Pandangan Filsafat Tentang Hakikat Manusia

25
PANDANGAN FILSAFAT TENTANG HAKIKAT MANUSIA MAKALAH Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Dosen Pengampu: Disusun oleh: 1. Setyo Honi Komala 1401410035 2. Dhita Kurniasari Agustina 1401410085 3. Puji Widi Artati 1401410119 4. Herlina Endah Kurniasih 1401410223 5. Aprianto Dwi Rahmadi 1401410390 Rombel 6 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

description

pandangan

Transcript of Pandangan Filsafat Tentang Hakikat Manusia

PANDANGAN FILSAFAT TENTANG HAKIKAT MANUSIAMAKALAHDisusun Untuk Memenuhi Tugas Mata KuliahPendidikan Anak Berkebutuhan KhususDosen Pengampu:

Disusun oleh:1. Setyo Honi Komala 1401410035 2. Dhita Kurniasari Agustina1401410085 3. Puji Widi Artati14014101194. Herlina Endah Kurniasih14014102235. Aprianto Dwi Rahmadi 1401410390

Rombel 6

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASARFAKULTAS ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS NEGERI SEMARANG20131. PEMBUKA1.1 Latar BelakangManusia yang pada dasarnya hewan memiliki banyak sifat yang serupa dengan makhluk lain. Meski demikian ada seperangkat perbedaan antara manusia dengan makhluk lain yang tidak disamai, yang menganugrahi keunggulan pada diri manusia ( Muthahhari,1992: 62). Kenyataan seperti ini terkadang membuat manusia mempunyai versi yang berbeda dalam fikirannya. Sesuatu saat manusia akan berfikir bahwa mereka merupakan salah satu anggota margasatwa ( Animal kingdom). Disaat lain dia juga akan merasa warga dunia idea dan nilai ( Anshari, 1992:6). Pandangan seperti itulah yang pada akhirnya akan memperlihatkan keberadaan manusia secara utuh, bahwa mereka adalah pencari kebenaran. Dengan adanya akal, membuat manusia selalu ingin tahu tentang apapun. Untuk memenuhi rasa ingin tahu itu manusia menggunakan jalur pendidikan. Melalui pendidikan manusia memperoleh berbagai ilmu baru dan dapat mengembangkan ilmu tersebut.Filsafat merupakan cabang ilmu pengetahuan yang selalu menggunakan pemikiran mendalam, luas, radikal (sampai keakar-akarnya), dan berpegang pada kebijakansanaan dalam melihat suatu problem. Dengan kata lain, filsafat selalu mencoba mencari hakikat atau maksud dibalik adanya sesuatu tersebut. Dalam makalah ini, kami mencoba membahas sedikit tentang hakekat manusia dilihat dari segi filsafat (menyeluruh). Sebenarnya untuk apa manusia hidup, bagaiman ia harus hidup, dan lain-lain. Yang nantinya, dengan melihat hakekat manusia tersebut, apa kaitanya dengan proses pendidikan. Mengingat manusia merupakan makhluk yang istimewa dan tidak akan pernah cukup membahas tentang manusia yang luas hanya dengan satu makalah, maka kami sangat mengharap saran dan kritikan yang membangun dari peserta ketika nanti dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan (bauk pernyataan maupun penulisan) atau masih ada yang belum lengkap (kurang).

1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah pengertian filsafat itu?2. Bagaimanakah hakikat manusia dalam pandangan filsafat?3. Bagaimanakah pandangan ilmu pengetahuan tentang hakikat manusia? 4. Bagaimanakah masalah jiwa dan raga dalam filsafat pendidikan?5. Bagaimanakah sudut pandang antropologi dan metafisika dalam filsafat pendidikan?6. Bagaimanakah pandangan monodualisme dan dualisme?7. Bagaimanakah keterkaitan kepribadian manusia dan pendidikan?8. Bagaimanakah hubungan antara filsafat, pendidikan dan manusia?

