Pandangan Orientalis Tentang Muhammad

10
PANDANGAN ORIENTALIS TENTANG MUHAMMAD PENDAHULUAN Perusakan aqidah dan syari’ah (ajaran Islam) merupakan bahaya yang harus diwaspadai. Bila perusakan itu sudah berhasil, maka kita akan menjadi orang yang terombang-ambing dalam beragama Islam, bahkan merusak sama sekali. Usaha perusakan itu sudah lama dilakukan orang, yaitu sejak lahirnya risalah Islam itu sendiri. Saat ini usaha-usaha seperti itu makin bervariasi, sejalan dengan perkembangan zaman dan cara berfikir manusia. Pada zaman dahulu musuh-musuh nabi Muhammad melontarkan tuduhan terhadap beliau dan risalahnya menggunakan argumentasi yang berbeda dengan kondisi sekarang. Di saat itu masih ada nabi yang menjadi sumber utama untuk bertanya. Namun manusia zaman sekarang tidak mempunyai sumber otentik yang mudah ditanyai. Ia harus mencari argumentasi sendiri yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk memberikan keterangan yang dapat diterima orang. Banyak ragam tuduhan yang dilontarkan orang-orang memusuhi Islam, antara lain menuduh Al-Qur’an sebagai karangan Nabi Muhammad. Dalam mengarang Al-Qur’an periode Madinah, Nabi dipengaruhi oleh orang-orang Yahudi, dan masih banyak lagi tuduhan orang-orang yang senang terhadap Islam dan Nabi Muhammad. Kajian para Orientalis terhadap Nabi Muhammad Saw. terbagi kepada beberapa aspek, ada yang meneliti karakter dan kepribadian, ide, serta visi misi Nabi Muhammad Saw., seperti

Transcript of Pandangan Orientalis Tentang Muhammad

Page 1: Pandangan Orientalis Tentang Muhammad

PANDANGAN ORIENTALIS TENTANG MUHAMMAD

PENDAHULUAN

Perusakan aqidah dan syari’ah (ajaran Islam) merupakan bahaya yang harus

diwaspadai. Bila perusakan itu sudah berhasil, maka kita akan menjadi orang yang

terombang-ambing dalam beragama Islam, bahkan merusak sama sekali. Usaha perusakan itu

sudah lama dilakukan orang, yaitu sejak lahirnya risalah Islam itu sendiri. Saat ini usaha-

usaha seperti itu makin bervariasi, sejalan dengan perkembangan zaman dan cara berfikir

manusia.

Pada zaman dahulu musuh-musuh nabi Muhammad melontarkan tuduhan terhadap

beliau dan risalahnya menggunakan argumentasi yang berbeda dengan kondisi sekarang. Di

saat itu masih ada nabi yang menjadi sumber utama untuk bertanya. Namun manusia zaman

sekarang tidak mempunyai sumber otentik yang mudah ditanyai. Ia harus mencari

argumentasi sendiri yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk memberikan

keterangan yang dapat diterima orang.

Banyak ragam tuduhan yang dilontarkan orang-orang memusuhi Islam, antara lain

menuduh Al-Qur’an sebagai karangan Nabi Muhammad. Dalam mengarang Al-Qur’an

periode Madinah, Nabi dipengaruhi oleh orang-orang Yahudi, dan masih banyak lagi tuduhan

orang-orang yang senang terhadap Islam dan Nabi Muhammad.

Kajian para Orientalis terhadap Nabi Muhammad Saw. terbagi kepada beberapa

aspek, ada yang meneliti karakter dan kepribadian, ide, serta visi misi Nabi Muhammad Saw.,

seperti yang telah dilakukan oleh para tokoh Orientalis Fr. Buhll, Henri Lammens, G. W.

Bromfield, dan Richard Bell.

Ada juga kajian yang meneliti kasus, seperti mengenai ke-ummi-an Nabi Muhammad

SAW yang dilakukan oleh tokoh Orientalis S. M. Zwemer, H. G. Reissner, Isaiah Goldfeld,

Norman Calder, dan Khalil `Athamina BirZeit.

