Pasar semen di indonesia mengarah oligopoli
-
Upload
retna-rindayani -
Category
Education
-
view
11.745 -
download
43
description
Transcript of Pasar semen di indonesia mengarah oligopoli
Kata Pengantar
Alhamdulillah puji syukur Penulis panjatkan atas rahmat-Nya sehingga Penulis bisa
menyajikan makalah yang berjudul “PASAR SEMEN DI INDONESIA MENGARAH
OLIGOPOLI” sebagai persyaratan dan bahan akademis dalam menjalankan pendidikan
di Bisnis dan Informatika Kosgoro 1957.
Dengan segala keterbatasan informasi dan buku-buku penunjang yang Penulis
miliki, maka Penulis berusaha semaksimal mungkin untuk menyampaikan dan
membuat makalah ini seobjektif mungkin dan sesuai dengan pemahaman yang
sebenarnya. Oleh karena itu Penulis harapkan pembaca mampu memberikan masukan
kepada Penulis guna memperluas wawasan Penulis dan untuk perbaikan di masa yang
akan datang.
Retna Rindayani
DAFTAR ISI
Daftar isi i
Kata Pengantar ii
BAB I: Pendahuluan
1.1Latar Belakang 1
1.2Batasan Masalah 2
1.3Manfaat 2
1.4Metode Pengumpulan Data 2
BAB II: Tinjauan Pustaka
2.1 Konsep Dasar Oligopoli 3
2.2 Penilaian Terhadap Pasar Oligopoli 5
2.3 Hambatan Memasuki Pasar Oligopoli 6
2.4 Kebijakan Pemerintah 7
BAB III: Pembahasan
3.1 Oligopoli Industri Pasar Semen dalam tubuh
Undang-Undang 9
3.2 Situasi Persaingan Industri Pasar Semen di Indonesia 10
3.3 Produsen dan Kapasitas Produksi Semen 13
3.4 Dilihat Dari Aspek Kepemilikan Saham 14
3.5 Situasi Persaingan Perusahaan Semen Ternama
di Indonesia 14
BAB IV: Penutup
4.1Kesimpulan 19
4.2Saran 19
BAB V: Daftar Pustaka 20
BAB I
PENDAHLUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Di dalam kondisi negara Indonesia yang terus tumbuh saat ini di tahun 2009
dengan laju pertumbuhan 4,3% menimbulkan segala konsekuensi terhadap
pertumbuhan riil bangsa Indonesia. Tercatat laju inflasi terus stabil yang
mencapai 3,9 % YoY pada tahun 2009 sedangkan pada bulan November 2009
terjadi deflasi sebesar 0,03%. Namun suku bunga Bank Indonesia (BI rate)
cenderung tidak berubah, sementara inflasi semakin melemah. Tercatat BI rate
tetap berada pada kisaran 6,5 % sejak semester II-2009, sedangkan laju inflasi
hingga 2010 diperkirakan berada disekitar 5% plus minus 1%, sehingga
diperkirakan penguatan pertumbuhan Negara Indonesia hingga tahun 2010
masih akan berlanjut. Selain itu, depresiasidollar terhadap mata uang negara lain
juga akan menguatkan investasi terhadap negaranegara berkembang.
Fenomena pertumbuhan ekonomi negara yang terus bergerak naik serta
dukungan pemerintah terhadap iklim investasi memberikan beberapa harapan
terhadap perkembangan sektor rill dan sektor keuangan. Salah satu sektor yang
cukup baik untuk dicermati adalah sektor semen yang juga mendapat dukungan
dari pemerintah berupa program kerja pemerintah terhadap pembangunan
infrastruktur negara.
Contoh industri yang termasuk oligopoly adalah industri semen di
Indonesia. Pasar semen di Indoensia di golongkan ke dalam pasar oligopoly hal
ini dikarenakan produksi semen di Indonesia hanya dikuasai oleh beberapa
perusahaan saja. Diantaranya adalah Semen Cibinong, Indocement, Holcim,
Semen Padang dan Semen Gresik.
Pasar semen di Indonesia dapat digolongkan ke dalam pasar oligopoli, hal
ini dikarenakan produksi semen di Indonesia hanya dikuasai oleh beberapa
perusahaan saja, diantaranya adalah Semen Cibinong, Indocement, Holcim,
Semen Padang dan Semen Gresik.
1.2 BATASAN MASALAH
1. Mengapa Pasar semen di Indonesia dianggap oligopoli?
2. Gambaran Situasi Industri Pasar Semen di Indonesia?
3. Seperti apa situasi Persaingan Perusahaan Semen Ternama di Indonesia?
1.3 MANFAAT
Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan kontribusi
bagi dunia pendidikan untuk menambah pengetahuan dan wawasan bagi
pembaca tentang jenis pasar oligopoly dalam hal ini memperdalam salah satu
contoh jenis pasar oligopoly yaitu pasar semen dan gambaran tentang
persaingan pasar semen di Indonesia.
