PELAKSANAAN AKAD BAGI HASIL PENGGARAPAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7460/1/SKRIPSI...
Transcript of PELAKSANAAN AKAD BAGI HASIL PENGGARAPAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/7460/1/SKRIPSI...
i
PELAKSANAAN AKAD BAGI HASIL PENGGARAPAN
SAWAH PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Studi Kasus di Desa Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh :
Ika Rukmana
NIM : 33020150087
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2019
ii
iii
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eksemplar
Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga
di Salatiga
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan,
arahan dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa:
Nama : Ika Rukmana
NIM : 33020150087
Judul : PELAKSANAAN AKAD BAGI HASIL
PENGGARAPAN SAWAH PERSPEKTIF HUKUM
ISLAM (Studi Kasus Di Desa Plumbon Kecamatan
Suruh Kabupaten Semarang)
Dapat diajukan kepada Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga untuk
diujikan dalam sidang munaqosyah.
Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian
dan digunakan sebagaimana mestinya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salatiga, 11 September 2019
Pembimbing,
iv
PENGESAHAN
Skripsi Berjudul
PELAKSANAAN AKAD BAGI HASIL PENGGARAPAN SAWAH
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
(Studi Kasus Di Desa Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang)
Oleh:
Ika Rukmana
NIM: 33020150087
Telah dipertahankan didepan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari’ah,
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Jum’at tanggal 20 bulan
September tahun 2019 dan telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna
memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.).
Dewan Sidang Munaqasyah
Ketua Sidang : Dr. H. Ilya Muhsin, S.H.I., M.Si.
Sekertaris Sidang : Endang Sriani, S.H.I., M.H.
Penguji I : Prof. Dr. H. Muh Zuhri, M.A.
Penguji II : Heni Satar Nurhaida, S.H., M.Si.
Salatiga, 20 September 2019
Dekan Fakultas Syariah
Dr. Hj. Siti Zumrotun, M.Ag.
NIP. 19670115 199803 2 002
v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN DAN PUBLIKASI
Yang bertandangan di bawah ini :
Nama : Ika Rukmana
NIM : 33020150087
Jurusan : Hukum Ekonomi Syari’ah
Fakultas : Syari’ah
Judul Skripsi : PELAKSANAAN AKAD BAGI HASIL
PENGGARAPAN SAWAH PERSPEKTIF HUKUM
ISLAM (Studi Kasus Di Desa Plumbon Kecamatan
Suruh Kabupaten Semarang
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya ini adalah asli
karya atau penelitian saya sendiri dan bukan plagiasi dari karya orang lain, kecuali
yang secara tertulis diacu dalam penelitian ini dan disebutkan acuan daftar
pustaka.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, dan boleh di
pubilkasikan oleh IAIN Salatiga.
Salatiga, 11 September 2019
Penulis
Ika Rukmana
33020150087
vi
MOTTO
بلت عاق د إل ت زماه ما ونتيحت ه امل ت عاقدين رضى العقد ف األصل
“Hukum asal dalam transaksi adalah keridhaan kedua belah pihak yang berakad,
hasilnya adalah berlaku sahnya yang diakadkan”
(Kaidah Fikih)
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Kedua Orang Tuaku Ibu Miroh dan Bapak Suradi tercinta, yang telah
mendoakan dan memberi kasih sayang serta pengorbanan selama ini.
2. Kakakku Eko Prasetyo dan Undariyah Meidrawati yang selalu mendoakan
agar skripsi ini segera selesai.
3. Teman Terdekatku Hidayat yang selalu mendoakan dan memberi semangat
serta dukungan agar saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-
baiknya.
4. Keluarga besar yang tidak hentinya memberikan dukungan dan doa kepadaku.
5. Sahabat karibku Lucky Kurnia, Dita Artikaningrum, dan Rofidhotul Ummah
yang telah berjuang bersama dan saling menguatkan.
viii
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat-Nya Skripsi ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan yang
diharapakan. Penulis juga beryukur atas rizki dan kesehatan yang telah diberikan
oleh-Nya sehingga penulis dapat menyusun Skripsi ini. Sholawat dan salam
semoga tercurahkan untuk Rasulullah Muhammad SAW beserta segenap keluarga
dan para sahabat-sahabatnya.
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Strata Satu Fakultas Syariah Jurusan Hukum Ekonomi Syariah, dengan
Judul PELAKSANAAN AKAD BAGI HASIL PENGGARAPAN SAWAH
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus Di Desa Plumbon Kecamatan
Suruh Kabupaten Semarang). Penulis mengakui bahwa dalam menyusun
Skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari beberapa pihak.
Karena itulah penulis mengucapkan penghargaan yang setinggi- tingginya,
ungkapan terima kasih kadang tak bisa diwakili kata-kata, namun perlu kiranya
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Zakiyudhin. M.Ag., selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Ibu Dr. Hj. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN
Salatiga.
3. Ibu Heni Satar Nurhaida, SH., M.Si, selaku Ketua Jurusan Hukum
Ekonomi Syari’ah IAIN Salatiga.
4. Bapak M. Yusuf Khummaini, S.HI., M.H. selaku Dosen Pembimbing
Akademik.
ix
5. Ibu Endang Sriani, S.H.I., M. H., selaku Dosen Pembimbing yang selalu
memberikan saran, pengarahan, dan masukan sehingga skripsi dapat
selesai dengan maksimal sesuai yang diharapkan.
6. Bapak Dr. H. Ilya Muhsin, S.Hi., M.Si. yang sempat menjadi Dosen
Pembimbing saya.
7. Kepala Seksi Pemerintahan Desa Plumbon Ibu Aprilya Pertiwi
Kusumaningrum, S.Pd.
8. Bapak Rono Samsi selaku Pemilik Sawah dan Bapak Sarjono. Bapak
Senu, Bapak Jumeri, serta Bapak Suradi selaku Penggarap Sawah di Desa
Plumbon yang sudah memberikan informasi.
9. Sahabat karibku Dita Artikaningrum, Lucky Kurnia, dan Rofidhotul
Ummah yang telah berjuang bersama dan selalu saling menguatkan.
10. Sahabat dan teman Jurusan Hukum Ekonomi Syariah angkatan 2015 IAIN
Salatiga, yang selalu mendukung penulis dalam menuntut ilmu.
Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan
balasan yang lebih dari yang mereka berikan dan senantiasa mendapatkan
maghfiroh, dilingkupi rahmat dan cita-Nya. Amin. Akhirnya, peneliti berharap
semoga Skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi
pembaca.
Salatiga, 20 September 2019
Penulis
x
ABSTRAK
Rukmana, Ika. 2019. Pelaksanaan Akad Bagi Hasil Penggarapan Sawah
Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus Di Desa Plumbon Kecamatan Suruh
Kabupaten Semarang). Skripsi. Fakultas Syari’ah Program Studi Hukum
Ekonomi Syari’ah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Endang Sriani, S. HI., M. H.
Kata Kunci : Penggarapan Sawah, Bagi Hasil, Hukum Islam,
Pada masyarakat Desa Plumbon sudah biasa terjadi perjanjian bagi hasil
dalam penggarapan sawah. Perjanjian tersebut biasa dilakukan hanya dengan
lisan, tidak secara tertulis karena sudah menjadi kebiasaan dan rasa saling percaya
dengan pembagian hasil dari penjualan panen secara paroan atau 50%:50%.
Namun pada April 2019, pembagian hasil penjualan panen tersebut berubah
menjadi 60% untuk penggarap dan 40% untuk pemilik sawah, maka di sini terjadi
ketidaksesuaian pelaksanaan akad bagi hasil penggarapan sawah. Untuk itu
peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana akad awal dan pelaksanaan akad bagi
hasil penggarapan sawah di Desa Plumbon serta bagaimana hal tersebut dalam
perspektif Hukum Islamnya.
Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
field research (penelitian lapangan) yaitu peneliti terjun langsung ke lapangan
guna mengadakan penelitian apa objek yang dibahas yaitu tentang pelaksanaan
akad bagi hasil penggarapan sawah di desa Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang. Selain itu penelitian ini termasuk penelitian kualitatif, karena dalam
penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan gejala secara menyeluruh melalui
pengumpulan data di lapangan dan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen
kunci.
Kerjasama penggarapan sawah yang dilakukan oleh masyarakat Plumbon
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang adalah penggarapan sawah secara paroan
yaitu aplikasi dari praktek muzara’ah dan mukhabarah. Menurut Perspektif
Hukum Islam akad dan pelaksanaan dari akad bagi hasil penggarapan sawah
secara paroan yang telah dilakukan oleh masyarakat Desa Plumbon Kecamatan
Suruh Kabupaten Semarang sudah sesuai dengan Hukum Islam, karena dalam
akad dan pelaksanaan akad tersebut sudah sesuai dengan konsep muzara’ah, dan
mukhabarah, walaupun dalam pembagian hasil dari penggarapan sawah tersebut
tidak sesuai dengan persentase pada akad awal karena ada faktor tertentu serta
adanya rasa saling tolong menolong dan keadilan, pemilik sawah merelakan
pembagian tersebut, karena pemilik sawah tidak merasa dirugikan secara meteri.
Agar hal tersebut tidak terulang kembali maka sebaiknya pemilik sawah dan
penggarap membuat surat perjanjian kerjasama secara tertulis, agar dapat
dijadikan bukti serta memikirkan kemungkinan untung rugi dalam pengelolaan
sawah agar tidak menimbulkan masalah dikemudian hari.
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Luas Desa Plumbon menurut Dusun ......................................................41
Tabel 2 Jumalah Penduduk Desa Plumbon tahun 2017-2018 .............................44
Tabel 3 Penduduk Desa Plumbon menurut Mata Pencaharian Penduduk ..........45
Tabel 4 Jumlah Penduduk menurut Agama ........................................................46
Tabel 5 Penduduk Desa Plumbon menurut Pendidikan tahun 2017 ...................47
Tabel 6 Struktur Pemerintahan Desa Plumbon ...................................................49
Tabel 7 Objek Penggarapan Sawah....................................................................56
Tabel 8 Biaya Penggarapan Sawah Oleh Bapak Sarjono ...................................58
Tabel 9 Biaya Penggarapan Sawah Oleh Bapak Senu ........................................58
Tabel 10 Biaya Penggarapan Sawah Oleh Bapak Jumeri ...................................59
Tabel 11 Biaya Penggarapan Sawah Oleh Bapak Suradi....................................60
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Peta Desa Plumbon ........................................................................43
xii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pedoman wawancara dengan Pemilik Sawah dan Penggarap Sawah.
2. Foto Sawah milik Bapak Rono Samsi.
3. Foto wawancara dengan Pemilik Sawah dan Penggarap Sawah.
4. Foto Kantor Desa Plumbon.
5. Foto Bukti Kepemilikan Tanah berupa Surat Pemberitahuan Pajak
Terhutang Pajak Bumi Dan Bangunan Tahun 2019.
6. Surat Nota Pembimbing.
7. Surat Izin Penelitian di Desa Plumbon.
8. Daftar Nilai SKK.
9. Lembar Konsultasi Skripsi.
10. Daftar Riwayat Hidup.
xiii
PEDOMAN TRANSLITERASI
Penulisan transliterasi Arab-Latin dalam tesis ini disesuaikan dengan
penulisan transliterasi Arab-Latin mengacu kepada keputusan bersama Menteri
Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI tahun 1987 Nomor: 158
tahun 1987 dan Nomor: 0543b/u1987, sebagai berikut:
A. Penulisan Huruf
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama
Alif ا
Tidak
dilambangkan
Tidak dilambangkan
Ba B Be ب
Ta T Te ت
Sa Ś Es (dengan titik di atas) ث
Jim J Je ج
Ha H ح
Ha (dengan titik di
bawah)
Kha Kh Ka dan ha خ
Dal D De د
Dzal Z Zet ذ
Ra R Er ر
Zai Z Zet ز
Sin S Es س
Syin Sy Es dan ye ش
xiv
Shad Sh Es dan ha ص
Dhad Dh De dan ha ض
Tha Th Te dan ha ط
Zhaa Zh Zet dan hà ظ
ain ‘ Koma terbalik di atas‘ ع
Ghain Gh Ge dan ha غ
Fa F Ef ف
Qaf Q Ki ق
Kaf K Ka ك
Lam L El ل
Min M Em م
Nun N En ن
Waw W We و
Ha H Ha ه
Hamzah ‘ Apostref ء
Ya Y Ye ي
B. Vokal rangkap atau diftong bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan
antara harakat dengan huruf, transliterasinya dalam tulisan Latin
dilambangkan dengan gabungan huruf sebagai berikut:
a. Vokal rangkap ( أو ) dilambangkan dengan gabungan huruf aw, misalnya:
al-yawm.
xv
b. Vokal rangkap ( أي ) dilambangkan dengan gabungan huruf ay, misalnya:
al-bayt.
C. Vokal panjang atau maddah bahasa Arab yang lambangnya berupa harakat
dan huruf, transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf
dan tanda macron (coretan horisontal) di atasnya, misalnya ( ال فاتحة = al-fatihah
م ) ,( .( qimah = قي مة ) al-‘ulum ) dan = ال علو
D. Syaddah atau tasydid yang dilambangkan dengan tanda syaddah atau tasydid,
transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf yang sama
dengan huruf yang bertanda syaddah itu, misalnya ( حد = haddun ), ( سد =
saddun ), ( طي ب = tayyib ).
E. Kata sandang dalam bahasa Arab yang dilambangkan dengan huruf alif-lam,
transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf “al”, terpisah
dari kata yang mengikuti dan diberi tanda hubung, misalnya ( ال بي ت = al-bayt ),
السمآء ) = al-sama’ ).
F. Ta’ marbutah mati atau yang dibaca seperti ber-harakat sukun,
transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf “h”,
sedangkan ta’ marbutah yang hidup dilambangkan dengan huruf “t”, misalnya
يةال هالل ) .( ru’yah al-hilal atau ru’yatul hilal = رؤ
G. Tanda apostrof (’) sebagai transliterasi huruf hamzah hanya berlaku untuk
yang terletak di tengah atau di akhir kata, misalnya ( ية = فقهاء ) ,( ru’yah = رؤ
fuqaha’).
H. Huruf besar dalam tulisan latin digunakan sesuai Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD)
xvi
DAFTAR ISI
SAMPUL ..........................................................................................................i
HALAMAN BERLOGO ..................................................................................ii
NOTA PEMBIMBING .....................................................................................iii
PENGESAHAN .................................................................................................iv
PERNYATAAN KEASLIAN ...........................................................................vi
MOTTO ..........................................................................................................viii
PERSEMBAHAN ..............................................................................................ix
KATA PENGANTAR .......................................................................................ix
ABSTRAK .........................................................................................................x
DAFTAR TABEL .............................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xii
PEDOMAN TRANSLITERASI .....................................................................xiii
DAFTAR ISI ......................................................................................................xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................1
B. Rumusan Masalah .................................................................................4
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................4
D. Manfaat Penelitian ................................................................................5
E. Penegasan Istilah ...................................................................................6
F. Tinjauan Pustaka ...................................................................................7
G. Metode Penelitian .................................................................................9
H. Sistematika Penulisan ...........................................................................15
xvii
BAB II AKAD BAGI HASIL PENGGARAPAN SAWAH
A. Akad(Perjanjian) ...................................................................................16
1. Pengertian Akad ...............................................................................16
2. Asas Perjanjian dalam Hukum Islam ...............................................19
3. Rukun Akad......................................................................................22
4. Syarat-syarat Akad ...........................................................................24
B. Tinjauan tentang Bagi Hasil Penggarapan Sawah ................................28
1. Pengertian .........................................................................................29
2. Dasar Hukum Muzara’ah, Mukhabarah, dan Musaqah ....................32
3. Rukun dan Syarat Muzara’ah, Mukhabarah, dan Musaqah .............34
4. Hukum Muzara’ah, Mukhabarah, dan Musaqah ..............................37
5. Berakhirnya Muzara’ah, Mukhabarah, dan Musaqah ......................38
6. Hikmah Muzara’ah, Mukhabarah, dan Musaqah .............................39
BAB III PELAKSANAAN AKAD BAGI HASIL PENGGARAPAN SAWAH
DI DESA PLUMBON KECAMATAN SURUH KABUPATEN
SEMARANG
A. Gambaran Umum Desa Plumbon .........................................................41
1. Tata Letak Geografis ........................................................................41
2. Keadaan Demografi..........................................................................43
3. Keadaan Ekonomi ............................................................................49
B. Pelaksanaan Akad Bagi Hasil Penggarapan Sawah di Desa Plumbon
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang ...............................................50
1. Jenis Kerjasama ................................................................................51
2. Akad/Perjanjian ................................................................................52
3. Benih atau Jenis Tanaman ................................................................54
4. Tanah yang dijadikan Objek ............................................................55
5. Biaya penggarapan ...........................................................................55
6. Jangka Waktu ...................................................................................59
7. Pelaksanaan Akad Bagi Hasil ..........................................................60
8. Faktor yang Mempengaruhu Pelaksanaan Akad Bagi Hasil ............62
xviii
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN AKAD
BAGI HASIL PENGGARAPAN SAWAH DI DESA PLUMBON
KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG
A. Akad ......................................................................................................65
B. Benih atau Jenis Tanaman ....................................................................68
C. Tanah yang dijadikan Objek .................................................................68
D. Biaya Penggarapan................................................................................70
E. Waktu Perjanjian ...................................................................................68
F. Bagi Hasil Penggarapan Sawah ............................................................73
G. Faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil dalam Akad Penggarapan Sawah
di Desa Plumbon ...................................................................................76
H. Manfaat dari Akad Penggarapan Sawah secara Paroan di Desa Plumbon
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang ...............................................80
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...........................................................................................82
B. Saran .....................................................................................................83
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari manusia akan selalu mencari
dan berusaha agar kebutuhannya terpenuhi. Manusia pada dasarnya adalah
makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dalam aktifitas yang
dilakukannya. Salah satu kegiatan manusia yang sering dilakukan sehari-hari
adalah bermuamalah. Muamalah adalah aktifitas yang dilakukan seseorang
dengan orang lain atau beberapa orang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
masing-masing.1 Aktifitas itu bisa terjadi dalam segala bidang, termasuk
pertanian.
