pengendalian lalat

171
RANCANGAN TEKNIS OPERASIONAL RANCANGAN TEKNIS OPERASIONAL SISTEM PENGELOLAAN REAKTOR SISTEM PENGELOLAAN REAKTOR SAMPAH TERPADU (SILARSATU) SAMPAH TERPADU (SILARSATU) BERBASIS MASYARAKAT BERBASIS MASYARAKAT DIVISI PENGEMBANGAN INFORMASI DAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PADJADJARAN RONI KASTAMAN ADE MOETANGAD KRAMADIBRATA

Transcript of pengendalian lalat

Page 1: pengendalian lalat

RANCANGAN TEKNIS OPERASIONAL RANCANGAN TEKNIS OPERASIONAL SISTEM PENGELOLAAN REAKTOR SISTEM PENGELOLAAN REAKTOR SAMPAH TERPADU (SILARSATU) SAMPAH TERPADU (SILARSATU)

BERBASIS MASYARAKAT BERBASIS MASYARAKAT

DIVISI PENGEMBANGAN INFORMASI DAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA

LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PADJADJARAN

RONI KASTAMAN

ADE MOETANGAD KRAMADIBRATA

Page 2: pengendalian lalat

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa,

atas selesainya Buku Rancangan Teknis Operasional Sistem

Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu (SILARSATU) Dalam

Rangka Penanggulangan Sampah Berbasis Masyarakat.

Buku ini disusun sebagai salah satu alternatif pemikiran

dalam rangka memecahkan masalah persampahan di

kebanyakan kota besar di Indonesia, dengan menggunakan

metode pendekatan yang lebih ramah lingkungan dan

melibatkan partisipasi aktif masyarakat.

Secara garis besar, materi dalam buku ini berisi rancangan

teknis SILARSATU, yang dilengkapi pada bagian akhir dengan

beberapa modul yang berkaitan dengan prinsip penanganan

sampah di perkotaan.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak

yang telah memberikan dukungan bagi penyusunan buku ini.

Semoga dapat memberikan banyak manfaat, serta dapat

diterima dan dijadikan bahan acuan bagi upaya penanggulangan

sampah di berbagai kota di Indonesia untuk masa yang akan

datang.

Ketua LPM Unpad

Prof.Dr.H.Kusnaka Adimihardja, MA

Page 3: pengendalian lalat

ii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii DAFTAR TABEL iv DAFTAR GAMBAR v DAFTAR LAMPIRAN vii I. PENDAHULUAN I-1 II. KONSEP PEMECAHAN MASALAH SAMPAH II-1

2.1. Pendekatan Sosial II-1 2.2. Pendekatan Teknis II-2 2.3. Pendekatan Ekonomi II-8

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU III-1

3.1. Faktor-faktor Dasar Dalam Pengelolaan Sampah III-1 3.1.1. Pewadahan Sampah III-2 3.1.2. Pengumpulan Sampah III-3 3.1.3. Pemindahan Sampah III-4 3.1.4. Pengangkutan Sampah III-4 3.1.5. Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah III-5 3.1.6. Pembuangan Akhir Sampah III-11

3.2. Analisis Kebutuhan III-13 3.2.1. Perlengkapan Penampungan Dan Transportasi Sampah

III-13

3.2.2. Lahan Penampungan Sampah III-16 3.2.3. Bangunan Pengolahan Sampah III-18 3.2.4. Alat Dan Mesin Pengolahan Sampah III-19 3.2.5. Gudang Penyimpanan Produk III-22 3.2.6. Penataan Lingkungan Dan Sanitasi III-22 3.2.7. Keterlibatan Tenaga Kerja Dalam Sistem III-23 3.2.8. Estimasi Kebutuhan Fisik Alat, Mesin Dan Tenaga Kerja Untuk Operasional Pada Bangunan SILARSATU

III-25 3.2.9. Estimasi Kebutuhan Biaya Invetasi SILARSATU

III-33

3.3. Analisis Kelayakan Ekonomi SILARSATU III-35

IV. ASPEK PEMASARAN PRODUK SILARSATU IV-1 4.1. Pasokan Sampah Non Organik Untuk Bahan Baku Industri

IV-1

4.2. Pasokan Pupuk Organik Bagi Sektor Pertanian IV-3 4.3. Reklamasi Lahan Marginal dan Bekas Pertambangan

IV-5

Page 4: pengendalian lalat

iii

4.4. Kompos Sebagai Komoditi Ekspor IV-9

V. PERTIMBANGAN IMPLEMENTASI SILARSATU V-1 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Page 5: pengendalian lalat

iv

DAFTAR TABEL Nomor Judul Hal.

3.1. Perbedaan Proses Pengumpulan Dan Pengangkutan

III-4

3.2. Kebutuhan Peralatan, Mesin Dan Tenaga Kerja Di Bangunan Pengolahan Kompos

III-20

3.3. Kebutuhan Peralatan, Mesin Dan Tenaga Kerja Di Bangunan Pengolahan Sampah Non Organik

III-21

3.4. Kebutuhan Peralatan, Mesin Dan Tenaga Kerja Di Bangunan Pengolahan Kompos

III-27

3.5. Kebutuhan Peralatan, Mesin Dan Tenaga Kerja Di Bangunan Pengolahan Sampah Non Organik

III-28

3.6. Kebutuhan Investasi Pembangunan SILARSATU III-33

3.7. Biaya Operasional Tahunan SILARSATU III-34

3.8. Jenis Produk, Jumlah, Harga Jual Dan Pendapatan Dari Operasional SILARSATU

III-37

3.9. Hasil Perhitungan Nilai Sekarang Pendapatan Dan Biaya Untuk Pengembangan SILARSATU

III-38

3.10. Hasil Perhitungan Saldo Untuk Melihat Periode Pengembalian Investasi

III-39

4.1. Harga Jual Beberapa Sampah Non Organik IV-2

Page 6: pengendalian lalat

v

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Hal.

1.1. Sistem Pengelolaan Sampah Konvensional

(SILASKO)

I-1

1.2. Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu I-6

3.1. Reaktor Kompos Sederhana III-9

3.2. Insinerator untuk Pembakaran Sampah III-10

3.3. Penumpukan Sampah Non Organik Sebelum Dimanfaatkan untuk Bahan Daur Ulang

III-11

3.4. Tempat Pembuangan Sampah Akhir III-12

3.5. Beberapa Contoh Media Penyimpan Sampah III-14

3.6. Kantong Pemilah, Box Sampah & Gerobak Pemilah Sampah

III-15

3.7. Garu Garpu, Sekop, Cangkul dan Gerobak Kecil III-16

3.8. Tataletak Bangunan Model Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu (SILARSATU) Standar

III-19

3.9. Contoh Penataan Tanaman Untuk Sanitasi Lingkungan

III-23

3.10. Gambar Tampak Atas Bangunan SILARSATU III-29

3.11. Gambar Potongan Tampak Atas untuk Bagian Pengolahan sampah Non Organik

III-30

3.12. Potongan Tampak Samping untuk Bagian Pengolahan Sampah Non Organik

III-31

3.13. Potongan Tampak Atas untuk Bagian Pengolahan Sampah Organik

III-32

3.14. Potongan Tampak Samping untuk Bagian Pengolahan Sampah Organik

III-32

4.1. Pemberian Kompos Dan Tanaman Akar Wangi Pada Tanah Lereng

IV-7

4.2. Peningkatan Produktivitas Lahan Dengan

Kombinasi Kompos dan Akar Wangi IV-8

Page 7: pengendalian lalat

vi

4.3. Penggunaan Campuran Kompos Dengan Akar Wangi Dalam Mengatasi Dampak Logam Berbahaya

IV-8

4.4. Penggunaan Campuran Kompos Dengan Akar Wangi Dalam Mengatasi Lahan Bekas Pertambangan

IV-9

Page 8: pengendalian lalat

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Hal.

1 Modul I - Masalah Sampah Di Perkotaan L-1

2 Modul II - Konsep 3R Atasi Sampah L-2

3 Modul III - Tips Atasi Sampah L-3

4 Modul IV - Daur Ulang Kertas L-4

5 Modul V - Daur Ulang Plastik L-5

6 Modul VI - Daur Ulang Kaca L-6

7 Modul VII - Daur Ulang Logam L-7

8 Modul VIII - Pembuatan Kompos L-8

9 Modul IX - Alat & Mesin Kompos L-9

10 Modul X - Mekanisme Kerja SILARSATU L-10

11 Modul XI – Perhitungan Teknis & Biaya SILARSATU L-11

12 Modul XII - Contoh Leaflet Sosialisasi L-12

Page 9: pengendalian lalat

SAMBUTAN REKTOR UNIVERSITAS PADJADJARAN Assalamu’alaikum Wr.Wb. Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Illahi Robbi, kami pimpinan Universitas Padjadjaran menyambut baik atas disusunnya buku mengenai konsep penanganan sampah terpadu “SILARSATU” yang merupakan buah karya para peneliti di lingkungan Universitas Padjadjaran. Penelitian tentang penanganan sampah perkotaan adalah merupakan langkah penting terutama untuk menjadi solusi bagi permasalahan sampah di hampir kebanyakan kota besar di Indonesia. Dengan demikian adanya tulisan ini setidaknya dapat menjadi tambahan pemikiran yang diharapkan dapat diimplementasikan di berbagai kota yang membutuhkan. Universitas Padjadjaran dengan Pola Ilmiah Pokok ”Bina Mulia Hukum dan Lingkungan” terus berupaya menghasilkan karya-karya penelitian yang dapat bermanfaat bagi masyarakat luas sehingga dapat menjadi suatu kebanggaan dan penciri kemandirian bangsa di masa yang akan datang. Akhirnya kami sampaikan himbauan untuk terus berkarya dan semoga apa yang ditulis dapat menjadi jalan bagi para peneliti lainnya dalam memberi manfaat kepada masyarakat. Wassalamu’alaikum Wr.Wb. Bandung, Maret 2007. Rektor

Page 10: pengendalian lalat

SAMBUTAN KETUA LPM UNIVERSITAS PADJADJARAN

Saat ini sampah masih menjadi masalah besar bagi kebanyakan kota besar di Indonesia. Terbatasnya ruang untuk Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA), terbatasnya dana dan perilaku masyarakat yang masih belum mendukung dalam upaya penanganan sampah makin memperumit persoalan. Dari berbagai penelitian dan uji coba, nampaknya pengelolaan sampah terpadu saat ini menjadi kunci bagi pemecahan masalah sampah perkotaan tersebut.

Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Padjadjaran telah

melakukan kerjasama dengan beberapa pemerintah kota untuk melakukan kajian dan penelitian lebih dalam tentang penanganan masalah sampah perkotaan pada beberapa tahun terakhir ini. Sebagai salah satu hasil dari penelitian tersebut kemudian disusun dalam bentuk buku ini.

Secara garis besar buku ini menyajikan tentang bagaimana prinsip dasar

sistem penanganan sampah terpadu dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat.

Semoga apa yang ditulis dalam buku ini dapat memberikan banyak

manfaat dan diharapkan dapat menjadi pedoman teknis yang paling mendasar dalam menanangani sampah secara terpadu mulai dari tingkat rumah tangga hingga kelurahan atau kecamatan, sehingga peranan dan ketergantungan akan adanya TPA untuk pembuangan sampah lambat laun menjadi berkurang.

Bandung, Januari 2007. Ketua LPM

Page 11: pengendalian lalat

CONTOH LEAFLET SOSIALISASI

1

Page 12: pengendalian lalat

I. PENDAHULUAN

I-1

Dewasa ini sistem pengelolaan sampah di daerah

perkotaan dilakukan dengan mengandalkan armada pengangkut

sampah yang mengangkut sampah domestik dan Industri (SDI),

yaitu sampah rumah tangga, pasar, pabrik, rumah sakit, hotel,

dsb) dari tempat pembuangan sementara (TPS) ke tempat

pembuangan akhir (TPA). Sampah-sampah tersebut terdiri dari

bahan organik (sisa-sisa makanan, dapur) dan bahan non-

organik (kertas, kaca, barang pecah-belah, plastik, mika, kaleng,

kain, besi dan logam lainnya, dsbnya).

Sistem pengelolaan sampah konvensional (SILASKO) ini,

seperti terlihat pada Gambar 1.1., membutuhkan sejumlah

gerobak/truk pengangkut (G/T), rute transportasi truk sampah,

dan lahan penampung sampah yang lokasinya jauh dari

pemukiman domestik, serta sejumlah insinerator (INS) untuk

pembakaran sampah.

SDI G/T TPS T TPA INS

Gambar 1.1. Sistem Pengelolaan Sampah Konvensional

(SILASKO)

Dari gambar di atas terlihat bahwa sampah domestik dan

industri (SDI) diangkut oleh gerobak atau truk sampah (G/T)

dengan cara manual dari pelosok wilayah pemukiman dan

industri ke TPS-TPS berupa campuran sampah organik dan non-

organik. Di TPS tertentu sampah ditempatkan ke dalam

kontainer untuk memudahkan pengangkutan oleh truk (T) ke

TPA. Baik di TPS maupun di TPA, biasanya sudah ada

Page 13: pengendalian lalat

I. PENDAHULUAN

I-2

sekelompok pemulung yang memilah-milah sampah non-organik

secara manual untuk diteruskan ke proses daur-ulang. Sisa-sisa

pemilahan ini sebagian besar adalah sampah organik yang

ditumpuk di TPA dan sebagian dibakar oleh insinerator.

Dari fakta lapangan yang selama ini terjadi, proses kerja

yang ditampilkan oleh sistem ini memiliki beberapa kelemahan,,

yaitu :

1. Tidak semua sampah yang ada di pelosok-pelosok wilayah

pemukiman/industri dapat dicapai oleh gerobak sampah

untuk diangkut ke TPS yang biasanya terletak dekat dengan

wilayah pemukiman/industri itu sendiri. Akibatnya, banyak

sampah masih tertinggal, dan kebanyakan penduduk

membiarkan sampah tersebut membusuk atau dibakar di

tempat yang sering menimbulkan polusi udara (bau dan asap)

di lingkungan mereka sendiri.

2. Terjadinya penimbunan sampah di TPS yang sering tertunda

beberapa waktu sampai dapat diangkut oleh truk-truk

sampah ke TPA sampah, karena terbatasnya armada truk

pengangkut. Akibatnya, terjadi proses pembusukan sampah

yang mengundang lalat, nyamuk, tikus, dan berbagai sumber

penyakit lainnya. Bahkan penundaan sering terjadi berlarut-

larut, sehingga terbentuk cairan hasil pembusukan dengan

kandungan logam terurai yang berbahaya bagi kesehatan

lingkungan yang meresap ke dalam tanah. Hal yang sama

terjadi dalam jumlah yang lebih besar di TPA. Jadi di sini

sudah terjadi polusi awal yang mengkontaminasi air, tanah,

dan udara.

Page 14: pengendalian lalat

I. PENDAHULUAN

I-3

3. Di TPA, sampah yang ditampung sebagian disebar-ratakan

untuk dibiarkan membusuk dan tercerna secara alami selama

3-6 bulan (bahkan lebih dari 12 bulan), dan sebagian dibakar

dengan insinerator-insinerator yang tersedia. Di samping hal

yang terjadi pada butir 2, insinerator yang tersedia ternyata

tidak mampu membakar sampah dengan sempurna, sehingga

asap hasil pembakaran yang mengandung emulsi padat

bahan beracun dan berbahaya (B3), seperti asap, gas, logam

berat, dan sebagainya, masuk serta mencemari udara

lingkungan.

4. Untuk membakar sampah secara sempurna,, insinerator

harus memiliki temperatur pembakaran minimal 3000o C.

Untuk itu, dibutuhkan suplai energi (bahan bakar) yang tinggi

dan jelas membutuhkan biaya tinggi pula dalam operasinya.

Selain itu biaya investasi untuk pengadaan insinerator sangat

tinggi (lebih dari Rp 100 juta per unit).

5. Dibutuhkan TPA dengan lahan yang luas dan lokasi yang jauh

dari pemukiman. Untuk itu, perlu dilakukan pemanfaatan

tata-guna lahan (land use) yang terencana. Hal ini jelas akan

menyangkut biaya pembelian atau penyewaan lahan,

sebagaimana kasus yang diamati di DKI Jakarta Raya yang

harus menyisihkan dana kompensasi Rp 3-5 milyar pertahun

kepada Pemerintah Daerah Bekasi Jawa Barat untuk

membuang sampahnya.

6. Dengan jauhnya arbitrasi lokasi TPA dari TPS-TPS, sistem ini

akan membutuhkan rute transportasi sampah yang

menembus jalur-jalur transportasi ke pelosok perkotaan yang

semakin padat dan sering macet, sehingga untuk itu

Page 15: pengendalian lalat

I. PENDAHULUAN

I-4

ketersediaan armada truk pengangkut yang cukup sangat

dibutuhkan dengan konsekuensi pengeluaran biaya untuk

pengadaan dan pemeliharaan truk-truk pengangkut yang

sangat besar (harga truk Rp 300-400 juta per unit).

7. Sistem transportasi sampah tersebut pada kenyataannya

sangat terganggu oleh kondisi jalan dan padatnya lalu-lintas,

sehingga dibutuhkan waktu pengangkutan yang relatif lebih

lama, dan jelas menyangkut biaya angkut tinggi dan

penggunaan truk pengangkut melebihi kapasitas.

8. Berlalu-lintasnya truk-truk pengangkut dari TPS ke TPA

pulang-pergi, yang sering mengangkut sampah yang sudah

membusuk, ditambah dengan kemacetan lalu-lintas, makin

menyebarkan polusi udara di jalur transportasi sampah yang

sangat mengganggu kualitas kesehatan lingkungan..

9. Kondisi truk pengangkut sering digunakan melebihi kapasitas

angkut dan perlu peremajaan, serta cara mengangkut tidak

rapih, menyebabkan banyak sampah yang berceceran di

sepanjang jalur transportasi.

10.Selama ini, semua fasilitas layanan pengelolaan sampah

tampak kurang mengikut-sertakan partisipasi masyarakat,

sehingga masyarakat cenderung tidak peduli terhadap

sampah di sekelilingnya, dan menyerahkan sepenuhnya

pengelolaan sampah kepada PD Kebersihan. Padahal, tidak

semua anggota masyarakat, dengan berbagai alasan dan

dalih, rela membayar retribusi untuk pengelolaan sampah.

Akibatnya, PD Kebersihan selalu mengalami defisit keuangan,,

dan menjadi buah “simalakama” yang berkelanjutan.

Page 16: pengendalian lalat

I. PENDAHULUAN

I-5

11.Sampai saat ini pemanfaatan sampah perkotaan masih

terbatas pada pemanfaatan sampah non-organik, seperti

plastik, kertas, kaca, mika, logam. Sedang sampah organik

belum ditangani secara optimal dan profesional untuk

menghasilkan antara lain kompos dan pakan.

Dari sedikitnya 11 butir kelemahan SILASKO di atas,

terdapat beberapa pokok permasalahan yang perlu segera

dipecahkan, antara lain yaitu :

1. Masih terbatasnya penataan dan pemanfaatan sampah,

terutama yang berbasis masyarakat

2. Masih terbatasnya partisipasi atau keterlibatan masyarakat

banyak dalam penanganan dan pengolahan sampah

3. Masih terbatasnya pengembangan potensi ekonomi dari

sampah

Dengan demikian, suatu sistem pengelolaan sampah

terpadu yang beroperasi lebih banyak mengikut-sertakan

partisipasi masyarakat, lebih ramah lingkungan, dan secara

operasional lebih hemat energi dan biaya, serta secara produktif

dapat meningkatkan pemberdayaan dan ekonomi masyarakat,

jelas sangat dibutuhkan.

Sistem pengelolaan sampah terpadu tersebut sasarannya

adalah pemberdayaan usaha lokal masyarakat terutama yang

menyangkut :

1. Penataan dan pemanfaatan Sampah berbasis masyarakat

secara terpadu

Page 17: pengendalian lalat

I. PENDAHULUAN

I-6

2. Peningkatan partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan

sampah

3. Penggalian potensi ekonomi dari sampah, sehingga

diharapkan dapat memperluas lapangan pekerjaan (usaha

lokal)

Sistem yang dimaksud di sini merupakan salah satu

alternatif dari berbagai sistem pengelolaan sampah lainnya yang

mengarah kepada pemecahan kelemahan-kelemahan yang ada

dalam penanganan sampah perkotaan selama ini. Salah satu

model konseptual yang dikembangkan adalah dengan

menerapkan Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu

(SILARSATU).

Sistem tersebut, seperti diilustrasikan pada Gambar 1.2.,

beroperasi dengan cara “zero waste system ” atau sistem

pengelolaan sampah tanpa sisa yang menganut motto: “lebih

baik memelihara kompos yang ramah lingkungan dan bernilai

ekonomis daripada memelihara sampah yang menurunkan

kualitas lingkungan”.

LINGKUNGAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT

SDI G SILARSATU KOMPOS PASAR

Gambar 1.2. Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu

Page 18: pengendalian lalat

I. PENDAHULUAN

I-7

Seperti terlihat pada Gambar 1.2., di sub-sistem SDI

(sampah domestik dan industri) sudah tersosialisasikan cara

sortasi sendiri yang dilakukan oleh para produsen sampah di

tempat aktivitasnya masing-masing (pemukiman/industri). Di

tempat ini sampah sudah disortasi terpisah menjadi kelompok

sampah non-organik (kertas dan karton, benang/kain, kayu,

logam, kaca, plastik, karet, kulit, textil, dsb) dan organik (sisa

makanan dan sisa masakan/dapur). Sampah-sampah ini

diangkut dengan gerobak sampah yang sudah didesain sebagai

gerobak penyortir yang mengangkut sampah ke SILARSATU.

Sistem ini terdiri dari sub-sistem : pemilahan,

perajangan, reaktor sampah yang mampu mendekomposisi

sampah organik menjadi kompos dalam waktu 3-18 hari,

tergantung kepada mikroba pengurainya (bakteri atau jamur),

pengeringan, penyaringan, sertifikasi kompos, pengemasan

(penimbangan dan pengepakan), dan penggudangan.

Dari sistem ini sampah relatif habis terurai menjadi

kompos (zero waste) yang tidak menimbulkan polusi tanah,

perairan, dan udara. Sedang unsur-unsur truk pengangkut

sampah dari TPS ke TPA pulang-pergi bebannya berkurang,

karena adanya reaktor-reaktor sampah pengubah sampah

menjadi kompos, langsung di tempat (sebelumnya berfungsi

sebagai TPS). Dalam pengembangan SILARSATU, tempat

tersebut langsung menjadi gudang penyimpan kompos, atau

dapat disebarkan ke lahan tanpa menimbulkan dampak

lingkungan, atau diperjual-belikan di pasar sebagai kompos

khusus untuk perbaikan lahan (pemupukan, reklamasi lahan

marginal/bekas tambang, atau dalam visi lanjut, sebagai

Page 19: pengendalian lalat

I. PENDAHULUAN

I-8

komoditi ekspor ke negara yang membutuhkannya, seperti Saudi

Arabia, Australia, dan Singapura).

Selain itu, fasilitas gudang yang disediakan oleh

SILARSATU adalah dimaksudkan bukan hanya untuk

menampung kompos hasil prosesnya sendiri, tapi juga untuk

menampung kompos-kompos yang dihasilkan masyarakat,

dimana managemen SILARSATU membeli kompos masyarakat

tersebut dengan harga yang sesuai dengan komposisi hara

kompos tersebut berdasarkan pengujian oleh laboratorium

sertifikasi kompos.

Jadi, masyarakat dengan sendirinya akan termodifikasi

untuk mengelola sampah di lingkungannya dengan prospek

memperoleh pendapatan tambahan dari sampah, sehingga

dalam kurun waktu tertentu akan terbentuk usaha lokal

masyarakat yang menguntungkan. Di sini, dengan sosialisasi

khusus, partisipasi masyarakat di setiap sistem sangat berperan

dan diberdayakan dalam rangka peningkatan ekonomi rakyat.

Page 20: pengendalian lalat

II. KONSEP PEMECAHAN MASALAH SAMPAH

II-1

Untuk memecahkan masalah yang dipaparkan di atas,

diperlukan beberapa pendekatan konseptual yang mencakup

aspek-aspek:

1) Pendekatan Sosial

2) Pendekatan Teknis

3) Pendekatan Ekonomi sistem yang akan dikembangkan

2.1. Pendekatan Sosial

Dalam mengimplementasikan suatu produk teknologi

diperlukan adanya tahapan proses sosialisasi terlebih dahulu. Hal

ini dimaksudkan agar pada prakteknya di masyarakat, teknologi

yang diterapkan dapat diketahui, dipahami, diterima dan

dilaksanakan secara utuh oleh masyarakat tanpa menimbulkan

masalah baru.

Beberapa hal yang perlu dikaji terlebih dahulu antara lain

bagaimana kelembagaan yang terkait di masyarakat sedemikian

difusi teknologi baru kepada masyarakat dapat

diimplementasikan melalui lembaga ini. Kemudian bagaimana

tahapan sosialisasi program dapat dilakukan sedemikian rupa

proses difusi teknologi dapat berjalan lancar.

Kegagalan suatu program pembangunan umumnya terjadi

karena pada tahapan awal sebelum program tersebut

dilaksanakan tidak didahului dengan proses sosialisasi kepada

masyarakat. Proses sosialisasi demikian penting sehingga

Page 21: pengendalian lalat

II. KONSEP PEMECAHAN MASALAH SAMPAH

II-2

masyarakat dapat mengetahui, mengerti, sadar bahkan ikut

berpartisipasi pada program yang dirancang.

Tantangan yang harus dihadapi untuk mensosialisasikan

program, adalah menemukan cara untuk mewujudkan

pendekatan yang partisipatif secara praktis di lapangan. Pilihan

alternatif yang dapat digunakan adalah seperangkat metode dan

teknik yang dikenal dengan “Participatory Rural Appraisal”

atau P.R.A.

Pendekatan ini dianggap baik karena didasari prinsip untuk

mewujudkan partisipasi dan penerimaan masyarakat atas suatu

inovasi, sekaligus menjawab kebutuhan adanya metode kajian

keadaan masyarakat yang mudah dilakukan untuk

pengembangan program yang banar-benar menjawab kebutuhan

masyarakat setempat. Disamping itu juga menjawab kebutuhan

adanya pendekatan pembangunan yang bersifat kemanusiaan

yang berkelanjutan.

2.2. Pendekatan Teknis

Disadari atau tidak, saat ini sampah sudah menjadi salah

satu bagian penting, bahkan esensial dalam kehidupan manusia,

karena sampah sebagai bahan organik dan non-organik yang

terbentuk dari sisa-sisa penggunaan bahan-bahan tersebut

makin banyak membutuhkan ruang dan tempat untuk

pembuangannya yang makin mempersempit ruang gerak yang

dibutuhkan manusia dalam melakukan kegiatan kesehariannya.

Supaya keseimbangan alami yang higienis dapat dipertahankan,

persaingan ruang dan tempat antara manusia dan sampah harus

dikelola dengan sebaik-baiknya.

Page 22: pengendalian lalat

II. KONSEP PEMECAHAN MASALAH SAMPAH

II-3

Dalam kegiatan kehidupan domestiknya, setiap manusia

memproduksi sejumlah sampah dalam bentuk padatan dengan

volume ruang antara 3-5 liter atau sekitar 1-3 kg sampah per

hari, baik sampah organik (tinja, sisa dapur, sisa makanan)

maupun sampah non organik (kertas, plastik, kaca, dsbnya).

Rasio bahan organik dengan bahan non-organik sampah adalah

antara 1:3. Jumlah tersebut tidak termasuk cairan (urine dan

cairan sanitasi) yang dapat mencapai 50-350 liter per hari.

Secara alami, sampah organik dalam kondisi aerob (ada

udara/oksigen) dapat tercerna kembali menjadi bahan anorganik

alami (ion dan senyawa unsur-unsur kimia) dalam waktu 3-6

bulan. Waktu cerna tersebut dalam kondisi anaerob (rapat

udara) dapat mencapai lebih dari satu tahun lebih bahkan

bertahun-tahun, tergantung kepada kuantitas dan komposisi

kimia sampah organik tersebut.

Proses penguraian sampah dari bentuk organik menjadi

bentuk anorganik tersebut dapat dipercepat dengan penerapan

teknologi pengomposan, melalui kegiatan aktif mikroba aerob

atau anaerob (bakteri, jamur). Proses ini misalnya telah sangat

dipercepat dengan menggunakan sejenis bakteri aerob yang

disebut EM-4, yang dapat mengurai sampah menjadi kompos

dalam waktu 28-36 hari.