1.4 METODE PENGUMPULAN DATA
Dalam pengumpulan data Penulis menggunakan metode kepustakaan
dimana Penulis mengumpulkan data dan informasi-informasi dari buku, serta
beberapa rujukan dari internet
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pasar Oligopoli
Pasar oligopoli adalah pasar di mana penawaran satu jenis barang dikuasai oleh
beberapa perusahaan. Umumnya jumlah perusahaan lebih dari dua tetapi
kurang dari sepuluh (Wikipedia, 2011).
Dalam Pasar Oligopoli, setiap perusahaan memposisikan dirinya sebagai
bagian yang terikat dengan permainan Pasar, di mana keuntungan yang mereka
dapatkan tergantung dari tindak-tanduk pesaing mereka. Sehingga semua
usaha promosi, iklan, pengenalan produk baru, perubahan harga, dan
sebagainya dilakukan dengan tujuan untuk menjauhkan konsumen dari pesaing
mereka.
Praktek Oligopoli umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk
menahan perusahaan-perusahaan potensial untuk masuk kedalam Pasar, dan
juga perusahaan-perusahaan melakukan Oligopoli sebagai salah satu usaha
untuk menikmati laba normal di bawah tingkat maksimum dengan menetapkan
harga jual terbatas, sehingga menyebabkan kompetisi harga diantara pelaku
usaha yang melakukan praktek Oligopoli menjadi tidak ada.
Dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1999, oligopoli dikelompokkan ke
dalam kategori perjanjian yang dilarang, padahal umumnya oligopoli terjadi
melalui keterkaitan reaksi, khususnya pada barang-barang yang bersifat
homogen atau identik dengan kartel, sehingga ketentuan yang mengatur
mengenai oligopoli ini sebagiknya digabung dengan ketentuan yang mengatur
mengenai kartel.
Pasar Oligopoli adalah suatu bentuk interaksi antara permintaan dan
penawaran dimana terdapat beberapa penjual/produsen yang menguasai
seluruh permintann pasar. Pasar Oligopoli adalah suatu bentuk persaingan
pasar yang didominasi oleh beberapa produsen atau penjual dalam satu wilayah
area.
Contoh industry yang termasuk oligopoly adalah:
- Industri semen di Indonesia
- Pasar layanan operator seluler
- Industri mobil (pasar otomotif)
- Pasar yang bergerak dalam industry berat
- Dll
Sifat Pasar Oligopoli:
- Harga produk yang dijual relative sama
- Pembedaan produk yang unggul merupakan kunci sukses
- Sulit masukke pasar karena butuh sumber daya yang besar
- Perubahan harga akan diikuti perusahaan lain
Untuk membedakan pasar oligopoly dengan pasar lainnya, dapat dilihat
berdasarkan cirri-ciri berikut:
- Terdapat banyak pembeli di pasar
- Terdapat beberapa penjual/produsen dominan yang menguasai pasar (4-8
perusahaan) dalam kasus khusus dalam industri hanya terdapat dua
perusahaan (duopoli).
- Produk yang dijual bias bersifat identik, namun bisa pula berbeda dengan
standar kualitas yang sudah ditentukan
- Adanya hambatanuntuk memasuki pasar bagi pesaing baru
- Adanya saling ketergantungan antar perusahaan (produsen)
- Penggunaan iklan sangat sensitif
- Barang yang diperjualbelikan dapat homogeny dan dapat pula berbeda
corak (differentiated product), seperti air minum aqua
- Satu diantaranya para oligopolies merupakan price leader yaitu penjual
yang memiliki pangsa pasar yang terbesar. Penjual ini memiliki kekuatan
yang besar untuk menetapkan harga dan para penjual lainnya harus
mengikuti harga tersebut. Contoh: pasar air mineral
- Pengambilan keputusan interdependen
- Persaingan non harga
Kaitan antar produsen yang tidak melakukan persepakatan:
Dalam pasar Oligopolis, penurunan harga dari suatu perusahaan
berkecenderungan menyebabkan perusahaan lain melakukan penurunan
harga agar tidak kehilangan pelanggan
Jika terdapat satu perusahaan yang menaikkan harga, perusahaan lain
tidak ikut menaikkan harga yang akan berakibat bertambahnya
konsumen/pelanggan bagi mereka
Berdasarkan produk yang diperdagangkan, pasar oligopoly dapat
dibedakan menjadi 2 jenis:
- Pasar Oligopoli Murni (pure Oligoply) ini merupakan praktek oligopoli dimana
barang yang diperdagangkan merupakan barang yang bersifat identik,
misalnya praktek oligopoli pada produk air mineral dalam kemasan. Produk-
produk air mineral dalam kemasan merupakan salah satu contoh bentuk
praktek pasar oligopoli murni, sebab barang yang dipasarkan besifat identik.
Selain itu pasar semen juga termasuk pasar Oligopoli Murni.
