PBL Blok 22

26
Penegakkan Diagnosis dan Penatalaksanaan pada Serangan Kejang Timoty Mario / 10.2012.161 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat, 11470 Email : [email protected] Skenario: Seorang laki-laki berusia 23 tahun dibawa ke UGD setelah mengalami kejang-kejang. Saat pasien sedang belajar hingga larut malam bersama teman-temannya pasien jatuh dari tempat duduknya, kedua lengan dan tungkai pasien terlihat kaku dan kemudian kelojotan dengan kedua matanya mendelik ke atas. Menurut temannya, hal tersebut terjadi selama kurang lebih 30 detik dan setelah itu pasien tidak sadarkan diri. Satu bulan yang lalu, pasien pernah mengalami hal yang sama namun belum berobat secara teratur ke dokter. Pendahuluan Kejang-kejang yang terjadi pada manusia sudah terjadi dari waktu lampau. Dahulu, ketika orang kejang-kejang, masyarakat disekitarnya akan berprasangka buruk pada orang yang mengalami. Banyak juga yang menghubungkan masalah kejang dengan roh halus. Hal itu terjadi karena ilmu kedokteran belum begitu berkembang. Sekarang ini, ketika teknologi dan ilmu kedokteran sudah modern, kita bisa tahu bahwa semua gejala kejang-kejang itu berhubungan dengan syaraf.

description

Neurology & Pschyciatri

Transcript of PBL Blok 22

Page 1: PBL Blok 22

Penegakkan Diagnosis dan Penatalaksanaan pada

Serangan Kejang

Timoty Mario / 10.2012.161Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat, 11470Email : [email protected]

Skenario:

Seorang laki-laki berusia 23 tahun dibawa ke UGD setelah mengalami kejang-kejang. Saat

pasien sedang belajar hingga larut malam bersama teman-temannya pasien jatuh dari tempat

duduknya, kedua lengan dan tungkai pasien terlihat kaku dan kemudian kelojotan dengan

kedua matanya mendelik ke atas. Menurut temannya, hal tersebut terjadi selama kurang lebih

30 detik dan setelah itu pasien tidak sadarkan diri. Satu bulan yang lalu, pasien pernah

mengalami hal yang sama namun belum berobat secara teratur ke dokter.

Pendahuluan

Kejang-kejang yang terjadi pada manusia sudah terjadi dari waktu lampau. Dahulu,

ketika orang kejang-kejang, masyarakat disekitarnya akan berprasangka buruk pada orang

yang mengalami. Banyak juga yang menghubungkan masalah kejang dengan roh halus. Hal

itu terjadi karena ilmu kedokteran belum begitu berkembang. Sekarang ini, ketika teknologi

dan ilmu kedokteran sudah modern, kita bisa tahu bahwa semua gejala kejang-kejang itu

berhubungan dengan syaraf.

Tubuh kita memiliki suatu system yang sangat penting yaitu system saraf dan tubuh

kita mempunyai organ yang sangat penting yaitu otak. Jika otak dan system saraf mengalami

gangguan otomatis tubuh akan mengalami gangguan juga yang sangat menggangu dalam

kehidupan sehari-hari. Seperti kita ketahui otak merupakan system pengatur seluruh tubuh

kita. Otak merupakan pusat dari berbagai mekanisme tubuh kita.  Jika otak kita atau system

saraf kita mengalami gangguan tubuh kita otomatis akan terganggu. Seperti pada epilepsy

dimana system saraf terganggu. Epilepsy dapat menyerang siapa saja.

Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf yang sering dijumpai, terdapat pada

semua bangsa, segala usia dimana laki-laki sedikit lebih banyak dari wanita.Insiden tertinggi

terdapat pada golongan usia dini yang akan menurun pada gabungan usia dewasa muda

sampai setengah tua, kemudian meningkat lagi pada usia lanjut.

Page 2: PBL Blok 22

Epilepsi didefinisikan sebagai kumpulan gejala dan tanda-tanda klinis yangmuncul

disebabkan gangguan fungsi otak secara intermiten, yang terjadi akibat lepasmuatan listrik

abnormal atau berlebihan dari neuron-neuron secara paroksismaldengan berbagai macam

etiologi. Sedangkan serangan atau bangkitan epilepsi yangdikenal dengan nama epileptic

seizure adalah manifestasi klinis yang serupa dan berulang secara paroksismal, yang

disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang spontan dan bukan

disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (“unprovoked ”).1

Anamnesis

Langkah awal adalah menentukan untuk membedakan apakah ini serangan kejang

atau bukan, dalam hal ini memastikannya biasanya dengan melakukan wawancara baik

dengan pasien, orangtua atau orang yang merawat dan saksi mata yang mengetahui alamat

korespondensiserangan kejang itu terjadi. Beberapa pertanyaan yang perlu diajukan adalah