PEMBAHASAN

A. Pandangan Orientalis Terhadap Nabi Muhammad SAW

Peter, pendeta di Maimuma, menyebut Nabi Muhammad Saw sebagai Nabi palsu.

Yahya ad-Dimasyqi atau dikenal juga sebagai John of Damascus (750 M) juga menulis dalam

Page 2: Pandangan Orientalis Tentang Muhammad

bahasa Yunani kuno kepada kalangan Kristen Ortodoks bahwa Islam mengajarkan anti-

Kristus. John of Damascus berpendapat bahwa Nabi Muhammad Saw adalah seorang penipu

kepada orang Arab yang bodoh. Dengan liciknya, dia mengatakan bahwa:

`Muhammad bisa mengawini Khadijah sehingga mendapat kekayaan dan kesenangan.

Dengan cerdasnya, Muhammad menyembunyikan penyakit epilepsinya ketika menerima

wahyu dari Jibril. Muhammad memiliki hobi perang karena nafsu seksnya tidak

tersalurkan.'[1]

Senada dengan John of Damascus, Pastor Bede dari Inggris yang hidup pada tahun

673-735 M berpendapat bahwa Nabi Muhammad Saw adalah seorang manusia padang pasir

yang liar (a wild man of desert). Bede menggambarkan Nabi Muhammad Saw sebagai

seorang yang kasar, cinta perang dan biadab, buta huruf, status sosial yang rendah, bodoh

tentang dogma Kristen, dan tamak kuasa. Sehingga ia menjadi penguasa dan mengklaim

sebagai seorang Nabi.

Pada zaman pertengahan Barat, sikap menghina Nabi Muhammad Saw terus

berlanjut. Namun dengan pendekatan yang lebih lunak. Pada saat itu, Nabi Muhammad Saw

disebut sebagai Mahound, atau juga Mahoun, Mahon, Mahomet, dan Machmet, yang sinonim

dengan setan dan berhala di dalam bahasa Prancis dan Jerman. Jadi, Nabi Muhammad Saw

bukan hanya dianggap sebagai seorang Nabi palsu, bahkan lebih dari itu, Nabi Muhammad

Saw merupakan seorang penyembah berhala yang disembah oleh orang Arab yang bodoh.[2]

Pada era Renaissance (zaman kelahiran kembali) Barat dan zaman Reformasi Barat,

imej buruk terus berlanjut. Marlowes Tamburlaine menuduh al-Quran sebagai karya setan.

Lebih parah lagi, Martin Luther menganggap Nabi Muhammad Saw sebagai orang jahat dan

mengutuknya sebagai anak setan. Pada zaman pencerahan Barat, Voltaire menganggap Nabi

Muhammad SAW sebagai fanatik, ekstremis, dan pendusta yang paling canggih. Biografi

Nabi Muhammad Saw beserta al-Qur’an terus menjadi sasaran.

Klimovich, yang menulis sebuah artikel diterbitkan pada tahun 1930 dengan berjudul

`Did Muhammad Exist?'. Dalam artikel tersebut, Klimovich menyimpulkan bahwa semua

sumber informasi tentang kehidupan Nabi Muhammad Saw adalah dibuat-buat. Nabi

Muhammad Saw adalah fiksi yang wajib karena selalu adanya asumsi bahwa setiap agama

harus mepunyai pendiri. Sikap para Orientalis seperti itu tidak bisa disederhanakan

kategorisasinya menjadi Orientalis klasik yang berbeda dengan Orientalis kontemporer.[3]

Page 3: Pandangan Orientalis Tentang Muhammad

Kemudian gerakan ini dilanjutkan oleh Orientalis kontenporer yang tetap mengusung

gagasan Orientalis klasik sekalipun dengan kadar, level, cara dan strategi yang berbeda.

Intinya sama saja yaitu mengingkari kenabian Nabi Muhammad Saw dan kebenaran al-

Qur’an. Penolakan seperti itu adalah `loci communes' (common places) dalam pemikiran para

Orientalis. Ini bisa dimengerti karena eksistensi agama mereka tergugat dengan munculnya

Islam. Karena hal ini juga, wajar jika kajian mereka kepada Nabi Muhammad Saw dan al-

Quran tidak dibangun dari keimanan, sebagaimana sikap seorang Muslim.

