BAB II KAJIAN LITERATUR - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0811015_bab2.pdf12...
-
Upload
nguyenhuong -
Category
Documents
-
view
255 -
download
5
Transcript of BAB II KAJIAN LITERATUR - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0811015_bab2.pdf12...
10
BAB II
KAJIAN LITERATUR
A. Kajian Teori
1. Pengertian Judul
a. Desain biasa diterjemahkan sebagai seni terapan, arsitektur, dan berbagai
pencapaian kreatif lainnya. Dalam sebuah kalimat, kata “desain” biasa
digunakan, baik sebagai kata benda maupun kata kerja. Sebagai kata
kerja, “desain” memiliki arti “proses untuk membuat dan menciptakan
obyek baru:. Sebagai kata benda, “desain” digunakan untuk menyebut
hasil akhir dari sebuah proses kreatif, baik itu berwujud sebuah rencana,
proposal, atau berbentuk benda nyata (id.wikipedia.com).
b. Interior adalah bagian dalam dari sebuah bangunan dibentuk oleh
elemen-elemen yang bersifat arsitektur dari struktur dan pembentuk
ruangnya, seperti kolom,dinding, lantai, dan atap
(www.academiaedu.com)
c. Desain Interior adalah merencanakan, menata dan merancang ruang-
ruang interior dalam bangunan (www.wordpress.com)
d. J-Pop singkatan dari Japanese Popular Culture merupakan
perkembangan kebudayaan hiburan Jepang yang banyak digemari dan
diminati sehingga menjadi populer di kalangan masyarakat. Berbagai
jenis hiburan populer tersedia, seperti musik, film, fashion, video game,
komik manga dan anime (web-jpn.org).
10
11
e. Pusat (Center)
- Titik yang ditengah - tengah benar ; 2. Tempat yang letaknya di
bagian tengah; 3. Pokok pangkal atau yang jadi perumpamaan.
(Poedawarminta; Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008:1318)
- Merupakan suatu tempat yang didominasi oleh suatu aktifitas
tertentu. Pusat diartikan sebagai sesuatu yang menjadi inti dan berperan
sebagai medium rujukan. Menurutnya pengertian pusat adalah
sesuatu uang menjadi sasaran perhatian atau sesuatu yang menjadi
pumpunan berbagai urusan. (Microsoft Encarta 2006. 1993-2005
Microsoft Corporation)
B. Tinjauan Japanese Popular Culture
J-Pop singkatan dari Japanese Popular Culture merupakan perkembangan
kebudayaan hiburan Jepang yang banyak digemari dan diminati sehingga menjadi
populer di kalangan masyarakat. Berbagai jenis hiburan populer tersedia, anime,
manga, musik dan fashion.
Budaya Jepang populer bukan merupakan budaya yang kontemporer
karena kebanyakan tema dan gaya produksi yang diambil merupakan seni dan
sastra tradisioan Jepang zaman dahulu. Berkisah tentang citra dan asmara
kekaisaran pada zaman Heihan Jepang kuno, namun munculnya pengaruh barat,
etos perang dunia kedua dan industrialisasi bangsa, budaya Jepang pun mengikuti
bentuk yang sekarang (web-jpn.org).
12
1. Anime
Anime adalah singkatan dari kata “animasi” dan merupakan cabang
animasi manga baik dua dimensi maupun tiga dimensi yang berasal dari
Jepang. Kebanyakan anime digambar langsung menggunakan tangan tetapi
semakin berkembangnya teknologi masa kini sudah banyak menggunakan
komputer. Anime tidak hanya untuk acara televisi atau film saja, tetapi untuk
video game, musik dan lain sebagainya.
a. Sejarah
Animasi mulai ada di awal abad ke-20, saat para pembuat Film
mengeksperimenkan Teknik Animasi yang sudah ada di Amerika Serikat,
Prancis, Jerman dan Russia. Sejarah karya animasi di Jepang diawali dengan
dilakukannya First Experiments in Animation oleh Shimokawa
Bokoten, Koichi Junichi, dan Kitayama Seitaro pada tahun 1913. Kemudian
diikuti film pendek karya Oten Shimokawa yang merupakan Anime pertama.
Anime ini berjudul Imokawa Mukuzo Genkanban no Maki, Anime ini dibuat
dan selesai pada tahun 1917, Anime ini hanya berlangsung selama 5 menit
dan sampai sekarang Anime itu tidak dipakai lagi. Anime ini bercerita tentang
seorang samurai sedang mengetes pedangnya dengan suatu target. Pada saat
itu Oten membutuhkan waktu 6 bulan hanya untuk mengerjakan animasi
sepanjang 5 menit tersebut dan masih berupa “film bisu”. Karya Oten itu
kemudian disusul dengan anime berjudul Saru Kani
Kassen dan Momotaro hasil karya Seitaro Kitayama pada tahun 1918, yang
dibuat untuk pihak movie company Nihon Katsudo Shashin(Nikatsu). Pada
13
tahun 1918 Seitaro kembali membuat anime dengan judul Taro no Banpei.
Tetapi semua catatan tentang anime tersebut dikatakan hilang akibat gempa
bumi di Tokyo pada tahun 1923.
Pada tahun 1927, Amerika Serikat telah berhasil membuat animasi
dengan menggunakan suara (pada saat itu hanya menggunakan background
music). Jepang kemudian mengikuti langkah itu dan anime pertama dengan
menggunakan suara musik adalah Kujira (1927) karya Noburo Ofuji.
Gambar 2.1 Cuplikan film animasi pertama di Jepang yang berjudul
Imokawa Mukuzo Genkanban no Maki (Sumber : http://www.virtualjapan.com/wiki/Japanese_pop_culture/anime)
Gambar 2.2 Noburo Ofuji
(Sumber : http://www.virtualjapan.com/wiki/Japanese_pop_culture/anime)
14
Anime pertama yang “berbicara” adalah karya Ofuji yang berjudul
Kuro Nyago (1930) dan berdurasi 90 detik. Salah satu anime yang tercatat
sebelum meletus Perang Dunia II dan merupakan anime pertama dengan
menggunakan optic track (seperti yang digunakan pada masa sekarang)
adalah Chikara To Onna No Yononaka (1932) karya Kenzo Masaoka.
Tahun 1962 ada anime yang merupakan salah satu anime yang
memasuki era kesuksesan pertama. Anime ini bernama Tetsuwan Atom (Di
Luar Jepang, Anime bernama Astro Boy) Karya Ozamu Tezuka. Astro Boy
sangat terkenal, bahkan sampai ditayangkan ke beberapa negara di luar
Jepang. Namun, Astro Boy bukanlah animasi televisi buatan lokal pertama.
Tahun 1960 adalah pertama kalinya ditayangkan anime TV di Jepang,
yaitu Mittsu no Hanashi (Tree Tales) – The Third Bloodanime TV Special.
Ozamu Tezuka dikatakan sebagai "Legenda dan Dewa para Manga". Astro
Gambar 2.3 Astro Boy
(Sumber :
http://www.virtualjapan.com/wiki/Japanese_pop_culture/anime)
15
Boy dibuat oleh Osamu Tezuka Production Animation Departement yang
didirikan oleh Ozamu Tezuka (Dia mendirikan perusahaan baru ini di tahun
1962).
b. Anime tahun 1970-an
Permulaan tahun 1970, Populasi pembelian manga semakin Melonjak.
Robot (Mecha) besar dalam anime pertama kali diperkenalkan pada tahun
1966 melalui karya Shotaro Kaneda. Sejak itu mulai bermunculan anime-
anime yang bertema hampir serupa, contohnya Gundam. Acara televisi ini
ternyata sangat digemari sehingga muncul dalam bentuk film dan bahkan
serial televisinya pun dibuat menjadi 2 sekuel.
Gambar 2.4 Gundam
(Sumber :
http://www.virtualjapan.com/wiki/Japanese_pop_culture/anime)
16
c. Anime tahun 1980-an
Memasuki era 80-an, anime semakin digemari dan semakin banyak
produser film yang berusaha memenuhi keinginan masyarakat. Pertumbuhan
ini semakin ditunjang dengan munculnya kaset video sebagai media. Dengan
adanya teknologi VCR, masyarakat bisa memperoleh anime kesayangan
mereka dalam bentuk video. Hal inilah yang kemudian mendorong
munculnya versi video sebuah anime yang langsung dijual kepada
masyarakat tanpa harus ditayangkan di televisi terlebih dahulu. (Dikenal
dengan istilah OVA - Original Video Animation atau OAV - Original
Animated Video). Keiji Nakazawa mengangkat tema korban Hiroshima
dengan judul Hadashi no Gen yang diangkat menjadi anime pada tahun 1983
dengan sutradara Masaki Mari. Salah satu anime terkenal yang mengangkat
tema serupa adalah Hotaru no Haka (Grave of the Fireflies). Dengan
bermunculannya anime-anime tema yang kompleks dan mendalam, maka
anime telah menembus batasan “hanya untuk anak-anak” dan telah menjadi
tontonan bagi berbagai macam tingkat usia pemirsa.
17
d. Anime di Indonesia
Anime masuk di Indonesia pertama kalinya adalah sekitar awal tahun
1980-an yang pada masa tersebut hadir dalam format kaset video. Tahun-
tahun selanjutnya perjalanan hidup anime mengalami pasang surut dan
sempat vakum seiring berakhirnya era mesin video Beta pada akhir tahun
1980-an. Sedangkan stasiun televisi lebih banyak memberikan jam tayangnya
untuk animasi buatan Amerika atau Eropa yang dianggap lebih mudah
memperoleh popularitas. Anime kemudian tidak lagi dianggap sebagai suatu
trend sehingga sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan.
Gambar 2.5 Hadashi no Gen (Sumber :
http://www.virtualjapan.com/wiki/Japanese_po
p_culture/anime)
18
Hingga akhirnya pada pertengahan tahun 1990-an anime mulai
kembali eksis dan merupakan hal yang menggembirakan bagi penggemar
anime di Indonesia. Stasiun-stasiun televisi mulai kembali gencar
menayangkan acara anime. Saint Seiya, Sailor Moon, Dragon Ball, dan masih
banyak judul lainnya yang pernah ditayangkan mendapatkan respon positif
dari pada penggemarnya dimana masih tetap eksis walaupun sebagai
kelompok minoritas dan secara tidak langsung mendukung perkembangan
anime di Indonesia.