Sampah (waste) pada dasarnya adalah zat-zat atau benda-

benda yang sudah tidak terpakai lagi, baik berupa buangan

domestik (rumah tangga) maupun buangan pabrik sebagai sisa

proses industri. Sampah yang berasal dari daerah pemukiman

umumnya merupakan sampah organik yang cepat lapuk

(Garbage), yaitu sisa sayuran, nasi basi, berbagai jenis kertas,

Page 23: pengendalian lalat

II. KONSEP PEMECAHAN MASALAH SAMPAH

II-4

daun-tanaman, air larutan deterjen bekas cucian, tinja (faeces),

dan urine. Sedang sampah industri umumnya merupakan

sampah organik yang lambat lapuk (Rubish) misalnya adalah

limbah pabrik berupa kertas karton, ampas, limbah sisa

gergajian dan serpihan kayu, serbuk besi dan logam lainnya,

karton, plastik, kaca, mika, dan sebagainya. Secara kimiawi,

sampah-sampah tersebut dibedakan sebagai sampah organik

dan sampah non-organik.

Baik sampah organik maupun sampah non-organik dapat

diproses. Sampah golongan ini merupakan sisa-sisa pengolahan

atau sisa-sisa makanan dari rumahtangga atau merupakan hasil

sampingan kegiatan pasar bahan makanan, seperti pasar sayur-

mayur. Contoh sampah lapuk adalah potongan-potongan

sayuran yang merupakan sisa-sisa sortasi sayur-mayur dipasar,

makanan sisa dan sebagainya. Sampah tersebut melalui suatu

proses yang dinamakan Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah

Terpadu (SILARSATU) diubah menjadi kompos yang berfungsi

selain sebagai pupuk organik dalam usaha tani, juga berpotensi

memperbaiki struktur tanah marginal dan reklamasi/sanitasi

lingkungan lahan-lahan bekas tambang, sehingga dapat

dikembangkan sebagai komoditi yang memiliki nilai ekonomi

yang prospektif.

Perjalanan sampah dimulai dengan angkutan dari rumah

tangga, pasar, atau industri (Sampah Domestik dan Industri

atau SDI), baik sudah disortasi maupun belum, lalu diangkut ke

Depot Pengumpulan dan Sortasi Sampah (DPSS), dan ke

lingkungan SILARSATU untuk diubah menjadi kompos.

Prosesnya mencakup :

Page 24: pengendalian lalat

II. KONSEP PEMECAHAN MASALAH SAMPAH

II-5

1. Pemilahan antara sampah organik dan non-organik;

2. Pengeringan sampah organik;

3. Pengecilan/pelembutan sampah organik dengan mesin

perajang;

4. Pelapukan sampah organik di dalam reaktor sampah yang

melibatkan mikroba pengurai (bakteri atau jamur);

5. Penyaringan kompos;

6. Uji sertifikasi kompos, baik yang dihasilkan oleh reaktor

sampah sendiri maupun oleh reaktor sampah yang dikelola

masyarakat ;

7. Pengemasan kompos ke kantong-kantong plastik;

8. Penggudangan kemasan kompos yang telah disertifikasi; dan

9. Pengangkutan kompos ke pasar atau ke lahan-lahan

reklamasi.

Secara garis besar, teknis pengelolaan sampah dilakukan

dalam tiga tahapan yang terpisah, dimulai dari tahap rumah

tangga, pasar atau pabrik (Tahap SDI), kemudian tahap depot

pengumpulan dan sortasi sampah (Tahap DPSS) dan tahap

pabrik SILARSATU :

a. Tahap SDI

Pada tahap ini sampah rumah tangga, pasar dan industri

(SDI) dipilah menjadi sampah organik dan sampah non-organik

di masing-masing lokasinya oleh tenaga kerja terlatih (kader

pembina/anggota masyarakat yang telah dibekali penyuluhan

Page 25: pengendalian lalat

II. KONSEP PEMECAHAN MASALAH SAMPAH

II-6

dan pelatihan mengenai pengelolaan sampah terpadu), dimana

sampah organik ditempatkan ke dalam kantung plastik warna

hitam, dan sampah non-organik ke dalam kantung plastik warna

merah. Di dalam kantong-kantong plastik ini, sampah diangkut

ke DPSS, untuk proses selanjutnya.

b. Tahap DPSS

Pada tahap ini sampah organik yang mudah lapuk dan

sampah non-organik (logam, plastik, kaca, dan lain-lain) dipilah-

pilah oleh tenaga kerja terlatih dengan menggunaan alat-mesin

sederhana. Diharapkan pada tahap ini akan terserap sedikitnya

20 orang tenaga kerja di tiap unit DPSS ini.

Selanjutnya, sampah non-organik jenis logam-logaman

dikumpulkan pada mesin pres menjadi bentuk padatan kubus

yang mudah dipindah, disimpan, atau diangkut ke industri

proses lanjutan (pabrik peleburan dan industri otomotif). Sedang

bahan plastik dihancurkan oleh mesin pulverasi plastik menjadi

serbuk / bijih plastik siap ekspor. Bahan-bahan non-organik

tersebut dikumpulkan dari beberapa DPSS, dan pada saat yang

relatif bersamaan semua bahan sampah organik yang mudah

lapuk setelah terkumpul juga segera diangkut ke depot

penanganan dan pengolahan SILARSATU (DPPS) untuk proses

pengolahan lanjutan.

c. Tahap DPPS

Pabrik pengelolaan Sampah SILARSATU dilengkapi dengan

beberapa gudang penampungan : Gudang penampungan limbah

plastik dilengkapi dengan alat-mesin penghancur plastik yang

memproduksi bijih plastik untuk diekspor. Gudang penampungan

Page 26: pengendalian lalat

II. KONSEP PEMECAHAN MASALAH SAMPAH

II-7

limbah logam dilengkapi alat pengepres logam, beberapa logan

disortir kembali sesuai dengan jenis logam setelah dipres segera

dijual. Gudang penampungan limbah kaca dilengkapi alat

pendaur ulang kaca.

Sedangkan sampah organik yang mudah lapuk segera

setelah dikering-anginkan dirajang dengan mesin perajang. Bau

busuk sampah organik dieliminasi oleh Bioaktivator, sejenis

bahan pengharum sekaligus pengurai bahan organik yang

disemprotkan ke dalam kantung plastik. Bioaktivator yang

digunakan dalam sistem ini adalah konsentrat cair yang

mengandung kumpulan bakteri tergradasi ‘degradation bacteria’.

Mikroba ini mampu mempercepat pelapukan dan penguraian

bahan organik, sekaligus menghilangkan bau yang dihasilkan

oleh kegiatan bakteri pembusuk.

Sampah organik disemprot dengan cairan mikroba

pengurai dan ditempatkan ke dalam reaktor sampah untuk

diproses menjadi kompos. Lama proses pengomposan

diperkirakan antara 14-20 hari, tergantung kepada komposisi

sampah organik yang diproses dan aktivitas mikroba pengurai

yang digunakan.

Kompos yang dihasilkan kemudian disaring, dikering-

anginkan dan diuji melalui pengujian sertifikasi kompos di

laboratorium SILARSATU. Bila perlu, komposisi kompos dapat

direkayasa sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan

penggunaannya; sebagai pupuk kompos multiguna untuk

kesuburan tanah pertanian, atau bahan kondisioner tanah untuk

reklamasi lahan marginal, atau lahan bekas tambang. Setelah

dikemas maka kompos ini segera dapat dipasarkan sebagai

Page 27: pengendalian lalat

II. KONSEP PEMECAHAN MASALAH SAMPAH

II-8

komoditi agribisnis, baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun

ekspor.

2.3. Pendekatan Ekonomi

Pendekatan ekonomi pada dasarnya menekankan pada

aspek kelayakan kegiatan pengelolaan secara ekonomi.

Kelayakan yang dimaksud juga mengandung makna bahwa

struktur dan rancang bangun instalasi SILARSATU memenuhi

persyaratan untuk dioperasikan sebagai fasilitas teknis untuk

kegiatan industri yang aman dan terkendali, ramah lingkungan

dimana keberadaannya tidak mengurangi kualitas lingkungan

hidup di sekitarnya, baik kualitas sosial maupun kualitas SDA,

dan secara perhitungan tekno-sosio-ekonomi memberikan

keuntungan ekonomi dengan nilai tambah yang proporsional.

Dengan demikian untuk menciptakan sistem pengelolaan

sampah yang memberi nilai ekonomi baik haruslah dilihat

sampai pada skala ekonomi berapa sistem ini akan memberikan

dampak ekonomi yang positif tidak saja bagi pemerintah akan

tetapi juga bagi masyarakat.

Ukuran yang dapat dijadikan dasar untuk menilai

kelayakan ekonomi dari implementasi SILARSATU ini adalah

dengan menghitung nilai keuntungan bersih yang dinyatakan

dengan NPV (Net Present Value) dari proyek disertai dengan IRR

(Internal Rate of Return) yang dapat dihasilkan dengan sistem

ini.

Penerapan sistem pengelolaan sampah model SILARSATU

ini bila dilihat dari pendekatan ekonomi harus dapat memberikan

Page 28: pengendalian lalat

II. KONSEP PEMECAHAN MASALAH SAMPAH

II-9

pendapatan tambahan bagi masyarakat sekitar dan secara

makro dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

secara signifikan.

Page 29: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-1

Rancangan teknis SILARSATU pada dasarnya mengikuti

tahapan umum yang berlaku dalam proses pengelolaan sampah,

khususnya sampah rumah tangga di perkotaan. Sebelum

membahas masalah rancangan teknis SILARSATU, ada baiknya

dibahas terlebih dahulu bagaimana sebenarnya tahapan proses

pengelolaan sampah di perkotaan tersebut, sehingga justifikasi

perancangan teknis SILARSATU dapat memenuhi prinsip dasar

pengelolaan sampah tersebut. Dengan demikian dapat

memberikan solusi yang efektif dan efisien dalam mengatasi

masalah persampahan di perkotaan, khususnya kota Bandung.

3.1. Faktor-faktor Dasar Dalam Pengelolaan Sampah

Organisasi pengelola persampahan sebagaimana seperti

halnya organisasi modern lainnya mempunyai proses. Output

dari sistem dapat bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Secara

kualitatif adalah tempat pembuangan sampah akhir yang bersih,

rapi, tertib, indah dan kota yang bersih. Sedangkan secara

kuantitatif adalah tingkat pelayanan yang diberikan kepada

masyarakat akan lebih terpuaskan, yang dapat berupa

persentase pelayanan terhadap jumlah penduduk, luas kota atau

jumlah sampah kota yang terangkut setiap harinya.

Input yang dibutuhkan untuk pengelolaan persampahan ini

adalah manusia, peralatan, biaya dan metode pengelolaan. Yang

kesemuanya itu saling berkaitan dengan erat. Dalam proses

transformasi sistem, input-input perlu diatur dan ditata sehingga

mempunyai nilai guna yang maksimal. Untuk itu dalam sistem

pengelolaan tersebut diperlukan bagian-bagian yang bertugas

mengatur masing-masing input sehingga proses tranformasi

Page 30: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-2

akan berlangsung dengan sebaik mungkin menuju output dan

tujuan yang diharapkan. Dengan demikian dari sisi input ini

jelas diperlukan adanya peran serta masyarakat secara aktif dan

berkesinambungan terutama dalam mewujudkan kebersihan

lingkungan. Masyarakat dalam hal ini banyak berperan dalam

proses pewadahan sampah dan pengumpulan sampah sehingga

memudahkan dalam pemindahan, pengangkutan, pengelolaan

dan pemanfaatan sampah dan pembuangan sampah akhir yang

selama ini ditangani oleh pemerintah daerah, khususnya melalui

PD Kebersihan.

3.1.1. Pewadahan Sampah

Pewadahan merupakan tahap awal proses pengelolaan

sampah, yang merupakan usaha menempatkan sampah dalam

suatu wadah/tempat agar tidak berserakan, mencemari

lingkungan, mengganggu kesehatan masyarakat, serta untuk

tujuan menjaga kebersihan dan estetika. Peralatan yang

digunakan untuk maksud tersebut oleh masyarakat disebut

sebagai tempat sampah. Perwadahan ini dapat bersifat individual

dan komunal (dipakai untuk bersama umum).

Pewadahan yang bersifat individual biasanya diterapkan di

daerah komersial, perkantoran dan pemukiman yang teratur.

Dengan peralatan yang dipergunakan bisa bermacam-macam

dan biasanya adalah bin plastik, drum (tong), wadah kayu,

kardus atau pasangan batu bata di pagar rumah (perumahan

elite). Pengadaan wadah sampah ini dilakukan oleh masing-

masing individu pemilik bangunan/rumah tersebut. Untuk wadah

sampah yang seragam di sepanjang jalan protokol dan daerah

pemukiman, maka pengadaannya dilakukan oleh Pemda untuk

Page 31: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-3

kemudian dibagikan kepada masyarakat. Pewadahan komunal

diterapkan di daerah pemukiman yang tidak teratur (dari segi

bangunan dan jalan), pemukiman yang masih jarang

penduduknya, dan di pasar. Peralatan yang dipergunakan adalah

bak sampah dari pasangan batu bata atau container plastik yang

besar.

3.1.2. Pengumpulan Sampah

Pengumpulan sampah dalam hal ini adalah pengambilan

sampah dari wadahnya di tiap sumber oleh petugas organisasi

formal baik unit pelaksana dari Pemerintah Daerah maupun

petugas dari lingkungan masyarakat setempat, ataupun dari

pihak swasta yang telah ditunjuk oleh Pemerintah Daerah. Untuk

selanjutnya dipersiapkan bagi proses pemindahan ataupun

pengangkutan langsung ke lokasi pengelolaan /pembuangan

akhir. Pengumpulan ini dapat bersifat individual (door to door)

maupun pengumpulan komunal. Pengumpulan individual artinya

petugas pengumpulan mendatangi dan mengambil sampah dari

setiap rumah tangga, toko atau kantor di daerah pelayanannya.

Peralatan yang dipergunakan untuk aktivitas pengumpulan

ini adalah truk ataupun gerobak. Sedangkan pengumpulan

komunal artinya merupakan tempat pengumpulan sampah

sementara yang merupakan wadah yang sampahnya didapat

dari rumah-rumah yang dibawa oleh gerobak. Sedangkan

pengumpulan sampah di jalan-jalan besar, dilakukan oleh

petugas Dinas Kebersihan dengan penyapuan dan pengambilan

sampah dari rumah ke rumah.

Page 32: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-4

3.1.3. Pemindahan Sampah

Pemindahan sampah adalah merupakan proses

pemindahan hasil pengumpulan sampah ke dalam peralatan

pengangkutan (truk). Pemindahan sampah untuk daerah

kotamadya Bandung misalnya dilakukan secara manual. Lokasi

tempat berlangsungnya proses pemindahan ini dikenal dengan

nama Tempat Pembuangan Sementara (TPS).

3.1.4. Pengangkutan Sampah

Pengangkutan sampah berkaitan dengan kegiatan

membawa sampah dari lokasi pemindahan ke lokasi

pembuangan akhir. Bila tidak menggunakan fase pemindahan,

maka termasuk proses pengumpulan langsung. Perbedaan

tahapan proses pengumpulan dan pengangkutan adalah sebagai

berikut :

Tabel 3.1. Perbedaan Proses Pengumpulan Dan Pengangkutan

Deskripsi Pengumpulan Pengangkutan

Daerah kerja Langsung berhubungan dengan masyarakat

Tidak langsung berhubung an dengan masyarakat

Jenis pekerjaan Mengumpulkan sampah dari sumbernya, dibawa ke tempat pemindahan

Mengangkut sampah dari tempat pemindahan ke pembuangan akhir

Spesifikasi peralatan

Tidak bermesin, mudah pengoperasian dan perawatannya, jumlahnya banyak

Bermesin, rumit pengoperasian dan perawatannya, jumlah sedikit

Kualifikasi tenaga kerja

Tidak memerlukan keahlian, jumlah banyak

Mempunyai keahlian jumlah sedikit

Sumber : Litbang Dinas Kebersihan Kotamadya Bandung (1998)

Page 33: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-5

3.1.5. Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah

Pada umumnya proses pengelolaan sampah di perkotaan

terdiri dari beberapa tahapan proses, antara lain :

1. Pewadahan di tempat timbulan

2. Pengumpulan dari wadah tempat timbulan ke tempat

pemindahan (tempat pembuangan sementara)

3. Pemindahan dari wadahnya di alat pengangkut

4. Pengangkutan ke tempat pembuangan atau ke tempat

pengolahan

5. Pengolahan sampah untuk dimanfaatkan

6. Pembuangan akhir.

Kegiatan pengolahan dan pemanfaatan sampah ini

ditujukan untuk mendaur ulang sampah yang ada untuk

kegunaan yang lain. Pengolahan sampah ini dilakukan dengan

proses Composting, yakni untuk membuat pupuk kompos,

kemudian proses Packing, yakni : untuk mengepak sampah

anorganik dan proses Incineration (pembakaran), yakni untuk

dimanfaatkan energi panasnya.

Proses pengomposan adalah seluruh operasi yang

memungkinkan dihasilkannya kompos dengan karakter seperti

tanah, yang berguna untuk tanaman (DPU, 1996). Pada

umumnya ada dua proses dasar yang terjadi pada

pengomposan, yaitu proses aerobik dan anaerobik. Proses

aerobik adalah proses penguraian bahan-bahan organik oleh

mikroorganisme dengan menggunakan oksigen, sedangkan

proses anaerobik adalah proses serupa tanpa menggunakan

oksigen.

Page 34: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-6

Proses pengomposan yang dikembangkan akhir-akhir ini

lebih banyak menggunakan proses aerobik dibandingkan dengan

proses anaerobik. Alasan yang menyertai hal tersebut karena

proses anaerobik memerlukan banyak tempat dan waktu,

mekanisme proses aerobik dikenal baik dan dapat membuat

bakteri patogen tidak aktif, dan karena perlengkapan dan

teknologi proses ini telah dikembangkan secara efektif. Beberapa

ciri yang menyertai pengomposan aerobik adalah tingkat

penguraian yang tinggi, dibebaskannya sejumlah energi dalam

bentuk panas sebagai hasil oksidasi air dan karbondioksida, tidak

menumbuhkan gas yang kurang sedap, temperatur tinggi yang

dihasilkan akan menurunkan potensi mikroorganisme bakteri

patogen.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan

adalah sebagi berikut :

a) Kadar Air

Kadar air dalam suatu campuran kompos harus lebih besar

dari batas terendah syarat berlangsungnya aktivitas bakteri

(12-15)%. Kadar air optimum untuk proses pengomposan

yang efisien berkisar antara (50-60)%.

b) Temperatur

Sebagian besar mikroorganisme tumbuh baik pada

temperatur antara 20 dan 350C. Patogen yang tumbuh subur

menghasilkan suhu tubuh 370C.

Page 35: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-7

c) Waktu

Kualitas produk sebagian besar tergantung pada lama

campuran dikomposkan. Jika temperatur pengomposan tinggi

(optimum 50-550C) tidak dapat dipertahankan selama waktu

yang diperlukan (> 2 hari), maka destruksi bakteri patogen

tidak sampai pada tingkat yang diinginkan, dimana beberapa

bakteri patogen yang resistan panas dapat bertahan selama

temperatur tersebut.

d) Ukuran Partikel

Materi kompos dengan ukuran partikel yang kecil lebih mudah

dikomposkan daripada materi dengan partikel besar yang

mempunyai permukaan lebih luas. Untuk hal yang sama, jika

partikel terlalu halus juga akan menyebabkan kekurangan

oksigen. Bentuk partikel material yang akan dikomposkan

berkisar 10-50 mm.

e) Perbandingan C dan N

Carbon dan Nitrogen merupakan dua elemen yang dibutuhkan

bagi pertumbuhan mikrobiologi. Perbandingan carbon

terhadap nitrogen dapat menunjukan kecepatan dekomposisi

bahan organik. Jika C/N ratio terlalu tinggi, proses

dekomposisi akan berjalan lambat. Jika C/N ratio terlalu

rendah, sebagian besar nitrogen akan cepat hilang melalui

penguapan sebagai molekul amonia. Dalam proses

pengomposan, perbandingan C/N akan mengalami penurunan

biasanya pada awal ± 30 dan pada akhirnya menjadi ±15.

Carbon berfungsi sebagai energi bagi mikroorganisme dan

Nitrogen berfungsi untuk sintesa protein. Jika mikroorganisme

Page 36: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-8

mati, nitrogen yang tetap ada akan didaur ulang dalam sel

bakteri. Oleh karena itu kompos akan berkualitas baik jika

C/N turun menjadi 15-18%.

f) Pengontrolan pH

PH optimum bagi pertumbuhan bakteri dan mikroorganisme

lain berkisar antara 6-9. Jika pH terlalu asam (<5) aktivitas

mikrobiologi akan terhenti. Pada awal proses pengomposan,

pH akan rendah sehingga akan terjadi pembentukan asam

sampai hari ke-3. Pada tahap berikutnya, pH akan mengalami

kenaikan menjadi 8-9 sampai pada akhir proses.

g) Kontrol Lalat

Untuk melihat proses yang terjadi baik atau tidak, dapat

dilihat dengan indikator lalat. Banyaknya lalat menunjukkan

bahwa proses yang terjadi cenderung anaerob. Hal ini tidak

baik, oleh sebab itu untuk mencegah pertumbuhan lalat dapat

dilakukan dengan cara menghancurkan sampah dan

pembalikan sampah. Bau tidak hanya sebagai indikator bagi

efisiensi proses, tapi juga berpengaruh pada penerimaan dan

dukungan publik bagi perencanaan pengomposan, khususnya

di daerah dengan kepadatan populasi yang tinggi.

h) Waktu Pengomposan

Proses pengomposan secara konvesional (tanpa

menggunakan perlakuan mikroba pengurai tambahan)

biasanya berlangsung selama 4-6 bulan setelah komposter

terisi penuh dengan sampah dapur. Saat ini telah

dikembangkan mikroba yang mampu menguraikan sampah

Page 37: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-9

menjadi kompos dengan waktu proses yang lebih singkat,

yaitu antara 18 hingga 21 hari.

Gambaran contoh reaktor kompos sederhana yang telah

banyak dikembangkan masyarakat adalah seperti yang disajikan

pada Gambar 3.1.

Reaktor Tipe Bak Reaktor Tipe Drum

Gambar 3.1. Reaktor Kompos Sederhana

Proses pengelolaan sampah selain dijadikan kompos

adalah proses pembakaran sampah melalui insinerator. Proses

ini merupakan penghancuran sampah atau residu sampah yang

tidak terpakai lagi baik sampah organik maupun anorganik

melalui pembakaran.

Alat pembakaran ini berkapasitas 100-120 kg/jam. Hasil

dari pembakaran itu adalah berupa abu sampah yang kemudian

abu sampah tersebut dijadikan batu bata abu sampah. Untuk

proses pembakaran ini diperlukan panas pembakaran yang lebih

besar dari 600°C untuk menghindari timbulnya gas-gas

berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Dengan demikian

cara ini memerlukan energi pembakaran dan biaya operasi yang

Page 38: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-10

tidak murah, disamping itu memerlukan perawatan yang lebih

intensif.

Pengalaman di beberapa kota besar menunjukkan bahwa

penggunaan insinerator tidak seluruhnya dapat berjalan

sempurna terutama dikaitkan dengan penerimaan masyarakat di

sekitar tempat pembakaran, yang acapkali mengeluh karena

polusi udara akibat asap dan bau gas yang ditimbulkan. Contoh

dari model insinerator yang dimaksud adalah sebagaimana

disajikan pada gambar berikut.

(sumber : CMC, 2002)

Gambar 3.2. Insinerator untuk Pembakaran Sampah

Pemanfaatan lainnya adalah Packing sampah, yang

biasanya ditujukan untuk diperdagangkan (barang bekas),

seperti kardus, kertas, plastik kaleng, botol/kaca dan lain-

lainnya (Gambar 3.3.). Pemanfaatan sampah non organik saat

ini di beberapa tempat telah dapat memberikan nilai ekonomi

yang berarti.

Produk sampah non organik ini digunakan sebagai bahan

baku industri daur ulang. Sedangkan pemanfaatan kompos dari

Page 39: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-11

sampah organik saat ini terutama untuk pupuk organik yang

berguna bagi sektor pertanian atau pertamanan.

(Sumber : DPU Bekasi, 2002)

Gambar 3.3. Penumpukan Sampah Non Organik Sebelum Dimanfaatkan untuk Bahan Daur Ulang

3.1.6. Pembuangan Akhir Sampah

Pembuangan akhir sampah merupakan proses terakhir

dalam siklus pengelolaan persampahan formal. Untuk fase ini

dapat menggunakan berbagai metode dari yang sederhana

hingga tingkat teknologi tinggi. Metode pembuangan akhir yang

banyak dikenal adalah :

1. Open dumping, yakni membuang sampah pada tempat

pembuangan sampah akhir secara terbuka di suatu lokasi

tertentu

2. Control landfill, yakni pembuangan sampah pada tempat

pembuangan sampah akhir seperti halnya pada open

dumping, namun disini terdapat proses pengendalian /

pengawasan sehingga lebih tertata.

3. Sanitary landfill, yakni pembuangan sampah pada tempat

pembuangan sampah akhir dengan menimbun sampah ke

Page 40: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-12

dalam tanah hingga periode waktu tertentu. Dengan

demikian cara ini dapat menekan polusi / bau dan

kebersihan lingkungan lebih baik dari metode lainnya.

Konsekuensi dari pembuangan sampah di tempat

pembuangan sampah akhir ini adalah dibutuhkannya lahan

yang luas serta biaya pengelolaan yang besar.

Tempat pembuangan sampah akhir (TPA) membutuhkan

ruang / tempat yang luas dan disyaratkan jauh dari tempat

pemukiman penduduk (Gambar 3.4.). Dengan adanya

keterbatasan lahan di berbagai kota besar tempat penampungan

sampah akhir lambat laun menjadi masalah. Oleh karena itu

adanya upaya mengurangi beban penumpukan sampah di TPA

dengan berbagai metode pengelolaan sampah yang lebih baik

merupakah langkah yang perlu terus dikembangkan,

sebagaimana konsep dasar yang diterapkan pada model

pengelolaan sampah SILARSATU.

(Sumber : DPU Bekasi, 2002)

Gambar 3.4. Tempat Pembuangan Sampah Akhir

Page 41: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-13

3.2. Analisis Kebutuhan

Pengelolaan sampah dengan menggunakan pendekatan

model SILARSATU dalam hal ini membutuhkan beberapa

perangkat pendukung operasi seperti :

1. Perlengkapan penampungan dan transportasi sampah rumah

tangga

2. Lahan penampungan sampah

3. Bangunan pengolahan sampah

4. Alat dan Mesin pengolahan sampah

5. Gudang penyimpanan produk

6. Penataan Lingkungan dan Sanitasi

7. Keterlibatan tenaga kerja dalam sistem

Perangkat pendukung tersebut mutlak diperlukan dengan

dimensi yang dapat diatur disesuaikan dengan kondisi wilayah

setempat. Gambaran umum berkaitan dengan perangkat

pendukung tersebut dijelaskan berikut.

3.2.1. Perlengkapan Penampungan Dan Transportasi Sampah

a. Kantong Plastik / Kertas Daur Ulang

Kantong plastik atau kertas daur ulang sebaiknya

digunakan sebagai media penampung sampah mulai dari lingkup

rumah tangga hingga pada tempat pembuangan sampah akhir.

Untuk dapat membiasakan masyarakat membuang sampah pada

tempatnya dan memilahnya sesuai dengan jenis sampahnya

pada kantong yang ada membutuhkan waktu dan sosialisasi

yang cukup lama. Oleh karena itu kegiatan penyebar luasan

Page 42: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-14

informasi mengenai cara membuang sampah yang baik harus

dimulai dari sekarang.

Kantong plastik digunakan agar pada saat penampungan

sampah organik dan non organik dari tiap rumah dapat ditangani

dengan baik dan tidak cepat rusak karena adanya cairan atau

bahan lainnya. Sedangkan kertas daur ulang dimaksudkan untuk

menampung sampah organik atau non organik yang kering,

dimana bahan kertas penampungnya dapat digunakan atau

didaur ulang kembali.

Beberapa contoh kantong, kotak / box plastik maupun

kertas daur ulang untuk menampung sampah tersebut adalah

sebagai berikut :

1. Kantong Tampung Sampah Dari Kertas

2. Tong Sampah Dari Plastik

4. Tangki Sampah Portable Dari Plastik

5. Tangki Sampah Portable Dari Kayu

Sumber : www.composters.com (2000)

Gambar 3.5. Beberapa Contoh Media Penyimpan Sampah

b. Gerobak Penyortir Sampah

Idealnya proses penyortiran sampah sudah dapat

dilakukan di setiap halaman rumah tangga dimana sampah telah

dipilah pada kantong plastik atau kertas daur ulang atau tong

sampah kayu yang tersedia di tiap rumah. Hal ini dimaksudkan

Page 43: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-15

agar sampah dapat segera diproses atau dipilah baik untuk

bahan kompos (dari sampah organik), maupun untuk bahan

daur ulang (sampah non organik; kertas, plastik, kaca, kaleng,

kayu, dll).

