Paper Merger SCTV Dan Indosiar

22
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA TANGERANG SELATAN PAPER ANALISIS ATAS PUTUSAN PENGADILAN PAJAK TENTANG KASUS MERGER SCTV DAN INDOSIAR Oleh : 1. ANDIKA ARISANDI (02) 2. ARRI FEBRIANA BUDIMAN (05) 3. DINA PRAMUDIANTI (08) 4. REZA DIAS PRIMADANA (20) Kelas 9B DIV Akuntansi Kurikulum Khusus Maret 2015

description

Aktifitas merger dan akuisisi perusahaan menimbulkan dampak perpajakan. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta merupakan objek pajak. Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar (market price), kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.

Transcript of Paper Merger SCTV Dan Indosiar

  • KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

    SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA TANGERANG SELATAN

    PAPER ANALISIS ATAS PUTUSAN PENGADILAN PAJAK TENTANG KASUS

    MERGER SCTV DAN INDOSIAR

    Oleh :

    1. ANDIKA ARISANDI (02) 2. ARRI FEBRIANA BUDIMAN (05) 3. DINA PRAMUDIANTI (08) 4. REZA DIAS PRIMADANA (20)

    Kelas 9B DIV Akuntansi Kurikulum Khusus

    Maret 2015

  • 2

    I. URAIAN MASALAH Perkembangan dan persaingan usaha membuat perusahaan berupaya mengambil

    langkah-langkah untuk mengamankan posisinya, antara lain melalui merger dan akuisisi.

    Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseoran Terbatas menyebutkan

    bahwa merger adalah penggabungan diri menjadi satu dari beberapa perusahaan yang telah

    ada, sedangkan akuisisi adalah pengambilalihan perseoran melalui pengambilalihan seluruh

    atau sebagian besar saham yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap

    perusahaan tersebut.

    Aktifitas merger dan akuisisi perusahaan menimbulkan dampak perpajakan. Dalam

    Pasal 4 ayat 1 huruf d angka 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan

    Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan,

    menyebutkan bahwa:

    "Yang menjadi Objek Pajak adalah Penghasilan termasuk keuntungan karena penjualan atau

    karena pengalihan harta termasuk keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,

    pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha atau reorganisasi dengan nama dan dalam

    bentuk apapun".

    Kemudian Pasal 10 ayat 3 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan

    Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan mengatur

    tentang dasar pengenaan pajak atas penggabungan usaha. Pasal ini mengatur bahwa: "Nilai

    perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan,

    peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilan usaha adalah jumlah yang seharusnya

    dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar (market price), kecuali ditetapkan lain

    oleh Menteri Keuangan".

    Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan nilai lain selain harga pasar yaitu

    atas dasar nilai sisa buku (pooling of interest). Wajib Pajak yang melakukan merger dapat

    menggunakan nilai buku dalam proses penilaian aset-asetnya dengan harus memenuhi

    persyaratan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan

    alasan dan tujuan melakukan merger, melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha

    yang terkait, dan memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose test).

    Perusahaan-perusahaan cenderung untuk memilih metode penilaian aset menggunakan

    nilai buku dengan tujuan bisa memperkecil atau bahkan menghindar dari pajak yang harus

    dibayar. Karena jika menggunakan nilai pasar, maka aset tersebut nilainya tercatat sebesar

    nilai saat ini dimana nilainya cenderung akan jauh lebih besar daripada nilai bukunya,

    sehingga pasti akan ada pajak yang harus dibayar atas keuntungan pengalihan aset tersebut.

  • 3

    Di lain pihak, Direktorat Jenderal Pajak berpegang pada Undang-Undang Perpajakan dan

    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43 tahun 2008 yang menyatakan bahwa proses merger

    diutamakan menggunakan nilai pasar dalam metode penilaian asetnya.

    Pada bulan Mei 2013, PT Indosiar Karya Media Tbk resmi bergabung dengan PT.

    Surya Citra Media Tbk. Atas penggabungan usaha tersebut, PT. Surya Citra Media Tbk

    kemudian mengajukan surat permohonan penggunaan nilai buku atas pengalihan harta dalam

    rangka penggabungan usahanya kepada Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus. Atas surat

    permohonan tersebut, Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus mengeluarkan Surat Keputusan

    yang isinya tentang penolakan permohonan, menyatakan bahwa permohonan ditolak karena

    dianggap tidak memenuhi persyaratan formal untuk dapat dipertimbangkan. Atas keputusan

    penolakan permohonan tersebut, PT. Surya Citra Media Tbk kemudian mengajukan gugatan

    ke Pengadilan Pajak karena keputusan tersebut diterbitkan Direktorat Jenderal Pajak setelah

    melewati jangka waktu satu bulan sejak diterimanya permohonan secara lengkap, yang

    berarti permohonan PT. Surya Citra Media Tbk harus dianggap diterima dan diterbitkan surat

    keputusan persetujuan. PT Surya Citra Media Tbk juga berpendapat bahwa secara substantif

    telah memenuhi semua persyaratan-persyaratan untuk mendapatkan persetujuan penggunaan

    nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan usaha sebagaimana diatur

    dalam ketentuan perpajakan yang berlaku, sehingga tidak ada alasan bagi Direktorat Jenderal

    Pajak untuk menolak permohonan PT Surya Citra Media Tbk tersebut.

    II. LANDASAN TEORI

    1. Penggabungan Usaha

    Penggabungan usaha (business combination) atau yang biasa dikenal dengan

    konsolidasi atau merger merupakan salah satu bentuk tindakan restrukturisasi yang paling

    sering dipakai, dibanding tindakan-tindakan yang lainnya. Menurut Hadori Yunus

    (1981:224), pengertiannya adalah sebagai berikut: Penggabungan badan usaha adalah usaha

    untuk menggabungkan suatu perusahaan dengan satu atau lebih perusahaan lain ke dalam

    satu kesatuan ekonomis.

    Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.22 paragraf 08 tahun

    2004: Penggabungan usaha (business combination) adalah pernyataan dua atau lebih

    perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu

    dengan (uniting with) perusahaan lain atau memperoleh kendali (control) atas aktiva dan

    operasi perusahaan lain

  • 4

    Jenis dan Bentuk Penggabungan Usaha

    a. Jenis-jenis penggabungan usaha

    Berdasarkan PSAK No.22 paragraf 08 tahun 1999, terdapat 2 jenis penggabungan

    usaha yaitu:

    1) Akuisisi adalah suatu penggabungan usaha dimana salah satu perusahaan yaitu

    pengakuisisi (acquisition) memperoleh kendali atas aktiva netto dan operasi

    perusahan yang diakuisisi (acquiree), dengan memberikan aktiva tertentu, mengakui

    suatu kewajiban, atau mengeluarkan saham.

    2) Penyatuan kepemilikan (uniting of interest/pooling of interest) adalah suatu

    penggabungan usaha dimana para pemegang saham perusahaan yang bergabung

    bersama-sama menyatukan kendali atas seluruh, atau secara efektif seluruh aktiva

    neto dan operasi kendali perusahaan yang bergabung tersebut dan selanjutnya

    memikul bersama segala resiko dan manfaat yang melekat pada entitas gabungan,

    sehingga tidak ada pihak yang dapat diidentifikasi sebagai perusahaan pengakuisisi

    (acquirer)

    b. Bentuk-bentuk Penggabungan Usaha

    Adapun bentuk-bentuk penggabungan usaha menurut Arifin S (2002 : 240-241)

    dapat dibedakan ke dalam beberapa golongan, antara lain sebagai berikut :

    1) Ditinjau dari bentuk penggabungannya, terdapat tiga bentuk penggabungan usaha

    yaitu:

    Penggabungan horisontal, yaitu penggabungan perusahaan-perusahaan yang sejenis

    yang menjadi satu perusahaan yang lebih besar. Pada umumnya dasar dibentuknya

    penggabungan usaha ini adalah untuk menghindari adanya persaingan diantara

    perusahaan yang sejenis dan meningkatkan efisiensi diantara perusahaan-

    perusahaan yang bersangkutan tersebut.

    Penggabungan vertikal, yaitu penggabungan perusahaan yang sebelumnya,

    keduanya mempunyai hubungan yang saling menguntungkan, misalnya suatu

    perusahaan lain yang kemudian pemasok (supplier) bahan baku perusahaan lain

    yang kemudian bergabung agar dapat terjaga adanya kepastian bahan baku dan

    kontinuitas produksi.

    Penggabungan konglomerat, yaitu merupakan kombinasi dari penggabungan

    horisontal dan vertikal. Penggabungan konglomerat ini merupakan gabungan dari

    perusahaan-perusahaan yang memiliki usaha yang berlainan misalnya perusahaan

  • 5

    angkutan bergabung dengan perusahaan jasa hotel dan perusahaan makanan

    (catering).

    2) Sedangkan dari segi hukumnya, penggabungan usaha dibagi menjadi :

    Merger, yaitu penggabungan usaha dengan cara satu perusahaan membeli

    perusahaan lain yang kemudian perusahaan yang dibelinya tersebut menjadi anak

    perusahaannya atau dibubarkan. Perusahaan yang dibelinya sudah tidak

    mempunyai status hukum lagi dan yang mempunyai status hukum adalah

    perusahaan yang membelinya.

    Konsolidasi, merupakan bentuk lain dari merger, yaitu penggabungan usaha

    dengan cara satu perusahaan bergabung dengan perusahaan lain membentuk satu

    perusahaan baru

    Afiliasi, yaitu penggabungan usaha dengan cara membeli sebagian besar saham

    atau seluruh saham perusahaan lain untuk memperoleh hak pengendalian

    (controlling interest). Perusahaan yang dikuasai tersebut tidak kehilangan status

    hukumnya dan masih beroperasi sebagaimana perusahaan lainnya.

    Akuisisi

    Menurut PSAK No. 2 paragraf 08 tahun 1999 :

    Akuisisi (acqusition) adalah suatu penggabungan usaha dimana salah satu

    perusahaan, yaitu pengakuisisi (acquirer) memperoleh kendali atas aktiva neto dan operasi

    perusahaan yang diakuisisi (acquiree), dengan memberikan aktiva tertentu, mengakui suatu

    kewajiban, atau mengeluarkan saham.

    Sedangkan Michael A. Hitt, dkk (2002:259) menyatakan bahwa :

    Akuisisi yaitu memperoleh atau membeli perusahaan lain dengan cara membeli sebagian

    besar saham dari perusahaan sasaran.

    Definisi lainnya menurut P.S Sudarsanan (1999) dalam Christina (2003 : 9);

    Akuisisi dapat didefinisikan sebagai sebuah perjanjian, sebuah perusahaan membeli aset

    atau saham perusahaan lain, dan para pemegang dari perusahaan lain menjadi sasaran akuisisi

    berhenti menjadi pemilik perusahaan.

    Marcell Go dalam Christina (2003: 9), dalam bukunya yang berjudul manajemen grup

    bisnis menyatakan bahwa: Akuisisi sering juga disebut sebagai investasi peranan modal.

    Akuisisi adalah penguasaan sebagian saham dari perusahaan subsidiary, melalui pembelian

    saham hak suara perusahaan subsidiary, dalam jumlah material (lebih dari 50%).

  • 6

    Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka akuisisi dapat disimpulkan sebagai

    pengambilalihan kepemilikan suatu perusahaan oleh perusahaan lain yang dilakukan dengan

    cara membeli sebagian atau seluruh saham perusahaan, dimana perusahaan yang diambil alih

    tetap memiliki hukum sendiri dan dengan maksud untuk pertumbuhan usaha.

    Penyatuan kepemilikan

    Dalam metode kepemilikan, diasumsikan bahwa kepemilikan perusahaan-perusahaan

    yang bergabung adalah satu kesatuan dan secara relatif tetap tidak berubah pada entitas

    akuntansi yang baru. Karena tidak ada salah satupun dari perusahaan-perusahan yang

    bergabung dianggap telah memperoleh perusahaan-perusahaan yang bergabung lainnya, tidak

    ada pembelian, tidak ada harga pembelian, sehingga karenanya tidak ada dasar

    pertanggungjawaban yang baru. Pada metode penyatuan, aktiva dan kewajiban dari

    perusahaan-perusahaan yang bergabung dimasukkan dalam entitas gabungan sebesar nilai

    bukunya. Oleh karena itu, setiap goodwill pada buku masing-masing peruahaan lain yang

    bergabung, akan dimasukkan sebagai aktiva pada buku entitas yng masih beroperasi

    (disatukan). Laba ditahan dari perusahaan-perusahaan yang bergabung juga dimasukkan

    dalam entitas yang disatukan, pendapatan dari entitas yang disatukan termasuk pendapatan

    dari perusahaan-perusahaan yang bergabung untuk seluruh tahun tanpa memperhatikan

    tanggal penggabungan usaha dilakukan.

