Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

download Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

of 91

Transcript of Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    1/91

    1

    PEDOMAN

    PENERAPAN MANAJEMEN RISIKOBERBASIS GOVERNANCE

    DITERBITKAN OLEHKOMITE NASIONAL KEBIJAKAN GOVERNANCE

    2012

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    2/91

    2

    Sambutan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan

    (BAPEPAM-LK)

    Perkembangan dunia usaha yang pesat dengan jenis kegiatan yang semakin beragam

    menimbulkan pula risiko-risiko baru yang berbeda-beda untuk masing-masing jenis usaha.

    Sema risiko tersebut memaksa organisasi tetap dapat tercapai. Manajemen risiko merupakan

    alat untuk melindungi organisasi dari setiap kemungkinan yang merugikan melalui suatu proses

    penilaian risiko yaitu mengidentifikasi risiko, menilai, dan mengevaluasi sehingga risiko tersebut

    dapat diminimalkan dan kegiatan usaha dapat berjalan dengan efisien.

    Pelaksanaan manajemen risiko di suatu organisasi tidak terlepas dari pelaksanaan prinsip

    governance . Keterbukaan informasi dalam pelaksanaan manajemen risiko baik menyangkut

    produk ataupun aktivitas bisnis, hasilnya harus dipertanggungjawabkan secara transparan dan

    wajar. Pihak-pihak yang menjalankan manajemen risiko harus bertanggungjawab kepada

    pemangku kepentingan atas penerapan manajemen risiko tersebut. Selain itu, manajemen

    risiko perlu dilaksanakan dengan asas independensi artinya plakseanaan manajemen risiko

    harus dilakukan secara bebas tidak dicampuri dengan kepentingan lainnya.

    Pelaksanaan manajemen risiko yang baik memerlukan pengaturan yang baik. Beberapa sektor

    industri di Indonesia telah memiliki peraturan mengenai manajemen risiko, namun dengan

    tingkat kejelasan yang berbeda. Dengan beragamnya risiko yang timbul, perlu kiranya

    ditetapkan standar yang dapat dijadikan pedoman dalam melaksanakan manajemen risiko oleh

    setiap organisasi.

    Kami menyambut baik upaya Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) yang secara

    berkesinambungan menerbitkan pedoman-pedoman yang dibutuhkan oleh industri keuangan

    maupun non keuangan dalam menunjang pelaksanaan good governance . Penerbitan pedoman

    manajemen risiko ini akan sangat berguna bagi semua jenis usaha dalam melaksanakan

    manajemen risiko bisnisnya sehingga risiko dapat diminimalkan. Kedepan, diharapkan pedoman

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    3/91

    3

    ini dapat dikembangkan lebih jauh lagi sehingga dunia bisnis mempunyai kemampuan yang

    semakin meningkat dalam menerapkan manajemen risiko yang efektif.

    Akhir kata, kami atas nama Bapepam-LK selaku regulator dibidang pasar modal dan lembaga

    keuangan non-bank mengucapkan terima kasih kepada semua pihak dan para pemangku

    kepentingan yang telah mendukung tersusunnya pedoman ini, khususnya kepada KNKG.

    Selanjutnya kami berharap semua pihak dapat menggunakan pedoman ini sebagai benchmark

    dalam pelaksanaan manajemen risiko di dunia usahanya masing-masing.

    Jakarta, 17 November 2011

    Nurhaida

    Ketua

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    4/91

    4

    SAMBUTAN KETUA KNKGPEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BERBASIS GOVERNANCE

    Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas kekuatan dan kemudahan yangdiberikanNya maka Pedoman Penerapan Manajemen Risiko (MRBG) dapat diselesaikan tepatwaktu. Kehadiran pedoman ini akan melengkapi beberapa pedoman teknis yang telahdiselesaikan sebelumnya seperti: pedoman etika bisnis, dan pedoman whistleblowing system .

    Manajemen risiko merupakan disiplin ilmu yang berkembang pesat seiring dengan kebutuhansuatu perangkat dan teknik untuk mengelola dan mengendalikan risiko. Revolusi teknologiinformasi dan komunikasi telah mendorong perubahan lanskap dan lingkungan bisnis sehinggaperusahaan saat ini berhadapan dengan berbagai risiko bisnis seperti: risiko kredit, risiko pasar,risiko likuiditas, risiko kepatuhan, risiko operasional, risiko hukum, risiko reputasi, dan risikostrategi. Masing-masing risiko memiliki karakteristik tersendiri dan membutuhkan penangananyang berbeda-beda. Untuk itu diperlukan suatu metodologi yang terencana, terarah, danterukur sehingga perusahaan mampu mengelola dan memitigasi risiko bisnis secara efektif danefisien.

    Pasar yang semakin kompetitif melahirkan berbagai risiko bisnis dan kelangsungan usaha.Dengan kata lain pelaku usaha berhadapan dengan ketidakpastian ( uncertainty ) atas perubahanlingkungan bisnis. Kembali sejarah telah menunjukkan betapa banyak perusahaan besar yangtenggelam dan hilang dari peredaran persaingan tatkala pengelola perusahaan tidak mampumelihat, mengidentifikasi, dan memitigasi adanya risiko yang berdampak pada daya saing dankeberlangsungan usaha. Bisnis di era seperti ini menghadapi berbagai potensi risiko sepertirisiko nilai tukar, risiko operasional, risiko financial, hingga risiko reputasi. Bahkan industridengan pengaturan yang ketat sekalipun, tanpa kita duga rentan dengan berbagai risiko.

    Manajemen Risiko dapat diartikan sebagai suatu pendekatan terstruktur dalam mengelolaketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman. Bisa juga diartikan sebagai suatu rangkaianaktivitas manusia dalam mengelola ketidakpastian, termasuk penilaian risiko, pengembanganstrategi untuk mengelola dan me mitigasi risiko dengan menggunakan sumber daya yangtersedia. Strategi yang dapat diambil antara lain dengan cara memindahkan risiko kepada pihaklain, menghindari risiko, mengurangi efek negatif risiko, dan menampung sebagian atau semuakonsekuensi risiko tertentu.

    http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Mitigasi&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Mitigasi&action=edit&redlink=1
  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    5/91

    5

    Pedoman Penerapan Manajemen Risiko berbasis Governance merupakan suatu pendekatandalam mengelola risiko dengan mengedepankan penerapan prinsip-prinsip Governance yangbaik seperti transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, Independensi dan kewajaran. Kamiberharap pedoman ini dapat digunakan dan diimplementasikan dalam kehidupan bisnis sehari-

    hari. Dengan demikian, maka pengelolaan risiko tidak semata-mata mengacu kepadapengelolaan dan mitigasi risiko, namun lebih dari itu mampu meningkatkan daya saing dankeberlangsungan usaha.

    Dalam kesempatan ini ijinkan kami menghaturkan terima kasih atas kontribusi tim penyusun,nara sumber, dan pihak lain yang turut berkontribusi sehingga pedoman ini mencerminkankesatuan pandangan seperti pelaku bisnis, praktisi manajemen risiko, akademisi danstakeholders lainnya. Diharapkan pedoman ini mampu menjadi rujukan pelaku usaha dalamupaya mengelola dan memitigasi risiko bisnis, sehingga mampu mendorong peningkatan kinerjadan daya saing berkelanjutan.

    Akhirnya, kehadiran pedoman ini akan sangat berarti jika kemudian dipergunakan sebagairujukan bagi pelaku usaha dalam mengelola dan memitigasi risiko serta menjadi rujukan bagiotoritas dalam menyusun berbagai regulasi terkait penerapan manajemen risiko berbasisgovernance yang baik.

    Jakarta, November 2011,Komite Nasional Kebijakan Governance,

    Mas Achmad DaniriKetua

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    6/91

    6

    DAFTAR ISI

    BAB I PENDAHULUAN 31. Latar Belakang 32. Ruang Lingkup, Maksud, dan Tujuan 133. Peraturan dan Pedoman Terkait

    serta Aspek Penerapan Manajemen Risiko 154. Istilah dan Definisi 16

    BAB II ASPEK STRUKTURAL 201. Pengantar 202. Prinsip,Kerangka Kerja dan Proses Manajemen Risiko 21

    3. Tata Kelola Risiko 304. Sumber Daya Penerapan Manajemen Risiko 36

    BAB III ASPEK OPERASIONAL 381. Pengantar 382. Manajemen Perubahan 403. Panduan Manajemen Risiko 424. Implementasi Manajemen Risiko 445. Komunikasi dan Konsultasi 45

    6. Menentukan Konteks 467. Asesmen Risiko 518. Perlakuan Risiko 609. Monitoring dan Review 6210. Dokumentasi Manajemen Risiko 66

    BAB IV ASPEK PERAWATAN 711. Pengantar 712. Risk Governance 713. Budaya Risiko 734. Pengembangan Manajemen Risiko 76

    TIM PENYUSUN PEDOMAN 79

    ANGGOTA KNKG 80

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    7/91

    7

    BAB IPENDAHULUAN

    1. LATAR BELAKANG

    Manajemen risiko adalah salah satu disiplin yang menjadi popular menjelang akhir abad

    ke dua puluh. Disiplin ini mengajak kita untuk secara logis, konsisten, dan sistematis

    untuk melakukan pendekatan terhadap ketidakpastian di masa depan. Dengan demikian,

    kita dapat lebih berhati-hati dan produktif menghindari hal-hal yang tidak perlu dan

    mencegah hal-hal yang merugikan atau tidak bermanfaat.

    Kegiatan ini dilakukan tidak hanya berdasarkan keyakinan dan keberuntungan, namun

    juga dengan mempelajari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa serta bagaimana cara

    mengatasi dampaknya. Hal tersebut juga didukung dengan kemampuan untuk

    mempelajari dan memahami penyebab terjadinya suatu peristiwa ( source of risk ).

    Sesuatu hal yang hanya didasarkan atas keberuntungan membuat pelaksanaan

    manajemen risiko menjadi tidak efektif, bahkan dapat mengaburkan kebenaran dari

    penyebab terjadinya suatu peristiwa.

    Manajemen risiko berkembang seiring dengan perkembangan pembelajaran manusia.Dalam satu abad terakhir ini, terdapat beberapa peristiwa politik, ekonomi, dan

    perkembangan teknologi yang turut membantu perkembangan manajemen risiko, di

    antaranya penggunaan bom atom dalam Perang Dunia ke-II, perkembangan teknologi

    otomotif, alat transportasi, peluru kendali, komputer, dan lain-lain. Selain itu, juga

    terdapat beberapa peristiwa lainnya, misalnya kasus bocornya reaktor nuklir di Rusia,

    bencana industri Bhopal di India, tenggelamnya kapal Titanic, pencemaran Teluk

    Minamata di Jepang, tragedi kapal tanker Exxon Valdez, kasus Enron, kasus Nick Leeson

    dengan Baring Bank di Singapura, kasus terorisme yang menghancurkan Twin Tower di

    New York, hingga krisis finansial yang dialami Indonesia tahun 1997/1998, kasus bank

    Global, kasus Bank Century dan kasus-kasus lainnya. Semua peristiwa tersebut

    memberikan stimulus terhadap perkembangan manajemen risiko untuk lebih memahami

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    8/91

    8

    sebab-akibat, berikut prediksi tentang kemungkinan terjadinya suatu peristiwa yang

    merupakan bagian tak terpisahkan dari proses evolusi manajemen risiko.

    a. Sejarah Singkat Perkembangan Manajemen Risiko

    Felix Kloman dalam Enterprise Risk Management: Todays Leading Research and

    Best Practices for Tomorro ws Executives (2010) menuliskan secara ringkas beberapa

    tonggak sejarah yang terkait dengan perkembangan manajemen risiko selama 100

    tahun terakhir ini. Adapun uraian kronologis sejarah perkembangan manajemen

    risiko adalah sebagai berikut:

    1) 1914 : di Amerika Serikat perkumpulan dari para credit & lending officers dengan

    nama Robert Martin Association terbentuk di Philadelphia, kemudian berganti

    nama menjadi Risk Management Association pada tahun 2000, dan pada tahun

    2008 anggotanya telah mencapai 3.000 lembaga keuangan dan 35.000 anggota

    perorangan;

    2) 1928 : Kongres Amerika Serikat menerbitkan Glass-Steagal Act yang melarang

    kepemilikan yang sama atas bank umum, investment bank dan perusahaan

    asuransi. Undang-Undang ini dicabut pada tahun 1999, karena dianggap

    menghambat perkembangan lembaga keuangan. Namun, beberapa peristiwabencana di bidang keuangan setelah tahun 2000 mempertanyakan kembali

    kebijakan pencabutan Undang-Undang ini;

    3) 1945 : Kongres Amerika Serikat menerbitkan McCarren-Ferguson Act yang

    menyerahkan kewenangan pengaturan industri asuransi kepada negara bagian

    dan tidak lagi menjadi kewenangan nasional federal. Hal ini agak menghambat

    perkembangan manajemen risiko karena mengurangi kemampuan industri

    asuransi dalam menghadapi risiko-risiko dalam perspektif yang lebih luas;4) 1966 : The Insurance Institute of America mengembangkan satu set ujian yang

    terdiri dari tiga bagian yang memberikan gelar Associate in Risk Management .