untuk menggambarkan kejadian sebelum, selama dan sesudah serangan kejang itu

berlangsung. Dengan mengetahui riwayat kejadian serangan kejang tersebut biasanya dapat

memberikan informasi yang lengkap dan baik mengingat pada kebanyakan kasus, dokter

tidak melihat sendiri serangan kejang yang dialami pasien.2

Riwayat penyakit sekarang

Kapan pasien mengalami serangan kejang yang pertama kali selama ini? Usia

serangan dapat memberi gambaran klasifikasi dan penyebab kejang. Serangan kejang

yang dimulai pada neonatus biasanya penyebab sekunder gangguan pada masa

perinatal, kelainan metabolik dan malformasi kongenital. Serangan kejang umum

cenderung muncul pada usia anak-anak dan remaja. Pada usia sekitar 70 tahunan

muncul serangan kejang biasanya ada kemungkinan mempunyai kelainan patologis di

otak seperti stroke atau tumor otak.1

Apakah pasien mengalami  semacam peringatan atau perasaan tidak enak pada waktu

serangan atau sebelum serangan kejang terjadi? Gejala peringatan yang dirasakan

pasien menjelang serangan kejang muncul disebut dengan “aura” dimana suatu “aura”

itu bila muncul sebelum  serangan kejang parsial sederhana  berarti ada fokus di otak.

Sebagian “ aura” dapat membantu dimana letak lokasi serangan kejang di otak. Pasien

dengan epilepsi lobus temporalis dilaporkan adanya “déjà vu” dan atau ada sensasi

yang tidak enak di lambung, gringgingen yang mungkin merupakan epilepsi lobus

parietalis. Dan gangguan penglihatan sementara mungkin  dialami oleh pasien dengan

epilepsi lobus oksipitalis. Pada serangan kejang umum bisa tidak didahului dengan

Page 3: PBL Blok 22

“aura” hal ini disebabkan terdapat gangguan pada kedua hemisfer , tetapi jika “aura”

dilaporkan oleh pasien sebelum serangan kejang umum, sebaiknya dicari sumber

fokus yang patologis.

Apa yang terjadi selama serangan kejang berlangsung? Bila pasien bukan dengan

serangan kejang sederhana yang kesadaran masih baik tentu pasien tidak dapat

menjawab pertanyaan ini, oleh karena itu wawancara dilakukan dengan saksi mata

yang mengetahui serangan kejang berlangsung. Apakah ada deviasi mata dan kepala

kesatu sisi? Apakah pada awal serangan kejang terdapat gejala aktivitas motorik yang

dimulai dari satu sisi tubuh? Apakah pasien dapat berbicara selama serangan kejang

berlangsung? Apakah mata berkedip berlebihan pada serangan kejang terjadi? Apakah

ada gerakan “automatism”   pada satu sisi ? Apakah ada sikap tertentu pada anggota

gerak tubuh? Apakah lidah tergigit? Apakah pasien mengompol ? Serangan kejang

yang berasal dari lobus frontalis mungkin dapat menyebabkan kepala dan mata

deviasi kearah kontralateral lesi. Serangan kejang yang berasal dari lobus temporalis

sering tampak gerakan mengecapkan bibir dan atau gerakan mengunyah. Pada

serangan kejang dari lobus oksipitalis dapat menimbulkan gerakan mata berkedip

yang berlebihan dan gangguan penglihatan. Lidah tergigit dan inkontinens urin

kebanyakan dijumpai dengan serangan kejang umum meskipun dapat dijumpai pada

serangan kejang parsial kompleks.1

Apakah yang terjadi segera sesudah serangan kejang berlangsung? Periode sesudah

serangan kejang berlangsung adalah dikenal dengan istilah  “post ictal period ”

Sesudah mengalami serangan kejang umum tonik klonik pasien lalu tertidur. Periode

disorientasi dan kesadaran yang menurun terhadap sekelilingnya biasanya sesudah

mengalami serangan kejang parsial kompleks. Hemiparese atau hemiplegi sesudah

serangan kejang disebut “Todd’s Paralysis“ yang menggambarkan adanya fokus

patologis di otak. Afasia dengan tidak disertai gangguan kesadaran menggambarkan

gangguan berbahasa di hemisfer dominan. Pada “Absens“ khas tidak ada gangguan

disorientasi setelah serangan kejang.

Kapan kejang berlangsung selama siklus 24 jam sehari? Serangan kejang tonik klonik

dan mioklonik banyak dijumpai biasanya pada waktu  terjaga dan pagi hari. Serangan

kejang lobus temporalis dapat terjadi setiap waktu, sedangkan serangan kejang lobus

frontalis biasanya muncul pada waktu malam hari.

