OTW

29
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Saat ini operasi Caesar menjadi trend karena berbagai alasan. Dalam 20 tahun terakhir angka operasi Caesar meningkat pesat. Semakin modern alat penunjang kesehatan, semakin baik obat-obat terutama antibiotik dan tingginya tuntutan terhadap dokter, menunjang meningkatnya angka operasi Caesar di seluruh dunia (Seno Adjie, 2002). Di Indonesia angka persalinan caesar di 12 Rumah Sakit pendidikan antara 2,1 % – 11,8 %. Angka ini masih di atas angka yang diusul oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1985 yaitu 10 % dari seluruh persalinan Caesar nasional (Rahwan,2004). Ada beberapa indikasi dari sectio caesarea, salah satunya adalah Chepalo Pelvik Disproportion (CPD). Panggul sempit didefinisikan sebagai ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Berdasarkan uraian diatas, maka penyusun tertarik dan termotivasi untuk menyusun Laporan Kasus Keperawatan Maternitas dengan mengambil kasus berjudul “Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Sectio Caesarea ex ChepaloPelvik Disproportion Di Ruang Anggrek RSUD Banyumas”.

description

mnj

Transcript of OTW

BAB I

PENDAHULUAN

1.Latar Belakang

Saat ini operasi Caesar menjadi trend karena berbagai alasan. Dalam 20 tahun terakhir angka operasi Caesar meningkat pesat. Semakin modern alat penunjang kesehatan, semakin baik obat-obat terutama antibiotik dan tingginya tuntutan terhadap dokter, menunjang meningkatnya angka operasi Caesar di seluruh dunia (Seno Adjie, 2002). Di Indonesia angka persalinan caesar di 12 Rumah Sakit pendidikan antara 2,1 % 11,8 %. Angka ini masih di atas angka yang diusul oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1985 yaitu 10 % dari seluruh persalinan Caesar nasional (Rahwan,2004).

Ada beberapa indikasi dari sectio caesarea, salah satunya adalah Chepalo Pelvik Disproportion (CPD). Panggul sempit didefinisikan sebagai ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami.

Berdasarkan uraian diatas, maka penyusun tertarik dan termotivasi untuk menyusun Laporan Kasus Keperawatan Maternitas dengan mengambil kasus berjudul Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Sectio Caesarea ex ChepaloPelvik Disproportion Di Ruang Anggrek RSUD Banyumas.BAB II

KONSEP DASAR

1.CPD (CEPHALOPELVIC DISPROPORTION)

A. DEFINISI

CPD adalah tidak ada kesesuaian antara kepala janin dengan bentuk dan ukuran panggul. Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.

B. ETIOLOGI

Distosia adalah persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya kemajuan persalinan. Distosia dapat disebabkan oleh kelainan pada servik, uterus, janin, tulang panggul ibu atau obstruksi lain di jalan lahir. Kelainan ini dibagi menjadi tiga yaitu:

1) Kelainan kekuatan (power) yaitu kontraktilitas uterus dan upaya ekspulsif ibu.

2)Kelainan yang melibatkan janin (passenger), misalnya letak lintang, letak dahi, hidrosefalus.

3)Kelainan jalan lahir (passage), misalnya panggul sempit, tumor yang mempersempit jalan lahir. Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul dapat menyebabkan distosia saat persalinan. penyempitan dapat terjadi pada pintu atas panggul, pintu tengah panggul, pintu bawah panggul, atau panggul yang menyempit seluruhnya.a) Penyempitan pintu atas panggul

Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter anterioposterior terpendeknya (konjugata vera) kurang dari 10 cm atau apabila diameter transversal terbesarnya kurang dari 12 cm, atau biasanya didefinisikan sebagai konjugata diagonal yang kurang dari 11,5 cm.Pada panggul sempit ada kemungkinan kepala tertahan oleh pintu atas panggul, sehingga gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus secara langsung menekan bagian selaput ketuban yang menutupi serviks. Akibatnya ketuban dapat pecah pada pembukaan kecil, setelah selaput ketuban pecah tidak terdapat tekanan kepala terhadap serviks dan segmen bawah rahim sehingga kontraksi menjadi inefektif dan pembukaan berjalan lambat atau tidak sama sekali. b) Penyempitan panggul tengah

