Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal

36
Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal professional design studio 01 04 februari 2011

Transcript of Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal

Page 1: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal

Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal

professional design studio 0104 februari 2011

Page 2: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal

Daerah Perencanaan

Batasan Intensitas Bangunan (BIB)

Nilai Batasan Intensitas Bangunan

Page 3: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal

Daerah Perencanaan

• Lahan efektif yang dikuasai dan atau direncanakan

• Luasnya meliputi luas lahan bruto dikurangi luas lahan untuk rencana jalan, saluran, dan atau luas lahan jenis

peruntukan lain (luas lahan bruto – luas lahan rencana umum)

• Lahan pedestrian dan atau plaza dapat diperhitungkan pada perhitungan luas DP dan dapat menggabung bagian DP yang terbelah oleh rencana pedestiran asalkan jenis peruntukannya sesuai ketentuan.

• Apabila suatu DP dibelah oleh rencana jalan, maka luas DP dihitung masing-masing bila rencana jalan tersebut bersifat umum; dan luas DP dihitung secara utuh bila rencana jalan tersebut bersifat internal.

Page 4: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal

Daerah Perencanaan

Batasan Intensitas Bangunan (BIB)

Nilai Batasan Intensitas Bangunan

Page 5: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal

KDB

KLB

KB

KDH

Batasan Intensitas Bangunan (BIB)

Page 6: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal

KDB

Batasan Intensitas Bangunan (BIB)

• Ialah suatu nilai hasil perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan dan luas daerah perencanaan (dinyatakan dalam persen (%)).

• Total luas lantai dasar yang diperkenankan pada DP tersebut = batasan KDB (%) x luas DP (m2)

• Apabila pada DP terdapat lebih dari satu nilai ketetapan batasan KDB, maka batasan KDB yang berlaku adalah batasan KDB rata-rata dengan rumus: Batasan KDBR =

Page 7: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal

KLB

Batasan Intensitas Bangunan (BIB)

• Ialah suatu nilai hasil perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan dan luas daerah perencanaan (dinyatakan tanpa satuan (seperti indeks)).

• Total luas lantai bangunan yang diperkenankan pada DP tersebut = batasan KLB x luas DP (m2)

• Apabila pada DP terdapat lebih dari satu nilai ketetapan batasan KLB, maka batasan KLB yang berlaku adalah batasan KLB rata-rata dengan rumusBatasan KLBR =

Page 8: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal

• Ialah nilai yang menyatakan jumlah lapis/lantai (storey) maksimum pada daerah perencanaan (dinyatakan dalam satuan lapis atau lantai).

• Apabila pada DP terdapat lebih dari satu nilai ketetapan batasan KB, maka nilai paling besar yang menjadi KB yang baru dan berlaku pada keseluruhan DP tersebut.

• Batasan KB dapat berubah terkait penambahan ketinggian bangunan, pemberian insentif pembangunan rumah susun di DKI Jakarta, dan terkait pembebasan lahan dan pemberian izin perubahan peruntukan dari perumahan menjadi 35% komersil dan 65% wisma susun (wajib membangun rumah susun murah (RSM) di atas lahan seluas 20% luas lahan manfaat (DP netto)).

• Pada lokasi yang ditetapkan KLB-nya 5,0 atau lebih, dimungkinkan memiliki KB lebih dari 32 lantai asalkan keseluruhan lantai bangunannya tidak melebihi batasan KLB yang ditetapkan.

KB

Batasan Intensitas Bangunan (BIB)

Page 9: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal

KDH

Batasan Intensitas Bangunan (BIB)

• Ialah suatu nilai hasil pengurangan antara luas DP dengan luas proyeksi tapak bangunan dan tapak basement dibagi luas DP.

• Dinyatakan dalam satuan persen (%).

