Penerima membaca ulang hasil pemeriksaan atau instruksi dan

mengonfirmasi yang ditulis dan membaca ulang dengan benar untuk obat-obatan

(Look-Alike Sound, atau Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip) dilaksanakan

pengejaan kembali.

Tindakan yang dilaksanakan antara lain instruksi lisan hasil pemerikasaan

atau lewat telepon ditulis komprehensif untuk penerima. Instruksi lisan dan hasil

pemeriksaan atau melalui telepon secara menyeluruh dibaca ulang penerima.

Instruksi atau hasil pemeriksaan dilakukan konfirmasi oleh pemberi instruksi atau

hasil pemeriksaaan.

Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwsapadai.

Pelaksanaan manajemen obat yang tepat dilakukan agar menjamin keselamatan

pasien. Obat yang memiliki persentasi tinggi mengakibatkan timbulnya kesalahan,

begitu juga obat yang ucapan mirip/tampak mirip (NORUM atau LASA).

Pengembangan regulasi untuk membuat daftar obat yang perlu diwaspadai

dilakukan di instansi pelayanan kesehatan. Prosedur yang dilakukan identifikasi

tempat yang memerlukan elektrolit konsentrat menurut klinis seperti yang

diberlakukan sebagai acuan dan praktek professional di kamar operasi atau IGD,

serta ditetapkan proses memberikan label yang jelas serta penyimpanannya.

Tindakan yang dilakukan meliputi prosedur atau regulasi ditingkatkan su-

paya termuat cara mengidentifikasi, tempat, memberikan label, dan menyimpan

obat yang diwaspadai. Prosedur dan regulasi dilaksanakan. Elektrolit konsentrat

jika diperlukan menurut klinis diperbolehkan diletakkkan di unit pelayanan pasien.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 35: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

18

Penyimpanan elektrolit konsentrat di unit pelayanan pasien diberikan label dengan

jelas, dan diletakkan di tempat yang dibatasi.

Memastikan lokasi pembedahan, prosedur, dan pembedahan pada pasien

yang benar. Kejadian yang dikuatirkan dan sering timbul di fasilitas pelayanan

kesehatan ialah salah lokasi, prosedur, dan pasien operasi. Hal ini diakibatkan

pasien tidak atau kurang dilibatkan saat menandai lokasi, tidak ada proses

memeriksa tempat operasi dan komunikasi tidak efektif. Pelaksanaan berupa bukti

dengan Surgical Safety Checklist penting diterapkan. Penandaan lokasi operasi

dengan pelibatan pasien dan tanda yang mudah diketahui. Tanda tersebut dipakai

dengan tetap, dan dilakukan oleh orang yang akan melakukan tindakan, pasien

dalam keadaan terbangun dan tersadar, dan lebih bagus jika dapat dilihat sampai

pasien akan diberi tindakan dan memakai selimut. Tujuan verifikasi pra-operatif

ialah memvalidasi pasien, lokasi, dan prosedur yang benar. Hasil pemeriksaan,

surat dan foto dapat dipastikan ada, dilakukan pelabelan, dan terpampang.

Mengecek keadaan alat khusus atau bahan yang diperlukan.

Sebelum tindakan dilakukan Time out dilaksanakan di lokasi tindakan akan

dilaksanakan. Tindakan yang dilaksanakan antara lain fasilitas pelayanan

digunakan tanda yang dapat dipahami dan jelas untuk mengidentifikasi tempat

operasi dan pelibatan pasien selama penandaan. Menchecklist atau cara lain

selama verifikasi pre-operasi tepat prosedur, pasien, dan lokasi dan semua berkas

serta alat yang dibutuhkan ada, fungsional dan tepat. Melakukan dan mencatat

proses sembelum time out sebelum dilakukan tindakan bedah oleh tim operasi.

Mengembanggkan prosedur dan regulasi untuk membantu pelakanaan tepat lokasi,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 36: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

19

prosedur, pasien serta proses medis dan pelaksanaan pengobatan gigi di luar kamar

operasi dilakukan secara seragam.

Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan. Mencegah dan

mengendalikan infeksi ialah hambatan praktisi pada banyak sistem pelayanan

kesehatan dan kekuatiran bagi pasien atau para professional asuhan perawatan

dalam meningkatkan dana untuk menangani infeksi terkait perawatan kesehatan.

Infeksi dalam pelayanan kesehatan yang sering dijumpai ialah infeksi di aliran

darah, saluran kemih (pemasangan kateter), dan pneumonia (terkait keadaan

ventilasi). Fokus pengurangan infeksi ialah melakukan cuci tangan yang benar.

WHO mengeluarkan pedoman hand hygiene sebagai acuan. Institusi pelayanan

kesehatan memiliki prosedur kerja sam tim untuk mengembangkan regulasi/proses

yang disesuaikan atau beracuan pada pedoman kebersihan tangan.

Tindakan yang dilaksanakan meliputi antara lain mengambil atau

menyesuaikan pedoman kebersihan tangan yang baru dibuat dan dipahami.

Program kebersihan tangan dilakukan dengan efektif. Mengembangkan prosedur

atau regulasi mencapai pengurangan risiko infeksi di dalam perawatan kesehatan.

Pengurangan risiko jatuh. Instansi layanan kesehatan butuh dilakukan

evaluasi risiko pasien jatuh dan melakukan tindakan pencegahan risiko cedera

apabila jatuh. Evaluasi terdiri dari telaah obat, riwayat jatuh, dan mengonsumsi

alkohol, alat bantu berjalan yang dipakai, serta pengamatan kepada gaya jalan dan

proporsi pasien.

Tindakan yang dilaksanakan terdiri dari penerapan prosedur asesmen awal

risiko dan dilakukan asesmen kembali pada pasien apabila muncul perubahan kon-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 37: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

20

disi. Melalukan prosedur yang ditetapkan bagi pasien yang berisiko.

Sembilan solusi keselamatan pasien. World Health Organization

membuat 9 (Sembilan) solusi keselamatan pasien untuk menjawab permasalahan

dan sasaran keselamatan pasien (Wardhani, 2017). Uraian Sembilan solusi

keselamatan pasien menurut Wardhani (2017) meliputi:

1. Perhatikan rupa, ucapan dan nama obat mirip

Identifikasi dan peringatan nama obat yang mirip dilakukan untuk

mengurangi potensi insiden dengan membuat daftar nama obat yang diidentifikasi

memiliki kemiripan penyebutan. Kebijakan untuk mencegah kesalahan akibat

kemiripan nama dan rupa obat diantaranya adalah menulis, mengeja nama obat,

dan mengkonfirmasikan kembali atau dengan memberikan penanda untuk

membedakan dan pelibatan pasien.

2. Identifikasi pasien

Kebijakan, prosedur, pendidikan dan pelatihan kepada staff merupakan

taktik untuk mencegah kesalahan identifikasi. Proses memastikan ketepatan

identitas pasien sejak awal dan mekanisme konfirmasi pada setiap titik dan transisi

pelayanan merupakan hal yang penting dan harus diperhatikan.

3. Komunikasi benar saat serah terima

Panjangnya rantai sistem pelayanan kesehatan merupakan proses kompleks

yang melibatkan interaksi tahapan, sub sistem, petugas bahkan antar sistem

pelayanan menunjukkan banyaknya proses transisi yang diterima pasien dalam

satu episode perawatan dan meningkatkan risiko insiden.

4. Melakukan prosedur operasi yang tepat pada sisi (bagian tubuh) yang tepat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 38: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

21

Kesalahan sisi operasi merupakan kejadian sentinel dengan dampak

terberat. Solusi yang dapat dibuat adalah dengan membuat strategi dan kebijakan

keselamatan pembedahan kepada dokter operator, petugas, dokter operator, pasien,

dan Tim OK.

5. Kewaspadaan dan pengendalian penggunaan cairan elektrolit konsentrat tinggi

Insiden karena larutan elektrolit konsentrat tinggi merupakan salah satu

kejadian sentinel yang harus diwaspadai. Rumah sakit harus menetapkan kebijakan

penggunaan obat pada kondisi kegawatan yang memerlukan kecepatan.

6. Memastikan ketepatan pengobatan pada saat transisi pelayanan

Kesalahan pengobatan merupakan kejadian yang tidak diharapkan tertinggi

yang dapat terjadi disetiap tahapan pengobatan, mulai dari permintaan, penulisan

resep, penyerahan obat, pemberian obat pada pasien dan monitoring. Strategi yang

dilakukan adalah melakukan rekonsiliasi riwayat obat baik saat pasien masuk,

maupun keluar pada setiap titik pelayanan baik didalam organisasi maupun antar

organisasi dan adanya perlibatan pasien.

7. Menghindari kesalahan menghubungkan kateter (selang), syringe, dan tube

(kanul)

Kebijakan yang dibuat untuk mengurangi kesalahan adalah peraturan yang

melarang pasien, keluarga maupun petugas non klinis untuk memasang dan

melepas segala bentuk kanul, selang, dan syringe. Adanya penandaan dan

peringatan dipasang untuk cairan atau saluran yang bersifat risiko tinggi. Petugas

menerapkan prosedur cek dan ricek sebelum melepas dan memasang kembali

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 39: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

22

semua bentuk saluran. Setiap terjadi pemindahan pasien dilakukan kajian dan

rekonsiliasi secara tertulis yang ditransformasikan antar petugas.

8. Penggunaan injeksi sekali pakai

Strategi yang dapat diterapkan untuk menguranginya ada dua yaitu

penggunaan peralatan injeksi sekali pakai dan penerapan prosedur antiseptik.

Strategi tersebut dilengkapi dengan standar pengelolaan limbah peralatan injeksi.

Melibatkan pasien melalui pemberian informasi, komunikasi yang adekuat dan

peningkatan literasi serta keterlibatan pasien terbukti dapat meningkatkan praktik

pelayanan kesehatan yang lebih aman.

9. Penerapan prosedur hand hygiene untuk mencegah infeksi nosokomial

Infeksi nosokomial atau infeksi terkait pelayanan kesehatan menjadi

ukuran mutu pada pelayanan kesehatan. Salah satu strategi penting untuk

menghambat transmisi mikroba adalah dengan melakukan prosedur hand hygiene.

Langkah-langkah keselamatan pasien. The National Patient Safety

Agency (NPSA) mendukung penerapan keselamatan pasien dengan membuat tujuh

langkah menuju keselamatan pasien. Uraian tujuh langkah menuju keslamatan

pasien menurut Cahyono (2008) terdiri dari:

1. Membangun budaya keselamatan pasien

Organisasi yang kompak, acuan timbulnya tindakan di organisasi, dan

menggapai visi organisasi ialah fungsi dari budaya berunsurkan nilai atau

keyakinan. Memberikan laporan dan menyelidiki insiden tanpa menyalahkan,

melihat kesalahan secara sistem, bekerja secara tim, dan pelibatan pasien saat

mengambil keputusan medis merupakan maksud dari nilai dan keyakinan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 40: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

23

2. Pimpinan dan dukungan terhadap staf

Penggerak perubahan merupakan tanggung jawab seorang pimpinan.

Pemimpin membuat tujuan yang jelas dan kuat serta melibatkan setiap orang

tentang keselamatan pasien di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan.

3. Integrasi aktivitas manajemen risiko

Proses manajemen melaksanakan pengidentifikasian kesalahan selama

perawatan, menyelidiki penyebabnya, menganalisis serta memastikan tindakan

pencegahan insiden merupakan manajemen risiko medis.

4. Membangun sistem pelaporan

Menetapkan skala pengutamaan penyelesaian masalah, belajar dari laporan,

mengevaluasi dan memonitoring program yang gagal atau berhasil merupakan

metode pelaporan yang baik dimana tepat waktu, tidak memberikan sanksi,

orientasi sistem, dan dianalisa para ahli.

5. Melibatkan dan berkomuniksi dengan pasien dan publik

Komunikasi efektif antara dokter dngan pasien dapat mengoptimalkan

diagnosis penyakit, utuk menghindari kesenjangan pengetahuan, membangun

kepercayaan dan mencegah dan mengurangi risiko tuntutan medikolegal.

6. Berbagi dan belajar dari pengalaman terkait keselamatan pasien

Pendekatan reaktif penyelidikan sistem untuk mengidentifikasi penyebab

insden dan memilih tindakan pencegahan ialah Root Cause Analysis (RCA) atau

analisis akar masalah. Sementara pendekatan pro-aktif, rumah sakit perlu

mengembangkan Metode Failure Mode and Effects Analysis (FMEA).

7. Implementasi solusi untuk mencegah kerugian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 41: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

24

Melakukan akreditasi, menstandarisasi prosedur, pemanfaatan teknologi,

kebijakan terkait paramedis dan staf medis, mengembangkan cara melaporkan, dan

mendesain lingkungan kerja yang aman ialah upaya mengoptimalkan program

keselamatan pasien.

Insiden Keselamatan Pasien

Keadaan atau kejadian yang dapat menimbulkan harm (cedera, penyakit,

kematian, cacat, dan lain-lain) yang seharusnya dapat dicegah ialah definisi

insiden keselamatan pasien menurut Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit

(2015). Jenis insiden menurut Wardhani (2017) dikelompokkan menjadi lima jenis

antara lain kejadian nyaris cedera (KNC), kejadian tidak cedera (KTC), kondisi

potensial cedera (KPC), kejadian sentinel dan kejadian tidak diharapkan (KTD).

Definisi jenis insiden berdasarkan Pedoman Pelaporan Insiden

Keselamatan Pasien (IKP) (2015) antara lain yaitu insiden yang terjadi pada pasien

karena melakukan atau tidak melakukan tindakan sehingga mencederai pasien dan

bukan karena keadaan pasien disebut Kejadian Tidak Diharapkan (KTD). Kejadian

tidak mencederai pasien karena belum terkena pasien disebut Kejadian Nyaris

Cedera (KNC). Kejadian tidak mencederai pasien tetapi telah terkena pasien

karena faktor keberuntungan disebut Kejadian Tidak Cedera (KTC). Keadaan

dimana belum terjadi insiden tetapi berpotensi timbul cedera disebut Kondisi

Potensial Cedera (KPC). Timbul cedera parah atau kematian akibat kejadian tidak

diharapkan disebut Kejadian Sentinel.

Sistem Pelaporan Insiden

Kegiatan yang dilaksanakan untuk menyimpan dokumen laporan insiden,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 42: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

25

mengidentifikasi risiko, menganalisis dan mencari penyelesaian untuk dipelajari

merupakan definisi pelaporan insiden (Simamora, 2018). Melaporkan dengan

mencatat insiden yang menimpa pasien disebut laporan insiden keselamatan pasien

secara internal. Melaporkan tanpa menyebut nama dengan cara elektronik ke

KKPRS dari setiap jenis insiden, setelah dilaksanakan menganalisa penyebanya,

rencana dan penyelesaiannya merupakan pelaporan insiden keselamatan pasien

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) secara eksternal (KKPRS,

2015).

Alur pelaporan insiden di rumah sakit berdasarkan Pedoman Pelaporan

Insiden Keselamatan Pasien tahun 2015 ada dua yaitu secara internal dan

eksternal.

Alur pelaporan insiden secara internal. Alur yang dilakukan secara

internal antara lain yaitu apabila terjadi suatu insiden di rumah sakit segera

ditangani untuk mengurangi risiko yang tidak diinginkan. Lalu menyusun laporan

insiden melalui pengisian Formulir Laporan Insiden. Pelapor menyerahkannya

kepada kepala. penyelidikan laporan dan melaksanakan grading risiko dilakukan

oleh kepala. Cara investigasi dan penganalisaan yang akan dilaksanakan

ditetapkan dari hasil grading. Tim Keselamatan Pasien di Rumah Sakit diberikan

laporan hasil penyelidikan dan laporan insiden. Dilakukan analisa ulang untuk

menetapkan perlu tidaknya investigasi lanjutan (RCA) melalui Regrading.

Tim KP di RS melaksanakan Analisa akar masalah jika grade

Kuning/Merah. Penyusunan laporan dan rencana dalam memperbaiki dan

mempelajari petunjuk/Safety alert untuk pencegahan oleh Tim KP di RS.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 43: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

26

Pelaporan kepada Direksi terkait hasil analisa akar masalah, rencana kerja, dan

usulan. Dilakukan umpan baliik pada unit kerja terkait serta pelatihan pada seluruh

unit di rumah sakit untuk memperbaiki dan mempelajarinya. Analisa kejadian

dibuat di setiap unit. Tim KP melakukan monitoring dan mengevaluasinya.

Alur pelaporan insiden secara eksternal. Terdapat rencana dan

penyelesaian oleh Tim KP di RS (internal)/Pimpinan RS dari hasil laporan

penyelidikan/analisa akar masalah. Melaksanakan entry data (e-reporting) dari

laporan untuk dikirim ke KKPRS via website resmi KKPRS.

Rumah Sakit

Definisi rumah sakit. Fasilitas pelayanan kesehatan yang memberikan

perawatan kesehatan individu dengan paripurna yang memberikan pelayanan

rawat jalan, gawat darurat dan rawat inap merupakan definisi rumah sakit. Institusi

pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan pada semua jenis penyakit dan

ilmu disebut rumah sakit umum (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44

Tahun 2009).

Tugas dan fungsi rumah sakit. Menyediakan perawatan kesehatan

individu dengan paripurna ialah tugas ruamh sakit. Rumah sakit mempunyai fungsi

berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 terdiri

dari:

1. Meningkatan dan memelihara kesehatan individu secara paripurna;

2. Melaksanaan pelayanan obat dan penyembuhan kesehatan sesuai standar;

3. Melaksanaan studi dan mengembangan serta memilah teknologi ilmu

kesehatan melalui pengamatan etika pengetahuan kesehatan;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 44: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

27

4. Melaksanaan pelatihan dan edukasi tenaga kerja untuk mengembangkan

keahlian saat memberikan perawatan kesehatan.

Pengkategorisasian rumah sakit kelas C. Menyediakan pelayanan paling

minimal meliputi pelayanan medis, keperawatan dan kebidanan, kefarmasian,

penunjang nonklinik, penunjung klinik, dan rawat inap dimiliki oleh rumah sakit

umum kelas C (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun

2014).

Syarat dan ketentuan rumah sakit umum kelas C. Rumah Sakit Umum

kelas C berdasarkan Permenkes No. 56 tahun 2014 menyediakan pelayanan paling

sedikit meliputi:

1. Pelayanan Medis

Rumah sakit menyediakan pelayanan medis minimal buka selama 24 jam

sehari yaitu gawat darurat. Medis umum yang terdiri dari medis gigi mulut, medis

dasar, kesehatan anak dan ibu dan keluarga berencana. Medis spesialis dasar

terdiri dari pelayanan bedah, penyakit dalam, obstetri dan ginekologi, dan

kesehatan anak. Medis spesialis penunjang terdiri dari anestesi, patologi klinik dan

radiologi. Medis spesialis mulut dan gigi minimal memiliki satu pelayanan.

2. Farmasi

Alat kesehatan, farmasi klinik, bahan medis habis pakai, dan pengelolaan

sediaan farmasi disediakan oleh bagian farmasi.

3. Perawatan dan Kebidanan

Pelayanan keperawatan dan kebidanan diberikan rumah sakit.

4. Penunjang Klinik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 45: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

28

Perawatan khusus sesuai jenis penyakit dan semua golongan umur, bank

darah, gizi, rekam medis, dan strelisasi instrumen merupakan penunjang klinik.

5. Penunjang Nonklinik

Jasa boga/dapur, laundry/linen, manajemen limbah, ambulans, gudang,

teknik dan penjagan fasilitas, bentuk komunikasi dan informasi, pemulasasaran

jenajah, penanggulangan kebakaran, manajemen gas medis, dan manajemen air

bersih terdiri dari penunjang nonklinik.

6. Rawat Inap

Fasilitas di rawat inap yang disediakan di Rumah Sakit Umum Tipe C

seperti:

a. Rumah sakit swasta memiliki jumlah tempat tidur rawatan kelas III minimal

20% (dua puluh persen) dari seluruh tempat tidur;

b. Rumah sakit pemerintah memiliki jumlah tempat tidur rawatan kelas III

minimal 30% (tiga puluh pesen) dari seluruh tempat tidur;

c. Rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta memiliki jumlah tempat tidur

rawatan khusus sebesar 5% (lima persen) dari seluruh tempat tidur.

Sumber daya manusia. Sumber daya manusia di RSU kelas C berdasar-

kan Permenkes RI No. 56 tahun 2014 meliputi:

1. Tenaga Medis

Rumah sakit memiliki tenaga medis minimal 9 (Sembilan) dokter umum

medis dasar, 2 (dua) dokter spesialis medis spesialis dasar, 2 (dua) dokter gigi

umum untuk medis gigi mulut, 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk spesialis gigi

mulut, dan 1 (satu) dokter spesialis tiap jenis medis spesialis penunjang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 46: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

29

2. Tenaga Kefarmasian

Rumah sakit memiliki tenaga kefarmasian minimal 1 (satu) orang apoteker

menjadi kepala instalasi farmasi, 4 (empat) orang apoteker di rawat inap dibantu

minimal 8 (delapan) orang tenaga teknis kefarmasian, 2 (dua) apoteker bekerja di

rawat inap dibantu minimal 4 (empat) orang tenaga teknis kefarmasian, dan 1

(satu) orang apoteker menjadi koordinator penerimaan, produksi dan distribusi.

3. Tenaga Keperawatan

Rumah sakit memerlukan tenaga keperawatan dihitung dengan

perbandingan 2 (dua) perawat untuk 3 (tiga) tempat tidur.

4. Tenaga Nonkesehatan dan Tenaga Kesehatan Lain

Rumah sakit butuh tenaga kesehatan lain dan tenaga non kesehatan yang

jumlahnya dikondisikan dengan keperluan pelayanan di rumah sakit.

Peralatan rumah sakit. Peralatan RS Umum kelas C harus sesuai dengan

standar yang ditetapkan minimal memiliki alat medis untuk instalasi rawat inap,

gawat darurat, rawat jalan, rawat khusus, rawat operasi, radiologi, farmasi,

persalinan, instalasi gizi, kamar jenazah, rehabilitasi medis, laboratorium klinik

dan pelayanan darah menurut Permenkes RI No. 56 tahun 2014.

Rawat inap. Gambaran kompleksitas dalam layananan medis di rumah

sakit. Pasien masuk ke rumah sakit akan menjalani berbagai prosedur medis,

berinteraksi dengan alat kedokteran dari yang sederhana hingga yang rumit dan

canggih, berinteraksi dengan banyak dokter, perawat, tenaga farmasi, asisten

apoteker, bagian gizi, petugas laboratorium, petugas radiologi dan sebagainya.

Pasien yang dirawat inap dapat melalui beberapa pintu pelayanan, bisa langsung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 47: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

30

ke bagian registrasi, poliklinik, atau dari bagian gawat darurat.

Pada tahap pertama, dokter akan melakukan anamnesis (wawancara) dan

pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter di bangsal. Pasien masuk ke ruang rawat

inap. Dokter di bangsal yang merawat berkewajiban mengumpulkan data klinis

dan memberikan pengobatan sesuai dengan penyakitnya. Setelah diagnosis

penyakit dokter akan memberikan obat. Obat itu bisa lebih dari 2 jenis dan

memiliki efek samping. Maka dalam pemberian obat harus mengikuti lima prinsip

benar dan proses pemberian obat keputusan dokter mengenai obat harus benar,

tulisan harus jelas. Setelah itu, resep obat dibawa oleh petugas dan dibaca serta

disiapkan oleh bagian farmasi.

Prosedur yang dilalui dalam pemeriksaan laboratorium, darah harus

diambil dengann cara, pengolahan, penulisan dan pelaporan secara benar. Apabila

pasien memerlukan tindakan transfusi semua prosedur harus dilalui secara benar.

Apabila pasien menjalani operasi maka persiapan operasi, tepat lokasi, prosedur

operasi, monitoring operasi, dan pasca-operasi harus dilakukan sesuai prosedur.

Rumah sakit bisa berkapasitas 300 sampai 400 tempat tidur dan pasien yang harus

dilayani sangat banyak, pasien bisa berinteraksi dalam proses pelayanan medis

yang sangat kompleks (Cahyono, 2008).

Akreditasi Rumah Sakit

Penerimaan kualitas pelayanan rumah sakit, setelah dilakukan penilaian

bahwa rumah sakit telah memenuhi standar akreditasi disebut akreditasi rumah

sakit (Permenkes RI No. 34 Tahun 2017). Berdasarkan Permenkes RI No. 34

Tahun 2017 tujuan dilakukan akreditasi ialah:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 48: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

31

1. Peninggkatan pengamanan untuk masyarakat, tenaga kerja di rumah sakit dan

institusi rumah sakit

2. Peningkatan kualitas pelayanan dan melakukan keselamatan pasien rumah

sakit

3. Peningkatan profesionalisme Rumah Sakit Indonesia di mata Internasional

4. Membantu pemerintah di bidang kesehatan

Pengkategorisasian standar nasional akreditasi rumah sakit edisi 1 dibuat

menurut peranan penting di organisasi perumahsakitan. Standar dikategorisasikan

sesuai peranan yang terlibat dengan pemberian pelayanan bagi pasien, juga usaha

membentuk organisasi rumah sakit yang efektif, aman, dan terkelola dengan baik.

Ketentuan melakukan akreditasi beracuan pada tingkat ketaatan kepada standar di

rumah sakit. Pengkategorisasian standar nasional akreditasi rumah sakit edisi 1

terdiri dari sasaran keselamatan pasien, standar pelayanan berfokus pasien, standar

manajemen rumah sakit dan program nasional.

Skor elemen penilaian survei akreditasi rumah sakit berdasarkan KARS,

(2018), dimana setiap elemen penilaian pada standar dinilai sebagai berikut:

1. Skor 10 (terpenuhi lengkap) = 80%-100%

2. Skor 5 (terpenuhi sebagian) = 20%-79%

3. Skor 0 (tidak terpenuhi) = <20%

Prinsip skor Elemen Penilaian yang diambil dari JCI adalah konsisten dan

relevansi dengan pelayanan pasien, baik ditingkat pimpinan manajemen maupun

staf operasional.

Pendekatan Secara Komprehensif dalam Mengkaji Keselamatan Pasien

Struktur, proses, peralatan dan teknologi, lingkungan, orang dan budaya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 49: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

32

merupakan penelaahan keselamatan pasien denggan menggunakan pendekatan

komprehensif menurut Simamora (2018). Uraian pendekatan komprehensif dalam

mengkaji keselamatan pasien terdiri dari:

a. Struktur

Pengkajian dari segi struktur antara lain terdiri dari prosedur dan regulasi,

fasilitas, dan persediaan. Kebijakan dan regulasi dibentuk rumah sakit sebagai

acuan memberikan perawatan kesehatan dengan melakukan pertimbangan.

Pengadaan fasilitas perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan keamanan.

Persediaan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam melakukan perawatan kesehatan

sudah harus tersedia dan perlu dilakukan monitoring dan evaluasi agar mendukung

terlaksananya keselamatan pasien.

b. Lingkungan

Pengkajian keselamatan pasien dari segi lingkungan antara lain terdiri dari

pencahayaan dan permukaan, temperatur, ergonomi dan fungsional, kebisingan,

dan penempatan material. Keadaan pencahayaan dan permukaan dalam lingkungan

kerja dapat menimbulkan pasien jatuh atau cedera. Kondisi temperatur harus

diperhatikan di beberapa ruangan tertentu seperti ruang operasi karena dapat

mempengaruhi kegiatan yang dilakukan. Keadaan lingkungan yang bising dapat

menyebabkan adanya pengalihan perhatian sehingga petugas kesehatan tidak fokus

dalam memberikan pelayanan kesehatan. Faktor ergonomi dalam melakukan

pemindahan pasien dapat menimbulkan pasien jatuh atau cedera apabila tidak

menggunakan teknik yang benar. Penempatan material di ruangan disesuaikan

menurut fungsinya sehingga dapat menggambarkan keselamatan seperti dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 50: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

33

pengaturan tempat tidur, jenis dan penyimpanan alat.

c. Peralatan dan teknologi

Pengkajian keselamatan pasien dari segi peralatan dan teknologi antara lain

terdiri dari fungsional dan keamanannya. Dilihat dari segi fungsional peralatan dan

teknologi, petugas kesehatan dituntut untuk mampu mengetahui penggunaan dan

bentuk dari alat yang digunakan. Peralatan cangih yang berkembang dengan cepat

perlu didesain sesuai penggunaanya agar aman. Meningkatkan keselamatan pasien

juga dibutuhkan kegiatan untuk melatih cara menggunakan alat secara benar dan

tepat.

d. Proses

Pengkajian keselamatan pasien dari segi proses terdiri dari metode kerja,

karakteristik risiko tinggi, waktu, dan efisiensi. Metode kerja memerlukan

prosedur berlandaskan studi yang memadai dan dijelaskan dengan benar memiliki

dampak kepada konsistensi setiap orang untuk tidak menyebabkan kesalahan.

Keadaan yang sanggat berisiko menyebabkan timbulnya kesalahan atau lupa

seperti melaksanakan beban rencana perawatan yang banyak menyebabkan

kelelahan, dan dapat lupa sehingga perlu suatu sistem pengingat untuk mengurangi

kesalahan. Waktu merupakan suatu hal yang penting dan berdampak untuk

keselamatan pasien seperti pada keadaan tertentu dalam melakukan tindakan yang

tepat, diagnosis yang benar, pengobatan yang tepat dan menentukan pasien

selamat atau tidak dapat ditentukan oleh waktu. Efisiensi kemampuan para petugas

kesehatan dalam melakukan tindakan yang benar dan tepat perlu diperhatikan agar

menghindari terjadinya cedera pada pasien.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 51: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

34

e. Orang

Pengkajian keselamatan pasien dari segi orang terdiri dari sikap dan

motivasi, keadaan fisik, kesehatan emosional dan mental, interaksi manusia

dengan teknologi dan lingkungan, dan keadaan komunikasi, kognitif, dan

interpretasi. Faktor yang mempengaruhi baik buruknya kinerja seseorang disebut

sikap dan motivasi. Kesehatan fisik merupakan kondisi yang dialami seseorang

yang dapat berdampak kepada kinerja yang diberikan. Keadaan kesehatan fisik

individu seperti kelelahan, sakit dan kurang tidur mengakibatkan berkurangnya

kesiagaan dan waktu kerja. Keadaan yang memengaruhi fokus akan keperluan dan

persoalan pasien menimbulkan kesalahan melakukan tindakan dipengaruhi

kesehatan mental dan emosional.

Fokus dalam keselamatan pasien karena perkembangan dalam ilmu

kesehatan yang semakin meningkat merupakan keadaan interaksi manusia kepada

teknologi dan lingkungan. Pelaksanaan keselamatan pasien dipengaruhi faktor

kognitif, komunikasi, dan interpretasi seseorang. Pengetahuan tentang akar

timbulnya kesalahan mempengaruhi dalam melakukan tindakan, memecahkan

masalah, dan mengomunikasikan informasi merupakan bagian kognitif individu.

f. Budaya

Pengkajian keselamatan pasien dari segi budaya berpengaruh terhadap

pemahaman kesalahan dan keselamatan pasien yang terdiri dari keamanan dan

jalur komunikasi. Filosopi keselamatan pasien untuk memberikan pelayanan yang

aman tergantung pada filosopi dan nilai dari pimpinan. Alur pelaporan butuh

dilakukan karena apabila timbul insiden bisa dilaporkan pada ketua dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 52: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

35

ditindaklanjuti. Budaya melaporkan sering terhambat karena adanya budaya

blaming. Budaya menyalahkan (Blaming) merupakan fenomena yang umum

terjadi dan dapat dihilangkan dengan menyusun jalur komunikasi yang jelas.