Apakah ada faktor pencetus ? Serangan kejang dapat dicetuskan oleh karena kurang

tidur, cahaya yang berkedip,menstruasi, faktor makan dan minum yang tidak

Page 4: PBL Blok 22

teratur, konsumsi alkohol, ketidakpatuhan minum obat, stress emosional, panas,

kelelahan fisik dan mental, suara suara tertentu, “drug abuse”, “ reading & eating

epilepsy”. Dengan mengetahui faktor pencetus ini dalam konseling dengan pasien

maupun keluarganya dapat membantu dalam mencegah serangan kejang.

Bagaimana frekwensi serangan

kejang ? Informasiini  dapatmembantuuntukmengetahuibagaimanaresponpengobatan

bila sudahmendapat  obatobat anti kejang

Apakah ada periode bebas kejang sejak awal serangan kejang ? Pertanyaan ini

mencoba untuk mencari apakah sebelumnya pasien sudah mendapat obat anti kejang

atau belum dan dapat menentukan apakah obat tersebut yang sedang digunakan

spesifik bermanfaat ?

Apakah ada jenis serangan kejang lebih dari satu macam? Dengan menanyakan

tentang berbagai jenis serangan kejang dan menggambarkan setiap jenis serangan

kejang secara lengkap.1

Apakah pasien mengalami luka ditubuh sehubungan dengan serangan

kejang? Pertanyaan ini penting mengingat pasien yang mengalami luka ditubuh akibat

serangan kejang  ada yang diawali dengan  “aura“ tetapi tidak ada cukup waktu untuk

mencegah supaya tidak menimbulkan luka ditubuh akibat serangan kejang  atau

mungkin  ada “aura“ , sehingga dalam hal ini informasi tersebut dapat dipersiapkan

upaya upaya untuk  mengurangi bahaya terjadinya luka.

Apakah sebelumnya pasien pernah datang ke unit gawat darurat? Dengan mengetahui

gambaran pasien yang pernah datang ke unit gawat darurat dapat mengidentifikasi

derajat beratnya serangan kejang itu terjadi yang mungkin disebabkan oleh karena

kurangnya perawatan pasien, ketidakpatuhan minum obat, ada perubahan minum obat

dan penyakit lain yang menyertai.1

Riwayat penyakit dahulu.

Apakah pasien lahir  normal dengan kehamilan genap bulan maupun proses

persalinannya?

Apakah pasien setelah lahir mengalami asfiksia atau “respiratory distress”?

Apakah  tumbuhkembangnya normal sesuaiusia?

Apakah ada riwayat kejang demam? Risiko terjadinya epilepsi sesudah serangan

kejang demam sederhana  sekitar 2 % dan serangan kejang demam kompleks  13 %.

Page 5: PBL Blok 22

Apakah ada riwayat infeksi susunan saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis? atau

penyakit infeksi lainnya seperti sepsis, pneumonia yang disertai serangan

kejang.Dibeberapa negara ada yang diketahui didapat adanya cysticercosis.

Apakah ada riwayat trauma kepala seperti fraktur depresi kepala, perdarahan intra

serebral, kesadaran menurun dan amnesia yang lama?

Apakah ada riwayat tumor otak?

Apakah ada riwayat stroke?. 1

Riwayat sosial.

Apa latar belakang pendidikan pasien? Tingkat pendidikan pasien epilepsi mungkin

dapat menggambarkan bagaimana sebaiknya pasien tersebut dikelola dengan baik.

Dan juga dapat membantu mengetahui tingkat dukungan masyarakat terhadap pasien

dan bagaimana potensi pendidikan kepada pasien tentang cara menghadapi penyakit

yang dialaminya itu.

Apakah pasien bekerja? Dan apa jenis pekerjaannya?  Pasien epilepsi yang seragan

kejangnya terkendali dengan baik dapat hidup secara normal dan produktif.

Kebanyakan pasien dapat bekerja paruh waktu atau penuh waktu. Tetapi bila serangan

kejangnya tidak terkendali dengan baik untuk memperoleh dan

menjalankan  pekerjaan adalah merupakan suatu tantangan tersendiri. Pasien

sebaiknya dianjurkan  memilih bekerja dikantoran, sebagai kasir atau tugas - tugas

yang tidak begitu berisiko, tetapi bagi pasien yang bekerja di bagian konstruksi,

mekanik dan pekerjaan yang mengandung risiko tinggi diperlukan penyuluhan yang

jelas untuk memodifikasikan pekerjaan itu agar supaya tidak membahayakan dirinya?

Apakah pasien mengemudikan kendaraan bermotor? Pasien dengan epilepsi yang

serangan kejangnya tidak terkontrol serta ada gangguan kesadaran  sebaiknya tidak

mengemudikan kendaraan bermotor. Hal ini bisa membahayakan dirinya maupun

masyarakat lainnya. Dibeberapa negara mempunyai peraturan sendiri tentang pasien

epilepsi yang mengemudikan kendaraan bermotor.1,2

Apakah pasien menggunakan kontrasepsi oral? Apakah pasien merencanakan

kehamilan pada waktu yang akan datang? Pasien epilepsi wanita sebaiknya diberi

penyuluhan terlebih dahulu tentang efek teratogenik obat-obat anti epilepsi, demikian

juga beberapa obat anti epilepsi dapat menurun efeknya bila pasien juga

menggunakan kontrasepsi oral seperti fenitoin, karbamasepin dan fenobarbital. Dan

bagi pasien yang sedang hamil diperlukan obat tambahan seperti asam folat untuk

mengurangi risiko terjadinya “ neural tube defects“ pada bayinya.

