Paradoks Kehidupan Petani Tembakau Madura dan Upaya Pemberdayaannya

4
PARADOKS KEHIDUPAN PETANI TEMBAKAU MADURA DAN UPAYA PEMBERDAYAANNYA Oleh: Akhmad Jayadi 1 Kondisi Sumberdaya Petani Petani tembakau di Madura umumnya menanam tembakau di tanah mereka sendiri (dengan luas tanah yang variatif), namun demikian ada sebagian lainnya yang menyewa atau menggarap tanah milik orang lain. Sistem sewa lahan dalam pertanian tembakau biasanya didasarkan atas bertemunya kebutuhan kedua pihak: yaitu pemilik lahan dan petani penggarap. Umumnya petani penyewa menggarap sawah pemilik lahan yang memang sehari-hari tidak bertani (tuan tanah). Sistem pembagian keuntungan (dan rugi) berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Adakalahnya pemilik lahan hanya menyediakan tanah, namun ada juga yang ikut andil dalam penyediaan modal. Ketersediaan modal dalam pertanian tembakau memegang peran yang cukup vital, mengingat tembakau merupakan tanaman yang cukup “manja” disbanding tanaman semusim lainnya (padi, cabai, tomat, semangka dll). Beberapa komponen pembiayaan yang harus dikeluarkan untuk satu kali masa tanam tembakau (sampai ke panen) antara lain adalah: pembajakan, penyediaan bibit, air, pupuk dan pestisida, pemetikan, dan pengangkutan. Jika harga tembakau bagus (seperti tahun lalu, 2013) maka banyak petani yang menawarkan dirinya untuk menggarap lahan orang lain. Tembakau adalah pilihan favorit petani Madura (untuk saat ini) diantara tanaman semusim lainnya. Beberapa alasan yang mendasarinya antara lain adalah karena lebih tahan lama (tidak cepat busuk), pasti terjual (walaupun dengan harga sangat tidak wajar), menjanjikan keuntungan yang besar (jika harga tinggi) dan menciptakan rantai ekonomi yang cukup panjang (banyak pekerja dan pekerjaan lain yang terlibat). Teknologi yang dipakai dalam menanam tembakau sederhana. Pada awal musim, petani membajak sawah. Saat ini petani umumnya sudah menggunakan traktor sewaan. Sehari biasanya 100 ribu untuk ukuran sawah 75 x 75 m. Selain traktor ada petani yang menggunakan bajak tradisional (sepasang sapi) dengan upah yang kurang lebih sama namun waktu penggarapan lebih lama. Pada masa penanaman benih, petani biasanya menggunakan plastik untuk menjaga kelembaban tanah dan melindungi benih dari hujan dan gangguan hewan. Pada masa perawatan dibutuhkan alat semprot pestisida dan timba penyiram air. Pompa air sesekali digunakan manakala tanah membutuhkan 1 Penulis adalah peneliti di CIRUS Surveyors Group (CSG), Jakarta. Aktivitas selain penelitian adalah mengajar di Universitas Islam Madura Pamekasan, STAI NATA Sampang, dan Universitas Airlangga Surabaya. Dipresentasikan di Marzuki Usman Office, 24 April 2014

Transcript of Paradoks Kehidupan Petani Tembakau Madura dan Upaya Pemberdayaannya

Page 1: Paradoks Kehidupan Petani Tembakau Madura dan Upaya Pemberdayaannya

PARADOKS KEHIDUPAN PETANI TEMBAKAU MADURA DAN UPAYA PEMBERDAYAANNYA

Oleh: Akhmad Jayadi1

Kondisi Sumberdaya Petani

Petani tembakau di Madura umumnya menanam tembakau di tanah mereka sendiri (dengan luas tanah yang variatif), namun demikian ada sebagian lainnya yang menyewa atau menggarap tanah milik orang lain. Sistem sewa lahan dalam pertanian tembakau biasanya didasarkan atas bertemunya kebutuhan kedua pihak: yaitu pemilik lahan dan petani penggarap. Umumnya petani penyewa menggarap sawah pemilik lahan yang memang sehari-hari tidak bertani (tuan tanah). Sistem pembagian keuntungan (dan rugi) berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Adakalahnya pemilik lahan hanya menyediakan tanah, namun ada juga yang ikut andil dalam penyediaan modal.

