Paper IO Fix

25
Kata Pengantar Assalamu’alaikum wr. wb. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi khusunya dibidang ilmu kefarmasian. Interaksi obat telah banyak ditemukan baik interaksi antara obat dengan obat, interaksi antara obat dengan makanan, dan interaksi obat yang tidak diinginkan karena perbedaan organ dan sistem biologis dalam tubuh. Obat yang berinteraksi bisa saja berkurang aktifitasnya sehingga efek terapi tidak tercapai atau pun meningkat aktifitasnya sehingga dikawatirkan menyebabkan kelebihan dosis. Kombinasi obat dan penggunaan obat secara bersamaan baik untuk mengibati satu penyakit atau lebih telah banyak dipergunakan dalam pengobatan terapi pasien. Hal ini dapat memicu terjadinya interaksi obat dengan obat. Kemungkinan terjadinya interaksi obat akan menjadi besar bila dikaitkan dengan anak karena belum matangnya organ dan sistem dalam tubuh. Sebagian besar penyakit TBC diderita oleh anak-anak. Oleh karena lamanya terapi dalam pengobatan TBC ditambah dengan adanya kombinasi dalam terapi pengobatannya maka perlu diketahui khususnya para ahli farmasi interaksi obat yang dapat terjadi pada pengobatan TBC. Paper ini berisi tentang interaksi obat dalam terapi tuberkulosis pada anak. Paper ini dibuat untuk memenuhi tugas ujian tengah semester matakuliah interaksi obat. Penulis berharap semoga apa yang dipaparkan dalam paper ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi pembacanya. Wassalamu’alaikum wr. wb. 1

description

fffff

Transcript of Paper IO Fix

Page 1: Paper IO Fix

Kata Pengantar

Assalamu’alaikum wr. wb.

Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi khusunya dibidang ilmu kefarmasian. Interaksi obat telah banyak ditemukan baik interaksi antara obat dengan obat, interaksi antara obat dengan makanan, dan interaksi obat yang tidak diinginkan karena perbedaan organ dan sistem biologis dalam tubuh. Obat yang berinteraksi bisa saja berkurang aktifitasnya sehingga efek terapi tidak tercapai atau pun meningkat aktifitasnya sehingga dikawatirkan menyebabkan kelebihan dosis.

Kombinasi obat dan penggunaan obat secara bersamaan baik untuk mengibati satu penyakit atau lebih telah banyak dipergunakan dalam pengobatan terapi pasien. Hal ini dapat memicu terjadinya interaksi obat dengan obat. Kemungkinan terjadinya interaksi obat akan menjadi besar bila dikaitkan dengan anak karena belum matangnya organ dan sistem dalam tubuh.

Sebagian besar penyakit TBC diderita oleh anak-anak. Oleh karena lamanya terapi dalam pengobatan TBC ditambah dengan adanya kombinasi dalam terapi pengobatannya maka perlu diketahui khususnya para ahli farmasi interaksi obat yang dapat terjadi pada pengobatan TBC.

Paper ini berisi tentang interaksi obat dalam terapi tuberkulosis pada anak. Paper ini dibuat untuk memenuhi tugas ujian tengah semester matakuliah interaksi obat. Penulis berharap semoga apa yang dipaparkan dalam paper ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi pembacanya.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

1

Page 2: Paper IO Fix

Daftar Isi

Latar belakang masalah1

Daftar isi 2

BAB I (Pendahuluan) 3

1.1 Latar Belakang Masalah 3

1.2 Rumusan Masalah 4

1.3 Tujuan 4

BAB II (Isi) 5

2.1 Landasan Teori 5

2.1.1 Interaksi Obat 5

2.1.2 Perubahan Biologis pada Pediatri 6

2.1.3 Penyakit Tuberkulosis 8

2.1.4 Terapi Pengobatan TBC 9

2.1.5 Interaksi Obat Anti Tuberkulosis 12

2.1.6 Pengobatan TBC pada Anak 13

2.1.7 Interaksi Obat TBC dengan Obat Lain 14

2.2 Pembahasan 15

BAB III (Penutup) 17

3.1 Kesimpulan 17

3.2 Saran 17

Daftar Pustaka 18

2

Page 3: Paper IO Fix

BAB I

(PENDAHULUAN)

