Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya (Studi Kasus : Pulau...

15
KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG SERTA STRATEGI PENGELOLAANNYA (Studi Kasus : Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di Perairan Teluk Saleh, NTB) Mujiyanto * ) ABSTRAK Penelitian dilakukan di perairan Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di perairan Teluk Saleh Nusa Tenggara Barat pada tahun 2005 dengan waktu pelaksanaan pada bulan Mei dan Oktber 2005. Berdasarkan informasi dari nelayan, terumbu karang di perairan Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat (NTB) sudah mengalami banyak kerusakan, terutama pada perairan yang dangkal yaitu pada kedalaman kurang dari 15 meter. Pengamatan dan perhitungan persentase penutupan karang dilakukan dengan menggunakan metode Line Intercef Transect (LIT). Kerusakan terumbu karang tersebut akibat dari kegiatan penangkapan ikan dengan cara-cara penangkapan yang tidak ramah lingkungan. Kondisi terumbu karang hidup pada kategori sedang, penutupan karang dalam kategori karang rusak. Adapun Strategi pengelolaan terumbu karang berdasarkan permasalah yang ditemukan di lokasi, secara garis besarnya adalah dengan memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung bergantung pada pengelolaan terumbu karang, mengurangi laju degradasi kondisi terumbu karang yang ada pada saat ini serta mengelola terumbu karang berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi, pemanfaatan dan status hukumnya. Kata kunci : Ekosistem, Terumbu Karang, Teluk Saleh, NTB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem yang khas terdapat di daerah tropis (Nontji, 2007). Ekosistem ini mempunyai produktivitas organik yang * ) Peneliti, BP2KSI e-mail : [email protected] ; Hp : 0813 1630 3052 Sumber data : Laporan tahunan/akhir kegiatan riset “Rehabilit asi habitat dan pemacuan stok sumberdaya perairan karang, di Teluk Saleh, NTB”. Tahun Anggaran 2005 Instansi : Loka Riset Pemacuan Stok Ikan, PRPT, BRKP-DKP Jl. Cilalawi No. 01 Jatiluhur Purwakarta JABAR Penyuntingan: Mujiyanto, 2015. Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya (Studi Kasus : Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di Perairan Teluk Saleh, NTB). Diakses di …… pada tanggal ……

description

Penelitian dilakukan di perairan Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di perairan Teluk Saleh Nusa Tenggara Barat pada tahun 2005 dengan waktu pelaksanaan pada bulan Mei dan Oktber 2005. Berdasarkan informasi dari nelayan, terumbu karang di perairan Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat (NTB) sudah mengalami banyak kerusakan, terutama pada perairan yang dangkal yaitu pada kedalaman kurang dari 15 meter. Pengamatan dan perhitungan persentase penutupan karang dilakukan dengan menggunakan metode Line Intercef Transect (LIT). Kerusakan terumbu karang tersebut akibat dari kegiatan penangkapan ikan dengan cara-cara penangkapan yang tidak ramah lingkungan. Kondisi terumbu karang hidup pada kategori sedang, penutupan karang dalam kategori karang rusak. Adapun Strategi pengelolaan terumbu karang berdasarkan permasalah yang ditemukan di lokasi, secara garis besarnya adalah dengan memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung bergantung pada pengelolaan terumbu karang, mengurangi laju degradasi kondisi terumbu karang yang ada pada saat ini serta mengelola terumbu karang berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi, pemanfaatan dan status hukumnya.

Transcript of Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya (Studi Kasus : Pulau...

Page 1: Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya (Studi Kasus : Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di Perairan Teluk Saleh, NTB)

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANGSERTA STRATEGI PENGELOLAANNYA

(Studi Kasus : Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di Perairan Teluk Saleh, NTB)

Mujiyanto*)

ABSTRAK

Penelitian dilakukan di perairan Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di perairanTeluk Saleh Nusa Tenggara Barat pada tahun 2005 dengan waktu pelaksanaan padabulan Mei dan Oktber 2005. Berdasarkan informasi dari nelayan, terumbu karang diperairan Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat (NTB) sudah mengalami banyakkerusakan, terutama pada perairan yang dangkal yaitu pada kedalaman kurang dari15 meter. Pengamatan dan perhitungan persentase penutupan karang dilakukandengan menggunakan metode Line Intercef Transect (LIT). Kerusakan terumbukarang tersebut akibat dari kegiatan penangkapan ikan dengan cara-carapenangkapan yang tidak ramah lingkungan. Kondisi terumbu karang hidup padakategori sedang, penutupan karang dalam kategori karang rusak. Adapun Strategipengelolaan terumbu karang berdasarkan permasalah yang ditemukan di lokasi,secara garis besarnya adalah dengan memberdayakan masyarakat pesisir yangsecara langsung bergantung pada pengelolaan terumbu karang, mengurangi lajudegradasi kondisi terumbu karang yang ada pada saat ini serta mengelola terumbukarang berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi, pemanfaatan dan statushukumnya.