- Pasar Oligopoli dengan pembedaan (differentiated oligopoly) pasar ini
merupakan suatu bentuk praktek Oligopoli dimana barang yang
diperdagangkan dapat dibedakan, misalnya pasar sepeda motor di Indonesia
yang dikuasai oleh beberapa merk terkenal seperti Honda, Yamaha dan
Suzuki.
2.2 Penilaian Terhadap Pasar Oligopoli
Efisiensi dalam pembangunan sumberdaya dipandang kurang efisien sebab
MR=MC,harga jual (konsumen membeli terlalu mahal). Dipandang efisien jika
menikmati skala ekonomis dibandingkan perusahaan bersaing sempurna
dengan bersaing dalam jumlah output yang sedikit.
Pengembangan teknologi dan inovasi didorong demi memaksimalkan
efisiensi manajemen ini bertujuan agar perusahaan menikmati laba diatas
normal dan perusahaan menilai bahwa bersaing dalam teknologi dan inovasi
lebih memungkinkan dari pada bersaing dalam bidang harga.
Keuntungan perusahaan yang diatas normal akan mengakibatkan harga
barang menjadi lebih tinggi dan pilihan barang semakin terbatas yang akan
mendorong kearah monopoli.
Pada prakteknya pasar Oligopoli memiliki keuntungan dan kelemahan.
Kelebihan:
- Adanya efisiensi dalam menjalankan kegiatan produksi
- Persaingan diantara perusahaan akan member keuntungan bagi konsumen
dalam hal harga dan kualitas barang
Kelemahan:
- Dibutuhkan investasi dan modal yang besar untuk memasuki pasar, karena
adanya skala ekonomis yang telah diciptakan perusahaan sehingga sulit
bagi pesaing baru untuk masuk kedalam pasar
- Apabila ada perusahaan memiliki hak paten atas sebuah produk, maka tidak
memungkinkan bagi perusahaan lain untuk memproduksi barang yang
sejenis
- Perusahaan yang telah memiliki pelanggan setia akan menyulitkan
perusahaan lain untuk menyainginya
- Adanya hambatan jangka panjang seperti pemberian hak waralaba oleh
pemerintah sehingga perusahaan lain tidak bisa memasuki pasar
- Adanya kemungkinan terjadi kolusi antara perusahaan dipasar yang dapat
membentuk monopoli atau kartel yang merugikan masyarakat. Kartel adalah
kelompok produsen independen yang bertujuan menetapkan harga untuk
membatasi suplai kompetisi
2.3 Hambatan Memasuki Pasar Oligopoli
Skala ekonomi merupakan salah satu hambatan produsen baru masuk pasar
dimana makin rendah biaya per unit produksi sehingga harga jual bias semakin
rendah. Jika terdapat permintaan tambahan mereka memunyai kesempatan
yang lebih besar untuk merebut penambahan tersebut sehingga mereka
semakin menguasai pasar.
Biaya produksi yang berbeda juga merupakan hamabatan memasuki
pasar Oligopoli karena jumlah output yang berbeda, biayapun bias berbeda
pada tingkat output yang sama. Pengetahuan lawan produsen yang lebih dalam
akan bidang tersebut. Pekerja lebih berpengalaman dalam menjalankan
produksi. Akses dana, bahan baku dan jaringan perdagangan lebih mudah.
Keistimewaaan hasil produksi juga merupakan hambatan memasuki biaya
produksi, ini terjadi karena terkenalnya suatu produk (terpercaya), produknya
rumit (komplek), menghasilkan banyak produk yang sejenis.
2.4 Kebijakan Pemerintah
Guna menghindari dampak buruk yang mungkin ditimbulkan oleh pasar
oligopoli, maka pemerintah dapat membuat kebijakan sebagai berikut:
1. Memberi aturan kemudahan bagi perusahaan baru untuk masuk ke dalam
pasar dan ikut menciptakan persaingan, seperti masuknya Petronas dan
Shell
2. Memberlakukan Undang-Undang anti kerjasama antar produsen, yaitu
dengan diberlakukannya UU anti monopoli No.5 tahun 1999
Salah satu indicator tingkat oligopoly adalah CR4 yaitu Rasio Konsentrasi
Market oleh 4 perusahaan terbesar atau dominan. Sebuah industry dikatakan
berstruktur oligopoli bila CR4 >40%.
