PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP UANG …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4717/1/skripsi.pdfi...
Transcript of PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP UANG …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4717/1/skripsi.pdfi...
i
PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP UANG PANAIK
(UANG PESTA) DALAM PERNIKAHAN KALANGAN SUKU
BUGIS (STUDI KASUS DI KAMPUNG WIRASKA, DISTRIK
WANGGAR, KABUPATEN NABIRE)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
M. Mujiburrahman
NIM : 21113018
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2018
ii
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eksemplar
Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan
dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa:
Nama : M.Mujiburrahman
NIM : 21113018
Judul : PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP UANG
PANAIK (UANG PESTA) DALAM PERNIKAHAN
KALANGAN SUKU BUGIS (STUDI KASUS DI
KAMPUNG WIRASKA, DISTRIK WANGGAR,
KABUPATEN NABIRE)
dapat diajukan kepada Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga untuk diujikan
dalam sidang munaqasyah.
Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan
digunakan sebagimana mestinya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salatiga, 25 Mei 2018
Pembimbing,
Sukron Ma‟mun, S.HI., M.Si.
NIP. 19790416 200912 1 001
iii
PENGESAHAN
Skripsi Berjudul:
PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP UANG PANAIK (UANG
PESTA) DALAM PERNIKAHAN KALANGAN SUKU BUGIS (STUDI
KASUSU DI KAMPUNG WIRASKA, DISTRIK WANGGAR,
KABUPATEN NABIRE)
Oleh:
M. Mujiburrahman
NIM : 21113018
telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari‟ah,
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Senin, tanggal 9 Juli 2018,
dan telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana
dalam hukum Islam
Dewan Sidang Munaqasyah
Ketua Sidang : Dr. Siti Zumrotun, M.Ag. .......................................
Sekretaris Sidang : Sukron Ma‟Mun, S.Hi., M. Si. ........................................
Penguji I : Dr. Ilyya Muhsin, M. Si. ........................................
Penguji II : Heni Satar Nurhaida, S.H., M.Si. ........................................
Salatiga, 25 Mei 2018
Dekan Fakultas Syari‟ah
Dr. Siti Zumrotun, M.Ag.
NIP.19670115 199803 2 002
iv
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : M. Mujiburrahman
NIM : 21113018
Jurusan : Hukum Keluarga Islam
Fakultas : Syari‟ah
Judul Skripsi :PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP UANG
PANAIK (UANG PESTA) DALAM PERNIKAHAN
KALANGAN SUKU BUGIS (STUDI KASUS DI KAMPUNG
WIRASKA, DISTRIK WANGGAR, KABUPATEN NABIRE)
menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri,
bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang
terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 25 Mei 2018
Yang menyatakan
M. Mujiburrahman
NIM: 21113018
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Jangan lakukan jikalau tak kau inginkan, akan tetapi jika kau inginkan lakukanlah dengan cepat
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
Kedua orang tua saya tercinta, yang selalu memberi semangat, dukungan, doa,
dan kasih sayang yang tak terbatas.
Kepada kakak saya dan istrinya yang ikut membantu dalam mencari informasi
untuk menyelesaikan skripsi ini
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirobbil‟alamiin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah
SWT, yang selalu memberikan rahmat serta hidayah dan taufiq-Nya kepada
penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul
”Pandangan Hukum Islam Terhadap Uang Panaik (Uang Pesta) Dalam
Pernikahan Kalangan Suku Bugis (Studi Kasus di Kampung Wiraska,
Distrik Wanggar, Kabupaten Nabire)” tanpa halangan yang berarti.
Shawalat serta salam penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW,
kepada keluarga, sahabat dan pengikutnya yang senantiasa setia dan
menjadikannya suritauladan. Beliau merupakan sosok pencerah kehidupan di
dunia maupun di akhirat nanti dan semoga kita semua senantiasa mendapatkan
Syafaatnya min hadza ila yaumil qiyamah, Aamiin Yaa Robbal‟alamin.
Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan
dari berbagai pihak yang telah tulus ikhlas membantu penulis menyelesaikan
skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Dr Rahmat Haryadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga;
2. Dr. Siti Zumrotun, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syari‟ah;
3. Sukron Ma‟mun, M.Si., selaku Ketua Jurusan Hukum Keluarga Islam, juga
selaku dosen pembimbing yang dengan ikhlas dan sabar membimbing,
mengarahkan, serta mencurahkan waktu, tenaga dan pikirannya sehingga
skripsi ini terselesaikan;
4. Seluruh dosen IAIN Salatiga, yang telah memberikan ilmunya yag sangat
bermanfaat;
5. Kepada orang tua kakak dan adik serta keluarga besar yang telah memberikan
dan mencurahkan segala kemampuan dan dukungannya secara material dan
immaterial hingga saat ini. Tanpa mereka mungkin karya ini tidak akan pernah
ada;
6. Sahabat-sahabat dan teman-teman khususnya sahabat dan teman seperjuangan
di Ahwal Al-Syakhshiyyah ( Hukum Keluarga Islam) angkatan 2013 atas
segala bantuan, semangat, dan hiburannya sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini;
vii
7. Teman gamer saya, Zaid, Badrul, Dika, dan Apid yang selalu memberikan
hiburan disela-sela waktu mengerjakan karya ini, dan doaku kepada temanku
semua semoga kita sukses di dunia dan akhirat, Aamiin.
8. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian
skripsi ini.
Penulis sepenuhnya sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga
hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, serta kepada
pembaca pada umumnya. Aamiin.
Salatiga, Mei 2018
Penulis
M. Mujiburrahman
NIM: 21113018
viii
ABSTRAK
Mujiburrahman, Muhammad. “Pandangan Hukum Islam Terhadap Uang Panaik
(Uang Pesta) Dalam Pernikahan Kalangan Suku Bugis (Studi Kasus di Kampung
Wiraska, Distrik Wanggar, Kabupaten Nabire)”. Skripsi. Fakultas Syari‟ah.
Jurusan Hukum Keluarga Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Pembimbing: Sukron Ma‟mun, S.HI., M.Si.
Kata Kunci: Uang Panaik, Pesta Nikah.
Walimah atau acara resepsi pernikahan merupakan suatu bentuk anjuran
yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. acara tersebut dilaksanakan dengan
tujuan untuk memberitahukan kepada keluarga masing-masing mempelai para
tetangga dan masyarakat sekitar bahwa mereka telah secara resmi menikah. Selain
itu walimatul „urs atau biasa disebut dengan acara resepsi pernikahan juga
bertujuan untuk silaturahmi dan juga sebagai bentuk mempererat tali
persaudaraan. Saat ini dalam menyelenggarakan acara resepsi pernikahan terdapat
berbagai macam bentuk acara yang berbeda sesuai dengan tradisi adat istiadat
yang telah diturunkan secara turun temurun. Salah satu tradisi tersebut adalah
kebiasaan para suku bugis yang akan meminta uang panaik (uang pesta) kepada
pihak pria yang ingin menikahi anak perempuan mereka, uang tersebut nantinya
akan digunakan untuk melangsunggakan acara resepsi pernikahan. Akan tetapi
bagi kebanyakan orang hal ini dianggap meberatkan karena uang yang diminta
biasanya tidak sedikit. Pernyataan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini
adalah: (1) Bagaimana cara penentuan uang panaik dalam pernikahan, dan (2)
bagaimana pandangan Islam dalam tradisi uang panaik suku bugis.
Penelitian ini menggunakan penelitian lapangan yang bertempat di
Kampung Wiraska, Distrik Wanggar Kabupaten Nabire dengan subjek
penelitiannya adalah pasangan suami isteri yang melakukan tradisi uang panaik.
Metode yang digunakan adalah dengan melakukan pendekatan yuridis sosiologis
yang secara umum bersifat deskriptif, peneliti berusaha untuk mengunggkap dan
fokus mendeskripsikan permasalahan diatas. Dengan metode tersebut dilakukan
wawancara kepada beberapa narasumber yang melakukan tradisi tersubut. Peneliti
juga akan melakukan observasi untuk mengetahui bagaimana proses
berlangsungnya tradisi uang panaik tersebut.
Temuan yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa untuk menentukan
uang panaik terdapat beberapa kriteria yang menentukan yaitu latar belakng
pendidikan calon isteri, latar belakang keluarga calon isteri dan yang terakhir
adalah lingkungan masyarakat sekitar calon isteri. Sedangkan menurut Islam
tradisi uang panaik dianggap kurang sesuai karena tradisi tersebut dianggap
ix
menyusahkan kalangan pria karena harus membayar sejumlah uang untuk untuk
melancarkan proses pernikahan mereka. Hal ini dianggap memberatakan karena
uang yang diminta sangat besar untuk digunakan dalam pelaksaan acara resepsi
pernikahan secara berlebihan. Prilaku berlebih-lebihan dalam menyelenggarakan
acrara resepsi pernikhan tersebut juga tidak sesuai dengan anjuran agama Islam.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... ii
PENGESAHAN ................................................................................................. iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ......................................................... iv
MOTTO ............................................................................................................. v
PERSEMBAHAN .............................................................................................. v
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vi
ABSTRAK ....................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 5
E. Telaah Pustaka ............................................................................. 6
F. Penegasan Istilah ......................................................................... 9
G. Kerangka Teori .......................................................................... 10
H. Metode Penelitian ...................................................................... 14
1. Jenis Penelitian ................................................................... 14
2. Lokasi Dan Subjek Penelitian ............................................ 14
3. Sumber Data ....................................................................... 15
xi
4. Teknik Pengumpulan Data ................................................. 16
5. Analisis Data ...................................................................... 17
6. Pengecekan Keabsahan Data .............................................. 17
I. Sistematika Penulisan Penelitian ............................................... 18
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TRADISI PERNIKAHAN ............ 20
A. Tradisi Pernikahan Dalam Islam ............................................... 20
1. Ta‟aruf ................................................................................ 20
2. Khitbah .............................................................................. 25
3. Aqad Nikah ......................................................................... 29
4. Walimatul „Ursy ................................................................. 35
B. Tradisi Pernikahan Dalam Masyarakat Arab ............................ 39
1. Milka .................................................................................. 40
2. Laylat Al-Hena ................................................................... 41
3. Zawaj .................................................................................. 41
BAB III PANAIK DALAM SUKU BUGIS DI PAPUA ................................ .47
A. Gambaran Umum Nabire .......................................................... 47
B. Kondisi Sosial, Budaya, dan Agama di Kampung Wiraska ...... 48
C. Tradisi Dalam Perkawinan ........................................................ 51
D. Tradisi Panaik Dalam Suku Bugis ............................................. 52
BAB IV UANG PANIK SUKU BUGIS DALAM TINJAUAN HUKUM
ISLAM .............................................................................................. 59
A. Cara Menentukan Uang Panaik ................................................. 59
B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Uang Panaik ........................ 62
xii
BAB V PENUTUP ............................................................................................ 72
A. Kesimpulan ................................................................................ 72
B. Saran .......................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 76
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................ 78
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkawinan merupakan dasar awal untuk membentuk keluarga yang
utuh dan bahagia seperti yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Pernikahan akan berperan setelah masing-masing pasangannya melakukan
peran serta tindakan yang positif dalam mewujudkan tujuan dari pernikahan
itu sendiri tentunya dengan adanya ijab qabul sebagai lambang dari adanya
rasa ikhlas mengikhlaskan serta ridho meridhoi dengan dihadiri oleh para
saksi yang menyaksikan bahwasanya kedua pasangan antara laki-laki dan
perempuan suadah saling ada ikatan lahir bathin. Sehingga tercipta kehidupan
keluarga yang tentram sehingga terwujudnya keluarga yang bahagia sakinah,
mawaddah, dan rahmah.
Islam telah memberikan petunjuk yang terinci tentang seluk beluk
pernikahan. Dengan melaksanakan pernikahan manusia dapat melaksanakan
hal–hal yang sebelumnya diharamkan oleh Allah SWT. Manusia boleh saling
mencintai, mengasihi, berbagi rasa dalam suka maupun duka serta dapat
meneruskan keturunan dengan pasangannya. Sebagai mana firman Allah
dalam surat Ar-Rum ayat 21:
2
هيا وجعل بيك آن خوق مك من آهفسك آزواجا مدسكوا ا ومن آيث
ل ليت ملوم يخفكرون ن ف ذة ا ة ورح مود
Artinya:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tentram kepadanya, dan dijadiakan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum ynag berpikir”.
Pasal 1 undang-undang perkawinan menyatakan, bahwa perkawinan
ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa. Dalam perumusan tersebut
perkawinan dilihat sebagai “ikatan lahir dan batin” antara seorang pria dan
seorang wanita sebagi suami istri. Sehingga mengandung makna bahwa
perkawinan adalah persoalan antara pihak-pihak yang akan melangsungkan
perkawinan.
Dalam Islam pernikahan adalah suatu bentuk ibadah ritual. Lebih dari
itu, pernikahan juga dianggap sakral sehingga pelaksanaanya benar-benar
disiapkan secara hati-hati. Namun banyak pasangan yang terbebani karena
harus mangikuti adat-istiadat yang cukup rumit untuk dilaksanakan.
Puncak dalam suatu acara pernikahan adalah dengan diadakannya
suatu acara syukuran atau perayaan yang dilakukan baik secara kecil-kecilan
maupun secara besar-besaran dan terbilang terlalu mewah dengan
3
mengundang sanak saudara dan tetangga. Pelaksanaan syukuran atau bisa
disebut juga dengan pesta perkawinan (walimah urusy) hukumnya merupakan
anjuran (sunnah) tentang besar kecilnya acara tergantung kemampuan suami.
Dalam hadist yang diriwayatkan oleh iman al bukhori dan muslim dari
anas bin malik ra, bahawa Nabi SAW pernah melihat bekas kuning-kuning
pada Abdurrahman bin Auf ra, maka Rasulullah SAW bersabda:
“Semoga Allah melimpahkan keberkahan kepadamu selenggarakan
walimah meskipun hanya menyembelih seekor kambing”. (HR. Imam
Bukhori)
Indonesia merupakan negara kepulauan dimana terdapat berbagai
macam suku dan budaya yang memiliki adat-istiadat yang berbeda-beda yang
diturunkan turun temurun dari nenek moyang masing-masing. Kabupaten
Nabire merupakan salah satu dari Kabupaten di Provinsi Papua disana
terdapat suatu daerah bernama Distrik Wanggar. Distrik Wanggar merupakan
daerah yang dibuat untuk menampung para transmigran dari berbagai daerah
di Indonesia khususnya Sulawesi dan Jawa. Para transmigran tersebut mulai
menetap dan membentuk sautu keluarga dengan berbagi macam suku yang
berbeda di daerah tersebut. Dalam Islam untuk membentuk suatu keluarga
diharuskan untuk melaksanakan pernikahan dan setiap daerah dalam
melaksanakan pernikahan mempunyai adat atau tradisi masing-masing.
