Pariwisata Malang

download Pariwisata Malang

of 32

Transcript of Pariwisata Malang

LAPORAN PENELITIAN P2U ( Naskah Publikasi)

ALTERNATIF MODEL PENGEMBANGAN PARIWISATA TERPADU KOTA MALANG

Penelitian ini dilaksanakan dengan biaya DPP Universitas Muhammadiyah Malang Tahun Anggaran 2006

DR. ARIF BUDI WURIANTO, MSi

LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG Juni 2006

1

ALTERNATIF MODEL PENGEMBANGAN PARIWISATA TERPADU KOTA MALANG Arif Budi Wurianto ABSTRAK Sektor Periwisata merupakan sektor penting dalam upaya penerimaan Pendapatan Asli Daerah yang cukup potensial. Pariwisata telah menjadi industri yang mampu mendatangkan devisa negara dan penerimaan asli daerah yang berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat dalam berbagai sektor ekonomi. Pengembangan pariwisata memerlukan manajemen terpadu pariwisata dengan dukungan perangkat politik, oleh sebab itu political will dari pemerintah Kota Malang dalam upaya ngambangkan potensi perlu direalisasikan melalui kewenangan legislatif dan eksekutif dan dukungan peran serta masyarakat. Perda kepariwisataan dan perizinan pengembangan kepariwisataan perlu mendapatkan perhatian. Dalam pelaksanaan programprogram kepariwisataan kota perlu secara terpadu da menyeluruh (holistik). Antar sektor dan lintas sektor secara terpadu dan bersinergi bersama-sama mengembangkan potensi Kota Malang. Malang memiliki potensi sejarah, budaya, sosial, ekonomi, dan topografis yang berkualifikasi dalam pengembangan pariwisata. Untuk itu dalam mengembangkan kewilayahan kota Malang, tataruang dan cityplaning harus diperhatikan sebagai tanggungjawab ekologis, sosio-kultural, spiritual dan diabdikan untuk kemaslahatan bersama. Tinggalan sejarah budaya (heritage budaya) dan arsitectural national trust harus dilindungi. Modernisasi bangunan, kawasan, tidak boleh mengorbankan warisan sejarah. Hal ini memberi kontribusi positif kepariwisataan kota. Perlu revitalisasi, diversifikasi, dan pembangunan kawasan baru kepariwisataan yang melibatkan pelaku kepariwisataan dan pemberdayaan masyarakat melalui program-program ekonomi-kepariwisataan. Kata Kunci : Manajemen Terpadu Pariwisata, revitalisasi kawasan, diversifikasi objek kunjungan, program ekonomi kepariwisataan 1. Latar Belakang dan Masalah Sektor Pariwisata merupakan sektor penting dalam upaya penerimaan Pendapatan Asli Daerah yang cukup potensial. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha yang terkait dengan bidang tersebut. Berbicara tentang pariwisata di dalamnya tercakup berbagai upaya pemberdayaan, usaha pariwisata, objek dan daya tarik wisata serta berbagai kegiatan dan jenis usaha pariwisata. Smith (1989, dalam Wardiyanta, 2006) menyatakan bahwa secara substansi pariwsata merupakan baian dari budaya suatu masyarakat, yaitu berkaitan dengan 2

cara penggunaan waktu senggang yang dimiliki sesorang. Pariwisata dapat disoroti dari berbagai sudut pandang karena kekompleksitasannya. Kompleksitas yang terkandung dalam pariwisata misalnya pariwisata sebagai pengalaman manusia, pariwisata sebagai perilaku sosial, pariwisata sebagai fenomena geografik, pariwsata sebagai sumber daya, pariwisata sebagai bisnis, dan pariwisata sebagai industri. Pariwisata memiliki beragam bentuk dan jenis, seperti pariwisata alam, budaya,konvensi, belanja, dan pariwisata minat khusus. Bali merupakan satu-satunya propinsi di Indonesia yang memiliki keseluruhan bentuk dan jenis pariwisata. Pariwisata telah menjadi industri yang mampu mendatangkan devisa negara dan penerimaan asli daerah yang berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat dalam berbagai sektor ekonomi. Belajar dari pengalaman Bali dan Yogyakarta, pengusahaan dan daya tarik wisata meliputi kegiatan membangun dan mengelola objek dan daya tarik wisata beserta prasarana dan sarana yang diperlukan atau kegiatan mengelola objek dan daya tarik yang ada baik pengusahaan objek objek dan daya tarik wisata alam, wisata budaya, dan minat khusus. Dengan memahami hal ihwal pariwisata yang memiliki nilai kemanfaatan baik bagi pemerintah daerah maupun pusat, indistri dan layanan pariwisata secara r terus menerus digali dan dikaji melalui berbagai upaya dan cara untuk mendapatkan hasil yang optimal. Sampai sekarang ini peraturan mengenai kepariwisataan adalah UU No. 9 Tahun 1990, peraturan dapat mengatur usaha-usaha jasa keparowosataan yang disesuaikan dengan tuntutan era globalisasi. Era globalisasi di bidang ekonomi mempunyai imbas terhadap berbagai aspek pembangunan termasuk di dalamnya bidang pariwisata.Pariwisata dalam tataran global menjadi bagian penting dari WTTC(World Travel and Tourism Council). Menurut studi World Tourism Organization(WTO) jumlah wisatawan dunia tahun 2020 akan mencapai 1,5 miliar orang.Dengan pengeluaranUS$ 2 triliun atau US$ 5 miliar setiap hari.Dari Pemerintah Nomor 67 Tahun 1996 tentang penyelenggaraan kepariwisataan, diharapkan catatan di atas, industri pariwisata menjanjikan kemajuan ekonomi kepada banyak orang dan banyak negara di dunia.Pariwisata menjadi penghasil uang terbesar dan sektor terkuat dalam pembiayaan ekonomi global.Pariwisata akan menjadi pendorong utama perekonomian dunia pada abad 21, dan menjadi salah satu industri yang mengglobal. Kondisi semacam ini harus ditangkap sebagai peluang bagi dunia pariwisata baik pemerintah daerah,propinsi maupun pusat.

3

Malang sejak zaman Belanda dikenal sebagai kota tujuan pariwisata karena alam dan udaranya yang sejuk. Sejalan dengan perkembangan masyarakat dan politik, secara administratif Malang terpecah menjadi tiga wilayah pemerintahan, yaitu Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu. Dalam perkembangan terakhir Kota Batu merupakan daerah primadona tujuan wisata karena kekayaan keindahan alam , sehingga periwisata merupakan aset terpenting Kota Batu selain pertanian dan perkebunan yang menyejahterakan masyarakatnya. Demikian juga Kabupaten Malang memiliki ragam wisata, selain alam yang berupa gunung dan pantai, dikembangkan pula wisata budaya seperti objek Gunung Kawi dan Tengger. Selain itu potensi perkebunan dan pertanian. Yang menjadi persoalan adalah Kota Malang. Kota Malang memiliki wisata belanja, pendidikan, arsitektur gedung dan tata kota. Kota Malang tidak memiliki wisata alam atau pun budaya. Untuk itu perlu dikembangkan ke arah wisata dengan minat khusus melalui pengkajian dan penelitian. Untuk lebih menemukan pengusahaan objek dan daya tarik wisata Kota Malang diperlukan berbagai upaya yang salah satunya adalah melalui kajian akademis penelitian. Pendapatan asli daerah Kota Malang lebih banyak bersumber pada pajak, pendidikan, dan sumber daya ekonomi masyarakat. Oleh sebab itulah perlu dipikirkan alternatif pengembangan pariwisata terpadu Kota Malang melalui penelitian yang nantinya akan memberikan sumbangan baik teroritik keilmuan maupun konseptual yang pada akhirnya memberikan kontribusi positif dan pragmatis terhadap pemberdayaan potensi ekonomi warga Kota Malang melalui kegiatan pariwisata dan jenis usaha jasa pariwisata. Pariwisata merupakan lahan dan sumber pendapatan yang potensial. Pengelolaan pariwisata harus tepat dan profesional karena rentan terhadap segala perubahan sosial politik yang terjadi di masyarakat baik regional, nasional maupun global. Penelitian pariwisata mempunyai peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat dan program pembangunan pemerintah. Melalui penelitian ini diharapkan diperoleh konsep teoririk sebagai konsepsi fundamental menuju kajian lebih lanjut misalnya peningkatan efisiensi bisnis, pengurangan resiko, efektivitas pemasaran, dan peningkatan kinerja perusahaan. Penelitian pariwisata telah banyak dilakukan baik dalam deskripsi lokasi, pengembangan, marketing dan evaluasi program pariwisata.Namun penelitian yang mendasarkan pada aspek ontologis dan epistemologis yang berperspektif filsafat ilmu