Kata kunci : Ekosistem, Terumbu Karang, Teluk Saleh, NTB

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem yang khas terdapat di

daerah tropis (Nontji, 2007). Ekosistem ini mempunyai produktivitas organik yang

*) Peneliti, BP2KSI e-mail : [email protected] ; Hp : 0813 1630 3052Sumber data : Laporan tahunan/akhir kegiatan riset “Rehabilitasi habitat dan pemacuan stok

sumberdaya perairan karang, di Teluk Saleh, NTB”. Tahun Anggaran 2005Instansi : Loka Riset Pemacuan Stok Ikan, PRPT, BRKP-DKP

Jl. Cilalawi No. 01 Jatiluhur Purwakarta JABARPenyuntingan:Mujiyanto, 2015. Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya (Studi Kasus :

Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di Perairan Teluk Saleh, NTB). Diakses di …… padatanggal ……

Page 2: Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya (Studi Kasus : Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di Perairan Teluk Saleh, NTB)

sangat tinggi. Supriharyono (2007) menjelaskan bahwa terumbu karang juga

merupakan kumpulan masyarakat (binatang) karang (reef corals), dan hidup di dasar

perairan, yang berupa batuan kapur (CaCO3), dan mempunyai kemampuan yang

cukup kuat untuk menahan gaya gelombang laut. Ekosistem ini mempunyai

produktifitas organik yang sangat tinggi. Demikian pula keanekaragaman biota yang

ada di dalamnya. Sebagai salah satu habitat vital perairan, terumbu karang dapat

menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi yang penting seperti

berbagai jenis ikan, udang karang, alga, teripang, kerang mutiara dan sebagainya.

Sebagai negara kepulauan di dunia, Indonesia mempunyai terumbu karang

seluas ± 85.700 km2 atau 14 % dari total luasan terumbu karang dunia (Nontji, 2002).

Keberadaan ekosistem terumbu karang, sangat mendukung kegiatan industri

perikanan dan kehidupan nelayan setempat jika habitatnya dapat berfungsi secara

optimal. Terumbu karang mempunyai fungsi yang sangat penting sebagai tempat

memijah, mencari makan, daerah asuhan bagi biota laut dan sebagai sumber plasma

nutfah. Terumbu karang juga merupakan bahan baku substansi bioaktif yang berguna

dalam farmasi dan kedokteran. Selain itu terumbu karang mempunyai fungsi yang

tidak kalah pentingnya yaitu sebagai pelindung pantai dari degradasi dan abrasi.

Berdasarkan informasi dari nelayan, terumbu karang di perairan Teluk Saleh

sudah mengalami banyak kerusakan, terutama pada perairan yang dangkal yaitu pada

kedalaman kurang dari 15 meter. Kerusakan terumbu karang tersebut akibat dari

kegiatan penangkapan ikan dengan cara-cara yang tidak ramah lingkungan. Kondisi

terumbu karang di perairan pantai barat Teluk Saleh - Kabupaten Sumbawa Besar,

prosentase penutupan karang mati (dead coral) mencapai kisaran 48,24% - 66,37%

(Sumber informasi : Marasabessy, MD dan Abdul, H., 2001). Berdasarkan kriteria

penggolongan terumbu karang, kondisi ini dalam kategori rusak (Soekarno, et al.

1983) serta ditunjukkan oleh hasil penelitian Hartati et al., (2004) yang menyatakan

bahwa penutupan karang hidup di beberapa wilayah perairan Teluk Saleh berkisar

antara 10 - 52 %.

Dengan bertambahnya nilai ekonomi maupun kebutuhan masyarakat akan

sumberdaya yang ada di daerah sekitar terumbu karang (ikan, udang lobster, tripang

dan lain-lain), hal tersebut dapat mendorong masyarakat untuk memanfaatkan potensi

secara berlebih. Sehingga menyebabkan adanya tekanan ekologis terhadap ekosistem

Page 3: Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya (Studi Kasus : Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di Perairan Teluk Saleh, NTB)

terumbu karang semakin meningkat. Atas dasar hal tersebut di atas, perlu dilakukan

studi kondisi ekosistem terumbu karang serta strategi pengelolaannya, khususnya di

wilayah perairan Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat.

