Patomekanisme Diare Kronik Berhubungan Dengan Hati Dll
Click here to load reader
-
Upload
lindaelfishy-kyuhyun-shawol -
Category
Documents
-
view
44 -
download
10
Transcript of Patomekanisme Diare Kronik Berhubungan Dengan Hati Dll
Patomekanisme Diare Kronik Berhubungan dengan Hepar,
Pankreas, dan Kandung Empedu
Aslinda Nurul Tamala, FIKUI’10, 1006672182
Diare atau penyakit diare (diarrheal disease) berasal
dari kata diarroia (bahasa Yunani) yang berarti mengalir terus
(to flow through), merupakan peningkatan pengeluaran feses
dengan kosistensi lebih lunak atau lebih cair dari biasanya, dan
terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam (WHO, 1988). Hal ini
disebabkan adanya perubahan dalam transport air dan elektrolit
dalam usus, terutama pada keadaan-keadaan dengan gangguan
intestinal pada fungsi digesti, absorpsi, dan sekresi.
Definisi diare kronis menurut (Bhutta, 2006) adalah
episode diare lebih dari dua minggu yang sebagian besar
disebabkan diare akut bekepanjangan akibat infeksi, sedangkan
definisi menurut The American Gastroenterological
Association adalah episode diare yang berlangsung lebih dari 4
minggu, oleh etiologi non-infeksi serta memerlukan
pemeriksaan labih lanjut. Berdasarkan profil kesehatan
Indonesia 2003, penyakit diare menempati urutan kelima dari
10 penyakit utama pada pasien rawat jalan di rumah sakit dan
menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di rumah
sakit.
Diare sangat erat hubungannya dengan nutrisi dalam
tubuh manusia, karena pada saat diare terjadilah pengeluaran
feses yang banyak dan tidak terkontrol sehingga secara tidak
langsung nutrisi yang telah terserap tubuhpun ikut keluar
dengan cepat kembali seiring dengan pengeluaran yang telah
dilakukan tubuh. Padahal diketahui bahwa tubuh dalam
menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk beraktivitas, tubuh
memerlukan suatu asupan yang dapat digunakan untuk
menghasilkan energi tersebut, asupan tersebut harus memenuhi
kebutuhan sel yang nantinya digunakan untuk menghasilkan
energi, dan asupan tersebut adalah nutrien.
Sebelum terserap kedalam tubuh dan nantinya
kemudian dapat digunakan oleh sel untuk menghasilkan energi,
sebelumnya nutrien tersebut harus melewati serangkaian proses
yang dilakukan oleh sistem pencernaan tubuh yang salah
satunya dilakukan oleh hati, pankreas, dan kandung empedu.
Dapat dibayangkan apabila organ-organ tersebut terganggu
maka aktifitas penyerapan nutrient oleh tubuh pun akan
terganggu dan bukan tidak mungkin akan berujung pada diare
kronik. Lembar tugas mandiri ini akan membahas tentang
patomekanisme diare kronik berhubungan dengan hati,
pankreas, dan kandung empedu.
Diare terjadi karena adanya gangguan proses absorpsi
dan sekresi cairan serta elektrolit di dalam saluran cerna. Pada
keadaan normal, usus halus akan mengabsorbsi Na+, Cl-, dan
HCO3-. Timbulnya penurunan dalam absorpsi dan peningkatan
sekresi mengakibatkan cairan berlebihan melebihi kapasitas
kolon dalam mengabsopsi. Patogenesis terjadinya proses diare
kronik sangat kompleks dan multipel. Patogenesis utama pada
diare kronik adalah kerusakan mukosa usus, yang
menyebabkan gangguan digesti dan transportasi nutrien
melalui mukosa. Dua faktor utama mekanisme diare kronis
adalah faktor intralumen dan faktor mukosa. Mekanisme
tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor mukosal maupun faktor
intraluminal saluran cerna dalam mekanisme diare kronik.
Biasanya kedua faktor tersebut terjadi bersamaan sebagai
penyebab diare kronik. Pada tahap awal kerusakan mukosa
usus disebabkan oleh etiologi diare akut yang tidak mendapat
penanganan dengan baik dan kemudian berlanjut ke tingkatan
diare yang lebih parah (diare kronik).
Faktor mukosal adalah faktor yang mempengaruhi
pencernaan dan penyerapan, sehingga berhubungan dengan
segala proses yang mengakibatkan perubahan integritas
membran mukosa usus, ataupun gangguan pada fungsi
transport protein. Faktor mukosa dapat berupa perubahan
dinamik mukosa yaitu adanya peningkatan cell turnover dan
fungsi usus yang belum matang dapat menimbulkan gangguan
absorpsi-sekresi dalam saluran cerna. Penurunan area
permukaan mukosa karena atrofi vilus, jejas pada brush border
serta pemotongan usus dapat menurunkan absorpsi. Selain itu,
gangguan pada sistem pencernaan terutama pada hepar,
pankreas, dan kandung empedu (enzim spesifik) atau transport
berupa defisiensi enzim disakaridase dan enterokinase serta
kerusakan ion transport (Na+/H+,CL-/HCO3-) juga menimbulkan
gangguan absorpsi.