Penyempitan pintu tengah panggul lebih sering dibandingkan pintu atas panggul. Hal ini menyebabkan terbentunya kepala janin pada bidang transversal sehingga perlu tindakan forceps tengah atau seksio sesarea. Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat didefinisikan secara pasti seperti penyempitan pada pintu atas panggul. Kemungkinan penyempitan pintu tengah panggul apabila diameter interspinarum

ditambah diameter sagitalis posterior panggul tangah adalah 13,5 cm atau kurang. Ukuran terpenting yang hanya dapat ditetapkan secara pasti dengan pelvimetri roentgenologik ialah distansia interspinarum. Apabila ukuran ini kurang dari 9,5 cm, perlu diwaspadai kemungkinan kesukaran persalinan apalagi bila diikuti dengan ukuran diameter sagitalis posterior pendek.

c) Penyempitan Pintu Bawah Panggul

Penyempitan pintu bawah panggul terjadi bila diameter distantia intertuberosum berjarak 8 cm atau kurang. Penyempitan pintu bawah panggul biasanya disertai oleh penyempitan pintu tengah panggul. Disproporsi kepala janin dengan pintu bawah panggul tidak terlalu besar dalam menimbulkan distosia berat. Hal ini berperan penting dalam menimbulkan robekan perineum. Hal ini disebabkan arkus pubis yang sempit, kurang dari 900 sehingga oksiput tidak dapat keluar tepat di bawah simfisis pubis, melainkan menuju ramus iskiopubik sehingga perineum teregang dan mudah terjadi robekan.

d) Perkiraan Kapasitas Panggul Sempit

Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan salah satu cara untuk memperoleh keterangan tentang keadaan panggul. Melalui pelvimetri dalam dengan tangan dapat diperoleh ukuran kasar pintu atas dan tengah panggul serta memberi gambaran jelas pintu bawah panggul. Adapun pelvimetri luar tidak memiliki banyak arti.

Dari pelvimetri dengan pencitraan dapat ditentukan jenis panggul, ukuran pangul yang sebenarnya, luas bidang panggul, kapasitas panggul, serta daya akomodasi yaitu volume dari bayi yang terbesar yang masih dapat dilahirkan spontan.

e) Janin yang besar

Normal berat neonatus pada umumnya 4000gram dan jarang ada yang melebihi 5000gram. Berat badan neonatus lebih dari 4000gram dinamakan bayi besar. Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4000gram adalah 5,3%, dan berat badan lahir yang melihi 4500gram adalah 0,4%. Biasanya untuk berat janin 4000-5000 gram pada panggul normal tidak terdapat kesulitan dalam proses melahirkan.

Untuk menentukan besarnya janin secara klinis bukanlah merupakan suatu hal yang mudah. Kadang-kadang bayi besar baru dapat kita ketahui apabila selama proses melahirkan tidak terdapat kemajuan sama sekali pada proses persalinan normal dan biasanya disertai oleh keadaan his yang tidak kuat. Untuk kasus seperti ini sangat dibutuhkan pemeriksaan yang teliti untuk mengetahui apakah terjadi sefalopelvik disproporsi. Pada panggul normal, biasanya tidak menimbulkan terjadinya kesulitan dalam proses melahirkan janin yang beratnya kurang dari 4500gram. Kesulitan dalam persalinan biasanya terjadi karena kepala janin besar atau kepala keras yang biasanya terjadi pada postmaturitas tidak dapat memasuki pntu atas panggul, atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul.C.PENATALAKSANAAN1) Persalinan Percobaan

Setelah dilakukan penilaian ukuran panggul serta hubungan antara kepala janin dan panggul dapat diperkirakan bahwa persalinan dapat berlangsung per vaginan dengan selamat dapat dilakukan persalinan percobaan. Cara ini merupakan tes terhadap kekuatan his, daya akomodasi, termasuk moulage karena faktor tersebut tidak dapar diketahui sebelum persalinan.

Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala, tidak bisa pada letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau kelainan letak lainnya.

Ketentuan lainnya adalah umur keamilan tidak boleh lebih dari 42 mingu karena kepala janin bertambah besar sehingga sukar terjadi moulage dan ada kemungkinan disfungsi plasenta janin yang akan menjadi penyulit persalinan percobaan.

Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak dapat lahir sontan per vaginam atau dibantu ekstraksi dengan keadaan ibu dan anak baik. Persalinan percobaan dihentikan apabila pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuannnya, keadaan ibu atau anak kurang baik, ada lingkaran bandl, setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah kepala tidak masuk PAP dalam 2 jam meskipun his baik, serta pada forceps yang gagal. Pada keadaan ini dilakukan seksio sesarea.

