Panel 1.1 - Perlunya Kementerian Koordinator Agraria & Ling, Hidup (Rachman)
Click here to load reader
-
Upload
kurniawan-saputra -
Category
Presentations & Public Speaking
-
view
297 -
download
2
description
Transcript of Panel 1.1 - Perlunya Kementerian Koordinator Agraria & Ling, Hidup (Rachman)
PERLUNYA
KEMENTERIAN KORDINATOR
AGRARIA DAN LINGKUNGAN HIDUP
PENATAAN KEMBALI LOKASI DAN PORTOFOLIO
BAPPENAS, UKP4, BPREDD+, KEMENTERIAN
KEHUTANAN, BADAN PERTANAHAN NASIONAL, DAN
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
9 September 2014
KONDISI TERKINI
Semakin gemuknya struktur kelembagaan pemerintah
Tidak jelasnya pengaturan tentang kedudukan, fungsi, dan peran lembaga
pemerintah
Rendahnya interkoneksi antar lembaga pemerintah pusat dan daerah
Saat ini jumlah jabatan struktural di Kementrian mencapai 19.478 jabatan sedangkan jumlah jabatan struktural di
LPNK ada 5.020 (LAN, 2013).
UU No.39 Tahun 2009 tentang Kementerian
Negara (KIB ke II)
Tidak mampu mewujudkan koherensi pelaksanaan
pembangunan
MASALAH Pembangunan pertanian, kehutanan dan lingkungan hidup sangat terkait satu
dengan lainnya, karena berada dalam bentang alam yang sama.
Pertumbuhan ekonomi cenderung
menguras sumberdaya alam
menurunkan fungsi lingkungan hidup,
dan tidak menghasilkan pemerataan
hasil-hasil pembangunan.
Dikelola secara sektoral dan terpisah
antar daerah
Regulasi dan kebijakan yang sektoral
dengan tolak ukur yang tidak terkoneksi
Kinerja pembangunan lebih mengejar
ukuran administratif (WTP, dll), tetapi
banyak menyisakan masalah di
lapangan
Pencegahan korupsi dan perbaikan tata
kelola pemerintahan diletakkan pada
bagian hilir
TANTANGAN VISI BARU
Struktur kelembagaan dan perencanaan pembangunan saat ini
tidak menganggap petani, masyarakat lokal/adat sebagai
subyek utama pembangunan.
Hasil pembangunan pada petani, masyarakat lokal/adat dapat
diwujudkan hanya apabila terdapat kebijakan untuk
memastikan hak dan membuka akes mereka.
Harus ada mekanisme perencanaan pembangunan di pusat
maupun daerah yang mampu mewadahi aspirasi petani,
masyarakat lokal/adat yang mempunyai karakteristik sangat
khas pada setiap wilayah di Indonesia.
TANTANGAN AKSES PETANI PADA LAHAN
Gagasan alokasi 9 juta ha lahan kepada petani miskin, sejak
pemerintahan SBY itu tidak berjalan.
Tanah-tanah yang dijanjikan ini tidak diketahui tempatnya:
alokasi lahan dari Kementerian Kehutanan yang
dilaksanakan oleh BPN tidak berjalan koordinasinya.
Kementerian Kehutanan: lahan 9 juta Ha tersebut cukup kecil
dan mudah dijumpai. Pemberian izin usaha pemanfaatan
hasil hutan (IUPHHK) puluhan hingga ratusan ribu Ha;
luasnya APL melalui penetapan RTRWP (5% sampai dengan
23% dari luas kawasan hutan di propinsi)
Tiadanya lembaga Pemerintah/Pemda yang mengidentifikasi
keberadaan lahan-lahan tersebut, dan masalah struktural
yang akan diselesaikannya
REKOMENDASI
STRUKTUR KELEMBAGAAN
Syarat
•aturan main
•kualitas aparatur sipil negara
Sifat
•responsif , transformatif
•mengatasi persoalan lintas-sektoral
•Terintegrasi dengan sistem perencanaan nasional
A. KOORDINASI
1. Fungsi perencanaan pembangunan, pengawasan pembangunan
dan penetapan kinerja pembangunan perlu disinergikan,
melalui adanya Menteri Koordinator.
a) Diperlukan Menteri Koordinator Agraria dan Lingkungan
Hidup, untuk bidang: pertanahan, pertanian/ perkebunan,
kehutanan, energi/sumberdaya mineral, perikanan, dan
perternakan serta penanggulangan bencana.
b) Bidang-bidang itu bekerja di atas bentang alam yang sama,
perlu dikendalikan secara simultan, dan memastikan bahwa
petani, masyarakat adat/lokal sebagai subyek utama
pembangunan
c) Menteri Koordinator memprioritaskan pemanfaatan SDA agar
tidak trade off satu sama lain
2. Adanya Menteri Koordinator Bidang
Kesejahteraan Masyarakat
Bidang-bidang pendidikan, kesehatan, ketenaga-
kerjaan, informasi, dlsb menjadi segenap program
untuk wilayah tertentu guna meningkatkan
kemampuan masyarakat lokal/adat untuk
memanfaatkan keterbukaan akses terhadap
pemanfaatan sumberdaya alam sebagai landasan
pengembangan ekonomi .
