Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya (Studi Kasus : Pulau...
description
Transcript of Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya (Studi Kasus : Pulau...
KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANGSERTA STRATEGI PENGELOLAANNYA
(Studi Kasus : Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di Perairan Teluk Saleh, NTB)
Mujiyanto*)
ABSTRAK
Penelitian dilakukan di perairan Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di perairanTeluk Saleh Nusa Tenggara Barat pada tahun 2005 dengan waktu pelaksanaan padabulan Mei dan Oktber 2005. Berdasarkan informasi dari nelayan, terumbu karang diperairan Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat (NTB) sudah mengalami banyakkerusakan, terutama pada perairan yang dangkal yaitu pada kedalaman kurang dari15 meter. Pengamatan dan perhitungan persentase penutupan karang dilakukandengan menggunakan metode Line Intercef Transect (LIT). Kerusakan terumbukarang tersebut akibat dari kegiatan penangkapan ikan dengan cara-carapenangkapan yang tidak ramah lingkungan. Kondisi terumbu karang hidup padakategori sedang, penutupan karang dalam kategori karang rusak. Adapun Strategipengelolaan terumbu karang berdasarkan permasalah yang ditemukan di lokasi,secara garis besarnya adalah dengan memberdayakan masyarakat pesisir yangsecara langsung bergantung pada pengelolaan terumbu karang, mengurangi lajudegradasi kondisi terumbu karang yang ada pada saat ini serta mengelola terumbukarang berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi, pemanfaatan dan statushukumnya.
Kata kunci : Ekosistem, Terumbu Karang, Teluk Saleh, NTB
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem yang khas terdapat di
daerah tropis (Nontji, 2007). Ekosistem ini mempunyai produktivitas organik yang
*) Peneliti, BP2KSI e-mail : [email protected] ; Hp : 0813 1630 3052Sumber data : Laporan tahunan/akhir kegiatan riset “Rehabilitasi habitat dan pemacuan stok
sumberdaya perairan karang, di Teluk Saleh, NTB”. Tahun Anggaran 2005Instansi : Loka Riset Pemacuan Stok Ikan, PRPT, BRKP-DKP
Jl. Cilalawi No. 01 Jatiluhur Purwakarta JABARPenyuntingan:Mujiyanto, 2015. Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya (Studi Kasus :
Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di Perairan Teluk Saleh, NTB). Diakses di …… padatanggal ……
sangat tinggi. Supriharyono (2007) menjelaskan bahwa terumbu karang juga
merupakan kumpulan masyarakat (binatang) karang (reef corals), dan hidup di dasar
perairan, yang berupa batuan kapur (CaCO3), dan mempunyai kemampuan yang
cukup kuat untuk menahan gaya gelombang laut. Ekosistem ini mempunyai
produktifitas organik yang sangat tinggi. Demikian pula keanekaragaman biota yang
ada di dalamnya. Sebagai salah satu habitat vital perairan, terumbu karang dapat
menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi yang penting seperti
berbagai jenis ikan, udang karang, alga, teripang, kerang mutiara dan sebagainya.
Sebagai negara kepulauan di dunia, Indonesia mempunyai terumbu karang
seluas ± 85.700 km2 atau 14 % dari total luasan terumbu karang dunia (Nontji, 2002).
Keberadaan ekosistem terumbu karang, sangat mendukung kegiatan industri
perikanan dan kehidupan nelayan setempat jika habitatnya dapat berfungsi secara
optimal. Terumbu karang mempunyai fungsi yang sangat penting sebagai tempat
memijah, mencari makan, daerah asuhan bagi biota laut dan sebagai sumber plasma
nutfah. Terumbu karang juga merupakan bahan baku substansi bioaktif yang berguna
dalam farmasi dan kedokteran. Selain itu terumbu karang mempunyai fungsi yang
tidak kalah pentingnya yaitu sebagai pelindung pantai dari degradasi dan abrasi.
Berdasarkan informasi dari nelayan, terumbu karang di perairan Teluk Saleh
sudah mengalami banyak kerusakan, terutama pada perairan yang dangkal yaitu pada
kedalaman kurang dari 15 meter. Kerusakan terumbu karang tersebut akibat dari
kegiatan penangkapan ikan dengan cara-cara yang tidak ramah lingkungan. Kondisi
terumbu karang di perairan pantai barat Teluk Saleh - Kabupaten Sumbawa Besar,
prosentase penutupan karang mati (dead coral) mencapai kisaran 48,24% - 66,37%
(Sumber informasi : Marasabessy, MD dan Abdul, H., 2001). Berdasarkan kriteria
penggolongan terumbu karang, kondisi ini dalam kategori rusak (Soekarno, et al.
