Patogenesis demam-REFERAT

download Patogenesis demam-REFERAT

of 15

description

bytr

Transcript of Patogenesis demam-REFERAT

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FK UNPAD/RS HASAN SADIKIN BANDUNG

Sari Pustaka

: Januari 2011Oleh

: Wiwin WiniarDivisi

: Infeksi dan Penyakit Tropik

Pembimbing: Prof. H. Azhali MS, dr. SpA(K)

Prof. H. Herry Garna, dr. SpA(K), PhD

Prof. H. Alex Chairulfatah, dr. SpA(K)

dr. H. Djatnika Setiabudi, SpA(K), MCTM

dr. Anggraini Alam, SpA

Hari/tanggal

: Selasa/18 Januari 2011

PATOGENESIS DEMAM

I PendahuluanDemam adalah keluhan yang paling sering dikeluhkan oleh orangtua yang membawa anaknya ke tempat praktik.1-4 Anak sampai usia 2 tahun rata-rata telah mengalami episode demam 46 kali. Episode demam pada 3 bulan pertama kehidupan jarang dibandingkan dengan usia 336 bulan.1 Demam merupakan suatu keadaan peningkatan suhu tubuh di atas normal terkontrol yang banyak ditemukan pada berbagai penyakit terutama infeksi. Suhu tubuh diatur oleh neuron termosensitif yang terletak di proprioseptik atau hipotalamus anterior sebagai respons terhadap perubahan suhu.1-14Selama demam mekanisme termoregulasi pada manusia tetap intak dan berfungsi untuk mengembalikan suhu tubuh.13 Respons termoregulasi meliputi pengaturan darah dari dan yang menuju bantalan vaskular kulit, penambahan atau pengurangan keringat, pengaturan volume cairan ekstraselular melalui arginin dan vasopressin, dan respons perilaku.4,7,12

Demam merupakan respons kompleks, autonom terkoordinasi, neuroendokrin, serta perilaku sebagai bentuk adaptasi dan merupakan bagian dari reaksi fase akut terhadap pertahanan imunologis.7 Demam memiliki keuntungan dan kerugian bagi organisme. Sebagian besar orangtua sering tidak memahami bahwa demam pun memiliki keuntungan. Pendekatan tatalaksana demam harus berdasarkan pemahaman terhadap patogenesis demam, kemungkinan manfaat demam, serta keuntungan dan kerugian pemberian antipiretik.2Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengaturan suhu tubuh, demam, patogenesis demam, keuntungan dan kerugian demam serta tatalaksananya.II Pengaturan Suhu Tubuh2.1 Keseimbangan Produksi Panas dan Kehilangan Panas

Pengaturan suhu memerlukan mekanisme perifer yang utuh, yaitu keseimbangan produksi dan pelepasan panas, serta fungsi pusat pengatur suhu di hipotalamus yang mengatur seluruh mekanisme. Bila laju pembentukan panas dalam tubuh lebih besar daripada laju hilangnya panas, timbul panas dalam tubuh dan temperatur tubuh meningkat dan begitu pula sebaliknya.4Pengaturan suhu tubuh dipengaruhi oleh faktor termal dan nontermal. Faktor-faktor termal meliputi dimulainya mekanisme termoefektor oleh termoaferen yang berasal dari temperatur perifer, temperatur inti (Tc), dan sensor temperatur sentral. Banyak faktor non termal yang mempengaruhi termoregulasi. Beberapa contoh faktor nontermal seperti latihan fisik, glukosa darah, status hidrasi/osmolalitas, hiperkapnea, tidur, serta demam.9,15-172.1.1 Produksi Panas

Dalam tubuh, panas diproduksi melalui peningkatkan basal metabolic rate (BMR). Faktor-faktor yang dapat meningkatkan basal metabolic rate antara lain:5 (1) laju metabolisme dari semua sel tubuh; (2) laju cadangan metabolisme yang disebabkan oleh aktivitas otot; (3) metabolisme tambahan yang disebabkan oleh pengaruh tiroksin, epinefrin, norepinefrin dan perangsangan simpatis terhadap sel; dan (5) metabolisme tambahan yang disebabkan oleh meningkatnya aktivitas kimiawi di dalam sel sendiri.2.1.2 Kehilangan Panas