2) Seksio Sesarea

Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat dengan kehamilan aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata. Seksio juga dapat dilakukan pada kesempitan panggul ringan apabila ada komplikasi seperti primigravida tua dan kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki. Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan selama beberapa waktu) dilakukan karena peralinan perobaan dianggap gagal atau ada indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin sedangkan syarat persalinan per vaginam belum dipenuhi.

3) Simfisiotomi

Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan pada simfisis. Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.

4) Kraniotomi dan Kleidotomi

Kraniotomi adalah suatu tindakan yang memperkecil ukuran kepala janin dengan cara melubangi tengkorak janin dan mengeluarkan isi tengkorak, sehingga janin dapat dengan mudah lahir pervaginam. Kraniotomi, terdiri atas perforasi kepala janin, yang biasanya diikuti oleh kranioklasi.

5) Kleidotomi

Tindakan ini dilakukan setelah janin pada presentasi kepala dilahirkan, akan tetapi dialami kesulitan untuk melahirkan bahu karena terlalu lebar. Setelah janin meninggal, tidak ada keberatan untuk melakukan kleidotomi (memotong klavikula) pada satu atau kedua klavikula. Dibawah perlindungan spekulum dan tangan kiri penolong dalam vagina, klavikula dan jika perlu klavikula belakang digunting, dan selanjutnya kelahiran anak dengan berkurangnya lebar bahu tidak mengalami kesulitan. Apabila tindakan dilakukan dengan hati-hati, tidak akan timbul luka pada jalan lahir. Pada janin yang telah mati dapat dilakukan kraniotomi atau kleidotomi. Apabila panggul sangat sempit sehingga janin tetap tidak dapat dilahirkan, maka dilakukan seksio sesarea.

I.Pengertian

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan

membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi

untuk melahirkan janin dari dalam rahim.

II. Jenis jenis operasi sectio caesarea

1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)

a. Sectio caesarea transperitonealis

SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri)

Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira

10 cm.

Kelebihan :

Mengeluarkan janin dengan cepat

Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik

Sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal Kekurangan

Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik

Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan

SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim)

Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm

Kelebihan :

Penjahitan luka lebih mudah

Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik

Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum

Perdarahan tidak begitu banyak

Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil

Kekurangan :

Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri uterine pecah sehingga mengakibatkan perdarahan banyak

Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi

b. SC ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum

parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal

2. Vagina (section caesarea vaginalis)

Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Sayatan memanjang ( longitudinal )

2. Sayatan melintang ( Transversal )

3. Sayatan huruf T ( T insicion )

III. Indikasi

Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan SC proses persalinan normal lama / kegagalan proses persalinan normal ( Dystasia )

- Fetal distress

- His lemah / melemah

- Janin dalam posisi sungsang atau melintang

- Bayi besar ( BBL 4,2 kg )

- Plasenta previa

- Kalainan letak

- Disproporsi cevalo-pelvik (ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul)

- Rupture uteri mengancam

- Hydrocephalus

- Primi muda atau tua

- Partus dengan komplikasi

- Panggul sempit

- Problema plasenta

IV. Komplikasi

Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :

1. Infeksi puerperal ( Nifas )

- Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari

- Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung

- Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik

2. Perdarahan

- Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka

- Perdarahan pada plasenta bed

3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi terlalu tinggi

4. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya

V. POST PARTUM

A. DEFINISI PUERPERIUM / NIFAS

Adalah masa sesudah persalinan dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhirnya ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, masa nifas berlangsung selama 6 minggu. (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002)

adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. (Obstetri Fisiologi, 1983)

B. PERIODE

Masa nifas dibagi dalam 3 periode:

1. Early post partum

Dalam 24 jam pertama.

2. Immediate post partum

Minggu pertama post partum.

3. Late post partum

Minggu kedua sampai dengan minggu keenam.

C. TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN

1. Menjaga kesehatan Ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologiknya.

2. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.

3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.

4. Memberikan pelayanan keluarga berencana.

D. TANDA DAN GEJALA

1. Perubahan Fisik

a. Sistem Reproduksi

Uterus

Involusi : Kembalinya uterus ke kondisi normal setelah hamil.

No Waktu TFU Konsistensi After pain Kontraksi

1.

2.

3.

4.

