Pecalang Dan Kemaritiman
-
Upload
diahrespati -
Category
Documents
-
view
40 -
download
0
Transcript of Pecalang Dan Kemaritiman
5/16/2018 Pecalang Dan Kemaritiman - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pecalang-dan-kemaritiman 1/11
IMat IeTapaYasadanlKetutSrdapa:Kete i f ibaf l1nMasyarakatPes is i I 'DalamPemhen/ukozPecak l l1g loutd iPanJai l IN ina,KabU[X1le1!Bule leng,Bal i
Keterlibatan Masyarakat Pesisir Dalam
Pembentukan Pecalang Laut di Pantai Lovina,
Kabupaten Buleleng, BaliI Made Tapa Yasadan I Ketut Sutapa
ABSTRAKSI
Keterlibatan masyarakat utamanya masyarakat lokal dalam pengelolaan terumbu
karang merupakan suatu kewajiban mengingat potensi bahari kita adalah common
proper ty atau milik bersama. Berbagai mekanisme telah dilakukan untuk
membantu menjaga sumberdaya Iaut kita, salah satunya dengan menggunakan
sistem pengelolaan secara adat seperti salah satunya yang dilakukan di PantaiLovina dan Pantai Lovina untuk menjaga terumbu karang dengan membentuk
"Pecalang Laut" atau penjaga laut.
Namun yang terpenting adalah kesadaran dari seluruh elemen masyarakat
mengenai kepemilikan bersama potensi bahari kita yang harus dilindungi untuk
dapat terus memberi kehidupan bagi masyarakat sekarang dan generasi penerus
selanjutnya. Untuk itu dirumuskan permasalahan: (1) Apakah yang
melatarbelakangi dibentuknya Pecalang Laut di kawasan Pantai Lovina,
Kabupaten Buleleng, Bali?; (2) Apakah landasan hukum dari partisipasi
masyarakat di Pantai Lovina dalam melakukan konservasi terhadap sumber daya
Iaut mereka? dan (3) Apakah model partisipasi masyarakat tersebut dapat
dijadikan acuan bagi program pemberdayaan masyarakat di kawasan pesisir lain
di Bali?
Beberapa hal yang dapat disimpulkan adalah: (1) Pembentukan Pecalang Laut di
Pantai Lovina dan sekitarnya dilatarbelakangi oleh adanya kegiatan-kegiatan
nelayan yang destruktif dan juga perkembangan wisata yang pesat yang
mengancam keberadaan terumbu karang sebagai salah satu aset desa. Hal ini
juga dikarenakan kurangnya tenaga pengawas potensi dan penegak hukum yang
memiliki personil terbatas sehingga memerlukan keterlibatan langsung
masyarakat dat melalui Pecalang; (2)Landasan hukumnya adaIah: a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, disahkan tanggal 19 September 1997; b. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1994 Tentang Pengesahan United Nations
Covention On Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa
Mengenai Keanekaragaman Hayati), disahkan tanggal 1 Agustus 1994; c.
Peraturan adat tertulis (awig-awig) dan aturan adat tidak tertulis (perarem) yang
disesuaikan dengan kondisi dan permasalahan di desa bersangkutan. (3) Model
tersebut dapat tetap digunakan. Pembentukan pecalang laut atau apapun namanya,
merupakan salah satu perwujudan peran seta masyarakat Iokal. Sehingga walauuntidak menggunakan kata "pecalang", namun inti atau konsep pengelolaan secara
lokal dan adat lah yang harus muIai untuk dikembangkan dalam pengelolaan
potensi wilayah di Bali dan di tempat-tempat lainnya. Walaupun nantinya tidak
I Made Tapa Yasa dan I Ketut Sutapa : Ju rusan
Tekn ik S ip il P olite kn ik Negeri Bali Sarathi Vol. 16 No.1 Pebruari 2009
5/16/2018 Pecalang Dan Kemaritiman - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pecalang-dan-kemaritiman 2/11
IMad eTa p aYa sa d a n lK e i ll tS l if o pa : K e t e rl ib a ta nMa s y amka tP e . li si rDa J amPemb en J u ka nPe c a la n g lo J a d iPa n t a ilm i na ,Ka b u pa t enBu k le l 1g ,Ba Ii
semua warga masyarakat beragama Hindu dan merupakan "warga" desa adat,
namun .adanya ketentuan dalam awig-awig yang mengatur hak dan kewajiban
mereka tetap menjadikan mereka "warga" wilayah tersebut dan wajib mengikuti
peraturan yang berlaku, termasuk menjaga keamanan aset yang dimiliki des a,
Sebagai saran, dokumentasi kegiatan di tiap-tiap lokasi diharapkan dapatdipublikasikan kepada masyarakat luas sehingga dapat dijadikan contoh bagi
tempat lain. Untuk itu perlu kerjasama dengan dinas Kelautan dan Perikanan,
Pemerintah daerah juga PHDI dan Majelis Desa Pakraman, sehingga terbangun
suatu jaringan yang kokoh antara Desa Pakraman di Bali yang membahas tentang
lingkungan tidak hanya semata-rnata masalah adat dan budaya,
Pendahuluan
Latar Belakang Masalah
Sebagai negara kepulauan denganpanjang garis pantai kurang lebih 81.000 km
dan 17.508 buah pulau besar dan keci!,
Indonesia memiliki potensi bahari yang sangat
besar yang juga dapat dikembangkan sebagai
tujuan wisata. Secara internasional, catatan
Dewan Perjalanan dan Pariwisata (WTTC-
World Tourism and Travelling Council)
menyebutkan, khusus bagi wisata bahari secara
global di tahun 1993 mampu menghasilkan
devisa lebih dari 3,5 triliun dolar AS atau
sekitar 6-7% dari total pendapatan kotor dunia
(WTO, 2000 dalam Aryanto, 2003).