1.2. Perumusan Masalah

Terumbu karang yang tumbuh dan hidup sangat baik di perairan dangkal

(kurang lebih 20 meter) ternyata telah dimanfaatkan secara berlebihan. Sama halnya

pada ekosistem mangrove dan lamun, meningkatnya kegiatan manusia dalam

pemanfaatan ekosistem terumbu karang juga memberikan dampak yang besar

terhadap kerusakan ekosistem ini (Dutton et al., 2001).

Pertambahan penduduk yang menghuni daerah pesisir, rendahnya tingkat

pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya fungsi terumbu karang, ditambah lagi

tidak mudahnya mencari alternatif pekerjaan menambah tekanan terhadap terumbu

karang yang semakin tinggi dan kompleks. Cara pemanfaatan yang tradisionalpun,

misalnya pemakaian alat tangkap bubu di beberapa tempat karena dipakai dalam

jumlah yang banyak telah menyebabkan kerusakan terumbu karang dalam skala yang

relatif luas.

Rusaknya terumbu karang dapat mengakibatkan terganggunya fungsi-fungsi

ekologis terumbu karang yang sangat penting, yaitu : (1) hilangnya habitat tempat

memijah, berkembangnya larva (nursery), mencari makan bagi banyak biota laut yang

sebagian besar mempunyai nilai ekonomis tinggi dan (2) hilangnya pelindung pulau

dari dampak kenaikan permukaan laut. Jika tidak ada karang batu yang menghasilkan

sedimen kapur, maka fungsi terumbu karang sebagai pemecah ombak akan berkurang

karena semakin dalamnya air sehingga abrasi pantai akan secara perlahan semakin

intensif.

Pemanfaatan sumberdaya alam tanpa adanya perencanaan yang matang akan

dapat mengancam kelestarian ekosistem sumberdaya yang selanjutnya akan

berpengaruh terhadap ketersediaan sumberdaya hayati laut yang dapat dimanfaatkan

oleh manusia. Sehingga pola pengarturan terhadap upaya pemanfaatan potensi

sumberdaya karang mutlak harus dilakukan dengan memperhatikan asas

berkelanjutan.

Page 4: Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya (Studi Kasus : Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di Perairan Teluk Saleh, NTB)

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk :

1) Mengetahui kondisi terumbu karang di Teluk Saleh Nusa Tenggara.

2) Mengetahui penyebab kerusakan yang terjadi di ekosistem terumbu karang.

3) Membuat strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang yang lestari dan

berkelanjutan.

II. METODOLOGI

Penelitian dilakukan di perairan Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di perairan

Teluk Saleh Nusa Tenggara Barat pada tahun 2005 dengan waktu pelaksanaan pada

bulan Mei dan Oktber 2005 (Gambar 1).

Gambar 1. Lokasi penelitian di perairan Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat

115o

BT

10o

LS

5o

LS

120o

BT

Pulau Ganteng Pulau Rakit

Page 5: Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya (Studi Kasus : Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di Perairan Teluk Saleh, NTB)

Pengamatan dan perhitungan persentase penutupan karang dilakukan dengan

menggunakan metode Line Intercef Transect (LIT) mengikuti English et al., (1997)

yaitu dengan menghitung panjang penutupan jenis terumbu karang yang terlewati

jalur transek. Analisis data yang dilakukan untuk mencari persentase penutupan

terumbu karang menggunakan rumus menurut UNEP (1993), yaitu :

%100)(% xjalurpanjangTotal

kespesiesjenispentupanPanjangCPenutupan i

Menurut UNEP (1993) yang menyatakan bahwa persentase penutupan

terumbu karang dapat dibagi menjadi lima kategori, yaitu :

1) Persentase tutupan karang berkisar antara : 1% – 10% (sangat rusak)

2) Persentase tutupan karang berkisar antara : 11% – 30 % (rusak)

3) Persentase tutupan karang berkisar antara : 31% – 50 % (sedang)

4) Persentase tutupan karang berkisar antara : 51% – 75 % (baik)

5) Persentase tutupan karang berkisar antara : 76%–100 % (sangat baik)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Kondisi Penutupan Terumbu Karang di Teluk Saleh

Ekosistem terumbu karang suatu perairan mempunyai 3 tipe, yaitu terumbu

karang tepi (fringing reef), penghalang (barrier reef) dan Atol

(bentuk cincin). Terumbu karang di perairan Teluk Saleh termasuk dalam tipe

terumbu karang tepi atau pantai. Terumbu karang ini terdapat disepanjang pantai dan

mencapai kedalaman tidak lebih dari 40 m. Pertumbuhan karang yang baik terdapat di

daerah yang menerima pukulan ombak.