Dalam hal ini pertanian adalah salah satu sumber penghasilan bagi
masyarakat, khususnya masyarakat pada daerah yang sebagian besar
wilayahnya adalah lahan persawahan, seperti pada Desa Plumbon Kecamaran
Suruh Kabupaten Semarang. Sebagian besar dari masyarakatnya adalah
petani, khususnya petani padi. Dalam muamalah, ada beberapa sistem
kerjasama dalam penggarapan/pengusahaan tanah yang dikenal seperti
muzara’ah, mukhabarah, dan musaqah. Dan ini adalah bentuk kerjasama
yang baik dan saling tolong-menolong.
Demikian halnya kerja sama antara pemilik lahan pertanian dan
penggarap lahan pertanian dengan memakai sistem bagi hasil yang dilakukan
oleh warga masyarakat Desa Plumbon Kecamaran Suruh Kabupaten
1 Nasrun Harun, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), hlm. 7.
2
Semarang. Sistem kerja sama ini disyaratkan agar sesama manusia tolong-
menolong dengan adanya keuntungan bersama dan tidak saling merugikan
satu sama lain. Oleh karena itu, praktek pelaksanaan perjanjian bagi hasil
dalam mengelola lahan pertanian atau sawah harus berdasarkan ketentuan-
ketentuan yang ada dalam Islam. Suatu ciri khusus bagi hasil dalam
penggarapan sawah adalah adanya pihak yang hanya memiliki lahan
pertanian dan adanya pihak yang hanya menggarap lahan pertanian tersebut.
Terkadang ada pemilik lahan petanian yang tidak mempunyai kemahiran
dalam mengelolanya sendiri, mereka memiliki lahan pertanian semata hanya
untuk investasi, dan ada pihak yang mahir dalam mengelola lahan pertanian
tetapi tidak memiliki lahan, sehingga kedua belah pihak ini mengadakan
suatu perjanjian kerjasama dan bagi hasil atas keuntungannya nanti.
Bagi hasil merupakan usaha yang mulia apabila pelaksanaannya selalu
mengutamakan prinsip keadilan, kejujuran, dan tidak saling merugikan.
Dalam hal ini muzara’ah, mukharabah,dan/atau musaqah adalah akad yang
sangat tepat digunakan oleh pihak pemilik lahan dan penggarap lahan. Namun
masih banyak orang yang belum mengetahui hukum bagi hasil dalam
pengelolaan lahan pertanian. Ketidaktahuan mereka dan tuntutan hidup yang
semakin keras menyebabkan banyak orang memilih mendapatkan keuntungan
sekalipun itu merugikan orang lain.
Muzara’ah adalah kerja sama dibidang pertanian antara pihak pemilik
lahan dengan penggarap lahan atau sawah, dimana bibit yang akan ditanam
berasal dari pemilik lahan. Sedangkan mukhabarah adalah kerja sama
3
dibidang pertanian antara pihak pemilik lahan dengan penggarap lahan atau
sawah dimna bibit yang ditanam berasalah dari penggarap lahan. Dalam
kedua akad tersebut biaya perawatan tanaman ditanggung oleh penggarap
lahan. Sedangkan Musaqah adalah akad antara pemilik tanah dengan pekerja
untuk memelihara pohon/tanaman, sebagai upahnya adalah buah/hasil dari
pohon/tanaman yang diurusnya.2
Pada masyarakat Desa Plumbon yang sebagian besar wilayahnya
adalah persawahan maka sudah biasa terjadi perjanjian bagi hasil dalam
penggarapan sawah yang biasa disebut dengan penggarapan sawah secara
paroan. Akad kerja sama dengan bagi hasil tersebut biasa dilakukan hanya
dengan lisan, tidak secara tertulis karena sudah menjadi kebiasaan masyarakat
Desa Plumbon dan rasa saling percaya dengan pembagian keuntungan paroan
atau 50%:50%.3 Bila tiba masa panen penggaraplah yang menjual hasil panen
lalu hasilnya dibagi dua sesuai dengan akadnya.
Namun seiring dengan berkembangnya zaman dan kebutuhan yang
semakin tinggi, banyak pihak dari penggarap lahan menyalahgunakan
kepercayaan yang sudah diberikan oleh pemilik lahan, dengan melakukan
kecurangan saat pembagian uang hasil penjualan padi yaitu bagi hasil tersebut
berbeda dengan akad yang telah disepakati kedua belah pihak. Sebagai contoh
yang semula pembagiannya 50% : 50% menjadi 60% untuk penggarap sawah
dan 40% untuk pemilik lahan sawah pada pembagian hasil penjualan padi di
2 Mardani , Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana Media Group, 2012), hlm. 240. 3 Wawancara dengan Bapak Suradi (petani) pada tanggal 2 April 2019
4
bulan April 2019. Maka di sini terjadi ketidaksesuaian pelaksanaan akad bagi
hasil penggarapan sawah.4
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menelitinya karena
itu adalah objek yang penting untuk dibahas berdasarkan kenyataan yang ada.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan suatu penelitian dan pengamatan
secara intensif. Dengan judul “PELAKSANAAN AKAD BAGI HASIL
PENGGARAPAN SAWAH PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi
Kasus di Desa Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang)”.
B. RUMUSANMASALAH
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka penulis dapat
menarik rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan akad bagi hasil penggarapan sawah di Desa
Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang?
2. Bagaimana pelaksanaan akad bagi hasil penggarapan sawah di Desa
Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang dalam Perspektif
Hukum Islam?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendiskripsikan mengenai praktek pelaksanaan akad bagi hasil
penggarapan sawah di Desa Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang;
4 Wawancara dengan Bapak Rono Samsi (Pemilik Tanah Persawahan) pada tanggal 1
Mei 2019
5
2. Memperoleh kejelasan hukum mengenai praktek lapangan khususnya
pada pelaksanaan akad bagi hasil penggarapan sawah dalam Perspektif
Hukum Islam.
D. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat atau kegunaan dari penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu
sebagai berikut:
1. Secara Teoritis Penelitian ini sangat bermanfaat untuk memperkaya
wacana keilmuan khususnya dalam bidang Hukum Ekonomi Syari’ah dan
juga menambah bahan pustaka bagi Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga.
2. Secara Praktis
a. Memberikan wawasan mengenai pemecahan masalah sosial di
masyarakat dengan adanya pelaksanaan akad bagi hasil penggarapan
sawah di Desa Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang yang
tidak sesuai dengan akadnya dan mengetahui Analisis Hukum Islam
mengenai pelaksanaan akad bagi hasil penggarapan sawah di Desa
Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang
b. Untuk Fakultas Syari’ah, sebagai tambahan referensi dan bahan kajian
serta memperkaya wawasan di bidang kerjasama dan bagi hasil.
E. PENEGASAN ISTILAH
1. Penggarapan sawah adalah suatu proses mengerjakan atau mengelola
sawah, mulai dari menanami, merawat dan memanen sawah tersebut.
6
2. Perspektif adalah cara pandang terhadap sebuah masalah yang terjadi,
atau sudut pandang tertentu yang digunakan dalam melihat suatu
fenomena.
3. Hukum Islam, yaitu kaidah, asas, prinsip atau aturan yang digunakan
untuk mengendalikan masyarakat Islam baik berupa ayat al-Quran, hadist
Nabi atau pendapat sahabat, tabi’in maupun pendapat yang berkembang
suatu masa dalam kehidupan umat Islam.5.
4. Bagi Hasil adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil
usaha antara penyedia dana (modal) dan pengelola dana (modal).6
F. TELAAH PUSTAKA
Skripsi dari Febrianzah Zahiruddin (2015) berjudul “Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Bagi Hasil Penggarapan Tanah Sawah Di Desa Palur
Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo”. Dalam skripsi ini penyusun
meneliti apakah pelaksanaan bagi hasil di desa tersebut sudah sesuai dengan
Hukum Islam. Dalam kesimpulan penyusun menyimpulkan bahwa dalam
pelaksanaan bagi hasil yang dilakukan di Desa Palur sudah sah menurut
Hukum Islam.7
Jurnal dari Unggul Priyadi dan Jannahar Saddam Ash (2015)
“Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Pertanian Lahan Sawah: Studi di
Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Yogyakarta”. Dalam jurnal
5Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam Jilid II, (Jakarta: letar Batu VanHoeve,
1996), hlm. 575. 6 Rofiq, Fiqih Kontekstual dari Normatif ke Pemaknaan Sosial,(Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004), hlm153. 7Zahiruddin, F. (2016). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bagi Hasil Penggarapan Tanah
Sawah Di Desa Palur Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo (Doctoral dissertation,
Universitas Muhammadiyah Surakarta).
7
tersebut meneliti bagaimana sistem perjanjian bagi hasil pertanian di desa
tersebut. Dalam kesimpulan penyusun menyimpulkan bahwa pelaksanaan
perjanjian bagi hasil lahan sawah di Kecamatan Gamping belum sepenuhnya
sesuai dengan UU No.2 Tahun 1960 tentang Perjanjian BagiHasil Tanah
Pertanian.8
Skripsi dari Epi Yuliana (2009) yang juga membahas tentang bagi
hasil dengan judul skripsi “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bagi Hasil
Penggarapan Kebun Karet di Desa Bukit Selabu Kabupaten Musi Banyuasin
Sumatra Selatan”. Dalam skripsi ini disimpulkan bahwa pelaksanaan
transaksi bagi hasil yang dilakukan masyarakat Buit Selabu telah sah menurut
Hukum Islam yang termasuk kedalam akad musaqah karena syarat dan rukun
ijarahnya sudah terpenuhi demikian juga dengan bagi hasilnya.9
Tesis dari Hidup Iko (2008) yang juga membahas tentang bagi hasil
pertanian dengan judul ”Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian
di Kecamatan Bulakamba Kabupaten Brebes Jawa Tengah”, dalam tesis
tersebut bertujuan untuj mengetahui dan menganalisa sistem perjajian Bagi
Hasil tanah yang belaku disana, faktor-faktor apakah yang mempengaruhi
dalam menentukan sistem bagi hasil serta kendala-kendala yang dihadapi
dalam perlaksanaan perjanjian Bagi Hasil tersebut. Dari hasil penelian yang
diperoleh bahwa pelaksanaan bagi hasil tanah pertanian tersebut tidak sesuai
8Priyadi, U., & Shidiqie, J. S. A. (2015). Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Pertanian
Lahan Sawah: Studi di Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Jurnal Fakultas
Hukum UII, 15(1), 101-116. 9 Epi Yuliana, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bagi Hasil Penggarapan Kebun Karet
di Desa Bukit Selabu Kabupaten Musi Banyuasin Sumatra Selatan”, SkripsiMahasiswa Fakultas
Syariah UINSunan Kali Jaga Yogyakarta, 2009.
8
dengan UU No 2 tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil tanah pertanian
tetapi mereka menggunakan perjanjian sesuai adat turun temurun dan faktor
tolong-menolong.10
Skripsi dari Slamet Widodo (2004) yang juga membahas tentang bagi
hasil dengan judul skripsi “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bagi Hasil
Perkebunan Salak di Desa Sewukan Kecamatan Dukun Kabupaten
Magelang”. Dalam Skripsi ini Slamet menyimpulkan bahwa perjanjian bagi
hasil tersebut mengalami cacat hukum karena mengalami ketidakjelasan
waktu berakhirnya perjanjian sewa sebagai syarat sahnya suatu perjanjian
sewa, sedangkan pembagian hasilnya telah memenuhi rasa keadilan sehingga
tidak bertentangan dengan hukum Islam.11
Dari berbagai macam telaah pustaka yang ada, sudah banyak yang
membahas mengenai bagi hasil dalam pertanian, tapi hanya pada per-
janjiannya, hak dan pertanggungjawabannya. Sedangkan penelitian ini akan
meneliti tentang pelaksanaan akad bagi hasil penggarapan sawah, yang
meliputi akad, pelaku akad, hak penggarap, hak pemilik tanah, objek akad,
pelaksanaan dari akad tersebut dan faktor yang mempengaruhi penetuan bagi
hasil penggarapan sawah yang dilihat dari sudut pandang Hukum Islam,
selain itu dari sistem bagi hasilnya pun sedikit berbeda dengan sistem bagi
hasil yang akan penyusun teliti, di Desa Plumbon biasanya memakai sistem
10 Iko, H. (2008). Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian di Kecamatan
Bulakamba Kabupaten Brebes Jawa Tengah (Doctoral dissertation, Program Pascasarjana
Universitas Diponegoro). 11 Slamet widodo, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bagi Hasil Perkebunan Salak di
Desa Sewukan Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang”,Skripsi Mahasiswa Fakultas Syari‟ah
UINSunan Kalijaga Yogyakarta, 2004.
9
bagi hasil penggarapan sawah secara paroan. Dilihat dari objek/tempat
penelitiannya pun belum ada yang sama yaitu di Desa Plumbon Kecamatan
Suruh Kabupaten Semarang. Oleh karena itu permasalahan yang muncul juga
berbeda dan mempunyai karakteristik tersendiri.
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian field research (penelitian lapangan) yaitu peneliti terjun
langsung ke lapangan guna mengadakan penelitian pada objek yang
dibahas yaitu tentang pelaksanaan akad bagi hasil penggarapan sawah di
desa Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Selain itu
penelitian ini termasuk penelitian kualitatif, karena dalam penelitian ini
bertujuan untuk mengungkapkan gejala secara menyeluruh melalui
pengumpulan data di lapangan dan memanfaatkan diri peneliti sebagai
instrumen kunci. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian. Di Desa Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang
terdapat fenomana dimana ada akad kerjasama penggarapan sawah yang
pelaksanaan akad nya tidak sesuai dengan akad di awal kerjasama tersebut
dibentuk. Secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-
kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
10
memanfaatkan berbagai metode ilmiah.12 Sedangkan dalam penelitian ini
penulis menggunakan pendekatan yuridis sosiologis yang digunakan untuk
mengetahui bagaimana akad bagi hasil penggarapan sawah di desa
Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Yang dimaksud dengan
pendekatan sosiologis adalah melakukan penyelidikan dengan cara melihat
fenomena masyarakat atau peristiwa sosial, politik dan budaya untuk
memahami hukum yang berlaku di masyarakat.13
a. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini kehadiran peneliti merupakan hal yang utama
dan penting karena seorang peneliti secara langsung mengumpulkan
data yang ada di lapangan. Sedangkan status peneliti dalam hal ini
mengumpulkan data yang diketahui oleh subjek penelitian.
b. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Plumbon Kecamatan Suruh
Kabupaten Semarang. Karena wilayah ini sebagian besar pen-
duduknya bergama Islam dan sebagian besar masyarakat di Desa
Plumbon memiliki mata pencaharian sebagai petani.
c. Sumber Data
Data merupakan suatu fakta atau keterangan dari objek yang
diteliti.14 Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-
kata, tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen lain
12 Moleong, J,Lexy, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2007). Hal 6 13 Soerjono Soekanto, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Ui-Press, 1986) ,hal. 4 14 Moleong, J,Lexy, Metode Penelitian Kualitatif, hlm. 157.
11
(sumber data tertulis dan foto).Data yang penulis gunakan dalam
penulisan skripsi ini meliputi:
1) Data Primer, sumber dan data jenis penelitian ini adalah kata-kata
dan tindakan subjek serta gambaran ekspresi, sikap dan
pemahaman dari subjek yang diteliti sebagai dasar utama
melakukan interpretasi data. Data atau informasi tersebut diperoleh
secara langsung dari pemilik sawah dan beberapa penggarap sawah
di Desa Plumbon. Sedangkan untuk pengambilan data dilakukan
dengan bantuan catatan lapangan, dan bantuan foto. Sementara itu,
observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan secara
langsung di Desa Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang.
2) Data Sekunder, adalah data atau informasi yang diperoleh secara
tidak langsung dari sumber-sumber lain selain data primer. Datanya
berupa buku-buku literatur, internet, majalah atau jurnal ilmiah,
arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi lembaga-lembaga yang
terkait dengan penelitian ini. Data tersebut diantaranya buku-buku
referensi. Buku-buku referensi ialah koleksi buku yang memuat
informasi yang spesifik, paling umum serta paling banyak dirujuk
untuk keperluan ilmiah.15 Misalnya buku dari Prof. Dr. Syamsul
Anwar, M. A. Yang berjudul Hukum Perjanjian Syari’ah Studi
tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat, lalu referensi yang
15 Mestika. Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2004), hlm. 10.
12
berasal dari Desa Plumbon ialah Peraturan Desa Plumbon
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Nomor 5 tahun 2017
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa 2016-2022.