Berbagai cara panas hilang dari kulit ke lingkungan dapat melalui beberapa cara yaitu: (1) Radiasi : kehilangan panas dalam bentuk gelombang panas infra merah, suatu jenis gelombang elektromagnetik; (2) Konduksi : kehilangan panas melalui permukaan tubuh ke benda-benda lain yang bersinggungan dengan tubuh; (3) Konveksi : pemindahan panas melalui pergerakan udara atau cairan yang menyelimuti permukaan kulit; (4) Evaporasi : kehilangan panas tubuh sebagai akibat penguapan air melalui kulit dan paru-paru, dalam bentuk air yang diubah dari bentuk cair menjadi gas; dan dalam jumlah yang sedikit dapat juga kehilangan panas melalui urine dan feses.4,13,14Terdapat perbedaan yang sangat besar proses produksi dan kehilangan panas pada anak-anak dibandingkan dewasa. Anak-anak memiliki ukuran tubuh dan massa otot yang lebih kecil dibandingkan dewasa, sehingga pada saat aktivitas fisik anak-anak memproduksi panas lebih sedikit dibandingkan dewasa. Anak-anak memiliki luas permukaan tubuh yang relatif lebih besar dibandingkan massa tubuhnya. Sebagai implikasi keadaan tersebut pada anak-anak proses kehilangan panas tidak banyak bergantung pada evaporasi melainkan melalui konveksi, radiasi, serta konduksi.16 2.2 Konsep set point dalam pengaturan suhu tubuhKonsep set point dalam pengaturan temperatur yaitu semua mekanisme pengaturan temperatur yang terus-menerus berupaya agar temperatur tubuh berada ke dalam tingkat yang ditentukan oleh set point. Set point disebut juga tingkat temperatur krisis, yang apabila suhu tubuh seseorang melampaui diatas set point ini, maka kecepatan kehilangan panas lebih cepat dibandingkan dengan produksi panas, begitu sebaliknya. Sehingga suhu tubuhnya kembali ke tingkat set point. Jadi suhu tubuh dikendalikan untuk mendekati nilai set point.4,8,92.3 Peranan Hipotalamus dalam pengaturan suhu tubuh.Suhu tubuh diatur hampir seluruhnya oleh mekanisme persarafan umpan balik, dan hampir semua mekanisme ini terjadi melalui pusat pengaturan suhu yang terletak pada area preoptik hipotalamus anterior (POAH).1-14Telah dilakukan percobaan pemanasan dan pendinginan pada suatu area kecil di otak dengan menggunakan apa yang disebut dengan thermode (Gambar 1). Alat ini dipanaskan dengan elektrik atau dialirkan air panas, atau didinginkan dengan air dingin. Dengan menggunakan thermode, area preoptik hipotalamus anterior diketahui mengandung sejumlah besar neuron yang sensitif terhadap panas dan dingin.5-8

Gambar 1. Pemasangan termode pada sayatan sagital pada otak mamalia

Sumber: Boulant JA 5Apabila area preoptik dipanaskan, kulit diseluruh tubuh dengan segera mengeluarkan banyak keringat, sementara pada waktu yang sama pembuluh darah kulit diseluruh tubuh menjadi sangat berdilatasi.5-8,14 Oleh karena itu, jelas bahwa area preoptik hipotalamus anterior memiliki kemampuan untuk berfungsi sebagai termostatik pusat kontrol suhu tubuh. 41Banyak faktor yang dapat mengganggu termoregulasi. Penelitian oleh Boulant dan Wright menunjukkan bahwa peningkatan CO2 yang diikuti dengan asidosis mengahambat neuron sensitif hangat pada preoptic area hypotalamus (POAH), sehingga terjadi gangguan termoreguasi pada keadaan hiperkapnea.17III. Definisi demamIstilah demam/fever berasal dari bahasa latin fovere yang berarti peningkatan suhu tubuh di atas rentang normal. Dalam keadaan sehat, temperatur tubuh pada organ dalam, atau dikenal dengan core temperature (Tc)/temperatur inti terjaga pada suhu 37-38 C. Temperatur tubuh rata-rata 37 C (oral) atau 37,6 C (rektal). Pada anak-anak demam dapat didefinisikan sebagai peningkatan suhu tubuh lebih dari 38,3 C (rektal), 37,8 C (oral), serta 37,2 C (aksila).2 Mekanisme peningkatan suhu tubuh muncul karena adanya peningkatan regulasi set point termostatik untuk temperatur tubuh di area preoptik. Demam berbeda dengan hipertemia tidak terkontrol. Pada keadaan ini terjadi peningkatan temperatur tubuh melebihi kemampuan regulasi oleh set-point, sebagai akibat produksi panas yang berlebihan dan/atau rendahnya termoregulasi. Hipertermia menggambarkan kegagalan termoregulasi.7Demam biasanya merupakan respons host terhadap invasi mikroorganisme atau zat yang dianggap asing oleh tubuh. Respons demam merupakan suatu rekasi fisiologis yang kompleks terhadap penyakit, menyebabkan terjadinya peningkatan temperatur yang diperantarai sitokin, pembentukan reaktan fase akut, dan aktivasi berbagai sistem fisiologis, endokrionologis, serta imunologis.7IV. Patogenesis demam