Segera setelah

lahir

1 jam setelah

lahir

12 jam setelah

lahir

setelah 2 hari

Pertengahan simpisis

dan umbilikus

Umbilikus

1 cm di atas pusat

Turun 1 cm/hari

Lembut

Terjadi

Berkurang

Proses ini dipercepat oleh rangsangan pada puting susu.

- Lochea

Komposisi

Jaringan endometrial, darah dan limfe.

Tahap

a. Rubra (merah) : 1-3 hari.

b. Serosa (pink kecoklatan)

c. Alba (kuning-putih) : 10-14 hari

Lochea terus keluar sampai 3 minggu.

Bau normal seperti menstruasi, jumlah meningkat saat berdiri.

Jumlah keluaran rata-rata 240-270 ml.

- Siklus Menstruasi

Ibu menyusui paling awal 12 minggu rata-rata 18 minggu, untuk itu tidak menyusui akan kembali ke siklus normal.

- Ovulasi

Ada tidaknya tergantung tingkat proluktin. Ibu menyusui mulai ovulasi pada bulan ke-3 atau lebih. Ibu tidak menyusui mulai pada minggu ke-6 s/d minggu ke-8. Ovulasi mungkin tidak terlambat, dibutuhkan salah satu jenis kontrasepsi untuk mencegah kehamilan.

- Serviks

Segera setelah lahir terjadi edema, bentuk distensi untuk beberapa hari, struktur internal kembali dalam 2 minggu, struktur eksternal melebar dan tampak bercelah.

- Vagina

Nampak berugae kembali pada 3 minggu, kembali mendekati ukuran seperti tidak hamil, dalam 6 sampai 8 minggu, bentuk ramping lebar, produksi mukus normal dengan ovulasi.

- Perineum

Episiotomi

Penyembuhan dalam 2 minggu.

Laserasi

TK I : Kulit dan strukturnya dari permukaan s/d otot

TK II : Meluas sampai dengan otot perineal

TK III : Meluas sampai dengan otot spinkter

TK IV : melibatkan dinding anterior rektal

b. Payudara

Payudara membesar karena vaskularisasi dan engorgement (bengkak karena peningkatan prolaktin pada hari I-III). Pada payudara yang tidak disusui, engorgement akan berkurang dalam 2-3 hari, puting mudah erektil bila dirangsang. Pada ibu yang tidak menyusui akan mengecil pada 1-2 hari.

c. Sistem Endokrin

- Hormon Plasenta

HCG (-) pada minggu ke-3 post partum, progesteron plasma tidak terdeteksi dalam 72 jam post partum normal setelah siklus menstruasi.

- Hormon pituitari

Prolaktin serum meningkat terjadi pada 2 minggu pertama, menurun sampai tidak ada pada ibu tidak menyusui FSH, LH, tidak ditemukan pada minggu I post partum.

d. Sistem Kardiovaskuler

- Tanda-tanda vital

Tekanan darah sama saat bersalin, suhu meningkat karena dehidrasi pada awal post partum terjadi bradikardi.

- Volume darah

Menurun karena kehilangan darah dan kembali normal 3-4 minggu Persalinan normal : 200 500 cc, sesaria : 600 800 cc.

- Perubahan hematologik

Ht meningkat, leukosit meningkat, neutrophil meningkat.

- Jantung

Kembali ke posisi normal, COP meningkat dan normal 2-3 minggu.

e. Sistem Respirasi

Fungsi paru kembali normal, RR : 16-24 x/menit, keseimbangan asam-basa kembali setelah 3 minggu post partum.

f. Sistem Gastrointestinal

- Mobilitas lambung menurun sehingga timbul konstipasi.

- Nafsu makan kembali normal.

- Kehilangan rata-rata berat badan 5,5 kg.

g. Sistem Urinaria

- Edema pada kandung kemih, urethra dan meatus urinarius terjadi karena trauma.

- Pada fungsi ginjal: proteinuria, diuresis mulai 12 jam.

- Fungsi kembali normal dalam 4 minggu.

h. Sistem Muskuloskeletal

Terjadi relaksasi pada otot abdomen karena terjadi tarikan saat hamil. Diastasis rekti 2-4 cm, kembali normal 6-8 minggu post partum.

i. Sistem Integumen

Hiperpigmentasi perlahan berkurang.

j. Sistem Imun

Rhesus incompability, diberikan anti RHO imunoglobin.