4

belum banyak dilakukan. Oleh sebab itulah penelitian ini dilakukan untuk melengkapi penelitian-penelitian sejenis yang telah ada sebelumnya. Penelitian ini bertujuan memberikan temuan teoritik dan penjelasana Model Alternatif Pengembangan Pariwisata Terpadu Kota Malang yang meliputi pemahaman dan penjelasan tentang : Problematika pariwisata Kota Malang, Potensi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman pariwisata Kota Malang , Potensi alternatif Kepariwisataan Kota Malang, dan Model Hipotetik Pola Pengembangan Pariwisata Terpadu yang Bertumpu pada Model Pemberdayaan Masyarakat. Pada akhirnya sesuai dengan tujuan penelitian P2U akan ditemukan paradigma, konsep, dan teori tentang Pariwisata Terpadu. Hal yang dapat dijadikan kerangka acuan dalam pegembangan wisata kota Malang adalah (a) Pariwisata Kota sebagai Konsep Dasar Pembangunan Pariwisata Kota Malang, (b) Otonomi Daerah dan Pariwisata, (c) Pariwisata dan Partisipasi Masyarakat. Mc Kean (1973:26) menyatakan : tourism is very much a part of the modern tradition, but it is built on the foundation laid during the little and great tradition, without which it would never been started and without which it will not florish in the future. Pariwisata kota sudah tentu selain memberikan manfaat baik secara pencitraan dan financial bagi kehidupan masyarakat juga dapat memberikan peluang kepada masyarakat sekitar kampus untuk memperoleh akses kemanfaatan dengan cara turut berpartisipasi dalam hal produk wisata. Kota sebagai produk wisata, yang dalam hal ini bidang kebudayaan memiliki potensi (a) daya tarik kota yang dapat ditawarkan, (b) pengadaan fasilitas pariwisata kota milik publik, yang mencakup akomodasi, usaha makanan, hiburan dan rekreasi, (c) kemudahan mencapai tujuan wisata dari wilayah lain di luar kota. Pengembangan wisata kota mengacu kepada pengembangan usaha di bidang pariwisata yang berasal dari potensi kota. Wisata kota sebagai sebuah paradigma dapat pula dipandang sebagai community-based resource management sebagaimana dikemukaka oleh Korten (1986) . Hal ini sangat penting bagi pengembangan program wisata kota, karena (1) adanya varietas local yang dimiliki kota yang memungkinkan dapat dinikmati oleh orang lain, (2) adanya sumber daya kota yang cukup relevan dengan program wisata kota, (3) akuntabilitas kampus sebagai penyelenggara program wisata kampus. Pariwisata kota, khususnya yang berkaitan dengan objek kebudayaan dan minat khusus dapat dipandang sebagai cottage tourism (pariwisata berskala kecil), namun

5

pendekatan program pariwisata kota berwawasan budaya dan minat khusus dipandang sebagai fenomena modern yang mengandung sejumlah konsekuensi terhadap masyarakat. Lingkungan Kota Malang, dapat dipandang sebagai pendekatan program wisata kota, belanja, sejarah budaya dan minat khusus selain berwawasan budaya, juga berwawasan lingkugan, karena menuntut adanya pengelolaan dan pemanfaatan potensi ekologi kota sebagai daya tarik wisata yang sekaligus merupakan upaya konservasi. Model pemikiran pengembangan pariwisata kota Malang secara terpadu dapat dilihat dalam bagan sebagai berikut :Model Hipotetik Pola Pengembangan Pariwisata Terpadu yang Bertumpu pada Model Pemberdayaan masyarakat

Pariwisata Kota

Pariwisata, Kota, Sejarah Budaya dan Minat Khusus Pariwisata dan Otoda

Problematik a pariwisata Kota Malang Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Pariwisata Kota Malang

Potensi Kepariwisataan Kota Malang

Temuan- temuan 2. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian pariwisata yang menggunakan pendekatan Interdisipliner. Penelitian ini selain berusaha memahami fenomena, menjelaskan fenomena dan memberikan temuan-temuan berdasarkan fenomena yang ada baik secara fakta dan data dalam objek penelitian, juga memahami pariwisata secara menyeluruh secara sistemik. Pemikiran sistemik adalah menyatukan pendekatan lain ke dalam suatu metode yang komprehensif dalam menghadapi isu-isu mikro dan makro yang terkait dengan masalah kepariwisataan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, sehingga semua pemahaman, penjelasan dan temuan akan dideskripsikan dalam bentuk uraian kalimatkalimat sebagai hasil penafsiran secara kritis argumentatif berdasarkan data penelitian. Data-data yang direncanakan adalah data primer dan data sekunder. Data-data penelitian diperoleh melalui observasi, dokumen dan data pariwisata. pencatatan, pemotretan, dan kajian berbagai Penelitian dilakukan di wilayah Kota Malang secara

purposif dengan lokasi Kota Malang bagian Utara, Pusat, Timur, Selatan dan Barat. Di masing-masing lokasi Kota Malang dicari, diidentifikasi, diklasifikasi, wilayah-wilayah 6

yang berpotensi sebagai daerah tujuan wisata berdasarkan ciri-ciri karakteristiknya. Selanjutnya akan diidentifikasi, diklasifikasi, dikategorisasi dan dilanjutkan analisis yang menekankan pada content dan upaya penafsiran melalui penjelasan antar hubungan. Data-data penelitian dianalisis secara kualitatif dengan menekankan pada verstehen dan penjelasan-penjelasan hasil interpretasi data, melalui tahap identifikasi, klasifikasi, kategorisasi dan analisis untuk mendapatkan simpulan dan penemuan. Analisis data penelitian ini dimulai dari pra coding, coding, kategorisasi, tabulasi dan pembuatan deskripsi. Selanjutnya data disajikan baik dalam uraian, gambar, maupun tabel-tabel. 3. Konsep-konsep Dasar Pariwisata Pariwisata merupakan salah satu dasar kebutuhan manusia. Sebagai kebutuhan dasar manusia, pariwisata akan memenuhi kebutuhan manusia untuk berlibur dan berekreasi, kebutuhan pendidikan dan penelitian, kebutuhan keagamaan, kebutuhan kesehatan jasmani dan ruhani, minat terhadap kebudayaan dan kesenian, kepentingan keamanan, kepentingan politik, dan hal-hal yang bersifat komersialisasi yang membantu kehidupan ekonomi masyarakat. Pariwisata dilakukan baik secara individual, keluarga, kelompok, dan paguyuban organisasi sosial. Pada umumnya paiwisata secara konvensional akan mengunjungi pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam, budaya dan minat khusus. Objek wisata memiliki daya tarik yang berbeda-beda. Objek wisata memiliki daya tarik didasarkan atas sumberdaya yang dapat menimbulkan rasa senang, indah, nyaman, dan bersih. Adanya aksebilitas untuk mudah dikunjungi, adanya spesifikasi yang berbeda dengan yang lain, terdapat sarana dan prasarana penunjang untuk melayani para wisatawan yang hadir. Pada objek alam, biasanya objek wisata alam dijadikan primadona kunjungan karena eksotik merangsang untuk menciptakan kegiatan tambahan, rekreatif dan reflektif, terapis dan lapang, faktor sejarah maupun aktraktifnya. Objek wisata didukung oleh tiga unsur pokok yaitu (1) main tourism superstructure (sarana pokok kepariwisataan) yang meliputi agen perjalanan, transportasi, restauran, objek wisata dan atraksi wisata, (2) suplementing tourism atau sarana pelengkap kepariwisataan yang meliputi fasilitas rekreasi dan olah raga, serta prasarana umum seperti jalan raya, jembatan, listrik, lapangan udara, telekomunikasi, air bersih, pelabuhan, dll. (3) supporting

7

tourism superstructure yang meliputi hiburan malam, entertainmen, mailing service, souvernir shop, dll. World Tourism Organizations (UNWTO) World Tourism Organizations (UNWTO) menyatakan pentignya turisme bagi perkembangan pembangunan negaranegara di dunia. Dikatakan bahwa : Tourism really has the potential of opening up economic space for people around the world, he told staff gathered to greet him at the headquarters building where UNWTO was hosting a meeting of the UNs Chief Executives Board (CEB) for the first time. We should encourage tourist developers to go and set up tourist developments, he said, and in doing so to help provide basic amenities such as electricity and clean water for the communities living in those areas. This would help uplift the local people, encouraging them to produce for the tourists. Pariwisata dapat dikembangkan melalui berbagai pendekatan, misalnya pendidikan dan pendekatan sosiologis. Ditilik dari pendekatan pendidikan, pengembangan dunia pariwisata perlu ditunjang dengan berbagai hal yaitu (a) pengadaan tenaga professional yang berkualitas sebagai upaya penanganan dan pengembangan kegiayan pelayanan kepariwisataan. Hal ini didapt dilakukan melalui jalur pendidikan professional, (2) pengadaan tenaga akademik yang mampu menganalisis dan mengembangkan konsep kepariwisataan dan pemanfaatannya baik yang berkenaan dengan berbagai landasan ekonomi, teknologi, kebudayaan, kesenian, antropologi dalam kepariwisataan. Sementara itu dalam pendekatan sosiologis sebagaimana dikembangkan Erik Cohen (1984; dalam Gede Pitana, 2005) bahwa pariwisata dapat dipandang berdasarkan konseptual (a) tourism as acommercialised hospitality, bahwa pariwisata adalah proses komersialisasi dari hubungan pengunjung dengan yang dikunjungi. Pengunjung, terutama wisatawan asing diberi status dan peranan sementara di masyarakat yang dikunjungi, yang kemudian diperhitungkan secara komersial. Pendekatan ini sesuai untuk menganalisis perkembangan dan dinamika hubungan host guest , termasuk berbagai konflik yang muncul serta berbagai institusi yang menangani (b) tourisme as a democratised travel, bahwa pariwisata dipandang sebagai perilaku perjalanan wisatawan dengan berbagai karakteristiknya. Pariwisata dipandang sebagai demikratisasi dari perjalanan, yang pada masa lalu dimonopoli oleh kaum aristokrat, tetapi sekarang sudah dapat dilakukan oleh siapa saja. (c)

