Paper PKN Korupsi
-
Upload
puthut-giri-winoto -
Category
Documents
-
view
33 -
download
0
description
Transcript of Paper PKN Korupsi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sungguh ironi permasalahan di negeri tercinta ini yang notabenya
penduduk muslim terbesar di dunia terjadi korupsi, kini sudah menjadi
permasalahan serius di negeri ini, budaya korupsi sudah sangat mengakar
dari generasi pendahulu sampai sekarang kasus korupsi sudah tidak
terhitung lagi jumlahnya. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah
dalam menangani korupsi dan hukum yang sangat tegas. Dibentuknya pula
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan beberapa Instansi anti korupsi
lainnya. Namun faktanya negeri ini masih menduduki rangking atas
sebagai Negara terkorup didunia. Karena dari itu, korupsi patut menjadi
perhatian serius bagi kita semua. Salah satu mengapa orang berani
melakukan tindak pidana korupsi yaitu karena kurangnya kesadaran
pribadi tentang bahaya korupsi. Tentu saja kita tidak bisa menyadarkan
para koruptor karena mereka sudah terlanjur terbiasa dengan tindakannya
tersebut.
Jadi, salah satu upaya jangka panjang yang terbaik untuk mengatasi
korupsi adalah dengan memberikan pendidikan anti korupsi dini kepada
kalangan generasi muda sekarang. Karena generasi muda adalah generasi
penerus yang akan menggantikan kedudukan para penjabat terdahulu. Juga
karena generasi muda sangat mudah terpengaruh dengan lingkungan di
sekitarnya. Jadi, kita lebih mudah mendidik dan memengaruhi generasi
muda supaya tidak melakukan tindak pidana korupsi sebelum mereka
lebih dulu dipengaruhi oleh “budaya” korupsi dari generasi pendahulunya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah sebagai
berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan korupsi?
2. Bagaimana pemberantasan korupsi di Indonesia?
3. Bagimanakah peranan pendidikan anti korupsi dini dikalangan
generasi muda dalam mencegah terjadinya tindak korupsi?
4. Bagaimana strategi yang dilakukan untuk pemberantasan korupsi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui lebih dalam tentang korupsi.
2. Untuk mengetahui pemberantasan korupsi di Indonesia.
3. Untuk mengetahui peranan pendidikan anti korupsi dini dikalangan
generasi muda dalam mencegah terjadinya tindak korupsi.
4. Untuk mengetahui strategi yang dilakukan untuk pemberantasan
korupsi.
D. Manfaat
1. Makalah ini diharapkan dapat memberikan pemahaman terhadap
pola piker generasi muda agar tidak melakukan tindak korupsi
yang bias merugikan diri sendiri, keluarga ataupun masyarakat
luas.
2. Makala hini diharapkan bias menjadi tolak ukur dan motivasi
terhadap generasi muda agar bias menghindari tindak korupsi.
3. Makalah ini diharapkan dapat membantu memberikan
pembelajaran khususnya terhadap generasi muda untuk membenahi
dan meningkatkan peranan dan dukungan terhadap edukasi anti
korupsi sejak dini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Korupsi
Secara etimologis, korupsi berasal dari kata “korup” yang berarti
buruk, rusak, dan busuk. “korup” juga dapat berarti dapat disogok (melalui
kekuasaan untuk kepentingan pribadi). Korupsi juga disebutkan berasal
dari bahasa latin corrupere dan corruptio yang berarti penyuapan dan
corrupere yang berarrti merusak. Istilah ini kemudian di pakai dalam
bebagai bahasa asing, seperti Inggris menjadi cooruption dan di Indonesia
menjadi korupsi.
Dalam bahasa arab korupsi disebut riswah yang berarti penyuapan.
Riswah juga dimaknai sebagai uang suap. Korupsi sebagai sebuah
tindakan yang merusak dan berkhianat juga disebut fasad dan gulul.
Ketiga istilah ini memiliki rujukan teologis baik dalam hadis maupun
dalam Al-quran.
