Paper Seminar Pertambangan LPEM-KADIN.pdf

download Paper Seminar Pertambangan LPEM-KADIN.pdf

of 24

Transcript of Paper Seminar Pertambangan LPEM-KADIN.pdf

  • 7/27/2019 Paper Seminar Pertambangan LPEM-KADIN.pdf

    1/24

    Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan MasyarakatFakultas Ekonomi Universitas Indonesia Kamar Dagang dan Industri Indonesia

    Makalah Seminar

    TINJAUAN DAN MANFAAT EKONOMI

    INDUSTRI TAMBANG DI INDONESIA

    Oleh

    LPEM FEUI1

    I. Pendahuluan

    Lokasi Indonesia yang terletak pada 3 tumbukan (konvergensi) lempeng kerak bumi, yakni

    lempeng Benua Eurasia, lempeng Benua India-Australia dan lempeng Samudra Pasifik melahirkan

    suatu struktur geologi yang memiliki kekayaan potensi pertambangan yang telah diakui di dunia.

    Namun, potensi yang sangat tinggi ini masih belum tergali secara optimal. Disamping itu, tingkat

    investasi di sektor ini relatif rendah dan menunjukkan kecenderungan menurun akibat terhentinya

    kegiatan eksplorasi di berbagai kegiatan pertambangan. Menurut studi yang dilakukan Fraser Institute

    dalam Annual Survey of Mining Companies(December 2002), iklim investasi sektor pertambangan di

    Indonesia tidak cukup menggairahkan. Banyak kalangan menghawatirkan bahwa dengan kondisi

    seperti ini maka masa depan, industri ekstraktif khususnya pertambangan di Indonesia akan segera

    berakhir dalam waktu 5 sampai 10 tahun. Kondisi ini patut disayangkan karena industri ini memberikan

    sumbangan yang cukup besar bagi perekonomian nasional maupun daerah. Dampak ekonomi dari

    keberadaan industri pertambangan antar lain penciptaan output, penciptaan tenaga kerja,

    menghasilkan devisa dan memberikan kontribusi fiskal. Pada makalah ini akan dibahas mengenai

    gambaran kondisi pertambangan mineral, iklim investasi pertambangan, tinjauan manfaat ekonomi

    kegiatan pertambangan, permasalahan yang dihadapi industri pertambangan dan rekomendasi

    kebijakan.

    1 Tulisan ini merupakan kontribusi dari Uka Wikarya, Khoirunnurofiq, Syarif Syahrial, Teguh Dartanto, Nuzul Achjar, Yogi Vidyatama,Hera Susanti, M. Ikhsan, M. Chatib Basri, Ibrahim K.R.H., Tim Peneliti Proyek PT.Inco, Tim Peneliti Proyek PT.FI, Tim PenelitiProyek PT.KPC, Tim Road Map Pertambangan.

    Makalah Seminar Setengah HariTinjauan dan Manfaat Industri Tambang di Indonesia

    1

  • 7/27/2019 Paper Seminar Pertambangan LPEM-KADIN.pdf

    2/24

    Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan MasyarakatFakultas Ekonomi Universitas Indonesia Kamar Dagang dan Industri Indonesia

    II. Gambaran Iklim Pertambangan di Indonesia

    Indonesia berada di sabuk mineral ( Rim of Fire) dengan potensi mineral yang tinggi. Dan jika

    dibandingkan dengan negara lain di Asia, Indonesia memimpin dalam produksi tembaga, emas, perak,

    nikel, timah dan batu bara. Berdasarkan hasil Survey Pertambangan Indonesia yang dilakukan oleh

    PWC (Price Waterhouse Coopers) tahun 2002, diperoleh gambaran bahwa dalam kurun waktu 1997

    sampai 2001, secara umum produksi pertambangan Indonesia mengalami kenaikan, walaupun untuk

    beberapa mineral sempat mengalami penurunan, seperti emas pada tahun 2000 serta perak dan

    timah pada tahun 1999. Persentase produksi Indonesia terhadap produksi dunia juga meningkat untuk

    semua kelompok mineral kecuali untuk batubara yang mengalami penurunan sejak tahun 2000 (PWC,

    2002).

    Gambar 1. Indeks Produksi Pertambangan Mineral Nasional

    Sumber : PWC, 2002

    Potensi pertambangan belum tergali secara optimal yang terlihat dengan masih rendahnya

    peranan sektor pertambangan dalam PDB Indonesia. Rendahnya peranan sektor pertambangan saat

    ini diperparah dengan memburuknya tingkat investasi sektor pertambangan yang akan

    membahayakan keberlangsungan sektor pertambangan di masa depan. Tingkat produksi sektor pertambangan di Indonesia memiliki kecenderungan yang berbeda-beda tergantung jenis

    pertambangannya. ini, tidak ditemukan adanya investasi baru di sektor pertambangan baik untuk

    eksplorasi baru maupun perluasan usaha. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Price Waterhouse

    Cooper mensinyalir bahwa penurunan yang signifikan dalam investasi tersebut sebagian

    Makalah Seminar Setengah HariTinjauan dan Manfaat Industri Tambang di Indonesia

    2

  • 7/27/2019 Paper Seminar Pertambangan LPEM-KADIN.pdf

    3/24

    Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan MasyarakatFakultas Ekonomi Universitas Indonesia Kamar Dagang dan Industri Indonesia

    mencerminkan kekurangpercayaan investor karena berlanjutnya ketidakstabilan politik dan ekonomi di

    Indonesia serta ketidakpastian sekitar pemberlakuan undang-undang pertambangan yang baru,

    undang-undang kehutanan, dampak otonomi daerah dan bentuk serta isi kontrak pertambangan

    generasi berikutnya.

    Jika dibandingkan dengan tingkat investasi pertambangan di negara lain, akan terlihat bahwa

    investasi baru sektor pertambangan di Indonesia berada pada level bawah dibandingkan dengan

    negara lain yang memiliki potensi tambang yang sama . Fakta memperlihatkan bahwa tingkat investasi

    eksplorasi Indonesia relatif memiliki nilai yang rendah terutama jika dibandingkan dengan potensi yang

    dimilikinya. Nilai investasi Indonesia tersebut bahkan lebih rendah dari Afrika Selatan dan Namibia

    yang notabene memiliki potensi pertambangan yang lebih rendah dibandingkan dengan Indonesia.Sektor pertambangan Indonesia sendiri memiliki prospek pengembangan yang sangat besar pada

    masa yang akan datang terutama dikaitkan dengan potensi pertambangan yang ada.

    Gambar 2. Distribusi Investasi Baru Sektor Pertambangan Antar Negara di Dunia

    U S $ M i l l io n

    193

    176

    80 8076 74

    49

    40 40

    30

    1812 11 11 11 11 10 10 10 8

    0

    50

    100

    150

    200

    To ta l W or lw id e E x pe n di tu re

    is U S$1043 Million

    Sumber : Pricewaterhouse Cooper

    Potensi pertambangan Indonesia ini secara umum digambarkan oleh nilai Revealed

    Comparative Advantage (RCA) yang tinggi. Namun, hasil penelitian yang dilakukan oleh Fraser

    Institute memperlihatkan bahwa potensi yang sangat besar ini tidak didukung dengan efektivitas

    Makalah Seminar Setengah HariTinjauan dan Manfaat Industri Tambang di Indonesia

    3

  • 7/27/2019 Paper Seminar Pertambangan LPEM-KADIN.pdf

    4/24

    Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan MasyarakatFakultas Ekonomi Universitas Indonesia Kamar Dagang dan Industri Indonesia

    kebijakan pemerintah yang mendukung perkembangan sektor pertambangan di Indonesia. Hingga

    tahun 2002, terjadi kecenderungan peningkatan kegiatan produksi sektor pertambangan. Namun,

    pada tahun 2003, terjadi gejala yang mengkhawatirkan dengan terjadinya penurunan tingkat produksi

    beberapa bahan tambang seperti timah, emas dan tembaga serta beberapa bahan tambang yang

    relatif stagnan.