    Penggabungan usaha yang memenuhi kondisi penyatuan kepemilikan harus

    dipertanggung jawabkan sebagai penyatuan (pooling). Akuntansi, karenanya dipengaruhi

    oleh bentuk penggabungan usaha pada kasus marger atau konsolidasi, hanya ada satu entitas

    yang tetap beroperasi yang catatan-catatan akuntansinya harus dipelihara dan laporan

    keuangan harus diterbitkan. Begitupula, ketika suatu entitas pada penggabungan usaha

    mnerima aktiva bersih dari perusahaan yang bergabung lainnya maka entitas yang menerima

    adalah entitas yang relevan untuk tujuan akuntansi dan pelaporan. Namun penggabungan

    usaha dimana entitas yang bergabung terus beroperasi dalam hubungan perusahaan induk-

    anak menyebabkan masalah akuntansi yang lebih kompleks. Hal ini terjadi karena catatan-

    catatan akuntansi tetap dipelihara oleh entitas hukum yang berbeda (perusahaan indukdan

    perusahaan anak) sedangkan pelaporan untuk entitas gabungan memerlukan penerbitan

    laporan keuangan konsolidasi.

    Beams dan Jusuf (1998:2-3) mengungkapkan bahwa ada beberapa alasan beberapa

    perusahaan mengambil tindakan untuk melakukan penggabungan usaha yaitu :

    a. Manfaat biaya (Cost Advantange).

  • 7

    Acapkali lebih murah bagi perusahaan untuk memperoleh fasilitas yang dibutuhkan

    melalui penggabungan dibandingkan melalui pengembangan, terutama pada keadaan

    inflasi.

    b. Risiko Lebih Rendah (Lower Risk).

    Membeli lini produk dan pasar yang telah didirikan biasanya lebih besar risikonya

    dibandingkan dengan mengembangkan produk baru dan pasarnya. Penggabungan usaha

    kurang berisiko terutama ketika tujuannya adalah diversifikasi.

    c. Penundaan Operasi Lebih Sedikit (Fewer Operating Delays).

    Fasilitas-fasilitas pabrik yang diperoleh melalui penggabungan usaha dapat diharapkan

    untuk segera beroperasi. Sedangkan apabila membangun fasilitas perusahaan yang baru

    akan menimbulkan masalah yang baru juga misalnya perlunya izin pemerintah.

    d. Mencegah Pengambilalihan (Avoidance Of Takeovers).

    Beberapa perusahaan bergabung untuk mencegah pengambilalihan diantara mereka.

    e. Akuisisi Harta Tidak Berwujud (Acquisition of Intangible Assets).

    Penggabungan usaha melibatkan penggabungan sumber daya tidak berwujud maupun

    berwujud. Akusisi atas hak paten, hak atas mineral, database pelanggan, atau keahlian

    manajemen mungkin menjadi faktor utama yang memotivasi suatu penggabungan usaha.

    f. Alasan-alasan lain.

    Selain untuk perluasan, perusahaan-perusahaan mungkin memilih penggabungan usaha

    untuk memperoleh manfaat dari segi pajak. Meskipun pada dasarnya strategi

    penggabungan usaha yang dilakukan oleh beberapa perusahaan memberikan banyak

    manfaat, tetapi ada juga risiko yang harus ditanggung oleh perusahaan yang melakukan

    penggabungan tersebut yaitu risiko sumber daya manusia, dalam hal ini dampak dari

    penggabungan usaha tersebut, biasanya menyebabkan banyak orang kehilangan

    pekerjaan (Beams, 1998:2).

    2. Metode Pencatatan Akuntansi Menurut PSAK no. 22, terdapat dua metode pencatatan akuntansi dalam transaksi

    penggabungan usaha:

    a. Metode Purchase (Nilai Pasar) digunakan untuk penggabungan usaha melalui akuisisi

    Pada Metode ini aktiva bersih dibukukan sesuai biaya perolehan (cost of investment)

    yaitu sejumlah kas atau harga pasar aktiva lain yang dikeluarkan untuk membeli

    perusahaan. Nilai aktiva diadjust sesuai harga pasar (fair value) dan menjadi dasar

  • 8

    pengenaan depresiasi dan amortisasi yang baru bagi perusahaan setelah akuisisi.

    Goodwill diakui sebagai selisih biaya perolehan (cost of investment) dengan harga pasar

    (fair value) aktiva perusahaan yang diakuisisi. Nantinya akan diamortisasi oleh

    perusahaan setelah akuisisi.

    b. Metode Pooling of Interest (Nilai Buku) digunakan untuk penggabungan usaha melalui

    akuisisi penyatuan kepemilikan

    Pada metode ini aktiva bersih dibukukan sesuai nilai buku (book value), tidak terdapat

    goodwill dan kenaikan nilai aktiva. Selisih biaya perolehan (cost of investment) dengan

    nilai buku (book value) aktiva perusahaan

    Melihat dari metode pembukuannya, sepintas bagi perusahaan, merger dengan nilai buku

    akan lebih menguntungkan karena dapat terhindar dari PPh atas laba selisih kenaikan aktiva

    (objek pajak UU PPh pasal 4 ayat 1d-3). Namun merger nilai pasar akan memberi

    keuntungan laba kena pajak yang lebih minim di masa depan karena adanya amortisasi

    goodwill (UU PPh pasal 11A ayat 1) dan depresiasi yang lebih besar dari kenaikan nilai

    aktiva.