VII. Pathways

VIII. Asuhan Keperawatan Sectio Caesarea

Dalam asuhan keperawatan digunakan pendekatan proses keperawatan sebagai cara untuk mengatasi masalah klien. Proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yaitu: Pengkajian keperawatan (identifikasi, analisa masalah / data) dari diagnosa Keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

A. Pengkajian

1. Sirkulasi : Kehilangan darah selama prosedur kira-kira 400 500 cc.

2. Makanan / cairan : Abdomen lunak tidak ada distensi.

3. Neurosensori : Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah tingkat anestesi spinal epidural

4. Nyeri / Ketidaknyamanan: Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber misalnya trauma bedah atau insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih atau abdomen, efek-efek anestesi, mulut kering.

5. Pernafasan : Bunyi paru jelas dan vasikuler.

6. Keamanan : Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda darah atau kering.

7. Organ Reproduksi : Fundus uteri berkontraksi kuat dan terletak di umbilicus.

8. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan berlebihan atau banyak.

B. Diagnosa Keperawatan

Menurut Doengeos E.marllyn (2001), Diagnosa keperawatan pada klien pra dan pasca SC adalah sebagai berikut :

1. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang prosedur perawatan sebelum dan sesudah melahirkan melalui operasi SC

2. Nyeri berhubungan dengan kondisi pasca operasi

3. Cemas berhubungan dengan ancaman pada konsep diri.

4. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan merasa gagal dalam kehidupan.

5. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan fungsi fisiologis dan cidera jaringan.

6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, penurunan Hb, pasca prosedur invasif.

7. Gangguan pola eliminasi, konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot.

8. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan cidera operasi dan efek anestasi

9. Kurangnya pemahaman mengenai perubahan fisiologi pada masa pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi berhubungan dengan kurangnya informasi.

C. Rencana Asuhan Keperawatan.

Tahap perencanaan merupakan tahap penentuan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan atas tindakan yang telah direncanakan. Intervensi dari diagnosa keperawatan diatas haruslah tepat dan mempunyai dampak ungkit dalam mengatasi masalah yang ada, permasalahan yang mungkin muncul pada klien pra & pasca SC adalah :

1. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang prosedur dan perawatan sebelum melahirkan melalui operasi SC.

Tujuan : Klien dapat memahami tentang prosedur proses persalinan melalui SC dan bersedia bekerjasama dalam persiapan pra bedah

Kriteria hasil :

o Klien memahami prosedur persalinan melalui SC

o Klien bersedia bekerja sama dalam persiapan pra bedah.

Intervensi :

1. Diskusikan dengan klien dan orang terdekat alasan untuk SC.

2. Jelaskan prosedur praoperasi dan kemungkinan resiko yang dapat terjadi (Informed Consent).

3. Berikan kesaksian dalam proses penandatanganan persetujuan tindakan.

4. Dapatkan tanda vital dasar.

5. Kolaborasi dalam pemriksaan Lab. (DPL, elektrolit, golongan darah dan urine).

2. Nyeri berhubungan dengan kondisi pasca operasi.

Tujuan : Rasa nyeri hilang

Kriteria Hasil :

o Klien mampu mengungkapkan rasa nyeri dan menggunakan rencana untuk mengatasi nyeri atau ketidak nyamanan serta mengungkapkan berkurangnya nyeri.

o Klien tampak santai serta dapat tidur atau cukup beristirahat.

Intervensi :

1. Kaji karakteristik nyeri dan lokasi ke tidaknyamanan.

2. Berikan informasi dan petunjuk antisipasi mengenai penyebab ketidaknyamanan.

3. Evaluasi tekanan darah dan nadi dan perhatikan perubahan perilaku.

4. Ubah posisis klien, kurangi rangsangan berbahaya dan berikan.

5. Ajarkan latihan relaksasi napas dalam bila nyeri ada.

6. Anjurkan tekhnik distraksi dan relaksasi.

7. Kaji rasa nyeri tekan uterus dan perhatikan infus oksitoksin pasca operasi.

8. Anjurkan mobilisasi dini dan menghindari makanan yang mengandung gas.

9. Palpasi kandung kemih dan perhatikan adanya rasa penuh.

10. Berikan analgesik sesuai yang diresepkan oleh dokter.

3. Cemas berhubungan dengan ancaman pada konsep diri.

Tujuan : Cemas tidak terjadi.