Faktor terjadinya pasar Oligopoli:
1. Efisiensi skala besar
a. Investasi awal sangat besar
b. Biaya produksi murah bila skala produksi sangat besar
2. Kompleksitas manajemen
a. Industry padat modal dan ilmu pengetahuan
b. SDM kualitas tinggi
c. Multi disiplin
d. Persaingan non harga
e. Intelijen bisnis
Kekuatan dan keterbatasan oligopoli:
1. Kekuatan:
a. Mampu mengakumulasi laba super normal
b. Produksi paling prima dan dinamis
c. Pionir riset dan pengembangan teknologi
d. Pionir pengembangan SDM
2. Keterbatasan:
a. Berpotensi membentuk kekuatan monopoli
b. Kapasitas tak terpakai
c. Kesejahteraan yang hilang
Tiga model oligopoli:
1. Non Kolusi (Kinked Demand Model) diantara oligopolies tidak mau
melakukan kerjasama
2. Kolusi dalam penetapan harga (Collusive Pricing) kerja yang dilakukan
misalnya secara resmi dengan membentuk kartel, tetapi jika secara resmi
dilarang, dapat dilakukan secara informal atau implicit
3. Kepemimpinan harga (price leadership) perusahaan-perusahaan yang
dominan memegang kendali dalam penetapan harga sehingga mendapat
harga yang lebih besar
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Oligopoli Industri Pasar Semen dalam tubuh Undang-Undang
Di dalam Undang-Undang Antimonopoli Oligopoli tidak didefinisikan secara
eksplisit. Lain halnya dengan monopoli adalah penguasaan produksi atas dan
atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu yang
dilakukan oleh satu atau beberapa pelaku usaha. Walaupun dalam Undang-
Undang itu tidak ada teks definisi tentang oligopoly, tetapi dalam pasal 4
Undang-Undang Antimonopoli ada penjelasan mengenai oligopoli.
Sesuai dengan Undang-Undang Antimonopoli, oligopoli ditetepkan melalui
suatu perjanjian tetapi menurut kebiasaan Oligopoli tidak dilakukan melalui
suatu perjanjian, melainkan melalui penyesuaian (penyelarasan) perilaku
masing-masing pelaku usaha.
Secara umum pengertian Oligopoli adalah jika beberapa pelaku usaha
yang mempunyai kekuatan pasar kurang lebih sebanding. Salah satu
karakteristik pasar yang oligopolistik yang diperdagangkan adalah barang-
barang yang homogeny seperti bensin, minyak mentah, bahan bangunan, pipa
baja dan lain-lain.
Di dalam pasar Oligopoli khususnya barang-barang yang homogen, terjadi
keterkaitan reaksi. Jika satu pelaku usaha menaikkan atau menurunkan harga
produknya maka akan diikuti oleh pesaing yang lain. Kondisi tersebut disebut
dengan perilaku yang saling menyesuaikan diantara pelaku usaha. Hal ini
terjadi, karena sifat barang yang homogen mengakibatkan tidak terdapat
persaingan kualitas. Barang yang homogen umumnya mempunyai kualitas
yang hamper sama.
Oleh karena itu pasar Oligopoli tidak dilakukan melalui suatu perjanjian.
Bertitik tolak dari penjelasan singkat ini, maka Oligopoli menurut Undang-
Undang Antimonopoli agak berbeda dengan apa yang dikenal dalam hokum
persaingan usaha di Negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Uni Eropa dan
lain-lain.
Pada dasarnya Undang-Undang Antimonopoli mempunyai tujuan untuk
terselenggaranya persaingan yang sehat didalam pasar wilayah Republik
Indonesia. Mengapa Undang-Undang Antimonopoli berupaya melindungi
persaingan yang sehat? Supaya pelaku usaha yang satu dengan pelaku usaha
yang lain dapat bersaing berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Jika
pada pelaksanaannya ada pelaku usaha yang melakukan tindakan-tindakan
yang bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Antimonopoli, maka
Undang-Undang Antimonopoli dapat diterapkan atas pelanggaran (tindakan)
pelaku usaha itu.
Dengan demikian jika pelaku usaha industri semen melakukan kartel
harga, penetapan jumlah produksi atau penetapan wilayah pemasaran yang
mengakibatkan tidak ada kompetisi lagi diantara pelaku usaha semen tersebut,
maka UU Antimonopoli tersebut diterapkan kepada para anggota kartel
tersebut.
3.2 Situasi Persaingan Industri Pasar Semen di Indonesia
Semen adalah komoditas yang strategis bagi Indonesia. Sebagai negara yang
terus melakukan pembangunan, semen menjadi sesuatu yang mutlak. Terlebih
lagi, beberapa tahun ke depan ini, pembangunan infrastruktur terus digenjot.
Sehubungan dengan ini, kita perlu mengantisipasi akan terjadinya kelangkaan
(shortage) semen untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri dalam beberapa
tahun ke depan. Kekhawatiran terjadinya shortage semen di dalam negeri ini
cukup berasalan. Saat ini kapasitas produksi terpasang industri semen nasional
sekitar 47,5 juta ton per tahun yang tersebar di sembilan lokasi pabrik semen di
Indonesia. Sementara itu, rata-rata tingkat pemanfaatan efektif kapasitas
produksi pabrik semen mencapai antara 80%-85% atau sekitar 38-40 juta per
tahun. Sedangkan, tingkat konsumsi semen saat ini mencapai sekitar 33 juta
ton. Untuk saat ini masih ada surplus pasokan semen di dalam negeri. Namun,
bila tidak ada investasi baru untuk menambah kapasitas, diperkirakan tidak
sampai 10 tahun ke depan, Indonesia akan mengalami shortage semen di
dalam negeri. Katakanlah, tingkat pemanfaatan efektif kapasitas produksi
pabrik semen mencapai 90% atau sekitar 42,75 juta ton per tahun, dengan
tingkat pertumbuhan konsumsi diperkirakan mencapai 7% per tahun (asumsi
pertumbuhan ekonomi), Indonesia akan mengalami shortage pada 2012. Pada
saat itu, diperkirakan kebutuhan semen dalam negeri mencapai sekitar 47 juta
ton sehingga ada shortage sekitar 5 juta ton. Bisa saja shortage ini dipenuhi
dengan impor, misalnya dari China. Saat ini China memiliki kapasitas pabrik
sekitar 1.100 juta ton sehingga menguasai 45% pangsa pasar produksi semen
dunia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.000 juta ton diperuntukkan memenuhi
kebutuhan dalam negeri dan selebihnya yaitu 100 juta ton akan diekspor.
