Pancasila Dan Buruh Ibu Gendong.

11
SEMANGAT PANCASILA DALAM AIR MATA KAUM BURUH IBU GENDONG BELATI 01/06/15_ Semangat dalam memperingati hari kelahiran Pancasila masih menggaung dalam Sanubari. Bahkan semangat itu tidak ku jumpai di tempat terhormat saja, tapi hari ini, di dalam pasar, ada semangat jiwa Pancasila yang tak lekang oleh keadaan. Sebut saja sebuah peguyuban Sayu Rukun, yang adalah bagian dari komunitas Buruh Ibu Gendong di Pasar Beringharjo Kota Jogjakarta yang begitu semarak dan riaknya menyanyikan lagu Garuda Pancasila dan mendoakan Pancasila dalam setiap ejaan sila-silanya. Apa yang membedakan kami? TIDAK ADA SAMA SEKALI. Hari ini kunjungan para Brigade Pancasila Sakti (BELATI) kembali menggerakan sebuah sejarah. Ada air mata haru juga bangga disana, semangat yang tak pudar terpampang kuat dari jiwa ibu-ibu tua yang sampai detik ini masih mengais hidup dengan meminta upahan sebagai buruh Gendong di Pasar ini. Mata berkaca-kaca, bahkan hati tak mampu membendung iba, ketika keluhan itu menjadi harapan. Kami hanya hadir sebagai penghibur lara, juga menjanjikan apa yang nanti bisa kami buat, bukan untuk menyuruh mereka tunduk akan keinginan kami, tapi memberi sebuah solusi menyentuh jiwa, bahwa kita sama, dalam misi ini nilai kemanusiaan dan kebangsaan yang selalu mengusung pada Merah Putih dan Pancasila.

description

Pancasila Dan Buruh Ibu Gendong.

Transcript of Pancasila Dan Buruh Ibu Gendong.

SEMANGAT PANCASILA DALAM AIR MATA KAUM BURUH IBU GENDONGBELATI 01/06/15_ Semangat dalam memperingati hari kelahiran Pancasila masih menggaung dalam Sanubari.

Bahkan semangat itu tidak ku jumpai di tempat terhormat saja, tapi hari ini, di dalam pasar, ada semangat jiwa Pancasila yang tak lekang oleh keadaan. Sebut saja sebuah peguyuban Sayu Rukun, yang adalah bagian dari komunitas Buruh Ibu Gendong di Pasar Beringharjo Kota Jogjakarta yang begitu semarak dan riaknya menyanyikan lagu Garuda Pancasila dan mendoakan Pancasila dalam setiap ejaan sila-silanya.

Apa yang membedakan kami? TIDAK ADA SAMA SEKALI.

Hari ini kunjungan para Brigade Pancasila Sakti (BELATI) kembali menggerakan sebuah sejarah.

Ada air mata haru juga bangga disana, semangat yang tak pudar terpampang kuat dari jiwa ibu-ibu tua yang sampai detik ini masih mengais hidup dengan meminta upahan sebagai buruh Gendong di Pasar ini.

Mata berkaca-kaca, bahkan hati tak mampu membendung iba, ketika keluhan itu menjadi harapan.

Kami hanya hadir sebagai penghibur lara, juga menjanjikan apa yang nanti bisa kami buat, bukan untuk menyuruh mereka tunduk akan keinginan kami, tapi memberi sebuah solusi menyentuh jiwa, bahwa kita sama, dalam misi ini nilai kemanusiaan dan kebangsaan yang selalu mengusung pada Merah Putih dan Pancasila.

Coba anda bayangkan, ada sosok setengah tua, bahkan mereka tergolong lanjut usia, namum memiliki semangat luar biasa yang tak habis termakan zaman. Mereka hanya berprinsip hidup dan bekerja untuk makan hari ini, mereka mengutarakan penderitaan mereka sebagai buruh pikul barang (50 kg) dengan upah Rp 1000, bahkan harus menaiki 2 sampai 3 lantai pasar Beringharjo. Sungguh sedih hati ini mendengarnya, jiwa ini ingin memberontak. Dimana letak jaminan kerja bagi mereka rakyat kecil, yang masih megais jejak kehidupan dengan air mata, tapi itu harkat mereka, begitu setia mereka menjalaninya.

Masih mengganjal dalam benakku,

Ketika Ibu Martini yang adalah seorang aktivis dari LSM Yasanti juga selaku pembimbing Paguyuban ini mengutarakan maksud hati dan realitanya, bahwa begitu anehnya nilai kemanusiaan yang selalu berbenturan dengan aturan di birokrasi saat ini. Singkat saja ceritanya terkait dengan jaminan kesehatan misalnya, nasib parah Buruh Gendong ini kemudian menjadi pertanyaan. Bagi mereka yang tidak berdomisili di Yogyakarta, konon kebanyakan Buruh Ibu Gendong ini berasal dari Kulonprogo dan Imogiri, sehingga mereka tidak bisa mengakses kesehatan di puskesmas yang berada di depan mata Pasar Beringharjo karena di klaim mereka tidak memiliki KTP daerah setempat. Realitanya, jika sampai di tempat kerja mereka ini dan kemudian mereka sakit, apakah ia mereka harus kembali masing-masing ke kampu daerah asal ng mereka? Sekejam itukah peraturan kesehatan dan segala prosesnya? Kenapa birokrasi selalu kaku dengan aturan, dan tidak peka dengan keadaan?

Batin ini menangis, ketika ibu setengah baya memelukku, berusaha merangkul dan mencium tanganku dan menangis, hanya untuk berterima kasih kalau hari ini masih ada orang yang hadir merangkul jiwa mereka dan mau turut membantu meringankan beban keringat dan cerita air mata yang sekian lama mereka bendung.

Tuhan, terima kasih untuk hari ini.

Bahwa mungkin diwaktu yang sama, banyak orang sedang memperingati hari lahirnya Pancasila di Hotel yang megah, ruangan yang mewah, dan makanan yang lezat namum diwaktu yang singkat dan ruang yang sederhana ini Engkau masih menganugerahkan anak bangsa seperti kami yang digerakan oleh semangat pancasila untuk melihat ibu-ibu kami yang masih terus menangis. MenuNggu waktunya kapan mereka dilihat dan diperhatikan.

Kami hadir di Pasar, situasi yang juga hina, tapi semangat Pancasila kami membakar dalam angan dan cita kami bahwa hari ini kami melihat Pasar adalah situasi HATI DAN JIWA RAKYAT dan pasar juga adalah Hotel bagi mereka rakyat jelata yang menginap di atas segala harapan untuk negeri ini.

Terima kasih BRIGADE PANCASILA SAKTI, hari ini aku belajar memindahkan Jargon Pancasila dari belakang meja yang penuh dengan ritual apel, seminar, dan debat ke tengah-tengah kaum tak tersapa, karena sejatinya dari mereka kita beljar nilai-nilai luhur Pancasila.Dan saya memahami, bahwa BELATI hidup dalam cita-cita ku untuk menemukan proses kemanusiaan yang sejati.

(Gres Gracelia)Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta

Cp: 085253073708FOTO:

KAMI ADALAH BELATI (BRIGADE PANCASILA SAKTI)