Ketersediaan modal dalam pertanian tembakau memegang peran yang cukup vital, mengingat tembakau merupakan tanaman yang cukup “manja” disbanding tanaman semusim lainnya (padi, cabai, tomat, semangka dll). Beberapa komponen pembiayaan yang harus dikeluarkan untuk satu kali masa tanam tembakau (sampai ke panen) antara lain adalah: pembajakan, penyediaan bibit, air, pupuk dan pestisida, pemetikan, dan pengangkutan. Jika harga tembakau bagus (seperti tahun lalu, 2013) maka banyak petani yang menawarkan dirinya untuk menggarap lahan orang lain.

Tembakau adalah pilihan favorit petani Madura (untuk saat ini) diantara tanaman semusim lainnya. Beberapa alasan yang mendasarinya antara lain adalah karena lebih tahan lama (tidak cepat busuk), pasti terjual (walaupun dengan harga sangat tidak wajar), menjanjikan keuntungan yang besar (jika harga tinggi) dan menciptakan rantai ekonomi yang cukup panjang (banyak pekerja dan pekerjaan lain yang terlibat).

Teknologi yang dipakai dalam menanam tembakau sederhana. Pada awal musim, petani membajak sawah. Saat ini petani umumnya sudah menggunakan traktor sewaan. Sehari biasanya 100 ribu untuk ukuran sawah 75 x 75 m. Selain traktor ada petani yang menggunakan bajak tradisional (sepasang sapi) dengan upah yang kurang lebih sama namun waktu penggarapan lebih lama. Pada masa penanaman benih, petani biasanya menggunakan plastik untuk menjaga kelembaban tanah dan melindungi benih dari hujan dan gangguan hewan. Pada masa perawatan dibutuhkan alat semprot pestisida dan timba penyiram air. Pompa air sesekali digunakan manakala tanah membutuhkan

1 Penulis adalah peneliti di CIRUS Surveyors Group (CSG), Jakarta. Aktivitas selain penelitian adalah mengajar di

Universitas Islam Madura Pamekasan, STAI NATA Sampang, dan Universitas Airlangga Surabaya. Dipresentasikan di Marzuki Usman Office, 24 April 2014

Page 2: Paradoks Kehidupan Petani Tembakau Madura dan Upaya Pemberdayaannya

air dalam jumlah banyak. Kecuali traktor, maka semua peralatan di atas disediakan sendiri oleh petani.

Sebelum menjadi tembakau rajangan yang siap dijual, petani membutuhkan satu alat lain yaitu alat perajang. Alat ini tidak disediakan sendiri oleh petani, melainkan disiapkan oleh perajang yang khusus disewa oleh petani. Para perajang bisa dari Madura sendiri atau ada juga yang dari Jawa (Situbondo dll). Selebihnya pertanian tembakau menggunakan teknologi sederhana.

Pengaruh Iklim Cuaca dan Bencana

Dari segi peralatan, tembakau tidak membutuhkan teknologi tinggi, namun tembakau tetap dikatakan manja karena butuh pengawasan ekstra. Siang malam petani harus memantau tembakaunya di sawah. Kebutuhan air harus terpenuhi secara optimal. Kekurangan atau kelebihan air akan menyebabkan buruknya kualitas tembakau. Kekurangan air bisa membuat tembakau kerdil (daun tidak lebar) dan kelebihan air menyebabkan daun tembakau cepat busuk (kuning-kemerahan).

Teknologi yang bisa digunakan untuk mengantisipasi cuaca (hujan) adalah dengan sistem rumah kaca atau pertanian dalam jaring (net). Namun dibutuhkan modal besar dalam pertanian seperti ini. Beberapa petani binaan di Jember menggunakan jenis budidaya tembakau seperti ini, karena memang pemodalnya dari luar negeri (biasanya Jerman, untuk produk cerutu).

