PBLS1

47
INDAH LARASATI 1102012123 LI1. Memahami dan Menjelaskan Saluran Pernafasan Atas LO. 1.1 Makroskopik Raden, Inmar. Anatomi Kedokteran Sistem Respiratorius. Jakarta : Universitas Yarsi LO 1.1 Memahami dan menjelaskan makroskopis (Anatomi) saluran pernapasan atas. Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O 2 ) yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO 2 ) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru. Sistem Respirasi 1. Saluran Nafas Bagian Atas, pada bagian ini udara yang masuk ke tubuh dihangatkan, disarung dan dilembabkan. 2. Saluran Nafas Bagian Bawah, bagian ini menghantarkan udara yang masuk dari saluran bagian atas ke alveoli. 3. Alveoli, terjadi pertukaran gas anatara O 2 dan CO 2 4. Sirkulasi Paru, pembuluh darah arteri menuju paru, sedangkan pembuluh darah vena meninggalkan paru. 5. Paru, terdiri atas : a. Saluran Nafas Bagian Bawah b. Alveoli c. Sirkulasi Paru 6. Rongga Pleura, terbentuk dari dua selaput serosa, yang meluputi dinding dalam rongga dada yang disebut pleura parietalis, dan yang meliputi paru atau pleura veseralis 7. Rongga dan Dinding Dada, merupakan pompa muskuloskeletal yang mengatur pertukaran gas dalam proses respirasi

description

,n

Transcript of PBLS1

Page 1: PBLS1

INDAH LARASATI

1102012123

LI1. Memahami dan Menjelaskan Saluran Pernafasan Atas

LO. 1.1 Makroskopik

Raden, Inmar. Anatomi Kedokteran Sistem Respiratorius. Jakarta : Universitas Yarsi

LO 1.1 Memahami dan menjelaskan makroskopis (Anatomi) saluran pernapasan atas.

Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O2) yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO2) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru.

Sistem Respirasi1. Saluran Nafas Bagian Atas, pada bagian ini udara yang masuk ke tubuh

dihangatkan, disarung dan dilembabkan.2. Saluran Nafas Bagian Bawah, bagian ini menghantarkan udara yang masuk

dari saluran bagian atas ke alveoli.3. Alveoli, terjadi pertukaran gas anatara O2 dan CO2

4. Sirkulasi Paru, pembuluh darah arteri menuju paru, sedangkan pembuluh darah vena meninggalkan paru.

5. Paru, terdiri atas :a. Saluran Nafas Bagian Bawahb. Alveolic. Sirkulasi Paru

6. Rongga Pleura, terbentuk dari dua selaput serosa, yang meluputi dinding dalam rongga dada yang disebut pleura parietalis, dan yang meliputi paru atau pleura veseralis

7. Rongga dan Dinding Dada, merupakan pompa muskuloskeletal yang mengatur pertukaran gas dalam proses respirasi

Saluran Nafas Bagian Atas

Page 2: PBLS1

a. Rongga hidungUdara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal : Dihangatkan Disaring DilembabkanKetiga hal di atas merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi, yang terdiri atas Psedostrafied Ciliated Columnar Epitelium yang berfungsi menggerakkan partikel-partikel halus ke arah faring sedangkan partikel yang besar akan disaring oleh bulu hidung, sel golbet dan kelenjar serous yang berfungsi melembabkan udara yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi menghangatkan udara. Ketiga hal tersebut dibantu dengan concha.

b. Nasofaring (terdapat Pharyngeal Tonsil dan Tuba Eustachius)c. Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring, terdapat

pangkal lidah)d. Laringofaring (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)

(Daniel S.W, 2008; Raden Inmar, 2009)

HidungOrgan pertama yang berfungsi dalam saluran napas. Terdapat vestibulum nasi yang terdapat cilia kasar yang berfungsi sebagai saringan udara. Bagian dalam rongga hidungada terbentuk terowongan yang disebut cavum nasi mulai dari nares anterior sampai ke nares posterior lalu ke nasofaring.

Sekat antara kedua rongga hidung dibatasi dinding yang berasal dari tulang dan mucusa yaitu septum nasi yang dibentuk oleh :

a. Cartilago septi nasob. Os vomerc. Lamina perpendicularis os ethmoidalis

Page 3: PBLS1

Merupakan organ berongga yang terdiri atas tulang, tulang rawan hyalin otot bercorak dan jaringan ikat

Fungsi : Menyalurkan udara Menyaring udara dari benda asing Menghangatkan udara pernafasan Melembabkan udara pernafasan Alat pembau

Cavum nasi dipisahkan oleh septum nasi, yang berhubungan dengan nasofaring melalui choana (nares posterior)

Memiliki bagian terlebar yang disebut dengan vestibulum nasi

Fossa Nasalis

Page 4: PBLS1

Dinding superior rongga hidung sempit, dibentuk lamina cribroformis ethmoidalis yang memisahkan rongga tengkorak dengan rongga hidung. Dinding inferior dibentuk os maxilla dan os palatinum.

Ada 2 cara pemeriksaan hidung yaitu rhinoscopy anterior dan posterior. Kalau yang anterior, di cavum nasi di sisi lateral ada concha nasalis yang terbentuk dari tulang tipis dan ditutupi mukusa yang mengeluarkan lendir dan di medial terlihat dinding septum nasi. Kalau pada posterior, dapat terlihat nasofaring, choanae, bagian ujung belakang conchae nasalis media dan inferior, juga terlihat OPTA yang berhubungan dengan telinga.

Ada 3 buah concha nasalis, yaitu :

a. Concha nasalis superiorb. Concha nasalis inferiorc. Concha nasalis media

Di antara concha nasalis superior dan media terdapat meatus nasalis superior.

Antara concha media dan inferior terdapat meatus nasalis media. Antara concha nasalis inferior dan dinding atas maxilla terdapat meatus nasalis inferior.

Fungsi chonca : Meningkatkan luas permukaan epitel respirasi Turbulensi udara dimana udara lebih banyak kontak dengan permukaan

mukosa

Sinus-sinus yang berhubungan dengan cavum nasi disebut sinus paranasalis :

Page 5: PBLS1

a. Sinus sphenoidalis mengeluarkan sekresinya melalui meatus superiorb. Sinus frontalis ke meatus mediac. Sinus maxillaris ke meatus mediad. Sinus ethmoidalis ke meatus superior dan media.

