PATOGENESIS ALOPESIA

download PATOGENESIS ALOPESIA

If you can't read please download the document

description

patogenesis alopesia

Transcript of PATOGENESIS ALOPESIA

4

PATOGENESIS ALOPESIAPada dasaranya rambut mengalami pertumbuhan normal melalui mekanisme yang terdiri dari 3 fase, yaitu Anagen (fase pertumbuhan)

Sel sel matriks mengalami mitosis membentuk sel sel baru, mendorong sel sel yang lebih tua ke atas serta berdiferensiasi membentuk lapisan lapisan folikel rambut. Kemudian folikel rambut yang terbentuk akan mengalami keratinisasi untuk memperkuat struktur rambut. Lamanya pertumbuhan bervariasi tergantung pada lokasi tumbuhnya rambut sekitar 1 6 tahun dengan rata rata 3 tahun.

Catagen ( fase degenerasi / involusi)

Saat jumlah sel matriks berkurang dan panjang rambut dianggap mencukupi, sel matriks akan mulai mengalami apoptosis, kemudian proliferasi dan diferensiasi juga akan melambat. Proses selanjutnya adalah penebalan jaringan ikat di sekitar folikel rambut kemudian bagian tengah akar rambut akan menyempit dan bagian bawahnya membulat membentuk gada ( club). Sedangkan batang rambut akan terdorong kepermukaan kulit dan meninggalkan dermal papilla. Masa peralihan ini berlangsung 2 3 minggu.

Telogen ( fase istirahat)

Proliferasi, diferensiasi, dan apoptosis sel matriks menjadi terhenti. Kemudian folikel rambut ini akan mengalami pelepasan (fase eksogen)