    Ini adalah sertifikasi pertama yang diberikan dalam disiplin manajemen risiko.

    Walaupun isinya masih sangat didominasi oleh konsep perusahaan asuransi,

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    9/91

    9

    tetapi pengenal konsep risiko yang lebih luas mulai diperkenalkan, dan ini setiap

    tahun selalu dimutakhirkan sesuai dengan tuntutan perubahan;

    5) 1975 : The American Society of Insurance Management mengubah namanya

    menjadi Risk & Insurance Management Society (RIMS) yang pada tahun 2008

    jumlah anggotanya di Amerika Utara telah mencapai 11.000 orang. Di negara lain,

    RIMS mempunyai asosiasi dengan The International Federation of Risk and

    Insurance Management Association (IFRIMA);

    6) 1980 : Mulai didirikan Society for Risk Analysis (SRA) di Washington, terutama oleh

    mereka yang bergerak dalam kebijakan publik, lingkungan hidup dan para

    akademisi terkait. Pada tahun 2008, SRA telah mempunyai anggota sebanyak

    2.500 orang dan mempunyai afiliasi di Eropa dan Jepang. Kelompok ini yang mulai

    memperkenalkan manajemen risiko pada produk-produk legislasi;

    7) 1986 : The Institute for Risk Management didirikan di London, beberapa tahun

    kemudian mulai memperkenalkan ujian yang dapat diikuti secara international

    untuk mendapatkan sertifikasi sebagai Fellow of the Institute of Risk

    Management , yang merupakan program pelatihan berkelanjutan terkait dengan

    manajemen risiko dalam berbagai macam aspeknya. Pada saat yang bersamaan

    Kongres Amerika Serikat juga meloloskan revisi dari The Risk Retention Act yangdisahkan pada tahun 1982;

    8) 1990 : Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memulai program The International

    Decade for Natural Disaster Recovery (IDNDR), suatu program kajian 10 tahun

    untuk mempelajari alam dan dampak bencana alam, khususnya pada negara-

    negara yang terbelakang serta membangun suatu upaya mitigasi pada tingkat

    dunia. Program ini berakhir pada tahun 1999 dan dilanjutkan dengan nama baru

    The International Strategy for Disaster Reduction (ISDR). Hasil dari kajian tersebutdapat dilihat dalam buku Natural Disaster Management yang diterbitkan oleh

    PBB;

    9) 1992 : The Cadbury Committee di Inggris menerbitkan laporan yang menyarankan

    agar Dewan Direksi (Governing Boards) bertanggung jawab atas kebijakan

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    10/91

    10

    manajemen risiko perusahaan dan memastikan bahwa seluruh anggota

    perusahaan memahami semua aspek risiko yang dihadapi perusahaan. Selain itu

    merekomendasikan bahwa Dewan Direksi juga bertanggung jawab atas

    pengawasan proses pelaksanaan manajemen risiko tersebut. Hempel & Turnbull

    Committee yang melanjutkan tugas Cadbury Committee , memperluas dan

    memperbarui mandat untuk penerapan manajemen risiko bagi seluruh

    perusahaan. Kondisi semacam ini juga diikuti oleh beberapa negara antara lain

    Kanada, Amerika Serikat, Inggris, Afrika Selatan, Jerman dan Perancis. Pada tahun

    yang sama The Bank for International Settlement (BIS) yang berkedudukan di

    Swiss, menerbitkan ketentuan yang disebut sebagai Basel I bagi dunia perbankan

    international yang terkait dengan kecukupan modal, ketentuan tentang risiko

    kredit dan risiko pasar;

    10) 1993 : Jabatan Chief Risk Officer (CRO) pertama kali digunakan oleh James Lam,

    dari GE Capital, untuk menggambarkan suatu jabatan yang bertanggung jawab

    atas pengelolaan semau aspek risiko perusahaan, termasuk manajemen risiko

    secara umum, risiko operasi, risiko usaha, risiko keuangan, dan lain-lain. Saat ini

    sudah lebih dari 150 CRO yang bertanggung jawab atas penanganan berbagai

    macam risiko yang dihadapi perusahaan;11) 1995 : Suatu kelompok kerja multi disiplin yang dibentuk oleh Standard Australia

    dan Standard New Zealand menerbitkan standar manajemen risiko yang pertama

    di dunia yaitu AS/NZS 4360:1995 Risk Management Standard (Standar ini

    kemudian direvisi setiap 5 tahun, dan telah mengalami revisi pada tahun 1999

    dan tahun 2004). Penerbitan standar ini segera diikuti oleh beberapa negara

    antara lain Kanada, Jepang dan Inggris. Sementara itu beberapa pengamat

    mengatakan bahwa tindakan ini prematur karena manajemen risiko masih dalamproses evolusi, akan tetapi mayoritas pengamat menghargai upaya ini karena

    standar ini merupakan langkah awal untuk dapat membuat suatu kerangka

    referensi global atas manajemen risiko, terlebih aspek multi disiplin dari

    manajemen risiko memperoleh tempat yang layak;

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    11/91

    11

    12) 1996 : The Global Association of Risk Professionals (GARP) didirikan di New York

    dan London. Pada tahun 2008 jumlah anggotanya sudah mencapai lebih dari

    74.000 orang. GARP juga memberikan berbagai macam program sertifikasi untuk

    manajemen risiko;

    13) 2000 : Kekhawatiran atas kemungkinan terjadinya bencana akibat virus Y2K

    tidak terjadi. Secara umum ini dapat dikatakan karena keberhasilan pengerahan

    upaya dan dana yang sangat masif untuk melakukan perbaikan program guna

    mengatasi kemungkinan terjadinya bencana tersebut. Kejadian ini sering disebut

    sebagai salah satu keberhasilan manajemen risiko dalam mengantisipasi bencana;

    14) 2001 : The Professional Risk Managers International Associati on (PRMIA) didirikan

    di Amerika Serikat dan Inggris. Pada tahun 2008, jumlah keanggotaannya

    mencapai sekitar 2.500 anggota penuh (paid members) dan 48.000 anggota

    afiliasi (associate members). Pada tahun yang sama juga terjadi tragedi 11

    September 2001, yaitu serangan teroris pada Twin Tower di New York. Selain itu

    kebangkrutan Enron karena bad governance juga terjadi pada tahun ini;

    15) 2002 : Kongres Amerika Serikat meloloskan Sarbanes-Oxley Act (SOA) untuk

    merespons kebangkrutan Enron dan skandal di bidang keuangan lainnya.

    Ketentuan SOA diberlakukan untuk semua perusahaan publik yang tercatat dibursa efek Amerika Serikat. Sementara pengamat memandang bahwa ini adalah

    awal dari penggabungan unsur kepatuhan dengan manajemen risiko. Ada pula

    yang berpendapat bahwa penggabungan ini adalah suatu kemunduran karena

    memandang risiko hanya pada sisi negatifnya saja, sedangkan yang lain

    berpendapat bahwa ini adalah langkah nyata penerapan manajemen risiko pada

    tingkat Dewan Direksi;

    16) 2004 : The Basel Committee on Banking Supervision dari BIS menerbitkan TheBasel II Accord , yang memperluas cakupan pedoman yang telah dikeluarkan

    sebelumnya (Basel I) yang meliputi ratio kecukupan modal, risiko kredit, risiko

    pasar dengan tambahan risiko operasional perbankan. Beberapa pengamat

    berkomentar bahwa penerapan pedoman ini secara global akan mengurangi

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    12/91

    12

    kebebasan masing-masing individu lembaga keuangan. Kesepakatan global

    sejenis Basel II ini diperkirakan juga menjadi alasan untuk menerbitkan

    kesepakatan serupa untuk industri non-finansial;

    17) 2005 : The International Organization for Standarization (ISO) membentuk

    International Working Group (Technical Committee ) untuk mempersiapkan suatu

    panduan global terkait dengan definisi manajemen risiko, panduan penerapan,

    dan praktik-praktik manajemen risiko, dan ditargetkan selesai pada tahun 2009;

    18) 2009 : ISO menerbitkan ISO 31000:2009 Risk Management Principles and

    Guidelines . Penerbitan standar internasional ini segera diikuti dengan diadopsinya

    oleh beberapa negara antara lain Australia, New Zealand, dan Jepang pada tahun

    2010. Mereka mengadopsi ISO 31000 ke dalam standar manajemen risiko

    negaranya.

    Felix Kloman tidak memasukkan Committee of Sponsoring Organization of the

    Treadway Commission (COSO) Enterprise Risk Management (ERM) Integrated

    Framework (2004) dalam tonggak sejarah perkembangan manajemen risiko tanpa

    menjelaskan alasannya. Namun, dari beberapa tulisan pengamat lainnya dapat

    disimpulkan bahwa kemungkinan tidak dimasukkannya COSO Enterprise RiskManagement Integrated Framework , karena beberapa hal sebagai berikut:

    1) COSO merupakan suatu unit organisasi privat yang disponsori oleh lima asosiasi

    profesi bidang keuangan di Amerika Serikat ( American Accounting Association,

    American Institute for Certified Public Accountants, Financial Executive

    International, Institute of Management Accountants dan Institute of Internal

    Auditors ). Dengan demikian COSO lebih merupakan Opinion Leader dan bukan

    suatu asosiasi profesi. Hasil karyanya juga tidak disepakati ( endorsed ) menjadipanduan yang mengikat oleh asosiasi yang mensponsorinya. Oleh karena itu

    istilah yang digunakan adalah Framework dan bukan Guideline ataupun

    Standard .;

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    13/91

    13

    2) Dalam posisi demikian, walaupun publikasi COSO diakui sebagai valuable tools

    and offers detailed guidance on how company may implement enterprise risk

    management " (Beasley & Frigo, 2010), tetapi sifatnya tidaklah berbeda dengan

    karya-karya ilmiah lain di bidang manajemen risiko. Selain itu COSO ERM

    Framework memberikan peluang untuk diinterpretasikan secara luas dan bebas

    sesuai dengan kepentingan pengguna. Hal ini tentu berbeda dengan standar, yang

    memuat kriteria dan norma aturan yang pasti dan harus diikuti, walaupun

    memberikan kebebasan interpretasi, tetapi tetap dalam koridor yang telah

    ditetapkan oleh standar tersebut.