Page 10: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal

Bab VKetentuan Detail Teknis Tentang Bangunan Layang, Ruang Terbuka Pada Lantai Dasar & Bangunan Di

Bawah Tanah (Basement)

Page 11: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal

Bangunan Di Bawah Tanah (Basement)• Digunakan untuk fasilitas pendukung dan fasilitas untuk sektor

informal.• Harus dapat memenuhi ketentuan batasan koefisien Tapak Basement

dan Koefisien Daerah Hijau.• Dinding terluar bangunan tersebut harus berjarak minimum 3 m

dari GSJ, dan atau garis pengaman saluran.

• Harus memenuhi ketentuan teknis Perda 4 tahun 1975 dan Perda 7 tahun 1992.• Tinggi bangunan semi basement maksimum di bawah 1,2 m dari atas

permukaan tanah.• Luas proyeksi basement dibanding luas DP disarankan maksimum 75% untuk

PSL padat dan kurang padat dan 50% untuk PSL tidak padat.

Page 12: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal

Bangunan Jalan (Kendaraan) Layang• Hanya berfungsi sebagai jalan kendaraan roda empat• Lebar minimum untuk satu arah 3,50 m, untuk dua arah lebar minimum 7,50 m

termasuk pembatas jalan (lebar 50 cm dan tinggi 15 cm)

• Tepi platform bangunan harus diberi dinding pengaman (railing) setinggi 90 cm sepanjang jalan tersebut.

• Sudut tanjakan dengan kemiringan minimum 1:7.• Radius terkecil (dari as lajur ke titik pusat lingkaran) minimum 7 m.• Jarak terdekat dengan bidang terluar suatu massa bangunan minimum 3 m.• Harus dilengkapi dengan penerangan dan rambu-rambu lalu lintas yang memadai.• Termasuk kategori sarana/prasarana, sehingga memperoleh insentif berupa tidak dihitung

dalam perhitungan KDB dan KLB rencana.• Apabila bangunan dimaksud berfungsi sebagai jalan internal, maka bangunan

tersebut tetap milik yang bersangkutan. Bila berfungsi sebgai jalan umum, maka merupakan milik Pemda DKI Jakarta.

Page 13: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal

Bangunan Pedestrian Layang• Hanya berfungsi untuk pejalan kaki.• Lebar minimal 4 m.• Harus beratap dan berdinding transparan.• Letak bangunan yang dimaksud harus dikonsultasikan terlebih dahulu dengan

Pemda DKI Jakarta (Dinas Tata Kota DKI Jakarta).

• Bangunan tersebut diberi indeks KDB=1,0 dan KLB=0 (tidak dihitung).

Page 14: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal

Bangunan Komersial Layang• Dapat berfungsi untuk komersial dan pedestrian.• Lebar minimum 7 m dan maksimum 12 m.• Letak bangunan harus dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Pemda DKI.• Proyeksi bangunan tersebut pada muka tanah dan penjumlahan luas lantai dasar massa-

massa bangunan yang lain di dalam DP dapat memenuhi ketentuan KDB dan KLB yang ditetapkan.

• Bagian proyeksi bangunan ke jalan umum dan satu saluran umum tidak diperhitungkan pada perhitungan KDB dan KLB, namun sisanya tetap diperhitungkan sesuai ketentuan.

Page 15: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal

• Tinggi bersih (tinggi kolong) minimum 7 m dari muka tanah rata-rata persil tersebut.

• Pemilihan jenis konstruksi harus menjamin keamanan dan keselamatan pemakai dan lainnya.

• Pemilihan desain, konstruksi , warna, dan bahan harus sedemikian rupa sehingga dapat

selaras dengan massa-massa bangunan dan lingkungan di sekitarnya.

• Bagian proyeksi bangunan tersebut ke jalan umum dan saluran umum menjadi aset Pemda DKI Jakarta yang harus diserahkan kepada Pemda DKI Jakarta atas biaya pemohon,

namun hak pengelolaannya dapat dimohonkan dan pembagian keuntungan akan diatur kemudian.

Page 16: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal

BAB VI Ketentuan tentang Jarak Bebas dan Jarak Lantai- Lantai BangunanJarak bebas ialah jarak minimum yang diperkenankan dari bidang terluar suatu massa bangunan ke:- Garis Sempadan Jalan (GSJ)- Antar massa bangunan

lainnya- Pagar / batas lahan yang

dikuasai- Rencana saluran, jaringan

tegangan tinggi listrik dan jaringan pipa gas dan sebagainya.

