Paper

27
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha furniture sudah lama dikenal masyarakat Indonesia, bahkan dibeberapa daerah tertentu sudah menjadi budaya turun temurun atau menjadi sector penting di suatu wilayah tertentu. Industri furniture selain berkembang pesat di Pulau Jawa juga berkembang pesat di Pulau Bali. Industri furniture di Indonesia didominasi oleh usaha kecil dan menengah dengan system home industry yang bekerja sama dengan industry besar atau pabrikan. Perkembangan industry furniture di Bali, banyak menghadapi kendala seperti produk ekspor khususnya produk kayu dan kerajinan kayu sempat mengalami kelesuan. Salah satu kendala yang dihadapi adalah mengenai jaminan pasokan bahan baku kayu. Jenis kayu yang sering digunakan sebagai bahan baku utama furniture seperti kayu jati dan mahoni menjadi langka, maka saat ini cenderung menggunakan jenis kayu alternative seperti kayu-kayu kampung (sonokeling, munggur, kuweni, manga, nagka, durian, kelapa Perusahaan dengan menggunakan kayu-kayu bekas) dan jenis kayu dari Hutan Tanaman Industri (HTI). Selama ini sumber utama perolehan bahan kayu pada industri furniture berasal dari Perum Perhutani, kebun rakyat dan sebagian menggunakan kayu-kayu yang didatangkan dari Luar Pulau Bali. Maraknya isi penebangan liar dan perdagangan kayu illegal pada beberapa tahun terakhir ini, mendorong 11

description

seminar perusahaan manufaktur

Transcript of Paper

BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangUsaha furniture sudah lama dikenal masyarakat Indonesia, bahkan dibeberapa daerah tertentu sudah menjadi budaya turun temurun atau menjadi sector penting di suatu wilayah tertentu. Industri furniture selain berkembang pesat di Pulau Jawa juga berkembang pesat di Pulau Bali. Industri furniture di Indonesia didominasi oleh usaha kecil dan menengah dengan system home industry yang bekerja sama dengan industry besar atau pabrikan. Perkembangan industry furniture di Bali, banyak menghadapi kendala seperti produk ekspor khususnya produk kayu dan kerajinan kayu sempat mengalami kelesuan. Salah satu kendala yang dihadapi adalah mengenai jaminan pasokan bahan baku kayu. Jenis kayu yang sering digunakan sebagai bahan baku utama furniture seperti kayu jati dan mahoni menjadi langka, maka saat ini cenderung menggunakan jenis kayu alternative seperti kayu-kayu kampung (sonokeling, munggur, kuweni, manga, nagka, durian, kelapa Perusahaan dengan menggunakan kayu-kayu bekas) dan jenis kayu dari Hutan Tanaman Industri (HTI). Selama ini sumber utama perolehan bahan kayu pada industri furniture berasal dari Perum Perhutani, kebun rakyat dan sebagian menggunakan kayu-kayu yang didatangkan dari Luar Pulau Bali. Maraknya isi penebangan liar dan perdagangan kayu illegal pada beberapa tahun terakhir ini, mendorong organisasi atau lembaga pemerhati lingkungan kehutanan melakukan aksi pemboikotan terhadap produk kayu tropis. Upaya pemerintahan Indonesia untuk mengatasi penebangan liar dan perdagangan kayu illegal dilakukan melalui berbagai cara seperti melakukan tindakan represif pemberantasan pembalakan atau penebagangan liar melalui penegakan hukum dan gencar mengkampanyekan kepada konsumen untuk membeli furniture bersertifikat ekolabel atau menyusun standar legalitas kayu melalui system verifikasi legalitas kayu (SVLK). Penegakan hukum dan kepastian legalitas kayu yang digunakan untuk memproduksi furniture merupakan sebuah inisiatif yang dipandang sebagai langkah awal untuk menjamin bahwa produk kayu tersebut berasal dari sumber yang legal dan diharapkan seluruh produk kayu di Indonesia khususnya Bali dihasilkan dari pengelolaan hutan lestari. Sederhananya, Tujuan pengembangan dan perumusan SVLK adalah untuk membangun suatu alat verifikasi legalitas yang kredibel, efisien dan adil sebagai salah satu upaya mengatasi persoalan penebangan liar (illegal logging) dan perdagangan kayu illegal. Sistem verifikasi legalitas kayu merupakan salah satu perubahan lingkungan bisnis yaitu lingkungan hukum. System ini perlu dipertimbangkan oleh seluruh bidang manajemen dalam pengambilan keputusan di sebuah perusahaan. Pengrajin atau pemilik usaha furniture diperlukan wawasan akan system verifikasi legalitas kayu agar bisnis yang digelutinya berjalan lancar dan mampu bersaing baik dalam skala nasional maupun internasional dengan produk bersertifikat.1.2 Manfaat Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk mengenal dan mengetahui perubahan lingkungan bisnis seperti system verifikasi legalitas kayu (lingkungan hukum) dalam dunia usaha furniture di Indonesia khususnya Pulau Bali dan menambah wawasan bagi penulis sehingga dapat mengetahui peluang dan ancaman dalam implementasi sertifikasi SVLK pada industri furniture.

