Paper PBjurnal Ko Final 2

25
Pengaruh Perubahan Suhu Terhadap Penggerek Buah Kopi Hypothenemus hampei Oleh : Sarjoko 146040200111011

description

tugas

Transcript of Paper PBjurnal Ko Final 2

Thermal Tolerance of the Coffee Berry Borer

Pengaruh Perubahan Suhu

Terhadap Penggerek Buah Kopi Hypothenemus hampei Oleh :

Sarjoko

146040200111011

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2014

PENDAHULUANDampak perubahan iklim terhadap sistem alam telah muncul sebagai salah satu masalah penting yang dihadapi oleh umat manusia. Menurut International Panel On Climate Change (IPCC, 2007) peningkatan suhu global rata-rata dari 1.40C sampai 5.80C diperkirakan terjadi pada akhir abad ke-21. IPCC memberikan gambaran pemahaman ilmiah kepada kita tentang perubahan iklim dan dampaknya, antara lain terhadap sistem biologis alami. Perubahan iklim global kemungkinan akan langsung mempengaruhi dinamika dari semua tingkatan trofik dan selanjutnya mengganggu interaksi multitropik antara komunitas yang berbeda (Parmesan dan Yohe, 2003). Penurunan 10-20 % secara keseluruhan hasil panen global diperkirakan terjadi pada tahun 2050. Hal ini juga terjadi pada tanaman kopi, komoditas yang berfungsi sebagai sumber pendapatan utama bagi banyak negara di daerah tropis, di mana jutaan orang bergantung untuk komoditi ini. Dari 103 spesies dalam genus Coffea (Rubiaceae), hanya dua yang diperdagangkan secara komersial : C. arabica L. dan C. canephora Pierre ex A. Froehner (Davis et all, 2006).

Dari sisi ekonomi, kopi adalah komoditas yang paling banyak diperdagangkan di dunia setelah minyak. Sekitar 70% kopi dunia diproduksi oleh para petani skala kecil, dengan lebih dari 20 juta keluarga petani kopi, setara dengan lebih dari 100 juta orang. Studi terbaru dari Brazil, Meksiko dan Uganda menunjukkan bahwa sedikit peningkatan suhu akibat perubahan iklim akan memiliki dampat yang besar untuk produksi kopi, dan dalam beberapa kasus mampu menurunkan produksi kopi hingga 95 %. Robusta (dikenal sebagai kopi robusta) adalah tanaman asli dari hutan yang lembab, hutan dataran rendah daerah dengan ketinggian berkisar antara 0-1,200 meter di atas permukaan laut (mdpl), dan suhu rata-rata 240C - 260C. Coffea arabica, dianggap sebagai kopi kualitas tertinggi, adalah asli berasal dari dataran tinggi bagian barat daya Ethiopia di mana ia tumbuh alami di hutan pada ketinggian mulai dari 1,600-2,800 mdpl, dan suhu rata-rata 180C - 210C. Jika tidak berada pada rentang suhu tersebut hasil dan kualitas C. arabica sangat berkurang. Dari total produksi kopi dunia, 60% adalah kopi arabika. Sebagian besar dari C. arabica tumbuh di daerah tropis, dan mereka sangat rentan terhadap perubahan iklim global (Gaston et all, 2000). Tanaman yang stres akibat perubahan iklim membuat tanaman lebih rentan terhadap herbivora/serangga hama. Efek langsung dari suhu pada herbivora cenderung lebih dominan jika dibandingkan dengan faktor iklim yang lain seperti kekeringan, CO2, dll. Dampak langsung perubahan iklim terhadap herbivora serangga antara lain siifat hidup, jumlah generasi per tahun, fenologi, kematian pada musim dingin dan sebarannya. Sementara dampak tidak langsungnya adalah pengaruh terhadap interaksi inang- parasitoid atau respon serangga terhadap perubahan inang (Forkner et all, 2008). Perubahan dalam kisaran ketinggian H. hampei baru-baru ini diamati di Indonesia dan Uganda. Di lereng Gunung Kilimanjaro di Tanzania penggerek buah kopi sekarang ditemukan pada ketinggian 300 meter lebih tinggi daripada sepuluh tahun yang lalu (Mangina et al, 2010).Pengetahuan tentang toleransi panas sangat penting untuk memprediksi dampak perubahan iklim pada suatu organisme. Maka dari itu perlu dilakukan kajian tentang hal tersebut, salah satunya pengaruh pemanasan global pada penggerek buah kopi Hypothenemus hampei Ferrari (Coleoptera:Curculionidae:Scolytinae), hama penting pada tanaman kopi di seluruh dunia. Pada kajian ini bisa ditarik beberapa kesimpulan tentang efek perubahan iklim terhadap hama penggerek buah kopi di daerah tropis.

