PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam...

72
KONSEP SYURA DALAM PEMERINTAHAN ISLAM PRAKTEK SYURA PADA MASA KHALIFAH UMAR BIN KHATTAB Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh : Sucilawati NIM: 104033201146 PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H./2009 M.

Transcript of PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam...

Page 1: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

KONSEP SYURA DALAM PEMERINTAHAN ISLAM

PRAKTEK SYURA PADA MASA KHALIFAH UMAR BIN KHATTAB

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh :

Sucilawati

NIM: 104033201146

PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1430 H./2009 M.

Page 2: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul Praktik Syura Pada Masa Khalifah Umar bin

Khattab telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 11 Desember 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos.) pada Program

Studi Pemikiran Politik Islam.

Jakarta, 11 Desember 2009

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Dr. Hendro Prasetyo, MA Joharatul Jamilah, M.Si. NIP: 19640719 199003 1 001 NIP: 19680816 199703 2 002

Anggota,

Dr. Nawiruddin, MA. Idris Thaha, M.Si.

NIP: 19720105 2001121 003 NIP: 19660805 200112 1 001

Pembimbing,

Dr. Sirojuddin Aly, MA.

NIP: 19540605 200112 1 001

Page 3: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

Konsep Syura dalam Islam

Praktek Syura pada Masa Umar bin Khattab

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh

Sucilawati

NIM: 104033201146

Pembimbing

M. Zaki Mubarak, M.Si NIP: 19660805 200112 1 001

JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1430 H./2009 M.

Page 4: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (satu) di Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 20 Oktober 2009

Sucilawati

Page 5: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT,

yang telah memberikan kasih sayang dan karunia tiada terhingga kepada penulis. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW,

sehingga penulis dapat menyelsaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Konsep

Syura Dalam Pemerintahan Islam: Praktek Syura Pada Masa Umar bin

Khattab” Pada kesempatan ini penulis tak lupa mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu hingga proses penyusunan skripsi ini selesai. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak diantaranya:

1. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Bapak Prof. Dr. Bahtiar Effendy, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Bapak Drs. Idris Thaha, M.Si., dan Ibu Dra. Wiwi Siti Sajaroh, M.Ag., selaku

Ketua dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Dr. Sirojuddin Aly. MA selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu diantara kesibukannya dan selalu memberikan pengarahan

serta masukan yang berarti dalam penulisan karya ini.

5. Seluruh Dosen dan staf pengajar pada Program Studi Pemikiran Politik Islam,

penulis sampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya.

6. Teruntuk Ayah dan Ibuku, H. M Said dan Hj. Asnimah. Doa dan harapanmu

telah memberikan arti tersendiri bagi penulis dalam memberikan yang terbaik

selama dalam kehidupan ini. Kakak Penulis, Ade Herman, dan Adik penulis

Hafsah, juga patut mendapat ucapan terima kasih karena doa dan

pengertiannya. Untuk mereka semua, penulis persembahkan karya ini.

7. Kawan-kawan Fraksi Pojok: Praga, Gusti ‘ajo’ Ramli, Yudi, Ikbal, Jabar,

Husni, Irwansyah, Rifki, Basit, Iin, Zubeir, Yunus dan kawan-kawan PPI

Page 6: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

angkatan 2004 yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih atas

diskusi, sukungan, serta canda dan tawanya kepada penulis selama

berlangsungnya penulisan karya ini.

8. Untuk Abangku yang selalu memotivasi penulis serta pengertiannya

sepanjang penyusunan karya ini. Semoga aku bisa menjadi seperti apa yang

kamu inginkan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik

serta saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat

memberikan manfaat bagi penulis serta pembaca. Demikian semoga Allah menerima

usaha ini sebagai ‘amal jariyah dan mengampuni kesalahan dalam karya ini, untuk itu

penulis sendiri yang bertanggung jawab.

Jakarta, 20 Oktober 2009

Penulis

Page 7: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... .i

DAFTAR ISI.............................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.......................................... 7

C. Metode Penelitian....................................................................... 7

D. Tujuan Penelitian ....................................................................... 8

E. Sistematika Penulisan................................................................. 9

BAB II PROFIL UMAR BIN KHATHAB ............................................... 10

A. Riwayat Hidup Umar Bin Khathab ............................................. 10

B. Kepribadian Umar Bin Khathab ................................................. 15

C. Perjuangan Umar Bin Khathab Bersama Rasulullah SAW.......... 16

D. Pengangkatan Umar bin Khathab Sebagai Khalifah .................... 20

BAB III SYURA SEBAGAI SISTEM PEMERINTAHAN

DALAM ISLAM .......................................................................... 25

A. ..............................................................................................Definisi

Syura.......................................................................................... 25

B. ..............................................................................................Landasan

Syura Dalam Al-qur’an Dan Sunnah .......................................... 27

C. ..............................................................................................Karakteri

stik Syura Dalam Isalm .............................................................. 32

Page 8: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

D. ..............................................................................................Prinsip-

prinsip Syura Dalam Islam ......................................................... 34

E................................................................................................Ijmak

Sebagai Substansi Syura............................................................. 39

F................................................................................................Komitme

n Syura Terhadap Syari’at .......................................................... 41

G. ..............................................................................................Syura

dan Demokrasi ........................................................................... 42

BAB IV PRAKTEK SYURA PADA MASA UMAR BIN KHATHAB ... 45

A. ..............................................................................................Pemiliha

n Umar bin Khathab Sebagai Khalifah........................................ 45

B. ..............................................................................................Impleme

ntasi Nilai-nilai Syura Pada Masa Pemerintahan Umar Bin Khathab

..................................................................................................47

1...........................................................................................Persamaa

n Dan Kebebasan.................................................................. 48

2...........................................................................................Penegaka

n Keadilan / Hukum.............................................................. 51

3...........................................................................................Prioritas

Musyawarah Dalam Hal-hal Yang Menyangkut Orang Banyak 55

4. Pembentukan Team Suksesi Pemilihan Ustman Bin Affan… 57

BAB V PENUTUP ................................................................................... 62

A. ..............................................................................................Kesimpul

an ............................................................................................... 62

Page 9: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

B. ..............................................................................................Saran

..................................................................................................64

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 65

Page 10: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak periode awal sejarah Islam, perilaku kehidupan kaum muslimin dalam

keseluruhan aspeknya telah diatur oleh hukum Islam. Oleh karena itu dalam

pembinaan dan pengembangan selalu diupayakan berdasarkan kepada Al-Qur’an,

sebagai wahyu yang terakhir kepada manusia, yang mengaplikasikannya untuk

sebagian besar dicontohkan dan dioprasionalkan oleh sunnah Rasulullah.1

Konsep syura dikenal dalam bahasa Indonesia dengan kata musyawarah.

Pengertian musyawarah bertitik tolak dari seseorang yang meminta pendapat kepada

orang lain tentang suatu masalah. Pendapat itu hanya sekedar pertimbangan dalam

menentukan kebijakan dan mengambil keputusan. Jadi tidak ada keharusan untuk

menerima saran yang diajukan. Sebelum datangnya Islam, bangsa Arab telah

mengenal musyawarah untuk menyelesaikan masalah-masalah yang mereka hadapi.

Bahkan musyawarah telah dijadikan alat dalam hal memilih kepala suku mereka.

Lembaga ini disebut “Dewan (Nadi)”2

Setelah Islam datang, Al-Qur’an menjustifikasikannya dengan istilah “Syura”

dan menjadikannya sebagai bagian dari ajaran Islam dalam konteks kehidupan sosial.

Kemudian risalah Muhammad SAW mengembangkan institusi ini menjadi konsep

baru, yang mana sebelumnya hanya sebuah institusi komunal kesukuan dan

1 Amiur Nuruddin, “Ijtihad Umar bin Al-Khatab: Studi Tentang Perubahan Hukum dalam

Islam,” Tsaqafah Vol. IV, no 1, (Zulqa’dah 1428): h. 22 2 Zul Asyri, Pelaksanaan Musyawarah Dalam Pemerintahan al-Khulafaur Rasyidin (Jakarta:

Kalam Mulia, 1996), h. 16-17.

Page 11: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

berhubungan dengan darah (kekeluargaan) menjadi sifat sosial yang berhubungan

dengan sifat keimanan.3

Islam merupakan sebuah agama yang sangat menganjurkan para pemeluknya

untuk memegang prinsip syura (bermusyawarah) dalam menjalani roda kehidupan.

Karena, selain terdapatnya aturan di dalam Al-Qur’an yang mewajibkan untuk

mengikuti prinsip tersebut, syura juga merupakan dasar kedua dari sistem kenegaraan

Islam setelah keadilan.4

Syura tidak hanya diterapkan dalam sistem pemerintahan saja. Melainkan

juga dilaksanakan pada tatanan kehidupan sehari-hari. Misalnya musyawarah yang

diterapkan dalam urusan keluaga, pekerjaan, sosial, ekonomi dan juga dalam

bermasyarakat.

Secara umum syura dapat diartikan sebagai segala yang mencakup bentuk

pemberian advice (nasihat). Oleh karena itu, gagasan saling menasehati atau

konsultasi melahirkan terbentuknya syura atau lembaga konsultatif di awal sejarah

Islam, hak pemberian suara, pemilihan perwakilan-perwakilan, pendirian parlemen,

dan pemilihan pemimpin-pemimpin republik Islam di zaman modern ini.5 Dan juga

pada prinsipnya musyawarah itu adalah merupakan sisi sosial dari doktrin tauhid. Ia

juga merupakan sarana untuk menciptakan suatu harmonisasi dalam kehidupan

sehari-hari. Dan musyawarah juga merupakan suatu bukti nyata penghormatan

terhadap akal manusia; yang bisa kita lihat suatu bukti pemuliaan Allah kepada

manusia, karena itu musyawarah dapat memberikan suatu kemaslahatan; dan dengan

musyawarah pula dapat menghasilkan suatu solusi. Dan dengan musyawarah juga

3 Masykuri Abdillah, “Syura dan Demokrasi” dalam “Pengantar” buku Artani Hasbi,

Musyawarah dan Demokrasi (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), h.ix-x. 4 M. Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, Penerjemah Abdul Hayyie (Jakarta: Gema Insani

Press, 2001), h.272. 5 Masykur Hakim, Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita Insani, 2002), h. 108.

Page 12: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

semua orang akan mempunyai kesempatan yang sama tanpa membedakan, semua

orang bebas mengemukakan pendapat. Apalagi dalam hal menentukan pemimpin

umat, musyawarah mempunyai peran penting dalam hal itu.

Akan tetapi sepeninggal Rasulullah tidak terdapat petunjuk secara eksplisit

tentang bagaimana cara menentukan pemimpin umat, yang ada hanya petunjuk yang

sifatnya umum dalam menyelesaikan masalah dan membuat suatu kebijakan dengan

cara musyawarah. Dengan demikian, musyawarah menjadi suatu hal yang perlu

dalam menentukan seorang pemimpin umat dan kepala negara. Sehingga

kepemimpinan empat al-Khulafaur Rasyidin ditentukan melalui musyawarah.

Sistem pemerintahan pada masa Umar bin Khattab didasarkan pada

pemerintahan masa Rasulullah dan masa Abu Bakar. Dasarnya adalah “Syura”

(musyawarah), yang mengacu pada firman Allah dalam Surat Asy Syuura ayat 38:

��������� � ���������� ��������� � ������ � !"# !$%&�� ��'(��)�� � *+, -� ��.�/1�� �2☺���

��456/)��7, �8 9:�;/�< “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan

mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat

antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami

berikan kepada mereka".

Dan pada firman-NYA yang ditujukan kepada Nabi dalam surah Al-Imran ayat 159:

��☺=>�? @A�☺BC, DE�F� G�� HI/�� ��45�� � � ��� HIJ-K �L9�? ⌧NO=$⌧P Q$?$�:)�� � ,R⌧;STU BE�� �@��� �C � 4B����?

���T�� ���;)������� ���WCX ��'(�,��⌧�� Y=� Z�[\]� � �^=_�?

HI)�D`�� �a�K ���? Y!�� G�� # c8=: ��� 1$��-d ��e=�fK ��4☺)��

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah

mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka

dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka

bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang

yang bertawakkal kepada-Nya".

Page 13: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

Sesungguhnya selain terdapatnya dua teks ayat dalam kitab suci Al-Quran

yang memerintahkan untuk menerapkan atau menjalankan prinsip syura, beberapa

hadis telah mengungkapkan betapa pentingnya melakukan syura, karena dengan syura

maka jalan yang benar untuk mencapai solusi yang lebih bijaksana dan baik untuk

kemaslahatan individu maupun kelompok serta negara akan dengan mudah

didapatkan.6

Kalau kita melihat ada beberapa kelebihan yang dimiliki oleh konsep syura,

maka itulah yang melatar belakangi para intelektual muslim untuk tidak pernah

melepaskan tema tersebut ke dalam karya-karyanya. Khususnya yang berkenaan

dengan kepemimpinam dan pemerintahan.

Beberapa pemikir tersebut diantaranya Sayyid Qutb, Hasan Al-Banna, Fazlur

Rahman. Ketiga pemikir tersebut secara serentak mengatakan bahwa dalam

pemerintahan Islam, konsep syura harus ditegakkan. Sebab, apabila ada suatu

permasalahan apalagi dalam sebuah pemerintahan harus ada musyawarah untuk

mencapai sebuah kemufakatan bersama.

Musyawarah yang berlaku waktu itu bukanlah hendak membatasi wewenang

khalifah seperti dalam sistem parlemen menurut pengertian kita sekarang. Kalangan

pemikir yang memberikan pendapat kepada khalifah tidak pula berhak memaksakan

pendapat mereka kepadanya. Dengan musyawarah itu kekuasaan penuh tetap di

tangan khalifah. Dia bertanggung jawab kepada Allah, kepada dirinya sendiri, dan

kepada umat yang telah mengangkatnya.7

6Muhammad Abdul Qadir Abu Fariz, Sistem Politik Islam (Jakarta: Robbani Press,2000), h.

54. 7 Haekal, Umar bin Khattab, h, 646.

Page 14: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

Dalam pengambilan keputusan para khalifah itu terbiasa melakukannya

melalui musyawarah, terutama dengan para sahabat senior atau Ahl al-syura, yang

kemudian oleh para ulama disebut sebagai Ahl Hall Wa Al’-Aqd, kumpulan para ahli

yang kompeten dalam memecahkan persoalan-persoalan yang terjadi.8

Syura adalah hak seluruh kaum muslimin terhadap khalifah. Karena itu,

mereka memiliki hak terhadap khalifah agar dalam banyak persoalan khalifah

merujuk kepada mereka untuk meminta pendapatnya.9 Bahkan rakyat biasapun dapat

menyampaikan pendapat-pendapatnya dihadapan para khalifah dengan bebas,

termasuk mengkoreksi pendapat khalifah yang salah. Dan kalaupun seorang khalifah

sampai melampaui hak dan melanggar ketentuan Allah dan Rasulnya, maka rakyat

atau umat lah yang akan meluruskannya.

Seorang tokoh seperti Umar tidak hanya pemberani, melainkan dia juga suka

bermusyawarah. Dan dia juga dekat dengan Rasulullah SAW. Kedekatannya tidak

hanya dengan Rasulullah saja, melainkan dengan seluruh masyarakat. Dan Rasulullah

pun mempercayai Umar untuk menjadi penasehat utamanya.

Sebagai seorang yang suka bermusyawarah, Umar bin Khattab pada akhirnya

terpilih menjadi khalifah melalui usulan dari Abu Bakar dan sahabat-sahabat senior.

Seperti diketahui adanya kekhawatiran akan terjadinya perpecahan pasca Rasulullah

SAW wafat terulang kembali. Khalifah Abu Bakar As-siddiq bermusyawarah dengan

para sahabat. Musyawarah itu sendiri dilakukan melalui forum tertutup yang dihadiri

8 Abdillah, “Syura dan Demokrasi”, h. x.

6 Abdul Hamid Al-Ghazali, Meretas Jalan Kebangkitan Islam: Peta Pemikiran Hasan Al-

Banna. Penerjemah Wahid Ahmadi (Solo: Era Intermedia, 2001), h 262.