1.3 Tujuan Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman serta respon baik yang sudah atau sebaiknya akan ditempuh oleh organisasi atau industri furniture terhadap dampak perubahan lingkungan bisnis seperti system verifikasi legalitas kayu (lingkungan ekonomi dan hukum). BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lingkungan BisnisLingkungan bisnis adalah segala sesuatu yang mempengaruhi aktivitas bisnis dalam suatu lembaga organisasi atau perusahaan. Bisnis mempunyai hubungan terhadap lingkungan atau saling mempengaruhi, antara lingkungan dan bisnis. Macam lingkungan bisnis lingkungan bisnis dikelompokan menjadi lima yaitu :

2.1.1 Lingkungan Ekonomi

Lingkungan ekonomi merujuk pada kondisi system ekonomi tempat perusahaan beroperasi. Kondisi ekonomi merefleksi kondisi bisnis serta terdapat hubungan timbal balik antara keadaan perekonomian dan aktifitas bisnis atau dunia usaha, apabila terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi maka konsumsi dan permintaan cenderung meningkat dan sebaliknya jika pertumbuhan ekonomi menurun maka konsumsi dan permintaan menurun. Besarnya sensifitas bagian dari lingkungan ekonomi perlu mencermati situasi dan kondisi ekonomi. Terkait dengan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) pengaruhnya terhadap lingkungan ekonomi adalah peningkatan nilai ekspor produk bersertifikasiSVLK oleh pelaku usaha kecil dan menengah.2.1.2 Lingkungan Teknologi

Industri manufaktur cenderung dalam proses operasinya menggunakan teknologi sebagai sarana utamanya. Selain proses operasi, teknologi biasanya digunakan sebagai sarana untuk memasarkan produk dari industry tersebut. Untuk jenis usaha industry furniture seperti pengrajin kayu, perubahan teknologi membantu pengrajin dalam pengefisienan waktu dan meningkatkan kualitas dari kayu. Misalnya, menggunakan alat pemotong kayu gelondongan untuk memotong kayu sesuai bentuk yang diinginkan konsumen. Dari segi pemasaran, perubahan teknologi berupa internet membantu pemilik usaha furniture dalam memasarkan produknya ke luar negeri seperti UD Galih Ukir dengan menggunakan website resmi galih ukir dan berkomunikasi dengan email mampu menembus pasar dunia dalam memasarkan pintu ukir yang diproduksi. Semakin canggihnya teknologi yang berpengaruh besar terhadap kehidupan bisnis, maka dalam hal industry furniture pemerintah membuat kebijakan penerapan SVLK agar dengan semakin canggihnya teknologi kayu-kayu bernilai tambah tidak disalah gunakan oleh tangan yang salah.2.1.3 Lingkungan Sosial

Industri furniture di Bali sudah memberikan kontribusi yang cukup bagi masyarakat sekitar seperti Gianyar dan Ubud, yaitu membantu dalam penyerapan tenaga kerja. Industry furniture juga telah membantu perekonomian daerah dan juga perekonomian Indonesia dalam hal ekspor. Semakin meningkatnya usaha furniture, beberapa individu menyalahgunakan kesempatan tersebut dengan melakukan penebangan liar, bahkan dijadikan mata pencaharian. Diberlakukannya SVLK, pemerintahan berharap mampu mengurangi penabangan liar sehingga pelaku kriminalitas hutan menurun dan mata pencaharian tersebut ditinggalkan. Selain berdampak positif terhadap mata pencaharian yang tidak halal tersebut menurun, berkurangnya penebangan liar juga membantu mencegah terjadinya bencana alam di negara tersebut atau di wilayah tersebut. 2.1.4 Lingkungan PersainganBisnis tidak akan terlepas dari yang namanya persaingan. Persaingan ini amat sangat menentukan, bagaimana perusahaan tersebut dapat bertahan, dari para pesaingnya. Perhatian pihak perusahaan dalam menangani lingkungan persaingan yang kompleks semakin dipusatkan pada konsep daya saing. Keunggulan daya saing diartikan sebagai kelebihan tertentu yang memungkinkan sebuah organisasi dapat menangani keuatan-kekuatan pasar dan lingkungan secara lebih baik dari pada para pesaingnya.