1.1 Latar Belakang Masalah

Di Indonesia setiap tahun ada 1,3 juta anak berumur kurang dari 15 tahun terinfeksi

kuman TB dan setiap tahun ada 450.000 kematian anak akibat penyakit ini. Menurut Samallo

dalam FKUI usia anak merupakan usia yang sangat rawan terhadap penularan penyakit TB

terutama tuberkulosis (TB) paru. Sebesar 74,23% dari seluruh kasus tuberkulosis terdapat

pada golongan anak, dimana angka penularan dan bahaya penularan yang tinggi terdapat

pada golongan umur 0-6 tahun dan golongan umur 7-14 tahun.

Penggunaan obat pada anak harus dipertimbangkan secara khusus karena adanya

perbedaan laju perkembangan/pematangan organ yang juga mencakup fungsi organ tubuh

dan sistem dalam tubuh. Perbedaan laju perkembangan/pematangan organ ini dapat

mempengaruhi aktifitas obat dalam tubuh baik dari fase bio-farmaseutika, fase bio-

farmakokinetik, dan fase bio-farmakologi. Dalam terapi TBC kombinasi obat digunakan

untuk mencegah terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik yang digunakan sehingga

perlu diperhatikan interaksi obat yang dapat terjadi pada obat anti-TBC.

3

Page 4: Paper IO Fix

1.2 Rumusan Masalah1. Apa yang dimaksud dengan interaksi obat?

2. Faktor apa yang menyebabkan interaksi obat pada anak dengan orang dewasa

berbeda?

3. Apa yang dimaksud dengan TBC?

4. Apa obat yang digunakan untuk mengobati penyakit TBC?

5. Bagaimana terapi pengobatan TBC dilaksanakan?

6. Bagaimana interaksi obat yang terjadi bila pengobatan TBC dilakukan dengan

kombinasi obat?

7. Bagaimana interaksi obat yang terjadi bila obat TBC diresepkan dengan obat lain?

1.3 Tujuan1. Memahami maksud dari interaksi obat.

2. Mengetahui faktor yang membedakan antara anak dengan orang dewasa.

3. Memahami pengertian dari penyakit TBC.

4. Mengetahui obat-obat anti-TBC.

5. Memahami terapi pengobatan TBC.

6. Mengetahui Interaksi obat anti-TBC dalam terapi kombinasi.

7. Mengetahui Interaksi obat anti-TBC dengan obat lain.

4

Page 5: Paper IO Fix

BAB II

(ISI)

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Interaksi Obat

Secara singkat dapat dikatakan interaksi obat terjadi jika suatu obat mengubah efek

obat lainnya. Kerja obat yang diubah dapat menjadi lebih atau kurang aktif.

Reaksi perorangan sangat beragam. Faktor yang dapat mempengaruhi antara lain sifat

keturunan, fungsi hati dan ginjal, usia (yang paling peka adalah bayi dan orang berusia diatas

50 tahun), ada tidaknya suatu penyakit, jumlah obat yang digunakan, lama pengobatan, jarak

waktu antara penggunaan dua obat, dan obat mana yang digunakan mula-mula. Karena itu

efek yang terjadi mungkin saja tek berarti apa-apa bagi seseorang akan tetapi sangat

membahayakan bagi orang lain. Hal mendasar yang patut disadari adalah bahwa bahaya

mungkin dapat terjadi.

Obat yang diminum mengalami empat proses dasar dalam tubuh. Dari mulut obat

menuju lambung, lalu ke usus. Disini obat diserap kedalam aliran darah dan disebarkan

kedalam tubuh sehingga muncul efek. Obat kemudian diuraikan atau dimetabolisis oleh hati.