    3) Sponsor dari COSO adalah asosiasi organisasi profesi akuntan/auditor/keuangan,

    sehingga dapat menimbulkan interpretasi terhadap kemungkinan adanya

    benturan kepentingan apakah kerangka kerja yang dipublikasikan ini memang

    untuk memenuhi kebutuhan publik atau untuk memenuhi kebutuhan para

    praktisi dari asosiasi profesi tersebut. (S.J. Root, 1998).

    4) Proses penerbitan pada COSO tidaklah serumit dengan proses penerbitan standar

    yang harus melalui beberapa proses dengar pendapat dengan para pihak terkait

    (public hearing/roundtable discussion) sebelum akhirnya disahkan menjadi

    standar (S.J. Root, 1998).5) COSO bukan suatu otoritas yang mempunyai kewenangan untuk menetapkan

    produknya menjadi suatu standar. Dengan demikian COSO Enterprise Risk

    Management Integrated Framework (2004) bukanlah suatu standar untuk

    manajemen risiko.

    b. Keterkaitan Manajemen Risiko dengan Strategi dan Proses Organisasi

    Setiap organisasi mempunyai visi dan misi. Visi adalah sasaran dan kondisi tertentuyang ingin dicapai oleh organisasi dalam waktu yang ditentukan. Misi merupakan

    alasan mengapa organisasi didirikan dan pada misi tersebut dapat diidentifikasi

    proses utama organisasi dalam memenuhi kebutuhan pelanggan utamanya. Strategi

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    14/91

    14

    adalah cara untuk mencapai visi organisasi yang lebih baik dari pesaing organisasi

    tersebut.

    Proses utama organisasi adalah proses yang menghasilkan apa yang dibutuhkan

    pelanggan organisasi tersebut. Dalam organisasi bisnis, proses utama ini disebut

    dengan cash generating process . Untuk dapat bersaing dalam memenuhi

    kebutuhan pelanggan, maka setiap organisasi harus mengupayakan proses utama

    mereka lebih efektif dan efisien, serta menghasilkan produk dan jasa yang juga lebih

    baik dari pesaing. Disinilah perumusan strategi dalam mencapai visi organisasi

    berperan.

    Dalam perumusan visi dan strategi terdapat konteks eksternal dan internal

    organisasi, sedangkan dalam proses utama organisasi hanya terdapat konteks

    internal organisasi. Konteks internal adalah lingkungan internal organisasi dimana

    organisasi tersebut berusaha untuk mencapai sasarannya. Konteks internal ini terdiri

    dari kapabilitas, struktur, proses, budaya, personalia, dan sumber daya organisasi.

    Konteks internal ini relatif lebih dapat dikendalikan dibandingkan dengan konteks

    eksternal yang lebih banyak dipengaruhi faktor di luar organisasi.

    Konteks eksternal organisasi adalah lingkungan eksternal organisasi dimana

    organisasi tersebut berupaya untuk mencapai sasaran organisasi, yaitu visinya.

    Konteks ini meliputi kondisi makro, antara lain kondisi ekonomi, sosial, politik,

    budaya, geografis, dan jenis industri organisasi tersebut. Selain itu, juga terkait

    dengan para pemangku kepentingan ( stakeholders ) dari organisasi tersebut,

    pelanggan, pemasok, kreditur, karyawan, regulator, pengamat industri, media massa,

    dan lain-lain. Dalam konteks eksternal ini, faktor luar organisasi berperan lebih

    dominan.

    Risiko adalah sesuatu yang dapat mempengaruhi sasaran organisasi. Salah satu

    atribut risiko adalah ketidakpastian, baik dari sesuatu yang sudah diketahui maupun

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    15/91

    15

    dari sesuatu yang belum diketahui. Dengan demikian strategi yang baik haruslah juga

    memperhatikan risiko-risiko yang mungkin terjadi dalam konteks internal maupun

    eksternal organisasi, dan melakukan antisipasi perlakuan risiko bila memang risiko

    tersebut menjadi kenyataan. Untuk risiko-risiko eksternal perlu diperhatikan harapan

    dari tiap pemangku kepentingan yang bila tidak dipenuhi akan menimbulkan konflik

    dan mempengaruhi pencapaian sasaran organisasi. Begitu pula risiko yang mungkin

    terjadi akibat perubahan situasi politik, ekonomi, sosial atau lainnya. Semua hal

    tersebut harus diperhatikan dalam perumusan strategi.

    Proses utama organisasi merupakan kunci realisasi strategi dalam mencapai sasaran

    perusahaan. Kegagalan proses utama perusahaan dan proses pendukung lainnya

    akan mempengaruhi pencapaian sasaran organisasi. Semua kemungkinan yang dapat

    mengganggu proses organisasi haruslah diidentifikasi dan diantisipasi

    pencegahannya. Teknik yang paling sering digunakan dalam proses identifikasi risiko

    adalah diagram tulang ikan ( Ishikawa diagram ) yang mengidentifikasi penyebab

    kegagalan dengan metoda sebab-akibat. Teknik lainnya adalah FailureMode and

    Effect Analysis , yang juga mengidentifikasi kegagalan apa saja yang mungkin terjadi

    pada setiap tahapan proses, serta mencoba mencari kemungkinan deteksi dini daripenyebab kegagalan tersebut sebelum terjadi.

    c. Mengapa perlu Pedoman Manajemen Risiko berbasis Governance ?

    Berdasarkan OECD Principles of Corporate Governance (2004), Pedoman Umum GCG

    Indonesia - KNKG (2006), Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-01/MBU/2011

    tentang Penerapan GCG pada BUMN, serta Peraturan Bank Indonesia No.

    8/14/PBI/2006 tentang Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum, corporate governance mengandung pengertian tentang pencapaian keberhasilan usaha dan cara untuk

    memantau kinerja pencapaian sasaran keberhasilan usaha tersebut. Adapun prinsip

    dari corporate governance yang berpengaruh dalam pelaksanaan manajemen risiko

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    16/91

    16

    adalah transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab (responsibilitas) dan

    independensi.

    Dengan mengacu pada pengertian dan prinsip-prinsip corporate governance di atas

    maka jelaslah mengapa manajemen risiko yang berbasis governance menjadi sangat

    diperlukan.

    Pertama , manajemen risiko adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan

    corporate governance karena peran manajemen risiko dalam memberikan jaminan

    yang wajar atas pencapaian sasaran keberhasilan usaha tidak tergantikan.

    Kedua , pelaksanaan manajemen risiko yang baik memerlukan prinsip-prinsip

    governance sebagai berikut:

    1) Transparansi: pengelolaan risiko haruslah transparan, karena dampak risiko tidak

    hanya pada satu unit atau bagian saja, tetapi juga pada bagian lain. Dengan kata

    lain pengelolaan risiko haruslah bersifat inklusif dan transparan artinya

    melibatkan semua pihak yang terkait dengan risiko tersebut, baik dalam

    penanganan sumber risiko, maupun perlakuan terhadap dampak risiko;

    2) Akuntabilitas: harus terdapat akuntabilitas yang jelas dalam penerapan

    manajemen risiko dalam organisasi. Untuk seluruh perusahaan, akuntabilitastertinggi dalam penerapan manajemen risiko terletak pada Direksi dan

    akuntabilitas pengawasan penerapan manajemen risiko terletak pada Dewan

    Komisaris. Selain itu, akuntabilitas pengelolaan risiko tersebut juga harus jelas di

    setiap tingkatannya, bahkan hingga ke tiap proses bisnis;

    3) Responsibilitas: penjabaran akuntabilitas penerapan manajemen risiko

    memerlukan uraian tanggung jawab yang lebih jelas dalam pengelolaan risiko

    pada masing-masing tingkatan, bahkan hingga ke pengelolaan risiko dalamproses organisasi. Oleh karena itu setiap pemangku risiko ( risk owner ) harus

    dapat memamahi tugas dan tanggung jawabnya terkait dengan pengelolaan risiko

    dalam lingkup tugas dan kewenangannya;

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    17/91

    17

    4) Independensi: ini adalah konsekuensi logis dari prinsip akuntabilitas dan

    responsibilitas, dimana unit atau individu yang dibebani dengan akuntabilitas dan

    responsibilitas untuk mengelola risiko yang masuk dalam lingkup tugas dan

    kewenangannya, haruslah diberi kebebasan dalam merumuskan cara menangani

    risiko tersebut.

    Ketiga , risiko adalah bagian yang tak terpisahkan dari proses organisasi. Oleh karena

    itu manajemen risiko tidak dapat dipisahkan dari kegiatan utama ataupun proses lain

    dalam organisasi. Manajemen risiko juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari

    tanggung jawab manajemen dalam memastikan tercapainya sasaran organisasi.

    Berdasarkan hal tersebut, maka manajemen risiko haruslah diintegrasikan

    sepenuhnya ke dalam governance organisasi agar dapat memberikan kepastian

    terhadap pencapaian sasaran organisasi. Dengan manajemen yang efektif, maka akan

    lebih memberikan jaminan terhadap pencapaian sasaran organisasi.

    2. Ruang Lingkup, Maksud dan Tujuan

    a. Ruang lingkup

    Pedoman ini akan menguraikan aspek-aspek dan elemen-elemen yang diperlukanuntuk membangun dan menerapkan manajemen risiko pada suatu organisasi. Aspek

    dan elemen yang diuraikan pada dasarnya bersifat generik dan dapat digunakan baik

    pada organisasi nirlaba, organisasi publik ataupun perusahaan yang berorientasi laba.

    Selain itu, pedoman ini juga dapat digunakan pada proyek, proses organisasi atau

    keperluan khusus lainnya yang disesuaikan menurut tujuan spesifiknya.

    Penerapan manajemen risiko tidak dapat dipisahkan dengan governance dari suatuorganisasi, dan governance suatu organisasi tidak terlepas dari peraturan perundang-

    undangan yang berlaku. Untuk organisasi publik, nirlaba baik yang termasuk di

    dalamnya yayasan, organisasi kemasyarakatan, dan lain-lain, peraturan perundang-

    undangan yang berlaku berbeda untuk masing-masing organisasi tersebut. Oleh

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    18/91

    18

    karena itu demi kemudahan penulisan, pedoman ini akan menggunakan latar

    belakang Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Alasannya

    sederhana, karena Perseroan Terbatas merupakan peraturan perundangan yang

    menjadi dasar organisasi yang bergerak dalam bidang perekonomian dan paling

    banyak melibatkan kegiatan ekonomi masyarakat.

    Dengan demikian bagi pengguna yang bukan bergerak dalam organisasi Perseroan

    Terbatas, haruslah menginterpretasikan ulang posisi-posisi Direksi dan Dewan

    Komisaris dengan posisi yang mempunyai tugas dan kewenangan serupa dalam

    organisasinya.

    b. Maksud dan Tujuan

    Penerapan manajemen risiko yang baik antara lain dapat:

    1) Mengurangi kejutan yang kurang menyenangkan. Hal ini dapat diperoleh karena

    melalui penerapan manajemen risiko yang baik semua hal yang berakibat pada

    pencapaian sasaran perusahaan telah diidentifikasikan sebelumnya berikut langkah

    perlakuan terhadap hal tersebut telah diantisipasi. Hal ini berlaku untuk peristiwa

    yang berdampak positif maupun negatif bagi perusahaan atau organisasi;2) Meningkatkan hubungan dengan para pemangku kepentingan. Hal ini diperoleh

    karena dalam menerapkan manajemen risiko wajib untuk menemukenali para

    pemangku kepentingan dan harapannya. Melalui komunikasi timbal balik yang

    cukup intens maka dapat digalang kesamaan persepsi dan kepentingan bersama,

    dengan demikian dapat diperoleh hubungan yang lebih baik;

    3) Meningkatkan reputasi perusahaan. Dengan adanya komunikasi yang baik dengan

    para pemangku kepentingan, mereka dapat mengetahui bahwa perusahaan mampuuntuk menangani risiko-risiko yang dihadapi dengan baik. Akibatnya kepercayaan

    pelanggan, pemasok, kreditor, komunitas bisnis serta masyarakat juga meningkat;

    4) Meningkatkan efektifitas dan efisiensi manajemen. Semua risiko yang dapat

    menghambat proses organisasi telah diidentifikasikan dengan baik. Kemudian

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    19/91

    19

    gangguan kelancaran proses organisasi tersebut juga telah diantisipasi sebelumnya.