8

tourisrm as a,modern leisure activity, yaitu difokuskan pada wisatawan dipandang sebagai orang yang santai, yang melakukan perjalanan, bebas dari berbagai kewajiban. Modernitas dalam hal ini ditandai oleh rasa alienasi, fragmentasi, dan superfisialitas. Untuk menghilangkan kondisi semacam ini wisatawan mengunjungi daerah yang mampu memberikan autentisism. Pariwisata dipandang sebagai suatu institusi yang berfungsi khusus dalam masyarakat modern, yaitu mengembalikan masyarakat kepada situasi, harmoni dan keseimbangan. (d) tourism as a modern variety of a traditional pilgrimage, yaitu pariwisata diasosiasikan dengan ziarah keagamaan yang biasa dilakukan masyarakat tradisional, atau merupakan bentuk lain dari sacred journey. Pendekatan ini menganalisis makna struktural yang lebih dalam dari perjalanan wisata. Dalam hal ini atraksi wisata yang dinikmati wisatawan sekarang adalah persamaan dari simbol-simbol keagamaan pada masyarakat primitif. (e) tourism as an expression of basic cultural themes, yaitu bersifat emik yang merupakan lawan dari etik, dengan melihat pemaknaan perjalanan dari pihak pelaku perjalanan tersebut. Dengan pendekatan ini, dapat ditemukan berbagai klasifikasi perjalanan dari pihak pelaku perjalanan, yang sangat ditentukan oleh budaya pelaku pariwisata, (f) tourism as an aculturation process, yaitu pendekatan yang menfokuskan pada proses akulturasi, sebagai akibat dari interaksi host guest yang berlatar belakang budaya yang berbeda, (g) tourism as a type of etnic relations, yaitu pendekatan yang memperhatikan pada hubungan host guest dan mengaitkannya dengan teori-teori etnisitas dan hubungan antaretnis, atau dampak-dampak yang timbul terkait dengan identitas etnis. (h) tourism as a form of neo-colonialism, yaitu dependensi atau ketergantungan yang merupakan salah satu masalah yang menjadi fokus kajian. Pariwisata dipandang sangat berperan di dalam mempertajam hubungan metropolis, periferi, karena negara penghasil wisatawan akan menjadi dominan, sedangkan negara penerima akan menjadi satelit atau periperal, dan hubungan ini merupakan pengulangan kolonialisme atau imperialisme, yang pada muaranya akan menghasilkan dominasi dan keterbelakangan struktural. Adanya ketimpangan ekonomi yang besar ke negara-negara maju menyebabkan pariwisata, pada dasarnya menjadi wahana baru bagi munculnya neokolonialisme. Pariwisata telah menjadi sektor terpenting dalam pembangunan, khususnya dlam menunjang pendapatan asli di luar Migas dan Perkebunan dan Hasil Hutan. Pariwisata telah menjadi industri yang memacu sektor-sektor lain. Masing- masing wilayah berlomba-

9

lomba mengembangkan wisata sesuatu dengan kompetensi dan kekayaan yang dimilikinya, sehingga tidak heran sekarang banyak bermunculan jenis-jenis periwisata. Wilayahwilayah yang tidak memiliki potensi alam seperti gunung dan pantai, memiliki kesulitan untuk mengembangkan potensi wisata alam, namun kota dapat berkembang ke arah wisata non alam. Oleh sebab itu perlu konsep dasar yang mengarah pada upaya penganekaragaman atau diversitas dan perlunya mendapat kajian akademis lintar disiplin ilmu yang disebut multidisiplinaritas pariwisata. Pariwisata budaya dapat dikembangkan oleh daerah-daerah yang memiliki kekayaan warisan budaya dan sampai sekarang memiliki eksistensi untuk tetap dilestarikan, seperti Yogyakarta dan Bali. Pihak pemerintah setempat tentunya memberikan perlindungan melalui peraturan-peraturan daerah yang berhasil dilegalisasi DPRD setempat. Sebagaimana di Bali menurut Perda Nomor 3 tahun 1991 yang menetapkan pariwisata budaya sebagai jenis kepariwisataan yang dalam perkembangannya menggunakan kebudayaan Bali yang dijiwai agama Hindu yang merupakan bagian dari kebudayaan nasional sebagai potensi dasar yang paling dominan yang didalamnya tersirat suatu cita-cita hubungan timbal balik pariwisata dan kebudayaan sehingga keduanya berkembang secara selaras, serasi dan seimbang. Proposisi konsep dasar ini adalah Kebudayaan dan Pariwisata harus berada dalam pola hubungan interaktif yang bersifat dinamik dan progresif. Sementara itu pada konsep dasar multidisiplinaritas pariwisata memandang bahwa pariwisata dapat didekati dari berbagai disiplin ilmu guna pengembangan dan penemuan objek-objek baru sesuai dengan kondisi dan situasi suatu daerah. Sebagai contoh kemajuan di bidang ekonomi dan perubahan sosial yang menyebabkan masyarakat cenderung ke arah konsumtif tercipta wisata belanja yang sangat sesuai dengan wilayah perkotaan dan metropolis. Hal ini tentunya membawa dampak sosial, budaya, spiritualitas, ekonomi rakyat, dan lingkungan. Melalui kajian antardisiplin ilmu akan diperoleh sebuah solusi pengembangan objek wisata baru dengan pengadaan sarana prasarana yang sangat kompleks dengan kehidupan sosial. Pengembangan suatu kawasan dapat menimbulkan dampak biofisik, sosial ekonomi maupun sosial budaya baik yang bernilai positif maupun negartif yang dalam perkembangannya akan berpengaruh terhadap kesejahteraan

10

masyarakat. Berikutnya dengan diberlakukannya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah sudah tentu memiliki kompleksitas dalam penanganan berbagai sumberdaya, kewenangan merumuskan dan menetapkan peraturan perda kepariwisataan dan peningkatan pendapatan asli daerah sebagai konsekuensi growth oriented development. Dua aspek lain konsep multidisipliratitas pariwisata adalah teori-teori partisipasi masyarakat dan teori perubahan sosial. Dalam teori partisipasi disebutkan bahwa pembangunan pariwisata berdimensi kerakyatan mengacu kepada pembangunan pariwisata yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.Partisipasi efektif merupakan tujuan konsep pariwisata ini. Wewenang atau kekuasaan masyarakat lokal untuk berpartisipasi secara efektif memobilisasi diri dalam mengelola sumber-sumber daya setempat. Cernea (1991 dalam Pujaastawa, 2005) menyatakan bahwa pendekatan ini melibatkan masyarakat sebagai proses pengembangan dirinya. Sementara dalam konsep teori perubahan sosial, dititik beratkan pada bentuk-bentuk perubahan sttuktur sosial masyarakat sebagai konsekuensi perubahan nilai yang berkembang di masyarakat. Teori-teori perubahan sosial yang relevan untuk studi pariwisata misalnya teori evolusioner, yang menekankan pada perubahan sosial yang memiliki arah tetap yang dilalui oleh semua masyarakat menuju ke arah tujuan akhir. Selanjutnya teori siklus yang menyatakan adanya sejumlah tahap yang harus dilalui oleh masyarakat tetapi mereka berpandangan bahwa proses peralihan masyarakat bukan berakhir pada tahap terakhir yang sempurna melainkan berputar kembali ke tahap awal untuk peralihan selanjutnya. Selain itu teori fungsional maupun teori konflik yang mengarah pada perubahan sebagai sesuai yang konstan dan tidak memerlukan penjelasan karena perubahan dianggap mengacaukan keseimbangan masyarakat. Berbeda dengan teori konflik yang menilai bahwa yang konstan adalah konflik sosial, bukan perubahan, karena konflik berlangsung secara terus menerus, demikian pual perubahan pun demikian adanya. Masyarakat dan Kebudayaan Perkotaan Pariwisata wilayah perkotaan yang tidak mengandalkan keindahan alam seperti gunung dan pantai serta lebih bercorak budaya urban memiliki keterkaitan dengan masyarakat dan kebudayaan perkotaan. Kota merupakan sebuah tata ruang yang terbagi atas tanah-tanah mahal yang fungsional. Setiap petak merupakan sebuah investasi sosial ekonomi dan terakses dengan berbagai akses perekonomian masyarakat. Tata ruang kota

11

yang khas ini memberikan sebuah masalah lingkungan hidup perkotaan dan secara sosiologis mempengaruhi pola-pola komunikasi masyarakatnya. Parsudi Suparlan (2004:9) menjelaskan kajian-kajian yang menyangkut masyarakat dan kebudayaan perkotaan yang dapat dimanfaatkan untuk konsep dasar kajian-kajian interdipliner yaitu (1) kajian atau penelitian yang dilakukan harus dapat mendefinisikan kota atau kota-kota yang tercakup dalam kajiannya sebagai bagian yang tidak dapat terpisahkan dari sasaran konseptual dan penelitiannya, (2) kajian atau penelitian yang memfokuskan untuk meneliti silang budaya tidak harus terpaku pada model urbanisne sebagaimana di dunia barat, tetapi betul-betul dapat menggali dan menemukan pola-pola yang berlaku secara empirik dalam kehidupan kota yang ditelitinya, (3) harus menggunakan pendekatan yang holistik mengenai kota dan berbagai kaitan hubungan kota tersebut dengan pola-pola kelakuan dan pola-pola budaya masyarakat yang lebih luas. Dan (4) perlunya penggunaan pemikiran diakronik untuk dapat mengkaji sebab-sebab kemunculan dan kemantapan sesuatu permasalahan yang ada. 4. Hasil Penelitian a) Kondisi Geografis, Demografis, dan Sosio-Historis Kota Malang Secara topografis, Malang berada pada ketinggian antara 440-557 meter di atas permukaan laut, serta secara geografis terletak pada 112,06 -112,07 derajat bujur timur dan 7,06 8, 02 derajat lintang selatan. Kondisi klimatologis, Malang berhawa sejuk dan kering dengan tingkat kelembaban 73% serta suhu rata-rata 24,13 derajat celcius. Suhu terendah pada bulan Juli atau Agustus berkisar 14 derajat celcius dan suhu tertinggi pada bulan Nopember dengan 32,2 derajat celcius. Secara administratif Kota Malang terdiri atas wilayah urban yang meliput lima kecamatan yaitu Kecamatan Kedung Kandang, Kecamatan Klojen, Kecamatan Blimbing, Kecamatan Lowokwaru, dan Kecamatan Sukun. Kota Malang berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Malang. Batas-batas wilayah kota Malang melipurti, Kabupaten Malang di sebelah timur (wilayah kabupaten di Kecamatan Pakis dan Tumpang) , utara (wilayah kabupaten di kecamatan Singosari dan Karangploso) dan selatan (wilayah kabupaten di Kecamatan Pakisaji dan Tajinan). Sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Malang wilayah kecamatan Dau dan Wagir, serta berbatasan pula denganKota Batu.