Tanpa memandang etiologinya, jalur akhir penyebab demam yang paling sering adalah adanya pirogen, yang kemudian secara langsung mengubah set-point di hipotalamus, menghasilkan pembentukan panas dan konversi panas.Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat 2 jenis pirogen yaitu pirogen eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh seperti toksin, produk-produk bakteri dan bakteri itu sendiri mempunyai kemampuan untuk merangsang pelepasan pirogen endogen yang disebut dengan sitokin yang diantaranya yaitu interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF), interferon (INF), interleukin-6 (IL-6) dan interleukin-11 (IL-11). Sebagian besar sitokin ini dihasilkan oleh makrofag yang merupakan akibat reaksi terhadap pirogen eksogen. Sitokin-sitokin ini merangsang hipotalamus untuk meningkatkan sekresi prostaglandin, yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh.4,5,11,13,18,19Daerah spesifik dari interleukin-1 (IL-1) adalah regio preoptik hipotalamus anterior, yang mengandung sekelompok saraf termosensitif yang berlokasi di dinding rostral ventrikel III, disebut juga sebagai korpus kalosum lamina terminalis (OVLT) yaitu batas antara sirkulasi dan otak. Saraf termosensitif ini terpengaruh oleh daerah yang dialiri darah dan masukan dari reseptor kulit dan otot. Saraf yang sensitif terhadap hangat terpengaruh dan meningkat dengan penghangatan atau penurunan dingin, sedang saraf yang sensitif terhadap dingin meningkat dengan pendinginan atau penurunan dengan penghangatan. Telah dibuktikan bahwa IL-1 menghambat saraf sensitif terhadap hangat dan merangsang cold-sensitive neurons. Korpus kalosum lamina terminalis (OVLT) mungkin merupakan sumber prostaglandin. Selama demam, IL-1 masuk kedalam ruang perivaskular OVLT melalui jendela kapiler untuk merangsang sel untuk memproduksi prostaglandin E-2 (PGE-2); secara difusi masuk kedalam regio preoptik hipotalamus anterior untuk menyebabkan demam atau bereaksi dalam serabut saraf dalam OVLT. PGE-2 memainkan peran penting sebagai mediator, terbukti dengan adanya hubungan erat antara demam, IL-1 dan peningkatan kadar PGE-2 di otak. Penyuntikan PGE-2 dalam jumlah kecil kedalam hipotalamus binatang, memproduksi demam dalam beberapa menit, lebih cepat dari pada demam yang diinduksi oleh IL-1.9,13Hasil akhir mekanisme kompleks ini adalah peningkatan thermostatic set-point yang akan memberi isyarat serabut saraf eferen, terutama serabut simpatis untuk memulai menahan panas (vasokonstriksi) dan produksi panas (menggigil). Keadaan ini dibantu dengan tingkah laku manusia yang bertujuan untuk menaikkan suhu tubuh, seperti mencari daerah hangat atau menutup tubuh dengan selimut. Hasil peningkatan suhu melanjut sampai suhu tubuh mencapai peningkatan set-point. Peningkatan set-point kembali normal apabila terjadi penurunan konsentrasi IL-1 atau pemberian antipiretik dengan menghambat sintesis PGE-2. PGE-2 diketahui mempengaruhi secara negative feed-back dalam pelepasan IL-1, sehingga dapat mengakhiri mekanisme ini yang awalnya diinduksi demam. Sebagai tambahan, arginin vasopresin (AVP) beraksi dalam susunan saraf pusat untuk mengurangi pyrogen induced fever. Kembalinya suhu menjadi normal diawali oleh vasodilatasi dan berkeringat melalui peningkatan aliran darah kulit yang dikendalikan oleh serabut saraf simpatis.9,13

Gambar 2. Patofisiologi demam

Sumber: Nelson 4

Termoregulasi juga memiliki tambahan komponen otonom (pengurangan keringat), komponen endokrin (penurunan sekresi vasopressin, sehingga mengurangi cairan tubuh yang dipanaskan), komponen perilaku (menggigil, menciptakan/mencari lingkungan yang lebih hangat). Peningkatan suhu tubuh beberapa derajat dapat memperbaiki efisiensi makrofag dalam membunuh bakteri, sehingga mengganggu replikasi berbagai mikroorganisme.7