Gerobak penyortir sampah dalam hal ini dirancang dengan

memiliki kotak khusus untuk memisahkan antara sampah

organik dan sampah non organik. Sebagai contoh misalnya

seperti yang dicontohkan pada Gambar 3.6.

Pemisahan atau pemilahan sampah dengan menggunakan

gerobak sampah yang telah dipisah peruntukkan untuk sampah

organik dan non organik ini adalah untuk memudahkan pada

tahapan proses pemanfaatan sampah tersebut selanjutnya.

Sebagai ilustrasi, berikut adalah contoh gambar rancangan

gerobak pemilah sampah yang dimaksud.

Kantong Pemilah Box Sampah Gerobak Pemilah Keterangan Gambar : 1. Kotak A pada gerobak dimaksudkan untuk sampah organik 2. Kotak B pada gerobak untuk sampah non organik kertas 3. Kotak C pada gerobak untuk sampah non organik plastik 4. Kotak D pada gerobak untuk sampah non organik kaca

Gambar 3.6. Kantong Pemilah, Box Sampah & Gerobak Pemilah Sampah

Page 44: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-16

Disamping kantong pemilah, kotak sampah dan gerobak

pengangkut beberapa alat pendukung lain untuk memudahkan

proses penyortiran dan pemindahan sampah adalah : Garu

garpu, sekop, cangkul dan gerobak angkut kecil seperti pada

gambar.

Sumber : www.composters.com (2000)

Gambar 3.7. Garu Garpu, Sekop, Cangkul dan Gerobak Kecil

3.2.2. Lahan Penampungan Sampah

Lahan penampungan sampah dalam pengelolaan sampah

perkotaan mutlah diperlukan, mengingat kebanyakan kota di

Indonesia menggunakan model pengelolaan sampah secara

bertahap mulai dari rumah, Tempat Pembuangan Sementara

(TPS) hingga ke Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA)

sebagaimana yang telah dijelaskan pada pokok bahasan

sebelumnya. Baik TPS maupun TPA membutuhkan lahan yang

luas, apalagi bila dikaitkan dengan jumlah penduduk rata-rata di

perkotaan (terutama di pulau Jawa) demikian padat sehingga

sampah yang ditimbulkan setiap hari juga besar.

Pengelolaan sampah dengan model yang ada sekarang ini

cenderung untuk diubah mengingat ketersediaan lahan khusus

Page 45: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-17

untuk TPS atau TPA makin berkurang sejalan dengan

pembangunan perumahan dan mahalnya harga tanah. Untuk itu

perlu adanya solusi untuk mengurangi ketergantungan pada

adanya TPS ataupun TPA dalam jumlah yang besar. Model

pengelolaan sampah seperti halnya SILARSATU dalam hal ini

mengurangi ketergantungan pada kebutuhan lahan dan beban

TPA yang ada sekarang ini, mengingat pada sistem ini peran TPS

ditingkatkan menjadi suatu pusat pengelolaan sampah terpadu

(boleh dikatakan sebagai pabrik kelola sampah menjadi produk

yang lebih bermanfaat).

Ada beberapa persyaratan yang diperlukan untuk

mengimplementasikan model pengelolaan sampah SILARSATU

ini, terutama dikaitkan dengan ketersediaan lahan yang ada,

yakni :

• Lahan penampungan (dari TPS misalnya) cukup luas

• Tidak terlalu berdekatan dengan lingkungan pemukiman

• Harus ada penataan, mulai dari jalan masuk, tempat

penampungan sampah (organik dan non organik)

• Tidak berkesan kumuh, namun asri dan tertata

• Status kepemilikan lahan harus jelas agar tidak

menimbulkan masalah dikemudian hari

• Memudahkan dalam transportasi, baik dalam transportasi

sampah maupun hasil dari pengolahan sampah menjadi

bahan yang bermanfaat.

Page 46: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-18

3.2.3. Bangunan Pengolahan Sampah

Bangunan untuk pengolahan sampah berbeda dengan

bangunan yang digunakan untuk rumah tinggal. Pada bangunan

untuk sampah terdapat beberapa tempat yang harus dipenuhi,

antara lain :

• Memiliki tempat penampungan sampah sementara sebelum

diolah, baik organik maupun non organik.

• Adanya tempat untuk reaktor sampah organik dan untuk

peralatan / mesin yang dibutuhkan.

• Tempat untuk laboratorium uji kualitas produk olahan

sampah. Laboratorium uji mutu produk (khususnya untuk

produk kompos) setidaknya dilengkapi dengan fasilitas uji

antara lain : Alat pH tester, C/N ratio tester, chromatograph,

moisture tester, germinator untuk pengembangan mikroba,

tabung reaksi, beker glass, gelas ukur, alat ukur waktu

(timer), rotator glass, dryer, pompa vakum (vacuum pump)

dan alat ukur butiran (particle mesh).

• Tempat untuk ruang administrasi pengelolaan sampah.

Ruangan ini dimaksudkan untuk tempat pengelolaan seluruh

administrasi dan manajemen kegiatan yang dalam hal ini

berorientasi kepada usaha yang berbasis masyarakat.

• Memiliki sistem ventilasi dengan tata letak serta penataan

konstruksi bangunan yang baik, sehingga mampu

mengeleminasi bau dari sampah atau gas-gas yang

ditimbulkan serta kemungkinan banyaknya lalat disekitar

bangunan.

Page 47: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-19

Sebagai gambaran ilustrasi bangunan beserta penataan

tata letak fasilitasnya, berikut adalah contoh model penataan

bangunan tempat pengelolaan sampah menurut model

SILARSATU untuk skala kecil di lingkungan kelurahan.

Gambar 3.8. Tataletak Bangunan Model Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu (SILARSATU) Standar

3.2.4. Alat Dan Mesin Pengolahan Sampah

Pengelolaan sampah dengan pendekatan SILARSATU

membutuhkan beberapa peralatan dan mesin dengan prinsip

dasar adalah penekanan pada perekrutan atau menyerap tenaga

kerja sebanyak mungkin (padat karya). Dengan demikian alat

dan mesin yang digunakan merupakan pendukung kerja

operator atau tenaga kerja yang terlibat di dalamnya.

Page 48: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-20

Beberapa peralatan dan mesin standar yang diperlukan

antara lain sebagaimana disajikan pada tabel berikut.

Tabel 3.2. Kebutuhan Peralatan, Mesin Dan Tenaga Kerja Di Bangunan Pengolahan Kompos

No Alat / Mesin

A Dalam ruang bongkar muat 1 Cangkul B Dalam ruang sortasi 1 Garu 2 Cangkul 3 Gerobak dorong pengangkut non organik @ 1m3 4 Sekop 5 Mini loader / tracktor C Perajangan 1 Mesin perajang sampah @ 400 kg/jam D Pemasukan hasil rajangan sampah 1 Cangkul 2 Garu E Reaktor sampah 1 Sprayer gendong 2 Penutup sampah (plastik) 3 Aerator kompos (exhaust blower fan) 4 Mikroba dekomposter 30 lt/bln 5 Air pencampur F Pencacahan kompos 1 Mesin cacah kompos @ 400 kg/jam 2 Sekop 3 Cangkul 4 Ventilator & dryer kompos G Penyaringan kompos 1 Mesin penyaring kompos @ 400 kg/jam 2 Sekop H Penimbangan & pengemasan 1 Alat timbang 50 kg 2 Mesin kemas @ 25 kemasan/jam ~ 25 kg 3 Sekop 4 Kemasan plastik @ 25 kg ~ 9000 lbr/bln 5 Pekerja angkut & pemindah kemasan 6 Peralatan uji mutu / laboratorium

Page 49: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-21

Lanjutan Tabel 3.2.

No Alat / Mesin

I Ruang gudang lantai atas 1 Troli 2 Conveyor belt 3 Pencatat data 4 Komputer & printer 5 Meja tulis 6 Kursi 7 Lemari data J Ruang administrasi kantor 1 Meja & Kursi ruang tamu 2 Komputer & printer 3 Lemari arsip 4 Meja tulis staff 5 Kursi staff 6 Peralatan komunikasi (telpon/fax) 7 Meja tulis ruang pimpinan 8 Kursi ruang pimpinan 9 Meja & kursi tamu ruang pimpinan

Tabel 3.3. Kebutuhan Peralatan, Mesin Dan Tenaga Kerja Di Bangunan Pengolahan Sampah Non Organik

No Alat / Mesin

A Ruang timbunan sampah non organik (8 x 22 m2) 1 Garu 2 Sekop 3 Cangkul 4 Pengumpan dan bongkar muat B Sortasi dengan conveyor belt 1 Conveyor belt C Penimbangan & pengemasan sampah non organik 1 Timbangan 100 kg 2 Mesin kemas sampah non organik 3 Karung plastik kemasan 4320 sak / bulan 4 Gerobak dorong sampah non organik D Gudang sementara sampah non organik 1 Exhaust blower fan

Page 50: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-22

3.2.5. Gudang Penyimpanan Produk

Gudang penyimpanan produk pengolahan sampah adalah

satu bagian yang juga harus ada pada model pengelolaan

sampah SILARSATU. Bangunan gudang dalam hal ini perlu

dilengkapi dengan sistem ventilasi yang baik, antara lain:

• Mengatur ruang bangunan yang sesuai dengan kapasitas

tampung kompos ataupun bahan non organik yang telah

dikemas.

• Menggunakan ventilator berupa fan

• Dilengkapi dengan gerobak angkut

3.2.6. Penataan Lingkungan Dan Sanitasi

Penataan lingkungan dan sanitasi dimaksudkan untuk

memberi kesan bahwa kegiatan pengelolaan sampah tidak selalu

kotor dan bau akan tetapi bila dikelola dengan baik akan bersih

dan asri.

Penataan lingkungan disekitar bangunan SILARSATU dapat

dilengkapi dengan jalur pertamanan yang ditanami oleh

beberapa jenis tanaman yang dapat memberikan wangi-wangi

seperti : Tanaman melati, mawar / ros, kopi, kayu putih, akar

wangi, bambu Jepang, pohon tanjung.

Untuk mendukung sanitasi tanaman akar wangi dapat

ditanam disekitar areal bangunan. Kelebihan tanaman ini adalah

kemampuannya untuk menyerap bahan bahan racun berbahaya

yang mungkin terbawa dalam sampah dan menyerap ke dalam

tanah. Disamping itu akar dari tanaman ini memberikan bau

aroma khas yang juga dapat dimanfaatkan untuk bahan baku

Page 51: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-23

industri aromaterapi. Sedangkan tanaman bambu Jepang dalam

hal ini digunakan sebagai pagar hidup yang dapat menutup

pemandangan dalam bangunan sehingga tidak langsung terlihat

dari daerah pemukiman sekitar. Hal ini dimaksudkan untuk

mengurangi kesan kumuh dan kotor pusat kelola sampah ini.

Contoh penataan tanaman dalam mendukung sanitasi

lingkungan di sekitar bangunan SILARSATU adalah seperti yang

disajikan pada gambar.

Sumber : Paul Truong (1999

a). Tanaman Bambu Jepang (b). Tanaman Akar Wangi

Gambar 3.9. Contoh Penataan Tanaman Untuk Sanitasi Lingkungan

3.2.7. Keterlibatan Tenaga Kerja Dalam Sistem

Prinsip dasar pengembangan kegiatan usaha yang berhasil

adalah selain memberikan nilai ekonomi yang berarti juga

memberi dampak sosial positif bagi masyarakat. Mengingat

pengelolaan sampah ini banyak melibatkan masyarakat,

terutama sebagai elemen dominan dalam proses timbulan

sampah, pengelolaan sampah model SILASATU ini juga tidak

lepas dari peran serta masyarakat.

Page 52: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-24

Orientasi pengelolaan dengan basis kegiatan di TPS yang

dimodifikasi menjadi tempat kegiatan pengelolaan sampah

sekaligus tempat usaha setidaknya membutuhkan tenaga kerja

yang memiliki motivasi dan dedikasi yang tinggi dalam

menciptakan lingkungan yang bersih dan kegiatan usaha yang

berkesinambungan serta memberi nilai tambah ekonomi

baginya.

Model SILARSATU membutuhkan tenaga kerja yang akan

berperan dalam beberapa kegiatan seperti :

1. Pengumpulan sampah rumah tangga dan lingkungan sekitar

TPS

2. Pemilahan sampah di tempat pengelolaan sampah, baik

pada proses pemilahan sampah organik maupun sampah

non organik

3. Pengolahan sampah organik menjadi kompos

4. Penyaringan kompos

5. Pengujian kompos di laboratorium

6. Pengemasan dan pengangkutan

7. Administrasi pusat kegiatan dan manajemen usaha

Berdasarkan gambaran kebutuhan tenaga kerja di atas

diharapkan kegiatan ini akan mampu menyerap tenaga kerja

yang cukup banyak (padat karya) sehingga dapat menjadi solusi

bagi perluasan lapangan pekerjaan yang akhir-akhir ini makin

menurun.

Page 53: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-25

3.2.8. Estimasi Kebutuhan Fisik Alat, Mesin, Dan Tenaga Kerja Untuk Operasional Pada Bangunan SILARSATU

Kebutuhan peralatan, mesin dan tenaga kerja

sebagaimana diuraikan pada Tabel 3.2. dan Tabel 3.3.

selanjutnya dapat digunakan untuk memperkiraan biaya yang

dibutuhkan dalam rangka realisasi operasi produksi pada proses

pengolahan sampah organik dan non organik dengan

menggunakan model SILARSATU.

Adapun yang menjadi dasar perancangan bangunan,

peralatan dan mesin untuk model SILARSATU ini adalah sebagai

berikut :

1. Luas areal lahan untuk seluruh bangunan SILARSATU adalah

seluas 4.000 m2.

2. Kapasitas bongkar muat sampah setiap hari adalah 36 m3

atau setara dengan sekitar 7.200 kg per hari (1 m3 sampah

setara dengan 200 kg sampah) untuk wilayah cakupan

pengelolaan sampah sekitar 1 wilayah Kecamatan.

3. Pengolahan sampah dilaksanakan dalam 3 shift kerja dalam

satu hari yaitu shift pertama jam 6 pagi, shift kedua jam 11

dan shift ketiga jam 16 dengan masing-masing kapasitas olah

sampah per shift sebesar 12 m3 atau setara 2400 kg sampah.

4. Ratio sampah organik dengan non organik adalah 1 : 2,

artinya dari 36 m3 sampah tersebut, sebanyak 12 m3 adalah

sampah organik.

5. Banyaknya kompos yang dapat dihasilkan dari sampah

organik adalah sekitar 1/3 dari jumlah sampah organik yang

masuk atau dari 12m3 sampah organik sampah yang masuk

Page 54: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-26

akan dihasilkan kompos sekitar 4 m3 setiap kali proses selama

lebih kurang 18 hari.

6. Sampah non organik setelah dikemas dapat dipasarkan

melalui pedagang pengumpul sampah organik disesuaikan

dengan jenis bahan yang telah dipilah (kaca, kertas, plastik,

logam, dsb.).

7. Biaya konstruksi bangunan per m2 diperkirakan sebesar 1 juta

rupiah per meter persegi untuk bangunan kantor dan gudang,

sedangkan untuk bangunan pengolahan sampah diperkirakan

sekitar 0,75 juta rupiah per meter persegi. Biaya konstruksi

dalam hal ini diasumsikan mengikuti harga bangunan untuk

peruntukkan bangunan bukan rumah dengan standar harga

antara minimal dengan menengah. Total luas bangunan untuk

lantai dasar yang direncanakan dalam hal ini adalah sebesar

2.752 m2 dan lantai 2 untuk fasilitas kantor, laboratorium dan

gudang sebesar 1.000 m2. Dengan demikian perkiraan biaya

bangunan keseluruhan adalah sebesar 3,064 milyar rupiah.

8. Kebutuhan peralatan, mesin dan tenaga kerja untuk

bangunan SILARSATU ini adalah seperti yang disajikan pada

Tabel 3.4. dan Tabel 3.5. sedangkan untuk data perkiraan

biaya yang diperlukan disajikan pada lampiran.

Page 55: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-27

Tabel 3.4. Kebutuhan Peralatan, Mesin Dan Tenaga Kerja Di Bangunan Pengolahan Kompos

No Alat / Mesin Jumlah Satuan Pekerja Satuan

A Dalam ruang bongkar muat 1 Cangkul 4 unit 4 orang B Dalam ruang sortasi 1 Garu 4 unit 4 orang 2 Cangkul 4 unit 4 orang

3 Gerobak dorong pengangkut non organik @ 1m3 8 unit 4 orang

4 Sekop 8 unit 8 orang 5 Mini loader / tracktor 1 unit 1 orang C Perajangan 1 Mesin perajang sampah @ 400 kg/jam 3 unit 3 orang D Pemasukan hasil rajangan sampah 1 Cangkul 4 unit 4 orang 2 Garu 4 unit 4 orang E Reaktor sampah 1 Sprayer gendong 3 unit 3 orang 2 Penutup sampah (plastik) 40 m2 3 Aerator kompos (exhaust blower fan) 4 unit 4 Mikroba dekomposer 30lt/bln 30 liter 5 Air pencampur 300 liter F Pencacahan kompos 1 Mesin cacah kompos @ 400 kg/jam 2 unit 2 orang 2 Sekop 4 unit 4 orang 3 Cangkul 2 unit 2 orang 4 Ventilator & dryer kompos 1 set 1 orang G Penyaringan kompos 1 Mesin penyaring kompos @ 400 kg/jam 2 unit 2 orang 2 Sekop 4 unit 4 orang H Penimbangan & pengemasan 1 Alat timbang 50 kg 4 unit 4 orang 2 Mesin kemas @25 kemasan/jam (25kg) 4 unit 4 orang 3 Sekop 4 unit 4 orang 4 Kemasan plastik @ 25 kg (9000 lbr/bln) 9000 unit 5 Pekerja angkut & pemindah kemasan 4 orang 6 Peralatan uji mutu / laboratorium 1 paket I Ruang gudang lantai atas 1 Troli 4 unit 4 orang 2 Conveyor belt 1 unit 2 orang 3 Pencatat data 2 orang 4 Komputer & printer 1 unit 1 orang 5 Meja tulis 2 unit 2 orang 6 Kursi 2 unit 7 Lemari data 2 unit

Page 56: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-28

No Alat / Mesin Jumlah Satuan Tenaga Kerja Satuan

J Ruang administrasi kantor 1 Meja & Kursi ruang tamu 1 set 2 Komputer & printer 3 unit 3 orang 3 Lemari arsip 3 unit 4 Meja tulis staff 3 unit 5 Kursi staff 3 unit 3 orang 6 Peralatan komunikasi (telpon/fax) 1 unit 7 Meja tulis ruang pimpinan 1 unit 8 Kursi ruang pimpinan 1 unit 1 orang 9 Meja & kursi tamu ruang pimpinan 1 unit

Tabel 3.5. Kebutuhan Peralatan, Mesin Dan Tenaga Kerja Di Bangunan Pengolahan Sampah Non Organik

No Alat / Mesin Jumlah Satuan Pekerja Satuan

A Ruang timbunan sampah non organik (8 x 22 m2)

1 Garu 1 unit 4 orang 2 Sekop 1 unit 4 orang 3 Cangkul 1 unit 4 orang 4 Pengumpan dan bongkar muat 8 orang B Sortasi dengan conveyor belt 1 Conveyor belt 1 set 8 orang

C Penimbangan & pengemasan sampah non organik

1 Timbangan 100 kg 4 unit 8 orang 2 Mesin kemas sampah non organik 4 unit 8 orang

3 Karung plastik kemasan 4320 sak / bulan 4320 unit

4 Gerobak dorong sampah non organik 4 unit 4 orang D Gudang sementara sampah non organik 1 Exhaust blower fan 4 unit

Data Tabel 3.4. dan Tabel 3.5. juga digunakan sebagai

bahan untuk merancang tata letak fasilitas pada bangunan

SILARSATU yang dimaksud. Adapun model bangunan yang

dirancang adalah sebagaimana yang disajikan pada Gambar 3.10

hingga Gambar 3.14.

Page 57: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-29

Gambar 3.10. Gambar Tampak Atas Bangunan SILARSATU

Bangunan SILARSATU untuk luas lahan yang direncanakan

4000 m2 sebagaimana disain di atas menggunakan bahan atap

dengan bahan yang seefisien mungkin, kemudian bangunan

tidak diberi dinding penuh mengingat pada kegiatan pengolahan

sampah dihasilkan bau busuk yang dapat mengganggu

lingkungan. Dengan demikian dinding pemisah yang ada antar

ruang hanya berupa sekat yang dilengkapi dengan mekanisme

ventilasi terbuka. Bau busuk yang ditimbulkan oleh sampah pada

sistem yang dirancang dapat dikurangi oleh adanya pemanfaatan

mikroba pengurai, yang diberi pelapisan aroma khusus pada

campurannya (misalnya aroma jeruk), yang disemprotkan pada

permukaan sampah organik sebelum diproses menjadi kompos.

Dengan demikian proses yang dilakukan dapat mengeleminasi

Page 58: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-30

bau busuk seminimum mungkin dan diganti dengan aroma segar

alami dari bakteri pengurai yang diberi aroma penyegar.

Alur pengangkutan sampah (baik organik maupun non

organik) pada bangunan SILARSATU ini mengikuti arah memutar

se arah jarum jam sebagaimana terlihat pada Gambar 3.11.

Proses sortasi sampah dapat dilakukan dengan dua

kemungkinan, yaitu: (a). dilakukan di blok pengolahan sampah

non organik, atau (b). di blok pengolahan sampah organik

tergantung situasi dan kondisi penumpukan sampah di dalam

bangunan. Sampah non organik yang telah dipilah dan

dipisahkan dari sampah organik kemudian dapat ditumpuk di

blok pengolahan sampah non organik untuk kemudian dipilah

lagi menurut jenisnya. Bila sampah non organik telah dipilah

dapat segera dikemas dan disimpan di gudang penyimpanan

(Gambar 3.12.) untuk kemudian di pasarkan.

Gambar 3.11. Gambar Potongan Tampak Atas untuk Bagian Pengolahan sampah Non Organik

Page 59: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-31

Gambar 3.12. Potongan Tampak Samping untuk Bagian Pengolahan Sampah Non Organik

Bangunan untuk pengolahan sampah organik menjadi

kompos terdiri dari 18 blok kecil yang merupakan tempat

pemilahan sampah organik, perajangan sampah organik,

pencampuran mikroba dan reaktor kompos, perajangan dan

penyaringan kompos serta penimbangan dan pengemasan

kompos. Ke 18 blok ruang tersebut digunakan untuk 18

timbunan sampah yang merupakan 1 siklus proses dekomposisi

sampah dengan menggunakan penguraian mikroba SILARSATU

selama 18 hari kerja. Dengan demikian blok ke 1 adalah tempat

dimana sampah pada hari pertama masuk ke reaktor sampah

dan akan diproses menjadi kompos pada hari ke 18 kemudian

diisi kembali oleh sampah yang baru. Antara blok yang satu ke

blok yang lain hanya dipisahkan oleh dinding setengah bagian

sebagaimana tampak pada Gambar 3.13. Sedangkan tahapan

prosesnya mulai dari pemilahan sampah organik hingga

pengemasan kompos adalah seperti yang tampak pada Gambar

3.14.

Page 60: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-32

Keterangan Gambar : 1. Pintu Masuk & Pintu Keluar 2. Zona bongkar muat dan jalan truk / gerobak 3. Reaktor sampah organik 4. Ruang direksi / pimpinan (administrasi) 5. Laboratorium pengembangan mikroba dan uji / sertifikasi kompos 6. Zona perparkiran 7. Gudang sementara non organik & kompos

Gambar 3.13. Potongan Tampak Atas untuk Bagian Pengolahan Sampah Organik

Gambar 3.14. Potongan Tampak Samping untuk Bagian Pengolahan Sampah Organik

Page 61: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-33

3.2.9. Estimasi Kebutuhan Biaya Invetasi SILARSATU

Salah satu komponen penting dalam kaitannya dengan

pengembangan Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu ini

adalah berapa besar biaya investasi yang diperlukan dan

seberapa besar pula manfaat yang dapat diberikan dengan

adanya investasi tersebut, baik manfaat secara ekonomi maupun

manfaat sosial, khususnya bagi masyarakat di sekitarnya. Untuk

mendapatkan gambaran mengenai hal tersebut perlu dilakukan

perhitungan kebutuhan biaya keseluruhan sistem dan dilihat

kelayakannya secara ekonomi.

Berdasarkan gambaran yang diperoleh dari data pada

Tabel 3.4. dan tabel 3.5. dapat dirinci kebutuhan investasi

pembangunan sarana pengelolaan sampah dengan

menggunakan model dasar SILARSATU.

Kebutuhan dana investasi dan biaya operasional

SILARSATU tersebut secara umum adalah sebagai berikut :

Tabel 3.6. Kebutuhan Investasi Pembangunan SILARSATU

URAIAN BIAYA JUMLAH (Rp.)

1. Biaya alat dan mesin pada bangunan untuk non organik 602.451.500

2. Biaya alat dan mesin pada bangunan untuk organik 123.310.000

3. Biaya Instalasi air bersih 3.500.000

4. Biaya instalasi listrik 3000 watt 3.000.000

5. Biaya pembangunan bangunan fisik (lantai 1 dan 2) 3.064.000.000

Total Biaya Investasi Awal 3.796.261.500

Page 62: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-34

Tabel 3.7. Biaya Operasional Tahunan SILARSATU

URAIAN BIAYA OPERASIONAL TAHUNAN JUMLAH (Rp.)

1. Tenaga kerja (88 di bangunan organik & 48 orang di non organik)

201.600.000

2. Pembayaran listrik 12.000.000

3. Pembayaran air 3.000.000

4. Plastik kemasan 52.920.000

5. Bibit mikroba & proses (25 liter/bulan @ 35000) 26.250.000

6. Biaya perawatan & perbaikan asset tetap 37.962.615

Total Biaya Operasional Per Tahun 333.732.615

Secara keseluruhan biaya investasi untuk pengembangan

SILARSATU adalah sebesar Rp. 3.796.261.500 dengan biaya

operasional per tahun sebesar Rp. 333.732.615. dan untuk

menutupi biaya investasi dan biaya operasional SILARSATU

dibutuhkan produk-produk yang dapat dijual. Hasil pengamatan

di lapangan diperoleh gambaran bahwa pada timbulan sampah

yang ada di masyarakat masih dapat diupayakan untuk

memberikan nilai ekonomi dari sampah tersebut.

Pendapatan yang diperkirakan dapat diperoleh dari

kegiatan pengelolaan sampah terpadu model SILARSATU ini

antara lain dari beberapa produk, yaitu :

1. Kompos dari hasil pengolahan sampah organik

2. Mikroba Dekomposer untuk proses pembuatan kompos

3. Sampah non organik kaca (1,7% dari total timbulan

sampah)

Page 63: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-35

4. Sampah non organik plastik (1,5% dari total timbulan

sampah)

5. Sampah non organik kertas (10,4% dari total timbulan

sampah)

6. Sampah non organik logam (9,8% dari total timbulan

sampah)

7. Sampah non organik lain-lain (12,2% dari total timbulan

sampah)

3.3. Analisis Kelayakan Ekonomi SILARSATU

Untuk mendapatkan gambaran kelayakan ekonomi dari

kegiatan pengembangan SILARSATU dalam upaya mengatasi

masalah sampah di perkotaan perlu di lihat aliran dana masuk

dan keluar sebagai akibat dari adanya investasi ini. Hal ini

dilakukan sebagai salah satu bagian dari proses perencanaan

proyek yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan secara

teknis dan ekonomi. Dalam menganalisis kelayakan ekonomi

Silarsatu digunakan beberapa asumsi, antara lain :

1. Luas lahan operasional SILARSATU adalah 4,000 m2

2. Untuk mendukung proses pembuatan kompos yang baik

dar terkontrol mutunya, laboratorium uji dan sertifikasi

produk juga membuat sendiri mikroba dekomposer.

Mikroba yang dibuat selain untuk keperluan operasional

SILARSATU, juga diproduksi secara masal untuk dijual ke

pasaran. Kapasitas produksi mikroba per hari yang

direncanakan adalah sebesar 120 liter sudah termasuk

untuk keperluan internal. Mikroba dekomposer ini

merupakan produk yang ramah lingkungan dan dibuat dari

Page 64: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-36

strain bakteri dan jamur lokal. Dekomposer ini merupakan

bahan penting dalam proses dekomposisi sampah dan

hingga saat ini memiliki nilai jual yang baik (prospektif) di

berbagai tempat, terutama pada sektor pertanian dan

peternakan.

3. Biaya perawatan dan perbaikan asset tetap (bangunan,

alat dan mesin yang digunakan sebesar 10% dari total

investasi.

4. Investasi diprediksikan untuk jangka waktu umur teknis

asset selama 15 tahun.