1983) serta ditunjukkan oleh hasil penelitian Hartati et al., (2004) yang menyatakan
bahwa penutupan karang hidup di beberapa wilayah perairan Teluk Saleh berkisar
antara 10 - 52 %.
Dengan bertambahnya nilai ekonomi maupun kebutuhan masyarakat akan
sumberdaya yang ada di daerah sekitar terumbu karang (ikan, udang lobster, tripang
dan lain-lain), hal tersebut dapat mendorong masyarakat untuk memanfaatkan potensi
secara berlebih. Sehingga menyebabkan adanya tekanan ekologis terhadap ekosistem
terumbu karang semakin meningkat. Atas dasar hal tersebut di atas, perlu dilakukan
studi kondisi ekosistem terumbu karang serta strategi pengelolaannya, khususnya di
wilayah perairan Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat.
1.2. Perumusan Masalah
Terumbu karang yang tumbuh dan hidup sangat baik di perairan dangkal
(kurang lebih 20 meter) ternyata telah dimanfaatkan secara berlebihan. Sama halnya
pada ekosistem mangrove dan lamun, meningkatnya kegiatan manusia dalam
pemanfaatan ekosistem terumbu karang juga memberikan dampak yang besar
terhadap kerusakan ekosistem ini (Dutton et al., 2001).
Pertambahan penduduk yang menghuni daerah pesisir, rendahnya tingkat
pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya fungsi terumbu karang, ditambah lagi
tidak mudahnya mencari alternatif pekerjaan menambah tekanan terhadap terumbu
karang yang semakin tinggi dan kompleks. Cara pemanfaatan yang tradisionalpun,
misalnya pemakaian alat tangkap bubu di beberapa tempat karena dipakai dalam
jumlah yang banyak telah menyebabkan kerusakan terumbu karang dalam skala yang
relatif luas.
Rusaknya terumbu karang dapat mengakibatkan terganggunya fungsi-fungsi
ekologis terumbu karang yang sangat penting, yaitu : (1) hilangnya habitat tempat
memijah, berkembangnya larva (nursery), mencari makan bagi banyak biota laut yang
sebagian besar mempunyai nilai ekonomis tinggi dan (2) hilangnya pelindung pulau
dari dampak kenaikan permukaan laut. Jika tidak ada karang batu yang menghasilkan
sedimen kapur, maka fungsi terumbu karang sebagai pemecah ombak akan berkurang
karena semakin dalamnya air sehingga abrasi pantai akan secara perlahan semakin
intensif.
Pemanfaatan sumberdaya alam tanpa adanya perencanaan yang matang akan
dapat mengancam kelestarian ekosistem sumberdaya yang selanjutnya akan
berpengaruh terhadap ketersediaan sumberdaya hayati laut yang dapat dimanfaatkan
oleh manusia. Sehingga pola pengarturan terhadap upaya pemanfaatan potensi
sumberdaya karang mutlak harus dilakukan dengan memperhatikan asas
berkelanjutan.
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk :
1) Mengetahui kondisi terumbu karang di Teluk Saleh Nusa Tenggara.
2) Mengetahui penyebab kerusakan yang terjadi di ekosistem terumbu karang.
3) Membuat strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang yang lestari dan
berkelanjutan.
II. METODOLOGI
Penelitian dilakukan di perairan Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di perairan
Teluk Saleh Nusa Tenggara Barat pada tahun 2005 dengan waktu pelaksanaan pada
bulan Mei dan Oktber 2005 (Gambar 1).
