PARASITOID SARCOPHAGIDAE (DIPTERA) PADA Valanga ... · identifikasi dan biologi adalah benar karya...
Transcript of PARASITOID SARCOPHAGIDAE (DIPTERA) PADA Valanga ... · identifikasi dan biologi adalah benar karya...
PARASITOID SARCOPHAGIDAE (DIPTERA)
PADA Valanga nigricornis (ORTHOPTERA: ACRIDIDAE):
IDENTIFIKASI DAN BIOLOGI
ZULFAHMI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Parasitoid
Sarcophagidae (Diptera) pada Valanga nigricornis (Orthoptera: Acrididae):
identifikasi dan biologi adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013
Zulfahmi
NIM A34090076
ABSTRAK
ZULFAHMI. Parasitoid Sarcophagidae (Diptera) pada Valanga nigricornis
(Orthoptera: Acrididae): identifikasi dan biologi. Dibimbing oleh NINA
MARYANA.
Belalang Valanga nigricornis adalah salah satu hama yang bersifat polifag
dan memiliki banyak tanaman inang. Kisaran inang yang luas disertai keperidian
yang relatif tinggi mendukung perkembangbiakan hama ini, sehingga hama ini
cukup sulit untuk dikendalikan. Salah satu musuh alami yang ditemukan di alam
adalah lalat parasitoid famili Sarcophagidae. Tujuan penelitian ini adalah
mengidentifikasi lalat parasitoid yang ditemukan menyerang V. nigricornis dan
mengamati biologinya. Inang V. nigricornis dikumpulkan dari beberapa tempat di
Kabupaten Bogor untuk dipelihara di laboratorium hingga keluar parasitoidnya.
Hasil identifikasi menunjukkan bahwa lalat parasitod termasuk genus
Blaesoxipha. Ciri-ciri genus ini adalah tegula pucat, Costa tanpa duri dan R1 tanpa
seta, vena sayap dm-cu sinuate, terdapat 3 pasang seta pada presutural acrostichal
dan postsutural dorsocentral dan palpus maksila berwarna hitam. Imago jantan
memiliki abdomen yang lebih panjang dan ramping dibandingkan dengan betina
serta memiliki ctenidium pada femurnya. Larva instar akhir parasitoid ini keluar
dari timpanum inang kemudian berpupa di dalam tanah selama 11.2 hari. Larva
yang siap berpupa berwarna kekuningan dengan panjang 8.6 mm. Pupa berwarna
coklat muda dengan panjang 7.3 mm. Parasitoid Blaesoxipha sp. bersifat
gregarius dan lebih banyak ditemukan pada inang belalang betina dibandingkan
dengan jantan. Nisbah kelamin parasitoid adalah 1:1. Lama hidup imago jantan
12.5 hari dan betina 11.2 hari.
Kata kunci: Blaesoxipha, lalat, parasitoid, Sarcophagidae, biologi
ABSTRACT
ZULFAHMI. Sarcophagidae (Diptera), parasitoids of Valanga nigricornis
(Burm.) (Orthoptera: Acrididae): identification and biology. Guided by NINA
MARYANA.
Valanga nigricornis is one of poliphagous insect pest that have many host
plants. Wide host range with a relatively high fecundity supports the increase of
its population, therefore to control this pest is difficult. One of the natural enemies
found in the field is a parasitoid flies of Sarcophagidae. The purpose of this study
were to identify the parasitoid flies attacking V. nigricoris and to observe its
biology. V. nigricornis as host insect collected from several places in Bogor
Regency. Then they reared in some cages in the laboratory until the parasitoids
emerged and leaved the hosts. The result of identification showed that parasitod
flies belong to genus Blaesoxipha. The important characters of this genus were
tegula pale, costal spine usually absent and R1 without seta, dm-cu crossvein
sinuate, two or more pairs of presutural acrostichal setae present, three
postsutural dorsocentral setae present, and maxillary papl black. Male adults have
a longer and slimmer abdomen than the female and have ctenidium on the femur.
The mature larvae of the parasitoid emerged from the host through the tympanum,
then the larvae pupated in the soil for 11.2 days. Mature larvae were yellowish,
with 8.6 mm long. The pupae were light brown, 7.3 mm in length. Blaesoxipha sp.
is a gregarius parasitoids, and prefer attacking female grasshoppers than male.
The sex ratio of this parasitoid was 1:1. Life-span of the males were 12.5 days and
females were 11.2 day.
