ORNAMEN BANGUNAN CUNGKUP I PADA KOMPLEKS MAKAM …eprints.radenfatah.ac.id/3428/1/Arip Muhtiar...
Transcript of ORNAMEN BANGUNAN CUNGKUP I PADA KOMPLEKS MAKAM …eprints.radenfatah.ac.id/3428/1/Arip Muhtiar...
i
ORNAMEN BANGUNAN CUNGKUP I PADA KOMPLEKS
MAKAM KAWAH TEKUREP
SKRIPSI
Untuk memenuhi salah satu persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
dalam Ilmu Sejarah Peradaban Islam
Oleh:
ARIP MUHTIAR
NIM. 13420038
PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2018
ii
iii
iv
v
vi
vii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau
adalah Tuhan Yang Maha Penyayang diantara semua yang
penyayang.
(QS. Al-Anbiya: 83)
Pasti ada momen dimana orang jenius bisa kalah dengan orang
yang berlatih, untuk itulah kamu berlatih setiap waktu.
(Arip Muhtiar)
Kupersembahkan Karya ini untuk:
1. Kedua orang tuaku, Ayah (Nasrudin) dan Ibu (Mustapidah)
2. Kakakku (Asep Muhlisin), dan Adik-adikkku (Amar Muzaini,
Anisartika)
3. Sahabat-sahabatku seangkatan 2013, Ramadhani, Alvin
Aretunag, M Ririn Mulyadi, Arifin, Asdi Merka, Joni Apero,
Zulkifli
4. Kawan-kawan FS Trimuka Fakultas Adab
5. Almamaterku tercinta, UIN Raden Fatah Palembang
viii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya, sehingga penulisan skripsi ini bisa diselesaikan sebagai salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum) pada Fakultas
Adab dan Humaniora UIN Raden Fatah Palembang. Sholawat beriring salam semoga
senantiasa dilimpahkan kepada junjungan besar kita Nabi Muhammad Saw, berserta
keluarga, dan para sahabatnya. Dalam penyelesaian skripsi yang berjudul Ornemen
Bangunan Cungkup I Pada Kompleks Makam Kawah Tekurep .” merupakan upaya
penulisan untuk mengetahui makam-makam yang terdapat di makam tersebut yang
akan dibahas menggunakan kajian arkeologi dan sejarah yang terletak di Kelurahan
3 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II, Kota Madya Palembang.
Penulisan skripsi ini tidak bisa terlaksana tanpa bantuan baik moril maupun
material serta bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis
ucapkan rasa terima kasih penulis sampaikan kepada beberapa pihak yang terlibat.
Ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. H. Muhammad Sirozi, Ph.D, selaku Rektor
UIN Raden Fatah Palembang, Dr. Nor Huda M.A., selaku Dekan Fakultas Adab dan
Humaniora, selaku ketua Program Studi Padila M.Hum. Sejarah Kebudayaan Islam
Fakultas Adab dan Humaniora UIN Raden Fatah Palembang, yang telah memberi
kesempatan kepada penulis untuk menempuh program Strata Satu di Universitas ini.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Dolla Sobari, M.Ag,
dan Ibu Dr.Nyimas Umi Kalsum., M. Hum, selaku dosen pembimbing dalam
penulisan skripsi ini karena atas bimbingan, kritik dan saran yang telah diberikan,
sehingga tulisan ini layak disebut skripsi. Kesediaan dari dosen yang membimbing
penulis dengan penuh keilmuan yang dimiliki, pembimbing telah membaca,
mengevaluasi, dan memberi banyak masukan pada tulisan ini. Ucapan terima kasih
juga disampaikan kepada Ibu Dr. Endang Rochmiatun., M.Hum, selaku Penasehat
ix
x
INTISARI
Kajian Sejarah Islam
Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam
Fakultas Adab dan Humaniora UIN Raden Fatah
Skripsi, 2018
Arip Muhtiar, Ornamen Bangunan Cungkup I Pada Kompleks Makam Kawah
Tekurep
xiv + 80 + Lampiran
Penelitian ini mendeskripsikan makna simbol yang terdapat di bangunan
cungkup I pada Kompleks Makam Kawah Tekurep yang terletak di Kelurahan 3 Ilir,
Kecamatan Ilir Timur II, Kota Palembang. Rumusan permasalahan pada penelitian
ini, yaitu: [1] Bagaimana deskripsi bentuk fisik bangunan cungkup I Makam Kawah
Tekurep; [2] Apa makna simbol pada bangunan cungkup I Makam Kawah Tekurep.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui deskripsi bentuk fisik bangunan cungkup I
yang ada di Kompleks Makam Kawah Tekurep serta mengetahui simbol dan makna
pada bangunan makam.
Metode yang digunakan adalah metode historis dengan pendekatan arkeologis.
Adapun langkah-langkah dalam metode Arkeologis yaitu penjajagan yang dilakukan
di lokasi objek penelitian yaitu kompleks Makam Kawah Tekurep, selanjutnya tahap
survey, Analisis data, dan pelaporan. Sedangkan dalam metode sejarah yaitu
heuristik dengan melakukan wawancara kepada zuriat makam, juru kunci makam
dan literatur yang berkaitan dengan objek penelitian, verifikasi, interpretasi, dan
historiografi. Analisis data diolah secara deskriptif kualitatif. Sumber data yang
digunakan, yakni sumber primer yang diperoleh dari lokasi penelitian, dan data
sekunder diperoleh dari buku maupun informan yang berkaitan dengan pemasalahan.
Bangunan cungkup I pada Kompleks Makam Kawah Tekurep terdiri dari 3
konsep arsitektur yaitu Eropa, Timur Tengah dan arsitektur tradisional Palembang,
ketiga konsep pada bangunan ini memiliki fungsi tersendiri, pada konsep arsitektur
Eropa sengaja digunakan untuk menunjang eksistensi bangunan pada setiap zaman,
pada konsep Timur Tengah sengaja ditonjolkan untuk memperlihatkan corak
keislaman, dan pada konsep tradisional Palembang ditampilkan untuk menunjukkan
kewibawaan kesultanan Palembang Darussalam. Dari hasil penelitian dapat
diketahui bahwa makna simbol yang terdapat pada bangunan cungkup I ini adalah
suatu bentuk keramahan masyarakat Palembang terhadap kunjungan tamu pada masa
itu, ornamen dengan motif bunga tanjung dan melati yang berarti ucapan selamat
datang dan adab sopan santun kemudian bentuk atap kubah mengandung makna
simbol pemerintahan yang Islami.
Kata kunci: Makna-Simbol-Bangunan-Cungkup-Makam
xi
DAFTAR GAMBAR
Bab II
Gambar II. 1. Peta Lokasi Makam Kawah Tekurep di Lemabang………………. 19
Gambar II. 2. Denah Kompleks Makam Lemabang……………………………… 31
Gambar II. 3. Foto Kompleks Makam Kawah Tekurep Tampak Depan…………. 33
Gambar II. 4. Pemandangan Sungai Musi di Depan Makam Kawah Tekurep…… 33
Gambar II. 5. Foto Kubah Bangunan Cungkup I………………………………….. 34
Gambar II. 6. Foto Dinding Bangunan Cungkup I………………………………… 35
Gambar II. 7. Foto Pintu Bangunan Cungkup I………………………………….... 36
Gambar II. 8. Gambar Sistem Pintu Bangunan Cungkup I……….………………. 37
Gambar II. 9. Foto Pintu Luar Bangunan Cungkup I……………………………… 38
Gambar II. 10. Foto Lantai Bangunan Cungkup I………………....………………. 39
Gambar II. 11. Foto Tangga Bangunan Cungkup I……………….………………. 40
Gambar II. 12. Foto Tempat Air Bangunan Cungkup I………….……………….. 41
Gambar II. 13. Foto Profilan Bangunan Cungkup I…………….………………… 42
Bab III
Gambar III. 1. Foto Bangunan Cungkup I Makam Kawah Tekurep Febuari
2018…………………………………………………………….. 45
Gambar III. 2. Foto Motif Ukiran Pada Pintu Bangunan……………………….. 46
Gambar III. 3. Foto Motif Ukiran Pada Pintu Bangunan……………………….. 47
xii
Gambar III. 4. Foto Motif Ukiran Pada Pintu Bangunan……………………….. 48
Gambar III. 5. Foto Lantai Cungkup I Pada Bangunan………………………… 54
Gambar III. 6. Struktur Ruang Pada Bangunan Makam Cungkup I………….… 55
Gambar III. 7. Foto Makam Imam Sayid Idrus Al- Idrus…………………….… 56
Gambar III. 8. Foto Makam Ratu Gading…………………………………….… 57
Gambar III. 9. Foto Makam Sultan Mahmud Badaruddin I………………….… 58
Gambar III. 10. Foto Makam Ratu Sepuh……………………………………..... 59
Gambar III. 11. Foto Makam Mas Ayu Ratu…………………………………… 60
Gambar III. 12. Foto Makam Nyai Mas Naimah……………………………..... 61
Gambar III. 13. Dinding Pada Bangunan Cungkup I…………………………... 64
Gambar III. 14. Plafond Pada Bangunan Cungkup I…………………………… 65
Gambar III. 15. Foto Kubah Bangunan Cungkup I…………………………….. 67
Gambar III. 16. Foto Mustaka Teratai Bangunan Cungkup I….………………. 70
Gambar III. 17. Foto Dinding Bangunan Cungkup I …………..………………. 71
Gambar III. 18. Foto Pintu Bangunan Cungkup I…………….….…………….. 72
Gambar III. 19. Foto Tangga Pada Banguna Cungkup I……………………….. 74
Gambar III. 20. Foto Tiang Pada Bangunan Cungkup I……………………….. 75
Gambar III. 21. Foto Tempat Air Pada Bangunan Cungkup I…………………. 76
xiii
DAFTAR ISI
Halaman Judul .................................................................................................... i
Halaman Pengesahan .......................................................................................... ii
Persetujuan Pembimbing ................................................................................... iii
Nota Dinas Pembimbing I .................................................................................. iv
Nota Dinas Pembimbing II ................................................................................. v
Pernyataan Keaslian ........................................................................................... vi
Motto dan Persembahan..................................................................................... vii
Kata Pengantar.................................................................................................... viii
Intisari .................................................................................................................. x
Dafatr Gambar ................................................................................................... xi
Daftar Isi .............................................................................................................. xiii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah.......................................................................... . 6
C. Batasan & Rumusan Masalah ............................................................. 6
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................................ 7
E. Tinjauan Pustaka................................................................................. 9
F. Kerangka Teori .................................................................................. 11
G. Metode Penelitian ............................................................................... 12
H. Sistematika Penulisan ......................................................................... 17
BAB II: GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
A. Letak Geografis Kompleks Makam Kawah Tekurep………………... 19
B. Tokoh Pembangun Kompleks Makam Kawah Tekurep…………...... 21
C. Sejarah Kompleks Makam Kawah Tekurep………………………..... 23
D. Deskripsi Bentuk Fisik Bangunan Cungkup I Makam Kawah
Tekurep………………………………………………………………. 32
1. Atap………………………………………………………………. 34
2. Dinding…………………………………………………………… 35
3. Pintu………………………………………………………………. 36
xiv
4. Lantai……………………………………………………………. 38
5. Tangga………………………………………………………….... 40
6. Tempat Air……………………………………………………….. 40
7. Profilan…………………………………………………………... 41
8. Perawatan Makam………………………………………………... 42
BAB III: JENIS ORNAMEN PADA ARSITEKTUR BANGUNAN
A. Gaya Arsitektur Bangunan Cungkup I Makam Kawah Tekurep ........ 43
B. Ornamen dan Warna ........................................................................... 45
1. Ornamen ........................................................................................ 45
2. Warna ............................................................................................ 49
C. Struktur Tata Ruang Bangunan Cungkup I Makam Kawah
Tekurep ............................................................................................... 52
1. Lantai............................................................................................. 52
2. Dinding .......................................................................................... 63
3. Langit-langit/ atap ......................................................................... 64
D. Fungsi dan Makna Konstruksi Bangunan ........................................... 65
1. Kubah. ........................................................................................... 66
2. Tembok Luar ................................................................................. 70
3. Pintu .............................................................................................. 71
4. Tangga ........................................................................................... 73
5. Tiang ............................................................................................ 74
6. Tempat Air .................................................................................... 75
BAB IV: PENUTUP
A. Simpulan.............................................................................................. 77
B. Saran .................................................................................................... 79
1
BAB I
PENDAHULUAN
ORNAMEN BANGUNAN CUNGKUP I PADA KOMPLEKS MAKAM
KAWAH TEKUREP
A. Latar Belakang Masalah
Kesultanan Palembang merupakan salah satu institusi pemerintahan yang
pernah ada di Palembang khususnya dan Sumatera Selatan umumnya. kesultanan
Palembang ini bertahan sampai tahun 1821, karena Benteng Kuto Besak berhasil di
kuasai oleh Kolonial Belanda dan Sultan Mahmud Badaruddin II diasingkan ke
Ternate. kesultanan Palembang dihapuskan pada tahun 1823 oleh Belanda. Dengan
demikian, kesultanan Palembang telah berlangsung selama 272 tahun jika dihitung
sejak tahun berdirinya kerajaan Palembang (1549-1821).1
Selama kurun waktu itu kesultanan Palembang ini telah meninggalkan jejak-
jejaknya melalui tinggalan-tinggalan arkeologis, tinggalan-tinggalan arkeologis
tersebut berupa Keraton, Benteng Kuto Besak, Masjid Agung dan kompleks Makam
Kawah Tekurep. Pada kota Palembang terdapat tidak kurang dari 8 kompleks makam
para sultan yang semuanya terletak di daerah seberang Ilir. Ketujuh makam tersebut
adalah kompleks Makam Cinde Walang, Sabokingking, Kebon Gede, Kawah
1 Retno Purwanti,” Konfilk Elite Politik Pada Masa Kerajaan dan Kesultanan Palembang
(Tinjauan Berdasarkan Tata Letak Makam Sultan Palembang), Jurnal,”Siddhayatra V. 9, No. 1 (Mei
2004), h.20.
2
Tengkurep, kompleks Makam Ki Gede Ing Suro di 3 Ilir, Makam Madi Ing Angsoka
di Jalan Candi Angsoka dan Makam Madi Alit di belakang RS. Charitas dan
kompleks Makam Sultan Agung di 3 Ilir. Jumlah tersebut akan bertambah lagi jika
dimasukkan makam-makam raja yang terletak di Inderalaya, yaitu Makam Pangeran
Sedo Ing Rejek di Dusun Sakatiga dan makam para sultan yang diasingkan oleh
Belanda di Ternate maupun di Cianjur.2
Berkaitan dengan banyaknya kompleks makam para sultan seperti ini
tentunya pada setiap cungkup bangunan yang terdapat pada makam-makam tersebut
memilki bentuk arsitektur yang berbeda seperti pada Makam Sabokingking yang
cungkupnya merupakan dinding masif yang beratap genteng kemudian kalau pada
cungkup Makam Candi Walang menggunakan arsitektur atap limasan, dan pada
Makam Ki Gede Ing Suro tidak memiliki atap hanya berupa candi dengan bahan
material bata merah. Dari semua pemakaman sultan di Palembang Makam Kawah
Tekurep memiliki keunikan tersendiri yang menggunakan kubah sebagai atap dari
bangunan makam tersebut.