2. Metode Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data yang diperlukan, digunakam metode-
metode sebagai berikut:
a. Metode Wawancara
Dalam metode ini penulis menggunakan teknik interview guide
yaitu cara pengumpulan data dengan menyampaikan secara langsung
daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya guna memperoleh
jawaban yang langsung dari responden.16 Dalam penelitian ini
wawancara dilakukan secara mendalam yang diarahkan pada masalah
tertentu dengan cara bertanya pada informan yang sudah dipilih untuk
mendapatkan data yang diperlukan. Teknik wawancara yang
digunakan ini dilakukan secara tidak terstruktur, dimana peneliti tidak
melakukan wawancara dengan struktur yang ketat kepada informan
agar informasi yang diperoleh memiliki kapasitas yang cukup tentang
berbagai aspek dalam penelitian ini.
b. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan
cara membaca dan mengutip dokumen-dokumen yang ada dan
16 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Aksara Baru, 1986), hlm. 138.
13
dipandang relevan.17 Dalam melaksanakan metode dokumentasi,
peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku, catatan harian,
dan sebagainya.
c. Metode Observasi atau Pengamatan
Metode observasi adalah teknik pengumpulan data dengan
pengamatan langsung kepada objek penelitian. Metode ini digunakan
untuk mengetahui situasi dan kondisi lingkungan di Desa Plumbon
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.
3. Metode Analisis Data
Metode analisis data adalah suatu cara penanganan terhadap objek
ilmiah tertentu dengan jalan memilah-milah antara pengertian yang satu
dengan yag lain untuk mendapatkan pengertian yang baru. Data yang
berhasil dihimpun akan dianalisis secara kualitatif dengan menerapkan
metode berfikir induktif, yaitu suatu metode berfikir yang bertolak dari
fenomena yang khusus kemudian menarik kesimpulan yang bersifat
umum.18
4. Pengecekan Keabsahan Data
Untuk mengetahui apakah data yang telah dikumpulkan dalam
penelitian memiliki tingkat kebenaran atau tidak, maka dilakukan
pengecekan data yang disebut dengan validitas data. Untuk menjamin
validitas data akan dilakukan triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan data
17 Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Bina
Aksara. 1992) hlm.13. 18 Daymon, Kristina, Metode-Metode Riset Kualitatif Dalam Publik Relation Dan
Marketing Communication, (Yogyakarta: PT Bentang Pustaka, 2008), hlm. 369.
14
yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data tersebut untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.19
Validitas data akan membuktikan apakah data yang diperoleh
sesuai dengan apa yang ada di lapangan atau tidak.
a. Tahap-Tahap Penelitian
1) Penelitian Pendahuluan Penulis mengkaji buku-buku yang
berkaitan dengan akad, bagi hasil, dan kerjasama penggarapan
sawah dalam Islam.
2) Pengembangan desain setelah penulis mengetahui berbagai hal
tentang bagi hasil penggarapan sawah perspektif hukum Islam,
kemudian penulis melakukan observasi ke objek penelitian untuk
melihat secara langsung pelaksanaan dari akad dalam bagi hasil
penggarapan sawah di Desa Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang.
3) Penelitian Sebenarnya dengan cara penulis melakukan penelitian
dengan cara terjun langsung ke lokasi penelitian untuk meneliti
secara lebih mendalam tentang kasus yang sebenarnya terjadi
mengenai pelaksanaan akad bagi hasil penggarapan sawah di Desa
Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.
19Moleong, J,Lexy, Metode Penelitian Kualitatif, hlm. 330.
15
H. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam menyusun skripsi ini penulis membagi ke dalam beberapa bab
dan masing-masing bab mencakup beberapa sub bab yang berisi sebagai
berikut:
1. Bab I Pendahuluan
Pada bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, telaah
pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
2. Bab II Kajian Pustaka
Pada bab ini akan dipaparkan tentang pengertian, rukun, syarat, dan dasar
hukum dari akad, tinjauan umum bagi hasil dan tinjauan umum muzara’ah,
mukhabarah, dan musaqah yang terdiri dari pengertian, dasar hukum,
rukun dan syarat, hukum dari muzara’ah, mukhabarah, dan musaqah,
berakhirnya akad muzara’ah, mukhabarah, dan musaqah, serta hikmah dari
muzara’ah, mukhabarah, dan musaqah.
3. Bab III PaparanData Dan Temuan Penelitian
Pada bab ini memaparkan tentang gambaran umum pelaksanaan praktek
akad bagi hasil penggarapan sawah di Desa Plumbon Kecamatan Suruh
Kabupaten Semarang yang meliputi wilayah penelitian meliputi letak
geografis, kehidupan beragama dan pendidikan serta keadaan ekonomi dan
mekanisme pelaksanaan akad bagi hasil penggarapan sawah di Desa
Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang serta faktor yang
16
mempengaruhi pelaksanaan bagi hasil penggarapan sawah di Desa
Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.
4. Bab IV Pembahasan
Pada bab ini akan memaparkan tentang pelaksanaan akad bagi hasil
penggarapan sawah di Desa Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang, Perspektif Hukum Islam terhadap pelaksanaan akad bagi hasil
penggarapan sawah di Desa Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang, analisis terhadap faktor yang mempengaruhi bagi hasil dalam
akad penggarapan sawah dan manfaat dari akad penggarapan sawah secara
paroan di Desa Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang
5. Bab V Penutup
Pada bab ini merupakan bab penutup atau bab akhir dari penyusunan
skripsi yang penulis susun. Dalam bab ini penulis mengemukakan
kesimpulan dari seluruh hasil penelitian, saran-saran ataupun rekomendasi
dalam rangka meningkatkan pengetahuan tentang hukum-hukum Islam
khususnya hukum bermuamalah.
17
BAB II
AKAD BAGI HASIL PENGGARAPAN SAWAH
A. Akad (Perjanjian)
1. Pengertian Akad
Islam merupakan ajaran Allah yang bersifat universal yang mengatur
seluruh aspek kehidupan manusia. Manusia sebagai mahluk sosial dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya, baik secara material maupun spriritual,
selalu berhubungan dan bertransaksi antara satu dan yang lain. Dalam
berhubungan dengan orang lain inilah antara yang satu dan yang lain
sering terjadi interaksi.20
Kata akad berasal sari bahasa Arab, yaitu ar-rabtu yang berarti
menghubungkan atau mengkaitkan, atau mengikat antara beberapa ujung
sesuatu.21 Sedangkan secara etimologis:22
a. Mengikat (ar-rabtu), atau mengumpulkan dalam dua ujung tali dan
mengikat salah satunya denganjalan lain sehingga tersambung,
kemudian keduanya menjadi bagian dari sepotong benda;
b. Sambungan (‘aqdatun ), atau sambungan yang memegang kedua ujung
dan mengikatnya;
c. Janji (al-‘ahdu), sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah:
20 Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik Kontemporer Hukum Perjanjian, Ekonomi,
Bisnis, dan Sosial, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2012), hlm 19. 21 Ibid, hlm. 19 22 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT.Raja Grafindo, 2005), hlm . 44.
18
ب المحتقي بل من أوف بعهده , وات قى فإن الل يح
“(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji
(yang dibuat)nya dan bertakwan, maka Sesungguhnya Allah
menyukai orang orang yang bertakwa”(Qs. Ali Impron [3]:
76)23
Istilah ‘ahdun dalam Alqur’an mengacu kepada pertanyaan
seseorang untuk mengerjakan sesuatu dan tidak ada keterikatan de-ngan
orang lain. Perjanjian yang dibuat seseorang tidak memerlukan persetujuan
pihak lain, baik setuju maupun tidak, tidak berpengaruh kepada janji yang
dibuat oleh orang tersebut, seperti yang dijelaskan dalam surat Ali Impron
ayat 76 bahwan janji tetap mengikat orang yang membuatnya. Perkataan
‘aqdu mengacu pada terjadinya dua perjanjian atau lebih, yaitu bila
seseorang mengadakan janji kemudian ada orang lain yang menyetujui
janji tersebut, serta menyatakan suatu janji yang berhubungan dengan janji
yang pertama, sehingga yang satu dan yang lain, yang kemudian disebut
Perikatan (‘aqd ).
Dari uraian diatas, dapat dipahami bahwa setiap akad atau
persetujuan (‘aqdun) mencakup tiga hal, yaitu :
a. Perjanjian(‘ahdun);24
b. Persetujuan dua perjanjian atau lebih, dan;25
c. Perikatan (‘aqdun).26
23 Al-Qur’an Surat Ali Impron [3] ayat 76. 24 Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau
dimana dua pihak saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu. 25 Persetujuan dua perjanjian atau lebih adalah dimana dua pihak atau lebih melakukan
dua atau lebih perjanjian secara bersamaan.
19
Akad secara konseptual atau dalam istilah syariah, di-sebutkan
bahwa akad adalah hubungan atau keterkaitan atara ijab dan qabul yang
dibenarkan oleh Syariah dan memiliki implikasi hukum tertentu. Atau
dalam pengertian lain, akad merupakan keterkaitan atara keinginan kedua
belah pihak yang dibenarkan oleh syariah dan menimbulkan implikasi
hukum tertentu.27
Sedangkan menurut al-Sayyid Sabiq akad berarti ikatan atau
kesepakatan. Secara etimologi akad adalah ikatan antara dua perkara baik
ikatan secara nyata maupun secara maknawi, dari satu segi maupun dua
segi. Secara terminologi, ulama fiqih membagi akad dilihat dari dua segi,
yaitu secara umum dan secara khusus.28
Akad secara umum adalah segala sesuatu yang dikerjakan oleh
seseorang berdasarkan keinginannya sendiri seperti wakaf, talak,
pembebasan, atau sesuatu yang pembentukannnya membutuhkan
keinginan dua orang, seperti jual beli, perwakilan dan gadai. Pengertian
akad secara umum di atas adalah sama dengan pengertian akad dari segi
bahasa menurut pendapat Ulama Syafi’iyah, Malikiyyah dan
Hambaliyah.29
2. Asas Perjanjian dalam Hukum Islam
a. Asas Ibahah (Mabda’ al-Ibahah)
26 Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, berdasarkan mana pihak
yang berhak menuntut dari pihak lain dan pihak lain berjkewajiban memenuhi tuntutan tersebut. 27Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik Kontemporer Hukum Perjanjian, Ekonomi,
Bisnis, dan Sosial, hlm 19-20. 28Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hlm 127 29Ibid, hlm 128.
20
Asas Ibahah adalah asas dimana pada dasarnya segala sesuatu itu
boleh dilakukan sampai ada dalil yang melarangnya., seperti pada
kaidah ke-50:
بدليل إل ابحةح وال الل المحعامالت ف الشرحوط ف األصلح
“Hukum asal menetapkan syarat dalam mu’amalah adalah
halal dan diperbolehkan kecuali ada dalil (yang
melarangnya)”30
Dalam tindakan muamalah segala sesuatu itu sah dilakukan bila
tidak ada larangan tegas atas tindakan tersebut. Tindakan hukum dan
perjanjian apa pun dapat dibuat sejauh tidak ada larangan khusus
mengenai perjanjian tersebut.
b. Asas Kebebsahan Berakad (Mabda’ Hurriyyah at-Ta’aqud)
Hukum Islam mengakui kebebasahn berakad adalah suatu prinsip
hukum yang menyatakan bahwa setiap orang dapat membuat akad
dalam jenis apa pun tanpa terikat pada nama-nama yang telah
ditentukan dalam Undang-undang Syariah dan memasukan klausul apa
saja ke dalam akad yang dibuat, yang sesuai dengan kepentingannya
sejauh tidak berakibatmakan harta sesama dengan jalan yang batil.
Asas kebebasan berakad dalam Hukum Islam didasarkan pada
beberapa dalil sebagai beikut:
1) Firman Allah dalah QS. Al-Ma’idah ayat 1 yang artinya :
30 Al Manhaj, Al-Ilmu: Qawaid Fiqhiyah,( https://almanhaj.or.id/4319-kaidah-ke-50-
hukum-asal-muamalah-adalah-halal-kecuali-ada-dalil-yang-melarangnya-2.html) pada 23 Agustus
2019
21
“wahai orang-orang beriman, penuhilah akad-akad
(perjanjian-perjanjian)”
Kebebasan berakad sah dilakukan tetapi wajib memenuhi akad
yang telah dibentuk.
2) Sabda Nabi saw,
“0rang-orang Muslim itu senantiasa setia kepada syarat-
syarat (janji-janji) mereka”
Dalam membuat akad syarat dan rukunnya harus terpenuhi.
3) Kaidah Hukum Islam,
“Pada asasnya akad itu adalah sesepakatan para pihak
dan akibat hukumnya adalah apa yang mereka tetapkan
atas diri mereka melalui janji”
Kebebasan berakad bila sudah dinyatakan maka harus
berdasarkankata sepakat dan akibat hukumnya adalah apa yang
telah ditetapkan dalam perjanjan.31
c. Asas Konsensualisme (Mabda’ ar-Radha’iyyah)
Dalam asas konsensualisme, terciptanya perjanjian cukup dengan
adanya kata sepakat oleh para pihak tanpa harus memenuhi formalitas-
formalitas tertentu
d. Asas Janji itu Mengikat
Suatu perjanjian bersifat mengikat bagi siapa saja yang telah
menyatakan kata sepakat dan wajib memenuhi akad tersebut.
e. Asas Keseimbangan (Mabda’ at-Tawazun fi Mu’awadhah)
31 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih
Muamalat, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2007) hlm.84-85.
22
Dalam asas keseimbangan bagi para pihak yang telah melakukan
perjanjian, maka para pihak harus memikul resiko yang ada secara
bersama-sama. Bila ada keuntungan maka harus dibagi secara seimbang
dan bila mengalami kerugian harus di tanggung bersama.
f. Asas Kemaslahatan (tidak memberatkan)
Dalam asas kemaslahatan dimaksudkan bahwa akad yang dibuat
oleh para pihak harus bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi
mereka dan tidak boleh menimbulkan kerugian (mudharat) atau
keadaan memberatkan (masyaqqah)
g. Asas Amanah
Dalam asas amanah masing-masing pihak harus beritikad baik
dalam bertransaksi dengan pihak lain dan salah satu pihak tidak boleh
mengeksploitasi pihak lain karena ketidaktahuan mitranya.
h. Asas Keadilan
Keadilan adalah tujuan yang hendak diwujudkan oleh semua
hukum. Dalam melakukan perjanjian keadilan harus diutamakan karena
keadilan adalah sebagai sendi dari suatu akad.32
3. Rukun akad
Rukun akad dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang bisa
digunakan untuk mengungkapkan kesepakatan atas dua kehendak atau
32 Ibid, hlm.88-92.
23
sesuatu yang bisa disamakan dengan hak itu dari tindakan isyarat.33
Adapun rukun-rukun dalam suatu akad, sebagai berikut: 34
a. ‘aqid adalah orang yang berakad, terkadang masing-masing pihak
terdiri dari satu orang, terkadang terdiri dari beberapa orang, misalnya
penjual dan pembeli beras di pasar biasanya masing-masing pihak satu
orang, ahli waris sepakat untuk memberikan sesuatu kepada pihak yang
lain yang terdiri dari beberapa orang. Seseorang yang berakad
terkadang orang yang memiliki hak (aqid ashli) dan terkadang
merupakan wakil dari yang memiliki hak.
b. Ma’qud‘alaih adalah benda-benda yang diakadkan, seperti benda-benda
yang dijual dalam akad jual beli, dalam akad gadai, akad kafalah dan
akad-akad lain yang menjadiakn benda sebagai objeknya.
c. Maudhu’ al ‘aqd adalah tujuan atau maksud pokok mengadakan akad.
Berbeda akad, maka berbeda pula tujuan pokok akad. Dalam akad jual
beli tujuan pokoknya ialah memindahkan barang dari penjual kepada
pembeli dengan diberi ganti. Tujuan akad sewa adalah memindahkan
hak guna sesuatu kepada penyewa dengan diberi ganti.
d. Shigat al’aqd ialah ijab-qabul, ijab yaitu permulaan penjelasan yang
keluar dari salah seorang yang berakad sebagai gambaran kehendaknya
dalam mengadakan akad, sedangkan qabul yaitu perkataan yang keluar
dari pihak yang berakkad pula, yang diucapakan setelah ijab.
33Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik Kontemporer Hukum Perjanjian, Ekonomi,
Bisnis, dan Sosial, hlm 22 34Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, hlm 46-47
24
Pengertian ijab dan qabul dalam pengalaman dewasa ialah bertukarnya
sesuatu dengan yang lain sehingga antara pihak dalam pertukatan
tersebut tidak berhadapan, misalnya, jual beli online.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam Shigat al’aqd ialah:
1) Shigat al’aqd harus jelas pengertianya. Kata-kata dalam ijab-qabul
harus jelas dan tidak memiliki banyak pengertian, misalnya
seseorang berkata “aku serahkan barang ini”, kalimat tersebut
masih kurang jelas sehingga masih menimbulkan pertanyaan,
apakah benda tersebut diserahkan sebagai pemberian, penjualan,
atau titipan. Kalimat yang lengkapnya ialah “aku serahkan benda
ini kepadamu sebagai hadiah atau pemberian”.