Metode kepemimpinan dan kebiasaan menyusun regulasi, membuat rencana dan

mengatur tenaga kerja, juga waktu kerja, stress, manajemen kelelahan, sakit dan

beban kerja juga termasuk salah satu faktor budaya.

Landasan Teori

Institute of Medicine (IOM) dalam laporanya mengenai masalah kesalahan

medis menyimpulan penyebab KTD lebih banyak kesalahan diakibatkan oleh

sistem daripada individu. Pendekatan sistem dalam mencari penyebab dan

pemecahan suatu KTD atau cedera medis tidak hanya faktor personal, melainkan

juga faktor team work, workplace dan peralatan, task (SOP, pedoman),

kepemimpinan dan proses manajerial serta bagaimana komitmen manajerial dalam

program. Teori secara sistem yang lebih banyak dipakai untuk menjelaskan

bagaimana suatu insiden terjadi adalah Teori yang dibuat James Reason dengan

sebutan “Swiss Cheese” (Cahyono, 2008).

Rumah sakit menurut James Reason dalam buku Cahyono (2008),

menerapkan suatu sistem pengaman atau sistem barier demi menghindari kerugian

(KTD). Kejadian tidak diharapkan terjadi apabila metode penghambat tidak

berperan atau terjadi kelalaian atau penyimpangan. Hampir semua KTD terjadi

melibatkan kombinasi dari kegagalan sistem pertahanan atau penghambat, keadaan

yang potensial cedera, kegagalan aktif/kegagalan petugas, dan keadaan laten

(kelalaian manajemen dan organisasi) merupakan penjelasan teori James Reason.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 53: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

36

Reason menggambarkan bagaimana insiden atau kecelakaan dapat terjadi dengan

menggunakan model Swiss cheese atau model kue keju Swiss.

Gambar 1. The Swiss Cheese Odel menurut James Reason

Irisan Swiss cheese (diumpakan menjadi bentuk hambatan atau metode

pertahanan akibat kelalaian manusia) dalam kondisi lengkap tanpa ada bolongan.

Wujud nyata dari potongan Swiss cheese seperti dari organisasi (kepemimpinan,

manajemen, regulasi, dan prosedur), pengendalian yang aman, keadaan lingkungan

sesuai keselamatan pasien (kerja sama kelompok, alat-alat, komunikasi, serta

lingkungan menenangkan dan bebas dari cedera), dan sikap yang menjunjung

keselamatan pasien (disiplin, profesional, ketaatan pada regulasi).

Apabila di irisan kue terdapat lubang dinyatakan bahwa metode pertahanan

tidak berperan maksimal dan menjelaskan prosedur dan regulasi keamanan tidak

ada atau tidak dilakukan, alat-alat mengalami kegagalan akibat kurangnya

pemeliharan, kinerja tim terhambat dan kemampuan pekerja belum sesuai

prosedur. Tidak berfungsinya satu barier atau timbulnya lebih dari satu lubang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 54: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

37

tidak membuat insiden. Apabila semua pertahanan terbentuk garis dari lubang

maka muncul insiden.

Kerangka Berpikir

p

Gambar 2. Kerangka berpikir

Kerangka berpikir penelitian menggambarkan adanya indikator input,

proses, dan output. Berdasarkan pendekatan komprehensif dalam pengkajian

keselamatan pasien salah satunya adalah struktur yang terdiri dari kebijakan,

prosedur organisasi, fasilitas dan persediaan. Termasuk juga model Swiss Chesee

Odel menurut James Reason wujud nyata dari mekanisme pertahanan terhadap

kesalahan adalah berbentuk akibat dari organisasi (kepemimpinan, prosedur

manajemen, kebijakan dan prosedur), keadaan lingkungan, pengamatan, dan sikap

yang menjunjung keselamatan pasien. Berdasarkan dari kedua hal tersebut yang

diambil menjadi indikator input adalah ketersediaan dan kemampuan sumber daya

Input Proses Output

Pelaksanaan Sasaran

Keselamatan Pasien

1. Meningkatkan

Komunikasi yang Efektif

2. Memastikan lokasi

pembedahan yang benar,

prosedur yang benar,

pembedahan pada pasien

yang benar

3. Mengurangi risiko infeksi

akibat perawatan

kesehatan

Pencapaian

sasaran

keselamatan

pasien di Rumah

Sakit Methodist

Medan (Standar

RS dan KARS)

1. Sumber

Daya

Manusia

2. Sarana dan

prasarana

3. Kebijakan

dan prosedur

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 55: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

38

manusia, ketersediaan sarana dan prasarana, dan adanya prosedur dan kebijakan

tentang pelaksanaan keselamatan pasien di rumah sakit. Indikator input

mempengaruhi penyelenggaran pelaksanaan keselamatan pasien salah satunya

adalah pelaksanaan sasaran keselamatan pasien.

Aspek proses pada studi ini adalah pelaksanaan sasaran keselamatan

pasien. Pelaksanaan sasaran keselamatan pasien yang dibahas adalah komunikasi

efektif, memastikan tepat lokasi, prosedur, pembedahan pada pasien yang benar

dan pengurangan risiko infeksi. Faktor input dan proses yang ada di dalam suatu

sistem akan menghasilkan output yaitu pencapaian sasaran keselamatan pasien di

Rumah Sakit Methodist Medan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 56: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

39

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualititatif

dengan menggunakan desain fenomenologi yang disajikan dalam bentuk

deskriptif. Desain fenomenologi digunakan untuk memahami atau menggali fakta

yang dialami atau perilaku tertentu individu atau kelompok individu serta hal-hal

yang mendasari suatu perasaan, pendapat, kejadian, dan hubungan

(Kusumawardani, 2015).

Pendekatan kualitatif dalam penelitian ini dapat menafsirkan dan

menguraikan data yang bersangkutan dengan situasi, proses, pengalaman, sikap

serta pandangan yang terjadi, pertentangan antara dua keadaan atau lebih,

hubungan antar variabel yang timbul, perbedaan antar fakta yang ada serta

pengaruhnya terhadap suatu kondisi yang bertujuan untuk mengetahui secara jelas

dan lebih mendalam tentang pelaksanaan keselamatan pasien di instalasi rawat

inap Rumah Sakit Methodist.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian. Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Methodist

terletak di Jalan M. H. Thamrin No. 105, Medan Kota, Kota Medan, Sumatera

Utara. Pemilihan lokasi ini didasarkan atas pertimbangan dari laporan triwulan dan

validasi data panitia mutu dan keselamatan pasien Rumah Sakit Methodist Medan

Tahun 2018 yaitu 3 dari 6 sasaran keselamatan pasien belum mencapai target

100%.

Waktu penelitian. Waktu dalam penilitian ini dilaksanakan pada bulan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 57: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

40

Februari sampai dengan Juli Tahun 2019.

Subjek Penelitian

Informan penelitian adalah orang yang memberikan informasi baik tentang

dirinya ataupun orang lain atau suatu kejadian atau suatu hal kepada peneliti atau

pewawancara mendalam. Kategori informan dalam penelitian ini adalah sebagai

sumber informasi dan pengetahuan bagi peneliti, baik sumber informasi tentang

dirinya sendiri, tentang orang lain atau tentang kejadian (Afrizal, 2014).

Informan dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan metode teknik

purposive, yaitu teknik yang dilakukan untuk memilih informan berdasarkan

kriteria tertentu. Kriteria yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah orang yang

bersedia, bertanggung jawab dan yang terlibat dalam pelaksanaan keselamatan

pasien di instalasi rawat inap Rumah Sakit Methodist. Jumlah informan dalam

penelitian berkembang sesuai dengan berjalannya penelitian sampai data yang di

dapatkan jenuh atau tidak ada informasi baru yang bermakna. Pemilihan Informan

terkait pelaksanaan keselamatan pasien di instalasi rawat inap Rumah Sakit

Methodist yang dipilih berdasarkan kriteria yang ditetapkan.

Tabel 1

Informan Penelitian

Nama Jumlah

Tim Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien 1 orang

IPCN 1 orang

Dokter Bedah 1 orang

Kepala Ruang Instalasi Rawat Inap 3 orang

Perawat Pelaksana Instalasi Rawat Inap 3 orang

Perawat Ruang Operasi 1 orang

Definisi Konsep

1. Input dalam penelitian terdiri dari:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 58: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

41

a. Sumber daya manusia adalah ketersediaan jumlah sumber daya manusia

dan kemampuannya dalam pelaksanaan keselamatan pasien.

b. Ketersediaan sarana dan prasarana adalah segala sesuatu yang dapat

dipakai sebagai alat yang mendukung dan dibutuhkan untuk memudahkan

dalam pelaksanaan keselamatan pasien di unit rawat inap.

c. Kebijakan dan prosedur adalah kebijakan dan prosedur yang sudah

dibentuk dan dibuat rumah sakit sebagai acuan dalam memberikan

pelayanan kesehatan terkait dengan keselamatan pasien.

2. Proses dalam penelitian terdiri dari:

a. Meningkatkan Komunikasi yang Efektif adalah proses mengirim dan

menerima pesan (informasi, ide, gagasan, pernyataan) yang dilakukan dua

arah antara tenaga keperawatan dan dokter, antar tenaga keperawatan

serta antara tenaga keperawatan dan tenaga kesehatan lainnya di dalam

melaksankan kegiatan yang berkaitan dengan keselamatan pasien di unit

rawat inap.

b. Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar,

pembedahan pada pasien yang benar adalah proses pelayanan bedah

memastikan penandaan lokasi pembedahan yang benar dengan prosedur

yang benar dan pada pasien yang benar.

c. Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan adalah upaya yang

dilakukan oleh rumah sakit untuk mengurangi risiko infeksi dengan

menerapkan program Hand Hygiene. Hand Hygiene adalah suatu upaya

atau tindakan membersihkan tangan, baik dengan menggunakan sabun

antiseptik di bawah air mengalir atau dengan menggunakan handrub ber-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 59: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

42

basis alkohol dengan langkah-langkah yang sistematik sesuai urutan,

sehingga dapat mengurangi jumlah bakteri yang berada pada tangan yang

bertujuan untuk menurunkan risiko infeksi karena sering kontak antara

petugas dan pasien.

3. Output penelitian ialah pencapaian pelaksanaan sasaran keselamatan pasien di

Rumah Sakit Methodist Medan sesuai dengan standar yang ditetapkan Rumah

Sakit atau dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit.

Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara

mendalam, observasi, dan dokumentasi. Wawancara mendalam dlakukan terhadap

para informan dengan berpedoman pada panduan wawancara yang telah

dipersiapkan untuk menggali variabel-variabel penelitian. Observasi adalah cara

memperoleh data tentang fakta yang sebenarnya terjadi. Teknik pengumpulan data

dengan dokumen merupakan pelengkap dari pengunaan metode wawancara dan

observasi juga untuk melakukan penelurusan dokumen-dokumen yang terkait

dengan tujuan penelitian (Sugiyono, 2013).

Instrumen penelitian. Instrumen penelitian merupakan suatu alat yang

digunakan untuk menngukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Pada

penelitian kualitatif, instrumen utama penelitiannya adalah peneliti sendiri dengan

menggunakan alat bantu pedoman wawancara. Proses wawancara kemudian ditulis

dengan menggunakan alat tulis dan direkam dengan alat perekam suara dan

dilakukan foto sebagai dokumentasi sebagai bukti penelitian berlangsung yang

tentunya dengan persetujuan dari informan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 60: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

43

Metode Analisis Data

Adapun tahapan proses analisa data menurut Saryono (2017)

menggunakan langkah-langkah dari Colaizzi adalah sebagai berikut:

1. Memiliki gambaran yang jelas tentang fenomena yang diteliti.

2. Mencatat data yang diperoleh yaitu hasil wawancara dengan partisipan

transkripsi dilakukan dengan cara merubah dari rekaman suara menjadi bentuk

terulis secara verbatim dan hasil catatan lapangan yang dibuat selama proses

wawancara terhadap partisipan sebagai tambahan untuk analisis selanjutnya.

3. Membaca hasil transkrip secara berulang-ulang sebanyak 4-5 kali dari semua

partisipan agar peneliti lebih memahami pernyataan-pernyataan partisipan.

4. Membaca transkrip untuk memperoleh ide yang dimaksud partisipan yaitu

berupa kata kunci dari setiap pernyataan partisipan, yang kemudian diberi

garis bawah pada pernyataan yang penting agar bias dikelompokkan.

5. Menentukan arti setiap penyataan penting dari semua partisipan dan

pernyataan yang berhubungan.

6. Melakukan pengelompokan data kedalam berbagai kategori untuk selanjutnya

dipahami secara utuh dan menentukan tema-tema utama yang muncul.

7. Peneliti mengitegrasikan hasil secara keseluruhan kedalam bentuk deskripsi

naratif mendalam tentang penelitan yang diteliti.

8. Peneliti kembali ke partisipan untuk klarifikasi data hasil wawancara berupa

transkrip yang telah dibuat kepada partisipan,untuk memberikan kesempatan

kepada partisipan menambahkan informasi yang belum diberikan pada saat

wawancara pertama atau infomasi yang tidak ingin dipublikasikan dalam

penelitian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 61: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

44

9. Data baru yang diperoleh saat dilakukan validasi kepada partisipan

dihubungkan ke dalam transkrip yang telah disusun peneliti berdasarkan

persepsi partisipan, pada langkah ini peneliti mendapatkan data baru yang

digabungkan pada data hasil wawancara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 62: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

45

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Methodist di resmikan pada tanggal 16 Oktober 1976 atas

prakarsa dari sejumlah tokoh – tokoh jemaat Gloria dan bantuan dari beberapa

dokter di saat antara lain dr. J. E. Sudibyo (Alm) dan diresmikan oleh Almarhum

Bishop J. Gultom. Pada waktu peresmian, RSM ( Rumah Sakit Methodist )

mempunyai fasilitas 79 tempat tidur dengan 4 disiplin utama antara lain Bagian

Penyakit Dalam, Bagian Bedah, Bagian Penyakit Anak dan Bagian Kebidanan

serta disiplin-disiplin lainnya seperti Penyakit Mata, THT dan sebagainya.

Motto Rumah Sakit Umum Methodist Kota Medan adalah Melayani

dengan Kasih. Visi Rumah Sakit Umum Methodist Kota Medan adalah

meningkatkan dan mempertahankan pelayanan kesehatan yang bermutu di Tahun

2022. Misi Rumah Sakit Umum Methodist Kota Medan adalah:

1. Memberikan pelayanan Rumah Sakit yang prima

2. Melengkapi sarana dan prasarana Rumah Sakit secara bertahap

3. Meningkatkan profesionalisme

4. Melaksanakan akreditasi

5. Meningkatkan peran Rumah Sakit sebagai tempat pelatihan, pendidikan

dibidang kesehatan

Rumah Sakit Umum Methodist Kota Medan memiliki nilai dan tujuan yaitu

terwujudnya kesehatan masyarakat yang setingi-tingginya melalui layanan umum

dengan pelayanan professional dan prima dengan pendekatan pemeliharaan

kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 63: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

46

(kuratif), pemulihan kesehatan (rehabiltatif) yang dilakukan secara menyeluruh

dengan peraturan perundang-undangan serta tuntuan Iman, Pengharapan dan Kasih

dengan tidak memandang agama, golongan, dan kedudukan. Selain melayani

pasien umum, Rumah Sakit Methodist juga melayani pasien BPJS Kesehatan,

BPJS Tenaga Kerja, Jasa Raharja dan asuransi-asuransi lainnya.

Rumah Sakit Umum Methodist Kota Medan beralamat di Jl. MH. Thamrin

No. 105 Medan. Rumah Sakit Umum Methodist Kota Medan adalah salah satu

Rumah Sakit Swasta Kelas C pada tanggal 30 Maret 2012. Rumah Sakit Methodist

juga pernah melaksanakan Akreditasi Rumah Sakit versi 2007 pada Tahun 2012

dengan memperoleh lulus Akreditasi 5 Dasar pada tanggal 29 Juni 2012. Rumah

Sakit Methodist melakukan penilaian Akreditasi versi SNARS Edisi I Tahun 2018

dan telah Lulus dengan kelulusan Tingkat Utama (Bintang Empat) pada 14 Januari

2019.

Rumah Sakit Umum Methodist Kota Medan mempunyai beberapa fasilias

antara lain memiliki Instalasi Gawat Darurat (IGD), laboratorium, radiologi,

endoskopi, ruang bedah, unit haemodialisa, klinik spesialis dan tempat tidur.

Tempat tidur yang tersedia di Rumah Sakit Umum Methodist adalah sebanyak

124 tempat tidur dengan kriteria kamar kelas VVIP sebanyak 12 tempat tidur,

kamar kelas VIP sebanyak 18 tempat tidur, kamar kelas I sebanyak 26 tempat

tidur, kamar kelas II sebanyak 12 tempat tidur, kamar kelas III sebanyak 47 tempat

tidur dan ICU sebanyak 9 tempat tidur. Sedangkan jika dilihat dari segi tenaga

kesehatannya, RSU Methodist Medan memiliki jumlah dokter sebanyak 40 dokter

dengan 28 diantaranya adalah dokter spesialis, 12 dokter umum dan jumlah

perawat sebanyak 98 orang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 64: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

47

Tabel 2

Data Sumber Daya Manusia di Rumah Sakit Methodist

Profesi Jumlah

Dokter Spesialis Penyakit Dalam 4 orang

Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah 2 orang

Dokter Spesialis Anak 3 orang

Dokter Spesialis Bedah Umum 2 orang

Dokter Spesialis Kandungan 1 orang

Dokter Spesialis Syaraf 1 orang

Dokter Spesialis Bedah Ortopedi 3 orang

Dokter Spesialis Bedah Urologi 1 orang

Dokter Spesialis Paru 1 orang

Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa 2 orang

Dokter Spesialis THT 2 orang

Dokter Spesialis Mata 1 orang

Dokter Spesialis Anestesi 4 orang

Dokter Spesialis Patologi Klinik 1 orang

Dokter Umum/Jaga 12 orang

Perawat 98 orang

Sumber: Profil Rumah Sakit Methodist Tahun 2018

Karakteristik Informan

Informan dalam penelitian ini adalah 10 informan yang terdiri dari 1 Ketua

Tim PMKP, 1 Dokter Bedah, 1 IPCN, 3 Kepala Ruangan, 3 perawat ruangan, dan

1 kepala ruang operasi. Karakteristik dari masing-masing informan pada penelitian

ini dapat dilihat pada tabel 2 berikut:

Tabel 3

Karakteristik Informan Penelitian

Informan Nama Pendidikan Jabatan

I dr. Hadi Putra, M. Kes S2 Ketua Tim PMKP

II dr. Bambang Prayugo, Sp. B S2 Dokter Bedah Umum

III Redine M. Harianja, S.Kep, Ners S1 IPCN

IV Ritawati Simamora, S. Kep S1 Kepala Ruang Naomi

V Eva Gustina Sinaga, S. Kep S1 Kepala Ruang Ester

VI Desti Marida Purba, S. Kep S1 Kepala Ruang Rebecca

VII Moriance Simamora D3 Perawat Ruang Naomi

VIII R. Maria Sapta P, S. Kep, Ners S1 Perawat Ruang Ester

IX Kayani Manurung D3 Perawat Ruang Rebecca

X Mery Sirait D3 Kepala Ruang Operasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 65: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

48

Pelaksanaan Keselamatan Pasien di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit

Methodist

Pelaksanaan keselamatan pasien penting dilakukan di Rumah Sakit untuk

mencegah terjadinya cedera pada pasien, memberikan perawatan pasien yang

aman, dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Penelitian ini untuk

mengetahui bagaimana pelaksanaan keselamatan pasien di Instalasi Rawat Inap

Rumah Sakit Methodist Kota Medan dengan membahas pelaksanaan keselamatan

pasien di instalasi rawat inap, mengetahui pelaksanaan komunikasi efektif,

mengetahui pelaksanaan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi dan

pelaksanaan pengurangan risiko infeksi.

Penelitian ini juga didukung dengan peran dari petugas kesehatan yaitu

Ketua Tim PMKP. IPCN, Dokter Bedah, Kepala Ruangan dan Perawat di Rumah

Sakit Methodist yang membahas bagaimana pengalaman petugas keehatan tersebut

dalam melaksanakan keselamatan pasien. Tema yang teridentifikasi dari hasil

wawancara pelaksanaan keselamatan pasien di instalasi rawat inap Rumah Sakit

Methodist Medan adalah sebanyak 4 tema yaitu faktor yang mempengaruhi

pelaksanaan keselamatan pasien, meningkatkan komunikasi yang efektif,

memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan

pada pasien yang benar, pengurangan risiko infeksi akibat perawatan kesehatan

dan pelaksanaan sasaran keselamatan pasien.

Tema 1. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan keselamatan pasien.

Berbagai jawaban dikemukakan oleh informan terkait faktor yang mempengaruhi

pelaksanaan keselamatan pasien. Informan diberikan pertanyaan mengenai

bagaimana persepsi informan ketika diberikan pertanyaan terkait sumber daya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 66: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

49

manusia, sarana dan prasarana, regulasi, monitoring dan evaluasi, dan hambatan

yang pernah dialami dalam pelaksanaan keselamatan pasien.

Ketersediaan sumber daya manusia. Sumber daya utama melaksanakan

suatu program seperti keselamatan pasien adalah staf atau pegawai. Terdapat tiga

informan mengatakan bahwa ketersediaan ketersediaan sumber daya manusia di

dalam melaksanakan keselamatan pasien seperti perawat pelaksana, masih kurang.

Berikut ini ungkapan informan penelitian:

“Ketersediaan untuk SDM belum cukup. Kita masih kurang

dengan kondisi bed 124 bed, perawat kita cuman 50 masih.”

(Informan I)

“Kalo dari segi jumlah tenaga sih kita masih kurang.” (Informan

VI)

“Kalau jumlah perawat kurang karena susah mendapatkan STR

sekarang.” (Informan IX)

Menurut dua informan lainya menyatakan bahwa ketersediaan SDM sudah

mencukupi sejak dilakukanya akreditasi. Pernyataan informan diungkapkan

sebagai berikut:

“Kalo SDM sudah mencukupi, kalau kemarinkan memang agak

kurang tapi kalau SDM udah cukuplah itu apalagi udah ini,

semenjak akreditasi udah bagus.” (Informan IV,V)

Kegagalan yang sering terjadi dalam pelaksanaan suatu program kebijakan

salah satunya disebabkan oleh staf atau pegawai yang tidak cukup memadai atau

mencukupi. Penambahan jumlah staf tidak cukup dalam menyelesaikan

pelaksanaan suatu program, tetapi diperlukan sebuah kecukupan staf dalam

melaksanakan suatu program. Menurut Manullang (2004) sarana penting dan

sarana utama dari setiap manajer untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai ter-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 67: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

50

lebih dahulu adalah manusia.

Sumber daya manusia di Rumah Sakit Umum Kelas C berdasarkan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan

Perizinan Rumah Sakit terdiri dari tenaga medis yaitu dokter spesialis untuk setiap

jenis pelayanan medis dasar adalah 2 orang, dan tenaga keperawatan yang

dibutuhkan dihitung dengan perbandingan 2 (dua) perawat untuk 3 (tiga) tempat

tidur. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terkait ketersediaan

tenaga kesehatan dalam melaksanakan keselamatan pasien didapatkan bahwa

jumlah perawat masih kurang. Tenaga keperawatan dirasa masih kurang dalam

melakukan pelaksanaan keselamatan pasien. Pendidikan terakhir perawat di

Rumah Sakit Methodist antara lain yaitu pendidikan D-III sebanyak 56 orang,

Sarjana Keperawatan sebanyak 23 orang dan Ners sebanyak 5 orang dengan

jumlah tempat tidur sebanyak 124 tempat tidur. Tenaga keperawatan sudah cukup

dari total ketentuan yaitu sebanyak 98 orang perawat namun dalam pendistribusian

tugas perlu ditata kembali. Penugasan perawat dalam pelaksanaan keselamatan

pasien masih dirasakan kurang dari segi pengaturan dan kurangnya pendistirbusian

setiap ruangan, kurang sesuai antara banyaknya pasien dan jenis pasien. Setiap

ruangan sudah memiliki 1 kepala ruangan dan 1 pengawas, hanya pembagian dan

pengaturan tugasnya masih perlu di ditata kembali karena seharusnya untuk

patient safety membutuhkan satu orang melakukan tugasnya secara full time.

Tenaga perawat minimal memiliki pendidikan D-III untuk memberikan

pelayanan kepada pasien. Perawat di Rumah Sakit Methodist lebih banyak

memiliki pendidikan terakhir D-III dibandingkan dengan Sarjana Keperawatan dan

jumlah Ners masih kurang yaitu sebanyak 5 orang oleh karena itu tenaga Sarjana

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 68: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

51

Keperawatan perlu ditingkatkan dari D-III. Ners memiliki banyak tugas untuk

mengatur, diperlukan minimal 1 Ners di setiap ruangan. Pelaksanaan patient safety

setidaknya memiliki 2 Ners karena apabila salah satu perawat tidak dapat hadir

dapat digantikan perawat lainnya. Rumah Sakit Methodist memiliki 11 sampai 12

perawat di satu bangsal. Setiap pergantian shift yang bertugas 3 sampai 4 perawat

dan jumlah rata-rata pasien yang dirawat pada tanggal 1-25 Juli 2019 adalah

sebanyak 5-7 orang di setiap ruangan. Berdasarkan Permenkes No. 56 Tahun 2014

jumlah perawat yang dibutuhkan adalah 2 perawat berbanding dengan 3 tempat

tidur. Total keseluruhan jumlah perawat tidak kurang, namun perlu dilakukan

pengaturan pendistribusian perawat di masing-masing rawatan berdasarkan jumlah

pasien, dilakukan rotasi dan pembinaan pada perawat.

Kemampuan sumber daya manusia. Terdapat empat informan yang di

wawancarai mengatakan bahwa kemampuan para perawat sudah baik dalam

melaksanakan keselamatan pasien karena sudah lama bekerja di rumah sakit tetapi

masih kurang pelatihan. Berikut ini ungkapan informan penelitian:

“Kemampuan sudah pada baik.” (Informan VI,IX)

“Kemampuan sudah baik. Karena rata-rata 7, 6 tahun jadi ya

pasti udah bisa.” (Informan IV)

“Kemampuan udah bisalah ya tapi kita masih kurang pelatihan.”

(Informan V)

Salah satu informan mengatakan bahwa kemampuan petugas kesehatan

sudah cukup baik karena sudah melakukan pelatihan dan dilihat dari hasil pekerja-

an para petugas kesehatan. Berikut ini ungkapan informan penelitian:

“Ada yang sudah melakukan pelatihan. Kalau mengenai kualitas

lihat dari hasil kerjaan cukup baik.” (Informan I)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 69: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

52

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti empat informan

mengatakan kemampuan para petugas kesehatan sudah baik, sedangkan satu

informan mengatakan cukup baik. Menurut Hasibuan (2003) sumber daya manusia

adalah kemampuan terpadu dari kecerdasan yang diperoleh sejak lahir dan daya

fisik yang dimiliki individu. Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan RI Nomor

36 Tahun 2014 tenaga kesehatan merupakan setiap orang yang bekerja dalam

bidang kesehatan dan memiliki pengetahuan, keterampilan melalui pendidikan

ilmu kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk

melakukan upaya kesehatan. Pelaksanaan keselamatan pasien dapat terlaksana

dengan baik juga dipengaruhi oleh kemampuan, keterampilan dan keahlian dalam

melaksanakan program keselamatan pasien.

Menurut Moeheriono (2009) penilaian kinerja dalam 360o terhadap

karyawan adalah menetukan siapa yang harus menilai. Ada beberapa pilihan untuk

menentukan siapa yang menilai, yaitu seperti atasan langsung, rekan sekerja, diri

sendiri, bawahan langsung, dan pelanggan. Penilaian kemampuan dalam penelitian

ini dilakukan oleh atasan langsung, rekan sekerja, dan diri sendiri. Penilaian dari

atasan langsung dilakukan oleh Ketua Tim TKPRS dan Kepala Ruangan, penilaian

dari diri sendiri dan rekan sekerja dilakukan oleh perawat. Berdasarkan hasil

wawancara penilaian dari atasan langsung terkait kemampuan para perawat sudah

cukup baik dan penilaian dari diri sendiri dan rekan sekerja kemampuan mereka

sebagai perawat sudah baik. Pelaksanaan keselamatan pasien mulai di

kembangkan di rumah sakit karena adanya akreditasi. Sasaran keselamatan pasien

menjadi salah satu elemen penilaian dan dibutuhkan kemampuan yang baik agar

dapat mencapai target. Para tenaga kesehatan dituntut untuk melakukan perawatan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 70: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

53

kesehatan yang baik sehingga dilakukan pelatihan untuk meningkatkan

kemampuannya. Tenaga kesehatan di Rumah Sakit Methodist telah memiliki

kemampuan yang cukup baik di dalam melakukan perawatan kesehatan terkait

keselamatan pasien.

Ketersediaan sarana dan prasana. Informan mengungkapkan persepsinya

mengenai keadaaan segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat yang

mendukung dan dibutuhkan untuk memudahkan dalam pelaksanaan keselamatan

pasien. Terdapat dua informan mengatakan bahwa ketersediaan sarana prasarana

terkait keselamatan pasien sudah cukup baik hanya terkendala pada saat terjadi

kekosongan alat petugas malas mengambil ke bagian atas di ruang logistik, tisu di

kamar pasien tidak tersedia karena terkendala di dana. Pernyataan informan

diungkapkan sebagai berikut:

“Sarana prasarana sudah cukup, kendala kalo kosong malas

ambil ke logistik, tisu kosong di kamar pasien karena masih ada

kendala di dana.” (Informan III)

“Kalo dibilang 100% belum, tapi sudah baik.” (Informan VI)

Menurut lima partisipan lainya mengatakan bahwa ketersediaan sarana

prasarana terkait keselamatan pasien sudah lengkap karena baru selesai melakukan

akreditasi, gedung baru dan ada IPCN yang bertugas untuk melakukan monitoring

ketersediaan alat. Berikut ini ungkapan informan penelitian:

“Ketersediaan fasilitas prasana sudah terpenuhi..” (Informan I)

“Sudah tersedia semuanya handrub, hand soap, stempel,

telepon.” (Informan V)

“Ada, sekarang kami baru akreditasi jadi lengkap semuanya.”

(Informan IV)

“Fasilitas nya lengkap, sudah memadai, masih gedung baru.”

(Informan VII,IX)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 71: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

54

Tabel 4

Hasil Observasi Sarana Prasarana Keselamatan Pasien

Sarana/ prasarana Ketersediaan Keterangan

Bel pemanggil

perawat/Nurse Call

Ya Tersedia di dalam dan luar setiap ruangan kamar

pasien, tetapi belum tersedia di setiap tempat tidur

pasien, dengan kondisi dapat digunakan

Telepon Ya Tersedia di bagian nurse station dengan kondisi

dapat digunakan

Stempel TBK Ya Tersedia di bagian nurse station dengan kondisi

dapat digunakan

Spidol Ya Spidol di ruangan menggunakan spidol biasa

dan spidol di kamar operasi sudah menggunakan

spidol kulit.