Sejak 2007 ini, diperkirakan China mengalami oversupply sekitar akibat
telah selesainya pengerjaan sejumlah stadion raksasa untuk Olimpiade 2008.
Diperkirakan, China akan melempar kelebihan pasokan itu ke Asia dan Timur
Tengah dengan harga yang murah. Persoalannya, jika shortage ini dipenuhi
dari impor, hal itu bisa merusak industry semen dalam negeri. Oleh karenanya,
untuk memenuhi kepentingan industri dan konsumen, jalan terbaik adalah
ekspansi pabrik baru. Dan untuk mendukung ekspansi pabrik di dalam negeri
ini, jelas membutuhkan investasi besar. Dengan masa konstruksi pembangunan
pabrik semen sekitar 3-4 tahun, memang tidak bisa lagi menunda
pembangunan pabrik baru. Penambahan kapasitas yang optimal adalah sekitar
2,5 juta ton per pabrik guna mencapai skala ekonomis terbaik. Investasi yang
dibutuhkan membangun satu pabrik berkapasitas 2,5 juta ton ini sekitar
US$275 juta – US$325 juta, tergantung lokasinya. Supaya komposisi supply –
demand tetap terjaga seperti sekarang (yaitu masih ada ekspor), maka perlu
penambahan kapasitas pabrik semen baru sekitar 20 juta ton agar pada 2012
nanti kapasitas nasional menjadi sekitar 65 juta ton. Sehingga, setidaknya
dibutuhkan sekitar 4 pabrik baru.
Saat ini ada tujuh produsen semen yang beroperasi di Indonesia, yaitu
Semen Gresik Group (SGG) yang menguasai sekitar 45%, Indocement 30%,
Holcim Indonesia (15%) dan lainnya sebesar 10% dibagi kepada Semen
Andalas, Semen Baturaja, Semen Bosowa, dan Semen Kupang. Dilihat dari
penguasaan pangsa pasar tersebut terdapat dua pelaku usaha yang
mempunyai pangsa pasar sebagai market leader, yaitu SGG (Semen Gresik
Group) dan Indocement. Dengan struktur pasar seperti itu, pasar semen
Indonesia adalah pasar yang oligopoli. Mungkin karena oligopoli, ada
kecenderungan perilaku yang saling menyesuaikan diantara produsen semen.
Sebagai contoh, sempat ramai menjadi pemberitaan bahwa di tahun 2007 ini
beberapa produsen semen (seperti SGG, Indocement, dan Holcim) berencana
mendirikan pabrik baru dengan kapasitas total 10 juta ton. Indocement bahkan
diberitakan akan membangun pabrik baru dengan kapasitas 5 juta ton. Namun,
entah kenapa, semua produsen semen tersebut seolah sepakat untuk menunda
rencananya. Berdasarkan pemberitaan, SGG menganggarkan dana sekitar
US$1,325 miliar, dimana sebesar US$645 juta untuk pembangunan pabrik baru
dan US$350 juta untuk pembangunan pembangkit listrik (Antara News, 28 Juni
2007). Dana US$1,325 miliar tersebut sebesar 35% diambil dari kas internal
dan 65% diambil dari luar (obligasi atau perbankan). Namun, rencana
pembangunan pabrik baru, tampaknya paling cepat dapat dilakukan pada 2008,
karena keputusan RUPS SGG kemarin belum final dan baru akan diputuskan
pada RUPS Luar Biasa yang akan datang. Holcim menunda rencana
pembangunan pabrik baru semen di Tuban, Jawa Timur karena pihaknya
menilai tingkat kapasitas terpasang yang ada belum optimal, sehingga pihaknya
memilih untuk meningkatkan produksi lebih dahulu ketimbang merealisasikan
rencana pembangunan pabrik baru. Langkah ini diambil terkait dengan strategi
Holcim yang akan meningkatkan pangsa pasar di Pulau Jawa dari 19% pada
tahun 2006 menjadi 21% pada 2007. Jawa menjadi salah satu fokus penjualan
semen Holcim mengingat Jawa merupakan pulau dengan populasi terpadat di
Indonesia. Sebelumnya, Holcim menganggarkan nilai investasi pembangunan
pabrik semen baru berkapasitas 3 juta ton per tahun itu sebesar US$300 juta
atau sekitar Rp2,7 triliun. Holcim menjelaskan bahwa pada tahun depan
perseroan akan lebih memfokuskan pada upaya efisiensi penggunaan energi.