Di sudut mata terdapat hubungan antara hidung dan mata melalui ductus nasolacrimalis tempat keluarnya air mata ke hidung melalui meatus inferior. Di nasofaring terdapat hubungan antara hidung dan rongga telinga melalui OPTA (Osteum Pharyngeum Tuba Auditiva) eustachii. Alurnya bernama torus tobarius.

Persarafan hidung

Persarafan sensorik dan sekremotorik hidung :

1. Depan dan atas cavum nasi mendapat persarafan sensoris dari cabang nervus opthalmicus

2. Bagian lainnya termasuk mucusa hidung cavum nasi dipersarafi ganglion sfenopalatinum. Nasofaring dan concha nasalis mendapat persarafan sensorik dari cabang ganglion pterygopalatinum.

Nervus olfactorius memberikan sel-sel reseptor untuk penciuman. Proses penciuman : pusat penciuman pada gyrus frontalis, menembus lamina cribrosa ethmoidalis ke traktus olfactorius, bulbus olfactorius, serabut n. olfactorius pda mucusa atas depan cavum nasi.

Vaskularisasi hidung

Berasal dari cabang a. Opthalmica dan a. Maxillaris interna

Page 6: PBLS1

1. Arteri ethmoidalis dengan cabang-cabang : arteri nasalis externa dan lateralis, arteri septalis anterior

2. Arteri ethmoidalis posterior dengan cabang-cabang : arteri nasalis posterior, lateralis dan septal, arteri palatinus majus

3. Arteri sphenopalatinum cabang arteri maxillaris interna. Ketiga pembuluh tersebut membentuk anyaman kapiler pembuluh darah yang dinamakan Plexus Kisselbach. Plexus ini mudah pecah oleh trauma/infeksi sehingga sering menjadi sumber epistaxis pada anak.

NASOFARING

LARING

Daerah yang dimulai dari aditus laryngis sampai batas bawah cartilago cricoid. Rangka laring terbentuk dari tulang rawan dan tulang.

1. Berbentuk tulang adalah os hyoid2. Berbentuk tulang rawan adalah : tyroid 1 buah, arytenoid 2 buah, epiglotis 1

buah. Pada arytenoid bagian ujung ada tulang rawan kecil cartilago cornuculata dan cuneiforme.

Laring adalah bagian terbawah dari saluran napas atas.

Os hyoid

Mempunyai 2 buah cornu, cornu majus dan minus. Berfungsi untuk perlekatan otot mulut dan cartilago thyroid

Cartilago thyroid

Terletak di bagian depan dan dapat diraba tonjolan yang disebut promines’s laryngis atau lebih disebut jakun pada laki-laki. Jaringan ikatnya adalah

Page 7: PBLS1

membrana thyrohyoid. Mempunyai cornu superior dan inferior. Pendarahan dari a. Thyroidea superior dan inferior.

Cartilago arytenoid

Mempunyai bentuk seperti burung penguin. Ada cartilago corniculata dan cuneiforme. Kedua arytenoid dihubungkan m.arytenoideus transversus.

Epiglotis

Tulang rawan berbentuk sendok. Melekat di antara cartilago arytenoid. Berfungsi untuk membuka dan menutup aditus laryngis. Saat menelan epiglotis menutup aditus laryngis supaya makanan tidak masuk ke laring.

Cartilago cricoid

Batas bawah adalah cincin pertama trakea. Berhubungan dengan thyroid dengan ligamentum cricothyroid dan m.cricothyroid medial lateral.

Otot-otot laring :

a. Otot extrinsik laring1. M.cricothyroid2. M. thyroepigloticus

b. Otot intrinsik laring1. M.cricoarytenoid posterior yang membuka plica vocalis. Jika terdapat

gangguan pada otot ini maka bisa menyebabkan orang tercekik dan meninggal karena rima glottidis tertutup. Otot ini disebut juga safety muscle of larynx.

2. M. cricoarytenoid lateralis yang menutup plica vocalis dan menutup rima glottdis

3. M. arytenoid transversus dan obliq4. M.vocalis5. M. aryepiglotica6. M. thyroarytenoid

Page 8: PBLS1

Dalam cavum laryngis terdapat :

Plica vocalis, yaitu pita suara asli sedangkan plica vestibularis adalah pita suara palsu. Antara plica vocalis kiri dan kanan terdapat rima glottidis sedangkan antara plica vestibularis terdapat rima vestibuli. Persyarafan daerah laring adalah serabut nervus vagus dengan cabang ke laring sebagai n.laryngis superior dan n. recurrent.

LO.1.2 Mikroskopik

Rongga hidungRongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada masing-masing dinding lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak),  sel basal (berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan penghangatan sebelum masuk lebih jauh.

Page 9: PBLS1

Silia berfungsi untuk mendorong lendir ke arah nasofaring untuk tertelan atau dikeluarkan (batuk) .Sel goblet dan kelenjar campur di lamina propria mnghasilkan sekret, untuk menjaga kelembaban hidung dan menangkap partikel debu halus . Di bawah epitel chonca inferior terdapat swell bodies, merupakan fleksus vonosus untuk menghangatkan udara inspirasi

Page 10: PBLS1

epitel olfaktori, khas pada konka superior

Sinus paranasalisTerdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus sphenoid, semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung.

FaringNasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum mole, sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng.

Terdiri dari : Nasofaring (epitel bertingkat torak bersilia,

dengan sel goblet) Orofaring (epitel berlapis gepeng dengan

lapisan tanduk) Laringofaring (epitel bervariasi)

LaringLaring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa.Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang berbeda-beda.

Page 11: PBLS1

Tulang rawan yang lebih besar (tulang rawan hyalin): Thyroid Cricoid Arytenoid

Tulang rawan yang kecil (tulang rawan elastis): Epiglottis Cuneiform Corniculata Ujung arytenoid

Page 12: PBLS1

epitel epiglotis, pada pars lingual berupa epitel gepeng berlapis dan para pars laringeal berupa epitel respiratori

Epiglottis Memiliki permukaan lingual dan laringeal Seluruh permukaan laringeal ditutupi oleh epitel berlapis gepeng, mendekati basis

epiglottis pada sisi laringeal, epitel ini mengalami peralihan menjadi epitel bertingkat silindris bersilia

TrakeaPermukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa pada lamina propria dan tulang rawan hialin berbentuk C (tapal kuda), yang mana ujung bebasnya berada di bagian posterior trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel kelenjar membentuk lapisan yang memungkinkan pergerakan silia untuk mendorong partikel asing. Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk menjaga lumen trakea tetap terbuka. Pada ujung terbuka (ujung bebas) tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda tersebut terdapat ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang memungkinkan pengaturan lumen dan mencegah distensi berlebihan.