Page 6: PBL Blok 22

Apakah pasien peminum alkohol? Alkohol merupakan faktor risiko terjadinya

serangan kejang umum, sebaiknya tidak dianjurkan minum-minuman alkohol. Selain

berinteraksi dengan obat-obat anti epilepsi tetapi dapat juga menimbulkan

ekstraserbasi serangan kejang khususnya sesudah minum alkohol .1,2

Riwayat keluarga.

Mengetahui riwayat keluarga adalah penting untuk menentukan apakah ada sindrom

epilepsi yang spesifik atau kelainan neurologi yang ada kaitannya dengan faktor

genetik dimana manifestasinya adalah serangan kejang. Sebagai contoh “Juvenile

myoclonic epilepsy (JME)“,“ familial neonatal convulsion“,“ benign rolandic

epilepsy“ dan sindrom serangan kejang umum tonik klonik disertai kejang demam

plus.

Riwayat allergi

Bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan seperti antiepilepsi, perlu

dibedakan  apakah ini suatu efek samping dari gastrointestinal atau efek reaksi

hipersensitif. Bila terdapat semacam ”rash“ perlu dibedakan apakah ini terbatas

karena efek fotosensitif yang disebabkan eksposur dari sinar matahari atau karena

efek hipersensitif yang sifatnya lebih luas?

Riwayat pengobatan.

Bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan antiepilepsi, perlu ditanyakan

bagaimana  kemanjuran obat tersebut, berapa kali diminum sehari dan berapa lama

sudah diminum selama ini, berapa dosisnya, ada atau tidak efek sampingnya.1,2

B. Pemeriksaan

a. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Fisik Umum:

Pemeriksaan fisik umum pada dasarnya adalah mengamati adanya tanda-tanda dari gangguan

yang berhubungan dengan epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus,

gangguan kongenital, kecanduan alkohol, atau obat terlarang, kelainan pada kulit

(neurofakomatosis), kanker, dan defisit neurologik fokal atau difus.

Pemeriksaan Neurologik :

Page 7: PBL Blok 22

Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan neurologik sangat bergantung pada interval antara saat

dilakukanya pemeriksaan dengan bangkitan terakhir.

* Jika dilakukan pada beberapa menit atau jam setelah bangkitan maka akan tampak tanda

pasca-iktal terutama tanda fokal seperti Todd’s paresis, transient aphasic symptoms, yang

tidak jarang dapat menjadi petunjuk lokalisasi.

* Jika dilakukan pada beberapa waktu setelah bangkitan terakhir berlalu, sasaran utama

adalah untuk menentukan apakah ada tanda-tanda disfungsi sistem saraf permanen (epilepsi

simptomatik) dan walaupun jarang apakah ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.1

b. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Electro-encephalography (EEG).

Rekaman EEG merupakan pemeriksan yang paling berguna pada dugaan suatu bangkitan.

Pemeriksaan EEG akan membantu menunjang diagnosis dan membantu penentuan jenis

bangkitan maupun sindrom epilepsi. Pada keadaan tertentu dapat membantu menentukan

prognosis dan penentuan perlu/tidaknya pengobatan dengan AED.

Pemeriksaan pencitraan Otak (brain imaging)

Pemeriksaan CT Scan dan MRI meningkatkan kemampuan kita dalam mendeteksi lesi

epileptogenik di otak. Dengan MRI beresolusi tinggi berbagai macam lesi patologik dapat

terdiagnosis secara non-invasif, misalnya mesial temporal sclerosis, glioma, ganglioma,

malformasi kavernosus, DNET (dysembryoplastic neuroepihelial tumor). Ditemukannya lesi-

lesi ini menambah pilihan terapi pada epilepsi yang refrakter terhadap OAE. Funtional brain

imaging seperti Positron Emission Tomography (PET), Single Photon Emission Comuted

Tomography(SPECT) dan Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) bermanfaat dalam

menyediakan informasi tambahan mengenai dampak perubahan metabolik dan perubahan

aliran darah regional di otak berkaitan dengan bangkitan.3

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan hematologik

Pemeriksaan ini mencakup hemoglobin, lekosit, hematokrit, trombosit, apusan darah tepi,

elektrolit (natrium, kalium, kalsium, magnesium). kadar gula, fungsi hati, ureum, kreatinin).

Pemeriksaan ini dilakukan pada awal pengobatan, beberapa bulan kemudian, diulang bila

timbul gejala klinik, dan rutin setiap tahun sekali.