1.3 Tujuan1. Untuk mengetahui arti filsafat2. Untuk mengetahui hakikat manusia dalam pandangan filsafat3. Untuk mengetahui pandangan ilmu pengetahuan tentang hakikat manusia4. Untuk mengetahui masalah jiwa dan raga dalam filsafat pendidikan5. Untuk mengetahui sudut pandang antropologi dan metafisika dalam filsafat pendidikan6. Untuk mengetahui pandangan monodualisme dan dualism7. Untuk mengetahui keterkaitan kepribadian manusia dan pendidikan8. hubungan antara filsafat, pendidikan dan manusia2. ISI2.1 Pengertian FilsafatSebelum lebih jauh membahas tentang hakekat manusia dalam pandangan filsafat, izinkan penulis sedikit memaparkan tentang pengertian filsafat itu sendiri terlebih dahulu. Secara etimologis, filsafat berakar dari bahasa Yunani yaitu phillein yang berarti cinta, dan shopia yang berarti kebijaksanaan. Jadi filsafat adalah cinta kebijaksanaan. Kemudian dari pendekatan etimologis tersebut, dapat disimpulkan bahwa filsafat berarti pengetahuan mengenai pengetahuan, akar dari pengetahuan atau pengetahuan yang terdalam.Secara terminologis, banyak sekali pendapat-pendapat yang berkenaan dengan pengertian filsafat. Tidak ada pengertian yang secara pasti, tetapi berikut beberapa pengertian yang penulis dapat dari beberapa sumber. Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang amat luas (komprehensif) yang berusaha untuk memahami persoalan-persoalan yang timbul didalam keseluruhan ruang lingkup pengalaman manusia. Filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh tentang hakekat kebenaran sesuatu.Filsafat adalah daya upaya manusia dengan akal budinya untuk memahami, mendalami dan menyelami secara radikal, dan integral serta sistematik mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakekatnya yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia seharusnya setelah mencapai pengetahua tersebut.

2.2 Hakekat Manusia dalam Pandangan FilsafatSebagaimana telah sedikit di utarakan di awal tadi, manusia merupakan makhluk yang sangat unik. Upaya pemahaman hakekat manusia sudah dilakukan sejak dahulu. Namun, hingga saat ini belum mendapat pernyataan yang benar-benar tepat dan pas, dikarenakan manusia itu sendiri yang memang unik, antara manusia satu dengan manusia lain berbeda-beda. Bahkan orang kembar identik sekalipun, mereka pasti memiliki perbedaaan. Mulai dari fisik, ideologi, pemahaman, kepentingan dll. Semua itu menyebabkan suatu pernyataan belum tentu pas untuk di amini oleh sebagian orang.Para ahli pikir dan ahli filsafat memberikan sbuten kepada manusia sesuai dengan kemampuan yang dapat dilakukan manusia di bumi ini;a. Manusia adalah Homo Sapiens, artinya makhluk yang mempunyai budi,b. Manusia adalah Animal Rational, artinya binatang yang berpikir,c. Manusia adalah Homo Laquen, artinya makhluk yang pandai menciptakan bahasa dan menjelmakan pikiran manusia dan perasaan dalam kata-kata yang tersusun,d. Manusia adalah Homo Faber, artinya makhluk yang terampil. Dia pandai membuat perkakas atau disebut juga Toolmaking Animal yaitu binatang yang pandai membuat alat,e. Manusia adalah Zoon Politicon, yaitu makhluk yang pandai bekerjasama, bergaul dengan orang lain dan mengorganisasi diri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,f. Manusia adalah Homo Economicus, artinya makhluk yang tunduk pada prinsip-prinsip ekonomi dan bersifat ekonomis,g. Manusia adalah Homo Religious, yaitu makhluk yang beragama. Dr. M. J. Langeveld seorang tokoh pendidikan bangsa Belanda, memandang manusia sebagai Animal Educadum dan Animal Educable, yaitu manusia adalah makhluk yang harus dididik dan dapat dididik. Oleh karena itu, unsur rohaniah merupakan syarat mutlak terlaksananya program-program pendidikan. Aliran Dualisme. Aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada hakekatnya terdiri dari dua substansi, yaitu jasmani dan rohani. Aliran ini melihat realita semesta sebagai sintesa kedua kategori animate dan inanimate, makhluk hidup dan benda mati. Demikian pula manusia merupakan kesatuan rohani dan jasmani, jiwa dan raga.Misalnya ada persoalan: dimana letaknya mind (jiwa, rasio) dalam pribadi manusia. Mungkin jawaban umum akan menyatakan bahwa ratio itu terletak pada otak. Akan tetapi akan timbul problem, bagaiman mungkin suatu immaterial entity (sesuatu yang non-meterial) yang tiada membutuhkan ruang, dapat ditempatkan pada suatu materi (tubuh jasmani) yang berada pada ruang wadah tertentu. Jadi, aliran ini meyakini bahwa sesungguhnya manusia tidak dapat dipisahkan antara zat/raga dan ruh/jiwa. Karena pada hakekatnya keduanya tidak dapat dipisahkan. Masing-masing memiliki peranan yang sama-sama sangat vital. Jiwa tanpa ruh ia akan mati, ruh tanpa jiwa ia tidak dapat berbuat apa-apa. Dalam pendidikan pun, harus memaksimalkan kedua unsur ini, tidak hanya salah satu saja karena keduanya sangat penting.