Bahan dan Metode

Penelitian dilakukan di laboratorium ICIPE (International Centor of Insect Physiology and Ecology) Nairobi, Kenya. Serangga betina penggerek buah kopi diperoleh dari stok biakan H. hampei yang sudah mapan pada Juli 2005. Biakan disimpan pada suhu kamar (2510C), kelembaban 705% dan periode penyinaran 12:12 jam. Buah yang sudah terinfestasi disimpan dalam wadah plastik kotak (40x40x20cm) dengan tutup yang dilubangi (diameter 55 mm) kemudian ditutup dengan kain kasa. Bagian bawah setiap kotak dilapisi dengan campuran plester dari Paris 1,5 cm dan arang aktif yang berfungsi untuk mengatur kelembaban dan menjaga agar buah kopi dan serangga tidak kering.Buah kopi organik (C. arabica var . Ruiru 11) berumur 150 hari dikumpulkan dari distrik Kiambu Tengah Kenya (10 10'S, 360 49' 60 E, 1723 mdpl). Setelah sampai di laboratorium, permukaan buah disterilkan dengan menggunakan protokol berikut: buah dicuci dengan deterjen selama 15 menit, dibilas dengan air keran, lalu dicelupkan dalam larutan natrium hipoklorit 2% selama 10 menit, dibilas lagi dengan air suling steril, direndam dalam larutan kalium sorbat 2% dan dibilas lagi dengan air suling steril. Selanjutnya sisa air pada buah dikeringkan dengan tisu kertas dan buah kopi dibiarkan kering pada suhu kamar. Setelah itu, buah dimasukkan dalam kontainer plastik berbentuk bulat (diameter 23 cm dengan kedalaman 6,8 cm) (kira-kira 150 buah per kontainer) dicampur dengan H. hampei betina hasil perbanyak massal. Setelah 2 jam, buah yang digerek oleh seekor betina dipilih dan dipindahkan ke dalam ke dalam sebuah cawan yang merupakan bagian dari 12 cawan mikrotiter (Costar H 3526, Corning, Corning, NY, USA). Setiap cawan (diameter 23 mm dengan kedalaman 20 mm) diiisi dengan campuran plester dari Paris dan arang setebal 5mm. 12 cawan (diameter 15 mm) yang sudah sesuai dimasukkan ke dalam cawan mikrotiter, dimana tutupnya sudah dilubangi dan ditutup dengan kain kasa untuk memperlancar aerasi dari unit penelitian dan menjaga agar kumbang tidak lari.

Cawan-cawan tersebut kemudian dipindahkan ke dalam ruangan yang suhunya bisa dikendalikan (SANYOH MIR-553, Sanyo Listrik Ltd, Jepang). Suhu disetel pada 8 perlakuan yang berbeda (15, 20, 23, 25, 27, 30, 33 dan 350C ), dengan kelembaban 805% dan lamanya periode penyinaran 12:12 jam. Untuk menjaga kelembaban di dalam unit pelakuan, ditambahkan air suling steril dalam setiap cawan setiap 2 atau 3 hari sekali atau setiap hari pada cawan mikrotiter agar masing-masing suhunya terjaga pada kisaran 200C-300C, 150C dan 330C-350C. Jumlah koloni H. hampei betina yang hidup maupun yang mati serta posisi mereka di dalam buah dan jumlah penggerek dalam setiap fase hidup (yaitu, telur, larva, prepupa, pupa dan dewasa) diamati selama 30 sampai dengan 60 hari tergantung suhunya.

Empat perbedaan posisi berdasarkan letak serangga di dalam buah kopi telah diidentifikasi oleh Bustillo et al tahun 1998 adalah sebagai berikut :

A. ketika penggerek betina mulai menggerek buah kopi yang baru tetapi belum sampai pada bagian eksokarpus.B. ketika penggerek betina mulai menggerek tetapi belum sampai pada bagian endosperm.

