P 3 fix

18

Click here to load reader

Transcript of P 3 fix

Page 1: P 3 fix

PERCOBAAN 3

I. NAMA PERCOBAAN

METABOLISME OBAT

II. PENDAHULUAN

II.1. Tujuan percobaan

Mempelajari pengaruh beberapa senyawa kimia terhadap enzim

pemetabolisme obat dengan mengukur efek farmakologinya

II.2. Dasar teori

Metabolisme obat sering disebut biotransformasi. Metabolisme obat

terjadi terutama di hati, yakni di membran endoplasmic reticulum

(mikrosom) dan di cytosol. Tempat metabolisme yang lain (ekstrahepatik)

adalah pada dinding usus, ginjal, paru, darah, otak dan kulit, juga di lumen

kolon (oleh flora usus). (Farmakologi dan Terapi edisi revisi V, 2008)

Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar (larut

lemak) menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal atau

empedu. Dengan perubahan ini obat aktif umumnya diubah menjadi inaktif,

tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif, kurang aktif, atau menjadi toksik.

(Farmakologi dan Terapi edisi revisi V, 2008)

Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian pada

umumnya mengalami absorpsi, distribusi dan pengikatan untuk sampai di

tempat kerja dan menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa

biotransformasi, obat diekskresikan dari dalam tubuh (Arief, 2000).

Fakor-faktor yang mempengaruhi metabolisme obat:

1. Induksi enzim

Beberapa obat, fenobarbital, karbamazepin, etanol, dan rifampicin

serta polutan menaikkan aktivitas enzim pemetabolisme obat.

2. Inhibisi enzim

Reaksi inhibisi enzim terjadi lebih cepat daripada induksi enzim

karena terjadi secara cepat setelah onsentrasi inhibitor ini mencapai

Page 2: P 3 fix

titik tertentu yang sanggup bersaing dengan obat dalam menduduki sisi

aktif enzim pemetabolisme. Contoh : Simetidin menghambat

metabolisme fenitoin, teofilin, dan warfarin.

Eritromisin menghambat sitokrom P450 sehingga meningkatkan

aktivitas teofilin, warfarin, karbamazepin, dan digoksin.

3. Polimorfisme genetic

Respon terhadap obat berbeda pada tiap individu karena perbedaan

genetik.Contohnya adalah debrisoquine hydroxylation.

4. Usia

Enzim mikrosomal di hati dan fungsi ginjal belum sempurna pada

saat lahir dan akan berkembang secara cepat pada empat minggu

pertama setelah dilahirkan. Di masa tua, metabolisme obat oleh hati

akan berkurang sehingga untuk manula, dosis obat biasanya lebih

rendah daripada untuk usia muda. (Neal, 2002)

Obat lebih banyak dirusak di hati meskipun setiap jaringan mempunyai

sejumlah kesanggupan memetabolisme obat. Kebanyakan biotransformasi

metabolik obat terjadi pada titik tertentu antara absorpsi obat ke dalam

sirkulasi sistemik dan pembuangannya melalui ginjal. Sejumlah kecil

transformasi terjadi di dalam usus atau dinding usus. Umumnya semua

reaksi ini dapat dimasukkan ke dalam dua katagori utama, yaitu reaksi fase 1

dan fase 2 (Katzung, 1989).

Reaksi Fase I (Fase Non Sintetik)

Reaksi ini meliputi biotransformasi suatu obat menjadi metabolit yang

lebih polar melalui pemasukan atau pembukaan (unmasking) suatu gugus

fungsional (misalnya –OH, -NH2, -SH) (Neal,2005). (Gordon dan Skett,

1991).

Reaksi-reaksi yang termasuk dalam fase I antara lain:

a) Reaksi Oksidasi

Merupakan reaksi yang paling umum terjadi. Reaksi ini terjadi

pada berbagai molekul menurut proses khusus tergantung pada

masing-masing struktur kimianya, yaitu reaksi hidroksilasi pada

golongan alkil, aril, dan heterosiklik; reaksi oksidasi alkohol dan

Page 3: P 3 fix

aldehid; reaksi pembentukan N-oksida dan sulfoksida; reaksi

deaminasi oksidatif; pembukaan inti dan sebagainya (Anonim,1999).