Gambar 2.6 Sailor Moon (Sumber :
http://www.virtualjapan.com/wiki/Japanese_pop_culture/anime)
Gambar 2.7 Dragonball (Sumber :
http://www.virtualjapan.com/wiki/Japanese_pop_culture/anime)
19
e. Popularitas anime dari barat
Dimulai pada tahun 1989 anime tidak hanya berkembang di negara
Jepang saja, tetapi juga berkembang di negara Amerika Serikat dengan awal
lirisnya anime Akira, dan disusul munculnya anime- anime di negara lainnya.
Namun anime tersebut tidak bertahan lama yaitu pada tahun 1990-an dan
awal tahun 2000-an popularitas anime menurun. Berbeda dengan anime dari
Jepang, pada masa itu merupakan awal pengenalan Shonen Serial seperti
Dragonball. Dan Peluncuran kartun Pokemon pada awal tahun 2000.
Dan pada masa itu pula muncullah media digital dan DVD yang
menunjang untuk memudahkan anime menyebar di kalangan masyarakat.
Selain itu saluran seperti Cartoon Network mulai menayangkan beberapa
anime. Pada tahun 2002 Penganugerahan Best Foreign Language Featured
kepada anime dengan judul Spirited Away menandai titik kesuksesan anime
di dunia internasional dan membuka pintu bagi produksi anime untuk
mencapai ke negara negara di Eropa.
Gambar 2.8 Spirited Away (Sumber :
http://www.virtualjapan.com/wiki/Japanese_pop_culture/anime)
20
Beberapa tahun terakhir ini, animasi barat telah dipengaruhi oleh
anime yang berasal dari jepang seperti Avatar The Last Airbender yang
merupakan film anime dari Jepang yang kemudian diproduksi ulang oleh
produser dari Amerika Serikat. Kolaborasi antara studio produksi Barat dan
Jepang makin berkembang.
f. Genre anime
Ada beberapa jenis anime yang, yaitu :
1) Shojo, jenis anime yang ditujukan pada penonton wanita-wanita muda. Anime
ini biasanya berisi pemuda-pemuda yang tampan dan menarik.
2) Shonen, jenis anime yang ditujukan pada penoton laki-laki. Anime ini
biasanya bercerita tentang petualangan dan perang.
Gambar 2.9 Avatar The Last Airbender (Sumber :
http://www.virtualjapan.com/wiki/Japanese_pop_culture/anime)
21
3) Seinen, jenis anime yang ditargetkan untuk laki-laki remaja dan tua.
4) Josei, jenis anime yang ditargetkan untuk wanita remaja dan tua.
5) Kodomo, jenis anime yang ditargetkan untuk anak-anak, biasanya bercerita
tentang hewan yang lucu dan menarik.
2. Manga
a. Pengertian dan Sejarah Manga
Manga ( baca: man-ga, atau ma-ng-ga) merupakan kata komik
dalam bahasa jepang; diluar Jepang kata tersebut digunakan khusus untuk
membicarakan tentang komik Jepang. Mangaka (baca: man-ga-ka, atau ma-
ng-ga-ka) adalah profesi orang yang menggambar manga. Berbeda dengan
komik Amerika, manga biasanya dibaca dari kanan ke kiri, sesuai dengan
arah tulisan kanji Jepang (www.wikipedia.org/wiki/manga).
Majalah-majalah manga di jepang biasanya terdiri dari beberapa
judul komik yang masing-masing mengisi sekitar 30-40 halaman majalah itu
(satu chapter/bab). Majalah-majalah tesebut sendiri biasanya mempunyai
tebal berkisar antara 200 hingga 850 halaman. Sebuah judul manga yang
sukses dapat terbit hingga bertahun-tahun seperti Jojo no Kimyou na
booken/ Jojo‟s Bizzare Adventure/ misi rahasia. Umumnya judul-judul yang
sukses dapat diangkat untuk dijadikan dalam bentuk animasi, contohnya
adalah seperti Naruto, Bleach, dan One piece
(www.wikipedia.org/wiki/manga).
22
Beberapa manga cerita aslinya biasa diangkat berdasarkan dari
novel/visual novel, contohnya adalah „Basiliks” (tidak beredar di Indonesia)
berdasarkan dari novel Kooga Ninpoochou oleh Futaro Yamada, yang
menceritakan pertarungan antara klan ninja Tsubagakure Iga dan klan ninja
Manjidani Koga. Ada juga yang mengangkat dari cerita sejarah, seperti
sejarah Tiga Kerajaan (The Three Kingdom) seperti Legenda Naga
(Ryuuroden) dan sejarah-sejarah Jepang, kadang ada yang memakai nama
yang benar-benar ada, ada juga yang memakai tokoh fiktif. Setelah beberapa
lama, cerita-cerita dari majalah itu akan dikumpulkan dan dicetak dalam
bentuk buku berukuran biasa, yang disebut Tankoobon ( atau kadang
dikenal dengan sebagai istilah volume). Komik dalam benntuk ini biasanya
dicetak diatas kertas berkualitas tinggi dan berguna untuk orang-orang yang
tidak atu malas membeli majalah-majalah manga yang terbit mingguan yang
memiliki beragam campuran cerita/ judul. Bentuk tankoobon inilah biasanya
Gambar 2.10 Contoh isi maanga naruto dalam bentuk komikyang
telah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia (Sumber : http://www.virtualjapan.com/wiki/Japanese_pop_culture/manga)
23
manga diterjemahkan kedalam bahaasa-bahasa lain di negara-negara lain
seperti Indonesia.
Beberapa judul (yang sukses) bahkan telah/ akan dibuat versi
manusia (Live Action, atau kadang disingkat sebagai L.A. di Jepang),
beberapa judul yang telah diangkat menjadi Live Action contohnya adalah
manga berjudul Death Note dan Detektif Conan
Lebih lanjut sebagian judul juga akan dibuat remake kembali secara
internasional oleh produsen di luar Negara Jepang, seperti Amerika, yang
membuat film Live Action Dragon Ball versi Hollywood (20‟th Century
fox), dan kabarnya juga akan dibuat versi live action dari Death Note oleh
pihak produser barat.
Komik jepang yang paling tua dan terkenal pertama kali di temukan
di gudang Shooshooin di Nara yang memperlihatkan berbagai ekspresi
wajah manusia dengan mata yang keluar dan melorot dalam bentuk
Gambar 2.11 Manga Detective Conan yang kemudian dibuat versi real
manusia (Sumber : http://www.virtualjapan.com/wiki/Japanese_pop_culture/manga)
24
Fusaakumen. Karya yang lain disebut Daidaron, menggambarkan mata
orang yang terbelalak dan orang yang berjenggot. Selain itu pada langit-
langit d Kondoo (gedung utama) kuil Buddha Hooryuuji pada abad ke-7 dan
pada panggung bangunan Brahma dan Indra di kuil Thooshoodaiji pada
abad ke-8, dimana dalam gambar komik ini terdapat unsur-unsur religious
dan nilai-nilai tradisi. Sedangkan di gedung Phoenix kuil Byoodooin,
tercatat arsitektur zaman Heian (794-1185), yang pada saat itu ditemukan
karikatur pengadilan rendah. Namun ada juga yang menyebut manga pertma
kali muncul abad 12 (pada akhir zaman Heian) dimana manga generasi awal
yang bertajuk “Choju Jinbutsu Giga” karya biksu Toba Soojoo yang berisi
berbagai gambar lucu hewan dan manusia.
Manga yang dibuat banyak seniman ini memenuhi hampir semua
persyaratan manga. Sederhana, memilki cerita didalamnya, dan memilki
gambar artistik. Pada pertengahan abad ke-12, terdapat gulungan surat
Gambar 2.12 Manga generasi awal berjudul Choju Jinbutsu Giga (Sumber : http://www.virtualjapan.com/wiki/Japanese_pop_culture/manga)
25
bergambar yang terkenal yang disebut Shigisan Engi Emaki, yang
menggambarkan gerakan yang dinamis. Dalam gambar tersebut terdapat
sebuah adegan pendeta Buddha Myoren membuat sebuah panic ajaib
terbang ke udara dan membawa gudang beras orang kaya ke puncak
gunung. Sedangkan pada adegan lainnya, karung-karung beras terbang
keluar dari gudang. Kemudian Bandainagon Ekotoba (akhir tahun 1100- an)
memperlihatkan gerbang utama dari sebuah kuil terkenal yang sedang
terbakar dengan ekspresi wajah dari sekitar seratus orang yang dikejutkan
oleh api atau orang-oarang yang melarikan diri, hal ini membuat adegan ini
menjadi hidup dan membuat kita merasa ada diantara mereka.
Pada zaman Showa (1926-1989) yang dikenal juga dengan abad
manga anak-anak, dimana saat itu, manga mulai berkembang pesat. Pada
tahun 1989 dalam selang waktu satu tehun telah diterbitkan sekitar 500 juta
manga, 500 juta majalah manga bulanan, dan 700 juta majalah mingguan
manga. Dari prestasi yang dicapai ini Jepang dapat dikatakan sebagai
Gambar 2.12 Gulungan surat bergambar yang terkenal yang disebut
Shigisan Engi Emaki (Sumber :
http://www.virtualjapan.com/wiki/Japanese_pop_culture/manga)
26
“Kerajaan Manga”, yang mulai bangkit dalam situasi setelah melewati masa
perang lewat manga anak-anak. Sebelum dan selama Perang Dunia ke-II,
para seniman lokal menggunakan The Japan Punch sebagai media
penerbitan yang juga merupakan majalah komik dengan cerita humor yang
dikelola oleh orang-orang Inggris yang tinggal di Jepang, meskipun awalnya
The Japan Punch muncul sebagai sindiran politik pada saat itu diawasi
dengan ketat oleh pemerintah Jepang.