2) Harus bersesuaian atara ijab dan qabul. tidak boleh berijab dan
yang menerima berbeda lafazh, misalnya seseorang berkata, “aku
serahkan benda ini kepadamu sebagai titipan”, tetapi yang
mengucapkan qabul berkata, “aku terima benda ini sebgai
pemberian”. Adanya kesampingsiuran dalam ijab dan qabul akan
menimbulkan persengketaan yang dilarang oleh agama Islam
karena bertentangan dengan ishlah di-antara manusia.
3) Menggambarkan kesungguhan kemauan dari pihak-pihak yang
bersangkutan, tidak terpaksa dan tidak karena ancaman atau
ditakut-takuti oleh orang lain karena dalam tijarah harus saling
ridha.
25
4) Satu majlis akad (majlisul‘aqd), atau bisa dikatakan merupakan
suatu kondisi memungkinkan keduanya untuk membuat
kesepakatan secara langsung.35
4. Syarat-syarat Akad
a. Syarat terbentuknya akad (syuruth al-in’iqad)
Syarat yang terkait dengan rukun akad disebut dengan syarat
terbentuknya akad (syuruth al-in’iqad), berikut adalah syarat
terbentuknya akad:
1) Tamyiz36;
2) Berbilang pihak (at-ta’adud);
3) Kesesuaian ijab dan qabul (kesepakatan);
4) Kesatuan majelis akad;
5) Objek akad dapat diserahkan;
6) Objek akad tertentu atau dapat ditentukan;
7) Objek akad dapat ditransaksikan artinya berupa bentuk benda
bernilai dan dimilik;
8) Tujuan akad tidak bertentangan dengan syara’.37
b. Syarat keabsahan akad (syuruth ash-shihhah)
Syarat keabsahan akad dibedakan menjadi dua macam yaitu:
1) Syarat umum adalah syarat yang harus ada pada setiap akad. Syarat
tersebut meliputi:
35 Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik Kontemporer Hukum Perjanjian, Ekonomi,
Bisnis, dan Sosial, hlm 24. 36 Tamyiz ialah dapat membedakan antara baik dengan yang buruk 37 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih
Muamalat, hlm. 97.
26
a) Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak : tidak sah
orang yang berakad tidak cakap bertindak, seperti orang gila,
orang dibawah pengampuan (mahjur) karena boros;
b) Yang dijadikan objek akad menerima hukumnya;
c) Akad itu diizinkan oleh Syariat selama dilakukan oleh orang
yang mempunyai hak melakukan walaupun dia bukan ‘aqid
yang memiliki barang;
d) Tidak boleh melakukan akad yang dilarang oleh Syariah,
seperti jual beli mulamasah38;
e) Akad dapat memberikan faedah sehingga tidak sah bila rahn
dianggap sebagai imbangan amanah;
f) Ijab tidak boleh dicabut sebelum terjadinya qabul. maka bila
orang yang berijab menarik kembali ijabnya sebelum qabul
maka ijabnya batal;
g) Ijab dan qabul mesti bersambung sehingga bila orang yang
berijab sudah berpisah sebelum adanya qabul, maka ijab
tersebut menjadi batal.39
2) Syarat khusus adalah akad yang harus ada pada sebagian akad dan
tidak diisyaratkan pada bagian lain. Syarat khusus ini bisa disebut
38 Mulamasah adalah jual beli dimana penentuan harganya dengan sentuhan tangan. 39 Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik Kontemporer Hukum Perjanjian, Ekonomi,
Bisnis, dan Sosial, hlm 21.
27
syarat tambahan (idhafi) yang harus ada disamping syarat-syarat
umum, seperti adanya saksi dalam pernikahan.40
c. Syarat berlakunya akibat hukum akad (syuruth an-nafadz)
Bila telah memenuhi rukun-rukunnya, syarat terbentuknya dan
syarat keabsahannya, maka suatu akad dinyatakan sah, meski sudah
sah ada kemungkinan bahwa akibat hukum akad tersebut belum dapat
dilaksanakan. Suatu akad sudah sah namun belum dapat dilaksanakan
akibat hukumnya disebut akad maukuf (terhenti/terganggu). Agar
dapat dilaksanakan akibat hukumnya, akad yang telah sah harus
memenuhi dua syarat sebgai berikut:
1) Adanya kewenangan sempurna atas objek akad, syarat ini dapat
terpenuhi apabila para pihak mempunyai kepemilikan atas objek,
mendapat kuasa khusus dari pemilik dan objek tidak tersangkut
hak orang lain.
2) Adanya kewenangan tindakan hukum, syarat ini dapat terpenuhi
apabila para pihak telah mencapai tingkat kecakapan bertindak
hukum (tamyis) yang dibutuhkan bagi tindakan hukum yang
dilakukannya.
d. Syarat mengikatnya akad (syuruth al-luzum)
Akad yang telah memenuhi rukun-rukunnya, syarat terbentuknya,
syarat keabsahannya, dan syarat berlakunya akibat hukum akan
40Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih
Muamalat, hlm. 99.
28
mengikat para pihak dan tidak boleh menarik kembali persetujuannya
secara sepihak tanpa kesepakatan pihak lain.41
B. Tinjauan tentang Bagi Hasil Penggarapan Sawah
Bagi hasil terdiri dari dua kata yaitu bagi dan hasil. Bagi artinya
penggal, pecah, urai dari yang utuh. Sedangkan hasil adalah akibat tindakan
baik yang disengaja maupun tidak, baik yang meguntungkan maupun yang
merugikan. Menurut istilah bagi hasil adalah suatu sistem yang meliputi tata
cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dan pengelola dana.42
Bagi hasil dalam pertanian adalah suatu istilah yang sering digunakn
oleh orang-orang dalam melakukan kerjasama untuk mencari keuntungan
yang akan berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak yang
mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian.
Menurut istilah bagi hasil adalah transaksi pengelolaan hasil bumi
dengan sebagian dari hasil yang keluar dari tanah (bumi) tersebut. Yang
dimaksudkan disini adalah pemberian hasil untuk orang yang mengelola atau
menanami tanah dari yang dihasilkannya seperti setengah, sepertiga atau
lebih dari atau lebih rendah sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak
antara penggarap dan pemilik.43
Dalam penggarapan sawah terdapat tiga konsep yaitu muzara’ah,
mukhabarah, dan musaqah. Berikut ini adalah paparan dari tiga konsep
tersebut:
41 Ibid, hlm. 104. 42 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hlm. 86. 43 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat, Sistem Transaksi dalam
Islam,(Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2008), hlm. 246.
29
1. Pengertian
Menurut bahasa, Al-Muzara’ah yang berarti Tharh Alzur’ah
(melemparkan tanaman), muzara’ah memilki dua arti yang pertama al-
muzara’ah yang berarti tharh al-zur’ah (melemparkan tanaman)
maksuudnya adalah modal (albudzar). Makna yang pertama adalah makna
majaz, makna yang kedua adalah al-inbat makna hakiki makna kedua ini
berarti menumbukan.44Muzara’ah adalah akad transaksi kerjasama
pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik
lahan memberikan lahan pertanian dan bibit kepada si penggarap untuk
menanami dan memelihara dengan imbalan pembagian tertentu
(persentase) misal 50%:50% atau 60%:40% dari hasil panen sesuai
dengan kesepakatan.45
a. Menurut Hanafiyah, muzara’ah adalah:46
رض عقد على الز ر ع بب عض الا ر ج من األ “Akad untuk bercocok tanam dengan sebagian yang keluar
dari bumi”
b. Menurut Hanabilah, muzara’ah ialah: 47
امل الذى ي قحومح ضهح للع ان يد فع صا حبح األرض الصالة المحزارعة أر ب ال ح د فعح له ي عها و زر ب
“Pemilik tanah yang sebenarnya menyerahkan tanahnya
untuk ditanami dan yang bekerja diberi bibit.”
c. Syaikh Ibrahim Al-Bajuri berpendapat, muzara’ah ialah:48
44 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, hlm 153 45 Mardani, Fiqh Ekonomi Syari’ah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm.
240. 46 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, hlm 154. 47Ibid, hlm 154.
30
ها والبذ بب عض ماي الرض عملح العا مل ف مالك من ال رح رحجح من
“Pekerja mengelola tanah dengan sebagian apa yang dihasilka
darinya dan modal dari pemilik tanah”
Mukhabarah memiliki arti mengerjakan tanah milik orang lain,
baik itu seperti sawah atau ladang dengan adanya pembagian hasil diantara
para pihak sedangkan pengerjaan dan benihnya ditanggung orang yang
mengerjakan (pengelola) dan pembagian hasil panen misalnya 50%:50%
atau 60%:40% dari hasil panen sesuai kesepakatan.49
a. Mukhabarah menurut Hanabilah ialah:50
ها والبذ رحمن العامل . والمحزارعةح المحخاب رةح هي عملح الرض بب عض مايرح جح من هايكحونح مناهي المحخاب رةح ولكن لمالك البذر في
“Mukabarah adalah mengelola tanah di atas sesuatu di-
hasilkannya dan benihnya dari pengelola. Adapun
muzara’ah, sama seperti mukhabarah, hanya saja benihnya
berasal dari pemilik tanah.”
b. Syaikh Ibrahim Al-Bajuri berpendapat, mukhabarah ialah:
ها والبذ رح من العا مل عملح العا مل ف الرض الما لك بب عض ما يرحجح من
“Sesungguhnya pemilik hanya menyerahkan tanah kepada
pekerja dan modal dari pengelola”
Musaqah diambil dari kata al-saqa, yaitu seseorng bekerja pada
pohon tamar, anggur (pengurusanya), atau pohon-pohon yang lainnya
supaya mendatangkan kemaslahatan dan mendapatkan bagian tertentu dari
48Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, hlm 155. 49Ibid, hlm. 153. 50Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, hlm 206.
31
bagi hasil yang diurus sebagai imbalan. Menurut syafi’iyah al-musaqah
ialah memberikan pekerjaan orang yang memiliki pohon tamar, dan
anggur kepada orang lain untuk kesenangan keduanya dengan menyiram,
memelihara, dan menjaganya dan pekerja memperoleh bagian tertentu dari
buah yang dihasilkan pohon-pohon. Sedangkan menurut Hanabilah al-
musaqah ialah pemilik menyerahkan tanah yang sudah ditanami, seperti
pohon anggur, kurma dan yang lainnya baginya ada buahnya yang
dimakan sebagai bagian tertentu dari pohon tersebut, seperti sepertiganya
atau setengahnya.
Dari definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas,yang
dimaksud dengan musaqah ialah akad pemilik tanah dengan pekerja untk
memelihara pohon/tanaman, sebagai upahnya adalah buah/hasil dari
pohon/tanamanyang diurusnya. Menurut ulama Syafi’iyah, musaqah
adalah :
مية لسقى اب لت عهده ف قط عنب شجر او نل عل غيهح مل ي حعا ان على والت
الثمرةلحما ان “Memperkerjakan orang lain untuk menggarap kurma atau
pohon anggur, dengan perjanjian dia akan menyiram dan
mengurusnya, kemudian buahnya untuk mereka berdua”
Setelah diketahui definisi-definisi di atas, dapat dipahami bahwa
muzara’ah dan mukhabarah ada kesamaan dan ada pula perbedaan.
Persamaannya ialah terjadinya peristiwa (perjanjian) yang sama, yaitu
pemilik tanah menyerahkan tanahnya kepada orang lain untuk dikelola.
Perbedaannya ialah pada modal, bila muzara’ah modal (bibit) dari pemilik
32
tanah. Sedangkan mukhabarah modal (bibit) dari pengelola (penggarap)
sendiri.51 Dari definisi diatas musaqah ialahakad pemilik tanah dengan
pekerja untk memelihara pohon/tanaman, sebagai upahnya adalah
buah/hasil dari pohon/tanamanyang diurusnya.52
2. Dasar Hukum Muzara’ah, Mukhabarah dan Musaqah
Dasar hukum mengenai diperbolehkannya melakukan muza-ra’ah
dan mukhabarah terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadis.
Dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 2 :
الل ت قحوا وا , والعحدوان ث ال على ون حوا ولت عا, لت قواى وا البر على وت عاون حوا . .
. ب العقا شديدح الل ان , “Dan tolonng-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah,
sungguh Allah sangat berat siksa-Nya.”
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari
Ibnu Abas r.a.:53
التب ص م ل يحررم المحزار عةح ولكن امر ان ي رفحق ب عض بقوله من كانت لهح ان ارض ف لي زرعها أوليمنحها اخاهح فان أب ف ليحمسك ارضهح )رواه البخارى(
“Sesungguhnya Nabi Saw. Menyatakan, tidak mengharamkan
ber-muzara’ah, bahkan beliau menyuruh, supaya yang
sebagian menyayangi sebagian yang lain, dengan katanya,
barangsiapa yang memiliki tanah, maka hendaklah ditanami
atau diberikan faedahnya kepada saudaranya, jika ia tidak
mau, maka boleh ditahann saja tanah itu.”
51 Ibid, hlm 155-156. 52 Ibid, hlm 206. 53 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, hlm 156.
33
خا ب رة فانحم ي زعحمحون حا برح قال عحمر ف قحلتح لهح ايعبد الرحن لوت ركت هذه امل ان النب أنهح يح
ى ان االن خا ب رة ف قال اخبن ان اعلمهحم بذلك ي عن ابن عباس حب ص م ص م نى عن امل
ها خرجا معلحو ما ا قال ينعح احدحكحم اخاهح خي لهح من ان ايخحذ علي ها ان ل ي نه عن “Sesungguhnya Thawus ra. bermukhabarah, Umar ra.
berkata dan aku berkata kepadanya, ya Abdurrahaman,
kalau engkau tinggalkan, mukhabarah ini, nanti mereka
mengatakan bahwa Nabi melarangnya. Kemudian Thawus
berkata: Telah men-ceritakan kepdaku orang yang sungguh-
sungguh mengertahui hal itu, yaitu Ibnu Abbas, bahwa Nabi
Saw. Tidak melarang mukhabarah, hanya beliau yang
berkata, bila seseorang memberi manfaat kepada
saudaranya, hal itu lebih baik daripad mengambil manfaat
dari saudaranya dengan telah di-maklum.”(HR. Muslim).54
Dalam Al-Maidah ayat 2 menjelaskan bahwan manusia harus
senantiasa tolong-menolong dalam hal kebaikan, seperti muza-ra’ah dan
mukhabarah dan pada hadits-hadis di atas menjelaskan mengenai
adanya praktik muza-ra’ah dan mukhabarah yang dilakukan oleh
sahabat Rasulullah. Berdasarkan apa yang mereka lakukan tersebut,
dapat kita lihat bahwa Rasulullah sama sekali tidak melarang
dilakukannya muza-ra’ah dan mukhabarah, karena sebagaimana yang
kita ketahui, bahwasanya semua jenis muamalah itu diperbolehkan,
hingga ada dalil yang melarangnya. Oleh karena itu, hukum
melakukan muza-ra’ah dan mukhabarah sendiri adalah boleh (mubah),
dengan cacatan apa yang dilakukan tersebut dapat memberikan manfaat
yang baik kepada sesama atau berlandaskan keinginan untuk menolong
tanpa adanya tujuan lain dengan maksud menipu atau merugikan.
54Sahrani, Ru’fah Abdullah, Fikih Muamalah, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), hlm 216.
34
Dasar hukum musaqah ialah sebuah hadist yang diriwayatkan oleh
Imam Muslim dari Ibnu Amr r.a.,bahwa Rasulullah Saw. Bersabda :
ها جح مايرح نشطر خيب عطى ا الي هحود إل ذفع اية رو ف و أوزرع ثر من من
م ص لل ل لرسحو وأن الم أمو من ها ي عملحو ان على وأرضها ر خيب شطرها
“Memberikan tanah Khibar dengan bagian separoh dari
penghasilan, baik buah-buahan maupun pertanian
(tanaman). Pada riwayat laindinyatakan bahwa Rasul
menyerahkan tanah khibar ini kepada Yahudi, untuk diolah
dan modal dari hartanya, pengasilan separohnya untuk
nabi”. 55
3. Rukun dan Syarat Muzara’ah, Mukhabarah dan Musaqah
Kerjasama dalam bentuk Muzara’ah, Mukhabarah dan Musaqah
adalah kehendak dan keinginan dua belah pihak, oleh karena itu harus ada
di dalam suatu akad atau perjanjian, baik secara formal dengan ucapan ijab
dan qabul, maupun dengan cara lain yang menunjukkan bahwa keduanya
telah melakukan kerjasama.56
Dalam melaksanakan kerjasama inidiawali dengan sebuah
perjanjian sehingga harus memenuhi rukun dan syarat-syaratnya:
a. Rukun Muzara’ah dan Mukhabarah
1) Shihat al-‘aqd yang terdiri ari ijab dan qabul;
2) ‘aqidain (orang yang berakad);
3) Maudhu’ al-‘aqd atau Perolehan hasil dari tanaman;
55 Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, hlm 209. 56 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, hlm 158.
35
4) Ma’aqud’alaih atau Tanah/sawah/ladang; 57
b. Syarat-syarat Muzara’ah dan Mukhabarah
Melihat rukun-rukun di atas, maka tidak akan lepas dari syarat-
syarat yang ditentukan mengenai rukun-rukunnya. Maka syarat-syarat
praktik muzara’ah dan mukhabarah adalah sebagai berikut:
1) Syarat yang bertalian dengan ‘aqidain (orang yang berakad)
antara pemilik tanah dan penggarap yaitu harus berakal;
2) Hal yang berhubungan dengan tanah yang akan ditanami, yaitu:
a) Tanah tersebut dapat ditanami;
b) Tanah tersebut dapat diketahui batas-batasnya.
