Pasca Panen n Pngolahan Jagung

20

Click here to load reader

Transcript of Pasca Panen n Pngolahan Jagung

Page 1: Pasca Panen n Pngolahan Jagung

ALTERNATIF TEKNOLOGI PASCA PANEN DAN PENGOLAHAN JAGUNG

Agus Sutanto, Dwi Nugraheni dan Kendriyanto

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sektor pangan merupakan bagian strategis dari pembangunan nasional.

Pemantapan ketahanan pangan sangat erat kaitannya dengan pembangunan

sektor pertanian, karena menyangkut unsur ketersediaan pangan yang

merupakan hasil dan usaha peningkatan produksi pertanian. Upaya ini pernah

tercapai dengan program swa sembada pangan nasional.

Kebutuhan akan pangan selalu mengikuti trend jumlah penduduk. Pada

perkembangan selanjutnya kebutuhan pangan juga dipengaruhi oleh

peningkatan pendapatan per kapita, perubahan pola konsumsi masyarakat dalam

globalisasi situasi pangan dunia. Hal ini mengindikasikan bahwa diversifikasi

pangan sangat diperlukan untuk mendukung pemantapan swasembada pangan.

Dari kondisi ini maka harus dapat dipenuhi dua hal, yaitu penyediaan bahan

pangan dan diversifikasi olahan pangan (Saenong dkk, 2002).

Agroindustri dengan bahan baku jagung saat ini sudah banyak beredar

secara luas, seperti minyak jagung, sirup jagung dan gula jagung, dan lain-lain.

Namun semua produk tersebut masih berbau luar negeri, sehingga harganya

menyesuaikan pada orang yang lebih mempunyai kelebihan penghasilan.

Dengan demikian semakin jelas bahwa makanan dari bahan jagung bukan lagi

menjadi bahan pangan yang ‘inferior’ lagi saat ini. Bahkan dengan slogan yang

semakin menjanjikan bahwa makanan dari jagung tersebut dapat menurunkan

kadar gula darah dan non kolesterol (Corputty, 1977), maka produk tersebut

semakin banyak dicari dan dikonsumsi banyak orang.

Sayangnya, produk–produk industri dari bahan jagung di atas masih

menggunakan teknologi tinggi, sehingga masih belum terjangkau dengan

teknologi yang ada di petani atau masyarakat umum. Produk olahan tradisional

dari bahan jagung, seperti marning, grits, emping, tepung jagung dan kue–kue

dari bahan jagung, masih banyak diproduksi oleh masyarakat Jawa Tengah pada

umumnya. Maka dengan meminjam slogan tentang keunggulan bahan jagung

yang dapat menurunkan kadar gula dan non kolesterol ini, sepantasnya makanan

Page 2: Pasca Panen n Pngolahan Jagung

tradisional tersebut dapat diperbaiki cara pengolahan dan penampilan, sehingga

dapat menarik daya beli banyak orang. Cara pengolahannya harus lebih hygienis

dan nilai gizinya masih tetap dipertahanka, dengan penanganan pasca panen dan

pengolahan atau prosesing yang tepat.

Komoditi jagung mempunyai potensi besar sebagai bahan baku industri

makanan, minuman, minyak dan pakan ternak. Kandungan protein jagung lebih

tinggi dari pada beras, sehingga cocok sebagai bahan makanan yang bergizi.

Hasil analisa yang dilakukan oleh Balai Penelitian Jagung dan Serealia adalah

kandungan protein dari 100 g bahan tepung jagung, sorgum dan terigu berturut

– turut sebanyak 9.2 g, 11.0 g dan 11.5 g yang lebih tinggi dibanding dengan

tepung beras yang hanya mengandung protein sebanyak 7.0 g (Suarni, 2002).

Berbagai produk olahan tradisional dari jagung mempunyai beragam nama dan

aneka olahan, diantaranya adalah marning, nasi jagung, kerupuk jagung,

gempol, dan lain-lain. Bila dalam cara pengolahannya dilakukan dengan benar,

hal ini akan mempunyai nilai gizi yang lebih baik.

Dalam kegiatan yang dilaporkan ini dilakukan pembinaan kepada petani

koopertor sampai mampu berproduksi dengan baik. Untuk mengetahui tingkat

perubahan dan kemajuan pengkajian perlu dilakukan pengukuran – pengukuran

indikator teknis, sosial dan ekonomi. Pengukuran ini dilakukan pada setiap

pembinaan, sehingga setiap ada perubahan introduksi teknologi dapat diperbaiki

dengan segera. Kegiatan ini juga diharapkan mampu untuk memotivasi petani

dalam meningkatkan pendapatan usahatani melalui kegiatan ‘home industri’.

1.2 Sumber Teknologi

1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah

2 Balai Penelitian Serealia, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

3 Balai Besar Pasca Panen, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

1.3 Tujuan dan Manfaat Penerapan Teknologi

Tujuan :

1. Penerapan teknologi alat dan mesin pemipil dan penepung jagung

2. Penerapan teknologi diversifikasi pengolahan aneka makanan dari bahan

jagung untuk peningkatan pendapatan petani.