12

Secara Keseluruhan kecamatan di Kota Malang berjumlah 5 kecamatan, dengan 57 kelurahan, 505 RW, dan 3.718 RT. Kondisi demografis kota Malang menunjukkan bahwa Malang merupakan kota besar, kota nomor dua setelah Surabaya untuk ukuran Jawa Timur. Pada periode 1999-2000 rata-rata laju pertumbuhan penduduk setiap tahunnya adalah 0,86% (sensus penduduk 2000). Jumlah penduduk pada 2002 berdasarkan hasil SP 2000 berjumlah 772.642 orang/jiwa. Jumlah penduduk ini mendiami wilayah Malang yang seluas 110.06 kilometer persegi dengan densitas penduduk adalah 7.020iwa. Wilayah terpadat adalah kecamatan Klojen berjumlah 12.773 jiwa per kilometer persegi dan densitas terendah adalah Kecamatan Kedungkandang dengan 3,982 jiwa per kilometer persegi. Menururt sejarahnya, Malang telah ada sekitar abad ke-12 Masehi. Pada masa dahulu Malang merupakan daerah wilayah Adipati Tumapel yang kemudian berkembang menjadi Kerajaan Singosari. Dengan letak geografis yang berada di dataran tinggi, Malang dikelilingi oleh beberapa gunung berapi seperti Arjuno, Semeru, Kawi dan Pegunungan Tengger dan perbukitan Buring di wilayah kota. Dasar lembah wilayah Malang termasuk terjal tetapi datar. Sampai tahun 1900, Malang masih merupakan daerah kota kabupaten kecil di pedalaman ketika ibu kota karesidenan masih berpusat di Pasuruan. Mengingat Malang merupakan daerah pegunungan yang subur, maka Malang selanjutnya berkembang ke arah wilayah industri perkebunan dan peristirahatan yang strategis bagi pemerintah kolonial Belanda. Akibatnya Malang berkembang menjadi sebuah kota yang ramai sampai berlanjut berpindahnya ibukota karesidenan dari Pasuruan ke Malang. Sebagai daerah perkebunan sekaligus daerah peristirahatan, maka penduduk Malang terus bertambah dan menjadikan wilayah Malang semakin luas dan untuk memperkuat kedudukan Belanda, maka Malang dijadikan pusat militer pemerintah kolonial. Pada tahun 1914, wilayah Malang secara administratif dibagi menjadi dua yaitu wilayah kabupaten (regentschaap) dan wilayah kotapraja (gemeente). Sesudah Malang menjadi gemeente secara resmi pada 1914, banyak dilakukan pembangunan dan didirikan badan-badan pemerintahan, penataan wilayah perdagangan dan pemukiman militer. Pada masa sekarang, kota Malang menggalakkan pembangunan dengan konsep Tri Bina Cipta yang meliputi Pendidikan, Perdagangan dan Pariwisata. Ketiganya

13

memungkinkan Malang menjadi kota tujuan migrasi dan mobilitas penduduk dari berbagai pelosok tanah air, sehingga menjadikan Malang sebagai kota metropolit dengan penduduk berciri plural baik etnis, suku, golongan, agama, dan latar belakang sosial budaya. Yang menjadi primadona adalah Pendidikan, sehingga diciptakan sebuah ikon, Malang sebagai kota pendidikan. Dalam penataan kawasan kota, meskipun masa sekarang telah banyak mengalami perubahan dan pengembangan, namun peninggalan penataan wilayah kota pada zaman kolonial belanda masih sangat lekat dengan ingatan warga kota Malang, misalnya wilayah Pecinan, wilayah Embong Arab/kampung Arab, wilayah golongan Eropa di Ijen, wilayah kompleks Maduran, dan kampung-kampung yang dihuni oleh penduduk asli. Istilah-istilah untuk kelompok Jawa misalnya pada toponim seperti Kidul Dalm, Tumenggungan, Jodipan, Kutha Bedhah, Kudusan, Kayutangan, kebalen, Jagalan, Orooro Dowo, Klampok Kasri, Dinoyo, Celaket, Kidul Pasar, Kasin, Pertukangan, Purwadadi, Purwantoro, Pandean, Klojen, Tanjung, Sawahan, Sukun, Bareng, Jenggrik, Sumbersari, Ketawang Gede, dlll. Sekarang wilayah kota Malang dihuni oleh beragam latar belakang sosial ekonomi, etnis, dan agama yang semakin heterogen tanpa melihat status sosial dan pemetaan wilayah. Pemekaran kota dari 3 kecamatan menjadi 5 kecamatan serta semakin padatnya penduduk, terutama di wilayah perkampungan dan munculnya kompleks-kompleks perumahan menjadikan Malang sebagai kota heterogen dalam interaksi sosial yang semakin horisontal dan bebas. Kompleks perumahan ini menimbulkan penilaian stereotipe baru dalam masyarakat, bukan karena latar belakang etnis dan suku, tetapi dari latar belakang ekonomi, misalnya kompleks perumahan sebagai gambaran masyarakat menengah ke atas. Beberapa kompleks perumahan yang ada misalnya Perumahan Sawojajar, Bumi Purwantoro, Puskopad, Bunul, Srikandi, Pondok Blimbing Indah, Taman Ijeng, Dieng, Riverside, Joyo Grand, Perumahan Dewata, dan semakin hari semakin bermunculan kompleks-kompleks perumahan baru dalam skala kecil dengan nama-nama dalam bahasa Inggris. Ada kesan atau stereotipe berdasarkan latarbelakang sosial ekonomi perumahan, misalnya perumahan PBI (Pondok Blimbing Indah) merupakan wilayah elit dan dihuni kelompok atas, demikian juga perumahan Dieng yang rata-rata dihuni warga etnis Tionghoa. Sementara

14

perumahan sawojajar sebagai kota satelit dihuni oleh penduduk dengan tingkat heterogen yang sangat tinggi. kota yang dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda, maka tidak mengherankan apabila banyak bangunan-bangunan peninggalan kolonial belanda yang masih tersisa dan menjadi daya tarik tersendiri. Sebagai wilayah kota yang tidak mempunyai wisata alam, Kota Malang sebagai tempat tujuan wisata melengkapi dengan pertokoan atau pusat perbelanjaan, transportasi kota, agen travel, hotel, restoran, masyarakat lain. b) Kondisi Objektif dan Problematika Pariwisata Kota Malang Kota tujuan wisata di Malang sebenarnya adalah wilayah Kabupaten Malang dan Kota Batu. Kedua daerah tujuan wisata ini memiliki keanekaragaman objek kunjungan wisata karena faktor alam. Sementara kota Malang sebagai wilayah transit dan bukan tujuan wisata yang sebenarnya.Meskipun demikian, Kota Malang menyediakan berbagai sarana wisata yang menunjang kabupaten dan kota Batu, seperti sarana transportasi, hotel, pusat perbelanjaan, pusat pendidikan tinggi, dan fasilitas sejarah bangunan bersejarah peninggalan masa kolonial. Kota Malang tidak memiliki pesona alam dan laut untuk tujuan wisata, sehingga semua lokasi kunjungan wisata berupa wisata buatan sebagai tempat rekreasi dan hiburan. Hal ini yang menjadi isu sentral penelitian ini yaitu persoalan diversitas objek kunjungan wisata kota. Secara umum masyarakat kota Malang mengenal beberapa objek wisata yang selama ini dikunjungi dalam lingkup pariwisata keluarga, baik warga kota maupun kabupaten. Beberapa tempat yang dikunjungi sebagaimana dalam tabel berikut ini. Tabel 01 OBJEK WISATA KOTA MALANG BERDASAR OPEMAHAMAN MASYARAKAT KOTA a. MONUMEN/TUGU/PATUNG No Nama Objek Wisata Kota 1 Monumen Tugu Kemerdekaan (Tugu Alun-alun Bunder) 2. Monumen Juang depan Stasiun Baru 3. Monumen Selamat Datang 4. Monumen TRIP 5. Monumen Sudirman 6. Monumen Melati Alamat Jalan Tugu Jalan Kartanegara Jalan A Yani Utara Jalan Semeru Jalan P.Sudirman Jalan Ijen depan Musium dan layanan