Penulis tertarik meneliti Makam Kawah Tekurep pada cungkup I ini kerena
merupakan makam bersejarah dan memiliki nilai tradisional dimana arsitektur dan
hiasan makam terdapat simbol-simbol yang mengandung makna filosofi. Arsitektur
bangunan Makam Kawah Tekurep ini pada dasarnya tidak ubahnya seperti makam-
makam raja yang ada di Palembang. namun demikian, keunikan yang ditonjolkan
2 Ibid.,
3
pada cungkup makam ini terletak pada bentuk fisiknya dan simbol-simbol yang
melekat padanya. Keunikan tersebut yaitu terdapat pada atap bangunan yang
berbentuk kubah, bangunan cungkup I ini memiliki tiga tingkat kubah dengan
masing- masing warna dan ukuran. Bangunan cungkup sebenarnaya bersumber pada
pikiran lama seperti mendirikan candi di zaman Hindu. Penyesuaian pikiran dengan
candi sebagai tempat arwah berpengaruh pula pada bentuk dan struktur bangunan
khusus untuk makam raja atau tokoh terkemuka masyarakat, struktur bangunan
cungkup mirip dengan candi yang terdiri dari bagian kaki, tubuh, atap dengan batas-
batas perbingkaian mendatar.3
Dalam UU No. 11 Tahun 2010, cagar budaya adalah warisan budaya bersifat
kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar
budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat atau di air yang perlu
dilestarikan keberadaannya kerena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, pendidikan, agama, dan atau kebudayaan melalui proses penetapan.4
Kompleks Makam Kawah Tekurep pada tanggal 12 Juli 2016 dengan kategori situs
di kota Palembang provinsi Sumatera Selatan dan atas kepemilikan Pemda Provinsi
Sumatera Selatan yang dikelola oleh Irwan/BP3 Jambi telah lulus verifikasi dalam
3 Wiyoso Yudoseputro, Pengantar Seni Rupa Di Indonesia(Bandung: Angkasa,1986), h.18-
19. 4 Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan, Lihat di
kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbgorontalo/2014/06/05/undang-undang-no11-tahun-2010-tentang-
cagar-budaya-pdf/.
4
tahap kajian dan penelitian tim ahli.5 dengan demikian Makam Kawah Tekurep ini
telah dilindungi oleh undang-undang cagar budaya.
Berdasarkan skripsi dari Disna Megawati yang berjudul “Persepsi
Masyarakat Kota Palembang Tentang Makam Kawah Tengkurep”, penelitian ini
menggambarkan mengenai persepsi masyarakat Palembang, bahwan Makam Kawah
Tekurep sendiri lebih dominan sebagai suatu tempat yang bernilai mistik,6 di
samping itu nilai sejarah makam ini cukup tinggi sehingga banyak dipahami
masyarakat setempat, tetapi pemahaman tentang ornemen bangunan Makam Kawah
Tekurep tidak banyak di mengerti oleh masyarakan dan cenderung tidak diperhatikan
sehingga bangunan ini kehilangan nilai filosofisnya.
Dari gagasan di atas dapat diketahui struktur bangunan dapat memecahkan
dua persoalan tentang bangunan. yaitu persoalan teknik dan persoalan estetika,
termasuk pembentukan ruang. Gagasan yang digunakan ini dikatakan utuh jika di
dalamnya terdapat semua permasalahan yang bersangkutan dengan topik, oleh sebab
itu penulis menganggap relevan jika gagasan di atas digunakan sebagai solusi dari
permasalahan penelitian yang akan muncul sebagai objek penelitian.
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti di Makam Kawah
Tekurep pada cungkup I menurut Husni selaku perawat makam menjelaskan bahwa
5 Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya, Lihat di cagar budaya.
Kemendikbud.go.id/siteregnas/public/objek/newdetail/PO2016071200055/index-infografis.html. 6 Disan Megawati ,” Persepsi Masyarakat Kota Palembang Tentang Makam Kawah
Tekurep”,h.58.
5
dahulu bangunan cungkup I memiliki lantai tanah dengan bebatuan, kemudian ada
dua kendi air yang dipakai untuk berwudhu dan tangga kayu, tetapi sekarang sudah
diganti lantai keramik agar terlihat bersih sehingga dapat membuat suasana menjadi
nyaman, adapun kendi dan tangga kayu itu sudah tidak ada lagi.7 Kemudian tahap
pengukuran yaitu bangunan dinding memiliki ketebalan 120 cm, dan panjang dinding
10 m, lebar dinding 10 m, tinggi 15 m dengan pintu besar berbahan kayu ulin
dengan ukuran 360 cm, sehingga dengan pintu utama yang sebesar ini dapat
memberikan efek kemegahan dari bangunan itu, adapun pada pintu terdapat pahatan
bermotif bunga dan geometris sehingga tidak hanya memberikan efek kemegahan
namun dimensi keindahan pun nampak pada bangunan cungkup ini.
Dengan semakin pesatnya infrastruktur di kota Palembang ini banyak
masyarakat yang kurang paham bahkan tidak mengetahui lagi bentuk ornamen yang
terkandung pada bangunan tradisional khususnya Makam Kawah Tekurep. Oleh
karena itu penulis mencoba menjelaskan dan meneliti ornemen pada bangunan
cungkup I Makam Kawah Tekurep.
7Husni (Pengurus Makam), Wawancara, Palembang, 18 Mei 2017.
6
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah,
diantaranya adalah sebagia berikut.
1. Bahan material bangunan yang terdapat pada bangunan cungkup I Makam
Kawah Tekurep.
2. Makna simbol pada bangunan cungkup I Makam Kawah Tekurep.
3. Akulturasi budaya pada struktur bangunan Makam Kawah Tekurep.
4. Hiasan bangunan cungkup 1 pada Makam Kawah Tekurep.
5. Persepsi masyarakat Palembang terhadap Makam Kawah Tekurep.
6. Kondisi pemeliharaan lingkungan Makam Kawah Tekurep.
C. Batasan dan Rumusan Masalah
Agar dapat mengendalikan penelitian dan memperjelas ruang lingkup
penelitian, sebagaimana tergambar pada identifikasi di atas, perlu dilakukan
pembatasan yang dimaksudkan agar peneliti tidak terjerumus ke dalam banyaknya
data yang ingin diteliti.8 Yang menjadi lokasi pada penelitian ini ialah bangunan
8Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitaian Sejarah Islam (Yogyakarta: Ombak, 2011),
h. 126.
7
cungkup I Makam Kawah Tekurep, Pembatasan periode masa sekarang hanya diteliti
keutuhan dan ke orisinilan bangunan cungkupnya saja, adapun penambahan ataupun
renovasi tidak dibahas secara mendalam karena tidak relevan, kemudian fokus
penelitian ini dan sebagai pembatas penelitian yaitu makna simbol yang terdapat
pada bangunan cungkup I Makam Kawah Tekurep.
Bertolak dari beberapa batasan tersebut, maka ada beberapa pertanyaan yang
memerlukan jawaban yang tepat, untuk menjawab pertanyaan tersebut dan untuk
memudahkan serta menghindari kesimpangsiuran dalam pengumpulan datanya.
maka dari apa yang telah diuraikan dapat dirumuskan permasalah sebagai berikut:
1. Bagaimana deskripsi bentuk fisik bangunan cungkup I Makam Kawah
Tekurep?
2. Apa ornamen pada bangunan cungkup I Makam Kawah Tekurep?
D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan penelitian
a. Untuk mengetahui deskripsi bentuk fisik cungkup I Makam Kawah
Tekurep.
b. Untuk mengetahui ornamen pada cungkup I Makam Kawah Tekurep .
8
2. Kegunaan Penelitian
a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
bagi pengembangan ilmu dan wawasan di bidang sejarah dan juga dapat
dijadikan rujukan bagi peneliti pada tema (fokus) yang sama.
b. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat meberi kegunaan:
1. Bagi peneliti
Menambah wawasan peneliti dalam penulisan karya ilmiah, dan diharapkan
dapat memenuhi persyaratan bagi peneliti untuk mendapatkan gelar Sarjana.
2. Bagi pengurus Makam Kawah Tekurep
Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan wawasan pengurus makam
sehingga pengurus makam dapat memberikan penjelasan lebih konkrit
terhadap peziarah.
3. Bagi Fakultas Adab
Dapat memberi referensi baru mengenai riset Makam Kawah Tekurep.
E. Tinjauan Pustaka
Secara umum penelitian tentang Makam Kawah Tekurep di Palembang, sudah
banyak dilakukan oleh pakar sebelumnya. Namun tidak menitik beratkan pada
9
bangunan cungkup I pada kompleks Makam Kawah Tekurep, sehingga penulisan dan
pengkajian secara sistematis masih terbatas. Sementara buku-buku yang ada hanya
menitikberatkan pada jenis-jenis nisan maupun corak ragam hias di kota Palembang
saja. Berbeda dengan penelitian ini yang mengkhuskan ornament pada bangunan
saja.
Sudarsih tahun 2016 skripsi yang berjudul “Akulturasi Budaya di Situs
Kawah Tengkurep”. Skripsi ini menggambarkan tentang akulturasi budaya yang ada
di situs Kawah Tekurep dengan memperlihatkan nilai sejarah pada masa Hindu
Budha di Palembang sampai dengan masa Islam. Selain itu skripsi ini juga
menyatakan bahwa tiang-tiang yang terdapat pada bangunan Kawah Tekurep juga
mendapat pengaruh dari budaya Eropa.9
Disna Megawati tahun 2004 skripsi yang berjudul “Persepsi Masyarakat
Kota Palembang Tentang Makam Kawah Tengkurep”. Skripsi ini membahas
anggapan masyarakat terhadap makam dan perilaku peziarah yang datang
berkunjung ke makam, adapaun kajian ini berupa data-data persentase kunjungan
masyarakat Palembang terhadap Makam Kawah Tekurep. Dengan hasil bahwa nilai
mistis terhadapan bangunan ini lebih dominan bagi peziarah.
Setyo Nugroho tahun 2005 laporan penelitian dengan judul “kajian potensi
linkage obyek wisata sejarah budaya di kelurahan I ilir, Palembang”. penelitian ini
memberikan gambaran tentang kompleks makam para sultan di Palembang adapun
9Sudarsih,Akulturasi Budaya di Situs Kawah Tekurep(Palembang: Universitas Persatuan
Guru Republik Indonesia, 2016), h. 32.
10
penelitian ini juga memberikan pemahaman terhadap denah Makam Kawah Tekurep
serta makam-makam sultan yang lainnya.10
Mujib tahun 1997 Jurnal Intizar No. 9 yang berjudul “Pemilihan Ulama
Kesultanan Palembang: Primordialisme atau Otoritas Sultan?”, Islam di Sumatera
Selatan. Kajian ini berupa penjelasan tentang suatu hubungan para ulama atau sering
juga disebut penghulu natagama yang bertugas mengurusi bidang keagamaan dengan
sultan, adanya suatu hubungan yang harmonis sehingga membuat mereka ketika
sudah meninggal dimakamkan satu cungkup dengan makam sultan sebagai bentuk
penghormatan.
Retno Purwanti tahun 2004 Jurnal Siddhayatra Vol. 9 No. 1 yang berjudul
“Konfilk Elite Politik Pada Masa Kerajaan dan Kesultanan Palembang (Tinjauan
Berdasarkan Tata Letak Makam Sultan Palembang)”. Penelitian ini memberikan
gambaran tentang letak makam para sultan Palembang yang di kaitkan dengan situasi
politik maupun kondisi sosial, sehingga memberikan pemahaman penulis terhadap
fungsi dari tata letak makam itu sendiri.
Penulis melihat dari skripsi, laporan penelitian maupun jurnal sebagaimana
yang telah di jelaskan di atas terdapat persamaan bahasan, yaitu sama-sama meneliti
Makam Kawah Tekurep namun terdapat perbedaan dalam penelitian tersebut, yaitu
pembahasan tentang makna-makna simbolik yang terdapat pada bangunan cungkup I
Makam Kawah Tekurep. Belum ada yang meneliti tentang ornamen bangunan
10
Setyo Nugroho, Kajian Potensi Linkage Obyek Wisata Sejarah Budaya di Kelurahan I Ilir,
Palembang,PDF, h. 8.Lihat di: http://eprints.unsri.ac.id/3741/1/Linkage2005_02.pdf.
11
cungkup I pada Makam Kawah Tekurep dari semua tinjauan pustaka yang
digunakan. Semuanya tinjaua pustaka hanya memberikan gambaran tentang keadaan
geografis maupun tata letak makam dan bentuk nisan saja. Maka penelitian ini urgen
dilakukan karena berfokus padaornamen yang melekat pada bangunan.
F. Kerangka Teori
Menurut Fram Masa lalu adalah himpunan ingatan, baik bagi perorangan
maupun bagi masyrakat. Lingkungan yang dibentuk atau dibangun merupakan
bagian esansial dari keseluruhan hasil yang dapat dicapai oleh para pembangunnya (
the builder). Konstruksi merupakan teknikalitas berikut komponen-komponen yang
dialihkan pada suatu lingkungan komponen-komponen tersebut meliputi : tokoh/
peristiwa, ukuran, harmoni, gaya, bahan, orientasi, design dan kesejarahannya11
Sebagaimana yang dinyatakan oleh H. Wiliam Sallers (1984), runtuhan/ sisa-
sisa bangunan dalam suatu kota kuno, mungkin akan memperlihatkan suatu kualitas
khusus yang kukuh menandai masanya, atau kualitas tertentu/ spesifik tersebut
berupa rancangan bangunan yang sama sekali tidak lazim, kualitas keterampilan
manusia pembuatnya atau dalam rinciannya, atau kualitas itu berupa bentuk-bentuk
yang amat langka ditentukan pada bentuk umum.12
11
Hasab Muarif Ambari,Masyarakat dan Budaya Banten Kumpulan Kerangka Dalam Ruang
Lingkup Arkeologi, Sejarah,Sosial dan Budaya (Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional,
1996),h.126. 12
Ibid,h.121.
12
Dengan menggunakan beberapa teori yang telah dijelaskan di atas maka
membentuk kerangkan berpikir penulis dalam hal ini yang akan mempengaruhi
bagaimana cara berargumentasi dalam merumuskan hipotesis dari objek penelitian.
Kemudian teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini akhirnya melahirkan suatu
kesimpulan bahwa simbol adalah sesuatu yang sengaja diciptakan oleh manusia
untuk menggambarkan suatu arti yang mendalam tentang tata nilai manusia itu
sendiri.
F. Metode Penelitian
Metode penelitian sejarah lazim juga disebut metode sejarah. Metode itu
sendiri berarti cara, jalan, atau petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknik. Metode di
sini dapat dibedakan dari metodologi yang artinya adalah suatu cabang filsafat yang
berhubungan dengan ilmu tentang metode atau prosedur atau juga sistem tentang
metode-metode dan atauran-aturan dalam sains13
. Adapun yang dimaksud dengan
penelitian, menurut Florence M.A. Hilbish adalah penyelidikan yang seksama dan
teliti terhadap suatu subjek untuk menemukan fakta-fakta guna menghasilkan produk
baru, memecahkan suatu masalah, atau untuk menyokong atau menolak suatu teori.
Oleh karena itu, metode sejarah dalam pengertiannya yang umum adalah
13
Helius Sjamsuddin,Metodologi Sejarah(Yogyakarta: Ombak, 2012),h. 11.
13
penyelidikan atas suatu masalah dengan mengaplikasikan jalan pemecahannya dari
perspektif historik.14
Adapun metode yang digunakan dalam penulisan ini, yaitu sebagai berikut:
1. Metode dalam penelitian ini adalah menggunakan metode deskriptif kualitatif
dengan pendekatan arkeologis
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah Field research (penelitian
lapangan), ialah dengan melakukan observasi langsung dengan tokoh budaya
Palembang, maupun dengan mendatangi museum yang ada di kota
Palembang.
3. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah kualitatif, yaitu pemikiran dan hasil
illuminasi naskah Palembang dari observasi lapangan.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
14
Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah Islam (Yogyakarya: Ombak, 2011),
h. 103.