Sementara dalam terminologis korupsi diartikan sebagai pemberian
dan penerimaan suap. Defenisi korupsi ini lebih menekankan pada praktik
pemberian suap atau penerimaaan suap. Dengan demikian baik yang
menerima maupun memberi keduanya termasuk koruptor.
David M Chalmers menguraikan pengertian korupsi sebagai
tindakan-tindakan manipulasi dan kepurusan mengenai keuangan yang
membahayakan ekonomi. JJ Senturia dalam Encyclopedia of social sciens
(Vol VI, 1993) mendefinisikan korupsi sebagai penyalahgunaan kekusaan
pemerintahan untuk keuntungan pribadi. Definisi ini dianggap sangat
spesifik dan konvensional karena meletakan persoalan korupsi sebagai
ranah pemerintah semata. Padahal seiring dengan proses swastanisasi
(privatisasi) perusahaan negara dan pengalihan kegiatan yang selama ini
masuk dalam ranah negara ke sektor swasta, maka definisi korupsi
mengalami perluasan. Ia tidak hanya terkait dengan penyimpanagan yang
dilakukan oleh pemerintah, tapi juga oleh pihak swasta dan pejabat-pejabat
ranah publik baik politisi, pegawai negeri maupun orang-orang dekat
mereka yang memperkaya diri dengan cara melanggar hukum. Berpijak
pada hal tersebut Transparancy International memasukan tiga unsur
korupsi yaitu penyalahgunaan kekuasaan, kekuasaan yang dipercayakan
dan keuntungan pribadi baik secara pribadi, anggota keluarga, maupun
kerabat dekat lainnya.
Dari beberapa defenisi diatas, baik secara etimologis maupun
terminologis, korupsi dapat dipahami dalam tiga level. Pertama Korupsi
dalam pengertian tindakan pengkhianatan terhadap kepercayaan, kedua
pengertian dalam semua tindakan penyalahgunaan kekuasaan baik pada
tingkat negara maupun lembaga-lembaga struktural lainnya termasuk
lembaga pendidikan. Ketiga korupsi dalam pengertian semua bentuk
tindakan penyalahgunaan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan
materil.
B. Pemberantasan Korupsi Di Indonesia
Korupsi di Indonesia sudah menjadi fenomena yang sangat
mencemaskan, karena telah semakin meluas dan merambah pada lembaga
Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Kondisi tersebut telah menjadi salah
satu faktor penghambat utama pelaksanaan pembangunan di Indonesia.
Ketidakberhasilan Pemerintah memberantas korupsi juga semakin
melemahkan citra Pemerintah dimata masyarakat dalam pelaksanaan
pemerintah yang tercermin dalam bentuk ketidakpercayaan masyarakat,
ketidakpatuhan masyarakat terhadap hukum, dan bertambahnya jumlah
angka kemiskinan absolut. Apabila tiidak ada perbaikan yang berarti,
maka kondisi tersebut akan sangat membahayakan kesatuan dan persatuan
bangsa.
Pada tataran perekonomian makro, dampak yang ditimbulkan oleh
korupsi ialah: 1) semakin menurunnya kualitas taraf hidup rakyat; 2)
semakin sulitnya upaya masyarakat memperoleh pendapatan ekonomi; 3)
semakin meningginya pola pengeluaran masyarakat; 4) semakin buruknya
tingkat kesehatan masyarakat lantaran semakin menurunnya pola
pengeluaran konsumsi untuk kesehatan; dan 5) semakin menurunnya
kinerja sektor-sektor produksi, distribusi dan industri. Sedangkan pada
tataran perekonomian makro, korupsi melahirkan dampak-dampak yang
hebat, yakni: 1) semakin merosotnya pertumbuhan ekonomi nasional; 2)
semakin tingginya tingkat inflasi; 3) semakin rendahnya kinerja investasi
nasional; 4) semakin merosotnya nilai tukar mata uang Rupiah; dan 5)
semakin rendahnya kinerja perbankan nasional.
Namun penanganan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang
dilakukan selama ini tidak didukung oleh:
1. Adanya kehendak Pemerintahan yang sungguh-sungguh dalam
memberantas korupsi. Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan perwujudan
kehendak Pemerintah yang sungguh-sungguh dalam memberantas
korupsi.