Page 3: Pasca Panen n Pngolahan Jagung

Manfaat :

1. Petani mampu menerapkan cara pengelolaan pasca panen jagung untuk

menekan kehilangan hasil produk dan kualitasnya.

2. Tersosialisasinya teknologi pasca panen jagung melalui partisipasi aktif

petani dalam kegiatan di lapangan.

3. Peningkatan produktivitas usahatani lahan kering berbasis jagung serta

tumbuh dan berkembangnya aneka produk olahan jagung

4. Peningkatan pendapatan usahatani melalui penanganan pasca panen dan

pengolahan produk jagung

II. PENGERTIAN BEBERAPA ISTILAH

Pemanenan : penentuan waktu panen, pemungutan hasil, pengumpulan dan

pengangkutan ke tempat proses selanjutnya

Pengupasan : pelepasan kulit, pemisahan kulit, pemisahan jagung tongkol

muda dan rusak.

Pengeringan : proses pengeringan, pengangkutan, dan proses selanjutnya

Pemipilan : melepas biji dari tongkol, memisahkan tongkol, memisahkan

kotoran dan mengangkut jagung pipilan.

Penyimpanan : mempertahankan kondisi bahan agar tidak susut dan turun

mutunya sebelum diproses lebih lanjut.

Grading dan standarisasi : memisahkan produk berdasarkan klas/ kriterianya

sebelum dilakukan pengemasan.

Peningkatan daya guna jagung : pembuatan beras jagung, tepung jagung,

sirup jagung, gula jagung, dan lain-lain.

Menurut Thahir dkk. (1989), kegiatan butir 1 sampai 5 umumnya dilakukan oleh

petani. Kegiatan grading dan standarisasi dilakukan oleh BULOG dan KUD,

sedangkan pendayagunaan hasil umumnya banyak dilakukan oleh sektor industri.

III. LOKASI PENGKAJIAN DAN DAERAH REKOMENDASI

Lokasi Pengkajian :

Desa Getas, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung. Pelaksanaan

pengkajian dilakukan pada T.A 2004 – 2006.

Page 4: Pasca Panen n Pngolahan Jagung

Daerah Rekomendasi :

Daerah rekomendasi adalah daerah pada lahan kering dataran rendah ataupun

dataran tinggi yang mempunyai komoditi pertanaman tanaman jagung. Daerah–

daerah tersebut misalnya di Kabupaten Temanggung, Grobogan, Boyolali,

Sukoharjo, Wonogiri, Sragen, Karanganyar, Batang, Tegal, Pemalang,

Pekalongan.

IV. LANGKAH OPERASIONAL PENERAPAN TEKNOLOGI

1 Pemipilan jagung

Untuk meningkatkan efisiensi waktu dan menekan biaya, maka dilakukan

pemipilan jagung dengan menggunakan alat pemipil jagung. Alat yang

digunakan bisa secara manual maupun dengan mesin penggerak. Alat pemipil

jagung tanpa menggunakan mesin penggerak motor yang digunakan antara lain

: pemipil engkol (dengan tangan), dan pemipil pedal threser (dengan kaki).

Jagung yang akan dipipil harus dalam kondisi kering benar dengan kadar air +

14 %, hal ini untuk menghindari kerusakan yang terjadi akibat gesekan ataupun

pukulan alatnya.

2 Pemberasan dan penepungan jagung

Jagung yang akan diproses menjadi bahan makanan perlu dilakukan

proses lanjutan, dengan membuat beras dan tepung jagung. Secara tradisional

pemberasan dan penepungan jagung dapat dilakukan dengan ditumbuk biasa.

Namun untuk mempercepat proses pemberasan dan penepungan dapat

Gb. 1. Alat pemipil jagung tipe pedal (pedal threser)

Page 5: Pasca Panen n Pngolahan Jagung

digunakan Alsin pemberas dan penepungan. Alsin pemberas dan penepung ini

sudah banyak diusahakan orang dengan cara upahan per kg hasil, melalui usaha

pelayanan jasa alsintan (UPJA).

Perlakuan pemberasan jagung dimaksudkan untuk menghilangkan kulit

ari dan sekaligus memperkecil ukuran jagung. Hal ini akan memudahkan untuk

proses penepungan selanjutnya. Sebelum dilakukan atau dimasukkan dalam

Alsin penepung, beras jagung harus direndam selama + 24 jam untuk

memudahkan dalam penepungan.

3 Peningkatan daya guna jagung

Manfaat jagung sebagai subsititusi bahan pangan sangat banyak

perannya. Beberapa produk bahan makanan dari jagung yang sudah biasa

ditemui di Jawa Tengah adalah nasi jagung dan marning. Namun apabila digali

lebih banyak, manfaat jagung ini sangat banyak sekali, diantaranya dibuat

menjadi kerupuk jagung, aneka kue kering, tortilla, grits, dan sebagainya.