6.1 Jarak Bebas dan Ketinggian Bangunan

Jarak bebas sangat terkait dengan ketinggian bangunan. Penetapan jarak bebas sesuai PERDA Nomor 4 tahun 1975 dan Surat Keputusan Gubernur Nomor 678 Tahun 1994 dapat dilihat pada gambar di samping.

Adapun rumus jarak bebas:

n = jumlah lapisY =jarak bebas (m)

(Y)n = (3,50 + n/2) meter

LANTAI DASAR / LANTAI 1

BATAS LAHAN YANG SUDAH DIKUASAI DENGAN SAH DALAM PERPETAKAN YANG SESUAI DENGAN RENCANA KOTA

contoh jika jumlah lapis n = 4, maka jarak bebas minimum bidang terluar terhadap massa bangunan adalah:

(Y)4 = (3,50 + 4/2) meter = 5,50 m

5.50

Page 17: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal

6.2 Jarak Bebas antar Massa Bangunan dalam Satu Daerah Perencanaan (DP)

6.2.1 Apabila kedua massa bangunan mempunyai dinding berjendela / transparan maka jarak bebas minimum = YA +YB.

6.2.2 Apabila salah satu massa bangunan berdinding masif / tanpa jendela dan massa bangunan lainnya berdinding transparan maka jarak bebas minimum = 0,5 YA + YB.

6.2.3 Apabila kedua massa bangunan berdinding masif, maka jarak bebas = 0,5 YA + 0,5 YB.

maka jarak bebas minimum =

Ya + Yb

JIKA KEDUA MASSA TRANSPARAN

maka jarak bebas minimum =

0,5 Ya + Yb

JIKA SALAH SATU MASIF / TRANSPARAN

maka jarak bebas minimum =

0,5 Ya + 0,5 Yb

JIKA KEDUA MASSA BERDINDING MASIF

Page 18: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal

6.2.4 Apabila nilai jarak GSB - GSJ kurang dari Y, maka untuk :• Ketinggian bangunan lebih dari 4 lapis maka jarak bebas minimum bidang terluar massa bangunan dengan GSJ = Yn.

• Ketinggian bangunan kurang dari sama dengan 4 lapis maka jarak bebas minimum bidang terluar massa bangunan dengan GSJ = nilai GSB.

6.2.5 Apabila dari denah lantai dasar suatu massa bangunan sampai dengan denah lantai tertinggi membentuk bidang vertikal (yang lurus), maka jarak bebas minimum diberi reduksi sebesar 10% dari ketentuannya.

6.2.6 Apabila suatu massa bangunan denah membentuk huruf U dan atau huruf H (dengan lekukan), bila kedalaman lekukan melebihi Y, maka massa bangunan tersebut dianggap dua massa bangunan dan antara kedua massa tersebut lebar minimum lekukan harus =Y

JIKA JARAK BEBAS Y(n) > JARAK GSB TERHADAP GSJ

maka jarak bebas minimum bidang terluar

bangunan dengan G S J = Yn

JIKA KETINGGIAN BANGUNAN > 4 LANTAI

maka jarak bebas minimum bidang terluar bangunan

dengan G S J = nilai G S B

JIKA KETINGGIAN BANGUNAN ≤ 4 LANTAI

maka jarak bebas minimum

diberi reduksi sebesar 10% dari ketentuannya.

JIKA DENAH LANTAI DASAR – LANTAI TERTINGGI MEMBENTUK BIDANG VERTIKAL

10 %

bila kedalaman lekukan melebihi Y(n) maka bangunan dianggap dua massa dan lebar minimum lekukan antara kedua massa harus = Y(n)

JIKA BENTUK MASSA = HURUF U DAN ATAU HURUF H

Page 19: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal

6.2.7 Jarak Bebas antara Massa Bangunan dengan Pagar, diatur sebagai berikut :

• Jarak bebas = Y/2 bila dindingnya masif dan peruntukan lahan di sebelahnya bukan perumahan.

