Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

34
Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan By Bu Sol

description

materi DIV kebidanan

Transcript of Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

Page 1: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi

Bidan By

Bu Sol

Page 2: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

Pandangan Historikal Terhadap Profesi Bidan

Page 3: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

Sejarah perkembangan pelayanan kebidanan dan sejerah pendidikan

Perkembangan pendidikan dan pelayanan Kebidanan di Indonesia tidak terlepas dari masa penjajahan Belanda, era kemerdekaan, politik/kebijakan pemerintah dalam pelayanan dan pendidikan tenaga kesehatan, kebutuhan masyrakat serta kemajuan ilmu teknologi.

Page 4: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

a.    Perkembangan Pelayanan Kebidanan

•       Pada zaman pmerintahan Hindia Belanda, angka kematian ibu dan anak sangat tinggi. Tenaga penolong persalinan adalah dukun. Pada tahun 1807 (Zaman Gubernur Jendral Hendrik William Deandels ) para dukun dilatih dalam pertolongan persalinan, tetapi keadaan ini tidak berlangsung lama karena tidak adanya pelatihan kebidanan.

•  Pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kebidanan hanya diperuntukan bagi orang-orang Belanda yang ada di Indonesia. pada tahun 1851, dibuka Pendidikan bidan bagi wnita pribumi di Batavia oleh seorang dokter militer Belanda (Dr.W.Bosch) lulusan ini kemudian bekerja di Rumah sakit juga di masyarakat. Mulai saat itu pelayanan kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh dukun dan bidan.

Page 5: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

• Pada tahun 1952 pelatihan bidan secara formal meningkatkan kualitas pertolongan persalinan. Khususnya untuk dukun masih berlangsung sampai dengan sekarang yang memberi kursus adalah bidan. • Kursus Tambahan Bidan (KTB) pada tahun 1953 di

Yogyakarta munculah Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA). Pelayanan yang diberikan mencakup pelayanan antenatal, post natal dan pemeriksaan bayi dan anak termasuk imunisasi dan penyuluhan gizi. keluarga dan pergi melakukan kunjungan rumah sebagSedangkan diluar BKIA, bidan memberi pertolongan persalinan di rumah ai upaya tindak lanjut dari pasca persalinan

Page 6: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

• Dari BKIA inilah yang akhirnya menjadi suatu pelayanan terintegrasi kepada masyarakat yang di namakan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) pada tahun 1957. puskesmas memberikan pelayanan di dalam gedung dan di luar gedung dan berorientasi pada wilayah kerja. • Bidan yang bertugas di puskesmas berfungsi dalam

memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk pelayanan keluarga berencana baik di luar gedung maupun di dalam gedung. Pelayanan kebidanan yang diberikan di luar gedung adalah pelayanan kesehatan dan pelayanan di pos pelayanan terpadu (Posyandu).

Page 7: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

Titik tolak dari Konferensi Kepandudukan Dunia di Kairo pada tahun 1994 yang menekankan pada reproductive (kesehatan reproduksi), memperluas area garapan pelayanan bidan. Area tersebut meliputi :

1.      Safe Motherhood. Termasuk bayi baru lahir dan perawatan abortus.

2.      Family Planning

3.      Penyakit menular seksual termasuk infeksi saluran alat reproduksi.  

4.      Kesehatan reproduksi remaja.

5.      Kesehatan reproduksi orang tua.

Page 8: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

b.    Sejarah perkembangan pendidikan bidan

•  Pendidikan bidan pertama kali dibuka pada tahun 1851 oleh seorang dokter militer Belanda (Dr.W.Bosch). pendidikan bidan ini hanya untuk wanita pribumi dan Batavia. Tapi tidak berlangsung lama karena kurangnya peserta pendidik dan batasan bagi wanita untuk keluar rumah.

• Pada tahun 1902 pendidikan bidan dibuka kembali bagi wanita pribumi di rumah sakit Batavia dan pada tahun 1904 dibuka pendidikan bidan bagi wanita Indonesia di Makasar.