14
2. Sumber Data
a. Sumber data primer yaitu bangunan yang berisi pemakaman Sultan
Mahmud Badaruddin I berserta keluarga pada cungkup I di kampung
3 ilir Palembang.
b. Sumber data sekunder yaitu data yang didapat tidak secara
langsung, seperti: hasil penelitian sebelumnya yang tertuang dalam
tulisan jurnal, buku, media elektronik dan Koran yang berkaitan
langsung dengan objek penelitian.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk
memperoleh data yang diperlukan.Tinggalan manusia baik yang berupa fisik
maupun non fisik semuanya merupakan jejaj-jejak, dari sekian jejak-jejak ada
yang dapat dikumpulkan tetapi ada juga yang sukar atau bahkan kehilangan
jejak.Dengan demikian, rekonstruksinya berdasarkan jejak yang
diperoleh15
.Pengumpulan data merupakan langkah yang amat penting dalam
metode ilmiah. Adapun teknik pengumpulan data penelitian dengan pendekatan
arkeologis:
15
Suhartono W. Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah,(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010),h.
29.
15
Data lapangan dapat diperoleh melalui tiga maca cara, yaitu
a. Penjajagan
Penjajagan dalam arkeologis adalah pengamatan tinggalan arkeologi
di lapangan untuk memperoleh gambaran tentang potensi data
arkeologi dari suatu tempat atau areal, seperti jenis tinggalan
arkeologi atau luas situs. Dalam pejajagan ini, penelita melakukan
pengamatan terhadap keadaan lingkungan dan pencatatan tentang
jenis tinggalan arkeologi (archaeological remains) kemudian
menandai ke dalam peta plotting16
.
b. Survei
Survei adalah pengamatan tinggalan arkeologi disertai dengan analisis
yang dalam, umumnya, pengertian survei dibatasi pada penelitian
yang datanya dikumpulkan dari sample atas populasi untuk mewakili
seluruh populasi17
.Tujuan survei untuk memperoleh benda atau situs
arkeologi yang belum pernah ditemukan sebelumnya atau penelitian
ulang terhadap benda atau situs yang pernah diteliti.Survei dapat juga
berarti melacak berita dalam literatur dan data, karena adanya laporan
temuan.
c. identifikasi
16
Naniek Harkantiningsih,Metode Penelitian Arkeologi(t.:Dapertemen Pendidikan Nasional
Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, 1999),h.19. 17
Masri Singarimbun,Metode Penelitian Survai(Jakarta: LP3ES, 1989),h. 3.
16
Identifikasi adalah kegiatan yang mencari, menemukan,
mengumpulkan, meneliti, mendaftarkan, mencatat data dan informasi
dari “kebutuhan” lapangan.Secara intensitas kebutuhan dapat
dikategorikan (dua) macam yakni kebutuhan terasa yang sifatnya
mendesak dan kebutuhan terduga yang sifatnya tidak mendesak.
5. Teknik Analisis Data
Data yang berupa bangunan diteliti dengan memahami makna simbol, yaitu metode
analisa isi dan pengungkapan makna. Adapun aspek yang dideskripsikan meliputi
identifikasi bangunan, simbol, fisik bangunan dan fenomena sejarah. Usaha
memahami makna simbol pada bangunan merupakan pemusatan pesan yang tidak
dapat diteliti dan dipahami lepas dari konteks sosial lain.
Makna simbol yang terdapat pada bangunan kawah tengkurep tidak dapat
dipisahkan dari konteks sosial, budaya dan sejarah yang berlaku dalam masyarakat
yang bersangkutan. Untuk mengungkap makna simbol pada bangunan ini sangat
penting bagi peneliti untuk mendapatkan sumber lisan, yaitu saksi berantai dan
disampaikan oleh pelopor pertama yang terdekat. Sejumlah saksi itu harus sejajar
dan bebas, serta mampu mengungkapkam fakta yang teruji kebenarannya18
.
Selanjutnya penelitian ini dilakukan interprestasi data, semua data baik yang terdapat
dalam bangunan dan referensi yang berhubungan dengan konteks penelitian, artinya
18
Dudung abdurahman,Metode Penelitian Sejarah(Jakarta: Logos, 1999),h. 63.
17
teori dan metode yang digunakan dalam pengkajian data diintegrasikan. Hal ini
dilakukan, supaya interprestasi yang sesuai dengan tujuan penelitian dapat diperoleh.
H. Sistematika Penulisan
Bab I, pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang. Identifikasi masalah. Batasan dan
rumusan masalah. Tujuan dan kegunaan penelitian. Tinjauan pustaka, Kerangka
teori. Metode penelitian. Sistematika penulisa. Pada bab ini adalah merupakan
proposal penelitian yaitu merupakan sebuah usulan yang dibuat dalam rangka
mengadakan penelitian yang dirancang dan disesuaikan dengan kebutuhan proses
penelitian.
Bab II, membahas gambaran umum objek penelitian. pada tahap ini akan
dipaparkan mengenai letak geografis Kompleks Makam Kawah Tekurep selanjutnya
adalah pembahasan sejarah tokoh pembangun kompleks Makam Kawah Tekurep dan
sejarah kompleks Makam Kawah Tekurep yang terakhir adalah deskripsi bentuk fisik
pada bangunan cungkup I Makam Kawah Tekurep, kemudian kondisi keutuhan
bangunan akan diteliti untuk mendapatkan data tentang bangunan asli maupun
renovasi yang terjadi, setelah itu akan dilanjutkan juga tahap pengukuran yang akan
dilakukan dari berbagai sudut untuk mendapatkan gambar proporsisi bangunan,
18
Bab III, membahas ornament pada arsitektur bangunan. pada bab ini adalah
berupa kajian dari arsitektur bangunan cungkup I Makam Kawah Tekurep,
selanjutnya ornamen dan warna dan kemudian struktur tata ruang dalam bangunan,
tahap terakhir adalah elemen pada bangunan luar serta fungsi dan makna bangunan.
Simbol-simbol yang terdapat di bangunan cungkup ini akan dideskripsikan melalui
penelitian ini.
Bab IV, penutup. bab ini merupakan penutup yang meliputi kesimpulan dan
saran.
19
BAB II
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
A. Letak Geografis Kompleks Makam Kawah Tekurep
Secara administratif kompleks Makam Kawah Tekurep ini terletak di
Kelurahan 3 Ilir, Kecamatan Ilir II, Palembang. Dari sungai musi, kompleks
pemakaman ini berjarak 100 meter. Secara geografis berada pada koordinat 02 58’
45.6” Lintang Selatan dan 104 46’ 56. 3” Bujur Timur.19 Wilayah ini merupakan
lahan kering dan tidak terpengaruh oleh luapan air.20 Kompleks makam ini dikelilingi
oleh pagar-pagar tembok bata.
19 Mujib,” Pemilihan Ulama Kesultanan Palembang: Primordialisme atau otorits sultan
(Islam di Sumatera Selatan), Jurnal “Intiza No. 9 (1997), h. 26. 20 Setyo Nugroho, Kajian Potensi Linkage Obyek Wisata Sejarah Budaya di Kelurahan I
Ilir, Palembang,(Palembang:Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya, 2005), h. 18.
20
Gambar. II.1Peta Lokasi Makam Kawah Tekurep di Lemabang21
Pada pagar sebelah Selatan dibangun sebuah gapura menghadap ke arah
Sungai Musi yang berfungsi sebagai pintu gerbang utama memasuki kompleks
makam. Gapura ini dalam keadaan sudah rusak. Pagar dari bata ini sebagian besar
terlihat, tetapi keadaannya sudah rusak dan ada yang posisinya sudah miring, akan
runtuh. Pagar halaman paling depan pun tidak utuh lagi, terutama di sebelah Barat
karena diterjang untuk pembuatan jalan dari arah Lemabang ke Pelabuhan atau
Makam Ki Gede Ing Suro.22
Jalur utama kawasan yaitu ruas Jalan Yos Sudarso sebagai jalan utama
perkotaan, sebagai arah kedatangan pengunjung dari bagian wilayah kota lain
melalui darat, sekaligus sebagai batas kawasan sebelah Barat. Jalan Ratu Sianom
yang mempunyai arah Utara sangat potensial sebagai poros yang membagi kawasan
wisata sejarah budaya 1-3 Ilir menjadi Barat Kompleks Makam Kawah Tekurep dan
bagian Timur Kompleks Makam Ki Gede Ing Suro. Jalan Mangkubumi adalah jalan
utama memanjang sejajar Sungai Musi sebagai batas kawasan disisi Selatan.23
Potensi sumber daya alam di kelurahan 3 Ilir yaitu memiliki luas 4.67 Ha
dengan status kawasan bebas banjir, sumber daya air di kelurahan ini berupa PDAM,
Sungai dan sumur pompa, kondisi desa terbagi dengan 10 Rukun Warga dan 51
21
F. M. Schnitger,Oudheidkundige Vondsten In Palembang,( Leiden: E.J. Brill, 1936 ),h
plaat XII. 22 A. Mujib Ali,” Data Arkeologis Tentang Kesultanan Palembang (Data Arkeologi Berbicara
Tentang Kesultanan Palemban), Makalah Seminar IAIN Raden Fatah Palembang, (1998), h. 7-8. 23 Setyo Nugroho, Kajian Potensi Linkage Obyek Wisata Sejarah Budaya di Kelurahan I
Ilir, Palembang,(Palembang:Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya, 2005), h. 24.
21
Rukun Tetangga dengan jumlah penduduk 19212 jiwa, adapun kepala keluarga
berjumlah 4397 jiwa, kemudian jumlah Laki-laki 9741 jiwa dan Perempuan 9471
jiwa. Betonasi jalan setapak di kelurahan ini sepanjang 2.204 meter dengan sistem
dreinase 4.939 meter dan saluran air ke Sungai Musi sepanjang 1.000 meter.24
B. Tokoh Pembangun Kompleks Makam Kawah Tekurep
Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikromo (SMB I) beliau adalah salah satu
Sultan Palembang yang alim, bijaksana, tokoh pembangunan yang modernis,
realistis, dan pragmatis. Nama lengkapnya adalah Sultan Mahmud Badaruddin Jayo
Wikramo anak Sultan Muhammad Mansur Kebon Gede, Ibunya bernama Nyimas
Sengak Dipo Anom Priyayi Jambi. Ia dilahirkan sekitar tahun 1103 H atau 1690 M di
lingkungan keraton Palembang. Putra ke-3 dari 5 bersaudara yang terkenal dari satu
ibu. Sedangkan saudara-saudaranya yang lain berjumlah 22 orang lagi.25
Sultan Mahmud diangkat menjadi sultan oleh pamannya Sultan Agung
Komaruddin. Dinobatkan pada hari kamis 23 Maret 1724 pukul 13.00 dengan gelar
Sultan Mahmud Badaruddin Khalifatul Mukminin Sayidul Imam. Sultan Mahmud
Badaruddin I juga dikenal sebagai ulama dan waliyullah, ia juga sebagai sosok yang
gagah berani, tokoh pembangun dan seorang petualang yang kompromistis.
24 Kantor Kelurahan 3 Ilir Palembang, Profil LKM Ampera Kelurahan 3 Ilir Kecamatan Ilir
Timur II Palembang(Pemerintah Kota Palembang) 25 Iskandar Mahmud Badaruddin, Sejarah Kesultanan Palembang Darussalam, (Palembang:
Keraton Kesultanan Palembang Darussalam, 2008), h. 27-28
22
Pengembaraannya sampai ke Makasar, Johor, Kelantan, Kedah, Siam, Timur
Tengah, dan lain-lain. Dia juga menjadi imam, khatib, guru agama dan penulis. Salah
satu kitab karangannya adalah Tahqidul Yakin.26
Pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin I inilah terjadi
kemajuan pembangunan fisik kesultanan Palembang yang paling menonjol.27 Selama
masa pemerintahannya Sultan ini banyak melakukan pembangunan kota, diantaranya
Makam Lemabang atau yang dikenal Makam Kawah Tekurep (1728), Kuto Batu
(1737), masjid Agung (1748) dan terus-terusan kanal di sekitar Kota Palembang.28
Sultan Mahmud Badaruddin I dianggap sebagai yang terkaya dan terkuat dari
seluruh Sultan Palembang.29 Dahulu Palembang dikenal pernah memiliki para raja
makmur di masa sebelumnya, tetapi Sultan Mahmud dipercaya mengungguli mereka
semua. Pada tahun 1755, Paravicini menggambarkan bahwa kekayaan penguasa
dalam bentuk uang, emas, perak merupakan harta karun yang hampir tidak terhitung
jumlahnya.30 Bukti paling signifikan atas prestise Sultan Mahmud juga dapat dilihat
dari luasnya kekuasaan pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddid I
sampai ke Tulang Bawang, Lampung.31 Kemampuan Sultan Mahmud untuk
memanipulasi hubungannya dengan Belanda demi keuntungannya sendiri, hal ini
26 Ibid., h. 28. 27 M. Iskandar dan Sarjuli. S, Pameran Foto Palembang Dahulu dan Sekarang,(Palembang:
Museum Negeri Propinsi Sumatera Selatan BALAPUTRA DEWA, 1991), h. 12. 28 Bambang Budi Utomo dkk, Kota Palembang: Dari Wanua Sriwijaya Menuju Palembang
Modern,(Palembang: Pemerinta Kota Palembang, 2012), h. 197. 29 Barbara Watson Andaya, Hidup Bersaudara Sumatra Tenggara Pada Abad XVII dan
XVIII, terj. Septian Dhaniar dan Aditiya Pratama (Yogyakarta: Ombak,2016),h. 343. 30 Ibid.,h. 312. 31 Ibid., h.333.
23
terlihat dari peristiwa pada tahun 1747 sampai 1750 saat residen Belanda yaitu Gerrit
Pan yang bermukim di Palembang membatasi surat pas jalan, hal ini disiasati oleh
Sultan sehingga Belanda dan Pan menyediakan lebih dari 50 surat jalan kepada
pemerintah Palembang.32
Sejumlah perbedaan antara Palembang dan Jambi pada masa Sultan Mahmud
turut menjelaskan superioritas ekonomi Palembang, yaitu minimnya perpecahan
internal yang berlarut-larut, tiadanya perubahan demografis yang besar di daerah
pedalaman, dan kekuatan perdagangan merica Palembang yang relatif stabil.33 Para
residen menyimpulkan situasi ringkas, Sultan Mahmud berada dalam keharmonisan
dengan para anak-anaknya dan seluruh kerajaan sepenuhnya damai, dan pada tahun
1757 M Sultan meninggal, dia telah memerintah selama 34 tahun.34
C. Sejarah Makam Kawah Tekurep
Sejak masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin I yang memerintah
pada tahun 1724-1756 M menggantikan Sultan Agung adalah masa pembangunan
baik dalam bidang fisik, ekonomi maupun tata sosial dalam membangun Kesultanan
Palembang Darusalam. Pembangunan yang dilaksankannya, mempunyai visi
moderen, religius dan monumental.35
32 Ibid.,h. 326-327. 33
Ibid.,h. 313. 34 Ibid., h. 354. 35
Ibid., h. 28.
24
Pada masa Sultan Mahmud Badaruddin I tidak ada bangunan-bangunan yang
terbuat dari batu. Kecuali keraton, masjid agung, dan kompleks pemakaman dari raja
dan keluarganya. Karena raja menganggap bahwa dirinyalah satu-satunya pemilik
tanah dan rakyat hanya diberikan pinjaman saja dan tidak ada jaminan dari raja
bahwa jika pemilik rumah telah meninggal atau rumahnya hancur raja tidak
mencabut kembali kepemilikan tanah tersebut.36
Pada awal masa pemerintahannya Sultan Mahmud Badaruddin I,
memerintahkan pembangunan makam yaitu kompleks Makam Kawah Tekurep.37
Bangunan ini merupakan bangunan batu pertama yang dibuatnya, sebelum
memerintahkan pembangunan Kuto Tengkuruk dan Masjid Agung. Mengenai tahun
pembuatannya diperkirakan pada sekitar tahun 1728 M, jauh sebelum Sultan
Mahmud Badaruddin I yang wafat pada tahun 1756 M.