Perkembangan wisata bahari, kini
didukung dengan ditetapkannya berbagai
lokasi bahari yang berotensi besar, untuk
dijadikan taman nasional, taman wisata alam,
atau ditetapkan sebagai kawasan konservasi
lainnya. Hal ini dilakukan untuk mernastikan
kelestarian aset alam yang dimiliki danmemberikan nilai tambah, tidak hanya dari
segi ekonomis tetapi juga ekologis.
Beberapa contoh wisata bahari yang
terkenal adalah kegiatan wisata pantai,
berenang atau sun bathing. Selain itu juga
berkembang olahraga air seperti ski air,
selancar, perahu layar, danjuga atraksi wisata
banana boat, canoeing, berperahu dan
lainnya. Wisata bahari yang memperlihatkan
keindahan alam bawah air, diantaranya
menyelam, snorkeling, kapal selam, glass
bottom boat serta sea walker. Atraksi ini
ISSN: 0852 -7741
berkembang dengan didukung potensi yang
dimiliki pesisir Bali yaitu pantai Iandai
berpasir putih, kekayaan bawah air sertakehidupan budaya yang sangat unik dan
kental.
Wisata bahari di Bali juga mengalami
perkembangan. Wisatawan dalarn dan luar
negeri kini sangat menggernari kegiatan
wisata bahari seperti menyelam, memancing,
berenang, berperahu atau juga wisata pantai.
Daerah yang dikenal dengan panorama
terumbu karangnya adalah Daerah Tulamben,
Pulau Menjangan dan Perairan Nusa Penida.
Selain menjualjasa Iingkungan berupa
keindahan alami ekosistem terumbu karang,
kini juga dikembangkan wisata dengan
panorama terumbu karang yang
dikembangkan secara buatan, misalnya
transplantasi karang pada media buatan,
seperti yang telah dilakukan di Desa Les,
Pantai Lavina dan Desa Sumber Kima di Bali
Utara serta beberapa tempat di Bali Selatanseperti Serangan dan Nusa Penida. Hal ini
mendapat respon positif karena sel ain
meningkatkan perekonomian dari jasa
lingkungan yang dijual pada wisatawan, juga
dapat menjaga keberlangsungan perikanan
yang berimplikasi pada kehidupan nelayan di
pesisir.
Guna mendukung keberlanjutan
industri pariwisata khususnya wisata bahari
di Bali, perlu diadaptasi konsep Sustainable
Tourism sebagai implementasi konsep
Sustainable Development. dim ana konsep
159
5/16/2018 Pecalang Dan Kemaritiman - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pecalang-dan-kemaritiman 3/11
I M m / e T a p a Y a s a d a n I K e J u t S r d a p a : K e t e rl il X I ll 1 I lM a 5 ) Y 1 m k a t P e s is i rD a l l1 m P e m b e n J u J r o n P e c a ! a n g L a u t d i P a n t a iI .. a v in a , K a b C l [ X 1 1 i !n B u l e k n g , B a l i
keberlanjutan lingkungan dan keberlanjutan
sosial ekonorni, terutamanya pada masyarakat
lokal, menjadi kesatuan dalam wisata bahari,
sedangkan Gunn (1993) dalam Aryanto (2003)
mengemukakan bahwa suatu kawasan wisatayang baik adalah yang secara optimal
didasarkan pada empat aspek, yaitu: (1)
mempertahankan kelestarian Iingkungan; (2)
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
kawasan tersebut; (3) menjamin kepuasan
pengunjung; dan (4) meningkatkan
keterpaduan pembangunan masyarakat di
sekitar kawasan dan zona pengembangannya.
Tidak dapat dipungkiri, perkembangan
kepariwisataan tetap membawa resiko
kerusakan lingkungan yang patut diwaspadai,
apalagi, yang dijual adalah j asa dan
keberlangsungan suatu ekosistem. Dengan
demikian perlu pengelolaan serta kesiapan
para pendukungnya untuk mewujudkan
konsep ekowisata yang seutuhnya, yang harus
memenuhi beberapa pain, diantaranya
meminimalkan darnpak kerusakan
lingkungan, mengusahakan keuntungan
ekonomi untuk masyarakat lokal dan
konservasi, menghormati budaya lokal dan
mendukung penguatan masyarakat setempat
(Honey, 1999).
Pengelolaan potensi bahari melalui
ekowisata, tentunya menjadi harapan semua
pihak, dan sudah sepantasnya dikelola secara
holistik serta multipihak termasuk di dalamnya
pemerintah, pelaku pariwisata dan masyarakatsetempat. Selain itu pengembangan ekowisata
di Bali juga merupakan salah satu
implementasi dari konsep Tri Rita Karana yang
mengharapkan adanya keharmonisan antara
manusia dengan manusia, manusia dengan
lingkungan dan manusia dengan Tuhan,
dalam mewujudkan keberlanjutan pariwisata,
sehingga tujuan dari konsep ekowisata yaitu
meminimalkan dampak negatif terhadap
lingkungan dan memajukan kehidupan sosial
ekonomi serta menguatkan kehidupan
masyarakat lokal dapat terwujud. Pengelolaan
160
yang juga diharapkan dalam pengelolaan
pesisir adalah pengelolaan yang berbasis
masyarakat atau Community Based
Management (CBM).
Keterlibatan masyarakat utamanyamasyarakat lokal dalam pengelolaan terumbu
karang merupakan suatu kewajiban
mengingat potensi bahari kita adalah common
property atau milik bersama. Berbagai
mekanisme telah dilakukan untuk membantu
menjaga sumberdaya laut kita, salah satunya
dengan menggunakan sistem pengelolaan
secara adat seperti salah satunya yang
dilakukan di Pantai Lavina dan Pantai Lavina
untuk menj aga terumbu karang dengan
membentuk "Pecalang Laut" atau penjaga
laut.