• Pada tahun 1911 – 1912 di mulai pendidikan tenaga keperawatan secara terancana di Semarang dan Batavia. Calon peserta didik yang diterima SD 7 tahun ditambah pendidikan keperawatan 4 tahun (peserta didik pria) dan pada tahun 1914 khusus bagi peserta didik wanita.

• Pada tahun 1935 – 1938 Belanda mendidik bidan lulusan Mulo (setingkat SLTP bagian B) dan hampir bersamaan dibuka sekolah bidan di beberapa kota besar. Jakarta di RSB Budi Kemulyaan, RSB Palang Dua dan RSB Mardi Waluyo di Semarang. Adapun lulusan didasarkan atas latar belakang. Bidan dengan pendidikan dasar Mulyo ditambah pendidikan bidan selama 3 tahun disebut bidan kelas satu (vroedvrouw eerste klas) dan bidan lilisan dari perawat disebut bidan kelas dua (vroedvrouw tweede) mantri.

Page 9: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

• Pada tahun 1950-1953 di buka kursus tambahan bidan (KTB) di Yogyakarta lamanya kursus antara 7 sampai 12 minggu dengan tujuan memperkenalkan pengembangan program KIA. Pada tahun 1967 KTB ditutup.

• Tahun 1954 dibuka pendidikan guru bidan, guru perawat, perawat kesehatan masyarakat di Bandung. Pada tahun 1972 pendidikan ini dilebur menjadi Sekolah Guru Perawat (SPG).

• Tahun 1970 di buka program pendidikan bidan dari lulusan Sekolah Pengatur Rawat (SPR) ditambah 2 tahun pendidikan bidan. Mengingat jenis tenaga kesehatan menengah dan bawah sangat banyak maka pada tahun 1974 sekolah bidan tutup dan dibuka SPK dengan tujuan ada tenaga multi purpose dilapangan yang dapat menolong persalinan. Tetapi hal ini tidak berhasil.

Page 10: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

• Pada tahun 1975 sampai 1984 pendidikan bidan ditutup selama 10 tahun.• Pada tahun 1981 dibuka pendidikan diploma 1 kesehatan

ibu dan anak, latar belakang pendidikan SPK.  Tetapi hanya berlangsung 1 tahun.• Pada tahun 1985 dibuka program pendidikan bidan A (PPB-

A) yang memperbolehkan lulusan SPK untuk langsung masuk program pendidikan ini dimana lama pendidikan 1 tahun. Para lulusan ini ditempatkan di desa-desa dengan tujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan terutama pelayanan kesehatan ibu dan anak.

Page 11: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

• Tahun 1996 dibuka pendidikan D3 kebidanan di 6 propinsi yang menerima calon peserta didik dari SMA

• Tahun 2000 dibuka DIV bidan pendidik di UGM kemudian bulan Febuari UNPAD,USU Medan, STIKES Ngudi Waluyo Semarang, STIKIM Jakarta dan tahun 2005 Poltekes Bandung. Pendidikan ini berlangsung lamanya 2 semester ( 1tahun)

• Pada tahun 2000 telah ada tim pelatih Asuhan Persalinan Normal (APN) yang dikoordinasikan oleh Maternal Neonatal Hearth (MNH) yang sampai saat ini telah melatih APN dibeberapa propinsi/kabupaten.

• Bulan September 2005 dibuka DIV kebidanan Reguler di UNPAD Bandung, menerima dari SMU dg lama pendidikan 8 semester.

Page 12: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

• Selain itu bulan April 2006 dibuka S2 kebidanan di UNPAD, menerima dari DIV kebidanan dgn lama pendidikan min 4- 10 semester.