2. Adanya kesamaan presepsi, kesamaan tujuan, dan kesamaan
rencana tindak (action plan) dalam memberantas korupsi. Rencana
Aksi Nasional Pemberantas Korupsi (RAN-PK) Tahun 2004-2009
merupakan perwujudan adanya kesamaan persepsi, kesamaan
tujuan, dan kesamaan rencana tindak dalam memberantas korupsi.
3. Pemanfaatan Teknologi Informasi (IT) untuk menanggulangi
korupsi. Karena itu, perlu menyiapkan penerapan TI dalam
pencegahan dan penindakan tindak pidana korupsi.
4. Pemanfaatan “single identification number” untuk setiap urusan
masyarakat. Karena itu, perlu menyiapkan penerapan “single
identification number” atau suatu identifikasi yang berlaku untuk
semua keperluan masyarakat (SIM, pajak, bank, dll) yang
diharapkan mampu mengurangi peluang penyalahgunaan oleh
setiap anggota masyarakat.
5. Peraturan perundang-undangan yang saling menunjang dan
memperkuat. Masih banyak peraturan perundang-undangan yang
tumpang tindih, duplikasi, dan bertentangan, sementara beberapa
hal yang penting yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi alpa
untuk diatur. Karena itu, perlu untuk berupaya menyempurnakan
peraturan perundang-undangan dalam rangka peningkatan
pengawasan atas pelayanan publik serta melakukan harmonisasi
dan revisi peraturan perundang-undangan dan peraturan
pelaksanaan yang berhubungan dengan pengawasan dan
pemeriksaan internal instansi pemerintah.
Korupsi selain terkait dengan aturan normatif yang lemah, sikap dan
perilaku juga disebabkan karena lemahnya sistem menejemen sumber daya
manusia dari penyelenggara pemerintahan, mulai dari sistem rekrutmen,
karir dan promosi dan penilaian kinerja sampai kepada remunerasinya.
Ketidakpercayaan masyarakat terhadap legitimasi Pemerintah juga
disebabkan karena sistem pendidikan yang kurang menggugah kesadaran
dan tanggung jawab untuk tidak berbuat atau melawan korupsi, serta
kurang menanamkan kepada anak didik tentang hak dan kewajiban warga
negara atas negaranya. Rendahnya pendidikan masyarakat juga dapat
menjadi faktor yang mengkondisikan praktik korupsi di dalam masyarakat.
Dan itu menyebabkan masyarakat seringkali menjadi sasaran empuk
birokrasi negara dalam memanipulasi sejumlah fasilitas dan pelayanan
publik.
Sementara itu, Pasal 2 ayat (2) UU No.31 Tahun 1999 Jo. UU
No.20 Tahun 2001 mengatur perihal faktor pemberatan pidana terkait
tindak pidana korupsi versi Pasal 2 ayat (1). Faktor pemberatan yang
dimaksud ialah: 1) tindak pidana korupsi dilakukan terhadap dana yang
diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya; 2) tindak pidana
korupsi dilakukan terhadap dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan
bencana alam nasional; 3) tindak pidana korupsi dilakukan terhadap dana
yang diperuntukkan bagi penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang
meluas; 4) tindak pidana korupsi dilakukan terhadapdana yang
diperuntukkan bagi penanggulangan krisis ekonomi dan moneter; 5) tindak
pidana korupsi dilakukan sebagai penangulangan tindak pidana.
Langkah-langkah untuk menemukenali hambatan dalam
pemberantasan korupsi telah dilakun dalam Rapat Pengawasan Tingkat
Nasional di Bali pada bulan Desember 2002 yang menyepakati bahwa
penanganan korupsi selama ini menghadapi berbagai hambatan serius
yang dikelompokkan menjadi:
1. Hambatan Struktural
Hambatan Struktural adalah hambatan yang bersumber dari
praktik-praktik penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang
membuat penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan
sebagaimana mestinya.