Akhirnya bentuk obat yang sudah diuraikan ini diekresikan dalam urin melalui ginjal.

Pada interaksi obat, sesuatu obat mengubah obat yang lain dalam satu atau lebih

proses farmakologi diatas. Jenis interaksi ini disebut interaksi farmakokinetik.

Jenis interaksi utama lainnya adalah interaksi farmakologik. Pada jenis ini, efek suatu

obat akan menambah (sinergisme) efek obat lainnya atau mengurangi (antagonisme) efek

obat kedua tersebut.

Biasanya dosis atau waktu pemberian obat dapat diubah untuk mencegah timbulnya

efek yang merugikan. Beberapa interaksi malahan menguntungkan sengaja bahkan

dimanfaatkan. Tentu saja ada sejumlah kasus yang menghendaki agar sejumlah obat tertentu

pada keadaan apa pun tidak boleh diberikan bersama-sama.

5

Page 6: Paper IO Fix

2.1.2 Perubahan Biologis Pada Pediatri

British pediatric association membagi masa pediatric berdasarkan perubahan biologis

menjadi :

Neonatus : 0-1 Bulan

Bayi : 1-24 Bulan

Anak : 2-12 Tahun

Remaja : 12-18 Tahun

Perbedaan dalam hal farmakokinetik dan farmakodinamik obat pada anak

dibandingkan dengan orang dewasa.

1. Fase Absorbsi

Beberapa hal yang harus diperhatikan pada sistem absorbsi anak:

a. Bayi baru lahir memiliki pH lambung yang tinggi.

b. Waktu pengosongan lambung lebih lama.

c. Peristaltik usus bayi baru lahir belum teratur, umumnya lambat sehingga jumlah

obat diabsorpsi meningkat.

2. Fase Distribusi

Distribusi obat dipengaruhi oleh total cairan dalam tubuh, dapat dilihat pada tabel

berikut ini :

Tabel 1. Perkiraan total body water berdasarkan usia

Usia TBW (%) ECF (%)

Preterm

neonatus

85 50

Neonatus 75 45

3 bulan 75 30

1 tahun 60 25

Dewasa 60 20

Keterangan : TBW = total body water, ECF = extra cellular fluid

Perubahan-perubahan yang dapat terjadi pada fase distribusi meliputi :

a. Obat lipofilik Vd meningkat misalnya sulfonamide meningkat dua kali lipat.

6

Page 7: Paper IO Fix

b. Sawar darah otak bayi beru lahir lebih permiabel sehingga mudah ditembus obat

dan mikroorganisme.

c. Ikatan obat-protein plasma rendah pada neonates sehingga kadar obat bebas lebih

tinggi.

d. Terjadinya interaksi dengan bilirubin mengakibatkan kernikterus. Misalnya

sulfonamid, diazoksida, vitamin K

3. Fase Metabolisme

Metabolisme terbagi menjadi 2 fase :

a. Fase I (oksidasi)

Ekspresi enzim CYP450 berubah-ubah kadarnya selama beberapa jam, minggu

dan bulan setelah kelahiran.

Contoh :

Usia < 24 jam ekspresi enzim CYP3A4 dan CYP2D6

Usia 8 ha$ri mulai diekspresikan enzim CYP1A2

b. Fase II (Konjugasi)

Pada masa neonatal sampai bayi, enzim sulfatase jumlahnya dominan.

Setelah beberapa bulan glukoronidase meningkat dan jumlahnya menjadi dominan

4. Fase Ekskresi

Fungsi ginjal saat lahir dan perkembangannnya berhubungan dengan kematangan

nefron. GFR pada neonatus dan bayi umumnya lebih rendah dibandingkan dewasa

karena ginjal belum berkembang dengan baik. Pada neonatus GFR akan meningkat

dengan cepat dalam 2 minggu. Fungsi tubulus renal dan glomelural medekati dewasa

pada usia 8-12 bulan.