Angin juga menjadi kendala bagi petani tembakau. Angin yang terlalu kencang menyebabkan batang tembakau tumbang dan patah, namun angin tidak sebahaya hujan. Ancaman terbesar bagi petani tembakau (di saat harga tinggi) justru dari manusia sendiri, alias maling. Sering terjadi pencurian tembakau (langsung dipotong beserta batangnya) pada saat H-3 panen. Penjagaan tembakau (siang dan malam) tidak hanya untuk insekta, air, dan pupuk, namun juga dari faktor manusia.

Tata Niaga

Sistem tata niaga tembakau di Madura termasuk yang paling buruk diantara tataniaga tembakau di daerah lainnya seperti Jember, Besuki, Temanggung, Bojonegoro dll. Ada banyak aktor dan yang menyebabkan proses demand dan supply tidak berjalan alami, bandul misalnya. Bandul adalah aktor perantara antara petani dan pembeli (tauke pemilik gudang). Sebagus apapun tembakau yang diproduksi petani tidak akan dapat terjual ke tauke jika tanpa peran bandul. Bahkan untuk masuk ke gudang saja harus ada “legitimasi” dari bandul.

Aktor lain menyebabkan lemahnya daya tawar petani adalah grader (penilai kualitas tembakau). Kualitas tembakau tidak ditentukan berdasarkan ukuran objektif,

Page 3: Paradoks Kehidupan Petani Tembakau Madura dan Upaya Pemberdayaannya

melainkan penilaian subjektif grader. Penilaian grader biasanya pada keharuman dan kelengketan tembakau. Perdebatan antara petani (atau bandul) dengan grader adalah pada dua hal di atas. Soal kuantitas (berat timbang tembakau) dan warna tembakau tidak menjadi perdebatan panjang. Keharuman dan kelengketan membedakan harga jual tembakau.

Selain aktor dalam transaksi jual beli, masalah dalam tataniaga tembakau adalah tidak sehatnya persaingan antar pabrikan (Djarum, Gudang Garam, Sampoerna dll). Tahun 90-an tiap gudang bersaing secara sehat mendapatkan tembakau dari petani, namun sejak tahu 2000-an antar pabrikan seolah membuat kesepakatan tentang jangka waktu pembelian tembakau. Pada masa panen tembakau hanya ada satu gudang yang buka (siap membeli dari petani) dengan harga tinggi. Setelah dirasa oversupply (akibat) antrian truk tembakau, maka gudang tersebut menurunkan harga. Sampai pada titik tertentu gudang tersebut menyatakan stop.

Menjelang gudang di atas stop, gudang lainnya buka. Demikian selanjutnya hingga harga terakhir tembakau berada pada titik yang tidak masuk akal, yaitu di bawah 10 ribu, padahal harga BEP bagi petani adalah 25 ribu. Jika dinilai, maka kesepakatan antar gudang inilah yang menyebabkan penderitaan petani. Bandul dan grader memang menyebabkan distorsi pasar, namun tak seberapa efeknya dibanding persaingan tidak sehat antar gudang.

Di luar pabrikan besar, ada juga aktor dalam tataniaga tembakau Madura yang turut memperburuk kondisi petani, yaitu perusahaan rokok lokal (industri rumahan). Saat petani menerima harga yang tidak wajar dari gudang, maka pilihan petani hanya dua: ambil dengan harga yang ditetapkan grader atau bawa kembali pulang (dengan harapan harga akan naik dalam beberapa minggu ke depan). Jika harga tak kunjung naik, maka pilihannya adalah menjual ke perusahaan rokok lokal, atau membakarnya. Umumnya petani menyerah dengan menjualnya pada pengusaha rokok lokal. Dan pastinya harga yang diambil adalah harga di bawah gudang.