Para Orientalis beranggapan bahwa wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW

sebenarnya merupakan sebuah hasil dari pengadopsian dari berbagai tradisi Yahudi, Kristen,

dan Persia. Begitu juga dalam artikel J. Bryan, yang sedikit menceritakan bagaimana proses

Nabi Muhammad SAW mendapatkan wahyunya:

`Mohammad dalam tahun-tahun awal, memiliki kesamaan dengan para pedagang

Mekah, akrab dengan ajaran adat yang melingkupi berbagai doktrin yang diajarkan oleh

tokoh Ibrani, sebuah bangsa yang baik, dalam bentuk yang tidak jelas dan membingungkan.

Ia telah mempelajari sebagian hal ini dalam kabilah dagangnya yang ke Suriah, dan dalam

beberapa kunjungannya ke pertemuan-pertemuan syair, nenek moyang Welsh Eisteddfod,

yang diadakan secara rutin di Okadh dan kota-kota lainnya, di mana masalah-masalah

keagamaan dibicarakan secara terbuka. Ia mendapatkan pengetahuan yang lebih jelas dan

dalam dari kaum Hanif, sebuah lembaga kecil yang beranggotakan para pencari kebenaran,

warga Mekah, dan para pelajar tentang Judaisme dan Kristen yang tekun. Ia karenanya

terbina untuk menolak pemberhalaan dan menerima formula monoteistik yaitu formula La

Ilaaha Illallah… Banyak ayat Mekah di dalam al-Quran ditasbihkan kepada kisah Nabi,

diambil dari sumber-sumber Ibrani'.[4]

Lain lagi dengan teori prasangka yang dibangun oleh Henri Lammens yang

mengatakan bahwa: `Mohammad memandang dirinya sebagai seorang Nabi suci, ia hanya

diutus untuk menjadi Nabi bangsa arab, tapi para muridnyalah yang menjadikannya

penuntun agung seluruh manusia.

Antara lain konsekuensi pendekatan historicity yang mereduksi fakta, adalah seperti

yang terjadi pada sirah tentang surat perjanjian pemboikotan atas Nabi Saw oleh kaum

Quraisy yang dimakan rayap dan tersisa hanya tulisan Bismillah. Semaklah komentar

Sprenger berikut:

Page 4: Pandangan Orientalis Tentang Muhammad

`Keadaan ini (surat perjanjian yang dimakan rayap) telah dibesar-besarkan sebagai suatu

nukjizat, tapi bagi mereka yang pernah tinggal di iklim tropis akan menganggapnya bukan

hal yang luar biasa.'[5]

Misalnya lagi komentar Orientalis terhadap karir keberhasilan Nabi Muhammad Saw

dalam misinya menyiarkan syi'ar. Bagi Voltaire dalam karyanya, `essai surles mœurs' dan

`Mahomet', keberhasilannya karena didorong oleh faktor ambisi dan komunitasnya, dan

bukan karena faktor elemen-elemen agama.

Sementara itu, Washington Irving mengomentari keberhasilan dakwah Nabi

Muhammad Saw itu disebabkan oleh mimpi dan monomania. Begitu juga dengan kesimpulan

Crawford H. Toy yang mengatakan:

`Hal itu dikarenakan gugup oleh kegembiraannya karena dia memiliki pandangan-

pandangan yang tidak bisa dibedakannya dengan kejadian-kejadian nyata.'[6]

Komentar itu diberikan Toy atas turunnya Surah al-Lahab di mana Nabi Muhammad

SAW berinteraksi dengan salah satu pamannya Abu Lahab. Bagi Toy, Surah al-Lahab adalah

merupakan sebuah ekspresi kebencian yang bersifat pribadi yang seterusnya menjadi

religious hatred. Sedangkan Torrel membangunkan teori khayalan, dengan menganggap

adanya timbal balik antara pengalaman keberagamaan Nabi Muhammad Saw dengan

pernikahannya dengan Siti Khadijah yang lebih tua. Worrel mengatakan:

`Muhammad telah mengembangkan bakat puisi dan kenabian pada tahun-tahun akhir

pernikahannya dengan Khadijah, dan kehilangan kedua bakat ini selama tiga belas tahun

dimasa banyak pernikahannya yang lain.'[7]

Selain itu, para orientalis menuding bahwa poligami nabi Muhammad sebagai bukti

bahwa libidonya sangat tinggi. Seandainya beliau seorang nabi, niscaya akan disibukkan oleh

urusan dan tugas kenabiannya dari pada sibuk dengan wanita.