Tabel 2. Nilai perkiraan GFR berdasarkan usia

7

Page 8: Paper IO Fix

2.1.3 Penyakit Tuberkulosis

Mycobacterium tuberkulosis, salah satu miko

bakteri, dapat menyebabkan infeksi gawat pada paru-

paru, traktus genitourinarius, tulang rangka, dan

meningen. Mikobakteri diklasifikasikan berdasarkan

sifat-sifat pewarnaanya. Seperti pengobatan infeksi-

infeksi mikobakterium lainnya, pengobatan

tuberkulosis memberikan masalah teurapeutik.

Organisme tersebut tumbuh secara lambat, dan karena penyakit tersebut mungkin harus

diobati sampai dua tahun, khususnya jika disebabkan oleh organisme yang resisten.

Kategori penyakit tuberkulosis:

a. Kategori 1

- Pasien baru TB paru BTA positif

- Pasien TB paru BTA negative foto toraks positif

- Pasien TB ekstra paru

b. Kategori 2

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:

- Pasien kambuh

- Pasien gagal

- Pasien dengan pengobatan terputus.

8

Page 9: Paper IO Fix

2.1.4 Terapi Pengobatan TBC

Tuberkulosis (TBC) dapat menyerang berbagai organ tubuh tetapi yang akan dibahas

adalah obat TBC untuk paru-paru. Tujuan pengobatan TBC ialah memusnahkan basil

tuberkulosis dengan cepat dan mencegah kambuh. Idealnya pengobatan dengan obat TBC

dapat menghasilkan pemeriksaan sputum negatif baik pada uji dahak maupun biakan kuman

dan hasil ini tetap negatif selamanya.

Dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course). Terdiri dari 5

komponen:

a. Komitmen politis

b. Pemeriksaan dahak mikroskopik

c. Pengobatan jangka pendek dan Pengawasan langsung pengobatan

d. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu

e. Sistem pencatatan penilaian hasil pengobatan

Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) pertama kali

diperkenalkan pada tahun 1996 dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem

pelayanan kesehatan masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari populasi penduduk

dapat mengakses pelayanan DOTS di puskesmas. Strategi ini diartikan sebagai "pengawasan

langsung menelan obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan" setiap hari.

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :

1. Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.

Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir,

sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.

2. Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan

Kanamisin.

Meskipun demikian, pengobatan TBC paru-paru hampir selalu menggunakan tiga

obat yaitu INH, rifampisin dan pirazinamid pada bulan pertama selama tidak ada resistensi

terhadap satu atau lebih obat TBC primer ini. Penderita yang mengidap BTA yang resisten

terhadap OAT akan menyebarkan infeksi TBC dengan kuman yang bersifat MDR (Multi-

drugs Resistant). Untuk kasus MDR-TB dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan

9

Page 10: Paper IO Fix

TBC yaitu obat fluorokuinolon seperti siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya sangat

disayangkan bahwa obat ini tidak dianjurkan pada anak dalam masa pertumbuhan).

Nama-nama obat anti TB:

1. ISONIAZID (INH) = H

- Indikasi : tuberculosis dalam kombinasi dengan obat lain ; profilaksis.

- Kontraindikasi : penyakit hati yang aktif,; hipersensitivitas terhadap isoniazid.

- Peringatan : gangguan fungsi hati (uji fungsi hati), gangguan fungsi ginjal, Resiko

efek samping meningkat pada asetilator lambat; epilepsy;riwayat psikokis;

alkoholisme; khamilan dan menyusui, porfiria.

- Efek samping : mual, muntah, neuritis perifer, neuritis optic, kejang, episode

psikokis, reaksi hipersensitivitas seperti eritema multiforme,demam, purpura,

agranulositosis, hepatitis, sindrom SLE, pellagra, hiperglikemia dan glinekomastia.

- Interaksi obat : Isoniazid dapat memperkuat efek samping fenitoin (misalnya,

nistagmus, ataksia) sebab fenitoin menghambat metabolisme fenitoin. Risiko

terutama terdapat pada penderita asetilator lambat.