Dalam adat budaya untuk warga masyarakat Sulawesi Selatan
khususnaya untuk suku Makasar-Bugis dalam menentukan walimah atau
4
acara resepsi pernikahan ada yang namanya uang panai‟ atau uang panaik,
yaitu sejumlah uang yang diminta oleh orang tua wali dari mempelai wanita
kepada calaon suami, dimana uang tersebut akan digunakan unuk
menyelenggarakan acara resepsi pernikahan. Hal ini dianggap menyulitkan
mempelai pria karena uang panaik tersebut bisa disebut sebagai syarat dan
apabila tidak bisa dipenuhi maka pernikahan tersebut dapat gagal
terlakasanakan.
Merujuk pada permasalahan ini penulis merasa tertarik untk
melakukan sebuah penelitian dengan judul “PANDANGAN HUKUM
ISLAM TERHADAP UANG PANAIK (UANG PESTA) DALAM
PERNIKAHAN KALANGAN SUKU BUGIS (study kasus di Kampung
Wiraska, Distrik Wanggar, Kabupaten Nabire)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pokok pikiran yang tertuang dalam latar belakang di atas
serta untuk terarahnya proposal skripsi ini. Maka masalah yang di bahas
dalam proposal skripsi ini adalah:
1. Bagaimana cara penentuan uang panaik dalam pernikahan?
2. Bagaimana pandangan Islam dalam teradisi uang panaik suku bugis?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai setelah penelitian ini adalah:
5
1. Mengetahui dasar yang menjadi penentu dalam menentukan besarnya
uang panaik
2. Mengetahui pandangan Islam tentang uang panaik
D. Manfaat Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memperkaya khasanah
keilmuan serta mampu memberikan pemahaman tentang walimah
atau pesta nikah dalam kalangan suku bugis.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi
peneliti-peneliti selanjutnya khususnya tentang konsep walimah.
2. Kegunaan Praktisi
a. Hasil penelitian ini diaharapkan dapat memberikan manfaat tersendiri
kepada kalangan bugis atau yang hendak melakukan pernikahan
dengan kalangan suku bugis bahwa tentang bagaimana pandangan
Islam terhadap uang panaik.
b. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusai kajian
keilmuan bagi akademisi, khususnya bagi mahasiswa Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
6
E. Telaah Pustaka
Topik penelitian walimatul „ursy dalam suatu komunitas sudah banyak
yang mengkaji baik dalam bentuk tesis, skripsi maupun yang telah
dipublikasikan ke dalam juranl ilmiah, diantaranya ialah seperti di bawah ini:
Skripsi Muyassarah berjudul “Nilai budaya walimah perkawinan
(walimatul „ursy) dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat” (studi kasus di
kelurahan Gondonori Ngaliyan Semarang). Dalam penelitian tersebut peneliti
menyimpulkan bahwa undangan walimah perkawinan (waliamtul „ursy)
dilaksanakan sebelum berlangsung ijab qabul dalam masyarakat Gondonori
Semerang. Hal ini diamksudkan untuk tahlil, meminta doa restu tokoh agama,
masyarakat, tetangga dan semua orang yang hadir agar pelaksanaan
perkawinan dapta berjalan dengan lancar. Disamping itu tahlil untuk
mendoakan para ahli kubur atau leluhur agar diampuni Allah SWT. Suastri
harus nyumbang semuanya saat mendatangi walimah perkawinan dalam
masyarakat Gondonori Semarang. Hal ini dimaksudkan agar orang yang
mempunyai hajatan tersebut tidak banyak hutang, karena sumbangan yang
diterima akan lebih banyak bila dibandingkan dengan yang menyumbang
hanya satu orang, suami atau istri saja.
Skripsi Halimah yang berjudul “Sesajen pada pelaksanaan walimatul
‟ursy” di desa Samudrera Jaya Kecamatan Taruam Jaya Bekasi Utara. Dalam
penelitian tersebut peneliti menyimpulkan bahwa, sesajen ini memiliki nilai
yang sangat sakral bagi pandangan masyarakat yang masih mempercayai,
7
tujuan dari pemberian sesajen ini untuk mencari berkah. Pemberian sesajen ini
biasanya dilakukan di tempat-tempat yang dianggap keramat dan mempunyai
nilai magis yang tinggi.
Sesajen juga merupakan keharusan dan akan mempengaruhi lancar
atau tidaknya acara walimatul „ursy, dan ternyata sebagian pelaku sesajen
mengatakan bahwa sesajen harus ada dengan bagaimnapun caranya termasuk
dengan berhutang. Bukankah dengan sesajen kita meminta berkah,
keslamatan, banyak rezeki, tamu datang bagai air mengalir, maka hutang
tersebut nanti akan dibayar ketika acara hajatan selesai.
Skripsi Mariatul Qibtiyah Zainy yang berjudul “Pandangan masyarakat
terhadap tradisi pesta perkawinan” di pesisir Desa Kilensari, Kec.Panarukan,
Kab.Situbondo. Dalam penelitian tersebut peneliti menyimpulkan bahwa,
pelaksanaan tradisi pesta perkawinan masyarakat pesisir Desa Kilensari
Kec.Panarukan Kab.Situbondo, sedikit tejadi perbedaan tidak seperti pesta
perkawinan pada umumnya karena sistem pemberian sumbangan berupa
hutang piutang, dicatat, disiarakan dan pada suatu hari pasti akan
dikembalikan yaitu ketika pihak yang memberi juga mengadakan pesta
perkawinan.
Skripsi Any saniatin yang berjudul “Tradisi repenan dalam walimah
nikah ditinjau dalam konsep „urf ”(studi kasus di Dusun Petis Sari Desa
Babaksari Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik). Dalam penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa, latar belakang tradisi repenan dalam walimah nikah di
8
Dusun Petis Sari, Desa Babaksari, Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik yaitu
tradisi ini menghidangkan sesajen atau sajian yang dihidangkan walimah
nikah. Asal mula tradisi repenan dalam walimah nikah dijalankan sejak turun
temurun dari nenek moyang yang sudah meninggal sejak tahun 1985,
kemudian berpesan disuruh meneruskan tradisi tersebut kepada anak dan
cucunya, sampai sekarang masih dilaksanakan dan tidak bias dihilangkan
maupun diringgalkan. Dengan kepercayaan akan adanya tradisi repenani
dalam walimah nikah masyarakat takut untuk meninggalkannya, karena
masyarakat beranggapan akan adanya bahaya yang menimpanya.
Skripsi Rizka Mubarokati yang berjudul “sumbangan pada walimatul
‟urs di Padukuhan Nepi Desa Kranggan Kecamatan Galur Kabupaten Kulon
Progo (studi komparasi antara hukum adat dan hukum Islam). Dalam
penelitian tersebut menyimpulkan, praktik sumbangan yang ada di Padukuhan
Nepi pada saat diadakannya walimaatul „urs terdapat dua jenis sumbangan,
pertama sumbangan secara umum yaitu sumbangan yang berbentuk kado atau
pemberian uang yang dimasukkan kedalam amplop. Kedua, sumbangan
berbentuk tonjokan yakni suatu pemberian yakni pemberian berupa sembako
seperti gula dan beras. Pemberian sumbangan yang secara umum diberikan
secara langsung oleh tetangga, sahabat dan famili kepada perwalian pada saat
acara walimatul „urs dimulai dan atas permintaan pewalimah sendiri.
Dalam penelitian ini penulis lebih memfokuskan pada budaya uang
panaik yang digunakan untuk acara walimatul „urs atau resepsi pernikahan
9
oleh kalangan suku bugis dalam pandangan Islam dan hal-hal yang
mempengaruhi ukuran besar kecilnya uang panaik tersebut.
F. Penegasan Istilah
a. Uang panaik
Sejumlah uang yang diminta oleh orang tua perempuan kepada
seorang laki - laki yang hendak melamar anak perempuannya. Uang
tersebut sepenuhnya digunakan untuk menyelenggarakan acara resepsi
pernikahan atau walimatul „ursy.
b. Mahar
Sejumlah uang atau benda yang diminta oleh seorang pria yang
menikahinya. Benda atau sejumlah uang tersebut sepenuhnya menjadi
milik sang istri ketika sudah menikah dan sang suami tidak dibolehkan
meminta atau menggunakannya tanpa seizin sang istri.
c. Khitbah
Khitbah atau yang biasa disebut dengan peminangan adalah
menyatakan atau melakukan permintaan untuk perjodohan dari seorang
laki-laki pada seorang perempuan baik secara langsung maupun tidak
dengan perantara seseorang yang dapat dipercaya
10
d. Milka
Milka alalah tradisi yang dilakukan setelah akad nikah dimana
mempelai pria tidak langsung hidup bersama mempelai wanitanya tetapi
ia akan bekerja keras agar nantinya dapat memenuhi kebutuhan istri
secara lahiriyah dan batiniyah. Mereka akan bekerja keras untuk dapat
memenuhi kebutuhan isteri dan untuk mempersiapkan acara puncak
resepsi pernikahannya kelak.
G. Kerangka Teori
Walimatul „ursy biasa disebut juga dengan pesta nikah, yaitu suatu
bentuk jamuan makan yang diselenggarakan berkenaan dengan pernikahan.
Biasanya walimatul ‟ursy dilaksanakan setelah melangsungkan akad nikah.
Jamuan ini biasanaya berupa berbagai macam makanan atau hiburan yang
ditujukan kepada para tamu undangan yang hadir sebagai bentuk rasa syukur
atas pernikahan antara mempelai pria dan wanita. Selain sebagai bentuk dari
rasa sukur walimah juga dimaksudkan untuk memberi tahukan kepada para
tetangga, saudara dan masyarakat sekitar bahwa pasangan suami dan isteri
tersebut sudah resmi menikah.
Pelaksanaan resepsi pernikahan diantaranya didasarkan atas sabda
Rasulullah saw.
11
ا خعب علي مم عو ا ى ا و ص ه طاظمة كا كا ر
البد نوعرس من وم مة ه ا ل .و
Artinya:
“Tatkala „Ali meminang Fatimah Ra. ia berkata, Rasulullah saw.
bersabda „sesungguhnya merupakan keharusan bagi pengantin untuk
menyelenggarakan walimah‟”.
Sekalipun secara tekstual hadits tersebut menyiratkan keharusan untuk
menyelenggarakan waliamah, para ulama fiqih berbeda pendapat mengenai
hukum pelaksanaan walimah ini.
Sebagian ulama berpandangan bahwa melaksanakan resepsi
pernikahan hukumnya wajib, karena berdasarkan atas sabada Nabi saw.
Kepada abdurrahman:
حن بن عن اوس بن مال ان اميب ص رآى عا ى عبد امر
جت امرآة و ص ه ان حزو فرة طلا ما ذا؟ كا ي ر عوف اثر
. اومم و مو ب ب. كا طبارك ص ه ل شاة عا ى وزن هواة من ذ
Artinya:
Dari Anas bin Malik, bahwasanya Nabi SAW melihat ada bakas
kuning-kuning pada „Abdurrahman bin „Auf. Maka beliau bertanya, “Apa ini
?”. ia menjawab, “Ya Raulullah, saya baru saja menikahi wanita degan mahar
seberat biji dari emas”. Maka beliau bersabda, “Semoga Allah
memberkahimu. Selenggarakan walimah meskipun (hanya) dengan
(menyembelih) seekor kambing”. (HR. Muslim)
12
Tetapi berdasarkan atas sabda Nabi saw:
كة وى امز ميس ف امما حقي
“Tidak ada kewajiban (hak) pada harta kecuali zakat”. Maka sebagian
ulama menganggap bahwa pelaksanaan walimah hukumnya sunnah.
Sementara itu mayoritas ulama ahli sunnah berpendapat bahwa hal itu sunnah
muakkadah (sangat dianjurkan) (Zenrif, 2008: 75-76).
Sedangkan secara umum dapat diketahui bahwa walimatul „ursy
merupakan acara makan bersama para tamu undangan sebagai tanda rasa
sukur yang diselenggarakan setelah akad nikah. Untuk bahan makanan yang
di hidangkan harus baik dan halal jika mampu maka dapat menyembelih
hewan ternak seperti kambing atau sapi.
Jika seseorang tidak mampu mengadakan walimah dengan cara
menyembelih hewan ternak, maka ia dapat menggantinya dengan makanan –
makanan yang dapat ia sediakan, meskipun tanpa daging (Al-Shabbagh, 1991:
73).
Perlu diperhatikan bahwa dalam menyelanggarakan walimah tidak
boleh secara berlebihan karena agama mengajarkan untuk tidak berperilaku
boros dan berlebihan terhadap apapun.
13
Mengadakan walimah seadanya tanpa harus menyembelih hewan
qurban tidak akan menjadi masalah, sebagai mana hadits riwayat Anas, ia
berkata:
بي خيب واممديية ثالث بن ل و عو ا ى ا آكام اميب
، طما كن طيا ل وهميخ طدعوت اممسومي ا فية بت حي ب عو
من من خب وال محم، آمر لهعاع طأملى با من امخمر والكط وامس ب
طاكهت وم مخ
Artinya:
“Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam pernah berdiam selam tiga malam
di daerah antara Khibar dan Madinah ketika memboyong Shafiyyah binti
Huyay. Lalu aku mengundang kaum muslim untuk menghadiri walimahnya.
Dalam walimah tersebut tidak ada roti dan daging. Beliau menyuruh
membentangkan tikar kulit, lalu diletakkan diatasnya buah kurma, susu kering
dan samin. Demikianlah walimah beliau pada saat itu”.
Dari hadits-hadits diatas mengadakan walimah tidak hanya harus
dengan menyembelih kambing sebagai batas minimal mengadakan walimah.
Sebagaimana hadist diatas yang mengatakan bahwasanya Nabi mengadakan
walimah tanpa adanya daging. Ini menunjukan bahwa urusan walimah
bersifat fleksibel menurut kemudahan suami. Hanya saja tidak boleh sampai
kepada batas berlebih-lebihan dan tabzir (al-Hamd, 2012: 153-154).
14
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan
yuridis sosiologis yang secara umum bersifat deskriptif. Deskriptif disini
adalah untuk mendapatkan gambaran yang baik dan jelas serta dapat
memberikan data secara cermat tentang objek yang diteliti. Dengan
maksud untuk mendapatkan semua hal yang berkaitan dengan uang panaik
dalam pernikahan kalangan suku bugis.