Page 15: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

oleh Abdurrahman bin Auf dan Ustman bin Affan dari kaum muhajirin, serta Asid

bin Khudair dari kaum anshar.10

Mengenai anggota dewan syura yang terdiri dari tokoh-tokoh kaum Muhajirin

dan kaum Quraisy dan Anshar adalah orang yang mempunyai hak yang sama untuk

dipilih menjadi khalifah. Pada masa Umar bin Khattab anggota dewan syura terdiri

dari Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, Thalhah, Sa’ad bin

Waqas dan Abdurrahman bin Auf. Ada satu lagi anggota yaitu Abdullah bin Umar

memiliki hak memilih tetapi tidak memiliki hak dipilih, sebagaimana yang menjadi

keputusan Umar bin Khattab (ayah Abdullah). Dari tujuh orang tersebut

Abdurrahman bin Auf selaku ketua dewan syura melakukan dan menunjuk Ustman

bin Affan sebagai khalifah ketiga dan kemudian melakukan bai’at.11

Praktik syura yang diterapkan Umar bin Khattab pada masa pemerintahan saat

itu menjadi sebuah panutan bagi umat di masa berikutnya. Majelis Syura yang

dibentuk Umar menjadi sebuah konsep yang tidak hanya diterapkan dalam sistem

pemerintahan saat itu, melainkan juga dipraktekkan dalam kegiatan sosial

kemasyarakatan dan sistem pemerintahan di negara Islam sampai saat ini.

Praktik syura pada masa pemerintahan kekhilafahan Umar bin Khattab itu

menjadi cikal bakal pengimplementasian secara institusional konsep syura dalam

sejarah politik umat Islam di zaman modern ini. Untuk itu, melacak praktek syura

pada masa pemerintahan Umar menjadi suatu kajian yang tak kalah menarik untuk

dibahas di tengah dinamika politik yang ada.

10

Rais, Teori Politik Islam, h.133. 11

Munawir Syadzali, Islam Dan Tata Negara; Ajaran Sejarah Dan Pemikiran (Jakarta: UI

Press,1990), h.26.

Page 16: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

Berdasarkan dari latar belakang di atas penulis tertarik untuk mengangkat

skiripsi dengan judul “PRAKTIK SYURA PADA MASA KHALIFAH UMAR BIN

KHATTAB.”

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Sebagaimana pemaparan di atas, karya ilmiah ini hanya akan membatasi pada

praktik syura pada masa khalifah Umar bin Khattab. Kalaupun sudah ada beberapa

penulis yang menuangkan konsep ini pada beberapa hasil karyanya, namun pada

kajian ini penulis hanya lebih menitikberatkan kepada praktek syura pada masa Umar

bin Khattab. Karena konsep tersebut merupakan salah satu landasan dasar dalam

sistem pemerintahan pada masa Umar bin Khattab.

Adapun perumusan masalah yang akan dikaji dalam penulisan skripsi ini

adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pengangkatan Umar sebagai khalifah?

2. Seperti apa implementasi nilai-nilai syura pada masa pemerintahan Umar

bin Khattab?

C. Metode Penelitian

Dalam pengumpulan data yang dipakai dalam skripsi ini menggunakan

metode Library Research (Penelitian Kepustakaan) yaitu dengan menelaah buku-

buku, majalah-majalah, beberapa artikel dan surat kabar, serta internet yang penulis

anggap relevan dengan pokok permasalahan.

Metode pembahasan dalam skripsi ini adalah deskripsi analitis, yaitu dengan

mendeskripsikan data-data yang ada (baik data primer maupun data sekunder),

Page 17: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

kemudian menganalisanya secara proporsional sehingga akan Nampak jelas rincian

jawaban atas persoalan yang berhubungan dengan pokok permasalahan.

Adapun metode penulisan ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan

KaryaI Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi), yang diterbitkan oleh CeQDA

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang berjudul “PRAKTIK SYURA PADA MASA

KHALIFAH UMAR BIN KHATTAB” adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana cara pengangkatan Umar sebagai khalifah

2. Mengetahui implementasi nilai-nilai syura pada masa pemerintahan Umar

bin Khattab

3. Mengetahui proses pembentukan tim suksesi pemilihan Ustman bin Affan

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah memahami dari isi skripsi ini, maka penulis membagi

isi skripsi ini menjadi enam bab, tiap bab yang didalamnya terdiri dari beberapa sub

bab. Adapun sistematika sebagai berikut:

Page 18: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

Bab Pertama berisi pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, metodologi penelitian, tujuan penelitian, serta

sistematika penulisan, sebagai penuntun pembaca secara sistematis dalam memahami

isinya secara keseluruhan.

Bab Kedua memberikan penjelasan tentang sejarah hidup Umar bin Khathab,

dari perjuangannya bersama Rasulullah, serta tindak tanduknya dalam pemerintahan.

Bab Ketiga berisi mengenai bahasan umum tentang syura sebagai sistem

pemerintahan dalam Islam.

Bab Keempat menjelaskan mengenai Praktik Syura, dan implementasi nilai-

nilai syura pada masa Umar bin Khathab, serta pembentukan tim suksesi pemilihan

Utsman bin Affan.

Bab kelima diisi dengan penutup yang mencoba menyimpulkan dan

memberikan analisa kritis dalam pembahasan mengenai praktik syura pada masa

khalifah Umar bin Khattab, untuk melengkapi pembahasan dalam sripsi ini.

Page 19: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

BAB II

PROFIL UMAR BIN KHATTAB

A. Riwayat Hidup Umar bin Khattab

Umar bin Khattab memiliki nama lengkap Umar bin Khattab bin Nufail bin

Abdul Uzza bin Riba’ah Abdullah bin Karth bin Razaah bin Adi bin Ka’ab.

Sedangkan nama lengkap ayahnya adalah Khattab bin Nufail Al-Mahzumi Al-

Quraisy, dan ibunya adalah Hantamah binti Hasyim bin Mugirah bin Abdullah bin

Umar bin Makzum. Bani Makzum adalah cabang lain dari suku Quraisy dan sekutu

dari bani Umayyah di zaman Jahiliyah. Keluarga Umar termasuk golongan Quraisy

dari Bani Adi, suku Adi terpandang mulia dan mempunyai martabat tinggi dari orang-

orang Arab.12

Dilihat dari keturunan Umar bin Khattab. Ia merupakan orang yang

terlahir dari keluarga yang terpandang dari suku Quraisy. Sehingga hal ini menjadi

dasar dalam kepemimpinannya sebagai khalifah kedua.

Umar dilahirkan di kota Makkah kota kosmopolitan di semenanjung Arab,

dan ia lahir lebih muda dari Rasulullah. Selain mempunyai budi pekerti yang luhur,

fasih dan adil, Umar dikenal sebagai seorang yang pemberani dan pribadinya yang

dikenal keras sehingga ia digelari dengan “singa padang pasir”.13

Umar bin Khattab

selalu dipercaya menjadi komandan pasukan perang, setiap kali suku Quraisy

mengumumkan dan melakukan peperangan terhadap suku-suku Arab lainnya.

Sebagai kesatria perang, khattab (ayah Umar) mengajari kepada anaknya berbagai

macam tradisi kelelakian khas semenanjung Arab, mulai dari memanah,

12

Hamdani Anwar, “Masa Al-Khulafa ar-Rasyidun,” dalam M.Din Syamsuddin, at all, ed.,

Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, vol.II (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), h.38 13

Taufiqurrahman, Sejarah Sosial Politik Masyarakat Islam (Surabaya: Pustaka Islamika

press, 2003), h.67

Page 20: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

menggembala ternak, berburu, menunggang kuda dan hal-hal yang bisa menunjang

masa depan mereka sesuai dengan tradisi bangsa Arab.

Pada masa kecilnya Umar ikut membantu ayahnya memelihara hewan ternak,

dan ikut berdagang hingga Syiria. Walaupun Umar merupakan keturunan Bani Adi

yang sangat terpandang dikalangan orang-orang Arab, akan tetapi ia bukan dari

lingkungan keluarga kaya raya. Lingkungan keluarganya adalah lingkungan yang

sangat menonjol dalam bidang ilmu pengetahuan.14

Sehingga Umar sudah terbiasa

sejak kecil bekerja keras seperti lazimnya orang-orang Arab dan ia didukung oleh

ilmu pengetahuan dalam lingkungan keluarga Umar bin Khattab.

Pada waktu Umar masih muda ia sangat pandai menulis dan membaca syair,

disamping itu ia juga banyak menghafal syair-syair Arab terkenal. Riwayat

termasyhur menyatakan bahwa Umar di lahirkan tiga belas tahun setelah kelahiran

Rasulullah, atau sekitar tahun 586 M, akan tetapi tidak banyak yang tahu kapan

pastinya Umar di lahirkan.

Ketika Umar beranjak dewasa, Umar mulai menekuni perniagaan. Selain

mendapat pengalaman berniaga, Umar juga mendapatkan pengalaman yang luar

biasa. Umar sering pergi berdagang keluar semenanjung Arab, sehingga wawasan dan

kecakapan Umar semakin terbuka luas, Umar juga mampu menguasai beberapa

bahasa. Umar juga sangat dihormati dan disegani dikalangan orang Arab. Umar

diangkat oleh suku Quraisy sebagai juru diplomasi, utusan khusus, duta besar mereka,

ketika Bani Quraisy berseteru dengan suku-suku Arab lainnya.

Peristiwa Umar bin Khattab masuk Islam terjadi pada suatu hari dibulan

dzulhijjah tahun ke enam kenabian, Umar bin Khattab tercatat sebagai orang yang ke

14

Taufiqurrahman, Sejarah Sosial Politik Masyarakat Islam (Surabaya: Pustaka Islamika

Press, 2003), h.67

Page 21: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

empat puluh memeluk Islam. Pada waktu itu umat Islam masih sangat sedikit

sehingga dakwah dilakukan secara sembunyi-sembunyi, mereka belum berani

menampakkan keislamannya. Umar adalah orang pertama yang berani berdakwah dan

mengumumkan keislamannya secara terang-terangan.

Masuk Islamnya Umar segera diikuti oleh putra sulungnya, Abdullah dan

istrinya Zainab binti Maz’nun. Selain itu, keIslaman Umar membuka jalan bagi

tokoh-tokoh Arab lainnya masuk Islam. Sehingga pada saat itu orang Arab banyak

yang masuk Islam dan dalam waktu yang sangat singkat pengikut Islam bertambah

dengan pesat.15

Sebelumnya, Umar dikenal sebagai salah seorang tokoh Arab Quraisy yang

paling gigih menentang seruan Nabi SAW. Ketika disampaikan kepadanya bahwa

adiknya, Fatimah, beserta suaminya telah memeluk islam, Umar mendadak menjadi

geram dan sangat murka. Tanpa menunggu lebih lama ia segera pergi kerumah

adiknya. Sesampainya disana, ia mendapati adik, ipar, dan beberapa orang muslim

sedang mempelajari Al-Qur’an. Begitu melihat Umar, mereka semua lalu terdiam

membisu dan tidak berani bergerak sedikitpun. Dengan emosi yang meluap-luap

Umar menampar adiknya. Suaminya pun tak terelakan dari pukulan Umar. Dipuncak

kemarahanya, mata Umar menangkap sebuah lembaran yang bertuliskan ayat-ayat

Al-Qur’an. Jantungnya tiba-tiba berdegup kencang dan hatinya menjadi ciut. Dengan

tangan bergetar dipungutnya lembaran itu, lalu dibacanya ayat-ayat Al-Qur’an yang

tertera dalam lembaran itu adalah beberapa ayat dari permulaan surah Taha. Setelah

membaca ayat-ayat itu, perasaannya menjadi tenang, dan rasa damai menyelinap

dihatinya. Timbul keinginan kuat untuk segera menemui Rasulullah SAW. Umar pun

15

Penyusun Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, vol.v (Jakarta: PT ichtiar

Baru Van Hoeve, 1994), h.125.

Page 22: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

bergegas meninggalkan rumah adiknya menuju rumah Al-Arqam dimana Nabi SAW

sedang menyampaikan dakwah secara sembunyi-sembunyi.16

Al-Faruq (sang pembeda). Demikian julukan yang diberikan Rasulullah untuk

Umar, karena ia dapat membedakan mana yang benar dan mana yang batil, yang baik

dan yang buruk. Namun, sebagian kalangan mengartikan Al-faruq sebagai penjaga

Rasulullah dan pencerai berai barisan kaum kafir, musuh yang senantiasa

membangkang dan melawan dakwah Rasulullah.17

Pada masa awal Umar memeluk

Islam Umar bertanya kepada Rasulullah kenapa kita sembunyi-sembunyi dalam

berdakwah, dan menyampaikan kepada Rasulullah sudah saatnya umat Islam

berdakwah secara terang-terangan. Kemudian Rasulullah keluar untuk berdakwah

dengan didampingi dua sosok yang ditakuti dan disegani suku Quraisy, yaitu Umar

dan Hamzah, sehingga ketika mereka memasuki ka’bah tidak seorangpun dari orang-

orang suku Quraisy yang berani mengganggu mereka, karena itulah Umar bin

Khattab dipanggil dengan sebutan Al-Faruq.

Umar juga di juluki Abu Hafsh (ayah Hafshah), perempuan mulia yang

kemudian menjadi istri Rasulullah. Pernikahan Rasulullah dengan Hafshah

merupakan bukti cinta kasih Rasul kepada seorang mukminah yang telah menjanda

karena di tinggal mati suaminya, Khunais ibn Hudzafah al-Sahami, yang berjihad di

jalan Allah dan gugur pada perang Badar.18 Ketika itu Umar sangat sedih. Karena di

usia yang masih muda putrinya sudah menjadi janda. Ketika itu Umar berniat

menikahkan puterinya (Hafshah) dengan seorang muslim yang saleh yang bertujuan

agar hatinya kembali tenang setelah ditinggalkan oleh suaminya yang telah gugur

pada perang Badar. Pada waktu itu, Umar pun pergi kerumah Abu Bakar dan

16

Penyusun Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi islam, vol v (Jakarta: PT. Ichtiar

baru Van Hoeve, 1994), h. 125 17

Mustafa Murad, Kisah Hidup Umar Bin Khattab, (Jakarta: Zaman, 2009), h. 15 18

Murad, Kisah Hidup Umar Bin Khattab, (Jakarta: Zaman, 2009), h. 16

Page 23: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

meminta kesediannya untuk menikahi putrinya (Hafshah). Abu Bakar pun diam, dan

tidak menjawab sedikitpun. Setelah itu, Umar pun menemui Utsman bin Affan

dengan permintaan yang sama. Akan tetapi Utsman pun menolak permintaan Umar

tersebut. Karena ketika itu Utsman masih dalam suasana berkabung karena istrinya

yang bernama Ruqayah bin Muhammad baru saja meninggal dunia. Umar pun

kecewa atas penolakan Utsman tersebut.

Pada akhirnya Umar pun menemui Rasulullah, dan mengadukan sikap kedua

sahabatnya itu kepada Rasulullah. Setelah Rasulullah mendengar penuturan Umar,

akhirnya Rasulullah pun mengatakan bahwa “Hafshah akan menikah dengan seorang

laki-laki yang lebih baik daripada Utsman dan Abu Bakar”. Umar pun langsung

mengerti bahwa Nabi sendirilah yang akan menikahi putrinya itu. Disitulah terjadi

pernikahan antara Rasulullah dan putrinya yaitu (Hafshah).

Umar juga dicatat sebagai orang pertama yang digelari Amir al-Mu’minin

(pemimpin orang yang beriman).19

Hal ini berawal dari seorang utusan yang berasal

dari Irak, utusan tersebut datang menghadap Umar bin Khattab untuk memberitakan

keadaan wilayah pemerintahan di Irak. Ketika utusan itu tiba di Madinah ia bertemu

dengan Amr bin Ash dan bertanya tentang khalifah Umar. Utusan itu memanggil

Umar dengan sebutan Amir Al Mukminin, karena Umar adalah pemimpin (amir)

sementara kita adalah orang-orang beriman (mukmin). Sejak itulah gelar Amirul

mukminin melekat pada diri Umar dan para khalifah sesudahnya.

B. Kepribadian Umar Bin Khattab

Sifat-sifat terpenting yang membentuk “sifat keprajuritan” dalam sifatnya

yang tinggi adalah keberanian, ketegasan, kekasaran, ketenangan, teratur, taat,

19

Mustafa Murad, Kisah Hidup Umar Bin Khattab, (Jakarta: Zaman, 2009), h. 17

Page 24: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

menghargai kewajiban dan iman kepada kebenaran dan suka melaksanakan dalam

batas-batas tanggung jawab.20

Karisma Umar menggetarkan, tetapi kepribadiannya meneduhkan.