Masyarakat pesisir yang hidup di
sekitar kawasan terumbu karang merupakan
kalangan yang paling berkepentingan dalam
pemanfaatannya, sebaliknya, kalangan ini
pula yang akan menerima akibat yang tirnbul
dari kondisi baik maupun kondisi buruknya
ekosistem ini. Oleh karena itu, pengendalian
kerusakan terumbu karang sangat diperlukan
untuk menjaga kelestarian fungsi ekosistem
yang sangat berguna bagi masyarakat pesisir.
Namun yang terpenting adalah kesadaran dari
seluruh elemen masyarakat mengenai
kepemilikan bersama potensi bahari kita yang
harus dilindungi untuk dapat terus mernberi
kehidupan bagi masyarakat sekarang dan
generasi penerus selanjutnya.
Rumusan Masalah
Dad latar belakang diatas diangkatmasalah
sebagai berikut:
1. Apakah yang melatarbelakangi
dibentuknya Pecalang Laut di kawasan
Pantai Lavina, Kabupaten Buleleng, Bali?
2. Apakah landasan hukum dari partisipasi
masyarakat di Pantai Lavina dalam
melakukan konservasi terhadap sumber
daya laut mereka?
3. Apakah model partisipasi masyarakat
tersebut dapat dijadikan acuan bagi
Sarathi Vol. 16 No.1 Pebruari 2009
5/16/2018 Pecalang Dan Kemaritiman - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pecalang-dan-kemaritiman 4/11
I M a d e T a p a Y a s a d a n l K £ t u tS u k l p a :K e t e r li lx T J a ; .M a s y a m k a i P e s is ir D a k D n P e J n r o I W k l n P e c a l a n g L a ! a d iP a n t d L a v u l G , K a b U [ X 1 1 e n B u l e le n g , B a l i
program pemberdayaan masyarakat di
kawasan pesisir lain di Bali?
Tinjauan PustakaSekitar 65% wilayah Indonesia adalah
lautan, Melihat hal tersebut, pesisir adalah
wilayah yang produktif dimana hampir 60%
penduduk Indonesia tinggal di wilayah ini
(Dahuri, 2002). Pesisir didefinisikan sebagai
suatu batas antara darat dan laut, Ke arah darat
meliputi daratan, baik yang kering ataupun
terendam air, yang masih dipengaruhi oleh
sifat-sifat Iaut seperti pasang surut, angin laut
dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah
laut mencakup wilayah Iaut yang masih
dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di
darat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar
maupun kegiatan yang disebabkan oleh
aktivitas manusia, seperti pencemaran dan
penggundulan hutan (Supriharyono, 2000).
Potensi pesisir Indonesia dibagi
menjadi potensi sumberdaya yang dapat
diperbaharui (renewable resources), sumber
daya yang tidak dapat diperbaharui
(unrenewable resources) dan jasa-jasa
lingkungan. Potensi wilayah pesisir yang
cukup tinggi untuk pengembangan wisata
adalah taman ba wah air yang didominasi
ekosistem terumbu karang dan biota yang
berasosiasi di dalamnya. Terumbu karang di
Indonesia diperkirakan merniliki Iuas lebih
dari 42.000 km2 atau 16,5% dari Iuas terumbu
karang dunia yang luasnya 255.300 kilometerpersegi (KLH, 2004), Terumbu karang
Indonesia menurut Tomascik, 1997,
mempunyai luas kurang Iebih 85.707 Km2,
yang terdiri dari fringing reefs 14.542 Km2 ,
barrier reefs 50.223 Km2, oceanic platform
reefs 1.402 Km2, dan attols seluas 19.540 Km2.
Pada dasarnya terumbu karang
terbentuk dari endapan-endapan masif
kalsium karbon at (CaC03) yang dihasilkan
oleh organisme karang pembentuk terumbu(karang herrnatipik) dari filum Cnidaria, ordo
Scleractinia yang hidup bersimbiosis dengan
zooxantellae dan sedikit tambahan dari algae
ISSN: 0852 -7741
berkapur serta organisme lain yang mensekresi
kalsium karbonat (Supriharyono, 2000).
Karang berbiak baik secara seksual
maupun aseksual. Pembiakan secara seksualterjadi melalui penyatuan garnet jantan dan
betina untuk membentuk larva bersilia yang
disebut planula. Planula akan menyebar,
kemudian menempel pada substrat yang keras
dan tumbuh menjadi polip. Polip kemudian
mel akukan pembiakan aseksual dengan
fragmentasi (Bengen, 2001).
Faktor-faktor fisik lingkungan yang
berperan dalam perkembangan terumbu
karang adalah suhu air, kedalaman perairan,
saIinitas dan kecerahan.
Terumbu karang tepi dan terumbu karang
penghalang merni Iiki fungsi sebagai
pelindung pantai dari hempasan ombak yang
keras, Terumbu karang adalah tempat yang
baik untuk pemijahan (spawning ground),
pengasuhan (nursery ground) serta
pembesaran atau tempat mencari makan
(feeding ground) bgi berbagai biota laut lain
(Supriharyono, 2000).
Terumbu karang dapat dimanfaatkan
baik secara langsung ataupun tidak langsung,
diantaranya sebagai temp at mencari ikan hias,
mendukung perikanan tradisional, sarana
wisata sampai hal yang bersifat destruktif yaitu
penambangan karang.