Dengan alasan inilah, A. L. Tibawy secara khusus menulis dengan sangat terperinci

sebagai ungkapan kritik terhadap sikap para sarjana Orientalis yang apriori, berprasangka,

dan tidak objektif dalam studi Islam ataupun studi sirah Nabi Muhammad Saw.

B. Kesaksian Orientalis yang Sadar

Begitu pedas dan tidak terperi hujatan dari kaum orientalis tentang nabu Muhammad.

Hal yang semacam itu merupakan ujian dan sekaligus sebagai bukti bahwa Islam sangat

diperhitungkan oleh agama lain sehingga mereka berlomba-lomba untuk menghancurkannya.

Page 5: Pandangan Orientalis Tentang Muhammad

Namun tidak semua orientalis tersebut yang tidak tergugah hatinya dengan keagungan

Islam. Thomas Carlyle memberikan pernyataan secara terbuka tentang Nabi Muhammad

Saw. Dia menyatakan bahwa “adalah aib yang besar bagi budayawan manapun, jika ia

condong kepada anggapan bahwa agama Islam dituduh sebagai suatu kebohongan, dan

Muhammad sebagai penipu dan pendusta. Sudah tiba waktunya kita memerangi perkataan

palsu yang memalukan yang sudah disebar-luaskan orang, karena risalah yang disampaikan

rasul merupakan pelita bagi umat manusia”.[8]

Carlyle menyesalkan kebohongan yang mungkar terhadap Islam dan rasulnya, dan

menganggap penuduhnya sebagai orang yang lemah dan kurang akal. Dia merasa heran

terhadap kemungkaran semacam itu, dan dibuatnya perumpamaan dan tidak masuk akal.

Keyakinan Carlyle akan kebenaran Nabi Muhammad Saw. ini didasarkan atas

pandangannya bahwa sebagai seorang yang besar mustahil untuk jadi pendusta. Kejujuran

merupakan asas keutamaan dan keterpujian di sisinya. Ia memperkuat keyakinan akan

kebenaran rasul dengan pengetahuannya tentang sejarah Rasulullah Saw. yang sejak masa

kecil diberi gelar Al-Amien (orang yang terpercaya). Perkataan, perbuatan dan pemikirannya

selalu tepat. Tidak ada satu pun kalimat yang keluar dari mulut beliau malainkan pasti

mengandung hikmah yang tinggi.

Adapun tuduhan orang mengenai syahwat Nabi Muhammad, maka Loria Valeri

memandang tuduhan semacam itu sebagai perbuatan aniaya dan dhalim. Sebab perkara Nabi

Muhammad berkenaan dengan istri-istrinya yang suci itu, bukanlah dorongan nafsu dirinya

sendiri dan itu pun dalam ikatan dan batas-batas yang telah ditentukan.

Dalam menjawab tuduhan terhadap Nabi Muhammad, Valeri mengatakan dengan

lantang dan argumentatif: “Muhammad bukanlah bukan orang yang bersyahwat tinggi

(hypersex) sebagaimana dituduhkan orang secara dlalim dan penuh permusuhan. Beliau

adalah orang zuhud, tiada menyukai kesenangan duniawi”. [9]

Demikianlah Allah menjadikan Thomas Carlyle dan Loria Valeri – pemikir yang

sadar – sebagai pembela terhadap agama Islam dan Nabinya dengan pembelaan yang mulia

dan terpuji. Selian Carlyle dan Valeri masih banyak lagi orientalis-orientalis yang telah sadar

dengan apa yang mereka perbuat sebelumnya, dan banyak diantara mereka yang memeluk

agama Islam

PENUTUP

- Kesimpulan

Page 6: Pandangan Orientalis Tentang Muhammad

Dari pemaparan di atas, maka dapatlah diringkaskan bahwa sesungguhnya para

Orientalis akan terus menerus mengomentari dan melontarkan berbagai pandangan mereka

perihal Nabi Muhammad SAW, baik secara konstruktif, lebih jauh lagi secara destruktif.