Terkait dengan sistem verifikasi legalitas kayu lingkungan persaingan yang berpengaruh ialah persaingan usaha ekspor yang tidak melakukan SVLK. Industry furniture yang tidak melakukan SVLK, dapat melakukan ekspor dengan cara ikut bergabung dengan perusahaan sejenis yang sudah menerapkan SVLK, sehingga jika perusahaan yang sudah menerapkan SVLK ingin membantu maka produk dari perusahaan lain tersebut dibeli dengan nama perusahaan ber-SVLK dan perusahaan tak ber-SVLK dapat dikenakan biaya lebih besar. Dengan dilakukannya SVLK juga akan membangun brand yang kuat dan lebih meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk yang diciptakan oleh industry furniture tersebut.2.1.5 Lingkungan Hukum

Kegiatan suatu perusahaan berada dalam kerangka hukum. Faktor hukum sangat mempengaruhi keputusan dan perkembangan perusahaan. Lingkungan hukum dapat diartikan srbagai kebiasaan, tradisi, peraturan-peraturan, konstitusi dan keputusasan-keputusan lembaga merupakan sumber dari sistem hukum yang berlaku. Keputusan dan transaksi yang dilakukan perusahaan harus dalam kerangka hukum. Jika seorang pembisnis peka terhadap perubahan lingkungan hukum dalam konteks bisnis dan turut aktif dalam menerapkannya maka bisnis yang dilakukan akan mendapat perlindungan hukum dari hukum dan pemerintah tentu akan mendukung segala tindakan yang dilakukan disesuaikan dengan undang-undang yang berlaku.

Terkait dengan sistem verifikasi legalitas kayu, Pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.38/Menhut-II/2009 tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak.

Peraturan yang kemudian lebih dikenal sebagai Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) tersebut mulai berlaku sejak September 2009. Peraturan dimaksud disempurnakan kembali dengan terbitnya Peraturan Menteri Kehutanan No. P.68/Menhut-II/2011 dan P.45/Menhut-II/2012.

Ruang lingkup berlakunya SVLK adalah :

1. Kawasan Hutan

Hutan Negara, meliputi:

Tiga IUPHHK (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu), yaitu IUPHHK - HA (Hutan Alam),

IUPHHK - HT (Hutan Tanaman), dan IUPHHK - RE (Restorasi Ekosistem)

Perhutani (Perusahaan Hutan Negara Indonesia)

Hutan Negara yang dikelola masyarakat, meliputi:

IUPHHK - HTR (Hutan Tanaman Rakyat), IUPHHK - HKm (Hutan Kemasyarakatan), IUPHHK - HD (Hutan Desa), dan IUPHHK - HTHR (Hutan Tanaman Hasil Rehabilitasi)

2. Industri Perkayuan

IUI - PHHK (Izin Usaha Industri - Primer Hasil Hutan Kayu) dan IUI - Lanjutan

TDI (Tanda Daftar Industri) dan Industri Rumah Tangga/Pengrajin

3. Tempat Penampungan Terdaftar (TPT): Tempat pengumpulan kayu bulat dan/atau kayu olahan yang berasal dari satu atau beberapa sumber, milik badan usaha atau perorangan yang ditetapkan oleh pejabat berwenang sesuai ketentuan yang berlaku.

4. Pedagang Ekspor: Perusahaan non produsen yang memiliki izin usaha perdagangan ekspor untuk produk industri kehutanan.Dengan diadakan SVLK terhadap keberadaan industri furniture adalah memberikan jaminan bahwa produk kayu, atau produk industri hasil hutan yang dijual, bahan bakunya dapat dilacak dan berasal dari perizinan yang sah (bukan ilegal) dan dikelola sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Manfaat VLK terkait perbaikan tata kelola hutan dan industri berbahan kayu adalah (1) Meningkatkan pemahaman dan penerapan ketentuan-ketentuan Penata Usahaan Hasil Hutan, seperti dokumen angkutan dan dokumen/laporan mutasi kayu, (2) Meningkatkan kesadaran pengusaha/pengrajin mengurus legalitas dan perizinan industri, (3) Meningkatkan penerapan aturan-aturan tentang Ketenagakerjaan serta Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), seperti kontrak kerja, Jamsostek, keberadaan pekerja anak, dan peralatan standar K3, dan (4) Meningkatkan disiplin implementasi sistem perdagangan, terutama untuk ekspor (ETPIK, NIK, Dokumen Endorsement, Laporan Surveyor, dll).