Reaksi oksidasi meliputi:

- Hidroksilasi aromatic

- Hidroksilasi alifatik

- Dealkilasi

- Desulfurasi

- Dehalogenasi

- Deaminasi oksidatif

b) Reaksi Reduksi (reduksi aldehid, azo dan nitro)

Reaksi ini kurang penting dibanding reaksi oksidasi. Reduksi

terutama berperan pada nitrogen dan turunannya (azoik dan nitrat),

kadang-kadang pada karbon. (Anonim, 1999).

c) Reaksi Hidrolisis (deesterifikasi)

Proses lain yang menghasilkan senyawa yang lebih polar adalah

hidrolisis dari ester dan amida oleh enzim. Esterase yang terletak baik

mikrosomal dan nonmikrosomal akan menghidrolisis obat yang

mengandung gugus ester. Di hepar,lebih banyak terjadi reaksi

hidrolisis dan terkonsentrasi, seperti hidrolisis peptidin oleh suatu

enzim. Esterase non mikrosomal terdapat dalam darah dan beberapa

jaringan (Anief,1995).

Reaksi Fase II (Fase sintetik)

Reaksi ini terjadi dalam hati dan melibatkan konjugasi suatu obat atau

metabolit fase I nya dengan zat endogen. Konjugat yang dihasilkan hampir

selalu kurang aktif dan merupakan molekul polar yang mudah diekskresi

oleh ginjal (Neal, 2005).

Metabolit dari reaksi fase satu memang lebih polar dari keadaan

semula, tetapi masih belum cukup polar untuk dapat diekskresi oleh ginjal.

Oleh karena itu, dibuat lebih polar lagi melalui reaksi fase II, konjugasi

dengan senyawa endogen di dalam hati. Hasil akhir dari reaksi fase II

biasanya sangat polar dan dapat segera diekskresikan. (bawah)

Page 4: P 3 fix

Reaksi fase II meliputi:

1. Konjugasi dengan glukoronat (glukoronidasi)

2. Konjugasi dengan sulfat (sulfatasi)

3. Konjugasi dengan glutation (pembentukan asam merkapturat)

4. Asilasi dan asetilasi

Reaksi terpenting dari fase ini adalah glukoronidasi, tidak terjadi

secara spontan tetapi membutuhkan bentuk teraktivasi dari asam

glukoronat yaitu asam glukoronat-uridin difosfat. Bentuk aktif ini

dihubungkan dengan molekul aseptor oleh mikrosomal glukoronil

transferase. (Lullman et al, 2000).

Page 5: P 3 fix

III. CARA PERCOBAAN

III.1. Bahan dan Alat yang digunakan

1) Induktor Enzim : Fenobarbital

2) Penghambat Enzim : Simetidin

3) Jarum Suntik Oral (ujung tumpul)

4) Hewan Uji : Mencit

III.2. Cara kerja

Tiap kelas dibagi 3 kelompok, masing-masing mendapat 3 ekor hewan uji

Kelompok I (control) : hewan uji diberi perlakuan Diazepam dosis tunggal

Kelompok II : hewan uji diberi Diazepam per oral, dosis tunggal yang

sebelumnya diberi praperlakuan fenobarbital p.o 1 jam sebelumnya

Kelompok III : seperti kelompok III, yang diberikan bersama-sama

dengan simetidina, p.o 1 jam sebelumnya.

Pengamatan : lama waktu sampai terjadi hipnosis serta lama waktu tidur

karena heksobarbital dengan parameter ringhting reflex.

IV. HASIL PERCOBAAN

MencitDiazepam

Diazepam +

Phenobarbital

Diazepam +

Simetidin

Onset Durasi Onset Durasi Onset Durasi

Kel IV 15:00 15:16 02:30 20:15 04:10 25:47

Kel V 04:24 34:42 03:29 24:54 04:44 35:49

Kel VI 08:56 18:02 01:35 17:06 03:06 37:11

Page 6: P 3 fix

V. PERHITUNGAN

Dosis manusia Dosis larutan stok

Diazepam 0,8 mg 1 mg/50 ml

Fenobarbital 2-6 mg 2 mg/50 ml

Simetidin 200 mg 26,1 mg/50 ml

Rumus :

Mg Dosis yang di berikan = BB Mecit/1000 gr x DosisManusia

1. Volume obat Diazepam

2. Volume obat Fenobarbital

3. Volume obat Simetidin

200 mg X 0,00261 mg = 0,522 mg

30 gr

1000 grX 0,8 mg = 0,024 mg

0,024 mg

1 mg/50 ml = 1,2 ml

30 gr

1000 grX 6 mg = 0,18 mg

30 gr

20 grX 0,522 mg = 0,783 mg

0,18 mg

2 mg/50 ml = 4,5 ml

0,783 mg

26,1 mg/50 ml = 1,5 ml

30 gr

1000 grX 2 mg = 0,06 mg

0,06 mg

1 mg/50 ml = 1,5 ml

Page 7: P 3 fix

VI. PEMBAHASAN

Praktikum kedua ini praktikan melakukan percobaan metabolisme obat

kepada hewan percobaan yaitu mencit. Kelompok praktikan akan mendapat 3 ekor

mencit, yang akan diberi obat yang berbeda dengan cara pemberian obat yang

sama yaitu per oral. Obat yang diberikan untuk mencit pertama adalah Diazepam,

untuk mencit kedua adalah Diazepam + Phenobarbital, dan untuk mencit ketiga

adalah Diazepam + Simetidin.

Metabolisme merupakan proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi

dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim. Pada proses metabolisme molekul obat

diubah menjadi lebih polar, artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang larut

dalam lemak sehingga lebih mudah diekresikan melalui ginjal.

Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh beberapa senyawa kimia

terhadap enzim pemetabolisme obat dengan mengukur efek farmakologinya

berdasarkan hasil pengolahan dan interpretasi data secara statistika. Pada

percobaan ini, yang menjadi objek pengamatan adalah hilangnya efek sedatif

hipnotik dari diazepam yang ditandai dengan kembalinya efek balik badan mencit

setelah tertidur sebagai tanda telah terjadi metabolisme.

Kerja suatu inhibitor yaitu berikatan dengan enzim sehingga ketika ada obat

lain masuk obat tersebut tidak akan dimetabolisme, lalu obat akan terakumulasi

dalam plasma dan akan menyebabkan efek toksik. Akibatnya durasi efek terapi

yang lama dan bahkan kematian hewan uji. Secara garis besar kerja inhibitor yaitu

menghambat metabolisme suatu obat.

Kerja suatu inductor yaitu membantu meningkatkan enzim pemetabolisme,

ketika ada obat lain yang masuk obat tersebut akan langsung dimetabolisme dan di

ekskesikan sehingga mengurangi kadarnya dalam plasma dan diperoleh durasi obat

yang pendek.

Tujuan diberikan selang waktu 1 jam sebelum pemberian obat diazepam yaitu

memberi waktu fenobarbital dan simitidin untuk berikatan dengan enzim

pemetabolisme.

Page 8: P 3 fix

- Diazepam

Diazepam berlaku sebagai kontrol, sehingga diperoleh durasi yang lebih

lama dibanding dengan pemberian fenobarbital dan diazepam. Tetapi pada

hasil percobaan kami (kelompok 4) menghasikan durasi yg lebih cepat dari

pemberian fenobarbital dan diazepam, Hal ini mungkin dikarenakan takaran

obat yang salah, pemberian per oral yang tidak diserap menyeluruh/obat

banyak yang keluar dari mulut mencit karena suntikannya tidak terlalu dalam,

atau bisa dikarenakan mencitnya stress. jadi hasil percobaan untuk pemberian

obat diazepam yaitu untuk onset 15 menit, dan durasi 15,27 menit.

- Diazepam dan Fenobarbital.

Fenobarbital merupakan induktor enzim jadi durasi hasil percobaannya

yang didapat lebih cepat dari mencit 1 dan 3. Namun dikarenakan mencit kami

mati setelah 1 jam pemberian fenobarbital dan waktu praktikum telah habis,

maka untuk hasil onset dan durasinya diakumulasikan dari kelompok 5 dan 6.

jadi hasil akumulasinya untuk onset 2,5 menit, dan untuk durasinya 20,25

menit.

- Diazepam dan Simetidin

Simetidin merupakan inhibitor enzim yang dapat memperlama efek obat

yang diberikan selanjutnya. Diharapkan dengan pemberian simetidin selang 1

jam dapat memberikan durasi yang lama dibanding mencit 1 dan 2, yaitu

untuk onset 4 menit dan durasinya 25,78 menit.

Pembahasan untuk data statistic :

- Pada kolom normalitas onsetnya kurang dari pada 0,05 sedangkan durasi

tidak memenuhi syarat karena lebih dari 0,05.

- Dan pada homogenitas onset dan durasi memenuhi syarat karena lebih dari

0,05.

- Jadi digunakan table kruskal wallis karena durasi pada normalitas dan

homogenitas terjai perbedaan.

Page 9: P 3 fix

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

onset .334 9 .005 .775 9 .010

durasi .193 9 .200* .886 9 .182

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

onset 3.508 2 6 .098

durasi 2.802 2 6 .138

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

onset Between Groups 79.753 2 39.876 4.004 .079

Within Groups 59.753 6 9.959

Total 139.505 8

durasi Between Groups 257.212 2 128.606 2.343 .177

Within Groups 329.343 6 54.890

Total 586.555 8

Test Statisticsa,b

Durasi

Chi-Square 4.267

Df 2

Asymp. Sig. .118

a. Kruskal Wallis Test

b.Grouping Variable: pemberian

Page 10: P 3 fix
Page 11: P 3 fix

VII. KESIMPULAN

1. Metabolisme merupakan proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi

dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim.

2. Penggunaan induktor ataupun inhibitor enzim dapat mempengaruhi proses

metabolisme

3. Tujuan pemberian obat selang waktu 1 jam, agar obat dapat berikatan dengan

enzim pemetabolisme.

4. Fenobarbital sebagai Induktor, untuk mempercepat proses metabolisme

5. Simetidin sebagai inhibitor untuk memperpanjang fase obat dalam tubuh,

sehingga memperoleh durasi obat yang lama.

6. Mencit 1 (obat diazepam) memperoleh waktu yaitu untuk onset 15 menit dan

untuk durasi 15,27 menit.

7. Mencit 2 (obat Fenobarbital + diazepam) yaitu untuk onset 2,5 menit, dan untuk

durasinya 20,25 menit.

8. Mencit 3 (obat simetidin + diazepam) yaitu untuk onset 4 menit dan untuk

durasinya 25,78 menit.

9. Hasil percobaan belum sesuai dengan teoritisnya ( durasi induktor + diazepam ≥

diazepam ≥ inhibitor + diazepam ), yaitu durasi penggunaan induktor +

diazepam mempunyai durasi lebih singkat dibanding penggunaan diazepam saja

dan penggunaan inhibitor + diazepam mempunyai durasi yang paling lama.

10.

Page 12: P 3 fix

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh, 1995, Perjalanan Dan Nasib Obat Dalam Badan, Gadjah Mada

Univ Press.

Anonim, 1999, Majalah Farmasi Indonesia Vol 10 No 04, Mandiri Jaya Offset,

Yogyakarata.

Ganiswara, Sulistia G (Ed), 2008, Farmakologi dan Terapi, Edisi Revisi V,

Balai Penerbit Falkultas, Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Gibson, G.Gordon Dan Paul Skett, 1991, Pengantar Metabolisme Obat, UI

Presss, Jakarta.

Katzung, Bertram G., Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika,

Jakarta.

La Du, BR, Mandel, H.G. dan Way, E.L,1971, Fundamentals of drug

Metabolism and drug Disposition. The Williamns & Wilkins company,

Baltimore, pp 149-578.

Lullman, Heinz, et al, 2000, Color Atlas of Pharmacology, second edition

revised and expanded, Thieme, New York.

Neal, M.J, 2005, At A Glance Farmakologi Medis, Edisi Kelima, Erlangga,

Jakarta