Gambar 1. Lokasi penelitian di perairan Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat
115o
BT
10o
LS
5o
LS
120o
BT
Pulau Ganteng Pulau Rakit
Pengamatan dan perhitungan persentase penutupan karang dilakukan dengan
menggunakan metode Line Intercef Transect (LIT) mengikuti English et al., (1997)
yaitu dengan menghitung panjang penutupan jenis terumbu karang yang terlewati
jalur transek. Analisis data yang dilakukan untuk mencari persentase penutupan
terumbu karang menggunakan rumus menurut UNEP (1993), yaitu :
%100)(% xjalurpanjangTotal
kespesiesjenispentupanPanjangCPenutupan i
Menurut UNEP (1993) yang menyatakan bahwa persentase penutupan
terumbu karang dapat dibagi menjadi lima kategori, yaitu :
1) Persentase tutupan karang berkisar antara : 1% – 10% (sangat rusak)
2) Persentase tutupan karang berkisar antara : 11% – 30 % (rusak)
3) Persentase tutupan karang berkisar antara : 31% – 50 % (sedang)
4) Persentase tutupan karang berkisar antara : 51% – 75 % (baik)
5) Persentase tutupan karang berkisar antara : 76%–100 % (sangat baik)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Kondisi Penutupan Terumbu Karang di Teluk Saleh
Ekosistem terumbu karang suatu perairan mempunyai 3 tipe, yaitu terumbu
karang tepi (fringing reef), penghalang (barrier reef) dan Atol
(bentuk cincin). Terumbu karang di perairan Teluk Saleh termasuk dalam tipe
terumbu karang tepi atau pantai. Terumbu karang ini terdapat disepanjang pantai dan
mencapai kedalaman tidak lebih dari 40 m. Pertumbuhan karang yang baik terdapat di
daerah yang menerima pukulan ombak.
Analisis data kondisi pertumbuhan terumbu karang dilakukan berdasarkan
ketentuan nilai persen cover yang diterbitkan oleh UNEP (1993). Pada pengamatan
ini kondisi terumbu karang terbagi atas persentase (%) karang hidup (live coral),
karang mati (dead coral) dan karang lunak (soft coral). Pada karang hidup terbagi
atas 2 kategori yaitu Acropora dan Non Acropora. Persentase tutupan terumbu karang
sering dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu biotik yang terbagi atas karang
hidup (live coral) dan serta karang mati (dead coral) sebagai abiotik.
3.1.1. Perairan Pulau Rakit
Data LIT (transek garis) yang dilakukan pada bulan Mei 2005 di Pulau Rakit
kondisi penutupan karang hidup adalah 27.79 % atau dalam kategori rusak. Kondisi
karang hidup (live coral) yang umumnya diperairan ini terdiri dari non Acropora,
Acropora masif (CM) dan Coral branching (CB). Jenis Algae terdiri dari macro
algae, Corallinae dan Algae assemblage yang menempel pada karang mati dan subsrat
pasir. Kelompok fauna lain yang ditemukan yaitu jenis bintang laut dan bulu babi.
Dari kelompok abiotik yang paling banyak ditemukan adalah pasir (Sand) dan
patahan (Rubble). Karang yang tumbuh umumnya dari marga Porites, Goniopora,
Euphyllia dan Favites. Menurut Nybakken, (1988) jenis Porites sp merupakan karang
yang kuat mampu bertahan hidup dalam kondisi yang sangat ektsrim dibandingkan
pada jenis Acropora atau yang berbentuk cabang.
Pengamatan kondisi karang alami pada bulan Oktober penutupan karang
hidup 16.25 %, dalam kategori yang sama dengan pengamatan bulan Mei (rusak).
Titik pengambilan data karang pada bulan Mei dan Oktober tidak tepat sama.
Pembandingan hasil data terumbu karang yang didapat bulan Mei 2005 dan Oktober
2005 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kondisi terumbu karang bulan Mei dan Oktober 2005 di Pulau Rakit.
Bulan Posisi Kategori Jenis Karang
Mei 08o 37’ 41.4” LS118o 00’ 07.1” BT
Tutupan karang hidup Non Acropora27,79%,
Algae 19,37%, other fauna 1%. Kategori karang rusak
CM (Porites lutea,Coeloseris mayeri)CB (Palauastrea ramose)
Oktober 08o 37’ 41.4” LS118o 00’ 07.1” BT
Tutupan karang hidup Non-Acropora16,25 %
Algae (67.50%), Other fauna (0,50%) dan Abiotic (15.75 %). Kategori karang rusak.
CM (Porites lobata,Favites chinensi)CB ( (Porites nigresen,Porites rus)
Keterangan :CM : Coral Massive (Jenis karang Non-Acropora berbentuk bulat)CB : Coral Branching (Jenis karang Non-Acropora berbentuk cabang)
Kondisi visual perairan Pulau Rakit disajikan pada Gambar 2. Hasil LIT
(transek garis) bulan Mei dan Oktober 2005 disajikan pada Tabel 2.