3) Hal yang berkaitan dengan perolehan hasil dari tanaman, yaitu:
a) Bagian masing-masing pihak harus disebutkan persentasenya
ketika akad;
b) Hasil adalah milik bersama;
c) Bagian kedua belah pihak sudah dapat diketahui;
d) Tidak diisyaratkan bagi keduanya penambahan yang maklum.
4) Syarat yang berkaitan dengan tanaman, yaitu disyaratkan adanya
penentuan macam apa saja yang akan ditanam;
5) Hal yang berkaitan dengan waktu, syarat-syaratnya ialah:
a) Waktunya telah ditentukan;
b) Waktu itu memungkinkan untuk menanam tanaman yang
dimaksud, seperti menanam padi waktunya kurang lebih 4 bulan
57 Ibid, hlm 158
36
(tergantung teknologi yang dipakainya, termasuk kebiasaan
setempat;
c) Waktu tersebut memungkinkan kedua belah pihak hidup
menurut kebiasaan. 58
c. Rukun dan Syarat Musaqah
Rukun-rukun musaqah menurut ulama Syafi’iyah ada lima, sebagai
berikut:
1) Shigat, yang dilakukan kadang-kadang dengan jelas (sharih) dan
samar (kinayah). Disyaratkan shigat dengan lafazh dan tidak cukup
dengan perbuatan saja.
2) Dua orang atau pihak yang berakad, disyaratkan bagi orang-orang
yang berakad dengan ahli (mampu) untuk mengelola akad, seperti
baligh, berakal, dan tidak berada di bawah pengampuan
3) Kebun dan semua pohon/tanaman yang berbuah, semua
pohon/tanaman yang berbuah boleh diparohkan (bagi hasil), baik
yang berbuah tahunan maupun yang berbuah hanya satu kali
kemudian mati seperti padi, jagung, dan yang lainnya.
4) Masa kerja, hendaklah ditentukan lama waktu yang akan
dikerjakan, seperti satu tahun atau sekurang-kurangnya menurut
kebiasaan. Dalam waktu tersebut pohon/tanaman yang diurus sudah
berbuah, juga yang harus ditentukan ialah pekerjaan yang harus
dilakukan oleh tukang kebun.
58 Ibid, hlm 159.
37
4. Hukum Muzara’ah, Mukhabarah dan Musaqah
Hukum sahih Muzara’ah dan Mukhabarah menurut Hanafiyah
sebagai berikut:
a. Segala keperluan untuk memelihara tanaman diserahkan kepada
penggarap;
b. Pembiayaan atas tanaman bila disyaratkan dibagi antara penggarap dan
pemilik tanah;
c. Hasil yang diperoleh dibagikan berdasarkan kesepakatan waktu akad;
d. Menyiram atau menjaga tanaman, jika disyaratkan akan dilakukan
bersama, hal itu harus dipenuhi. Akan tetapi, jika tidak ada
kesepakatan, penggaraplah yang paling bertanggung jawab menyiram
atau menjaga tanaman;
e. Dibolehkan menambahkan penghasilan dari kesepakatan waktu yang
telah ditetapkan;
f. Jika salah seorang akad meninggal sebelum diketahui hasilnya,
penggarap tidak mendapatkan apa-apa sebab ketetapan akad didasarkan
pada waktu.59
Hukum sahih musaqah menurut ulama Hanafiyah adalah sebagai
beriut:
59Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, hlm 210-211.
38
a. Segala keperluan untuk memelihara tanaman/pohon diserahkan kepada
penggarap;
b. Hasil dari musaqah dibagi berdasarkan kesepakatan;
c. Jika pohon tidak mengahsilkan sesuatu, maka keduanya tidak
mendapatkan apa-apa;
d. Akad adalah lazim dari kedua belah pihak tidak boleh dibatalkan tanpa
persetujuan salah satu pihak;
e. Pemilik boleh memaksa penggarap untuk bekerja, kecuali uzur;
f. Boleh menambah hasil dari ketetapan yang telah disepakati;
g. Penggarap tidak boleh memberikah musaqah kepada orag lain tanpa
izin dari pemilik, demikian sebaliknya.60
5. Berakhirnya Akad Muzara’ah, Mukhabarah dan Musaqah
Beberapa hal yang menyebabkan muzara’ah dan mukhabarah , akan
berakhir apabila:
a. Kematian salah satu pihak yang mengadakan akad;
b. Atas permintaan salah satu pihak sebelum panen. Dengan alasan
yang dapat dimaklumi;
c. Jangka waktu yang ditentukan telah habis. Tetapi apabila jangka
waktu sudah berakhir sedangkan hasil pertanian belum bisa dipanen,
maka akad itu tidak dibatalkan sampai panen dan hasilnya dibagi
sesuai kesepakatan;
d. Berakhirnya usaha pertanian dengan panen;
60 Ibid, hlm, 216.
39
e. Pihak pekerja jelas-jelas tidak mampu lagi melanjutkan
pekerjaannya. Bila kerjasama berakhir sebelum panen, maka yang
diterima oleh pekerja adalah upah dan yang diterima oleh pemilik
tanah adalah sewa dalam ukuran yang patut.61
Beberapa hal yang menyebabkan musaqah akan berakhir apabila:
a. Habinya waktu yang telah disepakati kedua belah pihak;
b. Meninggalnya alah seorang yang berakad;
c. Membatalkan baik dengan ucapan secara jelas atau adanya uzur.62
6. Hikmah Muzara’ah, Mukhabarah dan Musaqah
Dalam hal ini dapat disyari’atkan untuk menghindari adanya pemilik
hewan ternak yang kurang bisa dimanfaatkan, agar bisa dimanfaatkan oleh
orang yang tidak punya hewan tetapi mempunyai keahlian untuk
mengurusnya. Begitu pula bagi orang yang memiliki tanah namun tidak
sempat untuk menggarapnya, maka bisa digarap oleh orang lain agar tanah
tersebut berdaya guna. Dalam muzara’ah dan mukhabarah terdapat
pembagian hasil untuk hal-hal lainnya yang disesuaikan dengan konsep
kerjasama dalam upaya menyatukan potensi yang ada pada masing-masing
pihak dengan tujuan bisa saling menguntungkan.63
Hikmah yang terkandung dalam muzara’ah dan mukhabarah sebagai
berikut:
a. Saling tolong menolong, dimana antara pemilik tanah dan yang
menggarapnya saling diuntungkan;
61 Amir Syariffudin, Garis-garis Besar Fiqih, (Bogor: Kencana, 2003), hlm 242-243. 62 Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, hlm 219. 63Sahrani, Ru’fah Abdullah, Fikih Muamalah, hlm 217.
40
b. Tidak terjadi adanya kemubadziran baik tanah maupun ternak, yakni
tanah yang kosong bisa digarap oleh orang yang membutuhkan, begitu
pun pemilik tanah merasa diuntungkan karena tanahnya tergarap;
c. Menimbulkan adanya rasa keadilan dan keseimbangan. Keadilan dapat
menghasilkan keseimbangan dalam perekonomian dengan meniadakan
kesenangan antara pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan.
Walaupun tentunya Islam tidak menganjurkan kesamaan ekonomi dan
mengakui adanya ketidaksaan ekonomi antara orang perorangan.64
Hikmah dari kebolehan kerjasama dalam bentuk musaqah adalah
tolong menolong dan kemudahan dalam pergaulan hidup, saling
menguntungkan dan tidak ada pihak yang dirugikan.65
64Ibid, hlm 218. 65 Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, hlm 244.
41
BAB III
PELAKSANAAN AKAD BAGI HASIL PENGGARAPAN SAWAH DI
DESA PLUMBON KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Tata Letak Geografis
Secara geografis Desa Plumbon merupakan bagian yang terbesar
ke dua sekecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Desa Plumbon
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang adalah Desa yang berjarak
sekitar 2 km dari Kantor Kecamatan Suruh, dengan batas-batas:
a. Sebelah Utara :Desa Sumberejo Kecamatan Pabelan
b. Sebelah Timur : Desa Suruh Kecamatan Suruh
c. Sebelah Selatan : Desa Kebowan Kecamatan Suruh
d. Sebelah Barat : Desa Barukan Kecamatan Tengaran
Luas Wilayah Desa Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang adalah 1.550,170 Hektar dandigunakan untuk pemukiman
sebesar 434,71 Hektar, secara administrasi terdiri dari 13 wilayah
Dusun, 13 RW, dan 44 RT.66
Tabel 1
Luas Desa Plumbon menurut Dusun
No. DUSUN LUAS (Ha) %
1. Kemiri 36.372 8,37
2. Wates 33.312 7,66
66 Wawancara dengan Aprilya Pertiwi K. (Kepala Seksi Pemerintahan) pada 12 Juli 2019
42
3. Seban 30.223 6.95
4. Krajan 24.364 5,60
5. Plumbon 26.422 6,88
6. Pranggen 25.300 5,82
7. Tempel 26.360 6,06
8. Dukuh Barat 41.262 9,49
9. Dukuh Timur 42.382 9,75
10. Satriyan 34.460 7,93
11. Pateran 38.502 8,86
12. Golo 36.345 8,36
13. Nali 39.402 9,06
Sumber dari Peraturan Desa Plumbon
Ketinggian wilayah Desa Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang berada pada kisaran antara 300 meter di atas permukaan laut.
Dari luas wilayah Desa Plumbon sebesar 1.550,170 Hektar, sampai
dengan tahun 2018 tercatat area lahan pertanian sawah sebesar 102
Hektar dan untuk pemukiman penduduk 434,71 Hektar.67
Penggunaan tanah sawah menurut jenis pengairanya dengan
rincian sebagai berikut :
a. Irigasi : 10 Hektar
b. Setengah Teknis : 85 Hektar
c. Irigasi Sederhana : 7 Hektar
67 Wawancara dengan Aprilya Pertiwi K. (Kepala Seksi Pemerintahan) pada 12 Juli 2019.
43
Gambaran 1
Peta Desa Plumbon
Sumber dari Peraturan Desa Plumbon
2. Keadaan Demografi
Penduduk Desa Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang pada akhir tahun 2018 berdasarkan data monografi Desa
Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang berjumlah 7.562 jiwa
dengan 2.360 KK. 68
68 Wawancara dengan Aprilya Pertiwi K. (Kepala Seksi Pemerintahan) pada 12 Juli 2019
44
Tabel 2
Penduduk Desa Plumbon 2017 – 2018
NO URAIAN TAHUN
2017 2018
1 Jumlah penduduk 7.317 7.562
2 Kepala Keluarga 2.330 2.360
3 Penduduk berdasarkan jenis kelamin:
-Laki-laki 3.671 3.789
-Perempuan 3.646 3.773
4 Mutasi Penduduk
-Kelahiran 18 16
-Kematian 14 25
-Pindah 50 75
-Datang 78 100
5 Kepadatan penduduk(jiwa/km2) 10 10
6 Laju Pertumbuhan Penduduk(%) 9 9
Sumber dari Peraturan Desa Plumbon
a. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan
Berdasarkan data monografi Desa Plumbon Kecamatan Suruh
Kabupaten Semarang dapat diketahui bahwa pada tahun 2017
45
penduduk Desa Plumbon yang dapat dilihat mata pencahariannya
melalui tabel dibawah ini :69
Tabel 3
Penduduk Desa Plumbon menurut Mata Pencaharian Penduduk
Sumber dari Peraturan Desa Plumbon
b. Jumlah penduduk Desa Plumbon Menurut Agama
Berikut adalah tabel data jumlah penduduk menurut agama:
69 Wawancara dengan Aprilya Pertiwi K. (Kepala Seksi Pemerintahan) pada 12 Juli 2019
NO PEKERJAAN JUMLAH (org)
1. Petani 1.200
2. Buruh Tani 910
3. Bruh Industri 801
4. Buruh Bangunan 97
5. Pengusaha 52
6. Perternak 25
7. PNS 195
8. Pensiunan 98
9. Perangkat Desa 22
10. Kepala Desa 1
11. Lain-lain 491
46
Tabel 4
Jumlah penduduk Menurut Agama
No Agama Jumlah
1 Islam 7.121
2 Kristen 211
3 Khatolik 94
4 Hindu 77
5 Budha 59
6 Konghucu -
7 Kepercayaan -
Sumber dari Peraturan Desa Plumbon
c. Untuk tingkat pendidikan penduduk Desa Plumbon Kecamatan
Suruh Kabupaten Semarang pada tahun 2078 dapat dilihat dalam
tabel berikut ini :
Tabel 5
Penduduk Desa Plumbon menurut Pendidikan Tahun 2017
NO JENIS PENDIDIKAN JUMLAH (org)
1. TK 1.340
2. SD 2.498
3. SMP 1.227
4. SLTA/SMA 1.159
5. PERGURUAN TINGGI 229
Sumber dari Peraturan Desa Plumbon
47
Desa Plumbon telah menyediakan sarana dan prasarana dalam
beberapa bidang yang cukup memadai untuk menunjang
pendidikan dan sebagainya diantaranya:
1) Sarana dalam bidang pendidikan, tersedia:70
Pendidikan merupakan salah satu faktor penting untuk dalam
pembangunan di Desa Plumbon dan merupakan modal besar
dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan
memiliki daya saing. Salah satu keberhasilan pembangunan
ditandai dengan tingkat pendidikan masyarakat. Pendidikan
yang berada di Desa Plumbon yaitu:
a) PAUD : PAUD Masitoh.
b) TK : TK Pertiwi dan TK Masitoh.
c) SD Negeri : SDN Plumbon 1, SDN Plumbon 2,
dan SDNPlumbon 4.
d) MI : MI Sunan Gunung Jati.
e) Pondok Pesanten : PonPes Sunan Gunung Jati dan
PonPes Al-Munawar
2) Sarana Bidang Kesehatan, yang tersedia:
Ditinjau dari ketersediaan fasilitas dan sarana prasarana
kesehatan serta akses masyarakat dan layanan kesehatan ,
seorang bidan yang siap membantu masyarakat dalam
pelayanan kesehatan serta adanya kunjungan Posyandu yang
70 Wawancara dengan Aprilya Pertiwi K. (Kepala Seksi Pemerintahan) pada 12 Juli 2019
48
dilaksanakan sebulan sekali. Ditingkat Desa juga menyediakan
PolinDes dan ada Puskesmas yang terletak di Desa Plumbon
yaitu di Dusun Pateran.
3) Sarana dalam bidang keagamaan, terdapat:
Tempat peribadatan adalah sebuah tenpat yang digunakan oleh
umat beragama untuk beribadah. Penduduk masyarakat Desa
Plumbon mayoritas beragama Islam dan memiliki sebelas
masjid, dua puluh tiga mushola, satu wihara dan satu gereja.
d. Struktur Pemerintahan Desa Plumbon
Tabel 6
Struktur Pemerintahan Desa
Kepala Desa Drs. Joko Waluyo
Sekretaris Desa Supadi
Kepala Urusan Keuangan Dwi Kurnia Novayanti
Kepala Urusan Tata Usaha dan Umum Kholifatul Musfiroh
Kepala Seksi Pemerintahan Aprilya Pertiwi K.
Kepala Seksi Kesejahteraan Neni Maristiana
Kepala Seksi Pelayanan Sakbani
Kepala Dusun Kemiri -
Kepala Dusun Wates Zaenuri
Kepala Dusun Seban Purwadi
Kepala Dusun Krajan -
Kepala Dusun Plumbon Sukamto
49
Kepala Dusun Pranggen Marjoko
Kepala Dusun Tempel Jamalin
Kepala Dusun Dukuh Barat Gunarto
Kepala Dusun Dukuh Timur Suwondo
Kepala Dusun Satriyan Alek Mukharom
Kepala Dusun Pateran -
Kepala Dusun Golo -
Kepala Dusun Nali Sulimin
Sumber dari Peraturan Desa Plumbon
3. Keadaan Ekonomi
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa sebagian besar
Desa Plumbon mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai
petani. Walaupun banyak diantara penduduk yang bermata
pencaharian bukan petani, tetapi mereka bisa juga disebut sebagai
petani. Hal ini dikarenakan bahwa hampir setiap keluarga itu
mempunyai lahan pertanian (sawah). Jadi masyarakat yang bukan
petani dapat juga dikatakan sebagai petani, meskipun bertani bukan
sebagai mata pencaharian utama mereka artinya bahwa bertani hanya
pekerjaan sambilan saja, upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari semakin mereka tingkatkan dan juga mempunyai usaha lain
untuk memperlancar dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
50
misalnya dengan cara berdagang, menjadi guru dan seterusnya, untuk
memenuhi kebutuhan sandang, pangan maupun papan.71
Pengolahan sawah di Desa Plumbon ada yang menggunakan
traktor ada pula yang masih menggunakan cangkul. Selain itu, irigasi
yang cukup lancar sangat membantu sekali untuk memenuhi
kebutuhan pengairan sawah. Sehingga sawah tidak pernah kekeringan
kecuali pada musim kemarau. Oleh karena itu, para petani dapat
menanam padi dua kali dalam setahun.