Pengembangan Usaha Petani

Petani tembakau di Madura umumnya keluarga petani murni, artinya anggota keluarga lainnya juga berprofesi sebagai petani. Ketika bertani tembakau, anggota keluarga lainnya terlibat di sawah, baik istri dan maupun anak-anak. Umumnya mereka tidak menghitung biaya kerja anggota keluarga mereka. Harga BEP tembakau rajang yang 25 ribu per kg di atas sebenarnya tidak termasuk ongkos kerja anggota keluarga. Jika pekerjaan semua anggota keluarga dihitung, maka harga BEP tembakau Rajang seharusnya di atas 35 ribu per kg.

Rendahya harga tembakau selama hampir 10 tahun ini (kecuali tahun lalu, 2013) membuat beberapa petani beralih ke tanaman lain. Awalnya mereka beralih ke tanaman semusim lainnya, namun karena hasilnya tidak lebih baik dari tembakau, mereka memilih tanaman kebun. Tiga tanaman yang marak ditanam saat ini adalah buah naga,

Page 4: Paradoks Kehidupan Petani Tembakau Madura dan Upaya Pemberdayaannya

pisang, dan serai wangi. Keuntungan yang dijanjikan oleh buah naga, pisang, dan serai wangi cukup tinggi dengan biaya rutin yang minimal. Ketiga tanaman di atas tidak membutuhkan perawatan ekstra.

Pisang, buah naga dan serai wangi bisa dipanen 7-10 bulan setelah masa tanam, dan untuk panen selanjutnya tidak memerlukan pembibitan ulang. Pendapatan tiap bulan bisa mencapai 1 juta, tergantung luas lahan, banyaknya tanaman dan perawatan (bibit, air dan pupuk). Alih tanam saat ini mulai banyak diikuti petani, karena permintaan atas pisang dan buah naga memang tinggi. Dua buah tersebut termasuk dalam 10 besar

Perlunya Perlindungan Petani Tembakau

Tembakau (yang sudah dirajang) sejatinya adalah produk yang tahan lama. bisa bertahan hingga 1-2 tahun. Tembakau yang dibeli pabrikan di Madura tidak langsung dikirim ke Kediri, Malang, Surabaya, Kudus dll, melainkan masih disimpan selama 1 tahun untuk mendapatkan kualitas tembakau yang lebih baik (keharuman yang lebih tinggi dan tingkat kekeringan sempurna).

Kelebihan pengusaha rokok lokal, atau pengepul dibanding petani (atau kelompok petani) adalah pada kepemilikan gudang penyimpanan. Gudang penyimpanan tembakau mensyaratkan kualifikasi tertentu, seperti kelembaban, tinggi bangunan dan pencahayaan. Mahalnya penyediaan gudang ini yang menjadi alasan bagi petani untuk segera menjual tembakaunya sebelum rusak oleh udara di rumah-rumah mereka. Pengepul atau pemilik gudang adalah sangat diuntungkan dengan turunnya harga tembakau pada akhir masa pembelian. Mereka membeli tembakau dengan harga murah dari petani, lalu menyimpannya, dan menjualnya tahun depan pada masa awal pembelian.

Perda harga tembakau sudah diberlakukan oleh pemerintah daerah setempat. Namun implementasinya lemah. Pemda tidak memiliki daya eksekusi pada tauke dan pabrikan, selain karena hukum besi demand dan supply (yang sayangnya diciptakan), juga karena faktor lain, seperti hutang politik. Jamak diketahui umum bahwa hampir pilkada di Madura tidak lepas dari permainan pengusaha rokok. Pemenang pilkada umumnya adalah kandidat yang didukung oleh pengusaha rokok, karena dukungan mereka riil tidak hanya dalam bentuk suara para pekerja, tapi juga uang untuk membeli suara dari massa.

Kebutuhan perlindungan petani dirasa sangat mendesak. Tidak hanya dalam subsidi bahan, tapi juga jaminan harga dan pembelian. Petani tembakau di Jember lebih baik dari segi perlindungan, baik soal harga maupun benih dan kontrak pembelian. Beberapa petani di Madura sudah ada yang mencoba beralih tanam ke produk lain seperti jagung, yaitu saat mereka mendapat kontrak dari perusahaan penyedia bibit jagung. Namun petani tidak yakin bahwa kerjasama tersebut akan berlangsung kontinyu.