    3. Aspek Perpajakan Penggabungan Usaha Aktifitas merger dan akuisisi perusahaan menimbulkan dampak perpajakan. Dalam

    Pasal 4 ayat 1 huruf d angka 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan

    Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan,

    menyebutkan bahwa keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk

    keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau

    pengambilalihan usaha adalah salah satu objek pajak. Kemudian Pasal 10 ayat 3 Undang-

    Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7

    Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan mengatur tentang dasar pengenaan pajak atas

    penggabungan usaha. Pasal ini mengatur bahwa: "Nilai perolehan atau pengalihan harta yang

    dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau

    pengambilan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan

    harga pasar (market price), kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan".

    Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan nilai lain selain harga pasar

    yaitu atas dasar nilai sisa buku (pooling of interest). Wajib Pajak yang melakukan merger

    dapat menggunakan nilai buku dalam proses penilaian aset-asetnya dengan harus memenuhi

    persyaratan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan

  • 9

    alasan dan tujuan melakukan merger, melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha

    yang terkait, dan memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose test).

    4. Tata Cara Penyelesaian Permohonan Nilai Buku dalam Rangka Penggabungan Usaha

    Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan

    Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran

    Usaha, Wajib Pajak yang melakukan merger dapat menggunakan nilai buku. Merger meliputi

    penggabungan usaha atau peleburan usaha.

    Wajib Pajak yang melakukan merger wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

    a. mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan alasan

    dan tujuan melakukan merger dan pemekaran usaha;

    b. melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha yang terkait; dan

    c. memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose test).

    Berdasarkan angka 6 huruf b Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-45/PJ/2008

    tentang Penyampaian dan Pemonitoran Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan

    No.43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka

    Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha beserta Peraturan Pelaksanaannya

    menetapkan bahwa Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan surat

    permintaan kelengkapan permohonan paling lama 3 (tiga) hari sejak diterimanya permohonan

    yang belum lengkap.

    Pasal 3 ayat (4) dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-28/PJ./2008 tentang

    Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta

    dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha mengatur bahwa Kepala

    Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan

    surat keputusan paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya permohonan dari Penggugat

    secara lengkap.

    5. Gugatan Terkait Putusan Perpajakan Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak hanya dapat diajukan kepada badan

    peradilan pajak terhadap:

    a. pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman

    Lelang;

    b. keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;

  • 10

    c. keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang

    ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; atau

    d. penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam

    penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam

    ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

    Lebih lanjut, Pasal 37 dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun

    2011 ("PP 74/2011") mengatur bahwa:

    "Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan yang diajukan

    gugatan kepada badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2)

    huruf c Undang-Undang meliputi keputusan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak

    selain:

    a. Surat ketetapan pajak yang penerbitannya telah sesuai dengan prosedur atau tata

    cara penerbitan;

    b. Surat Keputusan Pembetulan;

    c. Surat Keputusan Keberatan yang penerbitannya telah sesuai dengan prosedur atau

    tata cara penerbitan;

    d. Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi;

    e. Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi;

    f. Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak;

    g. Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak; dan

    h. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.";

    III. ANALISIS MASALAH

    A. Analisis dari Segi Akuntansi Merger antara SCM dan IKM berdasar PSAK No. 38 (2012), "Kombinasi Bisnis Entitas Sepengendali"

    Transaksi penggabungan usaha ini sejalan dengan strategi manajemen EMTK dalam

    melakukan restrukturisasi perusahaan-perusahaan berbasis media ke dalam pengendalian

    Perusahaan, berikut ini adalah beberapa alasan yang mendasari transaksi akuisisi SP oleh

    Perusahaan:

    Meningkatkan nilai tambah bagi pemegang saham Perusahaan dengan menjadikannya

    sebagai media holding company dengan entitas anak yang bersinergi dan terpadu;

    Meningkatkan asimilasi operasional antara entitas anak Perusahaan, yaitu SP, IVM

    dan SCTV, yang keduanya juga merupakan klien utama dari SP;

  • 11

    Meningkatkan kinerja keuangan Perusahaan dengan memiliki perusahaan content

    production-nya sendiri.

    Efektif tanggal 1 Januari 2013, Kelompok Usaha menerapkan PSAK No. 38 (2012),

    "Kombinasi Bisnis Entitas Sepengendali". PSAK revisi ini mengatur perlakuan akuntansi

    untuk kombinasi bisnis entitas sepengendali dan diterapkan untuk kombinasi bisnis

    sepengendali yang memenuhi persyaratan dalam PSAK No. 22, "Kombinasi Bisnis", baik

    untuk entitas penerima ataupun entitas yang melepas bisnis. kombinasi bisnis entitas

    sepengendali (penyatuan kepemilikan), sesuai dengan PSAK No. 38 (2012), pengalihan

    bisnis yang dilakukan dalam rangka reorganisasi entitas sentitas yang berada dalam suatu

    kelompok usaha yang sama tidak menimbulkan laba atau rugi bagi kelompok usaha maupun

    entitas individual dalam kelompok usaha tersebut.

    Karena transaksi restrukturisasi entitas sepengendali tidak mengakibatkan perubahan

    substansi ekonomi kepemilikan atas aset, liabilitas, saham atau instrumen kepemilikan

    lainnya yang dipertukarkan, maka aset maupun liabilitas yang dialihkan harus dicatat sebesar

    nilai buku sebagai penggabungan usaha berdasarkan metode penyatuan kepemilikan

    (pooling-of-interests). Selisih antara jumlah imbalan yang dialihkan dan nilai tercatat dari

    setiap transaksi kombinasi bisnis entitas sepengendali diakui di ekuitas pada akun Tambahan

    Modal Disetor.

    Pada akhir tahun 2012, manajemen Perusahaan dan PT Indosiar Karya Media Tbk

    (IKM) telah menelaah dan melakukan penilaian atas potensi sinergi yang mungkin dapat

    dilakukan, dengan menimbang bahwa Perusahaan dan IKM, pada prinsipnya, memiliki

    pemegang saham pengendali yang sama, yaitu PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK).

    Pada tanggal 15 Februari 2013, Perusahaan dan IKM telah memperoleh persetujuan

    dari Dewan Komisaris atas rancangan penggabungan usaha Perusahaan dan IKM. Pada

    tanggal 19 Februari 2013, Perusahaan dan IKM menyampaikan surat masing-masing No.