2.2 SVLK (Sistem Verifikasi Legatitas Kayu)2.2.1 SVLK

Sistem Verifikasi Legalitas Kayu atau SVLK adalah salah satu instrument yang digagas oleh berbagai pihak untuk memastikan produk kayu Indonesia dapat terlacak asal usul dan legalitasnya. Sistem ini dirancang untuk memeriksa keabsahan kayu dari hutan sebagai sumber kayu hingga pemasaran/ekspor. Uji keabsahan dilakukan oleh auditor independen (independence auditors). Kayu disebut legal bila asal-usul kayu, izin penebangan, sistem dan prosedur penebangan, pengangkutan, pengolahan, dan perdagangan atau pemindahtanganannya dapat dibuktikan memenuhi semua.SVLK mengatur dua hal yaitu yang pertama Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PK-PHPL) yang bertujuan menilai apakah suatu unit manajemen mengelolaan hutan secara lestari sesuai dengan standar dan yang kedua adalah verifikasi Legalitas Kayu (VLK) yang menilai suatu unit manajamen apakah produk yang dihasilkan berasal dari sumber-sumber yang legal yang dapat dibuktikan dengan dokumen legalitas sesuai standar dan peraturan yang berlaku. Verifikasi legalitas kayu merupakan alat dan mekanisme untuk melakukan verifikasi atas keabsahan kayu yang diperdagangkan atau dipindahtangankan berdasarkan pemenuhan peraturan perundang-undangan yang berlaku.SVLK diterapkan secara wajib (mandatory) untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan hutan dan menjaga kredibilitas legalitas kayu dari Indonesia. Dari tahun 2013 sampai Maret 2015, di Provinsi Bali melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan tercatat 68 industri pengrajin kayu yang telah menerapkan SVLK dari 1.900-an industri yang ada di Bali. 2.2.2 Pentingnya SVLKYang menjadi landasaran system verifikasi legalitas kayu diterapkan di Indonesia adalah komitmen Pemerintah dalam memerangi pembalakan liar dan perdagangan kayu illegal. Perwujudan good forest governance menuju pengelolaan hutan lestari. Verifikasi legalitas kayu dilakukan karena :

1. Pasar menghendaki produk kayu legal. Artinya, semua unsur-unsur yang mendukung produk tersebut sudah teruji memenuhi semua persyaratan legal. Unsur-unsur tersebut meliputi asal kayu, izin pene-bangan kayu, sistem dan prosedur penebangan kayu, dokumentasi pengangkutan kayu dan administra-sinya, serta proses perdagangan atau pengangkutan kayu.

2. Permintaan atas pasar tersebut didasarkan pada laporan State of World Forest dan FAO, bahwa Indonesia berada di urutan kelima dari sepuluh negara yang memiliki luas hutan terbesar di dunia. Ironisnya, menpatkan Indonesia pada peringkat ke-2 dari 10 negara dengan laju kerusakan hutan tertinggi di dunia.

3. Kayu yang berasal dari pembalakan liar dapat mengguncang harga kayu. Harganya menjadi sangat murah karena hanya dibebani ongkos tebang. Padahal dalam industri berbahan kayu, harga produk sangat ditentukan oleh harga bahan kayu itu sendiri.

4. Kerusakan hutan mengakibatkan kepunahan para makhluk penghuni hutan. Simpanan air bersih juga akan berkurang, namun banjir akan sering terjadi karena tidak ada lagi akar pohon yang dapat menahan laju air dan menyimpannya dalam tanah. Daun pohon yang berfungsi sebagai paru-paru dunia akan semakin mengecil.

2.2.3 Tahapan SVLK1 Pengajuan Permohonan Sertifikasi :

Dalam hal pengajuan permohonan sertifikasi legalitas kayu, industri harus mengirimkan Aplikasi Sistem Sertifikasi dan Kuisioner SVLK yang telah diisi kepada Lembaga Sertifikasi , dengan alamat sesuai dengan yang tertulis pada aplikasi atau dapat juga diserahkan kepada Lembaga Sertifikasi.

2 Tinjauan Dokumen dan system :

Sebelum dilakukan penilaian lapangan, industri harus terlebih dahulu mengirimkan data dan dokumen legalitas perusahaan (daftar dokumen terlampir) untuk dilakukan audit tinjauan dokumen oleh tim audit Lembaga Sertifikasi.

3 Publikasi :

Sebelum melakukan penilaian lapangan, Lembaga Sertifikasi akan mengumumkan atau mempublikasikan rencana penilaian lapangan legalitas kayu pada media massa dan website Kementerian Kehutanan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kalender sebelum penilaian lapangan.

Selanjutnya Lembaga sertifikasi juga akan mengumumkan atau mempublikasikan hasil keputusan sertifikasi (jika industri lulus dalam sertifikasi) pada media massa dan website Kementerian Kehutanan.

4 Penilaian Lapangan :

Kegiatan penitaian lapangan dilakukan oleh tim audit Lembaga Sertifikasi pada lokasi industri. Dalam melakukan penilaian lapangan, tim audit Lembaga Sertifikasi harus didampingi oleh perwakilan perusahaan (Management Representatif) yang dikuasakan oleh manajemen perusahaan dengan Surat Kuasa atau Surat Tugas Keputusan Sertifikasi : Unit Manajemen dikatakan lulus dalam sertifikasi legalitas kayu dan diberikan Sertifikat Legalitas Kayu jika semua norma penilaian untuk setiap verifier pada standar Verifikasi Legalitas Kayu Memenuhi. Dalam hal hasil verifikasi Tidak Memenuhi, maka Lembaga Sertifikasi akan menyampaikan laporan hasil verifikasi kepada Unit Manajemen dan memberikan kesempaian untuk memperbaiki verifier yang Tidak Memenuhi dengan batas waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kalender sejak-industri menerima laporan hasil verifikasi. Dalam hal pengambilan keputusan hasil verifikasi Memenuhi atau Tidak Merienuhi dilakukan oleh Pengambil Keputusan (Panel Review) yang didasarkan oleh laporan auditor.