Sejak tahun lalu, perseroan telah menggunakan bahan bakar alternatif dari
hasil olahan cangkang sawit (palm kernel shell) di samping memanfaatkan
minyak bekas pakai. Indocement berencana akan meningkatkan kapasitas
produksi menjadi 20 juta ton per tahun mulai 2009 dengan membangun pabrik
baru. Keinginan tersebut dilakukan dengan strategi, yaitu selain membangun
pabrik baru di lokasi pabrik yang sekarang, Indocement juga tengah
menyiapkan berbagai proyek untuk meningkatkan kapasitas produksi. Pada
2007 kapitas produksi Indocement ditargetkan mencapai 17,1 juta ton per
tahun, tahun lalu yang hanya 16,5 juta ton. Setelah tahun 2009, Indocement
berencana membangun pabrik semen baru dengan kapsitas 10 ribu ton klinker
per hari. Tetapi, sama dengan Holcim, Indocement tampaknya akan lebih
memilih untuk melakukan peningkatan utilitasi atas pabrik yang telah terpasang
dibandingkan harus membangun pabrik baru. Sebagai catatan, tingkat utilitasi
atas kapasitas pabrik Holcim dan Indocement masih lebih rendah dibandingkan
SGG, yaitu kurang dari 80%, sementara SGG sudah lebih dari 90%. Oleh
karenanya, langkah yang diambil oleh Holcim dan Indocement ini, dipandang
dari sisi kepentingan perusahaan adalah tepat. Pertanyaannya adalah kapan
merupakan waktu tepat untuk melakukan ekspansi, sementara ancaman
shortage sudah di depan mata? Adakah dibalik penundaan tersebut merupakan
trik untuk mempertahankan agar harga semen tetap tinggi di masa mendatang?
Meski dugaan ini masih prematur, para pelaku industri semen sepertinya
berupaya menjaga “keseimbangan” permintaan dan penawaran yang muaranya
adalah untuk menjaga tingkat keuntungan masing-masing.
3.3 Produsen dan Kapasitas Produksi Semen
Saat ini sembilan produsen semen yang beroperasi di Indonesia yang terbagi
atas 5 perusahaan milik pemerintah, yaitu Semen Gresik Group (SGG) yang
menguasai sekitar 45 pangsa pasar semen, serta 4 perusahaan lainnya milik
swasta, yaitu Indocement yang menguasai 30% pangsa pasar, Holcim
Indonesia yang menguasai 15% pangsa pasar, dan produsen semen lainnya
yang terbagi atas Semen Andalas, Semen Baturaja, Semen Bosowa, dan
Semen Kupang, menguasai 10% pangsa pasar secara total. Dilihat dari
penguasaan pangsa pasar tersebut, terdapat dua pelaku usaha yang
mempunyai pangsa pasar sebagai market leader, yaitu SGG dan Holcim.
Berdasarkan struktur pasar tersebut, pasar semen Indonesia adalah pasar
oligopoli.
Berdasarkan kapasitas produksinya, perusahaan semen swasta saat ini
mempunyai kapasitas produksi yang lebih besar dibanding perusahaan semen
milik negara (BUMN), yaitu mencapai 60% dari total kapasitas produksi
nasional, sisanya sebesar 40% milik BUMN. Perusahaan semen yang
mempunyai kapasitas produksi terbesar saat ini adalah PT Indocement Tunggal
Prakasa Tbk dengan kapasitas produksi sebesar 15,65 juta ton/tahun.
Peringkat kedua adalah PT Holcim Indonesia Tbk dengan kapasitas terpasang
9.7 juta ton/tahun, sedangkan peringkat ketiga dikuasai oleh PT Semen Gresik
Tbk dengan kapasitas produksi 8,65 juta ton/tahun. Selanjutnya adalah PT
Semen Padang dengan kapasitas produksi 5,87 juta ton/tahun dan PT Semen
Tonasa dengan kapasitas produksi 3,48 juta ton/tahun. SGG sendiri secara
total memiliki kapasitas produksi terbesar, yaitu mencapai 20 juta ton/tahun.
Total kapasitas produksi semen Indonesia di tahun sejak 2006 hingga 2008
tidak berubah, yaitu sebesar 46,54 juta ton/tahun. Bahkan kami estimasikan
angka kapasitas produksi tersebut tidak akan berubah hingga 2011.
3.4 Dilihat Dari Aspek Kepemilikan Saham
Tinjauan kepemilikan saham pada perusahaan semen sangat menarik, karena
bebasnya pelaku usaha asing membeli saham di pasar Indonesia. Dengan
bebasnya investor asing membeli saham perusahaan semen, ada pihak yang
mengkhawatirkan akan terjadi kartel semen internasional. Jika sampai itu terjadi
maka harga semen dipasar domestic bias menjadi lebih tinggi dari harga semen
yang sekarang.