2. Hambatan Kultural
Hambatan Kultural adalah hambatan yang bersumber dari
kebiasaan negatif yang berkembang di masyarakat.
3. Hambatan Instrumental
Hambatan Instrumental adalah hambatan yang bersumber
dari kurangnya instrumen pendukung dalam bentuk peraturan
perundang-undangan yang membuat penanganan tindak pidana
korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya.
4. Hambatan Manajemen
Hambatan Manajemen adalah hambatan yang bersumber
dari diabaikannya atau tidak diterapkannya prinsip-prinsip
manajemen yang baik (komitmen yang tinggi dilaksanakan secara
adil, transparant dan akuntabel) yang membuat penanganan tindak
pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya.
C. Pendidikan Anti Korupsi
Pendidikan adalah salah satu penuntun generasi muda untuk ke
jalan yang benar. Jadi, sistem pendidikan sangat memengaruhi perilaku
generasi muda ke depannya. Termasuk juga pendidikan anti korupsi dini.
Pendidikan, sebagai awal pencetak pemikir besar, termasuk koruptor
sebenarnya merupakan aspek awal yang dapat merubah seseorang menjadi
koruptor atau tidak. Pedidikan merupakan salah satu tonggak kehidupan
masyarakat demokrasi yang madani, sudah sepantasnya mempunyai andil
dalam hal pencegahan korupsi. Salah satu yang bisa menjadi gagasan baik
dalam kasus korupsi ini adalah penerapan anti korupsi dalam pendidikan
karakter bangsa di Indonesia.
Pendidikan anti korupsi sesungguhnya sangat penting guna
mencegah tindak pidana korupsi. Jika KPK dan beberapa instansi anti
korupsi lainnya menangkapi para koruptor, maka pendidikan anti korupsi
juga penting guna mencegah adanya koruptor. Seperti pentingnya
pelajaran akhlak dan moral. Pelajaran akhlak penting guna mencegah
terjadinya kriminalitas. Begitu halnya pendidikan anti korupsi memiliki
nilai penting guna mencegah aksi korupsi. Maka dari itu, sebagai wanita,
pemelihara bangsa dan penelur generasi penerus bangsa, sudah pasti harus
mampu memberikan sumbangsih dalam hal pemberantasan korupsi. Satu
hal yang pasti, korupsi bukanlah selalu terkait dengan korupsi uang.
Namun sisi korupsi dapat merambah dalam segala hal bidang kehidupan.
Misalnya tenaga, jasa, materi, dan sebagainya. Seperti yang dilansir dari
program KPK yang akan datang bahwa pendidikan dan pembudayaan
antikorupsi akan masuk ke kurikulum pendidikan dasar hingga pendidikan
tinggi mulai tahun 2012. Pemerintah akan memulai proyek percontohan
pendidikan antikorupsi di pendidikan tinggi. Jika hal tersebut dapat
terealisasi dengan lancar maka masyarakat Indonesia bisa optimis di masa
depan kasus korupsi bisa diminimalisir.
Salah satu kekeliruan upaya pemberantasan korupsi selama ini
adalah terlalu fokus pada upaya menindak para koruptor. Sedikit sekali
perhatian pada upaya pencegahan korupsi. Salah satunya lewat upaya
pendidikan antikorupsi. Terakhir, era reformasi melahirkan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), yang selain diserahi tugas penindakan,
juga tugas pencegahan tindak pidana korupsi, seperti pendidikan
antikorupsi kepada masyarakat.
Menyadari hal ini, timbul gagasan memasukkan materi antikorupsi
dalam kurikulum pendidikan tingkat SD hingga SMU, sebagai bentuk
nyata pendidikan antikorupsi. Tujuan pendidikan antikorupsi adalah
menanamkan pemahaman dan perilaku antikorupsi.
Ide memasukkan materi antikorupsi dalam kurikulum mendapat
respons positif masyarakat. Hasil jajak pendapat harian Seputar Indonesia
terhadap 400 responden (27/5), sebanyak 87% menyatakan perlunya
memasukkan pendidikan antikorupsi dalam kurikulum. Keyakinan
masyarakat juga relatif besar. Hampir 200 responden menyatakan
keyakinannya bahwa pendidikan antikorupsi bisa berjalan efektif
membendung perilaku korupsi di Indonesia.