Gambar 2. Perairan Pulau Rakit, Teluk Saleh, NTB
Tabel 2. Persentase tutupan karang data LIT di perairan Pulau Rakit pada bulan Meidan Oktober 2005
LIFEFORM Code NBRNBR
Occurrence
Percent. coverPulau Rakit
Mei OktoberHard Corals (Acropora) Branching ACB 0.00 0.00
Tabulate ACT 0.00 0.00Encrusting ACE 0.00 0.00Submassive ACS 0.00 0.00
0.00% 0.00 %Hard Coral (Non-Acropora) Branchi CB 12.17 3.75
Tabulate CT 15.30 3.00Encrusting CE 0.00 0.00Submassive CS 0.00 8.75Foliose CF 0.00 0.25Mushroom CMR 0.32 0.50Millepora CME 0.00 0.00Heliopora CHL 0.00 0.00
27.79 % 16,25 %Dead Scleractinia Dead Coral DC 0.00 0.00
(With Algal Covering) DCA 0.00 0.000.00 % 0.00 %
Algae Macro MA 0.00 62.00Turf TA 0.50 5.50Coralline CA 8.00 0.00Halimedae HA 10.87 0.00Algal Assemblage AA 0.00 0.00
19.37% 67.50 %Other Fauna Soft Corals SC 0.00 0.00
Sponge SP 0.67 0.50Zoanthids ZO 0.00 0.00Other OT 0.33 0.00
1.00 % 0.50 %Abiotic Sand S 51.83 13.00
Rubble R 0.00 2.00Silt SI 0.00 0.75Water WA 0.00 0.00
Rock RCK 0.00 0.00
51.83 % 15.75 %
3.1.2. Pulau Ganteng
Pada bulan Mei dan Oktober 2005 dilakukan pengamatan terumbu karang
pada titik stasiun yang tidak tepat sama dengan pengamatan bulan Mei diperoleh
penutupan karang hidup 18 % atau kategori rusak. Data LIT (Transek garis) disajikan
pada Tabel 3.
Tabel 3. Data terumbu karang bulan Mei 2005 dan Oktober 2005 di Pulau Ganteng,Sumbawa Besar NTB.
Bulan Posisi Kategori Jenis Karang
Mei 08o 36’ 03.7” LS117o 50’ 21.7” BT
Tutupan karang hidup NonAcropora 38,26%,
Dead Scleractinia 9,17%, Algae 14,20%, Other fauna 6,17%, Abiotic 20,53% Kategori karang rusak
CM (Porites lutea, Faviteschinensi)CB (Palauastrea ramose,Montipora digitata)
Oktober 08o 36’ 03.7” LS117o 50’ 21.7” BT
Tutupan karang hidup 18.38 %(Hard coral (non-Acropora),
Karang mati 81.62% (Dead scleractina 0.75%), Algae (50.88%), Other fauna (0.25%) dan Abiotic (29.50%)). Kategori karang rusak
CM (Porites lutea, Pavona sp)CB (Porites nigresen,)CF (Montipora foliossa)
Keterangan :CM : Coral Massive (Jenis karang Non-Acropora berbentuk bulat)CB : Coral Branching (Jenis karang Non-Acropora berbentuk cabang)
Kondisi visual Perairan Pulau Ganteng dapat dilihat pada Gambar 3. dan hasil
LIT disajikan pada Tabel 4.