Dilihat dari kepemilikan saham pelaku usaha asing telah mendominasi
kepemilikan saham pasar semen nasional. Heidelberger menguasai 60,60%
saham PT. Indocement, Holcim menguasai 68,11% saham PT. Semen
Cibinong, Lafarge menguasai 71,70% saham PT. Semen Andalas dan PT.
Cemex Indonesia menguasai 25,53% saham PT. Semen Gresik Group dan
akan menguasai 51% saham kelompok PT Semen Gresik Group (SGG) jika
pemerintah melepasnya.
Dengan komposisi pemilikan saham perusahaan asing yang demikian,
apakah akan terjadi kartel semen internasional? Hal ini bergantung pada isi
masing-masing perjanjian jual beli saham dan pemerintah. Sejauh mana
wewenang dan kebijakan pelaku usaha asing untuk memasarkan produk di
pasar domestik dan pasar internasional? Kalau produsen bebas menentukan
untuk mengekspor produknya, maka pasokan untuk dalam negeri bias
berkurang dan tidak sesuai dengan jumlah kebutuhan pasar domestik.
Akibatnya harga semen dalam negeri menjadi tinggi, seperti yang terjadi
di Filipina beberapa tahun yang lalu. Dengan komposisi pemilikan saham
perusahaan asing seperti itu, pelaku usaha dapat melakukan persaingan
oligopolistik atau melakukan kartel.
Semen termasuk produk yang homogen sehingga perusahaan (produsen)
cenderung tergoda untuk melakukan kartel dan tindakan oligopolistik.
Persaingan kualitas produk semen tidak besar dan nyaris tidak ada.
3.5 Situasi Persaingan Perusahaan Semen Ternama di Indonesia
Didalam pasar oligopoli terdapat dua atau lebih pelaku usaha yang mempunyai
market share yang hamper sama. Biasanya pelaku usaha cenderung memiliki
perilaku yang sama. Pasar semen domestic dikuasai oleh kelompok Semen
Gresik dan PT Semen Indocement yang masing-masing menguasai market
share 43% dan 34%. Kedua perusahaan inilah yang dapat disebut Market
Leader. Sebagaimana diketahui semen adalah salah satu produk yang homogen.
Artinya, persaingan kualitas semen antara produsen semen hampir tidak ada.
Oleh karena itu jika salah satu pelaku usaha menaikkan harga semen dan pelaku
usaha lain ikut menaikkan harga produknya dan sebaliknya jika satu pelaku
usaha menurunkan harga produknya, maka pelaku usaha lain juga akan
menurunkan harga produknya. Hal itulah yang disebut keterkaitan antara pelaku
usaha yang memproduksi barang yang homogen dan akibatnya harga semen
cenderung berubah-ubah dan membuat kondisi pasar semen tidak menentu.
Kondisi pasar demikian membuat para produsen cenderung untuk
bertemu dan membicarakan penetapan harga, seperti yang dikatakan oleh
Adam Smith: “People of the same trade seldom meet together, even for
merriment and diversion, but the conversation ends in a conspiracy against the
public, or in some contrivance to raise prices”.
Dari tindakan menaikkan dan menurunkan harga maka pihak yang
dirugikan adalah konsumen dan produsen semen yang berkapasitas kecil. Jika
produsen kecil tidak dapat mengikuti irama tindakan yang oligopolistic tersebut,
produsen semen kecil tadi akan bangkrut.
Disinilah peran KPPU sangat menentukan. KPPU harus menggunakan
wewenangnya untuk melakukan investigasi, apakah para produsen semen
melakukan kartel atau tidak. Tugas KPPU adalah mengawasi persaingan para
pelaku usaha semen, apakah dalam menjalankan bisnisnya dipasar yang sama
dan atau dari pasar hulu ke hilir telah menyelenggarakan persaingan sehat
dalam pasar domestik dengan menerapkan Undang-Undang Antimonopoli
secara baik dan benar?
Saat ini ada tujuh pelaku usaha semen di Indonesia yang terdiri dari
empat perusahaan swasta dan tiga perusahaan milik Negara. Perusahaan
semen swasta adalah PT Semen Andalas menguasai pangsa pasar 2,9%, PT
Indocement 33,3%, PT Semen Cibinong 20,6% dan PT Semen Bosowa 3,8%.
Sedangkan perusahaan milik Negara adalah kelompok Semen Gresik
menguasai 35,9%, PT Semen Baturaja 2,5% dan PT Semen Kujang menguasai
1,2%.
Dilihat dari struktur penguasaan pangsa pasar, tidak ada pelaku usaha
yang mempunyai posisi yang lenih dominan sehingga bisa menimbulkan praktik
monopoli dan atau praktik persaingan tidak sehat, semaunya mengatur jumlah
produksi dan menetapkan harga produk sehingga merugikan konsumen.