    Karenanya, bila gangguan tersebut memang terjadi, maka organisasi telah siap

    untuk menangani dengan baik;

    5) Lebih memberikan jaminan yang wajar atas pencapaian sasaran perusahaan karena

    terselenggaranya manajemen yang lebih efektif dan efisien, hubungan dengan

    pemangku kepentingan yang semakin membaik, kemampuan menangani risiko

    perusahaan yang juga meningkat, termasuk risiko kepatuhan dan hukum.

    Berdasarkan hal-hal di atas, pedoman ini dapat dikatakan sebagai panduan bagi

    pimpinan perusahaan untuk membangun dan menerapkan manajemen risiko sesuai

    dengan peraturan yang berlaku. Dengan mempertimbangkan karakteristik perusahaan

    yang berbeda antara satu dengan lainnya, maka pimpinan perusahaan harus dapat

    menyesuaikan pedoman ini dengan kebutuhan perusahaannya masing-masing.

    Secara garis besar, tujuan dari penyusunan pedoman ini adalah sebagai berikut:

    1) Sebagai panduan untuk mengembangkan, membangun dan menerapkan

    manajemen risiko yang baik;

    2) Sebagai sarana untuk melakukan peninjauan ulang terhadap proses penerapan

    manajemen risiko yang telah dilakukan sebelumnya;

    3) Sebagai sarana untuk memastikan kejelasan governance structure manajemen risiko

    dan juga sebaliknya bahwa manajemen risiko sudah terintegrasi sepenuhnya dengan

    governance perusahaan.

    3. Peraturan dan Pedoman Terkait serta Aspek Penerapan Manajemen Risiko

    a. Peraturan dan Pedoman Terkait

    Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penerapan manajemen risiko

    antara lain:

    1) Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;

    2) Undang-Undang No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal;

    3) Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2008 tentang Pengendaliann Intern

    Pemerintah;

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    20/91

    20

    4) Undang-Undang No.19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara;

    5) Peraturan Bank Indonesia No. 11/25/PBI/2009 tentang Penerapan Manajemen

    Risiko bagi Bank Umum; dan

    6) Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan

    Tata Kelola Perusahaan Yang Baik ( Good Corporate Governance ) pada Badan Usaha

    Milik Negara.

    Pedoman GCG yang dikeluarkan Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) yang

    juga terkait dengan penerapan manajemen risiko adalah sebagai berikut:

    1) Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia (2006);

    2) Pedoman Umum Good Public Governance Indonesia (2008);

    3) Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran SPP/WBS (2008); dan

    4) Pedoman Etika Bisnis Perusahaan (2010)

    Selain peraturan perundang-undangan dan pedoman di atas, masih terdapat pedoman

    internal perusahaan yang terkait dengan peraturan di bidang industri, keuangan,

    ketenagakerjaan, dan lain-lain yang juga perlu diperhatikan dalam penerapan

    manajemen risiko perusahaan.

    b. Aspek Penerapan Manajemen Risiko

    Proses penerapan manajemen risiko yang disarankan dalam Pedoman ini terdiri dari

    tiga aspek yaitu:

    1) Aspek struktural yaitu aspek yang memastikan arah penerapan, struktur

    organisasi penerapan dan akuntabilitas pelaksanaan manajemen risiko dalam

    organisasi, penyediaan sumber daya, dan sebagainya.;2) Aspek operasional, yaitu aspek yang menunjukkan tahapan proses implementasi

    yang sistematis dan terarah, mulai dari pernyataan komitmen Direksi dan Dewan

    Komisaris, penyusunan Pedoman Manajemen Risiko Perusahaan, briefing untuk

    Komisaris dan Direktur, pelatihan para pemangku risiko, hingga penerapannya.

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    21/91

    21

    3) Aspek Perawatan , yaitu aspek yang memastikan adanya upaya menjaga

    efektifitas penerapan dan perbaikan yang berkesinambungan melalui, monitoring

    dan review serta audit manajemen risiko.

    4. Istilah dan Definisi

    Istilah dan definisi manajemen risiko yang digunakan dalam Pedoman ini mengacu pada

    ISO GUIDE 73:2009 Risk management Vocabulary. Hal ini dimaksudkan untuk

    menghindari kerancuan dari berbagai macam istilah dan definisi yang digunakan dalam

    berbagai macam standar.

    Berikut beberapa istilah dan definisi manajemen risiko yang diadopsi, yakni:

    a. Risiko adalah dampak ketidakpastian pada sasaran. ( ISO GUIDE 73:2009 definisi 1.1);

    b. Manajemen risiko adalah upaya organisasi yang terkoordinasi untuk mengarahkan

    dan mengendalikan risiko (ISO GUIDE 73:2009 definisi 2.1);

    c. Kerangka kerja manajemen risiko adalah sekumpulan perangkat organisasi yang

    menyediakan landasan bagi perencanaan, penerapan, monitor dan review serta

    perbaikan sinambung manajemen risiko bagi seluruh organisasi (ISO GUIDE 73:2009

    definisi 2.1.1);

    d.

    Kebijakan manajemen risiko adalah pernyataan Direksi dan Dewan Komisaris terkaitdengan arah dan tujuan penerapan manajemen risiko (ISO GUIDE 73:2009 definisi

    2.1.2);

    e. Rencana manajemen risiko adalah pola atau skema dalam kerangka manajemen

    risiko yang menunjukkan pendekatan yang akan diterapkan dalam mengelola risiko

    antara lain, pendekatan yang digunakan, komponen-komponen manajemen

    termasuk teknik manajemen risiko yang digunakan, sumber daya yang akan dipakai

    dalam mengelola risiko (ISO GUIDE 73:2009 definisi 2.1.3); f. Pemangku Risiko ( risk owner ): adalah orang atau suatu entitas yang mempunyai

    akuntabilitas dan kewenangan untuk mengelola suatu risiko (ISO GUIDE 73:2009

    definisi 3.5.1.5);

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    22/91

    22

    g. Proses manajemen risiko: adalah penerapan secara sistematik kebijakan

    manajemen, prosedur dan praktik manajemen dalam pelaksanaan tugas untuk

    melakukan komunikasi dan konsultasi; menetapkan konteks; melakukan identifikasi;

    menganalisa; mengevaluasi; memperlakukan, memantau dan mengkaji risiko (ISO

    GUIDE 73:2009 definisi 3.1.);

    h. Menetapkan konteks: adalah proses untuk menentukan batasan dan parameter

    eksternal dan internal yang harus dipertimbangkan dalam mengelola risiko dan

    menentukan lingkup serta kriteria risiko dalam kebijakan manajemen risiko (ISO

    GUIDE 73:2009 definisi 2.4);

    i. Komunikasi dan konsultasi: adalah proses yang berulang dan berkelanjutan antara

    organisasi dan para pemangku kepentingannya ( stakeholders ) dalam saling

    memberikan, berbagi informasi serta melakukan dialog terkait dengan pengelolaan

    risiko (ISO GUIDE 73:2009 definisi 3.2.1);

    j. Pemangku kepentingan: adalah setiap orang atau organisasi yang dapat

    mempengaruhi atau dipengaruhi, atau menganggap dirinya dapat dipengaruhi oleh

    suatu keputusan atau kegiatan (ISO GUIDE 73:2009 definisi 3.2.1.1);

    k. Asesmen risiko: adalah keseluruhan proses yang meliputi identifikasi risiko, analisa

    risiko dan evaluasi risiko (ISO GUIDE 73:2009 definisi 3.4.1); l. Sumber risiko: adalah segala sesuatu yang baik sendiri ataupun bersama-sama

    mempunyai potensi yang melekat ( intrinsic ) untuk menimbulkan terjadinya risiko

    (ISO GUIDE 73:2009 definisi 3.5.1.2);

    m. Peristiwa ( event ): adalah suatu kejadian atau perubahan yang terjadi pada suatu

    kondisi atau lingkungan tertentu (ISO GUIDE 73:2009 definisi 3.5.1.3);

    n. Dampak ( consequence ): adalah akibat dari suatu peristiwa yang mempengaruhi

    sasaran (ISO GUIDE 73:2009 definisi 3.6.1.3); o. Kemungkinan ( likelihood ): adalah kesempatan/kemungkinan sesuatu terjadi.

    (catatan : Perlu dibedakan antara likelihood dengan probability . Terminologi

    probabilitas adalah istilah matematika, terutama statistika, sehingga dalam

    menggunakannya perlu diperhatikan kaidah-kaidah matematika terkait. Istilah

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    23/91

    23

    likelihood atau kemungkinan adalah istilah yang lebih umum dan tidak terkait dengan

    kaidah matematika, sehingga dalam menentukan ukurannya dapat lebih bebas, baik

    subyektif, kualitatif ataupun kuantitatif, frekuensi atau juga dengan probabilitas,

    selama kaidah matematikanya dipenuhi). (ISO GUIDE 73:2009 definisi 3.6.1.1);

    p. Profil risiko: adalah gambaran atau uraian dari suatu kelompok risiko.

    (catatan : kelompok risiko ini dapat berisikan risiko-risiko yang terkait dengan

    seluruh organisasi, hanya sebagian dari organisasi, atau dari suatu proyek/proses).

    (ISO GUIDE 73:2009 definisi 3.8.2.5);

    q. Kriteria risiko : adalah kerangka acuan untuk mengukur besaran risiko yang akan

    dievaluasi (ISO GUIDE 73:2009 definisi 3.3.1.3);

    r. Perlakuan risiko : adalah proses untuk merubah risiko.

    (catatan: pada dasarnya upaya perlakuan risiko dilakukan melalui cara mengurangi

    kemungkinan terjadinya risiko atau/dan mengurangi dampak risiko, bila risiko

    tersebut terjadi). (ISO GUIDE 73:2009 definisi 2.1);

    s. Pengendalian : adalah upaya-upaya untuk merubah risiko (ISO GUIDE 73:2009 definisi

    3.8.1.1);

    t. Risiko tersisa : adalah risiko yang masih tersisa setelah dilakukan perlakuan risiko (ISO

    GUIDE 73:2009 definisi 3.8.1.6);u. Pemantauan ( monitoring ): adalah suatu proses yang dilakukan secara terus menerus

    untuk memeriksa, mengawasi, melakukan pengamatan secara kritis untuk dapat

    mengidentifikasi terjadinya perubahan dari tingkat kinerja atau sasaran yang ingin

    dicapai dari pelaksanaan pengelolaan risiko (ISO GUIDE 73:2009 definisi 3.8.2.1);

    v. Pengkajian ( review ): adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menentukan suatu

    kesesuaian, kecukupan, dan efektifitas suatu obyek, proses atau cara yang digunakan

    dalam mencapai sasaran.(catatan: review dapat dilakukan terhadap kerangka kerja manajemen risiko, proses

    manajemen risiko, perlakuan risiko ataupun pengendalian risiko) (ISO GUIDE 73:2009

    definisi 3.8.2.2);

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    24/91

    24

    w. Selera risiko ( risk appetite ) adalah jumlah dan jenis risiko yang siap ditangani atau

    diterima oleh organisasi. (ISO GUIDE 73:2009 definisi 3.7.1.2);

    x. Toleransi risiko ( risk tolerance ) adalah kesiapan organisasi atau pemangku

    kepentingan (3.2.1.1) untuk menanggung risiko (1.1) setelah perlakuan risiko (3.8.1)

    dalam upaya mencapai sasaran. (ISO GUIDE 73:2009 definisi 3.7.1.3).