Selain itu, untuk meningkatkan taraf perekonomian masyarakat
berbagai upaya telah dilakukan masyarakat, seperti membuat usaha
budidaya ikan lele, peternakan bebek, pembuatan keranjang ikan, dan
toko kelontong.
Untuk penjualan hasil perekonomian masyarakat, saat ini sudah
ada kelompok tani di tiap- tiap dusun yang mengakomodir hasil panen
padi para petani, dan untuk hasil kerajinan keranjang ikan dari bambu,
penjualan dilakukan melalui pengepul yang mengumpulkan hasil
kerajinan mereka untuk dijual ke berbagai kota di Jawa Tengah.
B. Pelaksanaan Akad Bagi Hasil Penggarapan Sawah di Desa Plumbon
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang
Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya . Banyak interaksi yang dilakukan
agar kebutuhannya dapat terpenuhi. Disinilah hubungan timbal balik
71 Wawancara dengan Aprilya Pertiwi K. (Kepala Seksi Pemerintahan) pada 12 Juli 2019
51
antara individu satu dengan yang lainnya dapat terjalin dengan baik. Pada
prinsipnya setiap orang yang kerjasama pasti akan mendapatkan hasil dari
apa yang dikerjakannya dan masing-masing tidak akan dirugikan.
Pemilik sawah merupakan seseorang yang memiliki lahan
pertanian, sedangkan penggarap adalah yang menggarap lahan
pertanian/sawah yang bukan miliknya. Seperti halnya yang terjadi di Desa
Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang yang rata-rata
masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Berikut hasil
penelitian.
1. Jenis Kerjasama
Jenis kerjasama yang dilakukan oleh masyarakat Desa Plumbon
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang adalah bagi hasil dalam
penggarapan sawah. Kerjasama ini terbentuk karena adanya
akad/perjajian antara pemilik sawah dengan penggarap, yaitu pemilik
menyerahkan sawahnya kepada penggarap untuk dikelola/ditanami
dengan persetujuan ketika panen maka hasil penjualan panen tersebut
dibagi antara pemilik tanah dengan penggarap.
Awal mula terbentuknya akad bagi hasil dalam penggarapan sawah
yaitu adanya niat dari salah satu pihak antara pemilik sawah dan
penggarap dimana mereka saling bertemu dan menyatakan niat untuk
melakukan kerjasama. Salah satu pihak mengawali pertemuan,
misalnya dari pihak pemilik sawah, pemilik tanah mendatangi
penggarap untuk menyerahkan sawahnya agar digarap ataupun
52
sebaliknya yaitu penggarap mendatangi pemilik sawah untuk meminta
pemilik sawah menyerahkan sawahnya agar dapat dikelola/digarap
oleh penggarap.
Kerjasama tersebut bisa terbentuk juga karena faktor ekonomi dan
tolong menolong. Pemilik sawah yang tidak memiliki keahlian
bercocok tanam sehingga sawahnya hanya sebagai aset tabungan.
Sedangkan bagi penggarap/petani yang mempunyai keahlian bercocok
tanam tetapi tidak mempunyai cukup lahan sawah, sehingga untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari masih kurang, maka mencari
berbagai usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan
melakukan kerjasama bagi hasil dalam penggarapan sawah.
2. Akad/Perjanjian
Akad bagi hasil dalam penggarapan sawah di Desa plumbon
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang adalah akad secara lisan tanpa
menggunakan tulisan hitam di atas putih, hal ini terjadi karena faktor
saling percaya antara pemilik tanah dan penggarap. Dalam akad
tersebutpun tidak ada saksi, hanya antara pemilik sawah dan
penggarap sawah. Sitem perjanjian yang dilakukan oleh masyarakat
Desa Plumbon adalah menurut adat yang sudah turun-temurun dan
kerjasama bagi hasil dalam penggarapan sawah biasanya disebut
penggarapan sawah secara paroan. Sebagai contoh akad secara lisan
apabila pemilik sawah yang terlebih dahulu mendatangi penggarap
sawah adalah:
53
Pemilik sawah: “ aku mempunyai sawah yang terletak di Dusun
Krajan tetapi aku tidak mempunyai keahlian untuk bercocok
tanam dan saya juga sudah tua tidak mempunyai cukup tenaga
untuk menggarapnya sendiri, apakah bapak bersedia untuk
menggarap sawah saya? Nanti setelah panen hasilnya kita bagi
dua, dan karena tanah tersebut tidak begitu subur sebab telah
lama tidak digunakan dan tidak pernah dipupuk, itu akan
berpengaruh dengan hasil panennya nanti jadi benih akan aku
sediakan dan biaya perawatan serta biaya-biaya lainnya bapak
yang menanggung”
Penggarap sawah: “ iya saya bersedia menggarap sawah
bapak, karena saya juga hanya menggarap tanah saya sendiri
itupun hasilnya belum cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari.”72
Maka dalam kesepakatan tersebut terbentuklah Akad bagi hasil
dalam penggarapan sawah yang biasa disebut penggarapan sawah
secara paroan. Sedangkan bila penggarap yang mencari/
mendatangi pemilik sawah untuk menawarkan diri menggarap
sawahnya adalah sebagai berikut:
Penggarap: “Pak saya ingin menggarap sawah bapak yang ada
di Dusun Krajan, untuk menambah penghasilan saya guna
memenuhi kebutuhan rumah tangga saya, saya masih
mempunyai cukup tenaga untuk menggarap sawah bapak dan
semua biaya penggarapan dan bibit dari saya namun saya
meminta bantuan pupuk dari bapak”
Pemilik sawah: “ iya pak, bapak boleh menggarap tanah sawah
saya, karena tanah tersebut sudah tidak digarap oleh penggarap
sebelumnya dan saya juga tidak mampu menggarap sawah
itu.”73
Maka dalam kesepakatan tersebut terbentuklah Akad bagi hasil
dalam penggarapan sawah yang biasa disebut penggarapan sawah
secara paroan.
72 Wawancara dengan Bapak Rono Samsi (pemilik tanah) pada 09 Juni 2019 73 Wawancara deangan Bapak Sarjono (penggarap) pada 19 Juli 2019
54
3. Benih Atau Jenis Tanaman
Pada kesepakatan yang terjadi di atas telah terbentuk dua macam
akad yang biasa digunakan dalam kerja sama penggarapan sawah di
Desa Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang yaitu akad
bagi hasil dalam penggarapan sawah yang biasa disebut penggarapan
sawah secara paroan. Dalam pemilihan benih atau jenis tanaman yang
akan di tanam pada sawah yang telah disepakati tersebut sudah
ditentukan sejak awal bahwa benih padi yang akan ditanam oleh
penggarap. Sebagaimana temuan penulis dalam wawancara dengan
salah satu penggarap yaitu dengan Sarjono. Dalam melakukan akad
penggarapan sawah bapak Sarjono selaku penggarap telah sepakat
dengan pemilik tanah bahwa sawah yang digarap oleh bapak Sarjono
tersebut akan ditanami benih padi, karena bapak Sarjono belum
mempunyai keahlian bila ingin menanam sayur serta di sekitar sawah
tersebut juga ditanami padi. Jenis padi yang ditanam adalah jenis padi
pandan wangi. 74
4. Tanah yang dijadikan Objek Akad bagi hasil penggarapan sawah
secara paroan.
Beberapa tanah yang dijadikan sawah yang dijadikan objek
penggarapan sawah secara paroan pada Desa Plumbon Kecamatan
Suruh Kabupaten Semarang adalah sebagai berikut:75
74 Wawancara deangan Bapak Senu (penggarap) pada 21 Juli 2019 75 Wawancara dengan Bapak Rono Samsi (pemilik tanah) pada 09 Juni 2019
55
Tabel 7
Objek Penggaran Sawah
Pemilik Penggarap Luas Tanah (m2)
Rono Samsi (89 tahun) Sarjono (43 tahun) 900
Senu (41 tahun) 950
Jumeri (61 tahun) 850
Suradi (54 tahun) 850
Pada tabel tersebut telah diketahui bahwa bapak Rono Samsi
adalah pemilik sawah, beliau adalah pemilik sah dari beberapa sawah
tersebut dan mempunyai kuasa penuh atas tanah tersebut.
5. Biaya penggarapan
Pada awal terbentuknya akad bagi hasil dalam penggarapan sawah
yang biasa disebut penggarapan sawah secara paroan di atas, sudah
dijelaskan bahwa dalam biaya penggarapan, perawatan, dan biaya lain
ditanggung oleh penggarap sampai dengan tibanya hasil panen.
Namun lain halnya dengan biaya penyediaan pupuk atau mess
ditanggung bersama oleh pemilik sawah dan penggarap. Biaya pupuk
atau mess pada sawah yang digarap oleh bapak Sarjono, ditanggung
bersama dengan pemilik sawah.76 Misalkan messnya habis 2 sak
makan pemilik sawah membantu 1 sak. Berbeda dengan sawah yang
digarap oleh bapak Jumeri, pupuk tau mess hanya akan dibantu
76 Wawancara deangan Bapak Rono Samsi(pemilik sawah) pada 09 Juni 2019
56
seiklasnya oleh pemilik sawah.77 Contoh biaya mess habis Rp
200.000,- maka pemilik sawah membantu Rp 70.000,-.
Dalam biaya pupuk atau mess penggarap dibantu oleh pemilik
sawah. Dalam hal ini penulis juga menemukan penggarap yang ingin
hasil panenya lebih bagus lagi maka penggarap harus mengeluarkan
biaya pupuk lagi selain yang telah dibagi dua dengan pemilik sawah
supaya penggarap mendapatkan hasil panen yang lebih bagus dan
sesuai harapan.78
Berikut biaya yang dikeluarkan oleh Bapak Sarjono dalam
penggarapan sawah:79
Tabel 8
Biaya Penggarapan Sawah
No Uraian Satuan(Rp) Jumlah(Rp)
1 Bibit 10 Kg Rp. 10.000,- Rp.100.000,-
2 Pupuk/Mess Rp.200.000,-
3 Obat Rp.75.000,-
4 Traktor Rp.300.000,-
5 Pengupahan buruh
tani 4 orang
Rp.60.000,- Rp.240.000,-
Jumlah Rp.915.000,-
77 Wawancara deangan Bapak Jumeri (penggarap) pada 22 Juli 2019 78 Wawancara deangan Bapak Sarjono (penggarap) pada 19 Juli 2019
57
Berikut biaya yang dikeluarkan oleh Bapak Senu dalam
penggarapan sawah:80
Tabel 9
Biaya Penggarapan Sawah
No Uraian Satuan(Rp) Jumlah(Rp)
1 Bibit 10,5 Kg Rp. 10.000,- Rp.105.000,-
2 Pupuk/Mess Rp.200.000,-
3 Obat Rp.75.000,-
4 Traktor Rp.300.000,-
5 Pengupahan buruh
tani 4 orang
Rp.60.000,- Rp.240.000,-
Jumlah Rp.920.000,-
Berikut biaya yang dikeluarkan oleh Bapak Jumeri dalam
penggarapan sawah:81
Tabel 10
Biaya Penggarapan Sawah
No Uraian Satuan(Rp) Jumlah(Rp)
1 Bibit 9,5 Kg Rp. 10.000,- Rp.95.000,-
80 Wawancara deangan Bapak Senu (penggarap) pada 13 Agustus 2019 81 Wawancara deangan Bapak Sarjono (penggarap) pada 14 Agustus 2019
58
2 Pupuk/Mess Rp.200.000,-
3 Obat Rp.75.000,-
4 Traktor Rp.300.000,-
5 Pengupahan buruh
tani 4 orang
Rp.60.000,- Rp.240.000,-
Jumlah Rp.910.000,-
Berikut biaya yang dikeluarkan oleh Bapak Suradi dalam
penggarapan sawah:82
Tabel 11
Biaya Penggarapan Sawah
No Uraian Satuan(Rp) Jumlah(Rp)
1 Bibit 9,5 Kg Rp. 10.000,- Rp.95.000,-
2 Pupuk/Mess Rp.200.000,-
3 Obat Rp.75.000,-
4 Traktor Rp.300.000,-
5 Pengupahan buruh
tani 4 orang
Rp.60.000,- Rp.240.000,-
Jumlah Rp.910.000,-
6. Jangka Waktu
Dalam akad bagi hasil dalam penggarapan sawah secara paroan
yang dilakukan oleh masyarakat Desa Plumbon Kecamatan Suruh
82 Wawancara deangan Bapak Suradi (penggarap) pada 13 Agustus 2019
59
Kabupaten Semarang dalam hal jangka waktu kerja sama tersebut
tidak ditentukan secara jelas lama waktunya. Sehingga selama
penggarap mampu dan dipercaya oleh pemilik sawah unttuk
menggarap sawah tersebut maka penggarap masih menggap sawah
tersebut. Bila pemilik sawah meminta sawahnya maka penggarap akan
menyerahkan sawah tersebut setelah masa panen.83
Jangka waktu penggarapan dalam Akad tidak ditentukan atau
tidak dibatasi, maka perjanjian tersebut bisa diakhiri kapan saja atau
sewaktu-waktu pemilik sawah membutuhkannya. Artinya apabila
pemilik sawah menginginkan mengakhiri akadnya atau ingin
mengambil kembali lahannya maka itu bisa dilakukan, meskipun
penggarap masih membutuhkan atau menginginkan lahan tersebut
untuk digarap. Dan sebaliknya apabila dari pihak penggarap ingin
mengakhiri akad atau ingin menyerahkan kembali tanah yang digarap
karena sudah tidak mampu lagi untuk melanjutkan kerjasama
penggarapan tersebut, namun dalam mengakhiri kerjasama tersebut
harus dilakukan setelah masa panen. 84
Para penggarap telah melakukan kerjasama penggarapan sawah
bapak Rono Samsi bervariasi lamanya ada yang baru 1 tahun, 1,5
tahun, 2 tahun, bahkan ada yang lebih. Seperti bapak Suradi yang baru
1 kali panen ini menggarap sawah bapak Rono.85 Lain halnya dengan
83 Wawancara deangan Bapak Jumeri (penggarap) pada 22 Juli 2019 84 Wawancara deangan Bapak Rono Samsi (pemilik sawah) pada 09 Juni 2019 85 Wawancara deangan Bapak Suradi (penggarap) pada 17 Juli 2019
60
bapak Sarjono yang telah menggarap sawah bapak Rono selama 5
tahun.86
7. Pelaksanaan Akad Bagi Hasil
Bagi hasil adalah hal yang harus dilakukan antara dua orang
yang melakukan perjanjian atau akad. Dalam akad bagi hasil dalam
penggarapan sawah secara paroan, pembagian hasil adalah salah satu
syarat yang harus dipenuhi agar kerjasama itu dianggap sah.
Bagi hasil panen yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa
Plumbon adalah dengan dibagi dua antara pemilik sawah dan
penggarap sama rata atau paroan dengan prosentasinya 50%:50%. Hal
itu dikarenakan sejak awal kesepakatan akad antara pemilik sawah
dan penggarap sawah, kemudian apabila nanti sawahnya panen, maka
bagian masing-masing mendapatkan hasil dari penjualan panenannya
tersebut 50%:50%, berapapun hasil penjualan panenannya.
Namun sebelum tiba masa panen bulan April 2019, sawah yang
terletak di Dusun Satriyan Desa Plumbon diserang oleh hama tikus
dan burung pipit serta curah hujan yang tinggi, ini akan sangat
mempengaruhi hasil panennya nanti.87
Contoh pada hasil panen bapak Sarjono pada bulan April 2019
padinya tidak begitu bagus dan dari hasil penjualan padi tersebut
adalah Rp.3.000.000,-. Padahal pada panen sebelumnya bapak Sarjono
memperoleh Rp.5.000.000,- dari hasil penjualan padi. Pada akad
86 Wawancara deangan Bapak Sarjono (penggarap) pada 19 Juli 2019 87 Wawancara deangan Bapak Suradi (penggarap) pada 17 Juli 2019
61
mukhabarah sudah ditentukan bagi hasilnya adalah 50%:50%, namun
pada pembagian hasil panen kali ini persentasenya berbeda dengan
yang sudah ditentukan di akad yakni 60%:40%, Rp.1.800.000,- untuk
bapak Sarjono selaku penggarap dan Rp.1.200.000,- untuk bapak
Rono selaku pemilik sawah.88
Contok pada hasil panen bapak Suradi padinya juga tidak begitu
bagus karena dimakan oleh burung pipit sehingga padinya berwarna
hitam atau disebut gabuk sehingga hasil panen hanya terjual
Rp.2.700.000,-. Pada akad muzara’ah sudah ditentukan pembagian
adalah 50%:50%, namun pada pelaksanaannya berbeda yakni menjadi
55%:45%, Rp.1.485.000,- untuk bapak Suradi dan Rp.1.215.000,-
untuk bapak Rono.89
Dari contoh bagi hasil diatas maka pelaksanaan bagi hasil
kerjasama penggarapan sawah tersebut berbeda dengan yang telah
ditentukan pada awal akad bagi hasil dalam penggarapan sawah secara
paroan. Namun dari pihak pemilik sawah tetap menerima bagi hasil
tersebut karena pemilik sawah mengetahui faktor yang menyebabkan
turunya hasil panen pada bulan April 2019.90
8. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Akad Bagi Hasil
Pada bulan April 2019 pelaksanaan bagi hasil atas penggarapan
sawah di Desa Plumbon berbeda dengan persentase bagi hasil yang
telah ditentukan pada awal akad bagi hasil dalam penggarapan sawah
88 Wawancara deangan Bapak Sarjono (penggarap) pada 19 Juli 2019 89 Wawancara deangan Bapak Suradi (penggarap) pada 17 Juli 2019 90 Wawancara deangan Bapak Rono Samsi (pemilik sawah) pada 09 Juni 2019
62
secara paroan hal ini disebabkan karena menurunya hasil panen padi
yang disebabkan oleh:
a. Hama
Pada sawah yang terletak di Dusu Krajan Desa Plumbon muncul
hama yang menyerang padi para petani sehingga sangat
mempengaruhi hasil panen dari padi tersebut. Hama yang muncul
adalah tikus dan burung pipit yang sukar untuk diusir oleh para
petani walaupun petani sudah memasang racun tikus serta mengusir
burung pipit dengan menggunakan bunyi-bunyi yang bising seperti
memukul kaleng. Tetapi karena banyaknya hama yang ada tetap
menyebabkan menurunnya hasil panen padi tersebut.
b. Cuaca
Faktor cuaca adalah faktor yang sangat penting dalam baik-
buruknya padi. misalnya bila musim hujan, ketika intensitas hujan
yang sangat tinggi ini akan menyebabkan tanaman padi ambruk
karena air hujan tersebut. Sebaliknya bila pada musim kemarau
maka petani akan kesulitan mencari air untuk pengairan sawah, bila
kekurangan air maka tanaman padi akan menguning dan tidak
menghasilkan biji padi.91
91 Wawancara deangan Bapak Suradi (penggarap) pada 17 Juli 2019
63
BAB IV
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN
AKAD BAGI HASIL PENGGARAPAN SAWAH DI DESA
PLUMBON KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG
Setiap perbuatan manusia terhadap manusia lain pasti akan ada
timbal balik dari perbuatan tersebut, karena manusia dalam melakukan
aktifitas kehidupanya tidak akan pernah bisa lepas dari bantuan manusia
lainya. Hal ini seperti apa yang ada dalam muammalah yaitu hubungan
antara manusia satu dengan manusia yang lain.