3. Perencanaan pembangunan pada tingkat
Propinsi dan Kabupaten/Kota harus sudah
berdasarkan perencanaan secara spasial:
sebaran kekayaan sumberdaya alam dan
penguasaannya, potensi bencana, infrastruktur
ekonomi (jalan, pasar, dll) dan sosial, serta
lokasi-lokasi masyarakat tertinggal.
4. Sebagian kerja Kementrian Koordinator Bidang Ekonomi tidak
lagi diperlukan, karena ekonomi adalah hasil akhir dari seluruh
kegiatan yang disinergikan oleh Menteri Koordinator
Sumberdaya Alam dan Menteri Koordinator Kesejahteraan
Masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi bukan ditetapkan dari “atas” tetapi
sebagai hasil agregat dari seluruh Kabupaten/Kota dan
Propinsi di Indonesia.
Struktur yang demikian memungkinkan terwujudnya partisipasi
pembangunan dari “bawah”, yang mana untuk wilayah tertentu
ukuran pertumbuhan ekonomi tidak tepat digunakan.
5. Dengan memperhatikan persoalan pokok pengelolaan
sumberdaya alam sebagai tulang punggung kedaulatan
pangan, energi, obat-obatan, dan kelestarian fungsi hutan yang
justru tidak pernah menjadi sasaran pokok pembangunan,
maka:
a) Penguatan fungsi perencanaan (Bappenas) yang
diusulkan digabung dengan UKP4 dan BPREDD+ yang kini
struktur organisasinya terpecah-pecah menjadi sektor-
sektor,
b) Diperlukan sinergi fungsi tertentu dari organisasi untuk
penguatan bidang pertanian, kehutanan dan lingkungan
hidup,
c) Diperlukan unit kerja khusus/lembaga yang bebas
kepentingan untuk mengatasi persoalan konflik
hutan/lahan, keterlanjuran kesalahan lokasi izin.
6. Berdasarkan kerangka di atas, lebih lanjut
dapat ditetapkan bentuk transformasi
Kementerian/Lembaga yang saat ini ada.
Termasuk arahan transformasi serupa bagi pemerintah
Propinsi/Kabupaten/Kota.
Disamping itu, juga perlu ditetapkan benefit-cost, serta
kebijakan penanganan resiko yang mungkin terjadi, serta
peraturan-perundangan yang perlu disesuaikan atau
dibuat baru untuk mewadahinya.
B. HAK DAN AKSES PETANI
1. Pelaksanaan program harus dijalankan oleh lembaga yang
mempuyai kewenangan/power yang kuat.
Lembaga Kepresidenan perlu menyatukan dualisme
pengurusan tanah dan hutan, yang selama ini ditangani oleh
BPN dan Kemenhut, serta berbagai instrumen: one map di
BIG serta Pemda sebagai pelaksana;
melakukan harmonisasi peraturan-perundangan; melakukan
penyelesaian masalah-masalah struktural pertanahan,
terutama di hutan produksi yang kini terdapat 23 juta Ha
open akses.
2. Dipertahankannya kewenangan/power untuk melakukan perubahan kebijakan dan peraturan-perundangan yang telah berjalan saat ini melalui Nota Kesepahaman Bersama/NKB 12 KL di bawah koordinasi Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ilustrasi:
Korupsi sebagai sumber permasalahan hutan. KPK menata kembali 11.000 perusahaan tambang di atas 45 juta Ha, yang terdiri:
26 juta ha berada di kawasan hutan
1,5 juta Ha tumpang tindih dengan izin lain
1,3 juta Ha di kawasan konservasi.
KPK berhasil mencabut 400 perusahaan tersebut dan meningkatkan PNBP dari 6 Trilyun Rupiah menjadi 14 Trilyun Rupiah dalam 4 bulan.
KPK hanya menggunakan anggaran sekitar Rp. 400 juta.
3. Perubahan portfolio
Kementerian/Lembaga, Kementerian
Kehutanan, BPN dan Kemendagri.
•Kehutanan harus segera memberi mandat kepada
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) untuk
memastikan alokasi hutan bagi petani.
•BPN perlu pro aktif mendaftar lahan dan petani yang
akan mendapatkan alokasinya.
•Kemendagri perlu menetapkan program khusus yang
dijalankan oleh Pemda dalam bentuk regulasi daerah.
4. Perubahan posisi dan kebijakan Kementerian Kehutanan, yang
menjadi penentu alokasi lahan terluas
a. Kementerian Kehutanan menjadi penjaga fungsi ekosistem
hutan, sedangkan pengaturan hak-haknya berada dalam Badan
Pertanahan Nasional sehingga pengurusan pertanahan (hutan
dan non-hutan) bisa menuju satu sistem pengurusan;
b. perubahan peraturan perizinan agar ruang kelola bagi
masyarakat lokal/adat semakin terbuka;
c. perubahan peraturan yang memungkinkan fleksibilitas
pengembangan komoditi bagi pertanian dan energi terbarukan
di hutan negara;
d. menugaskan pengelola KPH untuk mengalokasikan lahan/hutan
bagi petani/masyarakat adat/lokal;
e. melanjutkan koordinasi dengan KPK untuk meniadakan biaya
transaksi perizinan dan pembukaan akses bagi petani,
masyarakat lokal dan adat, bersama dengan Pemda.
TERIMA KASIH