2.3. Pandangan Ilmu Pengetahuan Tentang ManusiaHampir semua disiplin itu pengetahuan dalam bahasannya berusaha menyelidiki dan dan mengerti tentang makhluk yang bernama manusia. Secara khusus tujuan-tujuan pendidikan adalah memahami dengan mendalam tentang hakekat manusia itu sendiri. Aritoteles (384-32 SM) mengatakan bahwa manusia itu adalah hewan berakal sehat, yang mengeluarkan pendapatnya yang berbicara berdasarkan akal pikirannya ( Zaini dan ananto, 1986 :4) hal itu tentu saja dengan tetap menilai seperangkat perbedaan antara manusia dengan hewan itu secara umum. Manusia selalu menjadi objek penelitian dalam berbagai disiplin ilmu, seperti antropologi, sosiologi, psikologi dan lain-lain. Mengapa kehidupan manusia itu diperhatikan, yaitu :a. Manusia merupakan makhluk yang memiliki kemampuan dan mempunyai hak istimewa sampai batas-batas tertentu dan memiliki tugas menyelidiki segala sesuatu secara mendalam.b. Manusia selalu memikirkan dan bertanya tentang segala hal dan ingin mengetahuinya.c. Setiap manusia mempunyai tanggung jawab untuk mengerti terhadap dirinya maupun terhadap orang lain dalam kehidupan. Hakekat manusia sebagai subjek didik adalah :1. Manusia bertanggung jawab atas pendidikannya sesuai wawasan pendidikan seumur hidup.2. Manusia punya potensi baik fisik maupun psikis yang berbeda-beda.3. Manusia adalah insan yang aktif.Eksistensi manusia yang padat itulah yang perlu ( dan seharusnya) dimengerti untuk pemikiran selanjutnya. Untuk itu, adalah sangat penting membangun manusia yang sanggup melakukan pembangunan diniawi, yang mempunyai arti bagi hidup pribadi diakherat kelak. Dengan kata lain, usaha ilmu tersebut dalam rangka pembinaan manusia ideal merupakan progarm utama dalam pendidikan modern ( pendidikan yang lebih maju) pada masa-masa sekarang ini. 2.4. Masalah Rohani Dan JasmaniDalam tubuh manusia ada dua unsur yaitu jasmani dan rohani. Hal ini menunjukkan adannya satu totalitas hidup yang mmengandung aspek-aspek :a) Aspek vegetatif yaitu adanya kehidupanb) Aspek animalia yaitu adanya insting dan nafsuc) Aspek humania yaitu adanya kesadaran tentang diri sendiri seperti pikiran, perasaan, kemauan dan hati nurani.Di dalam unsur jasmani dan rohani terdapat dua aliran yaitu :1. paham materialismPaham yang berpangkal pada realita, artina alam semesta dipandang sebagai suatu realita yang bersifat materi serba zat, serba benda.2. Paham idealisme Mempunyai pandangan-pandangan tentang aspek kejiwaan manusia yang tidak tampak. Bagian ini berperan dalam melakukan dan menggerakkan berbagai aktifitas manusia. Setidaknya terdapat empat aliran pemikiran yang berkaitan tentang masalah rohani dan jasmani (sudut pandang unsur pembentuk manusia) yaitu: Aliran serba zat, aliran serba ruh, aliran dualisme, dan aliran aksistensialisme.1. Aliran Serba zat (Faham Materialisme)Aliran serba zat ini mengatakan yang sungguh-sunguh ada itu adalah zat atau materi, alam ini adalah zat atau materi dan manusia adalah unsur dari alam, maka dari itu manusia adalah zat atau materi. Manusia ialah apa yang nampak sebagai wujudnya, terdiri atas zat (darah, daging, tulang). Jadi, aliran ini lebih berpemahaman bahwa esensi manusia adalah lebih kepada zat atau materinya. Manusia bergerak menggunakan organ, makan dengan tangan, berjalan dengan kaki, dan lain-lain. Semua serba zat atau meteri. Berdasar aliran ini, maka dalam pendidikan manusia harus melalui proses mengalami atau pratek (psikomotor).2. Aliran Serba Ruh (Idealisme)Dalam buku lain, aliran ini diberi namaAliran Idealisme. Aliran ini berpendapat bahwa segala hakikat sesuatu yang ada di dunia ini adalah ruh, juga hakekat manusia adalah ruh.[9]Ruh disini bisa diartikan juga sebagai jiwa, mental, juga rasio/akal. Karena itu, jasmani atau tubuh (materi, zat) merupakan alat jiwa untuk melaksanakan tujuan, keinginan dan dorongan jiwa (rohani, spirit, ratio) manusia. Jadi, aliran ini beranggapan bahwa yang menggerakkan tubuh itu adalah ruh atau jiwa. Tanpa ruh atau jiwa maka jasmani, raga atau fisik manusia akan mati, sia-sia dan tidak berdaya sama sekali. Dalam pendidikan, maka tidak hanya aspek pengalaman saja yang diutamakan, faktor dalam seperti potensi bawaan (intelegensi, rasio, kemauan dan perasaan) memerlukan perhatian juga.3. Aliran DualismeAliran ini menganggap bahwa manusia itu pada hakekatnya terdiri dari dua substansi, yaitu jasmani dan rohani.Aliran ini melihat realita semesta sebagai sintesa kedua kategori animate dan inanimate, makhluk hidup dan benda mati. Demikian pula manusia merupakan kesatuan rohani dan jasmani, jiwa dan raga.Misalnya ada persoalan: dimana letaknya mind (jiwa, rasio) dalam pribadi manusia. Mungkin jawaban umum akan menyatakan bahwa ratio itu terletak pada otak. Akan tetapiakan timbul problem, bagaiman mungkin suatu immaterial entity (sesuatu yang non-meterial) yang tiada membutuhkan ruang, dapat ditempatkan pada suatu materi (tubuh jasmani) yang berada pada ruang wadah tertentu. Jadi, aliran ini meyakini bahwa sesungguhnya manusia tidak dapat dipisahkan antara zat/raga dan ruh/jiwa. Karena pada hakekatnya keduanya tidak dapat dipisahkan. Masing-masing memiliki peranan yang sama-sama sangat vital. Jiwa tanpa ruh ia akan mati, ruh tanpa jiwa ia tidak dapat berbuat apa-apa. Dalam pendidikan pun, harus memaksimalkan kedua unsur ini, tidak hanya salah satu saja karena keduanya sangat penting.4. Aliran EksistensialismeAliran filsafat modern berpikir tentang hakekat manusia merupakan eksistensi atau perwujudan sesungguhnya dari manusia. Jadi intinya hakikat manusia itu yaitu apa yang menguasai manusia secara menyeluruh. Disini manusia dipandang dari serba zat, serba ruh atau dualisme dari kedua aliran itu, tetapi memandangnya dari segi eksistensi manusia itu sendiri di dunia.