Penamaan Kawah Tekurep berasal dari bentuk atap cungkupnya bangunan 1
berbentuk kubah yang menyerupai kawah yang ditengkurepkan dalam bahasa
Palembang.38 Nama tekurep dipakai untuk menyebut kompleks makam ini karena
pada atap bangunan yang menaungi makam Sultan Mahmud Badaruddin I terbuat
dari beton dan berbentuk kawah yang tertelungkup. Kawah adalah sejenis kuali besar
36
Van Sevenhoven, Lukisan Tentang Ibukota Palembang,(Jakarta: Bhratara, 1971), h. 22 37 Fakta ini diperkuat dengan tulisan orang Belanda yang menyebutkan kompleks Makam
Kawah Tengkurep adalah nama sebuah kompleks Makam Sultan Mahmud Badaruddin I. Sebuah
bangunan persegi empat dari batu, yang tutup atasnya berbentuk kubah. Lihat, Van Sevenhoven,
Lukisan Tentang Ibukota Palembang,(Jakarta: Bhratara, 1971) 38
Andi Syarifudin (Budayawan), Wawancara, Palembang, 22 September 2017.
25
yang digunakan untuk memasak. Penamaan makam diambil dari bentuk kubah
berupa kawah (kuali) yang tengkurep (tertelungkup).39
Kota Palembang sendiri terdapat tidak kurang dari 8 kompleks pemakaman
para raja dan sultan yang semuanya terletak di seberang Ilir. Ketujuh pemakaman
tersebut adalah kompleks Makam Candi Welang, Sabokingking, Kebon Gede,
Kawah Tengkurep, Ki Gede Ing Suro, Makam Madi Ing Angsoka, Makam Madi Alit
dan Kompleks Makam Sultan Agung. Jumlah tersebut akan bertambah lagi jika
dimasukkan makam-makam raja yang terletak di Inderalaya, yaitu Makam Pangeran
Sedo Ing Rejek di Dusun Sakatiga, Inderalaya dan makam para sultan yang
diasingkan oleh Belanda baik di Ternate maupun di Cianjur.40
Banyaknya kompleks makam para Raja dan Sultan seperti ini, jarang
dijumpai pada makam-makam para penguasa yang pernah memerintah di Jawa,
Madura, Sulawesi maupun Ternate. Makam-makam sultan yang pernah memerintah
di Jawa dan Madura umumnya dimakamkan pada suatu kompleks pemakaman yang
dibangun secara khusus dan didirikan di daerah sekitarnya. Dapat disebutkan disini,
misalnya kompleks makam raja-raja dari Surakarta dan Yogyakarta yang terletak di
Imogiri, Kompleks Makam Astatinggi, Madura yang merupakan kompleks makam
39 Nawiyanto dan Eko Crys Endrayadi, Kesultanan Palembang Darussalam -Sejarah dan
Warisan Budaya,(Jember: Terutama Nusantara, 2016), h. 129. 40
Retno Purwanti,” Konfilk Elite Politik Pada Masa Kerajaan dan Kesultanan Palembang
(Tinjauan Berdasarkan Tata Letak Makam Sultan Palembang), Jurnal”Siddhayatra V. 9, No. 1 (Mei
2004), h.20.
26
raja-raja Sumenep, atau makam-makam sultan dari Cirebon yang terletak di
kompleks Makam Gunung Jati.41
Berkaitan dengan letak makam-makam para raja yang pernah memerintah di
Palembang saling berpencar, hal inilah yang melatarbelakangi pembangunan
kompleks Makam Kawah Tekurep, agar kompleks makam para raja berada di satu
lokasi yaitu di 3 Ilir Lemabang. Kerabat sultan yang dimakamkan disini adalah
Sultan Mahmud Badaruddin I yang juga dijuluki dengan Penembahan Lemahbang
yang terletak di suatu bangunan dengan atap berbentuk kubah, kemudian Sultan
Ahmad Najamuddin dengan keluarganya dan Sultan Baha’udin beserta istri serta
Sultan Diya’uddin dan anak-anak Sultan Mahmud Badaruddin I.42
Bersatunya ketiga penguasa Kesultanan Palembang dalam satu kompleks
pemakaman ini memperlihatkan bahwa proses suksesi saat itu berjalan mulus. Hal ini
bukan merupakan sesuatu yang aneh, karena proses suksesi pada ketiga penguasa
tersebut didahului dengan penobatan sebagai putra mahkota sebelum menjadi sultan.
Usaha untuk membuat satu kompleks pemakaman bagi para sultan yang sudah
meninggal di kompleks Makam Kawah Tekurep selanjutnya menjadi tidak
terlaksana, karena intervensi kolonial Belanda di dalam percaturan elit politik
kesultanan Palembang. Untuk satu kepentingan yaitu menguasai monopoli dagang.
Belanda menobatkan salah satu elit politik kesultanan Palembang sebagai penguasa
dengan menyingkirkan elit politik lainnya keluar daerah Palembang sampai
41
Ibid.,h. 31 42
Ibid., h. 30-31.
27
meninggalnya. Dengan demikian para penguasa Palembang setelah Sultan Ahmad
Najamuddin, saat meninggal tidak dimakamkan di kompleks Makam Kawah
Tekurep, tetapi dimakamkan di tempat pengasingannya masing-masing. Sultan
Mahmud Badaruddin II dimakamkan di Ternate, sementara Sultan Ahmad
Najamuddin Prabu Anom wafat di Manado.43
Proses pengasingan inilah yang akhirnya menjadikan kompleks Makam
Kawah Tekurep ini hanya terdapat 4 cungkup bangunan makam saja, bangunan
makam I merupakan bangunan cungkup utama yang memiliki bentuk atap kubah,
kemudian pada bangunan makam 2 adalah cungkup makam Sultam Mahmud
Nadjamuddin I, letaknya di sebelah tenggara makam kubah. Pada makam bangunan
3 adalah cungkup Makam Sultan Mahmud Baha’udin. Letaknya berada di sebelah
Selatan Makam Sultan Mahmud Nadjamuddin I dan cungkup makam ini masih satu
kesatuan bangunan dengan cungkup dengan Makam Sultan Mahmud Nadjamuddin I.
Di sebelah Tenggara cungkup Makam Sultan Mahmud Baha’udin terdapat sebuah
cungkup makam pangeran yaitu anak-anak dari para Sultan. Bangunan ini berdenah
seperti huruf L dan dibangun dengan bahan bata dan kayu.44
Sebagaimana penjelasan diatas bahwa pembangunan Makam Kawah Tekurep
dimaksudkan untuk pemakaman Sultan Mahmud Badaruddin I beserta keluarga
keturunannya. Pada kompleks Makam Kawah Tekurep terdapat 4 cungkup bangunan
, namun pada bagian dalam bangunan cungkup I terdapat 6 makam dengan posisi
43
Ibid., h. 31. 44
Observasi, 18 Mei 2017
28
penempatan 4 makam berderet kearah Barat kemudian 2 makam kearah Timur,
berada di samping kanan dan kiri pintu masuk.45 Keenam makam tersebut antara lain:
1. Sultan Mahmud Badaruddin I wafat tahun 1756
2. Ratu Sepuh, istrinya yang ke-1 dari Jawa Tengah
3. Ratu Gading, istrinya yang ke-2 dari Kelantan
4. Makam Masayu Ratu (Liem Ban Nio) istri ke-3 dari Cina
5. Nyai Mas Naimah, istri ke-4 dari Palembang
6. Imam Sayid Idrus Al-Idrus dari Yaman Selatan46
Bangunan makam 2 adalah cungkup Makam Sultan Mahmud Nadjamuddin I.
Letaknya berada di sebelah Tenggara makam kubah. Cungkup makam masih satu
kesatuan bangunan dengan cungkup Makam Sultan Mahmud Baha’udin. Masing-
masing cungkup tersebut memiliki atap berlainan dan letaknya berdekatan. Secara
keseluruhan bangunan makan 2 memiliki bentuk arsitektur campuran Eropa
tradisional. Hal ini terlihat dari bentuk dinding berukuran tinggi terbuat dari semen
dan bata, pintu masuk dibentuk dengan lengkungan dan pilaster47 gaya Doria yang
45
Observasi, 18 Mei 2017 46 Nanang S. Soetadji, Kesultanan Palembang, (Palembang, 1995),h. lampiran 4. 47 Pilaster, adalah tiang segi empat yang menempel pada dinding bangunan candi. Pilaster
secara teknis berfungsi sebagai penahan dinding yang ditempelnya, bukan sebagai penahan
bangunan yang ada di atasnya. Keberadaan tiang ini pada sudut-sudut bagian luar candi atau
sebagaii batas antara bidang hias, jadi fungsinya sebagai hiasan saja (Ayatrohaedi, dkk. 1981:
69). Lihat. T.M. RitaIstari, Ragam Hias Candi-candi di Jawa Motif Dan
Maknanya,(Yogyakarta: Kapel Press,2015), h. 2.
29
merupakan ciri arsitektur Eropa klasik dan bentuk atap bangunan berbentuk limasan
( tradisional).48 Pada bagian dalam cungkup makam terdapat makam antara lain:
1. Imam Sayid Abdurahman Maulana Toga’ah
2. Sultan Mahmud Nadjamuddin
3. Ratu Sepuh
4. Pangeran Adipati Banjar Ketumah
Bangunan 3 adalah cungkup Makam Sultan Mahmud Baha’uddin. Letaknya
berada di sebelah Selatan Makam Sultan Mahmud Nadjamuddin I. Cungkup ini
masih satu kesatua dengan cungkup Makam Sultan Mahmud Nadjamuddin I.
Masing-masing cungkup memiliki atap yang berlainan dan letaknya berdekatan.
Secara keseluruhan bangunan makam 3 memiliki arsitektur campuran Eropa
tradisional, hal ini terlihat dari bentuk dinding berukuran tinggi terbuat dari semen
dan bata, pintu masuk berada di sebelah Selatan dan Barat dibentuk dengan
lengkungan pilester yang merupakan ciri arsitektur Eropa klasik dan bentuk atap
berbentuk limasan (tradisional). Pada halaman depan sebelum pintu masuk terdapat
tembok keliling dibuat dengan bata dilengkapi dengan gapura berbentuk paduraksa.
Pada bagian atas gapura paduraksa tersebut terdapat hiasan mirip antefiks49 pada
48
Komplek Makam Kawah Temgkurep, (Palembang: Balai Pelestarian Peninggalan
Purbakala Jambi. Wilayah Kerja Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Dan kepulauan Bangka
Belitung), h. 16. 49 Antefiks, adalah Ark bentuk hiasan candi yang ditemukan pada bagian atap; simbar, Lihat
di. https://kbbi. web.id
30
bagian candi dan kemuncaknya berbentuk ratna.50 Dalam cungkup makam terdapat
makam antara lain:
1. Datuk Murni Al-Hadad
2. Sultan Mahmud Baha’uddin
3. Ratu Agung
4. Pangeran Jayowikromo
Pada arah sebelah Tenggara cungkup Makam Sultan Mahmud Baha’uddin
terdapat sebuah cungkup Makam Pangeran Negara Di Reja I. Bangunan ini berdenah
seperti huruf L dan dibangun dengan bahan bata dan kayu.51 Di dalam bangunan
cungkup makam terdapat makam antara lain:
1. Pangeran Nato Dirajo ( wafat tahun 1769 M) bin Pangeran Ratu Purbayo
2. Raden Ayu Nato Dirajo
3. Pangeran Penghulu Nato Agomo Muhammad Akil
4. Raden Ayu Salimah binti Sultan Mahmud Badaruddin Jayowikromo
50
Komplek Makam Kawah Temgkurep, (Palembang: Balai Pelestarian Peninggalan
Purbakala Jambi. Wilayah Kerja Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Dan kepulauan Bangka
Belitung), h. 19. 51
Ibid.,
31
Gambar. II. 2
Denah Kompleks Makam Lemabang52
52
F. M. Schnitger,Oudheidkundige Vondsten In Palembang,( Leiden: E.J. Brill, 1936 ),h
plaat XII.
32
D. Deskripsi Bentuk Fisik Bangunan Cungkup I Makam Kawah Tekurep
Bangunan cungkup I merupakan bangunan cungkup utama pada kompleks
Makam Kawah Tengkurep. Bangunan ini dinamakan Makam Kawah Tekurep
dikarenakan bentuk atapnya yang berbentuk kubah seperti kuali terbalik yang
berwarna hijau. kemudian pintu masuk bangunan makam cungkup I memiliki hiasan
pada panil bidang luarnya berupa motif bunga maupun geometris53 dan sulur-
sulurnya.
Bangunan cungkup I Makam Kawah Tekurep ini merupakan suatu ide dari
Sultan Mahmud Badaruddin I untuk dibuatkan bangunan cungkup pada
pemakamannya di Kompleks Makam Kawah Tekurep, yang kemudian dirancang
oleh Ki Ranggo Wirasentiko bin Kiranggo Di Wongso yang menjadi arsitek
pembangunan bangunan cungkup I ini pada saat itu. Ki Ranggo Wirasentiko juga
adalah merupakan Besan Sultan dari pernikahan anaknya Nyimas Hatimah dengan
Pangeran Kesuma Di Laga bin SMB I. 54
53
Ragam hias Geometris, merupakan motif tertua dalam ornamen karena sudah dikenal sejak
jaman prasejarah. Bentuk awal geometris menggunakan unsur-unsur dasar seperti titik dan garis
bersifat abstrak. Titik dan garis mengalami pengulangan-pengulangan sehingga munculnya ornamen-
ornamen baru seperti lingkaran, segitiga, meander, piral, pilin, dan tumpal (Sunaryo, 2009: 19-22). Lihat.T.M. RitaIstari, Ragam Hias Candi-candi di Jawa Motif Dan Maknanya,(Yogyakarta: Kapel
Press,2015), h. 4. 54
R.M. Ali Hanafiah (Zuriat), Wawancara, Palembang, 6 April 2018.
33
Gambar. II. 3.
55
Sumber: Koleksi KITSL 1920.
Foto Komplek Makam Kawah Tekurep Tampak Depan
Gambar. II. 4.
56
Pemandangan sungai musi di dapan Makam Kawah Tekurep
55
Sumber foto: Djohan Hanafiah, Palembang Zaman Bari Citra Palembang Tempo Dulu,
(Palembang: Humah Pemerintah Kotamadya Daerah TK. II Palembang, 1988) 56 Ibid.,
34
1. Atap
Pada bagian atap bangunan terdiri dari tiga tingkat kubah yang masing-masing
memiliki warna dan ukuran tersendiri, misalnya pada kubah yang paling atas
memiliki bentuk teratai dengan empat kelopak dan berwarna emas yang
mempunyai ukuran yang paling kecil, kemudian pada bagian kubah kedua atau
ditengah memiliki ukuran lebih besar yang berfungsi sebagai penopang
keindahan57 memilik warna putih, lalu pada kubah ketiga atau yang paling
bawah berwarna hijau memiliki ukuran yang paling besar dan memiliki
tonjolan batu koral.58
Kubah itu adalah sebuah konstruksi atap sebagai
pelindung makam, itulah tujuan dari bangunan ini. Pada sejarahnya atap adalah
perkembangan dari bentuk tenda yang asli sehingga memberikan perlindungan
yang sungguh-sungguh.59
Gambar. II. 5.
60
Foto Kubah Bangunan Cungkup I
57 Sigit (Dosen Sejarah Universitas PGRI), Wawancara, Palembang, 13 September 2017 58
Observasi, 18 Mei 2017 59
Heinz Frick, Ilmu Konstruksi Bangunan 2, (Yogyakarta: Kansius, 1980), h. 222. 60 Sumber data: Dokumen pribadi, 15 febuari 2018
35
2. Dinding
Dinding dicat berwarna putih baik pada bagian luar maupun dalam dan memiliki
ketebalan 125 cm dan panjang dinding bagian luar 989 cm, lebar dinding bagian
luar 996 cm, tinggi 15 m, kemudian panjang dinding bagian dalam 739 cm dan
lebar dinding bagian dalam 746 cm61. Beton dibuat dengan bata, semen62
dan
putih telur. dengan ketebalan dinding hal inilah yang membuat bangunan ini
kuat meskipun tidak memiliki tiang penyanggah.