Bersamaan dengan proses di atas terjadi pembakaran glukosa, zat yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan bakteri. Dalam keadaan demam akan terjadi anoreksia sehingga meminimalisir cadangan glukosa, serta somnolen, yang dapat mengurangi kebutuhan energi oleh otot. Selama demam hati memproduksi protein yang dikenal sebagai reaktan fase akut. Beberapa protein ini berikatan dengan kation divalent yang diperlukan untuk proliferasi berbagai mikroorganisme. 74.1 Pirogen Eksogen

Banyak substansi yang dapat menginduksi demam pada manusia. Sebagian besar substansi pirogenik ini berasal dari eksogen yang dibuat oleh mikroorganisme patogen dan dikenal sebagai benda asing oleh makrofag dan sel-sel imun lain. Beberapa pirogen lainnya adalah kompleks antigen-antibodi dan aktivasi sistem komplemen, substansi yang berasal dari host yang penting untuk memulai demam sebagai akibat reaksi terhadap obat-obatan dan penyakit autoimun. Tidak bergantung pada asalnya, pirogen eksogen seluruhnya menghasilkan demam melalui stimulasi pelepasan sitokin-sitokin.18

Berbagai pirogen eksogen yang menginduksi demam adalah mikroorganisme (berasal dari komponen dinding sel), toksin mikroba, kompleks antigen-antibodi, aktivasi komponen komplemen (C3a, C5a), steroid pirogenik ( etiokolanolon), obat-obatan, serta asam polinukleik.18Bakteri Gram-negatif

Pirogenitas bakteri Gram-negatif (misalnya Escherichia coli, Salmonela) disebabkan adanya heat-stable factor yaitu endotoksin, yaitu suatu pirogen eksogen yang pertama kali ditemukan. Bakteri gram negatif diketahui memiliki 2 pirogen: lipopolisakarida (LPS), yang merupakan komponen membran luar membran bakteri, dan peptidoglikan. Apabila bakteri atau hasil pemecahan bakteri terdapat dalam jaringan atau dalam darah, keduanya akan difagositosis oleh leukosit, makrofag jaringan dan natural killer cell (NK cell). Seluruh sel ini selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri dan melepaskan interleukin-1, kemudian interleukin-1 tersebut mencapai hipotalamus sehingga segera menimbulkan demam.18Bakteri Gram-positif

Pirogen utama bakteri gram-positif (misalnya Stafilokokus) adalah peptidoglikan dinding sel. Bakteri gram-positif mengeluarkan eksotoksin, dimana eksotoksin ini dapat menyebabkan pelepasan sitokin yang berasal dari T-helper dan makrofag yang dapat menginduksi demam. Per unit berat, endotoksin lebih aktif daripada peptidoglikan. Hal ini menerangkan perbedaan prognosis yang lebih buruk berhubungan dengan infeksi bakteri gram-negatif. Penyakit yang melibatkan produksi eksotoksin oleh basil gram-positif (misalnya difteri, tetanus, dan botulinum) pada umumnya demam yang ditimbulkan tidak begitu tinggi dibandingkan dengan gram-positif piogenik atau bakteri gram-negatif lainnya.18Virus

Telah diketahui secara klinis bahwa virus dapat menyebabkan demam. Mekanisme virus memproduksi demam antara lain dengan cara melakukan invasi secara langsung ke dalam makrofag, reaksi imunologis terjadi terhadap komponen virus yang termasuk diantaranya yaitu pembentukan antibodi, induksi oleh interferon dan nekrosis sel akibat virus.20