Berkembangnya tekhnologi produksi manga pada pasca Perang
Dunia ke-II tidak lepas dari peran serta komikus berbakat Osamu Tezuka
(1928- 1989). Tezuka mengubah wajah dunia manga pasca Perang Dunia
ke-II secara radikal. Ia menggunakan gaya narasi yang unik dengan
komposisi cerita menyerupai novel yang disebut dengan Story Manga
(komik naratif) dengan alur cerita yang naik turun saat menuju klimaks
cerita serta menggunakan tekhnik-tekhnik seperti pada pembuatan film,
dengan sudut pengambilan gambar yang dinamis dengan penggalan-
penggalan gambar yang tidak beraturan, yang sengaja didesain untuk
menggambarkan urutan gerakan dan membangun ketegangan . Bunyi pun
juga diungkapkan dengan huruf sebagai penggambaran aktifitas bisu dan
emosi. Tezuka juga memperkenalkan system produksi manga yang baru,
yaitu cara mempercepat produksi serta menjamin kelangsungan usaha
manga. Selain itu diperkenalkan tekhnik sinematik kedalam komik
tradisional. Selama tahun 1960-an, seiring dengan meningkatnya
pendapatan ekonomi Jepang, perusahaan penerbitan komik menyadari
27
bahwa pasar untuk buku komik dan majalah komik telah berkembang dan
jumlah komikpun meningkat. Pada tahun 1963, Tezuka membuat animasi
televise untuk pertama kalinya dan menjual karakter animasi tersebut untuk
menutupi biaya produksi. Karya-karyanya yang sukses besar diluar negeri
antara lain yaitu “Mighty Atom” (Astro Boy) dan “Jungle Emperor”.
Tezuka juga memproduksi kartun versinya sendiri yang bejudul “Faust”,
dan Destovyeki’s Crime and Punishmen” yaitu menceritakan tentang
kehidupan Buddha serta drama mengenai samurai.
b. Jenis-Jenis Manga
Berikut adalah genre-genre yang ada di manga. Selain itu, banyak
dari jenis-jenis berikut juga berlaku untuk anime dan permainan
komputer Jepang.
1) Aksi akushon : Bercerita tentang pertempuran, perkelahian, atau kekerasan
2) Fantasi fantajī : Bercerita tentang benda-benda aneh atau memiliki kekuatan
di luar logika, dunia yang tidak terlihat atau lain
3) Historis hisutorikaru : Bercerita tentang sejarah seseorang, benda, ataupun
suatu tempat
4) Seni bela diri budō: Bercerita tentang berbagai seni bela diri
5) Misteri Nazo : Bercerita tentang sebuah misteri
6) Roman/Percintaan Romansu: Bercerita tentang percintaan
7) Olahraga supōtsu: Bercerita tentang berbagai olahraga
28
8) Supernatural chō shizen : Orang-orang yang berada dalam manga tersebut
memiliki kekuatan di luar logika.
3. Musik Jepang
Musik Jepang merupakan gaya musik khas Jepang dari beragam
artis, baik tradisional maupun modern. Kata musik dalam bahasa Jepang
berarti ongaku (音楽), menggabungkan on (音, sound, suara) dengan gaku
(楽, music, musik). Jepang merupakan pasar musik terbesar kedua di dunia,
dengan nilai total area penjualan mencapai 4,422.0 juta dollar dan sebagian
besar pasar didominasi oleh artis Jepang.
Musik lokal sering muncul di berbagai tempat karaoke, dari label
rekaman. Musik tradisional Jepang sangat berbeda dari Musik Barat.
a. Sejarah Musik Jepang
Musik di Jepang disebut ongaku, yang bila diterjemahkan secara
langsung dapat diambil untuk berarti sebagai suara untuk kenyamanan.
Meskipun saat ini sebagian besar dikenali oleh dunia luar untuk pop. Musik
Jepang pada dasarnya adalah sebuah kombinasi eclectic pengaruh musik dari
seluruh dunia dan telah berkembang untuk mengintegrasikan gaya musik
Barat seperti jazz, rock, ska dan reggae .
b. Perkembangan Musik Jepang
Disc Jockey (DJ) dan produser musik hip-hop sangat tertarik pada
perangkat audio Jepang produksi akhir 1970-an dan awal 1980-an. Technics
1200 merupakan pilihan terbaik DJ, dan Roland TR-808 Rhythm Composer
29
memiliki karakter bas yang kuat. Sangat menyimbolkan dance elektrik serta
musik hip-hop.
Dalam 20 tahun terakhir, jumlah piringan hitam yang terjual
mencapai 10 kali lipat, dengan harga berlipat ganda. Intinya, phonograph
sudah dianggap sebagai instrumen musik, bukan sekadar alat perekam.
Perangkat DJ juga buatan Jepang, baik Technics maupun Vestax.
c. Japanese Pop
J-pop atau J-Pop (singkatan dari Japanese pop; bahasa Indonesia:
musik pop Jepang) adalah istilah yang digunakan untuk musik
populer Jepang yang memasuki arus utama musik Jepang pada tahun 1990-
an. Istilah J-pop (pertama kali dipakai oleh J-Wave,
sebuah radio FM di Tokyo.
J-pop berakar dari musik tahun 1960-an seperti yang dimainkan The
Beatles, dan menggantikan kayōkyoku (musik pop Jepang hingga 1980-an)
dalam dunia musik Jepang. Istilah J-pop diciptakan media massa Jepang
untuk membedakannya dari musik asing, dan sekarang merujuk kepada
hampir semua musik populer di Jepang. Menurut data tahun 2006
dari International Federation of the Phonographic Industry, industri
musik Jepang memiliki industri musik terbesar nomor dua di dunia, dan
hanya berada di bawah Amerika Serikat. Selain J-pop, masih adalah istilah
lainnya seperti "J-Rap", "J-Rock", yang merujuk kepada sejenis aliran musik
Jepang secara spesifik. Meskipun begitu, aliran-aliran tersebut juga
dianggap sebagai bagian dari J-pop.
30
Istilah J-pop diciptakan oleh Direktur J-Wave Hideo Saito
(sekarang CEO) ketika sedang rapat dengan para penanggung jawab musik
pop dari perusahaan rekaman. Istilah J-pop lalu diangkat oleh media massa
sebagai salah satu genre yang memiliki ciri khas tersendiri, berbeda
dari glam rock, punk rock, grunge, alternative rock, atau hip-hop.
Di kalangan masyarakat luas di Jepang, istilah J-pop baru populer
sekitar tahun 1993 hingga 1996. Tahun 1993 merupakan tahun dibentuknya
liga sepak bola profesional Jepang, J. League. Pada tahun itu pula J. League
memenangi penghargaan sebagai "kata terpopuler tahun 1988".
d. Japanese Rock
Japanese rock atau biasa disingkat J-Rock merupakan salah satu
genre musik popular Jepang. Sebenarnya orang-orang Amerika lah yang
membuat istilah ini karena di Jepang sendiri mereka tidak memakai istilah J-
Rock. Orangorang menyebut istilah J-Rock untuk menyebut band Jepang
yang membawakan musik Rock, sama seperti istilah American Rock (Rock
yang dimainkan orang Amerika) dan Brit Pop (musik Pop di Inggris). Di
Jepang, genre musik modern seperti rock, pop, dance, dan lainnya berada di
bawah naungan J-Pop9 Menurut sejarahnya, musik rock masuk ke Jepang
ketika musik rock n roll menjadi trend baru di Jepang pada tahun 1956. Saat
itu group musik country Kosaka Kazuya dan Wagon Master merilis lagu
“Heartbreak Hotel” milik Elvis Presley. Gaya musik ini disebut Rockabilly .
Walaupun hanya berlangsung singkat selama tahun 1950-an, gaya bermusik
rockabilly berpengaruh besar terhadap musik dan budaya populer.
31
Rockabilly ditampilkan diberbagai Klab Jazz melahirkan musisi-musisi
seperti Mickey Curtis, Masaaki Hirao, dan Keijiro Yamashita.
e. Visual Kei
Sejarah yang “melahirkan” adanya Visual Kei sebenarnya bermula
saat Jepang mengalami perubahan besar-besaran usai Perang Dunia II. Saat
itu ada suatu komunitas yang „terbuang‟ dari masyarakat. Komunitas ini
tidak hanya berbicara melalui mulut dan tulisan, tapi juga lewat penampilan.
Komunitas yang mayoritas terdiri dari kaum adam itu tampil dengan
mengenakan berbagai macam aksesoris dan berdandan maupun berperilaku
layaknya perempuan. Lewat apa yang mereka pakai, mereka berbicara
tentang segala hal. Mulai dari politik, segala under pressure, hingga
masalah-masalah psikologis. Namun seiring dengan perubahan zaman,
komunitas ini perlahan-lahan mengalami “mati suri” hal ini dikarenakan
banyak orang Jepang yang lebih memilih bunuh diri untuk menyelesaikan
masalah, daripada tenggelam dalam penderitaannya sendiri.
Visual Kei merupakan penggabungan dari kata Visual (bahasa
Inggris), dan Kei (bahasa Jepang) yang mempunyai arti „gaya‟. Jika
komunitas Punk berasal dari London, maka Visual kei berasal dari
Jepang. Visual Kei (bijuaru kei) mengacu pada sebuah gerakan dalam J-
Rock yang populer pada sekitar tahun 1990-an. Gerakan ini ditandai dengan
band yang mengenakan kostum dramatis dan imej visual untuk memperoleh
perhatian. Di Jepang, penggemar band Visual Kei sebagian besar hampir
selalu terdiri dari gadis remaja dan dipasarkan secara luas dalam bentuk
32
merchandise anggota band itu sendiri. Di negara-negara lain,
perbandingannya kecil secara kuantitas antara penganut Visual Kei kira-kira
keseluruhan antara remaja putra dan putri.
Anggota band Visual Kei sering memakai make up yang mencolok,
dengan gaya potongan rambut yang dramatis, yang mengingatkan pada “pita
rambut” tahun 1980-an dan memakai kostum yang sangat rumit. Walaupun
sebagian besar musisi adalah laki-laki. Anggota band sering bermake up dan
memakai pakaian yang dapat dianggap sebagai feminin atau androgynous.
Pada akhirnya sebagian band kembali pada image warna – warni dan
fantastik yang populer sekitar 5 tahun lalu. Daya tarik kostum pada fans
adalah dengan ditunjukkan oleh para gadis yang berpakaian cosplay sebagai
anggota band favorit mereka, secara terpisah pada konser di Jepang, di
Amerika pada acara-acara anime.
Band visual kei yang diartikan sebagai yang utama dari gaya visual,
tidak mengacu pada jenis musik tertentu. Mereka sebagian memainkan
musik rock, hard rock seperti Luna Sea, Dir en Grey, The GazettE, Due'le
Quartz, Plastic Tree, musik gothic dan neoclassic seperti Versailles, Malice
Mizer, Moi Dix Mois, Rentrer en Soi, D'espairs Ray dan Phantasmagoria,
Light Rock dan Pop seperti Alice Nine, Daizy Stripper, Galeyd, Born,
D=OUT, Glay, Shazna, Aucifer, dan musik heavy metal dan balad seperti X
Japan, Loudness, Buck- Tick, Sex Machine Gun, selain itu musik industrial,
punk, dan techno kadang - kadang juga masuk ke dalamnya. Dengan
33
mengambil genre dalam arti yang luas, sebagian besar memutuskan
memainkan beberapa jenis musik rock.