Gambar. II. 6.
63
Foto Dinding Bangunan Cungkup I
3. Pintu
61
Observasi lapangan, 15 Febuari 2018 62
Semen utama yang biasa digunakan oleh orang Sumatera untuk pekerjaan yang ringan
adalah dadih susu kerbau yang disebut perekat. Dapat diamati juga bahwa proses pembuatan mentega
( bangsa Melayu menyebutnya mentega dan keju yang berasal dari bahasa portugis- mounteiga dan
queijo) tidak dilakukan dengan cara dikocok seperti yang dilakukan oleh bangsa inggris, tetapi dengan
mendiamkan susu sampai lapisan menteganya terbentuk sendiri di permukaan . lapisan tersebut
kemudian diambil menggunakan sendok, diaduk di bejana yang datar dan dibilas sampai bersih dua
atau tiga kali. Susu kental yang asam yang tertinggal di bagian bawah saat lapisan mentega atau
krimnya sudah diambil itulah yang disebut dadih. Lapisan dadih ini harus diperah dengan baik,
dibentuk menjadi irisan, dan dibiarkan sampai mengering sehingga akan mengeras seperti batu. Saat
akan menggunakannya, dadih dikerik secukupnya, dicampur dengan kapur, dibasahi dengan susu.
Lihat William Marsden, The History Of Sumatera, ( Yogyakarta: Indo Literasi, 2016), h.267-268. 63 Sumber data: Dokumen pribadi, 15 febuari 2018
36
Bangunan cungkup I ini memiliki daun pintu yang besar. Pada bangunan
cungkup I ini hanya memiliki satu pintu utama dengan model 2 daun pintu yang
megah yang merupakan bangunan asli sejak tahun 1728. Terdapat pahatan motif
sulur-suluran dan flora pada pintu dan dicat dengan perpaduan warna emas,
merah dan hijau. Pintu dipasang dengan cara dipasak pada bagian atas dan
bawah, dan pintu ini tidak menggunakan gagang pintu tetapi memakai besi kunci
jenis lama berukuran besar yang menggunakan gembok sebagai alat pengunci
pintu.64 pintu ini memiliki ketinggian 362 cm dan lebar 128 cm. jika
digabungkan dua pintu utama ini lebarnya adalah 256 cm.65
Gambar. II. 7.
66
Foto Pintu Bangunan Cungkup I
64
Observasi, 23 November 2017 65
Observasi, 15 Febuari 2018 66 Sumber data: Dokumen pribadi, 15 febuari 2018
37
Gambar. II. 8.
67
Gambar Sistem Pintu Bangunan Cungkup I
Pada bangunan ini memiliki dua pintu yaitu pintu dalam dan pintu
luar. Pintu dalam ialah sebagaimana penjelasan di atas, kemudian pintu luar
merupakan sejenis pagar yang dibuat menyerupai fungsi trails pada bangunan
zaman sekarang. Pintu luar ini adalah merupakan bangunan asli terbuat dari
kayu unglen.68 Pintu luar ini menggunakan engsel pintu besi dan gembok sebagai
sistem kunci pada pintu.
67 Sumber data: Dokumen pribadi, 20 febuari 2018 68 Husni (Pengurus Makam), Wawancara, Palembang, 18 Mei 2017.
38
Gambar. II.9.
69
Gambar Pintu Luar Bangunan Cungkup I
4. Lantai
Pada bagian lantai menurut bangunan lama hanya berupa tanah saja, namun
kondisi sekarang sudah direnovasi yaitu lantai sudah dikeramik pada seluruh
bagian dalam bangunan maupun luar bangunan cungkup I. Kedalaman timbunan
dari lantai bangunan cungkup I dengan tanah adalah 112 cm. pada bagian 4
makam di belakang dibuat sedikit lebih tinggi dari dua makam yang berada di
depan.70
69 Sumber data: Dokumen Pribadi, 20 Febuari 2018 70
Observasi, 15 Febuari 2018
39
Gambar II. 9.
71
Foto Lantai Bangunan Cungkup I
Pada bagian lantai bangunan cungkup I sekarang terdapat dua payung
yang terletak di bagian belakang, kemudian lantai dibuat 2 tingkat, diantaranya
pada bagian tingkat pertama terdapat dua makam yaitu makam sebelah kiri
Makam Masayu Ratu dan di sebelah kanan Makam Nyimas Naimah, pada
bagian tingkat kedua terdapat empat makam yang diposisikan sejajar, dari
sebelah paling kiri terdapat Makam Imam Sayid Idrus Al-Idrus, di sebelahnya
Makam Ratu Gading, di sebelahnya Makam Sultan Mahmud Badaruddin I, di
sebelahnya Makam Ratu Sepuh. Semua makam ditutup dengan kelambu yang
dipasang di Bulan Oktober 2017, dan diantara dua makam di lantai bawah
terdapat ambal berwarna hijau yang baru dipasang yaitu pada Bulan Januari
2018 pemberian dari peziarah.72
71 Sumber data: Dokumen pribadi, 15 febuari 2018 72 R.M. Ali Hanafiah (Zuriat), Wawancara, Palembang, 23 Maret 2018.
40
5. Tangga
Bangunan cungkup I ini menggunakan tangga karena lantainya dibuat tinggi,
dahulu tangga itu dibuat dengan kayu dengan 5 buah anak tangga,73 bahan untuk
pembuatan tangga ini biasanya dipergunakan bahan kayu yang bermutu baik.
karena tangga pada pintu masuk itu berada dibagian luar dan tidak dilindungi
atap sehingga tangga itu menjadi rusak. Tidak ditemukan lagi tangga kayu
tersebut, kemudian dibuatlah tangga beton seperti sekarang ini.74
Gambar II. 10.
75
Foto Tangga Bangunan Cungkup I
6. Tempat air
Dahulu pada bangunan cungkup I ini di bagian depan disamping tangga ada
tempat air pencuci kaki atau berwudhu,76 yaitu sejenis tempayang atau gentong
73
Husni (Pengurus Makam), Wawancara, Palembang, 18 mei 2017. 74
Observasi, 23 November 2017 75 Sumber data: Dokumen pribadi, 15 febuari 2018 76
Husni (Pengurus Makam), Wawancara, Palembang, 18 mei 2017.
41
apabila kita mau naik kedalam bangunan makam. Hal ini dapat kita pahami
ditinjau dari segi kebersihan, karena dahulu orang masih jarang memakai alas
kaki seperti sekarang ini.77Namun sekarang tempayang itu sudah tidak ada lagi
sehingga dibuatlah bak air dengan semen. Agar air tidak dimasuki kotoran, bak
air itu ditutup dan dipakaikan keran air.78
Gambar II. 11.
79
Foto Tempat Air di Bangunan Cungkup I
7. Profilan
Bangunan cungkup I ini memiliki hiasan di bagian dinding luarnya, yaitu
berupa lis profilan yang dibuat di bagian atas dinding yang melingkari bagian
dinding luar. Profil asli berwarna putih seragam dengan warna dinding,
77
Moh. Alimansyur, Arsitektur Tradisional Daerah Sumater Selatan,( Proyek Inventarisasi
dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Dapertemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1985), h. 18. 78
Observasi, 15 Febuari 2018 79 Sumber data: Dokumen pribadi, 15 febuari 2018
42
namun lis profil yang ada di bangunan ini terlihat kurang mulus sehingga
tampilan profilan kurang rapi.80
Gambar II. 12.
81
Foto Profilan Bangunan Cungkup I
8. Perawatan Makam
Kondisi Makam Kawah Tekurep terawat dengan baik terutama pada bagian
cungkup I yang menjadi objek penelitian, lantainya bersih dan tidak ada sarang
Laba-laba di atas atap bangunan. kemudian cat bangunan selalu diperbaruhi
sehingga bangunan cungkup I ini memiliki kodisi yang baik. Pada bagian
beranda dibuat tiang dengan cet berwarna merah seperti corak bangunan Cina
menambah keindahan bangunan cungkup I, Namun bangunan tiang di beranda
adalah renovasi baru dan bukan merupakan struktur bangunan asli.
80 Observasi, 15 Febuari 2018 81 Sumber data: Dokumen pribadi, 15 febuari 2018
43
Bab III
Jenis Ornamen Pada Arsitektur Bangunan
A. Gaya Arsitektur Bangunan Cungkup I Makam Kawah Tekurep
Arsitektur adalah ilmu dan seni merancang bangunan, kumpulan bangunan,
dan struktur-struktur lain yang fungsional, terstruktur dengan baik, dan memiliki
nilai ekonomi serta nilai estetika.82 Islam juga mencapai puncak arsitekturnya dalam
bentuk makam. Misalnya, pembuatan kubaha hiasan dengan hiasan yang merupakan
corak atau bentuk stalaktit terbalik pada bangunan atau cungkup makam.83
Sasaran
utama dalam arsitektur adalah ruang yang dapat menampung kegiatan manusia dan
sekaligus memiliki makna, baik pada skala elemen bangunan, suatu ruang sebagai
bagian dari lingkungan, sebuah bangunan, suatu kelompok bangunan, suatu
lingkungan, dan bahkan suatu kota84
Dari aspek struktur dan konstruksi bangunan cungkup I Makam Kawah
Tekurep terlihat adanya bentuk arsitektur Eropa yang dipengaruhi teknologi
konstruksi Hindia Belanda85 yang dipopulerkan oleh perusahaan dagang VOC yang
82 Muhammad Siddiq Usmani, Fang Shui Rumah Islami(Jakarta: Trans Taqwa, 2008), h. 74. 83 Ibid., h. 92. 84
Eko Budihardjo, Arsitektur Sebagai Warisan Budaya(Jakarta: Djembatan, 1997), h. 3. 85 Setyo Nugroho, Kajian Potensi Linkage Obyek Wisata Sejarah Budaya di Kelurahan I
Ilir, Palembang,(Palembang:Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya, 2005), h. 8.
44
berkuasa di Batavia, terdapat pada proporsisi bentuk dinding yang tinggi 13,6 M dan
tebal 125 cm dan lis profil di atas temboknya.86
Terdapat juga pengaruh Timur Tengah pada bagian atap yaitu berupa kubah
yang terdapat pada bagian kepala bangunan.87 Namun kubah pada bagian ini tidak
menggunakan simbol bulan bintang seperti kubah di Timur Tengah pada umumnya
melainkan terdapat mustaka bunga teratai di atas kubah. Pada bagian kubah ini dapat
dilihat bahwa arsitektur Timur Tengah dikombinasikan dengan arsitektur tradisional
yaitu seperti mustaka bunga teratai.
Penggunaan daun pintu ukiran dan tangga pada bangunan adalah merupakan
cirri arsitektur tradisional Palembang yang menggunakan konstruksi kayu sebagai
bahan dasar. Ukiran yang terdapat pada pintu bangunan merupakan ukiran dengan
motif flora yang berjenis bunga dan sulur-suluran, sedangkan tangga pada bangunan
disesuaikan dengan bangunan tradisional yang memiliki lantai tinggi atau panggung.
Sebagai seorang yang mengerti masalah arsitektur Sultan Mahmud
Badaruddin I mempunyai selera yang tinggi, dia tidak ingin mencampuradukkan
begitu saja baik bentuk maupun fungsi bangunan. Bangunan yang dirancang harus
memenuhi syarat dan keriteria kebesaran yang akan mencerminkan keagungan Islam.
Satu bangunan dengan berbagai konsep menunjukkan bahwa Sultan seorang seniman
dan idealis, dan setiap bangunan yang dibuat oleh Sultan harus tersentuh teknologi
86 Komplek Makam Kawah Temgkurep, (Palembang: Balai Pelestarian Peninggalan
Purbakala Jambi. Wilayah Kerja Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Dan kepulauan Bangka
Belitung), h. 12 87 Husni (Pengurus Makam), Wawancara, Palembang, 18 mei 2017.
45
modern, untuk dapat mendukung umur bangunan sepanjang zaman namun citra
arsitektur tradisional pun harus tertuang.88
Gambar III. 1.
89
Foto Bangunan Cungkup I Makam Kawah Tekurep Febuari 2018
B. Ornamen dan Warna Pada Bangunan
1. Ornamen
Berdasarkan sejarah pada masa kesultanan Palembang ragam hias atau khususnya
seni ukir kayu adalah lambang kebudayaan. Ukiran kayu pada saat itu adalah
cetusan hati, penjelmaan dari rasa indah, kagum, gembira sedih. Namun pada
masa kesultanan, yang merupakan ciri khas hias adalah motif-motif yang
dipergunakan diambil dari tumbuh-tumbuhan. Seni ragam hias kebanyakan
diambil dari motif bunga-bunga, daun-daun, dahan dan batang dengan berbagai
variasi.90
88 Djohan Hanafiah, Masjid Agung Palembang Sejarah dan Masa Depannya,(Jakarta: CV
Haji Masagung, 1988), h. 80. 89
Sumber data: Dokumen pribadi, 15 febuari 2018 90 Haris Susanto dkk, Ragam Hias Sumatera Selatan Dari Masa ke Masa,(Palembang:
Museum Negeri Propinsi Sumatera Selatan Balaputra Dewa, 1992/1995), h.4-5.
46
Penggunaan ornamen pada bangunan cungkup I Makam Kawah Tekurep
melambangkan kehidupan masyarakat kesultanan Palembang yang ramah
terhadap tuhan, manusia dan alam. Terdapat 3 jenis motif ornamen yang ada pada
bangunan ini tepatnya berada pada pintu bangunan. Bahan Ornamen adalah kayu
unglen, masyarakat Palembang biasa menggunakan kayu unglen untuk pembuatan
tiang rumah ataupun pintu. Makna unglen adalah tulen yang dalam bahasa
Palembang, kata tulen berarti benar/betul.91Motif ukiran yaitu Peletakan atau
penggunaan masyarakat Palembang biasanya ada pada pintu masuk atau disebut
dengan nama ukiran pucuk lawang, yaitu:
a. Bunga tanjung dan sulur-suluran
Gambar III. 2.
92
Foto Motif Ukiran Pada Pintu Bangunan
Motif bunga tanjung memiliki arti selamat datang. Karena bunga
tanjung tersebut melambangkan penyambutan selamat datang. Pada pintu ini
terdapat ukiran bunga tanjung yang telah bercampur dengan berbagai motif
91
Nawiyanto dan Eko Crys Endrayadi, Kesultanan Palembang Darussalam -Sejarah dan
Warisan Budaya,(Jember: Terutama Nusantara, 2016), h. 135. 92 Sumber data: Dokumen pribadi, 15 febuari 2018
47
daun-daunan dan sulur-sulurannya pada beberapa tempat, sehingga seolah-
olah lambang ini memiliki yaitu bangunan makam ini selalu terbuka dan kami
selalu mengharapkan kunjungan-kunjungan.93
b. Bunga ceplok (bunga melati)
Gambar III. 3.
94
Foto Motif Ukiran Pada Pintu Bangunan
Motif bunga melati menurut masyarakat tradisional Palembang yaitu
melambangkan sopan-santun.95 Menurut adat Melayu motif bunga melati
melambangkan kesucian, karena jenis bunga ini selalu dipergunakan di dalam
berbagai upacara sebagai alat upacara.96 Tanaman melati banyak ditanam di
daerah tropis maupun subtropis. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia,
bunga melati sudah dikenal sejak dulu. Bunganya yang berwarna putih dan
93 Nawiyanto dan Eko Crys Endrayadi, Kesultanan Palembang Darussalam -Sejarah dan
Warisan Budaya,(Jember: Terutama Nusantara, 2016), h. 56. 94 Sumber data: Dokumen pribadi, 15 febuari 2018 95
R. H. M. Akib, Sejarah dan Kebudayaan Palembang Rumah Adat Limas Palembang,
(Sumatra Selatan) ,h. 43. 96 Mahyudi Al Mudra, Rumah Melayu Memangku Adat Menjemput Zaman, (Yogyakarta:
Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu, 2003), h. 88.