Kriteria hasil :

o Klien mengerti, memahami dan mampu mengungkapkan cemas serta mampu mengidentifikasi cara untuk menurunkan tingkat atau menghilangkan cemas secara mandiri.

o Klien mengatakan bahwa cemas sudah terkendali dan berada pada keadaan yang dapat ditanggulangi.

o Klien terlihat santai serta dapat tidur dan beristirahat dengan cukup.

Intervensi :

1. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaannya.

2. Bantu klien mengidentifikasikan mekanisme koping yang lazim dan mengembangkan strategi koping yang dibutuhkan.

3. Berikan informasi yang akurat tentang keadaan klien maupun bayinya.

4. Anjurkan klien untuk sering kontak dengan bayi sesegera mungkin.

4. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan merasa gagal dalam kehidupan.

Tujuan : Perasaan harga diri rendah situasional tidak terjadi.

Kriteria hasil :

o Klien mampu mendiskusikan masalah berhubungan dengan peran dan persepsi terhadap pengalaman kelahiran.

o Klien atau pasangan dan mampu mengekspresikan harapan diri yang positif.

Intervensi :

1. Tentukan respon emosional klien atau pansangan terhadapn kelahirsn SC.

2. Kaji ulang partipasi dan peran klien / pasangan dalam pengalaman kelahiran.

3. Beritahukan klien tentang hampir samanya antara kelahiran SC dan kelahiran melalui vagina.

5. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan fungsi fisiologis dan cidera jaringan.

Tujuan : Resiko tinggi terhadap gangguan dan cidera tidak terjadi.

Kriteria hasil :

o Klien mampu menerapkan perilaku untuk menurunkan risiko cidera dan perlindungan diri agar dapat bebas dari komplikasi.

Intervensi :

1. Observasi tanda-tanda vital.

2. Observasi balutan terhadap perdarahan yang berlebihan.

3. Perhatikan kateter, jumlah lokia dan konsistensi fundus.

4. Pantau asupan cairan dan pengeluaran urin.

5. Anjurkan latihan kaki / pergelangan kaki dan ambulasi dini.

6. Anjurkan klien untuk merubah selalu posisi tubuh (duduk, berbaring dalam posisi datar).

7. Observasi daerah luka operasi (apakah sudah ada perubahan kearah penyembuhan atau tanda-tanda infeksi).

8. Observasi daerah ekstremitas bawah terhadap tanda tromboplebitis.

9. Berikan cairan infus sesuai dengan program.

10. Periksa Hb, Ht pasca operasi bandingkan dengan kadar pra operasi.

6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, penurunan Hb, prosedur invasif.

Tujuan : Risiko tinggi infeksi tidak terjadi.

Kriteria hasil :

o Klien mampu mengungkapkan teknik untuk menurunkan resiko dan meningkatkan penyembuhan.

o Klien tidak demam / bebas dari infeksi.

Intervensi :

1. Anjurkan dan gunakan teknik a & antiseptik.

2. Perhatikan faktor yang menyebabkan terjadinya infeksi.

3. Observasi balutan abdominal terhadap eksudat atau rembesan

4. Ganti balutan luka bila basah.

5. Observasi luka insisisi terhadap proses penyembuhan.

6. Dorong klien untuk mandi air hangat setiap hari tetapi tidak mengenai luka operasi.

7. Berikan antibiotik sesuai pesanan oleh dokter.

7. Gangguan pola eliminasi, konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot.

Tujuan : Konstipasi tidak terjadi

Kriteria hasil :

o Klien mampu mengungkapkan kembalinya motilitas usus yang dibuktikan oleh bising usus dan keluarnya flatus.

o Pola eliminasi klien kembali normal.

Intervensi :

1. Auskultasi bising usus.

2. Palpasi abdomen, perhatikan distensi atau ketidak nyamanan

3. Anjurkan makanan yang berserat tinggi

4. Anjurkan untuk ambulasi dini

5. Anjurkan cairan oral yang adekuat (misal : 6-8 gelas/hari).

6. Identifikasi aktivitas klien yang dapat merangsang kerja usus.

7. Berikan pencahar sesuai dengan pesanan dokter

8. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan cidera operasi dan efek anestasi.

Tujuan : Gangguan eliminasi urin tidak terjadi.

Kriteria hasil :

o Klien mendapatkan pola berkemih yang biasa / optimal setelah pengangkatan kateter.

o Mekanisme mengosongkan kandung kemih pada setiap berkemih dapat terjadi.