Page 13: PBLS1

epitel trakea dipotong memanjang

epitel trakea, khas berupa adanya tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda ("c-shaped")

LI.2 Respon Imun

LO.2.1 Fisiologi Pernafasan Atas

Pernafasan atau respirasi adalah menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen O2

kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida C O2

Page 14: PBLS1

sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh.Sisa respirasi berperan untuk menukar udara ke permukaan dalam paru-paru.Udara masuk dan menetap dalam sistem pernafasan dan masuk dalam pernafasan otot sehingga trakea dapat melakukan penyaringan, penghangatan dan melembabkan udara yang masuk, juga melindungi organ lembut.penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.

Secara fungsional (faal), saluran pernafasan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :1. Zona Konduksi Zona konduksi berperan sebagai saluran tempat lewatnya udara pernapasan, serta

membersihkan, melembabkan dan menyamakan suhu udara pernapasan dengan suhu tubuh. Disamping itu zona konduksi juga berperan pada proses pembentukan suara. Zona konduksi terdiri dari hidung, faring, trakea, bronkus, serta bronkioli terminalis.

a. Hidung Rambut, zat mucus serta silia yang bergerak kearah faring berperan sebagai system pembersih pada hidung. Fungsi pembersih udara ini juga ditunjang oleh konka nasalis yang menimbulkan turbulensi aliran udara sehingga dapat mengendapkan partikel-partikel dari udara yang seterusnya akan diikat oleh zat mucus. System turbulensi udara ini dapat mengendapkan partikel-partikel yang berukuran lebih besar dari 4 mikron.

b. Faring Faring merupakan bagian kedua dan terakhir dari saluran pernapasan bagian atas.Faring terbagi atas tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring, serta laringofaring.

c. Trakea Trakea berarti pipa udara.Trakea dapat juga dijuluki sebagai eskalator-muko-siliaris karena silia pada trakea dapat mendorong benda asing yang terikat zat mucus kearah faring yang kemudian dapat ditelan atau dikeluarkan. Silia dapat dirusak oleh bahan-bahan beracun yang terkandung dalam asap rokok.

d. Bronki atau bronkioli Struktur bronki primer masih serupa dengan struktur trakea.Akan tetapi mulai bronki sekunder, perubahan struktur mulai terjadi.Pada bagian akhir dari bronki, cincin tulang rawan yang utuh berubah menjadi lempengan-lempengan.Pada bronkioli terminalis struktur tulang rawan menghilang dan saluran udara pada daerah ini hanya dilingkari oleh otot polos.Struktur semacam ini menyebabkan bronkioli lebih rentan terhadap penyimpatan yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor.Bronkioli mempunyai silia dan zat mucus sehingga berfungsi sebagai pembersih udara.Bahan-bahan debris di alveoli ditangkap oleh sel makrofag yang terdapat pada alveoli, kemudian dibawa oleh lapisan mukosa dan selanjutnya dibuang.

Page 15: PBLS1

2. Zona Respiratorik Zona respiratorik terdiri dari alveoli, dan struktur yang berhubungan.Pertukaran gas

antara udara dan darah terjadi dalam alveoli. Selain struktur diatas terdapat pula struktur yang lain, seperti bulu-bulu pada pintu masuk yang penting untuk menyaring partikel-partikel yang masuk. Sistem pernafasan memiliki sistem pertahanan tersendiri dalam melawan setiap bahan yang masuk yang dapat merusak.

Adapun fungsi pernapasan, yaitu :1. Mengambil oksigen yang kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya)

untuk mengadakan pembakaran 2. Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa dari pembakaran, kemudian

dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi oleh tubuh) 3. Melembabkan udara.

Pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara darah dan udara berlangsung di alveolus paru-paru.Pertukaran tersebut diatur oleh kecepatan dan di dalamnya aliran udara timbal balik (pernapasan), dan tergantung pada difusi oksigen dari alveoli ke dalam darah kapiler dinding alveoli. Hal yang sama juga berlaku untuk gas dan uap yang dihirup. Paru-paru merupakan jalur masuk terpenting dari bahan-bahan berbahaya lewat udara pada paparan kerja.

Proses dari sistem pernapasan atau sistem respirasi berlangsung beberapa tahap, yaitu

1. Ventilasi, yaitu pergerakan udara ke dalam dan keluar paru 2. Pertukaran gas di dalam alveoli dan darah. Proses ini disebut pernapasan luar 3. Transportasi gas melalui darah 4. Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan. Proses ini disebut pernapasan dalam 5. Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang disebut juga

pernapasan seluler. A. Mekanisme pernapasan berdasarkan antomi

Pada waktu inspirasi udara masuk melalui kedua nares anterior → vestibulum nasi →cavum nasi lalu udara akan keluar dari cavum nasi menuju → nares posterior (choanae) → masuk ke nasopharynx,masuk ke oropharynx (epiglottis membuka aditus laryngis) → daerah larynx → trakea.masuk ke bronchus primer → bronchus sekunder → bronchiolus segmentalis (tersier) → bronchiolus terminalis → melalui bronchiolus respiratorius → masuk ke organ paru → ductus alveolaris → alveoli.pada saat di alveoli terjadi pertukaran CO2 (yang dibawa A.pulmonalis)lalu keluar paru dan O2 masuk kedalam vena pulmonalis.lalu masuk ke atrium sinistra → ventrikel sinistra →

Page 16: PBLS1

dipompakan melalui aorta ascendens → masuk sirkulasi sistemik → oksigen (O2) di distribusikan keseluruh sel dan jaringan seluruh tubuh melalui respirasi internal,selanjutnya CO2 kembali ke jantung kanan melalui kapiler / vena → dipompakan ke paru dan dengan ekspirasi CO2 keluar bebas.