5. Suku bunga pinjaman untuk investasi adalah sebesar 18%

per tahun dan besarnya dianggap tetap hingga akhir

jangka waktu proyek berakhir.

6. Sampah per hari yang masuk SILARSATU sebanyak 36 m3

atau 13140 m3 per tahun

7. Berat ekivalensi sampah tiap m3 adalah 200 kg, sehingga

total timbulan sampah per tahun yang masuk SILARSATU

adalah sebesar 2.628.000 kg

8. Jumlah Sampah organik per tahun (1/3 dari dari total

timbulan sampah), yakni sebesar 876.000 kg

9. Jumlah Kompos yang diproses dari sampah organik per

tahun (1/3 dari sampah organik) atau sebesar 292.000 kg

10. Harga jual produk yang dihasilkan didasarkan atas nilai

jual rata-rata yang berlaku selama ini di beberapa tempat

pembuangan sampah (TPS) yang ada di kota Bandung.

Taksiran pendapatan yang akan diterima dari produk yang

dihasilkan sistem selanjutnya disajikan pada Tabel 3.8.

Page 65: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-37

Tabel 3.8. Jenis Produk, Jumlah, Harga Jual dan Pendapatan Dari Operasional SILARSATU

JENIS PRODUK HASIL PROSES SAMPAH

JUMLAH TIMBULAN

HARGA PER KG (Rupiah)

PENDAPATAN PER TAHUN

(Rupiah)

Kompos dari sampah organik per tahun

292.000 kg 400

116.800.000

Sampah non organik kaca (1,7%) per tahun

44.676 kg 60

2.680.560

Sampah non organik plastik (1,5%) per tahun

39.420 kg 800

31.536.000

Sampah non organik kertas (10,4%) per tahun

273.312 kg 400

109.324.800

Sampah non organik logam (9,8%) per tahun

257.544 kg 350

90.140.400

Sampah non organik lain-lain (12,2%) per tahun

320.616 kg 425

136.261.800

Mikroba Dekomposter per tahun (@ 2,500 liter/bulan) 30.000 liter 15.000 450.000.000

Dengan menggunakan data biaya dan pendapatan sebagaimana

disajikan di atas dapat dihitung nilai NPV, BC Ratio, IRR dan

periode pengembalian investasi pengembangan SILARSATU yang

direncanakan.

Data dan hasil perhitungan selengkapnya adalah

sebagaimana yang disajikan pada Tabel 3.9.

Page 66: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-38

Tabel 3.9. Hasil Perhitungan Nilai Sekarang Pendapatan dan Biaya Untuk Pengembangan SILARSATU Faktor Bunga I=18%

Biaya Investasi dan Biaya Tahunan (Rp.)

Pendapatan Tahunan (Rp.)

Nilai Sekarang Biaya Investasi dan Biaya Tahunan (Rp.)

Nilai Sekarang Pendapatan Tahunan (Rp.)

Nilai Sekarang Bersih (Rp.)

1,0000

3.796.261.500 3.796.261.500 -

(3.796.261.500)

0,8475

333.732.615

936.743.560 282.824.250

793.850.475 511.026.225

0,7182

350.419.246

983.580.738 251.665.646

706.392.371 454.726.725

0,6086

367.940.208

1.032.759.775 223.939.770

628.569.483 404.629.713

0,5158

386.337.218

1.084.397.764 199.268.439

559.320.303 360.051.863

0,4371

405.654.079

1.138.617.652 177.315.137

497.700.269 320.385.133

0,3704

425.936.783

1.195.548.534 157.780.418

442.868.884 285.088.466

0,3139

447.233.622

1.255.325.961 140.397.830

394.078.244 253.680.414

0,2660

469.595.304

1.318.092.259 124.930.272

350.662.844 225.732.572

0,2255

493.075.069

1.383.996.872 111.166.768

312.030.497 200.863.729

0,1911

517.728.822

1.453.196.716 98.919.581

277.654.256 178.734.674

0,1619

543.615.263

1.525.856.552 88.021.661

247.065.228 159.043.566

0,1372

570.796.027

1.602.149.379 78.324.360

219.846.177 141.521.817

0,1163

599.335.828

1.682.256.848 69.695.405

195.625.836 125.930.431

0,0985

629.302.619

1.766.369.690 62.017.098

174.073.837 112.056.739

0,0835

660.767.750

1.854.688.175

+ 379.626.150* 55.184.705

186.601.083 131.416.378

Total Nilai Sekarang Biaya

Investasi & Operasional

Total Nilai Sekarang

Pendapatan

Total Nilai Sekarang Bersih

dari Proyek

5.917.712.841

5.986.339.786

68.626.946

NPV 68.626.946

BC Ratio 1,012

IRR 18,53%

Catatan : * = nilai akhir dari asset di akhir jangka waktu investasi

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, dimana NPV proyek hasil

perhitungan adalah Rp. 68.626.946; BC Ratio sebesar 1,012; IRR

proyek sebesar 18,53% serta periode pengembalian investasi

Page 67: pengendalian lalat

III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU

III-39

(payback period) pada tahun ke 6 setelah proyek investasi

berjalan (Tabel 3.10), dapat ditarik kesimpulan bahwa proyek

investasi pengembangan SILARSATU layak secara ekonomi.

Dengan demikian pengembangan model SILARSATU dapat

diimplementasikan lebih lanjut dalam wujud fisiknya di lapangan.

Tabel 3.10. Hasil Perhitungan Saldo Untuk Melihat Periode

Pengembalian Investasi

Tahun Pendapatan (Rp.) Pengeluaran (Rp.) Saldo (Rp.)

0 (3.796.261.500) (3.796.261.500) 1 936.743.560 (333.732.615) (3.193.250.555) 2 983.580.738 (350.419.246) (2.560.089.063) 3 1.032.759.775 (367.940.208) (1.895.269.496) 4 1.084.397.764 (386.337.218) (1.197.208.951) 5 1.138.617.652 (405.654.079) (464.245.378) 6 1.195.548.534 (425.936.783) 305.366.373 7 1.255.325.961 (447.233.622) 1.113.458.712 8 1.318.092.259 (469.595.304) 1.961.955.667 9 1.383.996.872 (493.075.069) 2.852.877.470 10 1.453.196.716 (517.728.822) 3.788.345.364 11 1.525.856.552 (543.615.263) 4.770.586.652 12 1.602.149.379 (570.796.027) 5.801.940.005 13 1.682.256.848 (599.335.828) 6.884.861.025 14 1.766.369.690 (629.302.619) 8.021.928.096 15 2.234.314.325*) (660.767.750) 9.595.474.671

Catatan : 1) Pendapatan pada tahun ke 15 sudah termasuk nilai akhir dari asset 2) Angka dalam tanda kurung menyatakan pengeluaran (tanda -) 3) Periode tahun ke 6 adalah periode pengembalian (payback period), yang dinyatakan dengan nilai saldo positif (nilai angka saldo tidak dalam kurung)

Page 68: pengendalian lalat

IV. ASPEK PEMASARAN PRODUK SILARSATU

IV-1

Untuk melihat gambaran pemasaran produk hasil

pemanfaatan sampah di perkotaan perlu kiranya diketahui

manfaat apa yang terkandung dalam sampah, seberapa besar

pemanfaatannya kemudian bagaimana potensi ekonomi yang

terkandung di dalamnya. Berikut adalah beberapa target yang

dapat dituju untuk pemanfaatan hasil pengelolaan sampah

perkotaan secara terpadu.

4.1. Pasokan Sampah Non Organik Untuk Bahan Baku Industri

Sampah non organik di beberapa negara maju telah

banyak digunakan untuk bahan baku industri yang mendaur

ulang sampah non organik tersebut menjadi bahan yang

berguna. Sebagai contoh misalnya di negara bagian Victoria –

Australia, pada tahun 2000 yang lalu lebih dari 124.110 ton

plastik telah didaur ulang untuk keperluan industri plastik dan

kimia (PACIA, 2001). Hasil penelitian di Australia pada tahun

1997 menunjukkan bahwa sekitar 5,5% dari total sampah rumah

tangga merupakan sampah non organik berupa plastik. Dengan

mendaur ulangnya diperkirakan telah dapat dihemat energi

sebesar 84% dari total energi kalau sekiranya industri

pembuatan botol plastik membuat produknya dari bahan mentah

langsung (Grant T. et. al., 1999).

Beberapa produk limbah dari sampah non organik dari

sampah rumah tangga antara lain : Plastik, logam, kertas dan

kaca. Limbah-limbah tersebut sudah barang tentu akan

berdampak negatif seandainya tidak dimanfaatkan lebih lanjut

(didaur ulang). Padahal limbah non organik tersebut ternyata

Page 69: pengendalian lalat

IV. ASPEK PEMASARAN PRODUK SILARSATU

IV-2

masih mampu memberikan nilai ekonomi yang lumayan

sekiranya ditangani dengan baik.

Sebagai gambaran misalnya dari data jumlah sampah

rumah tangga yang masuk ke Tempat Penampungan Sampah

Sementara di kecamatan Cibeunying Kidul kota Bandung, setiap

bulannya mampu memberikan penghasilan tambahan bagi

pengumpul dan pengolah sampah disana sebesar rata-rata

sebesar Rp. 800.000,- per bulan. Penghasilan tersebut diperoleh

dari hasil penjualan limbah non organik yang dapat didaur ulang

untuk keperluan industri daur ulang plastik, industri daur ulang

logam, industri daur ulang kertas dan industri daur ulang kaca.

Harga jual limbah non organik tersebut memang berbeda-beda

tergantung dari jenis bahannya. Berikut adalah potensi ekonomi

yang terkandung dari beberapa sampah non organik untuk

bahan daur ulang.

Tabel 4.1. Harga Jual Beberapa Sampah Non Organik

NAMA LIMBAH HARGA JUAL RATA-RATA (Rp./kg)

1. Kaleng-kaleng 150

2. Logam berupa pipa 400

3. Botol, jerigen, ember plastik 800

4. Kantong plastik 250 Botol minuman dalam kemasan 600

5. Kertas (warna terang / putih) 400

6. Kertas (warna campuran) 150

7. Kaca dan lain-lain 60

8. Karet / ban bekas 250 Sumber : TPS Cibeunying Kidul (2003)

Page 70: pengendalian lalat

IV. ASPEK PEMASARAN PRODUK SILARSATU

IV-3

Dari gambaran di atas nyatalah bahwa sampah non

organik bila ditangani dengan baik akan memberikan nilai

tambah positif bagi masyarakat, khususnya pengelola sampah

yang ada di sekitar lingkungan perumahan. Dampak positif

lainnya adalah adanya pemanfaatan limbah dan mengurangi

ketergantungan pada pemenuhan bahan baku mentah yang

kebanyakan masih di import dari luar negeri. Dengan demikian

potensi ekonomi dari sampah non organik dapat dikatakan

terbuka luas, terutama di kota-kota besar yang kuantitas

sampahnya demikian banyak sesuai dengan populasi

penduduknya.

4.2. Pasokan Pupuk Organik Bagi Sektor Pertanian

Pupuk untuk pertanian bukan hanya dari pupuk buatan (an

organik) saja akan tetapi juga dari pupuk organik. Penggunaan

pupuk organik dalam setiap musim tanam pada areal pertanian

diperkirakan antara 10 – 20% dari total penggunaan pupuk

buatan. Artinya dari setiap 100 kg per hektar pupuk buatan yang

digunakan pada areal pertanian setidaknya juga ditambahkan 10

hingga 20 kg pupuk organik yang dapat disediakan berupa

pupuk kandang atau kompos.

Kompos sangat bermanfaat terutama dalam memperbaiki

fisik tanah, mengikat air dalam tanah, memperbaiki tata udara

dalam tanah, meningkatkan manfaat pupuk buatan (urea, TSK,

KCl, dll.) yang diberikan kepada tanaman, mengubah warna

tanah menjadi kehitaman sehingga lebih banyak menyerap sinar

matahari yang pada akhirnya dapat membantu meningkatkan

Page 71: pengendalian lalat

IV. ASPEK PEMASARAN PRODUK SILARSATU

IV-4

aktifitas kerja jasad renik (mikroba) dalam tanah yang

dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman.

Dari gambaran umum di atas dapat diambil kesimpulan

bahwa untuk memberikan hasil pertanian yang baik penggunaan

kompos setidaknya dapat menjadi alternatif bagi peningkatan

produksi pertanian disamping penggunaan pupuk buatan atau

juga pupuk organik berupa pupuk kandang (kotoran ternak).

Hasil penelitian di beberapa tempat menunjukkan bahwa

pertumbuhan tanaman yang diberi pupuk organik menunjukkan

hasil yang baik dimana terdapat perbedaan pertumbuhan yang

sigifikan antara penggunaan pupuk organik dan non organik.

Dari hasil kajian awal oleh pengelola kompos di Kelurahan

Cibangkong Kota Bandung telah didapatkan gambaran bahwa

penggunaan pupuk kompos dapat meningkatkan pertumbuhan

tanaman sebagai berikut :

• Pada kacang tanah : produktivitas dapat ditingkatkan 3,5

kali tiap rumpun tanaman

• Pada tanaman padi : produktivitas dapat ditingkatkan 0,01

kali tiap 14 m2 pertanaman

• Sifat fisik dan kimia tanah mengalami perubahan, yang

dicirikan dengan perubahan warna tanah menjadi berwarna

hitam kecoklatan. Kondisi ini sangat mendukung bagi

penyerapan sinar matahari yang dibutuhkan tanah

disamping untuk pertumbuhan kasad renik dalam tanah.

Berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan, saat ini

kebijakan mengenai pupuk nasional belum tepat sehingga selain

Page 72: pengendalian lalat

IV. ASPEK PEMASARAN PRODUK SILARSATU

IV-5

perubahan dalam kebijakan distribusi, orientasi produksi pupuk

pun harus diubah. Selama ini, industri pupuk Indonesia

menitikberatkan pada produksi urea. Sementara pupuk lain,

seperti SP 36 dan KCL harus diimpor. Dari kenyataan tersebut

penekanan penggunaan pupuk masih tertumpu pada pupuk non

organik saja. Padahal penggunaan pupuk organik harus juga

sejalan.

Menurut Aman Wiranatakusumah (Kompas edisi 8 Juni

2002), industri pupuk seharusnya dikembangkan menjadi

industri yang efisien, ramah lingkungan, serta sesuai kebutuhan

daerah. Formula pupuk tidak bisa dibakukan sama untuk semua

daerah di Indonesia. Setiap daerah punya spesifikasinya masing-

masing, dan itu membutuhkan pupuk yang berbeda-beda. Oleh

karenanya industri pupuk harus mengantisipasi perkembangan

ini. Peluang industri pupuk organik dengan melihat kenyataan ini

pada masa yang akan datang akan menjadi alternatif bagi

pemenuhan kebutuhan pupuk bagi bidang pertanian.

4.3. Reklamasi Lahan Marginal dan Bekas Pertambangan

Kompos sebagai bahan organik yang telah terurai memiliki

sifat-sifat berikut:

a. Reaksi kimia relatif netral

b. Mengandung asam humin

c. Mampu mengikat dan menyerap koloid tanah(zat hara dan

logam beracun)

d. Mampu menyerap air yang tinggi

Page 73: pengendalian lalat

IV. ASPEK PEMASARAN PRODUK SILARSATU

IV-6

e. Merupakan satuan matriks tanah yang porosif (permeabilitas

tinggi)

f. Berstruktur serat humus yang kenyal

g. Berwarna gelap

h. Media ideal bagi mikroba-mikroba simbiosis

Dari sifat-sifat tersebut, kompos berpotensi sebagai agen

yang mampu berfungsi sebagai pensuplai air pada musim

kemarau, pensuplai dan mobilisasi zat hara yang terserap oleh

asam humin, penggembur tanah,pensuplai udara/oksigen bagi

akar tanaman, pemfiksasi nitrogen udara, Keberadaan logam

berbahaya yang juga terserap dan terikat di antara matrik

satuan kompos, dapat ditolerir oleh kondisi pH kompos yang

relatif netral, dimana dalam kondisi itu mobilisasinya kembali ke

dalam koloid tanah relatif jauh lebih rendah daripada zat hara

tanaman. Karena itu kompos memiliki berbagai fungsi sebagai

agen penyubur tanah (fertilizer), penyimpan air (water

reservoir), penahan partikel tanah (soil conditioner), penghangat

suhu tanah (soil acclimatization), pertukaran udara (soil

aeration), dan buffer.

Secara umum kompos merupakan suatu komponen

potensial dalam upaya mereklamasi lahan, terutama lahan-lahan

marginal (tanah tidak subur, tanah dengan top soil tipis, tanah

dengan substansi batuan asal), lahan-lahan bekas pertambangan

(sebagai pengisi atau sempalan subur pada lubang-lubang

galian),

Page 74: pengendalian lalat

IV. ASPEK PEMASARAN PRODUK SILARSATU

IV-7

Potensi kompos sebagai komponen reklamasi lahan

diuraikan pada kasus erosi tanah dan pengontrol sedimen di

lahan-lahan pertanian berlereng/curam sebagai berikut:

Kasus-kasus yang muncul di beberapa lokasi pertanian di

Australia, Asia, Afrika, dan Amerika Selatan, menunjukkan

bahwa erosi permukaan dan kehilangan tanah yang terjadi pada

lahan pertanian dapat dikurangi, bahkan dengan peningkatan

hasil sampai 30 persen, dengan menggunakan tanaman akar

wangi (Vetiver grass) sebagai pelindung sistem pertanaman krop

jalur (strip cropping system). Cara ini, seperti terlihat pada

Gambar 4.1., tergantung kepada keberadaan batang-batang

sisa tanaman terdahulu sepanjang lereng yang membentuk

barikade bahan organik yang kemudian terurai menjadi kompos.

Sumber : Truong, 1999.

Gambar 4.1. Pemberian Kompos Dan Tanaman Akar Wangi

Pada Tanah Lereng

Penambahan atau kombinasi antara tanaman sejenis akar

wangi dengan kompos berarti akan lebih meningkatkan

produktivitas lahan, sebagaimana kondisi visual yang tampak

dari Gambar 4.2.

Page 75: pengendalian lalat

IV. ASPEK PEMASARAN PRODUK SILARSATU

IV-8

Sumber : Truong, 1999.

Gambar 4.2. Peningkatan Produktivitas Lahan Dengan Kombinasi Kompos dan Akar Wangi

Sedang dari studi selama 6 tahun kegiatan di lapangan

pada lahan-lahan bekas pertambangan, kombinasi kompos dan

akar wangi ternyata juga dapat mengurangi dampak polusi dari

logam berbahaya buangan produk sampingan, sepert Al, Mn, As,

Cd, Cr, Ni, Cu, Pb, Hg, Se, dan Zn di dalam tanah. Jadi di sini,

selain sebagai sempalan untuk menutup lubang-lubang galian,

kombinasinya mampu memperbaiki lingkungan dari akibat polusi

tanah dan air.

Sumber : Truong, 1999.

Gambar 4.3. Penggunaan Campuran Kompos Dengan Akar Wangi Dalam Mengatasi Dampak Logam

Berbahaya

Page 76: pengendalian lalat

IV. ASPEK PEMASARAN PRODUK SILARSATU

IV-9

Contoh visualisasi pada pertambangan tembaga dan batu

bara dengan kombinasi tanaman akar wangi dan campuran

kompos untuk memperbaiki kondisi tanah adalah seperti yang

tersaji pada Gambar 4.4.

Sumber : Truong, 1999.

Gambar 4.4. Penggunaan Campuran Kompos Dengan Akar Wangi Dalam Mengatasi Lahan Bekas Pertambangan

4.4. Kompos Sebagai Komoditi Ekspor

Bagi negara-negara dengan daerah dataran yang luas

namun memiliki keterbatasan dalam hal kesuburan tanahnya

dapat memanfaatkan penggunaan campuran tanah dengan

kompos sebagai media tanam. Potensi ini sangat mungkin untuk

dilakukan mengingat banyak negara yang membutuhkan, antara

lain : negara-negara di timur tengah, beberapa bagian di wilayah

Singapura, Australia, dan Selandia Baru.

Pemanfaatan kompos di beberapa negara terutama selain

untuk rekalamasi lahan juga digunakan untuk menunjang sektor

pertanian, perkebunan, kehutanan dan pertamanan kota.

Beberapa pengusaha dari Australia dan Singapura beberapa

waktu yang lalu telah meninjau lokasi pengolahan sampah di

Bantar Gebang untuk melihat kemungkinan potensi pemanfaatan

sampah organik di sana sebagai bahan baku pembuatan kompos

Page 77: pengendalian lalat

IV. ASPEK PEMASARAN PRODUK SILARSATU

IV-10

yang kemungkinan besar akan dimanfaatkan di negara tersebut.

Potensi untuk ekspor ada namun untuk realisasinya perlu tindak

lanjut yang lebih intensif dari berbagai pihak yang terkait dengan

masalah pengelolaan sampah ini.

Page 78: pengendalian lalat

V. PERTIMBANGAN IMPLEMENTASI SILARSATU

V-1

Rancangan teknis SILARSATU sebagai salah satu alternatif

model pemecahan masalah sampah di perkotaan, secara

konseptual dapat diterapkan di masyarakat. Hal ini didasarkan

atas beberapa pertimbangan, yaitu :

1. Model konseptual yang dirancang mempertimbangkan aspek

partisipasi aktif masyarakat. Hal ini menjadi titik perhatian

yang pertama sebelum model rancangan diimplementasikan.

Pengalaman menunjukkan bahwa pembangunan fasilitas

sarana umum bagi masyarakat tidak akan berhasil apabila

tidak melibatkan masyarakat. Dengan demikian diharapkan

model sistem ini akan turut membantu mengatasi persoalan

sampah di kota Bandung dengan menekankan pada upaya

penumbuhan partisipasi aktif masyarakat.

2. Model rancangan SILARSATU satu memiliki potensi ekonomi

dari pemanfaatan sampah organik dan non organik yang

prospektif. Hal ini dapat dilihat dari hasil penilaian kelayakan

ekonomi sistem yang akan dikembangkan dimana untuk

jangka waktu investasi 15 tahun, proyek dapat memberikan

nilai NPV sebesar Rp. 68.626.946 ( NPV > 0), BC Ratio

sebesar 1,012 dan IRR sebesar 18,53% pada tingkat suku

bunga MARR (pinjaman investasi) sebesar 18%. Dengan

demikian dalam jangka panjang kegiatan ini akan

memberikan kesempatan perluasan lapangan kerja dan

peningkatan pendapatan bagi warga masyarakat di sekitar.

3. Total investasi untuk implementasi model SILARSATU sebagai

salah satu alternatif cara penanggulangan sampah adalah

sebesar Rp. 3.796.261.500 dengan periode pengembalian

investasi hasil perhitungan akan diperoleh sekitar tahun ke 6.

Page 79: pengendalian lalat

V. PERTIMBANGAN IMPLEMENTASI SILARSATU

V-2

4. Model rancangan SILARSATU dapat dijadikan Alternatif untuk

mengurangi beban subsidi pemerintah dalam mengatasi

persoalan sampah kota dengan penekanan mengurangi beban

kerja pada fungsi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan

mengoptimalkan peran dan fungsi Tempat Pembuangan

Sementara (TPS).

5. Model konseptual yang dianalisis adalah model rancangan

yang direncanakan untuk dapat menangani sampah dalam

lingkup 1 kecamatan dengan pendekatan ramah lingkungan,

menyerap banyak tenaga kerja dan pemanfaatan teknologi

tepat guna. Tidak tertutup kemungkinan model yang

dirancang dapat dikembangkan untuk model industri dengan

kapasitas yang lebih besar. Namun konsekuensinya

dibutuhkan dana yang sangat besar.

6. Produk kompos dari sampah organik yang dihasilkan

diharapkan dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah

degradasi lahan sehingga dapat dilakukan reklamasi secara

bertahap.

7. Walaupun secara ekonomi pengembangan model SILARSATU

ini layak, namun yang lebih penting lagi dalam implementasi

sistem ini ialah bahwa benefit sosial yang dapat diberikan

oleh sistem ini jauh lebih besar dari benefit ekonominya. Hal

ini ditunjukkan dengan : (a). Adanya peluang kerja baru;

(b). Mengurangi beban lingkungan terutama dalam jumlah

penumpukan sampah baik di TPS maupun TPA sesuai dengan

konsep lebih baik menghasilkan kompos daripada sampah.

Page 80: pengendalian lalat

V. PERTIMBANGAN IMPLEMENTASI SILARSATU

V-3

Dalam implementasinya, penanganan sampah perkotaan

dengan menggunakan pendekatan model konseptual SILARSATU

ini sebaiknya mengikuti beberapa tahapan berikut :

1. Sosialisasi tentang bagaimana pentingnya pembangunan

partisipasi masyarakat berkaitan dengan penanggulangan

masalah sampah. Untuk itu perlu ditunjang dengan

penyebarluasan informasi penanganan sampah yang ramah

lingkungan, baik melalui brosur, leaflet, koran atau media

massa lainnya.

2. Untuk mendapatkan nilai ekonomi yang berarti bagi

masyarakat di sekitar bangunan SILARSATU, sebaiknya dalam

pengembangan unit kegiatan usahanya juga mempertimbang

kan penggalian kreativitas dan pengembangan produk daur

ulang yang ramah lingkungan dan bernilai ekonomi. Sebagai

contoh misalnya : produksi mikroba dekomposer dapat

dikembangkan lebih lanjut dengan skala ekonomi sehingga

produk yang dibuat dapat memenuhi kebutuhan masyarakat

luas; kemudian pembuatan media tanam siap pakai dengan

menggunakan campuran kompos, tanah, pasir dan soil

conditioner lainnya yang memungkinkan memberikan hasil

produksi tanaman yang ideal. Hal ini akan membantu

mengurangi ketergantungan pada upaya penggalian tanah-

tanah yang subur di daerah yang banyak mengandung top

soil, yang lambat laun akan merusak lingkungan (erosi atau

miskin hara karena top soilnya digali secara terus menerus).

3. Pembangunan instalasi SILARSATU sebaiknya dilaksanakan

pada lahan yang terbuka dan agak jauh dari pemukiman

untuk memudahkan mobilitas bagi sarana transportasi

Page 81: pengendalian lalat

V. PERTIMBANGAN IMPLEMENTASI SILARSATU

V-4

sampah dan juga agar tidak mengganggu lingkungan di

sekitarnya.

Page 82: pengendalian lalat

DAFTAR PUSTAKA

1

Armstrong P. and Laffin J. 1993, Waste Matters - Environmental Education Activities about Waste, Gould League.

Beverage Industry Environment Council 1998, Recycling Audit and Garbage Bin Analysis

BIEC see Beverage Industry Environment Council Gould League 1993, Plastic Recycling Kit.

Composters.com. 2000. Web Site for Compost Technology A Subsidiary of The Green Culture PO Box 1684, Laguna Beach CA 92652.http://www.composters.com

Clayton S. 1993, The Reverse Garbage Garden, Hyland House,

South Melbourne. CMC. 2002. Brosur Produk Incinerator PT. Cahaya Mas

Cemerlang. Jakarta.

Cullen M. and Johnson L. 1992, Backyard and Balcony Composting, Bookman Press, Melbourne.

Cundall P. 1993, Organic Gardening, Gardening Australia Collector's Series No. 1, Federal Publishing Company, Alexandria NSW.

Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Bekasi. 2002. Observasi Peralatan Pengolahan Kompos di TPA Bantar Gebang Bekasi.

Dinas Pekerjaan Umum (DPU). 1996. Proses Pengolahan Sampah

Organik Menjadi Kompos.

Environment Protection Authority Victoria 1991, Garbage Analysis Program - Stage Five April 1990 To February 1991, Publication 283 - November.

Gilbert A. 1992, No Garbage, Thomas C. Lothian Pty Ltd.

Grant T, James K, Dimova C, Sonnefield K, & Lundies S 1999, Stage 1 Report for the Life Cycle Assessment of Packaging Waste Management in Victoria, Research report by the Centre for Design at RMIT, the Centre for Packaging, Transport and Storage at Victoria University and the CRC for Waste Management and Pollution Control, November, 1999.

Page 83: pengendalian lalat

DAFTAR PUSTAKA

2

Industry Commission 1991, Recycling, Vol. 1, Recycling in Australia, Report No. 6.

Kompas. 2002. Kebijakan Pupuk Nasional Harus Diubah. Harian

Umum Kompas edisi 8 Juni 2002. Jakarta Litbang Dinas Kebersihan Kotamadya Bandung. 1998. Laporan

Tahunan Dinas Kebersihan Kotamadya Bandung.

Nunes K. 1998, The Good Compost Guide: A Directory of Compost Bins and Wormeries, Gould League and EcoRecycle Victoria, available electronically from EcoRecycle Victoria's website www.ecorecycle.vic.gov.au

PACIA see Plastics and Chemicals Industries Association. Plastics and Chemicals Industries Association 1992, Manufacturing Plastics, and information brochures.