    Gambar 3. Potensi Mineral dan Potensi Kebijakan

    Mineral Potential vs Policy Potential

    Bolivia Ar ge nt in a

    MexicoPeru

    BrazilChile

    Columbia

    GhanaVenezuela

    Ecuador Philippines

    Zimbabwe

    Kazakhstan

    Russia ChinaIndonesia Papua New

    Guinea

    South Africa

    Au s tr alia

    0102030405060708090

    100

    0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

    Policy Potential

    M i n e r a

    l P o

    t e n

    t i a l

    Pemanfaatan dari kekayaan tambang itu sendiri masih sangat mungkin untuk ditingkatkan

    mengingat masih tingginya tingkat sumber daya dibandingkan dengan produksi yang telah dilakukan

    maupun studi kelayakan ( feasibility study) yang menghasilkan sumber cadangan baru. Bahkan

    beberapa jenis tambang masih dalam level sumber daya dan belum bisa menjadi cadangan (karena

    belum dilakukan studi kelayakan). Batubara adalah kasus yang sangat optimis dalam

    pengembangannya ke depan. Tingkat produksi batubara Indonesia hingga tahun 2002 baru mencapai

    567 juta ton, atau relatif sangat kecil dibandingkan dengan cadangan maupun sumber daya batubara

    yang ada di Indonesia.

    Jika dibandingkan dengan tingkat produksi dunia, beberapa bahan tambang Indonesia

    memperlihatkan proporsi ( share) yang cukup signifikan. Besarnya proporsi tersebut memperlihatkan

    kecenderungan terus meningkat hingga tahun 2002, kecuali emas yang mengalami penurunan

    proporsi produksi emas Indonesia terhadap produksi dunia. Proporsi produksi bahan tambang

    Makalah Seminar Setengah HariTinjauan dan Manfaat Industri Tambang di Indonesia

    4

  • 7/27/2019 Paper Seminar Pertambangan LPEM-KADIN.pdf

    5/24

    Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan MasyarakatFakultas Ekonomi Universitas Indonesia Kamar Dagang dan Industri Indonesia

    Indonesia terhadap produksi dunia menunjukkan gejala peningkatan pada periode 2000-2002

    terutama untuk batubara, tembaga dan timah. Timah merupakan bahan tambang yang relatif

    mendominasi dunia jika dibandingkan dengan produk pertambangan Indonesia lainnya, yaitu

    mencapai hampir 30% dari total produksi timah dunia disusul dengan tembaga yang mencapai lebih

    dari 20% dari produksi tembaga dunia.

    Meskipun Indonesia memiliki proporsi yang tinggi dalam kegiatan produksi pertambangan

    dibandingkan dengan produksi dunia, sektor pertambangan masih memiliki proporsi yang kecil dalam

    perekonomian Indonesia secara keseluruhan baik dari sisi nilai tambah terhadap Produk Domestik

    Bruto (PDB) serta terhadap ekspor nasional secara keseluruhan. Proporsi sektor pertambangan

    terhadap total PDB Indonesia pada tahun 2002 hanya mencapai lebih dari 2,5% dari total PDB.Proporsi ini relatif menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai lebih dari 3% dari

    total PDB secara keseluruhan. Dari sisi ekspor, sektor pertambangan hanya menyumbang lebih dari

    5% dari total ekspor nasional pada tahun 2002. Nilai ekspor pertambangan ini pun mengalami

    penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2001 dimana ekspor pertambangan Indonesia hampir

    mencapai 3% dari total ekspor nasional.

    Gambar 4. Indeks Produksi Pertambangan

    Mining Production Index

    0.00

    50.00

    100.00

    150.00

    200.00

    250.00

    300.00

    350.00

    400.00

    450.00

    1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003

    Tahun

    I n d e x

    Pertambangan Umum Timah Tembaga

    Nikel Bauksit Batubara

    Emas

    Sumber : Database LPEM-FEUI

    Makalah Seminar Setengah HariTinjauan dan Manfaat Industri Tambang di Indonesia

    5

  • 7/27/2019 Paper Seminar Pertambangan LPEM-KADIN.pdf

    6/24

    Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan MasyarakatFakultas Ekonomi Universitas Indonesia Kamar Dagang dan Industri Indonesia

    III. Permasalahan Investasi Pertambangan di Indonesia

    Lesunya investasi pada sektor pertambangan harusnya segera mendapatkan perhatian dari

    pemerintah Indonesia. Pemerintah harus mengambil tindakan-tindakan yang dianggap perlu untuk

    memberikan insentif yang besar pada kegiatan di sektor pertambangan. Sejak tahun 1997 investasi di

    sektor pertambangan belum lah pulih seperti pada periode sebelum krisis ekonomi melanda

    Indonesia. Jika kita lihat lebih jauh dari sisi komposisi investasi sektor pertambangan, tidak bisa

    dipungkiri bahwa sektor pertambangan masih sangat tergantung dari investor luar negeri mengingat

    besarnya entry cost di sektor tersebut karena sifatnya yang capital intensif .

    Dari sisi perkembangan komposisi investasi dari asing maupun domestik. Terlihat bahwa

    perbedaan komposisi itu semakin tahun semakin kecil. Hal ini dikarenakan karena adanya penurunan

    yang signifikan dari investasi asing, sedangkan investasi domestik lebih bersifat tetap ( stagnant).

    Melemahnya tingkat investasi ini khususnya investasi asing pada sektor pertambangan tidak terlepas

    dari kondisi kestabilan domestik, menyangkut keamanan serta kepastian usaha menjadi faktor utama

    dalam menentukan tingkat investasi asing di Indonesia. Selain koordinasi peraturan lintas sektoral,

    masalah kepastian hukum untuk bergerak dan melakukan kegiatan investasi pada sektor

    pertambangan Indonesia pun relatif tidak ada.

    Gambar 5. Trend Investasi Pertambangan Indonesia

    Makalah Seminar Setengah HariTinjauan dan Manfaat Industri Tambang di Indonesia

    6

  • 7/27/2019 Paper Seminar Pertambangan LPEM-KADIN.pdf

    7/24

    Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan MasyarakatFakultas Ekonomi Universitas Indonesia Kamar Dagang dan Industri Indonesia

    Bank Dunia sendiri, dalam laporannya tentang indeks kepercayaan investor menyebutkan

    bahwa Indonesia relatif memiliki tingkat kepercayaan dari investor yang rendah, bahkan lebih rendah

    dari Thailand dan Vietnam. Rendahnya tingkat kepercayaan investor ini mengakibatkan munculnya

    disinsentif yang sangat besar bagi investor untuk ikut serta dalam kegiatan investasi di Indonesia,

    termasuk investasi pada sektor pertambangan yang relatif memakan waktu yang lama serta risiko

    yang besar.

    Dari sisi iklim lingkungan bisnis, Bank Dunia sendiri mensinyalir bahwa Indonesia secara

    relatif memiliki indeks lingkungan bisnis yang relatif rendah dibandingkan dengan lingkungan bisnis

    secara regional maupun global. Lingkungan bisnis yang relatif buruk ini lah yang akan semakin

    mengkhawatirkan terhadap kegiatan investasi di Indonesia dimana tingkat aliran modal asing keIndonesia sendiri mengalami trend penurunan dalam beberapa tahun belakangan ini.

    Selain faktor lingkungan bisnis, yang tak kalah pentingnya adalah tentang kondisi persaingan

    usaha di Indonesia. Menurut data, Indonesia memiliki indeks persaingan usaha yang relatif buruk

    dibandingkan dengan negara lain seperti Vietnam, Brazil, maupun Thailand. Kinerja yang buruk ini

    tentunya akan mengurangi tingkat kepastian investor untuk melakukan tindakan investasi di Indonesia.

    Karenanya, peran pemerintah untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang kondusif menjadi

    mutlak untuk dilakukan.

    Selain faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya, faktor pengembangan institusi tidak

    kalah besarnya pengaruh terhadap pertumbuhan investasi pada sektor pertambangan. Salah satu

    pengembangan institusi tersebut adalah mengurangi besarnya korupsi pada sektor pemerintahan

    Indonesia. Indeks persepsi korupsi memperlihatkan bahwa tingkat korupsi di Indonesia relatif sangat

    parah dibandingkan dengan negara lain. Indonesia memiliki tingkat korupsi yang lebih buruk

    dibandingkan dengan India dan Thailand serta sangat jauh jika dibandingkan dengan Malaysia.

