Paper Asumsi Ontologis Dan Sifat Manusia (2)
-
Upload
kamalia-rizqi-awalina -
Category
Documents
-
view
188 -
download
11
Transcript of Paper Asumsi Ontologis Dan Sifat Manusia (2)
Adi Nugroho (11/314205/SP/24600)
Panca S. Nurtrijaya (11/317850/SP/24737)
Fellicia Ajining Putri (11/312213/SP/24510)
Magistin R. S. (11/317816/SP/24705)
Dhimas Luqman Hakim (11/317750/SP/24643)
Angga Puspa Wardani (11/317772/SP/24665)
Asumsi ontologi & sifat manusia dan Multiperspektif: Teori Komunikasi & Komunikasi Organisasi
ONTOLOGI
Ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang munculnya atau
kealamiahan sebuah keberadaan, atau dapat disederhanakan sebagai filsafat tentang yang ada
(Littlejohn,2002). Kajian ontologi ini membahas tentang realitas dan segala sesuatu yang
ada, keteraturan dan tujuan dari segala sesuatu yang ada serta kemungkinan adanya dimensi
yang berada di luar dari dunia ini.
Jika dalam komunikasi, yang dikaji oleh ontologi ini adalah kealamiahan interaksi
sosial antarmanusia. Isu ontologis dalam komunikasi menjadi sangat penting karena cara teori
komunikasi dikonsepsikan sangat bergantung kepada bagaimana komunikasi itu
dipandang/dilihat. Biasanya isu-isu komunikasi yang ada pada isu ontologis ini adalah
sejauhmana manusia membuat pilihan. Biasanya perilaku manusia itu ditentukan oleh kondisi
di sekelilingnya, tetapi dapat juga manusia menentukan pilihan atas apa yang akan
dilakukannya. Apakah perilaku manusia itu pada dasarnya dinamis atau statis dan mudah
diprediksikan. Apakah manusia dipandang sebagai individu atau sosial, serta isu lainnya
mengenai sejauh mana konteks komunikasi dipahami. Pada prinsipnya, ontologis membahas
mengenai sejauh mana perilaku manusia itu diatur oleh prinsip yang berlaku universal
ataukah tergantung dari faktor situasi.
Terdapat empat perspektif utama mengenai organisasi, yakni Scientific Management,
Human Behavior, Integrated, dan Postmodern, Critical, dan Feminist Perspective (Shockley
dkk, 2002). Scientific Management Perspective merupakan pendekatan teoritis organisasi
yang menekankan mengenai bagaimana model organisasi yang akan dibangun, pelatihan bagi
para anggota demi mencapai efisiensi, serta pembagian divisi pekerjaan. Perspektif ini
percaya pada kemampuan berpikir logis. Dalam prakteknya, hal ini berkaitan dengan
bagaimana pihak manajemen suatu organisasi mengambil langkah rasional untuk
menjalankan organisasi, misalnya ketika merekrut anggota baru yang kompeten.
Berbeda dengan Scientific Management Perspective, Human Behavior Perspective
lebih memberikan perhatian pada pengaruh individu terhadap organisasi, interaksi
antarindividu dalam organisasi, serta motivasi para pegawai. Dengan kata lain, Human
Behavior Perspective banyak berbicara mengenai individu-individu sebagai bagian dari suatu
organisasi. Human Behavior Perspective berasumsi bahwa pekerjaan dapat diselesaikan oleh
individu-individu dalam organisasi dan menekankan pada kerjasama, partisipasi, dan
kecakapan interpersonal.
Karena Scientific Management Perspective dan Human Behavior Perspective
dianggap tidak mampu menjelaskan mengenai lingkungan yang lebih luas di mana organisasi
berada, maka muncullah Integrated Perspective. Integrated Perspective merupakan kritik
untuk pendekatan Scientific Management dan Human Behavior. Integrated Perspective
menjelaskan bagaimana struktur, teknologi, dan manusia saling berhubungan di
lingkungannya. Hubungan yang kompleks terjadi seperti ketika pengambilan keputusan demi
kepentingan internal organisasi, namun sebenarnya kondisi lingkungan eksternal organisasi
turut mempengaruhi proses yang ada.
Postmodern dan Critical Perspective berbicara mengenai kekuatan dan dominasi
dalam suatu hirarki dan kontrol manajemen. Postmodern menekankan pada kemampuan
individu. Spesialisasi pekerjaan tidak diakui, karena organisasi postmodern memiliki struktur
yang fleksibel, sehingga karyawan dengan ketrampilan ganda lebih dibutuhkan. Critical
Perspektive mengkritisi dan meninjau organisasi dan konstruksi sosial. Tujuan dari perspektif
ini adalah untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif. Feminist Perspective
mengkritisi berbagai asumsi berbasis gender, serta meminta penghargaan atas perspective
ganda. Perspektif ini juga memberikan kritik mengenai diskriminasi dan tekanan terhadap
kaum wanita di lingkungan kerja.