Page 13: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

Pendekatan dalam pengambilan keputusan asuhan kebidanan

• Tidak hanya berpengaruh proses pengelolaan asuhan kebidanan, tetapi penting untuk meningkatkan kemampuan merencanakan perubahan. Bidan pada semua posisi klinis harus memiliki kemampuan menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan yang efektif, baik sebagai pelaksanaan / staf maupun sebagai pemimpin.• Pemecahan masalah dan proses pengambilan keputusan

membutuhkan, pemikiran kritis dan analisis yang dapat diterapkan dalam praktek kebidanan. Pengambilan keputusan merupakan upaya pencapaian tujuan dengan menggunakan proses yang  sistematis.

Page 14: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

PENGERTIAN DECISION MAKING PROCESIN MIDWIFERY PRACTICE.Adalah suatu pendekaan yang sistematis terhadap hakekat suatu masalah dengan pengumpulan fakta-fakta dan data, menentukan alternatif yang matang untuk mengambil suatu tindakan yang tepat dalam praktek kebidanan.

Page 15: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

Ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan :1.    Pengambilan keputusan tidak terjadi secara kebetulan2.    Pengambilan keputusan dilakukan pada sistematikan tertentu :

• Tersedianya sumber-sumber untuk melaksanakan keputusan yang akan diambil.• Kualifikasi tenaga kerja yang tersedia.• Falsafah yang dianut organisasi.• Situasi lingkungan internal dan eksternal yang akan mempengaruhi administrasi dan

manajemen di dalam organisasi.

3.    Masalah harus diketahui dengan jelas.4.    Pemecahan masalah harus didasarkan pada faka-fakta yang te kumpul dengan sistematis.5.    keputusan yang baik adalah keputusan yang  telah dipilih dari berbagai alternatif yang telah dianalisa secara matang.

Page 16: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

Ada dua kriteria utama untuk pengambilan keputusan yang efektif:

1.         Keputusan harus berkualitas tinggi dan dapat mencapai tujuan atau sasaran yang sebelumnya telah didefinisikan.

2.  Keputusan harus diterima oleh orang yang bertanggungjawab melaksanakannya

Page 17: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

Langkah-langkah dalam Pengambilan Keputusan

a.      Penilaian (Pengumpulan Informasi)

Langkah pertama dalam pengambilan keputusan klinis adalah menilai / menggali keluhan utama klien , keluhan utama ini mengarah kepada masalah yang lebih penting atau merupakan dasar dari masalahnya.

Page 18: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

b.      Diagnosis (Menafsirkan Informasi/menyimpulkan hasil pemeriksaan)

Setelah mengumpulkan beberapa informasi , tenaga kesehatan mulai merumuskan suatu diagnosis defferensial (diagnosa banding). Diagnosis defferensial ini merupakan kemungkinan – kemungkinan diagnosa yang akan ditetapkan

Page 19: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

c. Perencanaan ( Pengembangan Rencana )

 

•Setelah memutuskan diagnose kerja , maka tenaga kesehatan akan memilih perencanaan pengobatan atau asuhan. Dalam perencanaan ini bisa ditemukan beberapa pilihan yang perlu dipertimbangkan risiko dan keuntungannya.

• 

Page 20: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

• d.      Intervensi (Melaksanakan Rencana)•  • Langkah berikutnya dalam pengambilan keputusan klinis setelah

merencanakan pilihan tindakan yang akan dilakukan adalah melaksanakan pengobatan atau asuhan yang telah ditentukan. Dalam melaksanakan langkah ini perlu mengacu pada protokol atau prosedur yang telah dibuat dan di standarisasi. Dalam melaksanalkan tindakan pada klien, perlu memperhatikan reaksi / respon klien terhadap tindakan yang diberikan. Tindakan pemantauan tersebut akan menghasilkan data untuk langkah berikutnya.

•  

Page 21: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

e.       Evaluasi (Mengevaluasi Rencana Asuhan)  

•Dalam langkah evaluasi pengambilan keputusan klinis, rencana tindakan/pengobatan yang dipilih untuk diagnosisnya harus dievaluasi untuk mengetahui apakah sudah efektif atau tidak

Page 22: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

Pandangan Antropologi Terhadap Profesi Bidan 

Page 23: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

Pengertian Antropologi

• Secara umum, antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu.