Analisis data kondisi pertumbuhan terumbu karang dilakukan berdasarkan

ketentuan nilai persen cover yang diterbitkan oleh UNEP (1993). Pada pengamatan

ini kondisi terumbu karang terbagi atas persentase (%) karang hidup (live coral),

karang mati (dead coral) dan karang lunak (soft coral). Pada karang hidup terbagi

atas 2 kategori yaitu Acropora dan Non Acropora. Persentase tutupan terumbu karang

sering dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu biotik yang terbagi atas karang

hidup (live coral) dan serta karang mati (dead coral) sebagai abiotik.

Page 6: Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya (Studi Kasus : Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di Perairan Teluk Saleh, NTB)

3.1.1. Perairan Pulau Rakit

Data LIT (transek garis) yang dilakukan pada bulan Mei 2005 di Pulau Rakit

kondisi penutupan karang hidup adalah 27.79 % atau dalam kategori rusak. Kondisi

karang hidup (live coral) yang umumnya diperairan ini terdiri dari non Acropora,

Acropora masif (CM) dan Coral branching (CB). Jenis Algae terdiri dari macro

algae, Corallinae dan Algae assemblage yang menempel pada karang mati dan subsrat

pasir. Kelompok fauna lain yang ditemukan yaitu jenis bintang laut dan bulu babi.

Dari kelompok abiotik yang paling banyak ditemukan adalah pasir (Sand) dan

patahan (Rubble). Karang yang tumbuh umumnya dari marga Porites, Goniopora,

Euphyllia dan Favites. Menurut Nybakken, (1988) jenis Porites sp merupakan karang

yang kuat mampu bertahan hidup dalam kondisi yang sangat ektsrim dibandingkan

pada jenis Acropora atau yang berbentuk cabang.

Pengamatan kondisi karang alami pada bulan Oktober penutupan karang

hidup 16.25 %, dalam kategori yang sama dengan pengamatan bulan Mei (rusak).

Titik pengambilan data karang pada bulan Mei dan Oktober tidak tepat sama.

Pembandingan hasil data terumbu karang yang didapat bulan Mei 2005 dan Oktober

2005 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kondisi terumbu karang bulan Mei dan Oktober 2005 di Pulau Rakit.

Bulan Posisi Kategori Jenis Karang

Mei 08o 37’ 41.4” LS118o 00’ 07.1” BT

Tutupan karang hidup Non Acropora27,79%,

Algae 19,37%, other fauna 1%. Kategori karang rusak

CM (Porites lutea,Coeloseris mayeri)CB (Palauastrea ramose)

Oktober 08o 37’ 41.4” LS118o 00’ 07.1” BT

Tutupan karang hidup Non-Acropora16,25 %

Algae (67.50%), Other fauna (0,50%) dan Abiotic (15.75 %). Kategori karang rusak.

CM (Porites lobata,Favites chinensi)CB ( (Porites nigresen,Porites rus)

Keterangan :CM : Coral Massive (Jenis karang Non-Acropora berbentuk bulat)CB : Coral Branching (Jenis karang Non-Acropora berbentuk cabang)

Kondisi visual perairan Pulau Rakit disajikan pada Gambar 2. Hasil LIT

(transek garis) bulan Mei dan Oktober 2005 disajikan pada Tabel 2.

Page 7: Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya (Studi Kasus : Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di Perairan Teluk Saleh, NTB)

Gambar 2. Perairan Pulau Rakit, Teluk Saleh, NTB

Tabel 2. Persentase tutupan karang data LIT di perairan Pulau Rakit pada bulan Meidan Oktober 2005

LIFEFORM Code NBRNBR

Occurrence

Percent. coverPulau Rakit

Mei OktoberHard Corals (Acropora) Branching ACB 0.00 0.00

Tabulate ACT 0.00 0.00Encrusting ACE 0.00 0.00Submassive ACS 0.00 0.00

0.00% 0.00 %Hard Coral (Non-Acropora) Branchi CB 12.17 3.75

Tabulate CT 15.30 3.00Encrusting CE 0.00 0.00Submassive CS 0.00 8.75Foliose CF 0.00 0.25Mushroom CMR 0.32 0.50Millepora CME 0.00 0.00Heliopora CHL 0.00 0.00