Pengamat barat seringkali kebingungan dalam membedakan Visual
Kei Band dengan Band Gothic karena kadang-kadang penampilannya yang
mirip dalam bermake up dan berpakaian, tetapi sebagian gothic Jepang tidak
bisa memasukkan visual Kei menjadi Gothic, dan disana ada persilangan
budaya kecil antara Visual Kei Jepang dan Gothic Jepang di luar model
gothic lolita, yang mana dipengaruhi oleh subbudaya gothic.
4. Fashion
Jepang memilki aliran gaya fashion yang berbeda-beda tergantung
waktu, event yang sedang terjadi saat itu atau mood seseorang. Daerah
yang terkenal sebagai pusat fashion berada di kota Tokyo, tepatnya daerah
Harajuku. Di daerah ini, kita dapat melihat wanita, pria dewasa, remaja pria
dan wanita hingga anak-anak kecil yang berbusana yang unik dan lucu.
Umumnya gaya fashion Jepang diadaptasi dari kebudayaan barat
khususnya negara Eropa namun dicampur dengan kreativitas mereka sendiri
sehingga jadilah gaya fashion Jepang yang unik, lucu, elegan dan feminism.
Fashion Jepang dari dulu sampai sekarang masih menjadi trendsetter
di berbagai negara termasuk Indonesia., baik dari kalangan orang biasa
bahkan artis banyak yang berkiblat pada fashion Jepang.
Di Jepang gaya street fashion yang tumbuh dan berkembang ada
dikawasan urban Jepang khususnya di Tokyo, yaitu gaya Harajuku, gaya
34
Shibuya, dan gaya Akihabara. Dan yang paling terkenal adalah Gaya
Harajuku (Nurhayati Hesti, 2012:2)
a. Gaya Harajuku
Hal - hal yang terpenting di dalam gaya Harajuku yaitu memadu –
madankan beberapa fashion yang berbeda. Mencampur gaya yang berbeda
dan menabrak warna juga model yang ada. Apa saja bisa dipakai atas dasar
pemikiran sendiri. Adapun ciri khas adalah memakai baju berlapis – lapis.
Seperti memakai sweater, rompi, atau jaket melapisi blus dan/ t-shirt dan
seterusnya.
Fashion Harajuku merupakan eksplorasi terlihat dari potongan
layering, atau dengan memakai lebih dari satu busana. Memodifikasi ulang
pakaian jadi (baru atau lama) dengan pemikiran diri sendiri. Memadukan
Gambar 2.13 Bagian depan gambar merupakan Gerbang
Harajuku
(Sumber : https://dietasurya.wordpress.com)
35
kemeja, blouse, dan tank top untuk atasan. Kemudian untuk bawahan bisa
memakai celana pendek, leging, dan kaos kaki.
Membuat diri terlihat seramai mungkin sehingga kesan harajuku
makin terasa. Aksesoris memegang peranan penting dalam fashion. dimana
seseorang bisa menggunakan bando, pita dan jepit rambut menjadi satu. Inti
dari gaya Harajuku adalah mengeksplor gaya sebebas - bebasnya sesuai
keinginan pribadi.
Beberapa jenis gaya yang populer di Harajuku :
1) Takenoko – Zoku (1979 – 1980)
Takenoko – Zoku adalah nama sekelompok anak muda street
performers dengan gaya kostum yang unik: “baggy clothes” dan “happi
coat” yang terinspirasi oleh pakaian tradisional Jepang zaman Heian (784 –
Gambar 2.14 Seseorang sedang memperagakan tarian dengan gaya
berpakaian Takenoko-Zoku
(Sumber :
http://smt.blogs.com/mari_diary/2005/05/yoyogi_park_and.html)
36
1185 dC) – saat pengaruh budaya China masih kuat di Jepang. Anak muda
yang berkostum Takenoko – Zoku biasanya berkumpul berkelompok –
kelompok di Harajuku untuk menari bersama dengan membawa boom box
setiap akhir pekan.
Nama Takenoko-zoku berasal dari nama butik kostum yang yang
sangat digemari disana, butik tersebut berada di Takeshita-dori. Sampai saat
ini butk kostum Takenoko tersebut masih eksis walaupun Takenoko – zoku
sudah lama tidak eksis lagi – namun kostum yang mereka jual kini lebih
beragam dan bergaya Barat. Takenoko merupakan butik yang terkenal
mahal saat itu, para anak muda Takenoko – zoku yang miskin terpaksa
membuat kostum sendiri dengan meniru gaya kostum koleksi butik
tersebuat agar tetap dapat eksis berdisko dijalanan bersama kelompoknya.
Gambar 2.15 Tampak depan Butik Takenoko
(Sumber : http://luvtoexplore.blogspot.com/2010/07/fashionable-day-in-
harajuku.html)
37
2) Visual Kei (1989 – saat ini)
Visual Kei sebenernya berhubungan dengan suatu gerakan di antara
musisi Japanese rock (Jrock) dan dikarakteristikkan dengan elaborasi
kostum eksentrik, penampilan dan gaya rambut serta make up yang amat
menonjol. “Visual Kei” secara harfiah berarti”musik gaya visual”. Musik
yang dimainkan biasanya berkisar antara goth rock, heavy metal, dan punk
yang terinspirasi dari band – band di Inggris maupun Amerika seperti KISS;
begitu pula dengan gaya berbusana. Di Jingu – Bashi – jembatan pejalan
kaki yang menghubungkan distrik Harajuku dan Meiji Shrine banyak
ditemukan cosplayer Visual Kei bersama dengan para pecinta gaya Gothic
Lolita yang umumnya juga merupakan penggemar band – band beraliran
Visual Kei.
Gambar 2.16Band The Gazette dengan gaya Visual Kei
(Sumber : http://imgkid.com/the-gazette-inside-beast.shtml)
38
Hal yang paling menarik dari gaya Visual Kei adalah adanya konsep
androgini (tidak dapat dibedakan antara maskulin dan feminim) dalam
berdandan. Seorang pemain band Visual Kei sah – sah saja berdandan
feminim yang justru mempesona para fansnya. Sebaliknya, para fans band
Visual Kei yang umumnya wanita itu kerap bergaya seperti para pemain
band idolanya yaitu gaya “pria cantik”.
3) Lolita; Goth-Loli, Ama-Loli, Wa-Loli (1990an – saat ini)
Di Jepang, gaya dengan sebutan Lolita yang manis dipadukan dengan
unsur gaya “dunia hitam” seperti vampir, serta hal yang cadas seperti gothic
dan punk, yang menimbulkan kesan seram dan misterius. Lolita yang
misterius dan didominasi warna hitam disebut Gothic – Lolita (disingkat
Goth – Loli). Namun lafal orang Jepang menjadi Gosurori.
Lolita yang menggunakan warna – warni manis (baby pink, ungu
pastel, atau coklat) dan aksen – aksen manis seperti motif stroberi, sayap
peri, ataupun cupcake dinamakan “Ama – Loli”
Gambar 2.17 Band Versailles dengan gaya visual kei
(Sumber : http://es.visualkei.wikia.com/wiki/Versailles)
39
4) Decora (Pertengahan 1990 – saat ini)
Ciri khas gaya ini adalah dekrasi diri dengan pernak – pernik yang
amat sangat berlebihan. Kata “decora” sebetulnya berasal dari kata Bahasa
Inggris “decoration.” Beberapa Decora girls senang memakai piyama yang
berwujud karakter hewan fantasi seperti tokoh Stitch, Pikachu, Winnie the
Pooh, dan karakter lucu lainnya. Decora yang memakai piyama maskot
seperti Kigumurin gals sering disebut Kawaii – Decora atau Super Kawaii –
Decora.
Gambar 2.18 Seorang perempuan dengan gaya Gothic Lolita
(Sumber : http://tokyofashion.com/)
40
5) Fairy - Kei (1996 – saat ini)
Satu lagi gaya di Harajuku yang berkonsep “girlie” – selain Lolita
dan Decora, yaitu Fairy Kei. Masih dengan imej kekanak – kanakan yang
cukup ekstrim namun, tidak menggunakan aksesoris yang terlalu berlebihan.
Sesuai dengan namanya “fairy” gaya fashion ini memang terinspirasi
dengan fairy tale atau cerita dongeng peri, seperti cerita Disney Princess
atau Barbie. Warna – warna yang digunakan adalah warna – warna cerah
dan lembut yang dikombinasikan, misalnya merah dan pink.
Gambar 2.19 Dua orang perempuan dengan gaya Decora
Sumber : (http://genjutsu.es/2010/06/07/decora/)
Gambar 2.20 Seorang perempuan dengan gaya Fairy Kei
Sumber : http://kawaiibuk.blogspot.com/2014/08/kawaii-b-all-about-
fairy-kei.html
41
6) Ura – Hara Kei (1997 – saat ini)
Ura – Hara merupakan singkatan dari “Ura – Harajuku” artinya
daerah di belakang Harajuku (antara Meiji st dan Aoyama st). Gaya Ura –
Hara terlihat stylish – girlie, namun yang menjadi ciri khasnya adalah
kesan “kasual” atau “santai” dan “nyaman”. Warna – warna yang digunakan
merupakan warna – warna yang natural seperti hijau army, khaki, abu – abu,
putih, coklat, hitam, krem, dan biru navy.
Gaya ini juga bisa dikombinasikan dengan gaya etnik seperti
Bohemian atau Tyrolean dan juga Afgha Ura – Hara girl menyukai denim,
Gambar 2.21 Dua orang pria dengan gaya Ura Hara Kei
(Sumber : http://www.complex.com/style/2013/02/a-guide-to-
japanese-fashion-subcultures/urahara-kei)
42
sepatu bersol rendah, sneakers, dan sepatu boots yang sedehana. Untuk gaya
rambut pendek natural hingga medium bob.