Gambar 3. Perairan Pulau Ganteng
Tabel 4. Persentase tutupan karang data (LIT) pada Pulau Ganteng pada bulan Meidan Oktober 2005
LIFEFORM Code NBR NBROccurrence
Percent. CoverPulau Ganteng
Mei OktoberHard Corals (Acropora) Branching ACB 0.00 0.00
Tabulate ACT 0.00 0.00Encrusting ACE 0.00 0.00Submassive ACS 0.00 0.00
0.00 % 0.00 %Hard Coral (Non-Acropora) Branching CB 13.63 17.13
Tabulate CT 3.88 21.13Encrusting CE 0.00 0.00Submassive CS 0.25 0.00Foliose CF 0.38 0.00Mushroom CMR 0.25 0.00Millepora CME 0.00 0.00Heliopora CHL 0.00 0.00
18,38 % 38,26 %Dead Scleractinia Dead Coral DC 0.00 0.00
(With Algal Covering) DCA 0.75 9.170.75 % 9.17 %
Algae Macro MA 7.88 14.20Turf TA 43.00 0.00Coralline CA 0.00 0.00Halimedae HA 0.00 0.00Algal Assemblage AA 0.00 0.00
50.88 % 14.20 %Other Fauna Soft Corals SC 0.00 0.00
Sponge SP 0.50 2.170.25 % 6.17 %
Abiotic Sand S 19.63 20.53Rubble R 9.50 11.67Silt SI 0.38 0.00Water WA 0.00 0.00Rock RCK 0.00 0.00
29.50 % 32.20 %
3.2. Penyebab Kerusakan Terumbu Karang
Kerusakan terumbu karang di daerah ini disebabkan oleh dua hal yaitu proses
secara alami dan adanya kegiatan manusia. Kerusakan yang disebabkan dari proses
alami adalah adanya blooming predator bintang laut dan mahkota berduri. Sedangkan
penyebab kerusakan terumbu karang yang kedua adalah diakibatkan oleh adanya
kegiatan manusia yang secara langsung maupu tidak langsung merusak terumbu
karang, seperti penangkapan ikan dengan bahan peledak dan bahan beracun,
penggalian karang untuk batu kapur dan adanya kegiatan wisata pantai.
Menurut Berwick (1983) dalam Dahuri (2004) bahwa kerusakan terumbu
karang dan dampak potensialnya akibat kegiatan manusia yang disajikan pada tabel 5.
Tabel 5. Beberapa dampak kegiatan manusia terhadap ekosistem terumbu karang.
Kegiatan Dampak Potensial
a. Penambangan karang denganatau tanpa menggunakan bahanpeledak
Perusakan habitat, bila menggunakan bahan peledak dapatmenimbulkan kematian massal hewan terumbu karang.
b. Pembuangan limbah panas Meningkatkan suhu air 5-10 0C diatas suhu ambien air, dapatmematikan karang dan hewan lainnya serta tumbuhan yangberasosiasi dengan terumbu karang.
c. Penggundulan hutan di lahanatas (upland)
Sedimen hasil erosi yang berlebihan dapat mencapai terumbukarang yang letaknya sekitar muara sungai pengangkutsedimen, dengan akibat meningkatnya kekeruhan air sehinggamenghambat fungsi zoonthantellae yang selanjutnyamenghambat petumbuhan terumbu karang.Sedimen yang berlebihan dapat menyelimuti polip-polipdengan sedimen yang dapat mematikan karang, karenaoksigen terlarut dalam air tidak dapat berdifusi masuk kepolip.Karang di terumbu karang yang lokasinya berdekatan dengandaerah banjir, akan dapat mengalami kematian karenasedimentasi yang berlebihan dan penurunan salinitas.
d. Pengerukan di sekitar terumbukarang
Arus dapat mengangkut sedimen yang teraduk ke terumbukarang dan meningkatkan kekeruhan air.
e. Kepariwisataan Peningkatan suhu air karena pencemaran panas olehpembuangan air pendingin pembangkit listrik hotel.Pencemaran oleh limbah manusia dari hotel karena limbah initidak mengalami pengolahan yang memadai sebelum dibuangkeperairan lokasi terumbu karang, dengan akibat terjadinyaeutrofikasi yang selanjutnya mengakibatkan tumbuh suburnya(blooming) fitoplankton yang meningkatkan kekeruhan airdan kemudian menghambat pertumbuhan karang karenaterhambatnya fungsi zooxnthellae,selain dari itu keruhnya airakan mengurangi nilai estetis perairan terumbu karang.Kerusakan fisik terumbu karang batu oleh jangkar kapal.Koleksi terumbu karang yang masih hidup dan hewan-hewanlain oleh para turis, dapat mengurangi keanekaragamanhewani ekosistem terumbu karang.Rusaknya terumbu karang yang disebabkan oleh penyelam.
f. Penangkapan ikan hias denganmenggunakan Kalium Sianida(KCN)
Pengkapan ikan hias dengan menggunakan kalium sianidabukan saja membuat ikan pingsan, tetapi akan membunuhkarang dan avertebrata lainnya di sekitar lokasi, karenahewan-hewan ini jauh lebih peka terhadap kalium sianida.Penangkapan ikan konsumsi dengan bahan peledak bukansaja mematikan ikan tanpa diskriminasi, tetapi juga koral danavertebrata tak bercangkang seperti anemon alut.