Sebagai alternatif pembuatan olahan dari bahan jagung yang telah berhasil

Gb. 2. Alsin pemberas jagung

Gb. 3. Alsin penepung jagung

Page 6: Pasca Panen n Pngolahan Jagung

dicoba dan dikembangkan adalah pembuatan kerupuk jagung sebagai usaha

industri rumah tangga petani. Selain itu juga dapat diolah menjadi kue kering

(kue semprit).

a. Pembuatan kerupuk jagung : Pembuatan kerupuk jagung ini dapat

dilakukan dalam bentuk bahan kerupuk jagung (kerupuk jagung mentah)

maupun kerupuk jagung yang siap saji (kerupuk jagung matang). Urutan

proses pembuatan kerupuk jagung adalah dari jagung pipilan kering

kemudian digiling menjadi beras jagung dengan polysher. Beras jagung

dimasukkan dalam air (direndam) selama 24 jam, lalu digiling halus dengan

alsin penepung sehingga diperoleh tepung jagung. Dari tepung jagung

diolah menjadi nasi jagung dengan cara dikukus. Pengukusan nasi jagung

dilakukan sebanyak sekali saja dan pada waktu pengukusan ini juga

dimasukkan bumbu – bumbu, seperti : garam dan bawang putih. Kemudian

nasi jagung ditumbuk dalam ’lumpang’ sebentar, tidak sampai lembut. Dari

tumbukan ini kemudian dicetak tipis – tipis, dengan alat penggiling mie.

Potongan kerupak jagung dengan ukuran 2 x 3 cm, dijemur sampai kering

pada panas matahari. Seperti telah disampaikan di depan, dari kerupuk

jagung mentah tersebut bisa langsung dikemas dan dijual d pasar ataupun

dari bahan kerupuk jagung mentah ini lalu digoreng dan dikemas sebagai

produk siap saji.

b. Pembuatan kue semprit : Kue ini menggunakan bahan dari tepung

jagung atau maizena yang banyak dijual di pasaran. Tepung maizena dapat

sebagai bahan utama maupun sebagai bahan substitusi, karena resep aslinya

adalah menggunakan tepung terigu. Kue semprit maizena biasa disebut

sebagai kue semprit karena dibuat dengan cara ditekan atau disemprotkan.

Umumnya kue kering semprit dibuat dengan creaming methode, maksudnya

adalah mentega/margarin dikocok bersama gula.

Page 7: Pasca Panen n Pngolahan Jagung

V. HASIL KERAGAAN TEKNOLOGI

1. Alat Pemipil Jagung

Ada beberapa tipe/ jenis alat yang dapat dipergunakan untuk memipil

jagung tongkol, antara lain mesin pemipil, pemipil pedal, pemipil tangan dan

pemipil tradisional (seperti parutan). Masing – masing alat menghasilkan

kapasitas dan mutu yang tidak sama. Dari hasil kajian ditunjukan bahwa pemipil

jagung tipe pedal mempunyai kapasitas lebih besar dibanding dengan pemipil

tangan/ engkol.

Alsin pemipil jagung tipe engkol (hand sheller) banyak dijual di pasar

bebas, merupakan produk pabrikan yang sudah baku dan mudah ditemukan di

toko alat / mesin pertanian (Gambar 4). Sedangkan tipe pedal (Pedal threser)

adalah alat pemipil jagung hasil pengembangan prototipe PJ – 1 dari Balai

Penelitian Kacang dan Umbi-umbian. Dalam pembuatannya, tipe pedal

mengalami modifikasi dari bengkel pembuatnya, yaitu adanya tempat duduk dan

roda untuk memindahkan alat (Gambar 1).

Dari kajian tiga cara pemipilan jagung diperoleh keragaan performans

(unjuk kerja) masing – masing alat dilihat dari aspek teknis kapasitas alat,

efisiensi dan daya tumbuhnya, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.

Kapasitas efektif alat pemipil tipe engkol lebih kecil dibandingkan dengan tipe

pedal, namun masih lebih besar dibanding dengan cara tradisional. Alat pemipil

tipe engkol bentuknya lebih kecil, mempunyai lubang ‘intake’ jagung yang bisa

diatur. Lubang ‘intake’ gunanya untuk memasukkan jagung yang akan dipipil.

Lubang ini bisa diatur besar dan kecilnya sesuai diameter tongkol jagung yang

dimasukkan. Bila tongkol jagung besar, maka ‘intake’ harus besar pula, karena

bila ‘intake’ kecil menyebabkan tongkol tidak masuk dan tidak dipipil. Pada

keadaan sebaliknya, jagung kecil dimasukkan pada ‘intake’ yang besar, jagung

tidak terpipil atau terpipil sedikit, karena tidak ada gesekan pada baris jagung

dengan baik.

Page 8: Pasca Panen n Pngolahan Jagung

Tabel 1. Kapasitas rata – rata hasil pipilan jagung dari 4 jenis alat pipil jagung

No Alat pipil K.e (kg/jam) E.p (%) K.p. (%) D.t. (%)

1 Pedal (Pedal threser) 165.0 98.7 1.3 63.3

2 Engkol (Hand sheller) 47.3 94.7 1.5 61.3

3 Tradisional 20.2 100.0 1.1 67.3

4 Power threser PJ-M1 1400.0 95.8 3.7 -

Keterangan : K.e. = kapasitas efektif alat pemipil jagung ( kg/jam ) E.p. = efisiensi pemipilan jagung ( % ) K.p. = kerusakan hasil pipilan jagung ( % ) D.t. = daya tumbuh hasil pipilan jagung ( % )

2. Penyimpanan

Kerusakan butir jagung juga dapat menyebabkan daya tumbuhnya menjadi

rendah. Dari hasil pipilan dengan dengan persentase kerusakan hampir sama,

setelah diuji daya tumbuhnya menunjukkan bahwa perlakuan pemipilan jagung

cara tradisional mempunyai persentase daya tumbuh tertinggi ( 67,3 % ).