Realitas Sosial
Realitas sosial merupakan suatu hal yang perlu kita mengerti agar kita mampu
memahami tentang bagaimana konsep realitas sosial dan bagaimana kita memandang dan
memaknai dunia sosial kita.
Dalam memahami realitas sosial kita akan melihat melalui dua sudut pandang yaitu
perpektif obyektif dan subyektif.
Pace (1994) dalam bukunya yang berjudul Organizational Communication
memetakan kedua sudut pandang tersebut dengan cara membandingkannya.
Menurut Pace perspektif obyektif dalam memandang terhadap objek. Perilaku dan
peristiwa sebagai hal yang nyata dan empiris ada di dunia kita sehari – sehari. Sehingga
persepktif ini ketika memandang suatu realitas sosial mereka akan memandang realitas
tersebut sebagai hal yang nyata atau kongkret. Perspektif obyektif ini juga menganggap
bahwa kebenaran akan suatu hal dapat dicapai ketika manusia tidak lagi turut melakukan
penilaian terhadap hal tersebut. Sedangkan melalui kacamata subyektif realitas sosial yang
ada merupakan hasil dari konstruksi sosial yang dilakukan oleh masyarakat. Persepktif
subyektif menganggap bahwa pengetahuan memiliki sifat yang tetap atau dinamis.
Dari dua pendekatan itu, tampak bahwa bagi pandangan obyektif, obyek yang ada di
dunia ini ada secara sendirinya dan manusia tidak ada kuasa campur tangan terhadapnya.
Dengan kata lain, kenyataan memang sudah ada di luar diri manusia. Dapat dianalogikan
dalam hal ini manusia melihat dunia seperti sudah diatur sebelumnya. Pada dasarnya dalam
dunia ini sudah terstruktur ada langit ada bumi, ada manusia, binatang dan tumbuhandan lain-
lain.
Hal ini berbeda dengan pandangan subyektif yang menyatakan bahwa kenyataan
adalah konstruksi manusia. Dalam hal ini, manusia berperan dalam pembentukan kenyataan.
Akan menjadi apa sebuah kenyataan sangat tergantung manusia yang menciptakannya.
Mengingat kita akan mengkaji perspektif yang ada dalam organisasi maka kita ingin
melihat lebih dalam lagi bagaimana implikasi pandangan tersebut bagi organisasi.
Jika kita mengaplikasikan kedua perspektif tersebut kedalam sikap manusia dalam
mengelola informasi dan menanggapi informasi maka perspektif ibyektif akan cenderung
merespon informasi yang ada di lingkungan sekitar mereka. Sedangkan perspektif subyektif
akan cenderung mengelola informasi yang diberikan kepada mereka.
Dalam kehidupan organisasi , seseorang dengan sudut pandang atau perspektif
obyektif akan cenderung melakukan tradisi atau kebiasaan – kebiasaan yang memang sudah
ada dalam organisasi tersebut sejak dahulu. Mereka akan menganggap hal tersebut harus
dilestarikan dan dikomunikasikan secara turun menurun kepada karyawan atau anggota yang
baru. Orang – orang yang menerapkan perspektif obyektif ketika diberikan penjelasan atau
perintah mengenai suatu tugas atau pekerjaan yang harus mereka kerjaan mereka akan
mengerjakannya persis dengan apa yang diperintahkan.
Salah satu contoh hubungan antar individu dalam komunikasi organisasi yang
berkaitan dengan perspektif obyektif adalah hubungan antara atasan dengan bawahan. Hal
yang diperintahkan oleh atasan akan langsung dikerjakan sesuai dengan isi perintah tersebut
dan kedua invidu tersebut tidak akan saling berhubungan jika tidak menyangkut hal – hal
yang berkaitan dengan pekerjaan. Sedangkan individu dengan perspektif subyektif
mengganggap atasannya sebagai mitra sehingga hubungan diantara keduanya tidak kaku.
Mereka dapat saling bekerja sama dan individu tersebut juga akan berimprovisasi dengan
pekerjaan yang diperintahkan kepadanya.