Keridhoannya adalah kemuliaan. Amarahnya menjelma hikmah.21

Umar sangat muak

dengan ketidak adilan, umar selalu menangis ketika melihat orang-orang kecil yang

tertindas.

Dalam menempuh dunianya dia selama hidup sebagai mujahid (pejuang)

ditengah-tengah medan. Sebab itu, dia mengutamakan kesederhanaan dan merasa

puas dengan kebutuhan seminimal mungkin yang tidak mungkin diabaikan.22

Umar menyuruh prajuritnya untuk belajar memanah, berenang, menunggang

kuda, bergulat, dan berolahraga supaya prajuritnya menjadi terlatih dan berkembang

baik badannya serta akhlaqnya. Tabi’at yang menjadi fitrahnya adalah dia menyukai

apa yang baik bagi prajurit mengenai makanan dan pakaiannya dan membenci apa

yang tidak dipandang baik pada prajurit.23

Untuk kepentingan pertahanan, keamanan dan ketertiban dalam masyarakat

misalnya, Umar mendirikan lembaga kepolisian, korps militer dengan tentara

terdaftar. Aspek yang tak lepas dari diri Umar bin Khattab adalah masalah ijtihad

berkaitan dengan berbagai persoalan hidup dan perkembangan zaman yang tak ada

nashnya baik dalam Al-Qur’an maupun Al-hadis. Beberapa ijtihad yang di lakukan

Umar diantaranya adalah soal penghimpunan Al-Qur’an dalam satu mushaf. Ketika

20

Abbas Mahmoud Al Akkad, Kecemerlangan Khalifah Umar Bin Khattab, (Jakarta: Bulan

Bintang, 1978), h. 86 21

Murad, Kisah Hidup Umar Bin Khattab, (Jakarta: Zaman, 2009), h. 11

22

Al-akkad, Kecemerlangan Khalifah Umar Bin Khattab, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), h.

101 23

Abbas Mahmoud Al-akkad, Kecemerlangan Khalifah Umar Bin Khattab, (Jakarta: Bulan

Bintang, 1978), h. 88-89

Page 25: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

itu kekhalifahan di pegang sahabat Abu Bakar as-Shiddiq, sedangkan Umar adalah

salah satu pembantunya di pemerintahan.24

Allah juga mengaruniai Umar wibawa besar yang menggetarkan hati dan

menggoyahkan nyali orang yang berhadapan dengannya. Ia dapat meruntuhkan hati

orang-orang yang sombong. Namun, wibawa Umar yang agung tidak membuatnya

berbuat zalim terhadap orang lain, apalagi terhadap orang yang lemah. Dan sumber

wibawa Umar yaitu dari ketakwaan dan ketakutannya kepada Allah. Selain tegas dan

berwibawa, Umar juga mempunyai sifat sabar. Kemarahannya tidak pernah

terpancing oleh kezaliman.25

C. Perjuangan Umar bin Khattab Bersama Rasulullah SAW

Setelah masuk Islam, Umar mempertaruhkan seluruh sisa hidupnya untuk

membela dakwah Rasul. Ia menjadi sahabat dekat Rasulullah, orang terpercaya

sekaligus penasehat utamanya. Ketika umat Islam hendak hijrah dari Makkah ke

Yatsrib (Madinah) karena tekanan dan ancaman orang Quraisy yang semakin lama

semakin kuat, akhirnya Nabi pun menyerukan para sahabatnya agar berangkat diam-

diam dan berpencar karena khawatir dihadang musuh.26

Tapi justru Umar sebaliknya, ia mengumumkan rencananya untuk berangkat

hijrah kepada orang-orang Quraisy. Setelah sampai di kota tujuan, Rasulullah

menganggap saudara kepada orang-orang yang ikut hijrah bersamanya. Ketika itu,

Madinah menjadi periode baru sejarah Islam dan kehidupan umat Muhammad.

24

Hery Sucipto, Ensiklopedi Tokoh Islam dari Abu Bakar hingga Nasr dan Qardhawi,

(Jakarta: Hikmah, 2003), h. 41-42 25

Mustafa Murad, Kisah Hidup Umar Bin Khattab, (Jakarta: Zaman, 2009), h. 178-179

26

Musthafa Murad, Kisah Hidup Umar Ibn Khattab, (Jakarta: Zaman, 2009). H,29-31

Page 26: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

Dua tahun setelah Nabi dan umat Islam menetap di Madinah (2 H/624 M),

mereka dihadapkan pada sebuah perang, yaitu Badr al-Kubra, Badar yang besar.

Awalnya, Abu Sufyan (kepala klan Quraisy) bersama sekelompok dagangnya baru

saja kembali dari Damaskus dengan membawa barang niaga. Ketika itu ditengah

perjalanan, Abu Sufyan mendengar kabar bahwa pengikut Muhammad akan

menyerang dan merampok kafilah dagang Abu Sufyan. Ketika Abu Sufyan setiba di

Makkah ia langsung menyampaikan kabar tersebut kepada orang-orang Quraisy.

Tidak lama setelah kabar itu menyebar, orang-orang Makkah pun langsung

mengangkat senjata. Dan Abu Sufyan pun menjadi panglima pasukan Makkah yang

jumlahnya hampir seribu orang. Dan segera bergerak menuju Madinah untuk

melawan Muhammad dan para pengikutnya.

Ketika itu Rasulullah sudah mendengar bahwa pasukan Quraisy sudah

bergerak dan akan menyerang umat Islam. Rasulullah pun bergegas menyiapkan

pasukan. Akan tetapi, sebagian dari mereka nampak ragu mengikuti perlawanan

tersebut. Karena mereka mengetahui bahwa jumlah pasukan Makkah jauh lebih

banyak daripada mereka. Tetapi kenyataanya, lewat perang Badar tersebut umat Islam

memperoleh kemenangan pertamanya sekaligus menjadi tonggak eksistensi dakwah

Islam dan bukti kekuatan umatnya setelah kurang lebih tiga belas tahun ditindas oleh

kaum kafir Quraisy.

Ternyata orang Quraisy tidak bisa menerima kekalahannya diperang Badar

tersebut. Akhirnya Abu Sufyanpun kembali mengumpulkan para pembesar Quraisy

dan beberapa klan Arab. Abu Sufyanpun memutuskan untuk perang. Ia pun

mengatakan bahwa pasukan Muhammad harus dihancurkan. Rasulullah pun langsung

mengatur strategi setelah mengetahui bahwa pasukan Quraisy akan menyerang

umatnya. Rasulullah pun berhasil mengumpulkan tujuh ratus pasukan muslim.

Page 27: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

Setibanya mereka di gunung Uhud, Rasulullah pun segera membagi pasukan

menjadi dua: satu di tempatkan dikaki gunung Uhud, dan yang satu lagi di bukit

gunung Ainain. Tak lama setelah pasukan Muhammad selesai shalat shubuh pasukan

Quraisy mulai menyerang, pasukan muslimpun menyambut serangan tersebut dengan

gemuruh tahlil dan takbir. Ditengah perang tersebut tersiar kabar bahwa Muhammad

telah gugur. Dan perlahan-lahan perang itupun reda, karena Abu Sufyan merasa yakin

bahwa Muhammad telah wafat.

Pada paruh tahun ke-4 hijriyah kerusuhan merebak di Madinah. Bani Nadhir,

salah satu klan Yahudi-Arab Madinah, mengingkari ikrar damai sebagaimana

disepakati dalam traktat perjanjian yang ditandatangani bersama kaum muslain. Bani

Nadhir bahkan berencana membunuh Muhammad. Sebelumnya, Bani Qainuqa, salah

satu klan Yahudi lainnya, juga melanggar janji damai itu dan memberontak kepada

Rasulullah dan umat Islam. Umat Islampun mengusir mereka dari Madinah. Bani

Qainuqa lari ke Suriah. Sebagian besar membentuk komunitas Yahudi di wilayah

Khaibar.

Dalam perang parit Salman al-Farisi, seorang kesatria perang asal persia,

mengusulkan untuk menggali parit (khandak) itu bertujuan untuk membendung

serangan sekaligus menjadi benteng pertahanan. Dari balik parit, supaya pasukan

muslim dapat dengan mudah membakar parit, menjebak, dan memanah musuh.

Akhirnya Rasulullah menyetujui strategi yang diusulkan Salman al-Farisi.

Perjanjian Hudaibiyah pun terjadi pada tahun ke-6 Hijriyah ketika Rasulullah

bersama kaum muslimin pergi ke kota Makkah. Tetapi bukan untuk perang,

melainkan untuk umrah. Ditengah perjalanan, tepatnya di Hudaibiyah mereka

dihadang oleh beberapa utusan Quraisy. Mereka mengatakan bahwa penduduk

Makkah tidak memberi izin Muhammad dan umatnya untuk memasuki Ka’bah.

Page 28: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

Akhirnya, Rasulullah mengajak orang-orang Quraisy berunding. Rasulullah mengutus

Utsman untuk menghadap para pembesar Makkah, karena banyak adiantara mereka

saudara dekat Utsman. Disitulah terjadinya traktat Hudaibiyah.

Pada suatu ketika Rasulullah dan para pasukannya memasuki kota Makkah

dengan penuh wibawa. Tanpa perlawanan dan pertumpahan darah. Perlahan-lahan

beliau memesuki pelataran Ka’bah, bertawaf, mencium hajar aswad, bersembahyang

di Ka’bah, dan menghancurkan ratusan patung dewa-dewa Arab disekitar tempat

ibadah itu. Tidak lebih dari dua tahun kemudian, sejumlah utusan klan tiba dari

seluruh penjuru semenanjung Arab untuk menyatakan bergabung dengan

Muhammad. Pada tahun itu juga (10 H/632 M) Rasulullah melaksanakan ibadah haji

yang terakhir.

Pada suatu ketika kabung duka telah menyelimuti seluruh semenanjung.

Bahwa, Muhammad sang utusan Allah telah meninggal dunia. Hingga akhir hayat

Rasulullah, Umar berada disamping Rasulullah. Ketika kabar meninggalnya

Rasulullah sampai kepada Umar, ia hanya mematung dan sangat terpukul atas

kepergian Rasulullah.

D. Pengangkatan Umar Sebagai Khalifah

Kepala Negara Islam dipilih dari individu umat Islam dan umatlah pemilik

hak dalam memilih khalifahnya. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, cara apa

yang mungkin dapat diikuti umat untuk memilih penguasanya? Pertanyaan ini

mengantarkan pada kenyataan bahwa Islam tidak tergantung pada cara tertentu untuk

memilih kepala Negara dan tidak mengharuskan umat mengikuti cara tertentu. Umat

memilih kepala Negara apabila ia memenuhi syarat-syarat tertentu dan yang paling

Page 29: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

mendasar adalah adil dan dengan musyawarah, tidak dipersoalkan setelah itu

mengenai teknik dan cara pemilihannya.27

Bisa kita lihat sewaktu wafatnya Nabi maka berakhirlah situasi yang sangat

unik dalam sejarah Islam, yakni kehadiran seorang pemimpin tunggal yang memiliki

otoritas spiritual dan temporal (duniawi) yang berdasarkan kenabian dan

bersumberkan wahyu Illahi. Dan situasi tersebut tidak akan terulang kembali, karena

menurut kepercayaan Islam, Nabi Muhammad adalah Nabi dan utusan tuhan yang

terakhir. Sementara itu beliau tidak meninggalkan wasiat atau pesan tentang siapa

diantara para sahabat yang harus menggantikan beliau sebagai pemimpin umat.

Dalam Al-Qur’an maupun Hadis Nabi tidak terdapat petunjuk tentang bagaimana cara

menentukan pemimpin umat atau kepala Negara sepeninggal beliau nanti, selain

petunjuk yang sifatnya sangat umum agar umat Islam mencari penyelesaian dalam

masalah-masalah yang menyangkut kepentingan bersama melalui musyawarah tanpa

adanya pola yang baku tentang bagaimana musyawarah itu harus diselenggarakan.

Itulah sebab utamanya mengapa pada masa empat Al-Khulafa al-Rasyidin itu di

tentukan melalui musyawarah, walaupun pola musyawarah tersebut dilalui dengan

beraneka ragam cara.28

Untuk selanjutnya yang akan kita bahas yaitu bagaimana cara pengangkatan

Umar bin Khattab sebagai khalifah? Ketika itu Abu Bakar merasa bahwa ajalnya

telah dekat dan mau tidak mau Abu Bakar harus memilih pengganti dirinya sebagai

khalifah. Setelah musyawarah terlebih dahulu dengan para sahabat atau orang-orang

yang memiliki kualifikasi permusyawaratan (ahlul halli wal ‘aqdi) akhirnya Abu

Bakar memilih Umar bin Khattab sebagai penggganti dirinya menjadi khalifah.

27

Muhammad Abdul Qadir Abu Faris, Sistem Politik Islam. Penerjemah, Musthalah Maufur,

(Jakarta: Robbani Press, 1999), h.152. 28

Munawir Syadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran (Jakarta: UI-

Press, 1993), h. 21.

Page 30: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

Ketika itu sebagian sahabat menemui Abu Bakar dan menentang pencalonan Umar

karena mereka khawatir atas sifat keras dan tegasnya. Akhirnya setelah para sahabat

itu bermusyawarah dengan Abu Bakar mereka pun menyepakati pencalonan Umar

untuk menjadi penerus khalifah.

Dalam masalah ini At-Thabari menulis bahwa Abu Bakar naik ke atas balkon

rumahnya dan berbicara dengan orang banyak yang berkerumun di bawah : “Apakah

kalian menerima orang yang akan saya calonkan sebagai pengganti saya ?” tanya

Abu Bakar. “Saya bersumpah bahwa saya melakukan yang terbaik dalam

menentukan hal ini, dan saya telah memilih Umar bin Khattab sebagai pengganti

saya. Dengarkanlah saya, dan ikutilah keinginan saya”. Mereka semua menjawab,

“Kami telah mendengar khalifah dan kami semua akan mentaati tuan”.

Kemudian Abu Bakar memanggil Utsman dan membacakan naskah yang

berisi penunjukkan Umar bin Khattab sebagai penggantinya. Utsman bin Affan

sangat setuju dengan penunjukkan Umar sebagai khalifah, karena ia seorang yang

tegas dan bijaksana. Abu Bakar meninggal dunia pada hari Senin tanggal 23 Agustus

624 M. Dalam usia 63 tahun. Shalat jenazah dipimpin oleh Umar bin Khattab, dan

dimakamkan di rumah aisyah di samping makam Nabi Muhammad SAW. Masa

kekhalifahannya lebih kurang 2 tahun 3 bulan 11 hari.

Dengan meninggalnya Abu Bakar, maka pemerintahan dipegang oleh Umar

bin Khattab. Karena ia telah ditunjuk oleh Abu Bakar dan disetujui oleh seluruh

masyarakat Islam secara aklamasi, dengan tidak meninggalkan azas demokrasi Islam,

yaitu musyawarah untuk menentukan siapa pengganti Abu Bakar sebagai khalifah

rasyidah.

Akhirnya Umar diangkat sebagai pengganti Abu Bakar, dimana kebijaksanaan

Abu Bakar ini segera diikuti dengan beramai-ramai para sahabat membai’at Umar

Page 31: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

sebagai khalifah. Umar bin Khattab menyebut dirinya sebagai khalifah rasulillah

(pengganti dari pengganti Rasul Muhammad) untuk memimpin masyarakat Islam

sesuai dengan prinsip yang telah ditetapkan pendahulunya. Ia juga mendapat gelar

Amir al Mukminin (komandan orang-orang mukmin) karena berkaitan dengan

perannya dimana saat itu dihadapkan pada penaklukan-penaklukan yang dilakukan

sebagai komando pasukan Islam.29

Umar bin Khattab menggantikan Abu Bakar dengan sejumlah prestasi yang

gemilang, yang diantaranya usaha-usaha yang telah dicapai Abu Bakar ternyata

dilanjutkan oleh Umar. Ketika itu di zamannya, gelombang pembebasan pertama

terjadi. Dan ketika itu kota Damaskus jatuh pada tahun 635 M, dan setahun kemudian

setelah tentara Bizantium kalah dipertempuran yarmuk, dan daerah Suriah pun jatuh

ke tangan tentara Islam. Dan masih banyak lagi prestasi Umar untuk

memperjuangkan Islam. Tidak hanya itu saja prestasi Umar. Tetapi Umar juga berjasa

dalam menyusun dewan-dewan dalam pemerintahan, membuat mata uang emas,

mendirikan baitul mal, mengangkat hakim-hakim, membentuk pasukan tentara untuk

menjaga tapal batas, menciptakan tahun hijrah, mengatur perjalanan pos, dan masih

banyak lagi prestasi Umar setelah diangkat menjadi khalifah.