Keywords: biology, Blaesoxipha, flies, parasitoids, Sarcophagidae
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
PARASITOID SARCOPHAGIDAE (DIPTERA)
PADA Valanga nigricornis (ORTHOPTERA: ACRIDIDAE):
IDENTIFIKASI DAN BIOLOGI
ZULFAHMI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
ludul Skripsi : Parasitoid Sarcophagidae (Diptera) pada Valanga nigricornis
Nama Mahasiswa NIM
(Orthoptera: Acrididae): identifikasi dan biologi : Zulfahmi : A34090076
Disetujui oleh,
Dr. IT. Nina Maryana, M.Si. Dosen Pembimbing
Tanggallulus: 1 6 DEC 2013
Judul Skripsi : Parasitoid Sarcophagidae (Diptera) pada Valanga nigricornis
(Orthoptera: Acrididae): identifikasi dan biologi
Nama Mahasiswa : Zulfahmi
NIM : A34090076
Disetujui oleh,
Dr. Ir. Nina Maryana, M.Si.
Dosen Pembimbing
Diketahui oleh,
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si.
Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Tanggal lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Parasitoid Sarcophagidae (Diptera)
pada Valanga nigricornis (Orthoptera: Acrididae): identifikasi dan biologi”.
Penulisan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada kedua orang
tua, abang, dan adik, serta seluruh keluarga yang senantiasa memberikan doa,
dukungan, kasih sayang, serta semangatnya kepada penulis untuk dapat
menyeleseikan pendidikan di IPB.
Ucapan terimakasih kepada pihak Kementerian Agama Republik Indonesia
(Kemenag RI) yang telah memberikan beasiswa pendidikan jenjang S1 sampai
selesai kepada penulis. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya juga penulis
sampaikan kepada Dr. Ir. Nina Maryana, M. Si. selaku dosen pembimbing skripsi
yang senantiasa memberikan bimbingan, pengetahuan, saran, masukan, dan
arahan. Terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Supramana, M.Si. selaku
dosen penguji tamu yang telah memberikan kritik dan saran untuk
penyempurnaan penulisan skripsi. Penulis juga mengungkapkan terima kasih
kepada seluruh staff Departemen Proteksi Tanaman, FAPERTA IPB baik Dosen
Pengajar, Laboran, Petugas Teknis, dan yang lainnya.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan teman-teman laboratorium
Biosistematika Serangga (Dony, Kevin, Mansyur, Suryadi, Desi, Fathur, dan
mbak Hida) serta mbak Musfirotun Oktavani dan Vony Perdanawati yang telah
banyak membantu dan mendukung penulis selama melakukan penelitian. Terima
kasih pada seluruh teman-teman seperjuangan di Departemen Proteksi Tanaman,
keluarga besar CSS MoRA IPB terutama CSSMoRA IPB 46, dan keluarga besar
PPM Darul Hikmah Medan. serta pihak lain yang turut mambantu dan
mendukung dalam pelaksanaan tugas akhir ini. Semoga Skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Bogor, November 2013
Zulfahmi
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
Manfaat 2
BAHAN DAN METODE 3
Tempat dan Waktu 3
Bahan 3
Inang Belalang 3
Parasitoid Famili Sarcophagidae 3
Metode Penelitian 3
Pemeliharaan Inang Belalang dan Parasitoid 3
Pengamatan Morfologi dan Identifikasi 3
Pengamatan Biologi 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Identifikasi 5
Kepala 5
Thoraks 5
Biologi 7
SIMPULAN DAN SARAN 11
Simpulan 11
Saran 11
DAFTAR PUSTAKA 12
DAFTAR TABEL
1 Ukuran tubuh larva dan pupa Blaesoxipha sp. 8
2 Stadium pradewasa Blaesoxipha sp. 8
3 Ukuran tubuh dan rentang sayap imago Blaesoxipha sp. 9
4 Lama hidup imago Blaesoxipha sp. 10
5 Nisbah kelamin parasitoid Blaesoxipha sp. yang keluar dari
Inang V. nigricornis 10
6 Ukuran panjang dan lebar tubuh imago belalang V. nigricornis 10
DAFTAR GAMBAR
1 Karakter pada kepala Blaesoxipha sp. 5
2 Karakter seta pada thoraks Blaesoxipha sp. 6
3 Karakter khusus pada sayap Blaesoxipha sp. 6
4 Karakter khusus pada tungkai Blaesoxipha sp. 6
5 Perbedaan toraks pada lalat Tachinidae dan lalat Sarcophagidae 7
6 Larva dan prapupa Blaesoxipha sp. 8
7 Perbedaan pupa Blaesoxipha sp. dan pupa famili Tachinidae 8
8 Imago parasitoid Blaesoxipha sp. jantan dan betina 9
9 Perbedaan abdomen Blaesoxipha sp. jantan dan betina 9
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Valanga nigricornis (Burm.) (Orthoptera: Acrididae), merupakan salah satu
hama polifag yang memiliki banyak kisaran inang seperti jati, kopi, kakao, kelapa,
pisang, mangga, kapuk, jagung, jarak, kapas, tebu, singkong, dan lain-lain. Lama
hidup V. nigricornis dapat mencapai 3 sampai 5 bulan dengan keperidian rata-rata
mencapai 158 butir telur per betina (Kok 1971; Kalshoven 1981). Telur berwarna
coklat diletakkan di dalam tanah sedalam 5-8 cm dan dilapisi dengan massa busa
yang mengeras. Nimfa muncul pada pagi hari dan kemudian naik ke pertanaman,
dan aktif di siang hari (Kalshoven 1981).