Page 8: PBL Blok 22

Pemeriksaan kadar OAE

Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat target level  setelah tercapai steady state, pada saat

kebangkitan terkontrol baik, tanpa gejala toksik. Pemeriksaan ini diulang setiap tahun, untuk

memonitor kepatuhan pasien. Pemeriksaan ini dilakukan pula bila bangkitan timbul kembali,

atau bila terdapat gejala toksisitas, bila akan dikombinasi dengan obat lain, atau saat melepas

kombinasi dengan obat lain, bila terdapat perubahan fisiologi pada tubuh penyandang

(kehamilan, luka bakar, gangguan fungsi ginjal).2,3

Kalsifikasi Epilepsi

      Serangan parsial (fokal, local), kesadaran tidak berubah, berasal dari daerah

tertentu dalam otak.

Kejang parsial sederhana. Ditandai dengan kesadaran tetap baik dan dapat berupa :

motorik fokal yang menjalar atau tanpa menjalar (tipe Jackson)

gerakan versify dengan kepala dan leher menengokm ke salah satu sisi

dapat pula sebagai gejala sensorik berupa halusinasi dan kadang berupa kelumpuhan

extremitas (paralysis todd).

Kejang parsial kompleks. Didapat adanya gangguan kesadaran dan gejala psikis atau

ganggguan fungsi luhur.

      Serangan umum (generalisata), sejak awal seluruh otak terlibat secara

bersamaan.

Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal). Dimulai dengan kehilangan kesadaran

disusul dengan gejala motorik secara bilateral, dapat berupa ekstensi tonik beberapa

menit disusul gerakan klonik yang sinkron dari otot-otot tersebut. Segera sesudah

kejang berhnti pasien tertidur.

Kejang mioklonik. Ditandai oleh kontraksi otot-otot tubuh secara cepat, sinkron, dan

bilateral atau kadang hanya mengenai kelompok otot tertentu

Kejang lena (petit mal). Ditandai kehilangan kesadaran yang berlangsung sangat

singkat. Beberapa episode dapat disertai dengan mata yang menatap kosong atau

gerakan mioklonik dari kelompok otot mata atau wajah, otomatisme, kehilangan tonus

otot. Kejang berlangsung beberapa detik sampai setengah menit.3

Kejang atonik ditandai dengan kehilangan tonus otot.

Working Diagnosiss

Page 9: PBL Blok 22

Epilepsi grand mal adalah epilepsi yang terjadi secara mendadak, di mana penderitanya

hilang kesadaran lalu kejang-kejang dengan napas berbunyi ngorok dan mengeluarkan

buih/busa dari mulut. Epilepsi grand mal ditandai dengan timbulnya lepas muatan listrik yang

berlebihan dari neuron diseluruh area otak-di korteks, dibagian dalam serebrum dan bahkan

di batang otak dan thalamus, kejang grand mal berlangsung selama 3 atau 4 menit.3,4

Differential Diagnosis

Epilepsi Umum Tonik

Tonik, seranagan ini terdiri atas tonus otot dengan tiba-tiba meningkat dari otot ekstremitas,

sehingga terbentuk sejumlah sikap yang khas. Biasanya kesadaran hilang hanya beberapa

menit terjadi pada anak 1-7 tahun.

Epilepsi Umum Klonik

Klonik, serangan di mulai dengan kehilangan kesadaran yang di sebebkan aoleh hipotonia

yang tiba-tiba atau spasme tonik yng singkat. Keadaan ini di ikuti sentakan bilateralyang

lamanya 1 menit samapai beberapa menit yang sering asimetris dan bisa predominasi pada

satu anggota tubh. Seranagan ini bisa berfariasi lamanya, seringnya dan bagian dari sentakan

ini satu saat ke satu saat lain.4

Epilepsi Parsial (Sebagian)

1. Epilepsi Parsial Sederhana

Epilepsi parsial sederhana adalah epilepsi yang tidak disertai hilang kesadaran dengan

gejala kejang-kejang, rasa kesemutan atau rasa kebal di suatu tempat yang

berlangsung dalam hitungan menit atau jam.4,5

2. Epilepsi Parsial Kompleks

Epilepsi parsial komplek adalah epilepsi yang disertai gangguan kesadaran yang

dimulai dengan gejala parsialis sederhana namun ditambah dengan halusinasi,

terganggunya daya ingat, seperti bermimpi, kosong pikiran, dan lain sebagainya.

Epilepsi jenis ini bisa menyebabkan penderita melamun, lari tanpa tujuan, berkata-

kata sesuatu yang diulang-ulang. Penderita memperlihatkan kelakuan otomatis

tertentu seperti gerakan mengunyam dan / menelan dan berjalan dalam lingkaran.4,5

ManifestasiKlinik

Page 10: PBL Blok 22

Grand mal atau serangan tonis klonis ‘generalized’

Ciri-cirinya :

Kejang kaku bersamaan dengan kejutan – kejutan ritmis dari anggota badan.