Jajak pendapat itu menjaring pula pendapat masyarakat seputar
pentingnya pendidikan antikorupsi. Masyarakat berharap pendidikan
antikorupsi memberikan pengetahuan seputar korupsi dan bahayanya,
mencetak daya manusia yang berkesadaran tinggi terhadap hukum, serta
memutus mata rantai korupsi.
Lebih dari itu, masyarakat berkeinginan agar upaya pendidikan
antikorupsi berjalan paralel dengan upaya lainnya, yakni maksimalisasi
penegakan hukum, fungsi pengawasan yang ketat, sosialiasi dan kampanye
gerakan antikorupsi secara berkala dan berkesinambungan, dan
menghilangkan praktik korupsi dalam birokrasi.
Pendidikan Anti-Korupsi melalui jalur pendidikan lebih efektif,
karena pendidikan merupakan proses perubahan sikap mental yang terjadi
pada diri seseorang, dan melalui jalur ini lebih tersistem serta mudah
terukur, yaitu perubahan perilaku anti korupsi. Perubahan dari sikap
membiarkan dan memaafkan para koruptor ke sikap menolak secara tegas
tindakan korupsi, tidak pernah terjadi jika kita tidak secara sadar membina
kemampuan generasi mendatang untuk memperbaharui sistem nilai yang
diwarisi (korupsi) sesuai dengan tuntutan yang muncul dalam setiap tahap
perjalanan bangsa.
Sistem nilai adalah keseluruhan norma-norma etika yang dijadikan
pedoman oleh bangsa untuk mengatur perilaku dari semula sikap
membiar-kan, memahami, dan memaafkan korupsi ke sikap menolak
secara tegas dan ini hanya akan terjadi setelah lahir generasi yang mampu
mengidentifikasi berbagai kelemahan dalam sistem yang mereka warisi
dan mampu memperbaharui sistem nilai warisan itu berdasarkan situasi
baru (Buchori, Muchtar, 2007 dikutif dari Kompas, 21 Februari 2007).
Pada dasarnya sistem nilai yang lebih baik, datang dari berbagai
pengalaman nyata dari perjalanan suatu bangsa yang bersifat dramatis
yang lahir dari kontemplasi mendalam mengenai makna aneka peristiwa
kehidupan yang dijumpai selama suatu kurun waktu. Dalam konteks
pendidikan, ” mencabut korupsi sampai se akar-akarnya” berarti
melakukan serangkaian usaha untuk melahirkan generasi yang tidak
bersedia menerima dan memaafkan suatu perbuatan korupsi. Oleh karena
itu harus dilakukan usaha-usaha untuk melahirkan perubahan radikal
dalam sikap bangsa terhadap korupsi.
Berdasarkan uraian tersebut, Pendidikan Anti Korupsi
menfokuskan pada penanaman nilai-nilai pada generasi muda, sehingga
akan muncul sistem nilai baru yang terinternalisasi pada diri generasi
muda sebagai pedoman hidup (tidak melakukan korupsi) dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai Anti-Korupsi yang
perlu ditanamkan kepada generasi mudah melalui jalur pendidikan yang
direkomendasikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi yaitu tanggung
jawab, disiplin, jujur, sederhana, kerja keras, mandiri, adil, berani, dan
peduli (sembilan nilai).
Franz Magnis Suseno (dalam Djabar, 2008) mengemukakan,
terdapat tiga sikap moral fundamental yang akan membikin orang menjadi
kebal terhadap godaan korupsi: kejujuran, rasa keadilan, dan rasa tanggung
jawab. Jujur berarti berani menyatakan keyakinan pribadi. Menunjukkan
siapa dirinya. Kejujuran adalah modal dasar dalam kehidupan bersama.