    014/HJS/CORSEC/SCM/02-2013 dan

    No. 022/IKM-CS/II/2013 kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai rancangan

    penggabungan usaha Perusahaan dan IKM. Rancangan Penggabungan yang diajukan oleh

    Direksi Perusahaan dan IKM mencakup persyaratan dan kesepakatan utama dari rencana

    penggabungan usaha tersebut, antara lain, sebagai berikut:

    a. Perusahaan (SCM) akan menjadi perusahaan yang dipertahankan (surviving entity) dan

    akan melanjutkan usahanya dan IKM.

    b. Semua aset, liabilitas, dan kegiatan usaha IKM akan dialihkan kepada Perusahaan SCM.

  • 12

    c. Tanggal efektif penggabungan adalah tanggal 1 Mei 2013, sesuai dengan tanggal yang

    ditentukan dalam Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

    Indonesia tentang persetujuan perubahan Anggaran Dasar Perseroan.

    d. Pendistribusian saham baru Perusahaan kepada pemegang saham IKM sehubungan

    dengan penggabungan usaha adalah 0,481 saham Perusahaan untuk setiap 1 saham IKM.

    Atas dasar analisis transaksi, analisis kualitatif, analisis kuantitatif dan analisis kewajaran

    Rencana Penggabungan yang dilakukan oleh KJPP Stefanus, Tonny Hardi dan Rekan

    (KJPP STH) atas saham Perusahaan dalam laporan No. STH-2013-102-SF-R tanggal

    15 Maret 2013 dan KJPP Nirboyo A., Dewi A. & Rekan (KJPP NDR) atas saham IKM

    dalam laporan No.13-027/NDR/IKM/B/LL-R tanggal 15 Maret 2013, rasio konversi

    saham IKM menjadi saham Perusahaan adalah setiap satu saham IKM akan ditukarkan

    dengan 0,481 saham Perusahaan atau atas 10.128.069.095 saham IKM yang telah

    ditempatkan dan disetor penuh akan dikonversi dengan 4.871.601.234 saham

    Perusahaan, adalah wajar.

    PT Indosiar Karya Media Tbk secara efektif resmi bergabung dengan PT Surya Citra

    Media mulai 1 Mei 2013. Penggabungan tersebut telah disetujui para pemegang saham dalam

    Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar di SCTV Tower, Jakarta.

    Penggabungan tersebut telah memperhatikan persyaratan yang dituangkan dalam Rancangan

    Penggabungan, termasuk persetujuan atas konsep Akta Penggabungan sebagaimana dimuat

    dalam Rancangan Penggabungan, sepanjang Rencana Penggabungan ini juga disetujui oleh

    para pemegang saham PT Surya Citra Media Tbk.

    Penggabungan usaha dilakukan dalam rangka efisiensi, karena PT Surya Citra

    Media Tbk dan PT Indosiar Karya Media Tbk memiliki pemegang saham pengendali yang

    sama yakni PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. Diketahui, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk

    (EMTK) adalah pemegang mayoritas saham PT Surya Citra Media Tbk (SCMA). PT Elang

    Mahkota Teknologi Tbk memiliki 74,66 persen saham di SCMA. Adapun SCMA pemilik 99

    persen saham di SCTV. Selain itu, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk juga memiliki 74

    persen saham di IDKM. Adapun IDKM diketahui pemilik 99 persen saham di Indosiar. Paska

    merger, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk akan memilki saham 74,46 persen saham di

    SCMA. Adapun SCMA pemilik langsung 99,9 persen saham di SCTV dan 99,9 persen saham

    di Indosiar. SCMA akan menjadi perusahaan hasil penggabungan. Meski demikian, proses

    pengambilan keputusan dan koordinasi kegiatan usaha di level anak usaha tetap di SCTV dan

    Indosiar. Dalam transaksi merger tersebut, setiap satu saham IDKM ditukar dengan 0,481

  • 13

    saham SCMA. Selanjutnya, para pemegang saham IDKM akan memegang maksimal 33

    persen modal saham ditempatkan dan disetor pada perusahaan hasil merger. Sementara

    pemegang saham SCMA akan memegang maksimal 66 persen modal saham ditempatkan dan

    disetor pada perusahaan hasil merger.

    Kerangka Pemikiran Kombinasi Bisnis Entitas Sepengendali Antara SCM Dan IKM Sebelum Penggabungan Usaha

    EMTK

    SCM

    SCTV BTV SCP SP

    IKM

    IVM IBT dll (22)

    74,66% 74,08%

  • 14

    Kerangka Pemikiran Kombinasi Bisnis Entitas Sepengendali antara SCM dan IKM

    Setelah Penggabungan Usaha

    Manajemen SCMA dan IDKM menilai, diperlukan sinergi dan efisiensi dalam

    menyikapi pesatnya perkembangan industrian penyiaran swasta. Efisiensi hasil merger

    tersebut diharapkan dapat diperoleh melalui perampingan operasional dan penghapusan

    aktifitas yang dianggap duplikasi pada SCTV dan Indosiar.

    B. Analisis Sengketa 1. Perihal Jangka Waktu Penerbitan Keputusan atas Surat Permohonan a. Menurut PT. Surya Citra Media Tbk

    PT. Surya Citra Media Tbk berpendapat bahwa Keputusan Tergugat KEP-

    2630/WPJ.07/2013 diterbitkan setelah melewati jangka waktu satu bulan sejak

    diterimanya permohonan dari PT. Surya Citra Media Tbk secara lengkap. Berdasarkan

    Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-45/PJ/2008 tentang Penyampaian dan

    Pemonitoran Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan No.43/PMK.03/2008 menetapkan

    bahwa Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan surat permintaan

    kelengkapan permohonan paling lama 3 (tiga) hari sejak diterimanya permohonan yang

    belum lengkap. Surat Permohonan disampaikan pada tanggal 25 Oktober 2013, sementara

    sampai dengan tanggal 28 Oktober 2013 (tiga hari sejak surat permohonan disampaikan),

    Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus tidak pernah menerbitkan surat permintaan

    kelengkapan permohonan kepada PT. Surya Citra Media Tbk, sehingga patut dianggap

    EMTK

    SCM

    SCTV BTV SCP SP IVM IBT dll (22)

    74,46%

  • 15

    bahwa surat permohonan penggunaan nilai buku yang telah diajukan telah lengkap. Baru

    pada tanggal 8 November 2013 (empat belas hari sejak surat permohonan disampaikan),