JamurProduk jamur baik yang mati maupun yang hidup, memproduksi pirogen eksogen yang akan merangsang terjadinya demam. Penelitian oleh Braude dkk menunjukkan penyuntikan beberapa jenis jamur pada kelinci menginduksi terjadinya demam yang bergantung pada jenis dan jumlah jamur yang disuntikkan.214.2 Pirogen EndogenInterleukin-1 (IL-1)Interleukin-1 (IL-1) disimpan dalam bentuk inaktif dalam sitoplasma sel sekretori, dengan bantuan enzim diubah menjadi bentuk aktif sebelum dilepas melalui membran sel kedalam sirkulasi. Interleukin-1 (IL-1) dianggap sebagai hormon oleh karena mempengaruhi organ-organ yang jauh. Penghancuran interleukin-1 (IL-1) terutama dilakukan di ginjal.12,13,20Interleukin-1 (IL-1) terdiri atas 3 struktur polipeptida yang saling berhubungan, yaitu 2 agonis (IL-1 dan IL-1) dan sebuah antagonis (IL-1 reseptor antagonis). Reseptor antagonis IL-1 ini berkompetisi dengan IL-1 dan IL-1 untuk berikatan dengan reseptor IL-1. Jumlah relatif IL-1 dan reseptor antagonis IL-1 dalam suatu keadaan sakit akan mempengaruhi reaksi inflamasi menjadi aktif atau ditekan. Selain makrofag sebagai sumber utama produksi IL-1, sel kupfer di hati, keratinosit, sel langerhans pankreas serta astrosit juga memproduksi IL-1. Pada jaringan otak, produksi IL-1 oleh astrosit diduga berperan dalam respons imun dalam susunan saraf pusat (SSP) dan demam sekunder terhadap perdarahan SSP. 12,13,20Interleukin-1 mempunyai banyak fungsi, fungsi primernya yaitu menginduksi demam pada hipotalamus untuk menaikkan suhu. Interleukin-1 merangsang beberapa protein tertentu di hati, seperti protein fase akut misalnya fibrinogen, haptoglobin, seruloplasmin dan CRP, sedangkan sintesis albumin dan transferin menurun.20Tumor Necrosis Factor (TNF)Berbeda dengan IL-1 yang mempunyai aktivitas anti tumor yang rendah, TNF mempunyai efek langsung terhadap sel tumor. TNF mengubah pertahanan tubuh terhadap infeksi dan merangsang pemulihan jaringan menjadi normal, termasuk penyembuhan luka. Tumor necrosis factor juga mempunyai efek untuk merangsang produksi IL-1, menambah aktivitas kemotaksis makrofag dan neutrofil serta meningkatkan fagositosis dan sitotoksik. 12,13,23Seperti IL-1, TNF dianggap sebagai pirogen endogen oleh karena efeknya pada hipotalamus dalam menginduksi demam. Tumor necrosis factor identik dengan cachectin, yang menghambat aktivitas lipase lipoprotein dan menyebabkan hipertrigliseridemia serta cachexia, petanda adanya hubungan dengan infeksi kronik.23Limfosit yang TeraktivasiDalam sistem imun, limfosit merupakan sel antigen spesifik dan terdiri atas 2 jenis yaitu sel-B yang bertanggung jawab terhadap produksi antibodi dan sel-T yang mengatur sintesis antibodi dan secara tidak langsung berfungsi sebagai sitotoksik, serta memproduksi respons inflamasi hipersensitivitas tipe lambat. Interleukin-1 berperan penting dalam aktivasi limfosit (dahulu disebut sebagai lymphocyte activating factor/LAF). Sel limfosit hanya mengenal antigen dan menjadi aktif setelah antigen diproses dan dipresentasikan kepadanya oleh makrofag. Efek stimulasi IL-1 pada hipotalamus (seperti pirogen endogen menginduksi demam) dan pada limfosit-T (sebagai LAF) merupakan bukti kuat dari manfaat demam.9,19

InterferonInterferon dikenal oleh karena kemampuan untuk menekan replikasi virus di dalam sel yang terinfeksi. Berbeda dengan IL-1 dan TNF, interferon diproduksi oleh limfosit-T yang teraktivasi. Terdapat 3 jenis molekul yang berbeda dalam aktivitas biologik dan urutan asam aminonya, yaitu interferon- (INF alfa), interferon- (INF beta) dan interferon-gama (ITNF gama). Interferon alfa dan beta diproduksi oleh hampir semua sel (seperti leukosit, fibroblas dan makrofag) sebagai respons terhadap infeksi virus, sedangkan sintesis interferon gama terbatas oleh limfosit-T. Meski fungsi sel limfosit-T pada neonatus normal sama efektifnya dengan dewasa, namun interferon (khususnya interferon gama) fungsinya belum memadai, sehingga diduga menyababkan makin beratnya infeksi virus pada bayi baru lahir.19Interferon gama dikenal sebagai penginduksi makrofag yang poten dan menstimulasi sel-B untuk meningkatkan produksi antibodi. Fungsi interferon gama sebagai pirogen endogen dapat secara tidak langsung merangsang makrofag untuk melepaskan interleukin-1 (macrophage-activating factor) atau secara langsung pada pusat pengatur suhu di hipotalamus.19Interleukin-2 (IL-2)Interleukin-2 merupakan limfokin penting kedua (setelah interferon) yang dilepas oleh limfosit-T yang terakivasi sebagai respons stimulasi IL-1. Interleukin-2 mempunyai efek penting pada pertumbuhan dan fungsi sel-T, Natural killer cell (sel NK) dan sel-B. Interleukin-2 menstimulasi pelepasan sitokin lain, seperti IL-1, TNF dan INF alfa, yang akan menginduksi aktivitas sel endotel, mendahului bocornya pembuluh darah, sehingga dapat menyebabkan oedem paru dan resistensi cairan yang hebat. 9,19Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF)Dari empat hemopoetic colony-stimulating factor yang berpotensi tinggi menguntungkan adalah eritropoetin, granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF), dan macrophage colony-stimulating factor (M-CSF). Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) adalah limfokin lain yang diproduksi terutama oleh limfosit, meskipun makrofag dan sel mast juga mempunyai kemampuan untuk memproduksinya. Fungsi utama GM-CSF adalah menstimulasi sel progenitor hemopoetik untuk berproliferasi dan berdeferensiasi menjadi granulosit dan makrofag serta mengatur kematangan fungsinya. Pemberian GM-CSF dapat disertai dengan terjadinya demam.19V. Bahaya dan keuntungan demam