Kemudian disusul masing – masing alat pipil tipe pedal mempunyai daya tumbuh

63,3 % dan tipe engkol mempunyai daya tumbuh 61,3 %. Terhadap cara

tradisional (kontrol) mempunyai daya tumbuh tertinggi (67,3 %) dan berbeda

nyata dibanding dengan kedua alat pemipil yang diperkenalkan. Sedangkan

untuk penggunaan alat pemipil jagung tidak mempunyai beda nyata pada efek

daya tumbuh hasil pipilannya.

Gb. 4. Hand sheller, banyak dijual di toko Alsintan

Page 9: Pasca Panen n Pngolahan Jagung

Biasanya untuk memperoleh benih jagung hanya memerlukan jumlah yang

sedikit saja. Untuk itu pemipilan jagung dengan tujuan sebagai bibit jagung

disarankan untuk dipipil dengan cara tradisional. Namun apabila pemipilan

jagung untuk memperoleh benih yang baik dan jumlah banyak atau untuk tujuan

komersial, maka penggunaan alat pemipil sangat diperlukan untuk digunakan.

Alat pemipil yang digunakan bisa alat pemipil tipe pedal maupun tipe engkol,

karena hasilnya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Apabila petani ingin

mencukupi kebutuhan benihnya sendiri, maka lebih baik dilakukan pemipilan

dengan cara tradisional. Hal ini selain dapat memilih langsung bagian biji yang

baik, juga dapat menseleksi biji yang baik dan hasil kerusakan biji paling sedikit.

3. Alat Pemberas dan Penepung

Penggunaan alsin pemberas jagung dapat membantu pengolahan bahan

pangan jagung dipedesaan. Alat tradisional untuk pemberasan jagung ini adalah

dengan ditumbuk menggunakan alu. Proses pemberasan jagung ini secara

bahasa setempat disebut sebagai ‘gecrok’. Untuk pekerjaan gecrok secara

tradisional memerlukan waktu yang lama dan tenaga yang melelahkan.

Sedangkan menggunakan alsin pemberas, yang fungsinya sebagai pengganti

gecrok, sangat efektif dan efisien dalam prosesnya. Dari uji coba proses

pemberasan pada beberapa varietas jagung adalah sebagaimana pada Tabel 2.

Tabel 2. Rerata keragaan unjuk kerja alsin pemberas jagung

No Varietas Jagung Kapasitas (kg/jam) Rendemen (%)

1 MS 2 400 72

2 Bisi 2 350 82

3 P 11 375 71

4 Srikandi Putih 380 73

5 Lokal 450 52

Rata - rata 391 70

Dari Tabel di atas dapat diperoleh informasi bahwa kapasitas alsin dalam

memproses menjadi beras jagung rata – rata 391 kg/jam. Kapasitas terbesar

diperoleh pada jagung lokal sebesar 450 kg/jam, sedangkan kapasitas lebih kecil

Page 10: Pasca Panen n Pngolahan Jagung

pada jagung varietas P 11. Hal ini menunjukkan bahwa varietas lokal lebih

mudah diproses menjadi beras jagung (digecrok) dari pada varietas hibrida (Bisi

2 dan P11). Namun demikian rendemen yang diperoleh dari hasil gecrok

berbanding terbalik. Rendemen hasil beras jagung tertinggi diperoleh pada

jagung varietas Bisi 2 sebesar 82 %, yang artinya bahwa dari jagung pipilan

sebanyak 100 kg, akan diperoleh sebanyak 82 kg beras jagung. Sedangkan rata

– rata rendemen untuk beberapa varietas jagung adalah 70 % beras jagung.

Pemberasan jagung mempunyai tujuan untuk menghilangkan lembaga dan

sekaligus mengupas kulit arinya. Lembaga jagung mempunyai kandungan lemak

lebih tinggi (Winarno, 1989), sehingga apabila dicampurkan dalam penepungan

selain sulit dibuat tepung juga menyebabkan kandungan lemaknya dapat

menyebabkan mudah mengalami pembusukan. Sedangkan kulit ari jagung

sangat sulit dibuat tepung karena strukturnya terdiri dari bahan / unsur yang

sulit dipecahkan. Dalam masakan pun akan terlihat warna yang lebih mengkilat.

Atau bila dimakan akan terasa kasar bila melewati tenggorokan, sehingga

mengurangi kualitas masakan jagung.

Pembuatan tepung jagung cara basah adalah yang biasa dilakukan petani,

yaitu sebelum digiling perlu perendaman beras jagung selama minimal 1 hari.

Penggilingan dalam keadaan basah dilakukan berulang – ulang karena untuk

memberikan hasil tepung yang lebih lembut. Hal ini mempengaruhi kapasitas

alatnya menjadi lebih kecil dibandingkan dengan pembuatan beras jagung.