    Tingkat korupsi yang parah ini jelas menimbulkan disinsentif yang sangat besar bagi investasi

    pertambangan, mengingat kegiatan pertambangan melibatkan sejumlah peraturan yang diatur oleh

    pemerintah sehingga tingkat korupsi yang besar akan mengurangi kepastian berusaha karena adanya

    ekonomi biaya tinggi ( high cost economy).

    Makalah Seminar Setengah HariTinjauan dan Manfaat Industri Tambang di Indonesia

    7

  • 7/27/2019 Paper Seminar Pertambangan LPEM-KADIN.pdf

    8/24

    Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan MasyarakatFakultas Ekonomi Universitas Indonesia Kamar Dagang dan Industri Indonesia

    Selain itu, faktor-faktor yang menghambat investasi pada sektor pertambangan di Indonesia

    juga tidak terlepas dari kendala yang terdapat pada sektor pertambangan itu sendiri. Kendala-kendala

    tersebut dapat ditunjukkan pada Bagian III berikut ini.

    IV. Tinjauan Manfaat Ekonomi Industr i Pertambangan di Indonesia

    (Studi Kasus KPC, PT. INCO dan PT. Freeport Indonesia)

    IV.1 Manfaat Ekonomi Industri Pertambangan di Indonesia

    Kegiatan pertambangan di Indonesia berpotensi memberikan manfaat ekonomi yang sangat

    besar bagi perekonomian domestik. Manfaat tersebut dalam berupa tambahan bagi PDB, Pendapatan

    Rumah tangga dan Kesempatan kerja baik pada level Nasional maupun Regional. Juga tidak kalah

    pentingnya, melalui royalti dan pembayaran berbagai jenis pajak dan restribusi, adalah peran

    pertambangan menjadi sumber penerimaan negara.

    Manfaat bagi perekonomian makro tentunya dapat dihitung dari nilai penjualan, nilai tambah,

    pendapatan pekerja dan penyerapan tenaga kerja oleh perusahaan pertambangan. Namun perlu

    diingat bahwa dengan adanya mekanisme keterkaitan ekonomi, kegiatan pertambangan memberikan

    efek multiplier bagi perekonomian. Oleh karena itu, akibat adanya aktifitas pertambangan akan sangat

    banyak tumbuh dan berkembangnya unit-unit kegiatan ekonomi. Berkembangnya unit-unit kegiatan

    ekonomi tersebut sangat mungkin memberikan manfaat ekonomi yang sangat besar.

    Oleh karena itu pada ruang yang terbatas ini dan juga dalam keterbatasan data, kami mencoba

    menyajikan manfaat ekonomi dari tiga kasus perusahaan tambang, yakni: (1) PT. Kaltim Prima Coal

    (KPC), adalah perusahaan tambang Batubara di Katim, (2) PT. INCO (PTI), perusahaan tambang

    nikel di Sulsel, dan (3) PT. Freeport Indonesia (PTFI), perusahaan tambang konsentrat tembaga,

    perak dan emas di Papua.

    KPC, sebagai salah satu perusahaan pertambangan batubara di Kaltim, telah memberikan

    manfaat ekonomi yang cukup besar bukan saja bagi perekonomian Kaltim tetapi juga luar Kaltim.

    Sebagai ilustrasi numerik, pada tahun 2000, ekspor batubara KPC mencapai nilai sekitar 3 triliun

    rupiah atau 98% total produksinya. Aktifitas ekspor tersebut telah memperbesar volume perekonomian

    Makalah Seminar Setengah HariTinjauan dan Manfaat Industri Tambang di Indonesia

    8

  • 7/27/2019 Paper Seminar Pertambangan LPEM-KADIN.pdf

    9/24

    Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan MasyarakatFakultas Ekonomi Universitas Indonesia Kamar Dagang dan Industri Indonesia

    Kaltim yang ditandai oleh meningkatnya PDRB dari Rp 61.9 triliun menjadi Rp 64.9 trilun. Artinya,

    KPC telah memberikan andil dalam pembentukan PDRB Kaltim sebesar kira-kira Rp 3 trilun atau

    setara dengan 4.7% dari PDRB Kaltim.

    Peningkatan PDRB tersebut sebagai salah indikasi adanya peningkatan pendapatan yang

    diterima seluruh pekerja, baik yang bekerja langsung di KPC, pekerja di perusahaan subkontraktor,

    maupun oleh mereka yang pekerja di bidang pertanian, industri pengolahan, perdagangan, hotel dan

    restoran, angkutan dan komunikasi dan juga sektor jasa-jasa lainnya. Secara total pendapatan

    masyarakat yang dibangkitkan oleh adanya aktifitas pertambangan KPC mencapai Rp 987 milyar

    pada tahun 2000. Dari sekian banyak aktifitas usaha di luar KPC, pendapatan terbesar mengalir

    kepada para pekerja di bidang angkutan dan komunikasi, industri pengolahan dan pertanian.

    Bukan hanya para pekerja saja yang mendapatkan manfaat dari KPC, melainkan juga

    pemerintah daerah, baik pemda propinsi Kaltim, pemda kabupaten penghasil dan kabupaten-

    kabupaten bukan penghasil lainnya di Kaltim, melalui penerimaan bagi hasil sumberdaya alam.

    Kemudian, adanya peningkatan pendapatan seluruh pekerja di Kaltim tentu saja akibat load

    pekerjaan mereka meningkat dan atau jumlah partisipasi kerja meningkat. Aktifitas KPC memiliki

    employment multiplier sebesar 6.27, artinya untuk setiap orang yang bekerja di KPC dapat membuka

    kesempatan kerja bagi 6.27 orang pekerja di seluruh Kaltim. Jika pada tahun 2000, terdapat sekitar

    6000 pekerja di KPC, maka berarti sekitar 72000 orang kesempatan kerja dapat tercipta di seluruh di

    Kaltim.

    Berdasarkan perhitungan dari Tabel Input Output Kaltim tahun 1995, diperoleh output multiplier

    total akibat pertambangan Batubara KPC sebesar 1.878, artinya dari setiap milyar nilai ekspor

    Batubara yang diproduksi KPC akan menciptakan output perekonomian di semua sektor ekonomi di

    Kaltim senilai 1.878 milyar rupiah.

    Selanjutnya, dampak pendapatan akibat kegiatan KPC dapat dibaca pada angka Income

    Multipliersyakni sebesar 1.551 artinya dari setiap juta rupiah gaji dan upah para pekerja KPC, dapat

    mendorong pembentukan pendapatan masyarakat di seluruh Kaltim sebesar 1.551 juta rupiah.

    Angka-angka dari KPC, menggambarkan pola umum dari manfaat ekonomi industri pertambangan

    Makalah Seminar Setengah HariTinjauan dan Manfaat Industri Tambang di Indonesia

    9

  • 7/27/2019 Paper Seminar Pertambangan LPEM-KADIN.pdf

    10/24

    Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan MasyarakatFakultas Ekonomi Universitas Indonesia Kamar Dagang dan Industri Indonesia

    fosil (non mineral) batubara. Pada bagian berikutnya akan diambil contoh kasus manfaat ekonomi

    pertambangan mineral nikel di Sulsel, yang dijalankan oleh PT. INCO (PTI).

    Sebagai ilustrasi pada tahun 2000, PTI mengekspor 100% produknya senilai lebih kurang Rp

    3.4 triliun, yang setara dengan 12% 2 dari total PDRB Sulsel. Kontribusi PTI terhadap pembentukan

    PDRB Sulsel pada tahun 2001-2003 cenderung menurun, tetapi masih dekat dengan angka Rp 3

    triliun rupiah. Pertambangan nikel PTI memberikan multiplier output yang relatif besar yaitu 1.79,

    artinya untuk setiap juta rupiah nilai ekspor PTI berdampak pada pembentukan output perekonomian

    Sulsel sebesar Rp 1.79 juta rupiah.

    Penambahan PDRB akibat kehadiran PTI berimplikasi pada penambahan pendapatan bagi

    para pekerja tambang dan para pekerja di luar usaha tambang. Kegiatan pernambangan nikel

    memberikan angka multiplier pendapatan sebesar 1.42, artinya untuk setiap juta rupiah gaji yang

    diterima karyawan PTI, akan memicu terciptanya Rp 1.42 juta pendapatan bagi seluruh pekerja di

    Sulsel. Dengan angka multiplier tersebut diperkirakan pada tahun 2000, PTI berkontribusi dalam

    penciptaan pendapatan para pekerja di seluruh Sulsel sebesar Rp 820 milyar atau setara dengan 11%

    dari total pendapatan seluruh pekerja di wilayah Sulsel. Pada tahun-tahun selanjutnya, terdapat trend

    yang menurun dari kontribusi PTI dalam pembentukan pendapatan pekerja.

    Kehadiran PTI tentu saja berdampak positif dalam penciptaan kesempatan kerja bagi penduduk

    lokal Sulsel maupun dari luar Sulsel. Sebagai informasi kegiatan tambang nikel memberikan multiplier

    kesempatan kerja sebesar 39, artinya untuk setiap karyawan yang berkerja di PTI, mampu memicu

    terciptanya 39 kesempatan kerja (orang) di seluruh perkonomian Sulsel. Berdasarkan multiplier

    tersebut, maka pada tahun 2000, kesempatan kerja yang dipicu oleh kehadiran PTI mencapai sekitar

    170 ribu kesempatan kerja (orang). Kesempatan kerja yang diserap oleh PTI hanya sebagian kecil

    saja. Kegiatan usaha pertanian, industri pengolahan, perdagangan-hotel-restoran, dan angkutan dan

    komunikasi adalah bidang-bidang usaha yang paling banyak terimbas oleh PTI, yang pada gilirannyatentu saja yang paling banyak menangkap kesempatan kerja.

    Perlu dikemukakan bahwa manfaat ekonomi industri pertambangan bagi suatu perekonomian

    akan semakin besar dengan semakin beragam dan semakin besarnya nilai kebutuhan industri yang

    2 Angka ekspor tertinggi sepanjang beroperasinya PT INCO di Sulsel.

    Makalah Seminar Setengah HariTinjauan dan Manfaat Industri Tambang di Indonesia

    10

  • 7/27/2019 Paper Seminar Pertambangan LPEM-KADIN.pdf

    11/24

    Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan MasyarakatFakultas Ekonomi Universitas Indonesia Kamar Dagang dan Industri Indonesia

    dapat dipasok oleh produsen domestik atau lokal. Pasokan bahan baku dari pengusaha lokal, akan

    memicu berkembangnya kegiatan perekonomian lokal. Pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan

    dan kesempatan kerja bagi masyarakat lokal. Namun pada kenyataannya, masyarakat lokal belum

    atau bahkan tidak mampu memasok aneka kebutuhan perusahaan, padahal barang tersebut

    sesungguhnya dapat diproduksi secara lokal. Umumnya masyarakat di sekitar pertambangan

    dihadapkan pada ketidakmampuan memenuhi persyaratan kualitas dan kontinuitas pasokan yang

    dituntut pihak perusahaan. Tentu saja untuk mengatasi hal ini diperlukan campur tangan pemerintah

    dalam bentuk program pemberdayaan ekonomi lokal.

    Kemudian, disamping PTI yang sudah beroperasi 30-an tahun, adalah PT. Freeport Indonesia

    (PTFI), yang juga mulai beroperasi pada pertengahan tahun 1960-an. PTFI, yang tergolongperusahaan pertambangan besar di dunia, menambang batuan di sekitar Pegunungan Puncak Jaya di

    Papua yang menghasilkan konsentrat batuan yang mengandung logam tembaga, perak dan emas.

    Manfaat kehadiran PTFI secara kasat mata dapat dilihat dari lahirnya suatu wilayah

    perekonomian baru yang relatif lebih maju dari daerah-daerah lainnya di Papua yaitu Kabupaten

    Mimika. Di kabupaten ini terdapat dua titik nodal aktifitas perekonomian yakni kegiatan tambang di

    Tembagapura (highland) dan kegiatan administrasi perusahaan, pengolahan akhir konsentrat dan

    pengapalannya serta kegiatan pemerintahan yakni di Timika(lowland).

    Pada tahun 2000, nilai penjualan konsentrat PTFI mencapai kira-kira Rp 21 triliun atau setara

    dengan 50% PDRB Papua, dan setara dengan 1.6% PDB nasional. Selama periode 1995-2000,

    PTFI berkontribusi dalam pembentukan PDRB Papua dengan rata-rata 62% per tahun. Bahkan

    keberadaan PTFI telah menahan situasi perekonomian makro Papua tidak anjlok ketika hantaman

    krisis nasional melanda daerah ini pada tahun 1998 dan 1999. Malah sebaliknya, dengan melemahnya

    nilai tukar rupiah nilai penjualan PTFI dalam rupiah menjadi sangat besar.

    Nilai penjualan konsentrat PTFI hingga tahun 2008, diperkirakan tidak mengalami penurunan

    yang drastis bahkan cenderung konstan, sehingga kontribusinya dalam pembentukan PDRB Papua

    masih menjadi komponen yang sangat penting.

    Sejalan dengan kontribusinya dalam pembentukan PDRB Papua, PTFI berkontribusi besar

    dalam pembentukan pendapatan pekerja di Papua. Pada tahun 2000, PTFI memberi andil dalam

    Makalah Seminar Setengah HariTinjauan dan Manfaat Industri Tambang di Indonesia

    11

  • 7/27/2019 Paper Seminar Pertambangan LPEM-KADIN.pdf

    12/24

    Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan MasyarakatFakultas Ekonomi Universitas Indonesia Kamar Dagang dan Industri Indonesia

    pembentukan pendapatan para pekerja di seluruh wilayah Papua mencapai Rp 2.1 triliun atau setara

    dengan 40% dari pendapatan total seluruh pekerja di Papua. Dengan demikian secara rata-rata boleh

    dikatakan bahwa 40% dari pendapatan per kapita pekerja, berasal dari kontribusi langsung dan tidak

    langsung kehadiran PTFI.

    Fakta di atas menunjukkan bahwa kehadiran PTFI telah memicu tumbuh dan berkembangnya

    berbagai kegiatan usaha di luar pertambangan, seperti pertanian (tanaman bahan makanan,

    perkebunan, perikanan, dan peternakan); industri pengolahan; listrik; bangunan; perdagangan, hotel

    dan restoran; angkutan dan komunikasi; serta berbagai kegiatan jasa lainnya. Bahkan PTFI punya

    peran penting dalam menopang jalannya pemerintahan di wilayah Papua terutama pada rezim

    Otonomi Khusus, yakni sebagai sumber dana dalam mekanisme bagi hasil.

    Akibat bermunculannya aktifitas usaha dan berkembangnya pemerintahan di Papua, PTFI

    dengan demikian telah memicu tumbuhnya kesempatan kerja. Pada tahun 2000, diperkirakan sekitar

    300 ribu kesempatan kerja (orang), yang bekerja di Papua dan yang dipicu oleh kehadiran PTFI.

    Sebenarnya, bukan hanya berimbas di wilayah Papua saja, penciptaan kesempatan kerja ini menjalar

    ke luar Papua, yang pada tahun 2000 kesempatan kerja yang muncul di luar Papua mencapai tidak

    kurang dari 60 ribu kesempatan kerja. Meluasnya manfaat ekonomi PTFI, dapat dipahami mengingat

    pemenuhan kebutuhan operasional PTFI banyak yang didatangkan dari luar Papua.

    Tingginya kesempatan kerja yang muncul akibat kehadiran PTFI, didukung oleh fakta bahwa

    aktifitas pertambangan PTFI memberikan multiplier kesempatan kerja di Papua yang besar sebesar

    37.5 (angka tertinggi diantara kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya). Angka ini mengandung arti untuk

    setiap tambahan satu pekerja tambang PTFI mampu memicu munculnya 37.5 kesempatan kerja baru

    (orang) di wilayah Papua.

    Di sisi lain output dan income multiplier kegiatan pertambangan konsentrat batuan ini (tembaga,

    perak dan emas) adalah sebesar masing-masing 1.6 dan 1.3. Arti angka Output Multiplier itu adalah

    untuk setiap tambahan satu juta rupiah nilai ekspor konsentrat, dapat meningkatkan output Papua

    sebesar Rp 1.6 juta. Sedangkan arti angka income multiplier adalah untuk setiap tambahan satu juta

    rupiah pengeluaran PTFI untuk upah dan gaji, akan berdampak meningkatkan pendapatan

    masyarakat di Papua sebesar Rp 1.3 juta.

    Makalah Seminar Setengah HariTinjauan dan Manfaat Industri Tambang di Indonesia

    12

  • 7/27/2019 Paper Seminar Pertambangan LPEM-KADIN.pdf

    13/24

    Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan MasyarakatFakultas Ekonomi Universitas Indonesia Kamar Dagang dan Industri Indonesia

    Sebagai penutup dari kajian manfaat ekonomi pertambangan, terlepas dari kontroversi dampak

    negatifnya, bahwa manfaat ekonomo dari tiga kasus perusahaan pertambangan PMA tersebut

    semakin menguatkan bahwa sesungguhnya aktifitas pertambangan di Indonesia, masih berperan

    penting bagi perekonomian nasional, apalagi dalam situasi dimana investasi di sektor-sektor lainnya

    sulit berkembang.

    IV.2. Dampak Fiskal Industr i Pertambangan di Indonesia

    Dampak fiskal dari aktivitas pertambangan adalah besarnya kontribusi fiskal yang dibayarkan

    oleh kontraktor atau perusahaan pertambangan kepada pemerintah pusat maupun daerah. Kontribusi

    fiskal ini akan mempengaruhi besarnya APBN, APBD Propinsi dan APBD Kabupaten/Kota Penghasil

    di daerah operasional sesuai dengan proporsi dan aturan yang belaku. Untuk lebih jelasnya, sesuai

    dengan kontrak karya antara pemerintah pusat dan perusahaan, maka perusahaan berkewajiban

    melakukan pembayaran dalam kategori pajak dan bukan pajak terhadap negara sesuai dengan aturan

    yang berlaku. Kontribusi pembayaran ini tersebar ke beberapa tingkatan pemerintahan, yaitu

    pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten. Pajak dan kewajiban lain yang

    harus dibayar antara lain adalah 3: (i) Iuran Tetap ( deadrent) untuk wilayah kontrak kerja, (ii) Iuran

    Eksploitasi (Royalti) untuk mineral yang diproduksi, (iii) PPh Badan, (iv) PPh Karyawan (PPh 21), (v)

    PPh atas dividen, bunga, sewa, royalti, dan premi asuransi, (vi) PPN dan PPNBM, (vii) Bea materai

    atas dokumen-dokumen, (viii) Bea masuk atas barang yang diimpor, (ix) PBB, (x) Pungutan dan pajak

    yang dikenakan oleh pemerintah daerah yang disetujui oleh pemerintah pusat, (xi) Pungutan

    administrasi untuk fasilitas, jasa atau hak-hak khusus yang diberikan pemerintah sepanjang

    pembebanan itu disetujui oleh pemerintah pusat, dan (xii) Bea Balik Nama atas hak kepemilikan

    kendaraan bermotor dan kapal-kapal di Indonesia.

    Berdasarkan UU No. 25 Tahun 1999 dan juga telah ditegaskan kembali dalam UU No.33

    Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, maka bagian daerah dari

    penerimaan sumber daya alam sektor pertambangan umum (pertambangan mineral dan batubara)

    3 Jenis-jenis pembayaran terhadap pemerintah dan daerah tergantung isi dari kontrak karya. Jenisnya bervariasitergantung jenis usaha pertambangan.

    Makalah Seminar Setengah HariTinjauan dan Manfaat Industri Tambang di Indonesia

    13

  • 7/27/2019 Paper Seminar Pertambangan LPEM-KADIN.pdf

    14/24

    Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan MasyarakatFakultas Ekonomi Universitas Indonesia Kamar Dagang dan Industri Indonesia

    meliputi : a) luran Tetap ( Landrent), dan b) luran Eksplorasi dan luran Eksploitasi (Royalti). Landrent

    atau Deadrent adalah suatu pembayaran tahunan kepada pemerintah dalam rupiah atau satuan mata

    uang lain yang disetujui bersama oleh Pemerintah dan perusahaan pertambangan, yang diukur

    berdasarkan jumlah hektar tergantung dalam kontrak atau area pertambangan masing-masing. Sesuai

    dengan UU,maka bagian daerah dari landrent adalah sebesar 80% dengan rincian 16% untuk provinsi

    yang bersangkutan dan 64% untuk kabupaten/kota penghasil. Sedangkan royalti adalah pembayaran

    kepada pemerintah berkenaan produksi mineral yang berasal dari area penambangan.. Sesuai

    dengan peraturan yang berlaku, maka bagian daerah dari royalti adalah sebesar 80% dengan rincian

    16% untuk provinsi yang bersangkutan, 32% untuk kabupaten/kota penghasil, dan 32% untuk

    kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutanDalam hal penerimaan fiskal, peran dari usaha pertambangan mineral dan batubara masih

    merupakan salah satu andalan baik bagi pemerintah pusat apalagi pemerintah daerah dalam

    penerimaan negara dan daerah. Berikut ini, kami disajikan dampak fiskal dari usaha pertambangan

    PT. KPC, PT. INCO dan PT. FI yang merupakan hasil perhitungan dan simulasi yang telah dilakukan

    oleh LPEM.

    IV.2.1 Dampak Fiskal PT. Kaltim Prima Coal

    Kewajiban KPC terhadap pemerintah adalah dengan menyerahkan 13,5% dari hasil penjualan

    bersihnya kepada pemerintah dalam bentuk Royalti. Setelah desentralisasi, Pemda Kabupaten

    Kutai Timur seharusnya memperoleh sekitar 14 juta USD (tahun 2000) dan 20 juta USD (tahun

    2001), yang jika dirupiahkan akan berjumlah berturut-turut Rp 123 miliar dan Rp 177 miliar.

    Dengan total penerimaan Kutai Timur yang mencapai Rp 584 miliar pada tahun 2001, maka nilai

    kontribusi KPC terhadap kas Pemda Kutai Timur pada tahun yang sama berkisar 30% yang

    merupakan jumlah yang cukup signifikan terhadap penerimaan daerah Kutai Timur.

    Kontribusi KPC lainnya terhadap Kas Pemda adalah dalam bentuk Land-Rent, yang jika lahan

    yang dieksploitasi KPC mencapai 91.000 ha maka total land-rent yang harus dibayar adalah

    sejumlah 91 ribu USD atau sekitar Rp 804,44 milyar. Dengan sistem bagi hasil yang baru maka

    bagian Pemda Kutai Timur dari Land Rentadalah sekitar Rp 515 juta.

    Makalah Seminar Setengah HariTinjauan dan Manfaat Industri Tambang di Indonesia

    14

  • 7/27/2019 Paper Seminar Pertambangan LPEM-KADIN.pdf

    15/24

    Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan MasyarakatFakultas Ekonomi Universitas Indonesia Kamar Dagang dan Industri Indonesia

    IV.2.2 Dampak Fiskal PT. INCO

    Dilihat dari jumlah absolutnya, total kontribusi PT INCO terhadap keuangan negara sejak 1998

    sampai 2002 rata-rata pada kisaran Rp.120 milyar pertahun, kecuali pada tahun 1999 melonjak

    sampai sekitar Rp. 150 miliar. Hal tersebut disebabkan adanya kenaikan produksi yang

    mengakibatkan kenaikan keuntungan. Sebenarnya kondisi peningkatan produksi ini berlangsung

    sampai dengan sekarang, hanya sejak tahun 1999 perusahaan melakukan investasi yang cukup

    signifikan dan mendapatkan capital tax allowance dari pemerintah sehingga belum perlu

    membayar pajak penghasilan badan selama 6 tahun. Pengaruh nilai tukar rupiah terhadap US

    dollar berpengaruh pada fluktuasi kontribusi.

    Pada tingkat provinsi, kontribusi fiskal PT INCO diberikan melalui pos land rent, royalti, royalti lain-

    lain dan Iuran Penggunaan Sungai Larona. Besaran kontribusi ini berubah-ubah cukup fluktuatif,

    sehingga share-nya terhadap Bagi Hasil SDA dan Dana Perimbangan juga fluktuatif. Walaupun

    demikian dapat dilihat bahwa PT INCO merupakan kontributor terbesar dari bagi hasil sumber

    daya alam di provinsi ini. Sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2002, PT INCO menyumbang

    rata-rata 75.8% terhadap total penerimaan dari Bagi Hasil SDA.

    Dengan menggunakan asumsi bahwa pajak pemanfaatan air tanah yang diterima Kabupaten

    Luwu Utara seluruhnya berasal dari pembayaran PT INCO, maka PT INCO telah menyumbang

    masing-masing sebesar 0.5%, 80.3%. dan 80.5% terhadap PADS Kabupaten Luwu Utara masing-

    masing tahun 2000, 2001, dan 2002. Peningkatan luar biasa sejak tahun 2001 dipengaruhi oleh

    perubahan struktur Bagi Hasil ke Kabupaten sebagai akibat implementasi desentralisasi.

    Kontribusi terhadap PADS dihitung dari pos Pajak Daerah saja. Pada pos Bagi Hasil Bukan Pajak

    (dari sumber daya alam), land rent (iuran tetap penggunaan tanah) dan royalti (iuran eksplorasi

    dan eksploitasi) memberikan kontribusi yang signifikan terhadap subtotal Bagi Hasil SDA ini,

    terutama pada tahun 2002. Pada tahun 2002, terjadi penurunan tajam dari pos royalti yaitu dari

    sekitar 30 miliar rupiah menjadi hanya sekitar 9 milyar rupiah sehingga terjadi penurunan share

    terhadap Dana Perimbangan yang cukup tajam. Secara total, kontribusi fiskal PT INCO terhadap

    APBD Kabupaten Luwu Utara cukup besar, yaitu rata-rata 24.7% antara tahun 2000 2002.

    Makalah Seminar Setengah HariTinjauan dan Manfaat Industri Tambang di Indonesia

    15

  • 7/27/2019 Paper Seminar Pertambangan LPEM-KADIN.pdf

    16/24

    Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan MasyarakatFakultas Ekonomi Universitas Indonesia Kamar Dagang dan Industri Indonesia

    Secara total, kontribusi fiskal PT INCO terhadap APBD Kabupaten Luwu Utara cukup signifikan.

    Total kontribusi ini bahkan melampaui beberapa pos penerimaan dalam APBD misalnya pos

    PADS dan pos BHSDA. Hal ini menunjukkan peranan PT INCO yang penting dalam keuangan

    daerah Luwu Utara

    IV.2.3. Dampak Fiskal PT. Freeport Indonesia (PTFI)

    Pada tahun 2001 tahun awal pelaksanaan Undang-undang tentang Otonomi Daerah, PTFI telah

    menyumbang sekitar 0,83% total Pendapatan Dalam Negeri (APBN) Indonesia, yang berasal dari

    Penerimaan Sumber Daya Alam, Pajak Dalam Negeri, Pajak Perdagangan Internasional, deviden,serta berbagai pajak dan bukan pajak lainnya yang dibayar PTFI. Melalui mekanisme Dana

    Perimbangan dari Pemerintah Pusat ke Daerah, pada tahun yang sama PTFI telah memberikan

    kontribusi fiskal secara langsung sebesar Rp. 75,5 miliar dan Rp. 115,9 miliar atau masing-masing

    8,9% dan 54,6% APBD Provinsi Papua dan APBD Kabupaten Mimika.

    Dengan Otonomi Khusus, pada tahun 2001, Pemerintah Pusat, Provinsi Papua dan Kabupaten

    Mimika menerima masing-masing 48,10%, 3,71%, dan 5,70% dari Dana Bagi Hasil Sumber Daya

    Alam yang berasal dari PTFI. Kabupaten/kota non-penghasil konsentrat tembaga di Papua

    menerima 6,60% dan sisa 34,72% lainnya dialokasikan kepada daerah-daerah di luar Papua.

    Profil keuangan daerah Propinsi Papua dan Kabupaten Mimika menunjukkan tingkat

    ketergantungan yang sangat tinggi terhadap dana perimbangan dari pemerintah pusat yaitu rata-

    rata di atas 85 %. Penerimaan langsung terbesar akan dinikmati oleh pemerintah pusat melalui

    deviden, pajak-pajak pusat dan bagian pusat atas bagi hasil SDA bagi hasil pajak. Namun

    penerimaan ini masih akan dikembalikan ke daerah melalui Dana Perimbangan seperti DAU, DAK

    dan Dana Otonomi Khusus.PTFI telah menyumbangkan sekitar 0,83 % terhadap Pendapatan

    Dalam Negeri APBN pada tahun 2001 dari penerimaan langsung dan diperkirakan akan menurun

    pada tahun berikutnya seiring dengan membesarnya nilai nominal APBN.

    Makalah Seminar Setengah HariTinjauan dan Manfaat Industri Tambang di Indonesia

    16

  • 7/27/2019 Paper Seminar Pertambangan LPEM-KADIN.pdf

    17/24

    Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan MasyarakatFakultas Ekonomi Universitas Indonesia Kamar Dagang dan Industri Indonesia

    V. Kendala-Kendala Sektor Pertambangan

    Kendala-kendala pengembangan sektor pertambangan di Indonesia secara umum dapat

    terbagi menjadi lima golongan besar, yaitu;

    1. Kendala yang berkaitan dengan karakteristik sektor pertambangan itu sendiri

    2. Ketidakpaduan antarsektor

    3. Kebijakan fiskal

    4. Hubungan pusat dan daerah

    5. Hubungan perusahaan dengan lingkungan sosial di sekitar lokasi tambang

    Kendala pertama pengembangan sektor pertambangan berkaitan dengan karakteristik

    pertambangan itu sendiri. Kendala tersebut meliputi antara lain: Sektor pertambangan merupakan

    sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, sehingga cadangan yang dieksploitasi suatu saat

    akan habis, dan jika tidak ditemukan cadangan yang baru maka usaha akan tutup; Industri

    pertambangan bersifat padat modal karena kebutuhan dana yang amat besar; Usaha pertambangan

    memiliki resiko yang tinggi; Pengembalian investasinya lama; Harga komoditas tambang berfluktuasi

    secara tidak teratur; Umumnya terletak di daerah terpencil yang memerlukan sarana dan prasarana

    yang besar biayanya dan terkadang berbenturan dengan lingkungan sekitar.

    Ketidakpaduan antar sektor utamanya dapat dilihat dalam penyusunan peraturan perundang-

    undangan. Permasalahan umum yang sering terjadi berkaitan dengan masalah tumpang tindih

    peraturan perundang-undangan ( overlapping), pengabaian karakteristik kegiatan usaha pertambangan

    dan pertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi ( conflict of laws).

    Kendala yang berkaitan dengan kebijakan fiskal meliputi dari sisi perpajakan, serta rezim

    pajak Indonesia yang berkaitan dengan sektor pertambangan yang terdiri dari royalti, ring fencing,

    PPN dan PPh Badan. Dari sisi perpajakan, Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Otto et. al. (2000),

    effective tax rate Indonesiasebesar 60,4% untuk model tambang emas dan 48,6% untuk model

    tambang tembaga. Jika dilihat secara keseluruhan bebannya lebih tinggi dari nilai rata-rata sebesar

    58,7% untuk model tambang emas sementara untuk model tambang tembaga masih lebih rendah dari

    rata-rata yang sebesar 49,2%. Ini artinya rejim pajak di Indonesia mempunyai beban pajak ( tax

    Makalah Seminar Setengah HariTinjauan dan Manfaat Industri Tambang di Indonesia

    17

  • 7/27/2019 Paper Seminar Pertambangan LPEM-KADIN.pdf

    18/24

    Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan MasyarakatFakultas Ekonomi Universitas Indonesia Kamar Dagang dan Industri Indonesia

    burden) yang cukup tinggi bagi para pengusaha dan investor di Industri Pertambangan. Sedangkan

    IRR kita juga tidak terlalu tinggi sebesar 11,4% untuk model tambang emas dan 12,2% untuk model

    tambang tembaga.

    Dari tarif royalti, para pengusaha tambang di Indonesia merasa Tarif royalti atas produksi

    relatif kurang kompetitif dibandingkan negara-negara kompetitor, bahkan beberapa negara sudah

    mulai meninggalkan pengenaan pungutan yang berbasis produksi atau penjualan (seperti royalti)

    mengingat hal ini sangat dipertimbangkan oleh investor. Sekalipun investor akan mempertimbangkan

    kebijakan perpajakan suatu negara secara keseluruhan dalam memilih portofolio investasi di bidang

    pertambangan, tarif royalti akan menjadi perhatian utama mengingat pungutan ini dikenakan langsung

    atas produksi atau penjualan walaupun misalnya perusahaan dalam kondisi rugi. Tarif royalti yangtinggi juga memberi disinsentif bagi perusahaan tambang, sehingga bijih besi yang berkadar kurang

    tinggi cenderung terabaikan karena tidak ekonomis.

    Salah satu yang juga menjadi perhatian dari pengusaha tambang adalah adanya ring fencing

    dalam pertambangan di Indonesia. Konsep ring fencing(satu kontrak dan satu perusahaan untuk satu

    wilayah tambang) dianggap memberikan disinsentif bagi investor untuk menanamkan kembali

    dananya untuk kegiatan eksplorasi di daerah tambang baru di Indonesia. Ring fencingmendorong

    repatriasi modal dan sulit untuk ditarik kembali. Sistim ini juga menyulitkan kegiatan eksplorasipertambangan, karena harus membuat perusahaan baru untuk mengeksplorasi di daerah baru, dan

    harus membeli peralatan baru atau menyewa untuk kegiatannya. Perusahaan tidak boleh memakai

    fasilitas perusahaan di bawah grup yang sama, walaupun mungkin tempatnya dekat, tetapi terletak

    pada fence yang berbeda. Padahal seringkali, tempat eksplorasi amat terpencil, sehingga investasi

    baru akan menyebabkan biaya perusahaan menjadi lebih besar.

    Para pengusaha juga mengeluhkan karena dicabutnya fasilitas penangguhan PPN dan PPN

    yang ditanggung pemerintah berdasarkan UU No. 18/2000 menyulitkan KK & PKP2B yang terikatpada UU PPN sebelumnya terkait dengan stimulus impor barang modal, suku cadang, dan barang

    lainnya. Hal ini akan semakin menyurutkan investor untuk berinvestasi.

    Kendala yang berasal dari PPh Badan juga dikeluhkan oleh para pengusaha tambang dimana

    metode penghitungan angsuran PPh Badan (PPh Pasal 25) yang didasarkan pada laba tahun

    Makalah Seminar Setengah HariTinjauan dan Manfaat Industri Tambang di Indonesia

    18

  • 7/27/2019 Paper Seminar Pertambangan LPEM-KADIN.pdf

    19/24

    Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan MasyarakatFakultas Ekonomi Universitas Indonesia Kamar Dagang dan Industri Indonesia

    sebelumnya, bukan pada tahun berjalan banyak juga dikeluhkan perusahaan. Hal ini tidak

    mencerminkan keadaan keuangan riil perusahaan mengingat harga komoditas sangat berfluktuasi,

    sehingga akan menimbulkan selisih kurang bayar atau lebih bayar dalam jumlah yang besar.

    Kendala yang tak kalah besarnya adalah berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan

    desentralisasi fiskal di Indonesia pada awal tahun 2001 yang lalu. Permasalahan yang timbul antara

    lain adalah masalah kejelasan kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah yang berkaitan

    dengan bisnis sektor pertambangan. Selain itu, sejumlah permasalahan dalam pendistribusian pajak

    antara pemerintah pusat dan daerah juga berpotensi menimbulkan masalah-masalah politik dan sosial

    yang semakin meningkatkan resiko investasi pertambangan di Indonesia.

    Kendala terakhir adalah berkaitan dengan hubungan perusahaan dengan lingkungan sosial di

    sekitar lokasi tambang. Perusahaan tambang yang berada di daerah terpencil terkadang berhadapan

    dengan LSM dan masyarakat lokal khususnya yang berkaitan dengan tanah ulayat. Seharusnya,

    pemerintah daerah berperan penting sebagai penengah. Namun, peranan ini dirasakan masih sangat

    kurang sehingga perusahaan sendiri yang harus bernegosiasi dengan LSM dan masyarakat setempat.

    Hal ini tentunya akan meningkatkan risiko usaha yang semakin besar.

    VI. Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan

    VI.1. Kesimpulan

    Potensi pertambangan mineral di Indonesia cukup bagus tetapi potensi tersebut belum

    dimanfaatkan secara optimal akibat kurangnya investasi di sektor ini. Investasi sektor

    pertambangan di Indonesia berada pada level bawah jika dibandingkan dengan negara

    lain yang memiliki potensi tambang yang sama.

    Potensi pertambangan di Indonesia cukup besar tetapi tidak didukung oleh efektivitaskebijakan pemerintah yang dapat mendukung perkembangan sektor pertambangan.

    Sehingga mulai tahun 2003 terlihat adanya penurunan kegiatan di sektor pertambangan.

    Dari sisi perkembangan komposisi investasi dari asing maupun domestik. Terlihat bahwa

    perbedaan komposisi itu semakin tahun semakin kecil. Hal ini dikarenakan karena adanya

    Makalah Seminar Setengah HariTinjauan dan Manfaat Industri Tambang di Indonesia

    19

  • 7/27/2019 Paper Seminar Pertambangan LPEM-KADIN.pdf

    20/24

    Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan MasyarakatFakultas Ekonomi Universitas Indonesia Kamar Dagang dan Industri Indonesia

    penurunan yang signifikan dari investasi asing, sedangkan investasi domestik lebih

    bersifat tetap ( stagnant). Investasi sektor pertambangan ini sangat tergantung dengan

    investor luar negeri karena investasi disektor ini bersifat capital intensif sehingga

    memerlukan entry cost yang besar untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi disektor

    pertambangan.

    Melemahnya tingkat investasi ini khususnya investasi asing pada sektor pertambangan

    tidak terlepas dari kondisi kestabilan domestik, menyangkut keamanan serta kepastian

    usaha menjadi faktor utama dalam menentukan tingkat investasi asing di Indonesia.

    Selain koordinasi peraturan lintas sektoral, masalah kepastian hukum untuk bergerak dan

    melakukan kegiatan investasi pada sektor pertambangan Indonesia pun relatif tidak ada.

    Keberadaan Industri pertambangan memberikan manfaat yang besar baik kepada

    perekonomian nasional maupun perekonomian daerah. Dampak ekonomi dari kegiatan

    pertambangan antara lain peningkatan pendapatan bruto, peningkatan pendapatan

    masyarakat, penciptaan lapangan kerja dan kontribusi fiskal bagi pemerintah pusat

    maupun daerah. Kontribusi fiskal berupa kontribusi royalti, bagi hasil pajak, bagi hasil non

    pajak.

    Dari 3 studi (KPC, PT.INCO, PTFI) yang telah dilakukan LPEM FEUI menunjukkan bahwa

    KPC memberikan kontribusi sebesar 4.7% dari PDRB Kaltim, penciptaan kesempatan

    kerja sebesar 72.000 (multiplier tenaga kerja 6.27), multiplier output 1.878. Sedangkan

    kontribusi fiskal KPC terhadap pemda Kutai Timur pada tahun 2001 adalah sebesar Rp.

    584 Miliar atau setara 30% dari APBD.

    Kontribusi PT. Inco terhadap pembentukan PDRB Sulawesi Selatan adalah sebesar 12%

    atau sekitar Rp. 3 Triliun. Multiplier output dari sektor ini adalah 1.79, multiplier

    pendapatan 1.42 dan multiplier tenaga kerja adalah sebesar 39. Kesempatan kerja yang

    timbul dari kegiatan PT.Inco adalah sebesar 170 ribu kesempatan kerja. Sedangkan

    kontribusi fiskal PT.Inco terhadap keuangan negara dari tahun 1998-2002 rata-rata

    sebesar Rp. 120 milyar/tahun.