C. ketika penggerek betina mulai menggerek buah kopi sampai bagian endosperm, tetapi belum sampai dengan meletakkan telur

D. ketika penggerek betina sudah mulai menbentuk gall dan ditemukan satu atau lebih serangga pradewasa di dalam gall.

Pengamatan akan disimpulkan pada saat telur dihasilkan oleh generasi F2, yaitu antara 30 sampai dengan 60 hari sejak infestasi buah kopi, tergantung pada perlakuan suhunya. Buah kopi akan dibedah dan diamati dengan mikroskup stereo dengan perbesaran 10X dan posisi gerekan dari penggerek betina di dalam buah kopi dicatat dan jumlah H. hampei pradewasa pada setiap fase dihitung. Dalam satu hari lima buah kopi pada setiap perlakuan suhu dan per ulangan di bedah dan diamati di bawah mikroskup stereo. PEMBAHASAN

Pemanasan global sudah mempengaruhi bionomik arthropoda. Studi yang dilakukan pada daerah beriklim sedang menunjukkan bahwa pengaruh pemanasan global memberikan efek positif terutama pada kebugaran serangga dan jangkauan distribusinya. Menurut (Deutsch et al 2008) pemanasan global akan merugikan keanekaragaman hayati di daerah tropis. Salah satu yang terkena imbas dari perubahan iklim terutama ditinjau dari sisi pemasanan global adalah adanya potensi dampak perubahan iklim terhadap bionomik H. hampei (Penggerek Buah Kakao/PBKo), hama yang paling merusak kopi di seluruh dunia.

A. Pengaruh suhu terhadap koloni penggerek buah kopi dan mortalitas penggerek buah kopi betina

Proporsi koloni H. hampei betina dalam berbagai posisi dalam buah dan kematian/kelangsungan hidup mereka berdasarkan perlakuan suhu disajikan pada Gambar. 2. Terlihat bahwa 25 % dari penggerek betina gagal menembus buah (posisi A) (Gambar. 2a). Posisi betina H. hampei di dalam buah sangat dipengaruhi oleh suhu. Proporsi tertinggi H. hampei betina ditemukan dalam Posisi D tercatat sebesar 250C (74.0%), diikuti oleh 230C (54,2%), 200C (52,3% ) dan 330C (49,7%). Pada perlakuan suhu 150C dan 350C tidak ada oviposisi dan proporsi betina yang ditemukan di posisi B dan C pada perlakuan suhu 150C adalah 19,8%, 76,9% dan pada perlakuan suhu 350C adalah 93,3%, 3,0%, hal tersebut menunjukkan pada suhu 150C penggerek betina mampu mencapai endosperm tapi tidak bertelur . Di sisi lain di 350C penggerek betina tidak mencapai endosperm dan tetap di posisi B (Gambar. 2a). Demikian juga, suhu secara signifikan mempengaruhi mortalitas/kemampuan bertahan hidup. Angka-angka tertinggi betina hidup ditemukan di pada suhu 150C (93,4%), diikuti oleh 250C (83,8%) dan 200C (75.4%) (Gambar.2b). Sedangkan angka kematian tertinggi tercatat sebesar 41,9% pada suhu 350C diikuti oleh pada suhu 330C sebesar 26%. Secara umum, proporsi H. hampei betina yang hidup tinggi pada kisaran suhu 15 sampai 250C; pada suhu yang lebih tinggi (27 dan 300C), kelangsungan hidup mulai menurun jauh (Gambar.2b).

Menurut Stevens (1989), toleransi serangga terhadap panas adalah berbanding lurus dengan variabilitas iklim. Diperkirakan H. hampei mampu hidup dalam kisaran suhu yang ekstrem, yaitu antara 15-320C. H. hampei dapat berkembang dengan cepat pada kisaran 27-300C. Selain itu, penggerek buah kopi adalah salah satu dari sedikit herbivora yang makan di dalam endosperm buah kopi karena mampu untuk mendetoksifikasi kafein.