2. Lokasi dan Subjek Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di daerah Wiraska Distrik Wanggar
Kabupaten Nabire Papua dengan subjek penelitian yaitu pasangan
pengantin antara suku bugis dan jawa. Penelitian ini dilakukan di Nabire
Papua karena peneliti lahir dan besar disana dan selama peneliti hidup
disana banyak pendatang dari berbagai macam daerah salah satunya suku
bugis yang melaksanakan pernikahan menurut adatnya yang sedikit
berbeda dengan aslinya. Salah satu adat atau kebiasaan yang masih ada
disana adalah tradisi uang panaik yang menurut peneliti sangat menarik
karena uang panaik tersebut dianggap merupakan suatu bentuk persyaratan
untuk mennikahi anak perempuan mereka. Sedangkan untuk subjek yang
menjadi penelitian penulis adalah pasangan suami istri Najib dan Eka yang
menikah di Nabire dan juga pasangan ibu Suarti dan bapak Muktar yaitu
orang yang menikah di makasar dan sekarang sudah menetap di Nabire.
15
Berdasarkan kejadian tersebut peneliti memutuskan untuk meneliti dilokasi
tersebut.
3. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang di peroleh dari sumber-sumber
primer, yakni smber asli yang memuat informasi atau data tersebut
(Amirin, 1990:132) data primer tersebut adalah:
Informan
Infoman adalah orang yang di manfaatkan untuk memberikan
informasinya tentang situasi dan kondisi latar belakang peneliatian.
Jadi seorang informan harus mempunyai banyak pengalaman tentang
latar belakang penelitian. Seorang informan berkewajiaban secara
sukarela menjadi anggota penalitian walaupun hanaya bersifat
informan.sebagai anggota dengan kebaikannya dan denagan
kesukarelaannya ia dapat memberi pandanagan dari segi orang dalam,
tentang nilai-nilai, sikap, bangunan,peroses dan kebudayaan yang
menjadi latar penelitian setempat (Moelong, 2002: 90). Dalam
penelitian ini adalah pasangan suami istri di Nabire yang mana
melaksanakan proses tradisi uang panaik tersebut.
16
b. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber yang
bukan asli memuat informasi atau data tersebut (Amirin, 2002: 132).
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling
efektif adalah melengkapinya dengan format atau blangko
pengamatan sebagai instrument. Format yang disusun berisi item-item
tentang kejadian dan tingkah laku yang digambarkan akan terjadi
(Arikunto, 2006: 299).
Dalam hal ini penulis melakukan observasi dengan cara ikut
mendampingi proses pelaksanaan pernikahan pasangan suami istri
tersebut, dan penulis juga mengamati bagaimana proses pelaksanaan
tradisi uang panaik.
b. Wawancara
Wawancara adalah sebuah dialog yang dialakukan oleh
pewawancara untuk memperoleh infrmasi dari terwawancara
(Arikunto, 1998: 145).
Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan
pasangan suami istri, orang tua dan juga keluarga mereka tentang
17
proses pelaksanaan resepsi pernikahan yang dilaksanakan. Dalam hal
ini yang akan ditanyakan penulis adalah seperti bagaimana proses
pelaksanaan uang panaik, cara menentukan dan alasan meminta uang
panaik tersebut
5. Analisis Data
Setelah data terkumpul kemudian data tersebut dianalisis
seperlunya agar diperoleh data yang matang dan akurat. Dalam
penganalisahan data tersebut penulis menggunakan analisis kualitatif
yaitu analisis untuk meneliti kasus setelah terkumpul kemudian
disajikan dalam bentuk uraian (Moeloeng, 2011:288). Dalam
penelitian ini metode yang digunakan untuk menganalisis data
penelitian adalah secara deskriptif. Dimana akan digambarkan
terlebih dahulu bagaimana awal mula terjadinya proses tradisi uang
panaik di Nabire Papua dan bagaimana proses berlangsungnya tradisi
uang panaik tersebut. Kemudian diakhiri dengan kesimpulan
bagaimana proses penentuan uang panaik dan juga bagaimana
pandangan Islam tetang uang panaik tersebut. Sehingga mendapat
gambaran yang jelas mengenai masalah yang diteliti dalam penelitian
ini.
6. Pengecekan Keabsahan Data
Keabsahan data merupakan hal yang sangat penting dalam
penelitian, karena dari data itulah nantinya akan muncul beberapa
18
fakta. Fakta-fakta ini nanti digunakan penulis sebagai bahan
pembahasan. Untuk memperoleh keabsahan temuan, penulis akan
menggunakan teknik-teknik kehadiran peneliti dilapangan, pelacakan
kesesuaian dan wawancara. Jadi temuan data tersebut dapat diketahui
keabsahannya.
I. Sistematika penulisan Penelitian
Untuk memberikan kejelasan dan ketetapan dalam pembahasan dalam
menyusun proposal ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan
penelitian yang terdiri atas 5 bab sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka
teori, metodologi penelitian dan sistematika penulisan penelitian.
Bab II Tinjauan umum tentang konsep tradisi nikah, yaitu terdiri dari
tahap-tahap proses tradisi pernikahan meliputi ta‟aruf, khitbah, dan walimatul
„ursy sedangkan dalam tradisi Arab terdapat tambahan yaitu milka, laylat al-
hena dan zawaj
Bab III Peroses panaik dalam suku bugis, yaitu meliputi tentang
bagaimana munculnya masyarakat bugis di Nabire dan apa yang dimaksud
dengan uang panaik dan bagaimana prosesnya
Bab IV Bagaimana cara menentukan uang panaik dan uang panaik
dalam perspektif hukum Islam, yaitu berisi tentang apa saja kriteria yang
19
mempengaruhi besar kecilnya uang panaik dan bagaimana pandangan Islam
terhadap tradisi uang panaik.
Bab V Penutup ini berisi kesimpulan dan saran-saran yang diperoleh
dari hasil penelitian untuk kemajuan objek penelitian.
20
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG TRADISI PERNIKAHAN
A. Tradisi Pernikahan Dalam Islam
Manusia merupakan makhluk sosial jadi secara naluri manusia akan
mencari pasangan hidup untuk memenuhi kebutuhan biologis dan
melanjutkan keturunan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dalam Islam
diwajibkan untuk melaksanakan pernikahan. Pernikahan adalah suatu hal
yang dianggap sakral dan istimewa dalam kehidupan seseorang. Maka dari
itu, muncul berbagai macam tradisi yang berbeda-beda disetiap negara atau
bahkan daerah.
Tradisi nikah adalah sebuah bentuk acara pernikahan yang dilakukan
oleh dua orang pasangan calon sumi istri untuk meresmikan ikatan mereka.
Acara tersebut biasanya berbeda-beda setiap daerah mengikuti adat dan
budaya masing-masing sehingga menjadi kebiasaan dan tradisi turun temurun.
Dalam Islam terdapat tahap-tahap proses tradisi pernikahan yaitu
ta,aruf, lalu dilanjutkan dengan khit‟bah, lalu masuk ke prosesi akad nikah,
keudian dilanjutkan denagan prosesi walimatul „Urs.
1. Ta’aruf
Ta‟aruf menurut bahasa berarti “berkenalan” atau “saling mengenal”.
Arti ta‟aruf sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu kata ta‟aarafa. Secara
sederhana arti ta‟aruf itu mirip dengan makna berkenalan. Berkenalan disini
21
sama dengan cara kita berkenalan seperti biasa misalnya saat kita berkenalan
dengan orang saat di bis atau ketika diruang tunggu. Hal ini sesuai dengan
firman Allah Surat Al-hujarat ayat 13:
ن خولاك من ذكر وآهث وجعوياك شعوب وكبائل ا امياس ا ي آي
عومي خبي ن ا آثلاك ا ن آكرمك عيد ا
مخعارطوا ا
Artinya:
Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikankamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Ta‟aruf merupakan suatu langkah awal bagi seorang pria atau wanita
untuk untuk mencari pasangan hidup. Ta‟aruf disini bisa dilakukan dengan
berusaha sendiri mencari atau bisa juga dengan bantuan orang tua atau
saudara dekat untuk membantu mencarikan pasangan. Hal ini perlu dilakukan
untuk saling mengetahui sifat dan tingkah laku masing-masing, denagan
saling mengenal dan memahami diharapkan nantinya tidak terjadi kesalah
pahaman atau bahkan pertengkaran ketika kelak mereka sudah menikah.
Dalam Islam ta‟aruf berarti suatu tindakan pengenalan dan
pendekatan terhadap calon pasangan yang dilakukan sebelum malaksanakan
pernikahan. Tujuan ta‟aruf adalah mengetahui kriteria calon pasangan. Pada
umumnya, laki lah yang biasnya menjadi inisiator ta‟aruf. Sedangkan posisi
perempuan hanya dipilih. Jika laki-lakinya merasa cocok dan keluarga
22
perempuna juga cocok maka kebanyakan mereka sepakat untuk
melangsungkan pernikahan (Thobroni, 2010: 75-76).
Ta‟aruf tentunya sangat berbeda dengan yang namanya pacaran,
dimana ta‟aruf lebih serius untuk mengetahui dan mengenal masing-masing
calon dengan tujuan untuk menikah dan membentuk keluarga yang sakinah,
mawadah dan rahmah. Sedangkan untuk pacaran sendiri notabenya
berindikasi pada niatan yang tidak baik dan hanya berdasarkan pada hawa
nafsu seperti halnya hanya ingin untuk bersenang-senang atau berbagai
macam modus seperti ingin mendapatkan sesuatu dari pasangan tersebut dan
atau bahakan yang lebih parah yaitu hanya untuk mendapatkan sex bebas.
Maka dari itu agama Islam sangat menganjurkan untuk melakukan
ta‟aruf sebelum menikah agar kelak ketika sudah berumah tangga tidak kaget
dengan pasangannya karena sudah mengetahui hal-hal atau kebiasaan
pasangan masing-masing dan juga dapat menjaga keharmonisan keluarga
kelak katika sudah menikah.
Sebagai laki-laki dalam mencari calon pasangan tidak dianjurkan
untuk asal memilih menurut hawa nafsu. Ada beberapa kriteria yang harus
diperhatikan dalam mencari calon pasangan sesuai dengan hadits Nabi yang
diriwayatkan oleh imam Bukhari dan imam Muslim dari Abu Hurairah r.a.
yang berbunyi:
23
ينا طاػفر بذات با ومجماما ول ثيكح اممرآة لربع مماما ومحس
ين حربت يداك ال
Artinya :
“Seorang wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya,
keturunannya, kecantikannya dan karena agamanya, maka pilihlah karena
agamanya niscaya kamu beruntung”.
Dalam hadits diatas walaupun harta yang disebutkan pertama dari 4
kriteria tersebut tetapi diakhi kalimat ditegaskan untuk mengutamakan
agamanya terlebih dahulu jika ingin beruntung dengan kehidupan yang
berbahagia ketika sudah berkeluarga. Arti dari agama disini tidak hanya
beragam Islam saja tetapi harus yang berakhlak baik dan amanah terhadap
pasangannya, sehingga dapat bersamama membangun keluarga dan mencari
pahala dalam rangka untuk mendapatkan ridho Allah SWT.
Dengan memilih calon isteri yang baik secara agama dan akhlak
perilakunya maka diharapakan akan dapat saling mengingatkan dan dapat
menjaga amanah dari suami ketika sedang bekerja dan tidak dapat bertemu
dalam waktu dekat. Sangat penting dalam memilih calon pasangan hidup,
karena dia lah yang nantinya akan mendampingi kita hingga akhir hayat kita,
oleh karena itu sangat dianjurkan untuk mengutamakan agamanya kemudian
baru diikuti dengan hartanya, keturunannya dan kecantikannya hal ini kerena
agama akan menjadi pondasi utama dalam membangun suatu keluarga yang
sakinah, mawaddah dan rahmah.
24
Bagi para wali atau yang secara hukum menjadi wali bagi si
perempuan yang ingin mencarikan jodoh bagi anak perempuannya, Nabi juga
mengajarkan dalam hadits yang diriwayatkan dari imam Turmudzi dari abi
Hatim Al-Muzan yang artinaya: “Apabila datang kepadamu laki-laki yang
kamu rasakan mantap karena kekuatan agama dan kebaikan akhlaknya,
nikahkan lah dia dengan anak perempuanmu; apabila kamu tidak
menerimanya, akan terjadi bencana dan kerusakan di muka bumi” (Basyir,
1996: 15).
Dari hadits diatas dijelaskan bahwa bukan hanya laki-laki saja yang
harus mencari dan menentukan perempuan yang ingin dinikahi, disana
dijelaskan bahwa sebagi wali dari perempuan yang sudah dewasa dan
berkecukupan dari segi umur dan mental wali tersebut harus membantu
mencari atau menyeleksi para laki-laki yang ingin melamar perempuan
tersebut. Ciri-ciri laki-laki yang dianjurkan oleh nabi dalam hadist tersebut
adalah yang beragama kuat dan berakhlak mulia
Dengan menyerahkan anak perempuan mereka kepada seorang pria
yang beragama kuat dan berakhlak mulia maka diharapkan anak perempuan
mereka nanti akan dibimbing ke dalam kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Seorang pria yang beragama kuat akan menjaga diri mereka sendiri dari
berbagai macam godaan yang dapat merusak ikatan pernikahan mereka ketika
ia sedang bekerja dan berada jauh dari keluarga.
25
2. Khit’bah
Kata khitbah berasal dari bahasa Arab yaitu, khatabah yang berarti
“permintaan kepada seseorang wanita untuk dinikahi”. Peminangan dalam
istilah fiqih disebut khit‟bah yang mempunyai arti peminangan. Menurut
istilah mempunayi arti menunjukan (menyatakan) permintaan untuk
perjodohan dari seorang laki-laki pada seorang perempuan baik secara
langsung maupun tidak dengan perantara seseorang yang dapat dipercaya
(Mardani, 2011: 9).
Apabila dalam masa ta‟aruf sukses dan terdapat banyak kecocokan
antara kedua belah pihak dan si pria sudah yakin maka laki-laki tersebut dapat
melakukan khit‟bah atau dalam bahasa Indonesia disebut peminangan atau
lamaran. Sangat dianjurkan seorang lelaki muslim untuk meminang calon
isterinya terlebih dahulu sebelum mengajuk untuk menikah, karena
dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain. Hal ini dikerenakan Islam
melarang seorang laki-laki untuk meminang seorang wanita yang sedang
dipinang oleh orang lain.
Pada saat peminangan dibolehkan untuk laki-laki yang meminang
tersebut untuk melihat perempuan yang kelak akan dinikahinya tersebut.
Sedangkan untuk batas-batas yang boleh dilihat oleh laki-laki tersebut
terdapat berbagai macam pendapat dari para ulama, ada yang berpendapat
hanya boleh melihat muka dan telapak tangannya saja ada juga yang
berpendapat boleh meliahat sealain wajah dan telapak tangannya seperti
26
rambut betis dan sebagainya. Hal ini didasari pada sabda Rasulullah saw.
yang artinaya “Apabila seseorang dari kalian meminag perempuan, maka
jika memungkinkan melihat kepada apa yang mendorongnya untuk
menikahinya, maka lakukanlah, sebab yang demikian itu lebih menjamin
kelanggengan hubungan diantara mereka berdua.