48
harum ini banyak digunakan dalam upacara adat, mulai dari upacara tujuh
bulan, perkawinan, sampai kematian. Selain itu, bunga melati juga
dimanfaatkan sebagai pengharum, bunga rangkai, hiasan sanggul, bunga
tabur, pengharum teh, dan minyak asiri.97
c. Motif geometris
Gambar III. 4.
98 Foto Motif Ukiran Pada Pintu Bangunan
Motif geometris adalah motif yang dianggap tertua diantara motif hias
lainnya, geometris dalam hal ini adalah berbentuk garis lurus, zig-zag, atau
lengkung mekanis, sedangkan menurut raut, terdapat bentuk persegi,
97
Suyanti Satuhu, Melati Penanganan Segar dan Pembuatan Minyak Bunga Melati, (Jakarta:
Penebar Swadaya, 2004), h. 1. 98 Sumber data: Dokumen pribadi, 15 febuari 2018
49
lingkaran, segitiga dan lain-lain. Pada pintu bangunan ini terdapat motif
geometris jajar genjang atau wajik, yang bearti model kosmos yang
dihubungkan dengan adanya empat sarwa alam, yaitu: udara, air, api, dan
tanah yang tidak terpisahkan dari kehidupan dunia, maknanya adalah
keselarasan dan kerukunan.99
Mengenai bentuk dari ukiran-ukiran tersebut pada umumnya adalah
ukiran tembus atau terawang, karena pada bagian bangunan ini tidak
memiliki jendela, motif ukiran tembus memiliki fungsi sebagai ventilasi
maka kesegaran dan kebersihan udara diharapkan dapat melalui celah-celah
ukiran sebagai pergantian udara.100
2. Warna
Warna dalam arsitektur digunakan untuk menekankan atau memperjelas
karakter suatu objek dan memberikan akses pada bentuk dan bahannya.101 warna
pada bangunan cungkup I pada kompleks Makam Kawah Tekurep terdapat pada
bagian atap, dinding, dan pintu. Warna yang digunakan pada ornamen maupun
bangunan tersebut berasal dari warna lama yang selau digunakan oleh masyarakat
Palembang, yaitu: kuning keemasan, hijau daun, merah hati ayam atau merah kulit
99 Meisar Ashari, “Studi Bentuk, Fungsi dan Makna Ornamen Makam di Kompleks Makam
Raja-raj Bugis,”Jurnal,”Dewa Ruci ,V.8, No. 3,(Desember, 2013), h.450-456. 100 Moh. Alimansyur, Arsitektur Tradisional Daerah Sumater Selatan,( Proyek Inventarisasi
dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Dapertemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1985), h.56-57. 101 Rustam Hakim, Unsur Perancangan Dalam Arsitektur Lansekap, (Jakarta: Bumi Aksara,
1991), h. 100.
50
manggis.102 Penggunaan warna putih terdapat pada bagian dinding dalam dan luar
bangunan.
Menurut Prinny Harun Sohar Ketua Perkumpulan Putri Bumi Sriwijaya
dalam Okezone yang ditulis oleh Afizah Nurmuseriah, Senin 03 April 2017.
Berbicara mengenai warna, selain warna merah dan emas yang khas karena
terpengaruhi akulturasi Tionghoa, dalam songket tak hanya sembarang warna,
dibalik warna-warna tersebut memiliki makna.103 Pada penggunaan warna di
bangunan ini pun adalah merupakan warna-warna yang telah ada sejak zaman
dahulu dan masih digunakan pada zaman kesultanan Palembang.104
Afiza Nurmuseriah, Jurnalis · Senin 03 April 2017 13:34 WIB
Songket (Foto: Afiza / Okezone)
Warna merah dalam secara umumnya yaitu religius, suci, berani dan
warna ini juga melambangkan panas, api, darah, gairah, dan cinta. Merah
merupakan warna yang paling diagungkan atau warna yang paling tinggi
102
Ibid., h. 59. 103 Afizah Nurmuseriah,”Makna Dibalik Warna-warna Songket,”Okezone, 03- April 2017.
Diakses pada 10 Maret 2018. laman, https: //lifestyle. okezone. com/read/2017/04/03/194/1657487/
makna-dibalik-warna-warna-songket 104 Husni (Pengurus Makam), Wawancara, Palembang, 18 mei 2017.
51
kedudukannya. Dalam budaya Tionghoa merah merupakan warna yang
mempunyai makna sebagai sebuah lambang kemakmuran, kehangatan,
keberanian, dinamika, kasih sayang, dan warna merah identik dengan masyarakat
Tionghoa bisa dikatakan sebagai lambang penghargaan tertinggi.105
Warna hijau dalam kebudayaan Tionghoa merupakan warna kedua
setelah warna merah, karena warna hijau dalam budaya Tionghoa tidak begitu
diagungkan seperti halnya warna merah. Dalam budaya Tionghoa meskipun
warna hijau memiliki kedudukan kedua namun tetap memiliki sisi positif, dalam
hal yang berhubungan dengan pangan, warna hijau dinaggap sebagai simbol dari
pertumbuhan dan kesuburan. Dalam hal lain, warna hijau mempunyai makna
sebagai harmoni, optimisme, kebebasan, keseimbangan, keagungan,
kesejahteraan, dan kebijaksanaan.106
Warna kuning keemasan dalam kebudayaan Tionghoa warna kuning
identik dengan makna-makna kemulyaan, kemakmuran dan kemashyuran. Warna
kuning emas juga dianggap sebagai warna yang paling berpengaruh dalam hal
ekonomi dan perdagangan. Karena pengaruh warna tersebut banyak warga
Tionghoa yang menghiasi rumah atau toko-toko mereka dengan warna kuning
emas sebagai lambang kemakmuran dan kejayaan.107
105 Sigit Satrio Pribadi,”Pengaruh Warna Terhadap Kebudayaan Bagi Masyarakat Tionghoa
(Studi Kasus Klenteng Avalokitesvara Surakarta),” Laporan Tugas Akhir,(Surakarta: Fakultas Sastra
dan Seni Rupa, Universita Sebelas Maret, 2010), h. 12-13. 106 Ibid.,h. 14. 107 Ibid.,h. 16.
52
Warna terakhir adalah warna putih yang secara umum warna putih
dilambangkan sebagai kemurnian, kesucian, keadaan tidak bersalah. Kebanyakan
budaya Barat menggunakan gaun berwarna putih untuk menandakan kemurnian
atau kesucian. Sama halnya dalam budaya Tionghoa warna putih mempunyai
makna sebagai simbol baru, kemurnian dan kesucian, bersih dan segar, kewajiban,
kesahajaan. Hampir sama dengan kebudayaan lain warna putih melambangkan
sebagai hal yang suci.108
C. Sruktur Tata Ruang Dalam Pada Bangunan
Ruang Dalam Menurut Y. B. Mangunwijaya dalam bukunya Romo Mangun,
Ruang dalam terbentuk dari elemen - elemen pembentuk ruang yaitu lantai, dinding,
dan plafond/atap yang menjadi satu kesatuan struktur berupa wadah / ruang untuk
beraktifitas dan melaksanakan kegiatan di dalam ruangan secara aman dan
nyaman.109 Runag arsitektur menyangkut ruang dalam dibatasi oleh alas/lantai,
dinding, langit-langit/atap110 yaitu :
1. Lantai
Pada bagian lantai bangunan lantai dibuat 2 tingkat, diantaranya pada bagian
tingkat pertama terdapat dua makam yaitu makam sebelah kiri Makam Masayu
108 Ibid.,h. 20-21. 109 Udjianto Pawitro dkk,” Kajian Ekspresi Ruang Luar dan Ruang Dalam Pada Bangunan
Masjid Al-Irsyad Kota Baru Parahyangan Ditinjau Dari Sustainable design,” Reka Karsa V. 2, No. 2,
(Agustus 2014), h. 5. Lihat di, file:///C:/Users/win10/Downloads/460-826-1-PB.pdf 110 Rustam Hakim, Unsur Perancangan Dalam Arsitektur Lansekap, (Jakarta: Bumi Aksara,
1991), h. 38.
53
Ratu dan di sebelah kanan Makam Nyai Mas Naimah, pada bagian tingkat kedua
terdapat empat makam yang diposisikan sejajar, dari sebelah paling kiri terdapat
Makam Imam Sayid Idrus Al-Idrus, di sebelahnya Makam Ratu Gading, di
sebelahnya Makam Sultan Mahmud Badaruddin I, di sebelahnya Makam Ratu
Sepuh. Menurut pemahaman masyarakat tradisional Palembang tingkatan pada
lantai merupakan suatu bentuk derajat sosial, yang dimana lantai yang lebih tinggi
memiliki tempat dan kedudukan yang lebih tinggi pula terhadap lantai bagian
bawah. 111
111 Nawiyanto dan Eko Crys Endrayadi, Kesultanan Palembang Darussalam -Sejarah dan
Warisan Budaya,(Jember: Terutama Nusantara, 2016), h. 135.
54
Gambar III. 5.
112
Foto Lantai Bangunan Cungkup I
112 Sumber data: Dokumen pribadi, 15 febuari 2018
55
Gambar III. 6.
113
Struktur Ruang Pada Bangunan Makam Cungkup I
Adapun makam yang terdapat pada lantai di dalam bangunan akan
dijelaskan berdasarkan penggunaan nomor yang terdapat di dalam denah struktur
ruang pada bangunan makam cungkup I, dan makam-makam tersebut antara lain:
1. Imam Sayid Idrus Al-Idrus
Makam Imam Sayid Al-Idrus terdiri dari jirat dan nisan, nisan pada
makam ini sama seperti nisan makam Nyai Mas Naimah yaitu polos tanpa
pahatan, namun pada nisan makam ini terdapat pahatan medalion yang
bertuliskan nama dari jenazah makam.
113 Sumber data: Dokumen pribadi, 15 febuari 2018
56
Gambar III. 7.
114
Foto Makam Imam Sayid Idrus Al-Idrus
2. Ratu Gading
Makam Ratu Gading terditi dari jirat dan nisan. Jiratnya terbuat dari batu
granit berbentuk persegi panjang. Nisannya berjumlah 2 buah dengan
bentuk pipih ( tipe nisan demak troloyo). Pada nisan terdapat motif hias
seperti sulur-suluran, bungan padma, gunungan, medalion.115
114 Sumber data: Dokumen pribadi, 15 febuari 2018 115
Komplek Makam Kawah Temgkurep, (Palembang: Balai Pelestarian Peninggalan
Purbakala Jambi. Wilayah Kerja Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Dan kepulauan Bangka
Belitung), h. 13.
57
Gambar III. 8.
116
Foto Makam Ratu Gading
3. Sultan Mahmud Badaruddin I
Makam Sultan Mahmud Badaruddin I terdiri dari jirat dan nisan. Jiratnya
terbuat dari batu granit berbentuk segi empat. Nisannya berjumlah 2 buah
dengan bentuk pipih ( tipe nisan Demak Troloyo). Pada nisan terdapat
motif hias seperti sulur-suluran, bunga ceplok, gunungan, bunga padma,
medalion. Hiasan medalion terdapat bidang dalam nisan sebelah utara
yang berisi tulisan arab yang menerangkan nama Sultan Mahmud
116 Sumber data: Dokumen pribadi, 15 febuari 2018
58
Badaruddin I dan angka tahun 1758 M dan nisan sebelah selatan terdapat
inskripsi Arab berisi petikan salah satu ayat Al-qur’an.117
Gambar III. 9.
118
Foto Makam Sultan Mahmud Badaruddin I
4. Ratu Sepuh
Makam Ratu Sepuh terdiri dari jirat dan nisan. Jiratnya berbentuk empat
persegi panjang. Nisannya berjumlah 2 buah dengan bentuk pipih ( tipe
117 Komplek Makam Kawah Temgkurep, (Palembang: Balai Pelestarian Peninggalan
Purbakala Jambi. Wilayah Kerja Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Dan kepulauan Bangka
Belitung),h. 12. 118 Sumber data: Dokumen pribadi, 15 febuari 2018
59
nisan Demak Troloyo). Pada nisan terdapat motif hias seperti geometris,
awan, sulur-suluran, bunga ceplok, tumpai, medalion.119
Gambar III. 10.
120
Foto Makam Ratu Sepuh
5. Makam Masayu Ratu
Makam Masayu ratu terdiri dari jirat dan nisan. Jiratnya terbuat dari batu
granit berbentuk persegi panjang. Nisannya berjumlah 2 buah dengan
119 Komplek Makam Kawah Temgkurep, (Palembang: Balai Pelestarian Peninggalan
Purbakala Jambi. Wilayah Kerja Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Dan kepulauan Bangka
Belitung), h. 13. 120 Sumber data: Dokumen pribadi, 15 febuari 2018
60
bentuk pipih ( tipe nisan Demak Troloyo). Pada nisan terdapat motif hias
seperti sulur-suluran, bungan padma, swastika.121
Gambar III. 11.
122
Foto Makam Mas Ayu Ratu
6. Nyai Mas Naimah
Makam Nyai Mas Naimah terdiri dari jirat dan nisan. Namun pada
makam ini nisannya tidak memiliki pahatan, hanya berupa nisan polos.
namun warna dan bentuk nisan sama seperti nisan makam yang ada di
dalam bangunan cungkup I.
121 Komplek Makam Kawah Temgkurep, (Palembang: Balai Pelestarian Peninggalan
Purbakala Jambi. Wilayah Kerja Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Dan kepulauan Bangka
Belitung),h. 13 122 Sumber data: Dokumen pribadi, 15 febuari 2018
61
Gambar III. 12.
123
Foto Makam Nyai Mas Naimah
Setiap detail konstruksi atau komponen arsitektur tradisional
mengandung arti dan perlambangan sebagaimana yang dikemukakan pada
bab pendahuluan, bahwa simbolisme adalah suatu gagasan yang diciptakan
manusia. Lebih jelasnya bahwa simbolisme itu bukan terletak pada benda
atau wujud nyata sebagai objek yang dapat diamati, tetapi hakikatnya berada
pada pikiran atau gagasan seseorang, karena itu yang dapat diamati adalah
bentuk-bentuk nyata sebagai simbol yang dilihat secara keseluruhan dan
123 Sumber data: Dokumen pribadi, 15 febuari 2018
62
menghubungkan dengan simbol-simbol lain, untuk selanjutnya disebut
dengan simbol-simbol dengan sistem-sistem simbol.
Bangunan cungkup I pada kompleks Makam Kawah Tekurep
mempunyai satu ruang utama yang di dalamnya terdapa 6 makam yang
memiliki arti bahwa rukun iman ada 6,124 berkaitan dengan penempatan
makam terdapat arti tersendiri, seperti pada penempatan Makam Imam Sayid
Idrus Al-Idrus yang ditempatkan pada posisi pertama dan ditempatkan
diujung paling Barat sederet dengan Sultan yang memiliki arti sebagai bentuk
penghormatan Sultan terhadap Imam.125 Hubungan yang harmonis antara
Sultan di kesultanan Palembang dengan ulamanya dikala mereka hidup
membuat mereka dimakamkan dalam tempat dan deretan yang sama.126
Pada penempatan Makam Ratu Gading yang diposisikan nomor 2 dari
sisi paling Barat memiliki arti penghormatan Sultan karena dahulu Ratu
Gading inilah yang memberikan kedudukan, inspirasi dan semangat,
dikarenakan Ratu Gading ini adalah anak dari Sultan Agung Komaruddi Sri
Teruno (1714-1727) dan dahulu Sultan Agung berpesan barang siapa
menikah dengan anakku maka dialah yang aku angkat sebagai sultan
menggantikanku, dan pada saat itu Sultan Mahmud Badaruddin I sebagai
124 Husni (Pengurus Makam), Wawancara, Palembang, 18 mei 2017. 125
Andi Syarifudin, (Budayawan), Wawancara, Palembang, 22 September 2017. 126 Mujib,” Pemilihan Ulama Kesultanan Palembang: Primordialisme atau otorits sultan
(Islam di Sumatera Selatan), “Intiza No. 9 (1997), h. 21.