15

7. Monumen Adipura 8. Patung Chairil Anwar 9. Patung Hamid Rusdi 10. Patung Ken Dedes 11. Patung Trip b. Musium 1. Musium Brawijaya 2. Musium Zoologi 3. Musium Sejarah (arkeologi) Musium Pribadi c.Taman Rekreasi 1. Taman Rekreasi Kota (Tarekot) 2. Taman Rekreasi Senaputra 3. Taman Rekreasi Tlogomas 4. Taman Rekreasi Dieng 5. Taman Alun-alun Bunder 6. Taman alun-alun Masjid Jamik d. Candi 1. Cani Badut 2. Peninggalan Arkeologi Watugong e. Belanja 1. Pasar Bunga 2. Pasar Tugu (Sabtu-Minggu) 3. Pasar Besar 4. Pecinan 5. Mall Malang Town Square 6. Mall Mitra I dan II 7. Plaza Gajahmada 8. Plaza Dieng 9. Plaza Malang 10. Sarinah 11. Matahari Dept. Store 12. Ramayana Dept. Store 13. Alfa Supermarket 14. Hero Supermarket 15. Pulosari Supermarket 16. Plaza Araya f. Spiritual 1. Masjid Agung Malang 2. Gereja Katolik Katedral 3. Gereja Protestan 4. Gereja Katolik Paroki 5. Pura Hindu 6. Klenteng Tian An Kiong g. Makam

Jalan Semeru Jalan Jend. Basuki Rahmat Jalan Simpang Balapan Jalan A yani Utara Jalan Pahlawan TRIP Jalan Ijen Kawasan Dieng Jalan Sukarno Hatta Hotel Tugu, dan Rumah Makan Jalan Majapahit Jalan Kahuripan Jalan Raya Tlogomas Perumahan Dieng Jalan Tugu Jalan Basuki Rahmat Perumahan Dieng/Karangbesuki Jalan Tlogosuryo Jalan Kahuripan Stadion Luar Gajayana Jalan Pasar Besar Jalan Pasar Besar Jalan Veteran Jl. S.Parman dan Jl.Agus Salim Jl. Agus Salim Jl. Raya Langsep Jl. Agus Salim Jalan Basuki Rahmat Jalan Pasar Besar Jalan Merdeka Timur Jalan A. Yani Jl.Basuki Rahmat Jl.Pulosari Pondok PBI Jl. Merdeka Barat Jl. Basuki Rahmat Jl.Merdeka Barat Jl. Ijen Buring Malang Jalan Martadinata

16

1. Makam Ki Ageng Gribig h.Olah Raga 1. Velodrome 2. GOR Ken Arok 3. Stadion Gajayana h. Warisan Arsitektur 1. Bangunan SMA Cor Jesu 2. Bangunan SMP Vreteran 3. Bangunan Kompleks SMA Tugu 4. Bangunan Balaikota Malang 5. Bangunan Wisma IKIP Malang/UM 6. Bangunan dan Rumah Makan Oen 7. Bangunan Gedung KPN 8. Bangunan Hotel Pelangi 9. Bangunan Bank Mandiri 10. Bangunan Bank Indonesia 11. Bangunan Penjara Lowokwaru 12. Bangunan SMA Dempo i. Boulevard 1. Jalan Raya Ijen

Jl.Ki Ageng Gribig Kd.kandang Sawojajar Jl. Bumiayu Buring Jl. Semeru Jl. J.A. Suprapto Jl. J.A. Suprapto Jalan Tugu Jalan Tugu Jalan Tumapel Jalan Basuki Rahmat Jalan Merdeka Selatan Jalan Merdeka Selatan Jalan Kauman Jalan Merdeka Utara Jalan Karya Timur Jalan Talang Jalan Ijen objek wisata

Berdasarkan data di atas dapat dikatakan bahwa, tempat-tempat

tersebut pada dasarnya bukan sebagai tujuan akhir wisatawan. Mereka umumnya memanfaatkannya sebagai sarana mampir. Hal ini memiliki nilai positif maupun negatif. Seperti pada tugu dan monumen, pada dasarnya terdapat konsep yang bias, yaitu tugu dan monumen sebagai hiasan taman kota atau dapat dijadikan sebagai sarana kunjungan wisata. Lokasi wisata seperti musium, pusat perbelanjaan, bangunan arsitektural, dan boulevard, pada dasarnya memiliki potensi untuk tujuan wisata namun perlu dilihat volume kunjungan serta aspek-aspek penunjang wisata yang lain agar benar-benar bepotensi menjadi tujuan akhir wisatawan. Sementara taman rekreasi kota, juga menunjukkan adnya potensi untuk berkembang tidak saja bagi wisatawan sendiri (dalam wilayah Malang Raya) namun juga wisatawan domestik dan manca negara. Hal ini perlu pembahasan lebih lanjut pada penjelasan-penjelasan beikutnya. Berdasarkan hasil penelitian dapat dikatakan bahwa umumnya tempat-tempat kunjungan wisata yang cukup potensial sebagaimana dalam data di atas memiliki prediksi yang cukup menjanjikan, namun berbagai problema yang dapat dijelaskan adalah (1) volume kunjungan wisatawan yang cukup fluktuatif, misalnya hanya ramai pada saat libur anak sekolah dan pengunjung terbatas warga kota sendiri yang sudah tentu tidak banyak 17

berpengaruh terhadap ekonomi makro, (2) belum terpahaminya diversitas objek wisata, bukan sekedar mengunjungi tempat luas yang segar untuk rekreasi, namun dapat juga mengunjungi objek untuk belajar sejarah, sarana pendidikan, menjalankan ritual berdasarkan agama atau kepercayaan tertentu, dan sinergitasnya dengan aspek-aspek di luar kepariwisataan, (3) sarana pendukung di sekitar lokasi wisata, dan (4) faktor pengelolaan tempat wisata, baik kebersihan, layanan, diversifikasi objek, dan publikasi, (5) beberapa tempat yang sebenarnya potensial, namun belum dijadikan objek wisata dan perlu dikembangkan melalui penataan sumberdaya lingkungannya. Secara rinci berbagai problema pariwisata kota Malang berdasarkan observasi dan temuan-temuan atas objek wisata yang telah ada sebagai berikut : Tabel 02 PROBLEMATIKA OBJEK WISATA KOTA MALANGNo Objek Wisata Kondisi Fisik dan Kepeminatan 1 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Monumen/Tugu /Patung Musium Taman Rekreasi Candi Belanja Spiritual Makam Olah Raga Warisan Arsitektur Boulevard V V V Problematika Keanekaragama n yang ditawarkan V V V V V V V V V Keterkaitannya dengann sarana prasarana sekitar objek V V V V V V V V V V Manajerial

V V V V V V V V V

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa kondisi fisik dan kepeminatan merupakan kondisi riil baik yang menyangkut bentuk fungsi dan makna bangunan yang memberikan daya tarik atau minat khusus. Tanda (V) merupakan hal yang harus diperhatikan karena aspek-aspek bernilai negatif yang kurang. Mialnya objek tugu, momumen dan patung, secara fisik memang menarik dan indah sebagai bagian taman kota, namun aspek-aspek yang berkaitan dengan tugu tersebut misalnya informasi, souvenir, dan hal-hal yang menyangkut serta berada di dekat lokasi kurang memiliki nilai diversitas, demikian pula keterkaitannya dengan sarana dan prasarana di sekelilingnya, misalnya letak monumen di jalan raya yang padat sehingga sulit untuk parkir, kurangnya taman yang luas, tempat

18

duduk di taman atau di dekat patung, tanaman hias. Hampir semua patung dan tugu tidak memiliki akses parkir, tempat santai maupun hal-hal yang menunjang keselamatan. Dapat diasosiasikan dengan patung,monumen, atau tugu di negara-negara maju seperti Inggris, Australia, Singapura, selalu ditempatkan di tengah taman kota yang luas dan memiliki akses-akses layanan publik yang lengkap. Hampir semua pos objek kunjungan wisata dalam tabel 01 tidak mendapat akses layanan publik sehingga keterkaitannya dengan sarana atau prasarana di sekitar objek menjadi terganggu. Selain itu pengunjung akan enggan datang karena bersifat monoton, keanekaragaman yang ditawarkan kurang dijadikan dengan satu kesatuan dengan lingkungan sekeliling, contoh Monumen Juang di Jalan Kartanegara merupakan satu kesatuan dengan Setasiun Kota, Taman Kartanegara, alun-alun bunder dan monumen tugu. Demikian juga dengan objek-objek yang lain. Masalah manajerial hampir semua objek memiliki kelemahan kecuali mall dan pusat perbelanjaan. c) Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Pariwisata Kota Malang Bagaimanapun keterbatasan objek wisata di kota Malang, paling tidak semuanya merupakan aset yang harus dirawat sehingga salah satu tujuan politik Malang sebagai kota tujuan wisata dapat dicapai. Oleh sebab itulah perlu dilakukan kajian dengan SWOT Analysis atau kajian yang memfokuskan analisisnya pada aspek-aspek kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman serta melihat beberapa faktor yang mempengaruhi baik internal maupun eksternalnya. Beberapa indikasi kekuatan, kelemahan , Peluang dan Ancaman pariwisata kota Malang sebagai dasar konsepsi menuju Pariwisata Terpadu dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Tabel 03 KEKUATAN, KELEMAHAN, PELUANG, ANCAMAN PARIWISATA KOTA MALANGKekuatan Malang merupakan kota besar nomor 2 di Jawa Timur, sehingga berpotensi menjadi kota metropolitan setelah Surabaya. Sebagai kota metropolitan, maka Malang mampu menjadi pusat: Pendidikan, Perdagangan, Budaya, Pemerintahan, dan Pariwisata. Kelemahan Malang merupakan wilayah kota yang tidak memiliki potensi alam seperti gunung dan pantai. Pertumbuhan hotel dan hiburan kota yang minim karena berbagai faktor menyebabkan pengunjung lebih menyukai wilayah Batu. Peluang Pertumbuhan ekonomi dan demografis membuka peluang Malang sebagai kota Metropolitan yang berpeluang berdiversifikasi ke arah kota tujuan wisata. Ancaman Perumbuhan ekonomi, demografis, dan politik, bangunanbangunan bersejarah dan bernilai tinggi dihancurkan digantikan bangunan baru yang membuat rusaknya ekologi