Semulia apapun kedudukan Nabi Muhammad Saw di mata kaum Muslimin dan para

penjunjung yang lain, tetap tidak akan mengubah pandangan para Orientalis terhadap beliau.

Faktor ini bukanlah disebabkan oleh kelemahan Nabi Muhammad Saw sebagai seorang

manusia biasa sekaligus utusan Tuhan Yang Maha Esa yang selalu dimuliakan di mana-

mana, tetapi dikarenakan oleh sikap mereka sendiri yang apriori, berprasangka, dan tidak

objektif terhadap Nabi Muhammad Saw.

Keadaan ini akan terus berlanjutan sehingga ke akhir hayat dunia ini menemui waktu

penghabisannya. Begitulah nasib para Orientalis dari satu generasi kepada generasi yang lain,

di mana mereka akan terus mewarisi kejahilan dan kegelapan, serta akan terus meraih

kerancuan berfikir dan tenggelam di dalam kesombongan.

- Saran-saran

Sebarapa besar bagaimana pun hujatan yang dilancarkan oleh para orientalis,

seyogyanya tidak menyurutkan kadar keimanan kita sebagai muslim yang pastinya meyakini

bahwa Islam merupakan agama yang paling benar. Justru kita harus semakin giat untuk

mengembangkan wawasan keagamaan, sehingga kita bisa mengkonter apa yang kemudian

diwacanakan oleh para orientalis.

Seiring dengan perkembangan jaman maka varian metode dan kajian mereka akan

semakin berkembang pula. Maka dari itu, sebagai kader penerus yang memegang tongkat

estafet pengemban tugas kejayaan Islam, maka sudah merupakan kewajiban kita untuk

mengatasi upaya-upaya yang akan terus-menerus melakukan serangan terhadap Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Badawi, Abdurrahman, Ensklopedi Tokoh Orientalis, Yokyakarta: LKiS, 2003.

Basir, Muhammad, Pandangan Kaum Orientalis Terhadap Islam, Yokyakarta: Bentang, 2003.

Jamal, Ahmad Muhammad, Membuka Tabir; Upaya Orientalis dalam Memalsukan Islam,

Bandung: CV. Diponogoro, 1991.

Nasir, Malki Ahmad, Orientalis dan Sirah Nabi Muhammad SAW; Sketsa Awal, Islamia:

Kerancuan Orientalis dalam Kajian Islam, Jakarta: Khairul Bayan, 2006.

Page 7: Pandangan Orientalis Tentang Muhammad

[1] Ahmad Muhammad Jamal, Membuka Tabir; Upaya Orientalis dalam Memalsukan Islam. (Bandung: CV. Diponogoro, 1991). hlm. 309

[2] Ibid. hlm. 309[3] Muhammad Basir, Pandangan Kaum Orientalis Terhadap Islam, (Yokyakarta: Bentang,

2003) hlm. 197[4] Muhammad Basir, Pandangan Kaum Orientalis Terhadap Islam, (Yokyakarta: Bentang,

2003) hlm. 211[5] Ibid. hlm. 212[6] Ahmad Muhammad Jamal, Membuka Tabir; Upaya Orientalis dalam Memalsukan Islam,

(Bandung: CV. Diponogoro, 1991). hlm. 324[7] Malki Ahmad Nasir, Orientalis dan Sirah Nabi Muhammad SAW; Sketsa Awal, Islamia:

Kerancuan Orientalis dalam Kajian Islam, (Jakarta: Khairul Bayan, 2006). hlm. 75[8] Ahmad Muhammad Jamal, Membuka Tabir; Upaya Orientalis dalam Memalsukan Islam,

(Bandung: CV. Diponogoro, 1991). hlm. 419[9] Ibid. hlm. 503

Diposkan oleh Joe Sidik di 10:51