Paul Truong, 1999. Vetiver Grass Technology For Environmental Protection.A Pictorial Essay. Prepared For The Second International Vetiver Conference: Vetiver And The Environment. Cha Am, Thailand, January 2000. Tvn Asia And South Pacific Representative Queensland Department Of Natural Resources Brisbane, Australia.December 1999

PD.Kebersihan. 2002. Corporate Plan. Perusahaan Daerah

Kebersihan Kota Bandung. Ringkasan Eksekutif Tahun 2002.

Recycling and Resource Recovery Council 1994, Recycling and Resource Recovery in Victoria, Annual Report.

Roads MJ 1989, The Natural Magic of Mulch - Organic Gardening Australian Style, Greenhouse Publication, Elwood, Victoria.

TPS Cibeunying Kidul. 2003. Observasi Lapangan Kegiatan

Penanganan Sampah di TPS Cibeunying. Tim LPM Unpad. Yudi Permana. 2002. Penentuan Lokasi Pendistribusian Sampah

Dari Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) Ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Dan Perancangan Tata Letak Fasilitas Pengolahannya. Skripsi. Universitas Winaya Mukti. Bandung

Page 84: pengendalian lalat

I. MASALAH SAMPAH DIPERKOTAAN

1

1.1. Sekilas Pandang Tentang Sampah Di Perkotaan

Sampah adalah limbah yang bersifat padat, yang terdiri

dari zat atau bahan organik dan non organik, yang dianggap

tidak berguna / tidak memiliki manfaat lagi dan harus dikelola

dengan baik sedemikian rupa tidak membahayakan lingkungan.

Setiap hari sampah dihasilkan oleh setiap rumah tangga

dalam masyarakat perkotaan sebagai bagian dari kehidupan

sehari-hari, namun hal tersebut secara umum seringkali tidak

menjadi bahan pemikiran yang mendalam bagi semua warga

masyarakat. Seringkali pembuangan sampah di rumah hanya

cukup sekedar menyimpannya dalam bak sampah / tong sampah

untuk kemudian selanjutnya adalah menjadi urusan

pengumpul/pengangkut sampah tingkat RT/RW hingga ke

Kelurahan untuk kemudian tugas terakhir yang merupakan

beban terberat ada di pihak petugas kebersihan kota yang

membuangnya ke Tempat Pembuangan Sampah Akhir.

Walaupun demikian, semua warga masyarakat sudah

saatnya untuk turut serta memikirkan persoalan sampah ini

secara lebih serius mengingat persoalan sampah sudah menjadi

masalah ekonomi dan lingkungan di berbagai kota besar pada

era sekarang ini.

Sejak era tahun 70 an sampah telah menjadi masalah dan

bertambah secara signifikan sesuai dengan pertambahan

penduduk dan perubahan gaya hidup terutama di perkotaan.

Saat ini telah bertebaran supermarket di mana-mana yang

menghasilkan beragam produk dalam kemasan, yang seringkali

menimbulkan masalah pada saat tidak digunakan lagi oleh

Page 85: pengendalian lalat

I. MASALAH SAMPAH DIPERKOTAAN

2

konsumen. Sebagai contoh misalnya : dahulu orang terbiasa

dengan menggunakan sapu tangan untuk keperluan

membersihkan mulut atau melap sesuatu yang mana sapu

tangan tersebut dapat digunakan kembali setelah dicuci dan

dibersihkan, namun sekarang ini telah beredar kertas tissue

yang tidak dapat secara langsung digunakan kembali untuk lap

pembersih. Dengan demikian sapu tangan fungsinya digantikan

oleh kertas tissue. Demikian juga dengan kotak atau

pembungkus makanan yang dapat langsung dibuang tanpa perlu

membersihkan kembali seperti halnya rantang, kotak makanan,

piring, dan sebagainya.

Pabrik-pabrik yang melaksanakan usahanya dengan lebih

efisien telah menghasilkan barang-barang keperluan rumah

tangga dan peralatan yang harganya lebih murah daripada

repot-repot untuk memperbaikinya, belum lagi biaya

perbaikannya yang tidak sedikit.

Perubahan-perubahan ini berdampak pada jumlah sampah

yang dibuang oleh masyarakat ke tempat sampah. Berdasarkan

pengamatan empirik di beberapa lokasi pembuangan sampah

yang ada di kota Bandung, diperkirakan jumlah sampah yang

dibuang oleh tiap rumah tangga adalah antara 2 – 3 kg per hari

atau sekitar 14 – 21 kg per minggu, atau sekitar 730 – 1.095 kg

per tahun.

Pertumbuhan populasi di kota-kota besar termasuk kota

Bandung berdampak pada ekspoitasi lahan untuk pemukiman

dan sarana umum lainnya, sementara itu penggunaan lahan

untuk tempat pembuangan sampah jumlahnya tidak bertambah

sejalan dengan pertambahan penduduk tersebut. Hal ini menjadi

Page 86: pengendalian lalat

I. MASALAH SAMPAH DIPERKOTAAN

3

masalah yang serius dan memerlukan pemecahan yang segera,

mengingat tempat pembuangan sampah tidak dapat

ditempatkan begitu saja di tengah masyarakat mengingat

dampak polusi, bau dan kotor yang ditimbulkannya.

Sangatlah sulit dan mahal bagi pemerintah daerah untuk

menetapkan tempat pembuangan sampah yang baru karena

kewenangan dalam manajemen limbah / sampah memiliki

ketentuan dan peraturan yang sangat ketat apalagi dikaitkan

dengan formasi dan manajemen untuk melindungi kesehatan

masyarakat dan lingkungan di sekitarnya. Sehingga jawaban

sementara atas masalah ini adalah menempatkan sampah rumah

tangga di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) yang

lokasinya jauh dari tempat pemukiman penduduk. Dengan

demikian diperlukan biaya untuk fasilitas lahan, bangunan dan

truk untuk transportasi sampah dari tingkat kelurahan hingga ke

TPA.

Terbatasnya lahan TPA di kota-kota besar termasuk kota

Bandung masih merupakan kendala, namun masalah yang lebih

penting untuk dipikirkan adalah meningkatnya biaya-biaya untuk

memberikan kenyamanan, kebersihan dan fasilitas di TPA

tersebut sehingga secara lingkungan memenuhi syarat.

Beberapa tahun waktu yang lalu metode reduksi sampah dengan

cara dibakar dengan menggunakan insinerator telah

diperkenalkan disamping dengan cara konvensional (sanitary

landfill), namun implementasinya tidak mudah karena

menimbulkan polusi udara yang mengganggu lingkungan di

sekitarnya. Disamping itu biaya operasi dan pemeliharaan

fasilitas insinerator tersebut tidaklah sedikit, sehingga

Page 87: pengendalian lalat

I. MASALAH SAMPAH DIPERKOTAAN

4

belakangan ini beberapa insinerator yang telah ada tidak

digunakan lagi.

1.2. Jenis-Jenis Sampah

Menurut data dari Dinas Pekerjaan Umum (1986), secara

umum jenis sampah dapat dibagi menjadi 3 (tiga) jenis

didasarkan pada pertimbangan yang berkaitan dengan cara

pengelolaan dan pemanfaatannya, yaitu :

a) Sampah Basah (Garbage), yaitu sampah yang susunannya

terdiri dari bahan organik yang mempunyai sifat mudah

membusuk jika dibiarkan dalam keadaan basah. Yang

termasuk jenis sampah ini adalah sisa makanan, sayuran,

buah-buahan, dedaunan, dsb.

b) Sampah Kering (Rubbish), yaitu sampah yang terdiri dari

bahan anorganik yang mempunyai sifat sebagian besar atau

seluruh bagiannya sulit membusuk. Sampah ini dapat dibagi

menjadi 2 (dua) jenis, yaitu :

1. Sampah Kering Logam, misalnya : kaleng, pipa besi tua,

mur, baut, seng dan segala jenis logam yang sudah

usang.

2. Sampah Kering Non Logam, yang terdiri dari :

• Sampah Kering Mudah Terbakar (Combustible

Rubbish), misalnya : kertas, karton, kayu, kain bekas,

kulit, kain-kain usang, dsb.

• Sampah Kering Sulit Terbakar (Non Combustible

Rubbish), misalnya : pecahan gelas, botol, kaca, dll.

Page 88: pengendalian lalat

I. MASALAH SAMPAH DIPERKOTAAN

5

c) Sampah Lembut, yaitu sampah yang susunannya terdiri dari

partikel-partikel kecil dan memiliki sifat mudah beterbangan

serta membahayakan atau mengganggu pernafasan dan

mata. Sampah tersebut terdiri dari :

• Debu, yaitu partikel-partikel kecil yang berasal dari proses

mekanis, misalnya serbuk dari pengergajian kayu,

debu asbes dari pabrik pipa atau atap asbes, debu dari

pabrik tenun, debu dari pabrik semen, dll.

• Abu, yaitu partikel-partikel yang berasal dari proses

pembakaran, misalnya abu kayu atau abu sekam, abu

dari hasil pembakaran sampah (incenerator), dll.

Selain jenis-jenis yang tersebut di atas, pembagian

golongan sampah secara khusus diantaranya adalah :

a. Sampah Berbahaya, yang terdiri dari :

• Sampah Patogen : sampah dari rumah sakit dan poliklinik.

• Sampah Beracun : pembungkus pestisida, insektisida,

racun, dll

• Sampah Ledakan : petasan, mesiu, sampah perang, dll

• Sampah Radioaktif : sampah nuklir.

b. Sampah Balokan, misalnya : mobil rusak, kulkas rusak, pohon

tumbang, dll.

c. Sampah Jalan, yaitu sampah yang berasal dari hasil sapuan

jalan.

d. Sampah Binatang Mati, yang berasal dari bangkai binatang.

Page 89: pengendalian lalat

I. MASALAH SAMPAH DIPERKOTAAN

6

e. Sampah Bangunan, yang terdiri dari potongan kayu, pecahan

genting, pecahan bata, bekas adukan, dll.

f. Sampah Industri, yaitu ampas bahan baku dalam proses

industri.

g. Sampah Khusus, yaitu sampah dari benda-benda berharga

seperti surat-surat rahasia negara dan dokumen penting

lainnya.

h. Sampah Kandang dan Pemotongan Hewan, yaitu sisa

makanan ternak, kulit, sisa-sisa daging, tulang, dll.

i. Sampah Lumpur, yaitu lumpur dari selokan, riol, septic tank,

bangunan pengolahan air buangan, dll.

Sumber sampah yang utama dari suatu kota adalah

perumahan, pasar, industri serta jalan-jalan dan tempat

umum/tempat rekreasi. Sampah sebagian besar terdiri dari

bahan organik, kertas, logam, kaca dan plastik. Sampah yang

berasal dari industri, lain komposisinya dengan sampah yang

berasal dari perumahan. Sampah yang berasal dari perumahan

mempunyai jumlah zat organik yang jauh lebih besar. Sampah

organik umumnya terdiri atas sisa sayur-sayuran, buah-buahan

dan biji-bijian.

1.3. Sumber Sampah

Sampah dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain :

a. Rumah tangga, umumnya terdiri dari sampah organik dan

anorganik yang ditimbulkan dari aktivitas rumah tangga,

seperti buangan dari dapur, debu, buangan taman, alat-alat

rumah tangga tang sudah usang, dll.

Page 90: pengendalian lalat

I. MASALAH SAMPAH DIPERKOTAAN

7

b. Daerah komersil, yaitu sampah yang dihasilkan dari

pertokoan, restoran, pasar perkantoran, hotel, dll. Biasanya

terdiri dari bahan-bahan pembungkus sisa-sisa makanan,

kertas dari perkantoran, dll.

c. Sampah institusi, yaitu sampah yang berasal dari sekolahan,

rumah sakit dan pusat pemerintahan.

d. Sampah dari sisa-sisa konstruksi bangunan, yaitu sampah

yang berasal dari sisa-sisa pembangunan bangunan,

perbaikan jalan, pembongkaran jalan, jembatan, dll.

e. Sampah dari faslitas umum, yaitu sampah yang berasal dari

taman umum, pantai, tempat rekreasi, dll.

f. Sampah dari hasil pengelolaan air buangan serta sisa-sisa

pembakaran dari insinerator.

g. Sampah dari industri, yaitu seluruh sampah yang berasal dari

proses produksi industri, mulai dari pengolahan bahan baku

sampai dengan hasil produksi.

h. Sampah pertanian, berasal dari sisa-sisa pertanian yang tidak

dapat dimanfaatkan lagi.

1.4. Sampah Di Kota Bandung

Kota Bandung sampai dengan tahun 2002 yang lalu

menampung sekitar 338.355 ton hingga 472.967 ton (atau rata-

rata 4.635 hingga 6.479 m3/hari @ 200 kg/m3) sampah kota

dengan proporsi 60,6% berasal dari sampah pemukiman; 9,6%

berasal dari sampah pasar; 12,8% berasal dari sampah publik

dan 17,0% berasal dari sampah industri (PD Kebersihan, 2002).

Page 91: pengendalian lalat

I. MASALAH SAMPAH DIPERKOTAAN

8

Dari jumlah tersebut diperkirakansekitar 63% merupakan

sampah organik dan 37% sampah non norganik. Komposisi

jenis-jenis sampah dalam persen (%) tersebut, diambil dari total

kapasitas sampah yang masuk ke TPA dalam waktu satu tahun

terakhir. Komposisi sampah yang dimaksud jelasnya seperti

yang disajikan pada Tabel 1.1.

Sampah tersebut terdiri dari komponen yang dapat

didegradasi atau didaur-ulang dan yang sulit didegradasi.

Komponen yang mudah didaur-ulang contohnya sisa makanan,

kertas, karton, plastik, kain, kulit, kayu dan karet. Komponen

yang sulit didaur-ulang contohnya gelas, kaleng, plastik dan

logam.

Contoh : Tabel 1.1. Komposisi Sampah di kota Bandung

No Jenis sampah Persentase

1 Organik 63,56% 2 Kertas 10,42% 3 Kaca 1,70% 4 Plastik 1,45% 5 Logam 9,76% 6 Kain 0,95% 7 Lain-lain 12,16% Jumlah 100,00%

Sumber : PD Kebersihan (2002)

Hasil penelitian di Australia menunjukkan bahwa

komposisi timbulan sampah kota yang dihasilkan rata-rata

adalah sebagai berikut :

Page 92: pengendalian lalat

I. MASALAH SAMPAH DIPERKOTAAN

9

Tabel 1.2. Komposisi Timbulan Sampah Kota di Australia JENIS SAMPAH 1. Sampah bentuk makanan 2. Sampah hijauan 3. Sampah yang tak dapat didegradasi 4. Kertas/cardboard 5. Gelas 6. Besi/baja 7. Bubur kertas liquid 8. PET, HDPE, PVC plastic 9. Plastik lain-lain 10. Aluminium

Persentase 41.2%

20% 17.4%

9.9% 2.9% 2.3% 0.5% 0.9% 4.6% 0.2%

Sumber : website : www.ecorecycle.vic.gov.au (2002)

Berdasarkan kedua gambaran komposisi di atas dapat

disimpulkan bahwa untuk sampah di perkotaan, secara umum

memiliki komposisi timbulan sampah yang tidak berbeda jauh.

Dengan demikian cara penanggulangan sampahnya pun tidaklah

begitu berbeda pula. Hanya yang membedakan adalah

karakteristik budaya masyarakat (perilaku/sikap masyarakat)

terhadap penanganan sampah, alokasi dana dan tempat yang

direncanakan oleh masing-masing pemerintah daerah.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa jumlah

timbulan sampah di kota Bandung semakin meningkat sesuai

dengan peningkatan jumlah penduduk. Saat ini, peningkatan

tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan sarana serta

pelayanan pengelolaan pembuangan sampah. Hal tersebut

dikarenakan keterbatasan dari pihak pemerintah, permasalahan

sampah di kota Bandung, dan rendahnya tingkat kesadaran

serta partisipasi masyarakat. Untuk itu diperlukan strategi

pengelolaan yang terpadu, efektif dan efisien.

Page 93: pengendalian lalat

I. MASALAH SAMPAH DIPERKOTAAN

10

Saat ini upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah

daerah antara lain mendorong kesadaran dan partisipasi

masyarakat dengan melakukan kampanye kepedulian terhadap

pengelolaan sampah. Selain mendorong partisipasi masyarakat,

kampanye tersebut bertujuan untuk menyebarluaskan informasi

tentang masalah pengelolaan sampah di kota Bandung, juga

mengembangkan jaringan informasi dan komunikasi antar

kelompok masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan sampah.

Dalam perencanaannya, kegiatan ini dilaksanakan secara

berkesinambungan dengan tujuan :

(a) Meminimalkan sampah

(b) Daur ulang dan pembuatan kompos

(c) Peningkatan tingkat pelayanan pengangkutan sampah

(d) Pengolahan dan pembuangan akhir sampah yang harus

diolah dan dibuang dengan cara yang akrab lingkungan.

1.5. Apa Solusi Dari Masalah Sampah Tersebut ?

Saat ini sudah mulai dilakukan oleh beberapa elemen

masyarakat untuk lebih tanggap terhadap masalah sampah ini.

Ada konsep yang saat ini banyak dikembangkan di tengah

masyarakat untuk mengatasi masalah sampah, yaitu konsep 3R;

Reduce, Reuse dan Recycle (kurangi, gunakan kembali dan daur

ulang) barang-barang yang digunakan sehari-hari sedapat

mungkin. Salah satu bentuk implementasi konsep 3 R di atas

yang telah mulai banyak dilakukan oleh masyarakat dan sektor

Page 94: pengendalian lalat

I. MASALAH SAMPAH DIPERKOTAAN

11

industri adalah mendaur ulang sampah dan berupaya

sebanyak mungkin menghimpun kegiatan yang dapat

memanfaatkan sampah untuk didaur ulang. Untuk mendaur

ulang sampah diperlukan sarana dan pra sarana yang memadai

terutama kotak penampungan atau boks sampah yang tertata

sedemikian rupa sampah dapat dipilah dengan mudah untuk

bahan daur ulang tersebut.

Sebagai konsekuensi dari strategi tersebut diperlukan

adanya perubahan perilaku dari masyarakat untuk membuang

sampah, sehingga hal tersebut perlu pula ditunjang proses

pembelajaran dan sosialisasi kepada masyarakat secara intensif.

Dengan proses ini masyarakat diharapkan dapat memilih dan

membantu dalam mengurangi sampah melalui pemilihan produk

yang sesedikit mungkin menghasilkan kemasan dan umur pakai

yang lama.

Manfaat dari mendaur ulang sampah terhadap lingkungan

secara umum adalah :

• Dapat menekan lebih dari 3 kg gas-gas yang

menghasilkan efek rumah kaca (greenhouse effect gases)

seperti CO2 yang seperti telah diketahui ini berdampak

pada efek pemanasan global.

• Menghemat penggunaan energi yang diperlukan untuk

proses industri, karena tidak menggunakan bahan baku

secara mentah tapi cukup dengan bahan daur ulang yang

sudah ada. Dengan demikian biaya produksi dapat ditekan

(menghemat biaya).

Page 95: pengendalian lalat

I. MASALAH SAMPAH DIPERKOTAAN

12

• Penghematan penggunaan bahan baku khususnya yang

masih diimpor sehingga dapat menghemat defisa. Sebagai

contoh sampah kertas dapat digunakan dengan daur

ulang ini antara 5 hingga 10 kali sebelum benar-benar

tidak dapat digunakan lagi.

• Untuk sampah organik dapat memberi manfaat kepada

tanah, yakni dapat didaur ulang menjadi pupuk organik

(kompos) yang sangat dibutuhkan sebagai unsur hara

tanah yang penting disamping pupuk buatan yang saat ini

banyak digunakan.

Beberapa manfaat penting dari upaya meminimumkan

sampah, yakni :

1. Melindungi (mengkonservasi) sumberdaya yang dimiliki,

seperti :

• Mineral – yang digunakan untuk membuat banyak

bahan yang berguna (contoh : bauxite yang

digunakan untuk membuat alumunium)

• Energi – yang digunakan dalam pertambangan,

pemanenan, fabrikasi dan transportasi.

• Kawasan Hutan – yang digunakan untuk membuat

berbagai macam kertas dan berbagai macam produk

olahan kayu.

Page 96: pengendalian lalat

I. MASALAH SAMPAH DIPERKOTAAN

13

• Minyak bumi (Petroleum) – yang digunakan baik

sebagai bahan bakar maupun untuk bahan baku

plastik.

• Lahan – yakni sebagai tempat berbagai kegiatan

manusia.

2. Menghemat uang. Mengurangi sampah dapat menghemat

uang dalam berbagai cara seperti :

• Sedikit membuang sampah, maka akan berkurang

kemungkinan untuk membelanjakan uang dan

membuang sesuatu yang bisa menjadi sampah.

• Bisinis menjadi lebih efisien.

• Pendapatan keluarga lebih baik.

3. Mengurangi dampak terhadap lingkungan.

• Kualitas lingkungan di beberapa areal seringkali

dipengaruhi oleh adanya aktivitas ekstraksi atau

eksploitasi sumberdaya, misalnya di daerah

pertambangan.

• Pengurangan atas penggunaan bahan bakar fosil

untuk energi akan mengurangi pembuangan gas

yang memiliki efek rumah kaca atau sumber polusi

lainnya.

Page 97: pengendalian lalat

II. KONSEP “3 R” ATASI SAMPAH

1

2.1. Apa Yang Dimaksud Konsep 3R

Konsep 3R adalah pedoman sederhana untuk membantu

masyarakat untuk meminimumkan sampah baik di tempat

pekerjaan, di sekolah dan di rumah. Pada dasarnya orientasi

penerapan konsep 3R ini lebih ditekankan pada sampah non-

organik. Sedangkan untuk penanganan sampah organik telah

lebih dulu banyak dikembangkan orang dalam bentuk

pengolahan kompos dari sampah organik. Dalam

meminimumkan sampah tersebut yang harus menjadi fokus

utama adalah mengurangi penggunaan bahan yang

menimbulkan sampah non-organik (kata 'reduce'), kemudian

memakai ulang ('reuse'), dan terakhir adalah mendaur ulang

('recycle') termasuk juga di dalamnya proses pengolahan

sampah organik ('compost').

2.2. Mengurangi Bahan Timbulan Sampah (Reduce)

Mengurangi bahan timbulan sampah mempunyai makna

berupaya untuk membiasakan hidup dengan penuh ketelitian,

kehati-hatian dan cermat sehingga sampah yang dihasilkan

sesedikit mungkin. Hal ini bisa berarti :

• Berbelanja lebih hati-hati dengan betul-betul mencari

produk yang memiliki kemasan sesedikit mungkin.

• Membuat produk di rumah lebih utama daripada membeli

makanan siap saji atau makanan-makanan yang tidak

menimbulkan masalah.

Page 98: pengendalian lalat

II. KONSEP “3 R” ATASI SAMPAH

2

• Mengupayakan untuk membuat daripada membeli sesuatu

yang semestinya bisa dibuat atau dilakukan secara

mandiri.

• Menanam sendiri sayuran dan buah-buahan walau sekecil

apapun.

• Merawat dan memperbaiki pakaian, mainan, perkakas dan

peralatan rumah tangga daripada menggantinya dengan

yang baru.

• Menjaga agar setiap barang yang dimiliki berumur

panjang.

• Memakai barang yang dapat dibuang dengan hati-hati

sedemikian rupa tidak perlu dibuang bila memang tidak

perlu.

• Lebih baik menyewa, saling tukar atau meminjam barang

atau sesuatu daripada membelinya bila memungkinkan.

Saat berbelanja, usahakan ide berikut diaplikasikan untuk

mengurangi sampah yang tidak dikehendaki :

• Membawa kantong, keranjang atau box yang mungkin

diperlukan apabila barang tersebut tidak tersedia di toko.

• Gunakan daftar belanjaan. Jangan membeli sesuatu yang

tidak perlu (karena hasrat sesaat saja). Belilah sesuatu

yang benar-benar diperlukan.

• Hindari barang-barang yang menggunakan kemasan

secara berlebihan.

Page 99: pengendalian lalat

II. KONSEP “3 R” ATASI SAMPAH

3

• Pilihlah produk dalam bentuk konsentrat, misalnya

detergent atau produk yang dapat diisi ulang seperti pena

ball-point dan beberapa produk pembersih.

• Saat membeli barang-barang dalam kemasan, pilihlah

kemasan dari bahan yang dapat didaur ulang atau yang

dapat diisi ulang.

• Belilah produk yang dibuat dari bahan yang dapat didaur

ulang seperti kertas misalnya.

• Belilah produk yang tahan lama, tidak mudah ketinggalan

jaman dan dapat diperbaiki (direparasi) apabila rusak.

• Belilah makanan yang segar apabila memungkinkan dan

buatlah kompos daripadanya.

• Bila memungkinkan, beli makanan dari pusat belanja atau

pasar. Gunakan kantong dengan ukuran yang sebesar

mungkin dimuati barang yang dibeli.

2.3. Memakai Kembali (Reuse)

Menggunakan kembali mengandung arti memakai item

yang sama lebih dari sekali, lebih disukai beberapa kali daripada

harus membuangnya setelah sekali pakai. Konsep memakai

kembali atau reuse ini dapat menghemat energi dan sumberdaya

yang boleh jadi digunakan untuk membuat produk baru.

Banyak cara yang dapat digunakan untuk memakai

kembali barang yang digunakan terutama untuk keperluan

rumah tangga, sebagai contoh misalnya :

Page 100: pengendalian lalat

II. KONSEP “3 R” ATASI SAMPAH

4

• Memakai ulang kemasan gelas misalnya untuk jams atau

saus.

• Gunakan kembali keranjang atau kantong yang didapat

untuk belanja kembali di lain waktu.

• Menyewa, saling tukar atau meminjang item barang yang

tidak digunakan setiap saat.

• Gunakan kembali amplop bekas untuk keperluan yang lain.

• Gunakan plastik minuman ringan yang kecil, untuk botol

minuman lainnya pada berbagai kesempatan (misalnya di

sekolah).

• Belilah buku bekas namun masih berharga untuk keperluan

belajar.

• Barang bekas yang benar-benar tidak diperlukan lagi dapat

dijual melalui pusat penjualan barang bekas (garage sale).

• Gunakan bahan yang bisa dipakai ulang daripada yang

sekali buang, sebagai contoh misalnya : membeli batere

yang dapat diisi ulang daripada batere sekali buang.

2.4. Daur Ulang (Recycle)

Mendaur ulang berarti mengembalikan sampah ke pabrik

dimana dapat menggunakan kembali sampah tersebut sebagai

bahan baku untuk membuat produk yang sama atau yang

lainnya. Sebagai contoh, gunakan kaleng alumunium untuk

kemasan minuman ringan yang dapat didaur ulang untuk produk

yang sama atau untuk digunakan sebagai komponen kendaraan

bermotor misalnya. Daur ulang dapat menghemat energi,

Page 101: pengendalian lalat

II. KONSEP “3 R” ATASI SAMPAH

5

tempat dan biaya dari penggunaan bahan tersebut untuk dibuat

menjadi produk baru.

Bahan-bahan yang dapat didaur ulang antara lain :

• Kertas

• Botol kaca

• Kotak alumunium atau alumunium foil

• PET plastik minuman ringan dan botol juice

• Plastik untuk kemasan susu, cream dan botol juice (HDPE

plastics)

• Botol kaleng atau logam

• Karton untuk kemasan susu dan juice

• Kantong plastik di supermarket

• Laser cartridges dan pita (ribbons)

• Botol anggur

• Komponen mobil (bagian rangka, batere, ban dan olie)

• Bahan bangunan (kayu, beton, dan bata)

• Logam (besi, baja, tembaga dan kungingan)

Page 102: pengendalian lalat

III. TIPS ATASI SAMPAH

1

Banyak hal yang sederhana dan mudah untuk dilakukan

dalam rangka mengurangi terjadinya timbulan sampah. Untuk

mengantisipasinya perlu dilakukan langkah-langkah praktis dan

dibiasakan dalam kegiatan sehari-hari.

Berikut adalah beberapa tip untuk mengatasi kemungkinan

munculnya timbulan sampah yang tidak diharapkan.

3.1. Penanganan Kertas

1. Simpan box disamping tempat duduk di rumah, di sekolah

atau di tempat pekerjaan untuk menyimpan kertas bekas

yang boleh jadi dapat dipakai ulang.

2. Gunakan kembali lembaran kertas yang telah digunakan pada

bagian halaman yang belum digunakan, misalnya untuk :

• Menggambar bagi anak-anak yang sedang berlatih menulis

atau menggambar

• Membuat draft surat atau sketsa sementara

• Catatan kuliah

• Daftar barang belanjaan

• Kertas buram untuk telepon

3. Gunakan amplop bekas dengan cara menutup nama dan

alamat yang ada dengan sticker atau potongan kecil kertas

yang diberi lem. Hal yang sama tulisi amplop tersebut dengan

pesan misalnya “harap gunakan kembali amplop ini bila anda

akan berkirim surat kembali”.