7) Mori – Kei (2008 – Saat ini)
Mori – Kei adalah gaya street fashion yang memberikan kesan natural
dan lebih dekat dengan alam, menggunakan warna – warna yang
mengingatkan kita pada suasana hutan yang teduh dan nyaman. “Mori”
dalam bahasa Jepang berarti “hutan”. Para pecinta gaya ini disebut “Mori
Girl” atau “Gadis Hutan”
Bahan yang digunakan sebagai aksesoris maupun pakaian juga bahan
– bahan yang bernuansa alam seperti wol, katun, bulu – bulu sintetis, serta
bahan – bahan anyaman daun – daun, ataupun akar kering untuk topi atau
tas. Nyaman, longgar, rajutan, dan berlapis – lapis merupakan ciri khas gaya
Mori.
Gambar 2.22 Seorang perempuan dengan gaya Mori Kei
(Sumber :
http://nekoroji.blogspot.com/2014_04_01_archive.html)
43
b. Gaya Shibuya
Shibuya merupakan lokasi street style terkenal setelah Harajuku.
Jika Harajuku lebih didominasi oleh ABG berusia belasan tahun. Shibuya
lebih didominasi oleh wanita belia dan pria muda berusia awal 20-an.
Wanita muda disebut Gals atau Gyaru sedangkan yang pria disebut Gyaruo.
Gaya ini terkesan dewasa dan mempesona dengan keglamorannya.
Ciri – ciri umum Gaya Shibuya :
Full of makeup! Tata rias wajah sempurna, dan selalu
disempurnakan setiap saat jika diperlukan dengan peralatan kosmetik
lengkap yang selalu ada di dalam tas. Fake for Perfect! Sangat
memperhatikan penampilan dari ujung rambut hingga ujung kaki. Selalu
siap dengan wig berwarna cokelat emas (golden-brown) atau cokelat gelap
(dark-brown), kuku palsu hias, bulu mata yang tebal dan lentik, serta lensa
kontak berwarna biru atau cokelat yang bercahaya dan memberikan efek
dramatis. Blink Blink, Fur, and Branded! Terlihat dari barang merah
bermerek khususnya dari Eropa, dan aksesoris yang terlihat gemerlap
termasuk di telepon seluler yang dikenakan. Barang – barang “blink – blink”
aksesoris berbulu sintetis seperyi tipped, rompi, dan boots berbulu juga
digemari, khususnya di musim gugur dan dingin. (Nurhayati Hesti, 2012:36)
Gaya yang sedang tren di Shibuya atau biasa disebut Gals yaitu
Onee Kei yang memberikan kesan wanita muda dewasa dan mempesona.
44
c. Gaya Akihabara
Akihabara dikenal sebagai daerah pusat elekstronik yang berada di
Tokyo, Jepang. Merupakan tempat berkumpulnya para pecinta anime dan
video game. Kebutuhan para otaku mengispirasi para pebisnis untuk
mendirikan restoran atau cafe yang mempresentasikan dunia imajinasi dari
cerita – cerita manga, anime, ataupun video game.
Ada beranekaragam Maid Cafe di Akihabara. Di Akihabara pelayan
cafe mengenakan kostum ala keluarga Eropa.
Ciri – ciri umum Akiba Style (Akiba – Kei)
1) Terinspirasi oleh cerita di manga, anime, atau video game Jepang.
2) Berkarakter layaknya dunia fantasi bagi yang mengenakannya maupun yang
melihatnya.
Salah satu gaya yang populer di Akihabara adalah Cosplay (1983 –
Saat ini). Cosplay merupakan singkatan dari “Costume Role-Play” istilah
menggambarkan budaya yang tumbuh dikalangan anak muda Urban
Gambar 2.23Tiga orang perempuan dengan gaya Onee Kei
(Sumber : http://pixshark.com/gyaru-fashion.htm)
45
Jepang. Mereka berdandan seperti karakter yang ada di manga, anime, dan
video games.
C. Tinjauan Akustik Ruang
1. Pengertian Akustik
Pengertian Akustik diartikan sebagai sesuatu yang terkait dengan
bunyi atau suara, sebagaimana pendapat Shadily (1987:8) bahwa akustik
berasal dari kata dalam bahasa Inggris acoustics, yang berarti ilmu suara atau
ilmu bunyi. Sehingga Akustik ruang terdefinisi sebagai bentuk dan bahan
dalam suatu ruangan yang terkait dengan perubahan bunyi atau suara yang
terjadi. Akustik sendiri berarti gejala perubahan suara karena sifat pantul benda
atau objek pasif dari alam. Akustik ruang sangat berpengaruh dalam reproduksi
suara (Joko Sarwono, 2009).
Gambar 2.24 Seorang perempuan sedang cosplay karakter di anime
Blood C
(Sumber : http://www.gameblog.fr/blogs/jinks/p_46867_cosplay-du-
weekend-17-kisaragi-saya)
46
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa tata
Akustik merupakan pengolahan tata suara pada suatu ruang untuk
menghasilkan kualitas suara yang nyaman untuk dinikmati. Sebagaimana
pendapat Pamuji Suptandar (1990:103), bahwasanya akustik atau sound system
merupakan unsur penunjang terhadap keberhasilan desain yang baik, karena
pengaruh akustik sangat luas. Dapat menimbulkan efek-efek fisik dan emosi
dalam ruang sehingga seseorang akan mampu merasakan kesan-kesan tertentu.
2. Perilaku Bunyi (Behaviour of Sound) di Ruang Tertutup
a. Refleksi Bunyi (Pemantulan Bunyi)
Bunyi akan memantul apabila menabrak beberapa permukaan
sebelum sampai ke pendengar . Pemantulan dapat diakibatkan oleh
bentuk ruang maupun bahan pelapis permukaannya. Permukaan
pemantul yang cembung akan menyebarkan gelombang bunyi sebaliknya
permukaan yang cekung seperti bentuk dome (kubah) dan permukaan
yang lengkung menyebabkan pemantulan bunyi yang mengumpul dan
tidak menyebar sehingga terjadi pemusatan bunyi.
Gambar 2.25 Pemantulan suara ke langit-langit
Sumber: Doelle (1990)
47
Permukaan penyerap bunyi dapat membantu menghilangkan
permasalahan gema maupun pemantulan yang berlebihan.
b. Absorbsi Bunyi (Penyerapan Bunyi)
Saat bunyi menabrak permukaan yang lembut dan berpori maka
bunyi akan terserap olehnya (Doelle, 1990:26) sehingga permukaan
tersebut disebut penyerap bunyi. Bahan-bahan tersebut menyerap bunyi
sampai batas tertentu, tapi pengendalian akustik yang baik membutuhkan
penyerapan bunyi yang tinggi. Adapun yang menunjang penyerapan
bunyi adalah lapisan permukaan dinding, lantai, langit-langit, isi ruang
seperti penonton dan bahan tirai, tempat duduk dengan lapisan lunak,
karpet serta udara dalam ruang.
c. Diffusi Bunyi (Penyebaran Bunyi)
Bunyi dapat menyebar menyebar ke atas, ke bawah maupun ke
sekeliling ruangan. Suara juga dapat berjalan menembus saluran, pipa
atau koridor.ke semua arah di dalam ruang tertutup.
d. Difraksi Bunyi (Pembelokan Bunyi)
Difraksi bunyi merupakan gejala akustik yang menyebabkan
gelombang bunyi dibelokkan atau dihamburkan di sekitar penghalang
seperti sudut (corner), kolom, tembok dan balok.
48
3. Persyaratan Akustik
Persyaratan tata akustik gedung pertunjukan yang baik untuk
menghasilkan kualitas suara yang baik, secara garis besar gedung
pertunjukan harus memenuhi syarat : kekerasan (loudness) yang cukup,
bentuk ruang yang tepat, distribusi energi bunyi yang merata dalam ruang,
dan ruang harus bebas dari cacat-cacat akustik.
a. Kekerasan (Loudness) yang Cukup
Kekerasan yang kurang terutama pada gedung pertunjukan ukuran
besar disebabkan oleh energi yang hilang pada perambatan gelombang
bunyi karena jarak tempuh bunyi terlalu panjang, dan penyerapan suara oleh
penonton dan isi ruang (kursi yang empuk, karpet, tirai ).
Hilangnya energi bunyi dapat dikurangi agar tercapai
kekerasan/loudness yang cukup. Dalam hal ini Doelle (1990:54)
mengemukakan persyaratan yang perlu diperhatikan untuk mencapainya,
yaitu dengan cara memperpendek jarak penonton dengan sumber bunyi,
penaikan sumber bunyi, pemiringan lantai, sumber bunyi harus dikelilingi
lapisan pemantul suara, luas lantai harus sesuai dengan volume gedung
pertunjukan, menghindari pemantul bunyi paralel yang saling berhadapan,
dan penempatan penonton di area yang menguntungkan.
b. Memperpendek Jarak Penonton dengan Sumber Bunyi.
Persyaratan jarak penonton dengan sumber bunyi untuk
mendapatkan kepuasan dalam mendengar dan melihat pertunjukan: No seat
should be more than 20 m from the stage front if the performance is to be
49
seen and heard clearly.Jarak tempat duduk penonton tidak boleh lebih dari
20 meter dari panggung agar penyaji pertunjukan dapat terlihat dan
terdengar dengan jelas.
Akan tetapi untuk mendapatkan kekerasan yang cukup saja (tanpa
harus melihat penyaji dengan jelas), misalnya pada pementasan orkestra
atau konser musik, toleransi 6 jarak penonton dengan penyaji dapat lebih
jauh hingga jarak maksimum dengan pendengar yang terjauh adalah 40m,
c. Penaikan Sumber Bunyi
Sumber bunyi harus dinaikkan agar sebanyak mungkin dapat dilihat
oleh penonton, sehingga menjamin gelombang bunyi langsung yang bebas
(gelombang yang merambat secara langsung tanpa pemantulan) ke setiap
pendengar.
d. Pemiringan Lantai
Lantai di area penonton harus dibuat miring karena bunyi lebih
mudah diserap bila merambat melewati penonton dengan sinar datang
miring (grazing incidence). Aturan gradien kemiringan lantai yang
ditetapkan tidak boleh lebih dari 1:8 atau 30° dengan pertimbangan
keamanan dan keselamatan. Kemiringan lebih dari itu menjadikan lantai
terlalu curam dan membahayakan.