Intervensi :

1. Perhatikan dan catat jumlah dan warna urin.

2. Berikan cairan peroral (6-8 gelas/hari ).

3. Palpasi kandung kemih, pantau tinggi fundus uteri, lokasi dan jumlah aliran lokia.

4. Perhatikan tanda dan gejala ISK ( warna keruh, bau busuk, sensasi terbakar setelah pengangkatan kateter).

5. Gunakan metode untuk memudahkan pengangkatan kateter setelah berkemih (membasuh dengan air hangat ke perineum ).

6. Lepaskan kateter sesuai indikasi (biasanya 6-12 jam post partum).

9. Kurangnya pemahaman mengenai perubahan fisiologi pada masa pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi berhubungan dengan kurangnya informasi.

Tujuan : Ibu mengerti tentang perawatan bayi

Kriteria hasil :

o Klien mampu mengungkapkan pemahaman tentang perubahan fisiologi pada masa pemulihan, kebutuhan perawatan diri dan perawatan bayi.

Intervensi :

1. Berikan informasi tentang perubahan fisiologis dan psikologis yang berkaitan dengan kelahiran SC.

2. Kaji pengetahuan dan motivasi klien untuk belajar.

3. Kaji tanda atau gejala yang perlu perhatian khusus (demam, disuria dan peningkatan jumlah lokia ).

4. Berikan penyuluhan tertulis dengan menggunakan format yang distandarisasi.

5. Perhatikan status psikologis dan respon terhadap SC serta peran menjadi ibu.

6. Kaji ulang pemahaman klien tentang perawatan diri (perawatan perineal, perawatan luka dan personal hygine).

7. Ajarkan cara perawatan bayi.

8. Berikan informasi tentang Keluarga Berencana dan keuntungan beserta kerugiannya.

D. Pelaksaaan Keperawatan

Pelaksanaan keperawatan bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Didalam pelaksanaannya terdapat tidak terlepas dari berbagai upaya upaya lain dalam hal kolaborasi, memfasilitasi koping, kesemuanya itu dilakukan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Tahapan pelaksanaan keperawatan antara lain :

1. Persiapan.

Perawat menyiapkan segala sesuatu yang perlu dalam tindakan keperawatan, yaitu memahami tindakan keperawatan yang telah diidentifikasikan pada tahap intervensi, menganalisa pengetahuan dan ketermpilan yang diperlukan, memprediksi komplikasi yang mungkin terjadi, menilai kelengkapan persyaratan dan menciptakan lingkungan yang kondusif. Selain persiapan diatas, diperlukan pula keterampilan untuk mengidentifikasi implikasi aspek hukum dan kode etik yang mungkin muncul sebagai risiko dari kesalahan tindakan.

2. Intervensi.

Tujuan intervensi keperawatan adalah untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional klien. Adapun sifat tindakan keperawatan yaitu independen, interindependen dan dependen.

3. Dokumentasi.

Mendokumentasikan proses keperawatan secara lengkap dan akurat adalah merupakan suatu prasyarat mutlak yang dituntut dalam semua aspek asuhan keperawatan.

4. Evaluasi.

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Tujuan evaluasi ialah menilai capaian Dx, intervensi keperawatan dan mengevaluasi kesalahan yang terjadi selama pengkajian, analisa, intervensi maupun pada tahap implementasi.

Bentuk evaluasi yang dilakukan dapat dalam bentuk :

A. Evaluasi Formatif

yaitu evaluasi setelah rencana keperawatan dilakukan untuk membantu keefektifan tindakan yang dilakukan secara berkelanjutan hingga tujuan tercapai.

B. Evaluasi Sumatif

adalah evaluasi yang dilakukan pada akhir tindakan keperawatan secara obyektif, fleksibel dan efisien.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito L. J, 2001, Diagnosa keperawatan, Jakarta : EGC

Doengoes, M E, 2000, Rencana Askep pedoman untuk perencanaan dan

pendokumentasian perawatan pasien, Jakarta : EGC

Mochtar, Rustam, 1998, Sinopsis Obstetri, Jakarta : EGC

Winkjosastro, Hanifa, 2005, Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo

Diposkan 10th January 2012 oleh ImsaQ_imoeT

Label: diposkan oleh imsaQ_imoet

http://shaqvanhouten.blogspot.com/2012/01/laporan-pendahuluan-sc-dengan-indikasi.html