Kehidupan Umar terkesan sangat sederhana. Setelah menjadi khalifah pun

kesederhanaan itu selalu tetap terjaga. Dan ia juga seorang khalifah yang selalu

memakai pakaian lusuh, memakai sepatu yang dijahit sendiri, dan ia pun rela

memikul sendiri makanan untuk diberikan kepada seorang janda. Umar pun hidup

tidak jauh berbeda dengan orang kebanyakan. Rumah, pakaian, makanan, dsb itu

sama seperti apa yang orang-orang kebanyakan.

29

Taufiqurrahman, Sejarah Sosial Politik Masyarakat Islam Daras Sejarah Peradaban Islam,

(Surabaya: Pustaka Islamika Press, 2003), h. 68.

Page 32: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

Dalam memimpin khalifah pun terkenal merakyat. Kalaupun Umar sudah

menjadi seorang pemimpin, dalam menjalankan tugas Umar tidak pernah menyuruh

bawahannya untuk melihat keadaan rakyatnya. Akan tetapi, ia sering melakukan

inspeksi langsung ke daerah-daerah perkampungan untuk melihat dari dekat rakyat

yang dipimpinnya. Umar juga sangat tegas, adil, dan tidak pernah melihat pandang

bulu untuk menegakkan hukum.

Setelah Umar menjabat sebagai khalifah ternyata Umar telah membuat

kebijakan sesuai dengan ijtihadnya dalam pengambilan suatu keputusan. Apabila

sahabat dapat mencapai suatu kesepakatan dalam sidang majelis terhadap suatu

permasalahan, maka khalifah Umar di sini menetapkan keputusan itu berdasarkan

suara bulat sebagai ijma’. Akan tetapi persoalan timbul bila perbedaan pendapat

terjadi di dalam sidang majelis permusyawaratan. Karena dianggap setiap keputusan

Umar itu adalah suatu tindakan yang tepat untuk kemaslahatan umat.

Page 33: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

BAB III

SYURA SEBAGAI SISTEM PEMERINTAHAN DALAM ISLAM

A. Definisi Syura

Secara umum dapat dikatakan bahwa, kata Syura memiliki banyak pengertian

dan alangkah baiknya kita mengetahui dari mana asal kata Syura itu dibentuk. Kata

Syura berasal dari akar kata sya-wa-ra, syawir berarti: berkonsultasi, menasehati,

memberi isyarat, petunjuk dan nasehat. Ada pula yang mengartikan Syura dengan arti

menjelaskan, menyatakan, mengajukan, dan mengambil sesuatu. Kata Syura yang

berasal dari bahasa Arab ini, kemudian diserap kedalam bahasa Indonesia menjadi

kata musyawarah yang memiliki arti mengumpulkan dan menyimpulkan pendapat

berdasarkan pandangan antar kelompok.30

Musyawarah yang terambil dari akar kata syawara menurut Quraish Shihab

bermakna ‘mengeluarkan madu dari sarang lebah’. Sejalan dengan makna dasarnya

yaitu madu untuk obat. Madu yang dihasilkan oleh lebah. Jadi, musyawarah

seharusnya bagaikan lebah yaitu makhluk yang sangat disiplin, kerja samanya

mengagumkan, di manapun hinggap tidak pernah merusak, tak mengganggu kecuali

diganggu.31

Dengan demikian, secara tidak langsung, Syura berarti memilih ide-ide

terbaik dengan mengumpulkan sejumlah orang yang sekiranya memiliki argumentasi,

pengalaman, kecanggihan pendapat, serta syarat lain yang sekiranya bisa memberikan

pendapat yang tepat dan keputusan yang benar.

30

Khamami Zada dan Arief R. Arofah, Diskursus Politik Islam (Ciputat: LSIP, 2004), h. 25-

26. 31

Artani Hasbi, Musyawarah dan Demokrasi (Ciputat: Gaya Media Pratama, 2001), h. 20

Page 34: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

Fazlur Rahman juga mengatakan bahwa kata Syura berasal dari kata kerja

syawara-yusyawiru yang berarti menjelaskan, menyatakan atau mengajukan dan

mengambil sesuatu. Syawara adalah tasyawara bermakna berunding, saling bertukar

pendapat; syawir yang artinya meminta pendapat atau musyawarah.32

Menurut Imam Syahid Hasan Al-Banna, Syura adalah suatu proses dalam

mencari sebuah keputusan dan kesepakatan yang berdasarkan pada suara terbanyak

dan berlandaskan pada Al-Qur’an dan as-Sunnah, dan hendaklah setiap urusan itu

diserahkan pada para ahlinya demi mewujudkan suatu hasil yang maksimal dalam

rangka menjaga stabilitas antara pemimpin (pemerintah) dengan rakyat.33

Syura atau musyawarah adalah menjelaskan perkara yang ada, menyatakan

atau mengajukan pendapat dan akhirnya akan diambil satu keputusan. Dengan kata

lain juga bisa dikatakan bahwa Syura atau musyawarah itu adalah bertukar pendapat,

yang akhirnya menghasilkan suatu ide yang menghasilkan satu keputusan bersama

lewat musyawarah.

Al-Qurtubi mengatakan bahwa, musyawarah adalah salah satu kaidah syarak

dan ketentuan hukum yang harus ditegakkan. Maka barang siapa yang menjabat

sebagai kepala Negara, tetapi ia tidak bermusyawarah dengan ahli ilmu dan agama

(ulama) haruslah ia dipecat.34

Dan Ibn al-Arabi pun mengatakan, bahwa musyawarah

adalah pertemuan guna membahas permasalahan; masing-masing mereka saling

bermusyawarah dan mengemukakan pendapat.35

32

M. Hasbi Amiruddin, Konsep Negara Islam Menurut Fazlur Rahman (Yogyakarta: UII

Press, 2000), h. 124. 33

Abdul Hamid Al-Ghazali, Meretas Jalan Kebangkitan Islam: Peta Pemikiran Hasan Al-

Banna. Penerjemah, Wahid Ahmadi, (Solo: Era Intermedia, 2001), h. 262. 34

Abdul Aziz Dahlan, dkk, (ed) Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,

1996), h. 18. 35

Hasbi, Musyawarah dan Demokrasi, h. 21.

Page 35: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

Syura, atau pengambilan pendapat dalam Islam, adalah salah satu konsepsi

politik di antara konsepsi-konsepsi yang akarnya menancap kuat ditengah manyarakat

Islam, dan menjadi keistimewaan sistem pemerintahan Islam dari sistem-sistem

pemerintahan selain Islam. Syura telah menjaga eksistensinya dalam kehidupan

politik Islam, untuk mengokohkan hubungan antara penguasa dengan rakyatnya,

dalam bentuk kekontinuan merujuknya penguasa kepada rakyat untuk melahirkan

keputusan-keputusan politik yang menjadi kepentingan masyarakat luas, yang

berangkat dari kesadaran, kematangan dan pemahaman, dan untuk menjadikan

kekuasaan agung atas manusia dekat dengan pemikiran kaidah-kaidah umum bagi

umat Islam.36

Secara garis besar pengertian Syura menurut penulis berdasarkan penjelasan

sebelumnya adalah sebuah proses pengambilan keputusan atau perumusan dalam

menyelesaikan masalah atau membentuk sebuah peraturan atau hukum yang

berlandaskan pengumpulan ide-ide atau gagasan dari berbagai pihak yang saling

berkaitan yang didasari tuntunan atau kaidah yang terdapat pada Al-Qur’an dan As-

Sunnah, demi tercapainya sebuah kesepakatan dan demi kemaslahatan bersama.

B. Landasan Syura Dalam Al-Qur’an dan Sunnah

Sejak masa awal dakwah Islam, ketika kaum Muslim di Makkah menjadi

pribadi-pribadi yang tertindas dan selalu dalam kejaran musuh, al-Qur’an telah

menumbuhkan dari mereka suatu masyarakat yang memiliki rasa kesetiakawanan

yang sempurna. Pribadi-pribadi mereka disatukan dengan ikatan persaudaraan dan

solidaritas, yaitu iman kepada Allah dan menyembahNya dengan mendirikan shalat

dan gotong royong dengan tukar menukar pendapat dan menetapi Syura.

36

Mahmud Abd al-Majid al-Khalidi, Analisis Dialektik Kaidah Pokok Sistem Pemerintahan

Islam (Bogor: Al Azhar Press, 2004), h. 196

Page 36: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

Dengan demikian, Syura dijadikan salah satu dari elemen-elemen

kesetiakawanan sosial. Disamping itu, Allah telah memuliakan Syura dengan

menjadikannya sebagai nama dari salah satu surat dalam Al-Qur’an.37

Al-Qur’an merupakan suatu landasan yang berisi petunjuk dan bimbingan etik

serta moral dalam kehidupan manusia. Walaupun Al-Qur’an tidak pernah

mengemukakan solusi setiap permasalahan dengan jelas dan hanya berbentuk isyarat,

namun isyarat mengenai petunjuk bernegara dan pemerintahanlah yang memiliki

dasar fundamental dalam Al-Qur’an. Isyarat tersebut dapat dilihat dari terdapatnya

aturan yang mewajibkan untuk bermusyawarah didalam Al-Qur’an. Karena

musyawarah merupakan salah satu nilai etika politik yang konstitusional dalam

kehidupan bernegara Islam dan termasuk kedalam pembahasan Negara, maka

pembahasan tentang prinsip Syura pun terdapat dalam Al-Qur’an.38

Ada tiga ayat dalam Al-Qur’an yang berisi anjuran untuk melakukan

musyawarah dalam mencapai sebuah keputusan. Walaupun ketiga ayat tersebut terdiri

dari latar belakang yang berbeda.

Ayat pertama yaitu pada surah Asy-Syura ayat 38 yang berbunyi:

��������� � ���������� ��������� � ������ � !"# !$%&�� ��'(��)�� � *+, -� ��.�/1�� �2☺��� ��456/)��7, �8 9:�;/�< ghj

Artinya : Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan

mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat

37

Taufiq Muhammad as-Syawi, Syura Bukan Demokrasi. Penerjemah Djamaluddin Z.s,

(Jakarta: Gema Insani Press, 1997), h. 65-66 38

Zul Asyri, Pelaksanaan Musyawarah Dalam Pemerintahan al-Khulafaur Rasyidin (Jakarta:

Kalam Mulia, 1996), h. 12-13.

Page 37: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang kami

berikan kepada mereka.39

Ayat pertama ini menjelaskan sifat-sifat orang mukmin yaitu mereka

menerima (mematuhi) perintah Tuhannya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat,

dan dalam menyelesaikan urusan mereka diselesaikan dengan cara musyawarah.

Ayat kedua yaitu pada surah Ali-Imran ayat 159 yang berbunyi:

��☺=>�? @A�☺BC, DE�F� G�� HI/�� ��45�� � � ��� HIJ-K �L9�? ⌧NO=$⌧P

Q$?$�:)�� � ,R⌧;STU BE�� �@��� �C � 4B����? ���T��

���;)������� ���WCX ��'(�,��⌧�� Y=� Z�[\]� �

�^=_�? HI)�D`�� �a�K ���? Y!�� G�� # c8=: ��� 1$��-d

��e=�fK ��4☺)�� gk=Rj

Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut

terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah

mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka,

mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka

dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka

bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang

yang bertawakkal kepada-Nya.40

Ayat kedua ini menjelaskan bahwa menjadikan urusan di antara kaum muslim

diselesaikan dengan cara musyawarah. Dan ayat ketiga yaitu dalam surah Al-Baqarah

ayat 233 yang berbunyi:

39

Surah As-Syura, Ayat 38 40

Surah Ali-Imran, Ayat 159

Page 38: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

_ 4�l��=�l )��� DE'mk���< 2E'(�n6���� j�e��� �C j�o!$���⌧K � BE�☺�� �p,� 8�

cqQr�< �A���Hks��� # Y!��� �p -�� AS?t� u� �� 2E45'�)7,

2E�' �w�K� m����'AS?t��=� # xU 4y$�*' zs);�S {U=: ��5�'���� # xU

s,��xR' |"��=�l� ��(���� =� xU� }p -�� �� u�C�� ~!���� =� #

Y!��� ��, )�� �a��� �@��l�^ * 8=_�? �p,� 6U�H&�?

E�� ����� ���T�F� �,������� x⌧�? ���"J�� ��☺���!$�� * 8=:�

���p,� 8� �� �'mk����w!a ��-K�n6���� x⌧�? ���/��

��-*)O!$�. �^=: ��\B☺y$�� ��c� q-r)O�- m��N1'AS?t��=� *

� 9:c�� ��� �� 4☺!$B��� c8� ��� �";�*

�8 '$�'� }��m&�� g�hhj

Artinya : Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,

Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah

memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang

tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah

seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah

karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya

ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan

permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin

anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila

kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu

kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu

kerjakan.41

41

Surah Al-Baqarah, ayat 233

Page 39: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

Ayat ketiga ini menjelaskan bahwa masa penyusuan dua tahun, apabila suami

istri ingin menyapih anak mereka atas kerelaan dan musyawarah, dengan maksud

kemaslahatan anak, mereka sepakat menghentikan susuan atau menyapihnya sebelum

sampai masa dua tahun, hal ini boleh saja dilakukan.

Bagi umat Islam As-Sunnah atau hadis merupakan landasan yang kedua

setelah Al-Qur’an. Maksud sunnah di sini yaitu sesuatu yang bersumber dari

Rasulullah SAW baik itu berupa perkataan, perbuatan atau persetujuan.

Sesungguhnya orang berpegang pada sirah Rasul SAW, akan menjumpai bahwa

beliau melaksanakan musyawarah disebagian besar urusan kaum muslim, dalam

banyak kondisi beliau meminta kepada kaum muslim untuk memberikan pendapat

mereka.

Dari Abi Hurairah ra, ia berkata:

�� �� ������ ���رة أآ�� أ� ا رأ�� ���� ا�

“ Saya tidak melihat seorangpun yang lebih banyak musyawarahnya daripada

Rasul SAW terhadap para sahabatnya”42

Rasulullah SAW bersabda yang artinya:

“Tidaklah bermusyawarah suatu kaum melainkan mereka akan ditunjuki

kepada perkara yang paling benar”.43

Rasulpun pernah mengatakan kembali:

()&� '��&!� ا%�$ أ� آ# ان!�ر اذ

“Apabila salah seorang kamu meminta nasehat kepada saudaranya, maka

hendaklah ia memberikan petunjuk kepadanya”44

42

Khalidi, Analisis Dialektik Kaidah Pokok Sistem Pemerintahan Islam, h. 207 43

Asy-Syawi, Syura Bukan Demokrasi, h. 98

Page 40: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

Hadits di atas menerangkan dan menyerukan betapa pentingnya

bermusyawarah atau menolong seseorang dalam menyelesaikan berbagai macam

persoalan, baik tentang persoalan dunia maupun persoalan akhirat. Karena dengan

cara bermusyawarah dapat memudahkan seseorang untuk keluar dari permasalahan

yang terdapat pada dirinya.

C. Karakteristik Syura Dalam Islam

Syura merupakan konsep politik yang tidak mengharuskan pengambilan

keputusan terikat dengannya. Pendapat majelis Syura pun sekedar bersifat konsultatif,

karenanya menjadi relatif dan tidak mengikat sesuai keinginan penguasa. Kewajiban

seorang penguasa hanya dalam hal melaksanakan musyawarah, bukan mengambil

pendapat mereka. Tanggung jawab terhadap keputusan yang diambilpun dipikul

penguasa untuk melaksanakan hasil keputusan. Selain itu, Syura tidak mengenal

perolehan pendapat mayoritas, seperti dikenal dalam konsep demokrasi, dan tidak

memberi batas mengenai kuantitas. Syura juga tidak mengenal rumusan yang baku.