Menurut Freud (ahli ilmu jiwa), struktur jiwa (kepribadian) terbentuk oleh tiga tingkatan atau lapisan, yaitu bagian dasar (das Es), bagian tengah (das Ich) dan bagian atas (das Uber ich).a. Bagian Dasar atau das Es (the Id)Bagian ini merupakan bagian paling dasar yaitu berkenaan dengan hasrat-hasrat atau sumber nafsu kehidupan. Semua tuntutan das Es semata-mata demi kepuasan, tanpa memperhatikan nilai baik-buruk. das Es ini merupakan prototype dari sifat individualistis manusia, egoistis, a-sosial bahkan a-moral. Dan ketika manusia semata-mata mengikuti dorongan das Es yang demikian tadi, maka sesungguhnya manusia tidak ada bedanya dengan makhluk alamiah lain.b. Bagian Tengah atau das Ich (aku)Bagian ini terletak ditengah antara das Es dan das Uber Ich. Menjadi penengah antara kepentingan das Es dan tujuan-tujuan das Uber Ich. Das Ich ini bersifat objektif dan realistis, sehingga pribadi seseorang dapat berjalan dengan seimbang dan harmonis. Sesuai letaknya, das Ich ini lebih sadar norma dibanding das Es. Kesadaran das Ich yang bersifat ke-aku-an ini lebih bersifat social, sehingga das Ich dapat disamakan sebagai aspek social kepribadian manusia.c. Bagian Atas atau das Uber Ich (superego)Bagian jiwa yang paling tinggi, sifatnya paling sadar norma, paling luhur. Bagian ini yang paling lazim disamakan dengan budi nurani. Setiap motif, cita-cita dan tindakan das Uber Ich selalu didasarkan pada asas-asas normative. Superego ini selalu menjunjung tinggi nilai-nilai, baik nilai etika maupun nilai religious. Dengan demikian, superego adalah bagian jiwa yang palling sadar terhadap makna kebudayaan, membudaya dalam arti terutama sadar nilai moral, watak superego ialah susila.2.5 Sudut Pandang Antropologi dan MetafisikaDari segi antropologi terdapat tiga sudut pandang hakekat manusia, yaitu manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk susila. Berikut penjelasan dari ketiganya:a. Manusia Sebagai Makhluk Individu (Individual Being)Dalam bahasa filsafat dinyatakan self-existence adalah sumber pengertian manusia akan segala sesuatu. Self-existence ini mencakup pengertian yang amat luas, terutama meliputi: kesadaran adanya diri diantara semua relita, self-respect, self-narcisme, egoisme, martabat kepribadian, perbedaan dan persamaan dengan pribadi lain, khususnya kesadaran akan potensi-potensi pribadi yang menjadi dasar bagi self-realisasi. Manusia sabagai individu memiliki hak asasi sebagai kodrat alami atau sebagi anugrah Tuhan kepadanya. Hak asasi manusia sebagai pribadi itu terutama hak hidup, hak kemerdekaan dan hak milik. Disadari atau tidak menusia sering memperlihatkan dirinya sebagai makhluk individu, seperti ketika mereka memaksakan kehendaknya (egoisme), memecahkan masalahnya sendiri, percaya diri, dan lain-lain. Menjadi seorang individu manusia mempunyai ciri khasnya masing-masing. Antara manusia satu dengan yang lain berbeda-beda, bahkan orang yang kembar sekalipun, karena tidak ada manusia di dunia ini yang benar-benar sama persis. Fisik boleh sama, tetapi kepribadian tidak. Jadi dalam pendidikan seorang guru sangat perlu memahami hakekat manusia sebagai individu. Itu kaitanya