Hilangnya untuk sementara kesadaran dan tonus. Pada umunya serangan diawali suat

perasaan khusus (aura). Hilangnya tonus menyebabkan penderita terjatuh, kejang hebat

dan ototnya menjadi kaku. Fase tonis berlangsung kira-kira 1 menit disusul oleh fase

klonis dengan kejang-kejang dari kaki tangan, rahang dan muka.

Penderita kadang mengigit lidahnya sendiri dan juga dapat terjadi inkontinensia urin atau

feces.

  Gerakan ritmis dari kaki tanga secara tak sadar, sering kali dengan jeritan, mulut

berbusa, mata membelalak.

 Lamanya serangan berkisar antara 1 dan 2 menit disusul dengan keadaan pingsan selama

beberapa menit dan sadar kembali dengan perasaan kacau serta depresi.

Serangan myoclonis yaitu kontraksi otot-otot simetris dan sinkron yang tak ritmis dari

bahu dan tangan (tidak dari muka), berlangsung berurutan dengan jangka waktu singkat 

kurang dari 1 detik.

 Status epileptikus serangan yang bertahan lebih dari 30 menit berlangsung beruntun

dengan cepat tanpa diselingi keadaan sadar. Situasi ini bisa fatal karena kesulitan

pernafasan dan kekurangna oksigen di otak. Umunya disebabkan ketidakpatuhan

penderita minum obat, menghentikan pengobatan secara tiba-tiba atau timbulnya

demam.3,5

Komplikasi

Komplikasi pada masa kehamilan. Bangkitan epilepsi selama masa kehamilan dapat

membahayakan ibu dan anak. Beberapa jenis obat epilepsi juga meningkatan resiko cacat

pada janin. Umumnya wanita dapat hamil dan melahirkan bayi yang sehat. Perlu berhati-hati

dalam memonitor keadaan selama masa kehamilan dan mengatur pengobatan. Perencanaan

yang benar dengan dokter anda mutlak diperlukan.Kondisi-kondisi lain yang dapat

membahayakan jiwa jarang terjadi, tetapi tetap mungkin terjadi.6

Etiologi

  Idiopatik

Page 11: PBL Blok 22

  Factor herediter, ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai bangkitan

kejang seperti sklerosis tuberose, neurofibromatosis, angiomatosis ensefalotrigeminal,

fenilketonuria, hipoparatiroidisme, hipoglikemia.

  Factor genetik; pada kejang demem dan breath holding spells

  Kelainan congenital otak; atropi, porensefali, agenesis korpus kalosum

  Gangguan metabolik; hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia

  Infeksi; radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak

danselaputnya,toxoplasmosis

  Trauma; kontusio serebri, hematoma subaraknoid, hematoma subdural

  Neoplasma otak dan selaputnya

  Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen

  Keracunan; timbale (Pb), kapur barus, fenotiazin,air 

  Lain-lain; penyakit darah,gangguan keseimbangan hormone, degenerasi serebral,dan

lain-lain.6

Faktor Pencetus

kurang tidur 

 stress emosionalc.

 Infeksi

 obat-obat tertentu

 alcohol

 perubahan hormonal

 terlalu lelahh

 fotosensitif. 6

 Patofisiologi

Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi padasinaps.

Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai kegiatan listrik yangdisebabkan

oleh adanya potensial membrane sel. Potensial membrane neuron bergantung pada

permeabilitas selektif membrane neuron, yakni membrane sel mudah dilalui oleh ion K

dariruang ekstraseluler ke intraseluler dan kurang sekali oleh ion Ca, Na dan Cl, sehingga di

dalamsel terdapat kosentrasi tinggi ion K dan kosentrasi rendah ion Ca, Na, dan Cl,

sedangkan keadaansebaliknya terdapat diruang ekstraseluler. Perbedaan konsentrasi ion-ion

inilah yangmenimbulkan potensial membran.Ujung terminal neuron-neuron berhubungan

dengan dendrite-dendrit dan badan-badan neuron yang lain, membentuk sinaps dan merubah

Page 12: PBL Blok 22

polarisasi membran neuron berikutnya. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni

neurotransmitter eksitasi yang memudahkan depolarisasi ataulepas muatan listrik dan

neurotransmitter inhibisi yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga selneuron lebih stabil

dan tidak mudah melepaskan listrik. Diantara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi

dapat disebut glutamate,aspartat dan asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisi yang

terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis

lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Halini misalnya terjadi dalam

keadaan fisiologik apabila potensial aksi tiba di neuron. Dalam keadaan istirahat, membrane

neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi

potensial akan mencetuskan depolarisasi membrane neuron dan seluruhsel akan melepas

muatan listrik.Oleh berbagai factor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau

mengganggu fungsi membaran neuron sehingga membrane mudah dilampaui oleh ion Ca dan

Na dari ruanganekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi

membrane dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan

listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan

epilepsy. Suatu sifat khas serangan epilepsy ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti

akibat pengaruh proses inhibisi.Di duga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar

sarang epileptic. Selain itu juga system-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin

agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepas muatan memegang peranan. Keadaan lain

yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsy terhenti ialah kelelahan neuron-neuron

akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak. 3,6

Penatalaksanaan

Pertolongan Pada Penderita Epilepsi :

1. Segera amankan penderita dengan mengamankan dari benda-benda berbahaya,

mengamankan dari benturan (terutama bagian kepala), dan lain sebagainya.