5 Penerbitan Sertifikat Legalitas Kayu :

Sertifikat Legalitas Kayu yang diterbitkan berlaku selama 3 tahun dan setelahnya dapat dilakukan perpanjangan untuk 3 tahun selanjutnya.

6 Pengawasan Sertifikasi/Surveillance :pengawasan terhadap industry yang telah mendapatkan sertifikat legalitas Kayu dilakukan oleh audit surveillance/penilikan selambat-lambatnya 12 (dua belas) bulan sejak pertemuan penutup (closing meeting) audit sebelumnya. Audit surveillance ini dilakukan setiap tahun selama masa berlaku Sertifikat Legalitas Kayu.2.2.4 Penerapan SVLK Penerapan SVLK mencakup seluruh unit usaha kehutanan dari yang skala besar hingga kecil. Termasuk pengelola hutan rakyat atau pengrajin kayu. SVLK dikhawatirkan akan kontra produktif. Sebab dalam pelaksanaannya, SVLK membutuhkan biaya yang tidak sedikit terutama dalam proses penilaian dan penilikan yaitu berkisar Rp 20-50 juta.

Penerapan sistem verifikasi legalitas kayu di Indonesia merupakan sebuah peluang dan bahkan menjadi ancaman bagi pengrajin kayu sendiri. Untuk lingkungan internal penerapan SVLK ini memberikan kekuatan dan kelemahan. Di mana kekuatan (strengths) terdiri dari (1) Kebijakan pemerintah Indonesia yang akan segera meratifikasi Voluntary Patnership Agreement (VPA) dengan Uni Eropa, (2) Keterlibatan para stakeholder dalam penyusunan konsep SVLK dan (3) Sentra-sentra industri furniture kayu di Indonesia dengan pangsa pasar ekspor. Sedangkan kelemahan (weaknesses) terdiri dari (1) Ketidaksiapan perusahaan (2) Menimbulkan biaya baru, (3) Perbedaan persepsi antara pemerintah dan dunia usaha, (4) Jumlah LVLK yang tidak sebanding dengan perusahaan furniture dan terbatasnya jumlah auditor VLK, serta (5) Belum terbentuknya pasar dalam negeri untuk produk - produk furniture dengan sertifikat SVLK.

Untuk lingkungan eksternal penerapan SVLK memberikan sebuah ancaman dan peluang. Di mana peluang yang dimaksud terdiri dari (1) Kebijakan pemerintah negara-negara tujuan utama ekspor furniture Indonesia yang mensyaratkan legalitas kayu, (2) Tekanan organisasi-organisasi pemerhati lingkungan internasional (3) Persepsi pembeli asing yang memberikan citra baik terhadap perusahaan yang peduli terhadap pelestarian lingkungan, dan (4) Adanya jaringan pasar furniture berbahan baku kayu bersertifikat ekolabel. Sedangkan ancaman (threats) terdiri dari (1) Belum terbuktinya penerimaan pasar internasional terhadap SVLK, (2) Adanya perdagangan kayu illegal (illegal timber trading), dan (3) Produk-produk furniture dengan harga murah dari Cina.

