P3b Indonesia

16
CONTOH KASUS : Semakin meningkatnya volume transaksi ekspor dan impor mendorong semakin ramainya jalur dan frekuensi pengangkutan barang dari dan ke luar negeri. Sehingga kerapkali memunculkan sengketa perpajakan, terutama mengenai pemotongan PPh atas jasa pelayaran luar negeri. Sengketa pajak antara Indonesia dengan Singapura berawal ketika Pemohon Banding dari Indonesia menggunakan jasa pelayaran berupa pengangkutan batubara dari perusahaan pelayaran luar negeri yang berdomisili di Singapura. Dalam perjanjian, diketahui Singapura turut menyediakan awak kapal untuk mengurus pengangkutan batubara tersebut. Sehubungan dengan renumerasi yang diperoleh Singapura telah dilakukan pemotongan PPh Final Pasal 15 oleh Pemohon Banding dengan tarif 2,64%. Pemotongan ini sudah dianggap tepat oleh Pemohon Banding, mengingat kegiatan pemberian jasa yang dilakukan oleh Singapura di Indonesia berlangsung dalam suatu masa yang melebihi 90 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Untuk itu, sesuai dengan Pasal 5 angka 2 huruf I Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia-Singapura, Singapura telah membentuk BUT di Indonesia. Namun di lain pihak, Direktorat Jenderal Pajak (terbading) berpendapat bahwa pelaporan jasa pelayaran luar negeri yang dilakukan oleh Pemohon Banding pada SPM PPh Pasal 15 tidak dilengkapi dengan Surat Keterangan Domisili (SKD). Untuk itu, objek PPh Pasal 15 diperlakukan sebagai objek PPh Pasal 26,

description

pajak internsional

Transcript of P3b Indonesia

CONTOH KASUS :Semakin meningkatnya volume transaksi ekspor dan impor mendorong semakin ramainya jalur dan frekuensi pengangkutan barang dari dan ke luar negeri. Sehingga kerapkali memunculkan sengketa perpajakan, terutama mengenai pemotongan PPh atas jasa pelayaran luar negeri. Sengketa pajak antara Indonesia dengan Singapura berawal ketika Pemohon Banding dari Indonesia menggunakan jasa pelayaran berupa pengangkutan batubara dari perusahaan pelayaran luar negeri yang berdomisili di Singapura. Dalam perjanjian, diketahui Singapura turut menyediakan awak kapal untuk mengurus pengangkutan batubara tersebut.Sehubungan dengan renumerasi yang diperoleh Singapura telah dilakukan pemotongan PPh Final Pasal 15 oleh Pemohon Banding dengan tarif 2,64%. Pemotongan ini sudah dianggap tepat oleh Pemohon Banding, mengingat kegiatan pemberian jasa yang dilakukan oleh Singapura di Indonesia berlangsung dalam suatu masa yang melebihi 90 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Untuk itu, sesuai dengan Pasal 5 angka 2 huruf I Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia-Singapura, Singapura telah membentuk BUT di Indonesia.Namun di lain pihak, Direktorat Jenderal Pajak (terbading) berpendapat bahwa pelaporan jasa pelayaran luar negeri yang dilakukan oleh Pemohon Banding pada SPM PPh Pasal 15 tidak dilengkapi dengan Surat Keterangan Domisili (SKD). Untuk itu, objek PPh Pasal 15 diperlakukan sebagai objek PPh Pasal 26, kemudian atas PPh Pasal 15 yang sudah dipotong diperlakukan sebagai kredit pajak.

Dalam putusannya, Majelis Hakim menyebutkan bahwa dalam persidangan, Pemohon Banding telah menyampaikan bukti berupa SKD yang diterbitkan oleh otoritas pajak Singapura (Inland Revenue Authority of Singapore/RAS). Untuk itu, ketentuan P3B Indonesia-Singapura dapat diterapkan.Majelis berpendapat bahwa sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) KMK No. 417/KMK.04/1996 juncto angka 2 SE Dirjen Pajak No. SE-32/PJ.4/1996 diatur bahwa besarnya PPh bagi Wajib Pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri adalah sebesar 2,64% dari peredaran bruto yang melakukan usaha melalui BUT di Indonesia.Kemudian, sesuai dengan Pasal 8 ayat (2) P3B Indonesia-Singapura diatur bahwa penghasilan yang diperoleh perusahaan pelayaran luar negeri dari operasi pelayaran jalur internasional, hak pemajakannya diberikan kepada negara sumber penghasilan tetapi pajaknya diberikan pengurangan sebesar 50%.Dalam menentukan ada atau tidak adanya BUT di Indonesia, Majelis berpendapat bahwa tidak tepat hanya berpatokan pada time test yang telah melebihi 90 hari. Dikarenakan dalam menentukan ada tidaknya BUT juga harus dibuktikan pula bahwa jasa yang diberikan harus melalui suatu perusahaan yang bukan agen independen sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (7) P3B Indonesia-Singapura. Hal ini mengacu pula pada kebijakan yang diterbitkan oleh Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan RI bahwa perusahaan asing yang mengadakan perjanjian charter dengan perusahaan di Indonesia harus menunjuk agennya di Indonesia, sehingga pelayaran asing tersebut mempunyai BUT di Indonesia dan terdaftar sebagai wajib pajak.