    (catatan: Toleransi risiko dapat dipengaruhi oleh persyaratan hukum dan peraturan

    perundangan).

    y. Struktur tata kelola risiko ( Risk governance structure ) struktur organisasi dalam

    pengelolaan manajemen risiko perusahaan,

    z. Risk Champion adalah karyawan pada masing-masing bagian yang ditunjuk menjadi

    fasilitator dalam penerapan manajemen risiko pada bagian tersebut.

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    25/91

    25

    BAB IIASPEK STRUKTURAL

    1. Pengantar

    Sebagaimana telah diuraikan pada Bab I, Aspek Struktural merupakan aspek yang

    memastikan struktur organisasi penerapan, arah penerapan, dan akuntabilitas pelaksanaan

    manajemen risiko dalam organisasi, serta penyediaan sumber daya. Ini berarti bahwa aspek

    ini akan menjadi fondasi bagi penerapan manajemen risiko pada suatu organisasi. Hal-hal

    yang dibahas dalam aspek ini adalah bagaimana tata kelola risiko ( risk governance )

    termasuk didalamnya kejelasan akuntabilitas para pemangku risiko ( risk owner).

    Selanjutnya dibahas mengenai pedoman penerapan manajemen risiko yang berupa prinsip-

    prinsip yang harus diacu untuk memastikan dan sekaligus memfasilitasi terjadinya budaya

    sadar risiko, sehingga meningkatkan daya tahan dan keliatan ( resilience ) organisasi dalam

    menghadapi tantangan perubahan yang mengandung risiko.

    Pelaksanaan tata kelola manajemen risiko tidak dapat dilakukan secara terpisah dengan

    struktur organisasi entitas. Padahal struktur organisasi suatu entitas sangat tergantung pada

    sistem hukum yang dianut dalam negara dimana entitas tersebut berada dan jenis kegiatan

    organisasi tersebut. Suatu organisasi swasta tentu akan berbeda dengan suatu organisasi

    publik, karena acuan hukum yang dirujuk berbeda. Organisasi yang mengejar laba tentu

    berbeda juga dengan organisasi nirlaba, karena peraturan perundangan yang digunakan

    sebagai acuan juga berbeda. Pedoman ini, walaupun diupayakan untuk bersifat generik,

    akan tetapi tidak mungkin mencakup seluruh jenis organisasi.

    Untuk kepentingan praktis mengenai struktur organisasi entitas, pedoman ini akan mengacu

    pada Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yaitu Undang-Undang

    tentang perusahaan swasta pada umumnya, termasuk juga Badan Usaha Milik Negara

    (BUMN). Alasannya sederhana, karena jenis entitas inilah yang jumlahnya paling banyak dan

    juga sekaligus menjadi tumpuan perputaran roda ekonomi sektor riil.

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    26/91

    26

    Untuk entitas lain yang mempunyai bentuk bukan Perseroan Terbatas, maka dia harus

    mencari padanan organ apa yang setara tugas dan kewajibannya dengan organ Perseroan

    Terbatas, yaitu Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi dan Dewan Komisaris. Organisasi

    lain, terutama organisasi publik, organisasi nirlaba, hendaknya melihat dan mengacu pada

    peraturan perundangan yang terkait.

    Perbedaan peraturan perundangan yang digunakan akan mempengaruhi bentuk kerangka

    kerja penerapan manajemen risiko dan juga akuntabilitas penerapan manajemen risiko bagi

    organisasi tersebut.

    2. Prinsip, Kerangka Kerja dan Proses Manajemen Risiko

    Pada awal penerapan manajemen risiko, fokus lebih tertuju hanya pada bagaimana

    menangani risiko tersebut dan secara parsial, bukan bagaimana menangani berbagai

    macam risiko yang mungkin dihadapi oleh organisasi. Merubah cara penanganan risiko yang

    semula secara parsial (silo) menjadi terintegrasi seluruh organisasi, memerlukan suatu

    pendekatan yang berbeda. Perlu dibangun suatu pemahaman yang sama tentang prinsip-

    prinsip penanganan risiko, suatu landasan kerangka kerja yang akan menjadi dasar bagi

    penanganan setiap risiko, urutan proses penanganan risiko, pemahaman tentang teknik danmetoda penanganan risiko dan proses pelaporan serta monitoring dan review untuk seluruh

    proses penanganan risiko dalam suatu organisasi. Penerapan manajemen risiko untuk

    seluruh organisasi ini sering disebut sebagai ERM ( Enterprise Risk Management ).

    a. Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko

    Merujuk pada standar manajemen risiko terbaru yaitu ISO 31000:2009 Risk

    Management Principles and Guidelines , manajemen risiko suatu organisasi hanya

    dapat efektif bila mampu menganut dan menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut:1) Manajemen risiko melindungi dan menciptakan nilai tambah

    Manajemen risiko memberikan kontribusi melalui peningkatan kemungkinan

    pencapaian sasaran perusahaan secara nyata. Selain itu, juga memberikan perbaikan

    dalam aspek keselamatan, kesehatan kerja, kepatuhan terhadap peraturan

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    27/91

    27

    perundang-undangan, perlindungan lingkungan hidup, persepsi publik, kualitas

    produk, reputasi, corporate governance , efisiensi operasi, dan lain-lain.

    2) Manajemen risiko adalah bagian terpadu dari proses organisasi

    Manajemen risiko merupakan bagian dari tanggung jawab manajemen dan

    merupakan bagian tak terpisahkan dari proses organisasi, proyek, dan manajemen

    perubahan. Manajemen risiko bukanlah suatu aktivitas yang berdiri sendiri dan

    terpisah dari kegiatan serta proses organisasi dalam mencapai sasaran.

    3) Manajemen risiko adalah bagian dari proses pengambilan keputusan

    Manajemen risiko membantu para pengambil keputusan untuk mengambil

    keputusan atas dasar pilihan-pilihan yang tersedia dengan informasi yang selengkap

    mungkin. Manajemen risiko dapat membantu menentukan prioritas tindakan dan

    membedakan berbagai alternatif tindakan. Manajemen risiko dapat membantu

    menunjukkan semua risiko yang ada, mana risiko yang dapat diterima dan mana

    risiko yang memerlukan perlakuan lebih lanjut. Manajemen risiko juga memantau

    apakah perlakuan risiko yang telah diambil memadai dan cukup efektif atau tidak.

    Informasi ini merupakan bagian dari proses pengambilan keputusan.

    4) Manajemen risiko secara khusus menangani aspek ketidakpastian

    Manajemen risiko secara khusus menangani aspek ketidakpastian dalam prosespengambilan keputusan. Ia memperkirakan bagaimana sifat ketidakpastian dan

    bagaimanakah hal tersebut harus ditangani.

    5) Manajemen risiko bersifat sistematik, terstruktur, dan tepat waktu

    Sifat sistematik, terstruktur, dan tepat waktu yang digunakan dalam pendekatan

    manajemen risiko inilah yang memberikan kontribusi terhadap efisiensi dan

    konsistensi manajemen risiko. Dengan demikian, hasilnya dapat dibandingkan dan

    memberikan hasil serta perbaikan.6) Manajemen risiko berdasarkan pada informasi terbaik yang tersedia

    Masukan dan informasi yang digunakan dalam proses manajemen risiko didasarkan

    pada sumber informasi yang tersedia, seperti pengalaman, observasi, perkiraan,

    penilaian ahli, dan data lain yang tersedia. Akan tetapi, tetap harus disadari bahwa

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    28/91

    28

    semua informasi ini mempunyai keterbatasan yang harus dipertimbangkan dalam

    proses pengambilan keputusan, baik dalam membuat model risiko maupun

    perbedaan pendapat yang mungkin terjadi di antara para ahli.

    7) Manajemen risiko adalah khas untuk penggunanya ( tailored )

    Manajemen risiko harus diselaraskan dengan konteks internal dan eksternal

    organisasi, serta sasaran organisasi dan profil risiko yang dihadapi organisasi

    tersebut.Termasuk dalam pengertian ini adalah disesuaikan dengan kebutuhan dari

    para pemangku risiko dalam organisasi tersebut.

    8) Manajemen risiko mempertimbangkan faktor manusia dan budaya

    Penerapan manajemen risiko haruslah menemukenali kapabilitas organisasi, persepsi

    dan tujuan masing-masing individu di dalam serta di luar organisasi, khususnya yang

    menunjang atau menghambat pencapaian sasaran organisasi.

    9) Manajemen risiko harus transparan dan inklusif

    Untuk memastikan bahwa manajemen risiko tetap relevan dan terkini, para

    pemangku kepentingan dan pengambil keputusan di setiap tingkatan organisasi

    harus dilibatkan secara efektif. Keterlibatan ini juga harus memungkinkan para

    pemangku kepentingan terwakili dengan baik dan mendapatkan kesempatan untuk

    menyampaikan pendapat serta kepentingannya, terutama dalam merumuskankriteria risiko.

    10) Manajemen risiko bersifat dinamis, berulang, dan tanggap terhadap perubahan

    Ketika terjadi peristiwa baru, baik di dalam maupun di luar organisasi, konteks

    manajemen risiko dan pemahaman yang ada juga mengalami perubahan. Dalam

    situasi semacam inilah tahapan monitoring dan review berperan memberikan

    kontribusi. Risiko baru pun muncul, ada yang berubah, ada juga yang menghilang.

    Oleh karena itu, menjadi tugas manajemen untuk memastikan bahwa manajemenrisiko senantiasa memperhatikan, merasakan, dan tanggap terhadap perubahan.

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    29/91

    29

    11) Manajemen risiko harus memfasilitasi terjadinya perbaikan dan peningkatan

    organisasi secara berlanjut

    Manajemen organisasi harus senantiasa mengembangkan dan menerapkan

    perbaikan strategi manajemen risiko serta meningkatkan kematangan dan

    kecanggihan pelaksanaan manajemen risiko, sejalan dengan aspek lain dari

    organisasi.

    b. Kerangka Kerja Manajemen Risiko

    Agar dapat berhasil dengan baik, manajemen risiko harus diletakkan dalam suatu

    kerangka kerja manajemen risiko. Kerangka kerja ini akan menjadi dasar dan penataan

    yang mencakup seluruh kegiatan manajemen risiko di segala tingkatan organisasi.

    Kerangka kerja ini akan membantu organisasi mengelola risiko secara efektif melalui

    penerapan proses manajemen risiko dalam berbagai tingkatan organisasi dan dalam

    konteks spesifik organisasi. Kerangka kerja ini akan memastikan bahwa informasi risiko

    yang lengkap dan memadai yang diperoleh dari proses manajemen risiko akan

    dilaporkan serta digunakan sebagai landasan untuk pengambilan keputusan. Hal ini

    dilakukan sesuai dengan kejelasan akuntabilitas pada setiap tingkatan organisasi.

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    30/91

    30

    Gambar 1: Kerangka Kerja Manajemen Risiko(Sumber: ISO 31000:2009 Risk management Guideline and principle )

    Skema pada gambar 1 di atas memperjelas gambaran umum mengenai kerangka kerjamanajemen risiko sebagai induk dari proses manajemen risiko yang lebih bersifat teknis.