Adakalanya pemimpin (penguasa) mengambil sebagian pendapat majelis Syura,

keseluruhan atau satu pendapat dari sekian banyak pendapat yang diketengahkan

majelis Syura.45

Tetapi karakteristik ketetapan yang berlaku setelah jelas bagi mayoritas bahwa

dialah yang paling dekat kepada kebenaran dan keadilan setelah diadakan dialog dan

tukar pendapat bebas adalah bahwa ketetapan itu hanya merupakan ketetapan yang

nisbi, tidak qaht’i. Artinya, pendapat-pendapat yang telah dikemukakan dan

44

Hadis tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Lihat Ibnu Majah juz II, Ditahqiq oleh

Muhammad Fu’ad Abd al-Baqi, (Beirut: Dar al-Fikr, tt), h.1233 45

Zada dan Arofah, Diskursus Politik Islam, h. 29-30

Page 41: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

didiskusikan tidak dihilangkan secara total, bahkan ada kemungkinan diangkat

kembali pada kesempatan lain, tempat lain, masyarakat lain, ataupun karena ada

kondisi-kondisi yang berlainan. Ini merupakan perkara yang dibolehkan dalam

Islam.46

Ciri-ciri atau karakter Syura sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa

Syura dalam Islam merupakan sebuah bentuk pengambilan keputusan yang bersifat

tidak mengikat, tidak di dasari pada sebuah keputusan yang diambil berdasarkan

suara mayoritas dan tidak terbatas pada kuantitas saja serta Syura tidak mengenal

rumusan baku, sehingga keputusan yang diambil bisa diterima oleh semua pihak yang

bermusyawarah. Akan tetapi keputusan yang diambil dalam Syura adalah sebuah

ketetapan yang paling mendekati kebenaran, walaupun tidak menutup kemungkinan

ide atau gagasan yang tidak menjadi ketetapan pada Syura di lain waktu bisa

digunakan, tergantung pada situasi dan kondisi, karena dalam hukum Islam hal itu

dibolehkan.

D. Prinsip-prinsip Syura Dalam Pemerintahan

Musyawarah akan membuahkan hasil yang diharapkan secara optimal, valid

dan dapat dipertanggung jawabkan apabila setiap peserta menjunjung tinggi,

menghormati, dan menjaga prinsip-prinsip dasar dalam bermusyawarah. Prinsip-

prinsip dasar tersebut adalah persamaan dalam hak dan kewajiban, kebebasan dan

keadilan.47

Prinsip yang pertama yang akan kita jelaskan yaitu prinsip persamaan dalam

musyawarah. Dalam kitab suci Al-Qur’an telah menetapkan suatu prinsip bahwa

Islam tidak membedakan siapapun dalam mentaati peraturan undang-undang ataupun

46

Asy-Syawi, Syura Bukan Demokrasi, h. 107-108. 47

Hasbi, Musyawarah dan Demokrasi, h. 35

Page 42: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

hukum, dan tidak ada yang lebih tinggi dari yang lain. Apakah itu pemimpin, para

penguasa, ataupun rakyat jelata sekalipun, tetap mempunyai kedudukan yang sama

dimuka hukum.

Al-Qur’an tidak mentolerir perbedaan antara mukmin yang satu dan yang

lainnya. Laki-laki atau perempuan. Selaras dengan pandangan tersebut, Al-Qur’an

menetapkan prinsip Syura untuk memandu proses pengambilan keputusan

masyarakat.48

Ada satu contoh dalam masyarakat Arab sebelum Islam. Setiap kabilah

membanggakan ashabiyyat (kepanatikan kepada keluarga, suku, dan golongan) dan

nasab (asal keturunan) sehingga mereka terjerumus kedalam pertentangan, kekacauan

politik, dan sosial. Masyarakat mereka yang berdasarkan ashabiyyat itu tidak

mengenal adanya persamaan antara sesama manusia. Satu kabilah dengan kabilah

lainnya tidak saling melindungi. Satu kabilah adalah musuh kabilah yang lain yang

harus dilenyapkan, karena setiap kabilah menganggap dirinya lebih unggul dari

kabilah lain. Setiap kabilah sibuk dengan urusannya sendiri, tanpa ada kepedulian

sosial terhadap kabilah lain.49

Contoh tersebut diatas sungguh tidak manusiawi. Manusia dihadapan hukum

ataupun keadilan adalah sama. Maupun itu bisa dilihat dari hak-hak pribadi ataupun

sipil. Islam juga tidak mengakui secara mutlak apapun bentuk pengistimewaan di

antara manusia yang bisa dilihat dalam hak, ras, kesukuan, ataupun warna kulit.

Implementasi prinsip persamaan dalam Islam ini, menurut Artani Hasbi pada

dasarnya bertujuan agar setiap orang atau kelompok dan golongan menemukan harkat

dan martabat kemanusiaannya dan dapat mengembangkan prestasinya dengan wajar

48

Mumtaz Ahmad, Masalah-Masalah Teori Politik Islam. Penerjemah, Ena Hadi, (Bandung:

Mizan, 1993), h. 122 49

Suyuthi Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan Dalam Piagam Madinah Ditinjau Dari

Pandangan Al-Qur’an, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), h. 149

Page 43: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

dan layak. Prinsip persamaan ini juga akan menimbulkan sifat saling tolong

menolong dan sifat kepedulian sosial dalam ruang lingkup yang luas.50

Prinsip yang kedua yaitu prinsip keadilan. Di antara nilai-nilai kemanusiaan

mendasar yang dibawa oleh Islam dan dijadikannya sebagai pilar kehidupan pribadi,

keluarga, dan masyarakat adalah “keadilan”. Yang dimaksud dengan keadilan adalah

memberikan kepada semua yang berhak akan haknya, baik pemilik hak itu sebagai

individu atau kelompok, atau berbentuk sesuatu, dan bernilai, tanpa melebihi atau

mengurangi, sehingga tidak sampai mengurangi haknya dan tidak pula

menyelewengkan atau menzhalimi hak orang lain.51

Prinsip keadilan ini mendapatkan posisi dalam piagam Madinah dan menjadi

salah satu sistem perundang-undangan Negara Madinah. Semua warga Negara, baik

muslim maupun non muslim diperlakukan secara adil dengan memperoleh hak

perlindungan dan hak persamaan dalam kehidupan sosial dan politik. Artinya, sebagai

sesama manusia mendapat hak yang sama untuk mendapat keadilan.52

Jadi, keadilan itu adalah memberikan sesuatu kepada setiap anggota

masyarakat sesuai dengan haknya yang harus diperoleh tanpa diminta, dan itupun

harus adil dan tidak memihak kesalah satu pihak, mengetahui hak dan kewajiban,

jujur, mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, serta tepat menurut

peraturan yang sudah ditetapkan.

Persoalan keadilan merupakan salah satu persoalan pokok yang disadari umat

manusi, semenjak mereka mulai berfikir. Dari persoalan yang sederhana dalam

50

Hasbi, Musyawarah dan Demokrasi, h. 37 51

Yusuf Al-Qardhawy, Anatomi Masyarakat Islam. Penerjemah, Setiawan Budi Utomo,

(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1999), h. 128 52

Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan, h. 223-224

Page 44: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

masyarakat, sampai menginjak pada pola kehidupan politik bernegara dalam suatu

pemerintahan.53

Prinsip ini tidak disebut secara tegas oleh piagam Madinah. Tetapi bila di

pahami salah satu pasalnya, yakni pasal 17 telah dikutip, yang menyatakan bahwa

bila orang mukmin hendak mengadakan perdamaian harus ada dasar persamaan dan

adil di antara mereka, mengandung konotasi bahwa untuk mengadakan perdamaian

itu harus disepakati dan diterima bersama.54

Tanpa musyawarah atau Syura persamaan atau adil itu mustahil dapat

dipenuhi, karena didalam Musyawarah semua peserta memiliki persamaan hak untuk

mendapatkan kesempatan secara adil untuk mengungkapkan pendapat dan pandangan

masing-masing terhadap masalah yang dirundingkan.55

Prinsip yang ketiga yaitu prinsip kebebasan. Di antara nilai-nilai kemanusiaan

yang juga sangat diperhatikan oleh Islam adalah “kebebasan” yang dengannya dapat

menyelamatkan manusia dari segala bentuk tekanan, intimidasi, kediktatoran dan

penjajahan. Kebebasan di sini meliputi: kebebasan beragama, kebebasan berfikir,

kebebasan berpolitik, kebebasan sipil dan segala bentuk kebebasan yang hakiki.56

Kata bebas di sini sering sekali disalah gunakan. Sebab, bebas sesungguhnya

bukan berarti lepas dari segala keterikatan. Justru sebaliknya, bebas di sini selalu

mengandalkan keterikatan oleh norma-norma. Begitu juga kebebasan dalam Islam

bukanlah kebebasan yang sebebas-bebasnya, melainkan kebebasan yang terikat oleh

ikatan-ikatan syar’i.

53

Hasbi, Musyawarah dan Demokrasi, h. 38. 54

Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan, h. 208. 55

Ibid., h. 208-209. 56

Al-Qardhawy, Anatomi Masyarakat Islam, h. 113.

Page 45: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

Dan kebebasan dalam sosial politik biasanya disebut dengan “kemerdekaan”.

Kebebasan atau kemerdekaan yang menjadi substansi Syura adalah kebebasan dan

kemerdekaan dalam masyarakat atau dalam kelompok.57

Jika diperhatikan, ketetapan Piagam Madinah yang tidak eksplisit tentang

pentingnya musyawarah dan postulasi historis tentang praktek Nabi melaksanakan

musyawarah. Beliau tidak memberi petunjuk mengenai pola dan bentuknya yang

tertentu, dan jumlah peserta musyawarah tidak tetap, terkadang beliau hanya

bermusyawarah atau meminta pendapat dengan sahabat-sahabatnya, dan terkadang

hanya meminta pendapat dari salah seorang di antara mereka. Bahkan dalam

pengambilan keputusanpun terkadang beliau mengikuti pendapat sahabat, baik

pandapat kelompok mayoritas maupun kelompok minoritas.

Artinya, mereka mempunyai kebebasan untuk menentukan bentuk dan sistem

musyawarah serta mekanismenya disesuaikan dengan tuntutan zaman dan tempat

serta kebutuhan mereka. Yang penting dalam pelaksanaan musyawarah itu dan

prosedur pengambilan keputusannya, mereka tetap berpegang teguh pada prinsip-

prinsip ajaran Islam, yaitu kebebasan, keadilan, dan persamaan dalam berbicara

dalam mengemukakan pendapat.58

Prinsip-prinsip Syura dalam pemerintahan meliputi aspek persamaan dalam

hak dan kewajiban, kebebasan dan keadilan, karena dalam Islam seperti yang tertuang

dalam Al-Qur’an diatur bahwa tidak ada perbedaan di antara manusia, baik muslim

maupun non muslim, antara laki-laki dan perempuan dan antara orang miskin atau

rakyat jelata sekalipun, dan tidak dibedakan pula berdasarkan warna kulit atau

dibedakan berdasarkan suku. Karena itu semuanya dianggap sama di mata hukum.

57

Ibid., h.46-47 58

Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan, h. 215-217.

Page 46: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

Dalam arti kata di dalam Syura atau hukum Islam sangat menjunjung tinggi

supremasi hukum. Sehingga segala yang diputuskan atau ditetapkan dalam Syura

dapat bersifat adil. Karena tujuan bermusyawarah atau Syura adalah menetapkan

keputusan yang dapat di terima oleh semua pihak dan demi kemaslahatan bersama.

E. Ijmak Sebagai Substansi Bagi Syura

Syura atau musyawarah dalam rangkaian penjelasannya selalu dihubungkan

dengan pembahasan tentang ijmak. Ijmak dari bahasa Arab artinya konsensus atau

kesepakatan. Dalam istilah ahli ushul fiqh adalah kesepakatan para imam mujtahid

dikalangan umat Islam tentang hukum Islam pada suatu masa pasca Rasulullah SAW

wafat. Menurut kebanyakan ulama ushul fiqh, ijmak dipandang sebagai salah satu

sumber Islam sesudah Al-Qur’an dan hadis.59

Di samping adanya kitab suci Al-Qur’an dan Sunnah, kaum muslim pada

setiap masa telah bersepakat mengenai wajibnya syura, kendati terjadi berbagai

penyelewengan yang menyebabkan penghapusan baginya dalam memilih para

penguasa. Menurut Taufiq Asyawi yang dimaksud dengan ijmak adalah bentuk yang

sempurna darinya, yaitu ijmak yang komprehensip bagi umat atau suatu hukum syara

yang disepakati oleh seluruh anggota. Dan bisa dikatakan juga bahwa ijmak itu

adalah kesepakatan umat atas suatu hukum syara.60

Satu contoh, para sahabat ra telah sepakat mengenai kewajiban mengangkat

pemimpin umum. Ijmak ini telah banyak dinukil oleh para ulama, di antaranya oleh

al-Mawardi yang mengatakan: “ imamah dimaksudkan untuk meneruskan misi

kenabian dalam memelihara agama dan menangani urusan duniawi. Memberikan

akad (ikatan) imamah kepada orang yang melaksanakannya wajib menurut ijmak;

59

Hasbi, Musyawarah Dan Demokrasi, h.24. 60

Asy-Syawi, Syura Bukan Demokrasi, h. 99-102

Page 47: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

perbedaan yang ada hanyalah mengenai apakah ini wajib menurut akal atau menurut

syara’. Sebab, imam melaksanakan urusan-urusan yang berhubungan dengan

syari’ah.61

Dan ijmak sahabat juga sebagai salah satu sumber hukum yang banyak

menonjol dalam masalah konstitusi dan undang-undang. Syura pun eksis dan

gamblang tergambar dalam sistem pemerintahan pada keseluruhan masa Khulafa ‘ar-

Rasyidin, bahkan hampir-hampir mereka tidak akan memutuskan suatu perkara

kecuali setelah bermusyawarah, dan yang demikian itu terjadi dalam segala

persoalan.62

Pemikiran tentang Ijmak ini telah berkembang sejak masa sahabat sampai

masa para imam mujtahid. Sahabat Umar bin Khatab misalnya, pernah

mengumpulkan para sahabat untuk bertukar pikiran. Jika mereka bersepakat atas

suatu masalah tertentu, umar menjalankan politiknya; tetapi jika bersilisih atau

berbeda pandangan, mereka mengkaji kembali permasalahan tersebut sampai

mendapatkan kesepakatan.63

Berdasarkan hasil penjabaran di atas, dapat kita tarik sebuah pemahaman

tentang diperbolehkannya syura adalah ijmak sahabat, karena ijmak merupakan salah

satu dari sumber hukum dalam Islam setelah Al-Qur’an dan As-Sunnah Nabi

Muhammad SAW. Dan apapun yang diputuskan atau ditetapkan pada syura harus

melalui kesepakatan para pihak yang sedang bermusyawarah. Pada intinya antara

syura dan ijmak saling berkaitan, syura ditetapkan berdasarkan ijmak dan apa yang

ditetapkan dalam syura harus berdasarkan ijmak orang yang sedang bermusyawarah.

61

Muhammad Abdul Qadir Abu Fariz, Sistem Politik Islam, Penerjemah Musthalah Maufur

(Jakarta: Robbani Press, 2000), h. 108 62

Khalidi, Analisis Dialektik Kaidah Pokok Sistem Pemerintahan Islam, h. 210 63

Hasbi, Musyawarah Dan Demokrasi, h. 25.

Page 48: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

F. Komitmen Syura Terhadap Syariat

Apabila kita ingin mengetahui Syura lebih jauh, ada baiknya kita terlebih

dahulu membatasi pengertian dan harus membedakannya dari apapun yang

berhubungan dengan teori-teori impor agar jangan sampai menghasilkan hukum-

hukum yang tidak tepat. Syura dalam arti yang sempit yaitu sarana yang mewajibkan

syari’at untuk mengeluarkan ketetapan dari jamaah yang harus dipegang teguh

olehnya, para pribadi, dan penguasa.

