Patofis, Manifestasi Klinik, Klasifikasi, Stadium
-
Upload
bangunazhariyusuf -
Category
Documents
-
view
6 -
download
2
description
Transcript of Patofis, Manifestasi Klinik, Klasifikasi, Stadium
PATOFISIOLOGI
Rongga nasofaring diselaputi selapis mukosa epitel tipis, terutama berupa epitel
skuamosa, epitel torak besilia berlapis semu dan epitel transisional. Di dalam lamina propria
mukosa sering terdapat sebukan limfosit, di submukosa terdapat kelenjar serosa dan musinosa.
KNF adalah tumor ganas yang berasal dari epitel yang melapisi nasofaring.1
Infeksi virus Epstein-Barr dapat menyebabkan KNF. Hal ini dapat dibuktikan dengan
dijumpai adanya keberadaan protein-protein laten pada penderita KNF. Pada penderita ini sel
yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses
proliferasi dan mempertahankan kelangsungan virus di dalam sel host. Protein laten ini dapat
dipakai sebagai petanda (marker) dalam mendiagnosa KNF, yaitu EBNA-1 dan LMP-1, LMP-
2A dan LMP-2B. Dari semua antigen yang diekspresikan oleh EBV pada KNF, latent membrane
protein-1 (LMP-1) merupakan faktor penting yang berkontribusi dalam pathogenesis KNF sebab
LMP-1 ini menginduksi pertumbuhan selular dan mempengaruhi mekanisme pengontrolan
pertumbuhan seluler. LMP-1 merupakan onkogen viral dari EBV yang mengubah sel fibroblast
embrio tikus. LMP-1 juga diketahui menginduksi reseptor faktor pertumbuhan epidermis dan
gen A20 yang berperan dalam menghentikan apopotosis pada sel epitel yang dimediasi oleh p-
53.6. Lokasi predileksi KNF adalah dinding lateral nasofaring (terutama di resesus faringeus)
dan dinding superoposterior. Tingkat keganasan KNF tinggi, tumbuh infiltratif, dapat langsung
menginfiltrasi berekspansi ke struktur yang berbatasan: ke atas dapat langsung merusak basis
cranial, juga dapat melalui foramen s fenotik, foramen ovale, foramen spinosum, kanalis karotis
internal atau sinus sphenoid dan selula etmoidal posterior, lubang saluran atau retakan alamiah
menginfiltrasi intracranial, mengenai saraf cranial; ke anterior menyerang rongga nasal, sinus
maksilaris, selula etmoidales anterior, kemudian ke dalam orbita, juga dapat melalui
intrakranium, fisura orbitalis superior atau kanalis pterigoideus, resesus pterigopalatina lalu ke
orbita; ke lateral tumor dapat menginfiltrasi celah parafaring, fossa intratemporal dan kelompok
otot mengunyah; ke posterior menginfiltrasi jaringan lunak prevertebra servikal, vertebra
servikal; ke inferior mengenai orofaring, bahkan laringofaring.1
GAMBARAN KLINIS
Gejala nasofaring dibagi dalam 4 kelompok utama: 2,3
a. Gejala pada hidung dan nasofaring, berupa obstruksi nasal, sekret, dan epistaksis.
Dinding tumor biasanya rapuh sehingga apabila terjadi iritasi ringan dapat menyebabkan
perdarahan. Darah yang keluar biasanya dalam jumlah sedikit-sedikit dan bercampur
dengan ingus. Hal ini menyebabkan ingus tersebut berwarna merah jambu. 4
b. Gangguan pada telinga terjadi akibat tempat asal tumor dekat dengan muara tuba
eustachius (Fossa Rosenmuller) dan menimbulkan obstruksi sehingga dapat terjadi rasa
tidak nyaman dan rasa nyeri di telinga, tinitus, penurunan pendengaran, otitis media
serous maupun supuratif, dan gangguan keseimbangan,. Jika terdapat otitis media serosa
yang unilateral pada orang dewasa maka perlu dicurigai adanya KNF pada pasien
tersebut.
c. Gangguan oftalmoneurologik terjadi karena nasofaring berhubungan dekat dengan
rongga tengkorak melalui beberapa lubang, sehingga gangguan beberapa saraf otak dapat
terjadi sebagai gejala lanjut KNF. Penjalaran melalui foramen laserum akan mengenai
saraf otak ke III, IV, VI, dan dapat pula ke V, sehingga tidak jarang gejala diplopialah
yang membawa pasien lebih dulu ke dokter mata. Gejala mata lain berupa penurunan
reflex kornea, eksoftalmus dan kebutaan (berkaitan dengan saraf otak II). Neuralgia
terminal merupakan gejala yang sering ditemukan oleh ahli saraf jika belum terdapat
keluhan lain yang berarti. Proses karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX,
X, XI, dan XII jika penjalaran melalui foremen jugulare yang relatif jauh dari nasofaring,
sering disebut sindrom Jackson / retroparotidian. Manifestasi kelumpuhan ialah :
o n.IX :Kesulitan menelan karena hemiparesis otot konstriktor superior serta
gangguan pengecap pada sepertiga belakang lidah.
o n.X :Hiper/hipo/anastesi mukosa palatum mole, faring dan laring disertai
gangguan respirasi.
o n.XI :Kelumpuhan atau atropi otot-otot trapezius, sternokleidomastoideus, serta
hemiparesis palatum mole.
o n.XII :Hemiparalisis dan atropi sebelah lidah. Bila sudah mengenai seluruh saraf
otak disebut sindrom unilateral. Ada juga yang dikenal dengan trias Trotter yaitu
tuli konduktif, neuralgia temporoparietal ipsilateral dan paralisis palatal terjadi
secara kolektif akibat KNF.
d. Metastasis di leher, merupakan gejala yang paling jelas manifestasinya berupa benjolan
di leher yang kemudian mendorong pasien berobat. Benjolan biasanya ditemukan antara
mandibula dan mastoid. Untuk metastasis lanjutan, gejala melibatkan tulang, paru-paru,
hepar dan lain-lain.
Berdasarkan frekuensi sering ditemukannya pada pasien, gejala dan tanda KNF berturut-
turut sebagai berikut:3
- Limfadenopati pada leher (60-90%)
- Hilangnya pendengaran
- Obstruksi nasal
- Epistaksis
- Kelumpuhan N.Kranialis
- Nyeri kepala
- Otalgia
- Nyeri pada leher
- Penurunan berat badan
KLASIFIKASI
HISTOPATOLOGI
Berdasarkan klasifikasi histopatologi menurut WHO, KNF dibagi menjadi tipe 1
karsinoma sel skuamosa dengan keratinisasi, tipe 2 gambaran histologinya karsinoma tidak
berkeratin dengan sebagian sel berdiferensiasi sedang dan sebagian lainnya dengan sel yang
lebih ke arah diferensiasi baik, tipe 3 karsinoma tanpa diferensiensi adalah sangat heterogen, sel
ganas membentuk sinsitial dengan batas sel tidak jelas. Jenis KNF yang banyak dijumpai adalah
tipe 2 dan tipe 3. Jenis tanpa keratinisasi dan tanpa difresiensi mempunyai sifat radiosensitif dan
mempunyai titer antibodi terhadap virus Epstein-Barr, sedangkan jenis karsinoma sel skuamosa
dengan berkeratinisasi tidak begitu radiosensitif dan tidak menunjukkan hubungan dengan virus
Epstein-Barr.4
STADIUM
Sistem klasifikasi stadium menurut UICC 20024 :
Stadium T (ukuran/luas tumor):
T0 Tak ada kanker di lokasi primer
T1 Tumor terletak/terbatas di daerah nasofaring
T2 Tumor meluas ke jaringan lunak oraofaring dan atau ke kavum nasi.
T2a Tanpa perluasan ke ruang parafaring
T2b Dengan perluasan ke parafaring
T3 Tumor menyeberang struktur tulang dan/atau sinus paranasal
T4 Tumor meluas ke intrakranial, dan/atau melibatkan saraf kranial, hipofaring, fossa
infratemporal, orbita , atau ruang mastikator.
Limfonodi regional (N) :
N0 Tidak ada metastasis ke limfonodi regional
N1 Metastasis unilateral dengan nodus < 6 cm diatas fossa supraklavikula
N2 Metastasis bilateral dengan nodus < 6 cm, diatas fossa supraklavikula
N3 Metastasis nodus : N3a > 6 cm
N3b didalam fossa supraklavikula
Metastasis jauh (M) :
Mx Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 Tak ada metastasis jauh
M1 Metastasis jauh
Stadium 0 Tis, N0, M0
Stadium I T1, N0, M0
Stadium IIA T2a, N0, M0
Stadium IIB (T1, N1, M0), (T2, N1, M0),(T2a, N1, M0 ),( T2b, N0, M0)
Stadium III ( T1, N2, M0 ),(T2a, N2, M0),( T2b, N2, M0),( T3, N0, M0),( T3, N1, M0)
,( T3, N2, M0)
Stadium IVA (T4, N0, M0), (T4, N1, M0),( T4, N2, M0)
Stadium IVB Setiap T, N3, M0
Stadium IVC Setiap T, setiap N, M1
1. Desen W. Tumor kepala dan leher. Dalam: Desen W, editor. Buku ajar onkologi klinis Edisi II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007; 263-78.2. Efiaty A. Karsinoma nasofaring. Dalam: Nurbaiti,Jenny,Ratna, editor. Buku ajar ilmu kesehatan THT kepala & leher Edisi VI. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007; 182-87.
3. Dhingra PL. Disease of Pharynx. Disease of Ear, Nose and Throat 4th edition. New Delhi: Elsevier, 2007; 223-7, 232-5.
4. Roezin A & Adham M, 2010, Karsinoma Nasofaring, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, Balai Penerbit FK-UI, Edisi Kelima, Jakarta, pp.182-187