27.79 % 16,25 %Dead Scleractinia Dead Coral DC 0.00 0.00

(With Algal Covering) DCA 0.00 0.000.00 % 0.00 %

Algae Macro MA 0.00 62.00Turf TA 0.50 5.50Coralline CA 8.00 0.00Halimedae HA 10.87 0.00Algal Assemblage AA 0.00 0.00

19.37% 67.50 %Other Fauna Soft Corals SC 0.00 0.00

Sponge SP 0.67 0.50Zoanthids ZO 0.00 0.00Other OT 0.33 0.00

1.00 % 0.50 %Abiotic Sand S 51.83 13.00

Rubble R 0.00 2.00Silt SI 0.00 0.75Water WA 0.00 0.00

Rock RCK 0.00 0.00

51.83 % 15.75 %

Page 8: Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya (Studi Kasus : Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di Perairan Teluk Saleh, NTB)

3.1.2. Pulau Ganteng

Pada bulan Mei dan Oktober 2005 dilakukan pengamatan terumbu karang

pada titik stasiun yang tidak tepat sama dengan pengamatan bulan Mei diperoleh

penutupan karang hidup 18 % atau kategori rusak. Data LIT (Transek garis) disajikan

pada Tabel 3.

Tabel 3. Data terumbu karang bulan Mei 2005 dan Oktober 2005 di Pulau Ganteng,Sumbawa Besar NTB.

Bulan Posisi Kategori Jenis Karang

Mei 08o 36’ 03.7” LS117o 50’ 21.7” BT

Tutupan karang hidup NonAcropora 38,26%,

Dead Scleractinia 9,17%, Algae 14,20%, Other fauna 6,17%, Abiotic 20,53% Kategori karang rusak

CM (Porites lutea, Faviteschinensi)CB (Palauastrea ramose,Montipora digitata)

Oktober 08o 36’ 03.7” LS117o 50’ 21.7” BT

Tutupan karang hidup 18.38 %(Hard coral (non-Acropora),

Karang mati 81.62% (Dead scleractina 0.75%), Algae (50.88%), Other fauna (0.25%) dan Abiotic (29.50%)). Kategori karang rusak

CM (Porites lutea, Pavona sp)CB (Porites nigresen,)CF (Montipora foliossa)

Keterangan :CM : Coral Massive (Jenis karang Non-Acropora berbentuk bulat)CB : Coral Branching (Jenis karang Non-Acropora berbentuk cabang)

Kondisi visual Perairan Pulau Ganteng dapat dilihat pada Gambar 3. dan hasil

LIT disajikan pada Tabel 4.

Gambar 3. Perairan Pulau Ganteng

Page 9: Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya (Studi Kasus : Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di Perairan Teluk Saleh, NTB)

Tabel 4. Persentase tutupan karang data (LIT) pada Pulau Ganteng pada bulan Meidan Oktober 2005

LIFEFORM Code NBR NBROccurrence

Percent. CoverPulau Ganteng

Mei OktoberHard Corals (Acropora) Branching ACB 0.00 0.00

Tabulate ACT 0.00 0.00Encrusting ACE 0.00 0.00Submassive ACS 0.00 0.00

0.00 % 0.00 %Hard Coral (Non-Acropora) Branching CB 13.63 17.13

Tabulate CT 3.88 21.13Encrusting CE 0.00 0.00Submassive CS 0.25 0.00Foliose CF 0.38 0.00Mushroom CMR 0.25 0.00Millepora CME 0.00 0.00Heliopora CHL 0.00 0.00

18,38 % 38,26 %Dead Scleractinia Dead Coral DC 0.00 0.00

(With Algal Covering) DCA 0.75 9.170.75 % 9.17 %

Algae Macro MA 7.88 14.20Turf TA 43.00 0.00Coralline CA 0.00 0.00Halimedae HA 0.00 0.00Algal Assemblage AA 0.00 0.00

50.88 % 14.20 %Other Fauna Soft Corals SC 0.00 0.00

Sponge SP 0.50 2.170.25 % 6.17 %

Abiotic Sand S 19.63 20.53Rubble R 9.50 11.67Silt SI 0.38 0.00Water WA 0.00 0.00Rock RCK 0.00 0.00