B. Mekanisme pernapasan berdasarkan fisiologinyaInspirasi merupakan proses aktif ,akan terjadi kontraksi otot – otot ,inspirasi akan meningkatkan volume intratorakal,tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari normal sekitar -2,5 mm Hg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi menjadi – 6 mm Hg.jaringan paru semangkin tegang ,tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih negatif dan udara mengalir kedalam paru.pada akhir inspirasi daya rekoil paru mulai menarik dinding dada kembali ke kedudukan ekspirasi ,sampai tercapai keseimbangan kembali antara daya rekoil jaringan paru dan dinding dada.tekanan didalam saluran udara menjadi sedikit positif dan udara mengalir meninggalkan paru,selama pernapasan tenang,ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume inratorakal,namun pada awal ekspirasi masih terdapat kontraksi ringan otot inspirasi,kontraksi ini berfungsi sebagai peredam daya rekoil paru dan memperlambat ekspirasi.

menjelaskan mekanisme / proses batuk dan bersin

Batuk diawali dengan inspirasi dalam dan diikuti oleh ekspirasi kuat melawan glotis yang tertutup,hal ini meningkatkan tekanan intrapleura mencapai 100 mm Hg / lebih,glotis terbuka secara tiba-tiba mengakibatkan ledakan aliran udara ke luar dengan kecepatan mencapai 965 km(600 mil) / jam.bersin merupakan hal yang serupa dengan glotis yang terus terbuka ,kedua reflex ini membantu pengeluaran iritan dan menjaga saluran udara tetap bersin.

LO.2.2 Mekanisme Pertahanan tubuh saluran pernafasan di bagian atas

Mekanisme pertahanan saluran pernapasam1. Menyaring udara : bulu hidung menyaring partikel >5mikrometer sehingga partikel tidak

sampai ke alveolus2. Pembersihan mukosiliaris : eskalator mukosiliaris di bawah faring akan menjebak

partikel beserta bakteri kecil yang melewati hidung,mukus akan membawa partikel dan bakteri tersebut keatas untuk ditelan atau dibatukkan

Page 17: PBLS1

3. Refleks batuk: pertahanan membersihkan jalan napas dengan menggunakan tekanan tinggi yang akan membantu kerja pembersihan mukosiliaris bila mekanisme kerja ini berlebihan atau tidak efektif

4. Refleks menelan dan muntah: mencegah masuknya air atau cairan ke sal.napas5. Refleks bronkokonstriksi : untuk mencegah iritan terinhalasi dalam jumlah besar seperti

debu atau aerosol6. Makrofag alveolus : pertahanan utama tingkat alveolus bakteri dan partikel debu akan di

fagosit7. Ventilasi kolateral : melaui pori-pori kohn yang dibantu oleh napas dalam mencega

atelektasis Reflex Batuk

Bronkus dan trakea sedemikian sensitifnya terhadap sentuhan halus, sehingga benda asing dalam jumlah berapapun atau penyebab iritasi lainnya akan menimbulkan refleks batuk.

Disana suatu rangkaian peristiwa otomatis digerakkan oleh lintasan neuronal medulla, menyebabkan efek sebagai berikut : kira-kira 2,5 liter udara diinspirasi. Epiglotis menutup dan pita suara menutup erat-erat untuk menjerat udara dalam paru. Otot-otot perut berkontraksi dengan kuat mendorong diafragma, sedangkan otot ekspirasi lainnya, seperti interkonstalis internus, juga berkontraksi dengan kuat mendorong diafragma. Pita suara dengan epiglottis sekonyong-konyong terbuka lebar, sehingga udara bertekanan tinggi dalam paru meledak keluar. Kadang-kadang dikeluarkan dengan kecepatan 75-100 m. Udara yang mengalir cepat tersebut biasanya membawa pula benda asing apapun yang terdapat dalam bronkus dan trakea.

Refleks BersinRangsangan yang menimbulkan refleks bersin adalah iritasi dalam saluran hidung,

impuls aferen berjalan dalam nervus kelima menuju medulla, dimana refleks dicetuskan.

Ganong, WF, 2007, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 21 th ed , ab. M. Djauhari Widjajakusumah. Jakarta : EGC.

Guyton AC, Hall JE, 2008, Fisiologi Kedokteran edisi 11, ab. Setiawan dkk, Jakarta : EGC.

1.SensitisasiRinitis alergi merupakan penyakit inflamasi yang diawali oleh adanya proses sensitisasi

terhadap alergen sebelumnya. Melalui inhalasi, partikel alergen akan tertumpuk di mukosa hidung yang kemudian berdifusi pada jaringan hidung. Hal ini menyebabkan sel (APC) akan menangkap alergen yang menempel tersebut.

2.Reaksi Alergi Fase Cepat

Page 18: PBLS1

Reaksi cepat terjadi dalam beberapa menit, dapat berlangsung sejak kontak dengan allergen sampai 1 jam setelahnya. Mediator yang berperan pada fase ini yaitu histamin, tiptase dan mediator lain seperti leukotrien, prostaglandin (PGD2) dan bradikinin. Mediator-mediatortersebut menyebabkan keluarnya plasma dari pembuluh darah dan dilatasi dari anastomosis arteriovenula hidung yang menyebabkan terjadinya edema, berkumpulnya darah pada kavernosus sinusoid dengan gejala klinis berupa hidung tersumbat dan oklusi dari saluran hidung. Rangsangan terhadap kelenjar mukosa dan sel goblet menyebabkan hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Rangsangan pada ujung saraf menyebabkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin.

3.Reaksi Alergi Fase LambatReaksi alergi fase lambat terjadi setelah 4 – 8 jam setelah fase cepat. Reaksi ini disebabkan

oleh mediator yang dihasilkan oleh fase cepat beraksi terhadap sel endotel postkapiler yang akan menghasilkan suatu Vascular Cell Adhesion Mollecule (VCAM) dimana molekul ini menyebabkan Sel leukosit seperti eosinofil menempel pada sel hidung. Gejala klinis yang ditimbulkan pada fase ini lebih didominasi oleh sumbatan hidung.

LI3. Memahami dan Menjelaskan Rhinitis Alergi

LO.3.1 Definisi

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet, 1986).

Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, rinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.

LO.3.2 Klasifikasi

Klasifikasi rinitis alergi

Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu: 1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis)

2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial)

Gejala keduanya hampir sama, hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya (Irawati, Kasakeyan, Rusmono, 2008). Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi :

Page 19: PBLS1

1. Intermiten (kadang-kadang): bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu.

2. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu.

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi: 1. Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.

2. Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas (Bousquet et al, 2001).

LO.3.2 Etiologi

Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik dalam perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi (Adams, Boies, Higler, 1997). Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada anak-anak. Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain, seperti urtikaria dan gangguan pencernaan. Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari klasifikasi. Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa alergen. Alergen yang menyebabkan rinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur. Rinitis alergi perenial (sepanjang tahun) diantaranya debu tungau, terdapat dua spesies utama tungau yaitu Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus, jamur, binatang peliharaan seperti kecoa dan binatang pengerat. Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai tempat tidur, suhu yang tinggi, dan faktor kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk tumbuhnya jamur. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca (Becker, 1994).

Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas: • Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur.

• Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang.

Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan lebah.

• Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan (Kaplan, 2003).

LO.3.4 patofisiologi

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu immediate phase allergic reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam

Page 20: PBLS1

setelahnya dan late phase allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung 24-48 jam.

Gambar 2.1 Patofisiologi alergi (rinitis, eczema, asma) paparan alergen pertama dan selanjutnya (Benjamini, Coico, Sunshine, 2000).

Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptide MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13.

IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator)

Page 21: PBLS1

sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Performed Mediators) terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-lain. Inilah yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC).

Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamin merangsang ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1).

Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM1 pada sekret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP), dan Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008).

Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad) dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga pembesaran ruang interseluler dan penebalan membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa hidung. Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten) sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal. Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar terdiri dari: 1. Respon primer

Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon sekunder.

Page 22: PBLS1

2. Respon sekunder Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada defek dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier.

3. Respon tersier Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh. Gell dan Coombs mengklasifikasikan reaksi ini atas 4 tipe, yaitu tipe 1, atau reaksi anafilaksis (immediate hypersensitivity), tipe 2 atau reaksi sitotoksik, tipe 3 atau reaksi kompleks imun dan tipe 4 atau reaksi tuberculin (delayed hypersensitivity). Manifestasi klinis kerusakan jaringan yang banyak dijumpai di bidang THT adalah tipe 1, yaitu rinitis alergi (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008).

LO.3.5 Manifestasi klinik

Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap serangan, sebagai akibat dilepaskannya histamin. Disebut juga sebagai bersin patologis (Soepardi, Iskandar, 2004). Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Tanda-tanda alergi juga terlihat di hidung, mata, telinga, faring atau laring. Tanda hidung termasuk lipatan hidung melintang – garis hitam melintang pada tengah punggung hidung akibat sering menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat (allergic salute), pucat dan edema mukosa hidung yang dapat muncul kebiruan. Lubang hidung bengkak. Disertai dengan sekret mukoid atau cair. Tanda di mata termasuk edema kelopak mata, kongesti konjungtiva, lingkar hitam dibawah mata (allergic shiner). Tanda pada telinga termasuk retraksi membran timpani atau otitis media serosa sebagai hasil dari hambatan tuba eustachii. Tanda faringeal termasuk faringitis granuler akibat hiperplasia submukosa jaringan limfoid. Tanda laringeal termasuk suara serak dan edema pita suara (Bousquet, Cauwenberge, Khaltaev, ARIA Workshop Group. WHO, 2001). Gejala lain yang tidak khas dapat berupa: batuk, sakit kepala, masalah penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip. Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu makan dan sulit tidur (Harmadji, 1993).

Gejala yang timbul ada rhinitis alergi, antara lain :

a) Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau

Page 23: PBLS1

bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap serangan, sebagai akibat dilepaskannya histamin. Disebut juga sebagai bersin patologis (Soepardi, Iskandar,2004).

b) Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi).

c) Tanda-tanda alergi juga terlihat di hidung, mata, telinga, faring atau laring. ▪Tanda hidung termasuk lipatan hidung melintang – garis hitam melintang pada tengah. Punggung hidung akibat sering menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat (allergic salute), pucat dan edema mukosa hidung yang dapat muncul kebiruan. Lubang hidung bengkak disertai dengan sekret mukoid atau cair.▪Tanda di mata termasuk edema kelopak mata, kongesti konjungtiva, lingkar hitam dibawah mata (allergic shiner).▪Tanda pada telinga termasuk retraksi membran timpani atau otitis media serosa sebagai hasil dari hambatan tuba eustachii. ▪Tanda faringeal termasuk faringitis granuler akibat hiperplasia submukosa jaringan limfoid. ▪Tanda laringeal termasuk suara serak dan edema pita suara

Gejala lain yang tidak khas dapat berupa: batuk, sakit kepala, masalah penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip. Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu makan dan sulit tidur. (Harmadji, 1993).

LO.2.6 Pemeriksaan fisik dan penunjung

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan: 1. Anamnesis Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi dihadapan pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Gejala lain ialah keluar hingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008). Perlu ditanyakan pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan keparahannya, identifikasi faktor predisposisi karena faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi, respon terhadap pengobatan, kondisi lingkungan dan pekerjaan. Rinitis alergi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, bila terdapat 2 atau lebih gejala seperti bersin-bersin lebih 5 kali setiap serangan, hidung

Page 24: PBLS1

dan mata gatal, ingus encer lebih dari satu jam, hidung tersumbat, dan mata merah serta berair maka dinyatakan positif (Rusmono, Kasakayan, 1990).

Page 25: PBLS1

2. Pemeriksaan Fisik Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner, yaitu bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung (Irawati, 2002). Selain itu, dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh punggung tangan (allergic salute). Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah, berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan banyak. Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat gejala hidung tersumbat. Selain itu, dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media (Irawati, 2002). 3. Pemeriksaan Penunjang a. In vitro Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test) sering kali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria. Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test). Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri (Irawati, 2002). b. In vivo Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekatannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui (Sumarman, 2000). Untuk alergi makanan, uji kulit seperti tersebut diatas kurang dapat diandalkan. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi (“Challenge Test”). Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu pada Challenge Test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan (Irawati, 2002).

Pemeriksaan penunjang, antara lain :a) Skin prick test

- mudah, digunakan untuk mengetahui jenis alergen penyebab alergi- sensitifitas dan spesifisitas tinggi terhadap hasil pemeriksaan IgE spesifik- lebih ideal menggunakan test ‘Intradermal Test/ Skin End Point Titration Test’

b) IgE serum total- kadar meningkat pada 60% penderita rhinitis alergi- kadar IgE normal tidak menyingkirkan rhinitis alergi- dipakai sebagai pemeriksaan penyaring, bukan untung diagnostik

Page 26: PBLS1

c) IgE serum spesifik- dilakukan bila Skin Prick Test negative dengan gejala klinis positif- teknik radioallergosorbent test (RAST) menyempurnakan pemeriksaan ini, selain itu lebih efektif dan sensitif

d) Pemeriksaan sitologis atau histologise) Nasal challenge test, dilakukan bila riwayat rhinitis alergi positif dan hasil tes

alergi negatiff) Foto polos sinus paranasal/CT Scan/MRI, dilkukan bila ada indikasi komplikasi

rinosinusitis, menilai respon terhadap terapi dan jika direncanakan tindakan operasi

LO. 2.7 Diagnosis dan diagnosis banding Anamnesis

Perlu ditanyakan gejala-gejala spesifik yang mengganggu pasien (seperti hidung tersumbat, gatal-gatal pada hidung, rinore, bersin), pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan keparahannya, identifikasi faktor predisposisi, respon terhadap pengobatan, kondisi lingkungan dan pekerjaan. Karena rinitis alergi seringkali berhubungan dengan konjungtivitis alergi, maka adanya gatal pada mata dan lakrimasi mendukung diagnosis rinitis alergi. Riwayat keluarga merupakan petunjuk yang cukup penting dalam menegakkan diagnosis

Secara khas dimulai pada usia yg sangat muda dengan gejala kongesti hidung,bersin,air mata,gatal, keluhan yg sama seperti polip hidung ialah hidung tersumbat dan rinorea.bila terjadi pula sinusitis berupa gejala nyeri pada kepala,daerah tulang pipi.

Seringkali serangan rinitis alergi tidak terjadi di hadapan pemeriksa. Rinoskopi anterior. Terlihat mukosa hidung edema, basah & berwarna pucat (livid), dan banyak sekret encer. Nasoendoskopi. Sitologi hidung. Kita dapat menemukan banyak eosinofil (menunjukkan alergi inhalan), basofil 5 sel/lap

(menunjukkan alergi ingestan), dan sel PMN (menunjukkan infeksi bakteri). Hitung eosinophil: Menggunakan darah tepi. Hasilnya bisa normal & meningkat.

Jenis tes diantaranya prist-paper radio immunosorbent test untuk memeriksa IgE total; radio immunosorbent test (RAST) & enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) test keduanya untuk memeriksa IgE spesifik.

Uji kulit: Untuk mencari alergen penyebab secara invivoJenisnya skin end-point tetration/SET (uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri), prick test (uji cukit), scratch test (uji gores), challenge test (diet eliminasi dan provokasi) khusus untuk alergi makanan (ingestan alergen) dan provocative neutralization test atau intracuteneus provocative food test (IPFT) untuk alergi makanan (ingestan alergen).

Page 27: PBLS1

DDRinitis alergika harus dibedakan dengan :1. Rhinitis vasomotorik2. Rhinitis medikamentosa3. Rhinitis virus4. Rhinitis iritan ( Irritant Contact Rhinitis)

1. Rhinitis vasomotorik

Pasien-pasien dengan rhintis vasomotorik datang dengan gejala sumbatan hidung dan sekret nasal yang jernih.gejala-gejalanya sering berhubungan dengan temperatur ,makan,paparan terhadap bau dan zat-zat kimia atau konsumsi alkohol. Beberapa klinisi mengusulkan bahwa regulasi otonom yang abnormal dari fungsi hidung adalah penyebabnya.

pada rhinitis vasomotor tidak ditemukan adanya skin tes yang(+) dan tes alergen yang (+), sedangkan pada yang alergika murni mempunyai skin tes yang (+) dan laergen yang jelas.

Rinitis alergika sering ditemukan pada pasien dengan usia < 20 tahun,sedangkan pada rinitis vasomotor lebih banyak dijumpai pada usia > 20 tahun danpaling sering diderita oleh perempuan.  

2. Rinitis medikamentosa ( Drug induced rhinitis)

karena penggunaan tetes hidung dalam jangkalama, reserpin, klonidin, alfa metildopa, guanetidin, klorpromasin, dan fenotiasin yang lain.

3. RhinitisV irus

Rhinitis virus sangat umum terjadi dan sering berhubungan denganmanifestasi lain dari penyakit virus seperti sakit kepala, malaise, tubuh pegal, danbatuk. Sekret nasal yang dihasilkan pada rhinitis viral seringnya jernih atauberwarna putih dan bisa disertai dengan kongesti hidung dan bersin-bersin.

4. Rhinitis iritan (irritant contact rhinitis)

karena merokok, iritasi gas, bahan kimia, debu pabrik, bahan kimia pada makanan. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat,pemeriksaan alergi yang negatif.

Faktor yg berhubungan dengan diagnosis rinusitis

Mayor : Muka nyeri ,Rasa tersumbat, Secret purulen, Hiposmia, Demam

Minor :Sakit kepala, Demam, Lesu, Batuk, Sakit gigi, Telinga sakit, ,penuh, atau tertekan.

Page 28: PBLS1

LO.2.8 Penatalaksanaan

1. Pengobatan yang paling baik adalah menghindari alergen.2. Antihistamin yang dipakai adalah antagonis H1 yang bekerja inhibitor

kompetitif pada reseptor H1 sel target. Merupakan lini pertama yang sering dipakai pada rhinitos alergi. Antihistamin terbagi menjadi 2 : generasi 1 dan generasi 2. Generasi 1 bersifat lipofilik sehingga bisa menembus sawar darah ota dan plasenta. Contohnya adalah difenhidramin, klorfeniramin, prometasin, siproheptadin, yang bisa diberikan secara topikal adalah azelastin.

Antihistamin generasi 2 bersifat lipofobik sulit memembus sawar darah otak. Tidak punya efek kolinergik seperti pada generasi 1, non sedati dan antiadrenergik. Antihistamin secara oral diabsorpsi cepat untuk mengatasi gejala pada respon fase cepat seperti rinore, bersin, gatal tapi tidak efektif untuk mengatasi obstruksi hidung pada fase lambat. Antihistamin non sedatif terbagi menjadi 2 menurut keamanannya. Kelompok pertama adalah astemisol dan terfenadin. Dapat menyebabkan aritmia ventrikel, henti jantung dan kematian mendadak. Kelompok kedua adalah loratadin, setirisin, fexofenadin, desloratadin, levosetirisinPreparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi antihistamin atau topikal. Pemakaian secara topikal hanya boleh beberapa hari karena bisa menyebabkan rhinistis medikamentosa.

Kortikosteroid (nasal corticosteroid spray) paling efektif untuk rhinitis alergi. 3. Tidakan operatif. Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka

inferior), konkoplasti, inferior turbinoplasty perlu dipikirkan jika konka inferior hipertrofi berat dan tidak bisa dikecilkan dengan kauterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat.

4. ImunoterapiTujuan : penurunan Ig E dan pembentukan IgG blockin antibody. Yang umum digunakan adalah intradermal dan sublingual.