Bahaya demam sebelumnya sudah pernah dejelaskan oleh Schmitt. Dalam review-nya Schmitt menjelaskan bahwa jarang sekali ditemukan anak-anak yang menderita demam sampai lebih dari 41 C. Menurut Schmitt temperatur di bawah 41 C relative tidak berbahaya, sebagian besar manusia dapat menolerir suhu 41-42 C tanpa menmbulkan heat stroke, suhu di atas 42 C biasanya berbahaya. Sebagian besar temperatur di atas 42 C menunjukkan adanya suatu infeksi pada sususnan saraf pusat, infeksi inilah yang menyebabkan gejala sisa. Biasanya heat stroke terjadi sebagai akibat suhu ambien yang tinggi.24

Demam merupakan bagian dari pertahanan tubuh untuk melawan infeksi. Telah ditemukan bukti bahwa suhu dapat membantu organism bertahan terhadap infeksi. Berbagai respons imun dipengaruhi oleh peningkatan suhu tubuh. Respons-respons tersebut antara lain:2,24 Penarikan transformasi leukosist Peningkatan kapasitas bakterisid neutrofil

Aktivitas interferon sebagai anti virus, kemampuan mematikan, dan menghambat pertumbuhan pada sel limfoblastoid

Berbagai respons limfosit

Respons imun primer (in vitro).

Demam dapat menyebabkan kejang pada 2% anak-anak, dan 30% kejang demam mengalami rekurensi. Hal inilah yang dianggap sangat menakutkan bagi orangtua terhadap bahaya demam.24 Efek merugikan lainnya adalah dehidrasi ringan, katabolisme protein dan penurunan berat badan, meracau, heat stroke, reaktivasi infeksi yang disebabkan Herpes simplex, serta peningkatan beban miokardium. Demam sangat berbahaya pada anak-anak penderita gagaljantung kongestif, gagal nafas, penyakit neurologis akut, serta syok endotoksik.2VI. Tatalaksana demamBeberapa hal yang harus diperhatikan adalah bahwa demam jarang merupakan kondisi yang mebahayakan untuk anak-anak. Pendekatan tatalaksana harus berdasarkan pemahaman terhadap patogenesis demam, kemungkinan manfaat demam, serta keuntungan dan kerugian pemberian antipiretik. Pengobatan terhadap infeksi yang mendasarinya jauh lebih penting. Alasan rasional utama pengobatan demam ditujukan untuk mengirangi rasa tidak nyaman. Pemberian antipiretik pada anak dapat mengurangi rasa gelisah dan anoreksia pada anak. 24 Penelitian di Kanada membuktikan pemberian asetamniofen pada bayi berusia 2-6 bulan mengurangi insidensi demam setelah pemberian imunisasi difteri-pertusis-tetanus (DPT). 2,24