4. Simpan majalah, korang atau kertas limbah lainnya yang

tidak dapat dipakai lagi untuk didaur ulang.

Page 103: pengendalian lalat

III. TIPS ATASI SAMPAH

2

5. Saat membeli kertas, pastikan bahwa produknya dibuat dari

serat yang dapat didaur ulang.

6. Bila menggunakan komputer biasakan untuk membaca

naskah dahulu pada monitor sebelum benar-benar akan

mencetaknya untuk menghindari kesalahan yang tidak perlu.

7. Gunakan cardtridge tinta atau toner printer komputer yang

dapat didaur ulang atau diisi ulang bila memungkinkan.

3.2. Penanganan Kantong Plastik

• Upayakan menggunakan kantong plastik untuk banyak

menampung barang (tidak membawa banyak barang

dengan banyak kantong plastik).

• Bawalah kantong, keranjang atau box pribadi dari rumah

saat berbelanja, untuk mengurangi penggunaan kemasan

lain yang mungkin diberikan dari toko.

• Gunakan kembali kantong plastik kecil untuk buah-buahan

dan sayuran bila berbelanja di supermarket. Usahakan

untuk mengurangi kemasan plastik (mungkin bisa dengan

kemasan dari daun tanaman, kertas atau bahan yang

mudah terurai lainnya).

• Biasakan membawa kantong plastik bekas sebagai

cadangan sebagai kantong yang mungkin diperlukan sekali

waktu.

Page 104: pengendalian lalat

III. TIPS ATASI SAMPAH

3

3.3. Penanganan Botol, Kaleng Bekas Dan Wadah

• Daur ulang botol gelas dan wadah, kertas karton, botol

plastik, botol alumunium, dan botol logam lainnya.

• Bila tidak ditemukan tempat sampah diperjalanan,

simpanlah untuk sementara waktu kemasan yang

digunakan (botol gelas, kaleng dan logam lainnya) untuk

kemudian dapat dikumpulkan sewaktu-waktu dapat didaur

ulang atau dijual ke pedagang pengumpul barang bekas

untuk di daur ulang.

3.4. Penanganan Buah-buahan dan Sayuran

• Buatlah sisa buah-buahan atau sayuran menjadi kompos.

• Bila tidak tersedia bak kompos, buanglah sisa buah-

buahan atau sayuran tersebut ke dalam tanah yang

sebelumnya telah digali kemudian ditimbun kembali.

• Gunakan mikroba tertentu yang dapat mempercepat

proses pembuatan kompos dan mengurangi bau sampah

organik yang timbul.

• Gunakan mulsa yang diperoleh dari proses kompos untuk

meningkatkan kesuburan tanah, menghemat air dan

menekan pertumbuhan gulma.

• Kumpulkan daun atau ranting tanaman untuk diolah

menjadi kompos atau mulsa.

Page 105: pengendalian lalat

IV. DAUR ULANG KERTAS

1

Berdasarkan angka perkiraan, bila diasumsikan rata-rata

penduduk di Kota Bandung menghabiskan sekitar 1 lembar

kertas dengan berat 70 gram per minggu, dengan jumlah total

penduduk antara 2 – 3 juta jiwa dan rata-rata satu keluarga

terdiri dari 4 anggota keluarga. Dengan asumsi tersebut tiap

minggu akan dibutuhkan rata-rata 43,750 ton kertas dari

berbagai macam produk kertas per minggu tiap kepala keluarga

(buku, koran, majalah, dsb.). Dengan demikian dalam satu

tahun diperkirakan akan mencapai sekitar 2.275.000 ton kertas

yang digunakan. Angka perkiraan tersebut bisa jadi secara

aktual lebih banyak, mengingat di negara bagian Victoria –

Australia saja yang jumlah penduduknya lebih sedikit dari kota

Bandung, konsumsi kertas per tahunnya mencapai hampir 1,5

juta ton kertas, baik dalam bentuk kertas kemasan, majalah,

koran dan untuk kertas tulis. Dari sejumlah 1,5 juta ton tersebut

sebesar 1 juta tonnya dapat didaur ulang untuk berbagai

keperluan produk kertas lainnya. Jumlah kertas yang demikian

banyak tersebut akan menjadi masalah yang makin menumpuk

bila tidak diatasi dengan berbagai cara termasuk melalui proses

daur ulang.

4.1. Sekilas Tentang Pembuatan Kertas

Kertas sebagai bahan telah digunakan oleh manusia sejak

ribuan tahun yang lalu. Pada awalnya kertas dibuat dari tanaman

papyrus, di Mesir sekitar 2.200 sebelum masehi. Kemudian di

Cina ditemukan metode lain untuk membuat kertas pada waktu

sekitar 2.000 tahun yang lalu. Selama berabad abad kertas

dibuat dari proses pengolahan jerami, namun sejalan dengan

kebutuhan yang makin meningkat kertas dibuat dari bahan baku

Page 106: pengendalian lalat

IV. DAUR ULANG KERTAS

2

potongan kayu yang dibuat bubur untuk mendapatkan seratnya.

Sejalan dengan ditemukannya mesin-mesin pada abad 18, maka

pembuatan kertas semakin murah dan cepat.

Bahan baku utama kertas saat ini adalah bubur kayu yang

diperoleh dari potongan kayu atau serat kayu keras misalnya

dari jenis kayu albiso, eucalyptus atau pinus bahkan terkadang

serat kapas.

Perlakuan yang diberikan pada proses pembuatan kertas

adalah perlakuan mekanik, kimia dan kombinasi diantara

keduanya. Untuk membuat kertas, bubur kertas dicampur

dengan air kemudian disaring sedemikian rupa serat

tertampung pada saringan. Setelah itu adonan dimasukkan ke

dalam serangkaian silinder putar (rollers) untuk diratakan dan

dikeringkan. Pada beberapa kasus terkadang kertas tersebut

diberi tepung untuk memberi efek tertentu. Pada akhir proses,

kertas tersebut di lilitkan pada beberapa gulungan besar.

4.2. Daur Ulang Kertas

Tidak seperti proses membuat kertas dari bahan baku

aslinya, membuat kertas dari bahan kertas daur ulang jarang

sekali menggunakan perlakuan kimia untuk perlakuan

pendahuluan. Limbah kertas dalam hal ini dicampur dengan air

dalam suatu mesin yang bentuknya mirip blender untuk

kemudian diubah menjadi serat-serat yang agak tipis.

Selanjutnya diproses dengan cara yang sama untuk membentuk

kertas seperti pada pembuatan kertas dari bahan baku awal di

atas.

Page 107: pengendalian lalat

IV. DAUR ULANG KERTAS

3

Di Indonesia, penggunaan kertas daur ulang untuk bahan

baku industri kertas juga telah banyak dilakukan. Kebanyakan

bahan baku kertas daur ulang diperoleh dari kertas bekas koang,

majalan dan kertas tulis.

Produk kertas daur ulang berupa bermacam jenis kertas

seperti kertas kemasan atau kertas untuk industri, kertas cetak,

kertas tulis, tissues dan cetakan untuk media massa. Dalam

jumlah terbatas kertas daur ulang dapat pula digunakan untuk

media tanam, bahan isolasi, box, produk kertas cetak (wadah

telur, karton, baki makanan dan pot tanaman).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kertas daur ulang ini

memiliki beberapa keterbatasan. Misalnya : produk yang dibuat

tidak dapat digunakan untuk kemasan bahan makanan karena

kualitas kertasnya menurun dan dapat mudah terkontaminasi,

kemudian seratnya telah mengalami penurunan mutu.

Khusus untuk daur ulang kertas koran, diperlukan

beberapa tambahan proses kimiawi untuk menghilangkan tinta

yang ada pada kertas (de-inking process). Paa proses ini

digunakan sabun untuk menghilangkan tinta, yang pada

akhirnya tinta ini masih dapat dimanfaatkan untuk pengkondisi

tanah (soil conditioner). Kemudian untuk membuat kertas daur

ulang yang baik dan digunakan sebagai bahan pembuat koran

lagi diperlukan modifikasi campuran kertas, yaitu yang terdiri

dari campuran kertas koran bekas, majalah dan bubur kertas

yang asli (virgin pulp) dari bahan baku awal.

4.3. Daur Ulang Karton

Page 108: pengendalian lalat

IV. DAUR ULANG KERTAS

4

Adanya upaya pendaur ulangan kertas dapat menghemat

energi dan transportasi bahan baku secara signifikan hingga

sekitar 70%. Sebagai contoh misalnya : dari 5 lembar kertas

yang biasa dipakai di kantor dapat dibuat dari kertas daur ulang

yang berasal dari sampah kertas untuk kemasan karton untuk

susu (milk carton).

Karton untuk susu dan juice telah digunakan beberapa

tahun yang lalu sejalan dengan berkembangnya teknologi

kemasan yang makin baik. Karton saat ini digunakan untuk

berbagai macam kemasan termasuk untuk produk kosmetika,

makanan, detergent, bahan biji-bijian (serealia), produk

elektronika dan lain-lain.

Pada dasarnya ada 2 tipe karton yang seringkali

digunakan, yaitu : Karton dengan pelapis plastik di bagian atas

dan karton yang diberi lapisan pelindung steril.

a. Karton Dengan Pelapis Plastik Di Bagian Atas

Jenis karton ini dibuat dari beberapa lapisan kertas dengan

diberi pelapis dari bahan plastik tipis. Pabrik biasanya membuat

bahan lapisan kertasnya dari bahan limbah industri kayu.

Walaupun isi dalam kemasan karton ini dipasteurisasi

sebelum dikemas, karton ini masih perlu disimpan dalam

ruangan pendingin (refrigerasi). Beberapa contoh kemasan ini

biasanya digunakan untuk penyimpanan juice buah-buahan.Di

dalam kemasan ini terdapat 3 lapisan yang digunakan untuk

meningkatkan umur proteksi dan menahan aroma yang ada

Page 109: pengendalian lalat

IV. DAUR ULANG KERTAS

5

dalam produk. Lapisan pertama dari polyethylene, lapisan kedua

dari kertas dan lapisan ketiga dari polyethylene (plastik).

B. Karton Yang Diberi Lapisan Pelindung Steril

Karton yang digunakan untuk kemasan dari jenis ini

merupakan tipe terbaru dari karton kemasan yang ada. Dibuat

dengan menggunakan 5 lapisan, yakni : 3 lapisan plastik, satu

lapisan alumunium foil dan satu lapisan kertas. Produk yang ada

dalam kemasan ini disterilisasi sebelum dikemas, kemudian saat

seluruh isi dalam kemasan ditutup semua bahan telah terlindungi

tanpa harus lagi didinginkan sebelum digunakan. Dengan cara ini

dapat dihemat energi untuk penyimpanan dan transportasi.

Lapisan yang ada terdiri dari polyethylene, alumunium foil,

polyethylene, kertas, polyethylene.

Pemanfaatan karton dengan cara daur ulang ini diproses

secara teliti dengan terlebih dahulu memeriksa bahan dari

kemungkinan kontaminasi bahan atau mikroba berbahaya.

Kemudian bahan direndam dalam air lalu dimasukkan ke dalam

mesin pencampur (hydrapulper). Dalam mesin ini, kertas karton

akan sobek dan plastik serta alumunium foilnya akan terpisah

dari serat kertasnya. Kertas kemudian diekstraksi dan disaring

untuk menghilangkan kontaminan dan dapat secara langsung

digunakan tanpa pencucian ulang (bleaching). Produk akhirnya

dapat berupa kertas fotocopy atau kertas untuk keperluan

kantor.

Residu yang masih ada kemudian dimasukkan ke dalam

drum pemutar yang dilengkapi saringan di bagian luarnya. Air

kemudian akan melewati saringan, dan akan menahan plastik

Page 110: pengendalian lalat

IV. DAUR ULANG KERTAS

6

serta alumunium foil. Plastik dan alumunium foil tersebut

kemudian ditampung dan air bekas proses tadi dapat dimurnikan

kembali untuk kemudian digunakan kembali.

4.4. Bagaimana Menyiapkan Karton Untuk Daur Ulang

1. Bersihkan karton dengan menggunakan air yang dapat

digunakan ulang.

2. Pipihkan karton kemasan tersebut.

3. Simpan karton yang sudah dipipihkan tersebut pada

kemasan karton terbuka. Setidaknya 6 kemasan pipih

dapat disimpan dalam 1 kemasan karton (Gambar 4.1.).

Sumber : website www.ecorecycle.vic.gov.au (2002)

Gambar 4.1. Menyiapkan Karton Untuk Didaur Ulang

Disamping didaur ulang untuk berbagai macam kertas

lainnya, karton bekas kemasan dapat digunakan juga sebagai

sarana untuk :

• Pembibitan tanaman

• Pelindung tanaman

• Bahan kerajinan tangan

Page 111: pengendalian lalat

IV. DAUR ULANG KERTAS

7

• Kotak pensil

• Kotak penyimpan limbah masakan

Sumber : website www.ecorecycle.vic.gov.au (2002)

Gambar 4.2. Pemanfaatan Karton Kemasan Selain Didaur Ulang

Page 112: pengendalian lalat

V. DAUR ULANG PLASTIK

1

Mendaur ulang plastik untuk botol kemasan berdasarkan

hasil penelitian di berbagai negara maju dapat menghemat eneri

untuk membuat botol yang sama sebesar 84% dibandingkan

dengan bahan baku asal (Grant T. et. Al. 1999).

Plastik merupakan bahan baku industri yang relatif baru.

Produk ini ditemukan oleh Alexander Parkes pada tahun 1860

yang dibentuk dengan menggunakan bahan baku proses adalah

fraksi minyak bumi, gas dan batu bara.

Plastik adalah merupakan polimer yakni molekul dengan

rantai panjang yang dibentuk dari molekul-molekul yang lebih

pendek yang dinamakan monomer. Polimer ini dibuat dalam

ruangan besar pada kondisi temperatur dan tekanan tertentu,

dengan penambahan catalysts khusus. Pada tahapan ini polimer

berbentuk butiran resin atau tepung resin.

Ada sekitar 40 jenis plastik atau polimer yang digunakan

hingga saat ini. Masing-masing memiliki perbedaan kompoisi

kimia dan sifat-sifat yang berbeda pula yang sangat cocok untuk

berbagai aplikasi tertentu.

Produk plastik dibuat dalam 3 tahapan, yaitu :

1. Butiran resin atau tepung yang dipanaskan untuk

melunakkannya

2. Bahan yang telah dihaluskan tersebut dibentuk ke dalam

bentuk tertentu

3. Produk kemudian didinginkan hingga bentuk yang

diinginkan terwujud.

Page 113: pengendalian lalat

V. DAUR ULANG PLASTIK

2

Ada banyak cara untuk membentuk produk dari plastik,

antara lain “injection moulding” yaitu untuk obyek dengan

bentuk tertentu, seperti cangkir, mainan dan pipa; kemudian

“extrusion moulding“ yaitu untuk lembaran plastik, pipa dan

tabung plastik) serta “blow moulding” yaitu untuk membuat

botol dan drum). Teknik yang lain juga digunakan untuk

membuat serat plastik, baki biskuit, kotak margarine dan baki

busa (foam tray).

Untuk memudahkan proses daur ulang, produk plastik

tersebut diberi kode tertentu sesuai dengan jenis bahan

campurannya. Plastik yang dapat di daur ulang biasanya diberi

tanda 3 gambar panah membentuk segitiga. Kode-kode yang

umum digunakan dalam identifikasi jenis plastik yang dimaksud

adalah seperti pada Tabel 5.1.

Kebanyakan plastik dapat didaur ulang, namun karena

tingkat kesulitan dalam pengumpulan, sortasi, pembersihan dan

proses ulang, saat ini hanya plastik-plastik yang secara ekonomi

menguntungkan saja yang diproses, antara lain :

1. Code 1, plastik PET (contoh : botol minuman ringan)

2. Code 2, plastik HDPE (contoh : botol susu dan juice)

3. Code 3, vinyl (V) (contoh : botol juice)

Plastik yang dikumpulkan untuk didaur ulang pertama

harus dipisahkan menurut tipe polimernya. Kode plastik yang

ada akan membantu dalam proses sortasi plastik. Untuk

memproses ulang plastik perlu diperhatikan :

Page 114: pengendalian lalat

V. DAUR ULANG PLASTIK

3

Tabel 5.1. Beberapa Karakteristik Plastik

Kode Identifikasi Plastik

Nama plastik Deskripsi Beberapa penggunaan plastik asal

Beberapa penggunaan plastik daur ulang

polyethylene terephthalate PET

Bening, keras dapat dipakai sebagai serat.

Botol minuman ringan dan botol air mineral, Bahan pengisi kantong tidur (sleeping bag) atau bantal dan serat textile.

Botol minuman ringan, Botol detergent, plastik bening untuk kemasan, serat untuk, bahan jaket.

polyethylene HDPE Kerapatan tinggi

Plastik dengan warna atau bening

Kantong belanja, kantong freezer, botol susu dan cream, botol sampo dan pembersih

Kotak kompos, botol detergent, kerat, kotak sampah, pipa,

unplasticised polyvinyl chloride UPVC

Plastik keras dan kaku, warna bening.

Botol juice, kotak pupuk, pipa saluran.

Botol detergent, tiang, pipa saluran

plasticised polyvinyl chloride PPVC

Fleksibel, bening, elastis

Selang kebun, sol sepatu, kantong darah dan tabung.

Selang bagian dalam, lantai industri

Low Density Polyethylene LDPE

Halus, fleksibel.

Kotak icecream, kantong sampah, lembaran plastik hitam.

Film untuk industri bangunan, industri kemasan dan tanaman, kantong.

polypropylene PP

Keras tapi fleksibel.

Kotak Icecream, kantong kentang goreng, sedotan, kotak makanan.

Kotak kompos

polystyrene PS

Rigid, dan rapuh. Bening dan mengkilap seperti kaca

Kotak yoghurt, plastik meja, kristal imitasi “glassware”.

Gantungan pakaian, aksesori kantor, penggaris, kota video/CD.

EPS Bentuk busa, ringan, menyerap energi, isolasi termal

Cangkir minuman panas, wadah makanan siap saji, baki, kemasan.

Lainnya Termasuk plastik lainnya, acrylic and nylon.

Sumber : website www.ecorecycle.vic.gov.au (2002)

Page 115: pengendalian lalat

V. DAUR ULANG PLASTIK

4

1. Kontaminan dipisahkan secara manual

2. Plastik kemudian dipotong-potong dan dibersihkan untuk

menghilangkan kotoran lainnya

3. Bahan kemudian dikeringkan dan dibentuk menjadi butiran

atau tepung hingga siap untuk dibuat menjadi produk

plastik yang baru.

Page 116: pengendalian lalat

VI. DAUR ULANG KACA

1

Hingga saat ini belum ada data yang pasti mengenai

berapa jumlah sampah rumah tangga dalam bentuk kaca atau

gelas yang ditimbulkan di seluruh bagian kota Bandung, namun

berdasarkan perkiraan, dari jumlah timbulan sampah yang ada

di kota Bandung, sekitar 1,7% dari total sampah keseluruhan

atau sekitar 5.752,035 hingga 8.040,439 ton pada tahun 2002.

Dari jumlah tersebut belum diketahui secara pasti pula berapa

persen yang didaur ulang menjadi berbagai macam produk

olahan lainnya. Padahal menurut beberapa studi yang dilakukan

di negara maju, pendaur ulangan gelas atau kaca dapat

menghemat energi hingga 74% dibandingkan untuk membuat

produk kaca atau gelas dari bahan baku asal (Grant T. et. al.,

1999)

Gelas merupakan salah satu bahan yang berguna untuk

berbagai keperluan rumah tangga, kemasan untuk makanan,

minuman atau kosmetika.

6.1. Pembuatan Kaca

Ada 3 bahan baku utama untuk pembuatan gelas atau

kaca, yaitu pasir (untuk membentuk silica), soda api (soda ash,

untuk mengurangi titik cair) dan batu gamping (limestone untuk

meningkatkan kekerasan).

Untuk membuat kemasan dari bahan gelas, campuran

bahan baku dimasukkan ke dalam tungku dan mencair pada

temperatur sekitar 1.500°C. Campuran gelas yang sudah

mencair kemudian dialirkan ke dalam cetakan. Udara kemudian

dihembuskan ke dalam bola kecil yang panas untuk membentuk

Page 117: pengendalian lalat

VI. DAUR ULANG KACA

2

botol, yang kemudian secara perlahan didinginkan hingga

terbentuk botol yang diinginkan.

6.2. Daur Ulang Kaca

Botol dan kemasan kaca lainnya dikumpulkan dan dipilih

secara manual hingga diperoleh gelas dengan warna yang

berbeda secara terpisah. Bahan kontaminan seperti logam,

plastik, keramik dan batu dibersihkan dari permukaan gelas

untuk kemudian gelas tersebut dihancurkan. Hancuran gelas

tersebut kemudian diolah lagi di pabrik untuk bahan baku

pembuatan produk gelas yang baru.

Pada proses daur ulang gelas ini hampir dapat dikatakan 100%

bahan gelas daur ulang dapat dimanfaatkan. Dengan demikian

daur ulang kaca atau gelas akan sangat banyak manfaatnya

dalam industri kemasan yang terbuat dari gelas, mengingat

secara ekonomi dan lingkungan memberikan nilai benefit yang

berarti banyak terutama dalam upaya penghematan energi dan

sumberdaya.

Saat ini telah ditemukan teknologi yang mampu

memproses gelas dengan bobot yang lebih ringan dari produk

sebelumnya, sehingga dengan cara ini juga dapat dihemat energi

dan bahan baku.

6.3. Jenis Gelas Yang Dapat Didaur Ulang

• Semua jenis gelas yang bening, berwarna hijau atau jenis

gelas lainnya seperti untuk botol minuman ringan, air

mineral, anggur atau bir

Page 118: pengendalian lalat

VI. DAUR ULANG KACA

3

• Semua tabung gelas

• Botol kemasan saus

Sedangkan untuk jenis gelas lainnya seperti : gelas dari

pecahan kaca jendela, gelas keramik, gelas yang diproses

dengan perlakukan pemanasan tertentu (Corning Ware, Pyrex

atau Vision Ware), bola lampu, botol-botol bekas laboratorium

dan obat-obatan tidak dapat langsung di daur ulang, mengingat

jenis gelas tersebut perlu mendapat perlakuan khusus sebelum

didaur ulang oleh karena masih mengandung kemungkinan

bahaya yang ditimbulkan pada proses daur ulangnya

(kontaminasi bahan kimia dan perlu cara penanganan bahan

yang spesifik dengan teknologi yang lebih rumit).

6.4. Menyiapkan Bahan Gelas Daur Ulang

1. Pisahkan tutup kemasan dari gelasnya

2. Bersihkan botol atau kemasan gelas tersebut. Untuk

menghemat air, cucilah botol atau kemasan gelas tersebut

dalam wadah dimana air tersebut masih dapat digunakan

ulang.

Page 119: pengendalian lalat

VII. DAUR ULANG LOGAM

1

7.1. Pemanfaatan Logam Baja

Pemanfaatan barang-barang dari bahan logam bekas untuk

didaur ulang menjadi produk-produk baru sudah banyak di

lakukan di beberapa kota besar. Keuntungan yang diperoleh dari

cara ini adalah penghematan biaya dari penyediaan bahan baku

logam yang terkadang masih harus diimpor dari luar negeri.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diketahui

bahwa penggunaan logam daur ulang untuk bahan baku industri

dapat menghemat energi hingga 87% dibandingkan

menggunakan bahan baku mentah seperti besi dan batu bara

atau arang (Grant T. et. al. 1999).

Disamping logam besi, baja juga digunakan untuk bahan

kemasan. Logam baja ini relatif merupakan bahan yang baru,

tidak seperti besi tuang lainnya. Lapisan tipis dari bahan baja

dapat digunakan sebagai kemasan bahan makanan yang sangat

kuat dan tahan karat.

7.1.1. Proses Pembuatan Baja

Langkah pertama dalam produksi baja adalah membuat

lelehan besi tuang yang telah dipanaskan melalui campuran

kokas, besi dan batu gamping (limestone) dalam suatu tungku

pembakaran. Besi tuang tersebut dikonversi menjadi baja

dengan menggunakan dasar proses baja oksigen (Basic Oxygen

Steel atau BOS).

Selama proses ini, besi dari dalam tungku dipanaskan

sekitar 1.7000 °C. Hingga 20% dari bagian baja dicampurkan

untuk mengontrol temperatur tungku. Pada tungku BOS, oksigen

Page 120: pengendalian lalat

VII. DAUR ULANG LOGAM

2

dihembuskan ke dalam tungku pencair, yang memisahkan

ketidak murnian dan sejumlah karbon dari besi.

Baja dapat pula dibuat dalam tungku las listrik dan diproses

dalam ruang pengolahan mini. Ruang pengolahan ini

menggunakan listrik untuk mencairkan baja, yang kemudian

dituangkan ke dalam papan marmer dan lebih jauh diproses

,emjadi produk baja lainnya.

BOS merupakan metode yang lebih diminati untuk membuat

lembaran baja yang cocok untuk proses fabrikasi pelat baja tipis

untuk kaleng kemasan. Tungku BOS akan mencairkan logam

menjadi bentuk baja cairan (liquid) yang akan dituangkan ke

dalam cetakan papan marmer dan roda giling yang panas (hot

strip rolled) menjadi baja lembaran. Lembaran baja kemudian

dibersihkan dan didinginkan kemudian diberi perlakuan pelapisan

tertentu melalui proses electrolysis. Produk akhir yang disebut

baja pelat tipis kemudian digunakan untuk membuat kemasan

kaleng tipis.

Bahan baja tipis ini dapat mencegah korosi di bagian

permukaannya. Hal ini sangat sesuai untuk digunakan sebagai

bahan kemasan makanan, aerosol, cat, juice dan produk lainnya.

7.1.2. Daur Ulang Logam Baja

Kemasan kaleng dari baja pada dasarnya dapat didaur

ulang menjadi produk sejenis setelah melalui tahapan

pengumpulan, pembersihan dan penghancuran dengan proses

pemilahan manual ataupun dengan menggunakan magnet.

Page 121: pengendalian lalat

VII. DAUR ULANG LOGAM

3

Bahan logam baja yang dapat didaur ulang antara lain

bekas kemasan makanan, kaleng kopi, olie, cat, aerosol, tutup

botol dan kemasan lainnya yang menggunakan bahan baja.

Tahapan proses daur ulangnya adalah sebagai berikut :

1. Buka penutup kemasan yang ada seluruhnya.

2. Bersihkan dengan air.

3. Letakan tutup dalam kemasannya (Gambar 7.1.)

4. Tekan kemasan di bagian salah satu sisinya hingga

kemasan tersebut pipih untuk menghemat ruang.

5. Kumpulkan kemasn kemasan dalam satu wadah tertentu

Sumber : website www.ecorecycle.vic.gov.au (2002)

Gambar 7.1. Proses Penyiapan Bahan Daur Ulang Logam Baja

7.2. Pemanfaatan Logam Alumunium

Pemanfaatan alumunium terutama dari bahan kemasan

untuk minuman ringan atau barang-barang keperluan rumah

tangga di beberapa kota besar di Indonesia dirasakan masih

sangat terbatas. Hal ini secara empirik dapat dilihat dari masih

banyaknya kaleng bekas minuman ringan dari bahan alumunium

Page 122: pengendalian lalat

VII. DAUR ULANG LOGAM

4

yang belum ditangani oleh berbagai pihak yang terkait dengan

penggunaan bahan baku tersebut. Kalaupun ada jumlahnya

masih sangat terbatas.

Sebagai ilustrasi, di Australia diperkirakan sekitar 2,7

milyar kaleng alumunium untuk minuman dikonsumsi oleh

masyarakat pada tahun 2000 yang lalu. Bahan tersebut dapat

didaur ulang hingga mendekati angka 70% dari bahan asalnya.

Dengan demikian hal ini dapat menghemat energi sebesar 5%

dari proses pembuatan produk olahan alumunium yang sama

bila menggunakan bahan baku mentah dari bauxite. Dari satu

ton kaleng alumunium yang didaur ulang dapat menghemat 5

ton bauxite (Comalco 1992).

Saat ini alumunium merupakan bahan logam yang juga

umum dipakai untuk berbagai kemasan. Hal ini dimungkinkan

karena bahan ini juga tidak mudah korosi sebagaimana halnya

logam baja. Sehingga pemanfaatannya aman untuk digunakan

sebagai kemasan bahan makanan atau minuman.