dengan menghargai perbedaan dalam setiap anak didiknya, agar sang guru tidak semena-mena dan memaksakan kehendaknya (diskriminasi) kepada peserta didik. Perbedaan itu bisa berupa fisik, intelejensi, sikap, kepribadian, agama, dan lain-lain.b. Manusia Sebagai Makhluk Sosial (Sosial Being)Telah kita ketahui bersama bahwa manusia tidak dapat hidup sendirian, manusia membutuhkan manusia lain agar bisa tetap exsis dalam menjalani kehidupan ini, itu sebabnya manusia juga dikenal dengan istilah makhluk sosial. Keberadaanya tergantung oleh manusia lain.Esensi manusia sebagai makhluk sosial ialah adanya kesadaran manusia tentang status dan posisi dirinya dalam kehidupan bersama dan bagaimana tanggung jawab dan kewajibannya di dalam kebersamaan itu. Adanya kesadaran interdependensi dan saling membutuhkan serta dorongan-dorongan untuk mengabdi sesamanya adalah asas sosialitas itu. Kehidupan individu di dalam antar hubungan sosial memang tidak usah kehilangan identitasnya. Sebab, kehidupan sosial adalah realita sama rielnya dengan kehidupan individu itu sendiri. Individualitas itu dalam perkembangan selanjutnya akan mencapai kesadaran sosialitas. Tiap manusia akan sadar akan kebutuhan hidup bersama segera setelah masa kanak-kanak yang egosentris berakhir. Seorang guru dalam kegiatan pembelajaran perlu menanamkan kerjasama kepada peserta didiknya, agar kesadaran sosial itu dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal tersebut dapat dicapai dengan penerapan strategi dan metode yang tepat, juga dengan pemberian motivasi tentang kebersamaan.c. Manusia Sebagai Makhluk Susila (Moral Being)Asas pandangan bahwa manusia sebagai makhluk susila bersumber pada kepercayaan bahwa budi nurani manusia secara apriori adalah sadar nilai dan pengabdi norma-norma. Kesadaran susila (sense of morality) tak dapat dipisahkan dengan realitas sosial, sebab, justru adanya nilai-nilai, efektivitas nilai-nilai, berfungsinya nilai-nilai hanyalah di dalam kehidupan sosial. Artinya, kesusilaan atau moralitas adalah fungsi sosial. Asas kesadaran nilai, asas moralitas adalah dasar fundamental yanng membedakan manusia dari pada hidup makhluk-makhluk alamiah yang lain. Rasio dan budi nurani menjadi dasar adanya kesadaran moral itu.Ketiga esensi diatas merupakan satu kesatuan yang tidak terlepaskan dari diri manusia, tinggal ia sadar atau tidak. Beberapa individu mempunyai kecenderungan terhadap salah satu esensi itu. Ada yang cenderung esensi pertama yang lebih menonjol, ada yang kedua dan ada yang ketiga. Semua tergantung pemahaman dan pendidikan yang dialami oleh si individu tersebut. Fungsi pendidikan adalah mengembangkan ketiganya secara seimbang. Agar manusia dapat menempatkan diri sesuai situasi dan kondisi yang sedang dialami. Sesuatu yang berlebihan atau malah kurang itu tidak baik, jadi yang terbaik itu adalah seimbang.Metafika adalah ilmu yang mencoba menjelaskan sesuatu yang dikatakan gaib dengan cara nalar dan rasional keilmuan. Pada manusia metafika berbicara tentang ruh/jiwa manusia. Metafisika: filsafat tentang hakikat yang ada di balik fisika, hakikat yang bersifat transenden, di luar jangkauan pengalaman manusia.