    Kerangka kerja ini tidak dimaksudkan untuk menggambarkan sebuah sistem manajemen

    baru, tetapi lebih ditujukan untuk membantu organisasi dalam mengintegrasikan

    manajemen risiko ke dalam sistem manajemen organisasi keseluruhan, khususnya

    melalui siklus manajemen sederhana PDCA ( Plan-Do-Check-Action ). Selain itu, skema di

    atas menunjukkan gambaran mengenai bagaimana seharusnya tata kelola risiko ( risk

    governance ) harus dilaksanakan, dimana dalam tata kelola risiko ini, sebagaimanadiutarakan dalam Bab I, terdiri dari aspek struktural, aspek operasional dan aspek

    perawatan. Secara lebih rinci, ketiga aspek tersebut memuat unsur-unsur sebagai

    berikut:

    1) Aspek struktural dari tata kelola manajemen risiko antara lain terdiri dari:

    MANDAT &KOMITMEN

    PerencanaanKerangka Kerja

    Manajemen Risiko

    PenerapanManajemen Risiko

    Monitoring & reviewpenerapan Kerangka

    Kerja MR

    Perbaikan sinambungKerangka Kerja MR

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    31/91

    31

    a) Komitmen;

    b) Kebijakan manajemen risiko;

    c) Akuntabilitas dan kepemimpinan;

    d) Pembentukan unit kerja manajemen risiko;

    e) Champion manajemen risiko pada masing-masing unit kerja; serta

    f) Penyediaan sumber daya yang diperlukan untuk pelaksanaan manajemen risiko.

    2) Aspek operasional dari tata kelola manajemen risiko antara lain terdiri dari:

    a) Penyusunan buku Panduan Manajemen Risiko;

    b) Peluncuran, sosialisasi, dan pelatihan manajemen risiko;

    c) Teknik dan metoda untuk implementasi proses manajemen risiko;

    d) Sistem pelaporan internal dan eksternal;

    e) Monitoring dan pengukuran kinerja; serta

    f) Tata usaha dan administrasi data serta informasi manajemen risiko.

    3) Aspek perawatan dari tata kelola manajemen risiko antara lain terdiri dari:

    a) Pendidikan dan pelatihan berlanjut;

    b) Komunikasi dan publikasi;

    c) Review dan audit tata kelola manajemen risiko; serta

    d) Benchmarking .

    c. Mandat dan Komitmen

    Mandat dan komitmen dalam kerangka kerja manajemen risiko mempunyai arti sentral.

    Dari mandat dan komitmen itulah segala sesuatu yang terkait dengan manajemen risiko

    berasal sesuai dengan peraturan yang menjadi dasar hukum entitas atau organisasi.

    Dalam peraturan perundang-undangan terkait, akan terlihat secara jelas siapa yang

    memperoleh mandat dan apa jenis mandat yang diterima dan komitmen apakah yangakan terkait secara langsung dengan penerapan manajemen risiko pada organisasi

    tersebut.

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    32/91

    32

    Mengingat pedoman ini menggunakan Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang

    Perseroan Terbatas (UUPT) sebagai acuannya, maka akan ditelaah bagaimanakah

    Mandat dan Komitmen dalam peraturan perundangan tersebut terkait dengan

    penerapan manajemen risiko.

    Dalam UUPT yang menjadi alter ego perusahaan adalah Direksi dan Dewan Komisaris,

    dan mandat yang mereka terima adalah sebagai berikut:

    1) Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh

    atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud

    dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar

    pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

    2) Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan

    secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi

    nasehat kepada Direksi.

    Dari mandat tersebut di atas terlihat jelas bahwa Direksi mempunyai tugas pengurusan

    dan perwakilan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan

    Perseroan. Sebagai konsekuensi logis dari tugas tersebut maka Direksi memikul

    tanggung jawab kepada:

    1) Perseroan;

    2) Pemegang saham; dan

    3) Kreditur serta pemangku kepentingan lainnya.

    Sedangkan Dewan Komisaris mempunyai tugas pengawasan dan pemberian nasehat

    kepada Direksi. Dewan Komisaris harus memerhatikan kepentingan perseroan dan

    sesuai dengan maksud serta tujuan perseroan dan Anggaran Dasar perseroan. Tugas dan

    tanggung jawab Dewan Komisaris lebih bersifat internal sehingga Dewan Komisaris

    bertanggung jawab kepada:

    1) Perseroan; dan

    2) Pemegang saham.

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    33/91

    33

    Jadi Direksi dan Dewan Komisaris wajib memastikan bahwa maksud, tujuan dan

    kepentingan Perseroan harus diupayakan untuk tercapai dan tidak terganggu oleh

    berbagai kepentingan. Pernyataan ini sebetulnya tidak lain dan tidak bukan adalah

    penerapan manajemen risiko pada perseroan (lihat definisi risiko dan manajemen

    risiko).

    Dengan demikian terkait dengan penerapan manajemen risiko maka Direksi adalah

    Penanggungjawab Utama: penerapan manajemen risiko pada Perseroan, sedangkan

    Dewan Komisaris adalah Pengawas Tertinggi dalam pelaksanaan pengawasan

    (monitoring dan review ) pelaksanaan penerapan manajemen risiko pada Perseroan.

    Oleh karena itu dalam konteks manajemen risiko, tugas Direksi adalah:

    1) Menciptakan situasi yang kondusif untuk melaksanakan manajemen risiko melalui

    penetapan prinsip, strategi umum, dan kebijakan penerapan manajemen risiko;

    2) Menyusun dan menetapkan risk governance structure yang sesuai dengan organisasi

    yang dipimpinnya, serta menetapkan struktur akuntabilitas hingga level yang

    terendah;

    3) Menetapkan bahasa dan terminologi manajemen risiko baku yang akan digunakan

    di dalam organisasi, antara lain dengan menetapkan jenis standar manajemen risiko

    yang akan digunakan;

    4) Menyediakan sumber daya yang diperlukan dalam arti tenaga ahli, pelatihan, dana,

    sarana fisik, peralatan, dan waktu yang diperlukan untuk melaksanakan manajemen

    risiko dengan baik;

    5) Memastikan keselarasan program manjemen risiko dengan strategi perusahaan,

    sekaligus menentukan ukuran kinerja pencapaian sasaran manajemen risiko;

    6) Memastikan fungsi manajemen risiko beroperasi secara independen;

    7) Mengartikulasikan dan mengkomunikasikan manfaat manajemen risiko dalam

    pencapaian sasaran perusahaan;

    8) Mengkaji ulang:

    keakuratan metodologi penilaian risiko,

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    34/91

    34

    kecukupan sistem informasi manajemen, dan

    ketepatan kebijakan, prosedur dan penetapan limit risiko

    9) Menetapkan model potensi risiko utama dan risiko utama nyata yang dihadapi

    perusahaan untuk memfokuskan sasaran penanganan manajemen risiko.

    Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas untuk melakukan pengawasan,

    oleh karena itu perlu diperhatikan bahwa pengawasan bukan berarti campur tangan,

    karena kalau terjadi campur tangan maka akuntabilitas akan menjadi kabur. Karena itu

    disarankan pola pengawasan Dewan Komisaris dilaksanakan sebagai berikut:

    1) Apa yang dapat membuat perusahaan ini bangkrut atau rugi besar ? Pertanyaan ini

    membuat kita fokus pada risiko-risiko utama. Risiko utama ini dapat diidentifikasi

    antara lain melalui:

    a) Siapa saja pemangku kepentingan utama dan apa kebutuhannya;

    b) Rencana strategis perusahaan dan pelaksanaannya;

    c) Risiko kegiatan utama, baik finansial, operasional, maupun kepatuhan kepada

    peraturan perundangan yang dapat membahayakan kelangsungan hidup

    perusahaan;

    d) Bagaimanakah toleransi risiko ditetapkan dan bagaimanakah toleransi risiko

    tersebut bila dibandingkan dengan kapabilitas perusahaan ataupun rencana

    strategi perusahaan;

    e) Apakah Anda merasa nyaman dengan profil risiko yang dilaporkan?

    2) Fokus pada perubahan apakah yang terjadi. Hal ini terkait dengan unsur

    ketidakpastian dari risiko. Perubahan apapun yang terjadi harus diperhatikan.

    Bagaimana dampaknya terhadap organisasi, perubahan pasar/persaingan,

    perubahan peraturan, perubahan kurs mata uang, perubahan politik, dan lain-lain.

    3) Uji dan bandingkan dengan apa yang telah terjadi. Kita tidak boleh berpuas diri

    dengan apa yang sudah berjalan dengan baik. Ada baiknya kita mempertanyakan

    kemampuan manajemen risiko yang ada: Mungkinkah apa yang terjadi di Union

    Carbide, Bhopal, India, dapat juga terjadi disini? Mungkinkah kecerobohan sistem

    pengendalian internal yang terjadi pada Baring Bank, Singapore, dapat juga terjadi

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    35/91

    35

    di sini? Mungkinkah kecerobohan manajemen yang dialami Adam Air juga mungkin

    terjadi di sini?; dan seterusnya.

    4) Menemukenali hubungan antar-risiko. Sebuah risiko besar seringkali tidak terjadi

    tiba-tiba, tetapi akibat dari interaksi dari berbagai risiko kecil. Risiko yang dialami

    oleh pesawat terbang Adam Air yang terjun ke laut diakibatkan oleh berbagai hal,

    mulai dari upaya penghematan, komponen navigasi yang tidak berfungsi dengan

    baik, sampai kecerobohan manajemen.

    Selain keempat hal di atas, Dewan Komisaris juga perlu mempertanyakan bagaimanakah

    proses komunikasi risiko dilaksanakan; bagaimanakah pembinaan budaya sadar risiko

    diselenggarakan; bagaimanakah penciptaan situasi yang kondusif untuk penerapan

    manajemen risiko diciptakan; dan bagaimanakah pembentukan tone at the top

    (perilaku keteladanan) terlaksana. Organisasi dengan penerapan manajemen risiko yang

    baik akan menunjang pelaksanaan good corporate governance dan akan meningkatkan

    nilai perusahaan.

    d. Proses Manajemen Risiko

    Proses manajemen risiko adalah penerapan secara sistematik kebijakan manajemen,

    prosedur dan praktik manajemen dalam pelaksanaan tugas untuk melakukan

    komunikasi dan konsultasi, menetapkan konteks, dan asesmen risiko. Proses

    manajemen risiko meliputi identifikasi, analisa, dan evaluasi risiko, kemudian perlakuan

    risiko, dan diakhiri dengan pemantauan dan pengkajian risiko. Proses manajemen risiko

    secara singkat merupakan penerapan kerangka kerja manajemen risiko pada tiap-tiap

    jenis risiko yang secara spesifik mempunyai karakter yang berbeda-beda sesuai dengan

    konteksnya. Ini sesuai dengan prinsip ke tujuh manajemen risiko yang menyatakan

    bahwa manajemen risiko adalah khas bagi penggunanya ( tailored ). Walaupun

    penerapan proses manajemen risiko khas untuk masing-masing risiko, tetapi secara

    metodologis, penerapannya sesuai dengan sistem yang digambarkan pada gambar 2 di

    bawah ini.

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    36/91

    36

    Gambar 2: Proses Manajemen Risiko(Sumber: AS/NZS 4360:2004 Risk Management )

    Sebagaimana ditegaskan di atas, proses manajemen risiko ini adalah khas dan unik

    untuk tiap proses bisnis, bagian dan bahkan untuk tiap risiko. Hal ini disebabkan karena

    tidak ada proses, bagian atau risiko yang seratus persen identik. Masing-masing

    mempunyai hal yang spesifik, walaupun terdapat beberapa kesamaan.