Ketidakjujuran jelas akan menghancurkan komunitas bersama. Peserta
didik perlu belajar bahwa berlaku tidak jujur adalah sesuatu yang amat
buruk. Adil berarti memenuhi hak orang lain dan mematuhi segala
kewajiban yang mengikat diri sendiri. Magnis mengatakan, bersikap baik
tetapi melanggar keadilan, tidak pernah baik. Keadilan adalah tiket menuju
kebaikan. Tanggung jawab berarti teguh dan tekun melaksanakan
tugas/kewajiban hingga tuntas. Misalnya, peserta didik diberi tanggung
jawab mengelola dana kegiatan olahraga di sekolahnya. Rasa tanggung
jawab peserta didik terlihat ketika dana dipakai seoptimal mungkin
menyukseskan kegiatan olahraga. Menurut Magnis, pengembangan rasa
tanggung jawab adalah bagian terpenting dalam pendidikan anak menuju
kedewasaan. Menjadi orang yang bermutu sebagai manusia (Faisal Djabar,
2008).
Selanjutnya, dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3 dinyatakan secara
eksplisit bahwa: “ Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.” Dengan demikian, pembinaan
pendidikan anti-korupsi pada jalur pendidikan di seluruh satuan
pendidikan (sekolah) merupakan wahana untuk mendukung dan
mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut.
Untuk mewujudkan Pendidikan Anti-Korupsi, pendidikan di
sekolah harus diorientasikan pada tataran moral action, agar peserta didik
tidak hanya berhenti pada kompetensi (competence) saja, tetapi sampai
memiliki kemauan (will), dan kebiasaan (habit) dalam mewujudkan nilai-
nilai dalam kehidupan sehari-hari. Lickona (1991), menyatakan bahwa
untuk mendidik moral anak sampai pada tataran moral action diperlukan
tiga proses pembinaan yang berkelanjutan mulai dari proses moral
knowing, moral feeling, hingga sampai pada moral action. Ketiganya
harus dikembangkan secara terpadu dan seimbang. Dengan demikian
diharapkan potensi peserta didik dapat berkembang secara optimal, baik
pada aspek kecerdasan intelektual, yaitu memiliki kecerdasan, kemampuan
membedakan yang baik dan buruk, benar dan salah, serta menentukan
mana yang bermanfaat. Kecerdasan emosional, berupa kemampuan
mengendalikan emosi, menghargai dan mengerti perasaan orang lain, dan
mampu bekerja dengan orang lain. Kecerdasan sosial, yaitu memiliki
kemampuan berkomunikasi, senang menolong, berteman, senang bekerja
sama, senang berbuat untuk menyenangkan orang lain. Kecerdasan
spritual, yaitu memiliki kemampuan iman yang anggun, merasa selalu
diawasi oleh Allah, gemar berbuat baik karena lillahi ta’alah, disiplin
beribadah, sabar, ikhtiar, jujur, pandai bersyukur dan berterima kasih.
Sedangkan kecerdasan kinestetik, adalah menciptakan keperdulian
terhadap dirinya dengan menjaga kesehatan jasmani, tumbuh dari rizki
yang hahal, dan sebagainya. Maka sosok manusia yang mengembangkan
berbagai kecerdasan tersebut, diharapkan siap menghadapi dan
memberantas perbuatan korupsi atau bersikap anti korupsi.
Karena proses pembinaan yang berkelanjutan dimulai dari proses
moral knowing, moral feeling, hingga sampai pada moral action, maka
implementasi pembinaannya perlu ditindaklanjuti dengan membangun
”kantin kejujuran” di sekolah sebagai praktik moral action yang harus
dirancang sesuai dengan muatan sifat edukasi. Hasil yang diharapkan dari
intervensi di jalur pendidikan adalah: Kaum muda khususnya pelajar dapat
lebih memahami tindak pidana korupsi, dan mulai berani berkata “TIDAK'
untuk korupsi, dan pada gilirannya dapat mewarnai, mendorong
masyarakat dan lingkungan sekitarnya untuk bersama-sama bangkit
melawan korupsi. Dengan kondisi demikian diharapkan dapat membawa
negeri ini keluar dari perangkap korupsi serta mengembalikan kewibawaan
serta harga diri bangsa.