63
keponakan dari Sultan Agung menikahi Ratu Agung sebagai istri yang ke-
2.127
Pada makam dengan urutan ketiga dari sisi paling Barat adalah
Makam Sultan Mahmud Badaruddin I sebagai Sultan yang memimpin
kesultanan Palembang baru setelahnya makam keempat adalah makam Ratu
Sepuh sebagai istri yang ke-1, pada keempat makam ini diposisikan ditempat
yang lebih tinggi. Selanjutnya makam yang kelima adalah makam Masayu
Ratu sebagai istri yang ke-3 dan terakhir makam yang keenam adalah makam
Nyai Mas Naimah istri yang ke-4. 128 Pada bagian makam 5 dan 6 memiliki
jarak 416 cm, lantai dibuat kosong yang berfungsi sebagai tempan peziarah
duduk untuk mengirimkan do’a.129 itulah susunan tata letak makam yang
memiliki arti di semua penempatan makam pada bangunan cungkup I Makam
Kawah Tekurep.
2. Dinding
Dinding pada bangunan bagian dalam berwarna putih keseluruhan dan berbentuk
kubus, bentuk kubus ini sengaja digunakan untuk menyerupai bangunan Ka’bah
yang ada di Mekkah.130 Pada bagian dinding terdapat bingkai hiasan kaligrafi yang
127 Andi Syarifudin, (Budayawan), Wawancara, Palembang, 22 September 2017. 128 Nanang S. Seortadji, Kesultanan Palembang, (Palembang, 1995), h. lampiran 4. 129 R.M. Ali Hanafiah (Zuriat), Wawancara, Palembang, 17 April 2018 130 R.M. Ali Hanafiah (Zuriat), Wawancara, Palembang, 23 Maret 2018.
64
digantung untuk mengisi ruang kosong, namun hiasan kaligrafi bukanlah
merupakan bagian asli dari bangunan.131
Gambar III. 13.
132
Foto Dinding Bagian Dalam Bangunan
3. Langit-langit
Bagian plafond/ langit-langit terbuat dari beton yang melengkung ke atas setengah
lingkaran menyerupai kuali yang di tengkurepkan namun di bagian sudut plafond
terdapat sisi-sisi berbentuk segitiga yang dibuat agar kubah pada bangunan tidak
terlalu lebar dan juga berfungsi sebagai kekuatan pengganti tiang karena bagian
dalam tidak menggunakan tiang sebagai penyanggah atap, kemudian di bagian
atas terdapat lengkungan setengah lingkaran yang semakin kecil mengikuti
bentuk seperti bagian luar kubah. Langit-langit berwarna putih keseluruhan.
131 Observasi, 15 Febuari 2018 132 Sumber data: Dokumen pribadi, 15 febuari 2018
65
Bentuk langit-langit pada bangunan ini sangat baik ditinjau dari segi kebersihan,
karena bagian lengkungan langit-langit sehingga serangga sulit untuk bersarang.
Gambar III. 14.
133
Foto Plafond Bagian Dalam Bangunan
D. Elemen Pada Bangunan Luar Serta Fungsi dan Makna Bangunan
Pada bangunan cungkup I Makam Kawah Tekurep secara keseluruhan dari
konstruksi bangunan memiliki dua fungsi utama, yang pertama adalah sebagai
pelindung makam dan yang kedua adalah sebagai mediator penyampai makna
filosofis, makna filosofis yang ingin disampaikan disini ialah mengenai kejayaan dan
kegemilangan Sultan Mahmud Badaruddin I dalam sektor pembangunan.134 Adapun
makna-makna dari struktur bangunan cungkup I akan dijelasakan secara terpisah
sebagai berikut:
133 Sumber data: Dokumen pribadi, 15 febuari 2018 134 Husni (Pengurus Makam), Wawancara, Palembang, 18 mei 2017.
66
1. Kubah
Kubah telah tumbuh subur dalam dunia Islam dan sudah menjadi simbol
untuk ekspresi struktur dari sebuah masjid dan juga sebagai identitas tempat
peribadatan umat Islam. Bentuk kubah terus berkembang diiringi oleh
perkembangan riset tentang material-material dan teknik-teknik bangunan.135
Sebagai contoh, Dome of Rock136 di Yarusalem dimana kubah dilapisi emas
dan yang dikenal sebagai salah satu monumen paling awal dalam peradaban
Islam, struktur eksistingnya tidak dibangun dari batu bata yang biasa
dijumpai pada masa Byzantiu.137 Rangka kubahnya dibangun dengan
kontruksi kayu yang dilapisi dengan tembaga. Hal ini menunjukan bahwa
konstruksi dari Dome of Rock tidak didasarkan pada logika teknik bangunan
135 Cut Azmah Fithri dkk, Alternatif Kubah Sebagai Simbol Mesjid dan Pengaruhnya Pada
Desain Mesjid-mesjid di Indonesia,(Temu Ilmiah IPLBI: Fakultas Teknik Universitas Malikussaleh,
2016), h. 163. 136 Khalifah Umayyah, Walid Ibn Abdul-Malik (86 H- 96 H) membangun Dome of the
Rock di lingkungan Baitul Maqdis. Qasim A. Ibrahim & Muhammad A. Saleh, Al- Mawasu’ah al-
Muyassarah fi al- Tarikh al- Islam,(Kairo: Mu’assasah Iqra’, 2014), h. 264-265. Dengan demikian,
Dome of the Rock diakui sebagai yang pertama khas arsitektur monumental Islam. Tapi alasan untuk
pembangunan Dome of the Rock tetap menjadi misteri seperti halnya tujuan dan fungsi yang asli.
Alasan yang sering dikutip untuk ciptaan struktur adalah bahwa ia berfungsi sebagai kiblat
monumental untuk diperingati perjalanan tengah malam Nabi Muhammad Saw dari Mekah ke tempat
bekas orang Yahudi Kuil di Yerusalem, dari mana ia naik ke surga. Lihat di Greg Clark,” THE
DOME OF THE ROCK:THE HISTORICAL, POLITICAL AND RELIGIOUS MOTIVATIONS
BEHIND ITS CONSTRUCTION”, thesis diakses pada 20 febuari 2018 dari
https://ir.library.louisville.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1254&context=etd 137 Pada mulanya, daerah Eropa Timur yang disebut Byzantium adalah koloni bangsa Yunani
sejak tahun 660 sebelum masehi, yang kemudian menjadi bagian wilayah kekaisaran Romawi.
Konstatin Agung mengundang banyak seniman ke Byzantium untuk membangun kota yang terletak di
persimpangan antara Selat Bosphorus dan Laut Mamora. Kota ini kemudian dinamakan atas namanya,
yaitu konstantinopel, dan pada tahun 330 M diresmikan sebagai ibukota Romawi Timur. Setelah
wafatnya Kaisar Theodosius I pada tahun 395 M, kekaisaran Romawi terpecah menjadi dua wilayah
yaitu wilayah timur dan barat, dan Byzantium adalah kekaisaran Romawi Timur. Lihat S Sukowi,
“Arsitektur Byzantium “Dome of The Rock”, artikel diakses pada 20 febuari 2018 dari
http://eprints.undip.ac.id/1615/1/plugin-Arsitektur_Bizzantium2.pdf.
67
dan bahan material, namun kubah dipilih sebagai pengekspresian tempat suci
dan pembedaan dengan bangunan umum lainnya.138
1. mustaka teratai
2. kubah tengah
3. kubah bawah
Gambar. III. 15.139
Foto Kubah Bangunan Cungkup I
Mustaka teratai dengan posisi yang paling atas memiliki arti yaitu
hati, qulbi.140 Bunga teratai ini bermakna suci,141 jika dikombinasika berarti
konsep mustaka teratai ini memiliki pesan bahwa manusia harus memiliki
hati yang suci dan bersih, senantiasa bersyukur dan meminta ampunan kepada
Allah SWT, sebagaimana Fiman Allah dalam Al-Qur’an:
138 Cut Azmah Fithri dkk, Alternatif Kubah Sebagai Simbol Mesjid dan Pengaruhnya Pada
Desain Mesjid-mesjid di Indonesia,(Temu Ilmiah IPLBI: Fakultas Teknik Universitas Malikussaleh,
2016), h. 169. 139 Sumber data: Dokumen pribadi, 15 febuari 2018 140
Husni (Pengurus Makam), Wawancara, Palembang, 18 mei 2017. 141 R. H. M. Akib, Sejarah dan Kebudayaan Palembang Rumah Adat Limas Palembang,
(Sumatra Selatan) ,h. 43.
68
Artinya: Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh
(ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (Surat As- Sajadah, ayat 9).
Kubah dengan nomor 2 yang berada di posisi tengah memiliki fungsi
sebagai penopang keindahan.142 Adapun kubah nomor 2 ini memiliki arti
ucapan, qouli.143Maknanya adalah kita sebagai manusia harus menjaga ucapan
buruk tetapi harus mengucapkan ucapan-ucapan yang baik. Sebagaiman
Firman Allah dalam Al-Qur’an:
Artinya: Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya. (Surat Al-Isra ayat 36).
Kubah dengan nomor 3 adalah kubah yang paling besar berwarna
hijau yang berfungsi sebagai konstruksi atap. Adapun kubah nomor 3 ini
memiliki arti yaitu perbuatan, fi’li.144 Maknanya adalah kita sebagai manusi
harus menjauhi diri dari perbuatan-perbuatan menyekutukan Allah,
sebagaiman Firman Allah dalam Al-Qur’an:
142 Sigit (Dosen Sejarah Universitas PGRI), Wawancara, Palembang, 22 september 2017. 143 Husni (Pengurus Makam), Wawancara, Palembang, 18 mei 2017. 144 Ibid.,
69
Artinya: Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang
dianutnya dan akan batal apa yang seIalu mereka kerjakan. (Surat Al- A’raf,
ayat 139).
Menurut perawat Makam Kawah Tekurep atap kubah145 tersebut
bukan hanya sebuah atap dengan fungsi saja tetapi memiliki makna yang
disampaikan melalui bangunan ini seperti lambang kubah yang meniru dari
Timur-Tengah merupakan ekspresi bahwa kesultanan Palembang sudah
mengenal Islam dengan sangat dalam.146
Pada kubah terdapat mustaka bunga Teratai yang di tempatkan di
tempat yang paling tinggi dari struktrur bangunan, menurut masyarakat
Palembang bunga teratai melambangkan kesucian,147 dan pada mustaka teratai
tersebut memiliki 4 kelopak bunga dan 1 kuncup bunga di tengah. makna 4
bagi masyarakat Palembang melambangkan empat Sahabat kemudian satu
kuncup bunga di tengah melambangkan Rasulullah, sehingga dari mustaka
145 Penggunaan atap kubah di Indonesia tidak hanya berupa bangunan masjid saja, tetapi juga
terdapat pada Gereja Willian yang dibangun Belanda (VOC) pada tahun 1622 di Batavia (Jakarta).145
.
lihat di, Cut Azimah Fithri dkk, Alternatif Kubah Sebagai Simbol Mesjid dan Pengaruhnya Pada
Desain Mesjid-mesjid di Indonesia,(Temu Ilmiah IPLBI: Fakultas Teknik Universitas Malikussaleh,
2016), h. 169. 146
Husni (Pengurus Makam), Wawancara, Palembang, 18 mei 2017. 147 R. H. M. Akib, Sejarah dan Kebudayaan Palembang Rumah Adat Limas Palembang,
(Sumatra Selatan) ,h. 43.
70
bunga teratai ini dapat diartikan bahwa seseorang akan dapat berada pada
posisi yang mulya dan suci jika mengikuti jalan dari Rasululullah dan empat
Sahabat lebih dari apapun dan menempatkan sunah rasul dan sahabat pada
tempat yang paling tinggi dalam hidup.
Gambar. III. 16.
148
Foto Mustaka Teratai Bangunan Cungkup I
2. Tembok Luar
Konstruksi pada tembok bangunan cungkup I ini menunjukan bahwa pada
masa Sultan Mahmud Badaruddin I kesenian memiliki citra yang tinggi
terlihat dari pembangunan sudah berada pada tingkat modern, karena tipe
konstruksi bangunan ini adalah tipe arsitektur Eropa. Kemudian dinding pada
bangunan ini tidak hanya berfungsi sebagai pembentuk ruangan serta
pelindung makam dari cuaca tetapi juga berfungsi sebagai tiang penyanggah
dari konstruksi kubah karena dinding bangunan ini sangat tebal.
148 Sumber data: Dokumen pribadi, 15 febuari 2018
71
Gambar. III. 17.
149
Foto Dinding Bangunan Cungkup I
3. Pintu
Pada bangunan cungkup I ini hanya memiliki satu pintu utama dengan model
2 daun pintu yang megah. Terdapat pahatan motif sulur-suluran dan flora
pada pintu dan dicat dengan perpaduan warna emas, merah dan hijau. Pintu
dipasang dengan cara dipasak pada bagian atas dan bawah, dan pintu ini tidak
menggunakan gagang pintu tetapi memakai besi kunci jenis lama berukuran
besar yang menggunakan gembok sebagai alat pengunci pintu.150
149 Palembang-tourism. Com, Makam Kawah Tekurep Palembang, diakses pad 4 April 2018,
lihat di, http://www.palembang-tourism.com/destinasi-365-makam-kawah-tekurep-kota-
palembang.html 150
Observasi, 23 November 2017
72
Gambar. III. 18.
151
Foto Pintu Bangunan Cungkup I
Sebagaiman penjelasan di atas pada bangunan cungkup I ini terdapat
pintu utama yang besar dengan 2 buah daun pintu. Terdapat ukiran dengan
motif bunga tanjung, bunga melati dan geometris. selain itu bentuk dan
hubungan keseluruhan dari pintu gerbang ini, menampakkan harmoni dari:
1. Penyongsongan, Adab dan sopan-santun.
2. Kehidupan, keagungan dan kebesaran.
3. Kerukunan.
151
Ahmad Ibo, Indonesia Kaya Ensiklopedia Di Zamrud Khatulistiwa, diakses pada 4 April
2018, lihat di, https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/kawah-tekurep-tempat-
peristirahatan-terakhir-para-raja-palembang
73
Tiap orang yang lewat di pintu gerbang itu pertama dengan melihat
motif bunga Tanjung ia dipersilahkan masuk dengan ucapan selamat datang,
ini adalah salah satu bentuk keramahan masyarakat Palembang terhadap tamu
atau pengunjung, kedua ia merasa aman dan dihargai dengan melihat motif
bungan Melati dan motif geometris karena lambang tersebut mempunyai
makan kerukunan dan adab sopan santun, yang memberikan gambaran
menuju kepada kehidupan, keagungan dan kebesaran dari kesultanan
Palembang.
Pintu gerbang ini memiliki fungsi utama yaitu penunjuk bagi peziarah
agar dapat mengetahui arah lewat mana peziarah harus masuk, untuk
menunjukkan ciri-ciri dan kedudukan orang pemilik, terakhir pintu tersebut
menunjukkan ketertiban dan keamanan, dari fungsi-fungsi yang telah
ditemukan dapat dilihat bahwa fungsi dan bentuk merupakan bagian yang
sangat diperhatikan.
4. Tangga
Pada bangunan ini terdapat tangga yang berfungsi sebagai jalan masuk
kedalam bangunan cungkup dikarenakan lantainya dibuat lebih tinggi dari
dataran tanah, adapun tangga tersebut dibuat dari bahan kayu yang sekarang
keberadaannya sudah tidak ada lagi karena mengalami kerusakan dan
sekarang sudah diganti dengan tangga beton. Tangga pada bangunan ini
74
memiliki 5 buah anak tangga. Menurut kepercayaan masyarakat Palembang
bahwa jumlah ganjil bermakna membawa keberuntungan bagi yang
menempati.152
Gambar III. 19.