Saat seorang pria ingin meminang wanita yang dicintainya, maka pria
tersebut harus datang kepada wali dari wanita tersebut untuk meminangnya.
Ketika seorang wali menerima seorang pria yang ingin meminang anak
perempuannya maka wali tersebut harus selektif kepada para pria yang ingin
melamar anak perempuannya. Sebagaimana sabada rasulullah saw.
ال ثفعووا حكن طذية ، ا طاىكحو وخول ذا جاءك من حرضون ديي
ا
وطساد كبي ف الرض
Artinaya:
“jika datang kepada kalian seorang yang kalian ridhai agama dan
akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan anak kalian). Jika tidak, maka akan
terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.”
Dalam hukum Islam terdapat aturan tentang siapa yang boleh dipinang
dan siapa yang tidak boleh dipinang. Sesuai dengan yang telah disebutkan
dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 12 mengatur tentang seseorang yang
boleh dan tidak boleh dipingan adalah:
27
a. Peminangan dapat dilakukan terhadap sorang wanita yang masih
perawan atau terhadap janda yang telah habis masa iddahnya.
b. Wanita yang ditalak suami yang masih berada dalam masa iddah
raj‟iah, haram dan dilarang untuk dipinang.
c. Dilarang juga meminang wanita yang sedang dipinang pria lain,
selama pinangan tersebut belum putus atau belum ada penolakan dari
pihak wanita.
d. Putusnya pinangan untuk pria, karena adanya pernyataan tentang
putusnya hubungan pinangan atau secara diam-diam. Pria yang
meminang telah menjauhi dan meninggalkan wanita yang dipinang.
Wanita yang akan menerima lamaran harus berdasarkan keinginan
sendiri untuk mencari pahala dan keberkahan dalam pernikahan tersebut tanpa
ada paksaan dari manapun baik itu orang tua, saudara atau pihak manapun.
Hal ini diperlukan unutuk meningkatkan keharmonisan keluarga dikemudian
hari tapi bukan berarti keluarga lepas tangan dalam menentukan calon
menantunya keluarga terutama orang tua harus menyaring calon menantunya.
Dalam hal ini Rasululah saw. mengajarkan dalam haditsnya yang
diriwayatkan dari Abi Hurairah r.a. Nabi bersabda, “janganlah kamu nikahi
seorang janda hingga dia setuju dan janganlah nikahi seorang gadis sampai
dia memberi izin.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana izin seorang gadis?”
Nabi menjawab, “Jika ia diam”.
28
Dari Al-Khansa binti Khadam, bahwa ayahnya menikahkannya dengan
seseorang tanpa persetujuannya padahal ia seorang janda. Rasulullah
mendatanginya dan membatalkan pernikahan itu. Hadits ini diriwayatkan oleh
banyak perawi kecuali Muslim.
Dari Ibnu Umar r.a., Rasulullah bersabda, “Anak-anak perempuan
adalah urusan para ibunya.”
Tidak diragukan lagi, hal ini menunjukan keindahan petunjuk Nabi
saw. karena para ibu adalah orang terdekat, dan yang mengatahui
kecenderungan hati putrinya (Kisyik, 1996:42).
Khitbah sangat dianjurkan dalam Islam karena memilik beragam
hikmah dan manfaat yang akan didapatkan apabila dilaksanakan sebelum
melaksanankan akad nikah.
Akad nikah untuk selamanya dan sepanjang masa bukan untuk
sementara. Salah satu dari kedua calon pasangan hendaknya tidak
mendahulukan ikatan pernikahan yang sakral terhadap yang lain kecuali
setelah diseleksi benar dan mengetahui secara jelas tradisi calon teman
hidupnya, karakter, prilaku, dan akhlaknya sehingga keduanya akan dapat
meletakkan hidup mulia dan tentram, diliputi suasana cinta, puas, bahagia,
dan ketenangan.ketergesaan dalam ikatan pernikahan tidak mendatangkan
akibat kecuali keburukan bagi kedua belah pihak atau salah satu pihak. Inilah
diantara hikmah diisyaratkan khitbah dalam Islam untuk mencapai tujuan
yang muliadan impian yang agung (Azzam, 2009: 9-10).
29
3. Aqad Nikah
Setelah melakukan lamaran kepada keluarga calon pengantin dan
apabila disetujui maka kedua belah keluarga akan menentukan acara
pengikraran atau yang biasa disebut akad nikah.
Sebelum melakukan akad nikah ada beberapa rukun dan syarat yang
harus dipenuhi. Menurut Jumhur Ulama rukun perkawinan itu ada lima, dan
masing-masing rukun mempunyai syarat-syarat tertentu yaitu:
1. Calon suami, syarat-syaratnya:
a. Beragama Islam
b. Laki-laki
c. Jelas orangnya
d. Dapat memberikan persetujuan
e. Tidak terdapat halangan perkawinan
2. Calon istri, syarat-syaratnaya:
a. Beragama Islam
b. Perempuan
c. Jelas orangnya
d. Dapat dimintai persetujuannya
e. Tidak terdapat halangan perkawinan
3. Wali nikah, syarat-syaratnya:
a. Laki-laki
b. Dewasa
30
c. Mempunyai hak perwalian
d. Tidak terdapat halangan perwaliannya.
4. Saksi nikah, syarat-sayaratnya:
a. Minimal dua orang laki-laki
b. Hadir dalam ijab qabul
c. Dapat mengerti maksud akad
d. Islam
e. Dewasa
5. Ijab Qabul, syarat-syaratnaya:
a. Adanya pernyataan mengawinkan dari wali
b. Adanya pernyataan menerima dari calon mempelai
c. Memakai kata-kata nikah, tazwij atau terjemahan dari kedua kata
tersebut
d. Antara ijab dan qabul bersambungan
e. Orang yang terkait ijab dan qabul tidak sedang ihram haji atau umrah
f. Majelis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimal empat orang yaitu
calon mempelai atau wakilnya, wali dari mempelai wanita, dan dua
orang saksi (Mardani, 2011:10).
Dalam syarat dan rukun diatas sesuai dengan Undang-Undang no 1
tahun 1974 pasal 7 yaitu “perkawinan hanya dizinkan bila pihak pria
mencapai umur 19 ( sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai
usia 16 (enam belas ) tahun” jadi apabila belum mencukupi umur tersebut
pasangan tersebut harus meminta dispensasi nikah ke pengadilan.
31
Sedangkan untuk yang mengahalangi perkawinan juga sudah diatur
dalam Undang-Undang no 1 tahun 1974 pasal 8 yaitu “perkawinan dilarang
antara dua orang yang:
1. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau lurus
ke atas.
2. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyimpang yaitu antara
saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang
dengan saudara neneknya.
3. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak
tiri.
4. Berhubungan dengan susunan, anak susunan, saudara dan bibi/ paman
susunan.
5. Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan
dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang.
6. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain berlaku
larangan kawin.
Sedangkan untuk perwalian dalam praktik kehidupan saat ini, dikenal
ada pendapat yang berbeda dalam menetapkan hukum wali dalam pernikahan.
Sebagian ulama mengatakan bahwa wali adalah syarat nikah dan mereka
berpendapat bahwa wanita sama sekali tidak boleh menikahkan dirinya
sendiri, sebagaimana hadits dari Nabi yang artinya:”Barang siapa diantara
perempuan yang menikah tanpa seizin walinya maka nikahnya dinyatakan
batal, maka nikahnya dinyatakan batal, maka nikahnya dinyatakan batal.
32
(HR. Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah). Kemudian dalam riwayat lain
Aisyah berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada nikah kecuali
dengan wali, dan sultan (penguasa) adalah wali bagi orang yang tidak
mempunyai wali.”(HR.Ahmad). Ibnu Mundzir mengatakan bahwa dia tidak
mengetahui seorangpun dari sahabat-sahabatnya yang memiliki pendapat
yang berbeda dengan pendapat tersebut.
Imam Abu Hanifah beserta murid-muridnya, berpendapat lain. Mereka
berpendapat bahwa perempuan berhak mengawinkan diri sendiri walaupun
tanpa minta restu ayah dan wali terlebih dahulu, asalkan calon suami sekufu
dengannya. Menurut mereka, hadits-hadits diatas dinilai tidak sah. Mereka
beralasan bahwa dalam Al-Qur‟an selalu dinisbahkan kepada perempuan itu
dan bukan pada wali seperti firman Allah SWT.,
ذا ن ا ن آن ييكحن آزواج ساء طبوغن آجون طال ثعضوو لت ام ذا ظو
وا
و من كن مك يؤمن ب ل يوعغ ب ام وم حراضوا بينم بممعروف ذ
يعل وآهت ال ثعومون مك آزك مك وآظر وا الخر ذ
Artinya:
Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya,
maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan
bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara
yang ma‟ruf. Itulah yang dinasehati kepada orang-orang yang beriman
diantara kamu kepada Allah dan hari kemudian, itu lebih baik bagimudan
lebih suci. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui. (Q.S. Al-
Baqarah : 232)
Demikian juga dalam firmannya yang lain
33
Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat
terhadap diri mereka menurut yang patut. (Al-Baqarah : 234)
Dalam ayat-ayat diatas, kata nikah selalu disandarkan kepada
perempuan, bukan kepada wali. Bahkan, oleh Al-Qur‟an wali dilarang
menghalangi perempuan menikah dengan lelaki yang disukai. Perkawinan itu
merupakan hak perempuan sepenuhnya dan ia layak menangani secara
langsung tanpa meminta restu terlebih dahulu kepada wali.
Karena itu nikah yang dilakukan tetap dinyatakan sah. Hanya saja,
Abu Hanifah mensyaratkan perempuan yang boleh mengawinkan diri sendiri,
calon suaminya harus sekufu dengannya. Kalau ternyata calon suami tidak
sekufu maka wali berhak membatalkan pernikahan itu (Takariawan 2009 :
108-109).
Dalam rukun dan syarat diatas terdapat ijab qabul, maksud dari ijab
dalam akad nikah seperti ijab dalam berbagai transaksi lain, yaitu pernyataan
yang keluar dari salah satu pihak yang mengadakan akad atau transaksi,
baikberupa kata-kata, tulisan atau isyarat yang mengungkapkan adanya
keinginan terjadinya akad, baik salah satunya dari pihak suami atau dari pihak
istri. Sedangkan qabul adalah pernyataan yang datang dari pihak kedua baik
berupa kata-kata, tulisan atau isyarat yang mengungkapkan persetujuan dan
ridhanya (Azzam, 2009:59).
Dalam pengucapan ijab qabul dianjurkan untuk diucapakan secara
lancar dan jelas dalam satu tarikan nafas dan tanpa diselingi kata-kata yang
tidak ada hubungannya dengan perkataan ijab qabul tersebut. Hal ini juga
34
dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 27 yang berbunyi “ijab dan
kabul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas dan tidak berselang
waktu”. Kemudian juga diatur pengucapan ijab qabul dalam pasal 29
Kompilasi Hukum Islam yaitu:
1. Yang berhak mengucapkan kabul ialah calon mempelai secara
pribadi.
2. Dalam hal-hal tertentu ucapan kabul nikah dapat diwakilkan
kepada pria lain dengan ketentuan calon mempelai pria member
kuasa yang tegas secara tertulis bahwa penerimaan wakil atas akad
nikah itu adalah untuk mempelai pria.
3. Dalam hal calon mempelai wanita atau wali keberatan calon
mempelai pria diwakili, maka akad nikah tidak boleh
dilangsungkan.
Pernikahan harus diniati untuk selamanya jadi, dalam pengucapan
shighat yang digunakan dalam akad nikah hendaknya selamnya, tidak boleh
dibatasi waktunya dengan dengan pemabtasan tertentu, baik dalam waktu
panjang atau lama maupun waktu pendek atau sebentar. Pembatasan waktu
dalam pernikahan dengan pembatasan waktu tertentu akan membatasi
pemanfaatan seksual, dan ini bukan tujuan asal dari pernikahan. Tujuan
pernikahan yang asal adalah ketenangan, cinta, kasih sayang, memelihara
keturunan, meningkatkan keturunan, gotong royong dalam kehidupan dan
kebersamaan dalam keadaan senang dan sedih. Pernikahan yang dibatasi
waktu misalnya adalah perkataan seorang laki-laki kepada wanita: ”Nikahkan
35
aku dalam waktu satu bulan dengan mahar sekian”. Wanita itu menjawab:
“Aku terima”. Ijab qabul tersebut dilakukan dihadapan para saksi yang telah
menyampurnakan syarat (Azzam, 2009: 80).
4. Walimatul ‘Ursy
Secara bahasa, walimah berarti sempurnanya dan berkumpulnya
sesuatu, sedangkan arti walimah menurut syara‟ adalah sebutan untuk
hidangan makanan pada saat pernikahan. Ibnu Al-Arabi berkata, “dikatakan
aulama ar-rajulu tatkala telah menyatu antara akal pikiran dan tingkah
lakunya, dan dikatakan pada ikatan (walam) karena menyatukan sebelah kaki
dengan kaki yang lain, kemudian nama walimah berubah menjadi sebutan
khusus untuk hidangan makanan saat nikah, dan tidak bisa diartikan pada
hidangan selain pesta pernikahan (Takariawan, 2009: 130-131).
Setelah melangsungkan akad nikah biasanya dilanjutkan dengan acara
walimatul „ursy, yaitu pesta nikah yang dilaksankan oleh keluarga pasangan
pernikahan sebagai bentuk rasa syukur juga untuk memberi tahu tetangga,
kerabat, dan kelarga jauh bahwa mereka telah melangsungkan pernikahan.
Walimah merupakan sunah yang sangat dianjurkan oleh nabi sesuai
dengan sabda dari nabi Muhammad saw. dari Buraidah bin Khasnif, ketika
Ali meminang Fatimah r.a., ”Perkawinan harus membuat walimah.”
Selanjutnya Sa‟ad berkata, “Saya akan menyumbang seekor kambing”.
Sedangkan yang lain menyambut, “Saya akan menymbang gandum sekian-
36
sekian”. Dalam riwayat lain, “Maka terkumpullah dari kelompok kaum
Anshar sekian gantang gandum.”(HR. Ahmad dan Ath-Thabrani)
Dari riwayat diatas dapat diketahui bahwa walimah sangat dianjurkan
untuk dilaksanakan. Dalam menjamu tamu undangan juga tidak perlu terlalu
berlimpah atau mewah sebab nabi juga hanya memotong seekor kambing dari
sumbangan sahabatnya. Hal ini terus dilanjutkan hingga sekarang dimana
ketika ada tetangga yang melangsungkan pesta nikah maka tetangga tersebut
akan membantu dengan cara menyumbang entah itu bumbu, daging atau
tenaga hal ini juga berlaku apabila orang tersebut melangsungkan pesta nikah.
