Patofis, Manifestasi Klinik, Klasifikasi, Stadium

7
PATOFISIOLOGI Rongga nasofaring diselaputi selapis mukosa epitel tipis, terutama berupa epitel skuamosa, epitel torak besilia berlapis semu dan epitel transisional. Di dalam lamina propria mukosa sering terdapat sebukan limfosit, di submukosa terdapat kelenjar serosa dan musinosa. KNF adalah tumor ganas yang berasal dari epitel yang melapisi nasofaring. 1 Infeksi virus Epstein-Barr dapat menyebabkan KNF. Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan protein- protein laten pada penderita KNF. Pada penderita ini sel yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi dan mempertahankan kelangsungan virus di dalam sel host. Protein laten ini dapat dipakai sebagai petanda (marker) dalam mendiagnosa KNF, yaitu EBNA-1 dan LMP-1, LMP- 2A dan LMP-2B. Dari semua antigen yang diekspresikan oleh EBV pada KNF, latent membrane protein-1 (LMP- 1) merupakan faktor penting yang berkontribusi dalam pathogenesis KNF sebab LMP-1 ini menginduksi pertumbuhan selular dan mempengaruhi mekanisme pengontrolan pertumbuhan seluler. LMP-1 merupakan onkogen viral dari EBV yang mengubah sel fibroblast embrio tikus. LMP-1 juga diketahui menginduksi reseptor faktor pertumbuhan epidermis dan gen A20 yang berperan dalam menghentikan apopotosis pada sel epitel yang dimediasi oleh p- 53.6. Lokasi predileksi KNF adalah dinding lateral nasofaring (terutama di resesus faringeus) dan dinding superoposterior. Tingkat keganasan KNF tinggi, tumbuh infiltratif, dapat langsung

description

knf

Transcript of Patofis, Manifestasi Klinik, Klasifikasi, Stadium

Page 1: Patofis, Manifestasi Klinik, Klasifikasi, Stadium

PATOFISIOLOGI

Rongga nasofaring diselaputi selapis mukosa epitel tipis, terutama berupa epitel

skuamosa, epitel torak besilia berlapis semu dan epitel transisional. Di dalam lamina propria

mukosa sering terdapat sebukan limfosit, di submukosa terdapat kelenjar serosa dan musinosa.

KNF adalah tumor ganas yang berasal dari epitel yang melapisi nasofaring.1

Infeksi virus Epstein-Barr dapat menyebabkan KNF. Hal ini dapat dibuktikan dengan

dijumpai adanya keberadaan protein-protein laten pada penderita KNF. Pada penderita ini sel

yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses

proliferasi dan mempertahankan kelangsungan virus di dalam sel host. Protein laten ini dapat

dipakai sebagai petanda (marker) dalam mendiagnosa KNF, yaitu EBNA-1 dan LMP-1, LMP-

2A dan LMP-2B. Dari semua antigen yang diekspresikan oleh EBV pada KNF, latent membrane

protein-1 (LMP-1) merupakan faktor penting yang berkontribusi dalam pathogenesis KNF sebab

LMP-1 ini menginduksi pertumbuhan selular dan mempengaruhi mekanisme pengontrolan

pertumbuhan seluler. LMP-1 merupakan onkogen viral dari EBV yang mengubah sel fibroblast

embrio tikus. LMP-1 juga diketahui menginduksi reseptor faktor pertumbuhan epidermis dan

gen A20 yang berperan dalam menghentikan apopotosis pada sel epitel yang dimediasi oleh p-