7.2.1. Proses Pembuatan Alumunium

Bauxite adalah merupakan bahan baku utama pada

pembuatan alumunium. Bauxite secara umum merupakan

campuran dari oksida alumunium, oksida besi dan liat. Tahap

pertama proses pembuatan alumunium adalah memisahkan

alumina (suatu tepung pasir putih yang mengandung oksida

alumunium) dari bauxite dengan melarutkannya dalam larutan

caustic. Residu yang diperoleh, yang tidak larut dalam caustic,

kemudian dipisahkan dan dikumpulkan. Residu ini kemudian

digunakan sebagai batu bata atau sebagai agregat untuk fondasi

Page 123: pengendalian lalat

VII. DAUR ULANG LOGAM

5

jalan atau konstruksi lainnya. Alumina hasil proses kemudian

dipisahkan dari larutan caustic. Larutan kemudian didinginkan

hingga terbentuk kristal untuk kemudian dicuci, dikeringkan dan

dikirim ke ruang pencetak.

Tahapan akhir dalam proses produksi alumunium adalah

mencetak alumunium dari alumina menjadi logam. Proses cetak

merupakan proses pemindahan oksigen dari alumina untuk

menghasilkan alumunium murni. Proses ini berlangsung dalam

tungku yang dikenal dengan nama sel reduksi. Alumina

dimasukkan ke dalam sel reduksi pada temperatur tinggi

bersama dengan sodium alumunium fluorida, yang dikenal

dengan nama cryolite. Arus listrik kemudian dilalukan ke dalam

campuran tersebut untuk memecah oksigen dari alumina dan

menghasilkan logam alumunium cair.

Alumunium cair murni kemudian dituangkan ke dalam

pencampur bersama dengan logam lainnya, misalnya silikon

untuk membentuk suatu logam campuran. Hasil proses ini dapat

dicetak berupa lembaran (foil) melalui suatu mesin penggiling

(roller) yang dilakukan pada temperatur pemanasan 500°C agar

mudah dipipihkan.

7.2.2. Daur Ulang Alumunium

Kemasan kaleng alumunium dapat dikumpulkan untuk

didaur ulang setelah sebelumnya disortir dan dipres menjadi

balok-balok alumunium. Kumpulan balok alumunium ini diproses

pada tungku berputar dengan temperatur pembakaran sekitar

780°C. Bahan yang mencair (meleleh) kemudian dicampur

dengan logam lain misalnya magnesium,sehingga memiliki

Page 124: pengendalian lalat

VII. DAUR ULANG LOGAM

6

tingkat konsistensi yang tinggi untuk dibuat kaleng kemasan

yang baru. Alumunium cair ini kemudian dituangkan ke dalam

alat cetak yang berhubungan dengan sebuah alat penggiling.

Disamping untuk kemasan minuman, alumunium daur ulang ini

dapat juga digunakan untuk bahan pembuatan produk dari

alumunium lainnya. Keuntungan dari proses daur ulang ini

adalah daur ulang dapat dilakukan berulang kali mengingat

alumunium tidak mengalami penyusutan kualitas (tidak

mengalami degradasi bahan). Disamping itu hasil penelitian

menunjukkan bahwa energi yang dibutuhkan untuk

menghasilkan sebuah kaleng alumunium yang baru sama

besarnya dengan energi yang dibutuhkan untuk mendaur ulang

sebanyak 20 kaleng alumunium.

Untuk mengolah alumunium bekas menjadi bahan baku

alumunium daur ulang diperlukan beberapa tahapan perlakuan,

antara lain :

• Kumpulkan Alumunium bekas kemasan minuman ataupun

alumunium foil bekas pembungkus

• Pisahkan bahan alumunium dari bahan lain agar tidak

bercampur

• Bersihkan bahan yang akan didaur ulang

• Hancurkan kaleng alumunium tersebut lalu dikemas dalam

kemasan khusus untuk dibawa ke pabrik pemrosesan

• Untuk memudahkan proses pemurnian alumunium, jangan

campurkan bahan dengan benda asing, seperti batu atau

plastik.

Page 125: pengendalian lalat

VIII. PEMBUATAN KOMPOS

1

8.1. Pengertian Kompos

Kompos adalah bahan organik (sisa makanan, sayuran,

buah-buahan) yang telah diproses secara biologi dan kimiawi

sehingga mengalami perubahan komposisi kimia bahan.

Proses dekomposisi terjadi karena adanya proses alami

melalui bantuan mikroba (bakteri dan jamur). Disamping itu

binatang kecil lainnya seperti cacing juga dapat membantu

proses pembentukan kompos tersebut. Pada proses

pembentukan kompos, sisa makanan atau limbah taman /

kebun dapat berubah warna menjadi warna coklat kehitaman

menyerupai warna tanah (humus) setelah proses tersebut

berlangsung beberapa minggu.

Proses pengkomposan memiliki beberapa manfaat bagi

lingkungan karena beberapa hal :

1. Menguraikan sisa makanan dan limbah kebun dapat

menghemat penggunaan lahan untuk pembuangan

sampah

2. Mengurangi bau busuk yang ditimbulkan sampah dari sisa

makanan atau limbah kebun tersebut

3. Proses berlangsung secara alami sehingga ramah

lingkungan

4. Kompos dapat digunakan sebagai pupuk organik

5. Kompos dapat meningkatkan kesuburan dan kondisi tanah

6. Biaya proses sangat murah bila dibandingkan dengan

proses pembuatan pupuk non organik (pupuk buatan)

Page 126: pengendalian lalat

VIII. PEMBUATAN KOMPOS

2

8.2. Bagaimana Proses Kompos Berlangsung

Tidak ada yang misterius atau hal yang rumit dalam proses

pembuatan kompos. Fakta di lapngan menunjukkan bahwa,

proses kompos, atau dekomposisi, terjadi sepanjang waktu di

dalam alam sekitar. Bahan organik seperti sisa binatang atau

tumbuh-tumbuhan akan membusuk dan akan dikonsumsi oleh

decomposer (terutama bakteri dan jamur) serta dimakan oleh

binatang-binatang kecil lainnya.

Nutrien-nutrien, yang merupakan sebagian kecil dari

kehidupan binatang dan tumbuh-tumbuhan, kemudian

dikembalikan lagi ke dalam tanah atau air dimana kesemuanya

itu dapat mendukung pertumbuhan tumbuhan baru. Dengan

demikian proses pembentukan kompos merupakan proses daur

ulang alami yang sangat efisien.

Dalam kondisi yang tepat, proses pembentukan kompos

akan mempercepat proses dekomposisi alami. Bakteri dan jamur

serta makanan jamur akan berlipat ganda dan akan dihasilkan

panas. Dalam sistem pembuatan kompos secara komersial,

temperatur yang dihasilkan proses bisa mencapai 70°C di bagian

tengah dari timbunan bahan kompos. Pada saat temperatur

masih tinggi, binatang-binatang kecil seperti cacing akan

menghindari timbunan bahan kompos tersebut, namun saat

temperatur menurun barulah bekerja untuk melengkapi seluruh

proses dekomposisi.

Page 127: pengendalian lalat

VIII. PEMBUATAN KOMPOS

3

8.3. Pemilihan Sistem Proses Kompos

Pada saat memilih sistem proses kompos di sekitar

lingkungan pemukiman, ada beberapa hal penting yang harus

diperhatikan terutama berkaitan dengan jenis dekomposisi yang

dapat terjadi dalam tumbukan bahan kompos. Beberapa

alternatif dari proses pembuatan kompos yang perlu menjadi

pertimbangan antara lain :

a. Dekomposisi Anaerobik – tanpa udara

Dekomposisi anaerobik terjadi tanpa menggunakan

oksigen. Proses ini boleh dikatakan sangat lambat dan dapat

menimbulkan bau yang tidak dikehendaki, disamping itu yang

lebih penting lagi adalah dihasilkannya gas methane, yang

merupakan gas rumah kaca. Sedikit pemanasan juga akan

terjadi pada proses dekomposisi cara ini, namun untuk di

lingkungan pemukiman tidaklah begitu direkomendasikan.

b. Dekomposisi Aerobik – dengan udara

Pada proses dekomposisi aerobik, penguraian terjadi

karena adanya aksi dari mikroorganisme yang membutuhkan

oksigen. Proses ini relatif berlangsung cepat dan dapat

menyebabkan timbunan bahan kompos menjadi panas.

Tumpukan kompos harus dibolak balik secara teratur untuk

memberikan kondisi udara bagi mikroorganisme. Proses

dekomposisi aerobik ini akan memberikan bau seperti bau tanah.

Sistem apapun yang digunakan untuk lingkungan

pemukiman, yang terpenting disini adalah sebaiknya gunakan

Page 128: pengendalian lalat

VIII. PEMBUATAN KOMPOS

4

proses aerobik, sehingga tidak dihasilkan gas methane dan bau

busuk.

8.4. Prinsip Dasar Pembuatan Kompos

Pada dasarnya pembuatan kompos tidaklah sulit, tahapan

pembuatannya adalah sebagai berikut :

1. Masukkan sampah organik atau hijauan ke dalam kotak

reaktor kompos

2. Tambahkan sejumlah bahan organik lainnya (daun atau

sisa tanaman)

3. Jaga agar timbunan bahan kompos tersebut lembab,

namun jangan pula terlalu basah

4. Letakan bak kompos pada lokasi dimana sistem

pembuangan air dalam tanahnya baik untuk meningkatkan

drainasenya

5. Putar balikkan kompos secara periodik 3 – 4 hari sekali

untuk memberikan sirkulasi udara ke dalam kompos. Bila

hal ini tidak memungkinkan, masukkan selang plastik atau

pipa plastik ke bagian tengan dari timbunan kompos. Pipa

atau selang tersebut akan membantu mensirkulasikan

udara ke dalam kompos.

Penggunaan sistem kompos yang tepat disertai dengan

penggunaan mikroba yang efektif (contoh EM4, biodegra,

Biofresh, dsb) akan mempercepat proses pembentukan kompos.

Dari hasil kajian di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan

Page 129: pengendalian lalat

VIII. PEMBUATAN KOMPOS

5

mikroba yang tepat dapat mempercepat proses dari satu bulan

menjadi hanya 2 – 3 minggu saja.

8.5. Penanganan Kompos Pada Bak Kompos

Ada banyak macam bak kompos yang dapat digunakan

dalam proses pembuatan kompos, diantaranya adalah :

• Bak plastik yang dilengkapi dengan lubang ventilasi

• Bak plastik tanpa ventilasi

• Drum logam dengan lubang disampingnya dan bagian

bawahnya tidak ditutup

• Unit drum yang dapat diputar (tumbler)

• Kotak dengan balok penyangga dari kayu, batu bata atau

kawat kasa

Terkadang pada proses pembuatan kompos tersebut, bak

kompos diberi penutup dari plastik lembaran untuk menghindari

bak kompos dari pengaruh cuaca dan panas terik matahari.

Hal lain yang kiranya perlu mendapat perhatian adalah

bahwa kompos ini dihasilkan dari bahan alami dan mengandung

berbagai macam organisme hidup di dalamnya. Pada kondisi

tertentu organisme-organisme tersebut bisa saja berkaitan erat

dengan timbulnya bibit penyakit atau alergi pada manusia. Untuk

itu agar baik bagi kesehatan, ada beberapa hal penting yang

perlu dilakukan pada saat menangani kompos atau tanah, antara

lain :

Page 130: pengendalian lalat

VIII. PEMBUATAN KOMPOS

6

1. Cucilah tangan setelah memegang kompos atau bahan

tanah

2. Gunakan sarung tangan untuk melindungi kulit dari kontak

langsung dengan kompos atau tanah

3. Usahakan agar lahan untuk penanganan kompos atau

bahan tanah tersebut cukup luas.

4. Usahakan agar kelembaban kompos terjaga, untuk

mencegah tumbuhnya spora atau bakteri yang merugikan

di atas kompos yang muncul dari udara.

5. Berilah sedikit air untuk membuat kompos kering agak

sedikit lembab dan bebas debu. Hal ini juga untuk

menghindari agar jangan sampai kompos kering tersebut

terhisap melalui hidung.

6. Untuk menghindari kemungkinan alergi pada manusia

karena adanya spora jamur atau bakteri, gunakanlah

masker penutup pada saat bekerja dengan kompos kering.

8.6. Beberapa Metode Pembuatan Kompos

Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam proses

pembuatan kompos, yaitu :

1. Metode Pelapisan (The layering method – Slow and Cool)

Caranya adalah :

• Campurkan seluruh bahan kompos. Kemudian tambahkan

pula sekitar 10 cm lapisan dengan sisa sayuran, buah-

Page 131: pengendalian lalat

VIII. PEMBUATAN KOMPOS

7

buahan, potongan rumput atau daun-daunan dan potongan

kertas bekas.

• Tutupi setiap lapisan dengan tanah dan dan tepung ikan

atau tepung darah.

• Jaga agar kelembabannya sesuai namun jangan terlalu

basah. Kompos akan terbentuk dengan metode ini sekitar

3 hingga 6 bulan. Proses dekomposisi akan dipercepat bila

timbunan bahan kompos tadi dibolak balik secara periodik

setiap minggu.

2. Metode Terpadu (all in together method - fast and hot)

Caranya adalah :

• Tempatkan sisa makanan atau sampah kebun hingga

sekitar satu meter kubik bahan kompos

• Tambahkan pada bak kompos beberapa bagian pupuk

buatan.

• Aduk campuran bahan beberapa kali dalam satu minggu.

Tumpukan kompos akan menghasilkan panas dan proses

akan berlangsung sekitar 3 hingga 6 minggu.

3. Metode Kompos Dengan Cacing (worm method - moderately

fast and cool)

Caranya adalah :

• Lakukan cara yang sama seperti pada metode yang

pertama namun dertai dengan penambahan cacing (cacing

kompos). Mulailah dengan sekitar 2.000 cacing.

Page 132: pengendalian lalat

VIII. PEMBUATAN KOMPOS

8

• Usahakan agar timbunan bahan kompos diberi air secara

periodik tapi jangan terlalu basah. Pengadukan dalam hal

ini tidak terlalu diperlukan. Dengan proses ini diperkirakan

kompos akan terbentuk sekitar 3 bulan.

• Untuk menjaga agar cacing tetap hidup, usahakan agar

temperatur tidak lebih dari 30°C.

4. Metode Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu Model

LPM Unpad (Silarsatu)

Model pengelolaan sampah terpadu yang dikembangkan oleh

Divisi Pengembangan Informasi dan Teknologi Tepat Guna

LPM UNPAD antara lain bertujuan untuk :

1. Membudayakan cara pembuangan sampah yang baik mulai

dari lingkungan rumah hingga ke Tempat Pembuangan

Sampah (TPS) dengan menggunakan kantong / box

sampah dan gerobak sampah terpisah antara sampah

organik dan non organik

2. Menata Tempat Pembuangan Sampah (TPS) menjadi pusat

pemanfaatan sampah organik dan non-organik secara

maksimal Sampah organik diolah menjadi kompos

3. Sampah non organik diolah menjadi bahan daur ulang

(kertas, kaca, plastik dsb.)

4. Model dasar tata letak Silarsatu adalah sebagai berikut :

Page 133: pengendalian lalat

VIII. PEMBUATAN KOMPOS

9

Gambar 8.1. Model SILARSATU

Alur proses dari metode Silarsatu ini adalah sebagai

berikut :

1. Membuang dan memilah sampah organik dengan non organik

mulai dari rumah melalui sistem kantong dan box terpisah.

Perlengkapan pendukung yang digunakan antara lain :

a. Kantong Plastik / Kertas Daur Ulang

Kantong plastik atau kertas daur ulang sebaiknya

digunakan sebagai media penampung sampah mulai dari

lingkup rumah tangga hingga pada tempat pembuangan

sampah akhir. Untuk dapat membiasakan masyarakat

membuang sampah pada tempatnya dan memilahnya

sesuai dengan jenis sampahnya pada kantong yang ada

membutuhkan waktu dan sosialisasi yang cukup lama.

Oleh karena itu kegiatan penyebar luasan informasi

Page 134: pengendalian lalat

VIII. PEMBUATAN KOMPOS

10

mengenai cara membuang sampah yang baik harus

dimulai dari sekarang.

Kantong plastik digunakan agar pada saat penampungan

sampah organik dan non organik dari tiap rumah dapat

ditangani dengan baik dan tidak cepat rusak karena

adanya cairan atau bahan lainnya. Sedangkan kertas daur

ulang dimaksudkan untuk menampung sampah organik

atau non organik yang kering, dimana bahan kertas

penampungnya dapat digunakan atau didaur ulang

kembali.

Beberapa contoh kantong plastik maupun kertas daur

ulang untuk menampung sampah tersebut adalah sebagai

berikut :

1. Kertas Tampung Sampah 2. Tong Sampah Plastik

3. Tangki Sampah Portable

4. Box Sampah Dari Kayu 5. Box Sampah Plastik Tertutup

Gambar 8.2. Beberapa Contoh Media Penyimpan Sampah

Page 135: pengendalian lalat

VIII. PEMBUATAN KOMPOS

11

b. Gerobak Penyortir Sampah

Idealnya proses penyortiran sampah sudah dapat

dilakukan di setiap halaman rumah tangga dimana sampah

telah dipilah pada kantong plastik atau kertas daur ulang

atau tong sampah kayu yang tersedia di tiap rumah. Hal ini

dimaksudkan agar sampah dapat segera diproses atau

dipilah baik untuk bahan kompos (dari sampah organik),

maupun untuk bahan daur ulang (sampah non organik;

kertas, plastik, kaca, kaleng, kayu, dll).

Gerobak penyortir sampah dalam hal ini dirancang dengan

memiliki kotak khusus untuk memisahkan antara sampah

organik dan sampah non organik. Sebagai contoh misalnya

sebagai berikut :

• Kotak A pada gerobak untuk sampah organik

• Kotak B pada gerobak untuk sampah non organik kertas

• Kotak C pada gerobak untuk sampah non organik plastik

• Kotak D pada gerobak untuk sampah non organik kaca

Untuk memilah sampah dapat dilakukan dengan

menyediakan kantong pengumpul dengan ciri berbeda

(Gambar 8.3.), yang disesuaikan dengan kotak yang ada

pada gerobak angkutnya, misalnya :

Kantong A untuk sampah organik

Kantong B untuk sampah non organik berupa kertas

Kantong C untuk sampah non organik berupa plastik

Kantong D untuk sampah non organik berupa kaca

Page 136: pengendalian lalat

VIII. PEMBUATAN KOMPOS

12

Kantong Pemilah Box Sampah

Gerobak pemilah

Gambar 8.3. Proses Pemilahan Sampah untuk Model Silarsatu

Page 137: pengendalian lalat

VIII. PEMBUATAN KOMPOS

13

2. Tahapan berikutnya adalah melakukan proses pengolahan

sampah menjadi kompos menurut tahapan proses berikut :

SAMPAH ORGANIK

PENAMPUNGAN DI BAK PENAMPUNG

PENGECILAN UKURAN SAMPAH ORGANIK

DENGAN MESIN PERAJANG SAMPAH (KOMPOS)

PENCAMPURAN BAHAN ORGANIK DENGAN SUPLEMEN

(KOTORAN TERNAK), PEMBERIAN MIKROBA PENGURAI SAMPAH (BIOFRESH) DAN PENAMBAHAN AIR

PROSES PEMBENTUKAN KOMPOS PADA REAKTOR

PENGURANGAN BAU SAMPAH SEKECIL MUNGKIN

PEMBALIKAN DAN AERASI REAKTOR KOMPOS

(TEMPAT TEDUH, PENYIRAMAN AGAR LEMBAB, TIMBUNAN BERSUHU HANGAT)

SETELAH 14 – 18 HARI KOMPOS AKAN TERBENTUK

(WARNA COKLAT KEHITAMAN,

PENGHALUSAN KOMPOS DAN PENYARINGAN

PENGEMASAN DAN PENGEPAKAN

PEMANFAATAN DAN PEMASARAN

Gambar 8.4. Tahapan Proses Pembuatan Kompos Silarsatu

Page 138: pengendalian lalat

VIII. PEMBUATAN KOMPOS

14

Gambaran proses di atas adalah sebagaimana disajikan

pada gambar berikut :

1. Penampungan Sampah

2. Mesin Pengecil Ukuran

3. Penambahan Suplemen

4. Pemberian Air & Mikroba

5. Penyaringan Kompos

6. Mesin Penghalus Kompos

7. Pengemasan Kompos 8. Kompos Untuk Pupuk

Gambar 8.5. Penanganan Kompos Silarsatu

Page 139: pengendalian lalat

VIII. PEMBUATAN KOMPOS

15

3. Untuk pengolahan sampah non organik dilakukan dengan cara

sebagai berikut :

PEMILAHAN BAHAN (KERTAS, PLASTIK, KACA)

PENGEPAKAN

PEMANFAATAN DAN PEMASARAN

Gambar 8.6. Tahapan Proses Penanganan Sampah Non Organik

8.7. Persyaratan Bahan Baku Pembuatan Kompos

Bahan yang dapat ditambahkan ke dalam bahan campuran

kompos antara lain :

Sisa sayuran dan buah-buahan

Sisa daun dan ranting

Sisa teh

Sisa kopi

Debu dari Vacuum cleaner

Sisa bunga-bungaan

Sisa minyak sayur

Sisa telur

Kertas bekas / koran bekas

Abu kayu pembakaran

Sebaiknya beberapa bahan tidak dicampur ke dalam bak

kompos karena akan berdampak pada sanitasi lingkungan,

bahan-bahan tersebut antara lain :

Page 140: pengendalian lalat

VIII. PEMBUATAN KOMPOS

16

Daging dan produk susu

Tanaman yang terserang hama dan penyakit

Logam, plastik dan gelas / kaca

Lemak binatang

Majalah

Cabang tanaman yang besar

Gulma berupa biji atau bagian tanaman yang tumbuh ubi

8.8. Pengembangan Mikroba Untuk Pembuatan Kompos

Mikroba untuk proses dekomposisi sampah organik

menjadi kompos merupakan bahan baku penting untuk

mempercepat proses pembuatan kompos. Disamping itu bahan

tersebut digunakan untuk mengurangi bau busuk yang

ditimbulkan oleh sampah organik. Hasil uji coba laboratorium

menunjukkan bahwa penggunaan mikroba dekomposer

(misalnya produk Biofresh ®) selain dapat mempercepat proses

dekomposisi sampah dari 30 hari menjadi 18 hari juga bau

busuk sampah dapat dieleminir.

Proses pembuatan mikroba dekomposer dilakukan melalui

beberapa tahapan dan dengan menggunakan prinsip

pengembangan mikroba secara mikroskopis. Mikroba yang

digunakan merupakan campuran dari berbagai strain bakteri

yang ramah lingkungan dan jamur yang dapat memfermentasi

sampah hingga kondisi tertentu yang diharapkan pada proses

pembentukan kompos tercapai. Tahapan pengembangan

mikroba dekomposer tersebut adalah seperti yang disajikan pada

Gambar 8.7 dan Gambar 8.8.

Page 141: pengendalian lalat

VIII. PEMBUATAN KOMPOS

17

MIKROBA PENGURAI ISOLASI

KOLONI MIKROBA

TERTENTU

KEMASAN CAIR

KEMASAN PADAT / TEPUNG

KONSUMEN

KONSUMEN

PERLAKUAN SUHUASAMBASA

MEDIA CAIR

MEDIA PADAT

Gambar 8.7. Konsep Pengembangan Mikroba Pengurai

B1; B2 dan B3 = Berbagai Jenis Bakteri (aerob dan anaerob)

Gambar 8.8. Proses Pengembangan Mikroba Pengurai

Page 142: pengendalian lalat

VIII. PEMBUATAN KOMPOS

18

Ada beberapa manfaat yang akan diperoleh dengan

mengembangkan mikroba dekomposter di laboratorium terpadu

Silarsatu ini, yakni :

1. Mengurangi ketergantungan bahan mikroba pengurai sampai,

yang kebanyakan diperoleh dari luar negeri (produk import).

2. Proses pengembangan mikroba pengurai dapat terkontrol

sehingga faktor keamanan terhadap lingkungan terjaga.

3. Mikroba dekomposer ini dapat juga digunakan sebagai bahan

baku pembuatan pupuk cair oleh karena bahan dasarnya juga

dilengkapi dengan elemen mikroba yang dapat memberikan

nutrisi penting bagi tanah serta diberi tambahan enzim

tertentu yang juga bermanfaat bagi kesuburan tanah setelah

melalui proses dekomposisi oleh mikroba tersebut.

4. Pada proses produksi yang terpadu memungkinkan diproduksi

mikroba pengurai sampah dalam jumlah yang banyak (produk

masal), yaitu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat luas

yang membutuhkan. Dengan demikian, hasil akhir akan

memberi manfaat ekonomi bagi unit pengelola sampah dan

dari aspek sosial akan turut membantu mengatasi sempitnya

lapangan kerja. Hal ini dimungkinkan karena pada proses ini

diperlukan cukup banyak tenaga kerja. Pada perhitungan

perencanaan teknis silarsatu dapat diperoleh gambaran

kebutuhan tenaga kerja untuk seluruh sistem yang akan

dikembangkan, yaitu sebanyak 136 orang tenaga kerja (88

orang pada unit bangunan pengolahan sampah organik dan

48 orang pada unit bangunan pengolahan sampah non

organik).

Page 143: pengendalian lalat

IX. ALAT & MESIN KOMPOS

1

Kompos yang dihasilkan dari proses pengomposan sampah

organik selanjutnya perlu mendapat perlakuan lanjutan, yang

dapat diproses melalui beberapa tahapan hingga kompos siap

dipasarkan. Beberapa peralatan / mesin yang diperlukan untuk

memperoleh kompos yang baik antara lain :

1. Mesin Perajang Kompos

2. Alat / Mesin Penyaring Kompos

3. Alat Penimbang Kompos

4. Alat Pengemasan Kompos

5. Alat Penutup Kantong Kemasan Kompos (Plastic Welder)

6. Mesin Forklift Kompos

9.1. Mesin Perajang Kompos

Mesin ini diperlukan untuk menghancurkan kompos yang

masih basah dan belum berbentuk butiran (granular). Mesin ini

digunakan dengan tujuan :

• Mengecilkan ukuran kompos

• Memudahkan untuk menurunkan kadar air kompos

• Memudahkan dalam pemilahan kompos dari bahan-bahan

atau sisa sampah yang tidak berguna yang masih ada pada

campuran kompos

• Memudahkan dalam penyaringan dan pengemasan kompos

Ada berbagai macam bentuk disain mesin perajang

kompos, akan tetapi pada prinsipnya hampir sama yaitu

mempunyai mekanisme penghancuran bahan (kompos) dengan

menggunakan elemen pisau yang berputar. Beberapa contoh

mesin perajang kompos ini adalah sebagai berikut :

Page 144: pengendalian lalat

IX. ALAT & MESIN KOMPOS

2

Tipe Wira Agro Utama – Bogor Tipe Cibangkong – Bandung

Tipe Fethil Industrial Machines - Turki Tipe Jung Ang Machine Inc.- Korea

Perajang Sampah & Kompos Tipe LPM Unpad

Gambar 9.1. Beberapa Tipe Mesin Perajang Kompos

Mesin perajang kompos dapat pula digunakan untuk

menghancurkan sampah organik yang akan diproses menjadi

kompos, namun untuk aplikasinya terlebih dahulu mengubah

atau mengganti jenis dan ukuran pisau perajangnya.

Page 145: pengendalian lalat

IX. ALAT & MESIN KOMPOS

3

9.2. Mesin Penyaringan Kompos

Alat / mesin penyaring kompos digunakan untuk

menyaring kompos yang telah dihancurkan sehingga ukurannya

dapat dibedakan menjadi kompos halus, sedang dan kasar.

Ukuran butiran kompos yang disaring akan menentukan jenis

produk kompos dan kegunaan yang berbeda disamping akan

berpengaruh pula pada harga produknya.

Penyaringan ini juga dimaksudkan agar kompos yang

dihasilkan memiliki kualitas keseragaman butiran dan kebersihan

kompos yang baik dan terjamin. Berdasarkan pengamatan di

lapangan menunjukkan bahwa kompos yang tidak disaring

kemungkinan besar masih mengandung sisa-sisa bahan non

organik, sisa tanaman, biji-bijian dan bahan yang tidak terpakai

lainnya. Oleh karena kompos umumnya akan digunakan dalam

bidang pertanian, maka faktor kebersihan kompos menjadi

prioritas.

Beberapa contoh disain alat / mesin penyaring kompos

yang dapat digunakan untuk proses ini adalah sebagai berikut :

Tipe Manual Tipe Semi Mekanik Tipe Mekanik

Gambar 9.2. Alat & Mesin Penyaring Kompos

Page 146: pengendalian lalat

IX. ALAT & MESIN KOMPOS

4

9.3. Alat Penimbang Kompos

Salah satu bagian penting dalam produksi dan pemasaran

kompos adalah adanya alat penimbang yang baik, standar dan

dapat dipertanggung jawabkan. Alat penimbang yang digunakan

dalam hal ini akan disesuaikan dengan ukuran kemasan kompos

yang akan dipasarkan. Ada beberapa alternatif ukuran kemasan

kompos yang akan dibuat sesuai dengan kebutuhan pengguna

kompos, yaitu :

• Ukuran kompos dalam kemasan per 1 kilogram

• Ukuran kompos dalam kemasan per 5 kilogram

• Ukuran kompos dalam kemasan per 10 kilogram

• Ukuran kompos dalam kemasan per 50 kilogram

• Ukuran kompos dalam kemasan per 100 kilogram

Dengan demikian alat penimbang yang dapat digunakan

dalam hal ini adalah timbangan dengan kisaran skala ukur

antara 0 – 500 kg. Dalam contoh gambar alat timbangan yang

dimaksud adalah tipe C8, KA-10-V, Spring Platform Scale atau

Sima Digital Scale. Sedangkan untuk jenis lainnya adalah untuk

ukuran di bawah 10 kg, yang digunakan terutama untuk uji

kualitas kompos di laboratorium.

