p3 Sri Nowo Minarti - I11110042
-
Upload
sri-nowo-minarti -
Category
Documents
-
view
225 -
download
1
description
Transcript of p3 Sri Nowo Minarti - I11110042
Fisiologi hormon adrenokortikal
a. Sintesis hormon adrenokortikal
Semua jenis hormon steroid pada manusia disintesis dari kolesterol. Sekitar 80%
kolesterol yang digunakan untuk mensintesis steroid adalah low density lipoprotein (LDL)
yang terdapat pada plasma. LDL yang mengandung kolesterol tinggi ini akan berdifusi
dari plasma ke cairan interstisial dan berikatan dengan reseptor spesifik yang terdapat pada
suatu struktur yang disebut coated pits, yang terletak di membran sel adrenokortikal.
Coated pits ini akan masuk melalui endositosis, membentuk vesikel yang akan bersatu
dengan lisosom dan selanjutnya melepaskan kolesterol untuk sintesis hormon steroid.
Setelah kolesterol masuk ke dalam sel, kolesterol ini akan dibawa ke mitokondria,
dimana akan dipecah oleh enzim kolesterol desmolase untuk membentuk pregnolon.
Selanjutnya pregnolon akan dikatalis oleh sistem enzim yang spesifik sesuai dengan zona
korteks adrenal.
Gambar 1. Jalur sintesis hormon steroid oleh korteks adrenal.
b. Sekresi hormon adrenokortikal
1. Mineralokortikoid
Aldosteron merupakan mineralokortikoid utama yang dihasilkan oleh korteks
adrenal, yang berfungsi mengatur keseimbangan elektrolit (2 jenis ion mineral), yaitu
sodium (Na+) dan potasium (K+), membantu mengatur tekanan darah dan volume darah.
Sekresi aldosteron diatur oleh sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS).
Sekresi diawali dengan adanya stimulus yang menginisiasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron termasuk dehidrasi, defisiensi natrium, atau perdarahan.
Kondisi-kondisi akan menyebabkan penurunan volume darah yang mengakibatkan
penurunan tekanan darah. Penurunan tekanan darah akan merangsang sel
juxtaglomerular untuk mensekresikan renin. Renin ini akan mengubah angiotensinogen,
yaitu protein plasma yang dihasilkan di liver, menjadi angiotensin I. Angiotensin I ini
akan masuk dan bersirkulasi di aliran darah dan mencapai paru, dimana paru memiliki
enzim angiotensin converting enzyme (ACE). Angiotensin I akan diubah menjadi
Angiotensin II dengan bantuan enzim ACE. Angiotensin II akan merangsang korteks
adrenal untuk melepaskan aldosteron. Aldosteron akan meningkatkan reabsorpsi Na+
dan air,serta meningkatkan sekresi ion K+ dan H+ ke dalam urin. Karena terdapat
peningkatan reabsorpsi air, maka volume darah meningkat yang mengakibatkan
peningkatan tekanan darah hingga mencapai tekanan normal. Angiotensin II juga
memiliki efek sebagai vasokonstriktor pada otot polos dinding arteriol yang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah. Selain itu, peningkatan kadar K+ dalam
darah atau cairan interstisial dapat merangsang pelepasan aldosteron dari korteks
adrenal.
Empat faktor yang berperan dalam pengaturan sekresi aldosteron, diantaranya :
a) Peningkatan konsentrasi ion potassium pada cairan ekstraselular akan meningkatkan
sekresi aldosteron.
b) Peningkatan aktivitas sistem renin angiotensin aldosteron (peningkatan kadar
angiotensin II) juga akan meningkatkan sekresi aldosteron.
c) Peningkatan konsentrasi ion sodium pada cairan ekstraselular akan sedikit
menurunkan seksresi aldosteron.
d) ACTH dari kelenjar hipofisis anterior dibutuhkan untuk mensekresi aldosteron,
tetapi hanya memiliki sedikit efek dalam mengontrol laju sekresi.
Gambar 2. Pengaturan sekresi aldosteron melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron
2. Glukokortikoid
Sekresi glukortikoid diatur oleh adrenocorticotropic hormone (ACTH) yang
disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. Sekresi ACTH ini diatur oleh adanya
releasing factor dari hipotalamus yaitu corticotrophin-releasing factor (CRF). Faktor ini
disekresi ke dalam pleksus kapiler utama pada sistem porta hipofisialis pada eminensia
mediana hipotalamus, yang kemudian dibawa ke kelenjar hipofisis anterior, yang akan
menginduksi sekresi ACTH. Badan sel neuron yang menghasilkan CRF terletak di
nukleus paraventrikular hipotalamus. Nukleus ini menerima banyak neuron dari sistem
limbik dan batang otak.
ACTH yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis anterior mengakibatkan aktivasi
dari enzim adenil siklase pada membran sel adrenokortikal. Yang selanjutnya akan
menginduksi pembentukan cAMP pada sitoplasma sel. cAMP ini berperan untuk
mengaktifkan enzim intraselular yang menyebabkan pembentukan hormon
adrenokortikal. Adanya rangsangan berupa stress meningkatkan kadar ACTH dan
sekresi adrenokortikal.
Kortisol memiliki efek umpan balik negatif ke hipotalamus untuk menurunkan
pembentukan CRF dan kelenjar hipofisis anterior untuk menurunkan pembentukan
ACTH.
Gambar 3. Mekanisme pengaturan sekresi glukokortikoid
3. Androgen
Produksi androgen pada orang dewasa juga diatur oleh ACTH; DHEA dan
androstenedion menunjukkan adanya periodik sirkadian bersama semua dengan ACTH
dan kortisol. Sebagai tambahan, konsentrasi DHEA dan androstenedion dalam plasma
meningkat dengan cepat pada pemberian ACTH dan tertekan pada pemberian
glukokortikoid, yang memastikan pengaruh sekresi ACTH endogen.
4. Katekolamin
Pada keadaan stress dan selama latihan, impuls dari hipotalamus merangsang neuron
preganglionik simpatis yang berperan merangsang sel kromafin untuk mensekresi
katekolamin berupa epinefrin dan nor-epinefrin.
Gambar 4. Mekanisme sekresi hormon glukortikoid dan katekolamin saat stress
Sindrom Cushing
a. Definisi
Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik
gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar yang
tinggi ini dapat terjadi secara spontan atau karena pemberian dosis farmakologik senyawa-
senyawa glukokortikoid.
b. Klasifikasi
Sindrom cushing dibagi menjadi ACTH-dependent dan ACTH-independent. Tipe ACTH-
dependent pada sindrom cushing ditandai dengan hipersekresi ACTH kronik yang
menyebabkan hiperplasia pada zona fasikulata dan retikularis pada korteks adrenal,
sehingga terjadi peningkatan sekresi hormon kortisol, dan androgen. Sindrom cushing tipe
ACTH-independent dapat disebabkan oleh neoplasma adrenal primer, hiperplasia adrenal
nodular, atau adanya steroid eksogen yang berlebihan.
ACTH dependent ACTH independent
Adenoma hipofisis (Cushing’s disease)
Neoplasma non-pituitari (ectopic ACTH)
Iatrogenik (glukokortikoid)
Neoplasma adrenal
Hiperplasia adrenal nodular
c. Etiologi
Penyebab sindrom ini disebabkan oleh semua keadaan yang menyebabkan peningkatan
kadar glukokortikoid. Sebagian besar sindrom cushing disebabkan oleh pemberian
glukokortikoid eksogen. Selain itu, sindrom cushing juga dapat disebabkan oleh:
1. Meningginya kadar ACTH (tidak selalu karena adenoma sel basofil hipofisis).
2. Meningginya kadar ATCH karena adanya tumor di luar hipofisis, misalnya tumor paru,
pankreas yang mengeluarkan “ACTH like substance”.
3. Neoplasma adrenal yaitu adenoma dan karsinoma.
4. Iatrogenik. Pemberian glukokortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologi
d. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang umum dijumpai pada sindrom cushing antara lain :
1. Obesitas sentral,
2. Moon face
3. Perubahan pada kulit, berupa hirsutisme, striae, akne, dan memar.
4. Hipertensi
5. Disfungsi gonad, berupa gangguan siklus menstruasi, impotensi.
6. Kelemahan otot
7. Osteoporosis
8. Batu ginjal
9. Rasa haus dan poliuria
10. Dapat ditemukan juga gangguan metabolik, berupa intoleransi glukosa
e. Prognosis
Sindrom cushing yang tidak ditangani berakibat fatal. Sebagian besar kasus, kematian
disebabkan oleh hiperkortisolisme dan komplikasinya termasuk hipertensi, penyakit
kardiovaskular, stroke, tromboembolisme, dan infeksi. Sekitar 50% pasien, meninggal
dalam 5 tahun setelah onset.
Studi Kasus
Patofisiologi Gejala
a. Obesitas sentral dan moon face
Peningkatan kadar kortisol dalam tubuh menyebabkan peningkatan metabolisme
karbohidrat berupa glukoneogenesis. Sehingga kadar glukosa dalam darah akan meningkat
dan menimbulkan hiperglikemia. Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan
merangsang sekresi insulin, sehingga kadar insulin juga meningkat. Insulin memiliki efek
lipogenesis dan antilipolitik pada jaringan adiposa batang tubuh dan wajah. Jaringan
adiposa di bagian ekstremitas kurang sensitif terhadap insulin dan lebih sensitif terhadap
efek lipolitik hormon lain yang diinduksi oleh glukokortikoid. Hal ini yang menyebabkan
terjadinya obesitas sentral, moon face, dan tungkai yang lebih kurus dibandingkan
tubuhnya.
b. Striae dan badan lemas
Kortisol memiliki efek menurunkan sintesis protein dan meningkatkan katabolisme
protein. Selain itu, protein juga digunakan oleh kortisol sebagai bahan yang akan diubah
menjadi glukosa dalam metabolisme glukoneogenesis. Protein yang digunakan dapat
berasal dari serabut kolagen pada jaringan subkutan sehingga jumlahnya berkurang.
Akibatnya jaringan subkutan mudah robek dan menimbulkan striae keunguan.
Selain itu, protein yang digunakan juga dapat berasal dari serat otot, sehingga dapat
dijumpai atrofi otot yang ditandai dengan kelemahan otot.
c. Hipertensi dan Edema pada Tungkai
Glukokortikoid (kortisol) memiliki sedikit aktivitas mineralokortikoid (aldosteron)
sehingga menyebabkan kadar dan efek mineralokortikoid meningkat dalam darah. Hal ini
menyebabkan reabsorpsi ion natrium dan air meningkat, serta terjadinya vasokontriktor
arteriol, sehingga timbul gejala hipertensi pada penderita sindrom cushing. Jika reabsorpsi
ion sodium dan air terjadi terus menerus maka akan menyebabkan hipertensi yang disertai
edema akibat akumulasi air ke dalam ruang interstisial, terutama pada daerah tungkai.