Cakupan inang yang luas serta keperidian yang relatif tinggi mendukung
pesatnya perkembangbiakan hama ini. Di sisi lain pengendalian hama ini cukup
sulit. Beberapa cara pengendalian yang dapat dilakukan di antaranya adalah
dengan menanam tanaman penutup tanah (cover crop) agar mengurangi tempat
peneluran belalang. Pengendalian mekanik terhadap kelompok telur di dalam
tanah dan nimfa yang baru menetas juga dapat menekan perkembangan belalang
ini (Kalshoven 1981).
Langkah lain yang dapat dilakukan untuk menurunkan populasi belalang
yang ramah lingkungan adalah pemanfaatan agens hayati. Dalam praktek
penggunaan agens hayati, parasitoid lebih sering digunakan dibandingkan dengan
predator. Parasitoid adalah serangga yang memarasit (hidup dan berkembang
dengan menumpang) serangga lain (yang disebut inang). Berdasarkan perilaku
makannya, parasitoid dapat diklasifikasikan menjadi dua. Parasitoid yang
berkembang di dalam tubuh inang dikenal sebagai endoparasit, dan parasitoid lain
yang berkembang di luar tubuh inang disebut ektoparasitoid (Godfray 1993;
Korlina 2011).
Beberapa keunggulan dari parasitoid diantaranya adalah dalam menyelesai-
kan siklus hidupnya, parasitoid hanya memerlukan satu individu inang sehingga
parasitoid mampu mempertahankan keseimbangan meski pada populasi inang
rendah (Pudjianto 1994). Disisi lain parasitoid merupakan unsur pengendali
populasi hama dan umumnya bersifat spesifik, sehingga dapat menekan populasi
inang pada tingkat yang lebih rendah. Sifat itulah yang menyebabkan parasitoid
lebih sering digunakan dalam pengendalian hayati dibanding dengan predator
(Nonci 2004).
Dalam penelitian pendahuluan penulis, ditemukan endoparasit yang
menyerang V. nigricornis. Pada awal pengamatan diduga belalang terparasit oleh
larva Tachinidae, karena larva famili ini merupakan famili yang dominan sebagai
parasitoid dari kelompok Ordo Diptera. Disisi lain, serangga Ordo Orthoptera juga
diketahui dapat terparasit oleh larva dari Famili Tachinidae. Namun ternyata
setelah dilakukan identifikasi lebih lanjut, parasitoid yang menyerang merupakan
larva lalat Famili Sarcophagidae. Belalang yang terparasit akhirnya akan mati
setelah parasitoid keluar dari inangnya.
Menurut Shewell (1987) serta Hadi dan Soviana (2010), umumnya larva
famili Sarcophagidae berperan sebagai pengurai pada bahan yang membusuk
seperti kotoran dan bangkai. Namun beberapa genus Sarcophagidae ada yang
2
berperan sebagai ektoparasit pada hewan vertebrata seperti sapi, kuda, domba dan
lainnya maupun endoparasit pada invertebrata seperti laba-laba atau serangga lain.
Larva yang bersifat sebagai endoparasitoid, bila menemukan inangnya larva akan
langsung melekat pada tubuh inang dan dengan menggunakan kait mulut larva
akan melubangi tubuh inangnya melalui membran intersegmental dorsal antara
kepala dan pronotum untuk masuk ke dalam tubuh inang.
Imago Sarcophagidae berupa lalat yang biasa dikenal sebagai lalat daging.
Umumnya tubuh lalat ini berwarna keabu-abuan serta memiliki corak seperti
papan catur pada bagian abdomen dan pada bagian toraks mempunyai tiga garis
longitudinal (Gennard 2007). Imago umumnya memakan berbagai bahan yang
mengandung gula seperti nektar, cairan tumbuhan, cairan buah, dan embun madu
(Borror et al. 1996). Kano et al. (1967) menyatakan bahwa imago betina tidak
memiliki ovipositor. Umumnya penetasan telur terjadi di dalam saluran telur
utama sesaat sebelum larva diletakkan (larviposisi). Oleh karena itu publikasi
mengenai deskripsi telur Sarcophagidae jarang ditemukan (Shewell 1987).
Informasi mengenai taksonomi serta biologi lalat parasitoid ini khususnya di
Indonesia masih sangat sedikit.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi taksonomi parasitoid hingga
tingkat genus serta mengetahui biologinya sebagai parasitoid pada belalang
V. nigricornis.
Manfaat
Informasi tentang taksonomi sampai ke tingkat genus serta biologi dari
parasitoid Famili Sarcophagidae yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan
dapat digunakan sebagai dasar penelitian lebih lanjut dalam pemanfaatan
parasitoid untuk menurunkan populasi dari V. nigricirnis yang berperan sebagai
hama tanaman.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biosistematika Serangga,
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada
bulan Februari sampai Agustus 2013.
Bahan
Inang Belalang
Inang yang digunakan dalam penelitian ini adalah imago Valanga
nigricornis. Belalang diambil dari tiga lokasi di Kabupaten Bogor, Kecamatan
Dramaga, yaitu kebun percobaan Cikabayan milik IPB, Cibereum, dan Sawah
Baru.
Parasitoid Famili Sarcophagidae
Parasitoid dari inang V. nigricornis berupa larva Diptera atau yang biasa
dikenal dengan belatung. Larva keluar dari tubuh inang untuk berpupa dan
kemudian menjadi imago. Imago berupa lalat dari famili Sarcophagidae.
Metode Penelitian
Pemeliharaan Inang Belalang dan Parasitoid
Inang yang digunakan dalam penelitian ini adalah imago V. nigricornis.
Belalang dikumpulkan dari lapang dan kemudian dibawa ke laboratorium untuk
dipelihara di dalam kurungan kayu berdinding kasa ukuran panjang 55 cm, lebar
55 cm, dan tinggi 50 cm. Belalang diberi pakan daun singkong dan daun kopi
karena pakan ini mudah diperoleh dari sekitar tempat penelitian. Inang yang
lemah atau mati selama pemeliharaan diamati apakah terdapat larva yang keluar
dari tubuh inang tersebut.
Larva parasitoid yang keluar dari inang dimasukkan ke dalam wadah plastik
berkasa dengan diameter 9 cm dan tinggi 12 cm yang sebelumnya telah diisi
dengan tanah lembab sebagai tempat berpupa. Setiap wadah diisi dengan satu ekor
larva. Larva parasitoid kemudian diamati dan dipelihara hingga menjadi pupa dan
muncul imago. Imago parasitoid yang muncul dipelihara pada wadah yang sama
dan diberi madu 10% sebagai pakan. Larutan madu diserapkan ke bulatan kapas
yang digantungkan di bagian penutup wadah plastik.
Pengamatan Morfologi dan Identifikasi
Morfologi parasitoid diamati sejak larva parasitoid muncul dari tubuh inang.
Pengamatan meliputi ciri-ciri morfologi dari masing-masing tingkat perkembang-
an parasitoid. Dilakukan pengukuran terhadap panjang dan lebar fase larva instar
akhir dan pupa serta panjang tubuh dan rentang sayap fase imago. Identifikasi
parasitoid dilakukan dengan menggunakan kunci yang disusun oleh Shewell
(1987) dan Kano et al. (1967).
Sebagai perbandingan morfologi antara parasitoid dari Famili Sarcophagidae
dan Famili Tachinidae, diamati perbedaan yang paling mencolok pada masing-
masing karakter pupa dan imago parasitoid. Parasitoid Tachinidae diperoleh dari
4
inang larva Doleschallia bisaltide (Lepidoptera: Nymphalidae). Larva D. bisaltide
diperoleh dari pertanaman melati jepang (Pseuderanthemum reticulatum) yang
ada di sekitar lokasi penelitian.
Pengamatan Biologi
Pengamatan biologi meliputi fase pradewasa serta imago parasitoid.
Pengamatan larva dimulai saat larva parasitoid keluar dari tubuh inang sampai
berpupa. Stadium pupa diamati dari masa pupa terbentuk sampai keluar imago.
Nisbah kelamin imago parasitoid yang keluar dari pupa diamati dan dihitung lama
hidup imago parasitoid jantan dan betina. Selain itu dihitung pula jumlah
parasitoid yang keluar dari inang belalang betina dan jantan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi
Hasil identifikasi terhadap imago menunjukkan bahwa lalat parasitoid yang
menyerang V. nigricornis termasuk genus Blaesoxipha. Kepastian genus ini telah
dirujuk kepada Prof. Thomas Pape, Ph.D. sebagai curator bagian Entomologi,
Natural History Museum Denmark, Museum Zoologi Copenhagen, Denmark.
Imago parasitoid ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
Kepala
Kepala berukuran lebar 2 - 3.5 mm dengan panjang 1 - 2 mm. Frons lebar,
mempunyai sepasang seta proclinate orbital, vibrissa lebih pendek dari antena,
antena bertipe aristat dengan arista plumose (Gambar 1a). Terdapat baris frontal
seta yang berbelok pada 3 - 4 seta dibagian bawah dekat antena (Gambar 1b).
Bagian parafacial dengan sebaris rambut dekat mata, seluruh seta pada gena
berwarna hitam, dan seta yang pucat terbatas pada postgena (Gambar 1c). Palpus
maksila seluruhnya berwana hitam (Gambar 1d).
Gambar 1 Karakter pada kepala Blaesoxipha sp. (a, b, c, d): ant, antenna; frs,
baris frontal seta; gn, seta pada gena; pgn, seta pada post gena; plp
maks, palpus maksila
Toraks
Panjang toraks antara 2 - 3.5 mm dan lebar 1.5 - 3 mm. Bagian postural wall
berambut di tengah. Terdapat seta pada presutural acrostichal (Gambar 2a) dan
postsutural dorsocentral (Gambar 2b) yang masing-masing memiliki tiga pasang.
Seta-seta ini cenderung lebih kuat pada jantan dibandingkan dengan seta-seta pada
betina. Tegula pucat (Gambar 3a). Sayap dengan costal tanpa duri dan R1 tanpa
b
c
gn
d
plp maks
ant
a
g
n
fr s
pgn
6
seta serta crossvein dm-cu sinuate (Gambar 3b). Koksa pada tungkai belakang
memiliki seta yang mengarah ke belakang (Gambar 4a). Pada tungkai imago
jantan terdapat ctenidium di bagian femur (Gambar 4b).
Ciri khusus yang dapat membedakan lalat Blaesoxipha dengan lalat dari
Famili Tachinidae adalah pada antena. Walaupun antena kedua famili tersebut
bertipe aristat, arista pada Tachinidae tidak bercabang (gundul). Perbedaan lain
adalah bagian subscutelum pada toraks. Bagian ini hanya terdapat pada lalat
Tachinidae (Gambar 5a), sedangkan pada Blaesoxipha (Sarcophagidae) tidak
ditemukan (Gambar 5b).
Gambar 2 Karakter seta pada toraks Blaesoxipha sp. (a,b): presut acr s, presutural
acrostichal setae; psut dc s, postsutural dorsocentral setae
Gambar 3 Karakter khusus pada sayap Blaesoxipha sp. (a,b): C, costa; dm-cu,
crossvein dm-cu; R1, Radius 1; tgl, tegula
Gambar 4 Karakter khusus pada tungkai Blaesoxipha sp. (a,b): cten, ctenidium;
cx s, coxa setae
presutacr s
a
c
psut dc s
b
c
C R1
dm-cu
b
c
a
cx s
a
c
tgl
b
cten
7
Gambar 5 Perbedaan toraks pada lalat Tachinidae (a) dan lalat Sarcophagidae (b):
sbsctl, subscutellum
Biologi
Larva parasitoid tidak bertungkai dan bertipe vermiform. Larva pucat
berwarna kekuningan, berbentuk silindris memanjang dan meruncing pada bagian
anterior. Menurut Allen dan Pape (1996), lalat parasitoid bersifat ovolarvipar atau
larvipar yaitu telur yang telah dibuahi menetas dalam saluran telur utama betina.
Telur akan menetas sesaat sebelum larviposisi dan diletakkan oleh imago betina
secara langsung ke permukaan tubuh inang. Larva kemudian merobek membran
intersegmental dorsal antara kepala dan pronotum inang untuk masuk ke dalam
tubuh inang. Larva parasitoid akan menghabiskan sebagian besar masa hidupnya
di dalam tubuh inang. Larva tinggal di dalam hemosol inang, begerak bebas dan
tidak ada hubungan dengan organ khusus inang. Larva berkembang dengan
memakan hemolimf dan jaringan inang lain (Danyk 2001). Menurut Baker (1995),
stadium larva berkisar antara 4 - 10 hari.
Berdasarkan hasil penelitian Baker (1995) terhadap parasitoid Blaesoxipha
pachytyli pada inang Chorcoicetes terminifera (Orthoptera: Acrididae), larva
instar pertama biasa ditemukan pada dorsal toraks bergerak melalui sinus
pericardial dan belum menyebabkan kerusakan di jaringan inang. Instar kedua
ditemukan di seluruh rongga tubuh dan mengakibatkan kerusakan jaringan kecil
seperti pecahnya kantung udara. Instar ketiga menyebabkan kerusakan besar pada
otot toraks, pemutusan otot dorsal longitudinal, otot tergo-coxal dan tergo-sternal
serta otot sayap pada mesotoraks.
Larva instar akhir keluar dari tubuh inang belalang melalui bagian
timpanum. Timpanum merupakan alat pendengar dan terletak pada abdomen ruas
pertama dekat sayap. Timpanum berupa membran yang relatif tipis dan lunak
sehingga mudah dirobek oleh larva. Larva instar akhir berukuran panjang 8.6 mm
(Tabel 1). Larva keluar untuk berpupa di dalam tanah, sedangkan inang yang
ditinggalkan akan semakin melemah dan mati secara perlahan dengan tubuh inang
kaku dan berwarna agak pucat. Pada saat keluar, larva berwarna keputihan dan
sehari kemudian larva berwarna kekuningan (Gambar 6a) dan mengalami masa
prapupa. Prapupa berwarna kuning kecoklatan dan cenderung diam tetapi akan
kembali bergerak jika menerima rangsangan (Gambar 6b). Masa prapupa
berlangsung selama 4 hari (Tabel 2).
Pupa bertipe koarktata, kulit larva instar akhir berfungsi sebagai pelindung
pupa atau disebut puparium. Terdapat perbedaan antara pupa Blaesoxipha sp. dan
pupa Tachinidae pada warna dan ukuran. Pupa akhir Blaesoxipha sp. berwarna
sbsctl
a b
8
coklat muda (Gambar 7a) sedangkan pupa Tachinidae berwarna coklat kehitaman
(Gambar 7b). Panjang pupa Blaesoxipha sp. 7.3 ± 0.4 mm dan lebar 2.5 ± 0.2 mm
(Tabel 1). Sedangkan panjang pupa Tachinidae 9.5 ± 1.2 mm dan lebar 4.6 ± 0.8
mm (n = 10).
Tabel 1 Ukuran tubuh larva dan pupa Blaesoxipha sp.
Fase
perkembangan
Panjang (mm) Lebar (mm) N
(individu) Rata-rata ± SD Kisaran Rata-rata ± SD Kisaran
Larva instar
akhir 8.6 ± 0.8 7.0 - 11.0 2.7 ± 0.1 2.0 - 3.5 50
Pupa 7.3 ± 0.4 6.0 - 8.5 2.5 ± 0.2 1.5 - 3.5 50
Gambar 6 Larva dan prapupa Blaesoxipha sp.: (a) larva instar akhir dan (b)
prapupa
Gambar 7 Perbedaan pupa Blaesoxipha sp. (a) dan pupa famili Tachinidae (b)
Tabel 2 Stadium pradewasa Blaesoxipha sp.
Fase perkembangan Stadium (hari)
N (individu) Rata-rata ± SD Kisaran
Prapupa 4.0 ± 2.4 2 - 6 50
Pupa 11.2 ± 0.9 10 - 13 50
a b
a b
9
Parasitoid dewasa berupa lalat yang secara umum tubuhnya berwarna abu-
abu kusam dengan corak tiga garis longitudinal berwarna hitam pada bagian
dorsal toraks dan pola pita atau menyerupai papan catur pada abdomen. Tubuh
jantan terlihat lebih gelap dan memiliki seta yang relatif lebih panjang dan kuat
dibandingkan degan betina terutama pada marginal setae dan discal setae.
Lalat jantan (Gambar 8a) memiliki ukuran tubuh yang relatif lebih besar
dengan rentang sayap yang lebih lebar dibandingkan dengan betina (Gambar 8b).
Panjang rata-rata tubuh imago jantan 8.8 ± 0.8 mm dan rentang sayap 13.2 ± 0.9
mm, sedangkan betina 8.1 ± 0.4 dan dengan rentang sayap 12.4 ± 1.1 (Tabel 3).
Abdomen jantan (Gambar 9a) juga terlihat lebih panjang dan ramping
dibandingkan dengan betina (Gambar 9b) dengan panjang rata-rata abdomen
jantan 3.3 ± 0.5 sedangkan abdomen betina 2.9 ± 0.4.
Tabel 3 Ukuran tubuh dan rentang sayap imago Blaesoxipha sp.
Imago Panjang (mm) Rentang sayap (mm) N
(individu) Rata-rata ± SD Kisaran Rata-rata ± SD Kisaran
Jantan 8.8 ± 0.8 7.5 - 10.0
13.2 ± 0.9 11.5 - 14.5 27
Betina 8.1 ± 0.4 7.0 - 9.5 12.4 ± 1.1 11.0 - 14.5 23
Gambar 8 Imago parasitoid Blaesoxipha sp. (a) jantan dan (b) betina
Gambar 9 Perbedaan abdomen Blaesoxipha sp. jantan (a) dan betina (b): ds s,
discal setae; m s, marginal setae
m s
ds s
a 1 mm 1 mm
b
10
Tidak ada perbedaan yang mencolok antara lama hidup imago jantan dan
betina yaitu berkisar antara 6 - 18 hari dengan rata-rata 12.5 ± 4.0 untuk jantan
dan 7 - 14 hari dengan rata-rata 11.17 ± 4.3 hari pada betina (Tabel 4).
Tabel 4 Lama hidup imago Blaesoxipha sp.
Imago Lama hidup (hari)
N (individu) Rata-rata ± SD Kisaran
Jantan 12.5 ± 4.0 6 – 18 27
Betina 11.2 ± 4.3 7 – 14 23
Dari satu ekor inang belalang, parasitoid yang keluar berkisar antara 1 - 14
ekor dengan rata-rata 7.9 ± 4.5 per inang, sehingga larva parasitoid ini bersifat
gregarius. Nisbah kelamin imago parasitoid berimbang antara jantan dan betina
baik pada parasitoid yang keluar dari inang belalang jantan maupun betina, yaitu
1:1 (Tabel 5). Larva parasitoid yang keluar dari belalang betina lebih banyak
dengan rata-rata 10 ekor parasitoid per inang dibandingkan dengan belalang
jantan yang hanya 2.5 ekor parasitoid per inang. Adanya perbedaan jumlah larva
parasitoid dalam tubuh imago ini disebabkan tubuh inang betina yang lebih besar
dibandingkan dengan jantan. Menurut Pracaya (2007) panjang belalang betina
dari kepala samai ekor sekitar 5.8 - 7.1 cm, sedangkan jantan sekitar 4.9 - 6.3 cm.
Berdasarkan penghitungan dari sampel belalang yang ada, didapati panjang rata-
rata imago betina 6.3 ± 0.4 cm sedangkan inang imago jantan dengan rata-rata
panjang 5.0 ± 0.2 cm (Tabel 6).
Tabel 5 Nisbah kelamin parasitoid Blaesoxipha sp. yang keluar dari inang
V. nigricornis
Jenis
kelamin
inang
Parasitoid jantan
(ekor)
Parasitoid betina
(ekor)
Jumlah parasitoid
(ekor) Nisbah
kelamin Rata-rata
± SD Kisaran
Rata-rata
± SD Kisaran
Rata-rata
± SD Kisaran
Jantan 1.5 ± 0.5 1 – 2 1.0 ± 1.0 0 – 2 2.5 ± 1.5 1 - 4 1:1
Betina 5.2 ± 1.9 2 – 7 4.8 ± 1.4 2 - 7 10.0 ± 3.3 5 - 14 1:1
Tabel 6 Ukuran panjang dan lebar tubuh imago belalang V. nigricornis
Jenis
kelamin
imago
Panjang (cm) Lebar (cm)
N (individu) Rata-rata ± SD Kisaran Rata-rata ± SD Kisaran
Jantan 5.0 ± 0.2 4.2 - 5.5
0.8 ± 0.1 0.7 - 0.9 25
Betina 6.3 ± 0.4 5.6 - 7.3 1.1 ± 0.1 1.0 - 1.3 25
11
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Lalat parasitoid Famili Sarcophagidae yang menyerang V. nigricornis adalah
Blaesoxipha sp. Larva parasitoid bersifat gregarius dan berkembang di dalam
tubuh inang. Larva instar akhir keluar dari tubuh inang melalui timpanum
kemudian berpupa di dalam tanah. Larva instar akhir berwarna keputihan, prapupa
berwarna kekuningan, dan pupa berwarna coklat muda. Stadium prapupa 4 hari
setelah keluar dari inang dan pupa 11.2 hari. Nisbah kelamin imago parasitoid
adalah 1:1. Parasitoid yang keluar dari inang belalang betina lebih banyak (10
ekor parasitoid per inang) dari pada inang belalang jantan (2.5 ekor parasitoid per
inang).
Saran
Berdasarkan hasil yang diperoleh, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
untuk mengetahui nama spesies dan kemampuan parasitisasi dari genus
Blaesoxipha terhadap inang V. niricornis. Selain itu perlu dilakukan penelitian
tentang teknik pembiakan massal Blaesoxipha sp. dan pelepasannya di lapang
serta potensinya untuk dapat dimanfaatkan sebagai agens pengendali hayati hama
V. nigricornis.
DAFTAR PUSTAKA
Allen GR, Pape T. 1996. Description of female and biology of Blaesoxipha rag
Pape (Diptera: Sarcophagidae), a parasitoid of Sciarasaga quadrata Rentz
(Orthoptera: Tettigoniidae) in Western Australia. Aus J of Entomol.
35(1):147-151.
Baker GL. 1995. Larval development of Blaesoxipha pachytyli (Skuse) (Diptera:
Sarcophagidae), a parasite of grasshoppers and locusts (Orthoptera:
Acrididae) in Australia. J Aust Ent SOC. 34 (1):129-133.
Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga.
Ed ke-6. Partosoedjono S, penerjemah. Yogyakarta (ID): UGM Press.
Terjemahan dari: An Introduction to the Study of Insects.
Danyk TP. 2001. Nutritional and developmental interactions between the
grasshopper, Melanoplus sanguinipes (Orthoptera: Acrididae), and the
parasite, Blaesoxipha atlanis (diptera: Sarcophagidae) [Tesis]. Ottawa (CA):
Simon Fraser University.
Gennard DE. 2007. Forensic Entomology an Introduction. Chichester (UK):
University of Lincoln.
Godfray HCJ. 1993. Parasitoids: Behavioral and Evolutionary Ecology. New
Jersey (US): Princenton University Press.
Hadi UK, Soviana S. 2010. Ektoparasit: Pengenalan, Identifikasi dan
Pengendalianya. Bogor (ID): IPB Press.
Kalshoven LGE. 1981. Pests of Crops in Indonesia. Van Der Laan PA,
Rothschild GHL, penerjemah; Jakarta: PT Ichtiar Baru. Terjemahan dari De
Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesië.
Kano R, Field G, Shinonaga S. 1967. Sarcophagidae (Insecta: Diptera). Tokyo
(JP): Tokyo Electrical Enginering College Press.
Kok ML. 1971. Laboratory studies on the life-history of Valanga nigricornis
(Burm.) (Orth., Acrididae). Bull of Entomol Res [Internet]. [diunduh 2013
Aug 16]; 63(3):439-446. Tersedia pada: http://journals.
cambridge.org/action/displayAbstract?fromPage=online&aid=2518788.
Korlina E. 2011. Pengembangan dan pemanfaatan agens pengendali hayati (APH)
terhadap hama dan penyakit tanaman. Superman: Suara Perlindungan
Tanaman. 1(2): 8-13.
Nonci N. 2004. Biologi dan musuh alami penggerek batang Ostrinia furnacalis
Guenee (Lepidoptera: Pyralidae) pada tanaan jagung. J Litbang Pert. 23(1):
8-14.
Pracaya. 2007. Hama & Penyakit Tanaman. Ed. Rev. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya.
Pudjianto. 1994. Psyllaephagus yaseeni Noyes (Hymenoptera: Encyrtidae) pada
kutu loncat lamtoro Heteropsylla cubana Crawford (Homoptera: Psyllidae).
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Shewell GE. 1987. Sarcophagidae. Di dalam: McAlpine JF, editor. Manual of
Nearctic Diptera Volume 2. Ottawa (CA): Research Branch Agriculture
Canada. hlm 1159-1186.
13
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 23 Januari 1992,
sebagai putra dari Ayah Abu Bakar Yusuf dan Ibu Nur A’la Rasyid penulis adalah
putra ke-empat dari enam bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari MA Darul
Hikmah Medan dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institur
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur seleksi Penerimaan Beasiswa Santri
Berprestasi (PBSB) CSS MoRA IPB, dan diterima di Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian.
Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif dalam mengikuti
berbagai kegiatan kemahasiswaan, diantaranya sebagai pengurus Himpunan
Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA), termasuk menjadi pengurus divisi
Pengembangan Sumberdaya Masyarakat (PSDM) periode 2012-2013. Pada
periode yang sama, penulis juga menjadi pengurus di Forum Komunikasi Rohis
Departemen (FKRD) divisi Informasi dan Komunikasi (INFOKOM) dan turut
serta dalam mengikuti kegiatan dan kepanitian di dalamnya. Selain itu, penulis
juga menjadi asisten praktikum Hama Penyakit Tanaman Tahunan pada tahun
2013.