OperatifKonkotomi parsial ( pemotongan sebagian konka inferior), konkoplasti atau multiple outfractured, inferior turbinoplasty bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dgn kauterisasi menggunakan AgNO3 25% atau triklor asetat.

ImunoterapiDilakukan pada alergi inhalan dengan gejala berat dan sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan lain tidak memberikan hasil yang memuaskan. Bertujuan untuk membentuk IgG Blocking antibody dan penurunan IgE.

Page 29: PBLS1

a. Penghindaran alergen.Merupakan terapi yang paling ideal. Cara pengobatan ini bertujuan untuk mencegah kontak

antara alergen dengan IgE spesifik dapat dihindari sehingga degranulasi sel mastosit tidak berlangsung dan gejala pun dapat dihindari. Namun, dalam praktek adalah sangat sulit mencegah kontak dengan alergen tersebut. Masih banyak data yang diperlukan untuk mengetahui pentingnya peranan penghindaran alergen.

b. Pengobatan medikamentosaCara penngobatan ini merupakan konsep untuk mencegah dan atau menetralisasi kinerja

molekul-molekul mediator yang dilepas sel-sel inflamasi alergis dan atau mencegah pecahnya dinding sel dengan harapan gejala dapat dihilangkan. Obat-obat yang digunakan untuk rinitis pada umumnya diberikan intranasal atau oral.

Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamin H-1, yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan preparatfarmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan rinitisalergi. Antihistamin diabsorbsi secara oral dengan cepat dan mudah serta efektifuntuk mengatasi gejala pada respons fase cepat seperti rinore, bersin, gatal, tetapitidak efektif untuk mengatasi obstruksi hidung pada fase lambat.

Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi denfgan antihistamin atau topikal. Namun pemakaian secara topiukal hanya boleh untuk beberapa hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis alergi medikamentosa.

Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala sumbatan hidung akibat respons fase lambat tidak dapat diatasi dengan obat lain. Kortikosteroid topikal bekerja untuk mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung, mencegah pengeluaran protein sitotoksik dari eosinofil, mengurangi aktifitas limfosit.

Preparat antikolinergik topikal bermanfaat untuk mengatasi rinore, karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan sel efektor. Pengobatan baru lainnya untuk rinitis alergi di masa yang akan datang adalah anti leukotrien, anti IgE, DNA rekombinan.

Obat-obat tidak memiliki efek jangka panjang setelah dihentikan. Karenanya pada penyakit yang persisten, diperlukan terapi pemeliharaan.

c. Imunoterapi spesifikImunoterapi spesifik efektif jika diberikan secara optimal. Imunoterapi subkutan masih

menimbulkan pertentangan dalam efektifitas dan keamanan. Oleh karena itu, dianjurkan penggunaan dosis optimal vaksin yang diberi label dalam unit biologis atau dalam ukuran masa dari alergen utama. Dosis optimal untuk sebagian besar alergen utama adalah 5 sampai 20µ g. Imunoterapi subkutan harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan penderita harus dipantauselama 20 menit setelah pemberian subkutan. Indikasi imunoterapi spesifik subkutan:

Penderita yang tidak terkontrol baik dengan farmakoterapi konvensional Penderita yang gejala-gejalanya tidak dapat dikontrol baik dengan antihistamin H1 dan

farmakoterapi Penderita yang tidak menginginkan farmakoterapi Penderita dengan farmakoterapi yang menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan Penderita yang tidak ingin menerima terapi farmakologis jangka panjang.

Imunoterapi spesifik nasal dan sublingual dosis tinggi:

Page 30: PBLS1

Imunoterapi spesifik oral dapat digunakan dengan dosis sekurang-kurangnya 50-100 kali lebih besar daripada yang digunakan untuk imunoterapi subkutan.

Pada penderita yang mempunyai efek samping atau menolak imunoterapi subkutan Indikasinya mengikuti indikasi dari suntikan subkutanPada anak-anak, imunoterapi spesifik adalah efektif. Namun tidak direkomendasikan untuk

melakukan imunoterapi pada anak dibawah umur 5 tahun.

d. Imunoterapi non-spesifikImunoterapi non-spesifik menggunakan steroid topikal. Hasil akhir sama seperti pengobatan

imunoterapi spesifik-alergen konvensional yaitu sama- sama mampu menekan reaksi inflamasi, namun ditinjau dari aspek biomolekuler terdapat mekanisme yang sangat berbeda.

Glukokortikosteroid (GCSs) berikatan dengan reseptor GCS yang berada di dalam sitoplasma sel, kemudian menembus membran inti sel dan mempengaruhi DNA sehingga tidak membentuk mRNA. Akibat selanjutnya menghambat produksi sitokin pro-inflammatory.

e. EdukasiPemeliharaan dan peningkatan kebugaran jasmani telah diketahui berkhasiat dalam

menurunkan gejala alergis. Mekanisme biomolekulernya terjadi pada peningkatan populasi limfosit TH yang berguna pada penghambatan reaksi alergis, serta melalui mekanisme imunopsikoneurologis.

f. OperatifTindakan bedah dilakukan sebagai tindakan tambahan pada beberapa penderita yang sangat

selektif. Seperti tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25 % atau triklor asetat.

Bisa dilakukan pada polip hidung dan terutama sinusitis berkaitan dengan gagalnya terapi obat dan injeksi allergen, tindakan ini memungkinkan drainase dan ventilasi hidung dan sinus yg memadai.

LO.2.8 Pencegahan

Ada 3 tipe pencegahan yaitu primer, sekunder dan tersier.Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah terjadinya tahap sensitisasi. Halyang dapat dilakukan adalah menghindari paparan terhadap alergen inhalanmaupun ingestan selama hamil, menunda pemberian susu formula dan makanan padat sehingga pemberian ASI lebih lama. Pencegahan sekunder adalah mencegahgejala timbul dengan cara menghindari alergen dan terapi medikamentosa.Sedangkan pencegahan tersier bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasiatau berlanjutnya penyakit.

LO.2.9 Prognosis Terjadi pada kebanyakan diusia muda 50%-70% dapat menyebabkan iritasi Pada umum nya baik apabila ditangani dengan cepat dan memburuk jika

dibiarkan berlanjut.

Page 31: PBLS1

Ada kesan klinis bahwa gejala rhinitis alergika dapat berkurang dengan bertambahnya usia. Sementara penderita polip hidung akan tetap mengalami kekambuhan meskipun telah mendapat terapi bedah maupun obat.