Setelah memasuki fase telogen, sel sel pada dermal papilla dan keratinocytes stem cells Akan kembali teraktivasi dan terbentuk folikel rambut baru di mulai dari bawah pada dermal papilla tempat tumbuhnya folikel rambut yang lama. Semua fase ini terjadi berulang dan diatur oleh interaksi antara epitel folikuler dan dermal papilla yang ada didekatnya melalui keseimbangan antara proliferasi, diferensiasi, dan apoptosis. Sementara itu, alopesia areata merupakan penyakit yang terjadi akibat terganggunya siklus pertumbuhan rambut di atas. Pada kelainan ini fase catagen dan telogen terjadi lebih awal dan lebih singkat dari normalnya dan digantikan oleh pertumbuhan anagen yang distrofik. Meski demikian, banyak penelitian memperlihatkan bahwa gangguan pada alopesia areata lebih banyak terjadi pada fase anagen III/IVPada dasarnya terjadinya alopesia areata melibatkan 3 komponen fisiologis yaitu timus, perifer (pembuluh darah, skin-draining lymph nodes, limpa, dan kulit), serta folikel rambut atau jaringan target. Mekanisme ini dimulai dari timus . progenitor sel T yang berasal dari sumsum tulang pada mulanyamengalami seleksi positif dan negatif di dalam timus untuk memilih sel T berdasarkan afinitasnya terhadap self peptide- MHC complex. Molekul human leukocyte antigen ( HLA) juga penting dalam seleksi ini. Individu yang memiliki HLA halotypes yang spesifik (faktor genetik) cenderung membuat sel T ini menjadi autoreaktif. Selanjutnya timus akan memperlihatkan berbagai antigen dari seluruh tubuh untuk proses pematangan sel T, kecuali antigen folikel rambut. Pada akhirnya akan terbentuk sel T CD8+ dan CD 4+ yang kemudian harus melewati toleransi di timus.Sel T yang autoreaktif umunya akan masuk ke perifer akibat toleransi pada timus yang buruk. Di dalam perifer sel T juga akan mengalami aktivasi antigen spesifik. Bila diaktifkan oleh self-peptide, sel T akan mengalami ekspansi klonal yang diikuti dengan delesi atau energi ( inaktifasi secara fungsional). Bila delesi dan energi ini gagal maka sel T autoreaktif akan menumpuk sehingga menimbulkan proses autoimun. Menurunya jumlah CD4+ CD 25+ regulasi T cells yang diyakini mampu menekan proses autoimun ini juga akan mengakibatkan sel T autoreaktif semakin bertambah banyak. Berbagai antigen diri yang berasal dari rambut, seperti keratin 16, trichohyalin, atau antigen lain disekitarnya seperti leratinocytes, dermal papilla, dermla sheat cells, dan melanocytes, atau antigen asing dapat memicu aktivasi sel T autoreaktif, proses ini dinamakan moleculer mimicry. Setelah melewati seleksi negative di dalam timus, aktivasi terhadap antigen diri dan antigen asing di dalam skin-draining lymph nodes, dan melewati toleransi di perifer, sel T autoreaktif akan menginduksi terjadinya mekanisme autoimun.ada beberapa komponen yang dianggap terlibat dalam mekanisme tersebut, seperti CD8+ yang bersifat sitotoksik, sel NK, aktivitas sel NK-T, antibody dependent cell-mediated cytotoxicity (ADCC), apoptosis folikel rambut melalui interaksi fas fas ligand, atau inhibisi siklus pertumbuhan rambut yang diinduksi oleh sitokin. Selain itu, perlu diketahui bahwa pada folikel rambut yang normal hanya sedikit ditemukan adanya MHC class I sedangkan sitokin imunosupresif, seperti TGF-B, IGF-1, sel NK sering dijumpai dan berfungsi sebagai pertahanan melawan antigen sebaliknya pada kondisi kondisi tertentu, seperti infeksi, mikrotrauma folikuler, atau antigen mikroba dapat merangsang pelepasan sitokin proinflamasi seperti IFN-y yang mampu menginduksi ekspresi molekul MHC class I dan II secara tidak wajar ke dalam follicular bulb cells sedangkan jumlah sitokin imunosupresif menurun atau fungsinya terganggu. Selanjutnya kondisi di atas akan mengakibatkan infiltrasi sel CD4+ dan CD8+ke dalam folikel rambut yang terjadi selama fase akut. Infiltrat ini disebabkan oleh adanya peningkatan ekspresi molekul molekul seperti intercellular adhesion molecules 2 (ICAM-2) dan ELAM- 1 di area perivaskuler dan peribulbar pada kulit. Molekul molekul adhesi ini kemudian berikatan dengan sel T kemudian membawanya menuju ke sel endotel pembuluh darh dan akhirnya ke dermis. Sel T CD8+menginfiltrasi area dermis dan pada folikel rambut (intrafolikuler) dan sel T CD4+ pada area sekitar (perifolikuler) pada fase anagen. Dengan bantuan sel T CD4+ molekul molekul MHC ini kemudian dikenali sebagai antigen oleh sel T CD8+ yang autorektif. Pada akhirnya folikel rambut akan mengalami miniaturisasi kemudian diikuti dengan terhentinya siklus pertumbuhan rambut secara premature pada fase anagen awal. Folikel rambut dalam kondisi ini disebut folikel rambut nanogen. Proses keratinisasi juga menjadi tidak lengkap, sehingga pertumbuhan rambut digantikan menjadikan anagen distorfik yang berarti bahwa meskipun fase anagen tetap ada, kemampuan folikel rambut untuk memproduksi rambut dengan ukuran dan integritas sesuai mengalami gangguan. Pada fase kronis, telogen akan berlangsung lebih lama dan tidak terjadi tanda tanda akan memasuki fase anagen. Selain mekanisme diatas stress juga dianggap dapat mengakibatkan alopesia areata dengan melibatkan nerve growth factor (NGF) , substance P, dan mast cell . saat stress NGF akan menstimulasi sintesis substansi P di dalam dorsal root ganglia dan menginduksi fase catagen lebih awal. Selanjutnya neuropeptida ini akan ditransfor melalui serabut saraf sensorik peptidergik menuju ke kulit yang kemudian mengakibatkan timbulnya peradanagan neurogenik perifolikuler yang dapat menggangu pertumbuhan rambut. DAFTAR PUSTAKA

Alexis A.F, Duddasubramanya R. and Sinha A.A Alopecia Areata: Autoimmune Basis of Hair Loss. Eur J.Dermatol. 2004; 14: 364-70.Soepardirman L. Kelainan Rambut. Dalam : Dhjuanda A., Hamzah M., dan Aisah S.(eds.) Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keenam. Jakarta : Badan penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010:hlm.303-305Randall V.A and Botchkareva N.V. The Biology of Hair Growth. Centre of Skin Sciences, University of Bradford, Bradford, UK. William Andrew Inc.2009; p. 3-35