    Makalah Seminar Setengah HariTinjauan dan Manfaat Industri Tambang di Indonesia

    20

  • 7/27/2019 Paper Seminar Pertambangan LPEM-KADIN.pdf

    21/24

    Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan MasyarakatFakultas Ekonomi Universitas Indonesia Kamar Dagang dan Industri Indonesia

    Kontribusi PT.Freeport Indonesia (PTFI) terhadap PDRB Papua pada tahun 1995-2000

    rata-rata sekitar 62%. Keberadaan PTFI mampu menciptakan kesempatan kerja sebesar

    360 ribu kesempatan kerja secara nasional. Sektor pertambangan di Papua memiliki

    multiplier kesempatan kerja sebesar 37.5, multiplier output sebesar 1.6 dan multiplier

    pendapatan sebesar 1.3. Keberadaan PTFI memberikan kontribusi sebesar 0.83%

    terhadap APBN, 8.9% APBD Papua dan 54.6% APBD Kabupaten Mimika.

    Kendalan-kendala sektor pertambangan antara lain:

    o Kendala yang berkaitan dengan karakteristik sektor pertambangan itu sendiri,

    Sektor pertambangan merupakan sumber daya alam yang tidak dapat

    diperbaharui, sehingga cadangan yang dieksploitasi suatu saat akan habis,

    Industri pertambangan bersifat padat modal karena kebutuhan dana yang amat

    besar;

    o Ketidakpaduan antar sektor utamanya dapat dilihat dalam penyusunan peraturan

    perundang-undangan. Permasalahan umum yang sering terjadi berkaitan dengan

    masalah tumpang tindih peraturan perundang-undangan ( overlapping).

    o Kendala yang berkaitan dengan kebijakan fiskal meliputi dari sisi perpajakan,

    serta rezim pajak Indonesia yang berkaitan dengan sektor pertambangan yang

    terdiri dari royalti, ring fencing, PPN dan PPh Badan.,

    o Hubungan pusat dan daerah,

    o Hubungan perusahaan dengan lingkungan sosial di sekitar lokasi tambang

    VI.2. Rekomendasi Kebijakan

    Sumber daya mineral dan batubara merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui,

    keberadaannya sangat dikontrol oleh kondisi geologi yang tidak mengenal batas administrasi,

    umumnya ditemukan di daerah-daerah terpencil yang miskin infrastruktur, pengusahaannya harus

    dilakukan di tempat di mana bahan tambang itu ditemukan. Penambangan bahan galian mineral dan

    Makalah Seminar Setengah HariTinjauan dan Manfaat Industri Tambang di Indonesia

    21

  • 7/27/2019 Paper Seminar Pertambangan LPEM-KADIN.pdf

    22/24

    Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan MasyarakatFakultas Ekonomi Universitas Indonesia Kamar Dagang dan Industri Indonesia

    batubara akan mengubah bentang alam dan menghasilkan limbah yang berpotensi mencemari

    lingkungan, oleh karena itu dalam pengelolaannya perlu melibatkan semua pihak terkait

    (stakeholders). Adanya kegiatan pertambangan diharapkan dapat menjadi lokomotif pembangunan

    suatu daerah.

    Kegiatan pertambangan merupakan usaha yang padat modal, berisiko tinggi, umumnya

    berteknologi tinggi, dan jangka waktu untuk berproduksi cukup panjang, sehingga hanya perusahaan-

    perusahaan tertentu yang berani menekuni usaha ini, khususnya yang berskala besar. Peran investor

    asing dalam pengembangan usaha pertambangan mineral dan batubara sampai saat ini masih sangat

    besar. Persaingan antara negara-negara yang memiliki sumber daya mineral dan batubara seperti

    Vietnam, Filipina, dan negara-negara Amerika Latin untuk menarik investor sangat ketat, sehinggaperlu diciptakan iklim investasi pertambangan yang saling menguntungkan bagi pemerintah,

    masyarakat dan penanam modal.

    Pertambangan mineral dan batubara merupakan salah satu industri dasar yang memanfaatkan

    sumber daya alam tidak terbarukan, sehingga sejak awal kegiatan sudah harus dipikirkan bagaimana

    kelanjutan kehidupan perekonomian di daerah pertambangan dan sekitarnya pada masa pasca

    tambang. Harus dihindari adanya fenomena Kota Mati atau Habis Manis Sepah dibuang". Hal ini

    tidak mudah, karena akan melibatkan berbagai kegiatan sektor ekonomi lain yang potensial dapatdikembangkan di daerah tersebut. Dua jenis program pasca tambang yang perlu diperhatikan adalah :

    a) program rehabilitasi lahan, dan b) menciptakan kemampuan ekonomi baru di kalangan masyarakat

    agar ketika usaha tambang selesai mereka mampu berdiri sendiri. Investasi di bidang pertambangan

    yang berisiko tinggi membutuhkan kemudahan-kemudahan dan jaminan adanya konsistensi

    pemerintah dalam menerapkan kebijakannya, yaitu yang menyangkut atas hak-hak dan kewajiban

    para investor selama jangka waktu investasi yang ditetapkan. Pemerintah harus selalu menghormati

    kontrak yang telah dibuat di waktu-waktu yang lalu maupun di masa mendatang. Sekali kita

    melakukan pendekatan kekuasaan untuk mengubah atau melanggar suatu kontrak secara sepihak,

    akan hilang kepercayaan para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

    Di lain pihak, walaupun kita sangat mengharapkan investor, namun harus tetap dijaga kebijakan

    yang mengakomodasikan kepentingan nasional dan menampung aspirasi yang timbul di masyarakat,

    Makalah Seminar Setengah HariTinjauan dan Manfaat Industri Tambang di Indonesia

    22

  • 7/27/2019 Paper Seminar Pertambangan LPEM-KADIN.pdf

    23/24

    Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan MasyarakatFakultas Ekonomi Universitas Indonesia Kamar Dagang dan Industri Indonesia

    khususnya masyarakat di daerah sekitar pertambangan. lklim kondusif yang perlu dijaga adalah

    menjaga keseimbangan antara kepentingan pemerintah, masyarakat dan penanam modal.Sesuai

    dengan tujuan otonomi daerah, yakni mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, diharapkan

    pemerintah daerah dapat menciptakan iklim yang lebih kondusif bagi investor dalam pengembangan

    usaha pertambangan mineral dan batubara, antara lain melalui pelayanan yang mudah, cepat dan

    transparan serta didukung dengan situasi keamanan yang baik. Dalam pengelolaan pertambangan

    mineral dan batubara, pemerintah daerah tidak boleh terjebak kepada persoalan klasik bagaimana

    memperoleh pendapatan yang sebesar-besarnya dari industri pertambangan mineral dan batubara.

    Pemerintah daerah juga harus mampu melakukan pengawasan apakah pengusahaan pertambangan

    mineral dan batubara tersebut sudah dilaksanakan sesuai dengan kaidah-kaidah penambangan yangbenar dan berwawasan lingkungan.

    Daftar Pustaka

    LPEM FEUI, 2004. TOR Seminar Tinjauan dan Manfaat Industri Pertambangan Indonesia.Jakarta.

    LPEM FEUI, 2004. Studi Pembuatan Road Map Pertambangan .Jakarta.

    LPEM FEUI, 2004. Kebijakan Fiskal Pertambangan di Indonesia. Jakarta.

    LPEM FEUI, 2004. Analisis Dampak Ekonomi PT. Freeport Indonesia (PTFI ). Jakarta.

    LPEM FEUI, 2004. Multiplier Effect Study PT.INCO. Jakarta.

    LPEM FEUI, 2002. Analisis Dampak Ekonomi PT. KPC.Jakarta.

    Makalah Seminar Setengah HariTinjauan dan Manfaat Industri Tambang di Indonesia

    23

  • 7/27/2019 Paper Seminar Pertambangan LPEM-KADIN.pdf

    24/24

    Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan MasyarakatFakultas Ekonomi Universitas Indonesia Kamar Dagang dan Industri Indonesia

    Makalah Seminar

    TINJAUAN DAN MANFAAT EKONOMI

    INDUSTRI TAMBANG DI INDONESIA

    Oleh

    LPEM FEUI