- Sediaan beredar: INH Generik, Beniazide pembangunan, Decadoxin hersen, INH

CIBA, Novartis Indonesia, Inoxin Forte Dexa Medika, pehadoxin phapros, pulmolin

pharos, pyravit I.N.P yupharin, phyrofort medifarma, suprazid armoxindo.

2. RIFAMPISIN = R

- Indikasi : bruselosis, legionelosis, infeksi berat stafilokokus dalam kombinasi dengan

obat lain, tuberculosis, lepra.

- Kontraindikasi : penyakit hati aktif.

- Peringatan : kurangi dosis pada gangguan fungsi hati, lakukan pemeriksaan uji fungsi

hati dan hitung sel darah pada pengobatan jangka panjang,gangguan fungsi ginjal

(jika dosis lebih dari 600 mg/ hari), kehamilan dan menyusui.

- Efek samping : gangguan saluran cerna meliputi mual, muntah, anoreksia,

diare,kolaps dan syok, anemia hemolitik, anemia, gagal ginjal akut, gangguan fungsi

hati, udem, kelemahan otot, kemerahan pada urin, saliva dan cairan tubuh lainnya.

- Interaksi obat : Rifampisin dapat menginduksi sitokrom P-450, rifampisin dapat

memperpendek waktu-paruh obat-obat lain yang diberikan bersama-sama dan

dimetabolisme oleh sistem ini. Ini bisa menyebabkan kebutuhan dosis yang lebih

tinggi untuk obat-obat tersebut.

10

Page 11: Paper IO Fix

- Sediaan beredar : Rifampisin Generik, Kombipak generic, Ipirit tempo, Kalfiram

Kalbefarma, RIF Armoxindo, Rifabiotik,Rifacin prafa, Rifam dexa Medica, Rifamec

mecosin, Rifampin pharos, Rifamtibi Sanbe, Rimactane Novartis Indonesia,

Rimactazid Norvatis Indonesia.

3. Pirazinamid = Z

- Indikasi : tuberculosis dalam kombinasi denan obat lain

Kontraindikasi : gangguan fungsi hati berat, porfiria, hipersensitivitas terhadap

pirazinamid Peringatan : gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal, diabetes, gout

- Efek samping : hepatotoksisitas, termasuk demam anoreksia, hepatomegali, ikterus,

gagal hati, mul, muntah

- Interaksi obat : Probenesid menghambat ekskresi pirazinamid.

- Sediaan beredar: Pirazinamid generik, Corsazinamide corsa, peseta norvetis Indonsia,

sanazed sanbe, Tibicel pembangunan.

4. Etambutol = E

- Indikasi : tuberculosis dalam kombinasi dengan obat lain.

- Kontraindikasi: anak dibawah 6 tahun, neuritis optik, gangguan visual.

- Peringatan : turunkan dosis pada gangguan fungsi ginjal, usia lanjut, kehamilan,

ingatkan pasien untuk melaporkan gangguan pnglihatan.

- Efek samping : neuritis optik, buta warna merah/ hijau, neuritis perifer

- Interaksi Obat : Dapat menurunkan khasiat urikosurik, terutama pada pemakaian

bersama isoniazid dan piridoksin. Berinteraksi dengan antasid yang mengandung

alumunium.

- Sediaan beredar : Etmbutol generic, Arsitam meprofarm, Bacbutol Armoxindo,

Bacbut inh Armoxindo, Corsabutol corsa, Decanbutol Harsen, Dexabutol dexa

Medica, Etibi pembangunan, Intam 6 Rhone poulenc Indonesia, kalbutol Kalbe

Farma, MycotamINH Medifarm, Ottobutol otto, Primbutol pharos, Santibi sanbe,

Tibigon Dankos.

5. Streptomisin ( aminoglikosida)

- Indikasi : tuberculosis dalam kombinasi dengan obat lain

- Kontraindikasi : kehamilan, miastenia gravis

- Peringatan : gangguan fungsi ginjal, bayi dan usia lanjut, hindari penggunaan jangka

panjang, pada kehamilan Streptomisin bersifat permanen ototoxic dan dapat

menembus barier plasenta.