• Jarak bebas = Y bila persyaratan di atas tidak dapat dipenuhi.

• Jarak bebas = Y/2 bila sudut bangunan membentuk sudut minimum 30° dengan bidang pagar dan peruntukan di sebelahnya bukan perumahan, dinding bangunan diperkenankan tidak masif..

6.2.8 Jarak bebas antara massa bangunan dengan jaringan tegangan tinggi listrik, jarak bebas minimum diatur sesuai gambar. di samping

6.2.6 Jarak bebas antara massa bangunan dengan "platform" jalan kendaraan layang yang bersifat umum/eksternal ditentukan oleh Gubernur KDKI Jakarta.

maka jarak bebas antara massa bangunan dengan batas DP = Y(n) / 2

JIKA DINDING MASIF DAN BUKAN PERUMAHAN

maka jarak bebas antara massa bangunan dengan batas DP = Y

JIKA PERSYARATAN DI ATAS TIDAK DAPAT DIPENUHI

maka Y = 20 mJIKA TERDAPAT JARINGAN TEGANGAN

TINGGI LISTRIK

maka dinding bangunan diperkenankan tidak masif

JIKA BANGUNAN MEMBENTUK SUDUT 30° TERHADAP BIDANG PAGAR / BATAS SEBELAHNYA DAN BUKAN PERUMAHAN

Page 20: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal

6.3 Jarak Bebas dan Overstek

6.3.1 Lebar overstek tidak lebih dari 1,50 meter dan bidang mendatarnya tidak digunakan sebagai lantai bangunan maka jarak bebas diperhitungkan dari as kolom paling luar blok bangunan.

6.3.2 Lebar overstek tidak lebih dari 1,50 m dan bidang mendatarnya digunakan sebagai lantai bangunan maka jarak bebas bangunan diperhitungkan dari garis proyeksi bidang vertikal terluar overstek tersebut.

6.3.3 Lebar overstek lebih dari 1,50 m dimana bidang mendatarnya digunakan atau tidak digunakan sebagai lantai bangunan maka jarak bebas bangunan diperhitungkan dari garis proyeksi bidang vertikal terluar overstek tersebut.

6.3.4 Lebar overstek bervariasi dan ada yang melebihi 1,50 m dimana bidang mendatarnya digunakan atau tidak digunakan sebagai lantai bangunan maka jarak bebas diperhitungkan dari garis proyeksi bidang vertikal terluar overstek dengan lebar overstek maksimum.

lebar overstek < 1,50 mtidak digunakan sebagai

lantai bangunanas kolom bangunan

paling luar

GAMBAR 6.3.1 lebar overstek < 1,50

mdigunakan sebagai lantai

bangunangaris

proyeksi bidang vertikal terluar

overstek

GAMBAR 6.3.2

lebar overstek > 1,50 mdigunakan / tidak sebagai

lantai bangunangaris proyeksi

bidang vertikal terluar overstek

GAMBAR 6.3.3

lebar overstek variasi dan > 1,50 m

digunakan / tidak sebagai lantai bangunan

garis proyeksi bidang vertikal terluar

overstek maksimum

GAMBAR 6.3.4

Page 21: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal

6.4 Jarak Lantai ke Lantai Bangunan

6.4.1 Jarak vertikal dari permukaan lantai dasar (atau lantai 1) ke permukaan lantai 2 maksimum 10 (sepuluh) meter.

6.4.2 Jarak vertikal lantai-lantai selanjutnya maksimum 5 (lima) meter.

Page 22: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal

BAB VII K e t e n t u a n P a r k i rPada perencanaan bangunan tipe tunggal kewajiban penyediaan fasilitas parkir dapat diterapkan pada:1. Bagian halaman / pelataran

di dalam DP.2. Bangunan (sebagian

bangunan utama, bangunan khusus parkir, dan atau basement).

7.1 Standar Jumlah Parkir

Standar jumlah parkir yang wajib disediakan dapat diuraikan seperti pada tabel di samping.Catatan:- luas lantai bruto

termsuk toilet, gudang, dan sebagainya.