Dalam hukum muammalah telah dijelaskan berbagai macam
aturan yang menyangkut dengan aktifitas manusia itu sendiri.
Kerjasama pengarapan sawah secara paroan yang ada di Desa Plumbon
adalah termasuk muammalah karena termasuk dalam konsep
muzara’ah, mukhabarah dan musaqah. Dan dalam konsep tersebut
terdapat hal-hal yang ditentukan dalam bermuammalah, salah satunya
adalah akad, yang mana dalam akad tersebut terdapat dua orang yang
saling berinteraksi untuk melakukan perjanjian yang saling mengikat
diantara kedua orang (aqidain) tersebut.
Dalam ilmu fiqih, peraturan tentang kerjasama penggarapan
sawah yaitu muzara’ah, mukhabarah dan musaqah telah dijelaskan
dalam bab II, seperti akad dan bagi hasilnya dan dalam bab III penulis
telah memaparkan tentang akad penggarapan sawah dengan konsep
64
paroan pada masyarakat Desa Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang. Di bawah ini penulis melakukan analisis terhadap akad dan
praktek bagi hasil penggarapan sawah secara paroan yang dilakukan
oleh masyarakat Desa Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang
yang meliputi:
A. Akad
Muzara’ah adalah akad transaksi kerjasama pengolahan
pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik
lahan memberikan lahan pertanian dan bibit kepada penggarap
untuk menanami dan memelihara dengan imbalan pembagian
tertentu (persentase) misal 50%:50% atau 60%:40% dari hasil
panen sesuai dengan kesepakatan. Sedangkan mukhabarah
memiliki arti mengerjakan tanah milik orang lain, baik itu seperti
sawah atau ladang dengan adanya pembagian hasil diantara para
pihak sedangkan pengerjaan dan benihnya ditanggung orang yang
mengerjakan (pengelola) dan pembagian hasil panen misalnya
50%:50% atau 60%:40% dari hasil panen sesuai kesepakatan.
Sedangkan musaqah ialah akad pemilik tanah dengan pekerja untuk
memelihara pohon/tanaman, sebagai upahnya adalah buah/hasil
dari pohon/tanama nyang diurusnya.
Di Desa Plumbon rata-rata masyarakatnya bekerja sebagai petani,
sebagian besar wilayah Desa Plumbon adalah lahan pertanian
berupa sawah sehingga di Desa Plumbon telah banyak terjadi
65
kerjasama dalam penggarapan sawah karena tidak semua pemilik
sawah mempunyai keahlian dalam bertani.
Dalam melakukan kerjasama penggarapan sawah
masyarakat Desa Plumbon biasa melakukannya dengan sebutan
penggarapan sawah secara paroan, artinya kerjasama penggarapan
sawah tersebut dilakukan dengan ketentuan bagi hasil paroan.
Dalam hal ini yang dimaksud paroan adalah dimana kedua belah
pihak yaitu pemilik sawah dengan penggarap sawah mendapat
bagian yang sama dari hasil panen yang di bagi dua (paroan).
Dalam membentuk kerjasama penggarapan sawah secara
paroan di Desa Plumbon biasanya hanya secara lisan tanpa adanya
bukti tertulis yang bermaterai cukup dan tanpa menghadirkan saksi.
Dalam hal ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat Desa Plumbon
karena antara pemilik sawah dengan penggarap sebelumnya juga
sudah saling kenal dan dan pemilik sawah pun juga mengetahui
bahwa penggarap tersebut sebelumnya memang sudah menjadi
petani dan kemampuan bertaninya pun tidak perlu diragukan. Hal
tersebut didasarkan pada suatu kaidah yaitu:92
. محكمة شرت عة عادةح ال
“Adat merupakan syariat yang dikukuhkan sebagai
hukum”
92 Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh (Jakarta: Pustaka Aman, 2003), hlm.
48.
66
Dalam akad penggarapan sawah secara paroan ini antara
kedua belah pihak sudah saling percaya maka perjanjian hitam
diatas putih dirasa tidak perlu.
Dalam akad penggarapan sawah secara paroan di Desa
Plumbon, rukun dan syaratnya pun telah terpenuhi. Dilihat dari segi
sighat yaitu ijab dan qabulnya penggarapan sawah di Desa
Plumbon telah disebutkan secara jelas pada awal terbentuknya akad
penggarapan sawah tersebut walaupun hanya dilakukan secara
lisan. Dari kedua belah pihak yaitu pemilik sawah dan penggarap
sawah di Desa Plumbon telah memenuhi syarat sebagai ‘aqidain
yaitu berakal serta tamyiz yaitu dapat membedakan antara yang
baik dengan yang buruk. Dalam bagi hasilnya telah disepakati
secara jelas antara kedua belah pihak yaitu dengan persentase
50%:50%, serta tanah yang dijadikan objek telah diketahui dengan
jelas manfaatnya, batas-batasnya, dan diketahui secara pasti
kepemilikannya.
Akad penggarapan sawah dengan konsep paroan tersebut
diatas secara hukum Islam tetap sah karena adanya rukun dan
syarat ijab dan qabul dengan kata kesepakatan karena berdasarkan
rasa saling percaya. Pada saat melakukan akad pun sudah jelas
adanya manfaat dari sawah yang dijadikan sebagai objek maka
akad yang dilakukan masyarakat Desa Plumbon tersebut sudah
memenuhi rukun dan syaratnya. Hal tersebut pun telah sesuai
67
dengan asas perjanjian dalam Islam yaitu asas keabsahan berakad
(mabda’ hurriyyah at-ta’aqud) dimana suatu prinsip hukum
menyatakan bahwa setiap orang dapat melakukan suatu akad sesuai
dengan kebutuhan mereka yang tidak berakibat memakan harta
orang lain dengan jalan yang batil. Asas keabsahan berakad
tersebut didasarkan pada suatu kaidah hukum Islam yaitu:
ت عاقدين رضى العقد ف األصلح ح ابلت عاقحد إل ت زماهح ما حتحهح ونتي امل
“Hukum asal dalam transaksi adalah keridhaan kedua
belah pihak yang berakad, hasilnya adalah berlaku
sahnya yang diakadkan”
Artinya bila suatu akad sudah dinyatakan maka harus
berdasarkan kata sepakat dan akibat hukumnya adalah apa yang
telah ditetapkan dalam perjanjan.93
B. Benih atau Jenis Tanaman
Pada akad penggarapan sawah secara paroan dalam hal benih atau
jenis tanaman sudah ditentukan bahwa benih padi adalah benih yang
akan ditanam pada sawah yang akan digarap oleh penggarap. Hal
tersebut sudah ditentukan karena memang pada sekitar lahan sawah
yang dijadikan objek penggarapan sawah ini berada pada lingkungan
lahan persawahan dimana lahan sawah tersebut ditanami dengan padi.
Dalam hal ini juga telah dijelaskan dalam akad awal bahwa kedua belah
pihak telah sepakat bahwa benih padi adalah benih yang akan
ditanaman pada sawah yang digarap oleh penggarap. Hal tersebut telah
93 Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih, (Jakarta: Kencana,2007), hlm. 130.
68
sesuai dengan hukum Islam pada asa perjanjian dalam Islam yaitu asas
Ibahah (Mabda’ al-Ibahah), dimana pada dasarnya segala sesuatu itu
boleh dilakukan sampai ada dalil yang melarangnya. seperti pada
kaidah ke-50:
بدليل إل ابحةح وال الل المحعامالت ف الشرحوط ف األصلح
“Hukum asal menetapkan syarat dalam mu’amalah adalah
halal dan diperbolehkan kecuali ada dalil (yang
melarangnya)”94
Tindakan hukum dan perjanjian apa pun dapat dibuat sejauh tidak
ada larangan khusus mengenai perjanjian tersebut.
C. Tanah yang dijadikan Objek
Dalam perjanjian penggarapan sawah tanah adalah objek
utama dalam perjanjian tersebut. Syarat yang berhubungan dengan
tanah yang akan ditanami adalah tanah tersebut dapat ditanami,
tanah tersebut dapat diketahui batas-batasnya serta tanah tersebut
dapat diketahui secara pasti kepemilikannya. Pada perjanjian
penggarapan sawah secara paroan di Desa Plumbon, salah satunya
yang dilakukan oleh pemilik sawah yaitu Bapak Rono Samsi. Pada
tanah yang dijadikan objek penggarapan sawah adalah benar0benar
milik Bapak Rono Samsi serta Bapak Rono Samsi mempunyai hak
penuh atas tanah sawah tersebut, dapat dibuktikan dengan Surat
Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan Tahun
94 Al Manhaj, Al-Ilmu: Qawaid Fiqhiyah,( https://almanhaj.or.id/4319-kaidah-ke-50-
hukum-asal-muamalah-adalah-halal-kecuali-ada-dalil-yang-melarangnya-2.html) pada 23 Agustus
2019
69
2019. Dalam hal ini tanah sawah yang dijadikan objek penggarapan
sawah telah sesuai dengan hukum Islam karena telah memenuhi
syarat yang berhubungan dengan tanah yang dijadikan objek
penggarapan sawah.
D. Biaya Penggarapan
Dalam akad penggarapan sawah harus dijelaskan mengenai
modal dan/atau biaya penggarapan yang meliputi, tanah, tenaga
dari penggarap serta benih/bibit padi dari. Kepemilikan suatu
modal harus jelas, sehingga modal tersebut benar-benar diketahui
kepemilikannya. Dalam hal ini biaya penggarapan pun harus jelas
disepakati siapa yang menanggung.
Masyarakat Desa Plumbon dalam membuat perjanjian
penggarapan sawah secara paroan dalam hal permodalan sudah
jelas yaitu tanah dari pemilik tanah dalam hal ini adalah Bapak
Rono Samsi, benih padi dari pemilik sawah bila itu muzara’ah, dan
benih dari penggarap bila itu mukhabarah.
Praktek penggarapan sawah secara paroan yang dilakukan
oleh masyarakat Desa Plumbon bahwa mulai dari pemilihan jenis
benih padi yang akan ditanam, peralatan pertanian dan perawatan
tanaman, sampai tibanya panen sepenuhnya yang melakukan
adalah penggarap serta biaya-biaya yang dikeluarkan ditanggung
oleh penggarap. Dalam melakukan penjualan hasil panennya pun
telah diserahkan kepada penggarap, penggarap mencari sendiri
70
pembeli yang mau membeli padi hasil panen, pemilik sawah tidak
ikut serta dalam hal penjualan padi tersebut.
Namun lain halnya dengan biaya pupuk atau mess yang
ditanggung bersama antara pemilik lahan dan penggarap, adapula
pemilik sawah yang hanya sekedar membantu untuk biaya pupuk
atau mess tersebut. Dalam hal perawatan tanaman padi tidak bisa
diperkirakan berapa banyak pupuk/mess yang akan dibutuhkan,
bisa saja pada sekali penebaran mess/pupuk penggarap belum
merasa puas dengan hasilnya, maka pengemessan kedua dirasa
perlu. Pada pengemessan yang kedua penggarap membeli sendiri
mess tersebut, tidak dibagi dua dengan pemilik sawah. Kemudian
biaya obat untuk membasmi rumput liar dan hama pada tanaman
padi ditanggung oleh penggarap. Dalam merawat tanaman padi
biasanya seiring bertumbuhnya padi akan diiringi pula tumbuhnya
rumput liar dan hama, untuk menghilangkan rumput liar dan hama
penggarap perlu membeli obat untuk membasminya agar tidak
mengganggu dan merusak tanaman padi tersebut dengan biaya
yang ditanggung sendiri oleh penggarap.
Dari uraian diatas bahwa pelaksanaan dari akad
penggarapan sawah secara paroan yang dilakukan oleh masyarakat
Desa Plumbon dilihat dari segi biaya penggarapan sesuai dengan
71
hukum Islam yaitu pendapat dari Syaikh Ibrahim al-Bajuri tentang
muzara’ah dan mukhabarah:95
مالك من ال ها والبذرح لرضبب عض مايرح جح من عملح العا مل ف ا
“Pekerja mengelola tanah dengan sebagian apa yang
dihasilka darinya dan modal dari pemilik tanah”
(muzara’ah)
ها والبذ رح من العا مل عملح العا مل ف الرض الما لك بب عض ما يرحجح من
“Sesungguhnya pemilik hanya menyerahkan tanah
kepada pekerja dan modal dari pengelola”
(mukhabarah)
Pada akad penggarapan sawah di Desa Plumbon semua
biaya pengelolaan dan perawatan termasuk modal telah jelas
disepakati dalam akad ditanggung oleh penggarap sawah atau
pemilik sawah.
E. Jangka Waktu Perjanjian
Syarat yang berkaitan dengan akad penggarapan sawah
adalah jangka waktu penggarapan. Yang berkaitan dengan waktu
yaitu:
a. Waktunya telah ditentukan;
b. Waktu itu memungkinkan untuk menanam tanaman yang
dimaksud, seperti menanam padi waktunya kurang lebih 4
bulan (tergantung teknologi yang dipakainya, termasuk
kebiasaan setempat;
95Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, hlm 155.
72
c. Waktu tersebut memungkinkan kedua belah pihak hidup
menurut kebiasaan.
d. Jangka waktu atau masa perjanjian tersebut terjadi selama-
lamanya. Artinya dalam akad muzara’ah, mukhabarah dan
musaqah tidak disebutkan atau dijelaskan lamanya waktu
penggarapan, maka hal itu juga sah.
Artinya ketika salah satu diantara ‘aqidain menginginkan
mengakhiri perjanjian tersebut maka hal itu tetap diperbolehkan,
karena diawal akad memang tidak disebutkan lamanya masa
perjanjian tersebut.
Masyarakat Desa Plumbon dalam melakukan akad
penggarapan sawah secara paroan tidak disebutkan secara jelas
jangka waktu berakhirnya perjanjian tersebut, tetapi sudah menjadi
kebiasaan bila salah satu pihak menginginkan perjanjian tersebut
diakhiri maka kedua belah pihak saling ridha dengan catatan
perjanjian tersebut diakhiri setelah masa panen tiba. Sedangkan bila
dari penggarap sudah tidak mampu menggarap sawah sebelum tiba
masa panen maka bisa diteruskan oleh orang lain sesuai dengan
kesepakatan antara pemilik sawah dengan penggarap. Pada
masyarakat Desa Plumbon dalam membuat perjanjian/kesepakatan
biasanya dilakukan secara sederhana, tidak harus dengan syarat-
syarat yang terperinci seperti jangka waktu penggarapan sawah.
73
Dari urain diatas jangka waktu berakhirnya perjanjian penggarapan
sawah d i Desa Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang
sudah sesuai dengan hukum Islam karena adanya kesepakatan
antara pemilik dan penggarap sawah dimana kerjasama tersebut
dapat berakhir kapan saja setelah masa panen serta dilandasi rasa
saling percaya dan tidak mendatangkan kerugian. Sesuai dengan
asas perjanjian dalam hukum Islam yaitu pada asas konsensualisme
(mabda’ ar-radha’iyyah) yang mana suatu perjanjian itu sah bila
telah ada kata sepakat dari pihak yang bersangkutan tanpa harus
memenuhi formalitas-formalitas tertentu.96
F. Bagi Hasil Penggarapan Sawah
Hal yang menjadi ujung dari akad muzara’ah, mukhabarah
dan musaqah adalah bagi hasil penjualan padi dari hasil panen
sawah. Bagi hasil dalam muzara’ah, mukhabarah dan musaqah
adalah bentuk dari pembagian keuntungan antara pemilik sawah
dan penggarap sawah dari hasil penggarapan sawah dimana
pembagian tersebut telah ditentukan persentasenya di awal akad.