53.6. Lokasi predileksi KNF adalah dinding lateral nasofaring (terutama di resesus faringeus)

dan dinding superoposterior. Tingkat keganasan KNF tinggi, tumbuh infiltratif, dapat langsung

menginfiltrasi berekspansi ke struktur yang berbatasan: ke atas dapat langsung merusak basis

cranial, juga dapat melalui foramen s fenotik, foramen ovale, foramen spinosum, kanalis karotis

internal atau sinus sphenoid dan selula etmoidal posterior, lubang saluran atau retakan alamiah

menginfiltrasi intracranial, mengenai saraf cranial; ke anterior menyerang rongga nasal, sinus

maksilaris, selula etmoidales anterior, kemudian ke dalam orbita, juga dapat melalui

intrakranium, fisura orbitalis superior atau kanalis pterigoideus, resesus pterigopalatina lalu ke

orbita; ke lateral tumor dapat menginfiltrasi celah parafaring, fossa intratemporal dan kelompok

otot mengunyah; ke posterior menginfiltrasi jaringan lunak prevertebra servikal, vertebra

servikal; ke inferior mengenai orofaring, bahkan laringofaring.1

GAMBARAN KLINIS

Gejala nasofaring dibagi dalam 4 kelompok utama: 2,3

a. Gejala pada hidung dan nasofaring, berupa obstruksi nasal, sekret, dan epistaksis.

Dinding tumor biasanya rapuh sehingga apabila terjadi iritasi ringan dapat menyebabkan

Page 2: Patofis, Manifestasi Klinik, Klasifikasi, Stadium

perdarahan. Darah yang keluar biasanya dalam jumlah sedikit-sedikit dan bercampur

dengan ingus. Hal ini menyebabkan ingus tersebut berwarna merah jambu. 4

b. Gangguan pada telinga terjadi akibat tempat asal tumor dekat dengan muara tuba

eustachius (Fossa Rosenmuller) dan menimbulkan obstruksi sehingga dapat terjadi rasa

tidak nyaman dan rasa nyeri di telinga, tinitus, penurunan pendengaran, otitis media

serous maupun supuratif, dan gangguan keseimbangan,. Jika terdapat otitis media serosa

yang unilateral pada orang dewasa maka perlu dicurigai adanya KNF pada pasien

tersebut.

c. Gangguan oftalmoneurologik terjadi karena nasofaring berhubungan dekat dengan

rongga tengkorak melalui beberapa lubang, sehingga gangguan beberapa saraf otak dapat

terjadi sebagai gejala lanjut KNF. Penjalaran melalui foramen laserum akan mengenai

saraf otak ke III, IV, VI, dan dapat pula ke V, sehingga tidak jarang gejala diplopialah

yang membawa pasien lebih dulu ke dokter mata. Gejala mata lain berupa penurunan

reflex kornea, eksoftalmus dan kebutaan (berkaitan dengan saraf otak II). Neuralgia

terminal merupakan gejala yang sering ditemukan oleh ahli saraf jika belum terdapat

keluhan lain yang berarti. Proses karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX,

X, XI, dan XII jika penjalaran melalui foremen jugulare yang  relatif jauh dari nasofaring,

sering disebut sindrom Jackson / retroparotidian. Manifestasi kelumpuhan ialah :

o n.IX :Kesulitan menelan karena hemiparesis otot konstriktor superior serta

gangguan pengecap pada sepertiga belakang lidah.

o n.X :Hiper/hipo/anastesi mukosa palatum mole, faring dan laring disertai

gangguan respirasi.

o n.XI :Kelumpuhan atau atropi otot-otot trapezius, sternokleidomastoideus, serta

hemiparesis palatum mole.

o n.XII :Hemiparalisis dan atropi sebelah lidah. Bila sudah mengenai seluruh saraf

otak disebut sindrom unilateral. Ada juga yang dikenal dengan trias Trotter yaitu

tuli konduktif, neuralgia temporoparietal ipsilateral dan paralisis palatal terjadi

secara kolektif akibat KNF.

d. Metastasis di leher, merupakan gejala yang paling jelas manifestasinya berupa benjolan

di leher yang kemudian mendorong pasien berobat. Benjolan biasanya ditemukan antara

Page 3: Patofis, Manifestasi Klinik, Klasifikasi, Stadium

mandibula dan mastoid. Untuk metastasis lanjutan, gejala melibatkan tulang, paru-paru,

hepar dan lain-lain.

Berdasarkan frekuensi sering ditemukannya pada pasien, gejala dan tanda KNF berturut-

turut sebagai berikut:3

-    Limfadenopati pada leher (60-90%)

-    Hilangnya pendengaran

-    Obstruksi nasal

-    Epistaksis

-    Kelumpuhan N.Kranialis

-    Nyeri kepala

-    Otalgia

-    Nyeri pada leher

-    Penurunan berat badan

KLASIFIKASI

HISTOPATOLOGI

Berdasarkan klasifikasi histopatologi menurut WHO, KNF dibagi menjadi tipe 1

karsinoma sel skuamosa dengan keratinisasi, tipe 2 gambaran histologinya karsinoma tidak

berkeratin dengan sebagian sel berdiferensiasi sedang dan sebagian lainnya dengan sel yang

lebih ke arah diferensiasi baik, tipe 3 karsinoma tanpa diferensiensi adalah sangat heterogen, sel

ganas membentuk sinsitial dengan batas sel tidak jelas. Jenis KNF yang banyak dijumpai adalah

tipe 2 dan tipe 3. Jenis tanpa keratinisasi dan tanpa difresiensi mempunyai sifat radiosensitif dan

mempunyai titer antibodi terhadap virus Epstein-Barr, sedangkan jenis karsinoma sel skuamosa

dengan berkeratinisasi tidak begitu radiosensitif dan tidak menunjukkan hubungan dengan virus

Epstein-Barr.4

STADIUM

Sistem klasifikasi stadium menurut UICC 20024 :

Stadium T (ukuran/luas tumor):

T0        Tak ada kanker di lokasi primer

T1        Tumor terletak/terbatas di daerah nasofaring

Page 4: Patofis, Manifestasi Klinik, Klasifikasi, Stadium

T2        Tumor meluas ke jaringan lunak oraofaring dan atau ke kavum nasi.

T2a      Tanpa perluasan ke ruang parafaring

T2b      Dengan perluasan ke parafaring

T3        Tumor menyeberang struktur tulang dan/atau sinus paranasal

T4        Tumor meluas ke intrakranial, dan/atau melibatkan saraf kranial, hipofaring, fossa

infratemporal, orbita , atau ruang mastikator.

 Limfonodi regional (N) :

N0       Tidak ada metastasis  ke limfonodi regional

N1       Metastasis unilateral dengan nodus < 6 cm diatas fossa supraklavikula

N2       Metastasis bilateral dengan nodus < 6 cm, diatas fossa supraklavikula

N3       Metastasis nodus : N3a     > 6 cm

                                      N3b     didalam fossa supraklavikula

Metastasis jauh (M) :

Mx Metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0       Tak ada metastasis jauh

M1       Metastasis jauh

Stadium 0 Tis, N0, M0

Stadium I T1, N0, M0

Stadium IIA T2a, N0, M0

Stadium IIB (T1, N1, M0), (T2, N1, M0),(T2a, N1, M0 ),( T2b, N0, M0)

Stadium III ( T1, N2, M0 ),(T2a, N2, M0),( T2b, N2, M0),( T3, N0, M0),( T3, N1, M0)

,( T3, N2, M0)

Stadium IVA (T4, N0, M0), (T4, N1, M0),( T4, N2, M0)

Stadium IVB Setiap T, N3, M0

Stadium IVC Setiap T, setiap N, M1

1.    Desen W. Tumor kepala dan leher. Dalam: Desen W, editor. Buku ajar onkologi klinis Edisi II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007; 263-78.2.    Efiaty A. Karsinoma nasofaring. Dalam: Nurbaiti,Jenny,Ratna, editor. Buku ajar ilmu kesehatan THT kepala & leher Edisi VI. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007; 182-87.

Page 5: Patofis, Manifestasi Klinik, Klasifikasi, Stadium

3.    Dhingra PL. Disease of Pharynx. Disease of Ear, Nose and Throat 4th edition. New Delhi: Elsevier, 2007; 223-7, 232-5.

4. Roezin A & Adham M, 2010, Karsinoma Nasofaring, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, Balai Penerbit FK-UI, Edisi Kelima, Jakarta, pp.182-187