19

Malang secara klimatologis dan geografis diuntungkan sebagai Kota didataran tinggi dengan udara yang sejuk dan nyaman untuk dikunjungi. Malang sudah lama dikenal sebagai kota pusat Pendidikan baik dasar, menengah mauoun universitas, sehingga banyak dikunjungi oleh pelajar dan mahasiswa untuk menempuh pendidikan di Malang serta dijadikannya tempat penyelenggaraan seminar di tingkat nasional maupun internasional. Sejarah besar nasional, seperti keberadaan Kerajaan Singasari yang berada di kabiupaten Malang dapat membantu kota Malang sebagai pusat tujuan sebelum menuju ke wilayah kabupaten, demikian pula Malang sebagai wilayah persilangan antara kabupaten Malang, Kota Batu dan wilayah selatan Jawa Timur. Arsitektural kota Malang yang dibangun oleh Karsten pada masa kolonial Belanda identik dengan kota Bandung, sehingga dimungkinkan menjadi kota kembar yang secara planologis mirip dengan kota-kota di Eropa.

Meskipun Malang sebagai kota pendidikan, namun untuk penyelenggaraan konferensi, diskusi, seminar, pelatihan, dsb. Lebih dipilih Batu. Sektor pendidikan belum disinergikan dengan sektor pariwisata.

Keberadaan sejarah, bangunan arsitektur yang khas Malang berpeluang Malang menjadi kota wisata dengan berciri kolonial. Kesadaran Masyarakat untuk berkarya dalam berbagai bidang dapat menunjang wisata non alam sebagai pengembangan, misalnya wisata kebudayaan dalam arti yang luas.

sosial budaya. Bangunan, daerah peresapan kota, taman, diganti dengan ruko, mall, pemukiman atau halhal yang membawa dampak ekonomi instan. Pertumbuhan penduduk sebagai akibat urbanisasi memungkinkan timbulnya wilayahwilayah kumuh, tata kota yang berubah untuk pemukinan, dan ancamanaacaman karena kerusakan lingkungan (ekologis).

Berdasarkan tabel di atas dapat disarikan beberapa faktor internal dan eksternal pada masing-masing sumber kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Beberapa faktor internal misalnya (1) kemauan politik (political will) pemimpin di kota Malang dalam melihat pariwisata sebagai satu kesatuan holistik dengan berbagai aspek (2) rendahnya apresiasi terhadap sejarah dan benda-benda peninggalan sejarah. Benda sejarah masih dipandang secara emosional dengan tidak sesuai dengan modernisasi atau berbau kolonial. Justru dengan sejarah akan terbentuk sebuah kesadaran sebagai bangsa, (3) masih dominannya beberapa pengusaha besar yang berhasil melakukan negosiasi dan lobi dengan kekuasaan untuk mengubah tatakota sebagai tinggalan sejarah menjadi hal baru yang membawa keuntungan ekonomis, (4) kesadaran masyarakat untuk lebih berpotensi yang

20

dapat menghasilkan kekhasan baik dalam gagasan, perilaku, maupun menghasilkan benda, sehingga menunjang pariwisata. Sedangkan faktor eksternal adalah (1) kompetisi dengan wilayah kabupaten Malang dan Kota Batu yang memiliki kekayaan pariwisata alam, (2) tekanan politik yang menjadikan pariwisata bukan andalan utama sumber penerimaan pajak dan PAD, serta (3) hal-hal di luar dugaan seperti bencana alam sebagaimana dampak lumpur Lapindo di Sidoarjo yang berimbas pada transportasi dan ekonomi Malang dan sekitarnya, (4) pertumbuhan hotel dan prasarana penunjang pariwisata yang belum signifikan. d) Potensi Alternatif Kepariwisataan Kota Malang Berdasarkan hasil observasi, studi dokumentasi dan pengkajian dipeoleh penjelasan bahwa Malang memiliki berbagai potensi yang dapat dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata. Pada akhirnya dengan diversifikasi jenis tujuan wisata ini akan membawa dampak positif dan signifikan dengan pemerolehan pendapatan asli daerah maupun sumber-sumber pajak bagi pembangunan kota. Sebagaimana telah disebutkan dari lokasi wisata yang telah ada sebagaimana disebutkan dalam tabel 01 terdahulu, maka dalam penentuan potensi alternatif kepariwisataan kota Malang didasarkan atas asumsi-asumsi tertentu. Asumsi adalah dugaan, anggapan, pikiran, postulat, yang merupakan landasan berpikir dalam menentukan suatu hal. Asumsi pertama adalah Malang merupakan kota yang memiliki sejarah panjang. Kota bentukan pemerintah kolonial Belanda, maka Malang memiliki peninggalan sejarah atas terbentuknya kota Malang baik secara administratif, pemerintahan, kehidupan sosial ekonomi dan politik. Asumsi ini melahirkan sebuah model alternatif wisata sejarah. Wisata sejarah dapat meliputi tinggalan bangunan dan arsitektural, tinggalan arsip-arsip, dan tata ruang kota. Berdasarkan hal asumsi pertama ini, maka alternatif yang perlu diadakan, dikembangkan, diperbarui dan dibina adalah wisata bangunan-bangunan kolonial, wisata gaya-gaya arsitektur kolonial, wisata arsip, wisata boulevard, dan wisata, wisata memorabia. Wisata bangunan kolonial harus didukung oleh peraturan daerah atas terlindunginya aset bangunan-bangunan bersejarah (national trust) sebagai aset negara dan harus dilindungi demi hukum. Oleh sebab itu perlu kerjasama dengan yayasan atau lembaga perlindungan benda bersejarah dan bangunan bersejarah , kelompok-kelomppk heritage dan sudah tentu political will pemerintah kota. Arsip-arsip sangat diperlukan

21

dalam kajian sejarah dan akademis, mulai dari arsip surat, foto, selebaran, koran, majalah, dan arsip-arsip penting sebagai dokumen rahasia pada masa lalu sejak dibentuknya Malang sebagai gemeente atau kotapraja sampai masa sekarang. Wisata arsip merupakan bagian dari wisata perpustakaan (library tourism) yang tidak saja mengoleksi buku-buku masa sekarang tetapi juga buku-buku tempo dulu dan naskah-naskah lama yang mengandung nilai sejarah dan estetika yang tinggi. Wisata arsip merupakan wahana pelancongan dengan nuansa masa lampau melalui pengenalan arsip-arsip yang tersimpan di badan Arsip daerah /Kota Malang, dikemas dan dapat disentuh dengan rasa sinematografi. Ketika pemerintah kolonial membangun Malang sebagai kotapraja atau kota madya tentunya disertai dengan penataan tata kota, kewilayahan, pemukiman, dan lahan-lahan peruntukan publik dan pemerintahan. Meskipun telah mengalami perubahan, namun beberapa aset yang masih bisa diselamatkan dapat dijadikan kota tujuan wisata misalnya kota lama, Pecinan, Kampung Arab, kompleks militer Belanda di Malang, boulevard di sekitar Jalan Besar Ijen, dan sebagainya. Pada masa lalu tempat-tempat tertentu pernah diadakan suatu peristiwa, kegiatan, atau festival. Untuk mengingatkan masa lalu dalam kekinian (the past in the present) misalnya pasar malam, festival makanan atau yang lain pada suatu tempat dan suatu waktu. Pernah dilakukan Dinas Pariwisata kota Malang yang menjadikan sepanjang jalan Ijen sebagai Pasar Malam Malang tempo Doeloe, hal inilah memorabia tourism yang perlu dikembangkan. Meskipun Malang dibangun Belanda oleh arsitek Karsten, sebagai kota kembar dengan kota Bandung, namun daerah-daerah yang dihuni oleh penduduk pribumi masa itu mendiami wilayah dengan nama kampung asli Malang yang sekarang sudah berubah nama karena nasionalisasi. Hal ini dapat dijadikan alternatif tujuan wisata sejarah yang berpayung pada konsep Toponem. Hal ini perlu dihidupkan kembali seiring dengan otonomi daerah dengan kearigan lokal dan ciri kedaerahan yang harus dikembalikan seperti semula setelah mengalami proses penyeragaman nama dan nasionalisasi. Nama-nama sekarang seperti nama Jalan yang menggunakan nama pahlawan nasional, pahlawan revolusi, pahlawan daerah, nama gunung, nama sungai, nama kota, nama perjuangan, meskipun tidak harus diubah tetapi diberi tambahan informasi dan suasana yang khas sebagai hak kultural wilayah Malang. Nama-nama lokal Malang yang telah hilang dan harus ditumbuhkan kembali sebagai daya tarik wisatawan berdasarkan data dokumentasi yang berhasil diperoleh dan diurutkan secara alfabetis adalah sebagai berikut :

22

Betek mBuri Pasar mBuri Loji Blimbing Dinoyo Embong Arab Glintoeng Gandean Grejan Grajen Gadang-Mergosono 8. DAFTAR PUS Jagalan Pilang Trem Jagalan Jodipan Kasin Kulom Kasin Kidul Klojen Kidul Kidul Pasar Kebonsari

Kulon Pasar Kisul Dalem Kudusan Klenteng Kabupaten Kebalen Kebalen Wetan Kuthobedhah Lowokwaru Lowokdoro Mergan Oro-oro dowo Pegadean Pecinan Kecil Pertukangan Sawahan Sukun Klayatan Tjelaket Talun Lor

Talun Kulon Tanjung Tenun Temengungan Kulon Tumenggungan Wetan Wetan Pasar Pecinan Kauman Sumbersari Gading Pesantren Gading Purwodadi Purwantoro Palawijen Plaosan Arjosari Pandean Genuk Watu Keben

Nama-nama tersebut sekarang sudah mengalami perubahan nama seperti Jalan Mayjen Haryono, Jalan Veteran, Jalan Sudirman, dll. Untuk memberikan daya tarik pemunculan kembli nama-nama asli daerah memberikan kontribusi positif yang mendukung pariwisata kota. Nama tersebut dapat disebutkan di bawah nama jalan baik ditulis dengan aksara Latin maupun aksara Jawa. Asumsi kedua adalah Malang sebagai Kota Perdagangan. Sebagai kota yang dikembangkan menjadi pusat perdagangan, maka banyak bermunculan pusat-pusat perdagangan, seperti pasar grosir, pasar tradisional, supermarket, mall dan supermall. Oleh sebab itu pariwisata yang dapat dikembangkan adalah pariwisata belanja. Persoalannya adalah ragam, jenis, dan komoditi barang-barang yang diperdagangkan. Dengan mengambil pola asosiasi kota Surakarta sebagai pusat batik maka pariwisata di Surakarta adalah wisata belanja batik dengan pusat di Pasar Klewer. Demikian pula, Malang sebagai kota modern maka dengan adanya pusat-pusat berlanja perlu dipikirkan pengambangan fasilitas pendukung seperti kemudahan transportasi, parkir, tempat makan, keamanan dan jalan-jalan yang menghubungkan pusat-pusat perdagangan. Wisata jalan-jalan merupakan salah satu alternatif untuk asumsi kota perdagangan. Asumsi Ketiga Malang sebagai Kota Pendidikan memberikan banyak manfaat karena menjadi tujuan orang untuk menuntut ilmu di Malang. Dengan banyaknya sekolah

23

dan universitas, semakin banyak berkembang sektor-sektor lain yang bersangkut paut dengan pendidikan, misalnya toko buku, wisata kampus, penerbit, museum, galeri seni, tempat-tempat konferensi, perpustakaan dan tempat kos. Hal ini memungkinkan tingkat migrasi dan pertumbuhan penduduk dengan aneka potensi semakin tinggi. Oleh sebab itu dapat bermunculan sanggar-sanggar seni, pusat diskusi, laboratorium, musium ilmu pengetahuan, pusat IPTEK, pusat studi dan kelompok-kelompom akademis. Hal ini memungkinkan tumbuhnya wisata budaya dan wisata konvensi untuk kota Malang. Hotel dengan representasi convention hall harus dikembangkan di kota Malang apabila tidak mau harus bersaing dengan kota Batu. Asumsi keempat Malang sebagai Kota Budaya. Sebagai kota budaya, Malang cukup berpotensi, misalnya sanggar-sanggar yang mengembangkan tari Topeng Malang, tari Beskalan, Ludruk, wayang kulit, Campursari, beberapa budaya material seperti arsitektur kolonial, pemukiman Pedalungan di Gunung Buring dan perkampungan khas kota Malang. beberapa Komunitas juga merupakan salah satu kenyataan

kultural. Untuk itu dapat pula dikembangkan komunitas Pecinan, komunitas Kauman, dan komunitas Pedalunga, bahkan komunitas para ekspatriat asing. Sudah tentu ada kegiatan yang menonjol pada masing-masing komunitas, misalnya perdagangan, keagamaa, profesional, dan sebagainya. Warisan sejarah dan purbakala yang dapat dijumpai di kota atau memang sengaja diadakan misalnya musium, galeri seni, pusat ekshibisi kebudayaan lokal dan keramik. Tempat ibadah seperti Masjid, Gereja Katolik, Gereka Protestan, Pura, Vihara dan Kelenteng dapat dikembangkan. Makam yang mengandung unsur sejarah sebagaimana yang telah ada misalnya makan Ki Ageng Gribig, makanm para bupati, dan makam-makan tertentu yang bagi sementara orang mempunyai makna khusus. Seni Kriya dan Kerajinan dapat dijadikan objek wisata budaya bagi kota Malang, misalnya ukiran, batik Malang, perusahaan rokok, jamu, keramik Dinoyo, gerabah Jenggrik, wayang Malangan. Asumsi kelima Malang sebagai Kota Industri. Sebagai kota industri Malang dapat berkembang menjadi pusat tujuan wisata. Industri mebelair di Purwadadi, industri Rokok dan beberapa industri produk rumah seperti Keripik Tempe Sanan, Keripik Buah dan beberapa produk makanan (kuliner). Malang memiliki makanan tradisional yang dapat dikembangkan menjadi industri, seperti bakso Malang (bakwan Malang), rujak, soto, maupun

24

rawon, pecel,

ronde, sirup, jenang, dan sebagainya. Peranan pasar tradisional cukup

relevan. Dapat pula asumsi industri ini menunjang produk gula, bunga, dan buah. Pabrik gula Kebon Agung yang berada di perbatasan Kota Malang dengan Kabupaten Malang dapat dimanipulasi ke arah positif menjadi tujuan wisata. Bunga dan buah meskipun didatangkan dari Batu dan Kabupaten Malang, namun Malang cukup efektif untuk pasar dan proses produk selanjutnya. Asumsi Keenam Malang sebagai Kota Peristirahatan. Pemanfaatan villa-villa peninggalan kolonial Belanda, gedung tua yang direnovasi kembali, serta hotel-hotel yang eksotik seperti Hotel Tugu, Grand Hotel, Hotel Gajahmada, dan Hotel Santika, Hotel Trio, Hotel Kartika, Hotel Kartika Prins dan Regent Hotel, serta beberapa guest house dan losmen dapat memberikan kontribusi positif kunjungan wisata sebagai penunjang asumsi Malang sebagai kota peristirahatan. Dikembangkan pula taman-taman kota, boulevard, dan wisata sight seeing yang bekerjasama dengan Lanud. Abd. Saleh Pakis Malang. Penjelasan di atas dapat disederhanakan dalam bagan berikut ini.

Bagan 02 ASUMSI KEBERADAAN KOTA MALANG DAN PENGEMBANGAN WISATA Malang kota Bernilai Sejarah Malang kota Perdagangan Wisata sejarah, memorabia events, wisata arsip, wisata bangunan kuno , toponim Wisata Belanja, Wisata Kuliner, Wisata Jalan, Pasar, Mall, Festival, Ekshibisi, Museum, galeri, Sanggar, Laboratorium, Convention Hall,sanggar, Pusat Studi, Exhibisi, Toko Buku, wisata kampus

ASUMSI

Malang sebagai Kota Pendidikan

25

Malang sebagai Kota Budaya Malang sebagai Kota Industri

Wisata Seni Pertunjukan, Galeri, seni Musik, Seni Pentas, Mueseum Seni, kawasan Komunitas, Gula, Buah, Bunga, rokok, makanan tradisional, kripik, keramik, seni kriya Villa, hotel, taman kota, boulevard, sight seeing, wisata jalan

Malang Sebagai Kota Peristirahatan

e) Model Hipotetik Pola Pengembangan Pariwisata Terpadu yang Bertumpu pada Model Pemberdayaan Masyarakat Berdasarkan asumsi-asumsi tentang Kota Malang dan peluang pengembangan wisata kota, maka dapat dikembangkan sebuah model hipotetik pola pengembangan pariwisata terpadu yang bertumpu pada model pemberdayaan masyarakat. Dasar-dasar pertimbangan model adalah aspek-aspek-aspek (1) konservasi lingkungan, (2) revitalisasi dan konservasi sejarah dan budaya, (3) pemberdayaan masyarakat. Adapun Kerangka Model Hipotetik yang dikembangkan adalah sebagai berikut : Bagan 03 DIAGRAM MODEL (a) diversifikasi, (b) daya tarik, (c) keterpaduan, (d) keterlibatan antar dan lintas sektor. Diagram model yang dimaksud

26

Political Will PENGELOLAAN

Peranserta Masyarakat

KONSERVASI LINGKUNGAN Kerangka Model Pengembangan Wisata Kota Malang

Diversifikasi Objek Wisata Daya Tarik Objek Wisata Keterpaduan Objek Wisata Keterlibatan antar dan Lintas sektor

REVITALISASI DAN KONSERVASI SEJARAH DAN BUDAYA

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Sarana Transportasi dan Akomodasi Hotel

Sarana Perbankan dan Money Changer Fasilitas Penunjang

Sarana Keamanan

Diagram tersebut menunjukkan bahwa peranan political will dalam upaya mengembangkan pariwisata Kota Malang sangat penting karena sebagai otoritas pemerintahan kota. Sudah tentu hal ini harus didukung oleh peran serta masyarakat dalam membuka usaha-usaha yang berkaitan dengan kepariwisataan seperti hotel, tempat hiburan, usaha toko suvenir dan makanan, retaurant dan jasa-jasa yang lain. Pihak pemerintah kota mempunyai kewenangan manajerial dan promosi (marketing wisata) dan masyarakat mensupportnya. Dalam pelaksanaannya harus dilakukan dalam kerangka pemberdayaan segala potensi yang dimiliki kota untuk tujuan wisata yang berakhir pada peningkatan kesejahteraan. Dalam wujudnya, pelaksanaannya didasarkan berdasarkan paradigma (1) konservasi lingkungan, (2) revitalisasi dan konservasi sejarah dan budaya, (3)

27

pemberdayaan masyarakat. Pembangunan kawasan wosata baru harus mencermati kepentingan pelestarian lingkungan dan memperhatikan tata ruang kota yang telah diundangkan dalam peraturan daerah. Peninggalan sejarah dan budaya perlu dilindungi peraturan daerah , dengan upaya merevitalisasi, melakukan renovasi, dan upaya-upaya pelestarian. Sementara usaha mikro masyarakat dapat dikembangkan dengan berbagai kemudahan mendapatkan kredit usaha yang mendukung pariwisata. Ketiga hal ini merupakan kerangka model pengembangan pariwisata kota Malang. Setelah kerangka dasar ini terbentuk, maka dalam realisasi program-program wisata akan dikembangkan melalui (a) diversifikasi, (b) daya tarik, (c) keterpaduan, (d) keterlibatan antar dan lintas sektor. Diversifikasi sebagaimana sudah dijelaskan pada bagan 2 didasarkan atas asumsi-asumsi yang dikembangkan. Asumsi ini melahirkan postulat, metode, teknik dan strategi-strategi pengembangan wisata terpadu. Sebagai contoh Kawasan buring memiliki pesona alam perbukitan yang indah, terdapat sarana GOR Ken Arok, maka secara terpadu dapat didiversifikasi melalui tujuan wisata olah ragasightseeing dari puncak bukit buring-konservasi budaya masyatakat Madura di Buring, kawasan pendidikan, layanan sosial, tempat rekreatif berupa taman kota berikut plazaplaza, paket wisata jalan kaki, paket wisata naik sepeda gunung Buring, paket wisata menunggang kuda, paket wisata pendakian bukit, paket wisata all terrain vehicle, dan oengembangan paket pemanfaatan sungai Brantas dan pusat perbenlanjaan. Hal ini selaras dengan rencana tata ruang kota Malang yang dikembangkan ke arah timur. Pengembangan wisata ritual dan keagamaan dengan potensi bangunan-bangunan tempat ibadah di Malang yang indah dan harus diisi dengan kegiatan-kegiatan keagamaan dan ritual. Demikian juga dengan daya tarik. Daya tarik periwisata tergantung pada pengelolaan dan bagaimana sinergitas dengan lingkungan sekitar. Kebersihan, Layanan Keamanan, Layanan Parkir, Prinsip harmoni dan keselarasan antara fisik dan non fisik, serta daya tarik dalam atraksiatraksi yang disajikan. pembangunan pariwisata Keterpaduan merupakan hal utama yang dikonsepkan agar merupakan satu kesatuan yang saling menunjang secara

resiprokalitas. Hal ini melibatkan keterkaitan antar sektor dan intas sektor dalam sistem pemerintahan kota. Oleh sebab itu perlu diberdayakan pengelolaannya, baik pengelolaan oleh Desa/Kelurahan, Komunitas, Pelaku Pariwisata, Pemerintah,Badan Pengelola maupun kelompok-kelompok adat dan sejarah.

28

5. Penutup Dapat disimpulkan bahwa problematika pariwisata Kota Malang adalah masalah mendiversifikasi objek pariwisata dan pengelolaan yang terpadu berdasarkan kekuatankekuatan sosial, politik, ekonomi, dan budaya pemerintah Kota Malang. Kota Malang tidak memiliki parieisata pesona alam seperti Kota Batu dan Kabupaten Malang, maka perlu dikembangkan ke arah pariwisata kota dan minat khusus, seperti warisan sejarah dan purbakala, tempat ibadah, bangunan dan arsitektur, komunitas, plaza dan taman kota, seni budaya masyarakat, seni kriya dan kerajinan, pasar, pusat perbelanjaan, wisata pendidikan, rancang bangun, kuliner, wisata jalan, paket-paket city tour dan mitologi-mitologi kesejarahan yang dirancang dalam past in the present, serta revitalisasi toponim sebagai ciri khas otonomi daerah. Problema utama adalah merangkaikan antar sekt or ibjek wisata, pelaku wisata, dan pengelolaan dana sistem manajemen wisata yang terpadu. Potensi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman pariwisata Kota Malang dapat dijadikan alat untuk melahirkan berbagai asumsi dan hipotesis pengembangan pariwisata Kota Malang secara teoritik dan konseptual. Hasilnya merupakan naskah akademis yang perlu mendapatkan tindak lanjut dan kerjasama antara akademisi, pelaku pariwisata, pemerintah, dan ahli pariwisata. Potensi alternatif Kepariwisataan Kota Malang sangat variastif dan beragam. Masing-masing wilayah desa/kelurahan di Kota Malang memiliki potensi kepariwisataan. Hal ini perlu dieksplorasi dan dikembangkan secara terpadu. Potensi alternatif ini dikembangkan berdasarkan asumsi yang telah dibentuk. Topografis Kota Malang dapat dipetakan menjadi berbagai kawasan, seperti kawasan kota, kawasan pemukiman, kawasan sejarah dan budaya, kawasan hutan kota, kawasan resapan, air, kawasan sempadan sungai, kawasan terbuka, kawasan perbukitan, kawasan padat, kawasan pusat perdagangan, kawasan pengembangan tanaman pangan, semua merupakan potensi alternatif, yang diselamatkan, direvitalisasi, dikembangkan, dan diperbarui, serta diciptakan. Model Hipotetik Pola Pengembangan Pariwisata Terpadu yang Bertumpu pada Model Pemberdayaan Masyarakat didasarkan asumsi-asumsi tentang Kota Malang dan peluang pengembangan wisata kota. Dapat dikembangkan sebuah model hipotetik pola pengembangan pariwisata terpadu yang bertumpu pada model pemberdayaan masyarakat.

29

Dasar-dasar pertimbangan model adalah aspek-aspek-aspek (1) konservasi lingkungan, (2) revitalisasi dan konservasi sejarah dan budaya, (3) pemberdayaan masyarakat. Direkomendasikan bahwa pengembangan pariwisata memerlukan perangkat politik, oleh sebab itu political will dari pemerintah Kota Malang dalam upaya mengambangkan potensi perlu direalisasikan melalui kewenangan legislatif dan eksekutif dan dukungan peran serta masyarakat. Perda kepariwisataan dan perizinan pengembangan kepariwisataan perlu mendapatkan perhatian. Dalam pelaksanaan program-program kepariwisataan kota perlu secara terpadu da menyeluruh (holistik). Antar sektor dan lintas sektor secara terpadu dan bersinergi bersama-sama mengembangkan potensi Kota Malang. Malang memiliki potensi sejarah, budaya, sosial, ekonomi, dan topografis yang berkualifikasi dalam pengembangan pariwisata. Untuk itu dalam mengembangkan kewilayahan kota Malang, tataruang dan cityplaning harus diperhatikan sebagai tanggungjawab ekologis, sosiokultural, spiritual dan diabdikan untuk kemaslahatan berama. Tinggalan sejarah budaya (heritage budaya) dan arsitectural national trust harus dilindungi. Modernisasi bangunan, kawasan, tidak boleh mebgorbankan warisan sejarah. Hal ini memberi kontribusi positif kepariwisataan kota. Pelu revitalisasi, diversifikasi, dan pembangunan kawasan baru kepariwisataan yang melibatkan pelaku kepariwisataan dan pemberdayaan masyarakat melalui programprogram ekonomi-kepariwisataan. DAFTAR PUSTAKA Bagoes Mantra, Ida. 2004 Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Deputi Bidang Pengembangan Pedoman Umum Pengembangan Pola Kemitraan usaha Sumber-daya dan Promosi Bidang Kebudayaan dan Pariwisata. Jakarta: Pariwisata DEPBUDPAR. 2002 Gelgel, I Putu. 2006 Industri Pariwisata Indonesia dalam GATS-WTO. Bandung: Aditama. Jakarta:

Horton, Paul B. Dan Chester L. (terj. Amunidin Ram). Sosiologi Jilid 2. Hunt. Erlangga. 1992

30

Korten, David C (Ed). 1986. Mc Kean, Philip Frick. 1973 Ngurah Bagus, I Gusti 1997 Pujaastawa, I.B.G. 2005 Pitana, I Gde 2005 Suwantoro, Gamal. 2004 Suparlan, Parsudi. 2004 Soedarsono, RM. 1999 Wardiyanta 2006

Community Management : Asian Experience and Perspectives. Connectitut: Kumarian Press. Cultural Involution Tourist Balinese and The Process of Modernization in Anthropological Perspective. USA: Brown University, Anthrpology Deparment Masalah Budaya dan Pariwisata dalam Pembangunan. Denpasar : Magister Kajian Budaya UNUD. Pariwisata Terpadu Bali Tengah. Denpasar: Univ. Udayana. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta : Andi. Dasar-dasar Pariwisata. Yogyakarta: Andi. Masyarakat dan Kebudayaan Kota. Jakarta: Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian. Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa. Bandung : MSPI. Metode Penelitian Pariwisata. Yogyakarta: Andi.

31

32