29.50 % 32.20 %

3.2. Penyebab Kerusakan Terumbu Karang

Kerusakan terumbu karang di daerah ini disebabkan oleh dua hal yaitu proses

secara alami dan adanya kegiatan manusia. Kerusakan yang disebabkan dari proses

alami adalah adanya blooming predator bintang laut dan mahkota berduri. Sedangkan

penyebab kerusakan terumbu karang yang kedua adalah diakibatkan oleh adanya

kegiatan manusia yang secara langsung maupu tidak langsung merusak terumbu

karang, seperti penangkapan ikan dengan bahan peledak dan bahan beracun,

penggalian karang untuk batu kapur dan adanya kegiatan wisata pantai.

Page 10: Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya (Studi Kasus : Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di Perairan Teluk Saleh, NTB)

Menurut Berwick (1983) dalam Dahuri (2004) bahwa kerusakan terumbu

karang dan dampak potensialnya akibat kegiatan manusia yang disajikan pada tabel 5.

Tabel 5. Beberapa dampak kegiatan manusia terhadap ekosistem terumbu karang.

Kegiatan Dampak Potensial

a. Penambangan karang denganatau tanpa menggunakan bahanpeledak

Perusakan habitat, bila menggunakan bahan peledak dapatmenimbulkan kematian massal hewan terumbu karang.

b. Pembuangan limbah panas Meningkatkan suhu air 5-10 0C diatas suhu ambien air, dapatmematikan karang dan hewan lainnya serta tumbuhan yangberasosiasi dengan terumbu karang.

c. Penggundulan hutan di lahanatas (upland)

Sedimen hasil erosi yang berlebihan dapat mencapai terumbukarang yang letaknya sekitar muara sungai pengangkutsedimen, dengan akibat meningkatnya kekeruhan air sehinggamenghambat fungsi zoonthantellae yang selanjutnyamenghambat petumbuhan terumbu karang.Sedimen yang berlebihan dapat menyelimuti polip-polipdengan sedimen yang dapat mematikan karang, karenaoksigen terlarut dalam air tidak dapat berdifusi masuk kepolip.Karang di terumbu karang yang lokasinya berdekatan dengandaerah banjir, akan dapat mengalami kematian karenasedimentasi yang berlebihan dan penurunan salinitas.

d. Pengerukan di sekitar terumbukarang

Arus dapat mengangkut sedimen yang teraduk ke terumbukarang dan meningkatkan kekeruhan air.

e. Kepariwisataan Peningkatan suhu air karena pencemaran panas olehpembuangan air pendingin pembangkit listrik hotel.Pencemaran oleh limbah manusia dari hotel karena limbah initidak mengalami pengolahan yang memadai sebelum dibuangkeperairan lokasi terumbu karang, dengan akibat terjadinyaeutrofikasi yang selanjutnya mengakibatkan tumbuh suburnya(blooming) fitoplankton yang meningkatkan kekeruhan airdan kemudian menghambat pertumbuhan karang karenaterhambatnya fungsi zooxnthellae,selain dari itu keruhnya airakan mengurangi nilai estetis perairan terumbu karang.Kerusakan fisik terumbu karang batu oleh jangkar kapal.Koleksi terumbu karang yang masih hidup dan hewan-hewanlain oleh para turis, dapat mengurangi keanekaragamanhewani ekosistem terumbu karang.Rusaknya terumbu karang yang disebabkan oleh penyelam.

f. Penangkapan ikan hias denganmenggunakan Kalium Sianida(KCN)

Pengkapan ikan hias dengan menggunakan kalium sianidabukan saja membuat ikan pingsan, tetapi akan membunuhkarang dan avertebrata lainnya di sekitar lokasi, karenahewan-hewan ini jauh lebih peka terhadap kalium sianida.Penangkapan ikan konsumsi dengan bahan peledak bukansaja mematikan ikan tanpa diskriminasi, tetapi juga koral danavertebrata tak bercangkang seperti anemon alut.

Gejala penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dan bahan

beracun semakin meningkat pada lima tahun terakhir yang disebabkan oleh kesalahan

persepsi dalam reformasi dan juga lemahnya penegakan hukum yang ada Teluk Saleh

Page 11: Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya (Studi Kasus : Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di Perairan Teluk Saleh, NTB)

Nusa Tenggara Barat. Gambar 4 dan 5 adalah contoh kerusakan terumbu karang

akibat penggunaan bahan peledak dan bahan beracun.