Gejala penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dan bahan
beracun semakin meningkat pada lima tahun terakhir yang disebabkan oleh kesalahan
persepsi dalam reformasi dan juga lemahnya penegakan hukum yang ada Teluk Saleh
Nusa Tenggara Barat. Gambar 4 dan 5 adalah contoh kerusakan terumbu karang
akibat penggunaan bahan peledak dan bahan beracun.
Gambar 4. Kerusakan karang akibat penangkapan ikan dengan bahan peledak danbahan beracun, penggalian karang untuk batu kapur
Gambar 5. Pemutihan karang akibat bahan peledak dan bahan beracun, penggaliankarang untuk batu kapur
3.3. Akar Permasalahan
Perairan Pulau Rakit mengalami kerusakan terumbu karang akibat kegiatan
penggunaan bom untuk menangkap ikan karang. Kegiatan tersebut diperkirakan
terjadi telah cukup lama dan puncaknya pada sekitar tahun 1995. Pada tahun 2000
perusahaan eksportir perikanan dari Jakarta membuka usaha pembesaran ikan kerapu
di perairan Pulau Rakit. Adanya kerja sama yang baik antara pihak perusahaan
dengan nelayan, aktifitas penangkapan ikan menggunakan bom mulai berkurang.
Keadaan ini menyebabkan beberapa karang lunak terlihat mulai tumbuh disekitar
perairan Pulau Rakit. Dasar perairan Pulau Rakit terdiri atas pasir bercampur lumpur
karena di bagian barat terdapat mangrove yang masih bagus. Kondisi air agak keruh
sehingga kecerahan tidak mencapai dasar perairan. Pada lokasi terumbu karang yang
mengalami kerusakan karena bom tidak terlihat pertumbuhan karang lunak pada
kedalaman 7 meter, kedalaman 8-12 meter masih terlihat terumbu karang yang hidup
dan kedalaman lebih dari 12 meter merupakan daerah berpasir kasar bercampur
lumpur.
Kondisi reef flat di Pulau Ganteng cukup luas ± 1 km2. Pada bagian reef flat
terdapat padang lamun (seagrass) dan terumbu karang. Reef flat pada kedalaman 1-3
m merupakan daerah padang lamun (seagrass). Sedangkan terumbu karang pada
kedalaman 3 -15 meter, dengan luasan mencapai 200 m2. Perairan Pulau Ganteng
terlindung oleh beberapa pulau yang ada di sekitarnya (Pulau Dompu dan Pulau
Taikabo) sehingga kondisi perairannya agak tenang dan jernih. Pulau Ganteng
merupakan pulau yang paling kecil di bandingkan dari beberapa pulau disekitarnya
dan tidak berpenghuni. Merupakan daerah aktivitas penangkapan ikan nelayan, baik
memancing, menjaring dan memasang bubu.
IV. STRATEGI PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
Suatu pengelolaan yang baik adalah yang memikirkan generasi mendatang
untuk dapat juga menikmati sumberdaya yang sekarang ada. Seperti halnya yang
dijelaskan oleh Supriharyono (2007) bahwa konservasi sumberdaya hayati laut
merupakan salah satu upaya implementasi pengelolaan ekosistem sumberdaya laut
dari kerusakan akibat aktifitas manusia.
Dalam upaya pengelolaan terumbu karang harus mempertimbangkan hal
sebagai berikut : Pertama, melestarikan, melindungi, mengembangkan, memperbaiki
dan meningkatkan kondisi atau kualitas terumbu karang dan sumberdaya yang
terkandung di didalamnya bagi kepentingan seluruh lapisan masyarakat serta
memikirkan generasi mendatang. Kedua, mendorong dan membantu pemerintah
daerah untuk menyusun dan melaksanakan program-program pengelolaan sesuai
denga karakteristik wilayah dan masyarakat setempat serta memenuhi standar yang
ditetapkan secara nasional berdasarka pertimbangan-pertimbangan daerah yang
menjaga antara upaya ekploitasi dan upaya pelestarian lingkungan. Ketiga,
mendorong kesadaran, partisipasi dan kerjasama/kemitraan dari masyarakat,
pemerintah daerah, antar daerah dan antar instansi dalam perencanaan dan
pelaksanaan pengelolaan terumbu karang.
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka dalam pengelolaan terumbu
karang diperlukan strategi sebagai berikut :
1. Memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung bergantung pada
pengelolaan terumbu karang :
Mengembangkan mata pencaharian alternatif yang bersifat berkelanjutan bagi
masyarakat pesisir.