11

Page 12: Paper IO Fix

- Efek samping : gangguan vestibuler dan pendengaran, nefrotoksisitas,

hipomagnesemia pada pemberian jangka panjang kolitis karena antibiotik.

- Sediaan beredar: streptomisina sulfat generik, streptomysin sulphate meiji, Meiji

Indonesia

Dosis Obat Antituberkulosis (OAT):

Obat Dosis harian

(mg/kgbb/hari) Dosis 2x/minggu

(mg/kgbb/hari) Dosis 3x/minggu$

(mg/kgbb/hari) INH 5-15 (maks 300 mg) 15-40 (maks. 900 mg) 15-40 (maks. 900 mg)

Rifampisin 10-20 (maks. 600 mg) 10-20 (maks. 600 mg) 15-20 (maks. 600 mg)

Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-$70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g)

Etambutol 15-25 (maks. 2,5 g) 50 (maks. 2,5 g) 15-25 (maks. 2,5 g)

Streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g)

2.1.5 Interaksi Obat Anti Tuberkulosis

1. Kombinasi Isoniazid dengan Rifampisin:

Penggunaan rifampisin bersamaan dengan isoniazid akan meningkatkan hepatoksisitas

dari isoniazid (Askgaard D.S., etc, 1995 cit Baxter, K, 2009). Hal ini

dikarenakan hidrazin, metabolit dari isoniazid meningkat kadarnya dalam serum

(Baxter, K, 2009). Isoniazid merupakan senyawa yang mengalami variasi

interpersonal. Hal ini juga harus menjadi perhatian dalam evaluasi interaksi obat.

2. Kombinasi Rifampisin dengan Kortikostiroid:

Efek kortikostiroid menurun setelah beberapa hari menggunakan rimfapisin dan efek

meningkat lagi setelah dihentikan 2-3 minggu, hindari penggunaan bersama.$

3. Kombinasi Pirazinamid dengan Testurin Pirazinamid:

Mempengaruhi acetest dan ketostick test pada urin, membentuk warna merah muda-

coklat.

4. Kombinasi Rifampisin dengan Analgetik nekritik:

12

Page 13: Paper IO Fix

Pasien dapat mengalami putus obat. Rifampisin menstimulasi metabolisme metadon

Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TBC dan lemahnya

implementasi strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap OAT

akan menyebarkan infeksi TBC dengan kuman yang bersifat MDR (Multi-drugs

Resistant). Untuk kasus MDR-TB dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan

TBC yaitu obat fluorokuinolon seperti siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya

sangat disayangkan bahwa obat ini tidak dianjurkan pada anak dalam masa pertumbuhan).

2.1.6 Pengobatan TBC Pada Anak

Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:

1. 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH +

Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol

bila diduga ada resistensi terhadap INH).

2. 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama,

kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan

(ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).

Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis

maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.

Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:

TB tidak berat

INH : 5 mg/kgbb/hari

Rifampisin : 10 mg/kgbb/hari

TB berat (milier dan meningitis TBC)

INH : 10 mg/kgbb/hari

Rifampisin : 15 mg/kgbb/hari

Dosis prednison : 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)

Hindari pemberian Etambutol pada anak, karena Etambutol bisa menyebabkan kebutaan pada

anak.