B. Pengaruh suhu pada perkembangan H. hampei

Tak ada satupun dari seluruh fase kehidupan H. hampei yang mampu bertahan hidup pada suhu 15 dan 350C .Tahapan kehidupan termuda (telur dan L1) berkembang pada suhu antara 20-330C, sedangkan kedua larva instar, prepupa, pupa dan dewasa hanya mampu berkembang pada kisaran 20-300C (Tabel 1). Untuk semua tahapan kehidupan H. hampei, waktu perkembangan menurun secara signifikan pada suhu (antara 20-300C untuk telur, larva 1 dan 2, dan 20-270C untuk tahap kehidupan selanjutnya). Pada suhu 330C betina bertelur tetapi dari hasil pembedahan 95% L1 mati setelah eclosion. Durasi perkembangan fase pradewasa, kecuali fase L4 secara signifikan lebih panjang pada suhu 200C jika dibandingkan pada perlakuan 23, 25, 27 dan 300C. Waktu perkembangan dari fase telur sampai fase dewasa sangat berbeda nyata pada seluruh perlakuan suhu yang diujikan.Untuk semua tahap kehidupan H. hampei, terdapat hubungan yang sangat erat antara tingkat perkembangan dengan suhu yang dicatat. Pada fase telur, prapupa, pupa dan telur sampai dengan waktu dewasa, hubungannya sangat linear, sedangkan hubungan lemah tercatat pada fase L1, dan regresi linear tidak menghasilkan pola yang sesuai untuk perkembangan L2 (Tabel 2). Untuk fase telur hingga dewasa, batas paling bawah untuk perkembangan adalah 14.90C dan persyaratan panas untuk penyelesaian dari tahap pra-reproduktif dihitung 262,47 derajat hari, di atas ambang batas bawah (Tabel 2).

Tingkat perkembangan meningkat secara linier antara suhu 15 sampai dengan 270C untuk prapupa, pupa dan dewasa. Antara suhu 15 sampai dengan 300C untuk telur dan L1. Secara umum model yang non linear memberikan gambaran yang sesuai untuk data yang diset pada kisaran 20-270C untuk L1, prapupa, pupa, dan dari telur-dewasa dan antara 20-300C untuk telur dan L1.Berdasarkan model non-linear, suhu optimal untuk perkembangan telur dan L1 H. hampei diperkirakan antara 30-320C dan untuk fase L2, prapupa, pupa dan dewasa antara 27-300C. Ambang tertinggi dan terendah untuk perkembangan seluruh fase diperkirakan adalah 320C dan 14,90C ((Tabel 2).Jaramillo dan kawan-kawan memperkirakan berdasarkan data iklim dari Jimma (Ethiopia) menunjukkan bahwa sebelum 1984 daerah itu terlalu dingin untuk serangga, bahkan hanya untuk menyelesaikan satu generasi per tahun, tetapi setelah itu, karena meningkatnya suhu, hama ini sekarang mampu menyelesaikan 1-2 generasi per tahun/musim. Hal ini mungkin menjelaskan mengapa dalam penelitian terbaru Mendesil dan kawan-kawan pada tahun 2003 melaporkan terjadinya serangan H. hampei yang luas di barat daya Ethiopia.

C. Pengaruh suhu terhadap fekunditas H. hampei

Periode praoviposisi dan fekunditas total H. hampei secara signifikan dipengaruhi oleh suhu. Periode praoviposisi terpanjang tercatat pada suhu 200C dan 230C. Total fekunditas yang dihitung dari jumlah telur yang diletakkan oleh penggerek betina sebelum oviposisi dari betina F1 lebih tinggi pada suhu 200C (296,9 telur) dan terendah di 300C (64,3 telur).

Pertumbuhan populasi H. hampei berhubungan secara eksponensial dengan suhu, maka peningkatannya juga akan mempengaruhi dinamika populasi hama. Dengan demikian, daerah dengan suhu musiman yang lebih tinggi, akan semakin dekat dengan pertumbuhan optimum H. hampei. Daerah akan mengalami tekan hama yang tinggi, seperti yang ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah generasi hama selama periode aktif dalam setahun. Karena H. hampei terbatas, ini bisa mengakibatkan peningkatan penyebaran penggerek, karena akan lebih banyak betina yang bersaing untuk beroviposisi di tempat tersebut. Kejadian seperti itu bisa memiliki pengaruh yang sangat buruk di daerah penanaman kopi dengan sebaran curah hujan yang baik menyebabkan tanaman kopi mengalami pembungaan berkali-kali. Itu berarti ada ketersediaan pakan/inang penggerek sepanjang tahun. Untuk daerah dengan periode kering berkepanjangan akan lebih menguntungkan, karena tidak akan tersedia buah kopi dalam jangka waktu yang lama. D. Pengaruh perubahan suhu terhadap distribusi Penggerek Buah Kopi

Menurut Hodkinson (1999), ekofisiologi antara serangga dan tanaman dapat digunakan untuk memprediksi distribusi serangga hama di masa datang, yaitu ketika antara tanaman dan herbivora terjadi hubungan yang sangat dekat. Termasuk H. hampei, efek perubahan iklim terhadap serangga dan tanaman tidak dapat dipisahkan. Assad dan kawan-kawan pada tahun 2004, memprediksi bahwa bahkan peningkatan suhu yang kecil akibat perubahan iklim akan mempunyai dampak dalam produksi kopi ini di suatu wilayah, dalam beberapa kasus menyebabkan produksi sangat sulit. Berdasarkan skenario perubahan iklim, H. hampei yang distribusinya dibatasi oleh suhu dan ketersediaan tanaman inang mereka, distribusinya akan mengikuti distribusi tanaman .

Kopi terutama tumbuh di daerah tropis dari 20-250N dan pada garis lintang 240S (Ward, 2007). Reaksi dari serangga terhadap perubahan iklim antara lain, aklimatisasi dan perubahan distribusi berdasarkan garis lintang dan ketinggian. Jaramillo dan kawan-kawan (2009) memperkirakan bahwa H. hampei sudah mampu berkembang juga dalam kondisi sub-tropis.Menurut Eitzinger (2010) ketinggian yang optimal untuk C. arabica adalah 1,400-1,600 mdpl, tapi ini diperkirakan akan bergeser ke 1,600-1,800 mdpl pada tahun 2050 karena adanya peningkatan suhu. Di daerah tropis, di mana gradien suhu ketinggian adalah jauh curam daripada di daerah beriklim sedang, respon paling umum yang dilakukan menyikapi adanya peningkatan suhu adalah dengan berpindah ke daerah yang lebih tinggi (Cowell et al, 2008).

Jaramillo dan kawan-kawan (2011) memprediksikan bahwa berdasarkan sifat dan sejarah hidup dari H. hampei, pada tahun 2050 penggerek buah kopi akan sangat merusak di daerah penghasil kopi arabika berkualitas tinggi Afrika Timur, mulai dari ketinggian 1.200 menjadi 1.800 mdpl, di mana H. hampei kemungkinan akan berkembang di masa depan. Dengan demikian, daerah yang saat ini dianggap tidak sesuai untuk perkembangan H. hampei kemungkinan akan berubah menjadi daaerah yang sangat sesuai bagi stabilitas populasi di masa yang akan datang. Diperkirakan bahwa perkebunan kopi di Kolumbia harus dipindahkan sejauh 167 m di ketinggian untuk setiap 10C kenaikan suhu, dalam rangka mempertahankan kualitas dan kuantitas.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa perubahan iklim tidak hanya akan mempengaruhi produsen saja, tetapi juga interaksinya dengan tingkat trofik lainnya, akibatnya akan mempengaruhi kelimpahan spesies (van der Putten, 2010). Misalnya, hubungan antara H. hampei dengan musuh alaminya. Diprediksikan populasi H. hampei akan meningkat seiring peningkatan suhu secara global.

E. Strategi pencegahan perkembangan Penggerek Buah Kopi akibat pemanasan global

1. Pemindahan wilayah pertanaman kopi

Merubah ketinggian cukup berpotensi sebagai strategi dalam mengatasi perubahan iklim lingkungan, meskipun ada beberapa daerah di daerah tropis di mana produksi mampu mentoleransi variasi ketinggian (misalnya daerah Kilimanjaro Tanzania, Mt. Kenya, dan pegunungan Kolombia). Untuk wilalayah pertumbuhan kopi di Kolombia, peningkatan suhu 10C akan diperlukan pemindahan ketinggian perkebunan sampai dengan 167m ke daerah yang lebih tinggi untuk mempertahankan produktivitas dan kualitas kopi arabika yang sama.

Data terbaru dari Uganda dan Indonesia menunjukkan bahwa penggerek buah kopi telah memperluas jangkauan distribusi ketinggiannya dan sekarang menyerang perkebunan kopi pada daerah dengan ketinggian 1.864 dpl (Dr. Africano Kangire, Organisasi Litbang Pertanian Nasional Uganda & Dr. Surip Mawardi, Puslitkoka Indonesia ). 2. Penggunaaan tanaman naungan yang tepat

Data klimatologi dari perkebunan kopi dengan naungan di Amerika Tengah dan Afrika Timur menunjukkan adanya penurunan suhu antara 2-60C, tergantung pada daerahnya, bila dibandingkan dengan kopi yang ditanam tanpa naungan. Dalam kasus H. hampei, suhu rata-rata harian .di atas 200C dapat menyebabkan pengurangan peningkatan rata-rata instrinsik maksimal dan konsekuensinya menurunkan aktivitas hama pada pertanaman kopi. Sebuah strategi yang telah terbukti mampu mengurangi potensi negatif akibat perubahan iklim, terutama peningkatan suhu pada produksi kopi adalah dengan introduksi tanaman peneduh/naungan untuk tanaman kopi (Amaral et all, 2006). Tanaman naungan mampu mengurangi perubahan iklim mikro yang ekstrem dan membantu tanaman kopi dalam menghadapi variasi iklim mikro yang ekstrem, mengurangi tingginya radiasi matahari dan mengurangi efek negatif akibat perubahan suhu udara dan kelembaban sepanjang hari. Naungan mampu menurunkan suhu sekitar buah kopi sampai dengan 40C jika berada pada ketinggian (1,100 mdpl). Teodoro dan kawan-kawan (2008)) baru-baru ini menunjukkan bahwa kepadatan dari penggerek buah kopi jauh lebih rendah pada tanaman kopi dengan penaung jika dibandingkan dengan tanaman kopi yang tidak berpenaung. Hal tersebut karena agroekosistem tanaman kopi berpenaung dapat berfungsi sebagai tempat perlindungan bagi arthropoda menguntungkan/musuh alami dari penggerek buah kopi. Meskipun hasil pada tanaman berpenaung lebih rendah jika dibandingkan dengan tanpa naungan, tetapi bobot dan kualitas buah kopi pada tanaman berpenaung lebih bagus (Muschler, 2001).

KESIMPULAN

1. Suhu berpengaruh nyata terhadap posisi betina H. hampei di dalam buah kopi, misalnya pada posisi D tercatat sebesar 250C (74.0%), diikuti oleh 230C (54,2%), 200C (52,3% ) dan 330C (49,7%). 2. Suhu secara signifikan mempengaruhi mortalitas H. hampei, angka mortalitas tertinggi pada suhu 150C (93,4%), diikuti oleh 250C (83,8%) dan 200C (75.4%).3. Untuk semua tahapan kehidupan H. hampei, waktu perkembangan menurun secara signifikan pada suhu (antara 20-300C untuk telur, larva 1 dan 2, dan 20-270C untuk tahap kehidupan selanjutnya)4. Fekunditas Penggerek Buah Kopi dipengaruhi secara nyata dengan adanya perubahan suhu. Fekunditas tertinggi terjadi pada pada suhu 200C (296,9 telur) dan terendah di 300C (64,3 telur). 5. Semakin tinggi suhu, periode praoviposisi yang dibutuhkan H. hampei semakin pendek.6. Perubahan suhu akan memicu perubahan pola distribusi Penggerek Buah Kopi. Peningkatan suhu 10C harus diikuti dengan menaikkan ketinggian perkebunan setinggi 167m dari semula untuk menjaga produktivitas dan kualitas kopi arabika yang tetap sama.

7. Salah satu cara dalam mengantisipasi dampak negatif dari peningkatan suhu lingkungan adalah dengan penggunaan tanaman naungan pada perkebuna kopi. Naungan mampu menurunkan suhu sekitar buah kopi sampai dengan 40C jika berada pada ketinggian (1,100 mdpl).

DAFTAR PUSTAKA

Addo-Bediako A, Chown SL, Gaston KJ. 2000. Thermal tolerance, climatic variability and latitude. Proc R Soc London Ser B Biol 267: 735745.

Amaral do JAT, Rena AB, Amaral do JFT. 2006. Seasonal vegetative growth of the coffee plant and its relationship with the photoperiod, fructification, stomatic resistance and photosynthesis. Pesqui Agropecu Bras 41: 377384.Bustillo AE, Cardenas R, Villalba D, Benavides P, Orozco J, et al. 1998. Integrated pest management of the coffee buah borer Hypothenemus hampei (Ferrari) in Colombia. Chinchina, Cenicafe, 134 p

Colwell RK, Brehm G, Cardelus CL, Gilman AC, Longino JT. 2008. Global warming, elevational range shifts, and lowland biotic attrition in the wet tropics. Science 322: 258261De Alvim PT. 1960. Moisture stress as a requirement for flowering of coffee. Science 132: 3423Deutsch CA, Tewksbury JJ, Huey RB, Sheldon KS, Ghalambor, et al. 2008. Impacts of climate warming on terrestrial ectotherms across latitude. Proc Natl Acad Sci USA 105: 66686672Eitzinger A, Laderach P, Ovalle O, Ramrez J, Jarvis A .2010 Climate Change Adaptation and Mitigation in the Kenyan Coffee Sector. CIAT International Center for Tropical Agriculture. Manual.

Forkner RE, Marquis RJ, Lill JT, Corff J. 2008. Timing is everything Phenological synchrony and population variability in leaf-chewing herbivores of Quercus. Ecol Entomol 33: 276285.

Hodkinson ID. 1999. Species response to global environmental change or why ecophysiological models are important: a reply to Davis et al. J Anim Ecol 68: 12591262.IPCC .2007. Summary for Policymakers. In Climate Change 2007, published for the Intergovernmental Panel on Climate Change. Cambridge: Cambridge University Press. pp 218.Jaramillo J, Chaby-Olaye A, Kamonjo C, et al. 2009. Thermal Tolerance if the CoffeeBerry Borer Hypothenemus hampei: Prediction of Climate Change Impact on a Tropical Insect Pest. Plos ONE:1-11p.Mangina FL, Makundi RH, Maerere AP, Maro GP, Teri JM. 2010. Temporal variations in the abundance of three important insect pests of coffee in Kilimanjaro region, Tanzania. In: 23rd International Conference on Coffee Science. Bali, Indonesia 38 October 2010. ASIC, Paris.

Muschler RG. 2001. Shade improves coffee quality in a suboptimal coffee zone of Costa Rica. Agroforest Syst 85: 131139.

Parmesan C, Yohe G. 2003. A globally coherent fingerprint of climate change impacts across natural systems. Nature 421: 3742.Ruiz CR. 1996. Effect of coffee fruit phenology on the life table parameters of the coffee buah borer Hypothenemus hampei (Ferrari). 87 p. BSc thesis, University of Caldas, Colombia.Stevens GC. 1989. The latitudinal gradient and geographical range: how so many species coexist in the tropics. Am Nat 133: 240250.

Teodoro A, Klein AM, Tscharntke T. 2008. Environmentally mediated coffee pest densities in relation to agroforestry management, using hierarchical partitioning analyses. Agr Ecosyst Environ 125: 120126.

Data iklim dan perkiraan jumlah generasi H. hampei di empat lokasi di Afrika dan Amerika Selatan

Data iklim harian diperoleh dari 4 daerah tempat pertumbuhan kopi, tiga lokasi di Afrika Timur (Jimma, Ethiopia; Kisii, Kenya; dan Kilimanjaro, Tanzania) dan satu lokasi di America Selatan(Chinchina'-Colombia). Data curah hujan digunakan untuk memperkirakan periode pembungaan tahunan pada saat panen besar di beberapa lokasi yang berbeda. Hujan deras tunggal (>10 mm hujan), jika diikuti oleh periode kering berkepanjangan biasanya memicu pembungaan tanaman kopi. Perkembangan fisiologis buah kopi mulai dari pembungaan sampai dengan buah matang dipanen memerlukan waktu kurang lebih 32 minggu atau 240 hari. H. hampei betina mulai mencari buah kopi yang cocok sekitar 100 hari setelah berbunga dan bertelur di dalam buah biasanya 20 hari kemudian.

Dengan tidak adanya data dinamika populasi H. hampei di keempat lokasi, temuan De Alvim, PT (1960) dan Ruiz, CR (1996) digunakan sebagai dasar untuk memperkirakan waktu kemungkinan H. hampei melakukan oviposisi di Afrika Timur dan Kolombia . Oleh karena itu, data suhu harian jangka panjang dan curah hujan di beberapa lokasi yang berbeda hanya untuk periode 120-240 hari dari perkembangan penggerek buah kopi, bersamaan dengan data harian yang berasal dari laboratorium tentang H. hampei, digunakan untuk memperkirakan jumlah generasi potensial H. hampei per tahun dan lokasinya.