Sebelum kita menjelaskan komitmen Syura terhadap syari’at, sebaiknya kita

terlebih dahulu mengetahui penjelasan Ustadz Abbas Mahmud al-Aqqad yang

terlebih dahulu akan menjelaskan perbedaan antara Syura dan demokrasi. Ustadz

Abbas Mahmud al-Aqqad berusaha secara sungguh-sungguh menjelaskan perbedaan

substansial antara Syura dengan demokrasi Eropa, yaitu bahwa Syura ditegakkan atas

dasar akidah dan syariat ilahiyah dengan penjelasan seperti berikut:

“ Sesungguhnya pendapat-pendapat seorang muslim tentang kebenaran

sistem, keadilan, dan kemerdekaan itu tunduk kepada akidah ketuhanannya dan tidak

mendahuluinya. Datangnya bentuk pemerintahan sedunia (pemerintahan Allah),

seperti diharuskan oleh kaidahnya, merupakan teladan tertinggi dari pemerintahan

yang tidak mengenal kelaliman di dalamnya dan penyelewengan dari syariat atau

teladan tertinggi dari pemerintahan demokrasi sebagaimana mestinya.”

Mari kita anjurkan kepada orang yang mengatakan bahwa Syura itu sama

dengan demokrasi, haruslah menambahkan sifat keislamannya seperti apa yang

dilakukan oleh al-Aqqad. Karena tanpa memberikan ciri sifat ini mengakibatkan

sebagian orang akan mengambil pengertian bahwa demokrasi sudah cukup tanpa

Page 49: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

syariat. Mereka akhirnya hanya mencukupkan bahwa demokrasi atau suara mayoritas

itu suatu perkara yang cukup bernilai dan dapat dianggap sah tanpa harus dibahas

sampai dimana komitmennya terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah.64

Telah dijelaskan di atas bahwa antara syura dan demokrasi itu berbeda, karena

syura didasari pada akidah dan syariat ilahiyah. Karena dengan dilandasi pada akidah

dan syariat ilahiyah dapat menghindarkan pengambilan keputusan yang bersifat

otoriter dari pemimpin atau orang yang memiliki kepentingan terhadap sebuah

permasalahan. Dan pada proses penetapan dan pengambilan keputusannya pun

berbeda antara syura dan demokrasi, karena dalam syura tidak mengenal perolehan

pendapat mayoritas seperti yang terdapat pada demokrasi. Oleh karena itu

pengambilan keputusan dalam syura terasa lebih adil, dapat diterima oleh semua

pihak yang terkait dan dapat dipertanggung jawabkan oleh pemimpinnya.

G. Syura dan Demokrasi

Di awal bab ini sudah dijelaskan definisi Syura dari beberapa pendapat di

antaranya seperti yang dikatakan oleh Imam Syahid Hasan Al-Banna Syura adalah

suatu proses dalam mencari sebuah keputusan dan kesepakatan yang berdasarkan

suara terbanyak dan berlandaskan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan hendaklah

setiap urusan itu diserahkan pada para ahlinya demi mewujudkan suatu hasil yang

maksimal dalam rangka menjaga stabilitas antara pemimpin (pemerintah) dengan

rakyat.65

Adapun demokrasi secara etimologi berasal dari kata “Demos” yang berarti

rakyat atau penduduk suatu tempat, dan “Cratein” yang berarti kekuasaan atau

64

Asy-Syawi, Syura Bukan Demokrasi, h. 105-106. 65

Abdul Hamid Al-Ghazali, Meretas Jalan Kebangkitan Islam, h. 262.

Page 50: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

kedaulatan. Jadi “Demos-Cratein” atau demokrasi adalah keadaan negara dimana

dalam sistem pemerintahannya, kedaulatan di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi

berada dalam keputusan bersama rakyat.66

Dan demokrasi juga selalu menjadi

wacana karena demokrasi mampu melintasi batas-batas geografis, suku bangsa,

agama dan kebudayaan.

Selalu ada perdebatan antara Islam dan demokrasi maupun Syura dan

demokrasi. Dan di sini bisa kita lihat ada beberapa kelompok yang memiliki

perbedaan pandangan dalam melihat hubungan antara demokrasi dan Islam.

Kelompok pertama, yaitu mereka yang menolak demokrasi atas nama Islam.

Alasannya karena Islam berasal dari Allah, sedangkan demokrasi merupakan hasil

karya manusia. Dan alasan yang kedua, demokrasi merupakan kedaulatan rakyat,

sedangkan Islam adalah hukum Allah. Alasan yang ketiga, demokrasi ditentukan oleh

suara terbanyak padahal suara terbanyak belum tentu merupakan suatu kebenaran.

Alasan yang keempat, demokrasi merupakan sesuatu hal yang baru, dan itu termasuk

dalam kategori bid’ah dalam agama, sedangkan generasi Islam sebelumnya tidak

mengenal adanya demokrasi. Alasan yang kelima, demokrasi merupakan produk

bangsa Barat.

Kelompok yang kedua, mereka yang menerima demokrasi secara total tanpa

menyaringnya terlebih dahulu. Kelompok ini menganggap bahwa demokrasi barat

adalah satu-satunya solusi yang tepat untuk menyelesaikan problematika negara,

rakyat, dan tanah air. Kelompok yang ketiga, mereka menyatakan bahwa unsur positif

dalam demokrasi pada hakikatnya merupakan sebuah pemikiran yang sesuai dengan

66

Inu Kencana Syafi’i, Pengantar Ilmu Pemerintahan, (Bandung: PT Refika Aditama, 2005),

h. 129

Page 51: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

ajaran Islam. Salah satu pemikir Islam yang termasuk dalam kelompok ketiga ini

adalah Yusuf Al Qardawi.

Yusuf Al Qardawi melihat bahwa di dalam demokrasi terdapat dasar-dasar

Syura, juga aspek nasehat dalam agama, amar makruf dan nahi munkar, saling

mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran, menegakan keadilan, memberantas

kezhaliman dan mencapai maslahat sekaligus menghindari dari kerusakan dan

sebagainya. Ia menambahkan bahwa demokrasi yang diinginkan ialah demokrasi

yang tetap mengedepankan dan mengagungkan keyakinan, norma, dasar-dasar

agama, wawasan dan akhlak, serta memprioritaskan semua nilai luhur tersebut di atas

demokrasi itu sendiri.67

Secara filosofis supremasi perintah Tuhan (syari’ah) yaitu sebagai standar

dasar, yang dianggap dan diyakini sebagai sumber kedaulatan tertinggi. Dengan kata

lain nilai-nilai demokrasi di terapkan, sepanjang tidak bertentangan dengan syari’ah,

sepanjang tidak bertentangan dengan syari’ah, sedangkan melaksanakan prinsip-

prinsip musyawarah atau Syura adalah bagian integral dari realitas iman tauhid yang

murni.

67

Yusuf Al Qaradhawi, Meluruskan Dikotomi Agama dan Politik: Bantahan Tuntas

Terhadap Sekularisme dan Liberalisme. Penerjemah Khoirul Amru Harahap (Jakarta: Pustaka Al

Kautsar, 2008), h. 193-194.

Page 52: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

BAB IV

PRAKTIK SYURA PADA MASA UMAR BIN KHATTAB

A. Pemilihan Umar bin Khattab Sebagai Khalifah

Ketika Abu Bakar sakit keras dan merasa bahwa ajalnya sudah dekat, ia

segera memutuskan untuk mengangkat pengganti dirinya. Abu Bakar tampaknya

tidak mau mewariskan konflik dalam menentukan posisi kepemimpinan umat Islam

seperti yang pernah terjadi di Saqifah Bani Sa’idah. Pada saat itu pasukan muslim

sedang berperang melawan tentara Romawi dan Persia. Mereka tentunya sangat

membutuhkan dukungan moral dan politis dari Madinah. Atas dasar itulah Abu Bakar

memutuskan untuk menyiapkan calon penggantinya.68

Maka bermusyawarahlah Abu Bakar dengan Ustman bin Affan, Abdurrahman

bin Auf dari kaum Muhajirin dan As’ad ibn Khudair dari Anshar. Demi kemaslahatan

umat Abu Bakar meminta bahwa kesepakatan penunjukan Umar sebagai khalifah

pengganti agar tidak sampai bocor.69

Setelah melihat bahwa mereka semua sependapat dengannya dalam masalah

ini, dia mendiktekan kepada Ustman bin Affan surat wasiatnya yang tertulis sebagai

berikut, “ Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Inilah yang

diwasiatkan oleh Abu Bakar kepada kaum muslimin. Amma ba’du, sesungguhnya

aku telah menunjuk untuk kalian Umar ibnu Khattab sebagai khalifah pengganti.

Kemudian seperti yang disebutkan oleh ath-Thabari, Abu Bakar memandang

khalayak ramai (setelah mendiktekan wasiatnya itu), seraya berkata, “Apakah kalian

rela dengan orang yang aku tunjuk sebagai khalifah untuk kalian? Demi Allah,

68

Ahmad Fadlali dkk, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Asatruss, 2004), h.23 69

Taufiqurrahman, Sejarah Sosial Politik Masyarakat Islam Daras Sejarah Peradaban Islam,

(Surabaya: Pustaka Islamika Press, 2003), h. 68

Page 53: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

sesungguhnya aku tidak melakukan ini tanpa bermusyawarah dan aku juga tidak

menunjuk sanak kerabat, dan sesungguhnya aku telah menunjuk Umar ibnul Khattab

sebagai khlaifah pengganti untuk kalian. Maka dengarkanlah dia dan taatilah.”

Merekapun menyambut serempak,” Sami’naa wa athaa’naa (kami mendengar dan

kami taat)70

Dipilihnya Umar bin Khattab pada waktu itu dipercaya sebagai ketua lembaga

peradilan negara; dan secara obyektif dinilai mampu mengemban amanah dan tugas

sebagai khalifah nantinya. Pilihan ini tidak serta merta diputuskannya sendiri,

melainkan juga dimusyawarahkan terlebih dahulu dengan para sahabat besar. Setelah

disepakati, baru diumumkan calon khalifah penggantinya itu.71

Dikukuhkannya Umar sebagai khalifah mempunyai nilai yang sangat penting

bagi perkembangan Islam sebagai kekuatan politik. Pada masanya, sebuah

pemerintahan yang solid dan didukung oleh birokrasi yang cukup sophisticated

terpancang dari semenanjung Arabia, Palestina, Suria, Irak, Persia, sampai Mesir.

Kebijakan-kebijakan yang diambilnya mendapat respek yang luar biasa dari umat

Islam, kecuali golongan Syiah.72

B. Implementasi Nilai-nilai Syura pada Masa Pemerintahan Umar bin Khattab

Kepemimpinan umat telah diserahkan kepada Umar bin Khattab melalui

bay’at. Khalifah Umar memegang tampuk pemerintahan berarti ia memegang amanat

70

Muhammad Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, Penerjemah, Abdul Hayyi al-Kattani,

(Jakarta: aGema Insani Press, 2001), h. 134 71

Artani Hasbi, Musyawarah dan Demokrasi, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), h. 104 72

Ahmad Fadlali dkk, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Asatruss, 2004), h. 23-24

Page 54: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

kepemimpinan. Umar berupaya menjunjung tinggi nilai-nilai musyawarah, sekalipun

ia telah mempunyai kekuasaan, namun Umar tidak ingin mengandalkan segala

tindakannya kepada faktor kekuasaan. Bahkan dengan musyawarah tersebut,

kekuasaan dan kewibawaan Umar semakin nampak integritasnya terhadap umat,

sebagaimana yang diucapkan dalam pidatonya bahwa ia seperti salah seorang diantara

mereka, karenanya Umar tidak bisa melepaskan diri dari sahabatnya. Akan tetapi

sebagai kepala Negara Umar merasa bertanggung jawab dan siap menerima pendapat

melalui berbagai aktivitas musyawarah yang dilaksanakan.73

Seperti yang sudah diketahui, bahwa Umar diangkat menjadi khalifah melalui

musyarawah yang sekaligus menunjukkan bahwa masa pemerintahan Abu Bakar

telah berakhir. Dan Umar tetap memperhatikan musyawarah dalam kepentingan

umat, dan disamping itu juga memperlihatkan komitmennya terhadap syura.

Musyawarah telah ada sejak masa pemerintahan Abu Bakar dan terus berlanjut

hingga masa pemerintahan Umar bin Khattab, dan dari sinilah Umar bin Khattab

menbangun musyawarah yang merupakan pengembangan dari dasar-dasar prinsip

musyawarah yang telah ada dan di bangun dari masa kepemimpinan sebelumnya. Dan

oleh Umar bin Khattab prinsip-prinsip ini diperkuat menjadi suatu institusi untuk

menghargai pendapat umat. Mulai dari sinilah Umar memberikan hak dan

kesempatan yang lebih luas untuk berpartisipasi dalam pemerintahan. Hal ini dapat

dilihat dengan dibentuknya suatu lembaga musyawarah (Majlis Syura) dalam

pemerintahan. Pembentukan lembaga ini menunjukkan suatu perkembangan yang

luar biasa pada saat itu. Karena dengan adanya lembaga tersebut suatu hasil

keputusan yang diangkat dari lembaga Majlis Syura dan segala keputusan yang

diambil bisa lebih terarah dan dapat cepat diselesaikan.

73

Artani Hasbi, Musyawarah dan Demokrasi (Ciputat: Gaya Media Pratama, 2001), h. 107

Page 55: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

Pada masa pemerintahan Umar aktivitas musyawarah semakin meningkat

dibanding sebelumnya, karena pada waktu itu banyak permasalahan yang harus

dihadapi, disamping perkembangan Islam yang semakin melebar. Persoalan masalah

kenegaraan maupun keagamaan itupun timbul dan harus dibicarakan dalam forum

musyawarah. Umar bin Khattab sangat menghormati para sahabat dan memanfaatkan

kreatifitas pemikiran dan pendapat mereka, karena para sahabat tersebut menurut

Umar merupakan peserta musyawarah yang memiliki hak utama untuk

mengungkapkan pendapat secara jelas. Mereka itu para sahabat ahl al syura yang

berdomisili di kota Madinah dan tidak diperkenankan meninggalkan kota. Berikut

disampaikan nilai-nilai syura sebagai berikut:

1. Persamaan dan Kebebasan

Umar bin Khattab adalah salah seorang sahabat yang terbesar sepanjang

sejarah Islam sesudah Nabi Muhammad. Kebesarannya terletak pada

keberhasilannya, baik sebagai negarawan yang bijaksana maupun sebagai mujtahid

yang ahli, dalam membangun sebuah Negara besar yang ditegakkan atas prinsip-

prinsip keadilan, persamaan dan persaudaraan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad

SAW. Dalam kedudukannya sebagai mujtahid, Umar termasuk pada ranking pertama

dalam tujuh besar sahabat-sahabat Nabi yang banyak memberikan fatwa, dan orang

terdepan membawa panji-panji mazhab ra’y yang kepergiannya ke hadirat Allah

dengan membawa sembilan persepuluh ilmu, menurut Bin Mas’ud.74

Umar juga berusaha menanamkan rasa persamaan dan kemerdekaan di

kalangan rakyatnya. Satu contoh pada saat ia melakukan tindakan tegas kepada

74

Amiur Nuruddin, Ijtihad Umar Bin Al-Khattab: Studi Tentang Perubahan Hukum dalam

Islam, Tsaqafah Vol. IV, no 1, (Zulqa’dah 1428), h. 31-32.

Page 56: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

pemilik tanah, tapi di sisi lain juga ia ramah kepada rakyat biasa. Para jenderal dan

gubernur pun selalu mengigil ketakutan disaat berhadapan dengan Umar. Tapi

sebaliknya, orang-orang kecil dan rakyat akan merasa bebas untuk mengomentari

pembicaraannya saat dia berada didepan publik. Dari situ kondisinya memang sangat

terlihat menggambarkan sebuah persamaan dan kemerdekaan.