- untuk pasar, masing-masing ditambah minimum 3 parkir pick up.

NO. PENGGUNAANTINGKAT / PREDIKAT

STANDAR PARKIR 1 (SATU) MOBIL

1. Perkantoran - Setiap 100 m2 lt bruto

2. Jasa Perdagangan / Toko

- Setiap 60 m2 lt bruto

3. Bioskop Kelas A – 1Kelas A – IIKelas A – III

Setiap 7 kursiSetiap 10 kursiSetiap 15 kursi

4. Hotel Kelas I (Btg. 4 – 5)Kelas II (Btg. 2 –

3)Kelas III (Btg. 1 ke

bawah)

Setiap 5 unit kamarSetiap 7 unit kamar

Setiap 10 unit kamar

5. Restoran / HiburanKelas IKelas II

Setiap 10 m2 lt bruto

Setiap 20 m2 lt bruto

6. PasarTingkat Kota

Tingkat WilayahTingkat

Lingkungan

Setiap 100 m2 lt bruto

Setiap 200 m2 lt bruto

Setiap 300 m2 lt bruto

7. Gedung Pertemuan / Konvensi

PadatNon Padat

Setiap 4 m2 lt brutoSetiap 10 m2 lt

bruto

8. Bangunan Olah Raga-

Setiap 15 penonton atau kursi

9. Rumah Sakit

VIPKelas IKelas II

Setiap 1 tempat tidur

Setiap 5 tempat tidur

Setiap 10 tempat tidur

10. Perguruan Tinggi-

Setiap 200 m2 lt bruto

11. Sekolah kecuali Inpres dan daerah MHT)

-Setiap 100 m2 lt

bruto

Page 23: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal

7.2 Tata Letak dan Dimensi Parkir

7.2.1 Ukuran unit parkir satu mobil (sedan/van) ditentukan minimum lebar 2,30 m dan panjang 4,50 m pada posisi tegak lurus..Khusus untuk parkir sejajar ditentukan minimum lebar 2,30 m dan panjang 6,0 m.Ratio parkir d dalam bangunan 25 m2/mobil.

7.2.2 Alternatif tata letak (layout) dijelaskan seperti pada gambar di samping.

7.2.3 Apabila pada salah satu ujung jalan pada tempat parkir tersebut buntu maka harus disediakan ruang manuver agar kendaraan dapat parkir dan keluar kembali dengan mudah.

7.2.4 Apabila disediakan pedestrian pada posisi parkir tegak lurus / menyudut maka lebar pedestrian ditentukan minimum 1,50 m.

PARKIR 90° - 2 LAJUR

PARKIR 30° - 1 LAJUR

PARKIR SEJAJAR - 1 LAJUR

PARKIR SEJAJAR - 2 LAJUR

PARKIR 30° - 2 LAJUR

PARKIR 45° - 2 LAJUR

PARKIR 45° - 1 LAJUR

PARKIR 60° - 2 LAJUR

PARKIR 60° - 1 LAJUR

PARKIR 90° - 1 LAJUR

3.00 meterruang untuk manuver kendaraan.

Dimensi TrukParkir Menyudut (90°)

Dimensi MobilParkir SejajarDimensi MobilParkir Menyudut (90°)

1.50 meterlebar minimum

pedestrian.

Page 24: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal

7.3 Parkir di Halaman

7.3.1 Pada penataan halaman parkir harus mengupayakan adanya pohon-pohon peneduh dan untuk jumlah parkir lebih dari 20 mobil harus disediakan ruang duduk / tunggu untuk supir dengan ukuran minimum 2 x 3 m2.

7.3.2 Perkerasan halaman parkir harus menggunakan material resap air.

7.3.3Pengaturan parkir pada ruang terbuka di antara GSJ – GSB diatur sebagai berikut::

7.3.4 Pintu keluar/masuk ke daerah perencanaan minimum 20 m dari tikungan.

7.3.5 Bagi yang tidak dapat memenuhi, letak pintu /keluar / masuk ke daerah perencanaan diletakkan pada ujung sisi muka (frontage) yang paling jauh dari tikungan tersebut.