Persaingan bisnis semen masih terjadi antara PT Indocement dan
Kelompok Semen Gresik. Dengan demikian harga pasar masih dapat ditentukan
oleh persaingan yakni melalui mekanisme pasar.
Berdasarkan data produksi dari setiap produsen semen di Indonesia PT
Indocement Tungga Prakasa Tbk masih menguasai 30% total produksi nasional,
kemudian disusul oleh PT Semen Gresik Tbk dengan kontribusi sekitar 24%, dan
di tempat ketiga masih dikuasai oleh PT Holcim Indonesia Tbk dengan kontribusi
sebesar 15%. Namun secara kelompok SGG menjadi urutan pertama yang
menguasai 47% produksi semen nasional.
Tabel 1
Produksi Semen Nasional Tahun 2003-2008 (.000 ton)
Tahun SGG Indocement Holcim
2003 17.899704 5.120.331 6.431.939
2004 20.287.567 5.647.850 7.912.589
2005 20.287.567 5.647.850 7.912.589
2006 20.371.459 4.557.317 8.021.565
2007 21.580.554 5.517.564 7.868.834
2008 24.141.143 5.773.650 8.643.179
Dilihat berdasarkan Penjualan Semen Nasional 2004-2009 SGG masih
menempati posisi teratas dengan persentase 67,5% disusul Holcim dengan
persentase 20,01% dan kemudian Indocement dengan persentase 12,4% (Tabel
2).
Tabel 2
Penjualan Semen Nasional 2004-2009 (’000 ton)
Ketua KPPU, Benny Pasaribu mengatakan KPPU telah mengumpulkan data-
data yang menyimpulkan pada praktik usaha tersebut. Selain tidak sehat, kinerja semen
di Indonesia dianggap belum optimal.
Estimasi KPPU menyebutkan bahwa ketiga grup produsen semen cenderung
mengarah pada struktur oligopoli dengan kisaran penguasaan kapasitas produksi
mencapai plus minus 89% dari total kapasitas produksi nasional.
Namun dari penguasaan tersebut menurut data Departemen Perindustrian
justru mengindikasikan utilisasi produksi yang rendah selama 2007-2008.
"Kurang lebih hanya sekitar 49%."
Pihaknya juga mengatakan fenomena kenaikan harga terus terjadi secara
sistematis sejak 2007. Bahkan, berdasarkan data tersebut, harga semen
diprediksi akan kembali naik antara 5-10% pada semester dua 2009.
Melihat dugaan industri semen yang mengarah pada struktur industri yang
oligopoli, KPPU akan terus mengkaji dan memonitor perkembangan industri
semen. Apabila berdasarkan analisa tersebut diperoleh dugaan praktek
monopoli, maka KPPU akan mendekatkan pada usaha penegakan hukum.
2004 2005 2006 2007 2008 2009 %
SGG 23.054.475 24.360.852 24.360.85226.101,5
528.202,22 27.739,019 67,5
Indocemen
t4.354.226 4.793.114 4.793.114 4.044,2 4.972,938 5.372,601 12,4
Holcim 6.325.277 7.903.365 7.903.3657.817,19
27.399,327 8.351,054 20,1
Total 33.733.978 37.057.601 37.057.60137.962,9
440.574,49 41.462,674 100
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Keuntungan terbesar perseroan berasal dari hasil penjualan semen dalam
negeri dikawasan timur Indonesia. Kondisi saat ini, konsumsi semen dalam
negeri tinggi memberikan cukup keuntungan bagi produsen semen nasional
terutama produsen-produsen besar yang cukup memiliki andil dalam pasar
semen yang mengarah ke Oligopoli ini.
4.2 SARAN
HARGA semen mulai meresahkan konsumen. Karena itu, ada usulan agar
harga semen sebaiknya diserahkan ke mekanisme pasar. Pasalnya, apabila
diatur oleh pemerintah, dapat memicu terjadinya persengkongkolan. Seperti
selama ini, harga semen itu kan ditentukan oleh pasar. Kalau pemerintah mau
mengatur, justru akan mendorong peluang untuk persekongkolan harga.
Sebaiknya, memang serahkan saja ke pasar, tergantung supply dan demand.
Kemudian daripada itu pihak Pemerintah harus tetap jeli dalam mengawasi
persaingan bisnis semen diIndoensia apakah tindakan oligopolistik terjadi
karena persaingan atau karena adanya konspirasi diantara oligopolies.
DAFTAR PUSTAKA
Silalahi, Udin. 2007. Perusahaan Saling Mematikan dan Bersekongkol Bagaimana Cara Menenangkan. Jakarta: Gramedia
Arga Paradita Sutiyono. 2009. Outlook Semen Indonesia 2010. [pdf].
Suprapto, Hadi. 2009. Industri Semen Diduga Lakukan Oligopoli. http://bisnis.vivanews.com/news/read/42909-industri_semen_diduga_lakukan_oligopili.
Agus Maulana Hidayat. 2010. Pasar Oligopoli. http://www.slideshare.net/f4uzi3zi3/pasar-oligopoli.