Kapasitas penepungan dalam pengamatan kajian ini diperoleh sebesar 37,5

kg/jam atau 2,6 jam/kw.

Rendemen

100 %

120 %

120 %

100 %

Gb. 5. Diagram alir proses penggilingan jagung dan rendemennya

Tepung jagung

Digiling

Beras jagung

Direndam, 24 jam

Page 11: Pasca Panen n Pngolahan Jagung

4. Peningkatan Daya Guna Jagung

Suatu produk dari bahan dasar jagung sudah banyak dibuat diantaranya :

marning, nasi jagung, dan lain-lain. Selain itu juga dibuat menjadi kerupuk

jagung yang telah dijucoba di Kabupaten Temanggung sejak tahun 2005.

Tahapan proses pembuatan kerupuk jagung adalah sebagaimana pada diagram

berikut :

Gb. 6. Diagram pengolahan kerupuk jagung

Digiling tipis

Kerupuk mentah

Dipotong kecil dan dijemur

Dikukus

Tepung jagung

+ Air, bumbu

Digoreng

Dijual

Nasi jagung

Dikemas

Kerupuk matang

+ Bumbu dan aroma

Page 12: Pasca Panen n Pngolahan Jagung

Bahan utama dalam pembuatan kue semprit ini adalah tepung, bisa dari

tepung terigu, tepung tapioka, tepung maizena, tepung beras, ataupun tepung

ketan. Tepung – tepung ini bisa saling menggantikan atau dikombinasikan,

tergantung dari rasa kue yang diinginkan. Cara – cara atau resep pembuatan

kue semprit adalah sebagai berikut :

Bahan :

Mentega / margarin 150 gr

Gula halus 200 gr

Telur 2 butir

Tepung maizena 250 gr

Tepung terigu 250 gr

Soda kue ½ sdt

Kayu manis bubuk ½ sdt

Cara membuat :

- Kocok gula dan mentega sampai halus, masukkan telur dan kocok sampai

tercampur rata

- Masukkan campuran tepung dan aduk dengan garpu atau sendok kayu

sampai rata benar

- Semprotkan pada loyang yang telah diolesi dengan mentega

- Panggang atau oven dengan api yang sedang sampai matang

VI. KELAYAKAN FINANSIAL 1. Analisa ekonomi penggunaan alat pemipil pedal

Investasi untuk pembelian alat pemipil pedal lebih tinggi dibanding dengan

alat pemipil engkol. Namun alat pemipil pedal mempunyai keunggulan dalam

kemampuan dan kapasitas produksi lebih besar. Dari Tabel 1 diperoleh angka

kapasitas alat pemipil pedal sebesar 165.0 kg/jam atau 6.06 jam/ton jagung

pipilan. Hal ini berarti bahwa untuk menyelasaikan dan memperoleh jagung

pipilan sebanyak 1 ton akan diperlukan waktu selama 6.06 jam dalam

pengoperasian alat pemipil tipe pedal.

Permasalahan dalam analisa ekonomi ini adalah besarnya biaya yang harus

ditanggung untuk pengoperasian alat dengan kapasitas seperti tersebut di atas.

Biaya ini biasa disebut sebagai Biaya Pokok. Biaya pokok secara ekonomi dapat

Page 13: Pasca Panen n Pngolahan Jagung

dihitung per satuan unit produk atau per satuan waktu. Skenario perhitungan

dalam analisis dimulai dari umur alat pemipil jagung (umur 4 dan 5 tahun) dan

upah operator per hari ( Rp. 10.000,- dan Rp. 15.000,-). Sedangkan umur alat

pemipil diambil dari daftar referensi yang ada.

Biaya tetap dalam pengoperasian alat pemipil jagung pedal terdiri dari

biaya penyusutan per tahun dan bunga modal. Biaya penyusutan alat

diperhitungkan untuk menilai alat setelah digunakan. Bunga modal

diperhitungkan dari nilai investasi awal, dalam tahun 2004 ini, besarnya

diasumsikan 12 %. Sedang biaya tidak tetap terdiri dari biaya perawatan dan

perbaikan / RAM (repair and maintenance) dan biaya operator. RAM mengacu

pada pedoman alat dan mesin pertanian secara umum, yaitu sebesar 2 % dari

selisih harga awal dan akhir setiap 100 jam kerja pelayanan ( Sarjono, 2000).

Tabel 3. Skenario analisa ekonomi penggunaan alsin pemipil jagung tipe pedal, Kab. Temanggung, 2004

Umur Alat No Uraian 5 th ( I ) 4 th ( II )

1 Biaya tetap : Biaya penyusutan (Rp/thn) Bunga modal 12%(Rp/thn)

750.000 450.000 300.000

862.500562.500300.000

2 Biaya tidak tetap Biaya perawatan dan perbaikan

(Rp/jam) 450 450

Upah operator (Rp/jam) Rp.10.000 / hari (A) Rp. 15.000 / hari (B)

2.857 4.285

2.8574.285

Σ biaya tidak tetap, pada : - upah A - upah B

3.307 4.735

3.3074.735

3 Biaya pokok, pada : - A - B

31.404 40.061

30.49539.152

4 Biaya pokok + laba 20%, - A - B

37.685 48.073

36.59446982

6 Break even point (t / thn), pada : - A - B

66 66

82,582,5

Page 14: Pasca Panen n Pngolahan Jagung

Biaya operator termasuk dalam biaya variabel ( VC ). Dari Tabel 3 dapat

dilihat bahwa besarnya biaya variabel dipengaruhi oleh besarnya upah operator.