Perlu diketahui bahwa tujuan dari mengadakan acara resepsi
pernikahan atau waliamah adalah untuk memberi tahu atau mengumumkan
kepada tetangga sekitar, kerabat, dan sanak saudara bahwa pasangan yang
mengundang tersebut telah menikah. Jadi tidak perlu melakukannya secara
berlebih-lebihan sebab intinya hanya untuk memberi tahukan bahwa mereka
telah menikah, nabi pun member contoh hanya dengan menyembelih seekor
kambing.
Dalam menyelenggarakan walimah hendaknya perlu diperhatikan
untuk tidak memunculkan unsur kemaksiatan di dalamnya. Pernikahan adalah
prosesi ibadah. Oleh karena itu, tidak boleh menghadirkan kemaksiatan di
dalam setiap langkah dan tahapannya.
Walimah yang merupakan salah satu rangkaian ibadah dalam
pernikahan harus dibersihkan dari anasir kesyirikan dan kemaksiatan dalam
37
acara, penampilan pengantin, dekorasi dan perhiasan, maupun dalam
hidangannya. Apabila terdapat kemaksiatan di dalamnya, akan merusak nilai
ibadah dari walimah tersebut. Demikian pula, para tamu tidak diperbolehkan
menghadiri undangan yang jelas-jelas dalam acara walimah tersebut
mengandung kemaksiatan.
Rasulullah saw. Bersabda,
وام وم الخر طال يلعد عا ى مائدة يدار ع ويا من كن يؤمن ب
امخمر
Artinya:
Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, janganlah
duduk di meja makan yang menghidangkan minuman keras. (HR. Tirmidzi,
Ahmad, dan lain-lain)
Contoh kemaksiatan dalam resepsi walimah adalah menghadirkan
penari perempuan yang menampakkan aurat dan menari-nari di hadapan para
tamu baik laki-laki maupun perempuan dengan gerakan-gerakan tubuh yang
sensual. Selain itu, juga menghidangkan makanan yang tidak halal,
menyediakan area untuk judi, dan lain sebagainya (Takariawan, 2009: 132-
133).
Mengahadiri undangan walimah adalah wajib hukumnya bagi yang di
undang karena dengan menghadiri acara walimah tersebut kita dapat
menunjukkan perhatian, memeriahkan, dan mengembirakan orang yang
mengadakan acara walimahan tersebut.
38
ل اموهمية طو أتاذا دعى آحدك ا
ا
“Jika salah seorang diantara kalian diundang walimah, maka
hadirilah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Adapun mengahdiri undangan selain walimah, maka menurut Jumhur
Ulama dianggap sebagai sunnah muakkadah.
Sebagai goliongan Syafi‟i berpendapat adalah wajib. Tetapi Ibnu
Hazm menyangkal, bahwa pendapat ini dari Jumhur sahabat dan Tabi‟in.
karena hadits diatas memberi pengertian wajibnya menghadiri undangan
pernikahan.
Dalam Fathul-Bari Al Hafidh berekata: syarat undangan yang wajib
didatangi adalah:
1. Pengundang adalah mukallaf, merdeka dan sehat akal.
2. Tidak khusus buat orang-orang kaya saja, sedangkan yang miskin
tidak.
3. Tidak hanya tertuju kepada orang yang disenangi dan dihormati
saja
4. Pengundangnya beragama Isalam, demikianlah pendapat yang
lebih sah.
5. Khusus hari pertama, demikianlah pendapat yang terkenal.
39
6. Belum didahului oleh undangan lain. Kalau ada undangan lain,
maka yang pertama wajib didahulukan
7. Yang diundang tidak ada uzur.
Baghawi berkata:”undangan yang ada uzur, atau tempatnya jauh
sehingga memberatkan, maka boleh tidak usah hadir.” (Sabiq 1981: 185-186).
Rasulullah SAW. menganjurkan untuk memnuhi undangan yang
mengundang, baik undangan walimah urs atau lainnya karena hal itu
menyebabkan bersatunya hati, kuatnya hubungan dan terbuangnya kebencian.
Ini termasuk tujuan penting Islam untuk membentuk masyarakat yang kuat
dan salaing mengasihi. Islam menjadikan kesempatan-kesempatan mulia ini
sebagai sebab yang menghilangkan kebencian antar satu individu dengan
lainnya (al-Hamd, 2012: 156)
B. Tradisi Pernikahan Dalam Masyarakat Arab Modern
Dalam tradisi masyrakat Arab sebenarnya hampir sama dengan seprti
yang dijelaskan diatas yaitu ta‟aruf kemudian khit‟bah setelah itu
dilanjutnkan dengan aqad nikah terakhir diakhiri dengan Walimah, akan
tetapi dalam masyarakat Arab terdapat beberapa tahapan setelah aqad nikah
yaitu milka kemudian laylat al-hena dan diakhiri dengan zawaj (Camila,
2013:8).
40
1. Milka
Milka adalah proses resepsi pertama pernikahan. Milka berasal dari
kata malaka yang berarti milik atau memiliki. Disebut milka karena kedua
pasangan pengantin sudah mempunyai rasa saling memiliki satu sama
lainnya, setelah keduanya melewati proses akad nikah.
Milka adalah proses acara yang dilakukan setelah aqad nikah dalam
pelaksanaannya sendiri milka cukup sederhana karena cukup mengundang
keluarga dekat antara kedua belah pihak yang dilaksanakan di kediaman pihak
wanita saja tamunya sendiri yang diundang hanya pihak wanitanya saja.
Setelah prosesi milka pasangan pengantin tidak diperbolehkan untuk bertemu
satu sama lainnya. Mereka tidak diperbolehkan bertemu dalam jangka waktu
yang cukup lama. Ada yang tidak bertemu dalam waktu 3 bulan, 6 bulan, 8
bulan, atau bahkan 1 tahun lamanya. Tujuan dan alasan dari ini semua adalah
agar pengantin laki-laki siap memberikan nafkah secara lahiriyah dan
batiniyah. Mereka berjuang dan bekerja keras agar dapat memenuhi
kebutuhan sang mempelai wanita atau istri. Selain itu juga untuk
mempersiapkan acara puncak yaitu resepsi pernikahan. Karena acara puncak
tersebut dilakukan secara megah dan mewah sehingga membutuhkan dana
yang tidak sedikit (Camila, 2013: 10-11).
2. Laylat Al-hena
41
Laylat al-hena, berasal dari kata lail dan hena, yang berarti malam
hena. Hena adalah sejenis pacar yang biasanya digunakan oleh kaum wanita
untuk menghiasi beberapa bagian tubuhnya (Camila, 2013: 11).
Tradisi ini merupakan sebuah kebiasaan di Arab yang dilakukan oleh
mempelai wanitanya. Acara ini dilakukan di kediaman mempelai wanita dan
hanya dihadiri oleh wanita saja. Dalam acara laylat al-hena mempelai wanita
akan di lukis tangannya dengan tinta khusus semacam tato tapi ini berbeda
dan bisa hilang.
Dalam masyarakat Arab sendiri penggunaan hena diyakini sebagai
simbol bahwa wanita tersebut sudah tidak sendiri lagi atau sudah tidak lajang
lagi. Sehingga sebelum dilangsungkan acra resepsi pernikahan mempelai
wanita akan ditandai dengan dilukis menggunakan hena pada pergelangan
tangan dan kakinya.
3. Zawaj
Zawaj kalau dalam Indonesia adalah acara puncak dalam proses
pernikahan yang biasa disebut dengan acara resepsi pernikahan. Masyarakat
Arab sendiri dalam melaksanakan zawaj atau acara resepsi pernikahan
berbeda dengan yang dilakukan di Indonesia secara umum.
Menurut Camila dalam jurnal ilmiah yang berjudul “tradisi pernikahan
masyarakat Arab Saudi” menjelaskan bahwa Zawaj adalah acara puncak dari
proses tradisi pernikahan yang biasa disebut oleh masyarakat Arab dengan
42
istilah Zawaj. Zawaj berasal dari kata zawwaaj yang berarti pernikahan.
Diadakan oleh keluarga pengantin lelaki. Acara resepsi pernikahan ini dibagi
menjadi dua, acara khusus wanita dan acara khusus pria. Acara resepsi pria
dan wanita ini diadakan di satu gedung yang sama hanya berbeda ruangan.
Proses resepsi pernikahan masyarakat Arab dilaksanakan di dalam
ruangan yang berbeda antara mempelai wanita dan mempelai pria tetapi
masih dalam satu gedung yang sama. Jadi tamunya sendiri akan dipisah antara
tamu pria dan wanita. Penjamuannya sendiri juga berbeda anatara tamu pria
dan wanita.
Jadi dalam menyelenggarakan acara resepsi pernikahannya masyarakat
Arab memiliki perbedaan degan yang biasa kita pahami di Indonesia hal ini
terlihat pada penerimaan tamu mereka dimana para tamu dipisah antara tamu
yang pria dan tamu yang wanita. Hal ini terjadi Karena budaya disana yang
sangat menjaga para wanita mereka seperti halnya dengan menggunakan
pakaian yang sangat tertutup dan menggunakan cadar maka dari itu para tamu
jadi harus dipisah.
Dalam jurnal ilmiah yang berjudul “tradisi pernikahan masyarakat
Arab” Camila menuliskan tentang bagaimana proses pelaksanaan zawaj yaitu,
acara resepsi di tempat wanita dimulai pada pukul 22.00, biasanya tamu mulai
berdatangan menjelang pukul 23.00. Dalam ruangan yang sangat besar dan
mewah sudah disediakan meja-meja pesta beserta kue-kue kecil dan,the dan
kopi. Acara pertama ini disebut Arabic coffee. Selagi para tamu menikmati
43
Arabic coffee para tamu juga disuguhkan dengan nyanyian dan tarian ala
timur tengah, dimana para tamu juga dipersilahkan untuk ikut menari bersama
dengan para tamu-tamu yang lain.
Pada pukul 02.00 dini hari barulah pasangan pengantin keluar
menampakkan diri dihadapan tamu undangan wanita. Mereka keluar dan
menemui para tamu undangan wanita melalui balkon gedung. Ketika diberi
tahu bahwa pengantin lelaki akan keluar semua para tamu wanita akan
kembali mengenakan pakaian/jubah hitam yang bernama abaya beserta
kerudung dan cadarnya. Pada saat menemui para tamu undangan wanita, pada
saat itu pula pengantin laki-laki memasangkan cincin ke jari manis pengantin
perempuan. Setelah itu mereka turun dan berjalan ke pelaminan.barulah
dilaksanakan sesi pemotretan yang dilakukan secara bergiliran, yang dimulai
dari ibu kedaua mempelai, kakak-kakakperempuan, saudara-saudara
perempuan. Setelah sesi pemotretan, dilanjutkan dengan acara hiburan, yaitu
pasangan pasangan pengantin beserta tamu undangan wanita menikmati dan
larut dalam alunan music timur tengah. Mereka menari dan berjoget bersama-
sama.
Setelah melakukan berbagai rangakian acara bersama para tamu
undangan wanita, barualh pengantin laki-laki beranjak dan berpindah tempat
ke ruangan para tamu undangan laki-laki. Pada saat itu juga semua para tamu
undangan wanita melepas pakaian hijabnya. Pada pukul 03.00 dini hari, para
tamu undangan wanita dipersilahkan untuk menyantap hidangan yang telah
44
disediakan. Khususnya untuk tamu undangan wanita, makanan yang disajikan
dalam bentuk prasmanan.
Acara berbeda lagi yaitu di tempat pria, dimulai pada pukul 10.00
malam. Di ruangan yang terpisah dari tempat wanita tetapi tetap di tempat
yang sama, para tamu undangan laki-laki datang dan langsung menemui
pengantin pria. Para tamu menyalami, memeluk, saling cium pipi kiri dan
kanan sambil mengucapkan selamat kepada sang pengantin. Kebiasaan
mencium pipi kiri dan kanan sudah menjadi tradisi masyarakat Saudi,
khususnya bagi kaum laki-laki.
Setelah memberikan selamt kepada pengantin laki-laki, para tamu
undangan dipersilahkan untuk duduk di bangku yang telah diletakkan sebuah
benda yang dinamakan bukhoor. Bukhoor adalah wewangian dari Saudi
Arabia yang terbuat dari kayu gharu. Wangi dari bukhoor ini hampir
menyerupai bau dupa. Para tamu biasanya memanfaatkan asap dari bukhoor
tersebut untuk membuat tubuhnya harum dan wangi. Setelah menempati
tempat duduknya masing-masing, para tamu dimanjakan dengan menu hangat
yaitu teh dengan kopi. Para pelayan melayani dan memberikan secangkir kopi
atau teh kepada setiap tamu undangan. Kopidan teh tersebut disajikan dengan
menggunakan cangkir berukuran kecil.
Sambil menikmati kopi dan teh, mereka dihibur oleh para Saudi
Dancer. Mereka menggunakan pakaian seperti layaknya tentara yang ingin
berperang lengkap dengan senjata dan pedangnya. Mereka semua memegang
45
gendang dan tabala. Tidak ada nyanyian, mereka hanya memainkan musik
instrumen. Setelah itu barulah dilaksanakan acara makan-makan. Makanan
disajikan di dalam ruangan yang berbeda, disediakan ruangan khusus untuk
para tamu menyantap hidangan. Ada banyak sekali menu makanan yang
disajikan, tapi dalam tradisi masyarakat Arab ada dua menu khusus yang tidak
boleh ketinggalan yaitu, nasi kabsa dan kambing guling. Dua menu ini selalu
ada dan disajikan di setiap acara pernikahan masyarakat Arab Saudi. Nasi
kabsa dan kambing guling seolah-olah menjadi menu wajib yang harus
diasantap ketika datang ke sebuah pernikahan. Karena begitu wajibnya menu
ini, dalam satu meja makan disediakan setengah kambing guling.
Setelah para tamu selesai menyantap hidangan yang ada, acara
dilanjutkan dengan tarian pedang. Para penari pedang menghibur para tamu
dengan cara berjoget-joget dengan membawa pedang ditangannya. Selain itu
ada pula penari pedang yang duduk dengan cara berhadap hadapan satu sama
lain, sambil menari nari danmealkukan gerakan-gerakan tarian. Mereka semua
duduk berbaris didepan dan dihadapan pengantin laki-laki beserta para tamu.
Tujuan dari semua ini adalah hanya unuk menghibur pengatin laki0laki dan
para tamu undangan. Meskipun demikia, rangakian acara ini merupakan salah
satu rangkaian yang paling ditunggu dan dinanti oleh para tamu, karena
memang menarik untuk ditonon dan dinikmati.
Setelah berbagai rangkaian acara telah dilakukan, tiba waktunya
pengatin laki-laki berpamitan kepada para tamu undangan laki-laki. Pengantin
laki-laki beserta keluarga dekatnya berpindah dan beranjak ke tempat raungan
46
pengantin perempuan. Dengan ditemani dan diiringi oleh keluarga dekatnya,
pengatin laki-laki jalan perlahan lahan menuju tempat pengantin perempuan.