Faktor-faktor dalam intraluminal sendiri juga ikut
berpengaruh, faktor intralumen berkaitan dengan proses
pencernaan dalam lumen, termasuk gangguan pankreas, hepar,
dan brush border
membrane. Selain
itu peningkatan
osmolaritas akibat
malabsorpsi
(defisiensi
disakaridase) dan
bacterial
overgrowth.
Dalam bacterial
overgrowth, enteropatogen misalnya infeksi bakteri atau
infestasi parasit yang sudah resisten terhadap antibiotik,
disertai overgrowth bakteri non-patogen seperti Pseudomonas,
Klebsiella, Streptococcus, Staphylococcus, akan memprovokasi
timbulnya lesi di mukosa usus. Kerusakan epitel usus
menyebabkan kekurangan enzim laktase dan protease yang
mengakibatkan maldigesti dan malabsorpsi karbohidrat dan
protein. Pada tahap lanjut, setelah terjadi malnutrisi, terjadi
atrofi mukosa lambung, usus halus disertai penumpulan vili,
dan kerusakan hepar dan pankreas yang mengakibatkan
terjadinya maldigesti dan malabsorpsi seluruh nutrien.
Makanan yang tidak dicerna dengan baik akan meningkatkan
tekanan koloid osmotik dalam lumen usus sehingga terjadilah
diare osmotik. Overgrowth bakteri yang terjadi mengakibatkan
dekonjugasi dan dehidroksilasi asam empedu. Dekonjugasi dan
dehidroksilasi asam empedu merupakan zat toksik terhadap
epitel usus dan menyebabkan gangguan pembentukan ATP-ase
yang sangat penting sebagai sumber energi dalam absorpsi
makanan. Insufisiensi pankreatik eksokrin, defisiensi garam
empedu dan parasit adalah faktor intraluminal lain penyebab
penurunan absorpsi sedangakn peningkatan sekresi disebabkan
oleh toksin bakteri, mediator inflamasi (eicosanoids, produk sel
mast lain), asam empedu dihidroksi, dan asam lemak hidroksi.
Pada diare osmotik didapatkan substansi intraluminal
yang tidak dapat diabsorpsi dan menginduksi sekresi cairan.
Biasanya keadaan ini berhubungan dengan terjadinya
kerusakan dari mukosa saluran cerna (dalam hal ini kaitannya
dengan hepar, pankreas, dan kandung empedu). Akumulasi dari
zat yang tidak dapat diserap, misalnya magnesium (laksan,
antasid), karbohidrat atau asam amino di dalam lumen usus
meyebabkan peningkatan tekanan osmotic intraluminal,
sehingga terjadi pergeseran cairan plasma ke intestinal.
Akumulasi karbohidrat merupakan salah satu contoh dari tipe
diare ini dan paling sering terjadi. Karbohidrat seperti laktosa,
sukrosa, glukosa, daan galaktosa dalam jumlah cukup besar di
intestinal dapat disebabkan oleh gangguan transportasi baik
congenital maupun dapatan. Misalnya pada laktosa intoleransi,
terjadi penuran fungsi enzim laktase (difisiensi enzim laktase)
dari brush border usus halus. Laktosa tidak dapat dipecah
sehingga tidak dapat diabsorpsi. Laktosa yang tidak tercerna
menarik air ke dalam lumen sehingga terjadilah diare.
Berkurang atau tidak adanya enzim pankreatik dan
gangguan asam empedu dapat menjadi salah satu penyebab
diare osmotik, contohnya pada Crohn’ Disease di ileum
terminal. Pada penyakit ini, ileum terminal tidak dapat
mengabsorpsi asam empedu dengan baik sehingga
mengakibatkan berkurangnya cadangan asam empedu dan
mengganggu penyerapan lemak. Timbunan lemak yang tidak
terabsorpsi akan meningkatkan tekanan osmotik intraluminal
dan akhirnya menimbulkan diare.
Kesimpulannya adalah, diare terjadi karena adanya
gangguan proses absorpsi dan sekresi cairan serta elektrolit di
dalam saluran cerna. Pada keadaan normal, usus halus akan
mengabsorbsi Na+, Cl-, dan HCO3-. Patogenesis terjadinya
proses diare kronik sangat kompleks dan multipel. Patogenesis
utama pada diare kronik adalah kerusakan mukosa usus, yang
menyebabkan gangguan digesti dan transportasi nutrien
melalui mukosa. Dua faktor utama mekanisme diare kronis
adalah faktor intralumen dan faktor mukosa. Biasanya kedua
faktor tersebut terjadi bersamaan sebagai penyebab diare
kronik. Pada tahap awal kerusakan mukosa usus disebabkan
oleh etiologi diare akut yang tidak mendapat penanganan
dengan baik dan kemudian berlanjut ke tingkatan diare yang
lebih parah (diare kronik).
Referensi :
Bhutta ZA. (2006). Persistent Diarrhea in Deveoping Countries. Ann Nestle. 64: 39-47
Ghishan, RE. (2007). Chronic Diarrhea. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th
Edition. Philadelphia : WB SaundersWalker-Smith J, Barnard , Bhutta Z et al. (2002). Chronic Diarrhea and
Malabsorption: Working Group Report of the First World Congress of Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition. page; 33
WHO. (19880. Persistent diarrhea in children in developing countries: memorandum from a WHO meeting. Bull World Health Organ. 66: 709-17