Walaupun demam dalam periode singkat memiliki efek yang menguntungkan dengan membentuk lingkungan yang tidak menguntungkan bagi mikroorganisme patogen, efek demam berlebihan berhubungan dnegan meningkatnya kebutuhan energi dan rasa tidak nyaman pada anak-anak.6 Oleh karena itu tatalaksana demam juga harus disertai penggantian nutrisi dan kehilangan cairan selama onset demam. Keadaan ini sebaiknya ditangani dengan pemberian hidrasi yang cukup begitu pula dengan menyesuaikan aktifitas serta jenis pakaian. Mengompres dan memandikan anak dengan air hangat hanya mengurangi suhu marjinal dan sering diikuti rasa tidak nyaman serta menggigil. Mengompres dengan alkohol atau air dingin tidak dianjurkan karena akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah, sehingga menghambat pengeluaran panas. Alkohol juga dapat diabsorpsi oleh kulit sehingga menimbulkan toksisitas.6 Selain itu alkohol yang terinhalasi akan menimbulkan hipoglikemia yang selanjutnya dapat terjadi koma bahkan kematian.25 Untuk demam yang tidak begitu tinggi, metode nonfarmakologis diperlukan untuk mengatasinya.6 Pendinginan dari luar diperlukan pada keadaan hipertermia. Pada keadaan demam, pendinginan eksternal hanya akan menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien sehingga merasa kedinginan dan menggigil. Jika penyekaan dilakukan untuk mengurangi demam, sebaiknya dilakukan setelah pemberian antipiretik.24-26Ketika terjadi peningkatan suhu yang berlebihan, antipiretik sering diperlukan untuk menurunkan suhu dan membuat anak lebih nyaman selama sakit. Pemberian antiperik bukan tanpa kerugian, kerugian akibat antipiretik antara lain mengeliminasi demam yang bermakna sebagai penanda diagnostik, reaksi alergi dan idiosinkrasi, toksisitas jika dosis yang diberikan tidak benar, serta hilangnya efek demam terhadap sistem imun.6Antipiretik yang sering digunakan adalah asetaminofen dan anti inflamasi non steroid (AINS), yang bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase yang akan mengubah asam arakhidonat menjadi prostaglandin. Meskipun melalui interleukin terjadi respons demam yang selanjutnya meningkatkan set point di hipotalamus, efek menurunnya produksi dan pelepasan prostaglandin mengesampingkan respons tersebut. Antipiretik diberikan untuk menurunkan set point. Efek ini hanya muncul pada stadium demam, antipiretik tidak menurunkan temperatur tubuh normal.6Efikasi setiap jenis antipiretik serta kapan antiperitik harus digunakan dengan kombinasi masih menjadi perdebatan. Efikasi dan kemanan pemberian asetaminofen telah diketahui sejak lama dengan dosis 10-15 mg/kg. Ibuprofen merupakan golongan AINS yang sering digunakan sebagai antipiretik. Dosis yang direkomendasikan adalah 5-10 mg/kg cukup manjur, aman, jika digunakan sebagai antipiretik selama periode tertentu pada anak-anak berusia di atas 6 bulan walaupun terjadinya nefritis interstisialis harus tetap diperhatikan. Kedua obat tersebut diabsorpsi di saluran pencernaan, dimetabolisme di hati, dan diekskresikan melalui urin.6 Beberapa penelitian yang mebandingkan asetaminofen dan ibuprofen menunjukkan kemanan dan efek analgesik yang mirip pada nyeri sedang sampai berat, tetapi ibuprofen memiliki efek antiperik lebih baik dengan durasi yang lebih lama dibandingkan asetaminofen. Penggunaan kombinasi asetaminofen dengan ibuprofen, dengan berbagai regimen bergantian cukup popular di kalangan praktisi maupun orang tua.6 Penelitian oleh Sarrell dkk menunjukkan pemberian asetaminofen bergantian dengan ibuprofen setiap 4 jam selama 3 hari, tidak bergantung pada dosis awal yang diberikan, lebih efektif dibandingkan monoterapi untuk menurunkan demam pada anak-anak.3 Namun pemberian antipiretik bergantian hanya akan membingungkan orangtua, berpotensi menimbulkan kesalahan dosis, dan meningkatkan toksisitas.6VII. SimpulanDemam adalah suatu keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di area preoptik hipotalamus anterior yang dipengaruhi oleh interleukin-1 (IL-1). Demam terjadi bila berbagai proses infeksi dan noninfeksi berinteraksi dengan mekanisme pertahanan hospes. Mekanisme tersebut menyebabkan perubahan pengaturan homeostatik suhu normal pada hipotalamus yang dapat disebabkan antara lain oleh infeksi, vaksin, agen biologis, jejas jaringan, keganasan, obat-obatan, gangguan imunologik-reumatologik, penyakit peradangan, penyakit granulomatosis, ganggguan endokrin, ganggguan metabolik, dan bentuk-bentuk yang belum diketahui atau kurang dimengerti.

Jalur akhir penyebab demam yang paling sering adalah adanya pirogen, yang kemudian secara langsung mengubah set-point di hipotalamus, menghasilkan pembentukan panas dan konversi panas. Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat 2 jenis pirogen yaitu pirogen eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh . Pirogen eksogen diantaranya seperti bakteri gram positif, bakteri gram negatif, virus maupun jamur; sedangkan pirogen non-mikrobial antara lain proses fagositosis, kompleks antigen-antibodi, steroid dan sistem monosit-makrofag; yang keseluruhannya tersebut mempunyai kemampuan untuk merangsang pelepasan pirogen endogen yang disebut dengan sitokin yang diantaranya yaitu interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF), limfosit yang teraktivasi, interferon (INF), interleukin-2 (IL-2) dan Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF). Sebagian besar sitokin ini dihasilkan oleh makrofag yang merupakan akibat reaksi terhadap pirogen eksogen yang selanjutnya akan merangsang hipotalamus untuk meningkatkan sekresi prostaglandin, yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh.Demam memiliki efek yang menguntungkan dan merugikan. Pendekatan tatalaksana harus berdasarkan pemahaman terhadap patogenesis demam, kemungkinan manfaat demam, serta keuntungan dan kerugian pemberian antipiretik. Pemberian antipiretik ditujukan untuk memberikan rasa nyaman pada penderita selama periode sakit. Asetaminofen dan ibuprofen cukup manjur dan aman digunakan sebagai antipiretik pada anak-anak.DAFTAR PUSTAKA