Menurut Dharma (2003) secara umum tujuan pendidikan anti
korupsi adalah:
1. Pembentukan pengetahuan dan pemahaman mengenai
bentuk korupsi dan aspek-aspeknya.
2. Pengubahan persepsi dan sikap terhadap korupsi.
3. Pembentukan keterampilan dan kecakapan baru yang
dituduhkan untuk melawan korupsi.
D. Strategi Pemberantasan Korupsi
Rencana Strategis (Renstra) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
tahun 2004-2007, strategi-strategi yang digunakan untuk memberantas
korupsi di Indonesia.
1. Strategi Pembangunan Kelembagaan
Tujuan yang ingin dicapai oleh strategi pembangunan
kelembagaan ini adalah terbentuknya suatu lembaga Komisi
Pemberantasan Korupsi yang efektif.
2. Strategi Penindakan
Tujuan yang ingin dicapai oleh strategi penindakan ini
adalah meningkatkan penyelesaian perkara tindak pidana korupsi.
3. Strategi Pencegahan
Tujuan yang ingin dicapai oleh strategi pencegahan ini
adalah terbentuknya suatu sistem pencegahan tindak pidana korupsi
yang handal.
4. Strategi Penggalangan Keikutsertaan Masyarakat
Tujuan yang ingin dicapai oleh strategi penggalangan
keikutsertaan masyarakat ini adalah terbentuknya suatu
keikutsertaan dan partisipasi aktif dari segenap komponen bangsa
dalam memberantas korupsi.
Pada intinya sebuah tindakan bisa dikatakan tindakan korupsi meliputi
perbuatan/tindakan sebagai berikut:
1. Melawan hukum, yakni tidak taat kepada aturan dan tata laksana
hukum yang ada di Indonesia.
2. Memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan merugikan orang
banyak dengan cara yang tidak sesuai aturan.
3. Merugikan keuangan negara dengan berdalih apapun.
Untuk dasar-dasar hukum ada 5 dasar hukum, yakni:
1. Undang Undang Republik Indonesia nomor 30 tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Korupsi.
2. Undang Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2001 tentang
Perubahan atas Undang Undang nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
3. Undang Undang Republik Indonesia nomor31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Korupsi.
4. Undang Undang Republik Indonesia nomor 28 tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi,
kolusi, dan nepotisme.
5. Peraturan pemerintah Republik Indonesia no 71 tahun 2000
tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran serta masyarakat dan
Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
Ada 30 hal yang bisa dikategorikan masuk dalam tindak pidana
korupsi. Tapi dapat kita sederhanakan menjadi 7 dan satu jenis tindak
pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, yakni:
1. Kerugian Keuangan Negara
2. Suap-menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan Curang
6. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan Barang
7. Gratifikasi
Jenis tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi
terdiri atas beberapa tindakan, yakni:
1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi
2. Tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan yang tidak
benar
3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka
4. Saksi/Ahli yang tidak memberikan keterangan atau memberikan
keterangan palsu
5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan
keterangan atau memberikan keterangan palsu
6. Saksi yang membuka identitas pelapor
Analisa mendalam tentang korupsi tidak hanya menyangkut pelaku
namun juga faktor penyebab dan motivasi pelaku melakukan tindakan
koruptif. Pemahaman mengenai hal ini menjadi penting bagi para aktivis
muda dalam gerakan anti korupsi agar upaya pemberantasan korupsi bisa
sampai pada akar masalahnya.
Berdasarkan hasil identifikasi korupsi, maka dapat disimpulkan
beberapa wilayah yang rentan korupsi, yakni:
1. Eksekutif
2. Legislatif
3. Yudikatif
4. Perusahaan swasta (nasional, internasional)
5. LSM
6. Partai politik
7. Institusi pendidikan
8. Ormas
9. Perorangan
Ada empat macam tanda (efek) korupsi yang terjadi di Indonesia yang
dapat diindikasi, yaitu:
1. Perkembangan Pola
2. Kultur Korupsi
3. Politik dan Korupsi
4. Gerakan Anti Korupsi
Terdapat kesenjangan umum dalam program penanganan
anti korupsi yaitu:
1. Kepemimpinan: Para penjabat di tingkat atas lembaga-lembaga
pemerintah jarang yang bersatu pada, setidaknya hingga
seluruh level satu hingga level tiga.