153
Foto Tangga Bangunan Cungkup I
5. Tiang
Tiang pada bangunan ini merupakan bangunan baru yang dibuat untuk
menambah keindahan bangunan tetapi bukan merupakan bangunan asli dari
bangunan cungkup I Makam Kawah Tekurep, bangunan tiang ini juga
memiliki atap yang berfungsi untuk melindungi pintu dari hujan.154
152
Nawiyanto dan Eko Crys Endrayadi, Kesultanan Palembang Darussalam -Sejarah dan
Warisan Budaya,(Jember: Terutama Nusantara, 2016), h. 134 153 Sumber data: Dokumen pribadi, 15 febuari 2018 154 Observasi, 15 Febuari 2018
75
Gambar III. 20.
155
Foto Tiang Bangunan Cungkup I
6. Tempat Air
Dahulu pada bangunan cungkup I ini di bagian depan disamping tangga ada
tempat air pencuci kaki atau berwudhu,156 yaitu sejenis tempayang atau
gentong apabila kita mau naik kedalam bangunan makam. Hal ini dapat kita
pahami ditinjau dari segi kebersihan, karena dahulu orang masih jarang
memakai alas kaki seperti sekarang ini.157
155 Palembang-tourism. Com, Makam Kawah Tekurep Palembang, diakses pad 4 April 2018,
lihat di, http://www.palembang-tourism.com/destinasi-365-makam-kawah-tekurep-kota-
palembang.html 156
Husni (Pengurus Makam), Wawancara, Palembang, 18 mei 2017. 157
Moh. Alimansyur, Arsitektur Tradisional Daerah Sumater Selatan,( Proyek Inventarisasi
dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Dapertemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1985), h. 18.
76
Gambar III. 21.
158
Foto Tempat Air di Bangunan Cungkup I
BAB IV
158 Sumber data: Dokumen pribadi, 15 febuari 2018
77
Penutup
A. Simpulan
Bentuk bangunan tradisional masyarakat Palembang terutama pada
bagian atapnya yang menjadikan ciri khas adalah atap limas. Tetapi pada
bangunan cungkup I Makam Kawah Tekurep menggunakan atap kubah sebagai
kepala dari konstruksi bangunan atapnya, jika ditinjau dari segi kebersihan dan
daya tahan konstruksi atap bangunan ini mempunyai kualitas baik, karena dengan
atap kubahnya menjadikan langit-langit pada bangunan ini tidak mengundang
serangga-serangga untuk bersarang dan kekuatan pada atap ini sangat baik karena
bahan material berupa beton dicor dengan batu koral.
Bagunan cungkup I pada kompleks Makam Kawah Tekurep memiliki
konstruksi dinding yang tebal dan tinggi mirip dengan gaya arsitektur Eropa,
terbuat dengan bahan material batu bata mereh, semen dan putih telur,159
sehingga
bangunan ini memiliki kekuatan yang baik dari segi ketahanan fisik. Dengan
ketebalan dinding yaitu 125 cm bangunan ini berfungsi dengan baik sebagai
penopang beban dari bangunan karena bangunan ini tidak memiliki tiang
penyanggah, dan juga berfungsi dengan baik sebagai pelindung makam dari cuaca
panas, hujan dan angin.
159 Husni (Pengurus Makam), Wawancara, Palembang, 18 mei 2017.
78
konstruksi kayu hanya terdapat di bagian pintu dan tangga, pintu besar
dengan ukuran 350 cm sehingga dengan pintu utama yang sebesar ini dapat
memberikan efek kemegahan dari bangunan itu sendiri, kemudian pada bagian
tangga dibuat dengan kayu dengan lima buah anak tangga, bangunan ini
menggunakan tangga kerena lantainya dibuat tinggi yaitu 112 cm dari permukaan
tanah yang ada di kompleks Makam Kawah Tekurep.
Ornamen pada bangunan ini terdapat pada kubah dan ornamen, seperti
kubah pada bangunan ini menunjukkan bahwa bangunan cungkup I adalah
bangunan monumental dengan citra arsitektur islam yang berkembang, kemudian
pada ornamen terdapat ukiran bunga dan motif geometris yang merupakan citra
adab dan sopan santun, kemakmuran dan ketertiban hasil dari suatu pemerintaran
yang heroik dari Sultan Mahmud Badaruddin I.
79
B. Saran
1. Sultan SMB I memiliki 12 istri, peneliti berharap bagi sejarawan akademisi
yang ingin melanjutkan penelitiab ini untuk menelaah kembali dimana saja
semua istri Sultan dimakamkan selain di Kompleks Makam Kawah Tekurep.
2. Bangunan ini berpotensi memberikan nilai edukasi maupun dapat memberikan
keuntungan dari segi finansial ditinjau dari sektor pariwisata oleh karenanya
perawatan semaksimal mungkin harus dievaluasi sebagai bentuk cinta terhadap
benda cagar budaya.
3. Pemberian warna cat bangunan sebaiknya tetap dipertahankan dengan warna
asli, pembaruan warna cat dapat digunakan sejauh tidak menambah warna baru
dan tidak mengganggu nilai-nilai yang baik yang sudah ada.
4. Karena bangunan cungkup I pada kompleks Makam Kawah Tengkurep tidak
mempunyai sistem vantilasi perlu dicarikan pemecahan masalah mengenai
sistem ventilasi namun tidak merubah bentuk asli bangunan seperti dipasang
kipas angin agar udara tidak pengap dan dapat menciptakan kenyamanan bagi
peziarah.
5. Perbaikan terhadap kerusakan keran usia bangunan sangat perlu dilakukan
namun penambahan ataupun renovasi seperti penambahan tiang pada beranda
dan penambahan unsur warna baru yang terjadi sekarang ini akan
mengakibatkan kekaburan objek sejarah sehingga akan merusak nilai falsafah
yang ditanamkan pada bangunan cungkup I pada Makam Kawah Tekurep ini.
80
Lampiran
Foto Kompleks Makam Kawah Tekurep pada tahun 1870
81
Foto Komplek Makam Kawah Tekurep Pada Tahun 1880
82
Foto Kompleks Makam Kawah Tekurep Pada Tahun 1903
83
Foto Kompleks Makam Kawah Tekurep Pada Tahun 1930
84
Foto Komplek Makam Kawah Tekurep Tampak Depan Tahun 2018
Foto Bangunan Cungkup I Tampak Samping Tahun 2018
85
Map Kompleks Makam Kawah Tekurep
86
Map Kompleks Makam Kawah Tekurep
87
Map Kompleks Makam Kawah Tekurep Tampak Depan
88
89
Rute Ziarah Kubro Masyarakat Palembang
Foto Observasi pada tanggal 15 Febuari 2018
90
Data Narasumber
Nama: Kemas Andi Syarifuddin
Umur: 46
Alamat: JL Ki Kemas Umar, Bukit Kecil, Palembang
Profesi: Budayawan
Nama: Sigit
Umur: 29
Alamat: Perumahan material, Kelurahan Sungai Pinang, Kecamatan Rambutan,
Kabupaten OKI
Profesi: Dosen Sejarah Universitas PGRI
91
Nama: Husni
Profesi: Juru Kunci Kompleks Makam Kawah Tekurep
Nama: R M Ali Hanafiah
92
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
A. Daliman. Metode Penelitian Sejarah. Yogyakarta: Ombak, 2012.
Agustinus Bandur, Penelitian Kualitatif. Metodolog Desain, dan Teknik Analisis
Data Dengan NVivo 11 Plus, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2016.
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Bandung: Rosda, 2003
A. Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan,
Jakarta: Prenadamedia Group, 2014.
Aulia Fikriarini & Luluk Maslucha, Arsitektur Islam Refleksi & Transformasi Nilai
Ilahiyah, Malang: Uin Malang Press: 2007
Bambang Budi Utomo dkk, Kota Palembang: Dari Wanua Sriwijaya Menuju
Palembang Modern,Palembang: Pemerinta Kota Palembang, 2012
Barbara Watson Andaya, Hidup Bersaudara Sumatra Tenggara Pada Abad XVII dan
XVIII, terj. Septian Dhaniar dan Aditiya Pratama, Yogyakarta: Ombak,2016
Djohan Hanafiah, Masjid Agung Palembang Sejarah dan Masa Depannya,, Jakarta:
CV Haji Masagung, 1988
Djohan Hanafiah, Palembang Zaman Bari Citra Palembang Tempo
Dulu,Palembang: Humas Pemerintah Kotamadya Daerah TK. II Palembang,
1988
Dudung Abdurrahman. Metodologi Penelitaian Sejarah Islam. Yogyakarta: Ombak,
2011.
F. M. Schnitger,Oudheidkundige Vondsten In Palembang, Leiden: E.J. Brill, 1936
Haris Herdiansyah. Wawancara, Observasi, Dan Focus Groups. Jakarta: Rajawali
Pers, 2013.
Haris Susanto dkk, Ragam Hias Sumatera Selatan Dari Masa ke Masa, Palembang:
Museum Negeri Propinsi Sumatera Selatan Balaputra Dewa, 1992/1995
93
Heinz Frick. Dasar-dasar arsitektur ekologis. Yogyakarta: kanisius, 2007.
Heinz Frick, Ilmu Konstruksi Bangunan 2, Yogyakarta: Kansius, 1980
Helius Sjamsuddin. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak, 2012.
Imam Gunawan. Metode Penelitian Kualitatif Teori Dan Praktik. Jakarta: Bumi
Aksara, 2015.
Iskandar Mahmud Badaruddin, Sejarah Kesultanan Palembang Darussalam,
Palembang: Keraton Kesltanan Palembang Darussalam, 2008
Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif Interdisipliner, Yogyakarta: Paradigma, 2012.
Komplek Makam Kawah Temgkurep, Palembang: Balai Pelestarian Peninggalan
Purbakala Jambi. Wilayah Kerja Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu,
dan kepulauan Bangka Belitung
Komunikasi Antarbudaya. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990.
Langlois dan Seignobos. Introduction To The Study Of Histori. Yogyakarta:
Indoliterasi, 2015.
Mahyudi Al Mudra, Rumah Melayu Memangku Adat Menjemput Zaman,
Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu, 2003
Moh. Alimansyur, Arsitektur Tradisional Daerah Sumater Selatan, Proyek
Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Direktorat Sejarah dan
Nilai Tradisional Dapertemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985
Moh Nazir, Metode Penelitian, Bogor: Ghalia Indonesia, 2017.
Nanang S. soetadji, Kesultanan Palembang, Palembang, 1995
Nawiyanto dan Eko Crys Endrayadi, Kesultanan Palembang Darussalam -Sejarah
dan Warisan Budaya, Jember: Terutama Nusantara, 2016
Pemerintah Kota Palembang Badan Perencanaan Pembangunan Daerahm Profil Kota
Palembang, Palembang: T.pn., 2011
Rafael Raga Maran. Manusia dan kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu. Jakarta:
Rineka Cipta, 2000.
94
R. H. M. Akib, Sejarah dan Kebudayaan Palembang Rumah Adat Limas
Palembang,(Sumatra Selatan
S. Nasution. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif . Bandung: Taristo, 1988.
Sugeng Pujileksono, Metode Penelitian Komunikasi Penelitian, Malang: Wisma
Kalimetro, 2016.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif R&D, Bandung:
Alfabeta, 2008.
Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi Dilengkapi Dengan Metode R&D,
Bandung: Alfabeta, 2016.
Suhartono W. Pranoto. Teori dan Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Graha Ilmu,
2010.
Suyanti Satuhu, Melati Penanganan Segar dan Pembuatan Minyak Bunga Melati,
Jakarta: Penebar Swadaya, 2004
Van Sevenhoven, Lukisan Tentang Ibukota Palembang, Jakarta: Bhratara, 1971
William Marsden, The History Of Sumatera, Yogyakarta: Indo Literasi, 2016
Wiyoso Yudoseputro. Pengantar Seni Rupa Di Indonesia. Bandung: Angkasa, 1986.
Internet:
Afizah Nurmuseriah,”Makna Dibalik Warna-warna Songket,”Okezone, 10 Maret
2018
Ahmad Ibo, Indonesia Kaya Ensiklopedia Di Zamrud Khatulistiwa, diakses pada 4
April 2018, lihat di, https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/ detail/
kawah-tekurep-tempat-peristirahatan-terakhir-para-raja-palembang
Cut Azmah Fithri dkk, Alternatif Kubah Sebagai Simbol Mesjid dan Pengaruhnya
Pada Desain Mesjid-mesjid di Indonesia, Temu Ilmiah IPLBI: Fakultas Teknik
Universitas Malikussaleh, 2016
95
Greg Clark,” THE DOME OF THE ROCK:THE HISTORICAL, POLITICAL AND
RELIGIOUS MOTIVATIONS BEHIND ITS CONSTRUCTION”, thesis
https://ir.library.louisville.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1254&context=etd
Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan, Lihat di:
kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbgorontalo/2014/06/05/undang-undang-no11-
tahun-2010-tentang-cagar-budaya-pdf/
Lihat di: https://konsultasisyariah.com/23793-mengapa-kijing-dilarang.html
Munzir Almusawa, Meniti Kesempurnaan Iman.PDF, H, 25-26. Lihat di:
https://archive.org/details/majelis_rasulullah_meniti_kesempurnaan_iman
Palembang-tourism. Com, Makam Kawah Tekurep Palembang, diakses pad 4 April
2018, lihat di, http://www.palembang-tourism.com/destinasi-365-makam-
kawah-tekurep-kota-palembang.html
Qasim A. Ibrahim & Muhammad A. Saleh, Al- Mawasu’ah al- Muyassarah fi al- Tarikh al-
Islam, Kairo: Mu’assasah Iqra’, 2014
Setyo nugroho. kajianpotensi linkage obyek wisata sejarah budaya di kelurahan I
ilir, Palembang, PDF.
Sigit Satrio Pribadi,”Pengaruh Warna Terhadap Kebudayaan Bagi Masyarakat
Tionghoa (Studi Kasus Klenteng Avalokitesvara Surakarta),” Laporan Tugas
Akhir,Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universita Sebelas Maret,
2010
Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya, Lihat di cagar budaya.
Kemendikbud.go.id/siteregnas/public/objek/newdetail/PO2016071200055/inde
x-infografis.html
S Sukowi, “Arsitektur Byzantium “Dome of The Rock”, http://eprints.undip.ac.id/1615/1/plugin-Arsitektur_Bizzantium2.pdf.
Udjianto Pawitro dkk,” Kajian Ekspresi Ruang Luar dan Ruang Dalam Pada
Bangunan Masjid Al-Irsyad Kota Baru Parahyangan Ditinjau Dari Sustainable
96
design,” Reka Karsa V. 2, No. 2, (Agustus 2014), h. 5. Lihat di,
file:///C:/Users/win10/Downloads/460-826-1-PB.pdf
Skripsi dan Jurnal:
Disan Megawati ,” Persepsi Masyarakat Kota Palembang Tentang Makam Kawah
Tengkurep”.
Meisar Ashari, “Studi Bentuk, Fungsi dan Makna Ornamen Makam di Kompleks
Makam Raja-raja Bugis,”Jurnal,”Dewa Ruci ,V.8, No. 3, Desember, 2013
Retno Purwanti. “ Konfilk Elite Politik Pada Masa Kerajaan dan Kesultanan
Palembang (Tinjauan Berdasarkan Tata Letak Makam Sultan
Palembang),”Siddhayatra V. 9, No. 1 ( mei 2004)
Sudarsih. Akulturasi Budaya di Situs Kawah Tengkurep. Palembang:
Universitas Persatuan Guru Republik Indonesia. 2016.
Wawancara:
Andi Syarifudin (Sejarawan), Wawancara, Palembang, 22 September 2017.
Husni (Pengurus Makam), Wawancara, Palembang, 18 Mei 2017.
R.M. Ali Hanafiah (Zuriat), Wawancara, Palembang, 23 Maret 2018.
Sigit (Dosen Sejarah Universitas PGRI), Wawancara, Palembang, 22 september
2017.