Meski memberi kewajiban bagi pemegang hutan rakyat, pemerintah tidak bisa lepas tangan. Pemerintah telah mengambil langkah-langkah untuk meringankan beban pemilik hutan rakyat dan IKM melalui fasilitasi pendampingan kelompok dan perolehan sertifikat Legalitas Kayu melalui dana Kementerian Kehutanan, Kementerian Perindustrian, dan beberapa lembaga donor seperti MFP, LEI, ITTO, Kemitraan dan WWF. Kerjasama dengan pemerintah daerah pun terus ditingkatkan. Di Provinsi Bali, telah dilakukan penandatanganan MoU antara kementerian Kehutanan dengan Dewan Kerajinan Nasional Daerah Bali (Dekranasda Bali) disaksikan Gubernur Bali, Wamendag dan Dirjen IKM Kemenperin untuk mendorong Implementasi SVLK di Propinsi Bali. Kerjasama tersebut didasari pada kondisi bahwa banyaknya Industri Kecil dan Menengah melakukan ekspor ke luar negeri dari pengrajin di Bali. Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi dan Dekranasda Bali telah membangun pusat pelayanan terkait informasi SVLK dengan nama KLINIK SVLK.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Studi Jenis studi atau penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian dengan pendekatan kualitatif. Penelitian dengan pendekatan kualitatif pada umumnya menekankan analisis proses dari proses berfikir secara deduktif dan induktif yang berkaitan dengan dinamika hubungan antar fenomena yang diamati, dan senantiasa menggunakan logika ilmiah. Penelitian kualitatif tidak berarti tanpa menggunakan dukungan dari data kuantitatif, akan tetapi lebih ditekankan pada kedalaman berfikir formal dari peneliti dalam menjawab permasalahan yang dihadapi. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan konsep pemahaman penulis baik dampak, ancaman, atau peluang terkait penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) pada industry furniture di Bali yaitu UD Galih Ukir. 3.2 Variabel PenelitianVariabel yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), yang merupakan salah satu perubahan lingkungan bisnis yaitu lingkungan ekonomi dan hukum. 3.3 Sumber DataSumber data adalah sesuatu yang dapat memberikan informasi mengenai data. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang dibuat oleh penulis untuk menyelesaikan permasalah yang diangkat dengan melakukan penelitian langsung dari sumber seperti survey dan melakukan wawancara. Penulis melakukan wawancara informal dengan Kepala Bidang Dinas Kehutanan Provinsi Bali, salah satu pengurus klinik SVLK di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali, beberapa pengrajin kayu di daerah Negara dan Tabanan, dan Pemilik UD Galih Ukir. Sedangkan data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan untuk menyelesaikan permasalah yang tercantum di literature, jurnal, artikel, atau situs internet yang terkait dengan penelitian. 3.4 Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini adalah teknik wawancara langsung dengan pihak-pihak yang terkait dengan SVLK. Dalam hal ini, penulis melakukan wawancara dengan pemilik UD Galih Ukir agar mendapat data yang otentik dan spesifik. Selain itu, penulis juga menggunakan teknik penggalian data dari sumber-sumber sekunder seperti artikel-artikel dan situs internet.BAB IV

DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Perkembangan Industri FURNITURE Industri furniture di Bali telah berkembang sejak lama, salah satunya adalah UD Galih Ukir yang sudah berdiri sejak 10 tahun yang lalu yaitu tepatnya tahun 1991. Perusahaan ini pada awalnya adalah perusahaan yang menerima jasa pengerjaan barang-barang yang diukir seperti kursi ukir, meja ukir, perlengkapan bangunan arsitektur tradisional Bali, pintu ukir, jendela ukir dan lain-lain. Permintaan bangunan tradisional Bali pada tahun 90-an sangat besar dan kecenderungan konsumen ingin mendapatkan barang yang langsung jadi, maka sejak saat itu UD. Galih Ukir mulai memproduksi pintu ukir, jendela ukir, bangunan tradisional Bali dan meubel ukir. Bahan baku yang digunakan pada awal berdiri perusahaan ini adalah kayu jati asli. Pada tahun 2011, UD Galih Ukir mulai menggunakan bahan baku kayu merbau, karena kayu merbau juga memiliki kemiripan dengan kayu jati pada umumnya dan lebar dari kayu merbau cukup lebar sehingga sesuai dengan kebutuhan akan produksi dari UD Galih Ukir. Hingga saat ini, produksi UD Galih Ukir menggunakan bahan baku utama kayu merbau dan kayu jati. Pada saat tragedi bom Bali I tahun 2002 perusahaan ini sempat mengalami penurunan order. Tetapi seiring dengan perjalanan waktu yaitu kurang lebih tiga tahun perusahaan ini mulai kembali ke jalur bisnis dan mulai kembali menerima order baik dari dalam maupun luar negeri. 4.2 Profil Perusahaan

UD. Galih Ukir beralamatkan di Jalan Raya Sakah, Banjar Dentiyis, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar. Perusahaan ini sudah berdiri sejak 10 tahun yang lalu tepatnya tanggal 9 Januari 1991. Pemilik perusahaan ini adalah Drs. I Wayan Balika Ika, M.Si yang merupakan seorang dosen pengajar di Institut Seni Indonesia Denpasar (ISI Denpasar) jurusan Desain Interior. Beliau dalam mengurus bisnisnya dibantu oleh istrinya yaitu Ni Nyoman Sri Antari.

Produk yang ditawarkan oleh Galih Ukir adalah furniture berbahan baku kayu seperti membuat pintu ukir dan rumah bali tetapi tidak menutup kemungkinan Galih Ukir menerima pesanan dalm bentuk lain yang disesuaikan dengan waktu pengerjaan, bahan baku, dan harga. Galih Ukir telah menyerap tenaga kerja sebanyak 15 orang yang terdiri dari 12 orang tukang ukir,satu orang sebagai desain ukir, satu orang sebagai finishing, dan sisanya sebagai pemotong kayu. Upah tenaga kerja tersebut sebesar Rp 100.000,00 per hari yang memiliki jam kerja tidak menentu dalam satu minggunya. Tenaga kerja yang diserap oleh UD Galih Ukir bersumber dari SMK Jurusan Ukir dan sumber daya manusia yang sudah terampil dan ahli dibidangnya. Pasar UD. Galih Ukir adalah konsumen di luar Bali yang mengutamakan kualitas kayu yang digunakan sehingga tidak heran jika harga produk Galih Ukir yang paling rendah sebesar Rp 20.000.000,00. Galih Ukir telah turun aktif mengeksporkan produknya ke Eropa seperti Turki dan India yang selalu dilakukannya setiap tahun. Strategi pemasaran yang diterapkan dalam usaha ini adalah pemasaran melalui media sosial dan word of mount (promosi melalui mulut ke mulut). 4.3 Kebijakan Perusahaan Menghadapi SVLK