Cara pencegahan timbulnya rhinitis alergi, antara lain : 1. Timbulnya gejala biasanya bisa dicegah dengan menghindar alergen penyebab terjadina rhinitis alergika,selama musim serbuk berlangsung sebaiknya penderita tetap tinggal didalam rumah 2. Jangan biarkan hewan berbulu masuk kedalam rumah bila alergi bulu 3. Bersihkan debu dengan ap basah,minimal 2-3 kali dalam 1 minggu 4. Gunakan AC untuk membuang debu rumah,jamur,pollen dari udara.Cuci dan ganti filter secara berkala 5.Tutup perabotan berbahan kain dengan lapisan yang bisa dicuci sesering mungkin 6.Jangan mengunnakan bahan atau perabotan yang dapat menampung debu didalam debu kamar 7.Untuk menghindari kontak dengan allergen,gunakan sarung tangan dan masker,ketika sedang bersih bersih didalam atau diluar rumah 8.Larang Rokok dan penggunaan produk yang beraroma dirumah

Komplikasi

Komplikasi rinithis alergi yang sering adalah

Polip HidungAlergi hidung merupakan salah satu factor penyebab terbentuknya polip hidung dan kekambuhan polip hidung.

Otitis MediaEfusi yang sering residif terutama pada anak.

Sinusitis Paranasal

LI.4 Wudhu

Al-Maidah:45 “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (attaurat) bahwasanya jiwa dibalas dengan jiwa, mata dengfan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka pun ada qisasnya.”

Penyebutan beberapa anggota tubuh yang penting di atas dan penyamaannya dengan jiwa

itu sendiri menunjukkan adanya kesamaan kepentingan dan fungsi yang esensial bagi

Page 32: PBLS1

seseorang, sehingga jika terjadi kekerasan atau penganiayaan terhadap salah satu anggota

tubuh tersebut diharuskan untuk memberlakukan hukum qisas (selain jiwa).

Kesehatan rohani mempengaruhi kesehatan jasmani. Islam memberikan jawaban bagi

kehausan jiwa manusia terhadap ketenangan batin yaitu mengukuhkan iman dan taqwa

dengan mendekatkan diri kepada. Jika iman dan taqwa kita kukuh maka menjalankan

perintah Allah akan terasa sangat mudah, kita akan semakin dekat kepada Allah dan kita

akan dianugrahi rohani yang kuat dan jasmani yang sehat.

Karena itu mengamalkan iman dan taqwa kita merupakan solusi pemeliharaan kesehatan

yang paling jitu. Adapun pengamalan itu dapat kita lakukan dengan :

a. Menjaga kebersihan,

1. Tubuh: Islam memerintahkan mandi bagi umatnya karena 23 alasan dimana 7 alasan merupakan mandi wajib dan 16 alasan lainnya bersifat sunah.

2. Tangan: Nabi Muhammad SAW bersabda: “Cucilah kedua tanganmu sebelum dan sesudah makan ", dan " Cucilah kedua tanganmu setelah bangun tidur. Tidak seorang pun tahu dimana tangannya berada di saat tidur."

3. Islam memerintahkan kita untuk mengenakan pakaian yang bersih dan rapi.4. Makanan dan minuman: Lindungilah makanan dari debu dan serangga, Rasulullah

SAW sersabda: "Tutuplah bejana air dan tempat minummu "5. Rumah: "Bersihkanlah rumah dan halaman rumahmu" sebagaimana dianjurkan

untuk menjaga kebersihan dan keamanan jalan: "Menyingkirkan duri dari jalan adalah ibadah."

6. Perlindungan sumber air, misalnya sumur, sungai dan pantai. Rasulullah melarang umatnya buang kotoran di tempat-tempat sembarangan.

Dalam islam diantaranya dengan mandi, wudzu, menjaga kebersihan pakaian. Adapun   wudzu merupakan upaya membersihkan diri dari hadast besar maupun hadast kecil sebelum melaksanakan sholat.Karena seseorang yang akan menjalankan sholat harus bersih dari hadast kecil maupun hadast besar, sehingga apabila ia berhadas kecil ia  harus berwudlu, namun jika ia berhadast besar (junub) maka ia harus mandi. Sebagaimana firman-firman Allah :

“Jika kamu junub maka mandilah.” (QS.Al-ma’idah:6)

“Wahai orang-orang yang beriman ! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. “(Q.S Al-ma’idah:6)

Page 33: PBLS1

“Dan bersihkanlah pakaianmu”.(QS.Al-Muddatsir:4)

Saat berwudhu disunnahkan menghirup air ke dalam hidung (istinsyaq) dan mengeluarkannya (istinsyar) sebanyak tiga kali agar kebersihan dan kesehatan hidung terjaga. Hidung manusia terbebas dari kotoran selama 4-5 jam, kemudian hidung manusia menjadi kotor karena udara yang terhirup. Dengan istinsyaq dan istinsyarmembuat hidung dalam keadaan sehat dan bersih.

Selain itu, penelitian ilmiah yang dilakukan oleh Muhammad Salim membuktikan bahwa orang-orang yang tidak berwudhu lebih rentan terkena ISPA daripada orang-orang yang berwudhu. Dari penelitian didapatkan bahwa dengan menghirup air kehidung sebanyak 3 kali dapat membersihkan mikroba yang menempel pada ronggahidung, sehingga hidung benar-benar bersih dari mikroba penyebab ISPA, radang paru-paru, demam rematik dan alergi rongga hidung.

Dari Abu Hurairah, Rasululllah bersabda,"Apabila salah seorang kamu berwudhu, maka hirupla air dengan lubah hidung, kemudian hempaskanlah" (HR Muslim). Hidung merupakan salah satu tempat kotoran. Hal ini dikarenakan setipa kali bernafas dan menghirup udara, hidung akan menyaring kotoran-kotoran yang ada di udara dengan rambut-rambut yang ada di hidung.

Dalam buku yang berjudul Al-I'jaaz Al-Ilmiy fii Al-Islam wa Al-Sunnah Al-Nabawiyah dijelaskan, ilmu kontemporer menetepkan setelah melalui eksperimen panjang ternyata orang yang selalu berwudhu mayoritas hidung mereka lebih bersih, tidak terdapat mikroba. Dari hidung, kuman masuk ke tenggorokan dan terjadilah berbagai radang dan penyakit. Apalagi jika sampai masuk ke dalam aliran darah. Secara umum membersihkan hidung dapat mencegah penyakit ISPA dan Sinusitis.

Page 34: PBLS1