Semakin besar upah operator semakin besar pula biaya variabelnya. Efek

selanjutnya adalah semakin besar pula biaya tidak tetap (VC), menyebabkan

semakin tinggi biaya pokok yang harus dibayar oleh pemakai alat pemipil

tersebut. Dalam Tabel tersebut untuk biaya upah operator per hari = Rp.

10.000,- (P) mengakibatkan biaya pokok sebesar Rp. 31.404,- dan Rp. 30.495,-

(untuk umur pemakaian 5 dan 4 tahun). Sedangkan bila harga upah Rp.

15.000,- meningkatkan biaya pokok menjadi Rp. 40.041,- dan Rp. 39.152,- untuk

usia pemakaian 5 dan 4 tahun.

Biaya pokok tersebut di atas belum termasuk keuntungan yang diterima

oleh pengelola. Dalam perhitungan ini bila diambil keuntungan 20%, maka biaya

pokok yang harus dibayar menjadi biaya sewa sebesar masing – masing Rp.

37.685,- (IP), Rp. 48.073,- (IQ), Rp. 36.594,- (IIP) dan Rp. 46.982,- (IIQ). Jadi

apabila kelompok tani sebagai pengelola alsin untuk menjual jasa dapat

memberikan pelayanan kepada anggota kelompok tani dan petani lain di

sekitarnya dengan jasa sewa sebesar Rp. 31.404,-/ton (skenario IP) atau Rp.

48.073,-/ton (skenario IQ). Namun apabila pihak penyewa tidak menggunakan

operator alat, artinya hanya menyewa alat saja, maka harus membayar uang

sewa alat sebesar Rp. 11.404,- per ton jagung pipilan atau Rp. 11.404,- per hari.

Dan harga sewa ini apabila dibulatkan bisa menjadi Rp. 11.500,- per hari.

Dengan biaya sewa sebesar Rp. 31.500,- (dengan operator) atau

Rp. 11.500,- per hari, maka pihak pengelola harus dapat mencari nasabah

penyewa alat pipil jagung sampai 66 ton per tahun. Hal ini dimaksudkan pada

tahun ke 5 nanti, pihak pengelola dapat menambah alat atau memperbaharui

alat pemipil jagung lagi. Dalam hitungan yang sama apabila pengelola

menghendaki penambahan alat atau memperbaharui alat dalam jangka waktu 4

tahun, maka pengelola harus dapat mencari nasabah penyewa alat pipil jagung

sampai 82.5 ton per tahun.

2. Analisa ekonomi alat pemipil tipe engkol

Pengalokasian dana untuk alat pemipil engkol lebih kecil dibanding dengan

tipe pedal. Sebaiknya setiap pengelola jasa pemipil jagung ini mempersiapkan

alat pemipil yang mempunyai kapasitas kecil, selain mempunyai pemipil kapasitas

Page 15: Pasca Panen n Pngolahan Jagung

besar. Investasi modal alat pemipil engkol ini sebesar Rp. 170.000 / alat. Alat

pemipil engkol ini mempunyai kapasitas sebesar 47.3 kg / jam, lebih kecil

dibanding tipe pedal.

Alat pemipil tipe engkol ini dioperasikan oleh satu orang saja, sehingga

mengurangi komponen biaya variabelnya. Struktur analisa ekonomi masih sama

dengan Tabel 4, sehingga perhitungan untuk memperoleh biaya pokok

menggunakan cara yang sama. Dari Tabel 3 diperoleh Gambaran bahwa untuk

memipil jagung 1 ton memerlukan biaya pokok sebesar Rp. 33.802,- (skenario

IP) atau Rp. 48.863,- (skenario IQ).

Apabila dilihat dari kapasitas alat pemipil engkol sebesar 47.3 kg/jam atau

21.1 jam / ton, maka bisa dihitung bahwa untuk memipil 1 ton jagung

memerlukan waktu 21.1 jam. Kalau dalam sehari biasa kerja selama 7 jam,

berarti untuk memipil jagung 1 ton memerlukan waktu selama 3 hari. Kaitan

dengan biaya pokok di atas berarti untuk memipil 1 ton jagung memerlukan

biaya sebesar Rp. 33.802,- (skenario IP) atau Rp. 48.863,- (skenario IQ),

meskipun harus menunggu selesai sampai 3 (tiga) hari. Namun apabila hanya

menggunakan alat pemipilnya saja, pemilik jagung hanya menyewa alatnya saja,

maka biaya pokok untuk sewa alat bisa dihitung sebesar Rp. 1.268,- atau apabila

dibulatkan menjadi Rp. 1.300,- per hari.