Setelah mengetahui bahwa pengantin laki-laki ingin memasuki ruangan
pengantin perempuan, semua para tamu undangan wanita wajib mengenakan
pakaina hijabnya kembali. Setelah pasangan pengantin bertemu, mereka
berdua langsung menuju ke panggung pelaminan. Proses menuju ke panggung
pelaminan ini, menjadi momen yang harus diabadikan oleh para fotografer.
Karena pada saat itu semua lampu-lampu yang menyoroti pasangan kedua
pengantin. Ini merupakan salah satu momen terbaik dalam rangkaian acara
yang ada.
Setelah pasangan kedua pengantin duduk di panggung pelaminan,
rangkaian acara dilanjutkan dengan berjoget dan menari bersama keluarga
dekat mereka. Mereka menikmati alunan musik yang ada sambil menikmati
makanan kecil dan beberapa minuman yang telah dihidangkan. Tidak berhenti
sampai disitu, acara tetap berlangsung sampai dengan waktu subuh tiba.
Bahkan ada beberapa kalangan masyarakat Arab Saudi yang mengakhiri
acaranya samapai pukul 8 pagi (Camila, 2013: 12-15).
47
BAB III
PANAIK DALAM SUKU BUGIS DI PAPUA
A. Gambaran Umum Nabire
Nabire merupakan salah satu kabupaten di Papua. Kabupaten Nabire
sendiri terletak diatas “leher burung” pada pulau Papua. Nabire memiliki luas
wilayah 15.357,55 km2, dan terletak diantara 134,35 BT -136,37 BT dan 2,25
LS – 4,15 LS, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah utara : Kabupaten Yapen dan Kabupaten Waropen.
b. Sebelah timur : Kabupaten Paniai dan Kabupaten Waropen.
c. Sebelah Seleatan : Kabupaten Kaimana dan Kabupaten Timika.
d. Sebelah barat : Kabupaten Teluk Wondama dan Kabupaten Kaimana.
Kabupaten Nabire memiliki beberapa distrik yaitu Distrik Nabire,
Distrik Uwapa, Distrik Yaur, Distrik Napan, Distrik Mapia, Distrik Kamu,
Distrik Ikrar, Distrik Sukaikai, Distrik Wanggar, Distrik Siriwo. Jumlah
penduduk Kabupaten Nabire menurut data Kantor Kependudukan dan Catatan
Sipil Kabupaten Nabire sampai dengan akhir tahun 2005 sebanyak 172.315
jiwa terdiri dari laki-laki sebanyak 92.476 jiwa dan perempuan sebanyak
79.839 jiwa (http://nabire.wordpress.com).
Nabire merupakan daerah yang sangat potensial karena berada
ditengah pulau Papua dan berada di daerah pesisir pantai membuat Nabire
merupakan kawasan lintas perdagangan baik melalui laut,darat,atau udara.
48
Dengan potensi yang sangat besar tersebut membuat Nabire akan menjadi
pusat jalur perdagangan di Papua hal ini membuat banyak pendatang dari
berbagi daerah yang mulai datang dan menetap di sana.
B. Kondisi Sosial, Budaya dan Agama di Kampung Wiraska
Kabupaten Nabire adalah daerah transmigrasi yang dikhususkan dalam
sektor pertanian dan emas hal ini menyebabkan banyaknya pendatang dari
luar pulau. Menurut cerita orang-orang tua disana pendatang pertama
kebanyakan datang dari Jawa Timur dan Sulawesi. Beberapa tahun kemudian
mulai muncul banyak pendatang baru dari Jawa, Sumatra bahkan Aceh. Hal
ini terjadi karena Nabire merupakan daerah pesisir dan merupakan jalur
perdagangan kapal yang lewat dari Jayapura ke Jawa. Di dalam Kabupaten
Nabire terdapat kampung Wiraska yang merupakan daerah penempatan
orang-orang transmigrasi.
Kampung Wiraska secara historis dibentuk atas penempatan
transmigrasi atau UPT (Unit Pemukiman Transmigrasi) sehingga
penduduknya merupakan masyarakat heterogen dari berbagai suku/etnis,
antara lain: Jawa, Bugis, Makasar, NTB, NTT, dan suku-suku asli Papua
antara lain: Wante, Ikari, Dani, Biak, Moni dan lain-lain (RPJM kampung
wiraska distrik wanggar kabupaten nabire, 2017: II-1).
Dengan berbagai macam suku yang menetap di kampung Wiraska
maka terjadi percampuran berbagai macam adat dan budaya di daerah
tersebut. Percampuran budaya terjadi karena para masyarakat disana yang
49
memiliki latar belakang dari berbagai suku yang berbeda mulai membentuk
keluarga. Walupun mereka berada di daerah yang berbeda dengan kampung
halamannya mereka, mereka masih teteap mempertahankan adat atau
kebiasaan-kebiasaan mereka yang sudah disesuaikan oleh mereka sendiri.
Adat kebiasaan itu dapat berupa tradisi pernikahan, keagamaan dan lain-lain.
Kondisi masyarakat disana sekarang luamyan tentram walaupun masih
banyak warga asli yang suka minum-minum tetapi mereka tidak akan
mengganggu warga yang lain asalkan tidak diganggu. Perang antar sukupun
sudah suadah sangat jarang sekali terjadi. Sedangkan untuk mata pencaharian
disana sebagian besar berasal dari sektor non formal seperti petani, pedagang,
buruh dan lain-lain.
Karena Kampung Wiraska merupakan kampung sentra pertanian
hortikultural, maka sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai
petani, selengkapnya sebagai berikut:
No Jenis Pekerjaan Laki-laki Perempuan Jumlah
1 PNS 32 10 42
2 TNI/POLRI 7 - 7
3 Swasta 148 144 292
4 Tani 598 537 1135
5 Industri Rumah Tangga - 38 38
6 Nelayan - - -
7 Pelajar 193 221 414
8 Mahasiswa 32 27 59
50
9 Dagang 26 46 72
10 Tukang 32 - 32
11 Honorer 12 15 27
12 Pensiunan 5 - 5
13 Jasa 15 - 15
14 Lainnya 170 205 375
Jumlah 1270 1243 2513
(RPJM kampung wiraska distrik wanggar kabupaten nabire, 2017: 8-8).
Kampung Wiraska memiliki jumlah penduduk 2.513 jiwa terdiri dari
laki-laki 1.270 dan perempuan 1.243 dengan perbandingan agama sebagai
berikut:
No Agama Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Islam 876 830 1706
2 Kristen 304 312 616
3 Protestan Kristen Katolik 90 101 191
4 Hindu - - -
5 Budha - - -
(RPJM kampung wiraska distrik wanggar kabupaten nabire, 2017: 8-7).
Faktor yang mempengaruhi banyaknya agama Islam di Kampung
Wiraska adalah karena dulu pada saat penempatan warga yang pertama dari
program transmigrasi oleh pemerintah di daerah tersebut adalah merupakan
rombongan dari DIY (Daerah Istimewa Yokyakarta) dan rombongan dari
jawa timur. Setelah itu baru disusul dari berbagai daerah lain seperti sulawesi
dan jawa tengah yang mayoritas beragama Islam.
51
C. Tradisi Dalam Perkawinan
Adat dalam perkawinan atau tradisi adalah kebiasaan yang dilakukan
oleh nenek moyang dan diturunkan kepada anak cucunya secara turun
temurun biasanya adat atau kebisaan tersebut bermula dari tokoh masyarakat,
sesepuh atau pemuka agama di daerah tersebut. Tradisi dalam pernikahan
biasa hanya berupa tambahan-tambahan dalam proses pernikahan tampa
merubah atau mengaggu hal-hal yang di yang sudah diajarkan oleh panutan
agama masing-masing.
Tradisi mempunyai makna sebagi wadah penyalur keagamaan
masyarakat, hampir ditemui pada setiap agama. Dengan alasan, agama
menurut pengalaman secara rutin dikalangan pemeluknya. Dalam rangaka
pengalaman itu, ada tata cara yang sifatnya baku, tertentu dan tidak bisa
dirubah-rubah. Sesuatu yang tidak pernah berubah-rubah dan terus-menerus
dilakukan dalam prosedur yang sama dari hari ke hari bahkan dari masa ke
masa, akhirnya identik dengan tradisi. Berarti, tradisi bisa muncul dari
amaliyah keagamaan, baik yang dilakukan kelompok maupun perseorangan
(Zenrif, 2008: 23).
Indonesia merupakan daerah kepualauan dimana setiap daerah
mempunyai adat istiadat yang mengatur tata cara pernikahan yang berbeda-
beda yang dilestarikan oleh masing orang didaerah tersebut. Dengan
kemajuan teknologi dari transportasi dan lain-lain maka banyak orang yang
pindah keberbagi daerah baik melalui jalur transmigrasi urbanisasi atau
keinginan sendiri untuk pindah dengan harapan mendapatkan kehidupan yang
52
lebih baik. Hal ini mangakibatkan terjadinya perkawinan campuran antara
suku, adat, atau agama yang berbeda.
Walaupun indonesia memilik perundang-undangan yang mengatur
tentang perkawinan tetapi mayoritas masyarakat akan menambah tradisi atau
budaya yang diajarkan orang tua mereka secara turun temurun. Hal ini karena
undang-undang hanya mengatur pokok-pokok dalam pernikahan.
Undang-Undang No.1 tahun 1974 yang terdiri dari XIV bab dan 67
pasal tersebut mengatur tentang dasar-dasar perkawinan, syarat-syarat
perkawinan, pencegahan perkawinan, putusnya perkawinan, serta akibatnya,
kedudukan anak, perwalian, ketentuan lain, ketentuan peralihan dan ketentuan
penutup. Dildalam Undang-Undang nasiaonal tersebut tidang diatur tentang
bentuk-bentuk perkawinan, cara peminangan (pelamaran) dilakukan, upacara-
upacara perkawinan dan lainnya yang kesemuanaya itu masih berada dalam
ruang lingkup hukum adat (Hadikusuma, 2003: 182).
D. Tradisi Panaik Dalam Suku Bugis
Tradisi uang panaik atau biasa yang disebut dengan uang pesta adalah
suatu adat kebiasan yang dilakukan secara turun temurun dalam kalangan
suku bugis apabila ada seseorang yang ingin melamar anak perempuannya
maka orang tua dari perempuan tersebut akan meminta sejumlah uang untuk
digunakan dalam acara resepsi pernikahan. Uang panaik berbeda dengan
mahar karena uang panaik sepenuhnya digunakan oleh orang tua perempuan
untuk menyelenggarakan acara resepsi pernikahan atau walimahan.
Sedangkan mahar adalah harta yang diberikan oleh mempelai pria kepada
53
mempelai wanita pada saat pernikahan, harta tersebut dapat berupa uang
ataupun benda dan harta tersebut sepenuhnya milik istri nantinya jadi tidak
boleh diminta kembali atau digunakan tanpa ijin dari istri.
a) Sejarah tradisi uang panaik
Tradisi uang panaik terjadi karena biasanya anak perempuan didaerah
perkampuangan suku bugis kebanyakan waktunya dihabiskan di rumah
dan dari orang tuanya juga sangat dijaga dalam pergaulan dan hubungan
dengan orang lain diluar. Maka dari itu kebanyakan perempuan disana
dijodohkan oleh orang tua mereka kepada kenalan atau saudara jauhnya.
Karena kebanyakan pasangan disana dijodohkan maka pihak dari laki-laki
tidak akan kaget saat dimintai uang panaik untuk digunakan sebagai dana
dalam menyelenggarakan acara resepsi pernikahan. Permintaan uang
tersebut dianggap sebagai bentuk kesiapan dari pihak laki – laki yang
melamar, bisa tidak mereka memenuhi tuntutan tersebut jika segitu saja
tidak bisa maka bagaimana nantinya saat sudah berkeluarga (Wawancara
pada tanggal 9 Maret 2018).
Akan tetapi menurut hasil dari penelitan penulis tradisi uang panaik
terjadi karena suku bugis makasar terkenal merupakan suku yang agama
Islamnya sangat kuat maka dari itu mereka mungkin mengikuti adat
budaya bangsa Arab modern sesudah jaman Nabi dan para sahabatnya
yaitu kebiasaan yang dinamakan milka. Milka adalah kebiasaan yang
dilakukan oleh calon mempelai pria setelah akad nikah calon mempelai
wanitanya, dimana setelah melamar calon mempelai pria tersebut akan
54
pergi merantau selama 3 bulan, 6 bulan, 8 bulan, atau bahkan 1 tahun
lamanya. Tujuan dan alasan dari ini semua adalah agar pengantin laki-laki
siap memberikan nafkah secara lahiriyah dan batiniyah. Mereka berjuang
dan bekerja keras agar dapat memenuhi kebutuhan sang mempelai wanita
atau istri. Selain itu juga untuk mempersiapkan acara puncak yaitu resepsi
pernikahan. Karena acara puncak tersebut dilakukan secara megah dan
mewah sehingga membutuhkan dana yang tidak sedikit (Camila, 2013: 10-
11).
Karena adanya kebiasaan milka pada masyrakat Arab tersebut maka
para orang tua dari suku bugis juga ingin anaknya nanti menikah dengan
orang yang siap secara materilal ataupun immaterial dengan cara meminta
sejumlah uang kepada pihak laki – laki saat anaknya dilamar. Hal ini juga
yang menyebabkan kebanyakan orang bugis ingin anak perempuannya
melangsungkan acara resepsi pernikahan secara besar – besaran.
b) Proses tradisi uang panaik
Dalam proses uang panaik pertama dimulai ketika keluarga pria datang
untuk melamar maka disana para keluarga akan musyawarah untuk
menentukan berapa besar uang panaik. Biasanya yang mematok atau
menentukan berapa besar uang yang harus dikeluarkan adalah ayah atau
jika tidak ada maka wali terdekat dari si perempuan atau bisa juga
seseorang yang penting dalam keluarganya disana biasa disebut yang
dituakan. Apabila setelah musyawarah tidak ditemukan satu titik temu
maka pernikahan dapat menjadi batal. Maka dari itu para laki-laki disana
55
harus pintar-pintar dalam mencari calon istri mereka harus melihat latar
belakang calon mereka dan harus berani mengambil resiko (Wawancara
pada tanggal 9 Maret 2018).
Uang panaik sesungguhnya adalah uang yang diberikan calon suami
kepada keluarga perempuan untuk digunakan untuk menyelenggarakan
acara resepsi pernikahan. Uang tersebut sepenuhnya untuk pesta nikah
tidak ada hubungannya dengan mahar, jadi apabila uang tersebut lebih
dalam melngsungkan acara resepsi pernikahan tersebut maka uang tersebut
otomatis akan menjadi milik orang tua atau keluarga mempelai wanita.