2.6 Pandangan Monodualisme dan Dualisme. manusia merupakan mahlukmonodualis, selain sebagai mahluk individu, manusia berperan juga sebagai mahluk sosial. Sebagai mahluk individu, manusia merupakan mahluk ciptaan Tuhan yang terdiri atas unsur jasmani dan rohani yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Jiwa dan raga inilah yang membentuk individu. Manusia juga diberi kemampuan akal, pikiran, dan perasaan sehingga sanggup berdiri sendiri dan bertanggung jawab atas dirinya. Sadar atau tidak, setiap manusia akan berusaha mengembangkan kemampuan pribadinya agar memenuhi hakikatnya dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidup. Manusia adalah ciptaan Tuhan dengan derajat paling tinggi di antara ciptaan-ciptaan yang lain. Setiap manusia memiliki kepribadian yang berbeda. Setiap orang dilahirkan ke dunia ini dengan sifat yang berbeda dengan manusia lain. Setiap pribadi memiliki perbedaan sehingga selalu dapat dibedakan dengan yang lain. Manusia dikaruniai hak dasar yang melekat dalam dirinya, yaitu hak asasi manusia. Hak asasi merupakan hak mutlak sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa pada setiap individu tanpa memandang perbedaan yang ada. Manusia secara individu adalah bebas. Ia bebas memutuskan sendiri tindakannya dan pilihan yang ia ambil.Platomengatakan, mahluk hidup yang disebut manusia merupakan mahluk sosial dan mahluk yang senang bergaul/berkawan. Status mahluk sosial selalu melekat pada diri manusia. Manusia tidak bisa bertahan hidup hanya dengan mengandalkan dirinya sendiri saja. Ciri utama mahluk sosial adalah hidup berbudaya, yaitu hidup menggunakan akal budi dalam suatu sistem nilai yang berlaku dalam kurun waktu tertentu. Sedangkan Aristotelesmengatakan, manusia adalah mahluk yang pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya. Sejak lahir dalam diri manusia sudah memiliki hasrat/bakat/naluri yang kuat untuk berhubungan atau hidup di tengah-tengah manusia lainnya. Naluri itu disebutgregoriousness.Pandangan Dualisme, pandangan ini melihat segala sesuatu secara serba terpilah dan dikotomis. Realitas yang kompleks, kesaling hubungan dipandang hanya sebagai kumpulan balok atom. Layaknya puzzle realitas dicopot satu per satu, kemudian dari pengamatan terpilah tersebut digabungkan, dan kemudian dikuantifikasikan. Pandangan tersebut sejatinya, selain gagal dalam menangkap realitas secara utuh atau holisitik, pandangan ini, yang kemudian dikenal dengan Cartesian-Newtonian, turut menyumbangkan krisis kompleks dan multidimesional. Seperti, krisis ekologis, kekerasan, dehumanisasi, moral, kriminalitas, kesenjangan sosial yang kian menganga, serta ancaman kelaparan dan penyakit yang masih menghantui dunia merupakan persoalan yang saling terkait satu sama lain. Manusia sebagai mahluk individu berarti sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan yang disebut mahluk dan pribadi yang hidupnya berdiri sendiri memiliki akal, budi dan mampu menguasai mahluk lain.2.7 Kepribadian Manusia Dan Pendidikan Manusia merupakan salah satu dari berbagai jenis makhluk hidup, yang sudah ribuan abad lamanya menghuni bumi sebagai satu-satunya planet yang paling sesuai untuk dijadikan sebagai tempat hidupnya. Sebelum menjadi proses pendidikan diluar dirinya , manusia cenderung pada awalnya berusaha melakukan pendidikan pada dirinya sendiri. Pendidikan dimaksud , manusia berusaha mengerti dan mencari hakekat kepribadian tentang siapa mereka yang sebenarnya. Dalam kondisi ilmu mantiq ( logika berfikir ) manusia dikenal dengan sebutan Al- insani hayawaanun nathiq ( manusia adalah hewan yang berfikir ). Berfikir pada batasnya ini maksudnya berkata-kata, dan mengeluarkan pendapat serta fikiran ( anshari, 1982 : 4 ). Pada perjalanan proses pendidikan, peranan efektif terhadap pembinaan kepribadian manusia dapat melalui lingkungan dan juga didukung oleh faktor pembawaan sejak manusia mulai dilahirkan. Dalam kaitan ini perlu ditinjau tentang teori natifisme, empirisme dan konfergensi. Pada dasarnya tujuan pendidikan secara umum adalah untuk membina kepribadian manusia secara sempurna . pengertian kriteria sempuna ditentukan oleh masing-masing pribadi ,masyarakat ,bangsa suatu tempat dan waktu. Pendidikan yang terutama dianggap sebagai transfer kebudayaan , pengembangan ilmu pengetauan akan membawa manusia mengerti dan memahami lebih luas tentang masalah seperti itu. Dengan demikian ilmu pengetahuan memiliki nilai-nilai praktis di dalam kehidupan,baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat.