Dalam hal organisasi, individu yang memiliki pandangan obyektif akan memandang
bahwa organisasi tersebut merupakan sebuah struktur dan di dalam stuktur tersebut terlihat
jelas pembagian tugas dan hak bagi setiap individu yang tergabung di dalamnya. Oleh karena
itu maka di dalam organisasi akan ada sebuah kontrol dan perencanaan untuk menentukan
hak dan tugas bagi setiap individu dalam organisasi tersebut. Hal ini menjadikan kontrol serta
perencaan merupakan hal yang penting dalam suatu organisasi, karena individu dengan
pandangan obyektif akan menganggap jika struktur atau organisasi tersebut dapat berjalan
dengan baik jika kedua hal tersebut dapat dicapai.
Berbeda dengan pandangan subyektif. Orang dengan pandangan subyektif tidak
menganggap bahwa organisasi sebatas sebuah struktur saja namun individu – individu yang
ada di dalamnya berperan dan juga menjadi penentu bagi organisasi itu sendiri. Orang –
orang yang berada dalam organisasi tersebut akan menentukan arah dan tujuan organisasi itu
sendiri.
Dalam pengelolaan informasi, perbedaan pandangan ini sangat berpengaruh besar.
Pandangan obyektif cenderung hanya merespon informasi yang ada di lingkungan mereka.
Sedangkan subyektif mengelola informasi tersebut dan menciptakan simbol sesuai dengan
informasi yang ingin mereka komunikasikan.
Dalam hubungan antar manusia, pandangan obyektif cenderung hanya melakukan
pertukaran informasi antar individu. Dalam organisasi dapat dicontohkan sebagai hubungan
atasan dan bawahan, dimana bawahan hanya bisa membicarakan hal-hal mengenai pekerjaan
dengan atasan, sehingga mereka tidak memiliki peluang berhubungan dengan atasan selain
masalah pekerjaan. Sementara pandangan subyektif mengartikan hubungan dengan cara
saling menciptakan arti dimana atasan dan bawahan dapat bertukar pikiran satu sama lain dan
adanya pemberian kesempatan pada bawahan untuk mengambil keputusan. Mereka berperan
sebagai tim atau mitra dibandingkan sebagai atasan dan bawahan.
Multiperspektif: Teori Komunikasi & Komunikasi Organisasi
A. Perspektif yang Mendasari Komunikasi Organisasi
Sejumlah teori komunikasi menggunakan metode dan logika penjelasan yang terdiri
dari empat perspektif yang mendasari pengembangan teori dalam ilmu komunikasi. Keempat
perspektif itu adalah:
1. Covering Law Theories
Pespektif ini berangkat dari prinsip sebab-akibat atau hubungan kausal. Rumusan
umum dari prinsip ini antara lain dicerminkan dalam pernyataan hipotesis. Menurut Dray
penjelasan Covering Law Theories didasarkan pada dua asas:
a. Teori berisikan penjelasan yang berdasarkan pada keberlakuan umum/hukum umum.
b. Penjelasan teori berdasarkan analisis keberaturan. Dalam Covering Law Theories
terdapat tiga macam penjelasan:
Deductive-Nomological (D-N), penjelasan terbagi atas dua bagian, yaitu objek
penjelasan (apa yang dijelaskan) dan subjek penjelasan (apa yang menjelaskan).
Contoh semua X . . adalah Y. X dan Y bersifat universal.
Deductive-Statistical (D-S), berdasarkan prinsip probabililstik dalam statistik.
Formulanya dapat dirumuskan sebagai berikut: P (X,Y)=R, menyatakan R
menunjukan bahwa proporsi X bersama Y bisa sama dengan R.
Inductive-Statistical (I-S), prisipnya sama dengan D-S, bedanya subjek penjelasan
dijadikan pendukung induktif untuk menerangkan objek penjelasan. Contoh; P
(T,R) = 0,90. Prinsip Covering Laws ini pada dasarnya memiliki keterbatasan: a.
Keberlakuan prinsip universalitas bersifat relatif.
c. Formula statistik Covering Law Theories sulit diterapkan dalam mengamati tingkah
laku manusia. Karena pada dasarnya tingkah laku manusia suka berubah dan sulit
diterka.
d. Manusia dalam kehidupannya juga terikat pada ikatan budaya tertentu.
e. Kehidupan manusia penuh keragaman dan kompleks.
f. Terlalu berdasar pada hitungan statistik yang belum tentu sesuai dengan realitas.
2. Rule Theories
Pemikiran perspektif ini berdasarkan pada prinsip praktis bahwa manusia aktif
memilih dan mengubah aturan-aturan yang menyangkut kehidupannya. Agar komunikasi
dapat berlangsung dengan baik individu-individu yang berinteraksi harus menggunakan
aturan-aturan dalam menggunakan lambang-lambang. Bukan hanya aturan mengenai
lambang itu sendiri, tetapi juga harus ada aturan atau kesepakatan dalam hal giliran berbicara,
bagaimana bersikap sopan santun atau sebaliknya, bagaimana harus menyapa, dan
sebagainya, agar tidak terjadi konflik atau kekacauan.