Konservasi terhadap kelangsungan
karang, diantaranya dilakukan dengan
melakukan pendataan pesentase penutupankarang dan Iifeform karang yang telah diatur
melalui Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup Nornor 04 tahun 2001 Tentang Kriteria
Baku Kerusakan Terumbu Karang yang
disahkan pada tanggal 23 Februari 2001 serta
Keputusan KepaJa badan Pengendalian
Dampak Lingkungan Nomor 47 tahun 2001
Tentang Pedoman Perigukur an Kondisi
Terumbu Karang, yang disahkan pada tanggal
30 April 2001.Pada Lampiran II, KEP-04/MENLHl02!
2001, dijelaskan bahwa masyarakat pesisir
161
5/16/2018 Pecalang Dan Kemaritiman - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pecalang-dan-kemaritiman 5/11
I M a d eT op a Y os ad an l K e flitS uta pa : K e t er li b a fa n M a s y a m k a tP e s is ir D a la m P e m b e n ! u ka n P e c a la n g lL m t d iP a n t a iL o v in a , Kabupa lenBuk l eng , Ba l i
yang hidup di sekitar kawasan terumbu karang
merupakan kalangan yang paling
berkepentingan dalam pemanfaatannya,
sebaliknya, kalangan ini pula yang akan
menerima akibat yang timbul dari kondisi baik
maupun kondisi buruknya ekosistem ini. Oleh
karena itu, pengendalian kerusakan terumbu
karang sangat diperlukan untuk menjaga
kelestarian fungsi ekosistem yang sangat
berguna bagi masyarakat pesisir.
Salah satu konsep yang dapat dikembangkan
dalam mengeioia potensi pesisir adalah
Community Based Management (CBM), yaitu
pendekatan pengelolaan yang melibatkankerja samaantara masyarakat setempat dan
pemerintah serta swasta dalam bentuk
pengelolaan bersama dimana masyarakat
berpartisipasi aktif baik dalam perencanaan
sampai pelaksanannnya.
Sel ain itu. Mengingat ancaman
kerusakan di pesisir berasal dari berbagai
sumber, sehingga dalam pengelolaan harus
dilakukan secara menyeIuruh dengan
meli batkan berbagai pihak. Pemerintah
terutama Kementerian Lingkungan Hidup
(KLH) telah mengadakan kerjasama dengan
berbagai instansi seperti Pertamina, PT.
Pelabuhan Indonesia (Pelindo) guna
mengantisipasi kerusakan dan pencemaran
yang terjadi. Selain itu KLH juga telah
mengeluarkan berbagai peraturan
perundangan dan pedoman pengelolaan
wilayah Pesisir yang tertuang dalam PP No.19 Tahun 1999 mengenai Pengendalian
Pencemaran dan / atau Perusakan Laut serta
Keputusan Meneg LH No.4 Tahun 2001
tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu
Karang (KLH, 2004).
Selain pengelolaan berbasis
masyarakat, konsep pengelolaan lainnya
adalah Integrated Coastal Zone Management
(ICZM), yang merupakan suatu proses dinamis
dimana di dalamnya suatu strategi
terkoordinasi dikembangkan dan
diimplementasikan dalam rangka alokasi
162
lingkungan, sosial budaya dan sumberdaya
kelembagaan untuk mencapai sasaran
konservasi dan pemanfaatan wilayah pesisir
multiguna yang berkelanjutan. (Bapedalda
Propinsi Bali, 2000).
Berbagai macam pengelolaan yang
ditawarkan di atas dan juga model pengelolaan
lainnya yang dikembangkan di tempat-tempat
lainnya, tidak akan terlaksana dengan baik
tanpa didukung oleh kontrol dad pemerintah,
khususnya pemerintah daerah bersangkutan.
Hal ini terkait dengan otonomi daerah dan
untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang
baik (good governance). Untuk itu dalammelakukan pengelolaan terhadap suatu
daerah, objek atau daya tarik wisata, perlu
memperhatikan pengaturan dan peran serta
pemerintah dalam mlakukan kontrol secara
berlanjut.
Pembahasan
Objek wisata bahari yang sangat
terkenal di Buleleng adalah Pantai Lovina dan
sekitarnya. Pantai ini tidak hanya menawarkan
keindahan pantai landai berpasir putih, tetapi
juga atraksi biota Iaut seperti lumba-Iumba
atau dol pin dan keanekaragaman hayati
terumbu karang.
Kawasan pesisir ini juga dilengkapi
sarana perhubungan dan beberapa kegitatan
industri yang memberikan akses kepada
potensi bahari yang dimiliki pesisir Bali Utara.
Data kematian lumba-lumba karena terjeratjaring itu juga menunjukkan bahwa upaya
pemburuan lumba-lumba di dunia yang
dilakukan oleh nelayan sudah memasuki
tah ap yang mengkhawatirkan. Namun,
nelayan di kawasan Lovina, Buleleng, bukan
termasuk nelayan yang suka memperdaya
Iumba-lumba atau dolpin, Bahkan,justru para
nelayan bersama warga adat di kawasan
tersebut susah-payah menyelamatkan agar
dolpin di Lavina tetap lestari.
Sebagai masyarakat pesisir, kegiatan
nelayan juga menjadi aktivitas utama
masyarakat pantai Lavina dan sekitarnya,
Sarathi Vol. 16 No.1 Pebruari 2009
5/16/2018 Pecalang Dan Kemaritiman - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pecalang-dan-kemaritiman 6/11
lMadeTapaYasadanIK eJu tSrdopa:Ke ter li ba tanMasyamka tPes i s i rDa lamPemben tukanP ecaJang lnu td iPo l i ta iLov ina ,Kab tqx I1enBu le l eng ,Ba l i
sehingga kadang terjadi permasalahan yang
mendasar yaitu- terjadinya destruksi karang
oleh nelayan yang kemudian diperparah oleh
berbagai aktivitas wisata, Kawasan Konservasi
Laut Adat (KKL) adat, merupakan wilayab
desa atau beberapa desa yang terletak di
wilayah pesisir yang memiliki aturan-aturan
tersendiri dalam mengelola dan memanfaatkan
lingkungan di sekitarnya khususnya pada
wilayah pesisir dan laut berdasarkan
kesepakatan masyarakat yang dituangkan
dalam keputusan desa atau adat secara tertulis.