Gambar 4. Kerusakan karang akibat penangkapan ikan dengan bahan peledak danbahan beracun, penggalian karang untuk batu kapur

Gambar 5. Pemutihan karang akibat bahan peledak dan bahan beracun, penggaliankarang untuk batu kapur

3.3. Akar Permasalahan

Perairan Pulau Rakit mengalami kerusakan terumbu karang akibat kegiatan

penggunaan bom untuk menangkap ikan karang. Kegiatan tersebut diperkirakan

terjadi telah cukup lama dan puncaknya pada sekitar tahun 1995. Pada tahun 2000

perusahaan eksportir perikanan dari Jakarta membuka usaha pembesaran ikan kerapu

di perairan Pulau Rakit. Adanya kerja sama yang baik antara pihak perusahaan

dengan nelayan, aktifitas penangkapan ikan menggunakan bom mulai berkurang.

Keadaan ini menyebabkan beberapa karang lunak terlihat mulai tumbuh disekitar

perairan Pulau Rakit. Dasar perairan Pulau Rakit terdiri atas pasir bercampur lumpur

karena di bagian barat terdapat mangrove yang masih bagus. Kondisi air agak keruh

sehingga kecerahan tidak mencapai dasar perairan. Pada lokasi terumbu karang yang

mengalami kerusakan karena bom tidak terlihat pertumbuhan karang lunak pada

Page 12: Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya (Studi Kasus : Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di Perairan Teluk Saleh, NTB)

kedalaman 7 meter, kedalaman 8-12 meter masih terlihat terumbu karang yang hidup

dan kedalaman lebih dari 12 meter merupakan daerah berpasir kasar bercampur

lumpur.

Kondisi reef flat di Pulau Ganteng cukup luas ± 1 km2. Pada bagian reef flat

terdapat padang lamun (seagrass) dan terumbu karang. Reef flat pada kedalaman 1-3

m merupakan daerah padang lamun (seagrass). Sedangkan terumbu karang pada

kedalaman 3 -15 meter, dengan luasan mencapai 200 m2. Perairan Pulau Ganteng

terlindung oleh beberapa pulau yang ada di sekitarnya (Pulau Dompu dan Pulau

Taikabo) sehingga kondisi perairannya agak tenang dan jernih. Pulau Ganteng

merupakan pulau yang paling kecil di bandingkan dari beberapa pulau disekitarnya

dan tidak berpenghuni. Merupakan daerah aktivitas penangkapan ikan nelayan, baik

memancing, menjaring dan memasang bubu.

IV. STRATEGI PENGELOLAAN TERUMBU KARANG

Suatu pengelolaan yang baik adalah yang memikirkan generasi mendatang

untuk dapat juga menikmati sumberdaya yang sekarang ada. Seperti halnya yang

dijelaskan oleh Supriharyono (2007) bahwa konservasi sumberdaya hayati laut

merupakan salah satu upaya implementasi pengelolaan ekosistem sumberdaya laut

dari kerusakan akibat aktifitas manusia.

Dalam upaya pengelolaan terumbu karang harus mempertimbangkan hal

sebagai berikut : Pertama, melestarikan, melindungi, mengembangkan, memperbaiki

dan meningkatkan kondisi atau kualitas terumbu karang dan sumberdaya yang

terkandung di didalamnya bagi kepentingan seluruh lapisan masyarakat serta

memikirkan generasi mendatang. Kedua, mendorong dan membantu pemerintah

daerah untuk menyusun dan melaksanakan program-program pengelolaan sesuai

denga karakteristik wilayah dan masyarakat setempat serta memenuhi standar yang

ditetapkan secara nasional berdasarka pertimbangan-pertimbangan daerah yang

menjaga antara upaya ekploitasi dan upaya pelestarian lingkungan. Ketiga,

mendorong kesadaran, partisipasi dan kerjasama/kemitraan dari masyarakat,

pemerintah daerah, antar daerah dan antar instansi dalam perencanaan dan

pelaksanaan pengelolaan terumbu karang.

Page 13: Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya (Studi Kasus : Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di Perairan Teluk Saleh, NTB)

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka dalam pengelolaan terumbu

karang diperlukan strategi sebagai berikut :

1. Memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung bergantung pada

pengelolaan terumbu karang :

Mengembangkan mata pencaharian alternatif yang bersifat berkelanjutan bagi

masyarakat pesisir.