Uang panik tersebut tidak harus dalam bentuk uang bisa dengan sapi atau
emas yang penting apabila dijumlahkan sesuai dengan kesepakatan yang
sudah dimusyawarahkan saat melamar (Wawancara pada tanggal 7 Maret
2018).
c) Penentuan uang panaik
Dalam penentuan panaik biasanya yang menjadi faktor yang
mempengaruhi besar kecilnya uang panaik adalah pendidikan akhir si
perempuan, latar belakang oaring tua dan lingkungan masyarakat sekitar
(Wawancara pada tanggal 9 Maret 2018).
Pasangan Najib dan Eka
Pasangan ini menikah di Nabire pada tahun 2016 dengan
jumlah uang panaik yang diminta adalah 10 juta rupiah. Uang yang
diminta 10 juta karena sang isteri yaitu Eka merupakan lulusan S1
sedangkan latar belakang keluarganya adalah orang biasa yaitu
56
orang tuanya bekerja sebagai pedagang sekaligus penjahit.
Kemudian faktor yang mempengaruhi adalah karena pernikahan
tersebut tidak dilangsungkan di kampong halaman mempelai
wainta yaitu di Makasar jadi menurut orang tua dari mempelai
wanita sudah tidak relevan untuk meminta uang panaik yang
beasar seuai dengan yang ada di Makasar.
Untuk sekarang menurut dari keterangan Eka saudara dari
ayahnya yang berada di Makasar dengan pendidikan akhir lulusan
D3 jumlah uang panaik yang diminta adalah 25 juta rupiah.
Pasangan Suarti dan Muktar
Mereka menikah di Makasar pada tahun 1984 dengan
jumlah uang panaik yang diminta adalah 700.000 rupiah. Uang
yang diminta 700.000 rupiah karena mereka berasal dari latar
belakang orang tua yang biasa sedangkan untuk pendidika jaman
dulu belum terlalu di perhatikan apalagi untuk anak perempuan
jadi yang mempengaruhi besar uang yang diminta adalah hanya
dari latar belakang orang tua.
Walaupun ini sudah dilakukan secara turun temurun sebetulnya tokoh
agama disana kurang setuju dengan adat tersebut anak-anak mereka biasanaya
kalau hendak menikah tidak diminta uang panaik. Hal ini dikarenakan
menurut mereka uang panaik dianggap memberatkan dan dapat menganggu
anjuran agama yaitu surat An-Nuur(24) ayat 32 :
57
ن يكوهوا طلراء مائك ا
امحي من عبادك وا وآىكحوا اليمى مك وامص
ع عومي وا من طضل وا م ا يغن
Artinya:
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan
orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-
laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah
akan menjadikan mereka mampu dengan karunia-Nya...”
Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa Islam menganjurakan unuk
seseorang yang pria atau pun wanita yang sudah layak dalam hal ini baik dari
segi umur mental dan rezeki dianjurkan unuk segera menikah dan bagi
keluarga atau orang-orang terdekatnya untuk membantu agar orang-orang
tersebut segera menikah. Jadi apabila sudah layak untuk menikah segerelah
dinikahkan tak perlu ditambahkan sayarat-syarat yang berlebihan atau hal-hal
yang memberatkan lainya.
Untuk tujuan dari adanya uang panaik sendiri terdapat perbedaan
pendapat dari narasumber yang ditanya, ada yang berpendapat bahwa
pemberian uang panaik adalah simbol bahwa laki-laki tersebut serius dan
mampu untuk menafkahi secara lahiriyah dan batiniyah terhadap perempuan
tersebut sedangkan yang lain berpendapat bahwa uang panik tersebut tidak
ada maksud dan tujuan tertentu itu hanya dilakukan secara turun temurun.
Untuk sekarang tradisi uang panaik ini kebanyakan hanya terjadi
didaerah kampung-kampung atau desa saja sedangkan untuk daerah kota
sudah jarang dilakukan karena anak-anak mereka kebanyakan sekolah diluar
58
daerah seperti dijawa atau kota-kota lainnya. Para laki-laki tentunya akan
lebih memilih mecari istri dari daerah lain sedangkan untuk perempuan
setelah mengetahui berbagai tradisi didaerah lain tidak akan mau dijodohkan
dan lebih memilih mencari calon sendiri tanpa meminta uang panaik
(Wawancara pada tanggal 9 Maret 2018).
59
BAB IV
UANG PANAIK SUKU BUGIS DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM
A. Cara Menentukan Uang Panaik
Dari penjelasan sebelumnya kita mengetahui bahwa uang panaik
adalah uang yang harus diberikan calon mempelai laki-laki kepada orang tua
calon mempelai wanita. Uang panaik tersebut akan digunakan untuk acara
resepsi pernikahan. Jadi uang panaik berbeda dengan mahar karena mahar
adalah yang diminta oleh calon istri kepada calon suami sedangkan uang
panaik adalah uang yang diminta orang tua atau keuarga kepada calon suami.
Dalam menentukan uang panaik setiap orang tua berbeda-beda
tergantung anaknya masing-masing. Pada jaman dahulu cara menentukan
hanya berdasarkan latar belakang orang tua, hal ini dikarena pada jaman
dahulu orang tua diasana ikut berperan penting dalam pernikahan anak
mereka. Biasanaya pernikahan mereka dilakukan atas dasar penjodohan dari
orang tua dari pihak perempuan yang menawarkan anak perempuan mereka
kepada kerabat atau saudara jauh mereka. Proses ini dilakukan karena
kebanyakan anak perempuan pada jaman itu lebih suka dirumah maka orang
tua mereka yang lebih aktif mencari jodoh untuk anak mereka.
Di jaman sekarang ini uang panaik ditentukan pada saat melamar jadi
apabila saat melamar keluarga perempuan dan anaknya perempuannya sendiri
sudah setuju maka dilanjutkan dengan musyawarah menentukan uang panaik.
60
Hal-hal yang biasa mempengaruhi besar kecilnya uang panik biasanya adalah
pendidikan perempuan, latar belakang orang tua, dan lingkungan masyarakat
sekitar. Untuk pendidikan setiap jenjang pendidikan berbeda-beda harga yang
diminta oleh orang tua perempuan seperti:
a. SMA (Sekolah Menengah Atas)
b. D3 (Diploma-3)
c. S1 (Strata-1)
d. S2 (Strata-2)
Selanjutya yang menentukan besar kecilnya uang panaik adalah latar
belakang orang tua. Adapun latar belakang orang tua juga sangat
mempengaruhi seperti jika keluarga yang dilamar ekonominya berada
dibawah si pelamar maka dia akan memberi seadanya, akan tetapi jika orang
tua yang dilamar adalah orang berada (kaya) maka si pelamar atau calon
suami harus memberi lebih karena dia akan malu jika hanya memberi sedikit.
Untuk latar belakang orang tua ada beberapa kriteria seperti:
a. Berdarah biru (bangsawan)
b. Orang terpandang
c. Orang kaya
d. Orang biasa
e. Orang tidak mampu
Biasanya secara umum dalam menentukan uang panaik adalah pada
saat lamaran orang tua akan mengatakan bahwa anaknya memiliki pendidikan
61
misal S1 (strata-1), maka orang tua akan meminta sekian tergantung dengan
yang biasa dikeluarkan dimasyarakat sekitar untuk wanita yang berpendidikan
sampai S1 (strata-1). Setelah itu apabila anak tersebut belum pernah pacaran
atau orang tua sudah menjamin bahwa anak tersebut anak baik-baik tidak
pernah boncengan atau pacaran dengan siapapun maka biasanya orang tua
akan meminta lebih lagi. Yang terahir adalah mereka akan menambahkan
dengan latar belakan keluarga mereka pabila orang terpandang atau orang
kaya maka uang yang diminta akan bertamabah lagi, akan tetapi bila latar
belakang keluarga mereka biasa-biasa saja maka mereka tidak berani meminta
lebih apalagi jika latar belakan keluarga mereka lebih rendah dari keluarga
yang melamar maka mereka tidak akan berani meminta lebih (Wawancara
pada tanggal 7 Maret 2018).
Faktor terakhir yang mempengaruhi uang panaik adalah lingkungan
masyarakat, akan tetapi faktor tersebut tidak begitu terlalu mempengaruhi
tergantung pihak orang tua perempuannya. Disana para masyarakatnya
menganggap acara resepsi pernikahan sebagai ajang untuk tunjuk gigi, jadi
biasanya dalam menyelenggarakan acara resepsi harus dilaksanakan dengan
cara yang palaing megah dan mewah para tamu undangan juga harus
menggunakan pakaiaan mereka yang terbaik agar tidak jadi bahan
pembicaraan orang. Hal ini membuat uang panaik yang diminta orang tua
pihak wanita menjadi lebih besar lagi.
Untuk memenuhi permintaan uang panaik tersebut calon suami tidak
harus menyanggupi dalam bentuk uang saja bisa dengan emas, sapi atau
62
barang berhaga lainnya. Barang-barang tersebut nantinya akan dikumpulkan
dan dihitung apabiala sudah memeuhi yang diminta maka tidak menjadi
masalah walaupun tidak berupa uang.
Saat musyawarah menentukan uang panaik bisa juga calon suami
meminta untuk membayar setengah harga yang ditentukan jika orang tua
perempuan ingin mengadakan acara resepsi pernikahan yang mewah, jadi
nantinya calon suami dan keluarga perempuan akan membayar setengah-
setengah. Maka dari itu faktor sebenarnya yang paling berpengaruh adalah
saat musyawarah menentukan uang panaik dengan orang tua atau keluarga
perempuan.
B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Uang Panaik
Uang panaik adalah uang yang diminta oleh orang tua atau keluarga
dari si perempuan dimana unag tersebut sebagai syarat untuk dapat menikahi
wanita tersebut. Uang tersebut akan digunakan oleh keluarga perempuan
untuk mengadakan acara resepsi pernikahan atau walimahan, uang yang
diminta juga biasanya sangat berlebihan dan dianggap menyusahkan pihak
perempuan. Hal ini dikarenakan para orang tua disana ingin melihat anak
mereka menikah dengan orang yang baik secara akhlak prilaku maupun
secara materi apalagi jika mereka hanya memiliki seorang anak perempuan
maka mereka sangat menginginkan mengadakan acara resepsi pernikahan
secara besar-baseran.
63
Waliamah atau resepsi pernikahan adalah suatu acara yang
dilaksanakan oleh keluarga yang melangsungkan pernikahan yang dilakukan
setelah akad nikah pasangan suami istri tersebut. Acara tersebut biasanya
hanya berupa makan-makan dan mengucapakan selamat kepada pasangan
suami istri tersebut.
Dalam Islam hukum menyelenggarakan walimah (pesta pernikahan)
merupakan hal yang mustahabah (dianjurkan). Berkata Anas r.a.: “Pada suatu
hari Rasulullah saw. meliahat tanda-tanda pengantin pada diri Abdurrahman
bin Auf, lalu beliau bertanya: „Apa ini?‟ jawab Abdurrahaman: „saya baru
saja mengawini seorang wanita dengan mahar emas sebesar biji korma.‟
Mendengar itu beliau berkata: „Baraka „llahu laka (semoga Allah
memberkatimu). Selenngarakanlah walimah walu hanya dengan seekor
domba‟!” (al-Baqir, 1992:84).
Dari riwayat diatas kita mengetahui bahwa walimah itu dianjurakan
akan tetapi Nabi tidak mengatakan tentang batasan dalam menyelanggarakan
walimah, Nabi hanya menganjurkan untuk menyembelih hewan kurban
seperti domba, kambing atau yang lainnya. Hal ini menimbulkan munculnya
berbagai macam tradisi yang berkaitan tentang walimah atau resepsi
perniakahan.
Dalam kitabnya Al-Imam Ibnu Majah yang diterjemahkan oleh
Drs.M. Thalib disitu dikatakan bahwa jangan sampai mengadakan walimah
secara berlebih-lebihan, apalagi bertujuan untuk memamerkan kekayaan,
64
karena hal semacam itu sudah berubah menjadi perbuatan syirik (Thalib,
1993: 57).
Islam sangat menganjurkan umatnya untuk menikah apabila sudah
mampu secara lahir dan batin karena sesuai dengan firman Allah SWT dalam
Al-Quran surat An-Nur ayat 32:
ن يكوهوا طلراء مائك ا
امحي من عبادك وا وآىكحوا اليمى مك وامص
ع عومي وا من طضل وا م ا يغن
Artinya:
Dan kawinlah orang-orang yang sendirian diantara kamu. Dan orang-
orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan
hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah maha luas (pemberia-
Nya) lagi maha mengetahui.
Dari ayat diatas dapat diketahu apabila seseorang sudah layak untuk
menikah maka kita harus membantu agar orang tersebut segera menikah
dalam islam kelayakan untuk menikah atau hukum dalam menikah itu ada 5
yaitu:
1. Perkawinan yang wajib
Perkawinan hukumnya wajib bagi orang yang telah mempunyai
keinginan kuat untuk kawin dan telah mempunyai kemampuan untuk
melaksanakan dan memikul beban kewajiban dalam hidup perkawinan serta
ada kehawatiran, apabila tidak kawin, akan tergelincir untuk berbuat zina.
65
Alasan ketentuan tersebut adalah sebagai berikut: apabila menjaga diri
dari perbuatan zina adalah wajib, padahal bagi seseorang tertentu penjagaan
diri itu hanya akan terjamin dengan jalan kawin, maka bagi orang itu
melakukan perkawinan hukumnya wajib. Qa‟idah fiqhiyah mengatakan:
“sesuatu yang mutlak diperlukan untuk menjalankan suatu yang wajib”; atau
dengan kata lain: “apabila suatu kewajiban tidak akan terpenuhi tanpa adanya
suatu hal, maka hal itu wajib pula hukumnya.” Pentrapan qa‟idah tersebut
dalam masalah perkawinan adalah, apabila seseorang hanya dapat menjaga
diri dari perbuatan zina dengan jalan perkawinan, maka baginya perkawinan
tersebut wajib hukumnya.
2. Perkawinan yang sunnah
Perkawinan hukumnya sunnat bagi orang yang telah berkeinginan kuat
untuk kawin dan telah mempunyai kemampuan untuk melaksanakan dan
memikul kewajiban-kewajiban dalam perkawinan, tetapi apabila tidak kawin
juga tidak ada kekhawatiran atas perbuatan zina
Alasan hukum sunnah ini diperoleh dari ayat-ayat Al-qur‟an dan
hadits-hadits Nabi sebagaimana disebutkan didalamnya bahwa Islam
menganjurkan untuk melaksanakan perkwanian.
3. Perkawinan yang haram
Perkawinan hukumnya haram bagi orang yang belum berkeinginan
serta tidak mempunyai kemampuan untuk melaksanakan dan memikul
66
kewajiban-kewajiban hidup perkawinan, hingga apabila kawin juga akan
berakibat menyusahkan isterinya.
4. Perkawinan yang makruh
Perkawinan hukumnya makruh bagi seorang yang mampu dalam segi
materiil, cukup mempunyai daya tahan mental dan agama hingga tidak
khawatir akan terseret dalam perbuatan zina, tetapi mempunyai kekhawatiran
tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya terhadap isterinya, meskipun
tidak akan berakibat menyusahkan pihak isterinya; misalnya calon isteri
tergolong orang kaya atau calon suami belum mempunyai keinginan untuk
kawin.
Imam Ghazali berpendapat bahwa apabila suatu perkawinan
dikhawatirkan akan berakibat mengurangi semangat beribadah kepada Allah
dan semangat bekerja dalam bidang ilmiah, hukumnya lebih makruh daripada
yang telah disebutkan di atas.
5. Perkawinan yang mubah
Perkawinan hukumnya mubah bagi orang-orang yang mempunyai
harta, tetapi apabila tidak kawin tidak merasa khawatir akan perbuatan zina
dan andaikan kawin pun tidak merasa khawatir akan menyia-nyiakan
kewajibannya terhadap isteri. Perkawinan dilakukan sekedar untuk memenuhi
syahwat dan kesenangan bukan dengan tujuan membina keluarga dan
menjaga keselamatan hidup beragama (Basyir, 1996: 12-14).
67
Maka dari itu sebaiknya kita janganlah menyusahkan orang-orang
yang seharusnya sudah saatnya untuk menikah dan ingin melamar anak kita
dengan harus member syarat yang berlebihan seperti, harus memberikan
sejumlah uang atau persyaratan-persyaratan lain yang akan menyausahkan
mereka. pernikahan merupakan anjuran dan salah satu bentuk ibadah jika
diniati dengan benar dan sesuai dengan ayat diatas bahwasanya apabila calon
suami dalam keadaan yang kekurangan maka Allah akan membantunya
dengan karunia-Nya. Larangan untuk memberi kesusahan kepada orang lain
juga telah diajarkan oleh nabi kita Muhammad saw. dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi yang artinya: “Barang siapa yang
membawa mudharat maka Allah akan memudharatkan dirinya sendiri,
sesiapa yang menyusahkan orang lain, Allah akan menyusahkannya pula”.
(HR. Tirmidzi)
Juga dalam penggalan Ayat Al-Qura‟an surat At-Talaq Ayat 6 yaitu:
لوا عوين ن مخض و … وال ثضار
Artinya:
…dan janganlah kamu menyusahkan (memudharatkan) mereka untuk
menyempitkan (hati) mereka.
Agama Islam juga menganjurkan untuk tidak berperilaku berlebih-
lebihan dalam segala hal seperti yang telah dituliskan dalam Al-Qur‟an surat
Al-A‟raf ayat 31 :
68
بوا وال ي بن آدم خذوا زيذك عيد ك مسجد وكوا واش
ب اممسطي ال ي ه جسطوا ا
Artinaya:
Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)
masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. Al-A‟raf 7:31)
Juga dalam riwayatnya dari „Amr bin Syu‟aib, Rasulullah saw
bersabda: “hendaklah kalian makan dan minum dan bersedekah tanpa
berlebihan dan sombong. Sesungguhnya Allah menyukai melihat nikmatNya
pada hambaNya yang diberi nikmat”. [HR al-Hakim]
Berlebih-lebihan dalam Islam merupakan perilaku yang tercela dan
dilarang oleh syariat Islam, hal ini dikarenakan tidak akan menimbulkan
kebaikan sama sekali dan bahakan akan menimbulkan berbagai macam hal-
hal buruk seperti mendatangkan sifat riya bagi yang melakukan dan
menimbulkan sifat iri dan dengki bagi orang yang melihat.
Menyelenggarakan walimah adalah salah satu macam ibadah kepada
Allah, mengikuti Sunnah Rasul; oleh karena itu harus dilaksanakan sesuai
nilai-nilai ibadah tersebut. Agar walimah benar-benar bernilai ibadah,
hendaklah diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Menyelenggarakan walimah disesuaikan dengan kemampuan, tidak
memaksa diri diluar kekuatan yang akan berakibat penyesalan, dan
tidak berlebih-lebihan yang berkecendrungan kepada kemewahan.
69
b. Menyelenggarakan walimah dengan ikhlas, untuk ittiba‟ kepada
sunnah Rasul, tidak bermotif komersil, tidak mengharap sumbangan
lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Sumbangan yang datang
diterima dengan senang hati dan terima kasih serta dipandang sebagai
pernyataan kasih sayang dari para tamu undangan, bukan sebagai
“karcis masuk” memenuhi undangan walimah.
Para undangan yang menghadiri waliamah apabila mampu, baik
membawa hadiah (kado) sekedarnya, tetapi jangan samapai dirasakan
sebagi kewajiban yang memberatkan. Kewajiban memenuhi undangan
jangan sampai terhalang hanya oleh karena tidak mampu membawa
hadiah (kado). Nama penyumbang tidak mutlak disertakan dalam
bungkusan hadiah (kado) yang dibawanya. Sumbangan tampa nama
lebih menjamin keikhlasan. Apabila kartu nama disertakan juga,
jangan sampai atas dorongan rasa takut dikira tidak menyumbang.
c. Tamu-tamu disambut dengan rasa hormat dan terima kasih, tanpa
dibedakan antara yang membawa kado dan yang tidak membawa sama
sekali. Daftar tamu sering dirasakan perlu oleh pihak pengundang
sebagai kenang-kenangan, tetapi sering pula dirasakan sebagai daftar
hadir oleh para tamu, untuk diketahui siapa yang datang dan siapa
yang tidak. Oleh karena itu lebih diseyogyakan tidak usah disediakan
daftar tamu, agar keikhlasan kedua belah pihak, pengundang dan yang
diundang tetap terpelihara.
70
d. Tidak ada halangannya diadakan selingan hiburan, tetapi tidak
berakibatkan menyesakkan nafas para tamu dan tidakmenyimpang dari
ketentuan-ketentuan agama.
e. Adat istiadat yang merupakan lambang-lambang tradisional, tetapi
bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam, tidak usah
dihidupkan, seperti menyebar beras, memecah telur di kaki mempelai
laki-laki, dan sebagainya. Bagaimanapun murahnya harga telur
itu,tetapi apabila dibuang akan merupakan salah satu bentuk tabzir,
menyia-nyiakan harta benda yang dilarang dalam agama Islam.
f. Para tamu yang diberikan suguhan makanan supaya menerima dengan
senang hati, jangan menolak: apabila sesuai dengan selera dimakan,
apabila tidak sesuai dibiarkan saja. Tidak diseyogyakan menilai kurang
(mencela) terhadap hidangan walimah, kurang ini, itu tidak enak dan
sebagainya. Rasulullah saw. tidak pernah mencela makananyang
dihidangkan, apabila sesuai dengan selera dimakan, apabila tidak
sesuai dibiarkan.
g. Apabila bukan karena tidak mungkin mengundang tamu-tamu yang
diharapkan hadir dalam satu waktu, walimah hendaknya diadakan satu
kali saja pada hari pertama; terpaksanya supaya dicukupkan dua kali
saja, yaitu tambahan pada hari kedua. Hadits Nabi mengajarkan:
“Makanan walimah pada hari pertama adalah haq; makanan pada hari
kedua adalah sunnat; makanan pada hari ketiga adalah riya;
barangsiapa suka memperdengarkan kebaikannya kepada orang lain,
71
Allah akan memperdengarkan kepada orang lain itu keburukan-
keburukannya (Basyir, 1996: 47-48).
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Uang panaik merupakan sejumlah uang yang diminta oleh keluarga
perempuan kepada laki-laki yang ingin menikahi perempuan tersebut. Uang
panaik tersebut akan diminta saat seorang laki-laki sedang melamar anak
perempuan tersebut.
Uang panaik berbeda dengan mahar karena uang panik diminta oleh
keluarga perempuan untuk digunkan dalam membuat acara resepsi
pernikahan. Sedangkan mahar adalah sesuatu yang diminta perempuan
tersebut sebagai barang atau harta milik mereka sendiri.
1. Dalam menentukan besar kecilnya uang panaik ada beberapa kriteria yang
mempengaruhinya yaitu:
a. Pendidikan terakhir si perempuan seperti:
SMA (Sekolah Menengah Atas)
D3 (Diploma-3)
S1 (Strata-1)
S2 (Strata-2)
73
b. Latar belakang keluarga si perempuan seperti:
Berdarah biru (bangsawan)
Orang terpandang
Orang kaya
Orang biasa
Orang tidak mampu
c. Lingkungan masyarakat sekitar si perempuan, hal ini dapat
mempengaruhi besar kecilnya uang panaik dengan cara seperti
omongan dari mulut ke mulut antara para tetangga yang menceritakan
bagaimana anaknya atau anak saudaranya memminta uang panaik
kepada calon menantunya. Dengan adanya pembicaraan tersebut yang
dapat diartikan sebagai saling sharing maka akhirnya dapat
mempengaruhi besar kecilnya uang panaik.
2. Menurut hokum islam, meminta uang kepada calon mempelai pria untuk
mengadakan acara resepsi pernikahan secara besar-basaran tidak
dibolehkan. Karena di dalam agama Islam Allah SWT telah mengatakan
untuk tidak menyusahkan seseorang, sesuai dengan penggalan surat At-
Talaq ayat 6 yaitu:
لوا عوين ن مخض و … وال ثضار
74
Artinya
…dan janganlah kamu menyusahkan (memudharatkan) mereka untuk
menyempitkan (hati) mereka.
dalam hal ini adalah dengan memberi syarat kepada seseorang yang ingin
menikahi anaknya orang tersebut harus menyerahkan uang yang telah
ditentukan oleh orang tua tersebut untuk digunkan dalam menyelenggarakan
acara resepsi pernikahan secara besar-besaran. Islam sebetulnya sangat
menganjurkan untuk mengadakan acara walimah atau resepsi pernikahan
karena hukumnya mustahabah (dianjurakan) akan tetapi agama Islam juga
menganjurkan untuk tidak berprilaku berlebih-lebihan dalam melakukan
segala perbuatan, ini juga berlaku dalam menyelenggarakan acara resepsi
pernikahan. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-A‟raf ayat 31:
بوا وال ي بن آدم خذوا زيذك عيد ك مسجد وكوا واش
ب اممسطي ال ي ه جسطوا ا
Artinaya:
Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)
masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. Al-A‟raf 7:31)
B. Saran
Untuk uang panaik keluarga perempuan boleh meminta uang kepada
pihak laki-laki apabila ingin mengadakan acara resepsi pernikahan secara
besar-basaran, akan tetapi sebaiknya biaya yang akan dibutuhkan untuk
melangsungkan acara resepsi tersebut tidak sepenuhnya ditanggung oleh
75
pihak laki-laki tersebut. Hal ini dikarenakan dapat memberatkan pihak laki-
laki dan ditakutkan akan berakibat para laki-laki yang ingin melamar jadi
takut untuk melamar anak tersebut dan ini akhirnya juga akan menyusahkan
anak perempuan tersebut. Sebaiknya kedua belah pihak sama-sama
menanggung biaya acara resepsi tersebut entah itu akan dibagi 50:50 atau bisa
juga 60:40 agar tidak memberatkan piahak laki-laki tersebut
76
Daftar Pustaka
Al-Qur‟an dan Hadist
Undang-Undang Repubilk Indonesia No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Kompilasi Hukum Islam.
RPJM-KAMPUNG WIRASKA-DISTRIK WANGGAR-KABUPATEN NABIRE
Al-baqir, muhammad. 1992. Menyingkap Hakikat Perkawinan. Bandung:
Karisma
Al-Shabbagh, Mahmud. 1991. Tuntunan Keluarga Bahagia Menurut Islam.
Bandung : Remaja Rosdakarya.
Al-hamd, Abdul Qadir Syaibah. 2012. Fiqhul Islam Syarah Bulughul Maram.
Jakarta : Darul Haq
Amirin, Tantang. 1990. Menyusn Rencana Penelitian. Jakarta : CV Rajawali
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta : PT Pineka Cipta.
Azzam, Abdul Aziz Muhammad & Abdul Wahhab Sayyed Hawwas. 2009. Fiqh
Munakahat, Jakarta: AMZAH.
Basyir, Ahmad Azhar. 1996. Hukum Perkawinan Islam. Yokyakarta:
Perpustakaan Fakulatas Hukum Universitas Indonesia.
Camila, 2013. Tradisi Pernikahan Masyarakat Arab Saudi, Jakarta: Universitas
Indonesia
Hadikusuma, Hilaman. 2003. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia. Lampung:
Mandar Maju
Kisyik, Abdul Hamid. 1996. Bimbingan Islam utuk Mencapai Keluarga Sakinah,
Bandung: Al-Bayan.
Mardani. 2011. Hukum Perkawinan Islam Di Dunia Islam Modern, Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Moloeng, Leksi J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya Offset.
Sabiq, Sayyid. 1981. Fikih Sunnah 7. Bandung: PT Alma‟arif
77
Thalib. M. 1993. 20 Petunjuk Muhammad saw. Untuk Berkeluarga. Solo: CV.
Ramadhani
Thobroni, M & Aliyah A. Munir. 2010. Meraih Berkah dengan Menikah.
Yokyakarta: Pustaka Marwa.
Takariawan, Cahyadi. 2009. Di jalan Dakwah Kugapai Sakinah. Solo : Era
Intermedia.
Wawancara pada tanggal 7 2018 ( Hj. Suarti)
Wawancara pada tanggal 9 2018 (Eka Yluliani Zandra)
Zenrif, MF. 2008. Realitas Keluarga Muslim antara Mitos dan Doktrin Agama.
Malang: UIN-Malang Press.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Muhammad Mujiburrahman
Nim : 211-13-018
Jurusan :Ahwal Al Syakhshiyyah
Tempat Tanggal Lahir : Jayapura, 04 April 1995
Alamat : Jl. Bandung, Karang Mulia, Kec. Nabire
Kab. Nabire
Nama Ayah : Moh. Muhaji (Alm)
Nama Ibu : Sri Kunnafsiyyah
Agama : Islam
Pendidikan : TK Bayangkari Lulus Tahun 2001
SDN Impres Jayapura Pindah
SDN 1 Nabire Pindah
SD 1 Botomulyo Kendal Lulus Tahun 2007
SMP N 4 Purwokerto Lulus Tahun 2010
SMA Ma‟arif NU 1
Kemranjen Banyumas Lulus Tahun 2013
Demikian daftar riwayat hidup ini, penulis buat dengan sebenar-benarnya.
Salatiga, 21 Maret 2018
Penulis
M. Mujiburrahman