    3. Tata Kelola Risiko

    Tata kelola risiko meliputi unsur-unsur kebijakan manajemen risiko, akuntabilitaspelaksanaan, perencanaan manajemen risiko terpadu, penyediaan sumber daya yang

    memadai, dan mekanisme komunikasi serta pelaporan pelaksanaan manajemen risiko, baik

    internal maupun eksternal. Satu hal lagi yang biasanya penting dalam tata kelola

    manajemen risiko adalah kesamaan bahasa, yaitu penggunaan istilah -istilah dalam

    penerapan manajemen risiko. Hal ini diatasi dengan menggunakan istilah dan definisi yang

    ditentukan dalam ISO Guide 173:2009 Risk Management Vocabulary.

    a. Kebijakan Manajemen RisikoKebijakan manajemen risiko merupakan pernyataan komitmen secara tertulis oleh

    Direksi dan Dewan Komisaris untuk menerapkan manajemen risiko dalam organisasi. Hal

    penting terkait Kebijakan ini dinyatakan secara singkat dan jelas yang meliputi antara

    lain:

    IDENTIFIKASI RISIKO

    ANALISA RISIKO

    EVALUASI RISIKO

    PERLAKUAN RISIKO

    MENENTUKAN KONTEKS

    ASESMEN RISIKO

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    37/91

    37

    1) Alasan mengapa harus menerapkan manajemen risiko;

    2) Penjelasan keterkaitan antara pencapaian sasaran organisasi dan kebijakan

    manajemen risiko;

    3) Kejelasan akuntabilitas pelaksanaan manajemen risiko, termasuk infrastruktur

    pelaksanaannya;

    4) Penyediaan sumber daya untuk menerapkan manajemen risiko;

    5) Penentuan standar atau metode manajemen risiko yang akan digunakan;

    6) Komitmen untuk melakukan review dan verifikasi secara berkala terhadap

    efektivitas penerapan manajemen risiko.

    Penetapan komitmen manajemen ini harus diikuti dengan langkah-langkah nyata untuk

    lebih mempertegas bahwa komitmen tersebut tidak hanya di atas kertas. Secara

    keseluruhan, langkah nyata tersebut adalah penyusunan tata kelola manajemen risiko

    yang akan mengawali proses penerapan manajemen risiko ke seluruh organisasi.

    b. Akuntabilitas Penerapan Manajemen Risiko

    Akuntabilitas tertinggi untuk penerapan manajemen risiko pada dasarnya berada pada

    Direksi, secara lebih khusus pada Direktur Utama atau anggota Direksi lainnya yang

    ditunjuk, dengan ketentuan jangan sampai menimbulkan benturan kepentingan dalam

    pengambilan keputusan. Secara umum, hal penting yang perlu diperhatikan antara lain:

    1) Penunjukan Champion yang bertanggung jawab untuk mendorong pelaksanaan

    penerapan manajemen risiko secara meluas ke seluruh organisasi ( enterprise

    wide risk management ). Champion ini dapat berupa penunjukan fungsi

    Manajemen Risiko tersendiri dan para individu pada setiap divisi dengan

    penugasan khusus untuk menjadi fasilitator penerapan manajemen risiko pada

    divisinya;

    2) Penetapan secara jelas bahwa akuntabilitas pengelolaan risiko tetap berada pada

    para pemangku risiko ( risk owner ) dan bukan ke para Champion. Untuk itu setiap

    kepala divisi merupakan pemangku risiko pada divisi tersebut dan menjadi

    Penanggung Jawab dalam melakukan pengelolaan risiko pada divisinya. Demikian

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    38/91

    38

    secara berjenjang hingga sampai pada penanggungjawab proses. Tugas para

    Champion lebih sebagai fasilitator untuk penerapan manajemen risiko;

    3) Penyusunan infrastruktur organisasi sebagai unit untuk mendorong penerapan

    manajemen risiko ke seluruh organisasi, termasuk di dalamnya akuntabilitas

    penerapan tersebut pada setiap tingkatan dalam organisasi;

    4) Penyusunan mekanisme organisasi untuk penerapan manajemen risiko, termasuk

    penyusunan manual penerapan manajemen risiko, mekanisme pelaporan

    pelaksanaan manajemen risiko, pengukuran efektivitas penerapan manajemen

    risiko, atau pengukuran kinerja manajemen risiko.

    5) Proses untuk menimbulkan budaya sadar risiko ke seluruh organisasi.

    c. Infrastruktur Manajemen Risiko

    Tidak terdapat model atau panduan baku dalam penyusunan infrastruktur organisasi

    dalam pengelolaan manajemen risiko. Hal yang terpenting adalah kejelasan dari

    akuntabilitas dan tanggung jawab untuk mendorong pelaksanaan manajemen risiko ini

    bertumpu pada suatu fungsi yang ditunjuk secara tegas dan jelas. Setiap organisasi

    harus menyusun infrastruktur organisasi manajemen risiko sesuai dengan kebutuhan

    dan jenis-jenis risiko yang dihadapi.

    Dalam gambar 3 ditampilkan suatu model yang merupakan contoh dan bukan

    merupakan model baku. Contoh ini lebih tepat untuk organisasi yang cukup besar,

    sedangkan untuk organisasi yang berskala kecil dan menengah, harus menyesuaikan

    dengan kemampuan organisasinya.

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    39/91

    39

    Gambar 3: Infrastruktur Manajemen Risiko

    Komite Pemantau Risiko adalah organ Dewan Komisaris yang membantu melakukan

    pengawasan dan pemantauan pelaksanaan penerapan manajemen risiko pada

    perusahaan. Komite Risiko adalah Komite yang dipimpin oleh Direktur Utama atau

    Direktur yang ditunjuk untuk itu, dan berfungsi untuk menetapkan kebijakan, strategi

    penerapan manajemen risiko untuk seluruh perusahaan. Selain itu Komite ini

    mempunyai anggota dari masing-masing Direktorat, untuk melakukan pemantauan dari

    pelaksanaan penerapan manajemen risiko dan mengambil keputusan terhadap usulan

    perlakuan risiko yang berdampak bagi seluruh perusahaan. Semua pengesahan manual,

    prosedur dan tata laksana penerapan manajemen risiko dilaksanakan melalui Komite

    Risiko ini.

    Fungsi Manajemen Risiko adalah unit yang menjadi Champion dalam penerapan

    manajemen risiko perusahaan dan menyusun segala manual dan prosedur serta tata

    laksana dan pelaporan penerapan manajemen risiko perusahaan. Unit ini juga

    melakukan komunikasi berkala dan pelaporan penerapan manajemen risiko

    DIREKSI

    INTERNAL AUDITOR

    KOMITE RISIKO(LintasFungsi)

    DEWANKOMISARIS

    KomitePemantauRisiko

    MANAJEMENKEUANGAN

    MANAJEMENOPERASI

    MANAJEMEN SDM& UMUM

    MANAJEMENRISIKO

    HUKUM &KEPATUHAN

    Pengawasan

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    40/91

    40

    perusahaan. Unit ini juga menyelenggarakan pelatihan bagi para champion yang berada

    pada tiap divisi atau departemen dalam perusahaan.

    d. Tata Laksana, Komunikasi dan Pelaporan

    Proses manajemen risiko melibatkan banyak pihak dalam organisasi, terlebih lagi pada

    awal penerapannya. Oleh karena itu, perlu kejelasan akuntabilitas untuk memastikan

    bahwa semua proses dapat berjalan dengan baik. Salah satu metode yang sering

    digunakan untuk melakukan hal tersebut adalah RACI Matrix. RACI adalah singkatan

    dari Responsible, Accountable, Consulted , dan Informed .

    Secara sederhana, RACI Matrix akan menjelaskan atau menentukan dalam setiap

    kegiatan:

    1) R siapa yang responsible, artinya siapa yang mengerjakan kegiatan tersebut;

    2) A siapa yang accountable , artinya siapa yang berhak membuat keputusan akhir

    ya atau tidak atas kegiatan tersebut, serta menjawab pertanyaan -pertanyaan

    pihak lain;

    3) C siapa yang harus consulted, artinya harus diajak konsultasi atau dilibatkan

    sebelum atau saat kegiatan tersebut dilaksanakan atau dilanjutkan; serta

    4) I siapa yang harus informed, artinya siapa yang harus diberi informasi mengenai

    apa yang sedang terjadi atau sedang dilakukan tanpa harus menghentikan

    kegiatan tersebut.

    Direksi dan Dewan Komisaris harus memastikan bahwa pada setiap tahapan proses

    manajemen risiko terdapat kejelasan akuntabilitas dan tanggung jawab

    pelaksanaannya.

    RACI Matrix pada tabel 1 memperlihatkan gambaran umum mengenai hal tersebut di

    atas. Gambaran ini masih sangat kasar dan memerlukan penjabaran lebih lanjut dalam

    bentuk proses bisnis yang sesuai dengan sasaran di tiap tahapan. Kedalaman

    penjabaran sangat ditentukan oleh keperluan organisasi, tetapi keberhasilan

    penjabaran proses akan mempermudah dan memperjelas proses penerapannya.

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    41/91

    41

    Dari RACI Matrix pada tabel 1 terlihat secara tidak langsung bagaimana metode

    komunikasi dan pelaporan harus dilaksanakan. Secara sederhana dapat dikatakan

    bahwa pihak yang dalam tabel tersebut mendapatkan huruf A berarti ia harus

    mendapatkan laporan lengkap untuk dapat mengambil keputusan. Ia seolah-olah

    menjadi pelanggan dari seluruh kegiatan tersebut. Sedangkan yang menjadi process

    owner adalah mereka yang memperoleh huruf R. Dialah yang harus mempersiapkan

    laporan dan melakukan komunikasi dengan pihak-pihak terkait. Laporan disampaikan

    kepada pemilik huruf A, sedangkan komunikasi dilakukan kepada mereka -mereka

    yang memperoleh huruf C dan I.

    NoTahap ProsesManajemenRisiko

    DewanKomisaris

    KomitePemantauRisiko

    Direksi FungsiManajemenRisiko

    DivisiOperasional

    ExternalStakeholeder

    1. Persiapan I A R I -

    2.Komunikasi danKonsultasi

    I I A R C I

    3.Menentukankonteks

    I C A R C I

    4. Asesmen Risiko

    a. IdentifikasiRisiko

    I I C R A/R -

    b. AnalisisRisiko

    I I C R A/R -

    c. EvaluasiRisiko I I A C R I

    5.PerlakuanRisiko

    I I A C R C/I

    6.Monitoring danReview

    I R A R C I

    7.PelaporanManajemenRisiko

    C C A R R/C -

    Tabel 1: Contoh RACI Matriks

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    42/91

    42

    Komunikasi dan pelaporan eksternal dilakukan dengan menambahkan satu kolom

    Stakeholders pada bagian paling kanan matriks RACI di atas. Bila dalam kolom

    stakeholders terdapat huruf I atau C maka kita wajib memberikan informasi ( informed )

    atau melibatkan ( consulted ) mereka dalam kegiatan manajemen risiko yang sedang

    dilaksanakan.

    Melalui proses di atas diharapkan bahwa manajemen organisasi mampu membangun

    mekanisme sistem tata laksana, komunikasi dan pelaporan internal maupun eksternal guna

    memastikan bahwa:

    1) Komponen kunci kerangka kerja manajemen risiko dan setiap perubahan yang

    terjadi dapat dikomunikasikan dengan baik ke seluruh pihak terkait;2) Tersedia laporan yang memadai tentang efektivitas kerangka kerja manajemen

    risiko dan hasil dari proses manajemen risiko;

    3) Informasi hasil penerapan manajemen risiko selalu tersedia di tiap tingkatan yang

    memerlukan dan pada waktu yang diperlukan;

    4) Terselenggara proses konsultasi dengan para pemangku kepentingan internal

    maupun eksternal;

    5) Pelaporan ke pihak eksternal sesuai dengan tuntutan kepatuhan hukum sertapenerapan good corporate governance ;

    6) Melaksanakan pengungkapan informasi sesuai dengan peraturan perundangan

    yang berlaku;

    7) Berkomunikasi dengan seluruh pemangku kepentingan, terutama pada saat terjadi

    krisis atau keadaan darurat.