Meningkatkan penyuluhan dan menumbuh-kembangkan keadaan masyarakat
akan tanggung jawab dalam pengelolaan sumberdaya terumbu karang dan
ekosistemnya melalui bimbingan, pendidikan dan penyuluhan tentang
ekosistem terumbu karang.
Memberikan hak dan kepastian hukum untuk mengelola terumbu karang bagi
mereka yang memiliki kemampuan.
2 Mengurangi laku degradasi kondisi terumbu karang yang ada saat ini :
Mengidentifikasi dan mencegah penyebab kerusakan terumbu karang secara
dini.
Mengembangkan program penyuluhan konservasi terumbu karang dan
mengembangkan berbagai alternatif mata pencaharian bagi masyarakat lokal
yang memanfatakannya.
Meningkatkan efektifitas penegakan hokum terhadap berbagai kegiatan yang
dilarang oleh hukum seperti pemboman dan penangkapan ikan dengan potas.
3. Mengelola terumbu karang berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi,
pemanfaatan dan status hukumnya :
Mengidentifikasi potensi terumbu karang dan pemanfaatannya.
Menjaga keseimbangan antara pemanfaatan ekonomi dan pelestarian
lingkungan.
V. KESIMPULAN
Kondisi terumbu karang Pulau Ganteng tidak berbeda dengan Pulau Rakit,
akibat kegiatan penangkapan ikan menggunakan bom. Kerusakan terumbu karang
ditemukan pada kedalaman 5 meter. Pada kedalaman 8-10 meter masih terdapat
beberapa terumbu karang. Hasil LIT (Transek garis) pada kedalaman 10 meter
didapatkan kondisi terumbu karang hidup pada kategori karang rusak dengan nilai
rata-rata selama pengamatan < 30 %. Kerusakan terumbu karang pada perairan yang
dangkal yaitu pada kedalaman kurang dari 15 meter. Kerusakan terumbu karang
tersebut akibat dari kegiatan penangkapan ikan dengan cara-cara yang merusak.
Akar permasalahan dalam pengelolaan terumbu karang meliputi, inkonsistensi
dalam implementasi kebijakan yang diambil, metode pengelolaan yang kurang
memadai, instrumen penegakan hukum yang belum memadai, kurangnya kesadaran,
pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap nilai ekonomis dan arti strategis
terumbu karang serta sulitnya mencari alternatif mata pencaharian di luar laut yang
sesuai dan diminati oleh masyarakat.
Strategi pengelolaan terumbu karang berdasarkan permasalahan yang
ditemukan di lokasi secara garis besar adalah sebagai berikut :
1. Memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung bergantung pada
pengelolaan terumbu karang.
2. Mengurangi laku degradasi kondisi terumbu karang yang ada saat ini.
3. Mengelola terumbu karang berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi,
pemanfaatan dan status hukumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginditng, M.J. Sitepu, 2004. Pengelolaan SumberdayaWilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramitra.Jakarta.198 ; 199 p.
Dutton, I.M., D.G. Bengen and J.J. Tulungen. 2001. The challenges of coral reefmanagement in Indonesia. In : Wolanski, E. (Ed). Oceanographicrocesses of coral reefs : Physical and biological links in the GreatBarrier Reef. CRC Press LLc, Boca Raton, Florida.
English S., C. Wilkinson, dan V. Baker. 1997. Survey Manual For Tropiocal MarineResource (2 nd Edition). Australian Institute of Marine Science. Australia.X = 390 hal.
Hartati, S.T., Awalludin, Siti, N. 2004. Identifikasi Habitat dan Pemacuan StokSumberdaya Perairan Karang di Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat.Laporan Akhir Kegiatan. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Badan RisetKelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. (tidakdipublikasikan)
Nontji, Anugerah. 2002. Coral reefs of Indonesia. Past, presnt, and future. Prossidigloka Karya Pengelolaa dan Ilmu Pengetahuan Terumbu KarangIndonesia. Program Rehabilitasi Pengelolaan Terumbu Karang. LIPI.Jakarta.
Nontji, Anugerah. 2007. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta. Hal. 115.
Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia.Jakarta. 325-363 pp.
Supriharyono, 2007. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati Di Wilayah Pesisisrdan Laut Tropis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Hal. 96 ; 245.
UNEP. 1993. Monitoring Coral Reef For Global change. United Nation EnvironmentProgramme. Monaco
oooOooo