Perspektif ini memiliki dua ciri utama:
a. Aturan pada dasarnya merefleksikan fungsi-fungsi perilaku dan kognitif yang
kompleks dari kehidupan manusia.
b. Aturan menunjukan sifat-sifat dari keberaturan yang berbeda dari keberaturan
sebab akibat. Para ahli penganut aliran evolusi mengemukakan bahwa dalam
mengamati tingkah laku manusia, perspektif ini menunjuk tujuh kelompok di
mana masing-masing mempunyai penekanan yang berbeda dalam
pengamatannya.
Memfokuskan perhatiannya pada pengamatan tingkah laku sebagai aturan. mengamati
tingkah laku yang menjadi kebiasaan. menitikberatkan perhatiannya pada aturan-aturan yang
menentukan tingkah laku. mengamati aturan-aturan yang menyesuaikan diri dengan tingkah
laku. memfokuskan pengamatannya pada aturan-aturan yang mengikuti tingkahlaku.
mengikuti aturan-aturan yang menerapkan tingkah laku memfokuskan perhatiannya pada
tingkah laku yang merefleksikan aturan.
Dalam konteks komunikasi antarpribadi, pemikiran perspektif ini menekankan bahwa
tingkah laku manusia merupakan hasil atau refleksi dari penerapan aturan yang disepakati
bersama. Dalam hal ini ada empat proposisi yang diajukan:
a. Tindakan-tindakan yang bersifat gabungan, kombinasi dan asosiasi merupakan
ciri-ciri perilaku manusia.
b. Tindakan-tindakan di atas disampaikan melalui pertukaran informasi simbolis.
c. Penyampaian informasi simbolis menuntut adanya interaksi antarsumber,
pesan, dan penerima yang sesuai dengan aturan komunikasi yang disepakati.
d. Aturan-aturan komunikasi ini mencakup pola-pola umum dan khusus.
3. System Theories
Secara umum sistem mempunyai empat ciri:
a. Sistem adalah suatu keseluruhan yang terdiri dari elemen- elemen yang
masing-masing mempunyai karakteristik tersendiri.
b. Sistem berada secara tetap dalam lingkungan yang berubah.
c. Sistem hadir sebagai reaksi atas lingkungan.
d. Sistem merupakan koordinasi dari hirarki.
Ada banyak jenis sistem, tetapi yang sering terkait dengan teori komunikasi adalah
sistem terbuka dan structural-functional. Sistem terbuka (open sistem) ditandai dengan:
Unsur-unsur yang ada dalam system. Fungsi dari masing-masing system. Hubungan antara
unsur dalam system. Lingkungan sosial budaya di mana sistem berada.Komunikasi organisasi
banyak dipengaruhi oleh logika berpikir sistem, di mana komunikasi organisasi berhubungan
dengan komunikasi interpersonal dalam organisasi yang di dalamnya terdapat hierarki.
4. Symbolic Interactionisme
Perspektif ini berkembang dari sosiologi. Menurut Jarome Manis dan Bernard
Meletzer terdapat tujuh proposisi umum yang mendasarinya:
a. Tingkah laku manusia dan interaksi antarmanusia dilakukan melalui
perantaraan lambang-lambang yang mengandung arti.
b. Orang menjadi menusiawi setelah berinteraksi dengan orang-orang lain.
c. Masyarakat merupakan himpunan dari orang-orang yang berinteraksi.
d. Manusia secara sukarela aktif membentuk tingkah lakunya sendiri.
e. Kesadaran dan proses berpikir seseorang melibatkan proses interaksi dalam
dirinya.
f. Bahwa manusia membangun tingkah lakunya dalam melakukan tindakan-
tindakannya.
g. Untuk memahami tingkah laku manusia diperlukan penelaahan tentang
tingkah laku perbuatan tersembunyi (Sendjaja, 2005).
Daftar Pustaka
Shockley, Pamela and Zalabak. 2002. Fundamentals of Organizational Communication Knowledge, Sensitivity, Skills, Values. Fifth ed. Allyn and Bacon. Boston.
Stephen W. Littlejohn, Karen A. Foss. 2009. Teori Komunikasi. Jakarta : Salemba Humanika.
Wayne, Don F.R. Pace dan Faules.2005. Komunikasi Organisasi.Terjemahan Dedy Mulyadi. Bancung : PT Remaja Rosdakarya.