• Antropologi berasal dari kata Yunani άνθρωπος (baca: anthropos) yang berarti "manusia" atau "orang", dan logos yang berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial.

Page 24: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

• Setiap kebudayaan memiliki nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan terhadap konsep sehat sakit dan penerimaan atas perilaku sebagai dasar promosi kesehatan terhadap masyarakat. Untuk itu nilai-nilai masyarakat tersebut sebaiknya dianut bidan baik secara personal maupun professional sebagai landasan untuk memberikan pelayanan terhadap klien. Bidan juga sebaiknya memberikan prioritas tinggi dalam memahami budaya , kepercayaan dan harapan kliennya sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan pilihan-pilihan kliennya (Reynold dan Manfusa, 2005 dalam wildeman 2008)

Page 25: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

Antropologi KesehatanAntropologi kesehatan adalah studi tentang pengaruh unsur – unsur budaya terhadap penghayatan masyarakat tentang penyakit dan kesehatan (Soelita Sarwono, 1993).

Page 26: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

PANDANGAN PROFESI BIDAN DALAM ANTROPOLOGI

• Seorang bidan alamiahnya hidup dan bekerja di komunitas yang multi ras dan multi cultural dimana dia dianggap sebagai role model, teman, mempunyai kepercayaan diri dan kemampuan advokasi (Hunt, 2001 dalam wildeman 2008) Untuk itu, seorang bidan harus berfikir, bersikap dan bertindak didalam dan diluar kerangka kerja bidan untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik , sensitive terhadap gender dan kebudayaan klien

Page 27: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

• seorang Bidan dituntut mampu memahami dan bertindak terhadap kebutuhan dan harapan dari multicultural klien. Tren lintas budaya berkembang menjadi bagian literatur ilmu antropologi di Negara berkembang.

• Dari Tanzania hingga Papua Nugini, Ahli antropologi yang melakukan observasi terhadap pelayanan kebidanan pada ibu hamil dan bersalin mencatat bahwa, jauh dari ideal, masih banyak bidan yang memperlakukan pasiennya kurang baik selama kehamilan dan persalinan, tidak memperdulikan kebutuhan dan harapan pasien, berbicara kurang sopan, suka memerintah , berteriak bahkan tidak jarang memukul pasien mereka.

• Namun di saat bersamaan mereka juga diperlakukan buruk oleh system kesehatan dimana mereka bekerja. Para bidan ini digaji sangat rendah, dilecehkan oleh dokter yang berada di atas mereka dalam hirarki medis, umumnya bekerja dengan lembur di kondisi yang membuat stress ditambah lagi tidak lengkapnya peralatan dan fasillitas, terlalu banyak pasien, singkatnya bidan kadang terjebak dalam system kesehatan yang gagal memenuhi kebutuhan pasien di Negara berkembang (Floyd, 2000)

Page 28: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

• Antropologi menekankan pentingnya relativisme budaya dalam menilai cara-cara yang berbeda dari cara kita sendiri dan mengaplikasikan dalam konteks budaya asli bukan dari ukuran standar atau universal.

• Ilmu Antropologi juga menawarkan asumsi-asumsi yang mendasari tingkah laku seseorang untuk memahami rasionalitas dari perbuatan yang bila dipandang dari budaya berbeda sering terlihat tidak rasional.

Page 29: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

Berikut ini beberapa contoh budaya dalam Pelayanan Kebidanan di beberapa daerah di Indonesia :

1 Contoh Budaya Dalam Pelayanan Ante Natal Care

•ANC berbeda beda disetiap daerah sesuai dengan kebudayaan dan adat istiadat itu sendiri bahkan terkadang tidak setiap kebiasaan atau budaya tersebut memberikan maanfaat terhadap kesehatan tersebut.

•Jawa saat tujuh bulanan saat hamil, “ Batanak Nasi oleh Bako ” saat usia kehamilan 7 bulan di budaya minang dimana selalu melakukan itu sebagai suatu keharusan.

•pandangan kita sebagai bidan mendukung kebudayaan ini dimana hal ini dapat membantu psikologis dan spiritual ibu hamil selain mendapat perhatian dari suami dan keluarga masyarakat juga mendukung dengan proses kehamilan yang dijalani oleh ibu hamil dan rencana persalinan.

•Berbagai macam kebiasaan adat istiadat yang sering dilakukan terkadang membawa dampak buruk terhadap kesehatan. Seperti berbagai macam pantangan makanan pada saat hamil dengan tidak boleh makan telur, ikan dan belut ditakutkan gatal dan amis pada bayi saat persalinan padahal makanan ini mengandung protein yang sangat penting untuk pertumbuhan janin.

Page 30: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

2 Contoh Budaya dalam Pelayanan Intra Natal Care

•Proses persalinan merupakan hal yang paling dkhawatirkan, karena persalinan merupakan hal yang paling dinantikan suami dan keluarga. Oleh karena itu banyak masyarakat kita yang masih melakukan kebiasaan yang tidak bermanfaat

•seperti yang dilakukan masyarakat minang yaitu memberikan minyak goreng untuk diminum kepada ibu yang akan bersalin agar anak yang dilahirkan itu menjadi licin dan membuat proses persalinan menjadi cepat. Padahal dengan memberikan ibu minyak goreng bisa menyebabkan frekuensi mual muntah menjadi sering dan mengganggu kenyamanan ibu saat proses persalinan.

Page 31: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

3 Contoh Budaya dalam Pelayanan Post Natal Care

•Proses masa nifas merupakan pemulihan kembali alat alat reproduksi setelah persalinan, dalam masa ini nutrisi dan gizi sangat dibutuhkan.

•Seperti banyak pantangan makanan ibu pada masa nifas seperti dilarang makan ikan dan telur karena ditakutkan gatal dan proses penyembuhan kembali alat reproduksi akan lama. Padahal telur dan ikan mengandung protein yang sangat penting untuk penyembuhan kembali alat reproduksi dan untuk meningkatkan produksi ASI.

•Pembatasan aktifitas pada ibu post natal juga sering dilakukan, padahal dua jam post partum normal ibu sudah dianjurkan untuk mobilisasi dan 24 jam Post SC ibu sudah dianjurkan untuk berjalan. Tujuan dilakukannya mobilisasi secara dini agar terjadinya proses penyembuahan secara cepat.

Page 32: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

4 Contoh Budaya dalam Pelayanan Bayi Baru Lahir

•Masyarakat masih banyak tidak menerima proses memandikan bayi baru lahir setelah enam jam proses pasca persalinan. Masyarakat beranggapan bayi ketika baru lahir harus segera dimandikan karena amis dan kotor.

•Padahal Evidenbased nya bayi dimandikan setelah 6 jam pasca persalinan karena ditakutkan terjadinya hipotermi pada bayi baru lahir agar kebiasaan masyarakat ini tidak berlangsung terus menerus maka bidan dan wadah profesinya harus terus memberikan penyuluhan atau pendidikan kesehatan kepada masyarakat.

Page 33: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan

Kesimpulan

• Pada hakekatnya asuhan pelayanan kebidnaan tidak terlepasa dari kebudayaan dan adat istiadat. Ini sesuai dengan salah satu falsafah kebidanan bahwa bidan harus memberikan pelayanan kebidanan yang aman dan menghormati budaya yang dianut oleh masyarakat setempat asalakan kebudayaan atau kebiasaan masyarakat tersebut tidak mengganggu atau menimbulkan kerugian terhadap kesehatan.

• Masih adanya kebiasaan masyarakat yang merugikan kesehatan oleh sebab itu peran bidan sangat diperlukan yaitu dengan selalu memberaikan promosi – promosi

Page 34: Pandangan Historikal & Antropologi Terhadap Profesi Bidan