Dengan menggunakan perhitungan secara matematis biasa, maka apabila

pengelola jasa alat pemipil tipe engkol ingin memperbaharui atau menambah alat

lagi dalam jangka waktu 3 tahun (skenario I), maka pihak pengelola harus dapat

mencari nasabah penyewa alat untuk melayani pemipilan sebanyak 23.7 ton /

tahun. Atau bila dikonversi dalam hari, harus disewa oleh petani selama 2 bulan

15 hari. Tapi bila pihak pengelola ingin lebih pendek titik impasnya selama 2

tahun (skenario II), harus bisa melayani pemipilan jagung sebanyak 35.5 ton /

tahun atau dalam konversi hari sebanyak 3 bulan 18 hari.

Page 16: Pasca Panen n Pngolahan Jagung

Tabel 4. Skenario analisa ekonomi penggunaan alsin pemipil jagung tipe engkol, Kab. Temanggung, 2004.

Umur Alat No Uraian

3 th ( I ) 2 th ( II ) 1 Biaya tetap :

Biaya penyusutan (Rp/thn) Bunga modal 12%(Rp/thn)

71.400 51.000 20.400

96.90076.50020.400

2 Biaya tidak tetap Biaya perawatan dan perbaikan

(Rp/jam) 30 30

Upah operator (Rp/jam) Rp.10.000 / hari (A) Rp. 15.000 / hari (B)

1.428 2.143

1.4282.143

Σ biaya tidak tetap, pada : - upah A - upah B

1.458 2.173

1.4582.173

3 Biaya pokok, pada : - A - B

33.802 48.863

33.51548.576

4 Biaya pokok + laba 20%, - A - B

40.562 58.635

40.21858.291

6 Break even point (t / thn), pada : - A - B

23,7 23,7

35,535,5

3. Analisa ekonomi alat pemberas dan penepung jagung

Alsin pemberas jagung memerlukan operator antara 1 – 2 orang, dalam

perhitungan ini menggunakan operator 2 (dua) orang sehingga dapat ditangani

dengan lancar. Kapasitas alsin pemberas jagung adalah 391 kg/jam atau 2.557

jam/ton beras jagung. Bila umur mesin diasumsikan mencapai 4 (empat) tahun,

maka perhitungan kelayakan ekonomi dapat dilihat pada Tabel berikut. Biaya

tetap = Rp. 2.932.500,- per tahun dan biaya tidak tetap = Rp. 22.083 per jam,

sehingga Biaya pokok operasional alat tiap ton memerlukan biaya sebesar Rp.

76.027,-. Bila pemberasan ini tarip harganya Rp 200,-/kg, maka break event

point (BEP) diperoleh = 38,5 ton per tahun.

Sedangkan pada alsin penepung jagung mempunyai nilai akhir adalah

10 % dari harga awal (Sarjono, 2000) atau sebesar Rp. 450.000,-. Bila

diasumsikan bahwa umur alsin selama 4 thn dan bunga modal sebesar 12 %,

maka diperoleh biaya tetap sebesar Rp. 1.380.000,-. Sedangkan biaya tidak

tetap merupakan biaya operasional pada waktu alat tersebut dijalankan, terdiri

Page 17: Pasca Panen n Pngolahan Jagung

dari biaya bahan bakar, biaya pelumas, biaya perawatan dan perbaikan, dan

upah operator yang menjalankan alsin tersebut. Baik biaya tetap maupun biaya

tidak tetap dalam perhitungan ini adalah sama persis dengan alsin pemberasan,

karena menggunakan alat yang sama. Yang membedakan adalah saringan dan

prosesnya, sehingga diperoleh kapasitas yang berbeda.

Tabel 5. Perhitungan kelayakan ekonomi alsin pemberas jagung

No Uraian Jumlah

1 Biaya Tetap

Harga alat pemberas Nilai akhir alat Perkiraan umur alat Biaya penyusutan Bunga modal 12 % Jumlah biaya tetap (FC) / thn

Rp. 8.500.000 Rp. 850.000 4 thn Rp. 1.912.500,- Rp. 1.020.000,- Rp. 2.932.500,-

2 Biaya tidak tetap per jam

Bahan bakar Pelumas Biaya perawatan dan perbaikan (2%/thn) Upah operator (2 orang, @ Rp. 20.000/hr) Jumlah biaya tidak tetap

Rp. 12.000 Rp. 1.920 Rp. 2.448 Rp. 5.715 Rp. 22.083

3 Biaya pokok alat per ton Rp. 76.027

4 Break event point (ton/thn) 38,5

Kapasitas alsin penepung diperoleh 2.6 jam/kw tepung jagung, maka akan

diperoleh biaya pokok alsin sebesar Rp. 42.980,- tiap kuintal pembuatan tepung.

Sedangkan bila tarip penepungan sebesar Rp. 500,- per kg jagung, maka

diperoleh biaya pulang pokok (break event point) sebesar 191 kw/tahun. Hasil

ini bisa dilihat pada Tabel berikut.