Selain itu, persamaan di depan hukum dalam islam dipertegas lagi dengan

persamaan di depan peradilan. Semua warga Negara sama di depan peradilan, baik

dari segi kepatuhan mereka terhadap keputusan, prosedur yang dipenuhi dalam

melakukan dakwaan, dasar-dasar pengaduan, prinsip-prinsip memutuskan,

pelaksanaan keputusan, pelaksanaan hukum maupun kewajiban berlaku adil di antara

orang yang berselisih. Tidak ada perbedaan satu individu dengan yang lain, bahkan

musuh pun merasakan keadilan dan persamaan di depan peradilan.75

Dan khalifah Umar bin Khattab mengusahakan dan memperjuangkan prinsip

persamaan di depan undang-undang, yang merupakan suatu ijtihad luar biasa dari

Umar yang didasarkan pada sumber hukum Islam, dimana sampai saat ini masih

banyak negara yang hendak mewujudkan prinsip-prinsip ini. Hal ini dapat dilihat juga

dari beberapa peristiwa revolusi yang terjadi di Eropa pada abad ke-18 dan ke-19

yang tidak lain bertujuan untuk mewujudkan adanya persamaan di depan undang-

undang dan pengadilan. Umar telah mengusahakan prinsip persamaan di depan

undang-undang dan pengadilan ini atas dasar hukum Islam sejak Umar menjabat

sebagai khalifah karena Umar memang sudah menghadapi perkembangan orang-

orang Arab dari keadaan kesukuan di pedalaman yang memang tidak mengenal

administrasi pemerintahan dan pengadilan masyarakat kepada keadaan sebagai

75

Suyuti Pulungan, Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah Ditinjau dari

Pandangan Al-Qur’an (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), h. 9

Page 57: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

masyarakat madani serta sistem Islam yang berdiri di atas dasar persamaan di depan

undang- undang dan di depan pihak yang melaksanakan undang-undang itu.

Di bidang ekonomi, Umar menerapkan sistem intervensi pemerintahan

(kebebasan positif) dalam hal tertentu dengan membuat kebijakan baru, seperti tanah-

tanah pertanian yang baru dibebaskan oleh tentara Islam di negeri Syiria. Irak, Persia

dan Mesir. Dinasionalisasikan, penggarapannya tetap pemilik asli yang lama dengan

syarat mereka dikenakan pajak penghasilan. Hasil pajak itu dibagikan kepada seluruh

lapisan masyarakat.76

Dengan diterapkannya sistem tersebut semua pihak dapat merasakan keadilan

dan semuanya merasa diuntungkan dan tidak ada yang merasa dirugikan sehingga

semuanya dapat menikmati hasil dari pertanian yang digarapnya. Rakyat yang kurang

mampu atau yang tidak terlibat dalam urusan penggarapan pertanian juga dapat

menikmati hasilnya melalui perbaikan sarana dari hasil pajak yang diambil dari

keuntungan penghasilan pertanian tersebut.

2. Penegakkan Keadilan/Hukum

Dalam melaksanakan pemerintahan, Umar membuat beberapa peraturan baru.

Peraturan tersebut dihasilkan atas dasar musyawarah. Misalnya, pembinaan

pemerintahan dengan mendirikan kantor-kantor, meletakan dasar-dasar peradilan dan

administrasi, membentuk bait al-mal, mengatur jaringan pos, dan menempatkan

pasukan-pasukan di daerah perbatasan. Dengan banyaknya tugas yang diemban oleh

Umar, Umar senantiasa meminta pendapat dari para sahabat besar dalam

76

Ibid; h, 135

Page 58: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

menyelesaikan beberapa permasalahan melalui lembaga permusyawaratan yang telah

dibentuknya.77

Lembaga permusyawaratan ini terbagi menjadi tiga. Yaitu, sidang umum,

sidang khusus, dan sidang terbatas. Pertama sidang umum. Yaitu merupakan

pertemuan bagi khalayak umum di kota Madinah. Dari situ, mereka diundang untuk

hadir di masjid Nabawi dan setelah melaksanakan shalat mereka berkumpul dan

khalifah Umar pun menyampaikan permasalahan yang perlu dibicarakan. Dalam

sidang umum seperti ini peserta musyawarah terdiri dari sejumlah besar warga

masyarakat dan para sahabat yang sekiranya mempunyai keahlian di bidangnya

masing-masing.

Lembaga permusyawaratan yang kedua yaitu sidang khusus, sidang ini

biasanya dilaksanakan dengan anggota tetap majelis, yang diadakan pada waktu-

waktu tertentu setelah sidang umum selesai. Di sini, khalifah memerlukan pendapat

orang-orang yang dipandang sebagai ahl al-hall wa al-aqd. Bila ia belum dapat

memutuskan suatu masalah meskipun masalah itu sebelumnya telah dipersoalkan

dalam sidang umum, atau ada di antara para sahabat yang belum merasa puas dengan

hasil kesepakatan sidang umum. Sehingga keputusan tersebut belum dapat dikatakan

sebagai hasil final, tetapi baru merupakan suatu usulan yang mendapat dukungan

mayoritas peserta musyawarah. Kemudian sahabat besar bermusyawarah kembali

dengan khalifah. Inilah yang dikatakan sebagai kategori sidang khusus.78

Lembaga permusyawaratan yang ketiga yaitu sidang terbatas. Sidang ini

hanya dilakukan bila ada suatu permasalahan yang dihadapkan kepada khalifah.

Sebetulnya, permasalahan tersebut bisa saja hanya khalifah sendiri yang

77

Hasbi, Musyawarah dan Demokrasi, h. 107. 78

Ibid., h. 109

Page 59: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

memutuskannya. Akan tetapi, ia masih tetap melaksanakan musyawarah dengan para

sahabat meski dalam jumlah terbatas. Dan pada masa pemerintahan Umar juga ada

beberapa bentuk sidang. Yaitu sidang resmi dan sidang darurat. Sidang resmi

biasanya diadakan di ibu kota Negara, sedangkan sidang darurat tidak mesti diadakan

di ibu kota, disamping tidak terikat dengan peraturan-peraturan.

Ketika Umar menjabat sebagai khalifah ada seorang laki-laki yang mencuri

suatu barang di bait al-mal tetapi Umar tidak melaksanakan hukuman potong tangan

kepada pencuri itu. Dan juga ada beberapa budak mencuri seekor unta, itupun tidak

diberi hukuman potong tangan karena terbukti kelaparan.

Jadi, bagi Umar tidak selamanya hukuman potong tangan itu harus

dilaksanakan. Penangguhan potong tangan juga dilaksanakan dalam peperangan.

Larangan Rasulullah untuk memotong tangan-tangan pencuri dalam peperangan

diartikan oleh Umar agar pencuri ketika itu tidak lari dan bergabung dengan musuh.

Pertimbangan-pertimbangan seperti itu jelas mempengaruhi pemikiran Umar dalam

menerapkan ketentuan ayat yang menerangkan tentang hukuman potong tangan,

sehingga penafsirannya tidak kering dan terpaut dengan teks-teks perundang-

undangan dalam Islam. Selain itu pertimbangan Umar tidak melakukan pemotongan

tangan juga bertolak dari pengecualian yang ditentukan dalam Al-Qur’an terhadap

orang yang berada dalam keterpaksaan.79

Pada waktu Umar menjabat sebagai khalifah juga pernah tidak membagikan

zakat kepada salah satu muallaf. Karena Umar berpendapat pada waktu itu Nabi

masih hidup orang-orang muallaf diberikan zakat dengan tujuan untuk memperkuat

Islam, tetapi pada masa Umar keadaan itu sudah berubah dan Islam pun sudah kuat.

Dengan demikian bagian itu sudah tidak berlaku lagi.

79

Nuruddin, Ijtihad Umar Bin Khattab, h. 35.

Page 60: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

Dalam memelihara keutuhan Negara, Umar pun memerlukan adanya kekuatan

militer yang tangguh. Umar pun mulai membentuk tentara reguler dengan sistem

imbalan oleh Negara dari baitul mal. Baitul mal dalam hal ini memiliki fungsi

sebagai kas Negara dan pusat pembekalan Negara. Dalam hal ini terkenal Diwan

Umar, yaitu suatu daftar orang-orang dalam lasykar yang diatur menurut suku

masing-masing. Diwan itu juga memberikan ketetapan jumlah gaji yang harus

diterima. Malah lebih jauh diwan tersebut menjelaskan pengelompokan jumlah gaji

tersebut berdasarkan masa waktu mereka memeluk Islam.80

Pada masa Umar juga penjara mulai didirikan. Awal mulanya Umar membeli

rumah Shafwan bin Umayyah seharga empat ribu dirham untuk dialihfungsikan

menjadi penjara. Dan akhirnya penjarapun didirikan. Awalnya penjara tersebut

ditempatkan bagi para pelanggar kejahatan saja. Tetapi, orang yang berutang dan

tidak mampu bayarpun dikirim ke penjara.

Lembaga konsultasi hukum yang juga merupakan pendamping lembaga

pengadilan dan penegakkan hukum itu juga ada dalam pemerintahan Umar. Lembaga

ini berfungsi untuk masyarakat awwam yang ingin memperkarakan suatu hal di

pengadilan, mengetahui hak dan kewajiban mereka dimata hukum. Maksud Umar

membentuk lembaga tersebut untuk rakyatnya mengenai peraturan hukum. Jika ada

orang ingin mengetahui hukum sesuatu, ia dapat menanyakan pada ahli hukum yang

diangkat Umar di setiap kota atau pemukiman yang besar.

Dibidang hukum juga Umar melakukan pembenahan peradilan Islam. Dan

Umar juga orang yang pertama meletakkan prinsip-prinsip peradilan dengan

menyusun sebuah risalah yang di,kirim kepada Abu Musa Al-Asyary. Risalah

80

Didin Saefuddin, Sejarah Peradaban Islam (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Jakarta

dengan UIN Jakarta Press, 2007), h. 38

Page 61: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

tersebut kemudian disebut Dustur Umar (konstitusi Umar), atau risalah Al-Qadha

(surat peradilan). Untuk meningkatkan mekanisme pemerintahan di daerah, Umar

melengkapi gubernurnya dengan beberapa staf, seperti sekretaris kepala, sekretaris

militer, pejabat perpajakan, pejabat kepolisian, pejabat keuangan, dan hakim serta

pejabat jawatan keagamaan.81

Dalam masa pemerintahan Umar sangat menjunjung tinggi keadilan dan

persamaan hak di depan hukum, contohnya pada masa itu Mesir yang merupakan

salah satu provinsi dalam daerah kekuasaan Umar terdapat rumah seorang yang

beragama Yahudi yang letaknya bersebelahan dengan istana gubernur, dan rumah

tersebut akan dirobohkan oleh gubernur untuk dijadikan taman kota, akan tetapi orang

yahudi tersebut menolak rumahnya untuk dirobohkan, dia mengadu kepada gubernur,

namun tidak dihiraukan oleh sang gubernur, akhirnya orang Yahudi tersebut melapor

kepada khalifah Umar, dan Umar mengirimkan pesan berupa tulang Unta yang telah

diberi garis lurus oleh pedang khalifah Umar. Kemudian pesan tersebut diterima oleh

gubernur Mesir tersebut, setelah menerima pesan dari khalifah Umar, gubernur

langsung meminta maaf kepada orang yahudi dan mendirikan kembali rumah orang

Yahudi itu. Dalam pesan itu tersirat betapa adilnya Umar terhadap rakyat dan betapa

tegasnya Umar terhadap para anak buahnya yang menjalankan pemerintahan.

Khalifah Umar sangat adil dan bijaksana dalam menyelesaikan berbagai

macam permasalahan, baik persoalan yang menimpa rakyatnya ataupun masalah

tentang hukum dalam agama, Umar tidak selalu sendirian dalam menyelesaikannya

setiap permasalahan itu, lebih banyak Umar menyelesaikan permasalah tersebut

dengan para ahli syura yang memang memiliki kompetensi di bidangnya masing-

81

Hery Sucipto, Ensiklopedi Tokoh Islam Dari Abu Bakar Hingga Nasr dan Qardhawi

(Jakarta: Hikmah, 2003) h. 41

Page 62: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

masing, sehingga setiap keputusan yang diambil bisa dipertanggung jawabkan kepada

rakyatnya.

3. Prioritas Musyawarah dalam Hal-hal yang Menyangkut Orang Banyak

Dalam syari’ah Islam ditegaskan bahwa kebijaksanaan pemimpin yang

menyangkut rakyat harus mengikuti prinsip kemaslahatan dan ini merupakan kaidah

yang sudah disepakati oleh para imam. Seorang pemimpin menempatkan dirinya

dihadapan Allah seperti kedudukan wali kepada anak yatim. Hal ini seperti yang

dicontohkan dalam hal pengelolaan baitul mal. Jika seseorang membutuhkan maka

bisa mengambil dari harta itu, dan jika kebutuhannya sudah cukup maka harus

mengembalikannya, dan bagi yang berkecukupan maka harus menahan diri untuk

tidak mengambil hak di baitul mal itu.

Jika seorang pemimpin membagikan zakat hendaklah membagikan zakat

kepada orang-orang yang berhak menerimanya dan tidak boleh berlebihan dalam

pembagian. Hal ini berarti membagi rata jika kebutuhannya juga sama. Seorang

pemimpin tidak boleh mengesahkan wasiat kepada orang yang tidak memiliki ahli

waris lebih dari sepertiga hartanya. Juga, seorang pemimpin tidak boleh

mengeluarkan harta dari baitul mal lalu memberikannya kepada orang yang tidak

membutuhkan dan mengabaikan orang yang membutuhkan.

Umar bin Khattab pernah mengangkat Amar bin Yasir sebagai imam shalat

dan sekaligus komandan perang. Kemudian mengangkat Abdullah bin Mas’ud

menjadi hakim dan mengurus baitul mal, mengangkat Utsman bin Hunaif menangani

pembagian tanah. Umar memberi gaji atau tunjangan harian bagi tiga orang ini,

berupa seekor kambing yang diambil dari baitul mal, dan harus dibagi diantara

mereka bertiga. Bagian lambung dan perutnya menjadi bagian Amar. Seperempat

Page 63: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

bagian yang lain menjadi bagian Abdullah bin Mas’ud, dan seperempat bagian lagi

menjadi bagian Utsman bin Hunaif. Dalam hal ini, Umar berkata, “Aku menempatkan

diriku di tengah kalian dalam menangani harta ini seperti kedudukan wali yatim.

Dalam surah An-Nisa ayat 5 disebutkan,” Barang siapa (di antara pemelihara itu)

mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan

barang siapa miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut cara yang patut.”

Atas dasar inilah pemimpin tidak boleh melebihkan pembagian dan harus membagi-

bagikannya di antara orang-orang muslim menurut haknya.

Khalifah Umar dalam menjalankan pemerintahanya selalu memperhatikan

kebutuhan atau kepentingan orang banyak atau kepentingan rakyatnya di atas

kepentingan pribadinya, bagi Umar seorang pemimpin yang bertanggung jawab

adalah pemimpin yang tahu apa yang dibutuhkan oleh orang yang dipimpinnya atau

rakyatnya, Umar pun tidak segan-segan berkorban untuk kepentingan rakyatnya,

contohnya Umar terjun langsung untuk melihat keadaan rakyatnya, sehingga tidak

ada yang merasa dirugikan dari keputusan yang sudah ditetapkannya dan Umar

terhindar dari perbuatan zalim yang dilarang oleh agama.

4. Pembentukan Tim Suksesi Pemilihan Utsman bin Affan

Ketika Umar menghadapi sakaratul maut setelah ditikam oleh orang Majusi,

Abu Lu’lu’ah, Umar menunjuk enam orang sahabat besar.82 Keenam sahabat besar

yang merupakan khalifah tersebut bermusyawarah dan memilih salah seorang di

antara mereka, setelah bertanya kepada khalayak ramai. Setelah Umar meninggal

dunia, mereka menyerahkan urusan penyelidikan dan permusyawarahan dengan

rakyat kepada salah seorang di antara mereka, yaitu Abdurrahman bin Auf. Setelah

82

Mereka adalah Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, Utsman bin Affan, Ali bin

Abu Thalib, az-Zubair binul Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah.

Page 64: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

terus menerus bermusyawarah dengan masyarakat selama tiga hari, Abdurrahman bin

Auf mendapatkan bahwa sebagian besar rakyat lebih memilih Utsman bin Affan.

Maka, ia mengadakan pertemuan umum di masjid Madinah, dan setelah saling

mengeluarkan pendapat, pertemuan tersebut berakhir dengan diangkatnya Utsman bin

Affan sebagai khalifah yang diikuti dengan pembaiatan oleh seluruh manusia secara

aklamasi.83

Musyawarah atas terpilihnya Utsman berawal dari gagasan Umar sebelum ia

wafat. Setelah Umar wafat berkumpulah para ahl al syura di rumah al-Miswar bin

Makhramat selama beberapa hari untuk membahas mengganti khalifah. Pada

pertemuan pertama belum membuahkan hasil yang maksimal. Bahkan yang terlihat

hanya persaingan antara Bani Umiyah dan Bani Hasyim yang masing-masing pihak

mencalonkan Utsman dan Ali. Ketika itu Abdurahman bin Auf mengusulkan kepada

anggota sidang majelis dengan tawaran siapa yang akan mengundurkan diri sebagai

calon, dialah yang diberi hak penuh untuk menetapkan siapa yang akan menjadi

khalifah.