NO.

LEBAR / RENCANA JALAN (L) LUAS MAKSIMUM LAHAN PARKIR

1.

2.

3.

L < 30 meter

30 meter < L < 50 meter

L > 50 meter

diperbolehkan sampai dengan 100%

diperbolehkan sampai dengan 50%

mutlak harus dihijaukan

min. 20 meterpintu keluar / masuk.

t i k u n g a n

Page 25: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal

7.4 Parkir di Dalam Bangunan

7.4.1 Tinggi maksimal ruang bebas struktur (head room) untuk ruang parkir ditentukan 2, 25 meter.

7.4.2 Radius pelayanan tangga sirkulasi vertikal adalah 25 meter untuk yang tidak dilengkapi sprinkler dan atau 40 meter untuk yang dilengkapi sprinkler.

7.4.3 Pada setiap lantai sebagai ruang parkir bila luas lantainya mencapai 500 m2 atau lebih harus dilengkapi ramp naik dan turun minimum masing-masing 2 unit.

7.4.4 Lebar ramp lurus 1 (satu) arah minimum 3 m dan untuk 2 (dua) arah harus ada pemisah minimum selebar 50 cm sehingga lebar minimum (3,0 + 0,5 + 3,0) m.

7.4.5 Ramp spiral dua arah ditentukan jari-jari terpendek 4 m dengan lebar ramp minimum 3,50 m setiap arah serta ada pemisah selebar 50 cm sehingga lebar minimum (3,50 + 0,50 + 3,50) m.Bagi bangunan parkir yang menggunakan ramp spiral maka ketinggian banguan tersebut tidak boleh melebihi 5 (lima) lapis.

t = 2.25 mtinggi maks. head room

jari-jari minimum = 4 m

Page 26: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal

7.4.6Kemiringan ramp lurus ditentukan maksimum 1 banding 5 atau 12° dengan ruang bebas struktur di kanan dan kiri selebar 60 cm.

7.4.7Ramp di luar bangunan minimum berjarak 60 cm dari pagar / batas daerah perencanaan.Ramp di luar bangunan minimum berjarak 3 m dari GSJ.

7.4.8Ketentuan tata letak dan dimensi parkit seperti pada butir 7.2.2 di atas.

7.4.9Pada setiap lantai untuk ruang parkir bila dapat menampung lebih dari 20 kendaraan harus disediakan ruang tunggu / kantin supir.

7.4.10 Perencanaan luas bangunan basement dan atau substruktur harus sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi batasan KDH yang ditetapkan.

7.4.11 Bangunan basement wajib memenuhi ketentuan jarak bangunan minimum 3 m dengan GSJ dan atau batas daerah perencanaan.

Page 27: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal

Pedoman detail teknis ketatakotaan tentang bangunan tipe tunggal

BAB8. PERHITUNGAN KDB & KLB RENCANA

BANGUNAN YANG DIMOHONKAN RTLBNYA

Page 28: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal

PRINSIP PERHITUNGAN

KDB rencana: Nilai dalam satuan persen.(Jumlah seluruh luas lantai dasar bangunan-bangunan yg ada dlm daerah perencanaan) / (luas daerah perencanaan)Dimensi yg digunakan adl meter

KLB rencana:Suatu nilai tanpa satuan.(jumlah keseluruhan luas lantai bangunan-bangunan—basement, lt dasar, lt atas—yg ada dlm daerah perencanaan) / (luas daerah perencanaan)Dimensi yg digunakan adl meter persegi

KDH rencana:Suatu nilai dlm satuan persen.(Hasil pengurangan luas DP dengan luas proyeksi lantai dasar dan atau basement) / (luas DP)Ukuran luas menggunakan meter persegi

Page 29: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal
Page 30: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal
Page 31: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal
Page 32: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal
Page 33: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal
Page 34: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal
Page 35: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal
Page 36: Pedoman Teknis Ketata Kotaan tentang Bangunan Tipe Tunggal