2. Rebahkan dengan kepala miring ke samping agar lidah penderita tidak menutupi jalan

pernapasan dan longgarkan baju yang terlalu ketat agar penderita mudah bergerak dan

bernapas.

3. Biarkan penderita bergerak semaunya dan jangan meletekkan apa-apa pada mulut

penderita. Gigi penderita epilepsi bisa patah jika pada mulut penderita dimasukkan benda-

benda keras serta bisa menutupi jalan pernapasannya.

Page 13: PBL Blok 22

4. Biarkan penderita istirahat karena setelah kejadian penderita akan bingung dan lelah.

Laporkan kepada orang-orang di sekitar atau yang berwenang agar dilanjutkan dengan

menghubungi keluarga/kerabat atau dokter. Jika penderita cidera atau terjadi serangan

susulan terus menerus segera bawa ke dokter, puskesmas, klinik atau rumah sakit terdekat.4,5

Penanganan umum

-            Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan darah setiap minggu atau setiap bulan karena

efek samping dari karbamazepin dapat terjadi gangguan darah, hepatitis dan lupus

erythematodes.

-            Menekankan pada keluarga khususnya orang tua pasien bahwa obat harus diminum

secara teratur setiap hari, sebaiknya pada saat yang sama, misalnya pada waktu makan atau

sesudahnya.

-            Memberikan penjelasan mengenai sifat penyakit ini dapat membantu untuk bisa lebih

baik menerima penderita anak ini dirumah maupun di masyarakat. Untuk menciptakan

suasana di mana anak dapat menjalani hidupnya senormal mungkin dan dapat

mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Dalam hal ini diperlukan pedoman untuk

menjamin keselamatan anak, misalnya menghindari berenang sendiri.

-            Mengawasi area bermain anak, jangan sampai mendekati air atau api. Dikhawatirkan

akan membahayakan keselamatan anak apabila tiba-tiba penyakitnya kambuh.

-            Jangan menghentikan pengobatan tanpa sepengetahuan dokter, sebaiknya dokter

menurunkan dosisnya secara bertahap sebelum dihentikan sama sekali.

-            Jika ada dosis yang terlewat diminum, segera minum obat yang terlupa itu. Namun jika

sudah mendekati waktu minum dosis berikutnya, cukup meminum 1 dosis obat tersebut

sesuai jadwal minum obat yang seharusnya. Jangan digandakan (minum 2 dosis sekaligus).

Tetap jika terlewat lebih dari satu dosis sehari, segera beri tahu dokter.

-            Jangan meminum obat lebih dari dosis yang ditentukan, jangan meminum lebih sering

dari frekuensi minum obat yang telah ditetapkan, dan jangan diminum untuk jangka waktu

yang lebih lama dari yang disarankan oleh dokter.3,4,5

Terapi serangan

            Kebanyakan lamanya serangan kurang dari 5 menit dan berhenti dengan sendirinya

tanpa pengobatan. Bila berlangsung lebih lama, barulah harus diberikan obat sebagai berikut :

1.        Diazepam rektal

Jika belum menghasilkan efek sesudah 5-10 menit, pemberian dapat diulang atau diberi

midazolam/klonazepam secara oromucosal.

Page 14: PBL Blok 22

2.        Diazepam intravena

Umumnya serangan berhenti dalam 5-15 menit. Dosis tidak boleh terlalu tinggi karena resiko

depresi pernapasan. Bila penanganan belum berhasil dan terjadi status epilepticus, maka

terapi segera dilanjutka di rumah sakit.

3.        Benzodiazepin /fenitoin

Pasien biasanya diberi diazepam 10 mg i.v, disusul dengan infus i.v dari 200 mg per liter

selama 24 jam.5

Terapi Pemeliharaan

1.        Epilepsi luas ‘generalized’

  Pilihan pertama pada grand mal adalah valproat

  Pada grand mal dengan serangan myoclonis dapat digunakan kombinasi dengan klonazepam

  Kombinasi klonazepam – klobazam, karbamazepin – valproat dan lamotigrin – valproat juga

sering kali efektif.

  Pada bentuk tonis klonis karbamazepin, valproat atau fenitoin memberikan efek baik.

2.        Epilepsi Parsial

  Pilihan pertama karbamazepin, valproat dan fenitoin.

  Obat lain yang juga efektif adalah benzodiazepam, lamotrigin, topiramat dan vigabatrin.