Hal tersebut tidak didukung oleh seorangpun peserta musyawarah. Hal ini

dimanfaatkan oleh Abdurahman bin Auf untuk mencabut dirinya sebagai calon

khalifah dan meminta kepada peserta musyawarah agar ditunjuk sebagai ketua

pemilihan dan akhiranya hal tersebut disetujui oleh anggota majelis, kecuali Ali bin

Abu Thalib yang hanya bersikap diam. Pada akhirnya, Ali berkata setelah didesak

oleh Abdurahman bin Auf untuk berjanji bahwa Abdurahman bin Auf tidak akan

mengikuti hawa nafsu serta tidak memilih keluarga ia sendiri dan tidak akan membuat

umat dalam keadaan susah. Dari perkataan Ali tersebut, terlihat kekhawatiran Ali

83

Muhammad Dhiauddin Rais, Teori politik Islam. Penerjemah, Abdul Hayyie, (Jakarta:

Gema Insani Press, 2001), h. 135

Page 65: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

terhadap ketua pemilihan karena adanya hubungan keluarga bagi calon-calon yang

akan dipilih.

Abdurahman bin Auf sendiri tidak terlalu berambisi untuk menggunakan

wewenang peserta musyawarah yang diamanatkan kepadanya. Hal ini dibuktikan

Abdurahman bin Auf dalam menggunakan cara bermusyawarah. Abdurahman bin

Auf tidak hanya mengandalkan sidang-sidang resmi saja, tetapi juga menggunakan

cara dengan berkeliling menemui para tokoh atau semacam melakukan dengar

pendapat dengan orang-orang di luar sidang majelis yang terkemuka, yaitu sahabat-

sahabat besar, bahkan panglima dan para cendikiawan di Madinah. Dari hasil

musyawarah dengan para tokoh yang ada dalam dengar pendapat tersebut, dapat

disimpulkan bahwa mayoritas umat lebih cenderung kepada Ustman bin Affan.

Tindakan Abdurahman bin Auf ini merupakan referendum untuk mengetahui sejauh

mana pendapat umat, dan hal ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam

mengambil keputusan.

Ketika sidang musyawarah akan dimulai lagi, perdebatan sengit terjadi antara

pendukung Utsman dan Ali. Hal ini menunjukan bahwa dalam bermusyawarah

dibolehkan adanya kebebasan dan kemerdekaan dalam berpendapat. Sebagai contoh,

ketika Ali ditanya terlihat bahwa ia enggan untuk berjanji apabila ia menjabat sebagai

pemimpin untuk bertindak sesuai dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul serta kedua

khalifah sebelumnya. Ali menjawab dengan kalimat spontanitas dan kurang tegas, ia

pun berkata, “Saya berharap demikian, saya akan berbuat sesuai dengan ilmu dan

kemampuan saya. Saya akan memberikan yang terbaik.”. Hal ini dapat dimaklumi

karena Ali dikenal sebagai sahabat yang luas ilmu, dan seorang yang sholeh, sehingga

ia melihat segala sesuatu sesuai dengan pandangan dan pengetahuannya. Meski sikap

ini dinilai kurang menguntungkan secara politis, karena seorang pemimpin dituntut

Page 66: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

untuk bersikap tegas dalam menghadapi segala permasalahan dan persoalan hidup

yang terjadi di tengah masyarakat. Dalam kaitannya dengan ini, Utsman bin Affan

menjawab dengan tegas, ia berkata, “iya, saya laksanakan”. Dan secara politis

Utsman memperoleh kemenangan karena ia telah menyakinkan ketua pemilihan

Abdurrahman bin Auf dihadapan para anggota sidang majelis dan para pemuka

dengan sikapnya yang tegas dan pantas dan menjadi pemimpin. Abdurrahman bin

Auf langsung mengucapkan kalimat syahadat bahwa ia telah menyelesaikan tugasnya

dan kemudian membai’at Utsman sebagai khalifah diikuti oleh para hadirin peserta

sidang musyawarah.

Pelaksanaan musyawarah untuk menentukan khalifah ketiga ini lebih baik dari

sebelumnya walaupun masih ada beberapa pihak yang merasa kurang puas. Dari segi

perolehan suara, Utsman mendapatkan tiga suara sementara Ali memperoleh dua

suara. Keputusan hasil musyawarah ini tidak hanya berdasarkan semata-mata dari

hasil sidang, tetapi juga memperhatikan pendapat umum warga masyarakat. Hal ini

dapat dilihat dari kegigihan Abdurrahman bin Auf saat menemui para tokoh dan para

intelektual untuk melakukan dengar pendapat, sehingga tidak ada alasan untuk

mengatakan bahwa ketua pemilihan melakukan kecenderungan untuk tidak adil.

Dalam pelaksanaan musyawarah pemilihan khalifah ketiga ini, meskipun atas

prakarsa Umar sebelum wafat -sebagaimana halnya Rasulullah- Umar lebih suka

meninggalkan masalah kepemimpinan itu tetap terbuka dan membiarkan umat atau

masyarakat memecahkan persoalan dan permasalahan mereka sendiri. Berbeda

dengan Rasulullah, Umar lebih memilih untuk menyerahkan persoalan tersebut

kepada suatu tim atau majelis yang merupakan perwakilan umat. Hal ini menunjukan

bahwa adanya perkembangan dalam pelaksanaan musyawarah yang berbeda dengan

apa yang telah dilaksanakan oleh khalifah pertama Abu Bakar Siddiq. Pemilihan

Page 67: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

khalifah ketiga ini dapat dikategorikan sebagai musyawarah yang terakhir dalam

pemerintahan Umar bin Khattab sekaligus ini juga merupakan awal musyawarah dari

era pemerintahan Utsman bin Affan.

Pada dasarnya pada masa kepemimpinan Umar tetap melanjutkan sistem

musyawarah atau syura yang sebelumnya sudah di gariskan dalam Al-Qura’an dan

yang sudah ada pada masa khalifah Abu Bakar, namun tidak hanya sekedar

melanjutkan saja, tapi Umar juga ikut andil dalam menyempurnakan tata cara

pelaksanaannya, sehingga pada masa kepemimpinannya syura merupakan sebuah

pencapaian yang gemilang dari masa pemerintahan khalifah Umar, karena beragam

masalah atau persoalan sudah banyak yang diselesaikan dengan jalan bermusyawarah

atau dengan cara syura.

Page 68: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada pemaparan bab-bab sebelumnya, dapat ditarik sebuah kesimpulan

bahwa, proses pengangkatan Umar bin Khattab sebagai khalifah di awali ketika Abu

Bakar merasa bahwa ajalnya telah dekat, Abu Bakar merasa harus memilih pengganti

dirinya sebagai khalifah. Setelah bermusyawarah dengan para sahabat atau orang-

orang yang memiliki kualifikasi permusyawaratan (ahlul halli wal ‘aqdi) akhirnya

Abu Bakar memilih Umar bin Khattab sebagai penggganti dirinya menjadi khalifah.

Pada waktu itu sebagian sahabat menentang pencalonan Umar karena mereka

khawatir atas sifat keras dan tegasnya. Namun setelah para sahabat itu

bermusyawarah dengan Abu Bakar mereka pun akhirnya menyepakati pencalonan

Umar untuk menjadi pengganti Abu Bakar. Kemudian Umar diangkat sebagai

penerus Abu Bakar disertai para sahabat untuk membai’at Umar sebagai khalifah.

Umar diangkat menjadi khalifah melalui musyarawah yang sekaligus

menunjukkan bahwa masa pemerintahan Abu Bakar telah berakhir. Umar berupaya

menjunjung tinggi nilai-nilai musyawarah dan memperlihatkan komitmennya

terhadap syura. sekalipun ia telah mempunyai kekuasaan, namun Umar tidak ingin

mengandalkan segala tindakannya kepada faktor kekuasaan. Akan tetapi sebagai

kepala Negara Umar merasa bertanggung jawab dan siap menerima pendapat melalui

berbagai aktivitas musyawarah yang dilaksanakan.

Musyawarah telah ada sejak masa pemerintahan Abu Bakar dan terus

berlanjut hingga masa pemerintahan Umar bin Khattab, dan dari sinilah Umar bin

Page 69: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

Khattab membangun musyawarah yang merupakan pengembangan dari dasar-dasar

prinsip musyawarah yang telah ada dan di bangun dari masa kepemimpinan

sebelumnya. Dan oleh Umar bin Khattab prinsip-prinsip ini diperkuat menjadi suatu

institusi untuk menghargai pendapat umat. Umar memberikan hak dan kesempatan

yang lebih luas untuk berpartisipasi dalam pemerintahan. Hal ini diwujudkan dengan

dibentuknya suatu lembaga musyawarah (Majlis Syura) dalam pemerintahan.

Pembentukan lembaga ini menunjukkan suatu perkembangan yang luar biasa pada

saat itu. Karena suatu hasil keputusan diangkat dari lembaga tersebut.

Umar bin Khattab sangat menghormati para sahabat dan memanfaatkan

kreatifitas pemikiran dan pendapat mereka, karena para sahabat tersebut menurut

Umar merupakan peserta musyawarah yang memiliki hak utama untuk

mengungkapkan pendapat secara jelas.

Selanjutnya dapat dilihat nilai-nilai syura yang terdapat pada masa

pemerintahan Umar bin Khatab meliputi Persamaan dan kebebasan, Penegakkan

keadilan/hukum. Umar mengatakan bahwa di dalam bermusyawarah itu tidak ada

perbedaan di depan hukum. Baik itu dilihat dari suku, miskin atau kaya, pejabat atau

pegawai biasa, itu sama dimata hukum. Dan Umar juga memberi kebebasan kepada

rakyatnya untuk menegur hal apapun kepada kepala Negara nya apabila melanggar

peraturan yang subah ditetapkan. Prioritas musyawarah dalam hal-hal yang

menyangkut orang banyak. Karena kebijaksanaan seorang pemimpin yang

menyangkut rakyat itu harus mengikuti prinsip kemaslahatan, dan ini merupakan

suatu kaidah yang sudah disepakati oleh para imam.

B. Saran

Pemimpin merupakan tokoh penting dalam kehidupan bermasyarakat, baik

dan tidaknya sebuah pemerintahan ditentukan oleh sikap atau perilaku yang dilakukan

Page 70: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

oleh pemimpinnya, maju atau mundurnya sebuah Negara juga tergantung pada

pemimpinnya. Karena seorang pemimpin yang adil dan bijaksana merupakan sumber

dari sebuah pengelolaan pemerintahan dan Negara yang baik. Hal itu dapat tercermin

pada seorang pemimpin yang menerapkan sistem syura pada pengambilan

keputusannya di dalam pemerintahan.

Syura bukan hanya kata tanpa makna, namun syura merupakan sebuah kata

yang sarat akan makna yang berartikan suatu cara dalam mengambil keputusan. Oleh

karena itu jangan hanya memaknai kata syura pada tataran kehidupan bernegara dan

kehidupan berpolitik saja, walaupun kita tidak dapat terlepas dari seputar

permasalahan tersebut, namun juga harus dipahami bahwa syura merupakan salah

satu perintah yang ada di dalam Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an bersifat global dan

universal maka suatu keharusanlah untuk setiap umat Islam melaksanakan perintah

tersebut dalam menghadapi berbagai permasalahan.

Syura pada saat ini masih bisa dilakukan, karena dalam syura terdapat nilai-

nilai keadilan dan dapat menyelesaikan beragam masalah. Akan tetapi pada saat ini

sudah banyak orang atau pihak yang meninggalkan syura, khususnya di Negara kita

Indonesia, kebanyakan orang lebih menerapkan sistem demokrasi dari Barat dan lebih

mengutamakan suara mayoritas dalam menyelesaikan masalah, baik masalah tentang

kehidupan bernegara dan bermasyarakat, contohnya dalam mencari pemimpin.

Page 71: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

DAFTAR PUSTAKA

Abu Fariz, Muhammad Abdul Qadir. Sistem Politik Islam, Penerjemah Musthalah

Maufur Jakarta: Robbani Press, 2000.

Ahmad, Mumtaz. Masalah-Masalah Teori Politik Islam. Penerjemah, Ena Hadi,

Bandung: Mizan, 1993.

Al Akkad, Abbas Mahmoud. Kecemerlangan Khalifah Umar Bin Khattab, Jakarta:

Bulan Bintang, 1978.

Qaradhawi, Yusuf. Meluruskan Dikotomi Agama dan Politik: Bantahan Tuntas

Terhadap Sekularisme dan Liberalisme. Penerjemah Khoirul Amru Harahap Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2008.

Ghazali, Abdul Hamid. Meretas Jalan Kebangkitan Islam: Peta Pemikiran Hasan Al-

Banna. Penerjemah Wahid Ahmadi Solo: Era Intermedia, 2001.

Khalidi, Mahmud Abd al-Majid. Analisis Dialektik Kaidah Pokok Sistem

Pemerintahan Islam Bogor: Al Azhar Press, 2004.

Qardhawy, Yusuf. Anatomi Masyarakat Islam. Penerjemah, Setiawan Budi Utomo, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1999.

Amiruddin, M. Hasbi. Konsep Negara Islam Menurut Fazlur Rahman Yogyakarta:

UII Press, 2000.

Anwar, Hamdani. “Masa Al-Khulafa ar-Rasyidun,” dalam M.Din Syamsuddin, at all, ed., Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, vol.II Jakarta: PT Ichtiar Baru Van

Hoeve, 2002.

As-Syawi, Taufiq Muhammad. Syura Bukan Demokrasi. Penerjemah Djamaluddin

Z.s, Jakarta: Gema Insani Press, 1997.

Asyri, Zul. Pelaksanaan Musyawarah Dalam Pemerintahan al-Khulafaur Rasyidin Jakarta: Kalam Mulia, 1996.

Dahlan, Abdul Aziz, dkk, (ed) Ensiklopedi Islam Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van

Hoeve, 1996.

Fadlali, Ahmad dkk, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Pustaka Asatruss, 2004.

Haekal, Muhammad Husain. Umar bin Khattab. Penerjemah Ali Audah Bogor:

Pustaka Lintera Antar Nusa, 2002.

Hakim, Masykur. Pemikiran Politik Islam Modern Jakarta: Pelita Insani, 2002.

Page 72: PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM … dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... Pemikiran Politik Islam Modern (Jakarta: Pelita

Hasbi,Artani. Musyawarah dan Demokrasi Ciputat: Gaya Media Pratama, 2001.

Murad, Mustafa. Kisah Hidup Umar Bin Khattab, Jakarta: Zaman, 2009.

Nuruddin, Amiur. “Ijtihad Umar bin Al-Khatab: Studi Tentang Perubahan Hukum

dalam Islam,” Tsaqafah Vol. IV, no 1, Zulqa’dah 1428.

Penyusun Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi islam, vol v Jakarta: PT.

Ichtiar baru Van Hoeve, 1994.

Pulungan, Suyuthi Prinsip-Prinsip Pemerintahan Dalam Piagam Madinah Ditinjau

Dari Pandangan Al-Qur’an, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994.

Rais, M. Dhiauddin. Teori Politik Islam, Penerjemah Abdul Hayyie Jakarta: Gema

Insani Press, 2001.

Rais, Muhammad Dhiauddin. Teori Politik Islam, Penerjemah, Abdul Hayyi al-Kattani, Jakarta: Gema Insani Press, 2001.

Saefuddin, Didin. Sejarah Peradaban Islam Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Jakarta

dengan UIN Jakarta Press, 2007.

Sucipto, Hery. Ensiklopedi Tokoh Islam dari Abu Bakar hingga Nasr dan Qardhawi,

Jakarta: Hikmah, 2003.

Syadzali, Munawir. Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran Jakarta: UI-Press, 1993.

Syafi’i, Inu Kencana. Pengantar Ilmu Pemerintahan, Bandung: PT Refika Aditama,

2005.

Taufiqurrahman, Sejarah Sosial Politik Masyarakat Islam Surabaya: Pustaka

Islamika press, 2003.

Zada, Khamami dan Arief R. Arofah. Diskursus Politik Islam Ciputat: LSIP, 2004.