Dalam hukum Islam tidak dijelaskan secara rinci tentang
persentase pembagian hasil panen, asal disebutkan saat akad
dibentuk dan tidak menimbulkan kerugian untuk kedua belah pihak
maka tetap sah, yang penting bukan ditentukan jumlah/satuan
tertentu. Bagi hasil penen tersebut harus benar-benar dari hasil
96 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih
Muamalat, hlm.88..
74
panen tanah/sawah yang menjadi objek muzara’ah, mukhabarah
dan musaqah.
Dalam akad bagi hasil penggarapan sawah secara paroan
penggarapan sawah di Desa Plumbon sudah disepakati bahwa bagi
hasilnya dalam bentuk uang dari hasil penjualan padi. Pembagian
hasil pertanian tidak lepas dari pemodalan yang mana akan
menentukan persentase pembagian hasil panenan tersebut.
Pembagian hasil panen yang dilakukan oleh masyarakat Desa
Plumbon dilakukan dengan sistem paroan yaitu dari hasil
penjualan padi dibagi rata (50% : 50%), persentase bagi hasil
tersebut sah dilakukan karena kedua belah pihak sama-sama
menyertakan modal, dari pemilik sawah menyerahkan modal
berupa tanah sawah dan penggarap menanggung biaya pengelolaan
dan perawatan serta tenaga utuk mengelola dan merawat. Akan
tetapi bagi hasil pada bulan April 2019, pembagianya tidak sesuai
dengan apa yang telah disepakati dalam akad awal, yang semula
50% : 50% menjadi 60% untuk penggarap dan 40% untuk pemilik
sawah. Hal demikian itu terjadi dikarenakan hasil panen padi pada
bulan April tidak begitu bagus akibat dari curah hujan yang tinggi
serta karena serangan hama burung pipit dan tikus sehingga hasil
panen banyak yang menghitam atau gabuk. Rata-rata hasil panen
padi di Desa Plumbon tepatnya pada Dusun Krajan memang
75
mengalami penurunan kualitas biji padi sehingga mempengaruhi
harga jual padi tersebut.
Dalam hal ini peneliti menemukan hal dimana pelaksanaan
bagi hasil penggarapan sawah di Desa Plumbon tidak sesuai
dengan apa yang telah ditentukan pada akad awal. Namun hal
tersebut mempunyai faktor yang jelas dan tidak ada unsur penipuan
atau ingin merugikan pemilik sawah dan hal ini agar penggarap
tidak merasa dirugikan karena besarnya biaya/modal dan tenaga
yang sudah dikeluarkan, bila tetap di bagi paroan seperti pada akad
awal maka penggarap hanya mendapatkan keuntungan yang sedikit
dari biaya/modal yang sudah dikeluarkan dan belum sesuai dengan
tenaga yang telah dikeluarkan saat mengelola dan merawat
tanaman padi tersebut.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa bagi hasil
penggarapan sawah di Desa Plumbon sudah sesuai dengan hukum
Islam meski ada ketidaksesuaian pelaksanaan antara bagi hasil
dengan akad namun ada alasan atau faktor yang menyebabkanya
dan tidak ada unsur penipuan serta adanya kerelaan dari pemilik
sawah karena hal tersebut bukan kesalahan dari penggarap. Hal
tersebut sesuai dengan asas perjanjian dalam dalam hukum Islam
yaitu asas kemaslahatan (tidak memberatkan) dimana akad yang
telah disepakati oleh pihak yang bersangkutan harus bertujuan
untuk mewujudkan kemaslahatan bagi mereka dan tidak boleh
76
menimbulkan kerugian (mudharat) atau keadaan memberatkan
(masyaqqah), bila dalam pelaksanaan akad terjadi perubahan yang
tidak dapat diketahui sebelumnya dan dapat memberatkan salah
satu pihak maka dapat disesuaikan dengan batasan yang masuk
akal.97 Seperti halnya pelaksanaan akad penggarapan sawah di
Desa Plumbon adanya perubahan dalam persentase bagi hasil
karena faktor-faktor yang jelas.
Pemilik sawah tetap menerima bagi hasil tersebut karena
pemilik sawah mengetahui faktor yang menyebabkan turunnya
hasil panen pada bulan April 2019 dan pemilik sawah tidak ingin
ada pihak yang merasa dirugikan serta agar kerjasama penggarapan
sawah tersebut tetap berjalan.
G. Faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil dalam Akad Penggarapan
Sawah
Pada bab III telah diuraikan faktor yang mempengaruhi
bagi hasil dalam akad penggarapan sawah secara paroan di Desa
Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Faktor utama
yang mempengaruhi bagi hasil dalam akad penggarapan sawah
secara paroan adalah menurunya hasil panen padi yang
disebabkan oleh:
1. Hama
97 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih
Muamalat, hlm. 90.
77
Pada sawah yang terletak di Dusu Krajan Desa Plumbon
muncul hama yang menyerang padi para petani sehingga sangat
mempengaruhi hasil panen dari padi tersebut. Hama yang
muncul adalah tikus dan burung pipit yang sukar untuk diusir
oleh para petani walaupun petani sudah memasang racun tikus
serta mengusir burung pipit dengan menggunakan bunyi-bunyi
yang bising seperti memukul kaleng. Tetapi karena banyaknya
hama yang ada tetap menyebabkan menurunnya hasil panen
padi tersebut.
2. Cuaca
Faktor cuaca adalah faktor yang sangat penting dalam baik-
buruknya padi. misalnya bila musim hujan, ketika intensitas
hujan yang sangat tinggi ini akan menyebabkan tanaman padi
ambruk karena air hujan tersebut. Sebaliknya bila pada musim
kemarau maka petani akan kesulitan mencari air untuk
pengairan sawah, bila kekurangan air maka tanaman padi akan
menguning dan tidak menghasilkan biji padi
Dari uraian di atas faktor utama yang mempengaruhi
pembagian hasil penggarapan sawah secara paroan adalah
menurunnya hasil panen akibat hama burung pipit dan tikus serta
cuaca dimana curah hujan yang tinggi dan menurun pula harga jual
padi tersebut. Dari hal tersebut yang penulis menganalisis lebih
dalam lagi. Bila dalam suatu kerjasama keuntungan dan kerugian
78
harus di tanggung oleh kedua belah pihak. Dalam hal penggarapan
sawah ini, permodalan sama-sama ditanggung oleh kedua belah
pihak dimana pemilik sawah menyerahkan modal berupa tanah
sawah kepada penggarap dan penggarap bermodalkan biaya
pengelolaan dan perawatan dari padi tersebut serta tenaga untuk
mengelola dan merawat tanaman padi. Dalam hal ini penggarap
membutuhkan sejumlah uang yang akan dijadikan modal untuk
membayar atau membeli keperluan pengelolaan dan perawatan
sawah sedangkan dari pemilik sawah hanya menyerahkan lahan
sawah kosong yang telah dimilikinya jauh sebelum kerjasama ini
dibuat.
Jadi yang penulis maksud besar bagi hasil disini juga
dipengaruhi oleh biaya yang dikeluarkan oleh penggarap sejak awal
mengelola sawah tersebut, bila terjadi penurunan hasil panen
karena faktor-faktor diatas maka itu akan berpengaruh juga pada
hasil balik modal serta keuntungan bagi penggarap.
Contoh pada hasil penjualan padi pada sawah yang
dihasilkan oleh bapak Sarjono yang panen sebelumnya harga jual
padi mencapai Rp 5.000.000,-, dibagi dengan persentase 50%:50%
dengan pemilik sawah masing-masing akan mendapatkan Rp
2.500.000,-. Pada awalnya bapak Sarjono telah mengeluarkan Rp
920.000,- dikurangi bantuan biaya pupuk dari pemilik sawah
sebesar Rp 80.000,-. Maka besar modal yang dikeluarkan bapak
79
Sarjono Rp 840.000,-, maka dengan hasil Rp 2.500.000,-
keuntungan yang diperoleh bapak Sarjono selama kurang lebih 5
bulan mengelola dan merawat tanaman adalah Rp 2.500.000,- - Rp
840.000,- = Rp 1.660.000,- bapak Sarjono sudah merasa puas
dengan keuntungan tersebut sudah dapat membantu perekonomian
bapak Sarjono dengan keluarga.98
Namun pada penjualan hasil panen bulan April 2019
mengalami penurunan menjadi Rp 3.000.000,-, dengan modal yang
sama seperti yang telah dijelaskan diatas. Jadi bila Rp 3.000.000,-
tetap di bagi dengan persentase 50%:50% dengan pemilik sawah
masing-masing akan mendapatkan Rp 1.500.00,-. Bila dihitung
besar keuntungan yang diperoleh bapak Sarjono yaitu Rp
1.500.00,- - Rp 840.000,- = Rp 660.000,- jadi keuntungan bapak
Sarjono sebesar Rp 660.000,- padahal dalam mengelola dan
merawat tanaman padi membutuhkan kurang lebih 5 bulan, selama
5 bulan bapak Sarjono merawat tanaman padi itu sendiri mulai dari
mengairi sawah, menyempot tanaman dengan pestisida, mengusir
hama secara berkala setiap sore serta mencabuti atau
membersihkan rumput atau biasa disebut marut rumput dengan
menggunakan alat khusus, menaburkan mess/pupuk dan lain
sebagainya. Bila tetap di bagi dengan persentase 50%:50% maka
akan memberatkan Bapak sarjono karena tidak sebanding dengan
98 Wawancara deangan Bapak Sarjono (penggarap) pada 19 Juli 2019
80
tenaga yang telah ia keluarkan selama 5 bulan merawat tanaman
padi tersebut.
Jadi karena hal tersebut di atas pembagiannya berubah
menjadi 60% untuk bapak Sarjono dan 40% untuk pemilik sawah.
Dalam pembagian ini bapak Sarjono akan memperoleh bagian
sebesar Rp 1.800.000,- bila dikurangi modal Rp 840.000,-
keuntungan bapak Sarjono adalah Rp 960.000,- maka ini akan
dirasa cukup sebanding dengan tenaga yang telah dikeluarkan
selam 5 bulan. Dan pemilik sawah yang hanya menyerahkan tanah
sawah akan tetap mendapat hasil sebanyak Rp 1.200.000,- lebih
menguntungkan daripada tanah sawahnya tidak digarap oleh bapak
Sarjono walaupun pembagiaanya tidak sesuai dengan kesepakatan
di awal perjanjian yang pada awalnya menimbulkan unsur
keterpaksaan dari pemilik sawah tetapi karena rasa saling tolong
menolong dan keadilan pemilik sawah merelakan pembagian
tersebut, karena pemilik sawah tidak merasa dirugikan secara
meteri.99
H. Manfaat dari Akad Penggarapan Sawah secara Paroan di Desa
Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang
Kerjasama dalam kehidupan akan meciptakan manfaat
besar dalam memenuhi kebutuhan hidup. Karena manusia adalah
makhluk sosial yang membutuhkan keberadaan orang lain dan
99 Wawancara dengan bapak Rono Samsi (pemilik sawah) pada 09 Juni 2019
81
diciptakan untuk saling berinteraksi serta kerjasama. Dan hal
tersebut akan tumbuh apabila dalam masyarakat menjunjung nilai-
nilai kerukunan.
Pada akad penggarapan sawah secara paroan yang
dilakukan masyarakat Desa Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang berkonsep muzara’ah dan mukhabarah. Muzara’ah dan
Mukhabarah adalah kerjasama dalam pertanian, dimana pemilik
tanah dan petani penggarap saling mengikatkan dirinya untuk
bekerjasama. Disini manfaat dari muzara’ah dan mukhabarah
adalah dapat memanfaatkan sesuatu yang tidak dimiliki orang lain
sehingga sawah dapat digunakan dan dapat menghasilkan
pemasukan yang dapat membiayai kebutuhan sehari-hari.
Pelaksanaan akad penggarapan sawah secara paroan yang
dilakukan oleh masyarakat Desa Plumbon, terdapat beberapa
hikmah atau manfaat yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
a. Saling tolong menolong, yaitu saling menolong bagi mereka
yang membutuhkan, disini adalah pemilk sawah dan penggarap
sawah;
b. Saling menguntungkan, yaitu ketika penggarap membutuhkan
pekerjaan untuk memenuhi kebutuhannya maka diuntungkan
dengan adanya pekerjaan yaitu mengerjakan sawah orang lain
dengan dibaginya hasil sawah tersebut. Sedangkan pemilik
sawah membutuhkan orang untuk menggarap sawahnya, maka
82
pemilik sawah merasa beruntung dengan adanya orang yang
menggarap sawahnya.
c. Terbukanya lapangan pekerjaan, terutama bagi penggarap sawah
yang memiliki kemampuan bertani menggarap sawah tetapi
tidak memiliki lahan atau sawah garapan.
d. Menumbuhkan kerukunan, karena adanya saling percaya dan
saling rela atau keridhoan.
e. Tidak terjadi kemudbadziran baik tanah maupun kemampuan
dari penggarap sawah.
83
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah memaparkan pembahasan tentang pelaksanaan bagi hasil
penggarap sawah secara paroan yang berkonsep muzara’ah, mukhabarah,
dan musaqah yang ada di Desa Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang, mulai dari observasi hingga analisis, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Kerjasama penggarapan sawah yang dilakukan oleh masyarakat
Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang adalah aplikasi dari
praktek muzara’ah dan mukhabarah. Bagi hasil muzara’ah dan
mukhabarah dilakukan oleh dua orang antara pemilik sawah dan
penggarap sawah. Akad yang dilakukan adalah akad secara lisan yang
berisi kesepakatan kedua belah pihak tentang penggarapan sawah dan
pembagian hasilnya. Dalam kesepakatan tersebut, hasil panenan dibagi
rata antara pemilk sawah dan petani penggarap berwujud uang dari hasil
penjualan padi dengan presentase 50%:50%, masyarakat Desa Plumbon
biasa menyebutnya dengan penggarapan sawah paroan , yang mana
biaya penggarapan sawah mulai dari benih dan lain-lain telah disepakati
sejak awal akan ditanggung oleh pemilik tanah atau penggarap sawah.
2. Menurut Perspektif Hukum Islam akad dan pelaksanaan dari akad bagi
hasil penggarapan sawah secara paroan yang telah dilakukan oleh
masyarakat Desa Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang
84
sudah sesuai dengan Hukum Islam, karena dalam akad dan pelaksanaan
akad tersebut sudah sesuai dengan konsep muzara’ahdan mukhabarah,
walaupun dalam pembagian hasil dari penggarapan sawah tersebut
tidak sesuai dengan persentase pada akad karena ada faktor tertentu
serta adanya rasa saling tolong menolong dan keadilan, pemilik sawah
merelakan pembagian tersebut, karena pemilik sawah tidak merasa
dirugikan secara meteri.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas penulis memberikan saran sebagai
berikut:
1. Sebaiknya pada saat melakukan akad bagi hasil penggarapan sawah,
masyarakat Desa Plumbon Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang
mengikuti perkembangan zaman, yaitu dengan surat perjanjian yang
tertulis serta menghadirkan saksi, agar dapat dijadikan bukti adanya
perjanjian kerjasama bila suatu saat ada perselisihan.
2. Dalam pelaksanaan bagi hasil penggarapan sawah sebaiknya
memperhatikan kemungkinan untung dan rugi agar tidak menimbulkan
masalah dikemudian hari, serta tidak memberatkan salah satu piha
85
LAMPIRAN
86
PEDOMAN WAWANCARA
Kepada Pemiki Tanah Sawah
1. Berapa jumlahtanah sawah Anda di kelola oleh penggarap?
2. Sudah berapa lama masing-masing tanah dikelola oleh penggarap?
3. Bagaimana Akad penggarapan sawah terbentuk?
4. Berapa lama tanah sawah Anda akan dikelola oleh penggarap? Kapan
berakhir?
5. Bagaimana kesepakatan tentang Bagi Hasil Penggarapan sawah tersebut?
6. Bagaimana kesepakatan tentang biaya bibit, pupuk dan perawatan padi?
7. Siapa yang menjual hasil panen padi tersebut?
Kepada Penggarap Tanah Sawah
1. Sudah berapa lama anda mengelola tanah milik Bapak Rono?
2. Bagaimana Akad penggarapan sawah terbentuk?
3. Berapa lama Anda akan mengelola tanah sawah tersebut? Kapan berakhir?
4. Bagaimana kesepakatan tentang Bagi Hasil Penggarapan sawah tersebut?
5. Bagaimana kesepakatan tentang biaya bibit, pupuk dan perawatan padi?
6. Siapa yang menjual hasil panen padi tersebut?
7. Apakah ada kendala yang berarti saat mengelola tanah sawah tersebut?
87
FOTO WAWANCARA
88
89
FOTO WAWANCARA DENGAN KEPALA SEKSI PEMERINTAHAN
DESA PLUMBON
90
FOTO SAWAH MILIK BAPAK RONO SAMSI
91
Foto Bukti Kepemilikan Tanah berupa Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi
Dan Bangunan Tahun 2019
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101