1. McCarthy PL. Fever. Pediatr. Rev. 1998;19:h.401-8.2. Leung AK, Robson WL. Fever in childhood. Can Fam Physician 1992;38:h. 1832-6.3. Sarrell EM, Wielunsky E, Cohen HA. Antipyretic treatment in young children with fever. Arch Pediatr Adolesc Med 2006;160:h. 197-202.4. Powell KR. Fever. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Elsevier; 2007. h. 1084-7.5. Guyton AC. Body temperature, temperature, regulation, aand fever. Textbook of medical physiology. Edisi ke-8. Philadelphia: Saunders; 1991. h. 797-808.6. Avner JR. Acute fever. Pediatrics in review 2009;30:h. 5-12.7. Saper BS, Breder CD. The neurologic basis of fever. N Eng J Med 1994; 330: h. 1880-6.8. Boulant JA. Role of preoptic anterior hipotalamus in thermoregulation and fever. Clinical infectious disease 2000; 31: h. S157-61.9. Romanovsky AA. Thermoregulation: some concept has changed. Functional architecture of thermoregulatory system. Am J Physiol Integr Comp Physiol 2007; 292: h. R37-R46.10. Mekjavic IB, Eiken O. Contribution of thermal and nonthermal factors to the regulation of body temperature in humans. J Appl Physiol 2006; 100: h. 2065-72.11. Mackowiak PA. Concepts of fever. Arch intern med 1998; 258: h. 1870-81.12. Bernheim HA, Atkins E. Fever: pathogenesis, pathophysiology, and purpose. Annals of internal medicine 1979; 91: h. 261-270.13. Netea MG, Kullberg BJ, Van der Meer JWM. Do only circulating pyrogenic cytokines act as mediators in the febrile responsse? A hypothesis. European journal of clinical investigation 1999; 29: h. 351-6.14. Boulant JA. Thermoregulation. Dalam: Mackowiak PA, penyunting. Fever basic mechanisms and management. Edisi ke-2. Philadelphia; Lippincott: 1997. h. 1084-7. h. 35-58.15. Bradford CD, Cotter JD, Thorburn MS, Walker RJ, Gerrard DF. Exercise can be pyrogenic in human. Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol 2007;292: h.R143R149.

16. Fal B, Dotan R. Childrens thermoregulation during exercise in the heat- a revisit. Appl Physiol Nutr Metab. 2008; 33: h. 420-7.

17. Wright CL, Boulant JA. Carbon dioxide and pH effects on temperature-sensitive and insensitive hypothalamic neurons. J Appl Physiol 2007;102: 13571366.18. Nogare ARD, Sharma S. Exogenous pyrogens. Dalam: Mackowiak PA, penyunting. Fever basic mechanisms and management. Edisi ke-2. Philadelphia; Lippincott: 1997. h. 79-86.19. Dinarello CA. Cytokines as endogenous pyrogens. Fever basic mechanisms and management. Edisi ke-2. Philadelphia; Lippincott: 1997. h. 87-116.20. Jakeman KJ, Bird CR, Thorpe R, Smith H, Sweet C. Nature of the endogenous pyrogen (EP) induced by influenza viruses: lack of correlation between EP levels and content of the known pyrogenic cytokines, interleukin 1, interleukin 6 and tumor necrosis factor. Journal of general virology 1991;72:h. 705-9.21. Braude AI, McConnell J, Douglas H. Fever from pathogenic fungi. Journal of clinical investigation 1960;39:h.1266-76.

22. Romanovsky AA, Ivanov AI, Szekely M. Neural route of pyrogen signaling to the brain . Clinical infectious disease 2000; 31: h. S162-7.

23. Dinarello CA dkk. Tumor necrosis factor (cachetin) is an endogenous pyrogen and induces production of interleukin 1. J Exp Med 1986;163:h.1433-50.24. Habbick BF. Fever in children: should it be treated? Can Fam Physician 1988;34:h.1161-4.25. Axelrod P. External cooling management of fever. Clinical infectious diseases 2000:31:h. S224-9.

26. Kinmonth AL, Fulton Y, Campbell MJ. Management of feverish children at home. BMJ 1992;305:h. 1134-6.

1