13

Page 14: Paper IO Fix

2.1.7 Interaksi Obat TBC Denga Obat Lain:

Pasien TB umumnya mengkonsumsi obat TB regimen/komposisi terapi menggunakan

Rifampisin. Rifampisin ini telah diketahui merupakan induktor enzim hepar yang dapat

mempengaruhi proses metabolisme obat lain sehingga efikasi/kemanjuran obat yang lain tersebut

akan berkurang karena lebih cepat dimetabolisme yang kemudian akan lebih cepat pula dieliminasi

dari tubuh. Pada kasus ini, kontrasepsi yang berfungsi untuk menghindari terjadi konsepsi atau

kehamilan mengalami kegagalan fungsi. Akibatnya, beberapa laporan mengenai terjadinya spotting,

kegagalan kotrasepsi/terjadinya kehamilan dan gangguan lain terkait hal tersebut. Hal lain yang perlu

diperhatikan adalah proses induksi enzim ini tetap akan berlangsung hingga beberapa saat ( 4-8

minggu) paska penghentian pengobatan menggunakan rifampisin. Sehingga, akan lebih bijak jika

penggunaan kontrasepsi jenis hormonal dikombinasikan dengan jenis non-hormonal/mekanik selama

dan setelah penggunaan rifampisin.

Contoh obat yang berinteraksi dengan obat TBC:

1. Pirimidon (Myselin) – Rifampisin (Rifadin, Rimactan)

Efek pirimidon dapat berkurang. Akibatnya : Serangan kejang tidak dapat dikendalikan dengan

baik.

2. Fenitoin (Dilatin) – Isoniazida (INH, Nydrazid)

Efek fenitoin dapat meningkat. Akibatnya : efek sampingan yang merugikan dapat terjadi akibat

terlalu banyak fenitoin. Gejala yang dilaporkan adalah gangguan penglihatan, nanar.

3. Antikoagulan – Rifampisin (Rifadin, Rifamate, Rimactane)

Efek anti koagulan dapat berkurang. Akibatnya darah tetap membeku walau pasien diberi

antikoagulan.

4. Antasida (yang mengandung aluminium) – isoniazida

Efek isoniazida dapat berkurang. Akibatnya : tuberkulosis mungkin tidak terobati dengan baik.

5. Barbiturat – Rifampisin (Rifadin, Rimactane)

Efek barbiturat dapt berkurang. Akibatnya : insomnia mungkin tidak hilang benar.

6. Trankuilansia benzodiazepin – Rifampisin (Rifadin, Rimactane)

Efek trankuilansia berkurang. Akibatnya : kegelisahan dan kecemasan tidak hilang sebagaimana

diharapkan.

14

Page 15: Paper IO Fix

2.2 Pembahasan

Penyakit TBC kerap kali terjadi pada anak dan bahkan banyak yang berujung dengan

kematiaan. Di Indonesia tercatat setiap tahun 1,3 juta anak berumur kurang dari 15 tahun

terinfeksi kuman TB dan setiap tahun ada 450.000 kematian anak akibat penyakit ini. Data

ini mengingatkan pentingnya bagi ahli farmasi untuk mempelajari interaksi obat pada

pengobatan kuman TB. Hal ini dikarenakan pengobatan kuman TB memerlukan waktu

yang sangat lama dan dalam terapinya menggunakan kombinasi obat yang memicu

terjadinya interaksi antar obat-obat tersebut terutama jika pengobatan anti-TBC

dikombinasikan dengan obat dari penyakit lain.

Organ dan sistem tubuh yang belum sempurna pada anak-anak perlu diperhatikan

dalam pemberian obat dibandingkan dengan orang dewasa. Perbedaannya dapat dilihat

dalam hal sistem farmakokinetik dan farmakodinamik obat pada anak. Selain itu,

perubahan biologis yang terjadi mulai dari neonatus, bayi, anak, sampai remaja memiliki

perbedaan sistem farmakokinetik. Sebagai contoh pada fase distribusi nilai total body

water (TBW) dan extra cellular fluid (ECF) berbeda-beda yang dapat dilihat pada tabel

dibawah ini:

Usia TBW (%) ECF (%)

Preterm

neonatus

85 50

Neonatus 75 45

3 bulan 75 30

1 tahun 60 25

Dewasa 60 20

Akibat dari perbedaan ini mengakibatkan perbedaan laju distribusi obat. Aktifitas

obat yang ditujukan pun dapat keluar dari sasaran sehingga dapat mengakibatkan aktifitas

obat berkurang atau bahkan dapat mengakibatkan over dosis.

