p 3303111

6

Click here to load reader

Transcript of p 3303111

Page 1: p 3303111

Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 81

TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA BERBASISEKOLOGI DALAM MENDUKUNG

PENGEMBANGAN KAPAS

Subiyakto

Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Jalan Raya Karangploso km 4, Kotak Pos 199 Malang 65152,Telp. (0341) 491447, Faks. (0341) 485121, E-mail: [email protected]

Diajukan: 06 Desember 2010; Diterima: 17 Februari 2011

T anaman kapas (Gossypium sp.)termasuk keluarga Malvaceae, bang-

sa Malvales (Prentice 1972; Fryxell 1984).Di Indonesia, kapas mulai dibudidayakansecara intensif sejak kedatangan Belandapada tahun 1596 (Lahiya 1984). Tanamankapas menghasilkan serat untuk bahanbaku tekstil dan produk tekstil serta bidang

kesehatan dan kecantikan. Oleh karena itu,kapas mempunyai peran penting dalamkehidupan dan peradaban manusia.

Pertambahan jumlah penduduk me-ningkatkan konsumsi serat (AsosiasiPertekstilan Indonesia 2004). Pada tahun2004, konsumsi serat mencapai 9,70 kg/kapita dan pada tahun 2010 diperkirakan

naik menjadi 11 kg/kapita. Kebutuhanserat kapas diperkirakan meningkatmenjadi 688.000 ton pada tahun 2010(Djamaludin 2007; Sagala 2007). Ironis-nya, 99,50% kebutuhan serat kapasdalam negeri dipenuhi melalui impor(Ditjenbun 2008). Indonesia sebagainegara pengimpor tekstil dan produk

ABSTRAK

Biaya pengendalian hama pada usaha tani kapas tergolong tinggi, yaitu 41% dari biaya produksi, bahkan sebelumnyamencapai 75%. Tingginya biaya tersebut disebabkan pengendalian hama masih bertumpu pada insektisida kimia.Untuk mengurangi biaya pengendalian hama, upaya yang dapat dilakukan antara lain adalah menerapkan teknologipengendalian berbasis ekologi, yang meliputi tumpang sari kapas dengan kedelai, perlakuan terhadap benih, budidaya tanpa olah tanah, pemanfaatan jerami padi sebagai mulsa, dan penggunaan pestisida nabati. Teknologitersebut dapat mengurangi biaya pengendalian hama hingga 57%, meningkatkan hasil kapas 21% dan kedelai 31%,serta menaikkan pendapatan 57%. Pengembangan teknologi pengendalian hama berbasis ekologi untuk mendukungpengembangan kapas memerlukan arah dan strategi. Ke depan, pengembangan teknologi pengendalian hamaberbasis ekologi hendaknya tidak sepenuhnya diserahkan kepada petani dan pengelola karena mereka memilikiberbagai keterbatasan. Oleh karena itu, pemerintah berperan sangat penting, terutama dalam sosialisasi dan bantuanteknis. Strategi yang paling efektif untuk mengimplementasikan paradigma pengendalian hama berbasis ekologiadalah melalui sekolah lapang yang didukung oleh pembinaan dan pendampingan teknologi.

Kata kunci: Kapas, pengendalian hama, pengendalian hama berbasis ekologi

ABSTRACT

Pest control technology based on ecology in supporting cotton development

The cost of pest control on cotton crops is high, achieving 41% of the production costs, even before reaching75%. The high cost is because pest control on cotton still relies on the use of chemical insecticides. Effort toreduce the cost of pest control, among other, is by applying ecologically-based pest control technology. Thecomponents of this technology include intercropping cotton with soybean, seed treatment, no soil tillage, usingrice straw as mulch, and applying botanical pesticides. Implementation of this technology reduced the cost of pestcontrol by 57%, increased cotton yield by 21% and soybeans 31%, and improved income by 57%. Developmentof ecologically-based pest control technology to support cotton development needs a direction and strategy. Inthe future, development of ecologically-based pest control technology is not entirely left to the farmers andmanagers as they have various limitations. Therefore, the government had an important role, particularly insocialization and technical assistance. The most effective strategy to perform a new paradigm shift in ecologically-based pest control technology is through farmers' field schools supported by assistance.

Keywords: Cotton, pest control, ecologically-based pest control

Page 2: p 3303111

82 Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011

tekstil membutuhkan serat kapas rata-rata 554.000 ton setiap tahun (Rachman2007).

Untuk mengurangi impor serat ka-pas, pemerintah melakukan berbagaiupaya, antara lain introduksi varietaskapas, penerapan program IntensifikasiKapas Rakyat (IKR) (Subiyakto 1988;1989), pengendalian hama terpadu per-kebunan rakyat (Subiyakto dan Soeban-drijo 2000), pengembangan kapas boll-gard bekerja sama dengan swasta (Subi-yakto dan Nurindah 2002), serta akselerasikapas dan impor benih kapas hibrida(Hasnam et al. 2007; Balittas 2008). Na-mun, upaya tersebut belum memberikanhasil seperti yang diharapkan. Produk-tivitas kapas berbiji di tingkat petanibelum dapat ditingkatkan, masih berki-sar antara 400–600 kg/ha, jauh dari ha-rapan yaitu 1.500 kg/ha. Pengalaman 30tahun program IKR menunjukkan, upayapeningkatan produktivitas kapas tidaktercapai terutama karena sulitnya pengen-dalian hama. Rendahnya produktivitasjuga disebabkan kapas dikembangkan dilahan marginal yang daya dukung lahan-nya kurang optimal. Pada tahun 2009, luasarea tanam kapas hanya 12.500 ha, jauhdi bawah rata-rata luas area tahun 1978−1983, yaitu 17.119 ha (Direktorat BudidayaTanaman Semusim 2008).