    Direktur Jenderal Pajak menyampaikan permintaan penjelasan dan kelengkapan data yang

    sebenarnya tidak secara spesifik disyaratkan dalam ketentuan peraturan yang berlaku, yang

    kemudian tetap PT. Surya Citra Media Tbk penuhi pada tanggal 14 November 2013.

    b. Menurut DJP Berdasarkan penelitian terhadap dokumen yang disampaikan Wajib Pajak, pada

    lampiran I tabel 5 surat permohonan, PT. Surya Citra Media Tbk mencantumkan daftar

    harta yang dialihkan dalam rangka penggabungan usaha adalah NIHIL. Oleh karena itu,

    pada tanggal 08 November 2013 dengan surat Nomor: S-452/WPJ.07/BD.04/2013 tentang

    Permintaan Penjelasan dan Kelengkapan Data, Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus

    meminta penjelasan terkait harta yang dialihkan dan meminta kelengkapan permohonan

    kepada PT. Surya Citra Media Tbk sebagai berikut:

    a. Rincian secara detail jenis aktiva yang dialihkan per kelompok, per jenis dan per

    tahun perolehan.

    b. Fotokopi SPPT dan STTS PBB untuk membuktikan kepemilikan aktiva

    c. Permintaan Surat Pernyataan mengenai tujuan dan alasan penggabungan usaha.

    PT. Surya Citra Media Tbk merespon dengan surat Nomor: DIR/Fin/156/SCM/1113

    tanggal 12 November 2013, dokumen yang diserahkan oleh adalah sebagai berikut:

    Surat Pernyataan mengenai tujuan dan alasan penggabungan usaha

    Fotokopi SPPT dan SITS PBB Tahun 2012 dan 2013 an PT Surya Citra Media, Tbk.;

    Bahwa melalui surat tersebut, PT. Surya Citra Media Tbk juga menjelaskan bahwa

    PT Indosiar Karya Media, Tbk (pihak yang mengalihkan harta) tidak memiliki aktiva

    tetap. Surat ini diterima Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus pada tanggal 15 November

    2013 sehingga permohonan dinyatakan lengkap sejak tanggal 15 November 2013.

    Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak

    Nomor: KEP-2630/WPJ.07/2013 tanggal 13 Desember 2013, dengan demikian,

    penerbitan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-2630/WPJ.07/2013 tanggal

    13 Desember 2013 telah sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (4) Peraturan Direktur

    Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ./2008 dimana batas waktu penerbitan Surat Keputusan

    paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan Wajib Pajak dinyatakan lengkap, dalam hal

    ini adalah tanggal 13 Desember 2013.

  • 16

    2. Perihal Obyek yang Dapat Diajukan Gugatan a. Menurut DJP

    Terhadap objek gugatan berupa Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor

    KEP-2630/WPJ.07/2013 tanggal 13 Desember 2013, DJP berpendapat bahwa Surat

    Keputusan tersebut bukan merupakan objek yang dapat diajukan gugatan ke Badan Peradilan

    Pajak berdasarkan ketentuan Pasal 23 ayat (2) huruf c UU KUP. Yang dapat diajukan

    gugatan ke Pengadilan Pajak adalah keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan

    perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26", dengan demikian

    rumusan tersebut mengandung arti bahwa yang dapat diajukan gugatan sebagaimana

    dimaksud dalam ketentuan Pasak 23 ayat (2) huruf c UU KUP adalah hanya keputusan

    (beschiking) yang berkaitan dengan pelaksanaan dari keputusan perpajakan (beschiking).

    Maka yang dapat diajukan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c

    adalah suatu keputusan yang berkaitan dengan telah diterbitkannya suatu keputusan

    perpajakan lain sebelumnya oleh badan atau pejabat tata usaha negara di bidang perpajakan,

    dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak atau Unit vertikal di bawahnya.

    b. Menurut PT. Surya Citra Media Tbk Menurut PT. Surya Citra Media Tbk, keputusan nomor: KEP-2630/WPJ.07/2013

    tanggal 13 Desember 2013 adalah merupakan surat keputusan yang dapat diajukan

    gugatan sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata

    Cara Perpajakan dan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata

    Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. "Keputusan yang berkaitan

    dengan pelaksanaan keputusan perpajakan yang diajukan gugatan kepada badan peradilan

    pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang meliputi

    keputusan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak selain:

    a. Surat ketetapan pajak yang penerbitannya telah sesuai dengan prosedur atau tata cara

    penerbitan;

    b. Surat Keputusan Pembetulan;

    c. Surat Keputusan Keberatan yang penerbitannya telah sesuai dengan prosedur atau tata

    cara penerbitan;

    d. Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi;

    e. Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi;

    f. Surat Keputusan Pengurangan Keteta pan Pajak;

  • 17

    g. Surat Keputusan Pembatalan Keteta pan Pajak; dan

    h. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak

    Dengan kata lain seluruh Keputusan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak

    selain dari pada keputusan-keputusan yang disebutkan dalam ketentuan Pasal 37 dari PP

    74/2011 tersebut, merupakan keputusan yang dapat diajukan Gugatan kepada Pengadilan

    Pajak. Oleh karenanya, berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas, PT. Surya Citra Media

    Tbk berpendapat bahwa KEP-2630/WPJ.07/2013 nyata-nyata merupakan suatu keputusan

    yang dapat diajukan gugatan kepada badan peradilan pajak (Pengadilan Pajak) dan

    merupakan obyek gugatan dengan alasan KEP-2630/WPJ.07/2013 diterbitkan oleh

    Direktur Jenderal Pajak selaku badan otoritas perpajakan di Indonesia dan KEP-

    2630/WPJ.07/2013 tidak termasuk di dalam surat Keputusan yang dikecualikan dalam

    Pasal 37 dari PP 74/2011 tersebut.

    3. Perihal Penggunaan Nilai Buku atau Nilai Pasar a. Menurut DJP

    DJP berpendapat bahwa nilai yang digunakan PT. Surya Citra Media Tbk dalam

    pengalihan harta adalah menggunakan nilai pasar, dengan penjelasan sebagai berikut:

    PT. Surya Citra Media Tbk yang melakukan penggabungan usaha dapat menggunakan

    nilai buku dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan izin penggunaan nilai

    buku atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan usaha kepada kepada Kepala

    Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi Kantor Pelayanan Pajak

    tempat Wajib Pajak pemohon terdaftar.