Interaksi obat yang terjadi pada anak-anak bisa jadi tidak terjadi pada orang dewasa.

Hanya saja jika pada orang dewasa diketahui telah adanya interaksi obat maka sangat perlu

dipertimbangkan jika digunakan kepada anak-anak demi menghindari terjadinya efek yang

15

Page 16: Paper IO Fix

tidak diinginkan. Etambutol tidak boleh digunakan pada anak karena bisa menyebabkan

kebutaan.

Pada neonates ikatan obat-protein plasma rendah sehingga kadar obat bebas lebih tinggi.

Akibat obat bebas yang tinggi, obat yang berikatan dengan reseptor pun menjadi lebih banyak

sehingga aktifitas obat meningkat. Mengingat hal ini dosis obat yang diberikan ke neonatus

harus diturunkan agar terapi pengobatan TBC tetap efektif.

Penggunaan Rifampisin dalam pengobatan mempunyai resiko terjadinya interaksi

obat yang paling banyak dibanding obat anti-TBC yang lain. Penyebabnya karena Rifampisin merupakan induktor enzim hepar yang dapat mempengaruhi proses metabolisme obat

lain sehingga efikasi/kemanjuran obat yang lain tersebut akan berkurang karena lebih cepat

dimetabolisme yang kemudian akan lebih cepat pula dieliminasi dari tubuh. Beberapa obat yang

dapat berinteraksi obat dengan rifampisin yaitu kortikosteroid, analgetik nekritik, pirimidon, anti

koagulan, barbiturat, dan trankuilansia benzodiazepin.

Penggunaan obat selain obat standard pengobatan TBC yaitu obat fluorokuinolon

seperti siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin tidak dianjurkan pada anak dalam masa

pertumbuhan. Ini sangat disayangkan karena obat ini diperlukan untuk kasus kasus MDR-

TB.

16

Page 17: Paper IO Fix

BAB III (Penutup)

3.1 Kesimpulan

1. Perbedaan farmakokinetik dan farmakodinamik obat pada anak-anak sangat berpengaruh

terhadap aktifitas obat dalam tubuh.

2. Interaksi obat yang terjadi pada orang dewasa dapat menjadi acuan untuk mencegah

terjadinya interaksi obat pada anak.

3. Tidak semua obat yang aman bagi orang dewasa aman bagi anak-anak.

3.2 Saran

Dalam terapi pengobatan TBC dengan disertai penyakit lain pada anak sangat perlu

diwaspadai adanya interaksi obat karena banyaknya interaksi obat yang dapat terjadi pada

obat-obat TBC terutama pada rifampisin.

17

Page 18: Paper IO Fix

Daftar Pustaka

1. Swart, A.,Harris, V., Interaction with TB Drugs, CME 2005:23 (2), 56-602. Askgaard D.S., Wilcke T., Døssing M., 1995, Hepatotoxicity caused by the

combined action of isoniazid and rifampicin. Thorax . 50. Cit Baxter, K., 2009,

Stokley’s Drugs Interaction, London : Pharmaceutical Press

3. Baxter, K., 2009, Stokley’s Drugs Interaction, London : Pharmaceutical Press

4. Harkness, Richard. 1989. Interaksi Obat. Bandung: ITB

5. FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. FKUI .Jakarta. 1998.

6. Mycek, Mary J. 2001. Farmakologi ulasan bergambar. Edisi ke-2. Jakarta: Widya

Medika

7. Winotopradjoko, Martono Dkk. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Pasuruan : Pt. Infarmind Pharmaceutikal Industries, 2005.Sutejdo, A.Y. Mengenal Obat-Obatan Secara Mudah. Yogyakarta : Amara Books, 2008

8. Hoan, Tan Dan Rahardja, Kirana. Obat-Obat Penting. Jakarta : Pt. Elex Media Kopuntindo, 2007

9. http://yeni.staff.mipa.uns.ac.id/files/2013/03/Penggunaan-Obat-Pada-Pediatric

18