Page 18: Pasca Panen n Pngolahan Jagung

Tabel 6. Perhitungan kelayakan ekonomi alsin penepung jagung

No Uraian Jumlah

1 Biaya Tetap

Harga alat penepung Nilai akhir alat Perkiraan umur alat Biaya penyusutan Bunga modal 12 % Jumlah biaya tetap (FC) / thn

Rp. 4.500.000 Rp. 450.000 4 thn Rp. 900.000,- Rp. 480.000,- Rp. 1.380.000,-

2 Biaya tidak tetap per jam

Bahan bakar Pelumas Biaya perawatan dan perbaikan (2%/thn) Upah operator (1 orang, @ Rp. 20.000/hr) Jumlah biaya tidak tetap

Rp. 7.525 Rp. 1.120 Rp. 486 Rp. 2.900 Rp. 12.031

3 Biaya pokok alat per kwintal Rp. 42.980

4 Break event point (kw/thn) 191

VII. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

1. Alat dan mesin pemberas maupun penepung jagung sangat membantu

petani dalam pasca panen dan pengolahan jagung di pedesaan. Alsin

pemberas jagung dengan daya 12 PK, mempunyai kapasitas kinerja

sebesar 391 kg/ jam beras jagung. Sedangkan alsin penepung jagung

mempunyai kapasitas kinerja sebesar 37,5 kg/jam

2. Secara ekonomis, pengoperasian alsin pemberas jagung memerlukan

biaya pokok sebesar Rp. 76.027 pada setiap ton pengolahan jagung

menjadi jagung pipil. Biaya ini belum termasuk keuntungan bagi

pengusaha jasa alsintan. Sedangkan BEP (break event point) atau titik

pulang pengembalian modal alsintan sebesar 38.5 ton per tahun, apabila

umur ekonomis alsin selama 4 tahun.

3. Alsin penepung jagung mempunyai kapasitas 37.5 kg / jam. Dengan

asumsi pada kondisi yang normal, maka biaya pokok untuk

Page 19: Pasca Panen n Pngolahan Jagung

mengoperasionalkan alsin penepung jagung ini adalah sebesar Rp.

42.980,- per kuintal.

4. Kesiapan bengkel pembuat alsintan belum banyak berkembang, sehingga

keperluan alsintan yang tidak ada di pasaran harus di pesan ke daerah

lain. Namun demikian untuk bengkel perbaikan alat (servis), rata – rata

bengkel setempat sudah mampu mengerjakannya.

5. Pengoperasian alsin penepung jagung dapat juga dilakukan oleh kaum

wanita tani, sebagai mata pencaharian atau pendapatan keluarga. Hal ini

perlu ditumbuhkan upaya – upaya positif dalam pengembangan tenaga

kerja di pedesaan. Dalam penanganan pasca panen dan pengolahan

hasil dapat diwujudkan dan didorong ke arah home industri, untuk

memperoleh nilai tambah dan penghasilan keluarga.

B. SARAN

Adanya tanggapan positif dari hasil penjaringan umpan balik teknologi

pada acara temu lapang, beberapa kendala yang disampaikan oleh produsen

makanan dan petani pada umumnya adalah kemampuan petani yang masih

terbatas. Keterbatasan ini tidak hanya dari modal saja, namun juga kemampuan

dalam memasarkan produk hasil olahannya ke pasaran. Oleh karena itu masih

memerlukan bimbingan dan arahan dari para pembina dan pemerintah daerah

setempat.

DAFTAR PUSTAKA

Makarim, A.K. dan S. Partohardjono, 2002. Analisis sistem sebagai alat bantu penyusunan strategi peningkatan produksi, pendapatan petani dan pengembangan usahatani palawija. Prosiding seminar nasional inovasi Teknologi Palawija. Buku – 2 hasil penelitian dan pengkajian. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

Munarso, S.J., BAS Santosa, Djoko S.D., 1992. Struktur, komposisi dan nilai gizi jagung. Dalam buku Paket Informasi Jagung. Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian. Depatan, Jakarta. 1992.

Saenong, S., Firdaus K., Wasmo K., Imam U.F. dan Akil, 2002. Inovasi teknologi jagung. Menjawab tantangan ketahanan pangan nasional. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor.

Sarjono, 2000. Analisa ekonomi penggunaan alat dan mesin pertanian. Balai Besar Pengembangan Alat dan Mesin Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Deptan. Serpong. 2000.

Page 20: Pasca Panen n Pngolahan Jagung

Suarni, 2002. Teknologi pengolahan jagung sebagai bahan pangan. Prosiding seminar nasional inovasi Teknologi Palawija. Buku – 2 hasil penelitian dan pengkajian. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

Sutanto, A., Djoko P., Kendriyanto, Hendro K., 2005. Kajian pasca panen dan pengolahan produk jagung putih untuk bahan pangan. Laporan Kegiatan. BPTP Jawa Tengah. 2005.

Wariyah, C., 2000. Optimasi waktu perendaman dan pemasakan dalam otoklaf pada pengolahan jagung goreng. Laporan Penelitian. Unwama, Yogyakarta, 2000.

Wariyah, C., 2001. Optimasi kadar air biji jagung selama perendaman dan pengolahan jagung goreng. Laporan Penelitian. Unwama, Yogyakarta, 2001.

Wariyah, C., 2005. Kinetika penyerapan air selama perendaman biji jagung. Dalam Agromedia, vol. 23, No. 2, hal. 81 – 93. STIP Farming, Semarang.

Winarno, F.G., 1989. Teknologi Pengolahan Jagung. Risalah seminar hasil penelitian tanaman pangan. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.