Formulir Check list

Keselamatan Operasi

Ya Setiap poin di Check list bagi pasien yang akan

melakukan operasi.

Poster program Cuci

Tangan

Ya Tersedia di setiap bagian luar dan dalam ruangan

pasien serta di bagian Nurse Station

Wastafel Ya Tersedia di setiap ruangan pasien dan Nurse Station

serta dapat digunakan

Air Ya Tersedia di setiap wastafel dan kamar mandi

Hand Soap Ya Tersedia di setiap ruangan pasien dan Nurse Station

serta dapat digunakan

Handrub Ya Belum tersedia di setiap tempat tidur pasien, namun

tersedia di setiap dalam, luar bangsal pasien

dan di Nurse Station serta dapat digunakan

Tisu Ya Tersedia di bagian Nurse Station tetapi di ruangan

pasien tidak tersedia

Bak sampah Ya Tersedia di setiap bagian luar dan dalam ruangan

pasien serta di bagian Nurse Station dan dapat

dilihat dengan jelas

Menurut Manullang (2004) untuk melakukan aktivitas membutuhkan uang

untuk membeli peralatan dan digunakan sedemikian rupa untuk mencapai tujuan

dalam suatu program. Kegagalan atau ketidaklancaran proses manajemen sedikit

banyak ditentukan atau dipengaruhi oleh perhitungan dan ketelitian dalam

menggunakan uang. Rumah sakit mempunyai staf yang mencukupi dan kompeten,

tetapi tanpa adanya sarana prasarana yang mendukung maka pelaksanaan

keselamatan pasien tidak akan tercapai sesuai standar.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti di Rumah

sakit Methodist Medan, ketersediaan sarana prasarana sebagaian besar sudah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 72: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

55

cukup baik, karena spidol untuk penandaan di ruangan masih menggunakan spidol

biasa belum spidol khusus untuk kulit, dan handrub belum tersedia di setiap

tempat tidur pasien tetapi di setiap dalam dan luar ruangan pasien sudah tersedia,

masih ada tisu di ruangan kamar pasien yang masih kosong karena kendala dana.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Neri, Lestari, dan Yetti (2018)

menunjukkan bahwa setelah penilaian akreditasi pada Tahun 2017 sering terjadi

kekosongan bahan habis pakai seperti handrub dan tisu di rawat inap Bedah dan

non Bedah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Pasaribu (2018) mengatakan

pelaksanaan program keselamatan pasien di ruang rawat inap belum berjalan

maksimal karena masih ada sarana yang belum tersedia.

Sarana dan prasarana yang digunakan. Alat-alat yang digunakan para

tenaga kesehatan terkait keselamatan pasien antara lain adalah telepon, buku,

check list keselamatan pasien, handrub, hand soap, tisu, wastafel, air, dan spidol.

Berikut ini ungkapan informan penelitian:

“Wastafel, air mengalir, tisu bersih, sabunnya itu sih, spidol.”

(Informan II)

“Sudah tersedia, semuanya handrub, hand soap, stempel,

telepon.” (Informan V)

“Telepon buku, check list keselamatan pasien, handrub, hand

soap, tisu” (Informan VII)

Menurut Manullang (2004) dalam melakukan kegiatan, manusia

menggunakan alat atau sarana manajemen untuk mencapai tujuan. Berdasarkan

hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan oleh peneliti di Rumah Sakit

Methodist Medan, sarana prasarana yang digunakan sudah tersedia dan dapat

digunakan. Sarana dan prasarana yang digunakan adalah wastafel, air mengalir,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 73: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

56

tisu bersih, sabun, spidol, handrub, hand soap, stempel dan telepon. Hal ini juga

sejalan dengan Instrumen Survei Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1

Tahun 2018 sarana dan prasarana yang digunakan dalam pelaksanaan keselamatan

pasien adalah telepon, form penandaan, form surgical safety check list, spidol

untuk penandaan lokasi operasi, sabun, disinfektan, handuk sekali pakai (towel),

handrub untuk setiap tempat tidur.

Regulasi dalam pelaksanaan keselamatan pasien. Terdapat satu informan

yang mengatakan bahwa sosialisasi kurang dilakukan secara menyeluruh dan

masih sebagian sehingga masih ada yang belum mendapatkan sosialisasi regulasi

terkait keselamatan pasien. Pernyataan informan diungkapkan sebagai berikut:

“Ada regulasi, sudah disosialisasikan, sosialisasi kurang, masih

sebagian.” (Informan 9)

Menurut informan lainya regulasi yang ada sudah disosialisisakan, dan

salah satu informan mengetahui jenis SPO-nya karena ikut dalam tim akreditasi

bagian komunikasi. Jenis SPO yang diketahui informan adalah SPO untuk

melapor nilai kritis, pergantian shift, dan SBAR. Berikut ini ungkapan informan:

“SPO itu pedoman juga. Ada, udah disosialisasikan, pasien jatuh

kan.” (Informan IV)

“Ada regulasinya, sudah disosialisaikan, ada SPO melapor nilai

kritis, cara melapor oper shift operan. Apa lagi ya, kalo melapor

keluhan-keluhan pasien itu semuanya ada sih SBAR dan SPO-

nya.” (Informan V)

“Ada, tapi gimana ya ku bilang. Udah di sosialisasikan.”

(Informan VI,IX)

Terdapat empat informan yang mengatakan bahwa regulasi sudah ada dan

sudah dilaksanakan dan sudah ada dibuat laporan pelaksanaanya oleh Tim PMKP.

Salah satu informan ada yang mengetahui regulasi yang ada seperti Kebijakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 74: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

57

Hand Hygeine. Informan ini mengetahui hal ini karena termasuk tim akreditasi

bagian tim PPI. Berikut ini ungkapan informan penelitian:

“Pelaksanaan di PMKP seperti yang di laporkan Januari tahun

2019 untuk regulasi, sop-nya, sudah dijalankan.” (Informan I)

“Regulasinya ada, sudah dilaksanakan.” (Informan II,VII)

“Ada lengkap semua, pedoman, SPO-nya pelaksanaan cuci

tangan, sudah dilaksanakan.” (Informan III)

“Ada sudah dilaksanakan. Aku karena kebetulan di bagian hand

hygiene itulah SPO yang kutau kebjakan hand hygiene.”

(Informan VIII)

Tabel 5

Hasil Observasi Dokumen Regulasi Keselamatan Pasien

Dokumen Kebijakan/Regulasi Keselamatan Pasien Keterangan

Sasaran II Komunikasi Yang Efektif

Surat Keputusan tentang Kebijakan Komunikasi Efektif di

Rumah Sakit Methodist Medan

Tersedia

Standar Prosedur Operasional (SPO) Komunikasi Efektif antar

Professional Pemberi Asuhan

Panduan Pelaporan Nilai Kritis di Rumah Sakit Methodist

Medan

Surat Kebijakan Laboratorium tentang Pelaporan Nilai Kritis di

Rumah Sakit Methodist Medan

Standar Prosedur Operasional (SPO) Pelaporan Nilai Kritis

Tersedia

Tersedia

Tersedia

Tersedia

Laboratorium

Standar Prosedur Operasional (SPO) Pelaporan Hasil

Pemeriksaan Kritis

Standar Prosedur Operasional (SPO) Pelaporan Hasil Nilai

Kritis Radiologi

Tersedia

Tersedia

Sasaran IV Lokasi Pembedahan yang Benar, Prosedur yang Benar,

dan Pembedahan pada Pasien yang Benar

Surat Kebijakan Panduan Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat

Pasien Operasi di Rumah Sakit Umum Methodist Medan

Panduan Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi di

Rumah Sakit Umum Methodist Medan

Standar Prosedur Operasional (SPO) Pengisian Surgical Safety

Check List

Tersedia

Tersedia

Tersedia

Sasaran V Mengurangi Risiko Infeksi Akibat Perawatan Kesehatan

Surat Kebijakan Pelaksanaan Cuci Tangan di Rumah Sakit

Methodist Medan

Tersedia

Panduan Pelaksanaan Cuci Tangan di Rumah Sakit Methodist

Medan

Standar Prosedur Operasional (SPO) Cuci Tangan

Tersedia

Tersedia

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 75: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

58

Regulasi dibuat untuk menjadi sebuah acuan dalam melakukan suatu

tindakan. Regulasi yang telah disusun perlu disosialisasikan dan dibuat pelatihan

agar setiap tindakan yang dilakukan sesuai dengan yang telah ditetapkan.

Pemenuhan dokumen Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) sesuai Standar Nasional

Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1 yaitu.

1. Meningkatkan komunikasi yang efektif

a) Regulasi tentang Komunikasi efektif antar professional pemberi asuhan

b) Regulasi tentang penetapan besaran nilai kritis dan hasil diagnostik kritis

2. Terlaksananya proses tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat pasien yang menjalani

tindakan dan prosedur

a) Regulasi tentang pelaksanaan surgical safety check list

b) Regulasi tentang prosedur Time-Out

3. Dikuranginya risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan

a) Regulasi tentang kebersihan tangan (Hand Hygiene)

Rumah Sakit Methodist telah memenuhi regulasi terkait pelaksanaan

keselamatan pasien sesuai dengan Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi

1. Regulasi tersebut berupa SK (Surat Keputusan) Direktur Rumah Sakit,

Pedoman/Panduan dan SPO (Standar Prosedur Operasional) terkait pelaksanaan

sasaran keselamatan pasien. Berdasarkan hasil wawancara para informan sudah

mengetahui adanya regulasi terkait sasaran keselamatan pasien melalui sosialisasi

dan sudah dijalankan. Para informan juga mengetahui dokumen terkait

keselamatan pasien yaitu SPO melapor nilai kritis, cara melakukan operan, SBAR,

dan hand hygiene.

Sosialisasi atau pelatihan dalam pelaksanaan keselamatan pasien. Infor-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 76: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

59

man mengatakan bahwa sosialisasi atau pelatihan terkait pelaksanaan keselamatan

pasien dilakukan secara umum di aula yang diikuti oleh setiap unit terkait, dan

seluruh pegawai rumah sakit. Sosialisasi dilakukan dimulai pada saaat persiapan

akreditasi, yang dilakukan setiap minggu ke dua dan dilakukan dua sampai tiga

kali dalam setahun. Pelatihan yang dilakukan yaitu komunikasi menggunakan

SBAR, penandaaan lokasi, dan pengurangan risiko infeksi. Berikut ini ungkapan

informan penelitian:

“Sudah disosialisasikan, sosialisasinya general, setiap unit

terkait. Ada pelatihan setiap minggu ke dua, ke semua pegawai.

Pelatihan ada SBAR, penandaaan lokasi, pengurangan risiko

infeksi.” (Informan I)

“Ada disosialikan secara umum. Sosialisasi pas mau akreditasi,

setahun paling 2-3 kali. Kalo perawat lebih sering lagi.”

(Informan II)

“Ada, pelatihan kami pernah secara umum.” (Informan IV,IX)

“Sosialisasi sudah ada dilakukan secara umum.” (Informan

VII,VIII)

“Sudah di aula untuk melakukan cuci tangan, Kita gak unit kita

global.” (Informan VI)

Terdapat satu informan yaitu IPCN yang mengatakan bahwa sosialisasi

dilakukan secara umum dan internal yaitu didalam rumah sakit tentang bagaimana

melakukan cuci tangan yang benar menggunakan handrub. Sosialisasi juga

digunakan dengan menggunakan media poster yang ditempel di dinding.

Pernyataan informan di ungkapkan sebagai berikut:

“Pelatihan tentang cara melakukan cuci tangan yang benar, pakai

handrub ada dilakukan secara internal, umum, juga ada di

tempel.” (Informan III)

Terdapat salah satu partisipan yang mengatakan pernah dilakukan sosiali-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 77: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

60

si hanya dua kali pada tahun lalu saat menjelang akreditasi dan tidak dilakukan

secara berkesinambungan. Topik sosialisasi yang diberikan yaitu komunikasi,

tepat lokasi dan pelaksanaan cuci tangan. Pernyataan partisipan diungkapkan

sebagai berikut:

“Pernah tapi kemarin aja siap itu gak berkesinambungan lagi,

cuman dua kali kayaknya tahun lalu sebelum akreditasi. Secara

umum, semua perawat, topiknya komunikasi tepat lokasi,

rendahnya cuci tangan ada..” (Informan V)

Pelatihan atau pendidikan diartikan sebagai kegiatan organisasi yang

didesain untuk memperbaiki atau meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan

sikap pegawai sesuai dengan kebutuhan sehingga pegawai yang bersangkutan

lebih maju dalam melaksanakan tugas (Manullang, 2004). Berdasarkan hasil

wawancara yang dilakukan oleh peneliti sudah ada dilakukan pelatihan dan

sosialisasi secara umum seperti SBAR, penandaaan lokasi, cara melakukan cuci

tangan yang benar menggunakan handrub.

Metode sosialisasi yang dilakukan juga dengan menggunakan media poster

seperti cara cuci tangan yang benar, dan 5 saat (five moment) untuk melakukan

cuci tangan. Sosialisasi dan pelatihan yang dilakukan belum maksimal karena

hanya dilakukan pada saat menjelang akreditasi dan tidak dilakukan secara

berkesinambungan dan berkala. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang

dilakukan Pasaribu (2018) tentang pelaksanaan program keselamatan pasien

(patient safety) di ruang rawat inap Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun

2018 menunjukkan pelaksanaan program keselamatan pasien di ruang rawat inap

belum berjalan dengan maksimal karena perawat tidak rutin diberikan pengarahan

atau sosialisasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 78: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

61

Hasil penelitian yang dilakukan Setiyani, Zuhrotunida, dan Syahridal

(2016) menunjukkan hasil analisa hubungan pelatihan Patient Safety dengan

implementasi Sasaran Keselamatan Pasien diperoleh nilai p-value = 0,043 maka

terdapat hubungan antara pelatihan Patient Safety dengan Implementasi Sasaran

Keselamatan Pasien. Dari hasil analisa diperoleh nilai OR=13.200 artinya perawat

yang sudah mengikuti pelatihan patient safety memiliki peluang 13.200 kali untuk

mengimplementasikan sasaran keselamatan pasien dengan baik dibandingkan

dengan yang belum mengikuti pelatihan patient safety. Rahasia keberhasilan dari

organisasi yang paling efektif tergantung kepada penerapan latihan bagi tenaga

kerja dalam organisasi tersebut.

Monitoring dan pelaporan. Terdapat empat informan yang mengatakan

bahwa ada dilakukan monitoring dan evaluasi dari Kepala Bidang Keperawatan,

kepala ruang, dan IPCN. Bentuk monitoring dan evaluasi yang dilakukan dengan

check list oleh IPCN, diamati oleh kepala ruang, dan tanda tangan dari pasien atau

keluarga apabila sudah melakukan cuci tangan. Pelaporan monitoring pelaksanaan

cuci tangan dilakukan setiap bulan, jika ditemukan ada kejadian infeksi maka akan

dicatat di formulir surveilans Hais dan dilaporkan. Berikut ini ungkapan informan

penelitian:

“Ada dalam bentuk check list, Auditnya sekali 3 hari. Pembuatan

laporan dilakukan setiap bulan.” (Informan III)

“Ada dilakukan monitoring, ada laporan itu kalo ada kejadian-

kejadian jatuh, infeksi. Kalo ada kejadian kami catat itu, formulir

surveilans Hais.” (Informan IV)

“Mereka melihat, mengamati bagaimana kami melaksanakannya,

dan kalo bukti ya lewat tanda tangan tadi dari pasien kalo

melakukan cuci tangan. Dari karu mengamati. Ada pelaporan

kalau terjadi infeksi.” (Informan VII)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 79: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

62

“Ada, diamati kabid, karu. Dari PMKP, samaku gak ada tapi gak

tau sama yang lain.” (Informan IX)

Menurut dua informan lainya mengatakan monitoring dan evaluasi yang

dilakukan tidak secara berkesinambungan hanya sekali di Tahun 2019, bulan

Maret belum karena kekurangan Sumber Daya Manusia. Pelaporan yang diberikan

kepada direktur terakhir hanya bulan Januari. Berikut ini ungkapan informan

penelitian:

“Ada cuman SDM yang mau lakukan monitoring gak ada.

Monitoring dan evaluasinya untuk 2019 cuman sekali, bulan

Maret belum karena kekurangan SDM yang menjalankan saya

sendiri semua. Laporannya sudah ada, tiap bulan. Pelaporan

teraakhir ke direktur itu Januari selama ini kita belum pernah.”

(Informan I)

“Ada sih monitoringya tapi belum berkesinambungan, kalo cuci

tangan check list, ada juga yang buat laporan juga, ada yang

lihat langsung di status ada gak benar-benar dilakukan metode

SBAR, TBK itu diverifikasi ngak. Ada pelaporannya tapi gak

berkesinambungan, Karena banyak yang harus kita lakukan.”

(Informan V)

Terdapat dua informan yang mengatakan bahwa ada dilakukan monitoring

dan evaluasinya, tetapi pelaporan pelaksanaan komunikasi efektif, pelaksanaan

cuci tangan, tepat lokasi, tepat pasien operasi dan tepat prosedur tidak ada. Berikut

ini ungkapan informan penelitian:

“Ada, ya kalo cuci tangan ya bener gak sesuai prosedur

dilakukan. kalo komunikasi efektif saat berkomunikasi kepada

orang, kepada pasien. Gak ada laporan.” (Informan VI)

“Ada, evaluasinya, ada dibuat laporan gitu gak ada, tapi adalah

kurva SBAR. Ada laporan infeksi nanti dilapor ke IPCN.”

(Informan VIII)

Monitoring atau pengawasan harus dilakukan sebagai bagian dari upaya

untuk mengawasi implementasi kebijakan agar berlangsung dengan baik, dapat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 80: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

63

menjawab permasalahan yang menjadi dasar terbentuknya kebijakan atau untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan adanya monitoring ialah untuk

mengawasi atau memantau pelaksanaan sesuai dengan tujuan, mendeteksi sedini

mungkin kekurangan dan kesalahan, mengubah sistem atau menambahkan sumber

daya yang diperlukan (Ayuningtyas, 2015).

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti monitoring

pelaksanaan keselamatan pasien tidak dilakukan secara berkesinambungan karena

kekurangan sumber daya manusia. Pelaporan pelaksanaan keselamatan pasien

belum dilakukan setiap bulan, yang dilaporkan jikalau ada kejadian infeksi dicatat

di formulir surveilans Hais dan pelaporan kepada direktur terakhir kalinya

dilakukan pada bulan Januari. Monitoring dan pelaporan di Rumah Sakit

Methodist belum maksimal karena belum dilakukan berkesinambungan atau rutin

setiap bulan. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan keselamatan pasien dilakukan

oleh Tim PMKP dan IPCN untuk pelaksanaan pengurangan risiko infeksi.

Hambatan dalam pelaksanaan keselamatan pasien. Suatu kegiatan atau

program tidak luput dari sebuah kendala yang menjadi penghambat terlaksanakan

kegiatan tersebut dengan baik. Terdapat empat informan mengatakan bahwa dalam

pelaksanaan keselamatan pasien tidak memiliki hambatan karena sudah terbiasa

dan untuk meningkatkanya diperlukan pelatihan yang berkesinambungan.

Pernyataan informan diungkapkan sebagai berikut:

“Ya karena dulu baru-baru, adalah. Tapi sekarang gak ada lagi

karena sudah biasa dikerjakan.” (Informan II, VI,VIII)

“Hambatan komunikasi kurasa ngak adalah ya paling untuk

meningkatkannya tadi harus ada pelatihan yang

berkesinambungan sih.” (Informan V)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 81: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

64

Menurut dua informan lainya mengatakan hambatan dalam pelaksanaan

keselamatan pasien adalah malas, kurang taat, kurang menyadari, kurang

sosialisasi dan kurang motivasi.

“Malas, kurang taat, kadang udah taunya semua peraturan tapi

ya kadang malas. Kurang ini aja memang kurang taat aja sama

peraturan.” (Informan IV)

“Kurang menyadari ajalah ya, itu ajjalah, kurang sosialisasi

jugalah memang karena itu kan secara umum. Kurang jugalah,

jadi kurang motivasilah karena ini.” (Informan VII)

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti terdapat ham-

batan yang dialami para tenaga kesehatan dalam melakukan keselamatan pasien

seperti pelatihan tidak dilakukan secara berkesinambungan dan berkala, kurangnya

kesadaran, malas, kurang taat kepada peraturan, kurang sosialisasi, dan kurang

motivasi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Octaria, Dewi dan

Yuliadi (2014) tentang analisis kesiapan rumah sakit yang telah terakreditasi 12

pelayanan terhadap pemenuhan Standar Akreditasi Versi 2012 didapatkan

hambatan yang dihadapi antara lain pengetahuan akreditasi yang masih kurang,

kurang sosialisasi, fasilitas yang belum lengkap, belum terbentuk tim akreditasi,

kurangnya penerapan dan evaluasi kebijakan dan SOP, kurangnya kesadaran diri

petugas, dan kurang edukasi dari pihak manajemen.

Tema 2. Melakukan komunikasi yang efektif. Komunikasi efektif, yang

tepat waktu, akurat, lengkap, dan jelas akan mengurangi kesalahan, dan

menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Berbagai jawaban dikemukakan

oleh informan mengenai bagaimana persepsi informan dalam melaksanakan

komunikasi di instalasi rawat inap.

Rendahnya pencapaian komunikasi efektif. Komunikasi sangat menentu-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 82: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

65

kan keberhasilan pencapaian tujuan dari pelaksanaan program. Informan dalam

penelitian ini mengatakan rendahnya pencapaian komunikasi efektif adalah karena

perawat belum terbiasa, sosialisasi yang diberikan tidak tepat sasaran dan

berkesinambungan, penyampaian komunikasi kurang efektif, informasi tidak dapat

tersalurkan, kurangnya tenaga kerja perawat, dan pelatihan secara khusus. Berikut

ini ungkapan informan penelitian:

“Masih belum terbiasanya perawat disini untuk mengikuti SOP,

sosialisasi yang kita berikan itu tidak tepat sasaran kan harus

semua, penyampaian sosialisai itu kurang komunikatif, perawat-

perawat yang lama-lama, dalam hal penanggapan untuk hal ini

agak berbeda, jadi agak susah di ubah terkait dalam hal ini.”

(Informan I)

“Jumlah pasien sama jumlah perawat itu gak sama, beban kerja,

gak pernah pelatihan secara khusus tentang itu komunikasi

efektif.” (Informan V)

“Kita kan belum terbiasa, kadang-kadang hanya dok ini, ini.

Kalau menurut komunikasi efektif kan kita harus memperkenalkan

diri, mengucapkan salam, melakukan ini, tapi kadang disitunya,

kurang ini ya langsung ke fokus kadang ke sasarannya gak

langsung dari ini ke ini.“ (Informan IV)

“Dokter juga mau cepat-cepat semuanya, terlalu lama gitu jadi

langsung ke masalah pasien.” (Informan VII)

Setiap rumah sakit diwajibkan untuk melakukan akreditasi. Salah satu yang

menjadi elemen penilaian dalam akreditasi adalah komunikasi efektif di dalam

kelompok kerja sasaran keselamatan pasien. Setiap bab dalam kelompok kerja

harus mencapai standar 100% yang ditetapkan oleh tim akreditasi dan rumah sakit.

Beberapa strategi komunikasi yang tepat untuk memastikan komunikasi yang

efektif telah dikembangkan untuk memastikan akurasi informasi, seperti SBAR

(Situation, Background, Assesment, Recommendation) ketika konsultasi, check

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 83: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

66

back dalam komunikasi melalui telepon, dan Tulis-Baca-Konfirmasi (Wardhani,

2017).

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti faktor yang

mempengaruhi rendahnya pelaksanaan komunikasi ialah karena belum terbiasa,

sosialisasi tidak tepat sasaran, kurang komunikatif, sulit mengubah kebiasaan,

beban kerja, tidak ada dilakukan pelatihan khusus, hambatan waktu dan

pelaksanaan komunikasi belum sesuai standar yang telah ditetapkan. Penilaian

pelaksanaan komunikasi di dalam pelaksanaan akreditasi adalah untuk

meningkatkan efektivitas komunikasi verbal dan atau komunikasi melalui telpon

antar profesional pemberi asuhan.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Nazri, Juhariah dan Arif

(2015) didapatkan bahwa pengalaman perawat berkomunikasi dengan dokter

melalui telepon di ruang perawatan ICU pada faktor keterbukaan perawat merasa

terburu-buru berkomunikasi dengan dokter (33%). Pada aspek logistik ditemukan

perawat sulit menghubungi dokter merupakan pengalaman yang sering

diungkapkan oleh responden (50%). Terdapat 25% responden mengungkapkan

bahwa perawat merasa tidak cukup waktu untuk mengatakan sesuatu kepada

dokter. Hambatan komunikasi terbanyak yang diungkap oleh perawat adalah

lemahnya kemampuan perawat berkomunikasi.

Komunikasi via telepon. Komunikasi yang dilakukan untuk perintah lisan

lewat telepon adalah mencatat perintah secara lengkap atau hasil pemeriksaan oleh

penerima perintah, kemudian penerima perintah membacakan kembali perintah

atau hasil pemeriksaan dan mengonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 84: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

67

dibaca ulang adalah akurat (Simamora, 2018). Lima dari sembilan informan dalam

penelitian ini mengatakan bahwa komunikasi yang dilakukan via telepon adalah

dengan menggunakan metode SBAR dan TBK. Salah satu informan mengatakan

bahwa metode komunikasi SBAR tidak dituliskan, hanya menggunakan metode

tersebut cara mereka melakukan komunikasi dengan mengucapkan salam,

menyampaikan identitasnya, keluhan atau nilai kritis, obat yang akan dikasih,

terapi terdahulu, tulis di CPPT (Catatan Perawatan Pasien Terintegrasi), lalu

dibaca kembali apa yang disampaikan, konfirmasi, dan stempel TBK. Dokter

menandatangani catatan kurang dari 24 jam. Berikut ini ungkapan informan

penelitian:

“Ditulis lengkap, dibaca ulang dan dikonfirmasi lagi kepada

penerima, di eja kalau ada yang sulit. Kami telepon dan bilang

ini, setelah kita tulis, baca, konfirmasi, kita stempel, nanti kalo

dokternya datang nanti dikonfirmasinya lagi ini. sudah

dilaksanakan kurang dari 24 jam ini dek dikonfirmasi. Ini cara

melapornya juga sudah dilaksanakan sesuai SBAR dan TBK.”

(Informan IV)

“Ada kayak keluhan, atau nilai kritis kan kita via telepon.

ucapkan salam, kita tetap terapkan SBAR itu, kita nanti feed back

lagi, baca kembali, iya katanya, baru kita stempelkan, besoknya

baru kita teken. Teken sama dokter kita verifikasinya kurang dari

24 jam. Kita gak ada catat namanya S, B, A, R, gak ada lagi, kita

cuman catat keluhannya karena sudah bisa.” (Informan V)

“Komunikasi lewat telepon secara SBAR. Diceritakan apa

keluhanya, terus obat yang dikasih, terapi terdahulu, kasih tau

identitasnya. catatan kita stempel, terus tulislah tanggalkan hari

ini nanti verifikasi dari dokternya kurang dari 24 jam.” (Informan

VIII)

Terdapat dua informan I dan VI yaitu Ketua Tim PMKP dan Kepala

Ruangan mengatakan bahwa metode SBAR yang digunakan sesuai dengan

akreditasi SNARS ditulis S, B, A, R-nya dan semua perawat sudah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 85: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

68

menjalankannya. Salah satu informan juga mengatakan ada dilakukan pelaporan

SBAR-nya setiap hari. Berikut ini ungkapan informan penelitian:

“Kita jalankan sistem SBAR, jadi artinya mereka di status nya

sudah ada dan dilaporkan dan setiap hari ada pelaporan SBAR-

nya. Sudah sesuai dengan akreditasi SNARS, untuk S, B, A, R,

SBAR ditulis seperti itu, dan untuk TBK artinya apa sudah mereka

tulis, mereka laksanakan di lapangan itulah TBK.” (Informan I)

“Pakai metode SBAR, dijelaskan satu-satu S, B, A, R-nya, itu ada

kita tulis di CPPT, nanti kan dokter liat pas visit.” (Informan VI)

Terdapat tiga informan yang mengatakan bahwa komunikasi lewat telepon

dilakukan dengan melapor keadaan pasien, dokter memberikan tindakan yang akan

dilakukan, membaca ulang kembali, melakukan pengejaan jika ada kata sulit,

konfirmasi, dan stempel TBK. Pada saat visit dokter memverifikasinya dalam

waktu kurang atau lebih dari 24 jam. Berikut ini ungkapan partisipan penelitian:

“Ditulis, udah diapakan, dibaca ulang lagi ke dokternya dan

dikonfirmasi. Melapor hasil lab ini, bicara mengenai pasien, hasil

labnya, terapinya apa untuk selanjutnya. Ooo TBK ada, stempel

TBK, itu ditandantangi. Gak bisa kita pastikan, ya pas kapan

dokternya visit, kadang lebih kadang kurang dari 24 jam.”

(Informan IX)

“Dok pasien ini, kamar ini langsung gini, terus dikasih

diagnosanya, langsung kepasien terus kita ulangi yang tidak

dimengerti saja yang di eja, di eja alphabet kan.” (Informan VII)

“Dilaporkan kondisi si pasien, keluhannya kondisi klinisnya itu

aja. Saya kasih terapilah, Sebelum tutup telepon dia ngulang

instruksi saya. Ada tanda tangan TBK.” (Informan II)

Teknik komunikasi SBAR merupakan teknik komunikasi yang

memberikan urutan logis, terorganisir dan meningkatkan proses komunikasi untuk

memastikan keselamatan pasien. Komunikasi SBAR adalah komunikasi dengan

menggunakan alat yang logis untuk mengatur informasi sehingga dapat di transfer

kepada orang lain secara akurat dan efisien. Prosedur pelaksanaan komunikasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 86: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

69

efektif dengan SBAR via telepon adalah perawat mengidentifkasi pasien,

melakukan pengkajian keperawatan tuliskan identitas dan kondisi pasien pada

form buku komunikasi pasien, ucapkan salam dan laporkan identitas dan kondisi

pasien saat ini dengan menggunakan teknik SBAR. Perawat membuat laporan

Situation yaitu situasi yang menggambarkan kondisi pasien sehingga perlu

dilaporkan. Background yaitu gambaran riwayat/hal yang berhubungan dengan

kondisi atau masalah pasien saat ini. Penilaian yaitu kesimpulan dari analisa

terhadap gambaran situasi. Rekomendasi yaitu usulan tentang alternatif tindakan

yang akan dilakukan, kapan, dimana. Dokter atau pemberi informasi akan

memberi respon.

Perawat mencatat isi perintah, membaca ulang, pengejaan ulang apabila

perintah mengandung nama obat golongan LASA/NORUM dan obat High Alert,

Daftar obat LASA/NORUM dan High Alert. Pemberi perintah mengonfirmasi

setelah pemberi perintah mendengar pembacaan dan memberikan pernyataan

kebenaran. Pindahkan data SBAR dan instruksi dokter pada status pasien. Tulis

instruksi kemudian stempel TBaK. Ucapkan terima kasih dan salam. Pemberi

informasi mengonfirmasi instruksi maksimal 1x24 jam (Simamora, 2018).

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti komunikasi via

telepon telah dilakukan dengan langkah metode komunikasi SBAR dan TBK.