2.7 Hubungan Antara Filsafat, Pendidikan dan ManusiaDari pemaparan diatas, ternyata menusia benar-benar merupakan makhluk yang unik. Manusia memiliki berbagai dimensi dasar, baik secara pribadi, jiwa, kelompok, dll. Semua itu bercampur aduk menjadi potensi dasar atau bawaan manusia, sehingga disadari atau tidak, manusia telah mengembangkan potensi tersebut, baik secara maximal atau tidak, dengan baik atau buruk. Semuanya tergantung manusia itu sendiri dan lingkungan yang mempengaruhinya.Kaitanya dengan hal tersebut, dengan akal manusia yang bisa dikatakan jenius, manusia dapat menemukan jalan untuk mengembangkan potensi-potensi mereka dengan baik. Yaitu dengan pendidikan. Manusia mulai sadar akan arti penting pendidikan bagi kehidupan mereka. Dalam sub bab ini, penulis mencoba mencari keterkaitan antara pendidikan dengan manusia. Atau, apakah arti penting pemahaman tentang hakekat manusia tadi terhadap proses pendidikan.Pendidikan adalah usaha sadar, terencana, sistematis dan berkelanjutan untuk mengembangkan potensi-potensi bawaan manusia, memberi sifat dan kecakapan, sesuai dengan tujuan pendidikan. Pendidikan adalah bagian dari suatu proses yang diharapkan untuk mencapai suatu tujuan. Melihat pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa hubungan pendidikan dengan manusia itu sangat erat. Adanya pendidikan untuk mengembangkan potensi manusia, menuju manusia yang lebih baik, dan dapat mengemban tugas dari Alloh swt. Berbicara tentang pendidikan, berarti membicarakan tentang hidup dan kehidupan manusia. Sebaliknya, berbicara tentang kehidupan manusia berarti harus mempersoalkan masalah kependidikan. Jadi, antara manusia dan pendidikan terjalin hubungan kausalitas. Karena manusia, pendidikan mutlak ada; dan karena pendidikan, manusia semakin menjadi diri sendiri sebagai manusia yang manusiawi.Manusia merupakan subyek pendidikan, tetapi juga sekaligus menjadi objek pendidikan itu sendiri. Pedagogik tanpa ilmu jiwa, sama dengan praktek tanpa teori. Pendidikan tanpa mengerti manusia, berarti membina sesuatu tanpa mengerti untuk apa, bagaimana, dan mengapa manusia dididik. Tanpa mengerti atas manusia, baik sifat-sifat individualitasnya yang unik, maupun potensi-potensi yang justru akan dibina, pendidikan akan salah arah. Bahkan tanpa pengertian yang baik, pendidikan akan memperkosa kodrat manusia. Esensia kepribadian manusia, yang tersimpul dalam aspek-aspek: individualitas, sosialitas dan moralitas hanya mungkin menjadi relita (tingkah laku, sikap) melalui pendidikan yang diarahkan kepada masing-masing esensia itu. Harga diri, kepercayaan pada diri sendiri (self-respect, self-reliance, self confidence) rasa tanggung jawab, dan sebagainya juga akan tumbuh dalam kepribadian manusia melalui proses pendidikan. Jadi, hubungan antara filsafat, pendidikan dan manusia secara singkat adalah sebagai berikut; filsafat digunakan untuk mencari hakekat manusia, sehingga diketahui apa saja yang ada dalam diri manusia. Hasil kajian dalam filsafat tersebut oleh pendidikan dikembangkan dan dijadikannya (potensi) nyata berdasarkan esensi keberadaan manusia. Sehingga dihasilkan manusia yang sejati, yang utuh sebagaimana dititahkan oleh Alloh SWT.

3. PENUTUP3.1 SimpulanDalam filsafat, pemahaman manusia dilihat dari berbagai sudut pandang, yaitu: pertama, masalah rohani dan jasmani; Aliran Serba zat (Faham Materialisme), Aliran Serba Ruh, Aliran Dualisme, dan Aliran Eksistensialisme. Kedua, sudut pandang antropologi; manusia sebagai makhluk individu (individual being), manusia sebagai makhluk sosial (sosial being) dan manusia sebagai makhluk susila (moral being). Ketiga, pandangan Freud tentang struktur jiwa (kepribadian); bagian dasar atau das Es (the Id), bagian tengah atau das Ich (aku) dan bagian atas atau das Uber Ich (superego). Hubungan antara manusia, filsafat dan pendidikan terletak pada; filsafat digunakan untuk mencari hakekat manusia, sehingga diketahui apa saja yang ada dalam diri manusia. Hasil kajian dalam filsafat tersebut oleh pendidikan dikembangkan dan dijadikannya (potensi) nyata berdasarkan esensi keberadaan manusia.

3.2 SaranSemoga dengan terbentuknya makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak dan sebagai manusia hendaklah kita bisa memahami hakikat kita sebagai manusia sehingga bisa bermanfaat untuk diri sendiri, orang lain, serta lingkungan kita.

DAFTAR PUSTAKASuhartono, suparlan.2008. Filsafat Pendidikan.Jakarta: Ar-ruzz MediaDjumransjah.2004.Pengantar Filsafat Pendidikan.Jawa Timur: BanyumediaWahyu wijayanya. 21 maret 2013. http://yayanmafiozo35.blogspot.com/2012/04/hakekat-manusia-dalam-pandangan.html fikri nurul/ 21 maret 2013/ http://kajianhakekatmanusia.blogspot.com/2011/10/kajian-tentang-hakekat-manusia.htmlamsal bunaiya 21 maret 2013 http://bunayhartop.blogspot.com/2012/06/hakikat-manusia-dalam-pandangan.html

14