Produktivitas kapas yang rendahmenyebabkan pendapatan petani jugarendah dan tidak tertarik untuk menanamkapas. Salah satu cara menarik minatpetani untuk mengembangkan kapas ada-lah dengan menurunkan biaya produksi,terutama melalui efisiensi pengendalianhama. Biaya pengendalian hama pada ta-naman kapas tergolong tinggi, mencapai41% dari biaya produksi (Basuki et al.2002), bahkan sebelumnya sampai 75%(Wirjosoehardjo dan Tobing 1986). Tinggi-nya biaya pengendalian hama karenatanaman kapas disukai oleh beragam jenishama.

Ada 28 jenis serangga hama yang me-nyerang tanaman kapas (Subiyakto 1992;Subiyakto dan Nurindah 2000). Namun,hanya tiga jenis yang dominan, yaitu ulatbuah Helicoverpa armigera (Hubner),wereng kapas Amrasca bigutulla(Ishida), dan penggerek merah jinggaPectinophora gossypiella (Saunders)(Kartono et al. 1982; Subiyakto 2006).

Wereng kapas menurunkan produk-si hingga 65% (Subiyakto 1988; 1990a).Ulat merah jingga menyebabkan keru-sakan 40−50% (Subiyakto 1990a; Soe-

bandrijo dan Subiyakto 1992; Subiyakto1990b, 1994; Rizal dan Subiyakto 1998),dan ulat buah kapas menurunkan pro-duksi 63% (Subiyakto dan Kartono 1986;Subiyakto 1990b). Secara keseluruhan,hama kapas menyebabkan penurunanproduksi yang bervariasi, yaitu 63,40%(Kartono et al. 1982), 40−50% (Ditjenbun1998), dan 65% (Subiyakto 2000).

Keberhasilan pengendalian hamamemegang peran penting dalam pengem-bangan kapas. Oleh karena itu, tulisan inimengulas teknologi pengendalian hamaberbasis ekologi agar dapat diadopsipetani dalam mendukung pengembangankapas.

PENGENDALIAN HAMABERBASIS EKOLOGI PADAKAPAS TUMPANG SARIKEDELAI

Pengendalian hama berbasis ekologitidak hanya terbatas sebagai teknologi,tetapi berkembang menjadi suatu konsepmengenai proses penyelesaian masalahekologi (Kenmore 1996). Pemikiran pe-ngendalian hama berbasis ekologi di-dorong oleh pengembangan dan pene-rapan pengendalian hama berdasarkanpengertian ekologi lokal (in situ) hamadan pemberdayaan petani. Pengendalianhama berbasis ekologi disesuaikan de-ngan masalah yang ada di setiap lokasidan lebih menekankan pada pengelolaanproses dan mekanisme ekologi lokaldaripada intervensi teknologi (Untung2006; Laba 2009).

Pengendalian hama berbasis ekologipada tanaman kapas meliputi pengguna-an benih tanpa kabu-kabu, penanamanvarietas toleran hama wereng kapas,penyemprotan insektisida berdasarkanambang populasi, penggunaan sumberdaya lokal, dan melibatkan petani secaralangsung dalam sekolah lapang pengen-dalian hama terpadu (SL-PHT) (Soeban-drijo 2000; Subiyakto dan Soebandrijo2000; Rizal et al. 2002). Pada periode initerjadi perubahan yang mendasar, yaitupengembangan kapas secara tumpang saridengan palawija.

Pada tahun 1983, petani telah mela-kukan penanaman kapas secara tumpangsari dengan palawija, antara lain dengankedelai, kacang hijau, kacang tanah, danjagung. Namun, pada saat itu belum di-ketahui pengaruh tumpang sari terhadap

populasi hama. Berdasarkan hasil pene-litian, penanaman kapas secara tumpangsari dengan palawija memberikan penga-ruh positif terhadap pengendalian hama(Subiyakto et al. 1987; 1988; 1990; Nur-indah dan Subiyakto 1992; Subiyakto2006).

Pengembangan kapas secara tum-pang sari harus disesuaikan dengan polatanam setempat (Kadarwati dan Rahmi-anna 2006). Di Lamongan, kapas umumnyaditumpangsarikan dengan kedelai, se-dangkan di Sulawesi Selatan dan JawaTengah dengan tanaman jagung. Pengem-bangan kapas secara tumpang sari diarah-kan pada lahan tadah hujan yang sebe-lumnya ditanami padi.

Pengendalian hama berbasis ekologipada kapas tumpang sari kedelai di-dasarkan pada ekologi lokal hama danpemberdayaan petani dalam mengelolaagroekosistem. Tujuannya adalah agardalam agroekosistem terjadi kesela-rasan antara tanah, hara, sinar matahari,kelembapan udara, dan organisme yangada sehingga menghasilkan pertanamanyang sehat dan hasil yang berkelanjutan(Altieri dan Altieri 2004; Nurindah et al.2007; Subiyakto dan Indrayani 2008).

Penanaman kapas secara tumpang saridengan kedelai akan menambah kera-gaman tanaman (Gambar 1). Kedelaisebagai tanaman tumpang sari dapatmenarik musuh alami (predator danparasitoid) hama kapas karena adanyanektar pada bunga (Nurindah dan Subi-yakto 1992). Kedelai juga dapat menyu-burkan tanah karena adanya bintil akar.Penanaman kapas secara tumpang saridengan kedelai juga dapat mengurangirisiko gagal panen sehingga meningkatkanpendapatan petani (Subiyakto 2006).Pengendalian hama berbasis ekologi padatanaman kapas tumpang sari kedelai meli-puti beberapa komponen sebagai berikut.

Perlakuan Benih

Agar pengendalian hama berbasis eko-logi optimal perlu didukung oleh pertum-buhan tanaman yang sehat. Selain denganmenerapkan teknologi budi daya yangtepat, untuk mendapatkan tanaman yangsehat maka benih harus diperlakukandengan insektisida untuk mengantisi-pasi serangan wereng kapas (Subiyakto1988; 1989).

Perlakuan terhadap benih sangat pen-ting karena sampai saat ini belum tersedia

Page 3: p 3303111

Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 83

varietas kapas yang toleran terhadapwereng kapas. Varietas kapas yang ada,yaitu Kanesia 1 sampai 15 bersifat moderattahan terhadap wereng kapas. Perlakuanbenih menyebabkan tanaman kapasmengandung insektisida hingga umur 45hari sehingga terlindung dari seranganwereng kapas (Subiyakto dan Kartono1988). Keuntungan pengendalian hamadengan perlakuan benih antara lain adalahkompatibel dengan cara pengendalianyang lain, mudah dilaksanakan, dan relatifaman terhadap lingkungan (Subiyakto1999).

Budi Daya Tanpa Olah Tanah

Pengembangan kapas di lahan sawahtadah hujan, seperti di Lamongan, JawaTimur dan Blora, Jawa Tengah mene-rapkan budi daya tanpa olah tanah(Subiyakto et al. 2005a). Praktek sepertiini dapat mendorong perkembangan orga-nisme tanah, seperti mikroarthropodayang merupakan mangsa alternatif pre-dator (Subiyakto et al. 2005b; Subiyaktodan Indrayani 2008). Pengolahan tanahsecara intensif menurunkan populasimikroarthropoda tanah (Hendrix et al.1986; Rodrigues et al. 1997).

Penggunaan Mulsa JeramiPadi

Di lahan sawah tadah hujan, umumnyajerami padi belum dimanfaatkan secara

optimal. Jerami padi biasanya ditumpuk ditepi lahan, bahkan tidak sedikit yangdibakar (Gambar 2a). Pembakaran jeramipadi dapat berpengaruh buruk terhadapkeanekaragaman hayati dan menyebabkanbiomassa jerami sebagai bahan organikhilang. Pemberian mulsa jerami padi dapatmemperbaiki agroekosistem (Gambar 2b)karena menciptakan iklim mikro yangkondusif untuk perkembangan mikro-arthropoda tanah dan pertumbuhan ta-naman (Subiyakto et al. 2005c; Subiyaktodan Indrayani 2008).

Pemberian mulsa jerami padi akanmenambah bahan organik ke dalam tanahdan sebagai pemicu utama berfungsinyasuatu komponen penyusun habitat(Hattenschwiler et al. 2005; Subiyakto etal. 2005b). Tanah yang kaya bahanorganik memiliki populasi predator danserangga netral yang lebih tinggi di-

banding tanah yang miskin bahan or-ganik. Pada tanah yang kaya bahanorganik, populasi mangsa alternatif arthro-poda predator (detrivor) lebih tinggi (Settleet al. 1996; Settle dan Whitten 2000;Subiyakto et al. 2006a; Subiyakto danIndrayani 2008).

Penggunaan Pestisida Nabati

Krisis moneter pada tahun 1997/1998menyebabkan harga pestisida kimia naik2−3 kali lipat. Hal ini mendorong parapeneliti untuk mencari pestisida alternatifyang relatif murah tetapi efektif mengen-dalikan hama dan aman bagi lingkungan(Subiyakto et al. 1999). Pestisida alterna-tif tersebut antara lain berasal dari ekstrakbiji mimba.

Penggunaan pestisida nabati dapatmendukung konservasi musuh alami. Pa-da tanaman kapas, tindakan konservasimusuh alami untuk mengoptimalkan peranmusuh alami mempunyai peluang keber-hasilan yang tinggi. Keragaman jenisarthropoda pada pertanaman kapas ter-golong tinggi, sekitar 301 jenis, terdiri atas135 jenis hama, 90 jenis predator, 75 jenisparasitoid, dan satu jenis hiperparasitoid(Michel 2001). Komposisi hama sebenar-nya lebih rendah, yaitu 45%, sedangkanpredator dan parasitoid lebih besar,mencapai 65%.

DAMPAK PENERAPANPENGENDALIAN HAMABERBASIS EKOLOGI

Penerapan teknologi pengendalian hamaberbasis ekologi pada kapas tumpangsari kedelai mendorong keterpaduan

Gambar 1. Penanaman kapas secara tumpang sari dengan kedelai menambahkeragaman tanaman (Foto: Subiyakto).

Gambar 2. Jerami padi yang dibakar (a), dan jerami padi sebagai mulsa (b) (Foto:Subiyakto).

Page 4: p 3303111

84 Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011

pola pengendalian serangga hama danbudi daya tanaman. Keterpaduan keduapola tersebut dapat meningkatkan pen-dapatan petani melalui efisiensi peng-gunaan insektisida dan peningkatanhasil kapas dan kedelai. Pengendalianhama berbasis ekologi, secara langsungmaupun tidak langsung mendukung pe-ngembangan kapas di Indonesia. Ke-untungan penerapan teknologi pengen-dalian hama berbasis ekologi pada kapastumpang sari kedelai diuraikan berikut ini.

Arthropoda Predator danMangsa Alternatif DatangLebih Awal

Pengendalian hama berbasis ekologi padakapas tumpang sari dengan kedelai me-macu keberadaan arthropoda predatorserta mangsa alternatif (mikroarthropodatanah) datang lebih awal dibanding se-rangga hama. Hal ini akan memberipeluang bagi arthropoda predator untukberperan sebagai pengendali hayati untukmenekan populasi hama.

Mahrub (1999) dan Subiyakto (2006)melaporkan bahwa apabila di lapang tidakdijumpai serangga hama, predator akanmemangsa serangga netral seperti mikro-arthropoda tanah. Populasi mikroarthro-poda tanah dipengaruhi oleh perkem-bangan fenologi tanaman kapas (Subi-yakto et al. 2005c) dan kelembapan tanah(Borror et al. 1996). Fluktuasi populasimikroarthropoda tanah stabil sepanjangmusim karena mikroarthropoda tanahkurang peka terhadap perubahan habitat(Winasa 2001; Subiyakto et al. 2005a).

Meningkatkan PemangsaanPredator

Pengendalian hama berbasis ekologipada kapas tumpang sari kedelai mening-katkan tingkat pemangsaan predator. Ujipemangsaan ulat pada kanopi tanamankapas menunjukkan ulat dimangsa olehkompleks predator rata-rata 74,60% padaPHT, sedangkan pada praktek petani60,79%. Pada uji pemangsaan di permu-kaan tanah, ulat dimangsa oleh komplekspredator rata-rata 78,17% pada lahan PHTdan 72,61% pada lahan petani. Predatorpermukaan tanah yang memangsa ulatantara lain adalah semut, cecopet, danlaba-laba (Brust et al. 1986; Subiyaktoet al. 2006b).

Menurunkan PenggunaanInsektisida

Penerapan pengendalian hama berbasisekologi pada kapas tumpang sari kedelaimengurangi penggunaan insektisidahingga 57%. Pengendalian hama berbasisekologi hanya memerlukan dua kali pe-nyemprotan insektisida (0,75 l/ha), se-dangkan pada praktek petani empat kali(1,75 l/ha). Rendahnya frekuensi penyem-protan pada pengendalian hama berbasisekologi disebabkan oleh faktor biotik,yaitu berperannya musuh alami, dan faktorabiotik seperti curah hujan dalam me-nekan populasi hama (Nurindah et al.2006; Subiyakto 2006).

Meningkatkan PendapatanPetani

Penerapan teknologi pengendalian hamaberbasis ekologi kapas tumpang sari kede-lai meningkatkan hasil kapas 21%, dari1.056 kg/ha menjadi 1.284 kg/ha, dankedelai 31%, dari 636 kg/ha menjadi836 kg/ha. Pendapatan meningkat 57%dari Rp2,46 juta menjadi Rp3,28 juta(Subiyakto et al. 2006c).

PELUANG PENERAPANPENGENDALIAN HAMABERBASIS EKOLOGI

Suatu teknologi akan diadopsi petani jikateknologi tersebut secara ekonomis me-nguntungkan petani, secara teknis mu-dah diterapkan, dan secara ekologis amanbagi lingkungan. Teknologi pengendalianhama berbasis ekologi terbukti mening-katkan pendapatan petani, secara teknismudah diterapkan, dan secara ekologisrelatif aman karena lebih menekankanpada rekayasa budi daya dan penggunaanpestisida nabati.

Komponen teknologi pengendalianhama berbasis ekologi pada kapas tum-pang sari kedelai sebagian besar sudahdiadopsi petani, terutama petani di lahansawah tadah hujan di Lamongan danBlora. Di dua daerah terjadi, setiap tahunluas tanamnya bervariasi, masing-masingberkisar antara 700−1.200 ha dan 300−600ha. Perubahan luas area tanam terjadikarena budi daya kapas sangat berisikoterhadap kekeringan dan serangan hama.Komponen budi daya tanpa olah tanahdan penggunaan mulsa jerami padi sudah

diadopsi petani sepenuhnya, sedangkanperlakuan benih dan penggunaan pes-tisida nabati belum sepenuhnya diadopsipetani. Oleh karena itu, sangat diperlu-kan percepatan alih teknologi perlakuanterhadap benih dan penggunaan pestisidanabati.

Area pengembangan kapas denganteknologi pengendalian hama berbasisekologi di Kabupaten Lamongan dan Blorabelum luas karena lahan sawah tadahhujan yang ditanami kapas berkisar antara1.500−1.800 ha. Namun, pengembangankapas di dua kabupaten tersebut dapatmenjadi model pengembangan kapaspada lahan sawah tadah hujan di daerahlainnya.

Potensi lahan sawah tadah hujan yangtergolong sangat sesuai untuk ditanamikapas mencapai 206.000 ha (Kadarwati danRahmianna 2006). Area tersebut tersebardi Jawa Tengah, Jawa Timur, SulawesiSelatan, Sulawesi Tenggara, dan NusaTenggara Barat. Dengan demikian, pelu-ang pengembangan kapas ke lahan sawahtadah hujan dengan sistem tumpang saridengan kedelai masih sangat terbuka.

KESIMPULAN

Pengendalian hama berbasis ekologi padakapas dapat dilakukan dengan sistemtumpang sari kapas dengan kedelai, perla-kuan benih dengan insektisida, budi dayatanpa olah tanah, penggunaan jerami padisebagai mulsa, dan penggunaan pestisidanabati. Teknologi pengendalian hamaberbasis ekologi pada kapas tumpangsari kedelai telah diadopsi petani, terutamadi lahan sawah tadah hujan di KabupatenLamongan dan Blora. Pengembangankapas di kabupaten tersebut dapat menjadimodel pengembangan kapas di lahansawah tadah hujan di daerah lain. Saatini, potensi lahan sawah tadah hujan diIndonesia yang tergolong sangat sesuaibagi kapas mencapai 206.000 ha.

Teknologi pengendalian hama ber-basis ekologi untuk mendukung pengem-bangan kapas tidak dapat diserahkankepada petani dan pengelola karenamereka memiliki berbagai keterbatasan.Oleh karena itu, pemerintah berperansangat penting, terutama dalam prosessosialisasi dan bantuan teknis. Untuk me-lakukan perubahan paradigma baru pen-dekatan yang paling efektif adalah mela-lui sekolah lapang yang didukung olehpembinaan dan pendampingan teknologi.

Page 5: p 3303111

Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 85

DAFTAR PUSTAKA

Altieri, N. and M.A. Altieri. 2004. Agroecologicalbases of ecological engineering for pestmanagement. p. 32−54. In G.M. Gurr, S.D.Wratten, and M.A. Altieri (Eds.). EcologicalEngineering for Pest Management. ComstockPubl. Associates, New York.

Asosiasi Pertekstilan Indonesia. 2004. Situasiindustri tekstil saat ini dan perkiraan limatahun mendatang. hlm. 1−5. Dalam Soe-bandrijo, Subiyakto, A.A.A. Gothama, danMukani (Ed.). Prosiding Lokakarya Pe-ngembangan Kapas dalam Rangka Otoda,Malang, 15 Oktober 2002. Pusat Penelitiandan Pengembangan Perkebunan, Bogor.

Balittas (Balai Penelitian Tanaman Tembakaudan Serat). 2008. Kapas hibrida HSD 51,HSC 138, dan HSC 188: Alternatif varietasunggul mendukung pengembangan kapasnasional. Balittas, Malang. 4 hlm.

Basuki, T., S. Bambang, dan S.A. Wahyuni. 2002.Sistem usaha tani kapas di Indonesia. DalamKapas, Buku 1. Monograf Balittas No. 7:hlm. 55−76. Balai Penelitian Tanaman Tem-bakau dan Serat, Malang.

Borror, D.J., C.A. Triplehora, dan N.F. Johnson.1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisike-6. Penerjemah P. Partosoedjono. GadjahMada University Press, Yogyakarta. 1083hlm.

Brust, G.E., B.R. Stinner, and D.A. McCartney.1986. Predator activity and predation incorn agroecosystems. Environ. Entomol.15: 1017−1021.

Direktorat Budidaya Tanaman Semusim. 2008.Rumusan Hasil Pertemuan Evaluasi Pelak-sanaan Program Akselerasi PengembanganKapas Tahun 2008, Yogyakarta 23−24Oktober 2008. Direktorat Budidaya Tanam-an Semusim, Direktorat Jenderal Perkebun-an, Jakarta. 8 hlm.

Ditjenbun (Direktorat Jenderal Perkebunan).1998. Peluang dan program pengembangankapas di Indonesia. hlm. 56−73. ProsidingDiskusi Kapas Nasional, Jakarta, 26 Novem-ber 1996. Badan Penelitian dan Pengem-bangan Pertanian, Jakarta.

Ditjenbun (Direktorat Jenderal Perkebunan).2008. Pembahasan harga kapas berbiji danrayonisasi pengelolaan kapas tahun 2008.Ditjenbun, Jakarta. 8 hlm.

Djamaludin, J.C. 2007. Dampak strategis industriTPT nasional menanggapi pencabutan sub-sidi ekspor kapas negara maju. hlm. 24−32.Prosiding Lokakarya Nasional Kapas danRami, Surabaya, 15 Maret 2006. Balai Pene-litian Tanaman Tembakau dan Serat, Ma-lang.

Fryxell, P.A. 1984. Taxonomy and germplasmresources. p. 27−56. In R.J. Kohel and C.F.Lewis (Eds.). Cotton. ASA, SCAA, SSSA Inc.Publ., Madison, Winconsin, USA.

Hasnam, E. Sulistyowati, Nurheru, Sudjindro, danRr. S, Hartati. 2007. Peran teknologi dan

kelembagaan dalam pengembangan kapas danrami. hlm. 40−56. Prosiding Lokakarya Na-sional Kapas dan Rami, Surabaya, 15 Maret2006. Balai Penelitian Tanaman Tembakaudan Serat, Malang.

Hattenschwiler, S., A.V. Tiunov, and S. Scheu.2005. Biodiversity and litter decompositionin terrestrial ecosystems. Annu. Rev. Ecol.Evo. Syst. 36: 191−218.

Hendrix, P.F., R.W. Parmelee, D.A. Crossley Jr,D.C. Coleman, E.P. Odum, and P.M. Groff-man. 1986. Detritus food webs in conven-tional and no-tillage agroecosystems. Bio-Science 36(6): 374−380.

Kadarwati, F.T. dan A.A. Rahmianna. 2006.Kompatibilitas palawija dengan kapas dilahan tadah hujan. hlm. 1−14. LokakaryaRevitalisasi Agribisnis Kapas Diintegrasikandengan Palawija di Lahan Sawah TadahHujan, Lamongan, 8 September 2005. BalaiPenelitian Tanaman Tembakau dan Serat,Malang.

Kartono, G., A. Sastrosupadi, M. Sahid, Sudjindro,Endarwati, Darmono, Basuki, T., S.A. Wah-yuni, Machfudz, dan Soebandrijo. 1982. Sta-tus penelitian kapas di Indonesia. Balai Pene-litian Tanaman Industri, Malang. 113 hlm.

Kenmore, P.E. 1996. Integrated Pest Manage-ment in Rice. CAB International, Cambridge.576 pp.

Laba, I.W. 2009. Analisis Empiris PenggunaanInsektisida Menuju Pertanian Berkelanjutan.Orasi Pengukuhan Profesor Riset BidangHama Tanaman Pangan. Badan Penelitiandan Pengembangan Pertanian, Jakarta. 74hlm.

Lahiya, A.A. 1984. Tanaman Kapas (SejarahPengembangan dan Pembudidayaannya) diIndonesia. Bandung. 69 hlm.

Mahrub, E. 1999. Struktur komunitas arthropodapada ekosistem padi tanpa perlakuan pesti-sida. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia4(1): 19–27.

Michel, B. 2001. Survey of arthropod bio-diversity of cotton fields in South-East Asia.p. 119–132. Proceeding of the SecondSouth-East Asian Cotton Research Con-sortium Meeting, Hochiminh City, Vietnam,20−22 November 2001.

Nurindah dan Subiyakto. 1992. Pengaruh tum-pang sari kapas dengan palawija terhadappopulasi predator serangga hama kapas. hlm.34−40. Prosiding Diskusi Panel Budi DayaKapas + Kedelai, 10 Desember 1992. BalaiPenelitian Tanaman Tembakau dan Serat,Malang,

Nurindah, D.H. Parmono, dan Sujak. 2006. Fak-tor mortalitas biotik Helicoverpa armigera(Hubner) pada kapas tumpang sari kedelai.hlm. 118−124. Prosiding Lokakarya Revi-talisasi Agribisnis Kapas Diintegrasikan de-ngan Palawija di Lahan Sawah Tadah Hujan,Lamongan, 8 September 2005. Balai Pe-

nelitian Tanaman Tembakau dan Serat,Malang.

Nurindah, T. Basuki, dan M. Sahid. 2007.Penerapan sistem budi daya terpadu dalampengembangan kapas. hlm. 127−133. Pro-siding Lokakarya Nasional Kapas dan Rami,Surabaya, 15 Maret 2006. Balai PenelitianTanaman Tembakau dan Serat, Malang.

Prentice, A.N. 1972. Cotton with Special Re-ference to Africa. First Ed. Longman GroupLtd., London. 281 pp.

Rachman, A.H. 2007. Strategi revitalisasi pe-ngembangan kapas dan rami. hlm. 33−39.Prosiding Lokakarya Nasional Kapas danRami, Surabaya, 15 Maret 2006. Balai Peneli-tian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang.

Rizal, M. dan Subiyakto. 1998. Dinamika po-pulasi ulat buah merah kapas di Asembagus,Jawa Timur. hlm. 67−82. Prosiding SeminarNasional PEI dan PHT. Departemen Per-tanian, Bogor.

Rizal, M., S. Hadiyani, S.A. Wahyuni, B.Sulistiono, dan Soebandrijo. 2002. Pengen-dalian hama terpadu pada tanaman kapas.Dalam Kapas, Buku 2. Monograf BalittasNo. 7: 159−172. Balai Penelitian TanamanTembakau dan Serat, Malang.

Rodrigues, G.S., M.A.V. Ligo, and J.L. de C.Mineiro. 1997. Organic matter decompo-sition and microarthropod community struc-ture in corn fields under low input and inten-sive management in Guaira (SP). Sci. Agric.54: 1−2.

Sagala, A. 2007. Kebijakan sektor industri TPTdalam mendukung pengembangan kapas danrami pascapencabutan subsidi ekspor negaramaju. hlm. 20−23. Prosiding LokakaryaNasional Kapas dan Rami, Surabaya 15 Maret2006. Balai Penelitian Tanaman Tembakaudan Serat, Malang.

Settle, W.H., H. Ariawan, E.T. Astuti, W.Cahyono, A.L. Hikam, D. Hidayana, A.S.Lestari, and Pajarningsih. 1996. Managingtropical rice pest through conservation ofgeneralist natural enemies and alternativeprey. Ecology 77(7): 1975−1988.

Settle, W.H. and M.J. Whitten. 2000. The roleof small scale farmers in strengtheninglinkages between biodiversity and sustainableagriculture. p. XLI−XLIX. In Abstract, BookI. XXI International Congress of Entomo-logy, Brazil, 20−26 August 2000.

Soebandrijo dan Subiyakto. 1992. Usaha pen-cegahan serangan penggerek buah merahjingga kapas Pectinophora gossypiella. hlm.122−127. Prosiding Diskusi Panel Budi DayaKapas + Kedelai, 10 Desember 1992. BalaiPenelitian Tanaman Tembakau dan Serat,Malang.

Soebandrijo. 2000. Penerapan teknologi pengen-dalian hama terpadu pada tanaman kapas.Buletin Kehutanan dan Perkebunan 1(2): 35−52.

Page 6: p 3303111

86 Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011

Subiyakto dan G. Kartono. 1986. Beberapa aspekbiologi ulat buah kapas Helicoverpa armigera(Hubner) (Lepidoptera: Noctuidae). hlm.78−85. Prosiding Temu Ilmiah EntomologiPerkebunan Indonesia, Medan, 22−24 April1986.

Subiyakto, Soebandrijo, dan O.S. Bindra. 1987.Pengaruh tumpang sari kapas-palawija ter-hadap populasi serangga hama kapas. Semi-nar on Integrated Cotton Pest Control, Ma-lang, 29−30 Oktober 1987. Balai PenelitianTanaman Tembakau dan Serat, Malang. 9hlm.

Subiyakto. 1988. Upaya pengendalian seranggahama kapas secara terpadu. Jurnal Penelitiandan Pengembangan Pertanian VII(4): 109−115.

Subiyakto dan G. Kartono. 1988. Prospek peng-gunaan insektisida benih dan tanah sebagaikomponen pengendalian serangga hamapengisap pada tanaman kapas. Jurnal Pene-litian dan Pengembangan Pertanian VII(2):43−50.

Subiyakto, Soebandrijo, dan O.S. Bindra. 1988.Pengendalian serangga hama kapas secarabudi daya. Makalah disampaikan pada Loka-karya Penelitian Pengendalian SeranggaHama Kapas secara Terpadu, Malang, 10−11 Agustus 1988. Balai Penelitian TanamanTembakau dan Serat, Malang.11 hlm.

Subiyakto. 1989. Upaya meningkatkan produk-tivitas lahan kapas rakyat. Jurnal Penelitiandan Pengembangan Pertanian VIII(2): 40−45.

Subiyakto. 1990a. Pemanduan hama wereng danulat buah kapas. Jurnal Penelitian dan Pe-ngembangan Pertanian IX(I): 1−5.

Subiyakto. 1990b. Ulat ungu kapas dan strategipengendaliannya. Jurnal Penelitian dan Pe-ngembangan Pertanian IX(2): 29−31.

Subiyakto, Soebandrijo, dan M. Sahid. 1990.Pengaruh tumpang sari kapas dengan jagungterhadap pengendalian ulat Helicoverpaarmigera (Hubner) pada kapas. PemberitaanPenelitian Tanaman Industri XV(2): 17−25.

Subiyakto. 1992. Pengendalian Serangga Hamadan Penyakit Kapas. Penerbit Kanisius,Yogyakarta. 76 hlm.

Subiyakto. 1994. Pengendalian ulat merah jinggakapas Pectinophora gossypiella (Saunders)dengan gossyplure sebagai mating disruption.Makalah Seminar Sehari Sumbangan Ento-mologi dalam Bidang Pertanian dan Kese-

hatan, Lembang, 3 Agustus 1994. PEI CabangBandung. 11 hlm.

Subiyakto, G. Dalmadiyo, Supriyono, dan H.P.Diwang. 1999. Pemanfaatan mimba sebagaialternatif pengendalian serangga hama kapas.Warta Penelitian Tanaman Industri IV(4):2.

Subiyakto. 1999. Statistika demografi untukevaluasi ketahanan tanaman terhadap se-rangga hama. hlm. 419−428. Prosiding Sim-posium III Hasil Penelitian dan Pengem-bangan Tanaman Perkebunan, Bogor, 1−2Desember 1999. Penerapan IPTEK untukMeningkatkan Daya Saing Industri Perke-bunan Menghadapi Millenium III. PusatPenelitian dan Pengembangan Perkebunandan APPI, Bogor.

Subiyakto. 2000. Pemanfaatan insektisida nabatiserbuk biji mimba untuk pengendalian peng-gerek buah kapas Helicoverpa armigera(Hubner). Makalah disampaikan pada Work-shop Nasional Pengendalian Hayati OPTTanaman Perkebunan, Bogor, 15−17 Febru-ari 2000. Direktorat Jenderal Perkebunan,Jakarta. 12 hlm.

Subiyakto dan Nurindah. 2000. Organisme peng-ganggu tanaman kapas dan musuh alamiserangga hama kapas. Proyek PenelitianPHT Tanaman Perkebunan (IPM-SECP).ADB. 52 hlm.

Subiyakto and Soebandrijo. 2000. ConsultantReport. Integrated Pest Management forSmallholder Estate Crops Project (IPM-SECP). ADB Loan No.1469-INO. 12 pp.

Subiyakto dan Nurindah. 2002. Tinjauan multi-aspek pengembangan kapas transgenik diSulawesi Selatan. Makalah Roundtable Dis-cussion di PK-PHT, Institut Pertanian Bogor,3 Oktober 2002. 8 hlm.

Subiyakto, S. Rasminah, G. Mudjiono, andSyekhfani. 2005a. Pengaruh bobot mulsajerami padi terhadap populasi serangga hamadan hasil kapas. hlm. 110−117. ProsidingLokakarya Revitalisasi Agribisnis Kapas Di-integrasikan dengan Palawija di Lahan SawahTadah Hujan, Lamongan, 8 September 2005.Pusat Penelitian dan Pengembangan Perke-bunan, Bogor.

Subiyakto, S. Rasminah, G. Mudjiono, andSyekhfani. 2005b. Effect of straw mulchingweight on the abundance of predation ar-thropods on soil surface in cotton inter-cropped with soybean. The First Internati-

onal Conference on Crop Security, BrawijayaUniversity, Malang, 20–22 September 2005.10 pp.

Subiyakto, S. Rasminah, G. Mudjiono, danSyekhfani. 2005c. Pengaruh bobot mulsajerami padi terhadap kelimpahan mikro-arthropoda tanah pada tumpang sari kapasdan kedelai. hlm. 314−323. ProsidingSeminar Nasional dan Kongres Biologi XIIIdalam rangka Lustrum X Fakultas BiologiUniversitas Gadjah Mada, 16−17 September2005.

Subiyakto. 2006. Peranan Mulsa Jerami Paditerhadap Keanekaragaman Arthropoda Pre-dator dan Manfaatnya dalam PengendalianSerangga Hama Kapas pada Kapas TumpangSari Kedelai. Disertasi Program PascasarjanaUniversitas Brawijaya, Malang. 157 hlm.

Subiyakto, S. Rasminah, G. Mudjiono, danSyekhfani. 2006a. Peranan mulsa jerami padidalam pengendalian serangga hama kapaspada tumpang sari kapas dan kedelai. JurnalIlmiah Agrivita 28(1): 15−25.

Subiyakto, S. Rasminah, G. Mudjiono, danSyekhfani. 2006b: Tekanan pemangsaankompleks predator terhadap ulat buah padatumpang sari kapas dan kedelai tanpa dandengan mulsa jerami padi. Jurnal IlmiahHabitat XVII(1): 72−82.

Subiyakto, Dwi Adi Sunarto, Dwi Winarno, danIG A.A. Indrayani. 2006c. Peranan pengen-dalian hama terpadu untuk meningkatkanpendapatan petani. Makalah disampaikandalam Seminar Hasil Penelitian BalittasMalang Tahun 2006. Balai Penelitian Ta-naman Tembakau dan Serat. 16 hlm.

Subiyakto dan I G.A.A. Indrayani. 2008. Pengen-dalian serangga hama kapas menggunakanmulsa jerami padi. Perspektif 7(2): 55−64.

Untung, K. 2006. Pengantar Pengelolaan HamaTerpadu. Edisi-2. Gadjah Mada UniversityPress, Yogyakarta. 348 hlm.

Winasa, I.W. 2001. Arthropoda Predator Peng-huni Permukaan Tanah di Pertanaman Kede-lai: Kelimpahan, pemangsaan, dan pengaruhpraktek budi daya pertanian. Disertasi, Ins-titut Pertanian Bogor. 114 hlm.

Wirjosoehardjo, S. and H.L. Tobing. 1986. Cottonpest control policy in IKR programme. Inter-national Workshop on Cotton Productionand Protection, Malang, 13−17 May 1986.11 pp.