Pelaksanaanya dilakukan dengan menulis di Catatan Perkembangan Pasien

Terintegrasi namun ada juga yang mengatakan tidak menulis metode komunikasi

SBAR karena sudah mampu melakukanya secara lisan. Pelaksanaan komunikasi

via telepon langsung ke keadaan atau situasi (Situation) pasien dan meminta

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 87: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

70

rekomendasi (Recomendation) kepada dokter untuk meminta saran terhadap

tindakan yang akan dilakukan kepada pasien. Perawat masih ada yang belum

melakukan teknik komunikasi (Background) yaitu riwayat/hal yang berhubungan

dengan kondisi pasien dan (Assesment) yaitu penilaian terhadap kondisi pasien.

Perawat telah menulis (T) saran dari dokter, membaca kembali (Ba), jikalau ada

istilah yang dapat menimbulkan kesalahan sudah dilakukan pengejaan terhadap

kata tersebut, setelah itu membuat stempel TbaK sebagai bukti dan konfirmasi

instruksi (K) dari dokter telah dilakukan komunikasi via telepon. Pelaksanaan

konfirmasi oleh dokter terkait pelaksanan TBaK bisa kurang atau lebih dari 24

jam. Pelaksanaan komunikasi via telepon di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit

Methodist telah berjalan dengan baik namun belum maksimal karena masih

terdapat langkah-langkah metode komunikasi SBAR dan TBK belum sesuai

dengan ketentuan seperti masih ada yang belum melaporkan Background,

Assessment pasien dan konfirmasi instruksi lebih dari 24 jam.

Panjangnya rantai sistem dalam dalam suatu pelayanan kesehatan

meningkatkan risiko insiden keselamatan pasien. Keberlanjutan dan akurasi

pelayanan tergantung pada akurasi informasi yang dipindahkan dalam setiap titik

transisi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Nazri dkk. (2015)

didapatkan bahwa komunikasi dengan telepon antara perawat dengan dokter

dinilai tidak efektif karena frekuensi implementasi komponen teknik komunikasi

SBAR dan TBaK tidak mencapai 100%. Komponen S (Situation) tercapai 79%

dan komponen B (Background) tercapai 64%. Komponen A (Assessment)

merupakan komponen dengan frekuensi terendah (21%) diantara komponen teknik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 88: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

71

komunikasi SBAR. Pada audit teknik komunikasi TBAK diketahui perawat

melakukan komponen B (Baca Kembali) sebesar 21% dan tidak melakukan

komponen K (Konfirmasi Kembali) dengan frekuensi 0%.

Serah terima pasien. Satu dari delapan informan yaitu Kepala Ruang Ester

mengatakan metode yang digunakan dalam serah terima pasien adalah

menggunakan metode SBAR. Tiga informan mengatakan operan dilakukan dengan

berkumpul, diskusi bersama, baca CPPT dan buku rawatan, baru ke ruangan.

Perawat penangung jawab pasien serah terima dengan perawat penanggung jawab

pasien di shift selanjutnya dan kepala ruangan serah terima dengan penanggung

jawab sore. Serah terima dilakukan di ruangan nurse station dan pergi ke setiap

ruangan pasien. Pernyataaan informan diungkapkan sebagai beikut:

“Kalo disni kan kita diskusi, baca CPPT, baru ke ruangan.

Metode SBAR, Kita kasih tau namanya, diagnosanya, keluhannya,

nanti mau kita oper sama dia, nnti foto ya, foto thorak ya nnti.

pasien ku si a pasien dia si a juga di sore nanti jadi aku operkan

juga sama dia, baru kayak kepala ruangan oper sama

penanggung jawab sore.” (Informan IV,V)

“Operan, ke ruangan pasien, nanti operan di ruangan nanti

dikasih tau juga ke pasien. Semua tim pagi kumpul baca rawatan

lalu pergi ke ruangan.” (Informan IX)

Terdapat tiga informan yang mengatakan bahwa serah terima pasien

dilakukan oleh petugas yang telah selesai berjaga dengan yang tim yang bekerja di

shif selanjutnya dan dipimpin oleh perawat yang bertanggung jawab pada shift

tersebut seperti kepala ruangan rawatan atau perawat yang bertugas. Serah terima

dilakukan dengan membaca buku komunikasi, buku rawatan, buku status, dilihat

siapa yang bertanggung jawab kepada pasien, bertanya jika ada yang ingin ditanya

dan setelah itu pergi ke setiap ruangan pasien.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 89: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

72

“Kita serah terima baca buku komunikasi, buka status baru kita komunikasi.” (Informan VI)

“Pergi ke ruangan ni, hand over dari petugas siang ke sore lah,

kita ada buku catatannya, ya kita istilahnya hand over di ruangan

sama petugas siang ke sore, ganti lagi ke kamar satu lagi.”

(Informan VII)

“Setelah baca buku rawatan, ada yang kurang mengerti di tanya

terus ke pasien. Penanggung jawab yang memiminpin, kalo gini

pagi kan kepala ruangan lah ke penanguung jawab sore.”

(Informan VIII)

Tabel 6

Hasil Observasi Pelaksanaan Komunikasi Efektif

Sasaran II Komunikasi Efektif

Aspek yang di Observasi Keterangan

Timbang terima pasien di di nurse

station

Timbang terima pasien di bed pasien

Dilakukan pada jam 15.00 antara perawat shift pagi

dan sore berkumpul di nurse station

Perawat shift pagi dan sore pergi bersama-sama ke

ruangan pasien melakukan operan di depan pasien

Kembali lagi ke nurse station

Bukti Pelaksanaan tentang Penyampaian

Pesan Verbal atau Lewat Telepon

Bukti Pelaksanaan Serah Terima

Setelah selesai melakukan operan kembali ke nurse

station

Tersedia di buku Catatan Perkembangan Pasien

Terintegrasi (CPTT)

Tersedian di buku serah terima pasien

Serah terima pasien atau Handover adalah salah satu bentuk komunikasi

perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan dan kegiatan yang harus

dilakukan sebelum pergantian dinas. Selain laporan antar dinas dapat juga

disampaikan informasi yang berkaitan dengan rencana kegiatan yang telah atau

belum dilakukan. Serah terima pasien bertujuan untuk mengakurasi,

mereliabilisasi komunikasi tentang tugas perpindahan informasi yang relevan

digunakan untuk keseinambungan dalam keselamatan dan keefektifan dalam

bekerja (Simamora, 2018). Proses timbang terima pasien menurut (Simamora,

2018) antara lain dilakukan pada setiap pergantian dinas dengan waktu yang cukup

panjang agar tidak terburu-buru. Proses timbang terima dipimpin oleh kepala

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 90: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

73

ruangan dan dilaksanakan oleh seluruh perawat yang bertugas maupun yang akan

mengganti shift. Perawat primer malam menyerahkan ke perawat primer

berikutnya yang akan mengganti shift. Timbang terima pertama dilakukan di nurse

station kemudian ke ruangan klien dan kembali lagi ke nurse station. Isi timbang

terima mencakup jumlah klien, masalah keperawatan, intervensi yang sudah dan

belum dilakukan serta pesan khusus bila ada. Setiap klien dilakukan timbang

terima tidak lebih dari 5 menit saat klarifikasi ke klien.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan pada saat serah

terima pasien sudah tersedia buku catatan komunikasi yang berisi nama pasien,

tanggal lahir, nomor rekam medik, dokter, diagnosa, terapi yang akan dilakukan

dan sudah dilakukan. Kepala ruangan memimpin kegiatan serah terima pada

pergantian shift pagi ke sore. Sedangkan kegiatan serah terima pada shift sore ke

malam dipimpin oleh perawat penanggung jawab sore. Proses serah terima yang

dilakukan sudah cukup baik, perawat membaca buku komunikasi, selanjutnya

dilakukan diskusi antar perawat di nurse station, namun perawat shift sore atau

yang akan bertugas selanjutnya belum hadir semua, pada saat serah terima kurang

adanya pimpinan dari kepala ruangan sehingga setiap perawat tidak dapat

mengetahui perkembangan pasien lainya dan kurang interaksi pada saat kumpul di

nurse station. Setelah diskusi, kepala ruangan memimpin semua perawat shift pagi

dan sore untuk pergi ke setiap ruangan pasien untuk melakukan operan dengan

pasien. Setelah melakukan operan kepada pasien kembali lagi ke ruangan nurse

station. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Goraph, Kundre dan Hamel

(2018) tentang hubungan timbang terima (operan shift) dengan kinerja perawat

pelaksana di ruang rawat inap bangsal RSU GMIM Pancaran Kasih Manado

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 91: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

74

bahwa sering kali perawat pelaksana pulang terlebih dahulu atau datang terlambat

sehingga tidak mengikuti timbang terima yang berujung pada miss communication

antar perawat baik tentang identitas pasien maupun intervensi keperawatan

lanjutan bagi pasien sehingga mempengaruhi pemberian asuhan keperawatan

diantaranya berupa ketidaktepatan dalam pemberian tindakan keperawatan

maupun dalam melakukan dokumentasi keperawatan. Penelitian yang dilakukan

oleh Didimus, Indar dan Hamzah (2013) tentang faktor yang berhubungan dengan

kinerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Ibnu Sina YBW-UMI Makasar

didapatkan hasil bahwa kepemimpinan, pelatihan, rekan kerja, pengakuan, sistem

imbalan, memiliki hubungan dengan kinerja seorang perawat.

Tema 3. Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang

benar, dan pembedahan pada pasien yang benar. Kesalahan sisi operasi

merupakan kejadian sentinel dengan dampak terberat. Kasus ini menggugah

kesadaran pentingnya sistem yang menjamin keselamatan pasien dalam tindakan

pembedahan. Sebuah pemikiran menunjukkan bahwa jika proses identifikasi

dilakukan dengan benar, dan dipindahkan dengan informasi dan pengalihan

tanggung jawab yang lengkap, diperkuat dengan cek dan ricek. Mekanisme ini

dikembangkan menjadi check list keselamatan pembedahan oleh WHO yang

disebut surgical safety check list (Wardhani, 2017). Berbagai jawaban

dikemukakan oleh informan mengenai bagaimana persepsi informan dalam

pelaksanaan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi di instalasi rawat

inap.

Rendahnya pencapaian pelaksanaan tepat lokasi, tepat prosedur, dan

tepat pasien operasi. Terdapat 2 informan yang mengatakan bahwa jarang dilaku-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 92: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

75

kan penandaan pada fisik pasien. Berikut ini ungkapan partisipan penelitian:

“Penandaan lokasi operasi itu gak selamanya kita melakukan itu

misalnya contoh dikasih tandakan itu jarang kita lakukan di

ruangan, tapi tetap kita kog dicek dilihat data-data kita dicek

kembali, lokasi dimana, tepat pasienya. Tapi kalo diruangan

jarang memang di tandai disini. Tapi jarang semua di tandai.”

(Informan IV)

“Tapi jujur ajalah masih banyak itu tidak dilakukan. Gak semua

dokter itu melakukan kegiatan, banyak yang mau secepatnya aja

melakukan tindakan dan tidak di tandainya di atas itu. Masih

banyak lah yang belum disiplin belum melakukan penadaan itu.”

(Informan X)

Terdapat satu informan yang mengatakan bahwa rendahnya pencapaian

pelaksanaan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi diakibatkan

karena masih kurangnya pengawasan dari bagian ruangan dari kepala ruangan,

masih ada beberapa dokter yang enggan untuk melakukan penandaan. Pernyataan

informan diungkapkan sebagai berikut:

“Masih kurangnya pengawasan dari bagian ruangan dari kepala

ruangan, masih ada beberapa dokter yang enggan untuk

melakukan itu.” (Informan I)

Menurut satu informan mengatakan bahwa rendahnya pencapaian

pelaksanaan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi diakibatkan

karena dokumentasi pasien yang akan melakukan operasi tidak terisi semuanya,

ada yang belum terisi, dan Surat Ijin Operasi banyak yang tidak terisi. Pernyataan

informan diungkapkan sebagai berikut:

“Tidak terisi terlalu banyak, jadi dokumentasi kami itu pasti ada

bolong-bolong. tapi sekarang rasaku udah terisi gitu 80%.

Kemarin rendah mungkin karena banyak SIO yang gak terisi.”

(Informan V)

Setiap rumah sakit diwajibkan untuk melakukan akreditasi. Salah satu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 93: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

76

yang menjadi elemen penilaian dalam akreditasi adalah terlaksananya proses tepat-

lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien, yang menjalani tindakan dan prosedur di

dalam kelompok kerja sasaran keselamatan pasien. Maksud dan tujuan

dilakukannya hal ini menurut Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi I

adalah rumah sakit diminta untuk menetapkan prosedur yang seragam antara lain

yaitu dalam hal memberi tanda di tempat operasi, dilakukan verifikasi pra-operasi,

melakukan Time Out sebelum insisi kulit dimulai dan melakukan verifikasi pasca

operasi. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti rendahnya

pencapaian dalam pelaksanaan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien

operasi adalah karena kurangnya pengawasan, dokter enggan dan belum disiplin

melakukan penandaan, dokumen tidak lengkap terisi dan banyak Surat Ijin Operasi

(SIO) yang tidak terisi. Hal inilah yang mengakibatkan rendahnya pencapaian

saasaran ini sehingga perlu ditindak lanjuti untuk meningkatkan pencapaian

sasaran ini dan semakin meningkatkan mutu perawatan kesehatan.

Persiapan verifikasi sebelum operasi. Terdapat 3 informan yang

mengatakan bahwa sebelum operasi persiapan yang perlu diperhatikan adalah

mempersiapkan semua kelengkapan dokumen seperti melakukan identifikasi ulang

pasien, lokasi yang mau operasi, pasien yang tepat, surat persetujuan operasi, foto,

dan injeksi antibiotik. Berikut ini ungkapan partisiapan penelitian:

“Melakukan identifikasi pasien dilihat lokasi yang mau operasi, pasien yang tepat, foto” (Informan 7)

“Operasi apa, harinya tanggalnya, operasinya dibagian mana,

persiapannya apa aja puasa kah ada foto kah, atau ada injeksi

antibiotik.” (Informan VIII)

“Tergantung persiapanya apa yang dibutuhkan oleh dokter,

persiapan operasi, identifikasi ulang.” (Informan IX)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 94: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

77

Terdapat dua informan yang mengatakan bahwa sebelum operasi harus

melakukan informed consent seperti menjelaskan tentang penyakitnya,

penanganan penyakitnya dan risiko yang akan di timbulkan. Saat informed consent

harus ada pasien dan salah satu keluarganya. Berikut ini ungkapan informan

penelitian:

“Ngecek status, periksa pasien, menentukan lokasi, memastikan

lagi lokasi daerah operasi yang mau dilakukan. Ada informed

consent, dijelaskan, ya tentang penyakitnya, penanganan

penyakitnya, tentang risiko operai yang akan dilakukan.”

(Informan II)

“Antar dia ketempat operasi, kita oper juga ke perawat operasi,

diliatlah dimana operasinya, nanti mereka mengulang, kami pun

mengulang, cek namanya, identitasnya pasti, gelang pasiennya.

Disni di cek dan nanti ada juga dicek disana dan nanti di cek

kembali terus di tanda tangan, tunjukan lokasilah tempatnya

dimana. Informed consent harus ada pasien dan salah satu

keluaganya.” (Informan IV)

Menurut dua informan lainnya saat melakukan persiapan sebelum operasi

dilakukan serah terima antar ruangan yaitu antara perawat ruangan dan perawat

kamar operasi. Berikut ini ungkapan partisiapan penelitian:

“Biasa verifikasi dulu, tangal lahir, nomor rekam medik,

dokternya siapa, surat ijn operasinya, anastesinya, persiapan

puasa, cukur, antibiotik, apakah butuh darah. serah terima ke

kamar bedah terus kembali keruangan di check list lagi nanti

semuanya.” (Informan V)

“Benar pasiennya, benar dokternya, benar lokasi operasinya baru

benar dokter nya. serah terima dengan perawat ok, itu di cek lagi

data.” (Informan VI)

“Kan ada formnya, di cek kembali dentitas pasien, keberadaan

pasien kayakmana, dengan segala sesuatu check list-nya itulah

yang ada di form kita. Nah waktu datang pasien serah terima, kita

melakukan disitu sign in nya, time outnya di kamar bedah kalo

udah standby semua sistem, dan pasien kita time outnya.”

(Informan X)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 95: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

78

Tabel 7

Hasil Observasi Pelaksanaan Verifikasi Pra-Operasi

Sasaran IV Lokasi Pembedahan Yang Benar, Prosedur Yang Benar, dan Pembedahan Pada

Pasien Yang Benar

Aspek yang di Observasi Keterangan

Proses verifikasi pra-operasi

Dokter mempelajari rekam medis pasien,

hasil pemeriksan penunjang medik

Sebelum operasi dokter membaca rekam medis

pasien.

Melakukan informed consent

Setelah membaca rekam medis dokter

menginformasikan tentang prosedur, manfaat

dan risiko tindakan operasi kepada pasien dan

keluarga

Berdasarkan Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi I tujuan

dilakukanya proses verifikasi pra-operasi antara lain untuk memastikan ketepatan

tempat, prosedur, dan pasien. Memastikan bahwa semua dokumen yang terkait,

foto, dan hasil pemeriksaan yang relevan, diberi label dengan benar dan tersaji.

Memastikan tersedianya peralatan medis khusus dan atau implan yang dibutuhkan.

Berdasarkan wawancara, observasi, dan telaah dokumen yang dilakukan oleh

peneliti bahwa pelaksanaan verifikasi sebelum operasi sudah dilakukan dengan

benar, perawat dan dokter telah memastikan tempat, prosedur, dan pasien.

Dokumen yang terkait sudah dipatikan dan diisi lengkap dan setiap kebutuhan

khusus seperti darah, juga disedikan. Dokter juga telah melakukan informed

consent kepada pasien dan keluaraga. Perawat ruangan juga melakukan serah

terima kepada perawat ruang operasi saat pasien akan melakukan operasi dimana

identitas, kelengkapan dokumen dicek kembali di ruang sebelum kamar operasi

dan juga dilakukan pengisian form check list keselamatan pasien yaitu bagian Sign

In.

Penandaan lokasi operasi. Terdapat 5 informan yang mengatakan bahwa

penandaan dilakukan pada form dan fisik pasien. Penandaan menggunakan spidol

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 96: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

79

yang permanen dengan bentuk tanda panah. Penandaan dilakukan oleh dokter dan

pasien dan keluarganya dilibatkan dalam penandaan apabila bersama keluarganya.

Berikut ini ungkapan partisipan penelitian:

“Iya ada karena harus juga dituliskan di formnya. Penandaan di

ruangan pake spidol yang permanen, tanda panah. Kadang

dilibatkan kadang ngak, ya tergantung kalo ada pas keluarga

pasienya.” (Informan II)

“Selalu ada penanadaan lokasi operasi, di ruangan sama

dokternya. Di fisik dan di form. bentuk panah, terserah dokternya

sih ada juga yang kasih gini. Pakai spidol.” (Informan V)

“Diberi tanda, pake spidol kadang” pakai plester, selalu

dilakukan dokter mengisi form dan sudah di tanda tangani lalu

menandai ke fisik pasien. Pasti, karena gak mungkin ditandai kalo

pasiennya gak tau karena yang dioperasi pasiennya kan.”

(Informan VI)

“Pernah liat di tandain dokter pake spidol, penandaannya itu di

form aja, cuman di tunjukkan lokasinya. pasien dilibatkan.”

(Informan VII)

“Ada di form dan fisik, kebanyakaan sih panah, ada bentuk

lingkaran, penandaanya pake spidol permanen.” (Informan VIII)

Terdapat dua informan yang mengatakan bahwa penandaan di ruangan

tidak ada ke fisik pasien hanya di form operasi, informan mengatakan penandaan

dilakukan di ruang operasi, dan pasien dilibatkan dalam penandaan. Berikut ini

ungkapan informan penelitian:

“Ada dek di form operasi, Belum di tandain di lokasi operasi klo

di fisiknya ya, cuman menunjukkan kaki sebelah kanan kita

operasi. Pasien ya dilibatkan lah dek.” (Informan IV)

“Tidak ada, Ngak soalnya kan ada juga pasiennya gak terima,

penandan itu juga biasa dilakukan di OK. Dilibatkanlah,

dikasitaulah pasiennya.” (Informan IX)

Terdapat satu informan yang mengatakan bahwa penandaan lokasi operasi

pada fisik pasien dilakukan sebanyak dua kali, yang pertama di ruangan pasien

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 97: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

80

ditandai oleh dokter dan di ruang sebelum kamar operasi ditandai oleh perawat.

Informan mengatakan bahwa kalo menurut SPO yang berada di rumah sakit

penandaan dilakukan satu kali, informan berpendapat dilakukan penandaan

kembali untuk mencegah kesalahan. Penandaan dilakukan menggunakan marker di

ruangan sebelum operasi dan di ruangan menggunakan spidol biasa. Pernyataan

informan diungkapkan sebagai berikut:

“Jadi dua sebenarnya dari ruangan udah di tandai, dengan tanda

panahnya, ya kita tandai lagi mengarah panah yang sama juga ke

daerah yang mau dilakukan operasi. Tapi kalo menurut SPO satu.

Perawatlah, daripada salah mending dilakukan. Seharusnya

pakai marker biar seragam, kan tapi dengan keterbatasan ini ya

diruangan masih pakai spidol biasa.” (Informan X)

Tabel 8

Hasil Observasi Pelaksanaan Penandaan Lokasi Operasi

Sasaran IV Lokasi Pembedahan yang Benar, Prosedur yang Benar, dan Pembedahan pada Pasien

yang Benar

Aspek yang di Observasi Keterangan

Penandaan lokasi operasi

Memberikan tanda yang jelas dan dapat

Dokter melakukan penandaan di form dan

dimengerti untuk identifikasi operasi

Melibatkan pasien pada saat penandaan

lokasi operasi

Bukti pelaksanaan penandaan melibatkan

pasien

tidak melakukan penandaan ke fisik pasien

Dokter menunjukkan area yang akan di operasi

kepada pasien dan pasien menandatangani

form penandaan lokasi operasi

Tersedia dalam bentuk form penandaan lokasi

operasi

Bukti Form Pengecekan Kesiapan Tersedia di rekam medis pasien

Berdasarkan Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1 pemberian

tanda di tempat dilakukan operasi atau prosedur invasiv melibatkan pasien dan

dilakukan dengan tanda yang tepat serta dapat dikenali. Tanda yang dipakai harus

konsisten digunakan di semua tempat di rumah sakit, harus dilakukan oleh

individu yang melakukan prosedur operasi, saat melakukan pasien sadar dan

terjaga jika mungkin, serta harus masih terlihat jelas setelah pasien sadar. Pada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 98: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

81

semua kasus, lokasi tempat operasi harus diberi tanda, termasuk pada sisi lateral,

daerah struktur multipel, jari tangan, jari kaki, lesi, atau tulang belakang.

Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan telaah dokumen yang

dilakukan peneliti pelaksanaan penandaan lokasi operasi belum dilakukan dengan

maksimal. Penandaan lokasi operasi sudah dilakukan di kamar pasien dan di

ruangan sebelum operasi namun masih ada dilakukan di kamar operasi. Penandaan

di form sudah dilakukan namun di fisik atau ditempat sayatan operasi (tindakan

invasiv) belum disiplin untuk melakukan penandaan. Penandaan dilakukan oleh

dokter yang melakukan operasi namun ada juga dilakukan perawat untuk

mencegah kesalahan. Penandaan di ruangan masih ada yang menggunakan spidol

permanen tidak spidol kulit. Tanda yang dipakai tidak konsisten digunakan kadang

bentuk panah dan yang lainya terserah dokternya tetapi yang lebih sering

digunakan adalah tanda panah.

Pasien dilibatkan pada saat penandaan lokasi operasi dengan cara dokter

menunjukkan lokasi operasi dan pasien menandatangani form penandaan lokasi

operasi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Neri dkk. (2018)

menunjukkan bahwa capaian pelaksanaan kepastian tepat lokasi, tepat prosedur,

dan tepat pasien operasi adalah sebesar 80% karena proses penandaan lokasi

operasi tidak selalu dilaksanakan di ruangan rawat inap bedah.

Tema 4. Risiko infeksi akibat perawatan kesehatan. Infeksi

nosokomial (INOS) atau infeksi terkait pelayanan kesehatan. Menghambat

transmisi mikroba dengan prosedur hand hygiene merupakan salah satu strategi

penting. Studi membuktikan hand hygiene dapat menurunkan angka INOS.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 99: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

82

Kejadian INOS menurun seiring dengan meningkatnya kesadaran akan hand

hygiene. Hasil review pustaka juga menyimpulkan bahwa hand hygiene mampu

menurunkan angka INOS (Wardhani, 2017). Berbagai jawaban dikemukakan oleh

informan mengenai bagaimana persepsi informan dalam pelaksanaan cuci tangan

di instalasi rawat inap.

Rendahnya pencapaian pelaksanaan pengurangan risiko infeksi akibat

perawatan kesehatan. Terdapat tujuh infoman yang mengatakan bahwa rendahnya

angka pengurangan risiko infeksi akibat perawatan kesehatan di akibatkkan karena

seharusnya dilakukan sosialisasi atau pelatihan pelaksanaan cuci tangan secara

berkala, kurangnya pengawasasn akibat terkendala di SDM yang masih kurang,

beban kerja, kurang kesadaran, tidak ada sanksi yang serius dan kurangnya

kepatuhan untuk melakukan cuci tangan. Berikut ini ungkapan partisipan

penelitian:

“Untuk pengurangan risiko infeksi cuci tangan, seharusnya harus

disosialisakan dan harus dilakukan secara berkala. Kadang

mereka lupa, karena sibuk, pengawasanya itu terkendala dimana

SDM-nya kurang.” (Informan I)

“Kurang kesadaran dalam melaksanakanya, beban kerja, risiko

apabila tidak melakukan kurang, gak ada sanksi yang serius”

(Informan III,IX)

“Karena satu kan kepatuhan, beban kerja, kurang pelatihan jadi

kesadaran tadi masih kurang.” (Informan V)

Menurut dua informan lainnya mengatakan rendahnya angka pengurangan

risiko infeksi akibat perawatan kesehatan di akibatkan karena tidak melakukan

cuci tangan yang efektif yaitu dengan enam langkah. Berikut ini ungkapan

partisipan penelitian:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 100: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

83

“Kadang mau cepat, kadang mau lupa kan mau cuci tangan itu sesuai dengan five moment itu. Udah, cuman kami kurang patuh

aja perawat itu.” (Informan IV)

“Belum diterapkannya masalah cuci tangan efektif ya kan, namun tapi sudah dihimbau untuk melakukan cuci tangan. Sekarang

sudah dilaksanakan.” (Informan VI)

Berdasarkan Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi I pencegahan

dan pengendalian infeksi merupakan sebuah tantangan di lingkungan fasilitas

kesehatan. Kenaikan angka infeksi terkait pelayanan kesehatan menjadi

keprihatinan bagi pasien dan petugas kesehatan. Secara umum, infeksi terkait

pelayanan kesehatan terjadi di semua unit layanan kesehatan, termasuk infeksi

saluran kencing disebabkan oleh kateter, infeksi pembuluh atau aliran darah terkait

pemasangan infus baik perifer maupun sentral, dan infeksi paru-patu terkait

penggunaan ventilator.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti rendahnya

pencapaian pengurangan risiko infeksi disebabkan oleh sosialisasi yang dilakukan

tidak berkala, lupa, kekurangan SDM, kurang kesadaran, beban kerja, tidak ada

sanksi yang tegas, pelaksanaan cuci tangan tidak sesuai dengan five moment, dan

kurang patuh. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Neri dkk. (2018)

menunjukkan bahwa capaian pelaksanaan pengurangan risiko infeksi terkait

pelayanan kesehatan sebesar 75% karena kurangnya kepatuhan petugas dalam

mencui tangan. Penelitian yang dilakukan Umboh, Doda, dan Kandou (2017)

tentang Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Perawat

Melaksanakan Hand Hygiene dalam Mencegah Infeksi Nosokomial di Ruang

Rawat Inap Rumah Sakit Advent Manado didapatkan bahwa perlu adanya

pemberian sanksi resmi dari manajemen rumah sakit apabila tidak melakukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 101: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

84

kepatuhan hand hygeine sesuai standar yang berlaku agar keselamatan dan

kesehatan kerja dapat terlaksana dengan baik.

Pelaksanaan cuci tangan. Terdapat empat informan yang mengatakan

bahwa pelaksanaan cuci tangan sudah sesuai ketetapan dari WHO dengan

melakukan cuci tangan yang benar. Terdapat satu informan yang mengatakan

bahwa pelaksanaan cuci tangan menggunakan handrub belum sesuai standar

sedangkan dengan hand soap sudah sesuai dengan standar cuci tangan yang bersih.

Pelaksanaan cuci tangan sudah dilakukan pada 5 saat (five moment) yaitu sebelum

dan sesudah kontak dengan pasien, setelah terkena cairan tubuh pasien, sebelum

tindakan aseptik, dan setelah kontak dengan lingkungan di sekitar pasien. Terdapat

dua informan yang mengatakan pernah lupa untuk melakukan cuci tangan apabila

dalam keadaaan mendesak. Berikut ini ungkapan partisipan penelitian:

“Cuci tangan yang benar sesuai WHO. Dilakukan pada saat five

moment. Sebelum dan sesudah kontak dengan pasien, setelah

terkena cairan tubuh pasien, sebelum tindakan aseptik, dan

setelah kontak dengan lingkungan di sekitar pasien.” (Informan

III)

“Sudah sesuai WHO dengan yang enam langkah. Untuk melakukan yang 6 langkah itu, ngak seharusnya, mau cepat-cepat kadang gak semua kita lakukan itu. Ada juga kita memang yang tidak taat juga. Dilakukan pada 5 saat. Kalo lupa ngak, kita wajibnya melakukan cuci tangan, kita udah ditekankan itu.” (Informan IV)

“Pelaksanaan cuci tangan kita sebelum ke pasien, sesudah ke

pasien, sebelum memberikan tindakan antiseptik, sesudah terkena

cairan pasien dan sesudah kontak dengan pasien. Kalo

pelaksanaan cuci tangan pakai hand soap sudah sesuai standar,

tapi kalo handrub itu kadang gak sesuai standar. Pernah lah lupa,

kalo pasien gawat gak terpikir lagilah. Karena kesadaran lagi,

kalo kita sering pelatihan udah menjadi kebiasaan.” (Informan V)

“Apa yang kita dapat itu yang kita kerjakan. Selalu dilakukan

pada saat 5 momen cuci tangan.” (Informan VI)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 102: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

85

“Sudah sesuai WHO, sesudah, sebelum kontak dengan pasien,

setelah kontak dengan pasien, setelah kontak dengan lingkungan

pasien.” (Informan VII)

“Cuci tangan yang benarlah yang sesuai WHO. Five moment.