2. Jangkauan ke publik: Mekanisme transparansi dan pengawasan
internal seringkali terlalu banyak keterbatasan sehingga sukar
diakses dan memadai sebagai alat kontrol penegakan hukum
dan publik.
3. Keberlanjutan program: Proses refleksi atas program sangat
lemah sehingga banyak program berhenti begitu saja atau tidak
efektif. Banyak program yang mengandalkan individu pejabat
publik yang dianggap progresif, atau agak progresif. Beberapa
kasus semacam ini terjadi pada pemerintah di daerah, yang
disebabkan kurangnya dukungan sistem pada tingkat nasional.
Korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi
maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal
memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan
menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan
pribadi.
Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya
pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun
tidak ada sama sekali.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil riset menunjukkan bahwa masyarakat siswa tahu banyak
tentang korupsi di Indonesia. Mereka mengetahui bentuk-bentuk korupsi
yag dilakukan oleh pelaku baik dari lembaga pemerintah maupun lembaga
swasta. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk memahamkan kepada
pelajar bahwa setiap perbuatan yang dapat merugikan Negara atau
lembaga pemerintah adalah perbuatan yang melanggar HAM, dan salah
satunya adalah perbuatan korupsi.
Salah satu upaya untuk memberikan pemahaman terhadap pelajar
adalah dengan memberikan pendidikan anti korupsi yang dapat dilakukan
di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Dengan tujuan pertama,
menanamkan semangat anti korupsi pada setiap anak bangsa. Kedua,
menyadarkan masyarakat bahwa pemberantasan korupsi bukan hanya
tanggung jawab lembaga penegak hukum seperti KPK, Kepolisian da
Kejaksaan agung, melainkan menjadi tanggung jawab setiap anak bangsa.
Dampak dari korupsi sangat kompleks terutama adalah
menyebabkan penderitaan masyarakat dan dapat mengakibatkan
kepercayaan masyarakat terhadap pelaksanaan sistem pemerintahan
menurun. Oleh karena itu tanggung jawab semua pihak sangat diperlukan
untuk menciptakan tatanan masyarakat yang nyaman, sehat dan mendapat
dukungan dari seluruh komponen bangsa untuk menuju bangsa yang
sejahtera.
Implementasi
1. Pendidikan anti korupsi dini sebagai langkah awal terhadap
penanganan kasus korupsi yang bermula dari diri sendiri dan
diharapkan beimplikasi terhadap kehidupan keluarga, masyarakat,
bangsa dan negara.
2. Dalam jangka panjang, pendidikan anti korupsi dini diharapkan
mampu mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari
KKN serta mampu melaksanakan Undang-Undang Dasar ’45 demi
terwujudnya good goverment.
3. Pendidikan anti korupsi dini diharapkan mampu memberikan pola
pikir baru terhadap generasi muda dalam mewujudkan negara yang
bebas dari KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).
Rekomendasi
1. Perlu peningkatan peran keluarga dalam penerapan pendidikan anti
korupsi dini sebagai figur dalam pembentukan karakter.
2. Pemerintah dalam halnya melalui Dinas Pendidikan
memformulasikan pendidikan anti korupsi dalam mata pelajaran
pada jenjang pendidikan formal.
3. Adanya kerjasama masyarakat, pemerintah serta instansi terkait
secara sinergis untuk dapat mengimplementasikan dan menerapkan
pendidikan anti korupsi dini di segala aspek kehidupan.
B. Saran
Dengan menulis makalah ini, penulis mengharapkan kepada
pembaca agar dapat memilih manfaat yang tersirat didalamnya dan dapat
dijadikan sebagai kegiatan motivasi agar kita tidak terjerumus oleh hal-hal
korupsi dan dapat menambah wawasan dan pemikiran yang intelektual
khususnya dalam mata kuliah “anti korupsi”.
DAFTAR PUSTAKA