Dalam sertifikasi legatlitas kayu mempunyai masa berlaku yang sudah di tentukan, menurut pemilik UD Galih Ukir mengatakan bahwa sertifikasi legalitas kayu mempunyai prosedur yang rumit, yang bisa berdampak pada biaya yang cukup besar. Jika kedepannya masa berlaku SVLK habis, pemilik lebih memilih tidak memperpanjang lagi, dikarenakan kerumitan prosedur sertifikasi dan juga SVLK ini tidak diharuskan dalam penerapannya. Jadi kebijakan yang diambil oleh perusahaan dalam mengatasi kerumitan prosedur sertifikasi, yang berakibat dalam bertambahnya biaya, dengan cara, bekerja sama dengan perusahaan yang sudah melaksanakan svlk, dan membeli bahan baku yang sudah tersertifikasi atas nama perusahaan tersebut. Meskipun ini menunjukan kecurangan dan ketidak sesuaian dalam proses hukum, tapi dengan cara ini, bisa mengurangi biaya pengeluaran untuk SVLK.4.4 Pembahasan

Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik UD Galih Ukir yaitu Antari mengatakan bahwa UD. Galih Ukir bergerak di bidang usaha interior, produk utama dari perusahaan ini adalah Pintu Bali (Kori Kuwadi), selain itu UD. Galih Ukir juga menerima pesanan seperti Pintu Bali, Bale Bali (Rumah Tradisional Bali), Pintu Modern, Meja, dan Kursi. Bahan yang digunakan mulai dari kayu jati, kayu nangka, dan kayu merbau. Proses pengerjaan satu produk seperti pintu Bali memakan waktu kurang lebih 5 bulan sehingga UD Galih Ukir biasanya tidak menerima banyak pesanan jika sedang mengerjakan pesanan lainnya agar hasil produksinya semaksimal mungkin. Menurut pendapat Antari selaku istri dari pemilik UD Galih Ukir mengenai perbedaan produksi UD Galih Ukir dengan produksi merek lain adalah kemampuan perusahaan dalam menyediakan kayu-kayu lebar sehingga produksinya mampu menghasilkan bagian secara utuh kayu bukan sambungan seperti beberapa produksi perusahaan lain. Keeksistensian UD Galih Ukir dalam menyediakan kayu lebar tersebut di masa bahan baku kayu yang semakin menipis merupakan nilai keunggulan dari produk-produk yang dihasilkan dan mempertahankan target pasar yang diinginkan sejak pertama kali mendirikan usaha. Harga dari setiap produk disesuaikan dengan motif yang diinginkan, jenis kayu yang digunakan, dan ukuran. Kayu-kayu yang digunakan UD. Galih Ukir adalah berasal dari Papua (kayu jati) dan Surabaya (kayu merbau). Terkait dengan produksi utama adalah pintu Bali maka selama ini konsumen cenderung memesan produk tersebut. Konsumen lokal yang setia dengan produk Galih Ukir berasal dari kabupaten Karang Asem, Denpasar, dan Klungkung. Sedangkan konsumen asing atau luar Bali seperti Jawa, Turki, dan India.Terkait dengan konsumen berasal luar negeri maka mewajibkan UD Galih Ukir harus menyediakan layanan ekspor. Jika suatu usaha dalam proses pemasarannya sudah bertaraf internasional tentu dalam menjalani usaha tersebut diikuti dengan ketaatannya dalam memenuhi segala sesuatu surat perijinan. Terkait dengan masalah legatitas kayu yang sedang marak menjadi ancaman bagi pengerajin Bali, Bapak Balika mendapat panggilan sosialisasi dan pertemuan rapat koordinasi bersama dengan seluruh industry dan dinas terkait untuk mengurusan SVLK demi kelancaran proses ekspornya. Menjadi seorang pembisnis tentu diperlukannya kemampuan menganalisis lingkungan bisnis untuk mempertahankan kinerja dan eksistensinya di era mendatang, maka Bapak Balika mencoba untuk mengurus SVLK tersebut. Menurut Antari, proses dalam mengurus SVLK dikatakan cukup menghabiskan biaya yang sangat besar yaitu sebesar Rp 70.000.000,00. Langkah-langkah yang telah dilakukan oleh pemilik UD Galih Ukir dalam mendapatkan sertifikat tersebut sesuai dengan prosedur undang-undang. Langkah-langkah tersebut terdiri dari penurusan surat-surat ijin (tujuh macam surat ijin seperti SITU, SIUP, NPWP, IMB, dan lain-lain) ke Kabupaten yang kurang lebih menghabiskan biaya sebesar Rp 12.000.000,00. Kemudian, mengisi kuisioner dan melengkapi segala prasyarat untuk diajukan ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali. Dalam pengurusan SVLK ini, UD Galih Ukir melakukan secara individu tidak berkelompok. Pengajuan ke Disperindag Bali yaitu pada bulan September 2014. Di proses di pusat kemudian dilakukan penilaian oleh SUCOFINDO dan diaudit. Setelah dinyatakan lulus maka diterbitkan kurang lebih 2 minggu setelah penilaian. UD Galih Ukir resmi mendapat SVLK pada bulan Maret 2015. Di mana SVLK ini berlaku hanya tiga tahun.