Pernah lah, kayak tadi lah karena pasien butuh kita saat itu jadi

gak sempat, waktu gitu dan prioritas jarang lah lupa karena

kebiasaan.” (Informan VIII)

Menurut dua informan pelaksanaan cuci tangan dilakukan sudah sesuai

SPO yang beracuan dari WHO dan di lakukan pada saat sebelum dan sesudah

melakukan tindakan kepada pasien. Berikut ini ungkapan partisipan penelitian:

“Caranya sesuai panduan WHO, sebelum periksa pasien, sesudah

periksa pasien, kalo di kamar operasi sebelum masuk kamar

operasi sama sesudah tindakan. Ngak pernah lupa.” (Informan II)

“Pelaksanan cuci tangan sudah sesuai SPO cuci tangan, sebelum

dan sesudah cuci tangan.” (Informan IX)

Tabel 9

Hasil Observasi Pelaksanaan Cuci Tangan

Sasaran V Mengurangi Risiko Infeksi

Aspek yang di Observasi Keterangan

Pelaksanaan cuci tangan

Mencuci tangan sebelum kontak dengan

pasien

Mencuci tangan sebelum tindakan aseptik

Mencuci tangan setelah terkena cairan

Jarang dilakukan

Dilakukan

Dilakukan

tubuh pasien

Mencuci tangan setelah kontak dengan

pasien

Dilakukan

Mencuci tangan setelah kontak dengan Jarang dilakukan

lingkungan di sekitar pasien

Mencuci tangan dengan langkah cuci

tangan WHO

Bukti Pelaksanaan Program Kebersihan

Tangan (Hand Hygiene)

Bukti pelaksanaan evaluasi upaya

menurunkan infeksi

Jarang dilakukan

Tersedia dalam bentuk Check list

Tersedia dalam bentuk laporan setiap bulan

yang dibuat oleh IPCN

Berdasarkan Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi I upaya

terpenting menghilangkan masalah infeksi ini dan infeksi lainya adalah dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 103: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

86

mejaga kebersihan tangan melalui cuci tangan. Pedoman kebersihan tangan (Hand

Hygiene) tersedia dari World Health Organization (WHO). Rumah sakit

mengadopsi pedoman kebersihan tangan dari WHO ini untuk dipublikasikan di

seluruh rumah sakit. Momet of Hand Hygiene adalah sebelum kontak dengan

pasien, sebelum melakukan tindakan aseptik, setelah kontak dengan cairan tubuh

pasien, setelah kontak dengan pasien dan setelah kontak dengan area sekitar

pasien.

Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan telaah dokumen yang

dilakukan peneliti pelaksanaan cuci tangan sudah cukup baik karena pelaksanaan

cuci tangan sudah sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO) yang diacu

dari WHO, namun pelaksanaanya masih ada yang belum sesuai dengan cuci

tangan yang benar yaitu enam langkah juga pada saat mengunakan handrub.

Pelaksanaan cuci tangan masih lebih sering dilakukan pada saat sebelum dan

sesudah kontak dengan pasien dan belum dilaksanakan sesuai five moment.

Perawat juga masih ada yang lupa untuk melakukan cuci tangan karena keadaan

yang mendesak dan kurangnya kesadaran.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Neri dkk. (2018) menunjukkan

bahwa dari hasil observasi, masih ada petugas baik medis maupun paramedis yang

belum melaksanakan cuci tangan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan (5

momen, 6 langkah), termasuk mengedukasi setiap pasien dan keluarga pasien yang

di rawat di ruangan rawat inap bedah dan non bedah. Penelitian yang dilakukan

Keles, Kandou, dan Tilaar (2015) tentang analisis pelaksanaan standar sasaran

keselamatan pasien di Unit Gawat Darurat RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano

Sesuai dengan Akreditasi Rumah Sakit Versi 2012 menunjukkan bahwa dokter

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 104: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

87

dan perawat belum melakukan 5 momen cuci tangan sesuai dengan pedoman 5

momen cuci tangan dan mencuci tangan sesuai dengan langkah-langkah handrub

belum efektif dilakukan.

Edukasi cuci tangan. Pada saat pasien baru masuk ke ruangan rawatan

kepala ruangan melakukan edukasi tentang pelaksanaan cuci tangan kepada pasien

dan keluarganya dan di setiap kamar juga sudah di tempel poster pelaksanaan cuci

tangan. Rumah sakit juga sudah membuat form terintegrasi pasien dan keluarga

sebagai bukti bahwa ada dilakukan edukasi kepada pasien. Perawat yang

melakukan edukasi kepada pasien dan pasien atau keluarga menandatangani form

untuk sebagai bukti telah dilakukan edukasi kepada pasien. Jikalau ada keluarga

atau anak-anak yang berkunjung dan menyentuh pasien di ingatkan dan ditegur

untuk melakukan cuci tangan. Berikut ini ungkapan partisipan penelitian:

“Kalo pasien baru masuk, kita perkenalkan diri disana, kita kasih tau peraturannya seperti ini, susternya ini, dia juga harus tau

siapa susternya, siapa yang bertanggung jawab di ruangan ini. Sebelum masuk dia kita harus edukasi dia pasien dan keluarganya, disini ada form terintegrasi pasien dan keluarga.

Edukasi sebatas kalo mau masuk cuci tangan ya, caranya seperti ini.” (Informan IV)

“Kita ada form nya, ada edukasinya lengkap di tanda tangai

keluarga sama orang yg kita edukasikan. Kita kan udah edukasi

di dinding pun ada kita tetap tempel. Kita arahkan lagi. Kalo

memang kita lihat ya pasti kita tegur apalagi kalo anak-anak kan

udah kita bilangin.” (Informan V)

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 11 Tahun 2017 tentang

Keselamatan Pasien standar pendidikan kepada pasien dan keluarga dalam

pelaksanaan keselamatan pasien adalah berupa kegiatan mendidik pasien dan

keluarganya dalam asuhan pasien. Kriteria standar pendidikan kepada pasien dan

keluarga meliputi memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap, dan jujur.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 105: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

88

Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga. Mengajukan

pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti. Memahami konsekuensi pelayanan.

Mematuhi nasihat dokter dan menghormati tata tertib fasilitas pelayanan

kesehatan. Memperlihatkan sikap saling menghormati dan tenggang rasa.

Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati. Berdasarkan hasil wawancara

yang dilakukan oleh peneliti ada dilakukan edukasi pada saat pasien baru masuk

yang diberikan oleh perawat.

Form teriintegrasi pasien dan keluarga diisi dan di tandatangani oleh

perawat yang memberikan edukasi dan pasien yang menerima edukasi. Edukasi

yang diberikan adalah cara melakukan cuci tangan dan pada saat kapan dilakukan

cuci tangan Jikalau ada keluarga atau pengunjung yang datang dan menyentuh

pasien diingatkan dan ditegur pada saat dilihat oleh perawat.

Tema 5. Pelaksanaan sasaran keselamatan pasien. Sasaran keselamatan

pasien berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 11 Tahun 2017 tentang

Keselamatan Pasien terdiri dari enam uraian sasaran yaitu:

1. Identifikasi pasien dengan benar

2. Meningkatkan komunikasi yang efektif

3. Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai

4. Memastikan lokasi pembedahan, prosedur, dan pembedahan pada pasien yang

benar

5. Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan

6. Pengurangan risiko jatuh

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk melihat pelaksanaan 3 sasaran

yang masih berada di bawah standar dari 6 sasaran yang ada karena 3 sasaran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 106: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

89

lainya telah mencapai standar yang telah ditetapkan oleh Rumah Sakit Methodist

yaitu sebesar 100%. Tiga sasaran yang telah mencapai standar ialah pelaksanaan

identifikasi pasien dengan benar, meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus

diwaspadai dan pengurangan risiko jatuh.

Pernyataan informan tekait pelaksanaan identifikasi pasien dengan benar

adalah para petugas kesehatan melakukan identifikasi sesuai SOP dan penilaian

secara lisan dengan melakukan tanya jawab kepada pasien. Berikut pernyataan

informan:

“Perawat sama orang-orang yang memerlukan seperti lab sudah

melakukan sesuai SOP. Kita kemarin paling melakukukan secara apa

tanya jawab secara lisan ke pasienya itu. Apakah sebelum perawat atau

petugas analis melakukan identifkasi. Itu secara lisan untuk menilai

apakah perawat sudah melakukan tindakan identifikasi pasien. Itu

secara lisan.” (Informan I)

Menurut Permenkes No. 11 Tahun 2017 tentang keselamatan pasien dalam

pelaksanaan identifikasi pasien dengan benar upaya yang dilakukan rumah sakit

antara lain ialah pasien diidentifikasi tidak memakai nomor ruangan atau tempat

dan dengan pemakaian dua identitas. Identifikasi pasien sebelum memberikan

darah,dan obat. Identifikasi sebelum menerima spesimen lain dan darah untuk

pengamatan klinis. Identifikasi sebelum memberikan tindakan dan obat.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti petugas

kesehatan di Rumah Sakit Methodist telah melakukan identifikasi pasien sesuai

dengan SOP yang ada dengan melakukan identifikasi pasien sebelum melakukan

tindakan kepada pasien sesuai dengan Permenkes No. 11 Tahun 2017. Rumah

Sakit Methodist juga melakukan penilaian pelaksanaan identifikasi pasien secara

lisan yaitu dengan melakukakan wawancara kepada pasien untuk memastikan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 107: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

90

memastikan bahwa tindakan yang dilakukan oleh perawat telah sesuai dengan

seharusnya.

Pernyataan informan tekait pelaksanaan keamanan obat-obatan yang harus

diwaspadai adalah para petugas kesehatan melakukan pengecekan secara lisan,

penyusunan secara abjad, cara penulisan yang beda dan membuat penulisan label

di kotak penyimpanan. Berikut pernyataan informan:

“Ya kita liat pengecekanlah secara lisan juga. Kita cuman

melihat aja dan mengkoordinasi. Secara lisan aja untuk obat

LASA apakah sesuai atau tidak. Mereka susun secara abjad. Cara

penulisannya yang beda dan warna. Di kotak penyimpanan ada

pelabelannya itu ada tulisan LASA.” (Informan I)

Menurut Permenkes No. 11 Tahun 2017 tentang keselamatan pasien dalam

pelaksanaan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai upaya yang dilakukan

rumah sakit adalah membuat prosedur atau regulasi ditingkatkan supaya termuat

cara mengidentifikasi, tempat, memberikan label, dan menyimpan obat yang

diwaspadai. Prosedur dan regulasi dilaksanakan. Elektrolit konsentrat jika

diperlukan menurut klinis diperbolehkan diletakkkan di unit pelayanan pasien.

Penyimpanan elektrolit konsentrat di unit pelayanan pasien diberikan label dengan

jelas, dan diletakkan di tempat yang dibatasi.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti petugas

kesehatan di Rumah Sakit Methodist di dalam mengupayakan pelaksanaan

keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai sudah sesuai dengan Permenkes No.

11 Tahun 2017 tentang keselamatan pasien dengan membuat kebijakan tentang

penyimpanan dan pelabelan obat. Obat yang teridentifikasi sebagai obat-obatan

yang diwaspadai dilakukan pengecekan kembali pada saat akan digunakan.

Penyusunan obat di farmasi disusun sesuai abjad untuk mempermudah dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 108: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

91

menghindari insiden seperti salah memberikan obat pada saat memberikan

pelayanan. Obat-obatan yang termasuk kriteria LASA/NORUM mempunyai cara

pelabelan seperti penulisan yang berbeda dan dilakukan pewarnaan pada label

untuk membedakannya dengan obat lainnya serta tempat penyimpanannya ada

tulisan LASA.

Pernyataan informan tekait pelaksanaan pengurangan risiko jatuh adalah pada

saat pendaftaran dilakukan penilaian risiko terhadap setiap pasien, setelah di

ruangan Tim TKRS melakukan penilaian di ruangan dan dilakukan penilaian pada

pasien dan fasilitas yang tersedia di ruangan. Berikut pernyataan informan:

“Pendaftaran mereka cuman menilai mereka risiko jatuh sesuai

dengan kriteria, cuman tempelkan itu aja. Sampai di ruangan di

lapor ke tim TKRS baru dia akan masuk ke ruangan menilai. Kalo

ruangan dia masuk itu hijau, pasien baru masuk. Dia nilai

ruangan ini merah maka ini akan jadi merah. Dia akan cek

kelengkapannya itu, dia akan ngatur. IGD cuman

mengidentifikasi pasien risiko jatuh, cuman menempelkan stiker

di gelang. Sampai di ruangan jadi tugas tim TKRS yang

melakukan peninjauan, penilaian ulang. Tim keselamatan pasien

rumah saki punya tugas setiap 2 kali sehari mengontrol ruangan.

Yang mana ruangan itu yang bersiko ya. Contoh ruangan ini

risikonya merah. Berarti harus melihat pasiennya itu siapa risiko

merah disitu di cek sama dia. Dua hari lagi dicek pasienya, jika

sudah tidak ada dinilai ulang ruangan itu apakah ruangan itu

ruangan merah, kuning atau hijau. Itu ada kriteria-kriterianya.

Kalo itu ruangan kuning siapa yang kuning disitu dicek ulang

nanti disana. Atau pun yang sudah hijau dicek dia itu ada pasien

yang baru masuk punya riwayat risiko jatuh tinggi berarti jadi

merah ruanganya. Gelang cuma risiko jatuh merah (tinggi),

kuning (sedang), hijau (rendah) itu penilaianya. Setelah ruangan

kita lihat pasiennya, setelah pasiennya, kita liat fasilitasnya.”

(Informan I)

Menurut Permenkes No. 11 Tahun 2017 tentang keselamatan pasien dalam

pelaksanaan pengurangan risiko jatuh upaya yang dilakukan adalah tindakan yang

dilaksanakan terdiri dari penerapan prosedur asesmen awal risiko dan dilakukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 109: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

92

asesmen kembali pada pasien apabila muncul perubahan kondisi. Melalukan

prosedur yang ditetapkan bagi pasien yang berisiko. Evaluasi yang dilakukan

terdiri dari telaah obat, riwayat jatuh, mengonsumsi alkohol, alat bantu berjalan

yang dipakai, serta pengamatan kepada gaya jalan dan proporsi pasien.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti Rumah Sakit

Methodist telah membuat suatu kebijakan untuk mencegah terjadinya insiden jatuh

sesuai dengan Permenkes No. 11 Tahun 2017. Pada saat pasien baru masuk

dilakukan penilaian atau identifikasi risiko jatuh sesuai dengan kriteria yang ada

dan dilakukan penempelan stiker ke pasien sesuai risiko yang telah teridentifikasi.

Tim TKPRS yaitu kepala ruangan setiap bangsal melakukan penilaian atau

peninjauan ulang ke ruangan yang akan digunakan pasien baru.

Tim TKPRS melakukan pengontrolan ruangan setiap 2 kali sehari di

ruangan yang memiliki risiko jatuh. Suatu ruangan jika memiliki kategori merah

maka dilakukan pengecekan oleh Tim TKPRS pada pasien yang berisiko. Dua hari

kemudian dicek kembali pasienya, jika pasien sudah pulang dilakukan penilaian

ulang terhadap ruangan tersebut apakah ruangan merah (tinggi), kuning (sedang)

atau hijau (rendah). Jikalau ruangan termasuk kategori hijau dan ada pasien yang

baru masuk punya riwayat risiko jatuh tinggi maka kategori ruangan tersebut

menjadi merah. Setelah dilakukan penilaian pada ruangan dan pasien makan

dilakukan penilaian fasilitas di ruangan teresebut. Jikalau indikator ruangan adalah

merah maka fasilitas di kamar mandi harus memiliki bel dan dicek berfungsi atau

tidak, tempat tidur pasien dekat nurse station, sudah dipasang alat pengikat (re-

strain) ke badan tempat tidur untuk mencegah terjadinya jatuh, tersedia bel di

tempat tidur pasien, memasang pegangan dinding di kamar mandi, dan diberikan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 110: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

93

sandal untuk mencegah pasien jatuh. Bagian pendaftaran atau IGD melakukan

identifikasi pasien risiko jatuh, Tim TKPRS melakukan peninjauan untuk

penilaian ulang ruangan, mengidentifikasi pasien dan fasilitas rumah sakit.

Tindakan ini dilakukan rutin oleh Tim TKPRS di Rumah Sakit Methodist untuk

mencegah terjadinya insiden jatuh.

Tiga sasaran yang belum mencapai standar yang ditetapkan oleh Rumah

Sakit Methodist adalah meningkatkan komunikasi yang efektif, terlaksananya

proses lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada

pasien yang benar, dan mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan.

Berdasarkan Permenkes No. 11 Tahun 2017 komunikasi dianggap efektif bila tepat

waktu, akurat, lengkap, tidak mendua (ambiguous), dan diterima oleh penerima

informasi yang bertujuan mengurangi kesalahan-kesalahan dan meningkatkan

keselamatan pasien.

Pelaksanaan komunikasi yang efektif di Rumah Sakit Methodist belum

dilakukan secara masksimal karena masih ada ditemukan tenaga kesehatan yang

melakukan teknik komunikasi SBAR dan TBK belum sesuai dengan yang telah

ditetapkan, konfirmasi instruksi via telepon masih ada lebih dari 24 jam

seharusnya dilakukan konfirmasi kurang dari 24 jam. Pengejaan kata sudah

dilakukan apabila terdapat kata yang dapat menimbulkan kesalahan seperti nama

obat LASA/NORUM. Serah terima pasien sudah dilakukan pada saat pertukaran

shift dan antar unit pelayanan. Pelaksanaan komunikasi di Rumah Sakit Methodist

sudah memiliki regulasi dan perlu dilakukan pelatihan khusus komunikasi agar

meningkatkan kemampuan petugas kesehatan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 111: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

94

Berdasarkan Survei SNARS Edisi 1 tujuan pelaksanaan proses lokasi pem-

bedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada pasien yang benar

adalah rumah sakit diminta untuk menetapkan prosedur yang seragam antara lain

seperti memberi tanda di tempat operasi dan melakukan verifikasi pra-operasi.

Pelaksanaan sasaran ini di Rumah Sakit Methodist belum dilakukan secara

maksimal karena dokter belum disiplin untuk melakukan penandaan lokasi operasi

pada fisik pasien namun sudah rutin melakukan penandaan pada form pasien

serta proses verifikasi pra-operasi telah dilakukan sesuai yang seharusnya.

Berdasarkan Survei SNARS Edisi 1 upaya terpenting menghilangkan

masalah infeksi adalah dengan menjaga kebersihan tangan melalui cuci tangan.

Pelaksanaan cuci tangan di Rumah Sakit Methodist belum maksimal karena masih

ada petugas kesehatan melakukan cuci tangan belum sesuai five moment dan enam

langkah cuci tangan menurut WHO. Pelaksanaan sasaran keselamatan pasien

sudah dilakukan dengan baik namun pencapaianya belum tercapai maksimal

sehingga perlu ditingkatkan agar pelaksanaanya sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan Rumah Sakit dan Tim Akreditasi.

Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian mengenai Pelaksanaan Keselamatan Pasien di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Methodist Medan adalah kesulitan menemui

beberapa informan untuk memperoleh data yang diperlukan dikarenakan informan

sedang tidak berada di tempat atau memiliki kesibukan melakukan tugasnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 112: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

95

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Ketersediaan jumlah perawat sudah cukup. Berdasarkan penilaian kemampuan

yang dilakukan kemampuan perawat dalam melakukan keselamatan pasien

sudah cukup baik.

2. Ketersediaan sarana prasarana yang mendukung pelaksanaan keselamatan

pasien sudah memadai, hanya masih ada yang belum tersedia seperti tisu di

ruangan pasien kosong, penandaan di ruangan belum menggunakan spidol

khusus untuk kulit, dan handrub belum tersedia di setiap tempat tidur pasien.

3. Rumah Sakit Methodist telah memiliki regulasi yang lengkap terkait

pelaksanaan sasaran keselamatan pasien. Sosialisasi atau pelatihan dan

monitoring serta pelaporan terkait pelaksanaan keselamatan pasien belum

dilakukan secara berkala dan berkesinambungan. Hambatan dalam

pelaksanaan keselamatan pasien antara lain adalah kurang taat, kurang

kesadaran, malas, kurang sosialisasi dan kurang motivasi.

4. Pelaksanaan komunikasi via telepon di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit

Methodist telah berjalan dengan baik namun belum maksimal karena masih

terdapat langkah-langkah metode komunikasi SBAR dan TBK belum sesuai

dengan ketentuan seperti dalam melaporkan Background, Assessment pasien

dan konfirmasi instruksi lebih dari 24 jam. Pelaksanaan komunikasi pada saat

serah terima pasien sudah dilakukan pada saat pergantian shift dan antar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 113: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

96

unit.

5. Pelaksanaan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, dan

pembedahan pada pasien yang benar telah berjalan dengan baik namun belum

masksimal karena masih ada yang melakukan penandaan lokasi operasi di

ruang operasi.

6. Pelaksanaan pengurangan resiko infeksi akibat perawatan kesehatan belum

dilakukan secara maksimal karena masih ada petugas kesehatan yang belum

melaksanaan cuci tangan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan yaitu 6

langkah dan five moment.

7. Pelaksanaan sasaran keselamatan pasien sudah baik namun pencapaiannya

belum tercapai maksimal karena pelaksanaannya masih ada yang belum sesuai

dengan standar yang ditetapkan.

Saran

1. Bagi Rumah Sakit Methodist Medan:

a. Perlu dilakukan pengaturan pendistribusian perawat di masing-masing

rawatan berdasarkan jumlah pasien, dilakukan rotasi dan pembinaan pada

perawat.

b. Melengkapi penyediaan sarana dan prasarana seperti tisu atau pengering

tangan di ruangan pasien, spidol khusus untuk kulit, dan handrub di setiap

tempat tidur pasien.

c. Meningkatkan komitmen pimpinan dan semua petugas untuk

mengembangkan mutu pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan

keselamatan pasien sesuai dengan panduan nasional keselamatan pasien.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 114: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

97

2. Bagi Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit (TKPRS):

a. Melakukan sosialisasi, pembinaan, monitoring dan evaluasi secara

berkala dan berkesinambungan untuk meningkatkan pemahaman,

kemampuan, dan pembelajaran kepada seluruh staf terkait pelaksanaan

keselamatan pasien.

b. Memberikan penghargaan atau sanksi bagi petugas kesehatan terkait

pelaksanaan keselamatan pasien.

3. Bagi praktisi klinis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Methodist Medan:

a. Mematuhi dan melaksanakan semua SPO, panduan dan petunjuk

pelaksanaan yang berkaitan dengan pemenuhan sasaran keselamatan

pasien yang sudah disosialisasikan.

b. Selalu saling mengingatkan untuk melakukan sasaran keselamatan pasien

sesuai dengan prosedur yang ada.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 115: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

98

Daftar Pustaka

Afrizal. (2014). Metode penelitian kualitatif: sebuah upaya mendukung

penggunaan penelitian kualitatif dalam berbagai disiplin ilmu. Jakarta:

Rajawali Pers.

Anggraeni, Z. (2017, Juli). Tata laksana pengelolaan kasus pelanggaran disiplin

kedokteran. Diakses 18 Maret 2019 dari

http://kki.go.id/assets/data/arsip/ZAAlur_Pengaduan,_Medan_1_Agust_20

17._1.pdf

Ayuningtyas, D. (2015). Kebijakan kesehatan: prinsip dan praktik. Jakarta: PT

Rajagrafindo Persada.

Brenan, T. A., Leape, L. L., Laird, N. M., Hebert, L., Localio, A. R., Lawthers, A.

G., Newhouse, J. P., Weiler, P. C., Hialt, H. H. (1991). Incidence of

adverse events and negligence in hospitalized patients: Result of The

Harvard Medical Practice Study I. The New England Journal of Medicine,

324, 370-376. doi: 10.1056/NEJM199102073240604

Cahyono, J. B. S. B. (2008). Membangun budaya keselamatan pasien dalam

praktik kedokteran. Yogyakarta: Kanisus.

Departemen Kesehatan RI. (2006). Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah

Sakit (Patient Safety): Utamakan Keselamatan Pasien. Diakses dari

https://www.google.com/amp/s/dokumen.tips/amp/documents/panduan-

nasional-keselamatan-pasien-rumah-sakit-depkes-ri-2006.html

Departemen Kesehatan RI. (2008). Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah

Sakit (Patient Safety): Utamakan Keselamatan Pasien. Diakses dari

http://www.depkes.go.id/resources/download.pdf

Didimus, S., Indar, H., & Hamzah, A. (2013). Faktor yang berhubungan dengan

kinerja perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Ibnu Sina YBW-UMI

Makasar. E-Journal Hasanuddin University, 1-8. Diakses dari

http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/5747

Frush, K., Chamness, C., Olson, B., Hyde. S., Nordlund, C., Phillips, H., &

Holman, R. (2018). National quality program achieves improvements in

safety culture and reduction in preventable harms in community hospitals.

The Joint Commission Journal on Quality and Patient Safety, 44(7), 389-

400. doi:10.1016/j.jcqc.2018.04.008

Goraph, M., Kundre, R., & Hamel, R. (2018). Hubungan timbang terima

(operan shift) dengan kinerja perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 116: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

99

Bangsal RSU GMIM Pancaran Kasih Manado. Jurnal Keperawatan, 6(1),

1-6. Diakses dari https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/index

Hasibuan, H. M. (2003). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: PT Bumi

Aksara.

Hogan, H., Zipfel, R., Neuburger, J., Hutchings, A., Darzi, A., & Black, N. (2015).

Avoidability of hospital deaths and association with hospital-wide

mortality ratios: retrospective case record review and regression analysis.

BMJ, 351, 1-6. doi:10.1136/bmj.h3239.

Institute of Medicine. (2000). To err is human: Building a safer health system.

Diakses dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK225182/

Keles, A. W., Kandou, G. D., Tilaar, C. R. (2015). Analisis pelaksanaan standar

sasaran keselamatan pasien di Unit Gawat Darurat RSUD Dr. Sam

Ratulangi Tondano sesuai dengan akreditasi rumah sakit versi 2012. Jurnal

Ilmu Kesehatan Masyarakat Unsrat, 5(3), 250-256.

Kementerian Kesehatan RI. (2015). Pedoman Nasional Keselamatan Pasien

Rumah Sakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia: Utamakan

Keselamatan Pasien (Patient Safety). Diakses dari

https://www.academia.edu/37017556/Buku_Panduan_Nasional_Keselamat

an_Pasien_RS_Rev18okt

Kim, Mi Ran. (2011). Concept analysis of patient safety. J Korean Acad Nurs,

41(1), 1-8. doi: 10.4040/jkan.2011.41.1.1

Komisi Akreditasi Rumah Sakit. (t.t). Daftar Akreditasi Rumah Sakit. Diakses 15

Juni 2019, dari

http://akreditasi.kars.or.id/accreditation/report/report_accredited.php

Komisi Akreditasi Rumah Sakit. (2017). Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit

(Edisi 1). Diakses dari

http://www.pdpersi.co.id/kanalpersi/manajemen_mutu/data/snars_edisi1.p

df

Komisi Akreditasi Rumah Sakit. (2018). Instrumen Survei Standar Nasional

Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1 Tahun 2018. Diakses dari

http://www.pdpersi.co.id/kanalpersi/manajemen_mutu/data/snars_edisi1.p

df

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit. (2011). Laporan Insiden Keselamatan pasien Tahun 2011. Diakses dari https://www.google.com/.info/slide

2493781/Laporan-insiden-keselamatan-pasien

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 117: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

100

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit. (2015). Pedoman Pelaporan Insiden

Keselamatan Pasien (IKP) (Patient Safety Incident Report). Diakses dari

http://www.pdpersi.co.id/kanalpersi/website_ikprs/content/pedoman_pelap

oran.pdf

Kusumawardani, N., Soerachman, R., Laksono, A.D., Indrawati, L., Sari, P.H., &

Paramita, A. 2015. Penelitian kualitatif di bidang kesehatan. Jakarta:

Kanisius.

Leape, L. L., Brenan, T. A., Laird, N., & Lawthers. A. G. (1991). The nature of

adverse events in hospitalized patients: results of the Harvard Medical

Practice Study II. The New England Journal of Medicine, 324(6), 377-384.

https://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJM199102073240605?articleTo

ols=true

Makary, Martin & Daniel, Michael. (2016). Medical eror-the third leading cause of

death in The US. BMJ, 353, 1-5. doi: https://doi.org/10.1136/bmj.i2139

Manullang, M. (2004). Dasar-dasar manajemen. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Mousavi, S. M. H., Zeraati. H., Jabbarvand. M., Mokhtareh. H., Asadollahi. A., &

Dargahi. H. (2016). Asesment of patient safety for quality improvement

based on joint commission international accreditation standards in Farabi

Eye Hospital of Tehran University of Medical Sciences. Patient Safety &

Quality Improvement Journal, 4(2), 351-358. Diakses dari

http://psj.mums.ac.ir

Moeheriono. (2009). Pengukuran kinerja berbasis kompetensi. Surabaya: Ghalia

Indonesia.

Neri, R. A., Lestari, Y., & Yetti, H. (2018). Analisis pelaksanaan sasaran

keselamatan pasien di Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Padang

Pariaman. Jurnal Kesehatan Andalas, 7, 48-45.

doi: https://doi.org/10.25077/jka.v7.i0.p48-55.2018

National Patient Safety Foundation. (2015). Free from Harm: Accelerating Patient

Safety Improvement Fifteen Years After to Err is Human. Diakses dari

http://www.ihi.org/resources/Pages/Publications/Free-from-Harm

Accelerating-Patient-Safety-Improvement.aspx

Nazri, F., Juhariah, S., dan Arif, M. (2015). Implemetasi komunikasi efektif

perawat-dokter dengan telepon di Ruang ICU Rumah Sakit Wava Husada. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 28(2), 174-177. Diakses dari

http://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/about/contact

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 118: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

101

Octaria, R. D., Dewi, A., dan Yuliadi, I. (2014). Analisis kesiapan rumah sakit

yang telah terakreditasi 12 pelayanan terhadap pemenuhan standar

akreditasi versi 2012 (Disertasi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta).

Diakses dari thesis.umy.ac.id/datapublik/t34116.docx

Pasaribu, R. I. A. (2018). Pelaksanaan program keselamatan pasien (patient

safety) di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun

2018 (Skripsi yang tidak dipublikasikan). Fakultas Kesehatan Masyarakat

USU, Medan.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang

Keselamatan Pasien.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2018 tentang

Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 tentang

Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit.

Peraturan Pemerintah. (2014). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36

Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.

Peraturan Pemerintah. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44

Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

Priyoto &Widyastuti. Tri. (2014). Kebutuhan dasar keselamatan pasien (Edisi ke-

1). Yogyakarta: Graha Ilmu.

Robb, G., Loe. E., Maharaj. A., Hamblin. R., & Seddon. M. E. (2017). Medication

related patient harm in New Zealand Hospitals. PubMed, 130(1460), 21-32.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28796769

Rumah Sakit Umum Methodist. (2018). Laporan Pelaksanaan Program PPI

Rumah Sakit Umum Methodist Medan Triwulan I Peroide Januari s/d

Maret 2019. Medan.

Rumah Sakit Umum Methodist. (2018). Laporan Triwulan dan Validasi Data

PMKP Rumah Sakit Umum Methodist Medan (Oktober-Desember 2018).

Medan.

Sabarguna, H. B. S. (2009). Buku pegangan mahasiswa manajemen rumah sakit

pasien (Edisi ke-2). Jakarta: Sagung Seto.

Saryono, & Anggraeni, M. D. (2017). Metodologi penelitian kualitatif dan

kuantitatif dalam bidang kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 119: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

102

Setyani, D. M., Zuhrotunida, dan Syahridal. (2016). Implementasi sasaran

keselamatan pasien di Ruang Rawat Inap RSU Kabupaten Tangerang.

Jurnal Kesehatan Fikes Tangerang, 2(2), 59-67.

Simamora, R. H. (2018). Keselamatan pasien melalui timbang terima pasien

berbasis komunikasi efektif: SBAR. Medan: USU Press.

Sugiyono. (2013). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Thomas, E. J., Studdert, D., Helen, B., Orav, E., Zeena, T., Williams, E., Howard,

K., Weiler, P., & Brennan, T. (2000). Incidence and types of adverse events

and negligent care in Utah and Colorado. Journal of the Medical Care

Section of the American Public Health Association, 38(3), 261-71.

https://insights.ovid.com/pubmed?pmid=10718351

Umboh, F.J., Doda, D.V., & Kandou, G.D. (2017). Analisis faktor-faktor yang

berhubungan dengan kepatuhan perawat melaksanakan hand hygiene dalam

mencegah infeksi nosokomial di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Advent

Manado. Ejournal health, 5(2), 1-20. Diakses dari

https://ejournalhealth.com/index.php/paradigma/article/view/641

Utarini, A. (2011, Juli). Mutu Pelayanan Kesehatan di Indonesia: Sistem Regulasi

yang Responsif. Diakses 15 Juni 2019 dari

https://www.kebijakankesehatanindonesia.net/v13/images/Mutu_pelayanan

_kesehatan_di_Indonesiapidato_pengukuhan_Adi_Utarini_versi_pdf_final.

pdf

Wardhani, V. (2017). Buku ajar keselamatan pasien. Malang: UB Press.

Wilson, R.M., Runciman, W. B., Gibberd, R. W., Harrison, B. T., Newby, L., &

Hamilton, J. D. (1995). The qualiy in Australian Health Care Study. The

Medical Journal of Australia, 163(9), 458-459. Diakses dari

https://onlinelibrary.wiley.com/doi/epdf/10.5694/j.13265377.1995.tb12469

1.x

World Health Organization. (2016). Patient safety assessment manual:second

edition. Diakses dari

http://applications.emro.who.int/dsaf/EMROPUB_2016_EN_18948.pdf?ua

=1

World Health Organization. (2018, Maret). 10 Facts on Patient Safety. Diakses 20

April 2019 dari https://www.who.in t/features/factfiles/patient_safety/en/

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 120: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

103

Lampiran 1. Pedoman Wawancara

PEDOMAN WAWANCARA

PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT

INAP RUMAH SAKIT METHODIST TAHUN 2019

A. Identitas Informan

1. Nama :

2. Jenis Kelamin :

3. Pendidikan Terakhir :

4. Tanggal Wawancara :

B. Pertanyaan

Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan keselamatan pasien

1. Bagaimana kualitas dan ketersediaan jumlah sumber daya manusia dalam

pelaksanaan keselamatan pasien?

2. Bagaimana ketersediaan fasilitas, sarana dan prasarana yang mendukung

pelaksanaan komunikasi efektif, ketepatan lokasi, prosedur dan pasien

operasi, dan pengurangan resiko infeksi?

3. Apakah ada regulasi yang mengatur tentang pelaksanaan komunikasi

efektif, ketepatan lokasi, prosedur dan pasien operasi, dan pengurangan

resiko infeksi?

4. Apakah ada dilakukan monitoring dan evaluasi terkait pelaksanaan

keselamatan pasien?

5. Apakah ada hambatan yang pernah dialami dalam pelaksanaan keselama-

tan pasien?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 121: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

104

Meningkatkan komunikasi yang efektif

6. Bagaimana pendapat anda terhadap rendahnya pencapaian komunikasi?

7. Bagaimana cara komunikasi yang digunakan via telepon?

8. Bagaimana komunikasi yang dilakukan pada saat serah terima pasien?

Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, dan

pembedahan pada pasien yang benar

9. Bagaimana pendapat anda terhadap rendahnya pencapaian pelaksanaan

tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi?

10. Apakah yang dilakukan saat verifikasi sebelum operasi?

11. Apakah ada dilakukan penandaan lokasi operasi?

Pengurangan resiko infeksi akibat perawatan kesehatan

12. Bagaimana pendapat anda terhadap rendahnya pencapaian pelaksanaan

pengurangan resiko infeksi?

13. Bagaimana pelaksanaan cuci tangan dan dilakukan pada saat kapan?

14. Apakah ada diberikan edukasi cuci tangan kepada pasien terutama

keluarga?

Pencapaian

15. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pelaksanaan

identifikasi pasien dengan benar?

16. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pelaksanaan

keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai?

17. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pelaksanaan

pengurangan resiko jatuh?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 122: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

105

Lampiran 2. Pedoman Observasi

PEDOMAN OBSERVASI

PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT

INAP RUMAH SAKIT METHODIST TAHUN 2019

I. Observasi Sarana Prasarana Keselamatan Pasien

Sarana/ prasarana Ketersediaan Keterangan

Bel pemanggil

perawat/Nurse Call

Telepon

Stempel TBK

Formulir Check list

Keselamatan Operasi

Poster program Cuci

Tangan

Wastafel

Air

Hand Soap

Handrub

Pengering tangan

Bak sampah

II. Observasi Dokumen Keselamatan Pasien

Dokumen Kebijakan/Regulasi

Keselamatan Pasien

Keterangan

Sasaran II Komunikasi Yang Efektif

1. Surat Keputusan tentang Kebijakan

Komunikasi Efektif di Rumah Sakit

Methodist Medan

2. Standar Prosedur Operasional

(SPO) Komunikasi Efektif antar

Profesional Pemberi Asuhan

3. Panduan Pelaporan Nilai Kritis di

Rumah Sakit Methodist Medan

4. Surat Kebijakan Laboratorium

tentang Pelaporan Nilai Kritis di

Rumah Sakit Methodist Medan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 123: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

106

5. Standar Prosedur Operasional

(SPO) Pelaporan Hasil Pemeriksaan

Kritis

6. Standar Prosedur Operasional (SPO)

Pelaporan Hasil Nilai Kritis

Radiologi

7. Standar Prosedur Operasional (SPO)

Pelaporan Nilai Kritis Laboratorium

8. Panduan Rujukan Pasien di Rumah

Sakit Methodist Medan

9. Bukti Pelaksanaan tentang

Penyampaian Pesan Verbal atau

Lewat Telepon

10. Bukti Pelaksanaan Serah Terima

Sasaran IV Lokasi Pembedahan yang

Benar, Prosedur yang Benar, dan

Pembedahan pada Pasien yang Benar

1. Surat Kebijakan Panduan Tepat

Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat

Pasien Operasi di Rumah Sakit

Umum Methodist Medan

2. Panduan Tepat Lokasi, Tepat

Prosedur, Tepat Pasien Operasi di

Rumah Sakit Umum Methodist

Medan

3. Standar Prosedur Operasional (SPO)

Pengisian Surgical Safety Check List

4. Bukti Penandaan Lokasi Operasi

5. Bukti Pelaksanaan Penandaan

Melibatkan Pasien

6. Bukti Form untuk Mencatat

Pengecekan Kesiapan

Sasaran V Mengurangi Resiko Infeksi

Akibat Perawatan Kesehatan

1. Surat Kebijakan Pelaksanaan Cuci

Tangan di Rumah Sakit Methodist

Medan

2. Panduan Pelaksanaan Cuci Tangan

di Rumah Sakit Methodist Medan

3. Standar Prosedur Operasional (SPO)

Cuci Tangan

4. Bukti Pelaksanaan Program

Kebersihan Tangan (Hand Hygiene)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 124: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

107

5. Bukti Pelaksanaan Evaluasi Upaya

Menurunkan Infeksi

III. Observasi Pelaksanaan Keselamatan Pasien

Aspek yang di observasi Keterangan

Sasaran II komunikasi efektif Perawat

1. Timbang terima pasien di di nurse

station

2. Timbang terima pasien di bed pasien

3. Kembali lagi ke nurse station

Sasaran IV Lokasi Pembedahan yang

Benar, Prosedur yang Benar, dan

Pembedahan Pada Pasien yang Benar

1. Dokter mempelajari rekam medis

pasien, hasil pemeriksan penunjang

medik

2. Melakukan informed consent

3. Mengimformasikan tentang

prosedur, manfaat dan resiko

tindakan operasi

4. Memberikan tanda yang jelas dan

dapat dimengerti untuk identifikasi

operasi

5. Melibatkan pasien pada saat

penandaan lokasi operasi

Sasaran V Mengurangi Resiko Infeksi

1. Mencuci tangan sebelum kontak

dengan pasien

2. Mencuci tangan sebelum tindakan

aseptik

3. Mencuci tangan setelah terkena

cairan tubuh pasien

4. Mencuci tangan setelah kontak

dengan pasien

5. Mencuci tangan setelah kontak

dengan lingkungan di sekitar pasien

6. Mencuci tangan dengan langkah cuci

tangan WHO

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 125: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

108

Lampiran 3. Dokumentasi Sarana Prasarana Keselamatan Pasien

Bel Pemanggil Perawat/Nurse Call

Telepon

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 126: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

109

Stempel TBK

Poster Lima Momen Cuci Tangan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 127: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

110

Check List Keselamatan Pasien

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 128: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

111

Poster Cara Melakukan Cuci Tangan yang Benar

Poster Program Kerbersihan Tangan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 129: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

112

Wastafel, Hand Soap, dan Pengering Tangan di Ruangan Nurse Station

Wastafel, dan Hand Soap di Ruangan Pasien

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 130: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

113

Handrub

Tempat sampah di dalam Ruangan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 131: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

114

Tempat sampah di luar ruangan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 132: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

115

Lampiran 4. Dokumentasi Bukti Pelaksanaan Keselamatan Pasien

Form Penandaan Lokasi Operasi

Check list Keselamatan Pasien Operasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 133: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

116

Penandaan lokasi operasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 134: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

117

Lampiran 5. Dokumentasi Wawancara dengan Informan

Wawancara dengan ketua Tim PMKP

Wawancara dengan dokter bedah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 135: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

118

Wawancara dengan IPCN

Wawancara dengan Kepala Ruangan Rawat Inap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 136: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

119

Wawancara dengan Perawat Ruangan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 137: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

120

Lampiran 6. Matriks Wawancara

PERNYATAAN SIGNIFIKAN KODING KATEGORI SUB TEMA TEMA

Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan keselamatan

pasien

1. Bagaimana kualitas dan ketersediaan jumlah sumber

daya manusia dalam pelaksanaan keselamatan

pasien?

Responden 1

ketersediaan untuk SDM belum cukup. Kita masih kurang

dengan kondisi bed 124 bed, perawat kita cuman 50 masih.

Ada yang sudah melakukan pelatihan. Kalau mengenai

kualitas lihat dari hasil kerjaan cukup baik.

a. SDM belum

cukup

b. Kualitas cukup

baik

Ketersediaan

dan

kemampuan

SDM

Kualitas dan

ketersediaan Sumber

daya manusia dalam

pelaksanaan

keselamatan pasien

Faktor yang

mempengaruhi

pelaksanaan keselamatan

pasien

Responden 4

SDM sudah cukup, kemampuan sudah baik. Karena rata-rata

7, 6 tahun jadi ya pasti udah bisa.

a. SDM cukup

b. Kemampuan baik

Responden 5

SDM sudah mencukupi, itu apalagi udh ini, semenjak

akreditasi udh bagus. Kemampuan udah bisalah ya tapi kita

masih kurang pelatihan.

a. SDM mencukupi

b. Kemampuan

sudah bisa

c. Kurang pelatihan

Responden 6

Kalo dari segi jumlah tenaga sih kita masih kurang. Kualitas

sudah pada baik

a. Tenaga kurang

b. Kualitas baik

Responden 9

Kalo jumlah perawat kurang karena susah mendapatkan STR

a. Perawat kurang

sekarang. Kemampuan sudah baik. b. Kemampuan baik

2. Bagaimana ketersediaan sarana dan prasarana yang

mendukung pelaksanaan komunikasi efektif,

ketepatan lokasi, prosedur dan pasien operasi, dan

pengurangan resiko infeksi?

Responden 1

Ketersediaan fasilitas prasana sudah terpenuhi.

a. Fasilitas

terpenuhi

Ketersediaan

sarana dan

Ketersediaan alat-alat

yang digunakan

Faktor yang

mempengaruhi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 138: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

121

Responden 2

Wastafel, air mengalir, tisu bersih, sabunya itu sih, spidol.

a. W,A,T,Sa,Sp

Responden 3

sarana prasarana sudah cukup, kendala kalo kosong malas

ambil ke logistik, tisu kosong di kamar pasien karena masih

ada kendala di dana

a. Sarana prasarana

sudah cukup

b. Tisu kosong

Responden 4

Ada, sekarang kami baru akreditasi jadi lengkap semuanya

a. Lengkap

Responden 5

Sudah tersedia semuanya handrub, hand soap, stempel,

telepon

a. Sudah tersedia

b. Hd,Hs,St, T

Responden 6

Kalo dibilang 100% belum, tapi sudah baik

a. Sudah baik

Responden 7

Fasilitasnya sudah memadai, masih gedung baru

a. Fasilitasnya

sudah memadai

Responden 8

Telepon, buku, check list keselamatan pasien, handrub, hand

soap, tisu

a. T,B,Hd,Hs, T

Responden 9

Fasilitas lengkap

a. Fasilitas lengkap

3. Apakah ada regulasi yang mengatur tentang

pelaksanaan komunikasi efektif, ketepatan lokasi,

prosedur dan pasien operasi, dan pengurangan resiko

infeksi?

Responden 1

Pelaksanaan di PMKP seperti yang di laporkan Januari tahun

2019 untuk regulasi, sop-nya, sudah dijalankan. Sudah

disosialisasikan, sosialisasinya general, setiap unit terkait. Ada

pelatihan setiap minggu ke dua, ke semua pegawai. Pelatihan

ada SBAR, penandaaan lokasi, pengurangan resiko infeksi.

a. Ada dan sudah

dijalanka

b. Sosialisasi

general

c. Ada pelatihan

Regulasi dan

pelatihan atau

sosialisasi

Regulasi dan

pelatihan atau

sosialisasi yang

mengatur

pelaksanaan

keselamatan pasien

Faktor yang

mempengaruhi

pelaksanaan keselamatan

pasien

Responden 2

Ada, dilaksanakan. Ada disosialisasikan secara umum,

setahun paling 2-3 kali. Kalo perawat lebih sering lagi.

a. Ada,

dilaksanakan

b. Sosialisasi secara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 139: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

122

umum

Responden 3

Ada lengkap semua, pedoman, sponya pelaksanaan cuci

tangan, sudah dilaksanakan. Pelatihan tentang cara melakukan

cuci tangan yang benar, pakai handrub ada dilakukan secara

internal, umum, juga ada di tempel.

a. Lengkap,

dilaksanakan

b. Pelatihan

internal, dan di

tempel

Responden 4

SPO itu pedoman. Ada, udah disosialisasikan, pasien jatuh

kan. Ada, kami pernah secara umum.

a. Ada

b. Sosialisasi secara

umum

Responden 5

Ada regulasinya, sudah disosialisasikan, ada SPO melapor

nilai kritis, cara melapor oper shift operan. Apa lagi ya, kalo

melapor keluhan-keluhan pasien itu semuanya ada sih SBAR

dan SPO-nya. Pernah tapi gak berkesinambungan. Secara

umum, topiknya komunikasi tepat lokasi, rendahnya cuci

tangan ada

a. Ada

b. Sudah

disosialisasikan

c. Pelatihan secara

umum

Responden 6

Ada, sudah disosialisasikan, di aula untuk melakukan cuci

tangan secara global.

a. Ada

b. Sosialisasi global

Responden 7

Regulasinya ada, sudah dilaksanakan. Sosialisasi ada secara

umum

a. Ada,

dilaksanakan

b. Sosialisasi secara

umum

Responden 8

Ada sudah dilaksanakan, Aku karena kebetulan di bagian

hand hygiene itulah SPO hand hygiene. Ada sudah

disosialisasikan secara umum.

a. Ada,

dilaksanakan

b. Pelatihan secara

umum

Responden 9

Ada regulasi, sudah disosialisasikan, sosialisasi kurang, masih

sebagian. Ada pelatihan, secara umum

a. Ada

b. Sosialisasi kurang

c. Pelatihan secara

umum

4. Apakah ada dilakukan monitoring dan evaluasi

terkait pelaksanaan keselamatan pasien?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 140: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

123

Responden 1

Ada cuman SDM yang mau lakukan monitoring gak ada.

Monitoring dan evaluasinya untuk 2019 cuman sekali, bulan

Maret belum karena kekurangan SDM yang menjalankan saya

sendiri semua. Laporannya sudah ada, tiap bulan. Pelaporan

teraakhir ke direktur itu Januari selama ini kita belum pernah.

a. Ada, hanya sekali

b. Kekurangan

SDM

c. Laporan belum

berjalan

maksimal

Monitoring

dan pelaporan

Monitoring dan

pelaporan dalam

pelaksanaan

Faktor yang

mempengaruhi

pelaksanaan keselamatan

pasien

Responden 3

Ada dalam bentuk check list, Auditnya sekali 3 hari.

Pembuatan laporan dilakukan setiap bulan

a. Ada, dalam

bentuk check list

b. Audit dlkkn

setiap 3 hari

c. Pembuatan

laporan setiap

bulan

Responden 4

Ada dilakukan monitoring, ada laporan itu kalo ada kejadian-

kejadian jatuh, infeksi. Kalo ada kejadian kami catat itu,

formulir surveilans Hais.

a. Dilakukan

monitoring

b. Laporan insiden

dan infeksi

Responden 5

Ada sih monitoringya tapi belum berkesinambungan. Kalau

cuci tangan check list, ada juga yang buat laporan juga, ada

yang lihat langsung di status ada gak benar-benar dilakukan

metode SBAR, TBK itu diverifikasi ngak. Ada pelaporannya

tapi gak berkesinambungan, Karena banyak yang harus kita

lakukan

a. Monitoring

belum

berkesinambunga

n

b. Pelaporan tidak

berkesinambunga

n

Responden 6

Ada, ya kalo cuci tangan ya bener gak sesuai prosedur

dilakukan. Kalau komunikasi efektif saat berkomunikasi

kepada orang, kepada pasien. Gak ada laporan.

a. Ada monitoring

b. Tidak ada laoran

Responden 7

Mereka melihat, mengamati bagaimana kami

a. Ada monitoring

b. Ada pelaporan

melaksanakannya, dan kalo bukti ya lewat tanda tangan tadi

dari pasien kalo melakukan cuci tangan. Dari karu mengamati.

Ada pelaporan kalau terjadi infeksi.

Infeksi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 141: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

124

Ada, evaluasinya, ada dibuat laporan gitu gak ada, tapi adalah

kurva SBAR. Ada laporan infeksi nanti dilapor ke IPCN.

a. Ada evaluasi

b. Laporan tidak ada

Responden 9

Ada, diamati kabid, karu. Dari PMKP, samaku gak ada tapi

gak tau sama yang lain

a. Ada monitoring

5. Apakah ada hambatan yang pernah dialami dalam

pelaksanaan keselamatan pasien?

Responden 2

Ngak ada

a. Tidak ada Hambatan Hambatan dalam

pelaksanan

keselamatan pasien

Faktor yang

mempengaruhi

pelaksanaan keselamatan

pasien

Responden 4

Malas, kurang taat, kadang udah taunya semua peraturan tapi

ya kadang malas. Kurang ini aja memang kurang taat aja sama

peraturan.

a. Malas, tidak taat.

Responden 5

Hambatan komunikasi kurasa ngak adalah ya paling untuk

meningkatkannya tadi harus ada pelatihan yang

berkesinambungan sih

a. Hambatan tidak

ada

b. Pelatihan yang

berkesinambunga

n

Responden 6

Hambatan tidak ada.

a. Tidak ada

Responden 7

Kurang menyadari ajalah ya, itu ajjalah, kurang sosialisasi

jugalah memang karena itu kan secara umum. Kurang jugalah,

jadi kurang motivasilah karena ini.

a. Kurang

kesadaran,

sosialisasi, dan

motivasi

Responden 8

Sejauh ini ngak ada lagi, sekarang udah terbiasalah

a. Tidak ada

Meningkatkan komunikasi yang efektif

6. Bagaimana pendapat anda terhadap rendahnya

pencapaian komunikasi efektif?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 142: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

125

Responden 1

Masih belum terbiasanya perawat disini untuk mengikuti SOP,

sosialisasi yang kita berikan itu tidak tepat sasaran kan harus

semua, penyampaian sosialisai itu kurang komunikatif,

perawat-perawat yang lama-lama, dalam hal penanggapan

untuk hal ini agak berbeda, jadi agak susah di ubah terkait dlm

hal ini

a. Sosialisasi kurang

komunikatif

b. Sulit mengubah

kebiasaan

Rendahnya

pelaksanaan

komunikasi

efektif

Faktor yang

mempengaruhi

rendahnya

pelaksanaan

komunikasi

Melakukan komunikasi

yang efektif

Responden 4

Kita kan belum terbiasa, kadang-kadang hanya dok ini, ini.

Kalau menurut komunikasi efektif kan kita harus

memperkenalkan diri, mengucapkan salam, melakukan ini,

tapi kadang disitunya, kurang ini ya langsung ke fokus kadang

ke sasarannya gak langsung dari ini ke ini.

a. Belum terbiasa

Responden 5

jumlah pasien sama jumlah perawat itu gak sama, beban kerja,

gak pernah pelatihan secara khusus tentang itu komunikasi

efektif

a. Beban kerja

b. Tidak ada

dilakukan

pelatihan khusus

Responden 7

Dokter juga mau cepat-cepat semuanya, terlalu lama gitu jadi

langsung ke masalah pasien.

a. Tidak sesuai

standar

7. Bagaimana cara komunikasi yang digunakan via

telepon?

Responden 1

kita jalankan sistem SBAR, jadi artinya mereka di status nya

sudah ada dan dilaporkan dan setiap hari ada pelaporan

SBAR-nya. Sudah sesuai dengan akreditasi SNARS, untuk S,

B, A, R, SBAR ditulis seperti itu, dan untuk TBK artinya apa

sudah mereka tulis, mereka laksanakan di lapangan itulah

TBK

a. Metode SBAR

b. Ditulis S,B,A,R

dan dilakukan

TBK

Metode SBAR

dan TBK

Komunikasi via

telepon

Melakukan komunikasi

yang efektif

Responden 2

dilaporkan kondisi si pasien, keluhannya kondisi klinisnya itu

aja. Saya kasih terapilah, Sebelum tutup telepon dia ngulang

instruksi saya. Ada tanda tangan TBK.

a. Melaporkan

kondisi, keluhan

b. Diberi terapi,

baca kembali.

c. Tandangan TBK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 143: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

126

Responden 4

Ditulis lengkap, dibaca ulang dan dikonfirmasi lagi kepada

penerima, di eja kalau ada yang sulit. Kami telepon dan bilang

ini, setelah kita tulis, baca, konfirmasi, kita stempel, nanti kalo

dokternya datang nanti dikonfirmasinya lagi ini. Sudah

dilaksanakan kurang dari 24 jam ini dek dikonfirmasi. Ini cara

melapornya juga sudah dilaksanakan sesuai SBAR dan TBK.

a. Ditulis, dibaca

ulang,

konfirmasi, eja,

stempel

b. Sesuai SBAR dan

TBK

Responden 5

ada kayak keluhan, atau nilai kritis kan kita via telepon.

ucapkan salam, kita tetap terapkan SBAR itu, kita nanti feed

back lagi, baca kembali, iya katanya, baru kita stempelkan,

besoknya baru kita teken. Teken sama dokter kita

verifikasinya kurang dari 24 jam. Kita gak ada catat namanya

S, B, A, R, gak ada lagi, kita cuman catat keluhannya karena

sudah bisa.

a. Ucapkan salam,

SBAR, feed back,

baca kembali, dan

stempel.

Responden 6

Pakai metode SBAR, dijelaskan satu-satu S, B, A, R-nya, itu

ada kita tulis di CPPT, nanti kan dokter liat pas visit

a. Metode S,B,A,R

Responden 7

Dok pasien ini, kamar ini langsung gini, terus dikasih

diagnosanya, langsung kepasien terus kita ulangi yang tidak

dimengerti saja yang di eja. di eja alphabet kan.

a. Kasih tau

diagnosa, baca

kembali dan eja

alphabet

Responden 8

Komunikasi lewat telepon secara SBAR. Diceritakan apa

keluhanya, terus obat yang dikasih, terapi terdahulu, kasih tau

identitasnya. catatan kita stempel, terus tulislah tanggalkan

hari ini nnti verifikasi dari dokternya kurang dari 24 jam

a. Komunikasi

SBAR, kasih tau

keluhan, terapi,

identiras dan

stempel

Responden 9

Ditulis, udah diapakan, dibaca ulang lagi ke dokternya dan

dikonfirmasi, stempel TBK, kadang lebih kadang kurang dari

24 jam

a. Ditulis, baca

ulang,

konfirmasi.

b. TBK bisa lebih

atau kurang 24

jam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 144: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

127

8. Bagaimana komunikasi yang dilakukan pada saat

serah terima pasien?

Responden 4

Disini dulu kita sebelum keruangan pasien, kita baca dulu

buku komunikasinya baru mereka lihat siapa yang

bertanggung jawab ke pasien satu-satu. Setelah itu kita tetap

ke ruangan memperkenalkan diri, bahwasanya sudah

pergantian shift antara dinas pagi dan sore bahwa

a. Di ruangan, baca

buku, lihat siapa

yang

bertanggungg

jawab, dan

keruangan

memperkenalkan

diri

Diskusi, baca

buku

komunikasi,

Metode

SBAR, operan

antar perawat

penanggung

jawab di

ruangan

pasien

Komunikasi yang

dilakukan pada saat

serah terima pasien

Melakukan komunikasi

yang efektif

Responden 5

Klo disni kan kita diskusi, baca CPPT, baru ke ruangan.

Metode sbar, Kita kasih tau namanya, diagnosanya,

keluhannya, nanti mau kita oper sama dia, nnti foto ya, foto

thorak ya nnti. pasien ku si a pasien dia si a juga di sore nanti

jadi aku operkan juga sama dia, baru kayak kepala ruangan

oper sama penanggung jawab sore

a. Diskusi, baca

buku CPTT, ke

ruangan

b. Metode SBAR

c. Perawat saling

operang dan

kepala ruangan

oper sama

penanggung

jawab sore

Responden 6

Kita serah terima baca buku komunikasi, buka status baru kita

komunikasi.

a. Baca buku

komunikasi, buka

status baru

komunikasi

Responden 7

Pergi ke ruangan ni, hand over dari petugas siang ke sore lah,

kita ada buku catatannya, ya kita istilahnya hand over di

ruangan sama petugas siang ke sore, ganti lagi ke kamar satu

lagi.

a. Baca buku

catatan, ke

ruangan operan

dari petugas siang

ke sore

Responden 8

Setelah baca buku rawatan, ada yang kurang mengerti di tanya

a. Baca buku

rawatan, ditanya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 145: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

128

trs ke pasien. Penanggung jawab yang memiminpin, kalo gini

pagi kan kepala ruangan lah ke penangung jawab sore.

yg tidak

mengerti, trs ke

pasien.

Responden 9

Operan, ke ruangan pasien, nanti operan di ruangan nanti

dikasih tau juga ke pasien. Semua tim pagi kumpul baca

rawatan lalu pergi ke ruangan.

a. Kumpul, baca

rawatan, lalu ke

ruangan

Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur

yang benar, dan pembedahan pada pasien yang benar

9. Bagaimana pendapat anda terhadap rendahnya

pencapaian pelaksanaan tepat lokasi, tepat prosedur,

dan tepat pasien operasi?

Responden 1

Masih kurangnya pengawasan dari bagian ruangan dari kepala

ruangan, masih ada beberapa dokter yang engan untuk

melakukan itu.

a. Kurang

pengawasan

b. Dokter enggan

melakukan

penandaan

Responden 4

Penandaan lokasi operasi itu gak selamanya kita melakukan

itu misalnya contoh dikasih tandakan itu jarang kita lakukan di

ruangan, tapi tetap kita kog dicek dilihat data-data kita dicek

kembali, lokasi dimana, tepat pasienya. Tapi kalo diruangan

jarang memang di tandai dsini. Tapi jarang semua di tandai.

a. Jarang dilakukan

penandaan

Faktor yang

mempengaruhi

rendahnya

pelaksanaan

sebelum

operasi

Faktor yang

mempengaruhi

rendahnya

pelaksanaan sebelum

operasi

Memastikan lokasi

pembedahan yang benar,

prosedur yang benar, dan

pembedahan pada pasien

yang benar

Responden 5

tidak terisi terlalu banyak, jadi dokumentasi kami itu pasti ada

bolong-bolong. tapi sekarang rasaku udah terisi gitu 80%.

Kemarin rendah mungkin karena banyak SIO yang gak terisi.

a. Dokumentasi

tidak lengkap

terisi

b. Banyak SIO tidak

terisi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 146: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

129

Responden 10

Tapi jujur ajalah masih banyak itu tidak dilakukan. Gak semua

dokter itu melakukan kegiatan, banyak yang mau secepatnya

aja melakukan tindakan dan tidak di tandainya di atas itu.

Masih banyak lah yang belum disiplin belum melakukan

penadaan itu.

a. Belum disiplin

untuk melakukan

penandaan

10. Apakah yang dilakukan saat verifikasi sebelum

operasi?

Responden 2

Ngecek status, periksa pasien, menentukan lokasi, memastikan

lagi lokasi daerah operasi yang mau dilakukan. Ada inform

consent, dijelaskan, ya tentang penyakitnya, penanganan

penyakitnya, tentang resiko operai yang akan dilakukan

a. Kelengkapan

dokumen

b. Informed consent

Kelengkapan

dokumen dan

serah terima

pasien

Pelaksanaan

verifikasi sebelum

operasi

Pelaksanaan sebelum

operasi

Responden 4

Antar dia ketempat operasi, kita oper juga ke perawat operasi,

diliatlah dimana operasinya, nanti mereka mengulang, kami

pun mengulang, cek namanya, identitasnya pasti, gelang

pasiennya. Dsni di cek dan nnti ada juga dicek disana dan

nanti di cek kembali terus di tanda tangan, tunnjukan lokasilah

tempatnya dimana. Inform consent harus ada pasien dan salah

satu keluaganya

a. Operan

b. Cek kembali

dokumen

c. Informed consent

Responden 5

Biasa verifikasi dulu, tangal lahir, no rekam medik, dokternya

siapa, surat ijn operasinya, anastesinya, persiapan puasa,

cukur, antibiotic, apakah butuh darah. serah terima ke kamar

bedah terus kembali keruangan di check list lagi nnti

semuanya.

a. Verifikasi

kelengkapan

dokumen

b. Serah terima

Responden 6

Benar pasiennya, benar dokternya, benar lokasi operasinya

baru benar dokter ny. serah terima dengan perawat ok, itu di

cek lagi data

a. Tepat pasien,

dokter, lokasi

operasi

b. Serah terima

c. Cek kembali

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 147: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

130

dokumen

Responden 7

Melakukan identifikasi pasien dilihat lokasi yang mau operasi,

pasien yang tepat, foto.

a. Kelengkapan

dokumen

Responden 8

Operasi apa, harinya tanggalnya, operasinya dibagian mana,

persiapannya apa aja puasa kah ada foto kah, atau ada injeksi

antibiotik

a. Kelengkapan

dokumen

Responden 9

Tergantung perisapanya apa yang dibutuhkan oleh dokter,

persiapan operasi, identifikasi ulang.

a. Identifikasi ulang

Responden 10

Kan ada formnya, di cek kembali dentitas pasien, keberadaan

pasien kayakmana, dengan segala sesuatu check list-nya itulah

yang ada di form kita. Nah waktu datang pasien serah terima,

kita melakukan disitu sign ininya, time outnya di kamar bedah

kalo udh stanby semua sistem, dan pasien kita time outnya.

a. Cek kembali dan

kelengkapan

dokumen

b. Serah terima

11. Apakah ada dilakukan penandaan lokasi operasi?

Responden 1

Penandaan masih ada memang beberapa yang di ok, dokter

melakukan penandaan di ruang pasien, pas penandaan di

jelaskan inform consent, identitas pasien. Penandaannya

jelas,lah, pake spidol, seharusnya itu ada spidol khusus, tapi

spidol khusus itu mahal,

a. Penandaan di OK

dan di ruangan

pasien

b. Penandaan jelas,

spidol biasa

Penandaan

lokasi operasi

Tepat lokasi operasi Memastikan lokasi

pembedahan yang benar,

prosedur yang benar, dan

pembedahan pada pasien

yang benar

Responden 2

Iya ada krn hrs jg dituliskan di formnya. Penandaan di

ruangann

pake spidol yang permanen, tanda panah. Kadang dilibatkan

kadang ngak, ya tergantung klo ada pas keluarga pasienya.

a. Penandaan di

fisik dan form

b. Di ruangan

c. Spidol permanen

d. Keluarga

dilibatkan jika

saat bersama

Responden 4

Ada dek di form operasi, Belum di tandain di lokasi operasi

a. Penandaan di

form

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 148: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

131

klo di fisiknya ya, cuman menunjukkan kaki sebelah kanan

kita operasi. Pasien ya dilibatkan lah dek

b. Pasien dilibatkan

Responden 5

Selalu ada penanadaan lokasioperasi, di ruangan sama

dokternya. Di fisik dan di form. Bentuk panah, terserah

dokternya sih ada juga yg kasih gini. Pakai spidol

a. Penandaan di

fisik dan form

b. Bentuk panah,

tergantuk dokter

c. Pakai spidol

Responden 6

Diberi tanda, pake spidol kadang” pakai plester, selalu

dilakukan dokter mengisi form dan sudah di tanda tangani lalu

menandai ke fisik pasien. Pasti, karena gak mungkin ditandai

kalo pasiennya gak tau karena yang dioperasi pasiennya kan

a. Penandaan di

fisik dan form

b. Penandaan

menggunakan

spidol, plester

c. Pasien dilibatkan

Responden 7

pernah liat di tandain dokter pake spidol, penandaannya itu di

form aja, cuman di tunjukkan lokasinya. pasien dilibatkan

a. Penandaan di

Form

b. Spidol

c. Tanda panah

Responden 8

Ada di form dan fisik, kebanyakaan sih panah, ada bentuk

lingkaran, penadana pake spidol permanen

a. Form dan fisik

b. Panah

c. Spidol permanen

Responden 9

Tidak ada, Ngak soalnya kan ada juga pasiennya gak terima,

penandan itu juga biasa dilakukan di OK. Dilibatkanlah,

dikasitaulah pasiennya.

a. Penandaan di

ruang OK

b. Pasien dilibatkan

Responden 10

Jadi dua sebenarnya dari ruangan udah di tandai, dengan tanda

panahnya, ya kita tandai lagi mengarah panah yang sama juga

ke daearah yang mau dilakukan operasi. Tapi kalo menurut

SPO satu. Perawatlah, daripada salah mending dilakukan.

Seharusnya pakai marker biar seragam, kan tpi dengan

keterbatasan ini ya diruangan masih pakai spidol biasa.

a. 2 penandaan di

ruangan dan

sebelum kamar

operasi

b. Ditandai oleh

perawat dan

dokter

c. Spidol kulit di

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 149: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

132

ruangan sebelum

kamar operasi

dan di ruangan

pasien

Pengurangan resiko infeksi akibat perawatan kesehatan

12. Bagaimana pendapat anda terhadap rendahnya

pencapaian pelaksanaan pengurangan resiko infeksi?

Responden 1

Untuk pengurangan resiko infeksi cuci tangan, seharusnya

harus disosialisakan dan harus dilakukan secara berkala.

Kadang mereka lupa, karena sibuk, pengawasanya itu

terkendala dimana SDM-nya kurang.

a. Sosialisasi tidak

berkala

b. Lupa dan

kekurangan SDM

Faktor yang

mempengaruhi

rendahnya

pelaksanaan

cuci tangan

Rendahnya

pencapaian

pelaksanaan cuci

tangan

Resiko infeksi akibat

perawatan kesehatan

Responden 3

Kurang kesadaran dalam melaksanakanya, beban kerja, resiko

apabila tidak melakukan kurang, gak ada sanksi yang serius

a. Kurang

kesadaran, beban

kerja.

b. Tidak ada sanksi

Responden 4

Kadang mau cepat, kadang mau lupa kan mau cuci tangan itu

sesuai dengan five moment itu. Udah, cuman kami kurang

patuh aja perawat itu.

a. Tidak sesuai five

moment

b. Kurang patuh

Responden 5

Karena satu kan kepatuhan, beban kerja, kurang pelatihan jadi

kesadaran tadi masih kurang.

a. Kepatuhan, beban

kerja

b. Kurang pelatihan

dan kurang

kesadaran

Responden 6

belum diterapkannya masalah cuci tangan efektif ya kan,

namun tapi sudah dihimbau untuk melakukan cuci tangan.

Sekarang sudah dilaksanakan.

a. Tidak cuci tangan

yang efektif

Responden 7

Satu ya memang krn kita hrs cpt, kurang patuh, kekurangan

tenaga juga nya itu

a. Kurang patuh dan

tenaga

Responden 9 a. Kurang kesadaran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 150: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

133

Kurang kesadaran ajanya

13. Bagaimana pelaksanaan cuci tangan dan dilakukan

pada saat kapan?

Responden 2

Caranya ya sesuai panduan yang WHO

Sebelum periksa pasien, sesudah periksa pasien, kalo di kamar

operasi sebelum masuk kamar operasi sama sesudah tindakan.

Ngak pernah lupa.

a. Seuai panduan

WHO

b. Sebelum dan

sesudah kontak

pasien

c. Tidak pernah

lupa

Pelaksanaan

cuci tangan

Pelaksanaan cuci

tangan sesuai standar

Resiko infeksi akibat

perawatan kesehatan

Responden 3

Cuci tangan yang benar sesuai WHO. Dilakukan pada saat five

moment. Sebelum dan sesudah kontak dengan pasien, setelah

terkena cairan tubuh pasien, sebelum tindakan antiseptik, dan

setelah kontak dengan lingkungan di sekitar pasien

Cuci tangan yang

benar sesuai

WHO

a. Five moment

Responden 4

Sudah sesuai WHO dengan yang enam langkah. Untuk

melakukan yang 6 langkah itu, ngak seharusnya, mau cepat-

cepat kadang gak semua kita lakukan itu. Ada juga kita

memang yang tidak taat juga. Dilakukan pada 5 saat. Kalo

lupa ngak, kita wajibnya melakukan cuci tangan, kita udah

ditekankan itu.

a. Sesuai WHO

b. Kadang tidak

sesuai dengan

enam langkah

c. Tidak lupa

Responden 5

Pelaksanan cuci tangan kita sebelum ke pasien, sesudah ke

pasien, sebelum memberikan tindakan antiseptik, sesudah

terkena cairan pasien dan sesudah kontak dengan pasien. Kalo

pelaksanaan cuci tangan pakai hand soap sudah sesuai

standar, tapi kalo handrub itu kadang gak sesuai standar.

Pernah lah lupa, kalo pasien gawat gak terpikir lagilah. Karena

kesadaran lagi, kalo kita sering pelatihan udah menjadi

kebiasaan.

a. Hand soap sesuai

standar, handrub

tidak sesuai

standar

b. Pernah lupa

Responden 6 a. Sesuai dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 151: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

134

Apa yang kita dapat itu yang kita kerjakan. Selalu dilakukan

pada saat 5 momen cuci tangan

yang diajarkan

b. Five moment

Responden 7

Sudah sesuai WHO, sesudah, sebelum kontak dengan pasien,

setelah kontak dengan pasien, setelah kontak dengan

lingkungan pasien.

a. Sesuai WHO

b. Five moment

Responden 8

Cuci tangan yang benarlah yang sesuai WHO. Five moment.

Pernah lah, kayak tadi lah karena pasien butuh kita saat itu

jadi gak sempat, waktu gitu dan prioritas jarang lah lupa

karena kebiasaan

a. Sesuai WHO,

cuci tangan yang

benar

b. Pernah lupa

Responden 9

Pelaksanan cuci tangan sudah sesuai SPO cuci tangan,

sebelum dan sesudah cuci tangan

a. Sesuai SPO

b. Sebelum dan

sesudah

14. Apakah ada diberikan edukasi cuci tangan kepada

pasien terutama keluarga?

Responden 4

Kalo pasien baru masuk, kita perkenalkan diri disana, kita

kasih tau peraturannya seperti ini, susternya ini, dia juga harus

tau siapa susternya, siapa yang bertanggung jawab di ruangan

ini. Sebelum masuk dia kita harus edukasi dia pasien dan

keluarganya, disini ada form terintegrasi pasien dan keluarga.

Edukasi sebatas kalo mau masuk cuci tangan ya, caranya

seperti ini.

a. Dilakukan

edukasi

b. Form

teriinteggrasi

pasien dan

keluarga

Edukasi cuci

tangan

Edukasi cuci tangan

kepada pasien dan

keluarga

Resiko infeksi akibat

perawatan kesehatan

Responden 5

Kita ada form nya, ada edukasinya lengkap di tanda tangai

keluarga sama org yg kita edukasikan. Kita khn udah edukasi

di dinding pun ada kita tetap tempel. Kita arahkan lagi. Kalo

memang kita lihat ya pasti kita tegur apalagi kalo anak-anak

kan udah kita bilangin.

a. Ada edukasi

b. Ada form

c. Diberi teguran

Bagaimana upaya yang dilakukan untuk meningkatkan

pelaksanaan identifikasi pasien dengan benar?

Responden 1 a. Melakukan sesuai Upaya Meningkatkan Pelaksanaan sasaran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 152: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

135

Perawat sama orang-orang yang memerlukan seperti lab sudah

melakukan sesuai SOP. Kita kemarin paling melakukukan

secara apa tanya jawab secara lisan ke pasienya itu. Apakah

sebelum perawat atau petugas analis melakukan identifkasi.

Itu secara lisan untuk menilai apakah perawat sudah

melakukan tindakan identifikasi pasien. Itu secara lisan.

SOP

b. Penilaian secara

lisan dengan

melakukan tanya

jawab kepada

pasien

meningkatkan

pelaksanaan

identifikasi

pasien dengan

benar

pelaksanaan

identifikasi pasien

keselamatan pasien

Bagaimana upaya yang dilakukan untuk meningkatkan

pelaksanaan keamanan obat-obatan yang harus

diwaspadai?

Responden 1

Ya kita liat pengecekanlah secara lisan juga. Kita cuman

melihat aja dan mengkoordinasi. Secara lisan aja untuk obat

LASA apakah sesuai atau tidak. Mereka susun secara abjad.

Cara penulisannya yang beda dan warna. Di kotak.

penyimpanan ada pelabelannya itu ada tulisan LASA

a. Pengecekan

secara lisan

b. Penyusun

secara abjad

c. Cara penulisan

yang beda

d. Penulisan label di

kotak

penyimpanan

Upaya

meningkatkan

pelaksanaan

keamanan

obat-obatan

yang harus

diwaspadai

Meningkatkan

pelaksanaan

keamanan obat-

obatan yang harus

diwaspadai

Pelaksanaan sasaran

keselamatan pasien

Bagaimana upaya yang dilakukan untuk meningkatkan

pelaksanaan pengurangan resiko jatuh?

Responden 1

Pendaftaran mereka cuman menilai mereka resiko jatuh sesuai

dengan kriteria, cuman tempelkan itu aja. Sampai di ruangan

di lapor ke tim TKRS baru dia akan masuk ke ruangan

menilai. Kalo ruangan dia masuk itu hijau, pasien baru masuk.

Dia nilai ruangan ini merah maka ini akan jadi merah. Dia

akan cek kelengkapannya itu, dia akan ngatur. IGD cuman

mengidentifikasi pasien resiko jatuh, cuman menempelkan

stiker di gelang. Sampai di ruangan jadi tugas tim TKRS yang

melakukan peninjauan, penilaian ulang. Tim keselamatan

pasien rumah saki punya tugas setiap 2 kali sehari mengontrol

ruangan. Yang mana ruangan itu yang bersiko ya. Contoh

ruangan ini resikonya merah. Berarti harus melihat pasiennya

itu siapa resiko merah disitu di cek sama dia. Dua hari lagi

a. Pendaftaran

penilaian resiko

b. Tim TKRS

melakukan

penilaian di

ruangan

c. Penilaian pada

pasien dan

fasilitas

Upaya

meningkatkan

pelaksanaan

pengurangan

resiko jatuh

Meningkatkan

pelaksanaan

pengurangan resiko

jatuh

Pelaksanaan sasaran

keselamatan pasien

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 153: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

136

dicek pasienya, jika sudah tidak ada dinilai ulang ruangan itu

apakah ruangan itu ruangan merah, Kuning atau hijau. Itu ada

kriteria-kriterianya. Kalo itu ruangan kuning siapa yang

kuning disitu dicek ulang nanti disana. Atau pun yang sudah

hijau dicek dia itu ada pasien yang baru masuk punya riwayat

resiko jatuh tinggi berarti jadi merah ruanganya. Gelang cuma

resiko jatuh merah (tinggi), kuning (sedang), hijau (rendah) itu

penilaianya. Setelah ruangan kita lihat pasiennya, setelah

pasiennya, kita liat fasilitasnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 154: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

137

Lampiran 7. Hasil Wawancara kepada Informan

Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan keselamatan pasien

1. Bagaimana kualitas dan ketersediaan jumlah sumber daya manusia dalam

pelaksanaan keselamatan pasien?

No. Pernyataan Informan

1. Kalau untuk ketersediaan perbandingan untuk SDM belum cukup karena sesuai dengan

Permenkes minimal IPCN ada 4, ada juga dokter. Kalo perawat kita masih kurang

dalam hal pelayanan kepada pasien, yah, kita masih kurang dengan kondisi bed 124

bed, perawat kita cuman 50 masih. Karena apa, rumah sakit itu kan perbandinganya

dengan tempat tidur disini. Kita ada, ada yang sudah melakukan pelatihan K3, pelatihan

K3 itu ada 4 orang. Kemudian untuk PPI penanggulanganya penyakit infeksi yang

sudah melakukan pelatihan, kalau pelatihan dasarnya itu ada kemarin sekitar 27 orang

yang PPI satu lagi itu yang si retdin itu IPCN kepala penanggulangggan infeksi. Kalau

penangulangan infeksi harus IPCN kalau yang dibawahnya itu angotanya yaitu perawat

dasar itu ada sekitar 30-an orang. Kalau mengenai kualitas, bahwasanya dapat kita lihat

dari hasil kerjaan mereka kan selama ini sih cukup baik sih.

4. SDM sudah cukup. Kalau kemampuan sudah baik karena kami sekarang ini orang-

orang lama ini, karena memang orang baru disini masih terhitunglah istilahnya. Karena

udah sampai 10 tahunan keatas, rata-rata 7, 6 tahun jadi ya pasti udah bisa juga dalam

ini.

5. Kalo SDM sudah mencukupi, kalau kemarin kan memang agak kurang tapi kalau SDM

sudah cukuplah itu apalagi sudah ini, semenjak akreditasi udah bagus. Kemampuan

sudah bisalah ya, tapi kita masih kurang di ini sih di apa namanya masih kurang

pelatihan gitu.

6. Dari segi jumlah tenaga sih kita masih kurang, Kualitas sudah pada baik.

9. Kalo jumlah perawat kurang karena susah mendapatkan STR sekarang. Kemampuan

sudah baik.

2. Bagaimana ketersediaan fasilitas, sarana dan prasarana yang mendukung

pelaksanaan komunikasi efektif, ketepatan lokasi, prosedur dan pasien operasi,

dan pengurangan resiko infeksi?

No. Keterangan

1. Kalo untuk ketersediaan fasilitas prasana sudah terpenuhi. Sudah, 99% sudah adalah,

lengkaplah. Biasanya tugas Retdin ini, dia yang melapor, dia yang melakukan

monitoring evaluasinya tadi. Kekurangan lebih bahan, sejauh ini sudah lengkap.

2. Wastafel, air mengalir, tisu bersih, sabunya itu sih, spidol.

3. Kalo itu sarana prasarana sudah cukup, cuman kendala kalo kosong malas kan ambil ke

atas bagian logistik, tisu kosong di kamar pasien

4 Ada, sekarang kami baru akreditasi jadi lengkap semuanya.

5. Sudah tersedia semuanya handrub, handsoap, stempel, telepon.

5. Sudah tersedia semuanya handrub, handsoap, stempel, telepon.

6. Kalo dibilang 100% belum, tapi sudah baik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 155: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

138

7. Fasilitasnya sudah memadai, masih gedung baru.

8. Telepon buku, ceklist keselamatan pasien, handrub, hansoap, tisu.

9. Fasilitas lengkap.

3. Apakah ada regulasi yang mengatur tentang pelaksanaan komunikasi efektif,

ketepatan lokasi, prosedur dan pasien operasi, dan pengurangan resiko infeksi?

No. Keterangan

1. Sudah ada, sudah dijalankan. Kalo untuk pelaksanaan di PMKP seperti yang kita

laporkan Januari tahun 2019 untuk regulasi, sop-nya, sudah dijalankan. Sudah

disosialisasikan, sosialisasinya general, setiap unit terkait. Kita ada pelatihan, tapi kalo

gak salah Desember 2018 setiap minggu ke dua dilakukan, ada SBAR, penandaaan

lokasi, pengurangan resiko infeksi. Itu kita mulai dari persiapan akreditasi mulai bulan

delapan 2018. Sudah ada sosialisasi kita setiap hari ke semua pegawai rumah sakit

termasuk satpam, termasuk cleaning service, semua pegawai rumah sakit.

2. Ada, dilaksanakan. Ada disosialisasikan secara umum. Sosialisasi pas mau akreditasi,

rutin tapi gak tiap bulan lah, setahun paling 2-3 kali. Kalo perawat lebih sering lagi.

3. Ada lengkap semua, pelaksanaan cuci tangan ada pedoman, spo nya. sudah

dilaksanakan.

Pelatihan ada dilakukan secara internal tentang bagaimana melakukan cuci tangan yang

benar, pakai handrub. Sosialisasi ada secara umum, di setiap ini juga ada di tempel.

4. SPO itu pedoman juga. Ada, udah disosialisasikan, pasien jatuh kan. Ada kami pernah

secara umum.

5. Ada sih regulasinya, sudah disosialisasikan, harusnya ada SPO melapor nilai kritis,

cara melapor oper shift operan. Apa lagi ya, kalo melapor keluhan-keluhan pasien itu

semuanya ada sih SBAR dan SPO-nya. Pernah tapi kemarin aja siap itu gak

berkesinambungan lagi, cuman dua kali kayaknya tahun lalu sebelum akreditasi.

Secara umum, semua perawat, topiknya komunikasi tepat lokasi, rendahnya cuci

tangan ada.

6. Ada, sudah disosialisasikan. Sudah di aula untuk melakukan cuci tangan. Kita gak unit

kita global.

7. Regulasinya ada, sudah dilaksanakan. Sosialisasi ada secara umum di unit ini gak.

8. Ada sudah dilaksanakan. Aku karena kebetulan di bagian hand hygiene itulah SPO

yang kutau kebijakan hand hygiene. Ada sudah disosialisasikan secara umum.

9. Ada regulasi, sudah disosialisasikan, sosialisasi kurang, masih sebagian. Ada pelatihan

secara umum

4. Apakah ada dilakukan monitoring dan evaluasi terkait pelaksanaan

keselamatan pasien?

No. Keterangan

1. Ada cuman SDM-nya gak ada. SDM-nya yang mau lakukan monitoring gak ada,

memang harus ada melakukan evaluasi per 3 bulan, 2 bulan, mereka akan turun ke

lapangan, mereka akan melakukan monitoring dan itu banyak orang untuk melakukan

itu, jadi semua itu terkendala di situ. Monitoring dan evaluasinya untuk 2019 cuman

sekali, bulan Maret belum karena kekurangan SDM yang menjalankan saya sendiri

semua. Kalo untuk pelaksanaan PMKP seperti yang kita laporkan Januari tahun 2019

untuk regulasi, SOP-nya, sudah dijalankan, untuk sekarang ini tetap jalan, karena tapi

pelaporannya itu ada sama bu Carolin, tapi dia lagi cuti. dia yang megang laporannya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 156: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

139

Laporannya sudah ada, tiap bulan, ke direktur selama ini kita belum pernah, pelaporan

ke direktur itu Januari, karena kita buat pelaporan itu setengah tahun, kan seharusnya

ada satu bulan, dua bulan tiga bulan, yang tiga bulan belum kita laporkan.

3. Ada dalam bentuk ceklist, Pada saat mereka tidak tau, saya evaluasi. Auditnya sekali 3

hari. Mereka cuman mengamati, saya yang mengaudit menggunakan checklist.

Pembuatan laporan dilakukan setiap bulan.

4. Ada dilakukan monitoring. Kita kan ada laporan itu kalo ada kejadian- kejadian jatuh

pun ada laporannya, kalo yang infeksi kita buat disni di komputer ada catatan

khususnya itulah apa itu, kita pun ada form nya itu, phlebitis, lengkap kami. Kalo ada

kejadian kami catat itu, formulir surveilans Hais, klo ada infeksi kita buat. Kalo infeksi

sih jarang disni dek, ditemukan kalo selama saya disini gak ada, kalo phlebitis pasti iya

adalah satu, dua pasien phlebitis. Iya, ada. Kekamar pasien, kita bilangnya bu ini udah

bengkak infusnya harus diganti ya.

5. Ada sih monitoringya tapi belum berkesinambungan makanya masih belum maksimal

sekali monitoring dan evaluasinya. Biasa kalo cuci tangan checklist, ada juga yang buat

laporan juga, ada yang lihat langsung di status ada gak benar-benar dilakukan metode

SBAR, TBK itu diverifikasi ngak. Tapi kurasa pelaporan nya ini kurasa karena

memang dari unit-unit kayak infeksi dari IPPCN, kalo dari komunkasi misalnya ini ada

ngak komunikasinya berjalan atau ngak tapi sama aja sih dek, gak maksimal

pelaporanya dek. Ada pelaporannya tapi gak yang berkesinambungan, Karena balek

kayak yang tadi karena banyak yang harus kita lakukan, laporan tadi, pasien juga

menunggu. Kayak inilah kita harus melaporkan disana, kita laporkan disini, kita

laporkan lagi ke register. Kalo 20 jangankan duduk gini dek makan aja harus diri. Tiap

bulan, sebenarnya, bukan karu disini yang melaporkan, disini ada tim masing ruangan,

tim yang untuk PMKP dilaporkan dulu. Disini jarang sih terjadi infeksi karena pasien 3

hari udah pulang, ngak pernah 2 bulan ini. Dulu sekali iya kalo sekarang ngak. Kan ada

laporannnya.

6. Ada, ya kalo cuci tangan ya bener gak sesuai prosedur dilakukan. kalo komunikasi

efektif saat berkomunikasi kepada orang, kepada pasien. Gak ada laporan.

7. Mereka melihat, mengamati bagaimana kami melaksanakannya, dan kalo bukti ya

lewat tanda tangan tadi dari pasien kalo melakukan cuci tangan. Dari karu mengamati.

Ada pelaporan kalau terjadi infeksi. Ada laporannya insiden, kalo ada terjadi dibuat

laporanya.

8. Ada, evaluasinya di cek aja, misalnya ada dibuat laporan gitu gak ada, tapi adalah

kurva kalian SBAR kan kak. Checklist mereka ada. Ngak ada. Seharusnya memang

tiap bulan. Kalo infeksi nosokomial, kalo terakhir ini sih ngak sebelum akreditasi itu

banyak. Phlebitis, paling sering sih itu kan. Ada laporan infeksi, kakak itu yang buat,

baru yang buat nanti dilapor ke IPCN.

9. Ada, diamati Kabid, Karu. Dari PMKP, samaku gak ada tapi gak tau sama yang lain.

Ada yang belum ada yang sudah, karena kerja cepat.

5. Apakah ada hambatan yang pernah dialami dalam pelaksanaan keselamatan

pasien?

No. Keterangan

2. Ngak ada.

4. Malas, kurang taat, kadang udah taunya semua peraturan tapi ya kadang malas. Kurang

ini aja memang kurang taat aja sama peraturan.

5. Hambatan komunikasi kurasa ngak adalah ya paling untuk meningkatkannya tadi harus

ada pelatihan yang berkesinambungan sih. Kalo hambatan sampai itu gak bisa

dilakukan itu si ngak ada. Kalo itu ceklist keselamatan pasien gak ada ya. Orang

memang gak pernah dilaporkan pasien jatuh. Yang umum ada tapi kalo untuk khusus

gak ada. Kalo keselamatan operasi ada. Kalo untuk pengurangan resiko infeksi gak ada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 157: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

140

ya

6. Hambatan tidak ada.

7. Kurang menyadari ajalah ya, itu ajalah, kurang sosialisasi jugalah memang karena itu

kan secara umum. Kurang jugalah, jadi kurang motivasilah karena ini.

8. Sejauh ini ngak ada lagi, sekarang udah terbiasalah

Meningkatkan komunikasi yang efektif

6. Bagaimana pendapat anda terhadap rendahnya pencapaian komunikasi efektif?

No. Keterangan

1. Masih belum terbiasanya perawat disini untuk mengikuti SOP kita, itu yang pertama.

Yang kedua kemungkinan besar sosialisasi yang kita berikan itu tidak tepat sasaran,

kadang-kadang kita kasih sosialisasi ke perawat yang baru, yang lama gak dapat, kan

harus semua. Yang ketiga bisa juga penyampaian sosialisai itu kurang, kurang

komunikatif jadi yang mendengar kurang paham. Yang ke empat disini rumah sakit

lama ya, perawatnyapun perawat-perawat yang lama-lama semua, dalam hal

penanggapan untuk hal ini agak berbeda. Disini perawat tua semua, dalam hal

menangkap sosialisai itu agak beda karena perawat disini udah 30 tahun 40 tahun,

akhirnya pada saat evaluasi turun. Kalo memang untuk rumah sakit seperti kita ini

kondisinya sudah tua, jadi kalo ada hal yang baru susah menangkapnya. Kalo perawat

yang udah tua fokusnya yang ke dulu-dulu jadi agak susah di ubah terkait dalam hal

ini.

4. Kadang gini, kita kan belum terbiasa dengan, mmm..m gimana ya kalo ngomong itu

ngak sesuai apa, kita kan belum terbiasa dengan ini gitu. Iya gitu penyebabnya, kalau

menurut komunikasi efektif kan bisa aja ni contoh kita harus memperkenalkan diri kita

mengucapkan salam, melakukan ini, tapi kadang disitunya kadang mungkin kurang ini

ya. Kita ya jadi karena ngak terbiasa, kadang-kadang hanya dokter ini, ini langsung ke

fokus kadang ke sasarannya gak langsung dari ini ke ini.

5. Satu sih sebenarnya jumlah pasien sama jumlah perawat itu gak sama, beban kerja,

sama karena kurang inilah kan sumber daya juga. Karena satu juga karena gak pernah

pelatihan secara khusus tentang itu komunikasi efektif, kan kalo kita biasa jadi bisa.

Kalo komunikasi efektif ini kan memang harus berkesinambungan, gak cuman karena

gara-gara akreditasi.

7. Kadang dokter juga mau cepat-cepat semuanya, cepat ngomongnya, ngapain lagi awak

terlalu panjang bicaranya, memperkenalkan diri, terlalu lama gitu jadi langsung ke

masalah pasien.

7. Bagaimana cara komunikasi yang digunakan via telepon?

No. Keterangan

1. Kalo komunikasi efektif sesuai SNARS tebaru, itu yang sudah kita jalankan sistem

SBAR, jadi artinya mereka di status nya sudah ada dan dilaporkan dan setiap hari ada

pelaporan SBAR-nya, itu semua sudah dijalankan dan selama ini hasil rekam medis itu

sekitar 95% sudah dilakukan, jadi semua perawat sudah menjalankan. Nah sekarang

mereka menjalankan sudah sesuai dengan akreditasi SNARS, untuk S, B, A, R, SBAR

ditulis seperti itu, dan untuk TBK artinya apa sudah mereka tulis, mereka laksanakan di

lapangan itulah TBK.

2. Via telepon, ya dilaporkan kondisi si pasien, keluhannya kondisi klinisnya itu aja. Saya

kasih terapilah sebelum saya datang ke rumah sakit. Sebelum tutup telepon dia ngulang

instruksi saya. Ada tanda tangan tbk. Tergantung kasusnya kalo emergency si

pasiennya ya kurang 24 jam. Kalo bukan kasus emergency ya besoknyalah saya

tandatanganin disitu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 158: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

141

4. Ditulis, itulah makanya ada TBK. Ditulis lengkap, dibaca ulang dan dikonfirmasi lagi

kepada penerima, di eja kalau ada yang sulit. Kami telepon dan bilang ini, setelah kita

tulis, baca, konfirmasi, kita stempel, nanti kalo dokternya datang nanti dikonfirmasinya

lagi ini. Iya lah dek nanti dokternya datang kesini untuk menandatangani itu. Memang

harus dan sudah dilaksanakan kurang dari 24 jam ini dek dikonfirmasi. Lapor dokter

Rhidos pasien minta obat tidur tambah untuk penghilang sakit, advisnyakan beri injeksi

1 ampul. Ini nama suster yang melapor, tanggal, jam segini, dokternya udah paraf.

Dokternya juga buat tangal, jamnya, diapun dokternya harus paraf saat visit. Ini cara

melapornya juga sudah dilaksanakan sesuai SBAR dan TBK.

5. Sering, komunikasinya kita tetap ini kan misalnya ini ada kayak keluhan,. atau nilai

kritis kan kita via telepon. Biasalah ya kita ucapkan salam dan segala macamnyalah

kan. Kita tetap terapkan SBAR itu, udah kita nanti lakukan itu, kita nanti feed back

lagi, baca kembali, iya katanya, baru kita stempelkan, besoknya baru kita teken. Teken

sama dokter kita verifikasinya kurang dari 24 jam. Kita gak ada catat namanya S, B, A,

R, gak ada lagi, dulu memang kita pake itu karena kan masih harus belajar kan kayak

tekniknya, tapi sekarang semakin sering kita ulang semakin bisa, jadi sekarang kita

cuman catat keluhannya ini, ini terus kita catat dan kita stempel.

6. Pakai metode SBAR, dijelaskan satu-satu S, B, A, R-nya, itu ada kita tulis di CPPT,

nanti kan dokter liat pas visit.

7. Dok pasien yg ini, kamar ini langsung gini, terus dikasih diagnosanya, terus diajaknya

kita bicara, ngomong itu aja yang hilang, langsung kepasien terus kita ulangi, kita

ulangi ya dok. Itulah TBK kita tulis tiga kali di status sekali, catatan buku perawatan

sekali, dan disini pun sekali lagi. Di eja. Kalo dokternya udah ngerti kadang-kadang

gak dijelaskan lagi, tapi kalo ada bahasa yang susah dimengerti itu baru di eja itu, di

eja alphabet kan, ya kalo dokternya dan perawatnya udah sama-sama ngerti ngak pala

dibilang ejaan gitu, ya tapi di apanya memang di ulang terapinya tapi gak perlu di eja

yg sudah dimengerti, yang tidak dimengerti saja yang di eja.

8. Komunikasi lewat telepon itu secara SBAR. Diceritakan apa keluhanya apa

masalahnya terus obat yang dikasih, terapi terdahulu, kasih tau namanya, semua

identitasnya. Ada, catatan kita stempel, terus tulislah tanggalkan hari ini nanti

verifikasi dari dokternya kurang dari 24 jam.

9. Ditulis, udah diapakan, dibaca ulang lagi ke dokternya dan dikonfirmasi. Melapor hasil

lab ini, bicara mengenai pasien, hasil labnya, terapinya apa untuk selanjutnya. Ooo

TBK ada, stempel TBK, itu ditandantangi. Gak bisa kita pastikan, ya pas kapan

dokternya visit, kadang lebih kadang kurang dari 24 jam.

8. Bagaimana komunikasi yang dilakukan pada saat serah terima pasien?

No. Keterangan

4. Biasa kita kan dek kalo itu ya semua, kan ada perawat penanggung jawab masing-

masing pasien, ya udah operan, kita lihat lah apa memang mau ke pasien ini apa-apa

aja terapinya, ya udah. Kita per shiftnya itu ke ruangan. Disini dulu kita sebelum

keruangan pasien, contohnya kita ini dinas pagi, datanglah dinas sore, buku

komunikasi kan ada kita baca dulu buku komunikasinya baru mereka lihat siapa yang

bertanggung jawab ke pasien satu-satu. Misalnya ni kan, ini istilahnya dia bertanggung

jawab sama satu pasien dia liatlah buku komunikasi apa-apa aja rencana dan tindakan

yang mau dilakukan sore ini, di buku komunikasi. Mungkin ada disuruh cek darah,

mau foto sore ini, dia udah harus tau, sudah tau apa yang kita lakukan setelah itu kita

tetap ke ruangan memperkenalkan diri, bahwasanya sudah pergantian shift antara dinas

pagi dan sore bahwa dinas pagi sudah selesai shiftnya dari jam segini sampai jam 3

sore ini ya sampai jam segini begitu cara komunikasi kami hand over.

5. Ooh serah terima pasien, kita kan tetap ada yang ini kan baca CPPT, kita masih ada

buku rawatan, liat buku rawatan, CPPT, baru ke ruangan. Metode SBAR juga. Kita kan

kasih tau la ini namanya,a ini diagnosanya, ini keluhannya sekarang, kayak nanti

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 159: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

142

misalnya ada mau kita oper sama dia, nanti foto ya, foto thorak ya nnti. Kalo disni kan

kita diskusi dulu baru ke ruangan. Kan misalnya nanti pasien ku si a, pasien dia si a

juga, di sore nanti jadi aku operkan juga sama dia, baru kayak kepala ruangan oper

sama penanggung jawab sore kan gitu baru dari sini ke ruangan.

6. Kita serah terima baca buku komunikasi, buka status baru kita komunikasi.

7. Kita kan ini pergi ke ruangan ni, hand over dari petugas siang ke sore lah,

kita ada buku catatannya, ya kita istilahnya hand over di ruangan sama petugas siang

ke sore, ini nanti seperti ini, ini, ganti lagi ke kamar satu lagi gitu.

8. Ya kita masih ada buku ini, jadi kadang mereka baca dulu kan terus ada yang tidak

dimengerti terus di Tanya, ya udah, ke ruangan. Setelah baca buku rawatan, ada yang

kurang mengerti di tanya terus ke pasien. Penanggung jawab yang memiminpin, kalo

gini pagi kan kepala ruangan lah ke penanguung jawab sore.

9. Operan, ke ruangan pasien, nanti operan di ruangan nanti dikasih tau juga ke pasien.

Semua tim pagi kumpul baca rawatan lalu pergi ke ruuangan.

Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, dan

pembedahan pada pasien yang benar

9. Bagaimana pendapat anda terhadap rendahnya pencapaian pelaksanaan tepat

lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi?

No. Keterangan

1. Selama ini memang untuk hal itu kadang-kadang masih kurangnya pengawasan dari

bagian ruangan dari kepala ruangan nya dalam hal itu, itu yang pertama ya. Yang

kedua juga masih ada beberapa dokter yang enggan untuk melakukan itu, karena

menurut mereka itu kurang efektif, kayaknya cuman dua itu aja masalahnya, kalo

sosialisai sudah kita sosialisasikan semua, jadi lebih mengarah ke individu dokternya,

kalo menurun ya itu individu dokternya itu, kadang-kadang lupa dan yang ke dua untuk

melakukan, di OK apa-apa lebih cepat di OK.

4. Kenapa pencapaian tepat lokasi masih rendah, kadang memang ya gimana ya orang

kamar operasi dek yang menjawab itu. Kan kalo penandaaan lokasi operasi kan ada

juga di rawat inap. Kadang gini ya maksdunya, kayak mana ya.Ya tapi kayak yang

kamu bilang kita masih jarang menandai. Kadang gini dek kayak yang kamu bilang,

penandaan lokasi operasi itu gak selamanya kita melakukan itu misalnya contoh

dikasih tandakan itu jarang kita lakukan di ruangan, tapi tetap kita kok dicek dilihat

data-data kita dicek kembali, lokasi dimana, tepat pasienya. Tapi kalo diruangan jarang

memang di tandai dsini. Tapi jarang semua di tandai.

5. Kalo ini kurasa ngak rendahlah karena kemarin dokternya menjelaskan, kan kalo udah

seratus nanti bintang 5 sudah yang jadi akreditasi. Tapi rasaku ngak rendah tapi cuman

penerapanya yang belum 100%.

Satu yang membuat aku merasa itu tidak terisi terlalu banyak yang mau di isi, status

kami ini terlalu banyak yang mau di isi, jadi dokumentasi kami itu pasti ada bolong-

bolong. Kalo menurutku kita perawat kan banyak menulis, kalo dokternya kan pasti

lebih rendah, karena banyak kali yang mau diisi, karena kalo dia operasi segini

bundelanya yang harus di isi, banyak sekali. Jadi terlalai ceklistnya tapi sekarang sih

udah baiklah, udah mulai mengerti, karena ini ceklist operasi ini keluar sebelum

akreditasi jadi kan harus belajar-belajar lagi kan, tapi sekarang rasaku udah terisi

rasaku, sekarang udah lumayan terisi gitu 80% udah terisi. Kemarin rendah mungkin

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 160: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

143

karena banyak SIO yang gak terisi.

10. Tapi jujur ajalah masih banyak itu tidak dilakukan. Gak semua dokter itu melakukan

kegiatan, banyak yang mau secepatnya aja dia melakukan tindakan dan tidak di

tandainya di atas itu. Tapi, kalo saya ada pasien saya tandain. Pelaksaanaanya itu masih

beberapa persennya sebenarnya kalo dari tim akreditasi. Padahal kan kalau akreditasi

udah bagus-bagus dibilang. Cuman ya itu lah kayakmana mau ku bilang. Kalo dibilang

sosialisasi, sebelum akreditasi sudah kita sosialisasinya. Itulah mereka semua kan, udah

dari rumah sakit pendidikannya harusnya disini mereka gak dapat didikan lagi, sudah

melaksanakan apa yang didiknya tadi kan, tinggal kita yang disini ini, mendapat ilmu

dari dia. Kalo disana mendapat ilmu, dilakukan seperti ini gitu loh mestinya, masih

banyak lah yang belum disiplin belum melakukan penandaan itu.

10. Apakah yang dilakukan saat verifikasi sebelum operasi?

No. Keterangan

2. Ya ngecek status, periksa pasien, menentukan lokasi, memastikan lagi lokasi daerah

operasi yang mau dilakukan. Status itu ya, cerita kelengkapan sebelum operasi,

laboratorioum, foto. Ada informed consent, dijelaskan, ya tentang penyakitnya,

penanganan penyakitnya, tentang resiko operasi yang akan dilakukan kalo memang itu

operasi, resiko komplikasi, kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada saat operasi

kalo memang operasinya beresiko, keadaan organ-organ vital.

4. Peranya kan gini dek, kita antar dia ketempat operasi disana, kita kan antara perawat,

kita oper juga ke perawat operasi. Kita ada komunikasinya juga ada hand operan juga,

jadi disitu pasien dibaringkan. Kan memang ada ruangan yang memag apa, nahh dari

situ kita sekalian operan mau operasi apa ini, ini, diliatlah dimana operasinya. Kayak di

tangan ni, eceknya fraktur ni, di tangan sebelah mana, kiri atau kanan, kita melihat gitu.

Ada seperti nama, kan diulang lagi, nanti kan mereka mengulang, kami pun mengulang

perawat operasinya, kan mengulang pun mengulang dengan bapak ini kan, umurnya

segini pak. Gitu ditanya lagi ulang nama bapak siapa. Kalo informed consent harus ada

pasien dan salah satu keluaganya. Cek namanya, identitasnya pasti, gelang pasiennya,

di ulang lagi. Disini di cek dan nanti ada juga dicek, disana dan nanti di cek kembali

terus ditandatangan aja, tunjukkan lokasilah tepatnya dimana. Mulai dari awal

pendafataran apapun yang harus diisi harus diisi, disini ada nama dokter dan pemberi

pesan bahwasanya dokter itu harus bertanggung jawab memberi pesan itu.

5. Sebelum operasi kita biasa verifikasi dulu, tanggal lahir, no rekam medik, dokternya

siapa, surat ijin operasinya, anastesinya, persiapan puasa, cukur, anti biotik dan segala

macamnya, apakah butuh darah. Terus itu semua harus kita isi. Terus itulah, ngisi serah

terima ke kamar bedah terus kembali lagi keruangan di checklist lagi nanti semuanya.

6. Benar pasiennya, benar lokasi operasinya baru benar dokter nya, anestesi, tepat lokasi,

ada tanda tangan surat ijin opersi, baru tanda tangan

Ada, pokoknya kita saat serah terima dengan perawat ok, itu di cek lagi, data dari

masing-masing perawat ruangan dan perawat ok. Di ruangan sudah di check list

semuanya.

7. Melakukan identifikasi pasien dilihat lokasi yang mau dioperasi, pasien yang tepat,

foto. Misalnya nanti datang hasil lab kan, lapor lah ke dokter, anestesinya,perawat

operasinya.

8. Operasi apa, harinya, tanggalnya, operasinya dibagian mana, persiapannya apa aja,

puasa kah?, ada foto kah, atau ada injeksi antibiotic.

9. Tergantung persiapanya, apa yang dibutuhkan oleh dokter. Persiapan operasi,

identifikasi ulang.

10. Kan ada formnya, yang tadi itu kan tempat serah terima pasien dengan perawat

ruangan dan perawat, ok. Di cek kembali identitas pasien, keberadaan pasien

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 161: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

144

kayakmana, dengan segala sesuatu ceklistnya itulah yang ada di form kita.

Nah waktu datang pasien serah terima, kita melakukan disitu sign in nya, time outnya

di kamar bedah kalo udah stanby semua sistem, dan pasien kita time outnya. Kalo gak

di isi dibalekkanlah dari apa sana kalo gak lengkap,

Sing in, sign out, time out, di isi semua.

11. Apakah ada dilakukan penandaan lokasi operasi?

No. Keterangan

1. Selama ini, penandaan itu seharusnya dilakukan di ruangan, atau sebelum ruang ok ,

tapi untuk hal ini masih ada memang beberapa yang di ok, dokter melakukan

penandaan di ruang pasien, pas penandaan di jelaskan iformed consent, identitas

pasien. Habis itu setelah pasien berada di ruangan operasi ada time out lagi, dijelaskan

semuanya lagi, dokter operasi melakukan anestesi dan sedasi, setelah dilakukan operasi

baru dijelaskanya lagi bahwa operasi telash selesai. Itu sop nya tapi, beberapa dokter

tidak membuat penandaan nya. Jelaslah, pake spidol, sebenarnya menurut yang

seharusnya itu ada spidol khusus, tpi spidol khusus itu mahal.

2. Ada, pake spidol yang permanen, penandaan nya tanda panah. Iya dilakukan pada fisik

langsung. Iya, ada karena harus juga dituliskan di formnya. Penandaan di ruangann.

Kadang dilibatkan kadang ngak, ya tergantung kalo ada pas keluarga pasienya,

dilibatkan. Ya dilibatkan bukan menentukan lokasi operasinya. Ya kalo pas ngak ada

keluarganya, ya gak dilihat cuman ngasih tau sama pasienya aja.

4. Gimana ya dek, belum ditandain di lokasi operasi. Kalo di fisiknya ya

Kayakmanalah, dokternya cuman menunjukkan kaki sebelah kanan, kita operasi entah

kaki kanan atau kiri . Cuman dikasih tau aja, kalo penandaan itu terus terang gak ada

penandaan dilakukan. Kalau penandaan itu terus terang gak ada penandaan dilakukan.

Semuanya udah sam-sama tau itu. Tanda nya itu gak ada, tapi kita udah tau dimna

tepatnya lokasinya. Dokternya juga udah pasti tau itu fraktur femur dekstur. Ini, ya di

tangannya sebelah sini. Sebenarnya, itu pun dari ruangan udah dibuat.

Pasien ya dilibatkan lah dek, kadang kan takutnya salah, yang sebelah mana patahnya

yang sebelah ini, yang mana gitu, pasien nya juga nanti ngomong kalo salah

dibilangnya. Karena kan gak selamanya kita benar, pasti ada juga salahnya posisinya

dimana. Kadang mau juga ikut pasien kalo dia sadar ya dia itu ngomong. Ada dek di

form operasi kan disitu sudah di tandai.

5. Pernah, disini selalu ada penanadaan lokasi operasi, di ruangan sama dokternya. Kalo

selalu, ngak lah ya kalo di gigi. Ya kalo cuman yang gak perlu ditandai misalnya kiri

kanan atau gigi gak perlu ditandai. Di fisik dan di form. Ada di sio dalam bentuk

panah, terserah dokternya sih ada juga yang kasih gini (bulat) ya kan tapi ada yang

kasih panah tapi, lebih banyak kasih panah. Pakai spidol.

6. Diberi tanda, pake spidol kadang-kadang pakai plester, selalu dilakukan dokter mengisi

form dan sudah ditandatangani lalu menandai ke fisik pasien.

Pasti, karena gak mungkin ditandai kalo pasiennya gak tau karena yang dioperasi

pasiennya kan. Penandaan di lakukan di ruangan rawat inap saat dokter visit.

7. Tapi aku juga pernah liat di tandain pake spidol, makanya aku heran, ngapain nya

ditandain pake spidol dia ku bilang. Spidol di gunakanaya kok dicoret-dicoret.

Dokternya menandai. Ada, tapi mungkin sibuk dokternya tinggal ngomong aja jadi

tinggal tang tung. Makanya gak perlu ditandain nanti kan di ruang operasi di tanya,

operasi apa kak, dimana ka terus buktinya juga dari foto, jadi di fisik itu juga gak perlu

ditandai. Penandaan ya, itu di form aja, tandanya tidak ada cuman di tunjukkan

lokasinya

Pasien dilibatkan. Dokternya pun udah begitu, kadang-kadang kan dokter juga yang

apa, yang diduluankan sama pasien gitu misalnya prakteknya gitu, disini dibilangnya

disinilah mau di operasi besok mau di bagian tangan atau kaki.

8. Ada di form dan fisik, kebanyakaan sih panah, ada bentuk lingkaran, penandaan pake

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 162: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

145

spidol permanen.

9. Tidak ada, paling-paling nanti operasi misalnya yang di operasi kaki femur sebelah

kanan gitu ajanya, maksudnya langsung ditentukan gitu kebadan pasien. Ngak, soalnya

kan ada juga pasiennya gak terima, penandan itu juga biasa dilakukan di OK.

Dilibatkanlah, dikasitaulah pasiennya. Dokternya sekarang juga udah menerangkan

sama pasiennya, jadi misalnya operasi kaki sebelah kanan yah gitu aja kan, kalo

ditandai itu ngak, karena kalo fraktur kan udah jelas nya itu dioperasi, jadi kan dokter

udah tau jadi gak harus mesti ditandai lagi.

10. Pakai marker. Disitu, dengan tanda panahnya, disini dia mau operasi ya menuju kesitu

lah panahnya begini, kalo disini kita marker. Kalo di ruangan mereka gak punya

marker untuk operasi yang steril, disini dia(pasien) kita baru marker. Seharusnya pakai

marker biar seragam kan, tapi dengan keterbatasan ini ya diruangan masih pakai spidol

biasa. Perawat lah. Ke pasiennya langsung lahh, dimana yang mau di operasi.

Sebenarnya kan kalo menurut teori, satunya sebenarnya. Satu, tapi kan itulah

akreditasi kemarin lah jadi harus dua kali lah. Cuman gak di pertanyakan di sisisi yang

sama atau dua panah dia atau apa sih sebernanya. Tapi kalo di teori dua kan, dua kali

penandaan. Itulah kemarin gak ku tanya pula lagi atau gimana dan aku sendiri pun gak

tau apa jadi dua panah. Tapi kalo menurut SPO kami kan satu. Jadi 2 sebenarnya kami

bikin, ya itu kan dari ruangan udah di tandai, ya kita tandai lagi mengarah panah yang

sama juga ke daearah yang mau dilakukan operasi. Iya kalo itu ku tandain, cuman aku

lupa dia ada gak di tandai di ruangan tapi kalo yang ini ditandain, yang nenek tadi.

Ditandain diruangan, gak taulah saya yang menandain dokter atau perawat. Tapi itu

ada sudah ditandai tadi di ruang serah terima.Tapi gimanalah dari pada kita salah

mending kita lakukan. Yang dioperasi yang mana ? ini, saya tandain ya.

Pengurangan resiko infeksi akibat perawatan kesehatan

12. Bagaimana pendapat anda terhadap rendahnya pencapaian pelaksanaan

pengurangan resiko infeksi?

No. Keterangan

1. Kalo untuk pengurangan resiko infeksi cuci tangan di RS Methodist seharusnya harus

disosialisakan dan harus dilakukan secara berkala, sekarang resiko sudah berkurang

karena ada pengawasan dari rumah sakit, pengawasnya itu terkendala dimana SDM

nya kurang. Sadar tapi kadang-kadang mereka lupa, karena sibuk, sadar dan beberapa

saya lihat mereka sudah bagus setiap mereka mau ke pasien, tapi kadang-kadang

mereka ada yang lupa. Salah satu cara yang paling apa, sosialisasi ulang, dan

sosialisasi ini harus dlkdilakukan secara berkala, dalam jangka waktu 2 minggu sekali,

cuman masalah di sosialisai ini di perawat, di SDM nya . Sosalisasi ini kan gak

mungkin saya sendiri harus ada orang lain, ya itu makanya sosialisi ini. Kalau

sosialisanya terus dan berjangka pasti tercapai.

3. Kurang kesadaran dalam melaksanakanya, beban kerja, resiko kurang gak ada sanksi

yang serius.

4. Bagiamana pengurangan resiko infeksi?

Itu memang udah dilakukan tapi, tapi dibilang istilahnya 100% ngaklah ya. Kalo

memang untuk mengurangi, cuci tangan dulu sebelum apa make ini, handscoon,

sesudah dan sebelum kita cuci tangan. Kalo itu sih udah kita lakukan kalo untuk

prosedur-perosedurnya udah dilakukan. Tapi kita perawat kan kadang mau cepat,

kadang ngak, maksudnya gak 100% lah.

Kadang mau cepat gini, kadang mau lupa kan mau cuci tangan itu sesuai dengan five

moment itu.

Udah, cuman kami kuarang patuh aja perawat-perawat itu. Kalo semua taunya itu dek,

cuman kurang patuh aja.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 163: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

146

5. Karena satu kan kepatuhan satu memang apalah dibilang ya, ibaratnya apa lahya ,

memang kepatuhan lah satu ya, toh kalo 20 pasien cuman 2 perawatnya gimana, mau

cuci tangan disini belum siap satu, masih gini dia (praktein), dah nambah satu, itu sih

beban kerja.Dan itu juga sih kita masih kurang apa namanya, pelatihan-pelatihan gitu

ya. Kita gak berkesinambungan latihannya, jadi kurang kesadaran tadi masih kurang.

6. Kalau pada saat November Desember itu kan kita masih blm akrditasi, mungkin untuk

pelaksanaan cuci tangan belum diterapkannya masalah cuci tangan efektif ya kan,

namun tapi sudah dihimbau untuk melakukan cuci tangan. Sekarang sudah

dilaksanakan.

7. Satu ya memang, karena kita harus cepat, kurang patuh, kita mau cepat, dokter mau

cepat, jadi gak ada lagi. Kekurangan tenaga juga nya itu, kalau 2 perawat gimana mau

melakukan nya kan.

9. Kurang kesadaran ajanya.

13. Bagaimana pelaksanaan cuci tangan dan dilakukan pada saat kapan?

No. Keterangan

2. Caranya ya sesuai panduan yang WHO.

Sebelum periksa pasien, sesudah periksa pasien. Kalo di kamar operasi sebelum masuk

kamar operasi sama sesudah tindakan, ngak pernah lupa.

3. Cuci tangan yang benar sesuai WHO. Dilakukan pada saat five moment. Sebelum dan

sesudah kontak dengan pasien, setelah terkena cairan tubuh pasien, sebelum tindakan

aseptik, dan setelah kontak dengan lingkungan di sekitar pasien.

4. Sudah. Dilakukan pada 5 saat. Itu lah yang ku bilang tadi sebelum melakukan apa kan

kita harus melakukan antiseptic itu. Tapi kan namanya kita perawat kadang kita kan

mau cepat mau ini, maksudnya taatnya gk 100%. Kalau sebelum kontak dengan pasien

rasanya kalo memang kita ke ruangan itu dilakukan. Setelah terkena cairan pasien.

Pastinya, siapa yg mau kena resiko. Sudah sesuai WHO, dengan yang enam langkah.

Ya terus terang dek, kadang kita mau cepat mau apa, kita mau cepat -cepat kadang

memang gak taat kita, kadang memang ada bolong-bolongnya. Kadang gak mesti yang

enam langkah itu kita gini-gini dulu, ngak.Ya biasanya mau cepat ya gini kan pasien

manggil. Makanya gak taat 100% untuk melakukan yang 6 langkah itu, ngak

seharusnya. Mau cepat-cepat kadang memang kan, gak semua harus kita lakukan itu.

Ada juga kita memang yang tidak taat juga. Sebelum dan sesudah itu udah kita

laksanakan, malahan kita udah lebih hygeinis. Kita udah cuci tangan ni sebelum

melakukan tindakan, kami pake handsxcoon lagi keruangan. Kami memang ada

handscoon imphosible sekali pake buang, udah pake handsoon. Dari ruang pasien cuci

tangan lagi apa gak kurang bersih lagi itu, dan tiap ruangan pun kita udah ada handrub,

gk usah cuci tangan pun, ya pakai handrub. Kalo ngak lupa, kita wajibnya melakukan

cuci tangan, kita udah ditekankan itu dek. Kita udah mengoreksi itu di IPCN, itu

keliling dia itu. Habis lah kita kalo ini.

5. Pelaksanan cuci tangan kita sebelum ke pasien,sesudah ke pasien, sebelum

memberikan tindakan antiseptic, sesudah terkena cairan pasien dan sesudah kontak

degan pasien.Tapi itu ada juga kan pakai handrub, sebelum sesudah ke pasien setelah

sampai sini pakai handrub juga. Itu dia kalo pelaksanaan cuci tangan pakai handsoap

kurasa sudah sesuai standar, tapi kalo handrub itu kadang mungkin gak sesuai standar.

Kalo hanndsoap kan kita memang harus ini. Aku kalo ngak handsoap ya handrub.

Karena handrub kan kita gak berfokus ada buih kan, iya kan gitu. Tapi tergantung

kebiasaaan loh, kalo kita udah biasa kita jalan pun bisa gitu loh. Tapi kan gak ada

cerita ke pribadi tapi ke sini.Pernah lah lupa, kalo pasien gawat kan kayak mana ya

dek, gak terpikir lagilah, nyawa lah. Kita udah pernah pulang yang nyorong pas di IGD

kan dek. Karena itu tadi kesadaran lagi, karena kan kalo kita memang sudah sering

pelatihan udah memang diterapkan sadar, itu udah menjadi kebiasaan gitulah.

6. Apa yang kita dapat itu yang kita kerjakan. Selalu dilakukan pada saat 5 momen cuci

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 164: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

147

tangan.

7. Sudah sesuai WHO,sesudah, sebelum kontak dengan pasien, setelah kontak dengan

psien, setelah kontak dengan lingkungan pasien.

8. Kalo aku sendiri, karena aku dibagian akreditasi cuci tangan yang benar lah yg sesuai

WHO. Fivemoment. Pernah lah kayak tadi karena pasien ada butuh kita ada saat itu,

jadi gak sempat kan. Waktu gitu dan prioritas, itu aja sih karena jarang lah lupa karena

kebiasaan.

9. Pelaksanan cuci tangan sudah sesuai SPO cuci tangan, sebelum dan sesudah cuci

tangan.

14. Apakah ada diberikan edukasi cuci tangan kepada pasien terutama keluarga?

No. Keterangan

4. Oh itu ada, kalo pasien baru masuk, pasien masuk dari IGD, kita perkenalkan diri

disana, kita kasih atau peraturannya seperti ini-ini, susternya ini, dia juga harus tau

siapa susternya siapa yang bertanggung jawab di ruangan ini sebelum masuk dia. Kita

harus edukasi dia (pasien) dan keluarganya juga. Kami lengkap disni dek, ini ada form

kami melakukan edukasi, ini kan ada tanda tangan suster Rita yang memberkan

edukasi keluarganya, disini ditanda tangani, disini ada dibuat beberapa menit kita

cakap-cakap. Kita edukasi sebatas ini, kalo mau masuk cuci tangan ya, caranya sperti

ini. Formulir terinterasi pasien dan keluarga.

Kalo awal masuk harus di edukasi cuci tangan memang ini dek. Kalo ngak lengkap ini

di pulangkan nanti ini.

5. Kita ada form nya, ada edukasinya lengkap di tanda tangai keluarga sama orang yang

kita edukasikan. Kita kan udah edukasi di dinding pun ada kita tetap tempel. Kita

arahkan lagi. Kalo memang kita lihat, ya pasti kita tegur apalagi kalo anak-anak kan

udah kita bilangin.

16. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pelaksanaan

identifikasi pasien dengan benar?

No. Keterangan

1. Perawat sama orang-orang yang memerlukan seperti lab sudah melakukan sesuai SOP

cuman kita untuk menilai rill nya itu ya kita gak ada. Kita kemarin paling melakukukan

secara apa tanya jawab secara lisan ke pasienya itu. Apakah sebelum perawat atau

petugas analis melakukan identifkasi. Ya udah. Tadi bu ada ngak nanya sama ibu

sebelum suntik. Ada. Berarti kan ada, kita ambil secara acak gak mungkin setiap pasien

kita tanya. Ya yang secara acak itu lisan gak ada tulisannya. Apakah bu ini ada tadi

disuntik, ada ditanya namanya, apa aja tadi bu yang dikasih tau. Ya hanya ngomong

gitu. Itu secara lisan untuk menilai apakah perawat sudah melakukan tindakan

identifikasi pasien. Itu secara lisan. Secara tulisan belum ada kita buat, gak mungkin

kita kasih ke semua pasien secara tulisan.

17. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pelaksanaan

keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai?

No. Keterangan

1. Kalo pelabelan obat LASA /NORUM itu kan kita lihat di apotik, farmasi. Ya kita liat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 165: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

148

pengecekanlah secara lisan juga. Gak mungkin kita buat secara tulisan ini obat gak kan.

Kita cuman melihat aja dan mengkoordinasi. Secara lisan aja untuk obat LASA apakah

sesuai atau tidak, kita gak bisa ngecek bahan obat di apotik karena berapa ribu. Mereka

susun secara abjad. Cara penulisannya yang beda dan ada warna. Ampul dan

bentuknya sama disitu nanti ditulis. Di kotak penyimpanan ada pelabelannya itu. Disini

dia obat seperti paracetamol bentuk dan tulisannya sama disitu tempat

penyimpanannya itu ada tulisan LASA.

18. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pelaksanaan

pengurangan resiko jatuh?

No. Keterangan

1. Biasanya kalo insiden jatuh kita lakukan sesuai SOP. Kita ada tim keselamatan pasien

rumah sakit TKRS. Mereka itu punya tugas setiap 2 kali sehari itu mereka tugasnya itu

mengontrol ruangan. Yang mana ruangan itu yang bersiko ya. Dia akan mengontrol

ruangan. Contoh ruangan ini resikonya merah. Berarti harus melihat pasiennya itu

siapa resiko merah disitu di cek sama dia. Itu timnya. Dua hari lagi dicek pasienya, jika

sudah tidak ada dinilai ulang ruangan itu apakah ruangan itu ruangan merah, Kuning

atau hijau. Itu ada kriteria-kriterianya. Kalo itu ruangan kuning siapa yang kuning

disitu dicek ulang nanti disana. Atau pun yang sudah hijau dicek dia itu ada pasien

yang baru masuk punya riwayat resiko jatuh tinggi berarti jadi merah ruanganya. Per

ruangan. Gelang cuma resiko jatuh merah (tinggi), kuning (sedang), hijau (rendah) itu

penilaianya. Setelah ruangan kita lihat pasiennya, setelah pasiennya, kita liat

fasilitasnya. Kalo itu resiko jatuh tinggi maka ruanganya itu harus punya fasilitas untuk

pasien resiko jatuh tinggi. Contoh kamar mandi harus punya belnya berfungsi atau

tidak, pasiennya itu dekat nurse station tempat tidurnya, terus apakah pasien itu sudah

dipasang strainnya atau tidak. Apakah tempat tidur pasiennya ada belnya. Belnya

berfungsi atau tidak. Apakah pasiennya dikasih sandal untuk tidak jatuh. Itu tugasnya

tim TKRS. Jadi pendaftaran mereka cuman menilai mereka resiko jatuh sesuai dengan

kriteria, cuman tempelkan itu aja. Sampai di ruangan di lapor ke tim TKRS baru dia

akan masuk ke ruangan menilai. Kalo ruangan dia masuk itu hijau, pasien baru masuk.

Dia nilai ruangan ini merah maka ini akan jadi merah. Dia akan cek kelengkapannya

itu, dia akan ngatur. Itulah resiko jatuh dan itu memang terus terang tidak bisa

dijalankan tanpa tim. Dan tidak mungkin satu orang makanya tim TKRS itu semua

kepala ruangan tim TKRS. Mereka yang akan mengecek setiap pasien yang baru

masuk. Itu baru biasa jalan. IGD cuman mengidentifikasi pasien resiko jatuh, cuman

menempelkan stiker di gelang. Sampai di ruangan jadi tugas tim TKRS yang

melakukan peninjauan, penilaian ulang. Gak mungkin orang IGD melakukan penilaian

resiko jatuh gak bisa. UGD fungsinya untuk pasien gawat darurat dan kalo sudah

masuk ruangan tim TKRS yang ambil alih.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 166: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

149

Lampiran 8. Surat Penelitian ke Rumah Sakit Methodist

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 167: PELAKSANAAN KESELAMATAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT …

150

Lampiran 9. Surat Selesai Penelitian dari Rumah Sakit Methodist

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA