Paper Radiologi.doc
-
Upload
annisa-astari -
Category
Documents
-
view
237 -
download
0
Transcript of Paper Radiologi.doc
GAMBARAN RADIOLOGIS
MALFORMASI ARTERI VENA
Dosen Pembimbing:
dr. Armen H. Rangkuti, Sp.Rad (K)
Oleh:
Tan Fransisca Dian 110100098
Vien Hardiyanti 110100323
Togu Naipospos 110100301
Nova Desrita 110100070
Anita Dwi Jayanti 110100086
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
ii
GAMBARAN RADIOLOGIS
MALFORMASI ARTERI VENA
Paper ini diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh kelulusan Program Pendidikan Profesi Dokter
di Departemen Radiologi
Oleh:
Tan Fransisca Dian 110100098
Vien Hardiyanti 110100323
Togu Naipospos 110100301
Nova Desrita 110100070
Anita Dwi Jayanti 110100086
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Gambaran Radiologis Malformasi Arteri Vena” ini. Penulisan makalah ini adalah
salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program
Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dokter
pembimbing dr. Armen H. Rangkuti, Sp.Rad (K) yang telah meluangkan waktu
dan memberikan masukan dalam penyusunan makalah sehingga penulis dapat
menyelesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat, akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih.
Medan, Agustus 2015
Penulis
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..........................................................................................iii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................1
1.1.Latar Belakang .....................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................3
2.1. Anatomi dan Fisiologi Pembuluh Darah.............................................3
2.2. Malformasi Arteri-Vena (AVM/Arteriovenous Malformations) ......10
2.2.1. Defenisi ..................................................................................10
2.2.2. Etiologi dan Faktor Risiko .....................................................11
2.2.3. Gambaran Klinis ....................................................................11
2.2.4. Gambaran Radiologis .............................................................12
2.2.5. Penatalaksanaan .....................................................................18
2.2.6. Komplikasi..............................................................................20
BAB III KESIMPULAN .....................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................22
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Malformasi arteri dan vena (AVM/arteriovenous malformation) ditandai
dengan tidak adanya pembuluh kapiler yang menghubungkan arteri dan vena
menyebabkan darah lewat secara langsung dari arteri ke vena. Normalnya,
pembuluh darah arteri membawa darah yang berisi banyak oksigen dari jantung ke
sel-sel tubuh, dan pembuluh darah vena membawa darah sedikit oksigen dari sel-
sel tubuh kembali ke jantung. Etiologi malformasi arteri dan vena tidak diketahui,
biasanya merupakan kelainan kongenital dan dapat terjadi pada laki-laki dan
perempuan dari semua ras atau etnik.
Meskipun AVM dapat terjadi di banyak tempat, namun otak dan medulla
spinalis adalah dua lokasi yang sering memberikan efek yang luas terhadap tubuh.
Malformasi arteri vena otak mungkin asimtomatik sampai terjadi ruptur AVM,
yang menyebabkan perdarahan otak. Perdarahan merupakan tanda pertama yang
ditemui pada 50% AVM di otak. Selain itu kejang dan sakit kepala merupakan
gejala lainnya pada AVM.
Untuk mendiagnosis AVM, dibutuhkan beberapa modalitas diantaranya
CT-scan, MRI, Ultrasonografi, dan Angiografi. Pada CT-scan, AVM dapat
memperlihatkan gambaran masa hemisfer yang isoattenuating/isodensitas hingga
hyperattenuating/hiperdensitas, disertai dengan suplai vaskular yang juga
abnormal. Pada MRI, menunjukkan ukuran lesi dan biasanya, suplai primer AVM
dan drainase vena. MRI secara khusus dapat mendokumentasikan adanya ruptur
pada AVM. USG atau ultrasonografi tidak lazim digunakan dalam mengevaluasi
AVM serebral, tetapi mungkin dapat menjadi peran penunjang pada saat
dilakukan pembedahan terbuka yang bertujuan untuk menentukan lokalisasi
AVM. Angiografi serebral konvensional adalah kriteria standar dalam
mengevaluasi AVM. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengidentifikasi
jumlah dan lokasi dari arteri, lokasi angiografik dan ukuran nidus, tipe shunt dari
lesi (aliran tinggi atau rendah), dan pola drainase venosus (superficial, dalam, atau
campuran).
2
Penatalaksanaan AVM terdiri dari tindakan bedah dan non-bedah.
Penatalaksanaan bedah biasanya merupakan terapi definitif.. Ada beberapa pilihan
tindakan bedah yang dapat dilakukan, yaitu: pembedahan reseksi, embolisasi
endovaskuler, dan radiosurgeri. Sedangkan tindakan non-bedah dapat diberikan
obat-obatan untuk mengontrol kejang dan mengurangi sakit kepala.
Komplikasi yang paling sering terjadi pada AVM adalah perdarahan
instraserebral. Komplikasi lainnya dapat terjadi sehubungan dengan tatalaksana
yang diberikan seperti pada tindakan pembedahan dan embolisasi endovaskular
berupa defisit neurologis yang persisten akibat perdarahan yang terjadi. Selain itu,
pada tindakan radiosurgeri juga dapat terjadi edema pada parenkim otak dan
nekrosis akibat induksi dari radiasi yang pada akhirnya juga dapat menyebabkan
defisit neurologis yang persisten.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Anatomi dan Fisiologi Pembuluh Darah
2.1.1. Arteri dan Arteriol
Karakteristik berbagai macam pembuluh darah diperlihatkan pada tabel 1.
Dinding semua arteri terbuat dari lapisan luar jaringan ikat, adventitia; lapisan
tengah dari otot polos, media; lapisan dalam intima terbuat dari endotelium dan
didasari jaringan ikat (gambar 1). Dinding aorta dan arteri yang berdiameter besar
relatif mengandung banyak jaringan elastik. Dinding ini diregang selama sistol
dan mengalami rekoil pada waktu diastol. Dinding arteiol mengandung lebih
sedikit jaringan elastik tetapi lebih banyak otot polos. Otot dipersarafi oleh serat
saraf adrenergik, yang merupakan vasokonstriktor dalam fungsinya dan pada
beberapa keadaan oleh serat kolinergik yang mendilatasi pembuluh. Arteiol
adalah tempat utama tahanan terhadap aliran darah.1
Tabel 1. Karakteristik berbagai tipe pembuluh darah manusia.
PembuluhDiameter
Lumen
Tebal
dinding
Semua Pembuluh pada Tiap Tipe
Perkiraan Luas
Penampang
Total (cm2)
Presentase volume
darah yang
dikandung1
Aorta 2,5 cm 2 mm 4,5 2
Arteri 0,4 cm 1 mm 20 8
Arteriol 30 μm 20 μm 400 1
Kapiler 5 μm 1 μm 4500 5
Venula 20 μm 2 μm 4000
54Vena 0,5 cm 0,5 mm 40
Vena Cava 3 cm 1,5 mm 18
1 Dalam pembuluh sistemik. Terdapat tambahan 12% dalam jantung dan 18%
dalam sirkulasi paru.
4
Gambar 1. Strutur otot arteri normal Gambar 2. Sirkulasi mikro.
2.1.2. Kapiler
Arteriol dibagi menjadi pembuluh berdinding otot lebih kecil, kadang-kadang
disebut metarteriol, dan ini selanjutnya memberikan ke kapiler (gambar 2). Dalam
beberapa lapisan vaskular yang telah dipelajari secara rinci, metarteriol
dihubungkan langsung dengan venula oleh suatu pembuluh ramai kapiler (through
fare vessel) dan kapiler asli suatu jalinan anastomose pada sisi cabang pembuluh
ramai ini. Lubang kapiler asli dikelilingi pada sisi hulu oleh sedikit otot polos
sfingter prekapiler. Tidak jelas apakah metarteriol dipersarafi, dan tampaknya
bahwa sfingter prekapiler tidak dipersarafi. Meskipun demikian, tentu saja mereka
berespons terhadap bahan vasokonstriktor baik lokal maupun yang beredar.
Diameter kapiler asli pada ujung arteri kira-kira 5 mm dan 9 mm pada ujung vena.
Bila sfingter berdilatasi, diameter kapiler cukup untuk dilalui sel darah merah
ketika melalui kapiler. Pada orang dewasa, luas total semua dinding kapiler dalam
tubuh melebihi 6300 m2. Dinding yang tebalnya sekitar 1 μm terbuat dari satu
lapis sel endotel. Struktur dinding bervariasi dari satu organ ke organ lain. Pada
banyak lapisan, termasuk dalam otot rangka, jantung, dan otot polos, hubungan
antar sel endotel memungkinkan lewatnya molekul sampai diameter 10 nm.
Dalam otak, kapiler menyerupai kapiler otot, tetapi hubungan antara sel endotel
lebih ketat, dan transport yang melaluinya sebagian besar terbatas pada molekul
kecil. Dalam kebanyakan kelenjar endokrin, villi usus, dan bagian ari ginjal,
sitoplasma sel endotel menipis membentuk celah yang disebut fenestrasi.