50
Gambar 2.26 Penaikan sumber bunyi dan pemiringan lantai area penonton
Sumber: Doelle (1990)
Gambar di atas menjelaskan pemiringan lantai dan peninggian sumber
bunyi. Bila sumber bunyi ditinggikan dan area tempat penonton dimiringkan
30° maka pendengar akan menerima lebih banyak bunyi langsung yang
menguntungkan kekerasan suara .
e. Sumber bunyi harus dikelilingi lapisan pemantul suara
Untuk mencegah berkurangnya energi suara, sumber bunyi harus
dikelilingi oleh permukaan-permukaan pemantul bunyi seperti gypsum
board, plywood, flexyglass dan sebagainya dalam jumlah yang cukup
banyak dan besar untuk memberikan energi bunyi pantul tambahan pada
tiap bagian daerah penonton, terutama pada tempat-tempat duduk yang jauh
.Langit-langit dan dinding samping auditorium merupakan permukaan yang
tepat untuk memantulkan bunyi. Sehubungan dengan upaya penguatan
bunyi tersebut Mills (1976:28) berpendapat sebagai berikut:
One way of reinforcing sound from the stage is to provide reflectors
above the front part of the auditorium to direct the sound to the back seats,
51
where the direct sound is weakest; in some cases, the auditorium ceiling
itself might be an appropriate reflecting surface.
Jadi salah satu cara untuk memperkuat bunyi dari panggung adalah
dengan menyediakan pemantul di atas bagian depan auditorium untuk
memantulkan bunyi secara langsung ke tempat duduk bagian belakang,
dimana bunyi langsung (direct sound) terdengar paling lemah.
Permukaan-permukaan pemantul bunyi (acoustical board, plywood,
gypsum board dan lain-lain) yang memadai akan memberikan energi pantul
tambahan pada tiap-tiap bagian daerah penonton, terutama pada bagian yang
jauh.Ukuran permukaan pemantul harus cukup besar dibandingkan dengan
dengan panjang gelombang bunyi yang akan dipantulkan. Sudut-sudut
permukaan pemantul harus ditetapkan dengan hukum pemantulan bunyi dan
langit-langit serta permukaan dinding perlu dimanfaatkan dengan baik agar
diperoleh pemantulan-pemantulan bunyi singkat yang tertunda dalam
jumlah yang terbanyak.
Gambar 2.27 Penempatan langit-langit pemantul
Sumber: Doelle (1990)
52
Gambar di atas menjelaskan bahwa ketepatan dalam meletakkan
langit-langit pemantul dengan pemantulan bunyi yang makin banyak ke
tempat duduk yang jauh, secara efektif menyumbang kekerasan yang cukup.
Langit-langit dan bagian depan dinding-dinding samping auditorium
merupakan permukaan yang cocok untuk digunakan sebagai pemantul
bunyi.
f. Kesesuaian luas lantai dengan volume ruang
Terkait dengan kapasitas tempat duduk, The Association of British
Theatre Technicians dalam Mills( 1976:32) mengklasifikasikan gedung
pertunjukan dari yang berukuran kecil hingga sangat besar yakni: ukuran
sangat besar berkapasitas 1500 atau lebih tempat duduk, ukuran besar 900-
1500 tempat duduk, ukuran sedang 500 – 900 tempat duduk dan ukuran
kecil kurang dari 500 tempat duduk.
Doelle (1990:58) menyebutkan bahwa nilai volume per tempat
duduk penonton yang direkomendasikan untuk gedung pertunjukan
serbaguna minimal 5.1 m³ (m cubic), optimal 7.1 m³ dan maksimal 8.5 m³.
Dari perbandingan tersebut dapat diperoleh standar ukuran volume yang
dipersyaratkan untuk gedung ukuran tertentu sehingga kelebihan ataupun
kekurangan kapasitas ruang dapat dihindari .
g. Menghindari pemantul bunyi paralel yang saling berhadapan
Bentuk plafond paralel secara horisontal seperti gambar di bawah ini
tidak dianjurkan.
53
Pada gambar di atas terjadi pemantulan kembali sebagian besar
bunyi langsung (direct sound) ke sumber bunyi, dan sebagian lagi
dipantulkan ke langit-langit dengan waktu tunda singkat yang terbatas baru
kemudian disebarkan ke arah penonton sehingga bunyi langsung yang
diterima penonton lebih sedikit sehingga kekerasan sangat berkurang.
Gambar 2.28 Bentuk plafond paralel yang tidak dianjurkan
Sumber: Doelle (1990)
Disarankan bentuk permukaan pemantul bunyi yang miring dengan
permukaan yang tidak beraturan, terutama daerah plafond di atas sumber
bunyi, agar sebagian besar bunyi langsung (direct sound) menyebar ke arah
penonton dengan waktu tunda yang panjang sehingga bunyi langsung dapat
diterima sebagian besar penonton hingga ke tempat duduk terjauh.
54
Gambar 2.29 Pemantulan yang dianjurkan
Sumber: Doelle (1990)
h. Penempatan penonton di area yang menguntungkan
Penonton harus berada di daerah yang menguntungkan, baik saat
menonton maupun melihat pertunjukan, yakni berada pada area sumbu
longitudinal.
Gambar 2.30 Area sumbu longitudinal
Sumber: Doelle (1990)
55
Area sumbu longitudinal merupakan area untuk pendengaran dan
penglihatan terbaik, sehingga harus diefektifkan untuk tempat duduk. Harus
dihindari perletakan lorong sirkulasi di area ini .
Selain ditinjau dari kualitas mendengar dan melihat dari segi
penontonnya, juga harus dilihat dari segi kenyamanan pemainnya. Agar
pemain masih bisa leluasa dalam melakukan aksi panggungnya, maka
rentang sudut yang masih bisa ditolerir 135° dari sumber bunyi seperti yang
dijelaskan oleh Mills (1976:37) :
Greater encirclement has the obvious advantage of bringing more
members of the audience within good acoustics and visual distance of the
stage, but it also means that they will tend to be distracted in some instances
by the audience on the other side of the acting area. Furthermore, it is not
possible for an actor to convey focial expressions and gestures in two
opposite directions at the same time, an angle 135° is generally considered
to be the limit, and greater encirclement can therefore impose constraints
on the type of performance undertaken.
Lingkar area tempat duduk penonton yang lebih besar merupakan hal
yang menguntungkan karena lebih banyak penonton yang mendapatkan
jarak mendengar dan melihat yang baik secara akustik maupun visual, tapi
dalam beberapa hal cenderung tidak menguntungkan bagi penonton yang
berada di sisi panggung yang lain. Lagipula, tidak mungkin bagi pemain
untuk menghadap ke arah penonton yang berada di dua arah yang
berlawanan dalam waktu yang bersamaan.
56
Gambar 2.31 Limit Lingkar area penonton yang dapat dijangkau pemain (act of
command)
Sumber: Doelle (1990)
D. Lobby (Ruang Tunggu)
Lobby atau lobi adalah ruang masuk gedung (M. Echols dan Hasan
Shadily, 1997) pengertian lobi lebih dikenal dengan ruangan atau teras di dekat
pintu masuk sebuah bangunan yang biasanya dilengkapi dengan berbagai
perangkat meja dan kursi, yang berfungsi sebagai ruang duduk atau ruang
tunggu.Kata lobi digunakan pada tahun 1640 yang berarti ruangan masuk yang
besar dalam gedung umum.
“Lobi harus dibayangkan sebagai ruang multi guna yang
dinamis. Banyak proyek bangunan akan menawarkan kesan pertama dan kesan
pertama pasti akan dibuat mencolok. Lobi pintu masuk menjadi hal pertama yang
dilihat oleh pengunjung. Karena area ini sering menjadi tempat pertemuan. Jadi,
lobi harus menyediakan ruang multiguna baik itu untuk pembicaraan santai
57
maupun formal, dan juga saat bekerja di depan laptop dan menghubungkan
berbagai perangkat seperti ponsel dan iPod ke perangkat laptop. Itu berarti lobi
harus diberi pengaturan terbaik pada meja sofa dan ketersediaan kopi. Segmentasi
ruang kreatif diperlukan disini. Sediakanlah zona intim dan zona sosial dan juga
jangan melupakan furniture untuk memberikan kenyamanan dan fungsionalitas
kepada tamu.
Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan aktivitas dalam lobby, sebaiknya
lobby harus :
a. Tersedia ruang pengecekan dan meja informasi, ruang pengecekan berada
dikanan pintu masuk, dekat pintu tetapi tidak menutupi lalu lintas. Meja
informasi ada di kiri pintu masuk, karakter meja ini tergantung pada ukuran
bangunan. Posisinya dapat digantikan dengan papan buletin atau kalender
peristiwa.
b. Tersedianya fasilitas telepon.
c. Tersedianya counter penjualan (bisa dilakukan di meja informasi)
d. Tersedianya tempat display majalah dan barang-barang cetak.
e. Tersedianya fasilitas pameran, susunannya harus tepat, menarik, tidak
menghalangi jalan, dan sirkulasi pengunjung.
(Sumber : kutipan tugas akhir Efendi Setiyawan C0800019)
Fungsi Lobby
a. Sebagai fungsi ekonomi, yaitu pengunjung dapat memanfaatkan fasilitas-
fasilitas yang tersedia di lobi dan tanpa harus pergi ke tempat lain, sehingga
menghemat tenaga dan biaya.
58
b. Sebagai fungsi sosial, yaitu lobi dapat memberikan informasi kepada
pengunjung tentang fasilitas-fasilitas yang disediakan di lobi agar
pengunjung dapat saling berinteraksi dengan sesama pengunjung lain serta
karyawan.
c. Lobi sebagai tempat penghubung, yaitu memberikan informasi serta fasilitas
sebagai tujuan pendidikan maupun pariwisata.
Gambar 2.32 Standar Ergonomi Kursi dan Ruang Tunggu
Sumber: Julius Panero dan Martin Zelnik, 2003 :299
(Sumber : kutipan tugas akhir Efendi Setiyawan C0800019)
59
E. Gallery
1. Pengertian Gallery
Galeri seni adalah sebuah ruang untuk memamerkan karya-karya seni,
dan sering kali merupakan seni visual. Galeri dapat berwujud galeri publik
maupun privat, namun yang membedakan galeri ini adalah pada kepemilikan
dari koleksi-koleksi yang ada pada galeri. Lukisan merupakan barang seni yang
paling sering di tampilkan. Akan tetapi, skluptur, fotografi, ilustrasi, seni
instalasi, dan objek dari seni yang dapat digunakan juga ditampilkan pada
galeri seni ini. Meskipun pada dasarnya museum atau galeri ini diperuntukan
sebagai ruang bagi hasil karya seni visual, namun galeri seni ini terkadang juga
digunakan sebagai tempat untuk berbagai kegiatan seni lainnya, seperti konser
music dan pembacaan puisi. Galeri merupakan suatu ruangan panjang
terlindungi / tertutup, berupa koridor, baik itu didalam maupun di eksterior
bangunan, atau koridor diantara bangunan yang berfungsi sebagai tempat
kegiatan pameran kerja seni.
Galeri pada awalnya merupakan bagian dari museum yang berfungsi
sebagai ruang pameran. Menurut Robillard (1982), ruang publik pada museum
dibagi menjadi 4 bagian :
a) Entrance hall.
b) Jalur sirkulasi.
c) Galeri.
d) Lounge (ruang duduk).
60
Galeri merupakan ruang paling utama karena berfungsi mewadahi
karya-karya seni yang dipamerkan. Pada perkembangan selanjutnya, galeri
berdiri sendiri terlepas dari museum. Fungsi dari galeri pun mulai berkembang,
bukan hanya sebagai ruang untuk memajang atau memamerkan saja, melainkan
juga berkembang sebagai ruang untuk menjual karya seni atau proses transaksi
barang seni. Menurut Darmawan T. (1994) bahwa galeri lebih merupakan
bagian dari pertumbuhan ekonomi daripada perkembangan seni. Pertumbuhan
galeri berprinsip pada memutar seni dengan uang dan menggerakkan uang
lewat seni.
2. Macam – macam Galeri Seni
Macam galeri berdasarkan tempat penyelenggaraan pameran dibagi
menjadi dua, yaitu :
1) Traditional Art Gallery, galeri yang aktivitasnya diselenggarakan di
selasar / lorong panjang.
2) Modern Art Gallery, galeri dengan perencanaan ruang secara modern.
Macam dari galeri berdasarkan sifat kepemilikan dibagi menjadi tiga,
yaitu:
1) Private Art Gallery, galeri yang dimiliki oleh perseorangan / pribadi
atau kelompok.
2) Public Art Gallery, galeri milik pemerintah dan terbuka untuk umum.
3) Kombinasi dari kedua galeri di atas.
61
Macam galeri berdasarkan isinya dibagi menjadi tiga, yaitu :
1) Art Gallery of Primitif Art, galeri yang menyelenggarakan aktifitas di
bidang seni primitif.
2) Art Gallery of Classical Art, galeri yang menyelenggarakan aktifitas
di bidang seni klasik.
3) Art Gallery of Modern Art, galeri yang menyelenggarakan aktifitas di
bidang seni modern.
Macam galeri berdasarkan jenis pameran yang diadakan dibagi menjadi
tiga, yaitu :
1) Pameran tetap (Permanent Exhibition). Pameran yang diadakan terus-
menerus tanpa ada batasan waktu. Barang-barang yang dipamerkan
tetap atau bisa juga bertambah.
2) Pameran temporer (Temporary Exhibition). Pameran yang diadakan
sementara dengan batasan waktu tertentu.
3) Pameran keliling (Travelling Exhibition). Pameran yang berpindah-
pindah dari suatu tempat ke tempat yang lain.
Galeri seni dapat digolongkan lagi berdasarkan pada macam koleksi dan
tingkat dan luas koleksi (luas jangkauan). Galeri berdasarkan macam koleksi
dibedakan menjadi :
1) Galeri pribadi; merupakan galeri yang berfungsi sebagai tempat
pameran karya pribadi seniman itu sendiri, tidak memamerkan karya
orang lain atau sebagai galeri yang befungsi sebagai tempat pamer
dimana koleksi yang dipamerkan tidak diperjual-belikan.
62
2) Galeri umum; merupakan galeri yang memamerkan karyakarya seni
dari beberapa seniman dan koleksi yang dipamerkan diperjual-belikan.
3) Galeri kombinasi; merupakan galeri kombinasi pribadi dan umum
dimana karya-karya seni yang dipamerkan ada yang diperjualbelikan
dan ada yang merupakan koleksi khusus yang tidak dijual, koleksi
yang dipamerkanpun bukan dari satu orang seniman melainkan dari
beberapa seniman.
Galeri berdasarakan tingkat dan luas koleksi (luas jangkauan) dibedakan
menjadi:
1) Galeri lokal; merupakan galeri yang mempunyai koleksi dengan
objek-objek yang diambil dari lingkungan setempat.
2) Galeri regional; merupakan galeri yang mempunyai koleksi dengan
objek-objek yang diambil dari tingkat daerah / propinsi / regional I.
3) Galeri internasional; merupakan galeri yang mempunyai koleksi
dengan objek-objek yang diambil dari suatu negara atau dunia.
Ghirarado (1996) membagi tipe pokok galeri menjadi dua, yaitu Shrine
dan Warehouse. Seiring dengan perkembangan ruang publik pada tingkat
urban, ditandai dengan maraknya fasilitas berupa mall di suatu kutub dan
fasilitas kultural berupa museum atau galeri di kutub lain, maka memunculkan
fungsi baru di tengah kedua fungsi tersebut. Kondisi tersebut melahirkan galeri
yang memiliki nilai entertainment dan komersial yang kuat. Tumbuhnya galeri
baru membuat bangunan galeri itu sendiri menjadi objek pengamatan. Jadi
tidak hanya koleksi didalamnya saja yang menjadi objek pengamatan.
63
1) Tipe Shrine
Berarti tempat suci atau terawat. Menempatkan seni diatas banyak hal lain.
Koleksinya sangat terpilih, ditata pada ruang yang memungkinkan
pengunjung melakukan kentemplasi (memandang dengan penuh
perhatian). Nilai kolektif dan penghargaan terhadap seni pada galeri sangat
tinggi sehingga pemilihan koleksi relatif sangat selektif.
2) Tipe Warehouse
Galeri mewadahi berbagai koleksi yang bernilai; sedemikian beragamnya
koleksi yang ditampung sehingga wadahnya pun memiliki fleksibilitas
yang sangat tinggi untuk menanggapi perubahan dan perkembangan di
dalamnya yang dinamis. Tipe Warehouse sangat populer dalam berbagai
bentuk dan strategi perancangan.
3) Tipe Cultural Shopping Mall
Strategi pemasaran galeri telah membaurkan persoalan antara seni dan
komersial, antara lain melalui maraknya aktivitas komersial dalam galeri.
Strategi pemasaran tidak terbatas pada display, melainkan juga memberi
tekanan pada penjualan cinderamata yang lebih beragam (ketimbang
sekedar poster, kartu pos, dan katalog) seperti halnya shopping mall
memperkuat layanannya melalui fasilitas gedung bioskop, pameran seni,
ataupun konser-konser. Tipe baru galeri “Cultural Shopping Mall” bisa
mencakup fasilitas restoran toko, auditorium, sampai gedung teater. Dalam
hal ini galeri dan mall mempunyai satu kesamaan, yakni aktivitas
utamanya mendorong pemasaran melalui konsumsi.
64
4) Tipe galeri Spectacle
Tipe galeri yang tidak lazim yang diidentifikasi oleh Kurt Poster dimana
mendorong pengunjung untuk menikmati pengalaman estetika justru
karena arsitektur bangunan galeri itu sendiri. Arsitektur pada galeri
Spectacle diorganisasikan untuk mencapai penghargaan dan kebanggaan
seni sama seperti yang terjadi pada galeri bertipe Shrine. Secara tipikal,
sesungguhnya galeri Spectacle juga serupa dengan galeri bertipe “Cultural
Shopping Mall”. Galeri sebagai Spectacle (pertunjukan besar / tontonan)
mengharapkan audiens yang artistik.
3. Fungsi Galeri Seni Secara Umum
Secara umum, selain sebagai tempat yang mewadahi kegiatan
transferisasi perasaan dari seniman kepada pengunjung, berfungsi juga sebagai:
a. Sebagai tempat memamerkan karya (exhibition room)
b. Sebagai tempat membuat karya (workshop)
c. Mengumpulkan karya (stock room)
d. Mempromosikan lukisan dan tempat jual-beli karya (auction room)
e. Tempat berkumpulnya para seniman
f. Tempat pendidikan masyarakat
4. Fasilitas Galeri
Sebuah galeri harus dilengkapi fasilitas baik utama maupun penunjang.
Fasilitas utama yang terdapat dalam sebuah galeri antara lain:
a. An introductory space yaitu sebagai ruang untuk memperkenalkan tujuan
galeri dan fasilitas apa aja yang terdapat di dalamnya.
65
b. Main gallery displays yaitu merupakan tempat pameran utama. Ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam merancang ruang pameran.
Syarat-syarat tersebut antara lain:
1) Terlindung dari gangguan, pencurian, kelembaban, kering dan debu.
2) Mendapatkan cahaya dan penerangan yang baik.
3) Dapat dilihat publik tanpa menimbulkan rasa lelah.
c. Temporary displays area yaitu ruang pameran berkala untuk memamerkan
barang pameran dalam jangka waktu pendek.
Galeri juga harus dilengkapi dengan fasilitas penunjang. Fasilitas
penunjang yang harus ada dalam sebuah galeri antara lain:
1) Library yaitu are yang berisi buku-buku maupun informasi yang
berkaitan dengan benda-benda yang dipamerkan di sebuah galeri.
2) Workshop yaitu tempat pembuatan dan penyimpanan karya seni.
F. Tinjauan Konsep Ide Gagasan
Dampak dari imperialisme budaya pop Jepang tidak hanya mempengaruhi
bidang industri hiburan di Indonesia seperti komik dan tayangan kartun animasi
serta musik khas Jepang. Budaya pop Jepang juga ikut mempengaruhi gaya
berpakaian para remaja di Indonesia. Gaya berpakaian khas Jepang ini disebut
dengan Harajuku.
Harajuku sebenarnya adalah sebutan populer untuk kawasan di sekitar
Stasiun JR Harajuku, Distrik Shibuya, Tokyo. Kawasan ini terkenal sebagai
tempat anak-anak muda berkumpul. Sekitar tahun 1980-an, Harajuku merupakan
66
tempat berkembangnya subkultur Takenokozoku (komunitas anak muda
penggemar dance group di tahun 70-, 80-an di Tokyo). Jadi, Harajuku adalah
sebutan populer untuk gaya jalanan yang diadopsi dari kawasan Harajuku.
Harajuku kini sangat menarik minat anak muda dunia, termasuk Indonesia.