    Pengertian harta sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah harta dalam bentuk

    aktiva tetap sebagaimana telah diatur di dalam ketentuan Pasal 4 Peraturan Menteri

    Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 dan Pasal 3 ayat (3) huruf a dan Lampiran I tabel 5

    Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ./2008 menyebutkan bahwa daftar

    harta yang dialihkan dalam rangka penggabungan usaha adalah dalam bentuk aktiva tetap.

    Sedangkan berdasarkan laporan keuangan PT Indosiar Karya Media, Tbk diketahui bahwa PT

    lndosiar Karya Media, Tbk tidak memiliki aktiva tetap. Aset PT lndosiar Karya Media, Tbk

    sebagian besar berupa penyertaan saham kepada anak perusahaan. Harta yang dialihkan oleh

    PT. lndosiar Karya Media, Tbk kepada PT. Surya Citra Media, Tbk dalam rangka

    penggabungan usaha (merger) adalah harta berupa "Penyertaan saham" PT. lndosiar

    Karya Media, Tbk pada PT. Indosiar Visual Mandiri sebesar 99.99% dengan nilai

  • 18

    nominal sebesar Rp 752.839.702.516,00. DJP berpendapat bahwa harta berupa

    "Penyertaan saham" tidak termasuk dalam pengertian aktiva tetap/aset tetap sebagaimana

    dimaksud dalam paragraf 6 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 16 tentang

    Aset Tetap dan penyajian harta berupa "Penyertaan saham" dalam laporan keuangan harus

    dicatat secara terpisah dari aktiva tetap/aset tetap sebagaimana dimaksud dalam paragraf

    52 PSAK 1 tentang Penyajian Laporan Keuangan.

    b. Menurut PT. Surya Citra Media Tbk PT. Surya Citra Media Tbk tidak setuju dengan pernyataan DJP karena seluruh

    ketentuan yang mengatur tentang penggunaan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka

    penggabungan usaha, yakni:

    Pasal 10 ayat 3 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan;

    Peraturan Menteri Keuangan No.43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan Nilai Buku atas

    Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha;

    Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-28/PJ./2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara

    Pemberian Izin Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka

    Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha; dan

    Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-45/PJ/2008 tentang Penyampaian dan

    Pemonitoran Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan No.43/PMK.03/2008 tentang

    Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan,

    atau Pemekaran Usaha beserta Peraturan Pelaksanaannya;

    bahwa tidak membatasi bahwa jenis harta yang dapat dialihkan dalam rangka penggabungan

    usaha dengan menggunakan nilai buku hanya terbatas pada aktiva tetap. PT. Surya Citra

    Media Tbk berpendapat bahwa seluruh peraturan yang ada terkait dengan penggunaan nilai

    buku atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan usaha telah jelas. Dengan demikian,

    pendapat DJP bahwa penggunaan nilai buku tersebut hanya terbatas pada aktiva tetap adalah

    merupakan interpretasi DJP yang tidak memiliki dasar hukum, sehingga merugikan PT.

    Surya Citra Media Tbk sebagai Wajib Pajak.

    4. Pendapat dan Kesimpulan Majelis Hakim Substansi yang menjadi objek gugatan adalah Surat keputusan Direktur jenderal Pajak

    Nomor: KEP-2630/WPJ.07/2013 tanggal 13 Desember 2013 yang menolak surat PT. Surya

    Citra Media Tbk Nomor: DIR/FIN/143/SCM/J103 tanggal 16 Oktober 2013 tentang

    Permohonan Penggunaan Nilai Buku Atas Pengalihan Harta Dalam Rangka Penggabungan

  • 19

    Usaha yang mendasarkan kepada Pasal 23 ayat (2) huruf (c) Undang-undang Nomor: 6 tahun

    1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir

    dengan Undang-undang Nomor: 16 tahun 2009.

    Berdasarkan pasal 23 ayat 2 huruf (c) Undang-undang KUP tahun 2007 bahwa gugatan

    wajib pajak atau penanggung pajak dapat dilakukan terhadap Keputusan yang berkaitan

    dengan pelaksanakan keputusan perpajakan selain yang ditetapkan dalam pasal 25 ayat (1)

    dan pasal 26; bahwa oleh karena itu menurut Majelis surat keputusan nomor KEP-

    2630/WPJ.07/2013 tanggal 13 Desember 2013 tersebut adalah merupakan keputusan yang

    dapat digugat.

    Selanjutnya yang menjadi pokok gugatan a-quo adalah:

    1. Penerbitan surat keputusan nomor KEP-2630/WPJ.07/2013 tanggal 13 Desember 2013

    harus dibatalkan karena telah melampaui jangka waktu 1 (satu) bulan sejak diterimanya

    permohonan dari PT. Surya Citra Media Tbk secara lengkap sehingga oleh karena itu,

    sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (5) dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-

    28/PJ./2008, permohonan PT. Surya Citra Media Tbk harus dianggap diterima dan

    kepada PT. Surya Citra Media Tbk diterbitkan surat keputusan persetujuan.

    2. PT. Surya Citra Media Tbk telah memenuhi semua persyaratan-persyaratan untuk

    mendapatkan persetujuan penggunaan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka

    penggabungan usaha sebagaimana diatur dalam ketentuan perpajakan yang berlaku.

    PT. Surya Citra Media Tbk menyatakan ketidaksetujuannya atas penolakan Direktur

    Jenderal Pajak untuk memberikan persetujuan penggunaan nilai buku atas pengalihan

    harta dalam rangka penggabungan usaha. Direktur Jenderal Pajak hanya menyatakan

    bahwa permohonan PT. Surya Citra Media Tbk ditolak karena dianggap tidak memenuhi

    persyaratan formal untuk dapat dipertimbangkan, tanpa menunjukan secara tegas atau

    memberi penjelasan mengenai persyaratan formal mana yang tidak terpenuhi tersebut.