5
Diameter fenestrasi ini 20-100 nm. Fenestrasi ini memungkinkan lewatnya
molekul yang relatif besar dan membuat kapiler seperti berpori. Dalam hati,
tempat sinusoid kapiler sangat berpori, endotel tidak kontinu dan terdapat celah
besar antara sel endotel yang tidak ditutup membran.
Kapiler dan venula pacscakapiler mempunyai perisit di luar sel-sel endotel
(gambar 3). Sel-sel ini mempunyai tonjolan panjang yang membungkus sekeliling
pembuluh. Mereka bersifat kontraktil dan melepaskan berbagai macam bahan
vasoaktif. Mereka juga menyintesis dan melepaskan bahan membran basal dan
matriks ekstrasel. Tampakya salah satu fungsi faal mereka adalah pengaturan
aliran melalui hubungan antara sel-sel endotel, terutama pada saat ada
peradangan1.
Gambar 3. Potongan melintang. Kiri: Jenis kapiler kontinu di dalam otot. Kanan:
Kapiler jenis fenestrasi
2.1.3. Perdarahan Otak
Arteri Otak
Otak disuplai oleh arteri carotis interna dan arteri vertebralis. Keempat
arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus
Willisi (circulus arteriosus).2
Arteri Carotis Interna
Arteri carotis interna keluar dari sinus cavernosus pada sisi medial
processus clinoideus anterior dengan menempati duramater. Kemudian arteri ini
membelok ke belakang menuju sulcus cerebri lateralis. Di sini, arteri ini
bercabang menjadi arteri cerebri anterior dang arteri serebri media.
6
Cabang-cabang Serebral Arteri Carotis Interna:
Arteri Opthalmica dipercabangkan sewaktu arteri carotis interna keluar
dari sinus kavernosus. Pembuluh ini masuk orbita melalui canalis opticus,
di bawah dan lateral terhadap nervus opticus.
Arteri Communicans Posterior adalah pembuluh kecil yang berjalan ke
belakang untuk bergabung dengan arteri cerebri posterior
Arteri Choroidea, sebuah cabang kecil, berjalan ke belakang, masuk ke
dalam cornu inferior ventriculus lateralis, dan berakhir di dalam plexus
choroideus.
Arteri Cerebri Anterior berjalan ke depan dan medial, dan masuk ke dalam
fissura longitudinalis cerebri. Arteri tersebut bergabung dengan arteri yang
sama dari sisi yang melalui arteri communicans anterior. Pembuluh ini
membelok ke belakang di atas corpus callosum, dan cabang-cabang
corticalnya menyuplai permukaan medial cortex cerebri sampai ke sulcus
parieto-occipitalis. Pembuluh ini juga menyuplai sebagian cortex selebar 1
inchi pada permukaan lateral yang berdekatan. Dengan demikian arteri
cerebri anterior menyuplai “area tungkai” gyrus precentralis. Sejumlah
cabang-cabang centralis menembus substansi otak dan mensuplai massa
substansia grisea di bagian dalam hemispherium cerebri.
Arteri Cerebri Media, adalah cabang terbesar dari arteri carotis interna,
berjalan ke lateral dalam sulcus lateralis. Cabang-cabang cortical meyuplai
seluruh permukaan lateral hemisphere, kecuali daerah sempit yang disuplai
oleh arteri cerebri anterior, polus occipitalis dan permukaan inferolateral
hemisphere yang disuplai oleh arteri cerebri posterior.2
7
Gambar 4. Arteri pada otak dan meningens3
Arteria Vertebralis
Arteri vertebralis, cabang dari bagian pertama arteri subclavia, berjalan ke
atas melalui foramen processus transversus vertebra C1-6. Pembuluh ini masuk ke
tengkorak melalui foramen magnum dan berjalan ke atas, depan dan medial
medulla oblongata. Pada pinggir bawah pons, arteri ini bergabung dengan arteri
sisi lainnya membentuk arteri basilaris.2
Arteria Basilaris
Arteri basilaris, dibentuk dari gabungan kedua arteri vertebralis, berjalan naik
di dalam alur pada permukaan anterior pons. Pada pinggir atas pons bercabang
dua menjadi arteri cerebri posterior.
Cabang-cabang Arteri Basilaris:
1. Cabang-cabang untuk pons, cerrebelum, dan telinga dalam
2. Arteri cerebri posterior
Arteri cerebri posterior pada masing-masing sisi melengkung ke lateral dan
belakang di sekeliling mesenchepalon. Cabang-cabang cortical menyuplai
permukaan inferolateral lobus temporalis dan permukaan lateral dan medial
lobus occipitalis.2
8
Gambar 5. Skema arteri pada otak3
Circulus Willisi
Circulus Willisi terletak dalam fossa interpedunculularis pada dasar otak.
Circulus ini dibentuk oleh anastomosis antara kedua arteri carotis interna dan
kedua arteri vertrebralis. Arteri communicans anterior, arteri cerebri anterior,
arteri carotis interna, arteri communicans posterior, arteri cerebri posterior, dan
arteri basilaris ikut membentuk circulus ini. Circulus ini memungkinkan darah
yang masuk melalui arteri carotis interna atau arteri vertebralis didistribusikan ke
setiap bagian dari kedua hemispherium cerebri. Cabang-cabang cortical dan
central dari cisrculus ini menyuplai substansi otak.2
9
Gambar 6. Circulus Willisi3
Vena Otak
Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot di dalam dindingnya yang
sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan
bermuara ke dalam sinus venosus kranialis. Terdapat vena-vena cerebri, cerebelli,
dan batang otak. Vena magna cerebri dibentuk dari gabungan kedua vena interna
cerebri dan bermuara ke dalam sinus rectus.2
10
Gambar 7. Vena pada Otak3
2.2. Malformasi Arteri Vena
2.2.1. Definisi
Normalnya, pembuluh darah arteri membawa darah yang berisi banyak
oksigen dari jantung ke sel-sel tubuh, dan pembuluh darah vena membawa darah
sedikit oksigen dari sel-sel tubuh kembali ke jantung. Namun ketika terjadi
malformasi arteri dan vena (AVM / arteriovenous malformation) yang ditandai
dengan tidak adanya pembuluh kapiler yang menghubungkan arteri dan vena
menyebabkan darah lewat secara langsung dari arteri ke vena. Meskipun AVM
11
dapat terjadi di banyak tempat, namun di otak dan medulla spinalis adalah dua
lokasi yang sering memberikan efek yang luas terhadap tubuh4,5
2.2.2. Etiologi dan Faktor Risiko
Etiologi malformasi arteri dan vena tidak diketahui, biasanya merupakan
kelainan kongenital dan dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan dari semua ras
atau etnik.4,5
Setiap orang dapat dilahirkan dengan AVM, tapi beberapa faktor dapat
menjadi risiko, yaitu:6,7
1. Laki-laki, AVM lebih sering terjadi pada laki-laki
2. Riwayat keluarga dengan AVM, tapi tidak jelas jika terdapat faktor
genetik atau hanya terjadi secara kebetulan.
2.2.3. Gambaran Klinis
Malformasi arteri vena otak mungkin asimtomatik sampai terjadi ruptur
AVM, yang menyebabkan perdarahan otak. Perdarahan merupakan tanda pertama
yang ditemui pada 50% AVM di otak. Perdarahan pertama kebanyakan terjadi
pada pasien usia 20-40 tahun, risiko perdarahan semakin meningkat dengan
semakin meningkatnya usia.6,8
Kejang dan sakit kepala merupakan simptom utama pada AVM, tapi tidak
ada tipe khusus dari kejang atau sakit kepala. Kejang bisa parsial atau total,
melibatkan kehilangan kontrol pergerakan, konvulsi, atau perubahan tingkat
kesadaran. Sakit kepala yang dialami juga bervariasi, baik dalam frekuensi,
durasi, dan intensitas, kadang-kadang menjadi sesakit migren. Kadang-kadang
sakit kepala secara konsisten mempengaruhi satu sisi kepala yang berdekatan
dengan lokasi AVM. Namun, lokasi nyeri tidak sspesifik terhadap lesi AVM.15
12
AVM juga bisa menyebabkan gejala neurologis yang luas yang berbeda
tiap orang, yang bergantung terhadap lokasi AVM. Gejala seperti lemah atau
paralisis pada satu bagian tubuh; ataksia; apraksia; pusing; gangguan penglihatan;
afasia; parestesia; defisit memori; gangguan mental seperti halusinasi atau
demensia.15
2.2.4. Gambaran Radiologis
Radiografi polos bukan modalitas terkini yang digunakan dalam
menggambarkan malformasi arteri dan vena serebral. Meskipun begitu,
abnormalitas vaskular yang berdilatasi masih dapat dilihat pada gambaran
tengkorak polos. Abnormalitas lebih dalam, seperti kalsifikasi intrakranial yang
berhubungan dengan malformasi arteri vena juga dapat dideteksi. Derajat
ketepatan masih rendah karena impresi pada kalvarium mungkin masih tampak
normal. Foto polos tengkorak tidak menjadi pertimbangan diagnosis dalam
mendeteksi arteriovenosus pada sistem saraf pusat.
Computed Tomography
CT-scan pada AVM dapat memperlihatkan gambaran masa hemisfer yang
isoattenuating/isodensitas hingga hyperattenuating/hiperdensitas, disertai dengan
suplai vaskular yang juga abnormal. Pada keadaan tanpa perdarahan, CT-scan
nonenhance dapat menunjukkan fokus kecil dari kalsifikasi pada sebanyak 30%
pasien. Temuan lainnya dapat berupa kavitas kistik yang merepresentasikan
perdarahan yang sebelumnya terjadi dan hipoatenuasi dari sekeliling parenkim
yang merepresentasikan ensefalomalasia, atrofi serebral, atau gliosis.
13
CT-scan kontras dapat menunjukkan vaskular serpiginosa (berkelok-
kelok) yang merupakan tipikal dari AVM. CT-scan juga dapat
mendemonstrasikan gambaran edema, efek massa, ataupun perubahan iskemik
yang berhubungan dengan AVM, dan dengan gambaran kontras yang lebih dalam
dapat mengidentifikasikan AVM kecil yang sering terlewatkan pada pemeriksaan
CT polos.3
Pada stase hiperakut dari perdarahan, pial/anyaman AVM tampak sebagai
lesi parenkim yang hiperatenuasi pada CT-scan nonenhance karena nilai atenuasi
dan konsentrasi hemoglobin darah yang proporsional. Atenuasi meningkat pada
stase akut dengan hasil berupa formasi clot dan peningkatan konsentrasi
hemoglobin. Regio hiperatenuasi mungkin dikelilingi oleh hipoatenuasi
diakibatkan oleh tekanan serum dan edema.
Karena atenuasi dari hematoma semakin menurun seiring waktu,
komponen perdarahan yang ruptur dari AVM berkembang melalui stase
isoatenuasi yang berlanjut menjadi parenkim otak yang normal. Lesi nonenhanced
terlihat saat fase isoatenuasi mungkin juga dapat terlihat sebagai gambaran
normal. Jika kontras intravena diberikan pada stase ini, gambaran vaskular akan
makin terlihat, seperti juga gambaran nonspesifik atau area seperti cincin. AVM
Gambaran Aksial CT-scan non-kontras menunjukkan (a) area hiperdens pada serebrum kanan (panah besar) dengan area fokal kalsifikasi (panah kecil). Gambaran CT scan dengan kontras menunjukkan (b) enhancing multiple pembuluh darah yang berkelok-kelok (panah besar) dari AVM besar. Drainase vena besar (panah kecil) terjadi pada vena serebri internal
a b
14
pada stase kronik dari perdarahan intraserebral tampak sebagai area yang
hipoatenuasi relatif mirip dengan gambaran jaringan otak normal.
Dural AVM dapat tervisualisasikan melalui CT-scan. Pada keadaan
darurat, CT-scan dapat memperlihatkan perdarahan serebral atau ekstraaksial. CT-
scan dapat menunjukkan tanda sekunder dugaan adanya AVM (seperti pada
pembesaran sinus dural atau drainase vena serebral yang abnormal). Secara
tipikal, gambaran akan terlihat dengan kontras. Meskipun begitu, malformasi
nidus dural sulit terlihat hanya dengan CT-scan.
CT scan merupakan pemeriksaan yang baik untuk mendeteksi perdarahan
serebral, tetapi dapat terlewatkan penyebab AVM. AVM yang memiliki gambaran
isoatenuasi relative hingga normal dengan parenkim sering terlewatkan, terlebih
jika kontras tidak diberikan. Pada kasus darurat, kontras iodine ditunda sampai
pasien stabil. CT scan dengan kontras juga memiliki resiko radiasi. MRI dalam
menjadi pemeriksaan skrining yang umum. Kontras CT scan biasa dilakukan
untuk mendeteksi adanya AVM serebral, atau ketika MRI dikontraindikasikan
atau tidak tersedia. Pada CT scan, AVM tampak sebagai masa nonkalsifikasi atau
kalsifikasi dan massa fokal yang hiperatenuasi yang dapat dibedakan dari massa
kalsifikasi lainnya, seperti sklerosis tuberus, kista koloid, neoplasma, dan
aneurisma.
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Pada MRI, tipe AVM tanpa ruptur tampak sebagai susunan yang rapat atau
jalinan kusut longgar pembuluh darah.
15
Aliran darah yang cepat melalui arteri yang membesar menyebabkan
signal atau aliran kosong pada gambaran MRI. Hal ini merupakan karakteristik
unik dari AVM.
MRI dapat menunjukkan ukuran lesi dan biasanya, suplai primer AVM
dan drainase vena. MRI dapat mendemonstrasikan hubungan aneurisma yang
berkaitan dengan sekuele, seperti efek masa, edema ataupun perubahan iskemik.
Vascular steal atau vaskular yang dicuri pada otak ataupun spinal berikatan
dengan lesi yang mungkin tervisualisasi pada region abnormal yang menurun
intensitasnya pada gambaran T1 dan meningkat intensitasnya pada T2, densitas
proton, dan gambaran short-tau inversion recovery (STIR).
MRI secara khusus dapat mendokumentasikan adanya rupture pada AVM.
Penampakan lesi tergantung pada stase dari hematoma.
Pada perdarahan akut akan tampak gambaran isointensitas pada T1 dan
hipointensitas pada T2 karena keberadaan deoksihemoglobin pada ekstravasasi,
tetapi eritrosit yang tidak lisis. Pada perdarahan intraparenkimal subakut tampak
gambaran hiperintensitas pada kedua T1 ataupun T2 yang konsisten dengan
keberadaan methemoglobin. Hematoma kronik dikarakteristikan sebagai
gambaran hiperintensitas sentral dikelilingi oleh cincin yang hipointensitas hasil
dari keberadaan deposit hemosiderin pada makrofag di sekeliling otak.
Hemosiderin menggambarkan hipointensitas ringan pada T1 dan hipointensitas
yang jelas pada T2.
AVM otak dengan MRI. Tampak efek masa pada ventrikel lateralis akibat perdarahan.
16
MRI merupakan alat perencanaan preoperatif yang baik dalam kaitannya
dengan nidus AVM dan struktur kritikal otak. Tetapi, sensitivitas MRI dalam
mendeteksi aneurisme yang berukuran kurang dari 1-2cm rendah. MRI
merupakan pemeriksaan yang baik dalam mendeteksi nidus AVM dan
abnormalitas aliran pada AVM, tetapi pada kasus perdarahan serebral akut, AVM
yang terkompresi tidak lagi menggambarkan aliran sehingga sering terabaikan.
MRI juga relatif rendah sensitivitasnya dalam mendeteksi malformasi dural.
Kontras mungkin diperlukan untuk menunjukkan vaskular yang abnormal.
Ultrasonografi
USG atau ultrasonografi tidak lazim digunakan dalam mengevaluasi AVM
serebral, tetapi mungkin dapat menjadi peran penunjang pada saat dilakukan
pembedahan terbuka yang bertujuan untuk menentukan lokalisasi AVM.
Angiografi
Angiografi serebral konvensional adalah kriteria standar dalam
mengevaluasi AVM. Pemeriksaan ini meliputi arteri karotis interna dan arteri
vertebralis, dengan juga mengevaluasi arteri, kapiler, dan fase vena. Arteri carotid
eksterna seharusnya dievaluasi pada kontribusi dural. Tujuan pemeriksaan ini
adalah untuk mengidentifikasi jumlah dan lokasi dari arteri, lokasi angiografik
dan ukuran nidus, tipe shunt dari lesi (aliran tinggi atau rendah), dan pola drainase
venosus (superficial, dalam, atau campuran).
Angiogram dari carotid lateral kiri menunjukkan campuran pial dural AVM. Arterial oksipital memanjang hingga nidus melalui cabang distal dari arteri serebri media.
17
Gambaran AVM pada otak. Gambaran angiogram dari carotid kanan anteroposterior menunjukkan suplai sekunder arteri serebral anterior kiri terjadi vascular steal. Terlihat arteri serebri anterior kiri tampak tidak opak dengan injeksi kontras pada carotid ipsilateral.
Gambaran AVM pada angiogram menunjukkan besarnya arteri serebri posterior kiri yang merupakan artery feeder ke nidus.
Gambaran AVM pada angiogram arteri vertebra anteroposterior kiri.
18
Pada angiografi konvensional, pial AVM yang paten akan memiliki arteri
dan vena yang membesar, percepatan AV shunting, dan drainase vena awal.
Malformasi dural memiliki aliran dan AV shunting yang lebih lambat, dan
disuplai oleh pembuluh dural, seperti percabangan arteri meningeal dan oksipital
dari arteri carotid eksternal, atau cabang meningeal dari carotid interna atau arteri
vertebra.
Kateter angiografi biasanya dilakukan untuk menunjukkan semua
malformasi pembuluh darah (pial, dural, atau campuran), dan dapat secara akurat
menunjukkan ukuran dari nidus.
Angiografi merupakan kriteria standar dalam mengevaluasi adanya AVM,
tetapi pengerjaannya invasif dan beresiko terhadap peletakkan kateter, kontras,
atau injeksi. Resiko spesifik neuroangiografik termasuk stroke, diseksi arterial,
reaksi terhadap zat kontras, dan insufisiensi ginjal atau gagal ginjal. Meskipun
begitu, angiografi serebral modern sejauh ini aman dan dapat dilakukan untuk
menganalisis AVM. Komplikasi terjadi kurang dari 1%.
2.2.5. Penatalaksanaan
Obat-obatan
Pada beberapa pasien dengan faktor risiko yang rendah untuk terjadi pecahnya
AVM, dapat diberikan obat-obatan untuk mengontrol kejang dan mengurangi
sakit kepala yang dirasakan.
Gambaran AVM pada angiogram. Fase venosus yang menunjukkan beberapa drainase superficial dan dalam dari vena.
19
Antikonvulsan : Terapi antikonvulsan yang disesuaikan dengan jenis
kejang umumnya dapat mengontrol terjadinya kejang. Kejang dapat
dikendalikan dengan baik dengan fenitoin, carbamazepine, valproic acid,
lamotrigin atau obat antiepilepsi lainnya yang diindikasikan untuk
gangguan kejang parsial.
Analgesik : Sakit kepala dengan onset akut tanpa adanya tanda-tanda
gangguan neurologis mungkin merupakan tanda telah terjadinya
pendarahan, baik intraventrikular ataupun subarachnoidal, dan dalam hal
ini perlu dilakukan penilaian langsung dengan neuroimaging. Untuk sakit
kepala AVM yang tidak berhubungan dengan perdarahan intrakranial,
analgesik standar untuk sakit kepala dapat digunakan.
Tindakan Operasi
Pembedahan reseksi
Pembedahan reseksi adalah tindakan pengobatan definitif dan paling
efektif karena lebih mudah mengakses lesi yang berukuran lebih kecil.
AVM dapat dicapai dengan kraniotomi melalui konveksitas serebral, dasar
tengkorak, atau sistem ventrikel. Arteri diisolasi dan diikat, kemudian
nidus direseksi. Vena diikat terakhir sehingga tekanan tidak meningkat
saat nidus sedang direseksi. Angiografi dilakukan secara rutin pasca
operasi untuk memastikan bahwa tidak ada sisa AVM.
Embolisasi endovaskular
Tindakan endovaskular meliputi tindakan memasukkan agen thrombus
seperti quick-acting acrylate glue (N-butyl cyanoacrylate, NBCA), koin
yang merangsang thrombus, cairan embolik, atau balon kecil ke dalam
nidus AVM. Tujuan dari embolisasi adalah untuk memblokir aliran darah
dengan kecepatan tinggi dari sistem arteri yang bertekanan tinggi ke dalam
sistem vena. Embolisasi serial yang dilakukan dapat mengurangi ukuran
AVM sehingga memudahkan tindakan reseksi dan radio fokal yang akan
dilakukan.
Radiosurgery
20
Radiosurgery umumnya merupakan pilihan yang digunakan untuk
mengobati AVM yang ukurannya < 3cm. Proton beam, linear accelerator,
atau metode gamma knife digunakan untuk memberikan radiasi dosis
tinggi pada AVM sambil meminimalkan efek ke jaringan otak sekitarnya.
Tindakan ini mungkin memerlukan waktu hingga 1-3 tahun untuk
terjadinya thrombis AVM sehingga pasien berisiko mengalami perdarahan
selama masa pengobatan.
2.2.6. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering terjadi pada AVM adalah perdarahan
instraserebral. Komplikasi lainnya dapat terjadi sehubungan dengan tatalaksana
yang diberikan seperti pada tindakan pembedahan dan embolisasi endovaskular
berupa defisit neurologis yang persisten akibat perdarahan yang terjadi. Selain itu,
pada tindakan radiosurgery juga dapat terjadi edema pada parenkim otak dan
nekrosis akibat induksi dari radiasi yang pada akhirnya juga dapat menyebabkan
defisit neurologis yang persisten. Selain itu dilaporkan pula bahwa dapat terjadi
percepatan proses aterosklerosis pada pembuluh darah yang mengalami radiasi
sebelumnya.
21
BAB III
KESIMPULAN
1. Malformasi arteri dan vena (AVM/arteriovenous malformation) ditandai
dengan tidak adanya pembuluh kapiler yang menghubungkan arteri dan vena
menyebabkan darah lewat secara langsung dari arteri ke vena.
2. CT-scan pada AVM dapat memperlihatkan gambaran masa hemisfer yang
isoattenuating/isodensitas hingga hyperattenuating/hiperdensitas, disertai
dengan suplai vaskular yang juga abnormal.
3. Pada MRI, tipe AVM tanpa ruptur tampak sebagai susunan yang rapat atau
jalinan kusut longgar pembuluh darah. Aliran darah yang cepat melalui arteri
yang membesar menyebabkan signal atau aliran kosong pada gambaran MRI.
4. USG tidak lazim digunakan dalam mengevaluasi AVM serebral, tetapi
mungkin dapat menjadi peran penunjang pada saat dilakukan pembedahan
terbuka yang bertujuan untuk menentukan lokalisasi AVM.
5. Angiografi serebral konvensional adalah kriteria standar dalam mengevaluasi
AVM. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengidentifikasi jumlah dan
lokasi dari arteri, lokasi angiografik dan ukuran nidus, tipe shunt dari lesi
(aliran tinggi atau rendah), dan pola drainase venosus (superficial, dalam,
atau campuran).
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Ganong, William F,. 2003. Fisiologi Saraf & Sel Otot. Dalam H. M. Djauhari
Widjajakusumah: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta: EGC.
Hal 553-556.
2. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6
; Alih bahasa, Liliana Sugiharto. Jakarta : EGC.
3. Neter FH, Craig JA, Perkins J. 2002. Atlas of Neuroanatomy and
Neurophysiology. Special Edition. USA.
4. National Institute of Neurologic Disorder and Stroke. 2014. Arteriovenous
Malformations and Other Vascular Lesions of the Central Nervous System
Fact Sheet. Available from:
http://www.ninds.nih.gov/disorders/avms/detail_avms.htm [Accessed 14
August 2015].
5. American Hearts Association dan American Stroke Association. 2015. What
Is an Arteriovenous Malformation (AVM)?. Available from:
http://www.strokeassociation.org/STROKEORG/AboutStroke/TypesofStroke
/HemorrhagicBleeds/What-Is-an-Arteriovenous-Malformation-
AVM_UCM_310099_Article.jsp [Accessed 14 August 2015].
6. Anonim. 2015. Brain AVM (Arteriovenous Malformation). Available from:
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/brain-avm/symptoms-
causes/dxc-20129994 [Accessed 15 August 2015].
7. Ministry of National Guard Health Affairs – Kingdom of Saudi Arabia. 2015.
Arteriovenous malformations. Available from:
http://www.kaahe.org/health/en/280-arteriovenous-malformations/280-4-
arteriovenous-malformations-risk-factors.html [Accessed 15 August 2015]
8. M. Friedlander, Robert. 2007. Arteriovenous Malformations of the Brain.
Available from: http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp067192
[Accessed 17 August 2015].
9. Orrison W Jr. Neuroimaging. Philadelphia, Pa: WB Saunders Co; 2000. Vol.
1.
23
10. Yamashita S, Fujisawa M, Kodama K, Ishikawa M, Katagi R. Use of
preoperative 3D CT/MR fusion images and intraoperative CT to detect
lesions that spread onto the brain surface. Acta Neurochir Suppl. 2013.
118:239-44.
11. Yuen EHY, King AD, Ahuja AT. Case Studies in Medical Imaging Radiologi
for Students and Trainees. 2006. Cambridge: Cambridge University Press.
12. Baum S, Pentecost M, eds. Abram's Angiography: Interventional Radiology.
4th ed. Boston, Mass: Little, Brown & Company; 1997. Vol. 3.
13. Osborn AG, Tong KA. Handbook of Neuroradiology: Brain and Skull. 2nd
ed. St. Louis, Mo: Mosby-Year Book; 1996.
14. Anonim. 2015. Arteriovenous Malformation. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1160167-followup#e3 [Accessed 14
August 2015].
15. Anonim. 2015. Arteriovenous Malformations (and Other Vascular Lesions of
the Central Nervous System). Available from:
http://www.medicinenet.com/arteriovenous_malformation/article.htm
[Accessed 17 August 2015].