Secara struktural, desa adat dipimpin oleh
Bendesa Adat (disebut sebagai Kelian Adat),dimana terdiri dari beberapa Banjar Adat yang
dipimpin oleh Kelian Banjar. Bagian dari
Banjar adat adalah Tempek yang dipimpin .
oleb Kelian Tempek. Walaupun demikian,
dalam pengambilan keputusan bersama
masalah yang dihadapi des a merupakan
tanggung jawab bersama antara desa adat dan
desa dinas serta masayarakat (DKP, 2006).
Secara umum, desa-desa adat di Balitidak ada yang langsung mengarahkan
pengelolaan wilayah desa terhadap
pengelolaan wilayah pesisir dan laut,
khususnya pada masalah perikanan. Di desa
Lovina, penanganan langsung terhadap
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya
ikan dilakukan oleh Kelompok Nelayan Cinta
Mina Samudera (CMS), dimana saat ini
memilikijumlah anggota sebanyak 273 orang
yang berada di wilayab pesisir Desa lovinabaik yang bekerja langsung sebagai nelayan
atau sebagai nelayan sambilan (DKP, 2006).
Kesepakatan Kelompok Nelayan CMS saat ini
adalah tidak boleh menangkap ikan bias di
perairan laut sekitar desa. Hal ini disepakati
karena telah banyak terj adi kerusakan
lingkungan perairan laut khususnya terumbu
karang akibat tata cara penangkapan ikan bias
yang merusak seperti menyuntikkan obat bius(DKP, 2006). Program Pantai Lestari
ditetapkan dalam Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor: Ke-45lMenLHIXII
196 Tentang ProgramPantai Lestari. Pantai
ISSN: 0852 -7741
Lestari adalah nama atau label dari program
kerja pengendalian pencemaran dan atau
kerusakan lingkungan wilayah pantai berskala
nasional. Program Pantai Lestari meliputi
Pantai Wisata Bersih (yang ditujukan pada
pantai-pantai yang dikembangkan sebagai
daerah wisata), Bandar Indah (program kerja
pengendalian pencemaran dan atau kerusakan
di wilayah pelabuhan), serta Ternan Lestari
(suatu program kerja pengendalian
pencemaran dan atau kerusakan terhadap
terumbu karang dan mangrove.
Program Pantai Lestari bertujuan untuk
(1) terkendalinya pencemaran dan kerusakanlingkungan wilayah pantai, dari berbagai
usaha atau kegiatan, (2) terciptanya
masyarakat sadar Iingkungan dan peningkatan
peran serta masyarakat dalam pengelolaan
lingkungan wilayah pantai, serta (3)
terbinanya hubungan koordinasi yang lebih
baik antar lembaga terkait dalam pengelolaan
lingkungan wilayah pantai. Dalam
implementasinya, Gubernur dapatmenetapkan prioritas dan sasaran yang
dijadikan Program Pantai Lestari di daerahnya
dan kabupaten juga dapat mengusulkan
daerahnya untuk diadakan Program Pantai
Lestari.
Keluarnya UU. No. 17 Tahun 1985
yang mengatur ketentuan-ketentuan tentang
Perairan Nusantara dan Wilayah Zona
Ekonomi Eksklusif, maka luas wilayah
Indonesia adalah 75% dari seluruh wilayahRepublik Indonesia. Wilayah laut ini menjadi
penentu integritas nasional juga sebagai
sarana perhubungan antar pulau serta
merupakan kekayaan sumberdaya yang dapat
dimanfatkan untuk berbagai macam kegiatan
seperti: perikanan, pertmbangan lepas pantai,
pariwisata dan sebagainya. Namun demikian,
laut menjadi tidakada artinya apabila tidak
dikelola dan dimanfaatkan secara arif olehmanusia.
Selain itu dikeluarkannya UU. No. 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
163
5/16/2018 Pecalang Dan Kemaritiman - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pecalang-dan-kemaritiman 7/11
lMadeTapaYa sadm l lKe l l lt S u fa pa : Ke t e r li h a ta nMasyamka tPed s irDa l amPemben t u kanPeca lo ng l Lm t d iPan Ja iWv i ll l1 ,Kabupa te nBu l e le l lg ,Ba l i
juga telah memberikan Ieleluasaan kepada
daerah untuk melakukan pengelolaan dan
pemanfaatan secara lestari terhadap
sumberdaya Iautnya. Sehingga Permasalahan
yang mungkin timbul dapat diketahui secara
dini dan dapat dicarikan solusinya,
Inisisasi pembentukan pecalanglaut, pertama
kali dilakukan oleh warga desa adat Pemuteran,
Kecarnatan Gerokgak, Buleleng, guna
mengawasai kegiatan nelayan dan wisatawan
di daerah pesisir mereka.
Masyarakat adat Pemuteran telah
menggariskan suatu kebijakan bahwa
pembangunan hotel dengan luas pekaranganyang akan dijadikan taman harus 40% : 60%.
Selain itu, masyarakat setempat rnelarang
masuknya pedagang asing. Jika ada pihak-
pihak yangingin menjuaI cinderamata, mereka
diharuskan memasarkan lewat koperasi yang
telah terbentuk. Desa ad at tersebut juga
memiliki pecalang laut yang bertugas
mengawasi taman laut di sekitarnya dari
kemungkinan gangguan pengeboman dan
bentuk-bentuk pengrusakan lainnya.
Laut dikatakan sebagai surnber hidup
masyarakat. Jika laut rusak dan hancur tentu
akan tidak menghasilkan apa-apa lagi.
Bagaimana dengan anak cucu nanti?
Keprihatinan inilah yang mengawali
pernbentukan seuatu satuan pengawas pantai
terutama terumbu karang di Pantai Pemuteran.
Atas pernahaman itulah, sejak tiga
tahun terakhir kepala desa, kelian adat, danKelornpok Nelayan Cinta Mina Samudra
membuat kesepakatan bersama untuk
menyelamatkan biota laut di sekitar Teluk
Pemuteran, Buleleng.Dalam kesepakatan yang
dibuat April 2000, kelian desa : adat
rnembentuk pecalang segara atau pecalang
laut. Dengan dibantu nelayan, setiap hari
empat pecalang laut dan dua nelayan
mengontrol dari pesisir pantai sampai ke laut.Pecalang laut dalam kehidupan
masyarakat di Bali memang masih barn. Selama
ini pecalang hanya dikenal sebagai satuan
tugas pengaman tradisional di Bali untuk
164
mengamankan kampung ataupun hutan
(pecalang wana). Pecalang laut terbentuk tiga
tahun terakhir. Itu pun baru di Desa
Pemuteran.Namun, tekad untuk menjaga dan
menyelamatkan biota laut di sekitar Teluk
Pemuteran sebenarnya sudah muncul sejak
tahun 1990-an ketika pimpinan desa adat dan
desa dinas melihat perusakan laut di sekitar
Desa Pemuteran semakin parah. Saat itu,
nelayan di Desa Pemuteran dan dari luar desa
tersebut rnenangkap ikan dengan
menggunakan bahan-bahan yang dapat
merusak lingkunganlaut. Misalnya dengan
menggunakan born, potasium, dan lain-lain.Menurut seorang tokoh masyarakat di
sana, pengebornan ikan saat belum dibentuk
pecalang laut, meupakan kegiatan yang sangat
marak terjadi. Dalam satu hari bisa terjadi
empat sampai enam kali pengeboman.
Kejadian terus berlanjut dan tidak hanya
berdampak pada kerusakan biota laut yang
semakin parah, tetapi juga menurunkan
pendapatan nelayan. Prihatin dengan kondisi
ini, sekitar tahun 1993, masalah keamanan laut
pun mulai rnendapat perhatian pimpinan desa,
Setiap hari dua hansip (pertahanan sipil) ikut
memantau nelayan penangkap ikan.
Pengamanan kemudian dilakukan
secara gabungan dengan melibatkan desa
dinas, desa adat, nelayan, aparat kepolisian,
dan tentara. Saat itu nelayan yang tertangkap
mengebom terumbu karang ditegur agar tidak
mengulangi lagi. Kalau masih diu lang dan
ketahuan, ia akan dibawa ke polisi. Meskipun
telah ada pengarnanan laut, kegiatan
penangkapan dan perusakan biota laut masih
juga berlangsung. Beberapa kali pecalang laut
menangkap basah sejumlah nelayan yang
menangkap ikan dengan menggunakan born
sehingga merusak terurnbu karang dan biota
laut lainnya. Upaya membawa ke aparat
kepolisian tampaknya tidak membuat nelayanjera. "Kami sudah menangkap orang itu, tetapi
beberapa hari kemudian kami melihat orang
itu sudah bebas," ujar seorang pecalang laut.
Melihat cara tersebut tidak ampuh, Desa Adat
Sarathi Vol. 16 No.1 Pehruari 2009
5/16/2018 Pecalang Dan Kemaritiman - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pecalang-dan-kemaritiman 8/11
I M a d e T ap a Y ll .m dan I Ke f l dSU l apa : K e le riw a ! a n M a s ya m k a tP e d si r D a Ia m P e m b e tU U k a n P ec a /( o r g I a u td iP a n Ja iL a v i 1 la , K a b u pC l 1 e nB u le le J 1 8 , B a l i
Pemuteran pun memilih cara penyelesaian
lain, yakni dengan sanksi adat. Car any a
diawali dengan pendekatan persuasif bagi
yang tertangkap, lalu mengadvokasi tentang
pentingnya pelestarian biota laut. Jika
pendekatan tidak berhasil dan nelayan .
tersebut tertangkap lagi, maka ia diminta
membuat surat pernyataan di hadapan Kelian
Desa Adat Pemuteran. Dalam pernyataan itu
ia harus berjanji tidak akan melakukan lagi
perbuatannya. Jika perbuatan tersebut
dilakukan lagi, maka ia akan dikeluarkan dari
tempat tinggalnya tanpa mendapat ganti rugi.
Berdasarkan Undang-UndangRepublik Indonesia NomOI 23 Tahun 1997
Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,
pasal 5 rnenyatakan bahwa setiap orang
mempunyai hak yang sarna atas Iingkungan
hidup yang baik dan sehat, juga memiliki hak
atas inforrnasi lingkungan hidup yang
berkaitan dengan peran dalam pengelolaan
lingkungan hidup. Setiap orang juga memiliki
hak yang sarna untuk berperan dalam rangka
pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan dalam Undang- Undang
Republik Indonesia NomOI 5 Tahun 1994
Tentang Pengesahan United Nations
Covention On Biological Diversity (Konvensi
Perserikatan Bangsa Bangsa Mengenai
Keanekaragaman Hayati), dinyatakan "bahwa
diakui adanya peranan masyarakat yang berciri
tradisional seperti tercermin dalam gayahidupnya, diakui pula adanya peranan
penting wanita, untuk memanfaatkan
kekayaan keanekaragaman hayati dan adanya
keinginan untuk membagi manfaat yang adil
dalam penggunaan pengetahuan tradisional
tersebut melalui inovasi-inovasi dan praktik-
praktik yang berkaitan dengan konservasi
keanekaragaman hayati dan pemanfaatannya
yang berkelanjutan".Dalam hukum ad at di Bali (A wig-
Awig), konsep yang digunakan adalah apa
yang kita kenai dengan Tri Hita Karana,
ISSN : 0852 -7741
hubungan yang harrnonis antara manusia dan
lingkungan. Nilai luhur ini mengharapkan
terjadinya keseimbangan hubungan antara
manusia dengan Tuhan (Parahyangan),
manusia dengan manusia (Pawongan) serta
keseimbangan hubungan antara manusia
dengan lingkungan (Palemahan). Konsep ini
merupakan perwujudan keberadaan manusia
dalam lingkungan yang tidak bisa dipisahkan
dari komponen lingkungan yang lain, serta