Gaya, pilihan warna dan motif pakaian yang dikenakan para kaum muda di
seputar Harajuku banyak ditiru oleh kalangan muda di Indonesia. Umumnya
mereka memiliki perhatian khusus pada produk budaya pop Jepang lainnya,
seperti: anime, cosplay, komik, makanan, film, majalah, dan juga musik serta
bahasa Jepang. Para kaum muda ini hadir membawa produk persilangan budaya
baru yang merupakan perpaduan dari budaya Jepang dan budaya Indonesia.
Banyaknya anak muda Indonesia yang menyukai budaya Jepang populer
ini, banyak juga muncul berbagai komunitas-komunitas yang berkaitan, seperti
Komunitas pecinta musik Jepang; Komunitas komik, anime dan manga; Wota
(sebutan fans untuk Idol Group jepang) JKT48; Komunitas Cosplay dan Harajuku
Style; dan sebagainya. Bahkan di Kota-kota basar sering diadakan sebuah acara
rutin Japan-festival yaitu sebuah festival untuk mengapresiasikan kreatifitas
budaya Jepang Populer seperti festival musik Jepang, Pameran anime dan manga,
peragaan busana Cosplay dan Harajuku yang diadakan oleh anggota komunitas-
komunitas tersebut. Sehingga perlu adanya sebuah ruang publik yang dapat
menampung kegiatan-kegiatan tersebut agar tetap terjaga kepopulerannya dan
dapat diambil manfaatnya.
Hal-hal yang terpenting dalam gaya Harajuku yaitu memadu-padan
beberapa fashion yang berbeda. Mencampur gaya yang berbeda dan menabrak
67
warna juga model yang ada. Apa saja bisa dipakai atas dasar pemikiran sendiri.
Adapun ciri khas adalah memakai baju berlapis – lapis. Seperti memakai sweater,
rompi, atau jaket melapisi blus dan/ t-shirt dan seterusnya.
Fashion Harajuku merupakan eksplorasi terlihat dari potongan layering,
atau dengan memakai lebih dari satu busana. Memodifikasi ulang pakaian jadi
(baru atau lama) dengan pemikiran diri sendiri. Memadukan kemeja, blouse, dan
tank top untuk atasan. Kemudian untuk bawahan bisa memakai celana pendek,
leging, dan kaos kaki.
Membuat diri terlihat seramai mungkin sehingga kesan harajuku makin
terasa. Aksesoris memegang peranan penting dalam fashion. dimana seseorang
bisa menggunakan bando, pita dan jepit rambut menjadi satu. Inti dari gaya
Harajuku adalah mengeksplor gaya sebebas - bebasnya sesuai keinginan pribadi.
Beberapa jenis gaya yang populer di Harajuku :
Gambar 2.33 Bagian depan gambar merupakan Gerbang
Harajuku
(Sumber : https://dietasurya.wordpress.com)
68
1) Takenoko – Zoku (1979 – 1980)
Takenoko – Zoku adalah nama sekelompok anak muda street performers
dengan gaya kostum yang unik: “baggy clothes” dan “happi coat” yang
terinspirasi oleh pakaian tradisional Jepang zaman Heian (784 – 1185 dC) – saat
pengaruh budaya China masih kuat di Jepang. Anak muda yang berkostum
Takenoko – Zoku biasanya berkumpul berkelompok-kelompok di Harajuku untuk
menari bersama dengan membawa boom box setiap akhir pekan.
Gambar 2.34Seseorang sedang memperagakan tarian dengan gaya berpakaian
Takenoko-Zoku
(Sumber : http://smt.blogs.com/mari_diary/2005/05/yoyogi_park_and.html)
69
Nama Takenoko-zoku berasal dari nama butik kostum yang yang sangat
digemari disana, butik tersebut berada di Takeshita-dori. Sampai saat ini butk
kostum Takenoko tersebut masih eksis walaupun Takenoko – zoku sudah lama
tidak eksis lagi – namun kostum yang mereka jual kini lebih beragam dan bergaya
Barat. Takenoko merupakan butik yang terkenal mahal saat itu, para anak muda
Takenoko – zoku yang miskin terpaksa membuat kostum sendiri dengan meniru
gaya kostum koleksi butik tersebuat agar tetap dapat eksis berdisko dijalanan
bersama kelompoknya.
Gambar 2.35 Tampak depan Butik Takenoko
(Sumber : http://luvtoexplore.blogspot.com/2010/07/fashionable-day-in-harajuku.html)
70
2) Visual Kei (1989 – saat ini)
Visual Kei sebenernya berhubungan dengan suatu gerakan di antara musisi
Japanese rock (Jrock) dan dikarakteristikkan dengan elaborasi kostum eksentrik,
penampilan dan gaya rambut serta make up yang amat menonjol. “Visual Kei”
secara harfiah berarti”musik gaya visual”. Musik yang dimainkan biasanya
berkisar antara goth rock, heavy metal, dan punk yang terinspirasi dari band-band
di Inggris maupun Amerika seperti KISS; begitu pula dengan gaya berbusana. Di
Jingu – Bashi – jembatan pejalan kaki yang menghubungkan distrik Harajuku dan
Meiji Shrine banyak ditemukan cosplayer Visual Kei bersama dengan para pecinta
gaya Gothic Lolita yang umumnya juga merupakan penggemar band-band
beraliran Visual Kei.
Gambar 2.36 Band The Gazette dengan gaya Visual Kei
(Sumber : http://imgkid.com/the-gazette-inside-beast.shtml)
71
Hal yang paling menarik dari gaya Visual Kei adalah adanya konsep
androgini (tidak dapat dibedakan antara maskulin dan feminim) dalam berdandan.
Seorang pemain band Visual Kei sah-sah saja berdandan feminim yang justru
mempesona para fansnya. Sebaliknya, para fans band Visual Kei yang umumnya
wanita itu kerap bergaya seperti para pemain band idolanya yaitu gaya “pria
cantik”.
3) Lolita; Goth-Loli, Ama-Loli, Wa-Loli (1990an – saat ini)
Gaya dengan sebutan Lolita yang manis dipadukan dengan unsur gaya
“dunia hitam” seperti vampir, serta hal yang cadas seperti gothic dan punk, yang
menimbulkan kesan seram dan misterius. Lolita yang misterius dan didominasi
warna hitam disebut Gothic – Lolita (disingkat Goth – Loli). Namun lafal orang
Jepang menjadi Gosurori.
Gambar 2.37 Band Versailles dengan gaya visual kei
(Sumber : http://es.visualkei.wikia.com/wiki/Versailles)
72
Lolita yang menggunakan warna-warni manis (baby pink, ungu pastel, atau
coklat) dan aksen-aksen manis seperti motif stroberi, sayap peri, ataupun cupcake
dinamakan “Ama – Loli”
4) Decora (Pertengahan 1990 – saat ini)
Ciri khas gaya ini adalah dekrasi diri dengan pernak-pernik yang amat
sangat berlebihan. Kata “decora” sebetulnya berasal dari kata Bahasa Inggris
“decoration.” Beberapa Decora girls senang memakai piyama yang berwujud
karakter hewan fantasi seperti tokoh Stitch, Pikachu, Winnie the Pooh, dan
karakter lucu lainnya. Decora yang memakai piyama maskot seperti Kigumurin
gals sering disebut Kawaii – Decora atau Super Kawaii – Decora.
Gambar 2.38 Seorang perempuan dengan gaya Gothic Lolita
(Sumber : http://tokyofashion.com/)
73
5) Fairy - Kei (1996 – saat ini)
Satu lagi gaya di Harajuku yang berkonsep “girlie” – selain Lolita dan
Decora, yaitu Fairy Kei. Masih dengan imej kekanak-kanakan yang cukup
ekstrim namun, tidak menggunakan aksesoris yang terlalu berlebihan.
Gambar 2.39 Dua orang perempuan dengan gaya
Decora
Sumber : (http://genjutsu.es/2010/06/07/decora/)
Gambar 2.40 Seorang perempuan dengan gaya Fairy Kei
Sumber : http://kawaiibuk.blogspot.com/2014/08/kawaii-b-all-about-fairy-kei.html
74
Sesuai dengan namanya “fairy” gaya fashion ini memang terinspirasi
dengan fairy tale atau cerita dongeng peri, seperti cerita Disney Princess atau
Barbie. Warna-warna yang digunakan adalah warna-warna cerah dan lembut yang
dikombinasikan, misalnya merah dan pink.
6) Ura – Hara Kei (1997 – saat ini)
Ura – Hara merupakan singkatan dari “Ura – Harajuku” artinya daerah di
belakang Harajuku (antara Meiji st dan Aoyama st). Gaya Ura – Hara terlihat
stylish – girlie, namun yang menjadi ciri khasnya adalah kesan “kasual” atau
“santai” dan “nyaman”. Warna-warna yang digunakan merupakan warna-warna
yang natural seperti hijau army, khaki, abu -abu, putih, coklat, hitam, krem, dan
biru navy.
Gambar 2.41 Dua orang pria dengan gaya Ura Hara Kei
(Sumber : http://www.complex.com/style/2013/02/a-guide-to-
japanese-fashion-subcultures/urahara-kei)
75
Gaya ini juga bisa dikombinasikan dengan gaya etnik seperti Bohemian atau
Tyrolean dan juga Afgha Ura – Hara girl menyukai denim, sepatu bersol rendah,
sneakers, dan sepatu boots yang sedehana. Untuk gaya rambut pendek natural
hingga medium bob.
7) Mori – Kei (2008 – Saat ini)
Mori – Kei adalah gaya street fashion yang memberikan kesan natural dan
lebih dekat dengan alam, menggunakan warna-warna yang mengingatkan kita
pada suasana hutan yang teduh dan nyaman. “Mori” dalam bahasa Jepang berarti
“hutan”. Para pecinta gaya ini disebut “Mori Girl” atau “Gadis Hutan”
Bahan yang digunakan sebagai aksesoris maupun pakaian juga bahan-bahan
yang bernuansa alam seperti wol, katun, bulu-bulu sintetis, serta bahan-bahan
anyaman daun-daun, ataupun akar kering untuk topi atau tas. Nyaman, longgar,
rajutan, dan berlapis-lapis merupakan ciri khas gaya Mori.
Gambar 2.42 Seorang perempuan dengan gaya Mori Kei
(Sumber :
http://nekoroji.blogspot.com/2014_04_01_archive.html)