    8) Menggunakan komunikasi untuk membina dan meningkatkan kepercayaan kepada

    organisasi;

    4. Sumber Daya Penerapan Manajemen Risiko

    Penyediaaan sumber daya yang memadai adalah indikator lain dari komitmen Direksi dalam

    menerapkan manajemen risiko dalam organisasi yang dipimpinnya. Tanpa adanya sumber

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    43/91

    43

    daya yang memadai, hal ini serupa dengan penolakan diam -diam terhadap penerapan

    manajemen risiko. Manajemen organisasi harus mengalokasikan sumber daya yang

    memadai untuk pelaksanaan manajemen risiko antara lain terhadap hal-hal berikut:

    a. Personalia dengan pengalaman, keterampilan, dan kemampuan yang memadai serta

    jumlah yang sesuai dengan kebutuhan;

    b. Sumber dana dan sumber daya yang diperlukan untuk setiap tahapan penerapan

    manajemen risiko;

    c. Proses dan prosedur yang terdokumentasi dengan baik dan sistem dokumentasinya,

    termasuk perangkat penunjang;

    d. Sistem informasi dan manajemen pengetahuan ( knowledge management system ).

    RACI matrix tersebut di atas memberikan indikasi untuk kebutuhan sumber daya.

    Kebutuhan pelatihan atau peningkatan kompetensi dalam melaksanakan manajemen risiko

    diperlukan bagi mereka yang mendapatkan penugasan R. Bagi y ang mendapatkan

    penugasan I dan C memerlukan sosialisasi dan komunikasi agar dapat memahami apa

    dan mengapa manajemen risiko, serta bagaimana dampaknya terhadap unit kerja dan

    tanggung jawabnya. Bagi yang mendapatkan penugasan A, pada dasarnya sama d engan

    yang mendapatkan penugasan I dan C, tetapi derajatnya lebih tinggi karena harusmemikirkan dampaknya terhadap keseluruhan organisasi dan memutuskan apa yang harus

    dilakukan terhadap risiko tersebut atau jenis perlakuan risiko yang harus diambil.

    Kebutuhan sumber daya lain untuk mengelola penerapan manajemen risiko menjadi salah

    satu faktor penting yang menentukan berjalan dan berhasilnya proses penerapan

    manajemen risiko. Untuk ini komitmen Direksi dalam memenuhi kebutuhan tersebut akan

    sangat menentukan.

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    44/91

    44

    BAB IIIASPEK OPERASIONAL

    1. Pengantar

    Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, aspek struktural merupakan

    landasan yang digunakan dalam penerapan manajemen risiko secara menyeluruh pada

    organisasi. Hal tersebut juga berlaku pada aspek operasional, namun aspek operasional

    dapat pula sebagai aspek spesifik bagi masing-masing bagian atau bahkan spesifik untuk

    tiap-tiap risiko.

    Aspek operasional yang menjadi bagian dari proses penerapan manajemen risiko secara

    menyeluruh dalam organisasi adalah penyusunan manual manajemen risiko, metodologi

    penanganan manajemen risiko atau lebih dikenal dengan proses manajemen risiko dan

    penanganan manajemen perubahan. Pada penanganan manajemen perubahan, prosesnya

    meliputi peluncuran, sosialisasi dan pelatihan hingga penerapan manajemen risiko sehingga

    akan menumbuhkan budaya sadar risiko.

    Sedangkan aspek spesifik bagi masing-masing bagian dan bahkan tiap-tiap risiko adalah

    penerapan proses manajemen risiko itu sendiri pada tiap-tiap risiko. Setiap risiko dan proses

    bisnis mempunyai konteks yang spesifik sehingga memerlukan teknik yang spesifik pula.

    Sesuai dengan prinsip ke dua pada prinsip-prinsip manajemen risiko yang dijelaskan di Bab

    II, manajemen risiko merupakan bagian terpadu dari proses organisasi, maka proses

    manajemen risiko hendaknya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manajemen

    umumnya. Ia harus masuk dan menjadi bagian dari budaya organisasi, praktik terbaik

    organisasi, dan proses bisnis organisasi. Proses manajemen risiko meliputi lima kegiatan,

    yaitu komunikasi dan konsultasi, menentukan konteks, asesmen risiko, perlakuan risiko,

    serta monitoring dan review , sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2 dalam Bab II.

    Dalam aspek operasional ini perlu dijelaskan lingkup tugas mana yang menjadi bagian pada

    level organisasi keseluruhan (korporasi) dan yang menjadi wilayah para pemangku risiko

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    45/91

    45

    (divisi, departemen, proses bisnis, dan lain-lain). Untuk itu digunakan pendekatan seperti

    digambarkan pada gambar 4 di bawah ini.

    Gambar 4: Operasionalisasi Kerangka Kerja dan Proses Manajemen Risiko(sumber: diadopsi dari Broadleaf Capital International Pty, Ltd.(2008))

    Proses manajemen risiko yang berada di bagian tengah adalah domain kegiatan para

    pemangku risiko ( risk owner ) sedangkan kegiatan lainnya adalah domain kegiatan

    organisasi. Atau dengan kata lain, tugas khusus fungsi manajemen risiko organisasi adalah

    menyediakan pondasi bagi kegiatan para pemangku risiko dalam menerapkan manajemen

    risiko. Pemangku risiko dalam pengertian ini adalah para Kepala Divisi/Biro, Kepala Bagian,

    Kepala Seksi atau penanggung jawab proses organisasi.

    Dalam aspek operasional pada Bab ini akan diuraikan proses implementasi manajemen

    risiko yang meliputi antara lain pelaksanaan manajemen perubahan; penyusunan buku

    MANDAT & KOMITMEN

    Kebijakan Standar Sumber daya Manual Manajemen Risiko Lingkup & konteks MR

    organisasi

    KOMUNIKASI & PELATIHAN ( Manajemen perubahan ) Analisis Stakeholders Strategi & proses komunikasi Strategi & proses pelatihan

    Networking

    STRUKTUR & AKUNTABILITAS Unit Manajemen Risiko Komite Manajemen Risiko Komite Pemantau Risiko Risk Owners & Champions MR MR Plan & Roadmap

    REVIEW & PERBAIKAN Review kemajuan

    penerapan RM Plan & KPI RM Audit Control assurance Governance reporting

    Benchmarking

    Management information System Risk Register Assurance Plan

    Treatment plan Reporting system

    STRATEGIC PROCESS

    STRATEGIC PROCESS

    STRATEGIC PROCESS STRATEGIC PROCESS

    Identifikasi risiko

    Analisa risiko

    Evaluasi risiko

    Perlakuan risiko

    Menentukan konteks

    PROSES STRATEGIS

    PROSES STRATEGIS

    PROSES STRATEGIS

    PROSES STRATEGIS

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    46/91

    46

    Panduan Manajemen Risiko; Implementasi proses manajemen risiko; sistem pelaporan

    internal dan eksternal; monitoring dan pengukuran kinerja; serta tata usaha dan

    administrasi data serta informasi manajemen risiko.

    2. Manajemen Perubahan

    Setiap introduksi program baru dalam organisasi, terdapat beberapa tahapan transisi,

    sebelum program tersebut dapat berfungsi secara efektif. Tahap pertama adalah

    penolakan; dalam tahap ini semua orang mempertanyakan kegunaannya, karena sudah

    merasa nyaman dengan kondisi yang ada. Tahap kedua adalah perlawanan; dalam tahap ini

    mereka mulai melihat manfaatnya tetapi masih ragu dan enggan untuk melaksanakannya.

    Sebaiknya orang lain dulu dan jangan saya. Tahap ketiga adalah tahap eksplorasi; dimana

    orang sudah melihat dengan jelas manfaat dan kegunaannya dan mulai timbul keinginan

    untuk memahami dan melakukan eksplorasi lebih jauh. Tahap terakhir adalah komitmen

    untuk melakukan perubahan tersebut; pada tahap ini proses perubahan akan berlangsung

    dengan baik.

    Tahap transisi

    Komitmen

    Eksplorasi

    Perlawanan

    Penolakan1 2 3 4 5 6 7 8 9

    Manajemen Puncak& Senior

    Manajemen menengah& lini pertama

    Seluruh

    karyawan

    Bulan

    Pengumumanperubahan

    Manajemen Puncak harus kommit sebelum perubahan diluncurkan

    Sumber: S Price & D Holmes, Managing Change from Theory to Practice, New Jersey: Ministry of Health British Columbia, 2007

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    47/91

    47

    Gambar 5: Tahapan Manajemen Perubahan

    Proses perubahan ini dialami oleh Manajemen Puncak, Manajemen Menengah dan LiniPertama, dan seluruh karyawan (lihat Gambar 5). Oleh karena itu tahapan proses

    perubahan tersebut harus dimulai dari Manajemen Puncak terlebih dahulu, sehingga

    mereka dapat berperan sebagai Change Leader yang akan diikuti oleh Manajemen

    Menengah. Selanjutnya Manajemen Menengah akan menjadi Change Leader yang akan

    diikuti oleh Manajemen Lini Pertama. Proses yang sama akan dilakukan oleh Manajemen

    Lini Pertama yang akan berfungsi sebagai Change Leader bagi seluruh karyawan.

    Berdasarkan pemahaman seperti di atas, maka proses penerapan manajemen risiko

    perusahaan harus direncanakan dan disusun sedemikian rupa sehingga penolakan dan

    perlawanan dapat diatasi secara baik. Untuk itu disarankan agar melaksanakan tahapan

    penerapan manajemen risiko sebagai berikut;

    a. Tahap persiapan awal, adalah mendapatkan komitmen Direksi dan Dewan Komisaris

    untuk penerapan manajemen risiko perusahaan dan kemudian diikuti dengan

    penunjukan pejabat yang bertanggung jawab untuk mempersiapkan pelaksanaan serta

    pelatihan yang memadai;

    b. Melaksanakan Executive Briefing untuk Direksi, Dewan Komisaris, Sekretaris

    Perusahaan, Kepala Internal Audit (SPI/SKAI) mengenai penerapan manajemen risiko

    perusahaan dan tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris dalam penerapan

    tersebut. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan Seminar Sehari untuk para pejabat

    setingkat Kepala Divisi/ Kepala Cabang tentang peran dan tanggung jawab mereka

    dalam penerapan manajemen risiko perusahaan.

    c. Tahap persiapan selanjutnya adalah menyusun strategi dan rencana penerapan

    manajemen risiko perusahaan secara lebih menyeluruh yang antara lain berisi hal-hal

    sebagai berikut:

    1) Melakukan audit manajemen risiko (bila diperlukan)

  • 8/10/2019 Pedoman Rmbg (Final_1 Maret 2012)-Draft Jpt

    48/91

    48

    2) Menyusun Master Plan penerapan Manajemen Risiko termasuk budget dan jadwal

    3) Menyusun Buku Panduan Manajemen Risiko atau Manual Manajemen Risiko,

    Instruksi Kerja dan Prosedur Pelaporan;

    4) Penetapan kriteria risiko dan ukuran kinerja manajemen risiko

    5) Penunjukan Risk Management Governance Structure dan penujukan para

    Champions

    d. Tahap berikutnya adalah tahap persiapan untuk peluncuran manajemen risiko

    perusahaan dengan aktivitas antara lain:

    1) Pelatihan intensif untuk para Champion mengenai teknik dan metode manajemen

    risiko

    2) Pelatihan untuk para Manajer Menengah men