hubungan yang asasi antara manusia dengan
Tuhan sebagai pencipta alam semesta, Tri Hita
Karana merupakan salah satu konsep kearifan
lokal masyarakat Bali di bidang lingkunganhidup. Konsep inilah yang digunakan dalam
membuat suatu awig-awig di desa adat,
sehingga setiap hal yang mencakup hubungan
an tara manusia dengan lingkungan alam,
dengan manusia lain dan dengan Pencipta,
telah diatur dengan dilakukan pengesuaian
dengan kondisi tempat bersangktan. Awig-
awig bersifat fleksibel dan dapat terus
disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang
sangat dinarnis. Pengelolaan pesisir berbasis
masyarakat dengan dasar pengaturan local,
merupakan pilihan yang paling tepat dalam
pengelolaannya, Desa adat sebagai sebuah
kesatuan masyarakat yang memiliki kearifan
local sendiri dan diwariskan secara turun
temurun, telah terbukti merniliki hubungan
yang sangat khusus dengan alam, Pecalang,
yang merupakan perangkat desa adat dengan
tugas mengamankan, tentunya memangmerniliki kewajiban dalam mengamankan
potensi yang dimiliki oleh desa. Pecalang, di
Bali, lebih memiliki wibawa bagi masyarakat,
karena mereka bertugas berdasarkan aturan
adapt dan san ski yang dikenakannya pun
merupakan sanksi adapt. Desa ad at
mempunyai hak untuk mengatur rumah
tangganya sendiri, ini artinya desa adat
mempunyai otonomi. Hak dari desa adatmengurus rumah tangganya bersumber dari
hukum adat, tidak berasal dari kekuasaan
pemerintahan yang lebih tinggi, sehingga isi
] 6 5
5/16/2018 Pecalang Dan Kemaritiman - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pecalang-dan-kemaritiman 9/11
I Made ' I a p a Y a s ad a n l K e f ut Su ta p a : K e t e r li b a ta n M I 1 S )Y I T t 1 ka t P e .s is ir D a l a m P e m b e n l u k a n P e c a J u n g l L Iu t d iP a n J a i l. o vi ll l1 , Kab rq xd enBu1e l e ng .Bal i
dari atanomi desa adat seakan-akantidak
terbatas. Secara garis besar, otonomi desa adat
mencakup: a. Membuat peraturan sendiri
(dalam hal ini berpa awig-awig); b.
Melaksanakan sendiri peraturan yang dibuat(melalui prajuru); c. Mengadili dan
menyelesaikan sendiri (dalam lembagaKertha .
Desa); dan d. Melakukan pengamanan sendiri
(melalui p akemitan, pegebegan dan
pecaZang).
Penutup
Simpulan
Beberapa hal yang dapat disimpulkan
dari tulisan di depan adalah:
1. Pembentukan Pecalang Laut di Pantai
Lavina dan sekitarnya dilatarbelakangi
oleh adanya kegiatan-kegiatan nelayan
yang ~estruktif dan juga perkembangan
wisata yang pesat yang mengancam
keberadaan terumbu karang sebagai salah
satu aset desa. Hal ini juga dikarenakan
kurangnya tenaga pengawas patensi dan
penegak hukum yang memiliki personilterbatas sehinggamemerlukan keterlibatan
langsung masyarakat adat melalui
Pecalang.
2. Landasan hukumnya adalah:
a. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 1997 Tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup,
disahkan tanggal 19 September 1997;
b. Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 5 Tahun 1994 Tentang
Pengesahan United Nations Covention
On Biological Diversity (Kanvensi
Perserikatan Bangsa Bangsa Mengenai
Keanekaragaman Hayati), disahkan
tanggal 1 Agustus 1994;
c. Peraturan adat tertulis (awig-awig) dan
aturan adat tidak tertulis (perarem)
yang disesuaikan dengan kondisi dan
pennasalahan di desa bersangkutan.
3. Model tersebut dapat tetap digunakan.
Pembentukan pecalang laut atau apapun
166
namanya, merupakan salah satu
perwujudan peran seta masyarakat lakal.
Sehingga walauun tidak menggunakan
kata "pecalang", namun inti atau konsep
pengelolaan secara lokal dan adat lab yangharus mulai untuk dikembangkan dalam
pengelolaan potensi wilayah di Bali dan
di ternpat-tempat lainnya. WaJaupun
nantinya tidak semua warga masyarakat
beragama Hindu dan merupakan "warga"
desa adat, namun adanya ketentuan dalam
awig-awig yang mengatur hak dan
kewajiban mereka tetap menjadikan
mereka "warga" wilayah tersebut dan wajib
mengikuti peraturan yang berlaku,
termasuk menjaga keamanan aset yang
dimiliki desa.
Saran
Dokumentasi kegiatan di tiap-tiap
lokasi diharapkan dapat dipublfkasikan
kepada masyarakat luas sehingga dapat
dijadikan contah bagi tempat lain. Untuk itu
perlu kerjasama dengan dinas Kelautan danPerikanan, Pemerintah daerah juga PHDI dan
Majelis Desa Pakraman, sehingga terbangun
suatu jaringan yang kokah antara Desa
Pakraman di Bali yang membahas tentang
Iingkungan tidak hanya semata-mata masalah
adat dan budaya.
D AFTA R PU STA KA
Atmaja,LB,Y. 2002.Ekowisata Rakyat; Liku-
liku Ekowisata di Tenganan, Pelaga,
Sibetan dan Nusa Ceningan, Bali.
Penerbit Wisnu Press. Denpasar.
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Daerah (Bapedalda) Propinsi Bali. 2000.
Profil Lingkungan Pesisir dan Laut Bali
Tenggara; Proyek Demonstrasi ICM
Bali. KerjasamaBapedalda Propinsi Bali
dengan GEF IUNDP / IMO RegionalProgramme for Partnerships in
Sarathi Vol. 16 No.1 Pebruari 2009
5/16/2018 Pecalang Dan Kemaritiman - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pecalang-dan-kemaritiman 10/11
Environmental Management for the Seas
Of East Asia (PEMSEA).