Lampiran :

1.1 Tax terity Indonesia Singapura1.2 Tax terity Indonesia Saudi Arabia

1.1PERSETUJUANANTARAPEMERINTAH REPUBLIK INDONESIADAN PEMERINTAH REPUBLIK SINGAPURA TENTANG PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK ATASPENGHASILANPasal 5BENTUK USAHA TETAP1. Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah bentuk usaha tetap berarti suatu tempat usaha tetap di mana seluruh atau sebagian usaha suatu perusahaan dijalankan.2. Istilah bentuk usaha tetap terutama meliputi:(a) suatu tempat kedudukan manajemen;(b) suatu cabang;(c) suatu kantor;(d) suatu pabrik;(e) suatu bengkel;(f) suatu pertanian atau perkebunan;(g) suatu tambang, suatu sumur minyak atau gas, suatu penggalian sumber daya alam;(h) suatu lokasi bangunan konstruksi, proyek instalasi atau proyek perakitan yang berlangsung untuk suatu masa yang melebihi 183 hari;(i) pemberian jasa-jasa termasuk jasa-jasa konsultan oleh suatu perusahaan melalui seorang pegawai atau pegawai-pegawai lain (selain daripada seorang agen yang bertindak bebas sebagaimana dimaksud dalam ayat 7) dimana kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung di suatu Negara pihak pada Persetujuan dalam suatu masa yang melebihi 90 hari dalam dua belas bulan.3. Istilah bentuk usaha tetap tidak dianggap meliputi:(a) penggunaan fasilitas-fasilitas semata-mata dengan maksud untuk menyimpan atau memamerkan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan;(b) Pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk disimpan atau dipamerkan;(c) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk diolah oleh perusahaan lain;(d) pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud untuk pembelian barangbarang atau barang dagangan atau untuk mengumpulkan informasi bagi keperluan perusahaan;(e) pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud untuk tujuan periklanan, atau untuk memberikan keterangan-keterangan, untuk penelitian ilmiah atau untuk kegiatan yang sejenis yang bersifat persiapan atau penunjang bagi perusahaan;4. Suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dianggap mempunyai suatu bentuk usaha tetap di Negara pihak lain pada Persetujuan apabila perusahaan tersebut menjalankan kegiatan pengawasan di Negara pihak lain tersebut untuk suatu masa lebih dari 6 bulan yang berhubungan dengan suatu proyek konstruksi, proyek instalasi atau proyek perakitan yang dilakukan di Negara pihak lain tersebut.5. Orang atau badan yang bertindak di suatu Negara pihak pada Persetujuan untuk atau atas nama perusahaan yang berkedudukan di suatu Negara pihak lain pada Persetujuan kecuali agen yang bertindak bebas sebagaimana berlaku ayat 6, dianggap sebagai bentuk usaha tetap di Negara pihak pada Perjanjian yang disebut pertama, apabila :(a) mempunyai, dan biasa melakukan dalam Negara pihak yang disebut pertama itu, wewenang untuk menutup kontrak-kontrak atas nama perusahaan, kecuali kegiatannya dibatasi untuk pembelian barang atau barang dagangan bagi perusahaan; atau(b) ia biasa mengurus dalam Negara yang disebut pertama suatu persediaan barang atau barang dagangan milik perusahaan dimana ia secara teratur menyerahkan barang atau barang dagangan untuk atau atas nama perusahaan.6. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dari Pasal ini, suatu perusahaan asuransi dari suatu Negara pihak pada Persetujuan kecuali yang berhubungan dengan re-asuransi, dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Negara pihak lain pada Persetujuan jika perusahaan asuransi tersebut memungut premi di wilayah Negara pihak lain tersebut atau menanggung resiko-resiko yang terjadi di sana melalui seorang pegawai atau perwakilan yang bukan merupakan agen yang bertindakbebas seperti dimaksud pada ayat 7. Suatu perusahaan dari suatu Negara tidak akan dianggap mempunyai suatu bentuk usaha tetap di Negara pihak lain pada Persetujuan hanya karena perusahaan tersebut menjalankan usahanya melalui seorang makelar, komisioner atau setiap agen lainnya yang bertindak bebas, selama orangorang itu bertindak dalam rangka usahanya. Namun, bila kegiatan-kegiatan agen tersebut secara keseluruhan atau hampir secara keseluruhan diperuntukkan bagi kepentingan perusahaan itu, ia tidak akan merupakan suatu agen yang berdiri sendiri seperti yang diartikan oleh ayat ini.8. Bila suatu perseroan yang merupakan penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan mengawasi atau diawasi oleh suatu perseroan yang merupakan penduduk dari Negara pihak lain pada Persetujuan, atau yang menjalankan usahanya di Negara pihak lain tersebut (baik melalui suatu bentuk usaha tetap atau cara lain), tidak akan dengan sendirinya menjadikan salah satu perseroan tersebut bentuk usaha tetap dari yang lainnya.Pasal 8PERKAPALAN DAN PENGANGKUTAN UDARA1. Laba yang diperoleh oleh suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dari pengoperasian pesawat udara di jalur lalu lintas internasional hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.2. Laba yang diperoleh oleh suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dari pengoperasian kapal-kapal laut di jalur lalu lintas internasional dapat dikenakan pajak di Negara pihak lain pada Persetujuan, tetapi pajak yang dikenakan di Negara pihak lain tersebut akan dikurangi sebesar 50%.3. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan ayat 2 berlaku pula terhadap bagian laba dari pengoperasian kapal-kapal laut atau pesawat udara yang diperoleh suatu perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan melalui penyertaan dalam suatu gabungan perusahaan, suatu usaha bersama atau dari suatu perwakilan untuk operasi internasional.

Pasal 23METODE PENGHINDARANPAJAK BERGANDA1. Tunduk kepada perundang-undangan Indonesia mengenai kelonggaran atas kredit terhadap pajak Indonesia, yaitu pajak yang dibayar di Negara lain di luar Indonesia (sepanjang tidak mempengaruhi prinsip umum), pajak yang dibayar berdasarkan perundang-undangan Singapura dan sesuai dengan Persetujuan ini, baik secara langsung atau dengan pengurangan, atas keuntungan atau penghasilan yang bersumber dari Singapura akan diperbolehkan sebagai kredit pajak yang telah diperhitungkan di Indonesia dengan perlakuan yang sama terhadap keuntungan atau penghasilan yang telah diperhitungkan pajaknya di Singapura. Namun demikian kredit yang diberikan itu tidak akan melebihi jumlah pajak yang dikenakan di Indonesia sesuai dengan perhitungan sebelum kredit tersebut diberikan.2. Tunduk kepada perundang-undangan Singapura mengenai kelonggaran atas kredit terhadap pajak Singapura, yaitu pajak yang dibayar di Negara lain di luar singapura (sepanjang tidak mempengaruhi prinsip umum), pajak yang dibayar berdasarkan perundang-undangan Indonesia dan sesuai dengan Persetujuan ini, baik secara langsung atau dengan pengurangan, atas keuntungan atau penghasilan yang bersumber dari Indonesia akan diperbolehkan sebagai kredit pajak yang telah diperhitungkan di Singapura dengan perlakuan yang sama terhadap keuntungan atau penghasilan yang telah diperhitungkan pajaknya di Indonesia. Namun demikian kredit yang diberikan itu tidak akan melebihi jumlah pajak yang dikenakan di Indonesia sesuai dengan perhitungan sebelum kredit tersebut diberikan.

1.2

PERSETUJUAN ANTARAPEMERINTAH REPUBLIK INDONESIADANKERAJAAN SAUDI ARABIAUNTUKPEMBEBASAN TIMBAL BALIK PAJAK-PAJAK DAN BEA MASUK ATAS KEGIATAN-KEGIATAN PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA DARI KEDUA NEGARA

Pasal 1PAJAK-PAJAK DAN BEA-BEA YANG DICAKUP DALAM PERSETUJUAN INI

1. Persetujuan ini berlaku terhadap pajak-pajak atas penghasilan yang dikenakan atas nama masing-masing Negara pihak pada Persetujuan tanpa memperhatikan cara pemungutannya.2. Akan dianggap sebagai pajak-pajak atas penghasilan semua pajak-pajak yang dikenakan atas keseluruhan jumlah penghasilan, atau atas unsur-unsur penghasilan, termasuk pajak-pajak atas keuntungan pemindahtanganan harta gerak dan pajak-pajak atas jumlah keseluruhan upah atau gaji yang dibayar oleh perusahaan-perusahaan.3. Pajak-pajak yang sekarang berlaku menurut Persetujuan adalah :(a)dalam hal Republik Indonesia

1)Pajak Penghasilan Badan

2)Pajak Penghasilan Perseorangan dan pajak-pajak atas penghasilan lainnya yang dikenakan berdasarkan Undang-undang No. 7 Tahun 1983;(selanjutnya disebut sebagai "Pajak Indonesia").

(b)dalam hal Kerajaan Saudi Arabia

1)Pajak Penghasilan Badan;

2)Pajak Penghasilan Perseorangan dan pajak-pajak atas penghasilan lainnya;(selanjutnya disebut sebagai "Pajak Saudi").

4. Persetujuan ini juga berlaku terhadap pajak-pajak yang sama atau sejenis seperti pajak-pajak yang dikenakan dikemudian hari sebagai tambahan atau sebagai pengganti dari pajak yang berlaku yang dicakup oleh Persetujuan ini.5. Kedua Negara pihak pada Persetujuan bertanggung jawab untuk memberikan pembebasan atas semua perlengkapan sebagaimana disebutkan pada Daftar A dan B yang merupakan bagian dari Persetujuan ini, yang di impor kedalam atau di ekspor dari suatu negara pihak pada Persetujuan untuk pemakaian sendiri oleh perusahaan-perusahaan angkutan udara dari Negara pihak pada Persetujuan lainnya, dari pungutan-pungutan dan beban-beban pabean,. Daftar tersebut dapat dirubah secara tertulis melalui persetujuan bersama.

Pasal 3ANGKUTAN UDARA

1. Penghasilan dan keuntungan-keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan angkutan udara dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dari menjalankan angkutan udara di lalu lintas internasional dibebaskan dari pajak-pajak di Negara pihak pada Persetujuan lainnya.2. Ketentuan-ketentuan dari ayat (1) berlaku pula terhadap penghasilan dan keuntungan-keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan angkutan udara dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dari penyertaannya dalam suatu gabungan perusahaan, suatu usaha patungan dengan perusahaan penerbangan yang ditunjuk dari Negara lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (b).3. Untuk kepentingan pasal ini, penghasilan dan keuntungan-keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan angkutan udara dari suatu Negara pihak pada Persetujuan, dari menjalankan angkutanudara di lalu lintas internasional juga termasuk penghasilan dan keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari :(a)sewa yang diterima atas pemakaian, persewaan berdasarkan waktu penggunaan, atau pemeliharaan pesawat udara.

(b)sistim latihan, jasa-jasa manajemendan jasa-jasa lainnya yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan angkutan udara Negara pihak pada Persetujuan lainnya.

Pasal 4PEMBAYARAN UNTUK JASA-JASA PERSEORANGAN

1. Pembayaran yang diperoleh sehubungan dengan pekerjaan dalam hubungan kerja yang dilakukan dalam ruangan suatu pesawat udara yang dijalankan di lalu lintas internasional oleh perusahaan angkutan udara dari suatu Negara pihak pada Persetujuan, hanya dikenakan pajak di Negara itu.2. Pembayaran yang diperoleh oleh seorang pegawai dari suatu perusahaan angkutan udara dari suatu Negara pihak pada Persetujuan berkenaan dengan pekerjaan dalam hubungan kerja yang dilakukan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya, sesuai dengan ketentuan undang-undang dan peraturan-peraturan yang berlaku di masing-masing Negara pihak pada Persetujuan, dibebaskan dari pajak-pajak dan pembayaran-pembayaran lainnya di Negara lainnya kecuali jika ia seorang warga negara dari Negara pihak pada Persetujuan lainnya itu.

Pasal 5PROSEDUR PERSETUJUAN BERSAMA

Konsultasi dapat dimintakan setiap saat dalam hal salah satu Negara pihak pada Persetujuan bermaksud mengadakan perubahan terhadap Persetujuan yang ada atau dalam rangka pelaksanaannya atau penafsirannya. Konsultasi demikian dimulai dalam waktu 60 hari mulai tanggal penerimaan permintaan demikian dan keputusan-keputusan diambil berdasarkan persetujuan bersama.

DAFTAR PUSTAKA

1 Pajak Online Tax terity Indonesia dengan Singapura . Diunduh dari www.Pajakonline.com/engine/treaty/view.php?id pada tanggal 1 April pukul 21.00 WIB.

2 Pajak Online Tax terity Indonesia dengan Arab Saudi. Diunduh dari www.Pajakonline.com/engine/treaty/view.php?id pada tanggal 1 April pukul 21.00 WIB.

PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDAINDONESIA-SINGAPURAINDONESIA-ARAB SAUDI(KONTEKS PERKAPALAN DAN PENERBANGAN)

Untuk memenuhi tugas matakuliah Pajak Internasional

ANGGOTA KELOMPOK :

Muhamad Risqi W.(125020300111039)Dien Anindia K.(125020300111027)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNISUNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG 2015