Bagi pembisnis manfaat yang dirasakan setelah menggunakan SVLK adalah menambah nilai tambah atau nilai unggul perusahaan dibandingkan dengan perusahaan lain dalam hal ekspor dan meningkatkan kepercayaan konsumen terkait asal usul kayu yang digunakan serta meningkatkan nilai jual ketika mengekspor barang. Bagi pemerintah sendiri berlakunya sistem SVLK adalah meningkatkan nilai ekspor dan mengurangi illegal logging (penebangan liar). Sedangkan bagi konsumen jika suatu perusahaan telah lulus SVLK maka biaya pengiriman yang harus ditanggung menjadi murah dan lebih terjamin asal usul bahan baku yang digunakan sehingga jika konsumen ingin menjual kembali produk bersertifikat tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga dengan ada SVLK memberikan peluang di masa mendatang bagi pembisnis. Sedangkan ancaman adanya SVLK bagi pembisnis atau pengusaha furniture skala lokal adalah berkurangnya permintaan atau sempitnya pasar karena konsumen pintar akan cenderung membeli produk yang bersertifikat.

BAB V

SIMPULAN

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak-pihak terkait, penulis telah mampu mengidentifikasi peluang dan ancaman serta respon baik yang sudah atau sebaiknya akan ditempuh oleh organisasi atau industri furniture terhadap dampak perubahan lingkungan bisnis seperti system verifikasi legalitas kayu (lingkungan ekonomi dan hukum). Kebijakan pemerintah dalam mengatasi permasalahan penebangan liar yang semakin marak terjadi yaitu dengan penerapan Sistem Veridikasi Legalitas Kayu (SVLK) telah diterapkan oleh UD Galih Ukir dalam proses produksinya. Di mana sertifikat tersebut baru terbit pada bulan Maret, sehingga menurut pemilik UD Galih Ukir belum merasakan dampak setelah menerapkan SVLK tersebut. Berdasarkan pengalaman dalam mengurus SVLK tersebut yang menghabiskan waktu hampir enam bulan dan biaya yang cukup besar, pemilik UD Galih Ukir mengatakan bahwa pengurusan ijin untuk mendapat sertifikat tersebut cukup rumit dan kemungkinan besar jika masa berlaku tersebut telah usai maka pemilik akan berpikir dua kali jika ingin memperpanjangnya. Sebaiknya, jika satu pengrajin menganggap pengurusan ijin ini cukup rumit dan menghabiskan banyak biaya maka akan mampu mempengaruhi pengrajin lain, maka ada baiknya pemerintahan mulai memperbaiki kinerjanya dalam system pengurusan ijin agar lebih mudah, cepat, dan tidak menghabiskan biaya melebihi batas normalnya. Selain itu, pemerintahan daerah Bali harus lebih meningkatkan sosialisasinya mengenai SVLK di daerah-daerah seperti Tabanan atau daerah lain yang juga memiliki pendapatan dari industry furniture dan tidak memfokuskan pada daerah yang berpotensi dengan mengabaikan daerah yang kurang. DAFTAR PUSTAKA

http://repository.mb.ipb.ac.id/1439/5/E32-05-Indrawan-Pendahuluan.pdf diakses pada 30 Maret 2015http://fwi.or.id/wp-content/uploads/2014/11/Laporan-JPIK-2011-2013_SVLK di Mata Pemantau. pdf diakses pada 30 Maret 2015

https://www.academia.edu/6880628/Pemutihan_Pelanggaran_Perizinan_Melalui_SVLK diakses pada 30 Maret 2015

http://baliwoodbaligood.com/page.php?page=tentang diakses pada 30 Maret 2015

http://silk.dephut.go.id/index.php/info/vsvlk/3 diakses pada 29 Maret 2015https://consultantsvlk.wordpress.com/2013/01/30/tata-cara-tahapan-manfaat-pembuatan-svlk/ diakses pada 29 Maret 2015http://repository.mb.ipb.ac.id/1439/ diakses pada 31 Maret 2015https://galihukir.wordpress.com/product/ diakses pada 5 April 2015