Gambar 9.3. Beberapa Tipe Alat Timbang Produk Kompos

Page 147: pengendalian lalat

IX. ALAT & MESIN KOMPOS

5

9.4. Alat Pengemasan Kompos

Alat pengemasan kompos dimaksudkan agar kompos

mudah dibawa dan dipasarkan sesuai dengan ukuran yang

dibuat. Kemasan yang digunakan dalam hal ini adalah :

1. Kantong plastik

2. Kardus

3. Karung plastik

Kantong plastik digunakan untuk kemasan ukuran berat

kompos antara 1 hingga 10 kg. Pengemasan dengan

menggunakan kardus digunakan apabila jumlah kompos dalam

kemasan plastik yang akan dipasarkan jumlahnya banyak,

sehingga perlu disusun dan dipak dalam kardus khusus.

Demikian juga dengan kemasan karung plastik (terutama untuk

ukuran berat kompos di atas 50 kg). Alat yang digunakan dapat

bermacam-macam, baik berupa alat pengemas yang manual,

maupun yang otomatik dengan menggunakan mesin.

Pengemasan manual dengan alat dilakukan dengan

menggunakan sekop kecil sedangkan untuk pengemas otomatik

dengan menggunakan conveyor belt weigher. Keuntungan alat

pengemasan otomatik ini adalah kapasitas pengemasan dan

penimbangan kemasannya yang sangat besar dan dapat

langsung dimuat ke dalam alat transportasi yang digunakan,

tanpa harus menggunakan forklift atau loader untuk

memindahkannya.

Contoh alat pengemasan kompos otomatik adalah

sebagaimana disajikan dalam gambar berikut.

Page 148: pengendalian lalat

IX. ALAT & MESIN KOMPOS

6

Semi Manual Sistem Curah Sistem Timbangan Ban Berjalan

Gambar 9.4. Alat Pengemas Semi Manual Dan Mekanik

9.5. Alat Penutup Kantong Kemasan Plastik

Alat penutup kantong kemasan plastik ini dimaksudkan

agar dengan menggunakan alat ini kompos dapat dikemas dalam

berbagai ukuran dengan tampilan yang lebih menarik

sebagaimana contoh pada gambar berikut.

Gambar 9.5. Contoh Kompos Dalam kemasan

Page 149: pengendalian lalat

IX. ALAT & MESIN KOMPOS

7

Hingga saat ini telah banyak dibuat berbagai macam alat

perekat kemasan plastik, beberapa diantaranya adalah seperti

pada contoh berikut.

Tipe Manual - Taiwan Tipe Mekanik Wira Agro Utama

Gambar 9.6. Alat Penutup Kemasan Plastik Kompos

9.6. Mesin Forklift Kompos

Mesin lainnya yang diperlukan dalam proses pengolahan

kompos adalah mesin pengangkut kompos dari reaktor atau bak

pembentuk kompos ke tempat penyaringan ataupun

mengangkut kompos yang telah dikemas ke gudang. Untuk

proses pengolahan kompos dalam skala besar (pabrik) mesin

yang sebaiknya digunakan adalah forklift ataupun tractor loader

(mesin bongkar muat dan pengeruk bahan kompos). Dengan

menggunakan mesin tersebut efektifitas kerja akan lebih baik

dan waktu proses akan lebih cepat. Namun walaupun demikian

dari sisi biaya investasi mesin tersebut membutuhkan biaya yang

tinggi. Untuk kondisi saat ini harga sebuah forklift atau loader

bisa mencapai di atas Rp. 200 juta.

Beberapa contoh mesin tersebut disajikan pada gambar

berikut.

Page 150: pengendalian lalat

IX. ALAT & MESIN KOMPOS

8

(a) Loader (b) Forklift

Sumber : Nissan Forklift (2002)

Gambar 9.7. Loader dan Forklift untuk Memindahkan Kompos

9.7. Alur Penanganan dan Pengolahan Kompos Dengan Menggunakan Alat dan Mesin

Penggunaan alat dan mesin pengolahan kompos

sebagaimana diuraikan di atas mengikuti alur proses ebagai

berikut :

MESIN PERAJANG KOMPOS

ALAT / MESIN PENYARING KOMPOS

ALAT PENIMBANG KOMPOS

ALAT PENGEMASAN KOMPOS

ALAT PENUTUP KANTONG KEMASAN

MESIN LOADER & FORKLIFT

Gambar 9.8. Alur Pengolahan Kompos Dengan Alat & Mesin

Page 151: pengendalian lalat

X. MEKANISME KERJA SILARSATU

1

10.1. Kegiatan Dan Situasi Pada Blok Bangunan Pengolahan Sampah Non Organik

Pada rancangan bangunan Silarsatu terdapat dua blok

bangunan yang dibuat terpisah, masing-masing blok bangunan

untuk pengolahan sampah non organik dan blok bangunan untuk

pengolahan sampah organik. Baik blok bangunan untuk sampah

non-organik (BNO) maupun bangunan untuk sampah organik

terdiri dari 2 lantai, yang masing-masing terbagi-bagi ke dalam

beberapa zona proses kerja.

Zona kerja yang ada pada bangunan non organik antara

lain sebagai berikut :

Lantai I (Basement)

a. zona pembongkaran truk sampah non-organik

Pada zona ini truk sampah masuk melalui pintu masuk (1)

dari sebelah kiri bangunan Silarsatu (Gambar 10.1). Kemudian

sampah yang masih bercampur antara sampah organik dan non

organik diturunkan pada zona pembongkaran (Gambar 10.2).

Gambar 10.1. Gambar Blok Bangunan Silarsatu

Page 152: pengendalian lalat

X. MEKANISME KERJA SILARSATU

2

Gambar 10.2. Gambar Tampak Atas Blok Bangunan Pengolahan Sampah Organik

b. Zona pemilahan sampah non organik

Sampah organik yang bercampur dengan sampah non

organik boleh jadi tidak dipilah di blok bangunan pengolahan

sampah non organik, bila hal ini dilakukan maka truk

pengangkut dapat melakukan bongkar muat sampah beserta

pemilahan sampahnya dilakukan di blok bangunan pengolahan

sampah organik. Proses pemilahan dalam hal ini menggunakan

beberapa peralatan dan mesin pendukung seperti : Cangkul,

garu garpu, sekop dan belt conveyor untuk memutarkan sampah

non organik yang telah dipilah (Gambar 10.2).

c. zona penimbangan dan pengemasan

Sampah non organik yang telah dipilah kemudian

ditimbang dan dikemas dengan peralatan timbang dan kemas

khusus untuk karung kemasan plastik atau karung goni.

Page 153: pengendalian lalat

X. MEKANISME KERJA SILARSATU

3

d. zona penyimpanan sampah non-organik

Untuk memudahkan dalam pengangkutan, sampah non

organik yang sudah dipilah, ditimbang dan dikemas berdasarkan

jenisnya (plastik, kaca, kertas atau logam) kemudian disimpan

dalam gudang penyimpanan yang terdapat pada zona ini.

Lantai II

Pada bangunan non organik lantai II terdapat ruangan

untuk perkantoran dan administrasi, pos pemantauan dan

registrasi di ruang pemantau awal, serta gudang cadangan

untuk menyimpan sementara berbagai jenis bahan non organik.

10.1.1. Perlengkapan

Perlengkapan yang digunakan dalam proses kerja pada

bangunan Silarsatu, baik untuk proses daur-ulang bahan non-

organik maupun organik terdiri dari beberapa jenis alat dan

mesin. Peralatan dan mesin yang dibutuhkan disesuaikan dengan

proses kerja yang berlangsung pada tiap blok bangunan.

Beberapa peralatan dan mesin yang diperlukan untuk

proses pengolahan sampah non organik pada bangunan Silarsatu

adalah seperti yang tertera pada Tabel 10.1.

Page 154: pengendalian lalat

X. MEKANISME KERJA SILARSATU

4

Tabel 10.1. Kebutuhan Peralatan, Mesin Pada Bangunan Pengolahan Sampah Non Organik

No Alat Mesin

I LANTAI I

A Ruang timbunan sampah non organik

1 Garu 2 Sekop 3 Cangkul 4 Pengumpan dan bongkar muat B Sortasi dengan conveyor belt 1 Conveyor belt Conveyor belt C Penimbangan & pengemasan 1 Timbangan 100 kg

2 Mesin kemas sampah non organik

3 Karung plastik kemasan 4 Gerobak dorong non organik D Gudang sementara 1 Exhaust blower fan

II LANTAI II A Gudang lantai atas 1 Troli 2 Conveyor belt 3 Pencatat data 4 Komputer & printer 5 Meja tulis 6 Kursi 7 Lemari data

10.1.2. Mekanisme Kerja

Mekanisme kerja di blok bangunan pengolahan sampah

non organik sesuai dengan runtutan proses kerja yang

diilustrasikan dalam diagram alir pada Gambar 10.3.

Page 155: pengendalian lalat

X. MEKANISME KERJA SILARSATU

5

TRUK SAMPAH MASUK &

REGISTRASI

BONGKAR SAMPAH NON

ORGANIK

PEMILAHAN SAMPAH ORGANIK

DAN NON ORGANIK

START

PEMILAHAN JENIS SAMPAH NON

ORGANIK

PENGANGKUTAN SAMPAH ORGANIK KE BLOK SAMPAH

ORGANIK

PENIMBANGAN SAMPAH NON

ORGANIK

PENGEMASAN DAN

PENGGUDANGAN

STOP

APAKAH SAMPAH DIBONGKAR DI BLOK

SAMPAH NON ORGANIK

YA

SAMPAH DIBONGKAR DI BLOK SAMPAH

ORGANIK

TRUK KELUAR

- - - - - Aliran proses selanjutnya di blok yang lain

Gambar 10.3. Diagram Alir Proses Kerja Pada Blok Bangunan

Sampah Non Organik

Page 156: pengendalian lalat

X. MEKANISME KERJA SILARSATU

6

Tahapan proses kerja di blok bangunan pengolahan

sampah non organik tersebut secara grafis adalah sebagai

berikut.

Gambar 10.4. Tahapan Kegiatan Di Blok Bangunan Pengolahan Sampah Non Organik

Penanganan sampah non organik pada blok terpisah dari

blok sampah organik ini dapat dikembangkan lebih jauh dengan

menggunakan peralatan yang semi otomatik untuk mempercepat

dan memudahkan proses kerja keseluruhan. Contoh rancangan

alternatif untuk model semi otomatik ini adalah sebagaimana

yang disajikan pada Gambar 10.5.

Gambar 10.5. Alternatif Model Rancangan Blok Pengolahan Sampah Non Organik

Page 157: pengendalian lalat

X. MEKANISME KERJA SILARSATU

7

10.2. Kegiatan Dan Situasi Pada Blok Bangunan Pengolahan Sampah Organik

Seperti halnya pada zona kerja pada blok bangunan

pengolahan sampah non organik, pada bangunan pengolahan

sampah organik terdapat beberapa zona kerja, antara lain :

Lantai I

a. zona pembongkaran sampah organik.

Zona ini merupakan tempat dimana sampah organik dan non

organik dipilah. Zona ini dilengkapi peralatan berupa gerobak

angkut dan alat pemilah (cangkul, garu, sekop). Bila sampah

non organik dibongkar pada zona ini bersamaan dengan

sampah organik, selanjutnya dilakukan pemilahan untuk

kemudian sampah non organik dibawa ke blok pengolahan

sampah non organik dengan gerobak.

b. Zona perajangan sampah

Pada zona ini sampah organik yang telah dipilah dirajang

dengan menggunakan mesin perajang dengan tujuan

mengecilkan ukuran agar proses dekomposisi menjadi lebih

cepat.

c. Zona reaktor sampah

Zona ini dimaksudkan untuk memproses sampah yang telah

dirajang menjadi kompos setelah disemprot dengan mikroba

dekomposer. Waktu proses dekomposisi berlangsung dalam

keadaan aerob dan anaerob yang memakan waktu sekitar 18

hari.

Page 158: pengendalian lalat

X. MEKANISME KERJA SILARSATU

8

d. Zona penanganan kompos

Zona ini mencakup beberapa kegiatan seperti :

pembongkaran, perajangan / penyortiran, pengomposan,

penyacahan / pengeringan, penyaringan, uji kualitas kompos,

penimbangan, pengemasan, penjahitan, dan penggudangan.

Pada zona ini terdapat gudang sementara untuk menyimpan

kompos yang sudah dikemas sebelum dipasarkan.

Lantai II

Lantai II mencakup gudang kompos, zona perkantoran dan

administrasi, laboratorium pengembangan bakteri pengurai

(biofresh) dan laboratorium sertifikasi yang meliput kegiatan

registrasi kompos, penggudangan, dan pengiriman. Gambaran

umum blok bangunan pengolahan sampah organik tersebut

adalah seperti yang disajikan pada Gambar 10.6.

I. Gambar 10.6. Perlengkapan Alat Mesin Pada Bangunan

Pengolahan Sampah Organik

Page 159: pengendalian lalat

X. MEKANISME KERJA SILARSATU

9

10.2.1. Perlengkapan

Perlengkapan yang diperlukan pada blok bangunan

pengolahan sampah organik untuk bahan kompos terdiri dari

beberapa rangkaian alat dan mesin. Pada zona pemilahan

sampah organik dengan non organik juga dilengkapi dengan

sebuah mini traktor atau loader yang berfungsi untuk

mengangkut (bongkar muat) sampah pada gerobak dari blok

yang satu ke blok yang lain. Perlengkapan yang diperlukan

antara lain disajikan pada tabel berikut.

Tabel 10.2. Alat Dan Mesin Yang Digunakan Pada Blok Bangunan Pengolahan Sampah Organik

No Alat Mesin

I LANTAI I

A Dalam ruang bongkar muat 1 Cangkul B Dalam ruang sortasi 1 Garu 2 Cangkul

3 Gerobak dorong pengangkut non organik @ 1m3

4 Sekop 5 Mini loader / tracktor C Perajangan Perajangan 1 Mesin perajang sampah @400kg/jam D Pemasukan hasil rajangan 1 Cangkul 2 Garu E Reaktor sampah 1 Sprayer gendong 2 Penutup sampah (plastik) 3 Aerator kompos (exhaust fan) F Pencacahan kompos 1 Mesin cacah kompos @ 400 kg/jam 2 Sekop 3 Cangkul 4 Ventilator & dryer kompos

Page 160: pengendalian lalat

X. MEKANISME KERJA SILARSATU

10

Lanjutan Tabel 10.2. No Alat Mesin

G Penyaringan kompos Penyaringan kompos 1 Mesin saring kompos @400kg/jam 2 Sekop H Penimbangan/pengemasan 1 Alat timbang 50 kg 2 Mesin kemas @ 25 kemasan/jam 3 Sekop

4 Peralatan uji mutu & peralatan laboratorium

II LANTAI II

I Gudang lantai atas 1 Troli 2 Conveyor belt 3 Pencatat data 4 Komputer & printer 5 Meja tulis 6 Kursi 7 Lemari data J Ruang administrasi kantor Ruang administrasi kantor 1 Meja & Kursi ruang tamu 2 Komputer & printer 3 Lemari arsip 4 Meja tulis staff 5 Kursi staff

6 Peralatan komunikasi (telpon/fax)

7 Meja tulis ruang pimpinan 8 Kursi ruang pimpinan

9 Meja & kursi tamu ruang pimpinan

10.2.2. Mekanisme Kerja

Mekanisme kerja di blok bangunan pengolahan sampah

organik sesuai dengan runtutan proses kerja pada diagram alir

Gambar 10.7.

Page 161: pengendalian lalat

X. MEKANISME KERJA SILARSATU

11

TRUK SAMPAH MASUK &

REGISTRASI

BONGKAR SAMPAH ORGANIK

PEMILAHAN SAMPAH ORGANIK

DAN NON ORGANIK

START

PERAJANGAN SAMPAH ORGANIK

PENGANGKUTAN SAMPAH NON

ORGANIK KE BLOK SAMPAH NON

ORGANIK

PENEMPATAN PADA REAKTOR KOMPOS &

PENYEMPROTAN MIKROBA

PERAJANGAN KOMPOS DAN SORTASI

STOP

APAKAH SAMPAH DIBONGKAR DI BLOK SAMPAH ORGANIK

YA

SAMPAH DIBONGKAR DI BLOK SAMPAH

NON ORGANIK

PENGERINGAN DAN UJI MUTU KOMPOS

PENIMBANGAN DAN PENGEMASAN

PENYIMPANAN DI GUDANG

Gambar 10.7. Diagram Alir Proses Kerja Pada Blok Pengolahan Sampah Organik

Page 162: pengendalian lalat

X. MEKANISME KERJA SILARSATU

12

Tahapan proses tersebut secara grafik digambarkan

sebagai berikut :

Gambar 10.8. Tahapan Kegiatan Di Blok Bangunan Pengolahan Sampah Non Organik

Page 163: pengendalian lalat

PERHITUNGAN TEKNIS & BIAYA SILARSATU

1

Page 164: pengendalian lalat

PERHITUNGAN TEKNIS & BIAYA SILARSATU

2

Page 165: pengendalian lalat

PERHITUNGAN TEKNIS & BIAYA SILARSATU

3

Kebutuhan Alat/Mesin Menurut Blok di Bangunan Pengolahan Kompos

No Alat / Mesin Jumlah Satuan Harga

Satuan Biaya Alat /

Mesin

a Ruang Bongkar Muat

1 Cangkul 4 unit 50.000 200.000

b Sortasi

1 Garu 4 Unit 50.000 200.000

2 Cangkul 4 unit 50.000 200.000

3 Gerobak dorong pengangkut non organik @ 1m3 8 unit 1.250.000 10.000.000

4 Sekop 8 unit 50.000 400.000

5 Mini loader / tracktor 1 unit 50.000.000 50.000.000

c Perajangan

1 Mesin perajang sampah @ 400 kg/jam 3 unit

30.000.000

90.000.000

d Pemasukan hasil rajangan sampah

1 Cangkul 4 unit 50.000 200.000

2 Garu 4 unit 50.000 200.000

e Reaktor sampah

1 Sprayer gendong 3 unit 450.000 1.350.000

2 Penutup sampah (plastik) 40 m2 37.500 1.500.000

3 Aerator kompos (exhaust fan) 4 unit 3.250.000

4 Biofresh (mikroba) 30 lt/bln 30 liter 15.000 450.000

5 Air pencampur 300 liter 5 1.500

f Pencacahan kompos

1 Mesin cacah kompos @ 400 kg/jam 2 unit 25.000.000 50.000.000

2 Sekop 4 unit 50.000 200.000

3 Cangkul 2 unit 50.000 100.000

4 Ventilator & dryer kompos 1 set 68.500.000 68.500.000

g Penyaringan kompos

1 Mesin penyaring kompos 400 kg/jam 2 unit 15.000.000 30.000.000

2 Sekop 4 unit 50.000 200.000

h Penimbangan & pengemasan

1 Alat timbang 50 kg 4 unit 3.500.000 14.000.000

2 Mesin kemas 25 kemasan/jam/25 kg 4 unit 12.500.000 50.000.000

3 Sekop 4 unit 50.000 200.000

4 Kemasan plastik 25 kg 9000 lbr/bln 9000 unit 250 2.250.000

5 Pekerja angkut & pemindah kemasan -

6 Peralatan uji mutu / laboratorium 1 paket 156.650.000 156.650.000

i Ruang gudang lantai atas

1 Troli 4 unit 350.000 1.400.000

2 Conveyor belt 1 unit 35.000.000 35.000.000

3 Pencatat data -

4 Komputer & printer 1 unit 5.500.000 5.500.000

5 Meja tulis 2 unit 600.000 1.200.000

6 Kursi 2 unit 150.000 300.000

7 Lemari data 2 unit 750.000 1.500.000

Page 166: pengendalian lalat

PERHITUNGAN TEKNIS & BIAYA SILARSATU

4

Lanjutan

No Alat / Mesin Jumlah Satuan Harga

Satuan Biaya Alat /

Mesin

J Ruang administrasi kantor

1 Meja & Kursi ruang tamu 1 set 2.500.000 2.500.000

2 Komputer & printer 3 unit 5.500.000 16.500.000

3 Lemari arsip 3 unit 750.000 2.250.000

4 Meja tulis staff 3 unit 600.000 1.800.000

5 Kursi staff 3 unit 150.000 450.000

6 Peralatan komunikasi (telpon/fax) 1 unit 2.000.000 2.000.000

7 Meja tulis ruang pimpinan 1 unit 1.500.000 1.500.000

8 Kursi ruang pimpinan 1 unit 250.000 250.000

9 Meja & kursi tamu ruang pimpinan 1 unit 3.500.000 3.500.000

TOTAL BIAYA 602.451.500

Page 167: pengendalian lalat

PERHITUNGAN TEKNIS & BIAYA SILARSATU

5

Kebutuhan Tenaga Kerja Menurut Blok di Bangunan Pengolahan Kompos

No Tenaga Kerja Berdasarkan Ruang Tenaga

Kerja Satuan Upah/bulan

Biaya Tenaga

Kerja

A Ruang Bongkar Muat 4 orang 100.000 400.000

B Sortasi

1 Operator Garu 4 orang 100.000 400.000

2 Operator Cangkul 4 orang 100.000 400.000

3 Operator Gerobak dorong pengangkut non organik 4 orang 100.000 400.000

4 Operator Sekop 8 orang 100.000 800.000

5 Operator Mini loader / tracktor 1 orang 100.000 100.000

c Perajangan

1 Operator Mesin perajang sampah 3 orang 100.000 300.000

d Pemasukan hasil rajangan sampah

1 Operator Cangkul 4 orang 100.000 400.000

2 Operator Garu 4 orang 100.000 400.000

e Reaktor sampah

1 Operator Sprayer gendong 3 orang 100.000 300.000

f Pencacahan kompos

1 Operator Mesin cacah kompos 2 orang 100.000 200.000

2 Operator Sekop 4 orang 100.000 400.000

3 Operator Cangkul 2 orang 100.000 200.000

4 Operator Ventilator & dryer kompos 1 orang 100.000 100.000

g Penyaringan kompos

1 Operator Mesin penyaring kompos 2 orang 100.000 200.000

2 Operator Sekop 4 orang 100.000 400.000

h Penimbangan & pengemasan

1 Operator Alat timbang 50 kg 4 orang 100.000 400.000

2 Operator Mesin kemas 4 orang 100.000 400.000

3 Operator Sekop 4 orang 100.000 400.000

4 Pekerja angkut & pemindah kemasan 4 orang 100.000 400.000

i Ruang gudang lantai atas

1 Operator Troli 4 orang 100.000 400.000

2 Operator Conveyor belt 2 orang 100.000 200.000

3 Operator Pencatat data 2 orang 100.000 200.000

4 Operator Komputer & printer 1 orang 300.000 300.000

5 Operator Meja tulis 2 orang 100.000 200.000

j Ruang administrasi kantor

1 Operator Komputer & printer 3 orang 300.000 900.000

2 Kursi staff 3 orang 600.000 1.800.000

3 Kursi ruang pimpinan 1 orang 1000.000 1.000.000

TOTAL BIAYA 12.000.000

Page 168: pengendalian lalat

PERHITUNGAN TEKNIS & BIAYA SILARSATU

6

Kebutuhan Alat/Mesin Menurut Blok di Bangunan Pengolahan Sampah Non Organik

No Alat / Mesin Jumlah Satuan Harga Satuan

Biaya Alat/Mesin

a. Ruang timbunan sampah non organik (8 x 22 m2)

1 Garu 1 unit 50.000 50.000

2 Sekop 1 unit 50.000 50.000

3 Cangkul 1 unit 50.000 50.000

4 Pengumpan dan bongkar muat -

b Sortasi dengan conveyor belt

1 Conveyor belt 1 set 35.000.000 35.000.000

c Penimbangan & pengemasan sampah non organik

1 Timbangan 100 kg 4 unit 4.500.000 18.000.000

2 Mesin kemas sampah non organik 4 unit 12.500.000 50.000.000

3 Karung plastik kemasan 4320 sak / bulan 4320 unit 500 2.160.000

4 Gerobak dorong sampah non organik 4 unit 1.250.000 5.000.000

d Gudang sementara sampah non organik

1 Exhaust blower fan 4 unit 3.250.000 13.000.000

TOTAL BIAYA 123.310.000

Page 169: pengendalian lalat

PERHITUNGAN TEKNIS & BIAYA SILARSATU

7

Kebutuhan Tenaga Kerja Menurut Blok di Bangunan Pengolahan Sampah Non Organik

No Alat / Mesin Tenaga Kerja Satuan Upah/bulan

Biaya Tenaga Kerja

a. Ruang timbunan sampah non organik

1 Operator Garu 4 orang 100.000 400.000

2 Operator Sekop 4 orang 100.000 400.000

3 Operator Cangkul 4 orang 100.000 400.000

4 Operator Pengumpan dan bongkar muat 8 orang 100.000 800.000

b Sortasi dengan conveyor belt

1 Operator Conveyor belt 8 orang 100.000 800.000

c Penimbangan & pengemasan sampah non organik

1 Operator Timbangan 100 kg 8 orang 100.000 800.000

2 Operator Mesin kemas sampah non organik 8 orang 100.000 800.000

3 Operator Gerobak dorong sampah non organik 4 orang 100.000 400.000

TOTAL BIAYA 4.800.000

Page 170: pengendalian lalat

PERHITUNGAN TEKNIS & BIAYA SILARSATU

8

Biaya Investasi, Biaya Operasional Dan Pendapatan Operasional Silarsatu RINCIAN BIAYA INVESTASI AWAL JUMLAH (Rp.)

Alat dan mesin pada bangunan untuk non organik 602.451.500

Alat dan mesin pada bangunan untuk organik 123.310.000

Instalasi air bersih 3.500.000

Instalasi listrik 3000 watt 3.000.000

Bangunan fisik (lantai 1 dan 2) 3.064.000.000

Total Biaya Investasi Awal 3.796.261.500

RINCIAN BIAYA OPERASIONAL PER TAHUN

Tenaga kerja 201.600.000

Pembayaran listrik 12.000.000

Pembayaran air 3.000.000

Plastik kemasan 52.920.000

Bibit mikroba & proses (25 liter/bulan @ 35000) 26.250.000

Biaya perawatan & perbaikan peralatan/mesin 37.962.615

Total Biaya Operasional per Tahun 333.732.615

PENDAPATAN DARI PENJUALAN PRODUK PER TAHUN

Mikroba (30.000 liter per tahun @ Rp.15.000/lt) 450.000.000

Kompos 116.800.000

Bahan non organik kaca (1,7%) 2.680.560

Bahan non organik plastik (1,5%) 31.536.000

Bahan non organik kertas (10,4%) 109.324.800

Bahan non organik logam (9,8) 90.140.400

Bahan non organik lain-lain (12,2%) 136.261.800

Total Pendapatan Per Tahun 936.743.560

Nilai akhir investasi setelah 15 tahun 379.626.150

Catatan : Dalam perhitungan pendapatan dan biaya tahunan untuk analisis kelayakan ekonomi dalam jangka waktu analisis 15 tahun, pendapatan dan biaya operasi diasumsikan meningkat 5% per tahun

Page 171: pengendalian lalat

PERHITUNGAN TEKNIS & BIAYA SILARSATU

9

Perkiraan Pendapatan Dari Penjualan Produk

URAIAN DATA PENDAPATAN HARGA SATUAN

JUMLAH PRODUK

NILAI (Rp.)

Sampah per hari 36 m3 Sampah per tahun 13140 m3

(@ 200 kg / m3) 2.628.000 kg Sampah organik per tahun 876.000 kg Kompos dari sampah organik per tahun 400 rupiah/kg 292.000 kg

116.800.000

Sampah non organik kaca (1,7%) per tahun 60 rupiah/kg 44.676 kg

2.680.560

Sampah non organik plastik (1,5%) per tahun 800 rupiah/kg 39.420 kg

31.536.000

Sampah non organik kertas (10,4%) per tahun 400 rupiah/kg 273.312 kg

109.324.800

Sampah non organik logam (9,8%) per tahun 350 rupiah/kg 257.544 kg

90.140.400

Sampah non organik lain-lain (12,2%) per tahun 425 rupiah/kg 320.616 kg

136.261.800