Badan Pusat Statistik (BPS). 2004. Tinjauan
Perekonomian Bali 2004. Badan Pusat
Statistik Propinsi Bali.
Baker, W.M,· Olson, L.E. 192.. Tourism: a
Climate-Sensitive Industry. Industry and
Environment. Volume 15 No. 3-4. July-
December 1992. A Publication of the
United . Nations· Environment
Pr?gramme.
Bengen,D.G. 2001.Sinopsis: Eko s i s t em dan
Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut.Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan
Lautan. Institut Pertanian Bogar.
Budimanta, A. Dkk. 200S. Sustainable Future;
Menggagas Warisan Peradaban Bagi
Anak Cueu, Seputar Wacana Pemikiran
Surna Tjahja Djajadiningrat. Indonesia
Center for Sustainable Development
(ICSD).
Christantiowati. 2006. Seribu Soal Pulau
Seribu.dalam: National Geographic
Indonesia, Mei 2006. Penerbit PT.
Gramedia Percetakan.
Dahuri, R. 2002. Pembangunan Kemitraan
dan Keterpaduan Pengelolaan Sumber
Daya Pesisir dan Laut Indonesia.
Makalah Konperensi Nasional III
Pengelolaan Sumber daya Pesisir dan
Lautan Indonesia, Sanur-Bali, 21-24 Mei
2002.
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2003.
Pedoman Penetapan Kawasan
Konservasi Laut Daerah. Diterbitkan
oleh Direktorat Konservasi dan Taman
Nasional Laut, Direktorat Jendral Pesisir
dan Pulau-pulau Kecii.
Dharrnayuda, LMli.S. 2001. lh~'uAdM,Kesatuan Masyarakat Hukum Adat di
Propinsi Bali. Penerbit Upada Sastra.
Denpasar
Dinas Kelautan dan Perikanan. 2006.
In ve tu ar is a si K a wa sa n K o nse rv a si Laut
Adat di Bali. Laporan Bulanan Ditjen
KP3K. dkp.go.id
Gunn, C.A. 1994. Tourism Planning, Basic,
Concepts, Cases. Third Edition. Taylor
and Francis Publisher. dalam: Aryanto,
R. 2003. Environmental Marketing
pada Ekowisata Pesisir:
Menggerakkan Perekonomian Daerab
Otonom. Makalah Pengantar Falsafah
Sains. Program PascasarjanalS3. Institut
Pertanian Bogar. (Serial online) [cited
2005 August 16] Available from: ·URL:
http:/www.Rudyct.trtpod.com/2003/
6_sem2_023/grp_indv6.htm
Honey, M. 1999. Ecoturism and Sustainable
Development, Who Owns Paradise?
Islan Press. USA
Indrawasih, R. 2002. Manajemen SumberdayaLaut di Namosain, Nusa Tenggara
Timur. Jumal Masyarakat dan Budaya,
Vol: IV No.212002. Pusat Penelitian
Kemasyarakatan dan Kebudayaan,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(pMB-LIPI)
Kementrian Lingkungan Hidup, 2004. Status
Lingkungan Hidup Indonesia 2003.
Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta
Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup. 2002. Lampiran II, KEP-041
MFNLHl02!200!. Pedoman Tata Cam
Pencegahan, Penanggulangan dan
Pemulihan Kerusakan Terumbu
Karang
Keraf, A.S. 2005. Eiika Lingkungan. Cetakan
kedua. Penerbit Buku Kompas
167
5/16/2018 Pecalang Dan Kemaritiman - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pecalang-dan-kemaritiman 11/11
I M n d e T a p a Y a s a d an I K e tu tS u tu p a : K e t e r li b a J a nM a s ya r o /I l1 tP e s is ir D a J a m P e m b e n J u ko n P e c a 1a n g L a u td iP a n J a il .. n v in a , K o b u p a te n B u !e le n g . Bal i
Mayer, J.R. 2001. Connections in
Environmental Science. A Case Study
Approach. McGraw-Hill, International
Edition. Civil Engineering series. First
Ed.
Pemerintah Daerah Bali. 2004. ProfiiDaerab
Propinsi Bali 2004. [cited 2006 June 11]
Available from: URL: http:/
www.bali.go.id)
Pernerintah Kabupaten Buleleng. 2006.
Geografi. [cited 2006 June 11 Available
from: URL: http:/www.buleleng.go.id)
Suparlan, P. 2005. Kebudayaan dan
Pembangunan. Dalam: Sustainable
Future; Menggagas Warisan
Peradaban Bagi Anak Cucu, Seputar
Wacana Pemikiran Surna Tjahja
Djajadiningrat. Budimanta, A. Dkk.
Indonesia Center for Sustainable
Development (ICSD):
Supriharyono, MS. 2000. Pelestarian dan
Pengelolaan Sumber Daya Alam di
Wilayah Pesisir Tropis. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
168
UU No. 9 tahun 1990 mengenai
Kepari wisataan
Wong, P.P2001. Tends in CoastalEcotourism
in Southeast Asia. Industry and
Environment. Volume 21 No. 3-4. July-
December 2001. A Publication of the
United Nations Environment
Programme, Division of Technology,
Industry and Economics.
World Tourism Organization (WTO). 2000.
Tourism Trend, dalam: Aryanto, R. 2003.
Environmental Marketing pada
Ekowisata Pesisir: Menggerakkan
Perekonomian Daerah Otonom.
Makalah Pengantar Falsafah Sains.
Program Pascasarjana/S3. Institut
Pertanian Bogor. (Serial online) [cited
2005 August 16J Available from: URL:
http:/www.Rudyct.tripod.com/2003/
6_sem2_023/grp_indv6.htm
Sarathi Vol. 16 No.1 Pebruari 2009