3.        Kortikosteroid

Terutama digunakan bila penyakit menjadi parah, misalnya pada penderita lansia dapat

diatasi dengan dosis rendah prednison (10 mg) yang sepanjang tahun dapat dikurangi sampai

dosis pemeliharaan. Pada pasien yang lebih muda diperlukan dosis yang jauh lebih tinggi

untuk waktu yang lama dengan resiko efek samping besar.5

Obat – obat epilepsi

Antiepileptika adalah obat yang dapat menanggulangi serangan epilepsi berkat khasiat

antikonvulsinya, yakni meredakan konvulsi (kejang klonus hebat)

1.    Obat generasi pertama

Barbital

Fenobarbital dan mefobarbital memiliki sifat antikonvulsif khusus yang terlepas dari

sifat hipnotiknya.

 Fenitoin

Senyawa hidantoin ini terutama digunakan pada grand mal.

Page 15: PBL Blok 22

 Suksinimida

Etosuksimida dan mesuksimida, terutama digunakan pada petit mal.

Lainnya

Asam valproat, diazepam dan klonazepam, karbamazepin dan okskarbazepin.

2.    Obat generasi ke-2

Vigabatrin, lamotigrin dan gabapentin, felvamat, topiramat dan pregabalin. Obat ini

umumnya tidak diberikantunggal sebagai monoterapi, melainkan sebagai tambahan dalam

kombinasi dengan obat-obat klasik (generasi ke-1). 5

Prognosis

Pada sekitar 70 % kasus epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat anti

epilepsi,sedangkan pada 30-50 % pada suatu saat pengobatan dapat dihentikan. Namun

prognosetergantung dari jenis serangan, usia waktu serangan pertama terjadi, saat dimulai

pengobatan,ada tidaknya kelainan neurologik atau mental dan faktor etiologik. Prognosis

terbaik adalah untuk serangan umum primer seperti kejang tonik klonik dan serangan petit

mal, sedangkan serangan parsial dengan simtomatologi kompleks kurang baik prognosenya.

Juga serangan epilepsi yang mulai pada waktu bayidan usia dibawah tiga tahun prognosenya

relatih buruk. 4,5

Pencegahan

Upaya sosial luas yang mengembangkan tindakan luas harus ditingkatkan untuk

pencegahan epilepsi. Epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan aktikonvulsi

yang digunakan sepanjang kehamilan, ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi harus dipantau

ketat selama hamil karena lesi pada otak atau cidera akhirnya menyebabkan kejang yang

terjadi pada janin selama kehamilan dan persalinan.

 Infeksi pada masa kanak-kanak harus dikontrol dengan vaksinasi yang benar, orang

tua dengan anak yang pernah mengalami kejang demam harus diinstruksikan pada metode

untuk mengkontrol demam (kompres dingin, obat anti peuretik).

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama yang dapat dicegah, tindakan

pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga mengembangkan

pencegahan epilepsi akibat cidera kepala.

Untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, pencegahan kejang

dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan secara bijaksana dan memodifikasi

daya hidup merupakan bagian dari rencana pencegahan ini. 4

Page 16: PBL Blok 22

Epidemiologi

Agak sulit mengestimasi jumlah kasus epilepsy  pada kondisi tanpa serangan, pasien

terlihat normal dan semua data lab juga normal, selain itu ada stigma tertentu pada penderita

epilepsy  malu/enggan mengakui . Insiden paling tinggi pada umur 20 tahun pertama,

menurun sampai umur 50 th, dan meningkat lagi setelahnya terkait dg kemungkinan

terjadinya penyakit cerebrovaskular. Pada 75% pasien, epilepsy terjadi sebelum umur 18

tahun.3,5

Kesimpulan

Dari anamnesis,pemeriksaan fisik dan gejala yang timbul laki-laki berusia 23 tahun

mengalami kejang kurang lebih 30 detik,tidak sadarkan diri,dan mata mendelik keatas

menderita epilepsi grand mal atau generalisata.

 Daftar Pustaka

1.      Dewanto B,Suwono J,Riyanto B,Turana Y. Panduan praktis diagnosis dan tatalaksana

penyakit saraf. 2007. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

2.      Hartono A. Buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan Bates. Terjemahan. Lynn SB.

Bates’ guide to physical examination & history taking. 2009. Edisi ke-8. Jakarta: EGC

3.      Levitt LP,Weiner HL. Buku saku neurologi. 2001. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

4.      Bradley J,Wayne D,Rubenstein D. Kedokteran klinis. Edisi Keenam. 2008. Jakarta :

Penerbit Erlangga.

5.      Fakultas kedokteran Indonesia. Kapita selekta kedokteran jilid I.2005. Edisi VII. Jakarta :

Media Aesculapics.

6.      Price SA,Wilson L.M. Patofisiologi. Edisi Keenam. 2006. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.