Meningkatkan penyuluhan dan menumbuh-kembangkan keadaan masyarakat

akan tanggung jawab dalam pengelolaan sumberdaya terumbu karang dan

ekosistemnya melalui bimbingan, pendidikan dan penyuluhan tentang

ekosistem terumbu karang.

Memberikan hak dan kepastian hukum untuk mengelola terumbu karang bagi

mereka yang memiliki kemampuan.

2 Mengurangi laku degradasi kondisi terumbu karang yang ada saat ini :

Mengidentifikasi dan mencegah penyebab kerusakan terumbu karang secara

dini.

Mengembangkan program penyuluhan konservasi terumbu karang dan

mengembangkan berbagai alternatif mata pencaharian bagi masyarakat lokal

yang memanfatakannya.

Meningkatkan efektifitas penegakan hokum terhadap berbagai kegiatan yang

dilarang oleh hukum seperti pemboman dan penangkapan ikan dengan potas.

3. Mengelola terumbu karang berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi,

pemanfaatan dan status hukumnya :

Mengidentifikasi potensi terumbu karang dan pemanfaatannya.

Menjaga keseimbangan antara pemanfaatan ekonomi dan pelestarian

lingkungan.

V. KESIMPULAN

Kondisi terumbu karang Pulau Ganteng tidak berbeda dengan Pulau Rakit,

akibat kegiatan penangkapan ikan menggunakan bom. Kerusakan terumbu karang

ditemukan pada kedalaman 5 meter. Pada kedalaman 8-10 meter masih terdapat

beberapa terumbu karang. Hasil LIT (Transek garis) pada kedalaman 10 meter

didapatkan kondisi terumbu karang hidup pada kategori karang rusak dengan nilai

Page 14: Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya (Studi Kasus : Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di Perairan Teluk Saleh, NTB)

rata-rata selama pengamatan < 30 %. Kerusakan terumbu karang pada perairan yang

dangkal yaitu pada kedalaman kurang dari 15 meter. Kerusakan terumbu karang

tersebut akibat dari kegiatan penangkapan ikan dengan cara-cara yang merusak.

Akar permasalahan dalam pengelolaan terumbu karang meliputi, inkonsistensi

dalam implementasi kebijakan yang diambil, metode pengelolaan yang kurang

memadai, instrumen penegakan hukum yang belum memadai, kurangnya kesadaran,

pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap nilai ekonomis dan arti strategis

terumbu karang serta sulitnya mencari alternatif mata pencaharian di luar laut yang

sesuai dan diminati oleh masyarakat.

Strategi pengelolaan terumbu karang berdasarkan permasalahan yang

ditemukan di lokasi secara garis besar adalah sebagai berikut :

1. Memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung bergantung pada

pengelolaan terumbu karang.

2. Mengurangi laku degradasi kondisi terumbu karang yang ada saat ini.

3. Mengelola terumbu karang berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi,

pemanfaatan dan status hukumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginditng, M.J. Sitepu, 2004. Pengelolaan SumberdayaWilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramitra.Jakarta.198 ; 199 p.

Dutton, I.M., D.G. Bengen and J.J. Tulungen. 2001. The challenges of coral reefmanagement in Indonesia. In : Wolanski, E. (Ed). Oceanographicrocesses of coral reefs : Physical and biological links in the GreatBarrier Reef. CRC Press LLc, Boca Raton, Florida.

English S., C. Wilkinson, dan V. Baker. 1997. Survey Manual For Tropiocal MarineResource (2 nd Edition). Australian Institute of Marine Science. Australia.X = 390 hal.

Hartati, S.T., Awalludin, Siti, N. 2004. Identifikasi Habitat dan Pemacuan StokSumberdaya Perairan Karang di Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat.Laporan Akhir Kegiatan. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Badan RisetKelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. (tidakdipublikasikan)

Page 15: Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya (Studi Kasus : Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di Perairan Teluk Saleh, NTB)

Nontji, Anugerah. 2002. Coral reefs of Indonesia. Past, presnt, and future. Prossidigloka Karya Pengelolaa dan Ilmu Pengetahuan Terumbu KarangIndonesia. Program Rehabilitasi Pengelolaan Terumbu Karang. LIPI.Jakarta.

Nontji, Anugerah. 2007. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta. Hal. 115.

Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia.Jakarta. 325-363 pp.

Supriharyono, 2007. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati Di Wilayah Pesisisrdan Laut Tropis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Hal. 96 ; 245.

UNEP. 1993. Monitoring Coral Reef For Global change. United Nation EnvironmentProgramme. Monaco

oooOooo