    Berdasarkan pemeriksaan dan penilaian terhadap keterangan dan bukti-bukti yang

    diserahkan oleh para pihak dalam persidangan, Majelis berpendapat:

    1. Jangka waktu persetujuan atas permohonan penggunaan nilai buku atas pengalihan harta

    dalam rangka penggabungan usaha telah diatur secara jelas dalam Pasal 3 ayat (5)

    Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ./2008 Tahun 2008, yaitu satu bulan

    sejak permohonan diterima secara lengkap, hal ini lebih ditegaskan lagi dalam angka 6

    huruf b Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-45/PJ/2008 tentang

    Penyampaian dan Pemonitoran Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan

  • 20

    No.43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam

    Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha. Yang pada intinya penegasan

    tentang saat permohonan diterima secara lengkap yang memang merupakan panduan bagi

    internal DJP dalam rangka memberikan kepastian hukum bagi para wajib pajak. Bahwa

    Surat edaran tersebut beralasan karena guna memberikan pelayanan dan kepastian hukum

    kepada Wajib Pajak sudah selayaknya ditentukan kapan saat kelengkapan tersebut

    dimulai.

    2. Telah terjadi kesalahan yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak karena setelah 14

    hari sejak permohonan yang diajukan oleh PT. Surya Citra Media Tbk, Direktur Jenderal

    Pajak baru meminta kelengkapan yang seharusnya 3 hari sejak diterima permohonan oleh

    Direktur Jenderal Pajak, hal ini mengakibatkan surat permohonan diproses melebihi

    jangka waktu yang semestinya tidak sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 3 ayat (5)

    Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-28/PJ./2008 Tahun 2008.

    3. Secara materil PT. Surya Citra Media Tbk mempermasalahkan alasan Direktur Jenderal

    Pajak menolak permohonan PT. Surya Citra Media Tbk tentang permohonan Penggunaan

    Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan Usaha dengan alasan

    tidak memenuhi persyaratan formal.

    Direktur Jenderal Pajak mendalilkan bahwa alasan penolakan yang menyatakan bahwa

    surat permohonan PT. Surya Citra Media Tbk tidak memenuhi persyaratan formal adalah

    karena tidak memenuhi ketentuan seperti yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan

    Menteri Keuangan no. 43 tahun 2008 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta

    dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha.

    Menurut Majelis persyaratan formal atas permohonan Penggunaan Nilai Buku atas

    Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan Usaha terkait dalil Direktur Jenderal Pajak

    yang menyatakan bahwa penggunaan nilai buku dalam rangka penggabungan usaha hanya

    terbatas pada aktiva tetap dan hal tersebut dikaitkan dengan persyaratan formal adalah keliru.

    Berdasarkan pertimbangan hukum a-quo, Majelis berkesimpulan untuk menerima gugatan

    PT. Surya Citra Media Tbk , sekaligus membatalkan surat keputusan Direktur Jenderal Pajak

    no. KEP-2630/WPJ.07/2013 tanggal 13 Desember 2013 dan Majelis memerintahkan kepada

    Direktur Jenderal Pajak untuk mengabulkan surat PT. Surya Citra Media Tbk

    Nomor.DIR/FIN/143/SCM/J103 tanggal 16 Oktober 2013 tentang Permohonan Penggunaan

    Nilai Buku Atas Pengalihan Harta Dalam Rangka Penggabungan Usaha

  • 21

    IV. KESIMPULAN Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, Penulis dapat menyimpulkan hal-hal

    sebagai berikut:

    a. Aktifitas merger dan akuisisi perusahaan menimbulkan dampak perpajakan. Keuntungan

    karena penjualan atau karena pengalihan harta merupakan objek pajak. Nilai perolehan

    atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan,

    pemekaran, pemecahan, atau pengambilan usaha adalah jumlah yang seharusnya

    dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar (market price), kecuali ditetapkan lain

    oleh Menteri Keuangan.

    b. Pemilihan metode penilaian atas aset yang dialihkan dalam rangka penggabungan usaha

    harus didasarkan kepada substansi bentuk penggabungan usahanya. sesuai dengan PSAK

    No. 38 (2012), pengalihan bisnis yang dilakukan dalam rangka reorganisasi entitas

    sentitas yang berada dalam suatu kelompok usaha yang sama tidak menimbulkan laba

    atau rugi bagi kelompok usaha maupun entitas individual dalam kelompok usaha

    tersebut. Karena transaksi restrukturisasi entitas sepengendali tidak mengakibatkan

    perubahan substansi ekonomi kepemilikan atas aset, liabilitas, saham atau instrumen

    kepemilikan lainnya yang dipertukarkan, maka aset maupun liabilitas yang dialihkan

    harus dicatat sebesar nilai buku sebagai penggabungan usaha berdasarkan metode

    penyatuan kepemilikan (pooling-of-interests). Selisih antara jumlah imbalan yang

    dialihkan dan nilai tercatat dari setiap transaksi kombinasi bisnis entitas sepengendali

    diakui di ekuitas pada akun Tambahan Modal Disetor.

    c. Aspek hukum terkait jangka waktu penyelesaian permohonan dan tata cara penerbitan

    surat keputusan harus lebih diperhatikan oleh Direktorat Jenderal Pajak supaya tidak

    menimbulkan masalah hukum dikemudian hari.

  • 22

    DAFTAR REFERENSI

    Buku Hariyani, Iswi, SH, MH, dkk, Merger, Konsolidasi, Akuisisi, & Pemisahan Perusahaan: Cara Cerdas Mengembangkan & Memajukan Perusahaan, Jakarta: Visimedia, 2011. Hitt,M. A, Merger dan Akuisisi: Panduan Bagi para Pemegang Saham Untuk Meraih Laba, Terjemahan,Cetakan Pertama, Jakarta: Erlangga, 2002.

    Marcell Go dan Christina, Manajemen Grup Bisnis, 2003 Moin, Abdul, Merger, Akuisisi, & Divestasi: Edisi kedua, Yogyakarta: Ekonisia, 2010.

    Peraturan Perundangan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ./2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha

    Peraturan Menteri Keuangan No. 43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha

    Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan

    Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan nomor 1 tentang Penyajian Laporan Keuangan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan nomor 16 tentang Aset Tetap

    Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan nomor 22 tentang Kombinasi Bisnis Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan nomor 38 tentang Akuntansi Restrukturisasi Entitas Sepengendali Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-45/PJ/2008 tentang Penyampaian dan Pemonitoran Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan No.43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha beserta Peraturan Pelaksanaannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

    Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan